kitin & kitosan_yosua christianto_13.70.0125_kloter a1_unika soegijapranata

Upload: praktikumhasillaut

Post on 09-Jan-2016

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kitin adalah polimer berantai panjang tersusun atas monomer 2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa. Kitosan adalah produk deasetilasi dari kitin.

TRANSCRIPT

Acara II

KITIN & KITOSANLAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015 1. VIPER

2. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah antara lain oven, blender, ayakan, peralatan gelas. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah limbang udang, HCl 0,75 N; 1 N; dan 2,5 N, NaOH 40%, 50%, dan 60%.2.2. Metode

2.2.1. Demineralisasi

2.2.2. Deproteinasi

2.2.3. Deasetilasi

3. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan kitin dan kitosan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kitin dan Kitosan

KelompokPerlakuanRendemenKitinI (%)RendemenKitin II (%)RendemenKitosan (%)

A1HCl 0,75N + NaOH 40% + NaOH 3,5%30,0020,0010,40

A2HCl 0,75N + NaOH 40% + NaOH 3,5%45,0026,6713,07

A3HCl 1N + NaOH 50% + NaOH 3,5%35,0022,2212,32

A4HCl 0,75N + NaOH 50% + NaOH 3,5%20,0028,5714,95

A5HCl 1,25N + NaOH 60% + NaOH 3,5%30,0025,0012,40

Berdasarkan dari tabel hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa perlakuan yang diberikan dengan ditambahkan HCl 0,75N + NaOH 40% + NaOH 3,5%, HCl 1N + NaOH 50% + NaOH 3,5%, HCl 0,75N + NaOH 50% + NaOH 3,5%, dan HCl 1,25N + NaOH 60% + NaOH 3,5%. Rendemen Kitin I tertinggi terdapat pada kelompok A2 dengan nilai sebesar 45% dan terendah terdapat pada kelompok A4 dengan nilai sebesar 20%. Rendemen Kitin II tertinggi terdapat pada kelompok A4 dengan nilai sebesar 28,57 % dan terendah terdapat pada kelompok A1 dengan nilai sebesar 20%. Rendemen Kitosan tertinggi terdapat pada kelompok A4 dengan nilai sebesar 14,95 % dan terendah terdapat pada kelompok A1 dengan nilai sebesar 10,40 %. Berdasarkan dari data diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan Rendemen Kitin I perlakuan HCl 0,75N + NaOH 40% + NaOH 3,5% merupakan perlakuan yang paling optimal sedangkan untuk mendapatkan Rendemen Kitin II dan Rendemen Kitosan HCl 0,75N + NaOH 50% + NaOH 3,5% adalah perlakuan yang paling baik. Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa nilai Rendemen Kitin II dan Rendemen Kitosan berbanding lurus dan berbanding terbalik dengan Rendemen Kitin I.

4. PEMBAHASAN

Menurut Muzzarelli (1977) kitosan merupakan kopolimer dari N-acetyl glucosamine dan unit glukosamin dan hadir dalam bentuk homopolimer. Kitosan merupakan polisakarida dasar dengan berat molekular yang tinggi dan berada pada dinding sel dari beberapa jamur, dan serangga. Muzzarelli et al. (1986) juga mengatakan bahwa kitosan dapat dibuat melalui N-diasetilasi dari kitin dengan 40-50% basa cair pada suhu 120-160oC. Manfaat kitosan adalah dapat berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam lemak. Hal ini dikarenakan senyawa ini akan membawa muatan listrik positif, dapat menyatu dengan zat asam empedu yang bermuatan negatif sehingga menghambat penyerapan kolesterol, karena zat lemak yang masuk bersama makanan harus dicerna dan diserap dengan bantuan zat asam empedu yang disekresi liver (Hargono dkk., 2008).

