kivt
TRANSCRIPT
KULTUR IN VITRO ANGGREK
Oleh :
Nama : Hanifah Kholid BasalamahNIM : B1J011156Rombongan: IKelompok : 1
Asisten : Adven Kristianti
LAPORAN PRAKTIKUM ORKHIDOLOGI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SEODIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kultur in vitro merupakan salah satu teknik pembiakan anggrek yang non
konvesional. Metode kultur in vitro merupakan salah satu cara yang mulai banyak
digunakan dalam perbanyakan klon atau vegetatif tanaman anggrek. Kultur in
vitro pertama kali dicoba oleh Haberlandt pada tahun 1902, karena adanya sifat
tanaman yang disebut totipotensi yang dicetuskan oleh kedua orang sarjana
Jerman Schwann dan Schleiden pada tahun 1830, dimana sel-sel pada tumbuhan
mampu mengadakan aktivitas hidup dan hasil multiplikasi atau perbanyakan
selnya mampu untuk mengadakan perkembangan (selain mampu mengadakan
pembelahan sel, pertumbuhan, juga differensiasi membentuk organ) (Sagawa,
1976).
Metode kultur in vitro yaitu menumbuhkan jaringan-jaringan vegetatif
(seperti akar, daun, batang, mata tunas) dan jaringan-jaringan generatif (seperti
ovule, embrio dan biji) pada media buatan berupa cairan atau padat secara aseptik
(bebas mikroorganisme). Keberhasilan dari kultur sangat bergantung dari
ketepatan konsentrasi nutrisi yang berada di dalam media kultur. Ketepatan
konsentrasi ini menyangkut pada ketersediaan nutrisi bagi eksplan tanaman.
Kelebihan nutrisi dari tanaman akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan
unsur hara. Pembuatan larutan stok dan sterilisasi media dianggap penting untuk
diketahui sebagai sarana penenunjang kebutuhan informasi akan kultur jaringan.
(Rukmana, 2000).
Anggrek termasuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan dikarenakan
bijinya tidak memiliki endosperm sehingga sulit tumbuh di alam. Biji ini hanya
akan tumbuh apabila bersimbiosis dengan jamur (mikoriza) yang sesuai. Salah
satu upaya konservasi anggrek ini adalah dengan perbanyakan anggrek melalui
kultur in vitro biji dengan penambahan berbagai jenis zat pengatur tumbuh untuk
memacu perkecambahan dan pertumbuhannya. Bagian yang tampak pada biji
anggrek adalah protocorm. Protocorm berupa sel pada tanaman anggrek dimana
akar, tunas, dan batangnya tidak dapat dibedakan (Gunadi, 1979). Menurut
Paramartha et al., (2012), protokorm adalah bentukan bulat padat berwarna hijau
yang siap membentuk pucuk dan akar sebagai awal perkecambahan pada biji yang
tidak mempunyai endosperm. Proses ini terbagi dalam 5 fase, fase 0: biji belum
belum berkecambah, fase 1: biji berkembang menjadi protokorm, fase 2:
protokorm dengan primordia daun, fase 3: prokorm dengan daun dan akar
pertama, fase 4: protokorm dengan beberapa daun dan akar, fase 5: planlet.
B. Tujuan
Tujuan praktikum kultur in vitro anggrek adalah dapat melakukan tahapan
subkultur anggrek, menyeterilkan biji anggrek yang akan ditanam, dan
menumbuhkan biji anggrek hasil penyilangan.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain bunsen, botol
kultur, pinset, skalpel dan LAF (Laminar Air Flow).
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah planlet Rynchostylis
sp., biji Bulbophyllum sp., alkohol 70%, HgCl 0,02%, akuades, SDW (Steril
Destiler Water) dan media VW (Vacint & Went)
B. Metode
a. Subkultur anggrek Rynchostylis sp.
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Plantlet anggrek dalam botol kultur diambil secara aseptis menggunakan
pinset, kemudian dipindahkan ke botol kultur baru yang berisi media VW.
3. Botol kultur baru berisi plantlet ditutup dengan rapat dan diamati selama
14 hari.
b. Sterilisasi biji anggrek Bulbophyllum sp.
1. Alat dan bahan dipersiapkan.
2. Biji anggrek Bulbophyllum sp. direndam dalam alkohol 70%, kemudian
dikocok secara perlahan selama 10 menit.
3. Alkohol 70% dibuang dan ditambahkan HgCl 0,02%, kemudian direndam
dan dikocok selama 5 menit.
4. HgCl 0,02% dibuang dan ditambahkan SDW, kemudian direndam dan
dikocok selama 30 detik sebanyak 3 kali.
