kinerja kepolisian resort deli serdang dalam penyelidikan …

166
KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI TESIS FAISAL RAHMAT HUSEIN SIMATUPANG 127005137 /HK PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2019 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG

DALAM PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN

TINDAK PIDANA KORUPSI

TESIS

FAISAL RAHMAT HUSEIN SIMATUPANG

127005137 /HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

2

KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG

DALAM PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN

TINDAK PIDANA KORUPSI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Magister Hukum dalam Program Studi

Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

FAISAL RAHMAT HUSEIN SIMATUPANG

127005137 /HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

4

Telah diuji

Pada Tanggal : 12 Januari 2019

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.

Anggota : 1. Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum

2. Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H.

3. Dr. Edi Yunara, S.H., M.Hum

4. Dr. Sutiarnoto, S.H., M.Hum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

6

ABSTRAK

Dalam rangka pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi, telah

diundangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana

telah dirubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang dimaksud lahir berdasarkan pertimbangan bahwa tindak

pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan

negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi

masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai

kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.

Rendahnya kinerja penegak hukum termasuk Polri dalam pemberantasan

tindak pidana korupsi, dinyatakan di dalam latar belakang yang mendasari lahirnya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut Undang-Undang KPK).

Permasalahan dalam penelitian ini adalah tentang: Kebijakan hukum pidana

terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi; Kedudukan Polri dalam melakukan

penyelidikan/penyidikan tindak pidana korupsi dalam ketentuan perundang-undangan;

dan Kinerja Kepolisian Resort Deli Serdang dalam penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana korupsi.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-

norma hukum positif. Sifat penelitian deskriptif analitis, merupakan penelitian yang

menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum.

Hasil penelitian menunjukkan: Terdapat komitmen yang kuat dari negara

melalui kebijakan hukum pidana untuk mencegah dan memberantas terjadinya tindak

pidana korupsi; Dalam perspektif perundang-undangan di Negara Republik Indonesia,

Polri berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana

korupsi; Kinerja penyelidikan dan penyidikan perkara pidana korupsi oleh Polres Deli

Serdang masih sangat rendah.

Upaya untuk peningkatan Kinerja Kepolisian Resort Deli Serdang dalam

Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi adalah: Perlu penegakan hukum

secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-

norma lainnya yang berlaku; Perlu adanya peningkatan kerjasama antara Kepolisian,

Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi baik secara substantif, struktural,

terprogram dan terukur pencapaiannya; Perlu peningkatan kualitas dan kuantitas SDM

penyidik unit Tipikor Polres Deli Serdang, serta perlu meninjau kembali Pasal 385

Undang-Undang Pemerintahan Daerah.

Kata Kunci: Kinerja Kepolisian, Penyelidikan/Penyidikan, Tindak Pidana Korupsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

7

ABSTRACT

In the context of eradicating criminal acts of corruption, the government has

made the Indonesian Republic Law, Number 31 of 1999, which has already been

changed to the Indonesian Republic Law, Number 20 of 2001 concerning Eradication

of Criminal Acts of Corruption.

The law referred to was born based on the consideration that the criminal acts

of corruption that have been widespread all this time do not only harm the state

finances but also violate social rights and the economy of the community at large; thus,

the criminal acts of corruption need to be classifiedas a crime whose eradication must

be done extraordinarily.

The low performance of law enforcer including the police in the eradication of

the criminal acts of corruption is said to be in the background underlying the birth of

the Indonesian Republic Law, Number 30 of 2002 concerning the Commission of the

Eradication of the Criminal Acts of Corruption (then it is said as Law of KPK

(Commission of Eradication of Corruption)).

The problems in this research are concerned with the Policy of Criminal Law

against the Eradication of Criminal Acts of Corruption, the Position of the Police in

Conducting Investigationand inquiry of the Criminal Acts of Corruption in Statutory

Provisions, and the Police Performance of Deli Serdang Resort in the Investigation

and inquiry of the Criminal Acts of Corruption.

The type of the research conducted is the normative juridical research, that is,

the research which is focused to review the application of positive principles or legal

norms. The nature of analytical descriptive research constitutes the research that

describes, examines, explains, and analyzes a legal rule.

The results of the research show that there is a strong commitment from the

government through the policy of criminal law to prevent and eradicate the criminal

acts of corruption, the police are authorized to conduct the investigation and inquiry

of the criminal acts of corruption in the statutory perspective in the Country of the

Republic of Indonesia, and the performance of the investigation of the criminal acts of

corruption done by the Police of Deli Serdang Resort is still very low.

Some efforts to improve the performance of the police of Deli Serdang Resort

in the investigation and inquiry of the criminal acts of corruption are the need for law

enforcement fairly and consistently in accordance with legislation and other norms

that apply, the need to increase the cooperation between the police, prosecutors and

corruption eradication commissions substantively, structurally and the achievements

which are detailed and structured, the need to increase the quality and quantity of

Human Resources of the investigators of the unit of the Criminal Acts of Corruption of

the Police of Deli Serdang Resort, and the need to review the article 385 of the regional

government law.

Key-words: Police performance, investigation, criminal acts of corruption.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

8

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “Kinerja Kepolisian

Resor Deli Serdang Dalam Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana

Korupsi,” yang merupakan salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana Strata

2 (S2) Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyelesaian tesis ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan

tesis ini masih mempunyai kekurangan-kekurangan. Dari sini penulis mengharapkan

adanya kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan tesis ini.

Dalam penyelesaian tesis ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, Bapak Dr. Mahmud Mulyadi SH,

M.Hum, dan Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku dosen pembimbing, Bapak Dr.

Edi Yunara, SH, M.Hum, dan Dr. Sutiarnoto, SH, MH, selaku dosen penguji yang telah

memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penyelesaian tesis ini.

Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister

Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan yang telah membimbing kami.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

9

5. Seluruh staf akademik Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera

Utara Medan.

6. Kepada semua rekan-rekan seangkatan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara Medan, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas

motivasi selama studi dan penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada Ayahanda Dr. H. Bachtiar

Simatupang, SE, SH, MM, MH, Ph.D dan Ibunda tercinta Hj. Erlan Diana

Simorangkir, yang telah melahirkan, merawat, mengasuh, serta mendidik penulis

dengan penuh kasih sayang.

Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terima kasih kepada isteri tercinta

Widya Fadliyah, SE, dan kedua anak saya yang menjadi motivasi dalam penyelesaian

tesis ini, yaitu Alia Tantya Shafira boru Simatupang dan Alif Irfan Fadhilah

Simatupang

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala jasa-jasa

kebaikan serta bantuan yang diberikan kepada penulis. Akhir kata penulis berharap

semoga hasil tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Amin.

Penulis

Faisal Rahmat Husein Simatupang

NPM: 127005137/HK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

10

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

a. Data Pribadi

Nama : Faisal Rahmat Husein Simatupang

Tempat/tanggal Lahir : Kabanjahe/15 Desember 1981

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Jln. Jermal XII No. 86 Medan

b. Keluarga

Nama Orangtua

Ayah : Dr.H. Bachtiar Simatupang, SE, SH, MM, MH, Ph.D

Ibu : Hj. Erlan Diana Simorangkir

c. Pendidikan

1) SD Negeri No. 40 Banda Aceh Tahun 1994

2) SMP Negeri No. 3 Banda Aceh Tahun 1997

3) SMA Negeri No. 3 Banda Aceh Tahun 2000

4) Akademi Kepolisian Tahun 2003

5) S1 Fakultas Hukum UBHARA Jakarta Tahun 2011

6) Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Tahun 2011

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

11

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN......................................…………………………………. i

ABSTRAK …………………………………………………………………………. ii

ABSTRACT……………………………………………….………………………… iii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .....…………………………………………………. vi

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. vii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………………..

vii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah……………………………………… 1

B. Perumusan Masalah………………………………………….. 16

C. Tujuan Penelitian……………………………………………. 17

D. Manfaat Penelitian…………………………………………... 17

E. Metode Penelitian…………………………………………….. 18

F. Kerangka Teori dan Konsep …………………………………. 19

1. Kerangka Teori …………………………………………... 19

2. Kerangka Konsep ………………………………………… 24

G. Metode Penelitian …………………………………………… 26

1. Jenis dan Sifat Penelitian ……………………………........ 26

2. Sumber Data ……………………………………………... 27

3. Teknik Pengumpulan Data ……………………………..... 29

4. Analisis Data ……………………………………………... 29

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DAN SUMBER HUKUM

PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

KORUPSI…………………………………..…………………......

30

A. Kebijakan Hukum Pidana......................................................... 30

B. Sistem Peradilan Pidana Indonesia………………………....... 37

C. Karakteristik Tindak Pidana dan Sanksi Pidana…………....... 42

D. Pengertian dan Ruang Lingkup Korupsi……………………... 56

E. Landasan Yuridis Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi....... 62

F. Klasifikasi dan Jenis Tindak Pidana Korupsi……………….... 67

G Pengertian dan Ruang Lingkup Penyelidikan dan Penyidikan 75

BAB III KEDUDUKAN POLRI DALAM MELAKUKAN

PENYIDIKAN/PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DALAM KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN

85

A Kewenangan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana

Korupsi ……………………………………………………….

85

B Kepolisian Republik Indonesia ……………………………… 94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

12

C Kewenangan Polri Melakukan Penyelidikan dan Penyidikan

Dan Prosedur Penyelidikan dan Penyidikan Oleh Polri…….

103

D Kewenangan Melakukan Penyelidikan Dan Penyidikan dan

Prosedur Hukum Acara Pidana Dalam Penyelesaian Perkara

Tindak Pidana Korupsi ……………………………………….

112

BAB IV

KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG

DALAM PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK

PIDANA KORUPSI…………………………………...................

114

A. Kinerja Penyelidikan Dan Penyidikan ……………………… 114

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyelidikan dan

Penyidikan………………………………………………

118

C. Pemecahan Masalah Peningkatan Kinerja Penyelidikan dan

Penyidikan……………………………………………………

131

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………...... 137

A. Kesimpulan ………………………………………………... 137

B. Saran ……………………………………………………….....

139

DAFTAR PUSTAKA .......………………………………………………………....

LAMPIRAN .......………………………………………………………...................

140

144

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

13

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kompilasi Data Jumlah Pengaduan Masyarakat dan

Jumlah Penyelidikan dan Penyidikan Yang Dilakukan

Oleh Polres Deli Serdang Pada Tahun 2015 Sampai

2018 Bertanggungjawab sesuai Atuaran Kebijakan

Hukum ............................................................................

116

Tabel 2 : Kompilasi Rincian Jenis Pengaduan Masyarakat ke

Polres Deli Serdang pada Tahun 2015 Sampai 2018 .......

116

Tabel 3 : Jumlah Personel Polres Deli Serdang Berdasarkan

Jenjang Kepangkatan ......................................................

119

Tabel 4 : Jumlah Personil Polri dan PNS Polres Deli Serdang

Berdasarkan Penugasan ..................................................

119

Tabel 5 : Data Personel yang telah mengikuti Dikjur .....................

120

Tabel 6 : Personil Unit III/Tipikor Sat Reskrim Polres Deli

Serdang ...........................................................................

122

Tabel 7 : Analisis SWOT Pelaksanaan Penyelidikan dan

Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Polres Deli

Serdang ...........................................................................

127

Tabel 8 : Strategi Pemecahan Masalah Peningkatan Kinerja

Polres Deli Serdang Dalam Penyelidikan Dan

Penyidikan Tindak Pidana Korupsi ................................

132

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu pondasi penting bagi terjaminnya keberlangsungan

pembangunan nasional, adalah terciptanya keamanan dan ketertiban di tengah

masyarakat, serta terlindunginya masyarakat dari berbagai tindak pidana. Semakin

kondusif keadaan keamanan dan ketertiban yang dirasakan oleh masyarakat, akan

semakin mudah pula mengembangkan potensi bangsa, demi tercapainya tujuan

pembangunan nasional yakni masyarakat yang adil dan makmur, serta sejahtera

lahir dan bathin.

Pencapaian rasa aman dan tenteram yang dirasakan oleh masyarakat,

berkaitan erat dengan kemampuan penegak hukum dalam melindungi masyarakat,

dari segala bentuk tindak pidana dan pelanggaran hukum lainnya. Dalam tatanan

penyelenggaraan fungsi-fungsi negara, fungsi pemeliharaan keamanan, ketertiban

dan ketentraman masyarakat, dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik

Indonesia (Polri). Hal itu antara lain diamanatkan dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

(selanjutnya disebut Undang-Undang Kepolisian).

Dasar pertimbangan pada huruf b lahirnya Undang-Undang yang disahkan

di Jakarta pada tanggal 8 Januari 2002, dan ditempatkan di dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2 tersebut, dinyatakan bahwa

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

15

pemeliharaan keamanan dalam negeri, melalui upaya penyelenggaraan fungsi

Kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,

penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, selaku alat negara yang

dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Untuk melaksanakan fungsi Kepolisian tersebut di atas, terutama fungsi

penegakan hukum dalam hal terjadinya tindak pidana, Pasal 14 huruf g Undang-

Undang Kepolisian menggariskan bahwa Polri bertugas untuk melakukan

penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum

acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dalam kaitan dengan fungsi perlindungan masyarakat dari tindak pidana,

salah satu bentuk tindak pidana yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-

sungguh adalah tindak pidana korupsi. Tidak saja karena dampaknya yang

demikian serius terhadap kerugian keuangan negara dan pelanggaran terhadap hak-

hak sosial dan ekonomi masyarakat, melainkan juga karena proses pengungkapan

perkaranya yang relatif rumit, akibat modus pidana yang demikian kompleks dan

multi dimensional.

Dampak dari kejahatan korupsi, tidak saja serius melainkan juga

mempengaruhi bagi kemajuan dan daya saing bangsa. Uang rakyat bernilai ribuan

triliun rupiah yang seyogyanya dipergunakan untuk mengentaskan kemiskinan dan

pengangguran, menciptakan lapangan kerja, menggerakkan sektor riil dan

meningkatkan daya saing bangsa, justru masuk ke kantung-kantung pejabat yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

16

korup. Mereka menikmati kehidupan yang mewah, berlimpah dan serba mudah di

tengah jeritan ratusan juta rakyat yang hidup dalam tekanan ekonomi yang tidak

terperikan.

Korupsi telah menghancurkan sendi-sendi agama, nilai-nilai moral dan

etika. Ia telah pula menggadaikan marwah bangsa, menjerumuskan Indonesia

menjadi bangsa yang terbelakang, miskin dan dililit hutang. Di sisi lain korupsi

telah menghilangkan budaya malu di kalangan penyelenggara negara sehingga

menganggap korupsi sebagai sebuah tradisi, dan dipenjara karena korupsi bukanlah

aib besar yang pantas disesali, melainkan sekedar “resiko jabatan” yang harus

diterima dengan sikap legowo.

Bila kondisi ini terus berkembang, dapat menimbulkan akibat yang serius.

Kesenjangan kehidupan akan terus meningkat dan semakin mencolok dan pada

gilirannya dapat berubah menjadi ledakan kecemburuan sosial yang amat

membahayakan stabilitas keamanan negara.

Dalam rangka pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi, telah

diundangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999

sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selanjutnya disebut

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang dimaksud lahir berdasarkan pertimbangan antara lain

bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya

merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

17

hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi

perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan

secara luar biasa.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka tindak pidana korupsi

tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa yang dapat diberantas dengan

cara-cara yang konvensional. Ditinjau dari karakteristiknya, korupsi telah menjadi

suatu kejahatan khusus yang bersifat luar biasa (extra ordinary crime) sehingga

memerlukan pula upaya pemberantasan secara luar biasa (extra ordinary

treatment).

Terkait dengan hal itu, Romli Atmasasmita pada pokoknya mengatakan

bahwa dunia internasional sepakat menjadikan korupsi sebagai “extra ordinary

crime”, atau kejahatan yang bersifat luar biasa. Korupsi dipandang tidak hanya

sebagai kejahatan terhadap satu sendi tertentu yakni keuangan negara, tetapi pada

hakikatnya korupsi merupakan kejahatan yang sangat mengancam terhadap

kelangsungan kesejahteraan manusia dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan

bermasyarakat internasional.1

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Conviction

Against Corruption 2003, menyatakan bahwa korupsi merupakan “multi-

dimentional challange”atau tantangan yang bersifat multi dimensi, baik bagi

1Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance Dan Komisi Anti Korupsi Di Indonesia,

(Jakarta: Penerbit Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI,

2002), hlm. 25.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

18

pengakuan dan pemenuhan hak asasi manusia (selanjutnya ditulis HAM), alam

pikiran demokrasi, cita-cita pembangunan yang berkelanjutan, pertahanan dan

keamanan, tingkat dan kualitas kehidupan sampai kepada tantangan bagi kaedah-

kaedah hukum dan penegakan hukum.2

Meski dampaknya demikian serius dan mengerikan bagi kesejahteraan

masyarakat, kemajuan dan daya saing bangsa, kejahatan korupsi relatif sulit untuk

diungkap, terutama disebabkan oleh modus kejahatannya yang kompleks, dan latar

belakang pelaku pidana yang terdidik dan memiliki pengaruh dan kekuasaan.

Menurut Edi Yunara, sulitnya mengungkap atau menjerat pelaku tindak

pidana korupsi, juga diakibatkan kesulitan jaksa penuntut umum dalam

memberikan alat bukti yang dapat meyakinkan hakim, terlebih lagi pengungkapan

tindak pidana korupsi memang ruwet yang penanganannya memerlukan

konsentrasi dan kecermatan di samping pemahaman yang benar- benar terhadap

Undang-Undang.3

Selanjutnya, Edi Yunara pada pokoknya menjelaskan bahwa kendala dalam

pengungkapan kasus tindak pidana korupsi tidak terlepas dari karakteristik tindak

pidana korupsi tersebut, antara lain:

2United Nations Conviction Against Corruption 2003, yang telah diratifikasi melalui

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006. 3Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2005), hlm. 69.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

19

1. Pelaku tindak pidana korupsi pada umumnya tingkat pendidikan relatif tinggi

dan mempunyai keahlian di bidangnya, sehingga secara dini mampu

menyembunyikan atau menutupi perbuatannya serta menghilangkan barang

bukti yang berkaitan dengan perbuatannya sehingga mempersulit penyidikan.

2. Umumnya dilakukan oleh sekelompok orang atau beberapa orang yang saling

menikmati keuntungan dari hasil perbuatannya, sehingga saling menutup

diri/melindungi, karena takut terlibat sebagai tersangka apabila terungkap.

3. Perkara korupsi terungkap setelah berselang waktu yang relatif lama,

akibatnya sulit mendapatkan alat bukti dan barang bukti yang sah menurut

hukum.

4. Pelaku menggunakan sarana dan prasarana serta teknologi canggih yang

dilakukan secara sistematis dan terencana, misalnya melalui sarana

multimedia seperti komputer, internet dan lain-lain.

5. Umumnya pelaku tindak pidana korupsi adalah atasan/pimpinan (pejabat)

sehingga pelaku dilindungi korp/instansi, disamping itu saksi adalah bawahan/

staf sedangkan pelaku adalah atasan sehingga terkadang dalam persidangan

saksi enggan memberikan kesaksian yang sebenarnya, dan mengatakan lupa

atau tidak ingat lagi, bahkan mencabut keterangan yang pernah diberikan pada

tahap penyidikan, apakah karena sudah dipengaruhi atau mendapat sesuatu

imbalan atau tekanan/ancaman, sehingga mengaburkan alat bukti dan

melemahkan pembuktian. Disamping itu, pada saat persidangan saksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

20

berhadapan langsung dengan atasannya, sehingga menimbulkan beban

psikologis bagi saksi untuk berterus terang dalam memberikan keterangan.

6. Sulitnya memperoleh alat bukti dan barang bukti yang sah menurut hukum

dalam mengungkap kasus korupsi merupakan salah satu kendala pihak

penyidik untuk mengajukan pelaku korupsi ke depan pengadilan. Pelaku

korupsi dan saksi maupun mereka yang terlibat didalamnya sengaja menutupi

sehingga pihak penyidik/penuntut umum mengalami kesulitan untuk

mendapatkan bukti-bukti dan saksi-saksi berikut data yang akurat serta

konkrit sebagai dasar untuk melakukan penuntutan.

7. Tidak ada yang melaporkan sebagai saksi korban langsung. Berbeda dengan

tindak pidana umum, yang dirugikan adalah person (individu) sebagai korban

langsung sehingga cepat melaporkan kasusnya kepada yang berwenang,

sedangkan korban Tindak Pidana Korupsi atau pihak yang dirugikan bukan

perseorangan, tetapi adalah institusi atau lembaga pemerintah/negara.

8. Hal-hal tersebut menyebabkan tindak pidana korupsi sulit dibuktikan di dalam

persidangan, dan bahkan lebih sulit lagi apabila pelakunya adalah pejabat

tinggi atau tokoh partai politik/elit politik yang mempunyai kekuasaan dan

banyak massa. Disamping itu, adanya intervensi dari pejabat

pemerintah/negara yang ingin membebaskan terdakwa dari tanggung jawab

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

21

pidana, baik dengan cara menggunakan kewenangan jabatan maupun dengan

cara kekeluargaan.4

Mengingat demikian seriusnya dampak yang ditimbulkan dan sulitnya

pengungkapan perkara pidana korupsi, maka diperlukan kemampuan dan

komitmen yang tinggi dari penegak hukum dalam hal ini penyidik dan institusi

Polri dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan sedemikian rupa sehingga

kinerja pemberantasan tindak pidana korupsi oleh Polri dapat dilakukan dengan

lebih optimal.