Wang et al. (2010) mengatakan bahwa kitin merupakan polimer alami dari sumber daya laut. Menurut Abou-Shoer (2010) Kitin terdiri dari unit - unit 2-acetamido-2-deoxy- -D-glucose yang berikatan dengan ikatan 1-4 glycosidic membentuk rantai polimer lurus yang panjang dan tak bercabang. Kitin dapat ditemukan pada cangkang Crustaceae seperti kepiting, udang, dan kerang juga mengandung kitin sebanyak 15-40%. Sedangkan Pillai et al. (2009) mengatakan bahwa kitin yang ada dialam terdiri dari kristalin myofibril dan membentuk komponen eksoskeleton dari artropoda atau dinding sel fungi 30-60% dan yeast. Kitin merupakan makromolekul berbentuk padatan amorf atau kristal dengan panas spesifik 0,373 kal/g/oC, berwarna putih, dan dapat terurai melalui proses kimiawi (asam kuat dan basa kuat) ataupun biologis (biodegradable) terutama oleh mikroba penghasil enzim lisozim dan kitinase. Kitin mempunyai karakteristik fisikokimia sebagai berikut : warnanya bening hingga putih, keras, tidak elastis, merupakan polisakarida yang memiliki kandungan nitrogen (Cheba, 2011).

Berikut struktur kimia kitin :

Gambar 1. Struktur kimia kitin (Dutta et al., 2004)Sedangkan Kitosan menurut Wang, et al. (2010) adalah hasil dari deasetilasi kitin. Selain itu, Shahidi et al. (1999) dan Muzzarelli et al. (1997) menambahkan bahwa kitosan bias diperoleh dari kulit udang, karena limbah ini mengandung 18,1% kitin yang dapat diubah menjadi kitosan melalui proses demineralisasi, deproteinasi untuk mendapatkan kitin dan deasetilasi untuk mendapatkan kitosan. Menurut Viarsagh (2010) kitosan didapat dari kitin. Perbedaannya dengan kitin terletak pada persentasi grup asetil pada struktur kimianya.

Struktur Kimia Kitosan (Abun et al., 2007)

Menurut Kofuji et al., (2005) kitosan merupakan produk awal dari proses deasetilasi kitin yang memiliki sifat unik sehingga dapat digunakan dalam berbagai keperluan. Cahyaningrum et al. (2007) juga menambahkan bahwa kitosan juga merupakan produk alami yang tidak beracun dan polisakarida yang tidak larut air serta merupakan biopolimer kationik yang dapat didegradasi. Kitosan mudah larut dalam asam organik seperti asam formiat, asam asetat, dan asam sitrat. Kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3PO4, dan tidak larut dalam H2SO4. Kitosan mempunyai sifat spesifik yaitu adanya sifat bioaktif, hidrofilik, biokompatibel, pengkelat, antibakteri, dapat terbiodegradasi dan mempunyai afinitas yang besar terhadap enzim. Derajat deasetilasi mempengaruhi kelarutan yang dimiliki oleh kitosan. Hal ini dikarenakan deasetilasi akan memotong gugus asetil pada kitin, menyisakan gugus amina. Adanya H pada amina memudahkan interaksi dengan air melalui ikatan hidrogen (Dunn et al., 1997).

Pada praktikum ini kitin kitosan akan diolah dengan melalui 3 tahap, yaiu demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wang (2010) yang menyatakan bahwa kitin diperoleh dari limbah kulit udah melalui proses yang terdiri dari deproteinisasi dari bahan baku kulit yang dilarutkan dalam larutan NaOH dan dekalsifikasi (demineralisasi) dengan melarutkannya dengan larutan HCl. Kitosan merupakan deasetilasi partial atau seluruhnya dari kitin. Produk turunan dengan derajat yang lebih tinggi atau kitosan diperoleh dengan deasetilasi dari reaksi kitin dengan alkali (40%-45% larutan NaOH) pada suhu yang tinggi dan dengan paparan yang lama. Juga yang dikatakan oleh Dutta et al. (2004) bahwa proses kitin dan kitosan yaitu Crustacean shells Size reduction Protein Separation (NaOH) Washing Demineralization (HCl) Washing and Dewatering Decolouration Chitin Deacetylation (NaOH) Washing and Dewatering Chitosan.4.1. DemineralisasiPertama-tama limbah kulit udang dicuci dengan air mengalir, lalu dikeringkan. Setelah itu dicuci kembali dengan air panas sebanyak dua kali. Pencucian ini bertujuan untuk memastikan tidak adanya kotoran yang menempel di kulit udang sekaligus mematikan mikroorganisme yang ada. Setelah itu dikeringkan kembali dan dihancurkan hingga membentuk bubuk atau serbuk dan kemudian diayak (40-60 mesh). Pengeringan yang kedua bertujuan untuk menghilangkan sisa air panas yang masih menempel pada kulit udang, sehingga kadar air pada kulit udang secara keseluruhan akan berkurang dan kulit udang akan menjadi kering. Kemudian, penumbukan atau penghancuran berfungsi agar proses selanjutnya yaitu deasetilasi berlangsung lebih cepat dan sempurna karena semakin luas permukaan maka akan semikn banyak dan cepat penyerapan larutan alkali yang akan diberikan (Muzzarelli et al., 1997).