5. Larutan HgCl 0,02% dibuang, selanjutnya biji yang telah disterilisasi
ditiriskan.
c. Penanaman biji anggrek Bulbophyllum sp. hasil sterilisasi.
1. Biji yang telah steril dibuka menggunakan skalpel hingga biji anggrek
terlihat seperti kapas berwarna putih.
2. Biji diambil dan ditanam kedalam botol kultur berisi media VW, kemudian
ditutup rapat dan diamati selama 14 hari.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Gambar 1. Subkultur anggrek Rynchostylis sp. minggu ke-1
Gambar 2. Subkultur anggrek Rynchostylis sp. minggu ke-2
Gambar 3. Kultur biji anggrek Bulbophyllum sp. minggu ke-1
B. Pembahasan
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ
yang serba steril dan ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol
kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Bahan
yang dapat digunakan sebagai eksplan dalam penerapannya adalah generatif (biji)
yang dikenal dengan seed culture dan vegetatif (jaringan) yang dikenal denga
tissue culture (Wattimena & Mattjik, 1992).
Menurut Yusnita (2003), kelebihan perbanyakan tanaman secara kultur
jaringan adalah sebagai berikut :
1. Memperbanyak tanaman tertentu yang sulit atau sangat lambat
diperbanyak secara konvensional. Perbanyakan tanaman secara kultur
jaringan menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit
tanaman yang banyak dalam waktu relatif singkat ,dan lebih ekonomis.
2. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan tidak memerlukan
tempat yang luas.
3. Teknik perbanyakan tanaman secara kultuk jaringan dapat
dilakukan sepanjang tahun tanpa bergantung pada musim.
4. Bibit yang dihasilkan lebih sehat.
5. Memungkinkan dilakukannya manipulasi genetik.
Teknik kultur jaringan juga mempunyai beberapa kekurangan sebagai
berikut :
1. Dibutuhkan biaya awal yang relatif tinggi untuk
laboraturium dan bahan kimia.
2. Dibutuhkan keahlian khusus untuk melaksanakannya.
3. Tanaman yang dihasilkan berukuran kecil, aseptik dan
terbiasa hidup di tempat yang berkelembapan tinggi, sehingga memerlukan
aklimatisasi ke lingkungan eksternal (Yusnita, 2003).
Kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kultur in vitro yang optimal
bervariasi antarspesies ataupun antarvarietas. Jaringan yang berasal dari bagian
tanaman yang berbeda, nutrisinya pun akan berbeda. Tidak ada satupun medium
dasar yang berlaku universal untuk semua jenis jaringan dan organ. Meskipun
demikian, medium dasar MS (Murashige and Skoog) adalah yang paling luas
penggunaannya dibandingkan dengan media dasar lainnya (Zulkarnain, 2009).
Menurut Arditti (1996), media Knudson C merupakan media yang umum
digunakan untuk kultur jaringan anggrek. Media ini pertama kali diformulasikan
oleh Lewis Knudson pada tahun 1949. Beberapa anggrek terkadang membutuhkan
charcoal (karbon aktif) agar dapat tumbuh baik pada media ini. Hal ini
dikarenakan adanya zat fenol yang diproduksi oleh eksplan yang dapat
menghambat pertumbuhan planlet. Charcoal yang ditambahkan berfungsi untuk
menyerap senyawa-senyawa toksik yang ada dalam media.
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Media kultur tersebut, fisiknya dapat
berbentuk cair atau padat. Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang
dikulturkan secara in vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman
yang dibutuhkan di tanah, meliputi hara makro dan hara mikro. Komponen media
kultur yang lengkap adalah sebagai berikut :
1. Air distilasi (akuades) atau air bebas ion sebagai
pelarut.
2. Hara makro dan mikro.
3. Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energi.
4. Vitamin, asam amino dan bahan organik lain.
5. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
6. Suplemen berupa bahan-bahan alami jika diperlukan.
7. Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media (Yusnita,
2003).
Percobaan subkultur pada praktikum ini menggunakan anggrek Rynchostylis
sp. anggrek ini merupakan anggrek epifit yang memiliki batang besar berukuran
25 cm. daun anggrek ini berbentuk tali dan panjang sekitar 25 cm. Panjang
tangkai bunganya sekitar 60 cm. pembungaan terjadi pada musim panas dan
musim gugur. Percobaan yang telah dilakukan pada Rynchostylis sp., yang dapat
digunakan sebagai eksplan yaitu daun tanaman dewasa dan akar. Media untuk
menumbuhkan Rynchostylis sp. ditambahkan bubuk pisang yang sangat efektif
untuk menginduksi akar (Sinha, 2012).
