kolelitiasis

35
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone). Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Sebagian besar pasien dengan batu kandung empedu tidak mengalami gejala/asimptomatis 1.2.1 Tujuan Umum 1

Upload: mimi-ilmi-hidayati

Post on 31-Oct-2014

234 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

case report kolelitiasis

TRANSCRIPT

Page 1: kolelitiasis

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,

karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan

ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau

saat operasi untuk tujuan yang lain.

Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka

banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat

dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan

semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan

moralitas.

Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila

batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran

klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai

yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi

ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun

intrahepatik. Sebagian besar pasien dengan batu kandung empedu tidak mengalami

gejala/asimptomatis

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan laporan ini adalah mengetahui

perjalanan penyakit salah seorang pasien, sehingga dapat menilai kondisi pasien dari

awal terjadinya penyakit hingga post diberikan tindakan.

1.2.2. Tujuan khususnya

yaitu :

1. Mengetahui anatomi kandung empedu

2. Memahami definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, jenis batu empedu,

patofisiologi, gejala klinik, diagnosis, terapi, komplikasi dan pencegahan batu

empedu.

1

Page 2: kolelitiasis

BAB II

LAPORAN KASUS

. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Usia : 64tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Magelang Selatan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah

Agama : Islam

Datang ke Rumah Sakit pada Tanggal : 27 Desember 2012 dari poli bedah rujukan dari

poli penyakit dalam

Bangsal : Edelweis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 Desember 2012 di ruang

Edelweis Rumah Sakit Tingkat II Dr. Soedjono, Magelang.

B. ANAMNESIS

Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan atas dan menjalar sampai dengan ke

pinggang, nyeri dirasakan kurang lebih 1 minggu yang lalu, nyeri hilang timbul terasa panas

dan perih. Tidak ada demam, mual ataupun muntah, kadang kadang suka pusing berputar –

putar

RPD: Hipertensi dan gastritis

RPO: pasien sudah berobat ke dokter umum di RSU tidar 1 minggu yang lalu dan sudah di

USG.

2

Page 3: kolelitiasis

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 27 Desember di ruang Edelweis Rumah Sakit

tingkat II dr. Soedjono

Keadaan Umum : Tampak Sakit sedang

Kesadaran/GCS : Compos Mentis / 15

Tanda Vital :

o Tekanan Darah : 140/90 mmHg

o Nadi : 84x/menit

o Suhu : 36.5 °C

o Respirasi : 24x/menit

Thoraks : Cor bj I dan II reguler

Pulmo vesikuler

Abdomen

o Inspeksi: Supel

o Auskultasi : BU (+)

o Palpasi : nyeri tekan daerah epigastrium dan lumbal dekstra

o Perkusi : Timpani

D. ASSESSMENT

Dyspepsia dd susp. Kolelitiasis

E. PLANNING

Planning Diagnostik

o Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap, BT, CT

o Pemeriksaan EKG

o Foto Lumbosakral AP

Planning Terapi

o Simptomatik

o Sharox 2 x 1

o Meloxicam 1 x 1

3

Page 4: kolelitiasis

o Trixon

o Suportif

o Infus RL 20 tpm

o Puasa untuk persiapan operasi besok

Pada tanggal 28 desember 2012 dilakukan operasi kolesistektomi

FOLLOW UP

Tgl S O A P29

des

2012

Nyeri pada

daerah post

operasi,

pusing (-),

mual(-).

Muntah (-),

demam (-).

VS: td 120/80

s/n 36,5/ 84

status generalis:

tampak sakit sedang

kepala: CA -/- SI -/-

thoraks: cor dan

pulmo DBN

abdomen:

Isupel, bekas luka

membaik, rembesan

darah +, pus(-),

Drain (+)

Abu +

Pal NT (-)

Per timpani

Kateterurin

berwarna kuning

pekat, darah (-)

Post op

kolesistektomi

hari ke – 1

Therapi

- awasi VS

- Puasa

- Trixon

- Ranitidin

- Antrain

- kalnex

30

des

2012

Nyeri pada

luka bekas

operasi,

VS: td 120/90

Tampak sakit

Post op

kolesistektomi

Terapi lanjutkan

Medikasi luka

4

Page 5: kolelitiasis

pusing (-),

demam (-)

mual

muntah (-),

sedang

Kepala : CA-/- SI -/-

Thoraks : cor dan

pulmo DBN

Abdomen:

Isupel, luka

operasi membaik,

rembesan darah (-),

drain (+)

A BU (+)

Pal NT (-)

Pertimpani

Kateter : urin

berwarna kuning

pekat

hari ke – 2 Coba minum

mobilisasi

31

des

2012

Keluhan (-) VS : TD 120/90

Kepala : CA-/- SI-/-

Tampak sakit ringan

Thoraks: cor dan

pulmo DBN

Abdomen :

I supel, luka

operasi membaik,

drain (+)

ABu (+)

Pal NT (-)

Per timpani

Post op

kolesistektomi

hari ke – 3

Terapi lanjut

Medikasi luka

Aff drain

Diet bubur

1

Jan

Keluhan (-)

BAB dan

VS: TD 210/120

Tampak sakit ringan

Post op

kolesistektomi

Therapi lanjut

Medikasi luka

5

Page 6: kolelitiasis

2013 BAK

normal

Kepala: CA -/- SI -/-

Thoraks: DBN

Abdomen :

I supel, rembesan

darah (-), luka

membaik

A: BU(+)

Pal: NT (-)

Per: timpani

hari ke – 4

2 jan

2013

Keluhan (-)

BAB dan

BAK

normal,

tidak

pusing,

tidak mual

dan muntah

VS: td 170/100

Tampak sakit ringan

Kepala: CA-/- SI-/-

Thoraks : DBN

Abdomen:

I supel, luka

membaik

ABU (+)

Pal NT (-)

Per timpani

Post op

kolesisteksom

i hari ke- 5

- Rawat jalan

- aff infus

- bawa obat :

Narfos 2x1

Zaldiar 2x1

Da???

- Medikasi

luka

6

Page 7: kolelitiasis

HASIL PEMERIKSAAN USG (18 Desember 2012)

Hepar : ukuran normal, echostructure parenchym homogen dbn , permukaan rata,

sudut lancip, tak tampak nodul, V hepatica dan porta Dbn

Vesika felea : ukuran normal, dinding DBN, tampak batu dengan ukuran 17,9 mm

7

Page 8: kolelitiasis

Pancreas : ukuran normal, echostructure parenchym homogen, permukaan rata,

nodul (-)

Lien : ukuran dbn, echostructure parenchym homogen, permukaan rata, v. Lienalis dbn

Renal sin – dx: UKURAN Dbn, echostructure parenchyme dbn, batas kortikomedular dbn,

PCS tak melebar, tidak tampak batu

VU : dinding dbn, tidak tampak batu

Kesan : Cholelitiasis

LAPORAN OPERASI

Nama pasien : ny. S

Dokter Bedah : Letkol CKM dr. Dadiya

Dokter Anastesi: dr. Kurniawan

Diagnosis prabedah : kolelitiasis

Diagnosis pasca bedah: kolelitiasis

Operasi / tindakan : cholecystektomy

Tanggal operasi : 28 – desember – 2012

1. Dalam stadium anastesi, antiseptik lapangan operasi

2. Insisi daerah subkosta dekstra

3. Dilakukan kolesistektomi kemudian di PA

4. Kontrol perdarahan

5. Cuci kavum abdomen

6. Pasang drain

7. Tutup lapis demi lapis

8

Page 9: kolelitiasis

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. ANATOMI

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear

yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm.

Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat

menggembung sampai 300 cc.

Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus

berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang

dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung

rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan

arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus

yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus

hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi

fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum

dengan permukaan visceral hati.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri

hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.

Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan

kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak

dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi

lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi

lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus

coeliacus.

9

Page 10: kolelitiasis

Gambar 1: Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

Pendarahan arterial ductus choledochus ialah sebagai berikut :

Bagian proksimal dipasok oleh arteri cystica

Bagian tengah memperoleh darah dari ramus dexter arteria hepatica propria

Bagian rectoduodenal dipasok oleh arteria pancreaticoduodenalis superior posterior

dan arteria gastroduodenalis

Arteria cystica mengantar darah kepada ductus choledochus dan ductus cysticus. Arteria

cystica biasanya berasal dari ramus dexter arteria hepatica propria di sudut antara ductus

hepaticus communis dan ductus cysticus (Moore K. & Agur A., 2002).

Gambar 2: Vaskularisasi Vesika Felea

10

Page 11: kolelitiasis

3.2. KOLELITIASIS

Kolelitiasis atau batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang

membentuk suatu material yang menyerupai batu yang dapat ditemukan dalam kandung

empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-

duanya (Schwartz S., Shires G., Spencer F., 2000).