Setelah itu, dicampur HCl dengan perbandingan 1:10. Kelompok A1 dan A2 dicampur dengan HCl 0,75 N, kelompok A3 dan A4 dicampur dengan HCl 1 N, dan kelompok A5 dicampur dengan HCl 1,25 N. Hal ini sesuai dengan teori dari Suhardi (1993) yang menyatakan bahwa asam klorida (HCl) encer pada suhu kamar dapat menghilangkan kalsium karbonat. Austin (1981) menambahkan bahwa asam klorida efektif untuk melarutkan kalsium sebagai kalsium klorida, tetapi asam klorida juga dapat menyebabkan kitin mengalami depolimerisasi. Reaksi garam anorganik dengan HCl adalah sebagai berikut:CaCO3 (s) + 2 HCl (l) ( CaCl2 (s) + H2O (l) + CO2 (g)

Ca3(PO4)2 (s) + 4 HCl (l) ( 2 CaCl2 (s) + Ca(H2PO4)2 (l)

Pada proses pemisahan mineral ini akan terbentuknya gas CO2 yang berupa gelembung-gelembung udara pada saat larutan HCl ditambahkan ke dalam sampel. Pada saat penambahan HCl, akibatnya terjadi pelepasan CO2 dan terbentuk ion Ca2+, ion H2PO4- yang terlarut dalam larutan berair sehingga menjadi CaCl2 yang akan hilang ketika penyaringan (John Hendri dkk, 2007).

Setelah itu, dikalukan pemanasan sambil terus diadukan, hal ini bertujuan untuk menghomogenkan larutan sehingga pemanasan terjadi secara merata pada seluruh bagian larutan yang dipanaskan. Sehingga panas yang diterima oleh larutan dapat lebih optimal. Pemasanan selama 1 jam ini sendiri bertujuan untuk mencapai keadaan yang optimum bagi HCl dalam melarutkan mineral-mineral pada proses demineralisasi ini. Hal ini didukung oleh Hendry (2008) yang mengatakan bahwa proses pemanasan dan pengadukan selama 1 jam bertujuan untuk menghilangkan gas CO2 yang terbentuk akibat proses pemisahan mineral (demineralisasi). Kemudian larutan disaring untuk mendapatkan filtratnya saja dan dicuci sampai pH netral. Tujuan pencucian dengan air yang mengalir hingga pH netral adalah menaikkan asam menjadi normal. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 800C selama 1 malam.Berdasarkan dari pengamatan yang telah dilakukan, hasil rendeman I yang didapat adalah Rendemen Kitin I yang tertinggi terdapat pada kelompok A2 dengan nilai sebesar 45% dan yang terendah terdapat pada kelompok A4 dengan nilai sebesar 20%. Hal ini sesuai denan pernyataan Hargono dkk., (2008) yang mengatakan bahwa cangkang dari udang mengandung sekitar 20-30% senyawa kitin, 40-50% mineral dan 21% protein, tetapi pada kelompok A2 dan A3 tidak sesuai dengan pernyataan Hargono dkk., (2008). Menurut Johnson & Peterson (1974) konsentrasi larutan asam basa dan waktu yang lebih lama mempengaruhi persentasi rendemen kitin dan semakin tinggi konsentrasi larutan asam basa sperti HCl maka semakin tinggi juga persentase rendemen kitin. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Laila & Hendri (2008) yang menyatakan semakin besar konsentrasi HCl yang diberikan maka rendemen kitin yang dihasilkan semakin besar, karena senyawa-senyawa mineral dalam serbuk udang semakin mudah dilepaskan tidak sesuai dengan hasil praktikum yang didapat. Juga pernyataan dari Lehninger (1975)yang menyatakan bahwa tingginya nilai rendemen disebabkan karena penambahan HCl yang diberikan perlakuan pemanasan dan pengadukan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa proses demineralisasi ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral yang biasanya banyak terdapat pada bagian kulit dari udang.4.2. Deproteinasi