Rendahnya kinerja penegak hukum termasuk Polri dalam pemberantasan

tindak pidana korupsi, dinyatakan secara jelas dan tegas di dalam latar belakang

yang mendasari lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun

2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut

Undang-Undang KPK).

Di dalam Undang-Undang yang disahkan pada tanggal 27 Desember 2002

dan ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, dan ditempatkan di

dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137 tersebut,

dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan

sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai

sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal.

4Ibid., hlm. 69-70.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

22

Oleh karena itu pemberantasan tindakpidana korupsi perlu ditingkatkan

secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan

keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional.

Di samping itu, dinyatakan pula bahwa lembaga pemerintah yang menangani

perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam

memberantas tindak pidana korupsi.

Pertanyaan mendasarnya adalah, mengapa lembaga pemerintah yang

menangani perkara tindak pidana korupsi termasuk Polri, belum berfungsi secara

efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi, atau lebih jelasnya

faktor-faktor apakah yang menyebabkan kinerja Polri dalam penyidikan tindak

pidana korupsi dinilai masih rendah.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, teori sistem hukum (legal system

theory) dari Lawrence M. Friedman, dapat dijadikan sebagai pijakan. Lawrence M.

Friedman pada pokoknya mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya

penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum

(legal structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal

culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum

meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum

yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat.5

5Lawrence M.Friedman, The Legal Sistem: A Social Science Perspective, (New York:

Russel Sage Foundation, 1969), hlm.16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

23

Ditinjau dari perspektif substansi hukum, kewenangan Polri melakukan

penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, diatur di dalam Pasal

4 jo Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Kepolisian, dan Pasal 26

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Di dalam ke tiga perundang-undangan di atas, telah mengatur secara jelas

dan tegas tentang kewenangan Polri dalam melakukan penyelidikan dan

penyidikan terhadap seluruh bentuk tindak pidana, termasuk tindak pidana korupsi.

Meskipun demikian, walaupun memiliki kewenangan penuh dalam

penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, kewenangan tersebut

tidak serta merta dapat dilakukan oleh penyelidik atau penyidik Polri, untuk

melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, terutama untuk

Aparatur Sipil Negara (ASN) pada instansi daerah.

Hal itu diatur secara jelas dan tegas di dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Undang-Undang Pemerintahan

Daerah). Di dalam Pasal 385 Undang-Undang Pemerintahan Daerah ditegaskan

sebagai berikut:

(1) Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan atas dugaan penyimpangan

yang dilakukan oleh aparatur sipil negara di instansi Daerah kepada

Aparat Pengawas Internal Pemerintah dan/atau aparat penegak hukum.

(2) Aparat Pengawasan Internal Pemerintah wajib melakukan pemeriksaan

atas dugaan penyimpangan yang diadukan oleh masyarakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(3) Aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan atas pengaduan yang

disampaikan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

setelah terlebih dahulu berkoodinasi dengan Aparat Pengawas Internal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

24

Pemerintah atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi

pengawasan.

(4) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

ditemukan bukti adanya penyimpangan yang bersifat administratif,

proses lebih lanjut diserahkan kepada Aparat Pengawas Internal

Pemerintah.

(5) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

ditemukan bukti adanya penyimpangan yang bersifat pidana, proses lebih

lanjut diserahkan kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Dengan ketentuan yang demikian, maka Polri tidak lagi dapat secara serta

merta menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat, dengan melakukan

penyelidikan, dan menjadikan pengaduan tersebut sebagai dasar untuk memanggil

pejabat yang diadukan. Polri harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Aparat

Pengawas Internal Pemerintah (APIP), apakah kesalahan yang diadukan itu

termasuk kesalahan administratif, atau termasuk perbuatan pidana.

Ketentuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang

tindakan hukum terhadap aparatur sipil negara di instansi daerah, diyakini akan

menjadi kendala yang berpotensi menghambat kinerja Polri dalam melakukan

pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi, melalui penyelidikan dan

penyidikan, terutama untuk pejabat daerah yang diadukan oleh masyarakat.

Ketentuan tersebut menjadi kendala bagi Polri terutama jajaran di daerah, untuk

secara proaktif menindaklanjuti pengaduan masyarakat, tentang adanya dugaan

perbuatan pidana korupsi.

Dengan demikian, ketentuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, yang

mengatur tentang tindakan hukum terhadap aparatur sipil negara di instansi daerah,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

25

secara substantif telah menjadi faktor penghambat kinerja Polri dalam melakukan

penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi.

Apabila ditinjau dari budaya hukum, diakui bahwa budaya hukum anti

korupsi memang belum sepenuhnya terbentuk ditengah masyarakat. Namun

demikian, tuntutan masyarakat terhadap pemberatasan korupsi, semakin menguat

disuarakan dari waktu ke waktu. Hal itu sesungguhnya dapat menjadi modalitas

bagi Polri untuk dapat melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana

korupsi dengan kinerja yang lebih baik. Dengan demikian, meskipun budaya anti

korupsi belum terbentuk secara sempurna di tengah masyarakat, aspek budaya

hukum, diyakini bukan merupakan faktor penghambat kinerja Polri dalam

melakukan penyidikan terhadap perkara pidana korupsi.

Faktor yang perlu dicermati kemudian, adalah faktor struktur hukum atau

kualitas aparatur penegak hukum. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah, apakah

Polri terutama personil sudah memiliki kesiapan yang optimal untuk dapat

melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi,

melalui proses penyelidikan dan penyidikan secara efektif dan efisien?.

Dalam menganalisis pertanyaan di atas, dipergunakan teori kinerja yang

dikemukakan oleh Mathis.L.Robert dan Jackson.H.John. Pakar manjemen tersebut

pada intinya mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor utama yang dapat

mempengaruhi bagaimana individu/seorang karyawan dalam bekerja, yaitu: (1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

26

kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut, (2) tingkat usaha yang

dicurahkan, dan (3) dukungan organisasi.6

Oleh karena itu, untuk mengetahui kinerja Polri dalam penyelidikan dan

penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, akan ditelusuri dua aspek penting,

yakni kemampuan dan kemauan penyidik Polri, dukungan anggaran, dan sarana

prasarana untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi.

Adapun objek penelitian yang dipilih adalah Kepolisian Resor Deli

Serdang (Polres Deli Serdang). Pemilihan objek penelitian tersebut dilandasi

pertimbangan bahwa di samping merupakan wilayah kerja penulis, Polres Deli

Serdang membawahi Kabupaten Deli Serdang, yang merupakan salah satu

Kabupaten dengan pembangunan yang cukup maju di Provinsi Sumatera Utara,

dengan jumlah Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) yang

mencapai Rp. 3,497 Triliun7. Anggaran pembangunan yang demikian besar

tersebut, tentu saja memerlukan mekanisme pengawasan dan penegakan hukum

yang yang baik, sedemikian sehingga anggaran tersebut benar-benar dapat

dipergunakan untuk sebesar-besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

kemajuan daerah.

6Mathis. L. Robert dan Jackson. H. John, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2001), hlm. 43. 7https://www.deliserdangkab.go.id/?p=405diakses 05 Desember 2018.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

27

Untuk mendukung pelaksanaan tugas penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana korupsi, Polres Deli Serdang didukung oleh 5 (lima) orang

Penyidik/Penyidik Pembantu, yang bertugas secara khusus di Unit III/Tipikor Sat

Reskrim Polres Deli Serdang.

Adapun jumlah penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana

korupsi, yang berhasil dilakukan oleh Polres Deli Serdang pada tahun 2015 sampai

dengan 2018, adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Kompilasi Data Jumlah Pengaduan Masyarakat Dan Jumlah Penyelidikan

Dan Penyidikan Yang Dilakukan Oleh Polres Deli Serdang

Pada Tahun 2015 Sampai 2018

No Tahun Pengaduan

Masyarakat Penyelidikan Penyidikan

1. 2015 12 12 1

2. 2016 24 24 -

3. 2017 33 33 -

4. 2018 8 8 -

Total 77 77 1

Sumber : Polres Deli Serdang, 2018.

Data pada Tabel 1 di atas, terlihat dengan jelas bahwa dari 77 Laporan

Pengaduan Masyarakat selama tahun 2015 sampai 2018, hanya 1 (satu) perkara

yang berhasil ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan, dan 3

perkara kerugian sudah dikembalikan ke kas Negara.

Berdasarkan data di atas, diperoleh kesimpulan sementara bahwa kinerja

pengungkapan perkara pidana korupsi, melalui tahapan penyelidikan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

28

penyidikan oleh Unit III/Tipikor Sat Reskrim Polres Deli Serdang masih sangat

rendah.

Terkait dengan rendahnya kinerja tersebut, dilakukan studi pendahuluan

terhadap penyidik Satuan Reserse Kriminal Unit III/Tipikor Polres Deli Serdang.

Studi pendahuluan menemukan data awal tentang struktur hukum atau kualitas

aparatur penegak hukum, yang diduga menjadi penyebab rendahnya kinerja

penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Data awal tersebut adalah belum

ada satupun personil pada unit bersangkutan, yang mendapat pendidikan kejuruan

khusus tentang seluk beluk penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi,

sehingga patut diduga menjadi penyebab rendahnya kemampuan personil dalam

mengungkap peristiwa pidana korupsi yang memiliki modus yang rumit.

Berdasarkan data di atas, diperoleh hipotesis awal bahwa kinerja

penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana Korupsi oleh Polres Deli

Serdang masih rendah. Hal itu diduga disebabkan oleh dua hal. Pertama, dari aspek

struktur hukum berupa rendahnya kualitas aparat penegak hukum, terutama pada

rendahnya kemampuan kerja dan kemauan kerja aparatur untuk melaksanakan

tugas secara tuntas dan efektif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kedua, penyebab dari aspek substansi hukum, berupa adanya ketentuan

Undang-Undang Pemerintahan Daerah, tentang prosedur penanganan pengaduan

masyarakat tentang adanya dugaan korupsi oleh pejabat di instansi daerah, yang

patut diduga membatasi ruang gerak penyelidik Polres Deli Serdang untuk

melakukan penyelidikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

29

Mengingat tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai

kejahatan biasa yang dapat diberantas dengan cara-cara yang konvensional dan

ditinjau dari karakteristiknya korupsi telah menjadi suatu kejahatan khusus yang

bersifat luar biasa (extra ordinary crime), sehingga memerlukan pula upaya

pemberantasan secara luar biasa (extra ordinary treatment), sementara kinerja

pengungkapan perkara pidana korupsi, melalui tahapan penyelidikan dan

penyidikan oleh Unit III/Tipikor Sat Reskrim Polres Deli Serdang masih tergolong

sangat rendah, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dalam rangka

penulisan Tesis ini dengan judul “Kinerja Kepolisian Resor Deli Serdang Dalam

Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi”.

B. Perumusan Masalah

Adapun pertanyaan-pertanyaan penelitian yang memfokuskan

permasalahan di atas adalah:

1. Bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap pemberantasan tindak

pidana korupsi?

2. Bagaimana kedudukan Polri dalam melakukan penyelidikan/

penyidikan tindak pidana korupsi dalam ketentuan perundang-

undangan?

3. Bagaimana kinerja Kepolisian Resor Deli Serdang dalam penyelidikan

dan penyidikan tindak pidana korupsi?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

30

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk memahami dan menganalisis kebijakan hukum pidana terhadap

pemberantasan tindak pidana korupsi.

2. Untuk memahami dan menganalisis kedudukan Polri dalam melakukan

penyelidikan/penyidikan tindak pidana korupsi dalam ketentuan perundang-

undangan.

3. Untuk memahami dan menganalisis kinerja Kepolisian Resor Deli Serdang

dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Secara Teoritis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan atau

literatur hukum dan bermanfaat sebagai titik tolak dalam penelitian lebih lanjut

tentang kinerja Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana

korupsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

31

2. Secara Praktis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memenuhi syarat kelulusan untuk

memperoleh derajat akademik Magister Hukum pada Program Magister Ilmu

Hukum Universitas Sumateras Utara.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil

penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya di

lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara,

belum ada penelitian menyangkut masalah “Kinerja Kepolisian Resor Deli

Serdang Dalam Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi”.

Akan tetapi ada beberapa tesis membahas tentang kinerja penegakan

hukum, namun permasalahan dan objek yang diteliti tidaklah sama. Dengan

demikian penelitian ini dinyatakan benar asli dari segi substansi maupun dari segi

permasalahan sehingga dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara

ilmiah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

32

F. Kerangka Teori Dan Konsep

1. Kerangka Teori

a. Teori Sistem Hukum

Menurut Lawrence M.Friedman, sistem hukum mengandung 3 (tiga)

komponen, yaitu: a. Struktur hukum (legal structure); b. Subtansi hukum (legal

substance); c. Budaya hukum (legal culture).8

Komponen struktur dari suatu sistem hukum mencakup berbagai institusi

(lembaga) yang diciptakan oleh sistem hukum tersebut dengan berbagai macam

fungsinya dalam mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Salah satu diantara

institusi tersebut adalah peradilan dengan berbagai perlengkapannya. Mengenai hal

ini Friedman menulis,”….structure is the body, the framework, the longlasting

shape of the system; the way courts of police depatements are organized, the lines

of jurisdication, the table of organization”.9

Substansi hukum meliputi aturan-aturan hukum, norma-norma dan pola

perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang

dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan-

keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun. Mengenai

hal ini Lawrence M.Friedman, menyatakan sebagai berikut, “Subtance is what we

call the actual rules or norms used by institutions,(or as the case may be) the real

observable behavior patterns”.

8Lawrence M.Friedman, Loc. Cit. 9Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

33

Komponen struktur hukum dalam hal ini mencakup berbagai institusi yang

diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsinya dalam rangka

mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut.

Budaya hukum (legal culture) oleh Lawrence M.Friedman didefenisikan

sebagai berikut, “We can distinguish between an external and an internal legal

culture. The external legal culture is the legal culture of those members of society

who perform specialized legal tasks. Every society has a legal culture but only

societes with legal specialists have an internal legal culture….attitude and values

that related to law and legal system, together with those attitudes and values

affecting behavior related to law and its institutions, ether positively or

negatively”.10

Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia

(termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem

hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum

yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa

didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan

masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.

10Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

34

b. Teori Penegakan Hukum

Pengertian penegakan hukum antara lain dikemukakan oleh Soerjono

Soekanto. Ahli hukum pidana tersebut mengatakan bahwa:

Secara konsepsional, inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyelaraskan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-

kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.11

Selanjutnya, Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa:

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-

undangan, walaupun dalam kenyataannya di Indonesia kecenderungannya

adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer.

Selain itu ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan

hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Perlu dicatat

bahwa pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-

kelemahan, apabila pelaksanaan perundang-undangan dan keputusan-

keputusan hakim malah mengganggu kedamaian di dalam pergaulan

hidup.12

Selanjutnya, Selo Sumardjan seperti dikutip Sidik Sunaryo mengemukakan

bahwa penegakan hukum berkaitan erat dengan usaha menanamkan hukum di

dalam masyarakat agar mengetahui, menghargai, mengakui dan mentaati hukum,

reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku dan jangka

waktu menanamkan hukum 13

11Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1983), hlm. 5. 12Ibid., hlm 7-8. 13Sidik Sunaryo, Sistem Peradilan Pidana, (Malang: Penerbit Universitas Muhammadyah

Malang, 2004), hlm. 56.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

35

Terkait dengan penegakan hukum, Leden Marpaung menjelaskan bahwa:

Penegakan hukum yang berisi kepatuhan, timbulnya tidak secara tiba-tiba

melainkan melalui suatu proses yang terbentuk dari kesadaran setiap insan

manusia untuk melaksanakan dan tidak melaksanakan sesuai bunyi

peraturan yang ada. Proses tersebut tidak berasal dari atas ke bawah atau

sebaliknya melainkan tidak mempedulikan darimana datangnya, karena

kewajiban untuk mematuhi segala bentuk peraturan perundang-undangan

adalah milik semua bangsa Indonesia. Dalam realita sehari-hari, ada warga

negara yang menjunjung hukum, ada warga yang salah atau keliru

menghayati hak dan kewajibannya sehingga yang bersangkutan dianggap

telah melanggar hukum. Anggapan seseorang telah melanggar hukum harus

dibuktikan dahulu kebenarannya secara cermat dan teliti karena adanya asas

praduga tidak bersalah (presumption of innoncent).14

Pembahasan mengenai penegakan hukum, tidak dapat dilepaskan dari

pemikiran-pemikiran tentang efektifitas hukum. Menurut Soerjono Soekanto

seperti dikutip Sidik Sunaryo:

Masalah efektifitas hukum berhubungan erat dengan usaha yang dilakukan

agar hukum itu benar-benar hidup didalam masyarakat, dalam artian

berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Secara filosofis, berarti

hukum berlaku sebagaimana yang dicita-citakan oleh hukum. Secara

yuridis, berarti sesuai dengan apa yang telah dirumuskan, dan sosiologis,

hukum dipatuhi oleh warga masyarakat.15

Sementara itu, mengenai tolok ukur dari efektivitas hukum, dikemukakan

oleh Soerjono Soekanto bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya

terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Faktor-faktor

14Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara PidanaPenyelidikan dan Penyidikan,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.3. 15Sidik Sunaryo, Op.Cit., hlm. 57.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

36

tersebut disamping merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan

tolok ukur daripada efektivitas penegakan hukum.16

Selanjutnya Soerjono Soekanto menjelaskan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum, pada intinya adalah sebagai berikut:

a. Faktor hukumnya sendiri, yang didalam tulisan ini akan dibatasi pada

undang-undang saja.

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum,

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.17

Sejalan dengan pendapat Soerjono Soekanto di atas, khususnya terkait

dengan faktor masyarakat, Alfian mengatakan bahwa:

Krisis kepercayaan terhadap hukum menyebabkan melemahnya partisipasi

masyarakat dalam bidang hukum yang disebabkan karena kurangnya

pengetahuan masyarakat akan peraturan-peraturan yang ada,

kekurangpercayaan akan kemampuan hukum untuk menjamin hak dan

kewajiban mereka secara adil, materi peraturan hukum yang bertentangan

dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan para pelaksana atau

penegak hukum yang tidak memberi contoh yang baik dalam kepatuhannya

terhadap hukum.18

16Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 8. 17Ibid. 18Ibid., hlm. 59.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

37

Pendapat senada dikemukakan oleh Sidik Sunaryo yang mengatakan

bahwa efektivitas hukum sangat bergantung pada faktor substansi (peraturan

perundang-undangan), faktor struktur (aparat penegak hukum) dan faktor kultur

(masyarakat). Ketiga faktor tersebut secara bersama-sama atau sendiri-sendiri akan

mempengaruhi efektif tidaknya hukum.19

2. Kerangka Konsep

Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian

yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian. Pentingnya defenisi operasional

adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius)

dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, dalam penelitian ini didefenisikan

beberapa konsep dasar supaya secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai

dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

1. Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu

maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh

kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta

keinginan untuk berprestasi.20

2. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga

Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.21 Anggota Kepolisian

19Sidik Sunaryo, Op. Cit., hlm. 11.

20 https://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja diakses 06 Desember 2018 21 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang KePolisian Negara RI, Psl.1 angka 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

38

Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara

Republik Indonesia.22 Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang

memiliki wewenang umum Kepolisian.23 Maka dalam hal ini Polres Deli Serdang

adalah Kepolisian yang berada di wilayah Kabupaten Deli Serdang dan memiliki

kewenangan di Kabupaten Deli Serdang.

3. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang.24

4. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya.25

5. Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan

diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau

22 Ibid, Psl.1 angka 2 23 Ibid, Psl.1 angka 3 24 Ibid, Psl.1 angka 9

25 Ibid, Psl.1 angka 13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

39

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian Negara.26

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan

untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologi dan konsisten.

Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi data yang telah

dikumpulkan.27

Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan

harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.28

Dengan demikian metode penelitian adalah merupakan upaya ilmiah untuk

memakai dan memecah suatu permasalahan berdasarkan metode tertentu.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini adalah

penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang

difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma hukum

positif. Mengambil istilah Ronald Dworkin, penelitian semacam ini juga disebut

26 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Psl. 3.