Hasil yang diperoleh dari subkultur anggrek Rynchostylis sp dan penanaman
biji anggrek Bulbophyllum sp. dalam media VW yaitu biji dan planlet anggrek
yang ditanam belum menunjukkan adanya pertumbuhan yang signifikan dan
media yang digunakan tidak terjadi kontaminasi. Menurut Cahyaningrum (2012),
pertumbuhan anggrek dalam media kultur akan tergantung pada spesies yang
ditanam. Lama pertumbuhan dan kondisi yang diperlukan akan bervariasi. Suhu
sekitar 20oC dan pencahayaan selama 12-16 jam dengan lampu neon diperlukan
meskipun terdapat beberapa spesies yang lebih menyukai kondisi gelap untuk
perkecambahan.
Kultur biji Bulbophyllum sp. yang ditanam pada media VW tidak
menunjukan adanya pertumbuhan. Menurut Lestari (2013), kultur biji merupakan
budidaya secara in vitro dengan eksplan biji pada media steril dan kaya akan
nutrisi, sehingga biji dapat beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman
lengkap. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur biji adalah
komposisi media (adanya vitamin, gula, dan zat pengatur tumbuh), dan stimulus
fisik (cahaya, pH, dan suhu). Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat nyata
pengaruhnya.
Teknik kultur akan berhasil apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi.
Syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk
pembentukan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan aseptik dan
pengaturan udara yang baik. Hal-hal yang harus diperhatikan jika menggunakan
embrio atau bagian biji sebagai eksplan adalah tingkat kemasakan embrio, waktu
imbibisi, temperatur, dan dormansi (Panjaitan, 2005).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :
1. Tahapan subkultur dilakukan secara aseptis dengan cara memindahkan
planlet anggrek dari botol lama ke dalam botol baru yang berisi media. Hasil
yang didapatkan yaitu planlet anggrek tidak menunjukkan adanya
pertumbuhan dan tidak terjadi kontaminasi.
2. Sterilisasi biji dilakukan di dalam LAF dengan merendamnya di dalam
larutan alkohol 70%, HgCl 0,02%, dan SDW.
3. Penanaman biji anggrek dalam media VW tidak tumbuh dan media tidak
terjadi terkontaminasi.
DAFTAR REFERENSI
Arditti, J. & Abraham D,K. 1996. Orchid Micropropagation: The Path from Laboratory to Commercialization and an Account of Several Unappreciated Investigators. Botanical Journal of the Linnean Society. 122 pp. 183 – 241.
Cahyaningrum, Paramitha. 2012. Menumbuhkan Semangat Berwirausaha dengan Memanfaatkan Bioteknologi Melalui Pengenalan Aklimatisasi Anggrek Hasil Kultur Jaringan. Makalah. PPM- Kultur Jaringan Anggrek.
Gunadi, T. 1979. Anggrek dari Bibit Hingga Berbunga. PAI cabang Bandung/Priyangan. Bandung.
Lestari, E, Tutik, N & Siti, N. 2013. Pengaruh Konsentrasi ZPT 2,4-D dan BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Dendrobium laxiflorum J.J Smith secara In Vitro. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol.2.(1). pp 2337-3520.
Panjaitan, E. 2005. Respons Pertumbuhan Tanaman Anggrek (Dendrobium sp.) terhadap Pemberian BAP dan NAA secara In Vitro. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. Vol 3: 45-51
Paramartha, Aisya Intan, Dini E., dan Siti N. 2012. Pengaruh Penambahan Kombinasi Konsentrasi ZPT NAA dan BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Dendrobium Taurulinum J.J Smith Secara In vitro. Jurnal Sains dan Seni ITS Vol. 1 (1).
Sinha, Pinaki & Miskat, A.A.J. 2012. Clonal Propagation of Rynchostylis retusa (Lin.) Blume through In Vitro Culture and their Establishment in the Nusery. Plant Tissue Culture & Biotech. Vol 22 (1). pp 1-11.
Rukmana, Rahmat. 2000. Teknik Perbanyakan Tanaman Hias. Kanisius. Yogyakarta.
Sagawa, Y. 1976. Potential of In vitro Techniques for Improvement of Horticultural. 6: 61-66.
Wattimena, G.A. & N.A. Mattjik. 1992. Pemuliaan Tanaman secara in vitro. Dalam Tim Laboratorium Kultur Jaringan (Ed.). Bioteknologi Tanaman. PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Yusnita. 2003. Perbanyakan Invitro Tanaman Angrek. Universitas Lampung. Bandar Lampung, Lampung.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman, Solusi Perbanyakan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.