Pada deproteinasi, pertama tama dicampur kitin (tepung yang dihasilan dari proses demineralisasi) dengan larutan NaOH 3,5% dan dengan perbandingan (6:1). Menurut Martinou et al. (1995), pencampuran larutan NaOH bertujuan untuk mengubah konformasi kristalin kitin yang rapat sehingga enzim lebih mudah berpenetrasi untuk mendeasetilasi polimer kitin. Kemudian dipanaskan hingga suhu 90oC dan diaduk selama satu jam. Moeljanto (1992) bahwa dengan pemanasan protein akan terdenaturasi. Larutan yang telah dipanaskan selama 1 jam kemudian didinginkan. Tujuan pendinginan selama 30 menit adalah agar kitin pada larutan dapat mengendap dibawah, sehingga tidak terbuang saat pencucian (Rogers, 1986). Setelah itu, disaring dan diambil residunya. Kemudian residu dicuci kembali sampai pH netral. Pencucian hingga pH netral ini berfungsi untuk mencegah supaya kitin tidak ikut teruapkan pada proses pengeringan pada oven. Hal ini dikarenakan setelah pH netral maka dilakukan penimbangan kembali untuk mengetahui berat basah dan dikeringkan kembali di oven dengan suhu 80C dan selama 1 malam. Pengeringan ini bertujuan menguapkan air yang masih tersisa selama proses pencucian, sehingga produk kitin akhir adalah berbentuk kering.

Berdasarkan dari pengamatan yang telah dilakukan, hasil yang didapat rendemen kitin II tertinggi terdapat pada kelompok A4 dengan nilai sebesar 28,57 % dan terendah terdapat pada kelompok A1 dengan nilai sebesar 20%. Menurut Puspawati dan Simpen (2010), kulit udang menghasilkan kitin sebanyak minimal 20%. Pernyataan ini sesuai dengan hasil pengamatan yang telah dilakukan dimana persentase rendemen kitin II terendah sebesar 20% yang terdapat pada kelompok A1. Fennema (1985) juga mengatakan bahwa kelarutan protein dan mineral pada suasana basa lebih besar dibandingkan dengan suasana asam karena larutan basa seperti NaOH memiliki aksi hidrolisis yang lebih kuat daripada asam. Oleh karena itu, hasil rendemen II yang didapat oleh semua kelompok lebih sedikit bahkan hampir setengah dari rendemen pertama.

Menurut Laila & Hendri (2008) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas produk ekstraksi kitin adalah tahapan proses, yaitu tahapan deproteinasi-demineralisasi dan kondisi proses dari setiap tahapan tersebut, yaitu lama proses pengolahan, suhu, konsentrasi zat kimia dan pH, lalu Lehninger (1975) menyatakan bahwa deproteinasi dan demineralisasi pada proses ekstraksi kitin dipengaruhi oleh konsentrasi larutan, suhu dan lama waktu reaksi. Kandungan protein dan mineral akan semakin banyak yang terlepas selama proses ekstraksi kitin berlangsung sejalan dengan meningkatnya waktu, dosis dan konsentrasi basa dan asam yang digunakan.

4.3. DeasetilasiPada proses deasetilasi, pertama tama dicampur rendemen chitin II yang dihasilkan dari deproteinasi dengan NaOH 40-60% (20:1). Kelompok A1 dan A2 dicampur dengan NaOH 40%, kelompok A3 dan A4 dicampur dengan NaOH 50%, dan kelompok A5 dicampur dengan NaOH 60%. Tujuan dicampur dengan NaOH 40-60% adalah untuk mendapatkan kitosan dari kitin. Hal ini perlu dilakukan karena kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil (Hirano, 1989). Selain itu, Ramadhan et al.(2010) juga menambahkan bahwa NaOH digunakan sebagai pelarut karena NaOH merupakan alkali yang digunakan untuk menghidrolisa kitin sehingga terjadi proses deasetilasi dari gugus asetamida menjadi gugus amina. Kemudian dipanaskan dengan suhu 90C selama 1 jam sambil diaduk, lalu disaring dan diambil residunya. Setelah itu, residu dicuci dengan sampai pH netral. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 70oC selama 1 malam.