27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Press UI, 1986), hlm. 3. 28Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia,

2008), hlm. 295.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

40

dengan istilah penelitian doktrinal (doktrinal research), yaitu penelitian yang

menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law at it is written in the

book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law

as it decided by the jungle through judicial process).29

Penelitian yuridis sosiologis yaitu penelitian yang bertitik tolak dari

permasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan kemudian

menghubungkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penelitian dalam tesis ini adalah bersifat deskriptif analitis, penelitian

bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,

menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum

tersier, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-

undangan yang diurut berdasarkan hierarki.30 seperti peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu peraturan perundang-

29Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,

disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada

majalah akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Februari, 2003, hlm. 2. 30Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 141.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

41

undangan yang berkaitan terhadap penegakan hukum terhadap tindak pidana

korupsi, yaitu Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Undang-Undang Kepolisian, dan KUHAP.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks

yang ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat

para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium

mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.31 Dalam penelitian ini, bahan

hukum sekunder yang digunakan adalah berupa buku-buku rujukan yang

relevan, hasil karya tulis ilmiah, dan berbagai makalah yang berkaitan.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.32berupa

kamus umum, kamus bahasa, surat kabar, artikel, internet.

Penelitian ini juga didukung oleh data primer yang diperoleh langsung

melalui wawancara dengan beberapa narasumber yang terdiri dari Kepala Polres

Deli Serdang, Kabag Sumber Daya Manusia, Kabag Operasional, dan Kepala Unit

III Reserse Kriminal Polres Deli Serdang.

31Johny Ibrahim, Op. Cit. 32Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

42

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Reseaarch)

Penelitian kepustakaan ini dimaksud untuk memperoleh data sekunder

dengan mempelajari literatur-literatur, peraturan perundang-undangan,

teori-teori, pendapat para sarjana dan hal-hal lain yang berkaitan dengan

kebijakan hukum pidana;

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer. Data ini

diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara (interviewguide).

Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah

dipersiapkan terlebih dahulu.

4. Analisis Data

Keseluruhan data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif.

Analisis kualitatif ini akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis

dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Selanjutnya semua

data diseleksi dan diolah, kemudian dianalisa secara deskriptif sehingga selain

menggambarkan dan mengungkapkan, diharapkan akan memberikan solusi atas

permasalahan dalam penelitian ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

43

BAB II

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DAN SUMBER HUKUM PENYELIDIKAN

DAN PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Kebijakan Hukum Pidana

Sebelum sampai pada pembahasan mengenai penggunaan hukum pidana

dalam penanggulangan kejahatan, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dan

ruang lingkup dari upaya melindungi masayarakat dari kejahatan, melalui

kebijakan kriminal.

Pengertian kebijakan kriminal antara lain dikemukakan oleh Mardjono

Reksodiputro, bahwa:

Kebijakan penanggulangan kejahatan dalam arti yang luas pada hakekatnya

adalah merupakan segala usaha yang dilakukan oleh pemerintah (negara)

dan masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya kejahatan (dan mereka

yang mempunyai potensi untuk melakukan kejahatan) maupun setelah

terjadinya kejahatan (penyidikan, pemeriksaan, peradilan, dan pembinaan

si pelanggar hukum).33

Selanjutnya Sudarto mengemukakan tiga pengertian mengenai kebijakan

kriminal, sebagai berikut:

1. Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi

dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;

2. Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum,

termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan Polisi;

33Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana-Kumpulan

Karangan-Buku Ketiga, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Universitas

Indonesia, 1994), hlm. 9.

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

44

3. Dalam arti paling luas, ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan

melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan

untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.34

Di sisi lain, Marc Ancel seperti dikutip Barda Nawawi Arief mengemukan

bahwa kebijakan kriminal (criminal policy) didefinisikan sebagai “the rational

organization of the control of crime by society” atau “suatu usaha rasional dari

masyarakat dalam menanggulangi kejahatan”.35

Berdasarkan pendapat ahli di atas, disimpulkan bahwa terdapat hubungan

antara kebijakan criminal dengan kebijakan sosial. Mengenai hal itu, dikemukakan

oleh Muladi bahwa:

Kejahatan tumbuh akibat interaksi dan perkembangan sosial masyarakat.

Oleh karenanya apabila ingin mencapai keberhasilan dalam melindungi

masyarakat dari kejahatan, maka kebijakan penanggulangan kejahatan

haruslah bersifat terpadu dan selaras dengan kebijakan sosial. Kedua

kebijakan tersebut memiliki hubungan saling melengkapi. Kebijakan sosial

hanya akan dapat tercapai apabila didukung oleh sebuah kebijakan kriminal

yang baik. Sebaliknya, kebijakan penanggulangan kejahatan tidak akan

banyak artinya apabila kebijakan sosial justru merangsang tumbuhnya

kejahatan.36

Selanjutnya, Muladi menjelaskan bahwa:

Tujuan akhir dari politik kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk

mencapai tujuan utama kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian,

penegakan hukum pidana yang merupakan bagian dari politik kriminal pada

hakikatnya juga merupakan bagian integral dari kebijakan untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat (politik sosial). Sebagai bagian yang tidak

terpisahan dari keseluruhan kebijakan untuk mencapai kesejahteraan

34Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1983), hlm. 1. 35Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Semarang: Undip,

1996), hlm. 2. 36Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana (Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, 1995), hlm.11.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

45

masyarakat, maka wajarlah bila dikatakan bahwa usaha penanggulangan

kejahatan (termasuk usaha penegakan hukum pidana) merupakan bagian

integral dari rencana pembangunan nasional.37

Selaras dengan pendapat Muladi, Sudarto menjelaskan bahwa:

Apabila hukum pidana hendak dilibatkan dalam usaha mengatasi segi-

segi negatif dari perkembangan masyarakat/modernisasi maka hendaknya

dilihat dalam hubungan keseluruhan politik kriminal atau social defence

planning, dan inipun harus merupakan bagian integral dari rencana

pembangunan nasional 38

Selanjutnya, mengenai upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk mencapai

kebijakan kriminal yang terpadu tersebut di atas, antara lain dikemukakan oleh G.

Peter Hoefnagels sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief, sebagai berikut:

Penerapan hukum pidana (criminal law application), pencegahan tanpa

pidana (prevention without punishment) dan mempengaruhi pandangan

masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa

(influencing views of society on crime). Sejalan dengan itu, Barda Nawawi

Arief berpendapat bahwa penanggulangan kejahatan secara garis besar

dapat dilakukan melalui jalur hukum pidana (penal policy) dan jalur di luar

hukum pidana (non penal policy), yang dilaksanakan secara terpadu. 39

Terkait dengan penggunaan hukum pidana dalam mencapai kebijakan

kriminal sebagaimana dikemukakan di atas, Mardjono Reksodiputro menjelaskan

bahwa:

Upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui pelaksanaan

peraturan perundang-undangan pidana oleh suatu sistem peradilan pidana

(criminal justice system) yang dibentuk oleh negara. Disamping itu negara

(masyarakat) dapat pula berusaha melalui upaya-upaya sosial, seperti dalam

bidang pendidikan, perbaikan taraf hidup masyarakat, mengurangi

pengangguran dan lain sebagainya. Namun demikian, hukum pidana dalam

37Ibid. 38Sudarto, Op. Cit., hlm. 104. 39Ibid., hlm. 4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

46

banyak hal masih dianggap sebagai landasan utama agar angka kriminalitas

berada dalam batas-batas toleransi masyarakat.40

Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Siswantoro Sunarso

mengemukakan bahwa:

Kebijakan hukum pidana (jalur penal) menitikberatkan pada sifat

represssive. Sementara jalur non penal, lebih mendekatkan pada sifat

preventive atau pencegahan sebelum kejahatan terjadi. Penanggulangan

kejahatan lewat jalur non penal, yaitu sasaran pokoknya adalah menangani

faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan, yang berpusat pada

kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat

menimbulkan atau menumbuh-suburkan kejahatan.41

Dalam hubungan dengan penanggulangan kejahatan menggunakan hukum

pidana, Muladi dan Barda Nawawi Arief mengemukakan bahwa:

Untuk mencapai tujuan politik kriminal sebagai bagian integral dari

pencapaian tujuan politik pembangunan, diperlukan kebijakan hukum

pidana (penal policy). Kebijakan hukum pidana pada intinya merupakan

upaya penanggulangan kejahatan melalui upaya pidana yang baik. Dengan

perkataan lain, dilihat dari sudut politik kriminal, politik hukum pidana

identik dengan pengertian “Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan

hukum pidana”. 42

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, ditarik pengertian bahwa untuk

mencapai kebijakan kriminal sebagai bagian integral dari kebijakan sosial,

diperlukan sebuah kebijakan hukum pidana atau kebijakan penggunaan hukum

pidana dalam penaggulangan kejahatan.

Menurut Barda Nawawi Arief:

40Mardjono Reksodiputro, Op.Cit, hlm. 92. 41Siswantoro Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 15. 42Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana (Bandung: Alumni, 1992),

hlm. 11.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

47

Istilah “kebijakan” dalam kebijakan hukum pidana berasal dari istilah

“policy” (Inggris) atau “politiek” (Belanda). Bertolak dari kedua istilah

asing ini, maka istilah kebijakan hukum pidana dapat pula disebut politik

hukum pidana. Dalam kepustakaan asing, istilah politik hukum pidana,

sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain “penal policy”,

“criminal law policy” atau “strafrechtspolitiek”. 43

Sementara itu menurut Sudarto, pengertian kebijakan atau politik hukum

pidana dapat dilihat dari politik hukum. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa:

Menurut politik hukum, kebijakan hukum pidana adalah usaha untuk

mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan

situasi pada suatu saat dan kebijakan dari negara melalui badan-badan yang

berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang

diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung

dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 44

Bertolak dari pengertian demikian, Sudarto mengatakan bahwa:

Melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk

mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti

memenuhi syarat keadilan dan dayaguna. Atau dengan kata lain, bahwa

melaksanakan politik hukum pidana berarti usaha mewujudkan peraturan

perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada

suatu waktu dan masa-masa yang akan datang.45

Dengan demikian, dilihat sebagai bagian dari politik hukum, maka

kebijakan hukum pidana mengandung arti, bagaimana mengusahakan atau

membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik.

Pengertian demikian terlihat pula dalam defisinisi “penal policy” dari Marc Ancel

yang secara singkat dapat dinyatakan sebagai “suatu ilmu sekaligus seni yang

43Barda Nawawi Arief, Op. Cit. hlm. 25. 44Sudarto, Op. Cit., hlm . 28. 45Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

48

bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih

baik”. 46

Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief mengenai penegakan hukum

dapat dijelaskan melalui politik hukum pidana (kebijakan hukum pidana) yang

mana sebagai salah satu usaha dalam menanggulangi kajahatan, mengejewantah

dalam penegakan hukum pidana yang rasional. Penegakan hukum pidana yang

rasional tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan

tahap eksekusi. 47

Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh

badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk undang-undang

melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi

masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk

peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang- pidana

yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini

dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislatif. 48

Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum

pidana) oleh aparat penegak hukum mulai dari kePolisian, kejaksaan hingga

pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan

peraturan perundangan pidana yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-

46Ibid., hlm. 29. 47Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hlm. 173. 48Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

49

undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus memegang

teguh nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap kedua ini dapat juga disebut tahap

kebijakan yudikatif. 49

Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana secara

konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana pidana

bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk undang-

undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Aparat

pelaksana dalam menjalankian tugasnya harus berpedoman kepada peraturan

perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undangan

(legislatur) dan nilai-nilai keadilan serta daya guna.50

Mengacu pada penggunaan hukum pidana dalam orientasi pada kebijakan

sosial itulah, menurut Djoko Prakoso, mengutip pendapat Sudarto dalam

menghadapi masalah kriminal atau kejahatan, harus diperhatikan hal-hal yang pada

intinya sebagai berikut:

a. Tujuan penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan

pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan

makmur yang merata materil dan sprituil berdasarkan Pancasila.

Sehubungan dengan ini maka penggunaan hukum pidana bertujuan

untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan penyegaran terhadap

tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan

pengayoman masyarakat;

b. Perbuatan yang diusahakan untuk mencegah atau menanggulangi

dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak

dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian materil dan

sprituil atas warga masyarakat;

49Ibid. 50Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

50

c. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya

dan hasil;

d. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau

kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, jangan

sampai melampaui beban tugas (overblasting).51

Berdasarkan paparan di atas, disimpulkan bahwa untuk mencapai kebijakan

perlindungan masyarakat terhadap kejahatan, diperlukan sebuah kebijakan hukum

pidana. Kebijakan hukum pidana yang dimaksud adalah usaha mewujudkan

peraturan perundang-undangan pidana yang baik yang sesuai dengan keadaan dan

situasi pada suatu waktu dan masa-masa yang akan datang serta yang dikehendaki

dan diperkirakan bisa digunakan untuk mengeksperesikan apa yang terkandung

dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.

B. Sistem Peradilan Pidana Indonesia

Mengenai hakekat dari Sistem Peradilan Pidana antara lain dikemukakan

oleh Mardjono Reksodiputro, bahwa:

Sistem Peradilan Pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk

mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi

masyarakat dengan tujuan utama mencegah masyarakat menjadi korban

kejahatan, menyelesaikan kejahatan yang terjadi, sehingga masyarakat

puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana, dan

mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

mengulangi lagi perbuatannya.52

Sementara itu, Muladi berpendapat sebagai berikut:

Sistem peradilan pidana sesuai dengan makna dan ruang lingkup sistem

dapat bersifat fisik dalam arti sinkronisasi struktural (structural

51Djoko Prakoso, Hukum Penitensier Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hlm. 32. 52Mardjono Reksodiputro, Buku Ketiga, Op. Cit.,hlm. 84-85.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

51

syncronization), dapat pula bersifat substansial (substantial

syncronization) dan dapat pula bersifat kultural (cultural syncronization).

Dalam hal sinkronisasi struktural, keselarasan dituntut dalam mekanisme

administrasi peradilan pidana (the administration of justice) dalam

kerangka hubungan antar lembaga penegak hukum. Dalam hal sinkronisasi

substansial, maka keserempakan mengandung makna baik vertikal maupun

horizontal dalam kaitannya dengan hukum positif yang berlaku. Sedangkan

sinkronisasi kultural mengandung usaha untuk selalu serempak dalam

menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap dan falsafah yang secara

menyeluruh mendasari jalannya sistem peradilan pidana.53

Mengenai ciri pendekatan sistem dalam peradilan pidana, Romli

Atmasasmita menjelaskan bahwa:

Ciri-ciri dari sistem peradilan pidana sebagai berikut:

1. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan

pidana (kePolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga

pemasyarakatan).

2. Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen

peradilan pidana.

3. Efektivitas sistem penanggulangan kejahatan lebih utama dari efisiensi

penyelesaian perkara.

4. Penggunaan hukum sebagai instrumen untuk memantapkan the

administration of justice.54

Kata “sistem” dalam istilah “sistem peradilan pidana”, sejatinya telah

merujuk pada sistem peradilan pidana yang terpadu, yang mengandung makna

adanya suatu keterpaduan dalam langkah dan gerak masing-masing sub sistem

kearah tercapainya tujuan bersama.

Hal itu ditegaskan oleh Ali Said sebagaimana dikutip oleh Mardjono

Reksodiputro bahwa:

53Muladi, Op. Cit., hlm. 13-14. 54Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Perspektif Eksistensialisme dan

Abolisionisme, (Bandung: Binacipta, 1996), hlm. 10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

52

Penggunaan kata “sistem” dalam “sistem peradilan pidana” berarti, bahwa

kita menyetujui pendekatan sistemik dalam melakukan manajemen

administrasi peradilan pidana kita. Ini berarti perlu adanya keterpaduan

dalam langkah dan gerak masing-masing sub sistem ke arah tercapainya

tujuan bersama. Oleh karena itu, kerjasama yang erat diantara unsur-unsur

sistem adalah syarat mutlak. Pendekatan sistemik akan menyadarkan kita

antara lain bahwa setiap sistem mempunyai tujuan tertentu yang harus

dihayati oleh setiap sub sistemnya (atau sub-sub sistemnya). Meskipun

setiap sub sistem akan mempunyai pula tujuannya sendiri, yang merupakan

landasan dan pedoman kerja bagi mereka yang bekerja dalam sub sistem

yang bersangkutan, tetapi masing-masing tujuan dari sub sistem tidak

boleh bertentangan dengan tujuan utama dari sistemnya sendiri (dalam hal

ini: sistem peradilan pidana. ...Dalam pendekatan semacam ini, maka ada

keterkaitan yang jelas pula antara sub sistem pengadilan dengan sub sistem

kePolisian dan sub sistem lembaga pemasyarakatan. Keterkaitan antara sub

sistem yang satu dengan yang lainnya adalah seperti “bejana

berhubungan”. 55

Makna keterpaduan dalam sistem peradilan pidana, dijelaskan pula oleh

Mardjono Reksodiputro bahwa:

Tugas dari sistem peradilan pidana terpadu mencakup hal-hal yang cukup

luas yakni mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan,

menyelesaikan kejahatan yang terjadi, sehingga masyarakat puas bahwa

keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana, dan berusaha agar

mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi

perbuatannya.56

Tentang cara bagaimana sub sistem yang satu berinteraksi dengan sub

sistem yang lainnya sehingga menghasilkan proses peradilan pidana yang benar-

benar dapat menegakkan hukum dan keadilan, dikemukakan Mardjono

Reksodiputro bahwa:

Penegakan hukum atau penanggulangan kejahatan yang efektif dan efisien

akan terjadi apabila terdapat satu kebijakan kriminal yang benar-benar

dijadikan tujuan bersama dan pedoman kerja bagi masing-masing sub

55Mardjono Reksodiputro, Buku Ketiga, Op. Cit., hlm. 47. 56Ibid., hlm. 140.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

53

sistem peradilan pidana. Dengan kata lain, penanggulangan kejahatan akan

menjadi efektif manakala keempat komponen SPP Indonesia bekerja

dengan motivasi kerja yang sama dengan mengindahkan adanya satu

kebijakan kriminal.57

Selanjutnya, ia menjelaskan:

Kebijakan kriminal dimaksud bukan sekedar “hasil perumusan” bersama

oleh unsur-unsur sistem peradilan pidana, tetapi adalah resultan dari

berbagai kewenangan dalam negara yang bekerja bersama-sama dalam

menanggulangi masalah kriminalitas. Dimulai dari pembuat Undang-

undang yang menyediakan aturan-aturan hukum pidana serta wewenang

maupun pembatasan dalam pelaksanaan aturan hukum tersebut. Kemudian

KePolisian dan Kejaksaan yang merupakan pelaksana penegakan aturan

hukum, menentukan kebijakan dalam penyidikan dan penuntutan.

Selanjutnya, Pengadilan sebagai penguji kebijakan penyidikan dan

penuntutan yang menentukan apakah benar terdapat hak untuk memidana

dan kalau benar berapa besar pidananya. Dan akhirnya, Pemasyarakatan

sebagai pelaksana pidana yang dijatuhkan Pengadilan memiliki kebijakan

dalam “merawat” terpidana dan mengusahakannya kembali ke masyarakat.

Untuk itu komponen-komponen sistem peradilan pidana, tidak boleh

bekerja tanpa diarahkan oleh kebijakan kriminal, yang berarti harus ada

keterpaduan kerja. Ini yang secara singkat dinamakan “pendekatan

terpadu” (integrated approach).58

Kemudian dari pada itu, Mardjono Reksodiputro menggambarkan bahwa

proses peradilan pidana, merupakan satu rangkaian kesatuan (continuum) yang

menggambarkan peristiwa-peristiwa yang maju secara teratur; mulai dari

penyidikan dan penuntutan (disebut tahap pra-ajudikasi), pemeriksaan dan

penjatuhan putusan pidana oleh Hakim di Pengadilan (tahap ajudikasi) dan

57Ibid.,hlm. 93. 58Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

54

pelaksanaan putusan, pembinaan dan akhirnya dikembalikan kepada masyarakat

oleh Pemasyarakatan (tahap pasca-ajudikasi).59

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat dikatakan bahwa sesuai dengan

hakikat dari sebuah sistem yang terpadu, maka di dalam sistem yang terpadu

tersebut akan terjadi pula mekanisme check and balances diantara sub sistem

penegakan hukum, sedemikian sehingga pada masing-masing tahapan proses

pidana, akan terjadi mekanisme kerja sama saling mengawasi dan mengimbangi

diantara sub sistem-sub sistem penegakan hukum.

Dengan adanya mekanisme check and balances, maka tidak hanya satu sub

sistem saja yang terlibat pada masing-masing tahapan proses peradilan pidana.

Artinya, pada satu tahapan peradilan proses peradilan pidana, terdapat satu sub

sistem yang bertanggungjawab melaksanakannya, dan setidaknya ada satu sub

sistem lain, yang melaksanakan fungsi mengawasi dan mengimbangi.

Merujuk pada uraian di atas, disimpulkan bahwa efektivitas penegakan

hukum pidana amat berkaitan erat dengan kualitas perundang-undangan pidana

yang dihasilkan dari sebuah kebijakan hukum pidana yang baik, dan sistem

peradilan pidana yang dijalankan secara efektif dan efesien.

59Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

55

C. Karakteristik Tindak Pidana dan Sanksi Pidana

Mengenai tindak pidana, dikemukakan oleh Sutan Remy Sjahdeini bahwa:

Istilah tindak pidana adalah istilah yang secara resmi digunakan dalam

peraturan perundang-undangan sementara dalam wacana hukum pidana

dikenal berbagai istilah lain. Ada yang menggunakan istilah delik yang

berasal dari bahasa Belanda delict. Ada pula yang menyebutnya sebagai

perbuatan pidana yang diambil dari frasa criminal act dalam bahasa Inggris.