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana

terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,

bentuk dan komposisi yang bervariasi.

EPIDEMIOLOGI

Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada

wanita dikarenaan memiliki faktor risiko, diantaranya : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak

dan genetik (Jong W. & Sjamsuhidajat R., 2005).

Insidens kolelitiasis di negara Barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa

dan lanjut usia. Angka kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di

Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak

tahun 1980-an angkanya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi (Jong W.

& Sjamsuhidajat R., 2005).

ETIOLOGI

Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor predisposisi

terpenting, yaitu :

1. Perubahan Komposisi Empedu

Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam

pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolestrol mengekskresi

empedu yang sangat jenuh dengan kolestrol. Kolestrol yang berlebihan ini mengendap

dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk

membentuk batu empedu (Hadi S., 2002).

2. Statis Empedu

Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,

perubahan komposisi kimia dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan

11

Page 12: kolelitiasis

kontraksi kandung empedu atau spasme spingter Oddi atau keduanya dapat

menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat

dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu (Hadi S., 2002).

3. Infeksi Kandung Empedu

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.

Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan

sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya

batu, dibanding penyebab terbentuknya batu (Hadi S., 2002).

FAKTOR RISIKO

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor risiko. Namun, semakin banyak

faktor risiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor risiko

tersebut antara lain :

Umur

Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40 – 50 tahun. Sangat sedikit

penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin

bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu

(Lesmana L., 2000).

Jenis Kelamin

Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan

4 : 1. Di Indonesia, jumlah penderita wanita lebih banyak daripada laki-laki (Lesmana

L., 2000).

Obesitas

Pada orang yang mengalami obesitas dengan indeks massa butuh (BMI) tinggi maka

kadar kolestrol dalam kandung empedu sangat tinggi sehingga akan menurunkan

garam empedu dan mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu

(Lesmana L., 2000).

Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan

terhadap unsur kimia empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung

empedu (Lesmana L., 2000).

Aktivitas fisik

12

Page 13: kolelitiasis

Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya

kolelitiasis (Lesmana L., 2000).

Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena dalam jangka laa mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi

untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal.

Sehingga risiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu

(Lesmana L., 2000)

JENIS BATU EMPEDU

Batu empedu diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Menurut beberapa

ahli, pembagian batu empedu adalah sebagai berikut :

1. Batu Empedu Kolestrol (Hadi S., 2002).

a. Soliter (single cholesterol stone) atau tunggal

Tipe batu ini mengandung kristal kasar kekuning-kuningan, pada foto Rontgen terlihat

intinya. Bentuknya bulat dengan diameter 4 cm, dengan permukaan licin atau noduler.

Batu ini tidak mengandung Kalsium sehingga tidak dapat dilihat pada pemotretan sinar-

X biasa.

b. Batu kholesterol campuran

Batu ini terbentuk bilamana terjadi infeksi sekunder pada kandung empedu yaitu

mengandung batu empedu kholesterol yang soliter di mana pada permukaannya

terdapat endapan pigmen kalsium.

c. Batu kholesterol ganda

Jenis batu ini jarang dijumpai dan bersifat radiolusen.

2. Batu Empedu Pigmen (Hadi S., 2002).

Pigmen kalkuli mengandung pigmen empedu dan berbagai macam kalsium dan matriks

dari bahan organik. Batu ini biasanya berganda, kecil, amorf, bulat, berwarna hitam atau

hijau tua

13

Page 14: kolelitiasis

Bagan 1: proses pembentukan batu pigmen

3. Batu Empedu Campuran (Hadi S., 2002).

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (± 80%), dan terdiri atas kolestrol,

pigmen empedu, berbagai garam kalsium dan matriks protein. Biasanya berganda dan

sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.

MANIFESTASI KLINIS

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi

menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi

dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik

bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah

subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu

dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,

umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu

dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini

berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah

14

Page 15: kolelitiasis

kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan

inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 –

60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke

abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina

pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum

pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi

yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis

kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu,

abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan

mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.

Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini

timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. 

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering

mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan

dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo

kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus

sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran

empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan

sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif

yang nyata. 