Berdasarkan dari pengamatan yang telah dilakukan, hasil yang didapat rendemen kitosan tertinggi terdapat pada kelompok A4 dengan nilai sebesar 14,95 % dan terendah terdapat pada kelompok A1 dengan nilai sebesar 10,40 %. Menurut Knoor (1984) semakin banyak gugus asetil yang dapat dihilangkan maka semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya, di mana derajat deasetilasi adalah suatu parameter mutu yang menunjukkan gugus asetil yang dapat dihilangkan dari rendemen kitosan. Puspawati dan Simpen (2010) menambahkan bahwa penggunaan NaOH 60%, gugus asetil dapat lebih banyak dihilangkan melalui pemutusan ikatan antara karbon pada gugus asetil dengan nitrogen pada gugus amin dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah. Berdasarkan pernyataan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan NaOH dengan konsentrasi tinggi dapat meghilangkan gugus asetil lebih banyak yang menyebabkan semkain tinggi nilai derajat deasetilasinya. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum dimana rendeman kitosan tertnggi pada kelompok A4 dan A5 dengan perlakuan NaOH 50 dan 60 %. Seharusnya rendeman tertinggi terdapat pada kelompok A5 dengan perlakuan NaOH 60%, hal ini terjadi karena beberapa faktor seperti pengadukan berlebih yang meningkatkan suhu larutan, ada beberapa komponen yang hilang saat pencucian, pada saat pendinginan pengendapan kitin belum sempurna, pengeringan belum sempurna.4.4. Aplikasi Kitin Kitosan dalam Bidang Industri

Kitin dan kitosan sangat berguna untuk biopolimer laut, dan mempunyai banyak aplikasi dalam industry pangan, agrikultur, bioteknologi, kosmetik, obat obatan, dan juga waste treatment (Trung et al,. 2015). Berdasarkan dari pernyataan Aranaz (2009) dalam industri kitin kitosan dapat digunakan sebagai bahan makanan, pengawet makanan, emulsifying agent, edible film coating.5. KESIMPULAN

Kitin merupakan polimer ikatan (1-4) 2-acetamido-2-deoxy -D glucan yang dapat diekstrak dari kulit atau eksoskeleton Arthropoda (crustacea dan insect)

Kitin berwarna putih, keras, inelastic dan merupakan polisakarida yang mengandung nitrogen dan dapat ditemukan dalam eksoskeleton

Kitosan adalah senyawa hasil deasetilasi kitin yang terdiri dari unit N-asetil glukosamin dan N glukosamin Kitosan memiliki rumus kimia poli (2-amino-2-dioksi--D-Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat.

Secara umum cara kerja kitin kitosan adalah demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi.

Proses demineralisasi ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral yang biasanya banyak terdapat pada bagian kulit dari udang. Deproteinasi adalah proses yang bertujuan melarutkan protein dari substrat, umumnya dilakukan dengan menggunakan larutan kimia yang bersifat basa Penambahan NaOH 3,5% dalam proses deproteinasi bertujuan untuk melepaskan ikatan protein sehingga dihasilkan kitin yang murni.

Deasetilasi bertujuan untuk memutuskan ikatan kovalen antara gugus asetil dengan nitrogen pada gugus asetamida kitin sehingga berubah menjadi gugus amina (NH2). Tujuan proses deasetilasi : menghilangi gugus asetil dari kitin melalui pemanasan dalam larutan alkali kuat dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi asam atau basa dalam pembuatan kitin dan kitosan maka semakin tinggi pula rendemen yang dihasilkan. derajat deasetilasi merupakan parameter mutu yang menunjukkan gugus asetil yang dapat dihilangkan dari rendemen kitosan Derajat deasetilasi kitosan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi NaOH, suhu dan lama proses deasetilasinya.Semarang, 22 September 2015