Dalam bahasa Belanda, selain delict juga digunakan istilah strafbaar feit,

sementara dalam bahasa Inggris digunakaan sebutan crime atau offence.60

Sementara itu, pengertian mengenai tindak pidana antara lain dikemukakan

oleh Moeljatno sebagai berikut:

Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh

suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa

pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian

yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana

ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.61

Pendapat senada dikemukakan oleh R. Soesilo bahwa tindak pidana, yang

biasa juga disebut dengan kata-kata istilah: peristiwa pidana, perbuatan yang dapat

dihukum atau dalam bahasa asing “strafbaar feit” atau “delict”, adalah perbuatan

yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau

diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan

hukuman.62

60Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Jakarta: Grafiti Pers,

2006), hlm. 25. 61Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jogyakarta: Yayasan

Badan Penerbit Gajah Mada, 1955), hlm. 7. 62R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus,

(Bogor: Politeia, 1974), hlm. 6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

56

Selanjutnya, R. Soesilo mengatakan bahwa pengertian tindak pidana

sebagai perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan undang-undang yang

dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan,

merujuk pada dua unsur tindak pidana, yakni unsur yang bersifat objektif dan

unsur-unsur yang bersifat subjektif. 63

Selanjutnya ia menjelaskan bahwa unsur objektif itu meliputi:

a. perbuatan manusia, yaitu suatu perbuatan positip, atau suatu perbuatan

negatif, yang menyebabkan pelanggaran pidana. Perbuatan positip

misalnya : mencuri (Pasal 362 KUHP), penggelapan (Pasal 372),

membunuh (Pasal 338 KUHP) dsb, sedangkan contoh dari perbuatan

negatip yaitu : tidak melaporkan kepada yang berwajib, sedangkan ia

mengetahui ada komplotan untuk merobohkan negara (Pasal 165

KUHP), membiarkan orang dalam keadaan sengsara, sedangkan ia

berkewajiban memberikan pemeliharaan kepadanya (Pasal 304 KUHP)

dsb.....

b. akibat perbuatan manusia, yaitu akibat yang terdiri dari atas

merusakkan atau membahayakan kepentingan-kepentingan hukum,

yang menurut norma hukum pidana itu perlu ada supaya dapat

dihukum....

c. keadan-keadaannya sekitar perbuatan itu, keadaan-keadaan ini bisa jadi

terdapat pada waktu melakukan perbuatan, misalnya dalam Pasal 362

KUP, keadaan: “bahwa barang yang dicuri itu kepunyaan orang lain”

adalah suatu keadaan yang terdapat pada waktu perbuatan

“mengambil”.....

d. sifat melawan hukum dan sifat dapat dihukum. Perbuatan itu melawan

hukum, jika bertentangan dengan undang-undang. Pada beberapa norma

hukum pidana maka unsur “melawan hukum” (melawan hak) itu

dituliskan tersendiri dengan tegas di dalam satu pasal, misalnya dalam

Pasal 362 KUHP disebutkan :”memiliki barang itu dengan melawan

hukum (melawan hak)”. Sifat dapat dihukum artinya bahwa perbuatan

itu, harus diancam dengan hukuman, oleh sutu norma pidana tertentu.

Sifat dapat dihukum tersebut bisa hilang, jika perbuatan itu, walaupun

telah diancam hukuman dengan undang-undang tetapi telah dilakukan

63Ibid., hlm. 26-28.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

57

dalam keadaa-keadaan yang membebaskan misalnya dalam Pasal 44,

48, 49, 50 dan 51 KUHP.64

Sementara yang dimaksud dengan unsur subjektip dari norma pidana adalah

kesalahan (schuld) dari orang yang melanggar norma pidana, artinya pelanggaran

itu harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada pelanggar. Hanya orang yang

dapat dipertanggung-jawabkan dapat dipersalahkan, jikalau orang itu melanggar

norma pidana. Orang yang kurang sempurna atau sakit (gila) akalnya tidak dapat

dipertanggungjawabkan atas perbuatannya dan karena itu tidak dapat

dipersalahkan.....”. 65

Berdasarkan pendapat ahli-ahli hukum tersebut di atas, maka tindak pidana

dapat diartikan sebagai kelakuan seseorang baik yang bersifat pasif maupun aktif

yang menimbulkan suatu akibat tertentu yang dilarang oleh hukum dimana

pelakunya dapat dikenai sanksi pidana.

Dengan demikian, dalam sistem hukum pidana, suatu perbuatan dikatakan

sebagai tindak pidana atau perilaku melanggar hukum pidana hanyalah apabila

suatu ketentuan pidana yang telah ada menentukan bahwa perbuatan itu

merupakan tindak pidana. Hal ini berkenaan dengan berlakunya asas legalitas

(principle of legality), sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP, yang

menyatakan bahwa “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan

64Ibid. 65Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

58

aturan pidana dalam perundang-undangan yang sebelum perbuatan itu dilakukan

telah ada”.

Asas legalitas yang dianut KUHP di atas, bersumber dari adagium atau azas

hukum tidak tertulis yang berbunyi “nullum delictum nulla poena sine praevia

lege”, yang pada intinya menyatakan bahwa tiada suatu perbuatan dapat dipidana

kecuali sudah ada ketentuan undang-undang yang mengatur sebelumnya, atau tidak

ada tindak pidana tanpa peraturan terlebih dahulu.66

Selanjutnya, engenai karakteristik dari perbuatan pidana, dikemukakan oleh

R. Soesilo bahwa dalam sistem perundang-undangan hukum pidana, maka tindak-

tindak pidana atau delik-delik itu pertama-tama dibagi atas dua golongan, yaitu

kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran. 67

Terhadap dua jenis atau golongan tindak pidana tersebut, R. Soesilo

selanjutnya menjelaskan bahwa:

Pada hakekatnya perbedaan yang tegas tidak ada, oleh karena kedua-duanya

adalah sama-sama tindak pidana, sama-sama delik atau perbuatan yang

boleh dihukum. Justru karena itulah oleh undang-undang senantiasa perlu

ditegaskan dengan nyata dalam undang-undang itu sendiri manakah yang

kejahatan dan yang manakah harus dipandang sebagai pelanggaran. Tanpa

penegasan itu tidak mungkin untuk membedakan kejahatan dengan

pelanggaran. Walaupun demikian dapat dikatakan bahwa pembagian delik

dalam kejahatan dan pelanggaran itu berdasarkan perbedaan antara apa

yang disebut delik hukum (rechtsdelict) dan delik undang-undang

(wetdelicht)”. Suatu perbuatan merupakan delik hukum (kejahatan), jika

perbuatan itu bertentangan dengan azas-azas hukum positif yang hidup

dalam rasa hukum di kalangan rakyat, terlepas dari pada hal apakah azas-

azas tersebut dicantumkan dalam undang-undang pidana”. 68

66Moeljatno, Op. Cit., hlm. 23. 67R. Soesilo, Op. Cit., hlm .18. 68Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

59

Untuk memudahkan pemahaman mengenai perbedaan antara kejahatan dan

pelanggaran, R. Soesilo menjelaskan akibat-akibat hukum dari kedua jenis tindak

pidana tersebut sebagai berikut:

a. Dalam hal kejahatan diadakan perbedaan antara sengaja – “Opzet” (delik

dolus) dan karena salahnya – “Schuld” (delik kulpa), umpamanya

perbuatan menimbulkan kebakaran, peletusan dan banjir itu apabila

dilakukan dengan sengaja, merupakan kejahatan yang diancam hukuman

penjara selama-lamanya seumur hidup (Pasal 187 KUHP), sedangkan

apabila terjadinya karena salahnya, hanya diancam hukuman penjara

selama-lamanya lima tahun saja (Pasal 188 KUHP). Sebaliknya dalam

pelanggaran tidak dibedakan antara sengaja dan karena salahnya. Orang

mengendarai sepeda waktu malam hari di jalan umum, baik dengan sengaja

maupun karena salahnya (pelanggaran Pasal 17 dan 19 Peraturan Lalu

Lintas jo Pasal 4 dan 48 Undang-undang Lalu Lintas Jalan), itu ancaman

hukumnya sama saja, meskipun kemungkinan tentu ada bahwa hukuman

yang dijatuhkan berbeda.

b. Pada umumnya percobaan pada kejahatan dapat dihukum, sedang pada

pelanggaran tidak. (Pasal 54 KUHP)...

c. Membantu melakukan kejahatan dihukum, akan tetapi pada pelanggaran

tidak. ....69

Mengenai pertanggungjawaban pidana, Sutan Remy Sjahdeini

mengemukakan bahwa:

Pertanggungjawaban pidana yang dalam istilah asing disebut juga dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility menjurus kepada pemidanaan

pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau

tersangka dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang

terjadi atau tidak.70

69Ibid., hlm. 20. 70Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hlm. 36.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

60

Terkait dengan hal itu, Alf Ross seperti dikutip Moeljatno, mengemukakan

pendapatnya mengenai apa yang dimaksud dengan seseorang yang

bertanggungjawab atas perbuatannya. Ia mengatakan bahwa:

Pertanggungjawaban pidana dinyatakan dengan adanya suatu hubungan

antara kenyataan-kenyataan yang menjadi syarat akibat dan akibat hukum

yang diisyaratkan. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan

diancamnya suatu perbuatan dengan pidana. Ini tergantung dari persoalan,

apakah dalam melakukan perbuatan itu dia mempunyai kesalahan, sebab asas

dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana ialah: tidak dipidana jika

tidak ada kesalahan (Geen straf zonder schuld; Actus non facit reum mens

rea).71

Senada dengan pendapat Alf Ross, Sutan Remy Sjahdeiny mengemukakan

sebagai berikut:

Dipertanggungjawabkannya seseorang atas perbuatan yang telah

dilakukannya, atau mengenai pertanggungjawaban pidananya, mengacu pada

adagium atau maxim, yang sejak lama dianut secara universal dalam undang-

undang pidana, yang berbunyi actus non facit reum, nisi mens sit rea.

Adagium tersebut menyatakan bahwa seseorang hanya dapat dibebani

tanggung jawab pidana bukan hanya karena dia telah melakukan suatu

perilaku lahiriah (actus reus), tetapi juga pada waktu perbuatan itu

dilakukan olehnya, orang itu harus memiliki sikap kalbu (mens rea) tertentu

yang terkait secara langsung dengan perbuatan itu. Dalam bahasa Indonesia

adagium tersebut di atas dikenal sebagai Tiada pidana tanpa kesalahan. 72

Pendapat mengenai pengertian pertanggungjawaban pidana juga

dikemukakan oleh Sudarto seperti dikutip Makhrus Ali bahwa:

Pertanggungjawaban pidana diartikan dengan diteruskannya celaan yang

objektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada

memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu. Dasar

adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas (principle of legality),

sedangkan dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan (principle of

culpability). Ini berarti bahwa pembuat perbuatan pidana hanya akan

71Ibid. 72Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hlm. 25.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

61

dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan perbuatan

tersebut. 73

Dengan demikian, untuk menentukan adanya pertanggungjawaban,

seseorang pembuat dalam melakukan suatu tindak pidana harus ada “sifat melawan

hukum” dari tindak pidana itu, yang merupakan sifat terpenting dari tindak pidana.

Tentang sifat melawan hukum apabila dihubungkan dengan keadaan psikis (jiwa)

pembuat terhadap tindak pidana yang dilakukannya dapat berupa “kesengajaan”

(opzet) atau karena “kelalaian” (culpa).

Adapun mengenai apa yang dimaksud dengan unsur kesalahan berupa

kesengajaan dan kelalaian, Pipin Syarifin mengemukakan bahwa dalam teori

hukum pidana Indonesia kesengajaan itu ada tiga macam, yaitu:

1. Kesengajaan yang bersifat tujuan

Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat

dipertanggung jawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak

ramai. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si

pelaku pantas dikenakan hukuman pidana. Karena dengan adanya

kesengajaan yang bersifat tujuan ini, berarti si pelaku benar-benar

menghendaki mencapai suatu akibat yang menjadi pokok alasan

diadakannya ancaman hukuman ini.

2. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian

Kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak

bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi

ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.

3. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan.

Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu

kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya

dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya

mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang

menghasilkan dapat dimintai pertanggung jawaban atas perbuatan

seseorang yang dilakukannya.74

73Mahrus Ali, Kejahatan Korporasi, (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2008), hlm. 41. 74Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 93.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

62

Sementara mengenai kealpaaan, dikemukakan oleh Moeljatno sebagai

berikut:

Kealpaan mengandung dua syarat, yaitu tidak mengadakan penduga-duga

sebagaimana diharuskan hukum dan tidak mengadakan penghati-hati

sebagaimana diharuskan hokum. Dari ketentuan diatas, dapat diikuti dua

jalan, yaitu pertama memperhatikan syarat tidak mengadakan penduga-

duga menurut semestinya. Yang kedua memperhatikan syarat tidak

mengadakan penghati-hati guna menentukan adanya kealpaan. Siapa saja

yang melakukan perbuatan tidak mengadakan penghati-hati yang

semestinya, ia juga tidak mengadakan menduga-duga akan terjadi akibat

dari kelakuannya. 75

Selanjutnya, Sudarto menyatakan bahwa:

Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum.

Jadi meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-

undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat

penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai

kesalahan atau bersalah. Dengan kata lain, orang tersebut harus

dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut

perbuatannya, perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada

orang tersebut.76

Persoalan pertanggungjawaban pidana tidak dapat dilepaskan dari tindak

pidana. Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Pendapat

mengenai hal itu, antara lain dikemukakan oleh Moeljatno, bahwa:

Antara perbuatan dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, ada

hubungan erat seperti halnya perbuatan dengan orang yang melakukan

perbuatan. Perbuatan pidana baru mempunyai arti kalau di sampingnya ada

pertanggungjawaban; sebaliknya tidak mungkin adanya per-

tanggungjawaban jika tidak ada perbuatan pidana. Kesalahan adalah unsur,

bahkan syarat mutlak bagi adanya pertanggungjawaban yang berupa

75Moeljatno, Hukum Pidana II, (Jakarta: Bina Aksara, 1995), hlm. 153. 76Mahrus Ali, Op. Cit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

63

pengenaan pidana. Sebab bagi masyarakat Indonesia juga berlaku asas tidak

dipidana jika tidak ada kesalahan.77

Pendapat lain dikemukakan oleh Chaerul Huda bahwa:

Pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya.

Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah adalah tindak

pidana yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya

pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan

oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan

suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi

terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan

tertentu.78

Terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dipidanya

seseorang pembuat atau pelaku tindak pidana, yakni ada suatu tindak pidana yang

dilakukan oleh pembuat, ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan,

ada pembuat yang mampu bertanggungjawab, dan tidak ada alasan pemaaf.79

R. Soesilo mengatakan bahwa pengertian dari pertanggungjawaban pidana

dapat didekati dari pengertian tindak pidana, dimana perbuatan yang melanggar

atau bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan kesalahan oleh

orang yang dapat dipertanggungjawabkan, merujuk pada dua unsur tindak pidana,

yakni unsur yang bersifat objektif dan unsur-unsur yang bersifat subjektif.

Selanjutnya R.Susilo menjelaskan bahwa:

I. Unsur objektif itu meliputi:

a. perbuatan manusia, yaitu suatu perbuatan positip, atau suatu

perbuatan negatip, yang menyebabkan pelanggaran pidana.

77Moeljatno, Op. Cit. 78Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006),

hlm. 68. 79Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni 1981), hlm. 28.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

64

Perbuatan positip misalnya : mencuri (Pasal 362 KUHP),

penggelapan (Pasal 372), membunuh (Pasal 338 KUHP) dsb,

sedangkan contoh dari perbuatan negatip yaitu : tidak melaporkan

kepada yang berwajib, sedangkan ia mengetahui ada komplotan

untuk merobohkan negara (Pasal 165 KUHP), membiarkan orang

dalam keadaan sengsara, sedangkan ia berkewajiban memberikan

pemeliharaan kepadanya (Pasal 304 KUHP) dsb.....

b. akibat perbuatan manusia, yaitu akibat yang terdiri dari atas

merusakkan atau membahayakan kepentingan-kepentingan hukum,

yang menurut norma hukum pidana itu perlu ada supaya dapat

dihukum....

c. keadan-keadaannya sekitar perbuatan itu, keadaan-keadaan ini bisa

jadi etrdapat pada waktu melakukan perbuatan, misalnya dalam

Pasal 362 KUP, keadaan : “bahwa barang yang dicuri itu kepunyaan

orang lain” adalah suatu keadaan yang terdapat pada waktu

perbuatan “mengambil”.....

d. sifat melawan hukum dan sifat dapat dihukum. Perbuatan itu

melawan hukum, jika bertentangan dengan undang-undang. Pada

beberapa norma hukum pidana maka unsur “melawan hukum”

(melawan hak) itu dituliskan tersendiri dengan tegas di dalam satu

pasal, misalnya dalam Pasal 362 KUHP disebutkan :”memiliki

barang itu dengan melawan hukum (melawan hak)”. Sifat dapat

dihukum artinya bahwa perbuatan itu, harus diancam dengan

hukuman, oleh sutu norma pidana tertentu. Sifat dapat dihukum

tersebut bisa hilang, jika perbuatan itu, walaupun telah diancam

hukuman dengan undang-undang tetapi telah dilakukan dalam

keadaa-keadaan yang membebaskan misalnya dalam Pasal 44, 48,

49, 50 dan 51 KUHP.

II. Sekarang apakah yang dimaksud dengan unsur subjektip dari norma

pidana?. Ini adalah : kesalahan (schuld) dari orang yang melanggar

norma pidana, artinya pelanggaran itu harus dapat diper-

tanggungjawabkan kepada pelanggar. Hanya orang yang dapat

dipertanggungjawabkan dapat dipersalahkan, jikalau orang itu

melanggar norma pidana. Orang yang kurang sempurna atau sakit

(gila) akalnya tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya

dan karena itu tidak dapat dipersalahkan.....80

Pendapat mengenai pengertian pertanggungjawaban pidana juga

dikemukakan oleh Chairul Huda, yang mengemukakan bahwa:

80R. Soesilo, Op. Cit., hlm. 26-28.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

65

Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap

tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan

orang itu adalah adalah tindak pidana yang dilakukannya. Dengan

demikian, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak

pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada

hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana

untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu

perbuatan tertentu.81

Sudarto seperti dikutip Makhrus Ali, mengemukakan bahwa Pertanggung-

jawaban pidana diartikan dengan diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada

perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada memenuhi syarat untuk dapat

dipidana karena perbuatannya itu. Dasar adanya perbuatan pidana adalah asas

legalitas (principle of legality), sedangkan dapat dipidananya pembuat adalah asas

kesalahan (principle of culpability). Ini berarti bahwa pembuat perbuatan pidana

hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan perbuatan

tersebut. 82

Untuk dapat dimintai atau dibebani pertanggungjawaban pidana, maka

seseorang yang melakukan perbuatan melawan hukum yang telah diatur di dalam

perundang-undangan yang berlaku, haruslah memiliki unsur kesalahan, baik

berupa kesengajaan atau kealpaan. Di samping itu, si pelaku tersebut haruslah

mampu bertanggungjawab dan tidak ada alasan pemaaf atau alasan pembenar

terhadap perbuatan yang dilakukannya.

81Chairul Huda, Op.. Cit. 82Mahrus Ali, Op. Cit., hlm. 41.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

66

Dengan demikian, maka pengenaan pidana akan menjadi efektif, manakala

perumusan ketentuan pidana terhadap suatu tindak pidana, memuat ketentuan yang

jelas dan tegas tentang unsur-unsur perbuatan pidana dan sanksi pidana yang dapat

dikenakan terhadap si pelaku.

Selanjutnya, mengenai penggunaan, pemberian atau pengenaan sanksi

pidana, antara lain dikemukakan oleh Sudarto, seperti dikutip M. Sholehuddin

bahwa:

Pemberian pidana in abstracto adalah menetapkan stelsel sanksi hukum

pidana yang menyangkut pembentuk undang-undang. Sedangkan

pemberian pidana in concreto menyangkut berbagai badanyang

kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana

itu.83

Sementara itu, G.P. Hoefnagels memberikan arti yang lebih luas.

Dikatakannya bahwa sanksi dalam hukum pidana adalah semua reaksi terhadap

pelanggaran hukum yang telah ditentukan oleh undang-undang, dimulai dengan

penahanan tersangka dan penuntutan terdakwa sampai pada penjatuhan vonis oleh

hakim. Hoefnagels melihat pidana sebagai suatu proses waktu yang secara

keseluruhan proses itu dianggap suatu pidana.84

Dalam sistem hukum pidana baik yang diatur di dalam KUHP maupun

Undang-undang pidana di luar KUHP, dikenal ada dua jenis sanksi yang keduanya

mempunyai kedudukan yang sama yakni sanksi pidana dan sanksi tindakan. Kedua

83M. Sholehuddin, Op. Cit., hlm. 114. 84Ibid., hlm. 115.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

67

sanksi tersebut berbeda baik dari ide dasar, landasan filosofis yang melatar-

belakanginya, tujuan maupun yang lain.