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa

menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul

15

Page 16: kolelitiasis

pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar

spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis

koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

Gambar 3: Manifestasi Klinis Yang Biasa Terjadi

DIAGNOSIS

Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan tanda klinis yang

ditemukan pada pemeriksaan fisik. Selain itu, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk

kepastian diagnosis. Pmeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah :

Pemeriksaan laboratorium

Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi

komplikasi kolesistitis akut bida didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin

darah dan fosfatase alkali. Apabila terjadi sindrom Mirrizi akan ditemukan kenaikan

ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu (Hadi S., 2002).

1. Uji Ekskresi Empedu

Fungsinya mengukur kemampuan hati untuk mengkonjugasi dan

mengekskresikan pigmen.

o Bilirubin Direk (Terkonjugasi)

Merupakan bilirubin yang telah diambil oleh sel-sel hati dan larut dalam air.

Makna klinisnya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan

16

Page 17: kolelitiasis

mengekskresi pigmen empedu. Bilirubin ini akan meningkat bila terjadi

gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi. Nilai normalnya antara 0,1-0,3

mg/dl (Kee, L.J.).

o Bilirubin Indirek (Tidak Terkonjugasi)

Merupakan bilirubin yang larut dalam lemak dan akan meningkat pada

keadaan hemolitik (lisis darah). Nilai normalnya antara 0,2-0,7 mg/dl (Kee,

L.J.).

o Bilirubin Serum Total

Merupakan bilirubin serum direk dan total meningkat pada penyakit

hepatoselular. Nilai normalnya antara 0,3-1,0 mg/dl (Kee, L.J.).

o Bilirubin Urin/Bilirubinia

Merupakan bilitubin terkonjugasi diekskresi dalam urin bila kadarnya

meningkat dalam serum, mengesankan adanya obstruksi pada sel hati atau

saluran empedu. Urin berwarna coklat bila dikocok timbul busa berwarna

kuning (Kee, L.J.).

2. Uji Enzim Serum

Asparte aminotransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase

(ALT/SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati dan

jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadi

perubahan permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati. Nilai

normalnya berada pada rentang 5-35 unit/ml (Kee, L.J.).

Alkaline fosfatase dibentuk dalam hati dan diekskresikan ke dalam empedu,

kadarnya akan meningkat jika terjadi obstruksi biliaris. Nilai normalnya 30-120 IU/L

atau 2-4 unit/dl (Kee, L.J.).

Pemeriksaan radiologis

o Foto Polos Abdomen

Kurang lebih 10% dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga

terlihat pada foto polos abdomen (Hadi S., 2002).

17

Page 18: kolelitiasis

o Ultrasonografi

Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya

sampai 98% dan spesifitas 97,7%. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini

adalah mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan

khusus, ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit

berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati.

Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, pemeriksaan USG sebaiknya

dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa

ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang akut, besar batu,

jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common

Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal (Hadi S., 2002).

o Tomografi Computer

Keunggulan tomografi komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek

gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih denagn organ lain,

karena mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan

utama (Hadi S., 2002).

o Kolesistografi

Foto dengan pemberian kontrak baik oral maupun intravena diharapkan batu

yang tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan

sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras.

Goldberg dan kawan-kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan

kolesistografi oral dalam mengidentrifikasikan batu kandung empedu kurang

lebih 75%. Bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak

dierjakan karena zat kontras tidak diekskresi ke saluran empedu (Hadi S.,

2002).

KOMPLIKASI

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi

yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis

kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu,

18

Page 19: kolelitiasis

abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan

mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.

a. Kolesistitis Akut

Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan

sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan

manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus

atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan

atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh

rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial (Jong W. & Sjamsuhidajat R., 2005).

Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar ke punggung

atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan,

yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri

tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas

sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20%

kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi terbuka atau

laparoskopik (Jong W. & Sjamsuhidajat R., 2005).

b. Kolesistitis Kronis

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering

mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan

dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti

koledokolitiasis, pankreatitis dan kolangitis (Jong W. & Sjamsuhidajat R., 2005).

c. Pankreatitis Akut

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan

gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis

akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan

akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis

koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis

(Jong W. & Sjamsuhidajat R., 2005).

19

Page 20: kolelitiasis

TERAPI

A. Tindakan Operatif

1. Kolesistektomi

Terapi terbanyak pada penderita kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistektomi

dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk

penderita dengan batu empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala

masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya

berpendapat lain, mengingat “silent stone” akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala

bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang

paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu empedu kalau

keadaan umum penderita baik.