Praktikan,

Asisten Dosen

Yosua Christianto

Tjan, Ivana Chandra

13.70.0125

6. DAFTAR PUSTAKA

Abou - Shouer Mohamed. 2010. A Simple Colorimetric Method for the Evaluation of Chitosan. American Journal of Analytical Chemistry.Abun, Tjitjah Aisjah, dan Deny Saefulhadjar. (2007). Pemanfaatan Limbah Cair Ekstraksi Kitin dari Kulit Udang Produk Proses Kimiawi dan Biologis Sebagai Imbuhan Pakan dan Implikasinya terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler. Aranaz Inmaculada, Mengibar Marian, Harris Ruth, dkk. 2009. FUnctional Characterization of Chitin and Chitosan. Complutense University, Madrid.Austin, P.R., Brine, C.J., Castle, J.E. & Zikakis, J.P. (1981). Chitin: New facets of research. Science, 212(4496), 749753.Cahyaningrum, S. E., Agustini, Herdyastuti. (2007). Pemakaian Kitosan Limbah Udang Windu sebagai Matriks Pendukung pada Imobilisasi Papain. Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya. Jurnal Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 93-98. Cheba Ben Amar. 2011. Chitin and Chitosan: Marine Biopolymers with Unique Properties and Versatile Applications. IDOSI Publications ISSN 2078-466X.Dunn, ET., EW. Grandmaison dan MFA. Goosen. (1997). Applications and properties of chitosan. Di dalam MFA. Goosen (ed). Applications of Chitin and Chitosan. Technomic Pub, Basel, p 3-30.Dutta, Pradip Kumar; Joydeep Dutta; dan V. S. Tripathi. (2004). Chitin and Chitosan: Chemistry, properties, and applications. Journal of Scientific and Industrial Research Vol. 63 January 2004. pp 20-31.Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry. Second Edition. Marcel Dekker, Inc., New York.Hargono; dan M. Djaeni (2008). Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang Udang serta Aplikasinya dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing.Kitosan dan Glukosamin. LIPI kawasan PUSPITEK, Serpong. Hendri, Jhon dkk. 2007. Penentuan Kadar Ca dan Mg pada hasil demineralisasi optimum kulit udang windu (Penaeus monodon) secara gravimetric dan spektroskopi serapan atom. J. Sains MIPA. Vol 13 (2):93-99

Hendry, Jhon. (2008). Teknik Deproteinasi Kulit Rajungan (Portunus pelagious) secara Enzimatik dengan menggunakan Bakteri Pseudomonas aeruginosa untuk Pembuatan Polimer Kitin dan Deasetilasinya.Hirano. (1989). Production and Aplication on Chitin and Chitosan in Japan. Japan.Johnson, A.H. dan M.S. Peterson. (1974). Encyclopedia of Food Technology Vol. II. The AVI Publishing Co., Inc., Connecticut.Knorr, D. (1984). Use ofChitinous Polymer in Food. Food Technology 39 (1) : 85Kofuji K, Qian CJ, Murata Y, Kawashima S. (2005). Preparation of chitosan microparticles by water-in-vegetable oil emulsion coalescence technique. Journal of Reactive and Functional Polymers 65: 77-83.Laila, A & Hendri, J. (2008). Study Pemanfaatan Polimer Kitin Sebagai Media Pendukung Amobilisasi Enzim -Amilase. Lehninger, A.L. (1975). Biochemistry. 2nd Ed. Worth Publisher Inc., New York.Martinou, A., D. Kafetzopoulos dan V. Bouriotis. 1995. Chitin deacetylation by enzymatic means: monitoring of deacetylation processes. Carbohydr Res 273:235-242Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.Muzzarelli, R.; C. Jeunoax; and G. W. Goody. 1986. Chitin in Nature and Technology. Plenum Press: New York.Muzzarelli, RAA. (1997). Depolymerization of chitins and chitosans with hemicellulase, lysozyme, papain, and lipases. Di Dalam RAA. Muzzarelli dan MG Peter (ed). Chitin Handbook. European Chitin Soc, Grottamare.Pillai, Willi Paul, Chandra P. S. (2009). Chitin and Chitosan Polymers: Chemistry, Solubility and Fiber Formation. Progress in Polymer Scince 34, 641-678.Puspawati, N. M dan I N. Simpen. (2010). Optimasi Deasetilasi Khitin dari Kulit Udang dan Cangkang Kepiting Limbah Restoran Seafood menjadi Khitosan melalui Variasi Konsentrasi NaOH. Jurnal Kimia Volume 4. Halaman 70 90.