Di dalam KUHP, jenis-jenis pidana diatur di dalam Pasal 10 KUHP, yang

selengkapnya menyatakan bahwa: Pidana terdiri atas :

a. Pidana Pokok,

1. pidana mati

2. pidana penjara

3. pidana kurungan

4. pidana tutupan

5. pidana denda

b. Pidana tambahan

1. pencabutan hak-hak tertentu

2. perampasan barang-barang tertentu

3. pengumuman putusan hakim

Menurut Andi Hamzah, jenis pidana di dalam Pasal 10 di atas berlaku untuk

semua delik termasuk tindak-tindak pidana yang diatur di dalam perundangan

pidana di luar KUHP, kecuali ketentuan undang-undang itu menyimpang,

sebagaimana dimaksud Pasal 103 KUHP.85

Sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling banyak digunakan di

dalam menjatuhkan hukuman terhadap seseorang yang dinyatakan bersalah

melakukan perbuatan pidana. Sesuai ketentuan Pasal 10 KUHP tersebut di atas,

bentuk-bentuk sanksi pidana itu bervariasi, seperti pidana mati, pidana seumur

hidup, pidana penjara sementara waktu, pidana kurungan dan pidana denda yang

merupakan pidana pokok, dan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak

85Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. (Jakarta: Pradnya Paramita,

1993), hlm. 175.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

68

tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim yang

kesemuanya merupakan pidana tambahan.

Sedangkan sanksi tindakan merupakan jenis sanksi yang lebih banyak

dimuat di dalam perundang-undangan pidana di luar KUHP. Di dalam KUHP

sendiri juga diatur bentuk-bentuk sanksi tindakan, berupa perawatan di rumah sakit

dan dikembalikan kepada orang tuannya atau walinya bagi orang yang tidak

mampu bertanggungjawab dan anak yang masih di bawah umur.

Hal ini berbeda dengan bentuk-bentuk sanksi tindakan yang tersebar di

dalam undang-undang pidana di luar KUHP, yang lebih variatif sifatnya, seperti

pencabutan surat izin mengemudi, perampasan keuntungan yang diperoleh dari

tindak pidana, perbaikan akibat tindak pidana, latihan kerja, rehabilitasi, perawatan

di suatu lembaga, dan sebagainya.

Adapun ide dasar dari penerapan sanksi pidana dan sanksi tindakan atau

dikenal dengan istilah sistem dua jalur (double track system), antara lain

dikemukakan oleh M. Sholehuddin bahwa:

Double track system merupakan sistem dua jalur mengenai sanksi pidana,

yakni jenis sanksi pidana di satu pihak dan jenis sanksi tindakan di pihak

lain. Walaupun di tingkat praktek, perbedaan antara sanksi pidana dan

sanksi tindakan sering agak samar, namun di tingkat ide dasar keduanya

memiliki perbedaan mendasar. Keduanya bersumber dari ide dasar yang

berbeda. Sanksi pidana bersumber pada ide dasar ”mengapa diadakan

pemidanaan”. Sedangkan sanksi tindakan bertolak dari ide dasar ”untuk apa

diadakan pemidanaan itu”.86

86M. Sholehuddin, Op. Cit., hlm. 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

69

Selanjutnya, M. Sholehuddin menjelaskan bahwa:

Sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan,

sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku

perbuatan tersebut. Fokus sanksi pidana ditujukan pada perbuatan salah

yang telah dilakukan seseorang melalui pengenaan penderitaan agar yang

bersangkutan menjadi jera. Fokus tindakan lebih terarah pada upaya

memberi pertolongan pada pelaku agar ia berubah.87

D. Pengertian dan Ruang Lingkup Korupsi

Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio korupsi berasal dari kata “curruptie”

yang berarti perbuatan curang; tindak pidana yang merugikan uang negara.88

Sementara itu, menurut Ensiklopedia Indonesia, korupsi berasal dari bahasa latin

“corruptio” berarti penyuapan dan “corruptore” yang berarti merusak. Korupsi

ditandai dengan gejala-gejala dimana para pejabat, badan-badan negara

menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta

ketidak beresan lainnya.89

Selanjutnya, menurut David M. Chalmers seperti dikutip Baharudin Lopa

menguraikan arti dari istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang

menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang

ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum.90

Selanjutnya, David M. Chalmers seperti dikutip Baharudin Lopa

menjelaskan bahwa:

87Ibid. 88Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1973), hlm. 19. 89Tim Penulis, Ensiklopedia Indonesia, Gramedia, 1999, hlm. 9. 90Evi Hartanti, Op. Cit.,, hlm. 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

70

Korupsi antara lain dapat ditemukan pada adanya manipulasi dan keputusan

mengenai keuangan yang membahayakan perekonomian (finacial

manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled

corrupt), kesalahan ketetapan oleh pejabat yeng menyangkut bidang

perekonomian umum (the term is often applied also to misjudgements by

officials in the public economies), pembayaran terselebung dalam bentuk

pemberian hadiah, ongkos administrasi, pelayanan, pemberian hadiah

kepada sanak keluarga, pengaruh kedudukan sosial, atau hubungan apa saja

yang merugikan kepentingan dan kesejahteraan umum, dengan atau tanpa

pembayaran uang (disguised payment in the form of gifts, legal fees,

employment, favors to relatives, social influence, or any relationship that

sacrifices the public and welfare, with or without the implied payment of

money, is usually considered corrupt). Ia juga menguraikan bentuk korupsi

lain, yang diistilahkan korupsi politik seperti korupsi pada pemilihan

umum, termasuk memperoleh suara dengan uang, janji dengan jabatan atau

hadiah khusus, paksaan, intimidasi, dan campur tangan terhadap kebebasan

memilih. Korupsi dalam jabatan melibatkan penjualan suara dalam

legislatif, keputusan administasi, atau keputusan yang menyangkut

pemerintahan. (electoral corruption includes purchase of vote with money,

promises of office or special special favors, coercion, intimadation, and

interference with administrative of judicial decision, or government

appointment).91

Pengertian mengenai korupsi di atas akan lebih mudah dipahami apabila

kita mengetahui ciri-ciri dari korupsi. Ciri-ciri dari korupsi dimaksud antara lain

dijelaskan oleh Shed Husein Alatas seperti dikutip Evi Hartanti sebagai berikut:

a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama

dengan kasus pencurian atau penipuan. Seorang operator yang korup

sesungguhnya tidak ada dan kasus itu biasanya termasuk dalam

pengertian penggelepan. (fraud).

b. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu

telah merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan

mereka yang berada dalam lingkungannya tidak tergoda untuk

menyembunyikan perbuatannya. Namun, walaupun demikian motif

korupsi tetap dijaga kerahasiaannya.

c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.

91Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

71

d. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha

untuk meyelebungi perbuatannya dengan berlindung dibalik

pembenaran hukum.

e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan

mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.

f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan

oleh badan publik atau umum (masyarakat).

g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.92

Sementara itu, apabila dikelompokkan berdasarkan sifatnya, Baharuddin

Lopa mengemukakan korupsi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bentuk, yakni:

a. Korupsi yang Bermotif Terselebung:

Yakni korupsi yang secara sepintas kelihatannya bermotif politik, tetapi

secara tersembunyi sesungguhnya bermotif mendapatkan uang semata.

b. Korupsi yang Bermotif Ganda:

Yaitu seorang melakukan korupsi secara lahiriah kelihatannya hanya

bermotifkan mendapatkan uang, tetapi sesungguhnya bermotif lain,

yakni kepentingan politik.93

Pendapat mengenai bentuk dan jenis korupsi, juga dikemukakan oleh J.

Soewartojo sepertio dikutip Evi Hartanti, sebagai berikut:

a. Pungutan liar tindak pidana, yaitu korupsi uang negara, menghindari

pajak dan bea cukai, pemerasan dan penyuapan.

b. Pungutan liar jenis pidana yang sulit dibuktikan, yaitu komisi dalam

kredit bank, komisi tender proyek, imbalan jasa dalam pemberian ijin-

ijin, kenaikan pangkat, pungutan terhadap uang perjalanan, pungli pada

pos-pos pencegatan dijalan, pelabuhan dan sebagainya.

c. Pungutan liar jenis pungutan tidak sah yang dilakukan oleh Pemda,

yaitu pungutan yang dilakukan tanpa ketetapan berdasarkan peraturan

daerah, tetapi hanya dengan surat-surat keputusan saja.

d. Penyuapan, yaitu seorang pengusaha menawarkan uang atau jasa lain

kepada seseorang atau keluarganya untuk suatu jasa bagi pemberi uang.

e. Pemerasan, yaitu orang yang memegang kekuasaan menuntut

pembayaran uang atau jasa lain sebagai ganti atau timbal balik fasilitas

yang diberikan.

92Ibid., hlm. 11. 93Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, (Jakarta: LP3S, 1983),

hlm. 19.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

72

f. Pencurian, yaitu orang yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya

dan mencuri harta rakyat, langsung atau tidak langsung.

g. Nepotisme, yaitu orang yang berkuasa memberikan kekuasaan dan

fasilitas pada keluarga atau kerabatnya, yang seharusnya orang lain juga

dapat atau berhak bila dilakukan secara adil.94

Berdasarkan pendapat para ahli hukum pidana tersebut di atas, maka

korupsi merupakan perbuatan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara

negara yang dilakukan secara bersama-sama dan berakibat pada timbulnya

kerugian negara dan atau kerugian pada perekonomian negara.

Selanjutnya apabila ditinjau dari penyebab timbulnya korupsi, sejumlah ahli

mengemukakan pendapatnya, antara lain pendapat dari Selo Sumarjan seperti

dikutip Evi Hartanti, yang mengemukakan bahwa penyebab utama dari timbulnya

korupsi, kolusi dan nepotisme adalah faktor sosial. Selengkapnya mengenai faktor-

faktor sosial yang menyebabkan terjadinya korupsi, ia menjelaskan sebagai

berikut:

a. Desintegrasi (anomie) sosial karena perubahan sosial terlalu cepat sejak

revolusi nasional, dan melemahnya batas milik negara dan milik

pribadi.

b. Fokus budaya bergeser, nilai utama orientasi sosial beralih menjadi

orientasi harta. Kaya tanpa harta menjadi kaya dengan harta.

c. Pembangunan ekonomi menjadi panglima pembangunan bukan

pembangunan sosial budaya.

d. Penyalahgunaan kekuasaan negara sebagai short cut mengumpulkan

harta.

e. Parenalisme, korupsi tingkat tinggi,menurun, menyebar, meresap dalam

kehidupan masyarakat. Bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan

menjadi kaya.

f. Pranata-pranata sosial kontrol yang tidak efektif lagi. 95

94Evi Hartanti, Op. Cit., hlm. 20. 95Ibid., hlm. 19 -20.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

73

Pendapat senada dikemukakan oleh Masyarakat Transparansi Internasional

(MTI) seperti dikutip Evi Hartanti, yang dalam hasil penelitianya menemukan

bahwa terdapat sepuluh pilar penyebab korupsi di Indonesia, yaitu:

a. Absennya kemauan politik pemerintah;

b. Amburadulnya sistem administrasi umum dan keuangan pemerintah;

c. Dominannya peranan militer dalam bidang politik;

d. Politisasi birokrasi;

e. Tidak independennya lembaga pengawas.

f. Kurang berfungsinya parlemen;

g. Lemahnya kekuatan masyarakat sipil;

h. Kurang bebasnya media massa;

i. Oportunisnya sektor swasta.96

Mengacu pada pendapat tersebut di atas, dapat ditarik pengertian bahwa bila

dicermati, berkembang biaknya korupsi secara massif dan fenomenal di Indonesia

setidaknya disebabkan oleh empat penyebab utama. Penyebab pertama adalah

budaya hidup hedonik yang mengenyampingkan pemuliaan terhadap nilai-nilai

agama dan integritas moral. yang berkembang di kalangan pejabat publik dan

penyelenggara negara.

Budaya hidup yang mengagungkan harta dan kemewahan dunia itu,

menyebabkan korupsi seolah-olah diterima dan difahami sebagai suatu kewajaran

sehingga ia bebas menjalar bahkan berurat berakar pada seluruh lapisan birokrasi

kita. Ia menghinggapi pejabat tinggi di pusat kekuasaan sampai pamong rendahan

di pelosok-pelosok desa, singgah di meja BUMN dan BUMD. Dan lebih tragis lagi,

96Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 74: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

74

ia telah pula menggerogoti institusi penegakan hukum, yang justru menjadi

tumpuan harapan sebagai ujung tombak yang tajam dalam pemberantasan tindak

pidana korupsi.

Alasan kedua adalah budaya kolutif kalangan dunia usaha. Budaya hedonik

para pejabat publik telah dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk berkolusi

sehingga menyuburkan korupsi. Sejak lama diketahui bahwa sebagian dari pelaku

usaha menjadi besar bukan karena kemampuan dan daya saing produk yang mereka

miliki tetapi lebih pada faktor kedekatan mereka dengan jejaring birokrasi sehingga

mereka mendapat berbagai fasilitas dan kemudahan.

Alasan ketiga, karena rendahnya kemauan politik (political will)

pemerintah untuk benar-benar memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya tanpa

pilih bulu. Rendahnya political will tersebut menghasilkan kebijakan politik yang

lemah, tumpang tindih dan tidak efektif.

Alasan terakhir namun amat penting bagi suburnya korupsi adalah

lemahnya perangkat undang-undang dan rendahnya integritas penegak hukum. Kita

memang tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa dari sejumlah kasus-kasus

besar korupsi yang berhasil diungkap dan diajukan ke pengadilan, hanya segelintir

saja untuk tidak menyebut tidak ada, yang berhasil dijerat dengan hukuman yang

berat.

Di sisi lain, hampir setiap saat media menyuguhkan berbagai keganjilan

dalam proses penyidikan, pendakwaan, pemeriksaan, penuntutan dan penetapan

keputusan oleh Pengadilan serta berbagai cerita tentang perbedaan perlakuan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 75: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

75

tebang pilih dan tarik ulur pada setiap tingkatan pemeriksaan oleh aparat penegak

hukum. Kenyataan ini membuat para pelaku korupsi tidak pernah takut dan jera

menggerogoti uang rakyat dan atau mengambil serta menikmati sesuatu yang

bukan haknya.

E. Landasan Yuridis Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Secara yuridis historis, pengaturan secara khusus mengenai pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, dimulai dengan disahkannya

Undang-Undang Republik Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Seiring dengan semangat reformasi, Undang-Undang Republik Nomor 3

Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dipandang belum

mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum

masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap

bentuk tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara pada khususnya serta masyarakat pada umumnya.

Oleh karena itu, pada tanggal 16 Agustus 1999 diundangkan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi. Adapaun latar belakang yang mendasari lahirnya Undang-Undang

yang ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

140 tersebut, antara lain adalah bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 76: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

76

nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Disamping itu dipertimbangkan pula bahwa akibat tindak pidana korupsi

yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional

yang menuntut efisiensi tinggi.

Dibandingkan dengan Undang-Undang terdahulu, di dalam Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

pengertian tindak pidana korupsi dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi

perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

secara “melawan hukum” dalam pengertian formil dan materiil. Dengan perumusan

tersebut, pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula

mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan

masyarakat harus dituntut dan dipidana.

Di samping itu, Dalam Undang-Undang ini, tindak pidana korupsi

dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Hal ini sangat penting untuk

pembuktian. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam Undang-Undang

ini, meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku tindak pidana

korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana.

Selanjutnya, dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk

mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, Undang-Undang ini juga

memuat ketentuan pidana yang berbeda dengan Undang-Undang sebelumnya, yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 77: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

77

menentukan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi, dan

ancaman pidana mati yang merupakan pemberatan pidana. Selain itu, Undang-

Undang ini memuat juga pidana penjara bagi pelaku tindak pidana korupsi yang

tidak dapat membayar pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara.

Setelah diberlakukan selama lebih kurang 2 (dua) tahun, dirasakan bahwa

Undang-Undang ini belum mampu menjamin kepastian hukum, menghindari

keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak

sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas

tindak pidana korupsi.

Oleh karena itu, dipandang perlu melakukan perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

dengan mensahkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Di dalam Undang-Undang yang disahkan pada tanggal 21 November 2001

dan ditempatkan di dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2001

Nomor 134 tersebut, dipertimbangkan bahwa Sejak Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diundangkan, terdapat

berbagai interpretasi atau penafsiran yang berkembang di masyarakat khususnya

mengenai penerapan Undang-Undang tersebut terhadap tindak pidana korupsi yang

terjadi sebelum Undang-Undang No.31 Tahun 1999 diundangkan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 78: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

78

Hal ini disebabkan Pasal 44 Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dinyatakan tidak berlaku sejak Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

diundangkan, sehingga timbul suatu anggapan adanya kekosongan hukum untuk

memproses tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum berlakunya Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Di samping hal tersebut, mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara

sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi

juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka

pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Dengan demikian,

pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus,

antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang

dibebankan kepada terdakwa.

Dalam Undang-Undang ini diatur pula hak negara untuk mengajukan

gugatan perdata terhadap harta benda terpidana yang disembunyikan atau

tersembunyi dan baru diketahui setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan

hukum tetap. Harta benda yang disembunyikan atau tersembunyi tersebut diduga

atau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Gugatan perdata dilakukan

terhadap terpidana dan atau ahli warisnya. Untuk melakukan gugatan tersebut,

negara dapat menunjuk kuasanya untuk mewakili negara.

Selanjutnya dalam Undang-Undang ini juga diatur ketentuan baru

mengenai maksimum pidana penjara dan pidana denda bagi tindak pidana korupsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 79: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

79

yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Ketentuan ini

dimaksudkan untuk menghilangkan rasa kekurang-adilan bagi pelaku tindak pidana

korupsi, dalam hal nilai yang dikorup relatif kecil.

Di samping itu, dalam Undang-Undang ini dicantumkan Ketentuan

Peralihan. Substansi dalam Ketentuan Peralihan ini pada dasarnya sesuai dengan

asas umum hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana.

Dari sudut anatomi, Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdiri dari 7 (tujuh) Bab dan 45 (empat

puluh lima) Pasal. Bab I tentang Ketentuan Umum mencakup 1 Pasal. Bab II

Tindak Pidana Korupsi, terdiri dari 19 Pasal. Bab III Tindak Pidana Lain Yang

Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi, meliputi 4 Pasal. Bab IV Penyidikan,

Penuntutan, Dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan, mencakup 16 Pasal. Bab V

Peran Serta Masyarakat terdiri dari 2 Pasal, Bab VI Ketentuan Lain-lain memuat 1

Pasal dan Bab VII tentang Ketentuan Penutup yang terdiri dari 2 Pasal.

Sementara di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, perubahan yang dilakukan adalah terhadap ketentuan

pidana sebagaimana diatur di dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal

8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12.

Berdasarkan paparan yang dikemukakan di atas, ditarik pengertian bahwa

dengan dilakukannya perubahan demi perubahan di dalam Undang-Undang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 80: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

80

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat komitmen yang kuat dari negara

melalui kebijakan hukum pidana untuk mencegah dan memberantas terjadinya

tindak pidana korupsi secara sistemik dan komprehensif.

F. Klasifikasi dan Jenis Tindak Pidana Korupsi

Salah satu ketentuan penting dari Undang-Undang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi adalah ketentuan pidana, yang mengatur mengenai bentuk atau

jenis perbuatan pidana korupsi dan sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap

pelaku perbuatan tersebut.

Ketentuan dimaksud termaktub di dalam ketentuan pidana sebagaimana

dimaksud Bab II Pasal 2 sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang RI Nomor 31

tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah mencermati

ketentuan pidana di dalam Undang-Undang dimaksud, dapatlah ditarik ringkasan

mengenai bentuk-bentuk tindak pidana korupsi. Bentuk-bentuk tindak korupsi

dimaksud dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yakni korupsi yang

bersifat aktif dan korupsi yang bersifat pasif.

Adapun korupsi yang bersifat aktif adalah sebagai berikut:

1. Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

(Pasal 2 ayat 1);

2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi menyalahgunakan kewengan, kesempatan atau sarana yang ada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 81: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

81

padanya karena jabatannya atau kedudukan yang dapat merugikan

kepentingan negara atau perekonomian negara (Pasal 3);

3. Memberi janji atau hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat

kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,

atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau

kedudukan tersebut (Pasal 13);

4. Percobaan, pembantuan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak

pidana korupsi (Pasal 15);

5. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara

negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam

jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5);

6. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena

atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya

dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannnya (Pasal 5);

7. Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk

mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili

(Pasal 6);

8. Pemborong atau ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau

penjual bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan

perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,

atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7);

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 82: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

82

9. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan

bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang (Pasal 7);

10. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara

Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Indonesia melakukan perbuatan

curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang

(Pasal 7);

11. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara

Nasional Indonseia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia sengaja

membiarkan perbuatan curang sebagaimana yang dimaksud dalam huruf c

(Pasal 7);

12. Pegawai negeri atau orang lain selain pegawai negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,

dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena

jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau

digelapkan orang lainatau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut

(Pasal 8);

13. Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan

suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan

sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar khusus untuk pemeriksaan

adsministrasi (Pasal 9);

14. Pegawai negeri atau orang lain selain pegawai negeri yang diberi tugas

menjalankan jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 83: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

83

dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat

tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk

meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang

dikuasai karena jabatannya, atau membiarkan orang lain menghilangkan,

menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,

surat atau daftar tersebut (Pasal 10).

15. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang:

a. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan

hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang

memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan

potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (Pasal 12);

b. Pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong

pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain

atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara

negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya,

padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang (Pasal 12);

c. Pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang

diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal

diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan

perudang-undangan (Pasal 12);

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 84: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

84

d. Baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam

pemborongan, pengadaan, atau pengawasan yang pada saat dilakukan

perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau

mengawasinya (Pasal 12).

16. Memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat

kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,

atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau

kedudukan tersebut (Pasal 11).

Yang termasuk ke dalam perbuatan pidana korupsi pasif adalah sebagai

berikut:

1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai

negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu

dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12);

2. Hakim atau advokat yang menerima pemberian pemberian atau janji untuk

mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau

untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal

diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk

mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan

perkara yang diserahkan kepada pegadilan untuk diadili (Pasal 12);

3. Orang yang menerima penyerahan barang bangunan atau yang menyerahkan

barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisisan Negara

Republik Indonesia membiarkan perbuatan curang (Pasal 7);

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 85: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

85

4. Pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji,

padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan

untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam

jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12);

5. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji

padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut

diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan

jabatannya (Pasal 12);

6. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga

bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan

perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 12);

7. Advokat yang menerima hadiah atau janji, untuk menghadiri sidang pengadilan,

padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan

untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung

dengan perkara yang diserahkan kepada pegadilan untuk diadili (Pasal 12);

8. Setiap pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima yang

diberikan berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan

kewajiban atau tugasnya (Pasal 11).

Mengacu pada paparan di atas, disimpulkan bahwa di dalam Undang-

Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat 15 (lima belas) perbuatan

yang digolongkan sebagai perbuatan pidana korupsi yang bersifat aktif dan 8

(delapan) perbuatan pidana yang digolongkan ke dalam korupsi yang bersifat pasif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 86: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

86

Adapun jenis pidana atau sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada

pelaku tindak pidana korupsi adalah pidana mati, pidana penjara antara 1 (satu)

tahun sampai dengan pidana penjara seumur hidup, pidana tambahan berupa

pembayaran uang pengganti, dan gugatan perdata kepada ahli waris.

Penjatuhan pidana mati diatur di dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan

pidana penjara berupa pidana penjara paling singkat selama 1 (satu) tahun dan

paling lama selama seumur hidup, diatur dalam sejumlah Pasal yakni Pasal 2

sampai dengan Pasal 12, Pasal 21 sampai dengan Pasal 22 dan Pasal 24 Undang-

Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ketentuan mengenai sanksi pidana pembayaran uang pengganti termaktub

di dalam Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang

selengkapnya menggariskan bahwa:

(1). Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-

undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah:

a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak

berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau

yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan

milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu

pula dari barang yang mengantikan barang-barang tersebut;

b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-

banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak

pidana korupsi.

c. Penutupan Seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling

lama 1 (satu) tahun;

d. Pencabutan Seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau

penghapusan Seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang

telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

(2). Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 87: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

87

maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk

menutupi uang pengganti tersebut.

(3). Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi

untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak

melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan

ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut

sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

Sementara itu, mengenai gugatan perdata kepada ahli waris dapat

dilakukan apabila tersangka korupsi yang meninggal dunia dalam penyidikan,

diatur di dalam Pasal 33 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Di samping itu, dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi diatur pula hak negara untuk mengajukan gugatan perdata terhadap harta

benda terpidana yang disembunyikan atau tersembunyi dan baru diketahui setelah

putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Harta benda yang

disembunyikan atau tersembunyi tersebut diduga atau patut diduga berasal dari

tindak pidanakorupsi. Gugatan perdata dilakukan terhadap terpidana dan atau ahli

warisnya. Untuk melakukan gugatan tersebut, negara dapat menunjuk kuasanya

untuk mewakili negara.

Untuk menjamin pengembalian uang negara dari tindak pidana korupsi,

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga mengatur mengenai

sanksi pidana tambahan berupa pidana pembayaran uang pengganti. Ketentuan

mengenai sanksi pidana tambahan dimaksud termaktub dalam Pasal 18 Undang-

Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 88: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

88

Selanjutnya, di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi juga diatur mengenai hukum acara tersendiri bagi penanganan perkara

korupsi sebagai ketentuan khusus (lex specialis). Ketentuan mengenai hukum

acara tersebut termaktub di dalam Bab IV Pasal 25 – 40 Tentang Penyidikan,

Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan.

Mengacu pada kesimpulan sebelumnya bahwa upaya penegakan hukum

yang efektif hanya akan dapat dicapai apabila didukung oleh peraturan

perundangan pidana dan sistem peradilan pidana yang efektif, maka persoalan yang

perlu dibahas adalah apakah sistem peradilan pidana yang diatur melalui KUHAP

dan diatur secara khusus di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, telah mendukung efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana

korupsi.

G. Pengertian Dan Ruang Lingkup Penyelidikan Dan Penyidikan

Merujuk pada ketentuan KUHAP, tahapan pertama di dalam penanganan

perkara pidana adalah tahapan penyelidikan dan penyidikan. Tahapan tersebut

diatur secara khusus di dalam Bab IV yang terdiri Pasal 4 sampai dengan Pasal 12

KUHAP, Bab V yang mencakup Pasal 16 sampai dengan Pasal 49 KUHAP. dan

Bab XIV yang meliputi Pasal 102 sampai dengan Pasal 136 KUHAP. Tahapan

penangkapan, penahanan, penggeledahan badan, pemasukan rumah, penyitaan dan

pemeriksaan surat, diatur di dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 89: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

89

Menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP, yang dimaksud dengan penyelidikan

adalah serangkaian tindakan/penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu

peristiwa yang di duga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau

tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.

Terkait dengan pengertian penyelidikan, M. Yahya Harahap menguraikan

bahwa:

Penyelidikan sebagai serangkaian tindakan mencari dan menemukan

sesuatu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan

pelanggaran tindak pidana atau diduga sebagai perbuatan tindak pidana.

Pencarian dan usaha menemukan peristiwa yang di duga sebagai tindak

pidana, bermaksud untuk menentukan sikap pejabat penyelidik, apakah

dalam suatu peristiwa yang ditemukan dapat dilakukan penyidikan atau

tidak sesuai dengan cara yang diatur oleh KUHAP.97

Menurut M. Yahya Harahap, pengertian mengenai penyelidikan sangat

berguna demi untuk kejernihan fungsi pelaksanaan penegakan hukum. Dengan

penegasan dan pembedaan antara penyelidikan dan penyidikan, yaitu:

1. Telah tercipta penahapan tindakan guna menghindarkan cara-cara

penegakan hukum yang tergesa-gesa seperti yang dijumpai pada masa-

masa yang lalu. Akibat dari cara-cara penindakan yang tergesa-gesa,

dapat menimbulkan sikap dan tingkah laku aparat penyidik kePolisian

sering tergelincir ke arah mempermudah dan menganggap sepele nasib

seseorang;

2. Dengan adanya tahapan penyelidikan, diharapkan akan tumbuh sikap

hati-hati dan rasa tanggungjawab hukum yang lebih bersifat manusiawi

dalam melaksanakan tugas penegakan hukum. Menghindari cara-cara

penindakan yang menjurus kepada pemerasan pengakuan dari pada

menemukan keterangan dan bukti-bukti. Apalagi pengertian dan tujuan

penahapan pelaksanaan fungsi penyelidikan dan penyedikan

dihubungkan dengan ketentuan Pasal 17, semakin memperjelas

pentingnya arti penyelidikan, sebelum dilakukan tindakan penyidikan

97M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 101.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 90: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

90

lebih lanjut, agar tidak terjadi tindakan yang melanggar hak-hak asasi

yang merendahkan harkat dan martabat manusia.98

M. Husein Harun mengemukakan mengenai dasar dilakukannya

penyelidikan, yang pada pokoknya menyatakan bahwa penyelidikan dilakukan

berdasarkan :

a. Informasi atau laporan yang diterima maupun diketahui langsung oleh

penyelidik/penyidik

b. Laporan Polisi

c. Berita Acara Pemeriksaan di TKP

d. Berita Acara Pemeriksaan tersangka dan atau saksi.99

Tahapan selanjutnya setelah penyelidikan, adalah tahapan penyidikan.

Mengenai pengertian dari penyidikan dirumuskan di dalam Pasal 1 angka 2

KUHAP, yang selengkapnya menyatakan bahwa:

Pasal 1 angka 2

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak

pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Berdasarkan ketentuan KUHAP di atas, dapat ditarik pengertian bahwa

terdapat 2 (dua) tujuan dari proses penyidikan, yakni:

1. Mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat

terang tentang tindak pidana yang terjadi;

98Ibid., hlm. 102. 99M. Husein Harun, Penyidik Dan Penuntut Dalam Proses Pidana, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 1991), hlm. 56.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 91: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

91

2. Menemukan tersangka dari pidana yang terjadi

Sementara, yang dimaksud sebagai tersangka diatur dijelaskan di dalam

Pasal 1 angka 14 KUHAP, bahwa “tersangka adalah seorang yang karena

perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai

pelaku tindak pidana”.

Selaras dengan ketentuan KUHAP, M. Husein Harun menggarisbawahi

tujuan penyidikan, yakni mencari keterangan-keterangan dan bukti guna

menentukan suatu peristiwa yang di laporkan atau diadukan, apakah merupakan

tindak pidana atau bukan; melengkapi keterangan dan bukti-bukti yang telah di

proses agar menjadi jelas sebelum dilakukan penindakan selanjutnya, dan

persiapan pelaksanaan penindakan dan atau pemeriksaan.100

M. Yahya Harahap mengemukakan mengenai pengertian penyidikan,

sebagai berikut:

Penyidikan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian

opsporing (Belanda), investigation (Inggris) atau penyiasatan (Malaysia).

KUHAP memberikan definisi penyidikan sebagai serangkaian tindakan

penyidikan dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini

untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu terang

tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan terangkanya.101

Menurut De Pinto sebagaimana dikutip Yahya M. Harahap, menyidik

(Opsporing) berarti “pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu

ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun

100M. Husein Harun, Op. Cit., hlm. 57. 101M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 120.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 92: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

92

mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi suatu pelanggar-an

hukum.102

Menurut M. Husein Harun, kegiatan penyidikan meliputi beberapa aspek

sebagai berikut:

a. Penyidikan berdasarkan informasi atau laporan yang diterima maupun

yang di ketahui langsung oleh penyidik, laporan Polisi, berita acara

pemeriksaan tersangka, dan berita acara pemeriksaan saksi;

b. Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh

penyidik/penyidik pembantu terhadap orang maupun barang yang ada

hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi. Penindakan hukum

tersebut berupa pemanggilan tersangka dan saksi, penangkapan,

penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

c. Pemeriksaan adalah merupakan kegiatan untuk mendapatkan

keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau

barang bukti ataupun unsur-unsur tindak pidana yang terjadi sehingga

kedudukan dan peranan seseorang maupun barang bukti didalam tindak

pidana menjadi jelas dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan

yang berwenang melakukan pemeriksaan adalah penyidik dan penyidik

pembantu;

d. Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara, merupakan kegiatan

akhir dari proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh

penyidik dan penyidik pembantu.103

Selanjutnya, di dalam pelaksanaan penyidikan terdapat proses

penangkapan. Penangkapan diatur di dalam Bab V Bagian Kesatu yang mencakup

Pasal 16 sampai dengan Pasal 19 KUHAP, pada pokoknya mengatur tentang

laporan dan lamanya penangkapan dapat dilakukan, siapa yang berhak

menangkap, apa isi surat perintah penangkapan, dan kapan penangkapan dapat

dilakukan tanpa surat perintah penangkapan

102Ibid. 103M. Husein Harun, Op. Cit., hlm. 89.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 93: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

93

Tentang pengertian penangkapan, dijelaskan di dalam Pasal 1 angka 20

yang pada pokoknya menjelaskan bahwa, penangkapan adalah suatu tindakan

penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau

terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau

penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

Undang-Undang ini.

Menurut Romli Atmasasmita, secara sederhana dapat dikatakan

penangkapan adalah tindakan pemerintah (Polisi) yang membatasi kemerdekaan

bergerak seseorang demi kepentingan penyelidikan atau penyidikan atas suatu

perkara kejahatan ditujukan terhadap seseorang yang diduga keras telah

melakukan kejahatan berdasarkan bukti permulaan yang cukup.104

Mengenai kapan penangkapan dapat dilakukan, Romli Atmasasmita pada

intinya mengemukakan bahwa menurut ketentuan KUHAP, penangkapan dapat

dilakukan apabila telah ada bukti permulaan yang cukup (Pasal 17), bila

kepentingan penyelidikan dan penyidikan menghendaki atau memerlukannya

(Pasal 16), dan/atau bila orang, terhadap siapa penangkapan akan dilakukan,

diduga keras melakukan kejahatan (Pasal 17). Secara keseluruhan, pengaturan

tersebut menunjukkan motivasi dilakukannya penangkapan tehadap seseorang

104Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, (Bandung: Binacipta,

Cetakan Pertama, 1983), hlm. 20.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 94: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

94

oleh Pejabat Polisi Negara. Tanpa motivasi dimaksud penangkapan tidak boleh

dilakukan.105

Sedangkan alasan penangkapan tidak ditegaskan dalam KUHAP. Di dalam

Pasal 18, hanya dirumuskan tentang pelaksana tugas penangkapan, surat tugas, dan

surat perintah penangkapan, dan isi dari surat perintah penangkapan. Ketentuan

Pasal tersebut, selengkapnya adalah sebagai berikut:

(1) Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kePolisian

negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta

memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang

mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan

penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang

dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.

(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dulakukan tanpa surat

perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera

menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada

penyidik atau penyidik peinbantu yang terdekat.

(3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah

penangkapan dilakukan.

Tahap berikut dari penangkapan adalah penahanan, yang diatur di dalam

Bab V Bagian Kedua yang meliputi Pasal 20 sampai dengan Pasal 31. Pembentuk

KUHAP memberikan perhatian khusus terhadap masalah penahanan ini, terbukti

dengan jumlah pasal yang mengaturnya yaitu terdiri dari 12 (dua belas) pasal dan

43 (empat puluh tiga) ayat.

Pasal 20 mengatur kewenangan melakukan penahanan pada setiap tingkat

pemeriksaan. Pasal 21 mengatur penahanan yang merupakan kewenangan

105Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 95: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

95

penuntut umum, dan alasan penahanan lanjutan bila penahanan dimaksud dapat

dilakukan. Pasal 22 mengatur jenis penahanan. Pasal 23 mengatur pengalihan jenis

penahanan. Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 mengatur lamanya penahanan dapat

dilakukan. Pasal 29 mengatur perpanjangan jangka waktu penahanan karena

alasan khusus. Pasal 30 mengatur hak tersangka atau terdakwa untuk meminta

ganti rugi karena penahanan yang tidak sah. Pasal 31 mengatur penangguhan

penahanan dengan jaminan uang atau orang atau tanpa jaminan tersebut.

Salah satu pasal yang penting, diantara ketentuan pasal-pasal KUHAP yang

mengatur mengenai penahanan tersebut, adalah Pasal 21 yang mengatur mengenai

alasan dilakukannya penahanan terhadap tersangka atau terdakwa. Pasal tersebut

selengkapnya menggariskan bahwa:

Pasal 21

(1) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang

tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana

berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang

menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan

melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau

mengulangi tindak pidana.

(2) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau

penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan

surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan

identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan

serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau

didakwakan serta tempat ia ditahan.

(3) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau

penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan

kepada keluarganya.

(4) Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau

terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun

pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:

a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau

lebih;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 96: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

96

b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3),

Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1),

Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455,

Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum

Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran

terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan

Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4

Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8

Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal

36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika

(Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran

Negara Nomor 3086).

Berdasarkan ketentuan Pasal 21 KUHAP di atas, dapat ditarik pengertian

bahwa KUHAP telah mengatur secara limitatif 3 (tiga) syarat atau ketentuan untuk

penetapan penahanan terhadap seorang pelaku tindak pidana. Ketentuan tersebut

adalah pertama, ketentuan yang memuat alasan mengapa terhadap seorang

tersangka dilakukan penahanan. (kemudian dikenal sebagai syarat subjektif).

Kedua, ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan administratif apa yang

harus dipenuhi oleh penyidik saat melakukan penahanan (syarat formal). Ketiga,

ketentuan yang memuat mengenai klasifikasi tersangka dengan pidana apa dan

ancaman pidana berapa tahun yang dapat ditahan (selanjutnya disebut sebagai

syarat objektif).

Mengacu pada ketentuan Pasal 21 KUHAP di atas, disimpulkan bahwa

syarat subjektif penahanan diatur dalam Pasal 21 ayat (1), syarat formal diatur

dalam Pasal 21 ayat (2) dan (3), sementara syarat objektif penahanan diatur dalam

Pasal 21 ayat (4).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 97: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

97

M. Husein Harun menegaskan bahwa dalam melakukan tahapan

penyidikan, haruslah diindahkan perlindungan terhadap hak asasi manusia, sebagai

termaktub di dalam asas-asas KUHAP yang selengkapnya menyatakan bahwa:

a. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak

mengadakan pembedaan perlakuan.

b. Penangkapan penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan

berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh

undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur

dengan undang-undang.

c. Setiap orang yang disangka ditangkap, ditahan, dituntut dan atau

dihadapkan di muka sidang, pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah

sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum tetap.

d. Kepada seorang yang ditangkap ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa

alasan yang berdasarkan undang-undang dan karena kekeliruan

mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkan wajib diberi ganti

kerugian dan rahabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat

penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya

menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut,dipidana dan atau

dikenakan hukuman administrasi.

e. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya

ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara

konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.

f. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan

memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk

melaksanakan kepentingan pembelaan dirinya.

g. Kepada seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan atau

penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang

didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak

untuk menghubungi dan minta bantuan penasehat hukum.

h. Pengadilan pemeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.

i. Sidang pemeriksan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam

hal yang diatur dalam undang-undang.

j. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana

dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.106

106Ibid., hlm. 100-101.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 98: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

98

BAB III

KEDUDUKAN POLRI DALAM MELAKUKAN PENYELIDIKAN/

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM

KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Kewenangan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi.

Awal dari rangkaian peradilan pidana adalah tindakan penyelidikan dan

penyidikan untuk mencari jawaban atas pertanyaan, apakah benar telah terjadi

peristiwa pidana. Penyelidikan penyidikan terlebih dahulu harus dilakukan dengan cara

mengumpulkan bahan keterangan, keterangan saksi-saksi, dan alat bukti yang

diperlukan yang terukur dan terkait dengan kepentingan hukum atau peraturan hukum

pidana, yaitu tentang hakikat peristiwa pidana. Apabila pengumpulan alat bukti dalam

peristiwa pidana itu telah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, maka

pemenuhan unsur dalam peristiwa pidana itu telah siap untuk diproses.

Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi di Indonesia, proses

penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh 3 (tiga) instansi/lembaga yaitu, Kepolisian

Republik Indonesia, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantas Korupsi. Ketiga

instansi/lembaga tersebut memiliki kewenangan masing-masing dalam proses

penanganan perkara tindak pidana korupsi di Indonesia. Selain itu ketiga

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 99: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

99

instansi/lembaga tersebut memegang peran sebagai aparat penegak hukum didalam

upaya penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia.107

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu

lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang

luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti

yang terbatas atau sempit.

Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum

dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau

melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma

aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.

Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya

diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan

memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam

memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu

diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Penyelidikan dan Penyidikan merupakan bagian terpenting dalam proses

penegakan hukum, karena berdasarkan hasil penyidikan yang baik akan menghasilkan

107

http://benedictussinggih.blogspot.com/2015/05/kewenangan-penyelidikan-dan-

penyidikan_83.h-diakses 12 Desember 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 100: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

100

surat dakwaan yang tepat sehingga proses persidangan akan berjalan dengan benar

serta menghasilkan putusan yang mampu mendekati kebenaran materiil.

Asas-asas dalam proses penyidikan diperlukan untuk menjadi pedoman

pelaksanaan tugas bagi para penegak hukum dalam melaksanakan tugas penyidikan.

Dengan mengingat bahwa proses penyidikan akan bersentuhan dengan pembatasan

hak-hak asasi manusia (tersangka) maka kedudukan dari asas-asas penyidikan tidak

boleh dikesampingkan.