Indikasi kolesistektomi, yaitu :

- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat

- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu

- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya DM,

kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

-

2. Kolesistostomi

Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistotomi dan dekompresi cabang-cabang saluran

empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan risiko tinggi yang

mungkin tidak dapat diatasi dengan kolesistektomi dini.

Indikasi dari kolesistostomi, yaitu :

- Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis

- Penderita berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai,

kesulitan teknik operasi

- Tersangka adanya pankreatitis

20

Page 21: kolelitiasis

Kerugian kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan

kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.

B. Tindakan Non-Operatif

1. Terapi Disolusi

Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeoxycholat (CDCA) yang mampu

melarutkan batu kolesterol. Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses

melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral

dalam dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian

pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis (Devid D.,

Sabiston, 1994).

Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :

- Wanita hamil

- Penyakit hati yang kronis

- Kolik empedu berat atau berulang-ulang

- Kandung empedu yang tidak berfungsi.

Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan hati,

terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat

(UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare

atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya

adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat

badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan

kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari.

Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase

sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain

dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta

tidak selalu berhasil (Devid D., Sabiston, 1994).

2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)

21

Page 22: kolelitiasis

ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi

batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu

menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi

meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung

empedu juga menjadi lebih mudah (Devid D., Sabiston, 1994).

Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu

melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi

beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya (Devid D., Sabiston,

1994).

1. Kriteria Munich :

- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik)

- Penderita tidak sedang hamil

- Batu radiolusen

- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu

- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke

arah batu

2. Kriteria Dublin :

- Riwayat keluhan batu empedu

- Batu radiolusen

- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal

atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah

maksimal

- Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik

Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita karena dapat

dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita. Demikian

juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan

22

Page 23: kolelitiasis

penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua penderita dapat dilakukan terapi ini

karena hanya dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus menjalankan

diet ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat

timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga merupakan salah

satu syarat bentuk terapi gabungan ini, karena gangguan faal hati akan diperberat dengan

pemberian asam empedu dalam jangka panjang (Devid D., Sabiston, 1994).

ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak invasif namun dalam

kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit

di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati,

penebalan dinding dan atrofi kandung empedu (Devid D., Sabiston, 1994).

C. Dietetik

Prinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu adalah memberi istirahat

pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan

batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk

memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh (Devid D., Sabiston, 1994).

Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu

tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan

gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.

Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet

dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat

membantu.

Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :

- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori

dikurangi.

- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak

- Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi

PENCEGAHAN

23

Page 24: kolelitiasis

Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya menghindari

makanan berkolesterol tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani .

BAB IV

PENUTUP

NY. S datang ke poli bedah RST atas rujukan dari poli interna , datang dengan

keluhan nyeri perut pada adaerah epigastrium dan daerah lumbal kanan menjalar sampai

dengan ke pinggang, tidak ada mual ataupun muntah. Kadang suka pusing berputar – putar.

Pasien pernah memeriksakan keluhan ke dokter di RSU tidar dan telah di USG. Hasil

pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan di RST didiagnosis bahwa pasien

menderita kolelitiasis.

Gejala yang diperlihatkan oleh pasien dengan kolelitiasis umumnya sangat bervariasi,

meskipun terdapat ciri yang khas yaitu kolik bilier dengan gambaran nyeri pada kuadran

kanan atas yang dapat menjalar sampai ke punggung tepat di bawah tulang skapula, namun

gejala tersebut tidak selalu spesifik seperti itu. Pada pasien ini terdapat nyeri kolik bilier, akan

tetapi gejala lainnya tidak terlalu spesifik. Untuk itu diperlukan pemeriksaan fisik yang lebih

teliti serta bantuan pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan yang tepat dan adekuat diperlukan untuk menjamin kesembuhan

pasien dengan prognosis yang baik, serta menghindari komplikasi maupun terjadinya relaps.

24

Page 25: kolelitiasis

DAFTAR PUSTAKA

Devid C., Sabiston, 1994, Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku Ajar

Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta

Jong W., Sjamsuhidajat R., 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta

Kee, L.J., Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta

Lesmana L., 2000, “Batu Empedu” dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi 3, hal :

380-4, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Moore K., Agur A., 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta

Schwartz S, Shires G, Spencer F., 2000, Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery)

Edisi 6, hal : 459-64, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

25