Ramadhan, L. O. A. N.; C. L. Radiman; D. Wahyuningrum; V. Suendo; L. O. Ahmad; dan S.Valiyaveetiil. (2010). Deasetilasi Kitin secara Bertahap dan Pengaruhnya terhadap Derajat Deasetilasi serta Massa Molekul Kitosan. Jurnal Kimia Indonesia Vol. 5 (1), 2010, 4. 17-21.Rogers, E.P. (1986). Fundamental of Chemistry. Books/Cole Publishing Company. California.Science Published Ltd., England.Shahidi F, Arachchi JKV, and Jeon Y-J. (1999). Food Applications of Chitin and Chitosans. Trends in Food Science and Technology 10 : 37- Slepecky, R. A. and H. E.Suhardi. (1993). Khitin dan Khitosan. Pusat Antar Universitas pangan dan Gizi, PAU UGM, YogyakartaTrung Trang Si, Bao Huynh Nguyen Duy. 2015. Physicochemical Properties and Antioxidant Activity of Chitin and Chitosan Prepared from Pacific White Shrimp Waste. Hindawi Publishing CorporationViarsagh Morteza, Janmalei Mohsen,dkk. 2010. Chitosan Preparation from Persian Gulf Shrimp Shells and Investigating the Effect of Time on the Degree of Deacetylation. Journal of Paramedical Sciences. ISSN 2008-496X.Wang, Zhengke; Qiaoling Hu; Lei Cai. (2010). Chitin Fiber and Chitosan 3D Composite Rods. International Journal of Polymer Science Volume 2010, Article ID 369759, 7 pages.

7. LAMPIRAN

7.1. Perhitungan

Rumus :

Rendemen Chitin I= Rendemen Chitin II= Rendemen Chitosan = KelompokA1

Rendemen Chitin I= = 30,00 %Rendemen Chitin II= = 20,00 %Rendemen Chitosan = = 10,40 %

KelompokA2

Rendemen Chitin I= = 45,00 %Rendemen Chitin II= = 26,67 %Rendemen Chitosan = = 13,07 %

KelompokA3

Rendemen Chitin I= = 35,00 %Rendemen Chitin II= = 22,22 %Rendemen Chitosan = = 12,32 %

KelompokA4

Rendemen Chitin I= =20,00 %Rendemen Chitin II= = 28,57 %Rendemen Chitosan = = 14,95 %

KelompokA5

Rendemen Chitin I= = 30,00 %Rendemen Chitin II= = 25,00 %Rendemen Chitosan = = 12,40 %

7.2. Laporan Sementara

7.3. Diagram Alir

7.4. Abstrak Jurnal

Disusun oleh:

Nama: Yosua C

NIM: 13.70.0125

Kelompok: A1

HCl ditambahkan dengan perbandingan 10:1.Kelompok A1 dan A2 menggunakan HCl 0,75N, A3 dan A4 HCl 1N, dan A5 HCl 1,25N

Limbah udang dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan, lalu dicuci dengn air panas 2 kali, dan dikeringkan kembali.

Lalu dicuci sampai pH netral.

Kemudian dipanaskan pada suhu 90oC selama 1 jam.

Limbah udang kemudian dihancurkan hingga menjadi serbuk dan diayak dengan ayakan 40-60 mesh.

Kemudian dikeringkan pada suhu 80oC selama 24 jam

Hasil demineralisasi dicampur dengan NaOH dengan perbandingan 6:1

Kemudian disaring dan didinginkan.

Kemudian dipanaskan pada suhu 90oC selama 1 jam.

Lalu dicuci sampai pH netral.

Kemudian dikeringkan pada suhu 80oC selama 24 jam

Chitin yang didapat kemudian ditambahkan NaOH 40% untuk kelompok A1 dan A2, NaOH 50% untuk kelompok A3 dan A4, danNaOH 60% untuk kelompok A5.

Kemudian dipanaskan pada suhu 90oC selama 1 jam.

Kemudiandikeringkanpadasuhu70oC selama 24 jam

Lalu dicuci sampai pH netral.

22