Beberapa asas penting yang berlaku dalam proses penyidikan ini adalah:

1. Asas Legalitas

Asas ini disebut dalam konsideran KUHAP huruf a, yang berbunyi :

“Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi HAM serta yang menjamin segala

warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Menurut Yahya Harahap ketentuan dalam konsideran tersebut menunjukan

bahwa KUHAP menganut asas legalitas karena meletakkan kepentingan hukum dan

perundang-undangan diatas kepentingan-kepentingan yang lain sehingga menciptakan

bangsa yang takluk di bawah “supermasi hukum”, yang selaras dengan ketentuan

perundang-undangan dan perasaan keadilan bangsa Indonesia.108

Dalam tahap penyidikan, penyidik tidak boleh memberikan perlakuan yang

diskriminatif pada tersangka. Penyidik juga tetap harus memberikan hak-hak yang

108 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Jilid I dan jilid II),

(Jakarta: Pustaka Kartini, 1988), hlm. 34.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 101: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

101

diberikan oleh undang-undang terhadap seorang tersangka. Seperti hak untuk

mendapat bantuan hukum, hak mendapat kunjungan rohaniawan, hak untuk mendapat

perawatan kesehatan yang memadai dan sebagainya.

2. Asas Praduga Tak Bersalah

Asas ini disebut dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-

undang Nomor 4 tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan dalam Penjelasan Umum butir

3 c KUHAP, yang berbunyi:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di

muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan

pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Asas praduga tak bersalah menjadi salah satu bukti penghargaan Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana pada hak asasi manusia. Cara-cara pemeriksaan

tersangka/terdakwa yang semula bersifat inquisitoir menjadi aqusatoir.109

Dalam tahap penyidikan asas ini sangat konkrit pelaksanaannya,. cara-cara

penyidikan yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan sudah tidak sesuai lagi,

karena pengakuan terdakwa bukan lagi menjadi alat bukti, sebagaimana pada masa HIR

dimana pengakuan terdakwa merupakan salah satu jenis alat bukti.

3. Asas Cepat, Sederhana, Biaya Ringan

Asas-asas ini memberikan pedoman dan garis batas bagi para penegak hukum

didalam melaksanakan tugasnya pada setiap tahap pemeriksaan. Penjabaran dari asas-

109 Ibid, hlm. 39.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 102: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

102

asas ini tercermin dalam ketentuan adanya batas waktu penyelidikan, penyidikan,

penuntutan hingga proses persidangan hingga berkekuatan hukum tetap. Selain itu

ditentukan juga secara tegas batas waktu penahanan tersangka maupun terdakwa.

Asas ini mencerminkan adanya perlindungan hak asasi manusia sekalipun

orang tersebut dalam kedudukan sebagai tersangka/terdakwa. Sehingga walaupun

dalam kondisi dibatasi kemerdekaannya karena ditangkap kemudian ditahan, orang

tersebut tetap memperoleh kepastian bahwa tahapan-tahapan pemeriksaan yang

dilaluinya memiliki batas waktu yang terukur dan dijamin undang-undang.

4. Asas Difernsiasi Fungsional

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan jelas telah mengatur

pembagian tugas dan wewenang antar aparat penegak hukum. Mulai dari tahap

permulaan penyidikan oleh Kepolisian, penuntutan, persidangan hingga eksekusi dan

pengawasan pengamatan eksekusi. Dari tahap pertama hingga tahap akhir tersebut

selalu terjalin hubungan fungsi yang berkelanjutan dan terjadi pula fungsi pengawasan

antar satu lembaga penegak hukum dengan lembaga hukum lainnya.

Menurut Yahya Harahap asas differnsiasi fungsional secara institusional

mempunyai maksud untuk:110

1. Melenyapkan tindakan proses penyidikan yang “saling tumpang tindih”

(overlapping) antara Kepolisian dan kejaksaan, sehingga tidak lagi terulang

proses penyidikan yang bolak-balik antara Kepolisian dan kejaksaan.

2. Menjamin adanya “kepastian Hukum” dalam proses penyidikan. Dengan

differnsiasi ini, setiap orang sudah tahu dengan pasti bahwa instansinya

yang berwenang memeriksanya pada tingkat penyidikan hanyalah

110 Ibid, hlm. 49.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 103: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

103

“Kepolisian”. Sehingga seorang tersangka sudah tahu dan dapat

mempersiapakan diri pada setiap tingkat pemeriksaan yang dihadapinya.

3. Ditujukan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses penyelesaian

perkara. Jadi berarti, mengefektifkan tugas-tugas penegakan hukum kearah

yang lebih menunjang prinsip peradilan yang cepar, tepat dan biaya ringan.

4. Differnsiasi fungsional akan memudahkan pengawasan pihak atasan secara

struktural. Karena dengan penjernihan dan pembagian tugas dan wewenang

tersebut, monitoring pengawasan sudah dapat ditujukan secara terarah

pada instnasi bawahan yang memikul tugas penyidikan. Hal ini juga akan

sekaligus memudahkan perletakan tanggungjawab yang lebih efektif.

Karena dengan differnsiasi , aparat penyidik tidak lagi dapat melemparkan

tanggungjawab penyidikan kepada instansi lain. Melulu sudah bulat dan

penuh menjadi tanggung jawabnya. Setiap kekeliruan dan kesalahan yang

terjadi sepenuhnya menjadi beban yang harus dipikulnya seorang diri.

Tidak lagi dapat mencampurbaurkan menjadi beban tanggungjawab

instansi lain.

5. Dengan asas ini sudah dapat dipastikan terciptanya keseragaman dan

satunya hasil berita acara pemeriksaan. Yakni hanya berita acara yang

dibuat oleh pihak kePolisian. Tidak akan dijumpai lagi adanya dua macam

hasil berita acara penyidikan yang saling bertentangan antara yang satu

dengan lain dalam berkas perkara.

5. Asas Saling Kordinasi

Asas koordinasi dianut oleh KUHAP berkaitan erat dengan asas differensiasi

fungsional, sehingga dapat dikatakan bahwa sekalipun terjadi pembagian kewenangan

yang tegas diantara masing-masing instansi penegak hukum disatu sisi, disisi lain tetap

ada hubungan koordinasi diantara instansi tersebut dalam rangka jalannya proses

penegakan hukum itu sendiri.

Menurut Yahya Harahap dalam rangka untuk memperkecil terjadinya

penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang, KUHAP telah mengatur “sistem

cekking” diantara penegak hukum. Hal ini dilakukan dengan mengingat setiap

kelambatan dan kekeliruan yang terjadi pada salah satu bagian instansi penegak hukum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 104: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

104

akan berimbas kepada instansi berikutnya, yang akan berakibat harus memikul

tanggungjawab di hadapan sidang pra peradilan.111

6. Asas Persamaan di muka hukum

Asas ini merupakan konsekuensi logis dari sikap Negara Indonesia sebagai

Negara yang berdasarkan hukum dan bukan atas kekuasaan belaka. Di dalam

pelaksanaan penegakan hukum semua orang harus diperlakukan sama dan tidak boleh

dibeda-bedakan, baik untuk mendapatkan perlindungan hukum maupun bagi

tersangka/terdakwa yang sedang menjalani proses persidangan.

Ketentuan-ketentuan di dalam KUHAP mendasarkan pada asas ini, sehingga

tidak ada satu pasalpun yang mengarah pada pemberian hak-hak istimewa pada suatu

kelompok dan memberikan ketidak istimewaan pada kelompok lain.

Semangat menjunjung tinggi HAM yang mendasari lahirnya KUHAP semakin

memperkokoh kedudukan asas ini. Sehingga mulai dari ditangkapnya seseorang hingga

akhir menjalani proses penegakan hukum orang tersebut mendapat perlindungan yang

memadai. Setiap tahap pemeriksaan diberikan jangka waktu limitative yang secara

terang tertulis dalam ketentuan KUHAP dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut

dapat dilakukan pra peradilan.

7. Asas akusator dan inkusitor

Dalam proses pemeriksaan terhadap tersangka, penyidik tidak diperkenankan

untuk melakukan tekanan dalam bentuk apapun pada tersangka disamping itu KUHAP

111 Ibid, hlm. 50.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 105: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

105

juga tidak menjadikan pengakuan tersangka sebagai salah satu dari jenis alat bukti.

Perlakuan yang digariskan oleh KUHAP yang demikian menunjukkan bahwa KUHAP

menganut asas akusatoir, yaitu menempatkan kedudukan tersangka sebagai subyek

pemeriksaan.

Pada asas inquisitoir, kedudukan tersangka/terdakwa merupakan obyek

pemeriksaan sehingga pengakuan tersangka/terdakwa menjadi hal yang sangat penting

untuk diperoleh penegak hukum. Kedudukan tersangka sangat lemah dan tidak

menguntungkan karena tersangka masih dianggap sebagai barang atau objek yang

harus diperiksa.

Para petugas pemeriksa akan mendorong atau memaksa tersangka untuk

mengakui kesalahanya dengan cara pemaksaan bahkan seringkali dengan

penganiayaan. Pada asas inquisitoir, pemeriksaan bersifat rahasia atau tertutup, ini

berarti bahwa pemeriksaan pidana khusus pada pemeriksaan pendahuluan masih

bersifat rahasia sehingga keluarga dan penasihat hukumnya belum boleh mengetahui

atau mendampingi si tersangka. Tersangkapun tidak memiliki hak untuk menemui

penasihat hukumnya.

Pada asas akusatoir, perlakuan yang manusiawi terhadap tersangka/terdakwa

bukan berarti menghilangkan ketegasan yang menyebabkan tersangka/terdakwa tidak

menghormati proses penegakan hukum. Dengan menggunakan ilmu bantu penyidikan

seperti psikologi, kriminalistik, psikiatri dan kriminologi maka penyidik tetap akan

dapat memperoleh hasil penyidikan yang memadai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 106: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

106

Dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia terdapat 3 (tiga) lembaga

dan/atau instansi yaitu Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan dan Komisi

Pemberantasan Korupsi. Ketiga lembaga tersebut sebagai perwujudan keseriusa

pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Tindak pidana korupsi dapat dianggap dan dilihat sebagai suatau bentuk

kejahatan administrasi yang dapat menghambat usaha-usaha pembangunan guna

mewujudkan kesejahteraan rakyat. Disamping itu, tindak pidana korupsi juga dapat

dilihat sebagai tindakan penyelewengan terhadap kaidah-kaidah hukum dan norma-

norma sosial lainnya. 112

Dalam perspektif hukum pidana, tindak pidana korupsi tergolong sebagai

bentuk kejahatan yang sangat berbahaya, baik terhadap masyarakat, maupun terhadap

bangsa dan Negara. Kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara adalah

akibat nyata yang menjadi dasar pembenaran dilakukannya kriminalisasi terhadap

berbagai bentuk perilaku koruptif dalam kebijakan perundang-undangan pidana. Akan

tetapi, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah suatu Negara justru

merupakan akibat yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya daripada hanya sekadar

kerugian dari sudut keuangan dan ekonomi semata.113

112 Elwi Danil, Korupsi (Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya), (Jakarta: Raja

Grafindo, 2014), hlm. 70. 113 Ibid,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 107: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

107

B. Kepolisian Republik Indonesia

Sejak tanggal 1 April 1999, secara struktural Polisi sudah terlepas dari bagian

ABRI, maka paradigma Kepolisian memakai paradigma model pendekatan sipil,

sehingga tugas dan wewenang Kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 13 sampai

Pasal 19 Undang-Undang No 2 Tahun 2002.

Menurut Satjipto Raharjo Polisi merupakan alat negara yang bertugas

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman, dan

memberikan perlindungan kepada masyarakat. Selanjutnya Satjipto Raharjo yang

mengutip pendapat Bitner menyebutkan bahwa apabila hukum bertujuan untuk

menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya melawan kejahatan. Akhirnya

Polisi yang akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan

ketertiban.114

Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999

sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi secara arif

sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan

dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan nasional kearah

masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan sejahtera.

Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-

perubahan melalui tiga aspek yaitu:115

114 Satjipto Rahardjo, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, (Jakarta: Penerbit

Buku Kompas, 2002), hlm. xxv. 115 http://benedictussinggih.blogspot. com/2015/05/kewenangan-penyelidikan-dan-

penyidikan_83.h-diakses 12 Desember 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 108: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

108

a. Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam

Ketatanegaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.

b. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin,

kewenangan, kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.

c. Aspek Kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan instrumental,

karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan Polri kepada

masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem rekrutmen, sistem

pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional.

Masyarakat Indonesia semakin hari semakin mendambakan tegaknya hukum

yang berwibawa, memenuhi rasa keadilan dan ketentraman. Tanpa perasaan tentram

dan adil maka hasil-hasil pembangunan negara yang menyangkut berbagai

permasalahan akan menghadapi hambatan untuk mencapai kemajuan yang maksimal,

kehidupan lahiriah dan kekayaan yang melimpah sekalipun tidak akan mampu

memberikan kebahagiaan yang utuh dan tanpa perasaan tentram dan adil maka

semangat pembangunan negara juga akan terhambat. Oleh karena itu, untuk

menegakkan hukum dan menjaga ketentraman masyarakat diperlukan suatu lembaga,

yaitu lembaga Kepolisian.116

Charles Reith memberikan pengertian Polisi sebagai tiap-tiap usaha untuk

memperbaiki atau menertibkan susunan kehidupan masyarakat. Pengertian tersebut

116 Sitompul dan Edward Syahperenong, Hukum Kepolisian Di Indonesia (Suatu bunga

Rampai), (Bandung: Tarsito, 1985), hlm. 24.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 109: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

109

berpangkal dari pemikiran bahwa manusia adalah mahluk sosial yang hidup

berkelompok dengan aturan yang disepakati bersama.117

Menurut Warsito Hadi Utomo, bahwa istilah Polisi mengandung 4 (empat)

pengertian yaitu:118

1. Sebagai tugas;

2. Sebagai organ;

3. Sebagai pejabat petugasnya;

4. Sebagai Ilmu Pengetahuan Kepolisian

Polisi sebagai tugas diartikan sebagai tugas pemeliharaan keamanan dan

ketertiban masyarakat. Sebagai organ berarti badan atau wadah yang bertugas dalam

pemeliharaan keamanan dan ketertiban. Sebagai petugas dalam arti orang yang

dibebani tugas pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat itu, sedangkan

sebagai ilmu pengetahuan Kepolisian dalam arti ilmu yang mempelajari segala hal

ikhwal Kepolisian.

Pada dasarnya ruang lingkup tugas dan fungsi Kepolisian selain diatur dalam

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tetang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana juga diatur dalam dalam undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia. Dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi salah

satu poin dalam instruksi Presiden No.5 Tahun 2004 tentang Percepatan

117 Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka

Publisher, 2005), hlm. 5-6. 118 Ibid, hlm. 8-9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 110: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

110

Pemberantasan Korupsi menginstruksikan (Kepala) Kepolisian Negara Republik

Indonesia untuk:119

a. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan terhadap tindak pidana korupsi untuk

menghukum pelaku dan menyelematkan uang negara;

b. Mencegah dan memberikan sanksi tegas terhadap penyalahgunaan wewenang,

dilakukan oleh anggota Kepolisian Republik Indonesia dalam rangka penegakan

hukum;

c. Meningkatkan kerja sama dengan Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pengawas

Keuangan dan Pembangunan, Pusat Pelaporan dan Analisis Trasaksi Keuangan,

dan Institusi Negara yang terkait dengan upaya penegakan hukum dan

pengembalian kerugian Negara akibat tindak pidana korupsi.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 13 tahun 1961 tugas pokok

Kepolisian Negara dapat dirinci sebagai berikut:

a. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

b. Dalam bidang hukum sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum acara pidana dan

peraturan negara lainnya;

c. Mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan

negara;

d. Melaksanakan tugas-tugas khusus lain yang diberikan kepadanya oleh suatu

peraturan negara.

119 Mahrus Ali, Asas Teori dan Praktek Hukum Pidana Korupsi, (Yogyakarta: UII Press,

2013), hlm. 217.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 111: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

111

Tugas Kepolisian yang langsung berhubungan dengan masalah penyidikan diatur

dalam ketentuan Pasal 13 UU No 13 Tahun 1961, yaitu terdiri dari:

1. Menerima Pengaduan

2. Memeriksa tanda pengenal

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

4. Menangkap orang

5. Menggeledah badan

6. Menahan orang sementara

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa

8. Mendatangkan ahli

9. Menggeledah halaman, rumah, gudang, alat pengangkutan darat, laut dan udara

10. Membeslah barang untuk dijadikan bukti dan

11. Mengambil tindakan-tindakan lain.

Kewenangan yang dimiliki Kepolisian dalam menjalankan tugas penyidikan

disamping ketentuan pasal tersebut diatas juga berdasar pada ketentuan hukum acara

pidana yang berlaku pada saat itu yaitu HIR atau RBG. Pada ketentuan tersebut status

Kepolisian dalam kewenangan penyidikan adalah sebagai pembantu jaksa.

Kedudukan ini berlangsung hingga 36 tahun, selanjutnya pada tahun 1997 lahir

undang-undang baru yang mengatur tentang Kepolisian yaitu Undang-undang Nomor

28 Tahun 1997, walaupun pada saat itu lembaga Polri masih berada dalam satu wadah

ABRI namun kedudukannya secara lebih nyata tergambar dengan jelas dalam undang-

undang baru ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 112: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

112

Legitimasi kemandirian lembaga Kepolisian yang terlepas dari bagian

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia lahir pada tahun 2002 sebagaimana diatur

dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik

Indonesia.Undang-undang ini memiliki tujuan untuk menghilangkan watak militerisme

Polisi yang selama ini telah melekat dan dominan.

Dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum pada umumnya dan proses

pidana pada khususnya maka kepolisian berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 tersebut mempunyai wewenang yang terdiri atas:

1. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

2. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki TKP untuk kepentingan

penyidikan.

3. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

4. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda

pengenal diri;

5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

7. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara;

8. Mengadakan penghentian penyidikan;

9. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 113: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

113

10. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang

di tempat pemeriksaan Imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk

mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

11. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik PNS serta menerima

hasil penyidikan penyidik PNS untuk diserahkan kepada penuntut umum;

12. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Tahap penyidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam proses

penegakan hukum pidana, karena kesalahan dalam penyidikan berakibat salahnya

semua proses. Hasil penyidikan menjadi dasar bagi pembuatan surat dakwaan, tuntutan

hingga akhirnya akan diputuskan oleh hakim bahwa seseorang memang terbukti

bersalah dan harus menerima sanksi pidana atau bahkan sebaliknya memperoleh

kebebasannya.

Dalam kerangka pemberantasan tindak pidana korupsi, Lembaga Kepolisian

memiliki tanggungjawab yang sama. Ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengatur perihal penyidikan

dalam Ketentuan Bab IV Tentang Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di sidang

Pengadilan. Pada ketentuan Pasal 26 undang-undang ini diatur hal sebagai berikut :

“ Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak

pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku kecuali

ditentukan lain dalam undang-undang ini”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 114: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

114

Pasal 284 ayat (2) KUHAP sebagai ketentuan peralihan dalam Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana menentukan :

“ (2). Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan maka terhadap

semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian

untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada

undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku “.

Selanjutnya ketentuan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983

Tentang Pelaksanaan KUHAP menentukan :

“Penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada

undang-undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP

dilaksanakan oleh Penyidik, Jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya

berdasarkan peraturan perundang-undangan”.

Pada ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999

Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme yang menyatakan :

“Apabila dalam hasil petunjuk adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, maka hasil

pemeriksaan tersebut disampaikan kepada instansi yang berwenang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menindaklanjuti”.

Pada bagian penjelasan pasal tersebut dinyatakan :

“. . . yang dimaksud dengan instansi yang berwenang adalah Badan Pemeriksa

Keuangan dan Pembangunan, Kejaksaan Agung dan Kepolisian”.

Selain kewenangan sebagaimana diatur dalam KUHAP diatas Kepolisian juga

mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana diatur dalam beberapa ketentuan

perundangan lain yang tersebar, salah satunya adalah sebagaimana yang diatur dalam

UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 115: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

115

Kewenangan melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi tetap

dimiliki oleh penyidik Kepolisian sekalipun dua lembaga penyidik lain yaitu penyidik

Kejaksaan dan penyidik KPK juga mempunyai kewenangan yang sama. Dalam

ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan sebagai berikut :

“ Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi

Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan tindak pidana korupsi yang :

a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang lain yang

ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak

hukum atau penyelenggara negara.

b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

c. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (Satu milyar

rupiah)”.

Dari ketentuan Pasal 11 tersebut dapat dilihat bahwa kewenangan melakukan

penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang bisa dilakukan oleh lembaga penyidik

Kepolisian adalah tindak pidana korupsi yang kerugian negaranya dibawah satu milyar

rupiah, tidak mendapat perhatian dari masyarakat/meresahkan masyarakat serta tindak

pidana korupsi tersebut tidak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan penyelanggara

Negara.

Dalam ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI Pasal

14 ayat (1) huruf g, kembali ditegaskan tentang kewenangan penyidikan dapat

dilakukan oleh penyidik Kepolisian yaitu bahwa Kepolisian RI bertugas melakukan

penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara

pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam penjelasan Atas UU Nomor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 116: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

116

2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI Pasal 14 ayat (1) huruf g disebutkan sebagai

berikut :

“ Ketentuan undang-undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama

kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dan penyidikan

sehingga secara umum diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan

penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap

memperhatikan dan tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-

masing”.

Ketentuan tentang kewenangan melakukan penyidikan yang dimiliki oleh

penyidik Polri tersebut memberikan ketegasan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2002 kedudukan penyidik Polri dalam hal tugas penyidikan merupakan

pemegang peran utama melakukan penyidik dan terhadap semua tindak pidana, namun

demikian undang-undang tersebut tetap memberikan pembatasan bahwa hal tersebut

tetap harus memperhatikan dan tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh

penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

C. Kewenangan Polri Melakukan Penyelidikan dan Penyidikan dan Prosedur

Penyelidikan dan Penyidikan oleh Polri

Mengenai pihak yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan,

antara lain termaktub di dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP, yang merumuskan bahwa

“Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai

negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk

melakukan penyidikan”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 117: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

117

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 KUHAP di atas, terlihat jelas bahwa

terdapat 2 (dua) institusi penyidik, di dalam sistem peradilan pidana Indonesia yakni

penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (Penyidik POLRI), dan penyidik

pegawai negeri sipil (PPNS).

Adapun wewenang penyidik, diatur di dalam Pasal 7 KUHAP, yang

selengkapnya menyatakan bahwa:

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena

kewajibannya mempunyai wewenang :

a. menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya

tindak pidana;

b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal diri tersangka;

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

i. mengadakan penghentian penyidikan;

j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b

mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi

dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya

berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam

Pasal 6 ayat (1) huruf a.

(3) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan

ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.

Di samping tugas dan wewenang yang diatur di dalam KUHAP

sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, wewenang anggota Polri sebagai

penyidik, juga diatur lebih lanjut di dalam Undang-Undang Kepolisian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 118: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

118

Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara RI, tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

b. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

c. Menegakkan hukum.

d. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam pasal 14 huruf g, menetapkan bahwa: “Kepolisian Negara Republik

Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua

tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan undang-undang

yang lainnya.”

Jadi jika dikaitkan dengan tindak pidana korupsi, Polri memilki peran dan

andil besar dalam mencegah merebaknya tipikor ini. Apalagi Polri adalah elemen

penting yang dapat menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah.

Kewenangan dimaksud, diatur di dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang

Kepolisian yang meliputi:

a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara

untuk kepentingan penyidikan;

c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan;

d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 119: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

119

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan;

i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang

berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau

mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan

tindak pidana;

k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri

sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk

diserahkan kepada penuntut umum; dan

l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Adapun yang dimaksud dengan tindakan lain, dijelaskan di dalam Pasal 16

ayat (2) bahwa tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf

l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi

syarat sebagai berikut:

a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut

dilakukan;

c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 120: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

120

d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan

e. menghormati hak asasi manusia.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa dalam melaksanakan fungsi

penyelidikan dan penyidikan, Undang-Undang memberi hak istimewa atau hal

privilese kepada penyidik Kepolisian untuk memanggil, memeriksa, menangkap,

menahan, menggeledah dan menyita terhadap tersangka dan barang yang

dianggap berkaitan dengan tindak pidana.

Tentang privelese tersebut, M. Yahya Harahap memberi batasan tentang

penggunaan privelese tersebut, sebagai berikut:

Dalam melaksanakan hak dan kewenangan privelese tersebut, Kepolisian

harus taat dan tunduk kepada prinsip: The right of due process. Setiap

tersangka berhak diselidiki dan disidik di atas landasan sesuai dengan

hukum acara. Tidak boleh undue process. Hal ini perlu dipahami oleh pihak

Kepolisian dan seluruh masyarakat, karena masih banyaknya keluhan

anggota masyarakat tentang adanya berbagai tata cara penyelidikan dan

penyidikan yang menyimpang dari ketentuan hukum acara atau diskresi yang

dilakukan penyidik, sangat bertentangan dengan HAM yang harus ditegakkan

dalam tahap pemeriksaan penyelidikan atau penyidikan.120

Tahapan selanjutnya dalam proses penanganan perkara pidana oleh Polri

adalah pelimpahan perkara pidana kepada Penuntut Umum, sebagaimana diatur di

dalam Pasal 8 KUHAP, yang menyatakan bahwa:

Pasal 8

(1) Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dengan tidak mengurangi

ketentuan lain dalam undang-undang ini;

(2) Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

(3) Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

dilakukan:

120Ibid., hlm. 95.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 121: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

121

a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;

b. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik

menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti

kepada penuntut umum.

Terkait dengan pelimpahan perkara kepada Penuntun Umum, berkaitan erat

dengan wewenang Penuntut Umum, sebagaimana diatur di dalam Pasal 14

KUHAP, yang selengkapnya menggariskan bahwa:

Pasal 14

Penuntut umum mempunyai wewenang:

a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik

atau penyidik pembantu;

b. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan

dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4),

dengan memberi petunjuk dalam rangka penyem-purnaan penyidikan

dari penyidik;

c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau

penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah

perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. membuat surat dakwaan;

e. melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan

hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik

kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang

telah ditentukan;

g. melakukan penuntutan;

h. menutup perkara demi kepentingan hukum.

Mengenai tatacara penerimaan, penelitian dan penyerahan kembali berkas

perkara kepada penyidik, digariskan di dalam Pasal 138 KUHAP, yang

selengkapnya menggariskan bahwa

Pasal 138

(1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dan penyidik segera

mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib

memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah

lengkap atau belum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 122: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

122

(2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum

mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk

tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu

empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus

sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut

umum.

Selanjutnya, di dalam Pasal 139 KUHAP pada intinya digariskan bahwa

setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang

lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah

memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan.

Pelaksanaan wewenang Polri melakukan penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana, diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak

Pidana (Perkap Nomor 14 Tahun 2012).

Perkap dimaksud lahir berdasarkan pertimbangan antara lain bahwa dalam

melaksanakan tugas penegakan hukum, penyidik Kepolisian Negara Republik

Indonesia mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang di bidang penyidikan tindak

pidana, yang dilaksanakan secara profesional, transparan, dan akuntabel terhadap

setiap perkara pidana guna terwujudnya supremasi hukum yang mencerminkan

rasa keadilan.

Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui dalam Perkap Nomor 14

Tahun 2012, yakni Laporan, Pengaduan, Laporan Polisi, dan Surat Perintah

Dimulainya Penyidikan (SPDP). Menurut ketentuan Pasal 1 angka 14, yang

dimaksud dengan Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 123: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

123

seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat

yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa

pidana.

Sementara pengaduan sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1 angka 15,

adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada

pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum yang berlaku terhadap

seseorang yang telah melakukan tindak pidana yang merugikannya.

Mengenai pengertian Laporan Polisi diuraikan dalam Pasal 1 angka 16,

dimana dijelaskan bahwa Laporan Polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh

petugas Polri tentang adanya suatu peristiwa yang diduga terdapat pidananya baik

yang ditemukan sendiri maupun melalui pemberitahuan yang disampaikan oleh

seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya

Penyidikan (SPDP) diatur di dalam Pasal 1 angka 17, bahwa SPDP adalah surat

pemberitahuan kepada Kepala Kejaksaan tentang dimulainya penyidikan yang

dilakukan oleh penyidik Polri.

Selanjutnya, di dalam Pasal 4 Perkap Nomor 14 Tahun 2012, pada

pokoknya digariskan mengenai dasar dilakukannya penyidikan, sebagai berikut:

a. Laporan Polisi/pengaduan;

b. Surat perintah tugas;

c. Laporan hasil penyelidikan (LHP);

d. Surat perintah penyidikan; dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 124: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

124

e. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Perkap Nomor 14 Tahun 2012, mengatur mengenai kegiatan penyelidikan

di dalam Pasal 11, yang selengkapnya menggariskan bahwa:

(1) Kegiatan penyelidikan dilakukan:

a. sebelum ada Laporan Polisi/Pengaduan; dan

b. sesudah ada Laporan Polisi/Pengaduan atau dalam rangka

penyidikan.

(2) Kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

dilakukan untuk mencari dan menemukan Tindak Pidana.

(3) Kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

merupakan bagian atau salah satu cara dalam melakukan penyidikan

untuk:

a. menentukan suatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana

atau bukan;

b. membuat terang suatu perkara sampai dengan menentukan

pelakunya; dan

c. dijadikan sebagai dasar melakukan upaya paksa.

Selanjutnya di dalam Pasal 15 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 diatur pula

tahapan kegiatan penyidikan, sebagai berikut:

Kegiatan penyidikan dilaksanakan secara bertahap meliputi:

a. penyelidikan;

b. pengiriman SPDP;

c. upaya paksa;

d. pemeriksaan;

e. gelar perkara;

f. penyelesaian berkas perkara;

g. penyerahan berkas perkara ke penuntut umum;

h. penyerahan tersangka dan barang bukti; dan

i. penghentian Penyidikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 125: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

125

D. Kewenangan Melakukan Penyelidikan Dan Penyidikan dan Prosedur Hukum

Acara Pidana Dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi

Kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak

pidana korupsi, diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, yang selengkapnya menggariskan bahwa:

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap

tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang

berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.

Merujuk pada ketentuan pasal tersebut di atas, maka pengaturan mengenai

pihak yang wewenang melakukan penyelidikan dan penyidikan, serta prosedur

hukum acara penyelesaian perkara pidana korupsi, tunduk kepada hukum acara

pidana, baik yang diatur di dalam KUHAP, maupun di dalam Undang-undang

lainnya.

Menurut ketentuan Pasal 4 jo Pasal 6 KUHAP, Penyelidik adalah setiap

pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sementara Penyidik adalah pejabat

Polisi negara Republik Indonesia, dan/atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu

yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Kemudian dari pada itu, kewenangan Polri melakukan penyelidikan dan

penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, juga diatur di dalam Pasal 14 ayat (1)

huruf g Undang-Undang Kepolisian, yang selengkapnya menyatakan bahwa

“Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 126: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

126

penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan

peraturan perundang-undangan lainnya”.

Berdasarkan ketentuan KUHAP dan Undang-Undang Kepolisian,

disimpulkan bahwa perundang-undangan Indonesia telah mengatur secara jelas dan

tegas tentang kewenangan Polri dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan

terhadap seluruh bentuk tindak pidana, termasuk tindak pidana korupsi.

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa dalam perspektif perundang-

undangan Indonesia, Polri berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan

terhadap tindak pidana korupsi. Kewenangan tersebut diatur di dalam Undang-

Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana pada pokoknya

ditegaskan bahwa pihak yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan,

serta prosedur hukum acara penyelesaian perkara pidana korupsi, tunduk kepada

hukum acara pidana yang berlaku, baik yang diatur di dalam KUHAP, maupun di

dalam Undang-undang lainnya. Dengan ketentuan tersebut, maka Polri dalam

melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, tunduk

dan patuh pada prosedur penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, sebagaimana

diatur di dalam KUHAP, Undang-Undang Kepolisian, dan Perkap Nomor 14

Tahun 2012.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 127: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

127

BAB IV

KINERJA KEPOLISIAN RESOR DELI SERDANG DALAM

PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Kinerja Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

Proses penanganan perkara pidana korupsi oleh Unit III/Tipikor Sat

Reskrim Polres Deli Serdang, diawali dengan adanya pengaduan masyarakat atau

kelompok masyarakat, tentang dugaan tindak pidana korupsi oleh penyelenggara

negara di wilayah hukum Kabupaten Deli Serdang.

Untuk dapat mengetahui dan menganalisis kinerja Polres Deli Serdang

dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, perlu ditinjau terlebih

dahulu, jumlah pengaduan masyarakat tentang dugaan tindak pidana korupsi yang

diterima oleh Polres Deli Serdang.

Untuk keperluan penelitian ini, data jumlah pengaduan masyarakat yang

dianalisis, adalah data Pengaduan masyarakat yang diterima dan ditindaklanjuti

melalui proses penyelidikan dan penyidikan oleh Polres Deli Serdang, dari tahun

2015 sampai dengan tahun 2018.

Berdasarkan laporan pengaduan masyarakat (disingkat Pengaduan

masyarakat) tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi di wilayah hukum

Polres Deli Serdang, sebagaimana terlihat dalam Tabel 1, dapat dikompilasikan

114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 128: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

128

data mengenai jumlah pengaduan masyarakat dan jumlah penyelidikan serta

penyidikan yang telah dilakukan oleh Polres Deli Serdang pada tahun 2015 sampai

2018 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1

Kompilasi Data Jumlah Pengaduan Masyarakat Dan Jumlah Penyelidikan

Dan Penyidikan Yang Dilakukan Oleh Polres Deli Serdang

Pada Tahun 2015 Sampai 2018

No Tahun Pengaduan

Masyarakat Penyelidikan Penyidikan

1. 2015 12 12 1

2. 2016 24 24 -

3. 2017 33 33 -

4. 2018 8 8 -

Total 77 77 1

Sumber : Polres Deli Serdang, 2018.

Merujuk pada kompilasi data sebagaimana terlihat pada Tabel 1 di atas,

terlihat bahwa selama tahun 2015 sampai 2018, terdapat 77 laporan pengaduan

masyarakat tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi di wilayah hukum

Polres Deli Serdang. Dibanding tahun 2015, jumlah laporan pengaduan pada tahun

2016, mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni sebesar 100 %.

Kemudian dari 77 laporan pengaduan masyarakat ke Polres Deli Serdang

tersebut, setelah diteliti maka dapat dirinci sebagaimana tercatat pada Tabel 2

dibawah ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 129: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

129

Tabel 2

Kompilasi Rincian Jenis Pengaduan Masyarakat ke

Polres Deli Serdang pada Tahun 2015 Sampai 2018

No Tahun Pengaduan

Masyarakat

Dugaan

Korupsi

Pungutan

Liar

Lainnya

1 2015 12 10 1 1

2 2016 24 22 - 2

3 2017 33 22 - 11

4 2018 8 8 - -

Jumlah 77 62 1 14

Sumber : Polres Deli Serdang, 2018.

Setelah dilakukan proses pengumpulan dokumen dan penyelidikan, hanya

ada 1 perkara diantara 12 laporan pengaduan pada tahun 2015, yang dapat

ditingkatkan menjadi penyidikan. Sementara pada tahun 2016, tidak ada satupun

perkara pidana korupsi yang dapat ditingkatkan kepada tahap penyidikan.

Untuk tahun 2017 terdapat 33 pengaduan masyarakat, dibandingkan

dengan tahun 2016 sebanyak 24 pengaduan masyarakat, maka terdapat kenaikan 9

pengaduan masyarakat atau 37,5%. Dari 33 pengaduan masyarakat tersebut tidak

ada yang dapat ditingkatkan ke penyidikan. Dari 33 pengaduan masyarakat tersebut

terdapat 3 perkara kerugian sudah dikembalikan ke kas Negara.

Dengan demikian, selama empat tahun yakni sejak 2015 sampai dengan

2018, diantara 77 pengaduan masyarakat hanya ada 1 perkara pidana korupsi yang

dapat diteruskan ke tahap penyidikan. Berarti, hanya 1,30% dari jumlah laporan

pengaduan masyarakat yang dapat ditindaklanjuti pada ranah pidana. Dengan kata

lain, diantara 77 Laporan Pengaduan Masyarakat, hanya ada satu yang memenuhi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 130: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

130

unsur-unsur tindak pidana korupsi, dan ditemukan tersangkanya, sehingga dapat

ditingkatkan kepada tahap penyidikan (sesuai data pada Tabel 1 terlampir).

Artinya, terhadap 76 Pengaduan Masyarakat lainnya, Polres Deli Serdang

hanya mampu melaksanakan proses penyelidikan, namun dari hasil penyelidikan

tersebut, tidak berhasil ditemukan bukti permulaan yang cukup, sedemikian

sehingga 76 dugaan tindak pidana korupsi yang diadukan masyarakat tersebut,

tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penyebab kegagalan Polres Deli

Serdang dalam menemukan bukti permulaan yang cukup, sedemikian sehingga

angka penyidikan tindak pidana korupsi menjadi sedemikian rendah, adalah karena

Polres Deli Serdang belum memiliki penyelidik dan penyidik yang kompeten dan

handal, sedemikian sehingga tidak mampu mengungkap, menggali dan

menemukan alat bukti yang cukup, untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi.

Di tangan penyelidik dan penyidik yang kompeten dan handal, laporan

pengaduan masyarakat hanyalah berfungsi sebagai pintu masuk (entry point), untuk

mengendus adanya perbuatan pidana korupsi, sehingga laporan pengaduan

masyarakat selemah apapun, bukan penghalang untuk menemukan benang merah

perbuatan pidana korupsi.

Oleh karena itu, maka rendahnya kinerja penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana korupsi oleh Polres Deli Serdang, yang ditandai dengan sedikitnya

jumlah laporan masyarakat yang dapat ditingkatkan menjadi perkara pidana,

disebabkan oleh rendahnya kualitas personil penyelidik dan penyidik tindak pidana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 131: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

131

korupsi yang dimiliki oleh Polres Deli Serdang, sehingga tidak mampu

mengungkap, mencari, menggali dan menemukan alat bukti yang cukup untuk

menjerat pelaku tindak pidana korupsi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja penyelidikan

dan penyidikan perkara pidana korupsi oleh Polres Deli Serdang masih rendah,

yang dapat dilihat dari masih sangat sedikitnya jumlah laporan pengaduan

masyarakat, yang dapat ditingkatkan menjadi perkara pidana.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyelidikan Dan Penyidikan

Sebelum sampai pada pembahasan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi oleh

Polres Deli Serdang, perlu dikemukakan terlebih dahulu gambaran mengenai

keadaan Personil Polres Deli Serdang secara umum maupun keadaan personil Unit

III/Tipikor Sat Reskrim, yang bertanggungjawab terhadap penanganan perkara

tindak pidana korupsi di wilayah hukum Polres Deli Serdang.

1. Profil Personil

a. Profil Personil Polres Deli Serdang

Secara keseluruhan kekuatan personel Polres Deli Serdang saat ini adalah

sebanyak 1.112 personil. Gambaran terperinci dari jumlah personel dimaksud,

terdapat dalam Tabel 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 132: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

132

Tabel 3

Jumlah Personel Polres Deli Serdang

Berdasarkan Jenjang Kepangkatan

No URAIAN JUMLAH

(PERSONEL)

1. Pamen 5

2. Pama 159

3. Bintara 912

4. PNS 36

Total 1.112

Sumber : Polres Deli Serdang, 2018

Adapun jumlah personel Polres Deli Serdang berdasarkan tempat

penugasan, adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4

Jumlah Personil Polri dan PNS Polres Deli Serdang

Berdasarkan Penugasan

NO KESATUAN PAMEN PAMA BA PNS JML

DSP RIIL DSP RIIL DSP RIIL DSP RIIL DSP RIIL

1 PIMPINAN 2 2 - - - - - - 2 2

2 BAGOPS 1 1 10 5 9 10 3 - 19 16

3 BAG SUMDA 1 1 11 9 12 12 5 8 29 30

4 BAG REN 1 1 5 2 4 4 2 2 12 9

5 SIUM - - 1 - 6 4 4 3 11 7

6 SIKEU - - 1 1 4 3 4 2 9 6

7 SIPROPAM - - 1 1 14 21 - - 15 22

8 SIWAS - - 1 1 6 6 2 1 9 8

9 SPKT - - 4 1 9 8 - - 13 9

10 SAT INTEL - - 9 4 40 44 2 - 51 48

11 SAT RESKRIM - - 9 7 57 65 6 - 72 72

12 SAT NARKOBA - - 5 5 18 19 2 1 25 25

13 SAT BINMAS - - 6 4 13 11 2 1 21 16

14 SAT SABHARA - - 9 8 114 112 2 - 125 120

15 SAT LANTAS - - 7 7 64 65 2 2 73 74

16 SAT TAHTI - - 1 1 7 6 - - 8 7

17 SITIPOL - - 1 - 7 4 - - 8 4

18 PA/BA

POLRES - - - 25 - 13 - 10 - 48

19 POLSEK

JAJARAN - - 149 78 480 505 24 6 653 589

JUMLAH 5 5 230 159 864 912 60 36 1.155 1.112

Sumber : Bag Sumda Polres Deli Serdang, 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 133: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

133

Dari data diatas menunjukkan bahwa jumlah anggota Polres Deli Serdang

pada saat ini, belum dapat mengimbangi jumlah penduduk sebanyak 1.773.201

jiwa, dengan ratio perbandingan 1 : 1.590 jiwa. Hal tersebut berarti Police Ratio

Polres Deli Serdang masih sangat jauh dari rasio ideal yang ditetapkan PBB yaitu

1 : 400 jiwa.

Sementara itu, ditinjau dari kualitas personel, terutama dari aspek

pendidikan kejuruan (Dikjur) yang telah diikuti oleh personel Polres Deli Serdang,

diperoleh data sebagaimana tercantum dalam Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5

Data Personel yang telah mengikuti Dikjur

NO FUNGSI DIKJURDAS DIKJURLAN

1 INTELKAM 22 2

2 RESKRIM 38 5

3 LALU LINTAS 19 1

4 BINMAS 11 1

5 SABHARA 4 -

6 LAIN-LAIN 16 -

JUMLAH 110 9

Sumber : Bag Sumda Polres Deli Serdang, 2018

Berdasarkan data pada Tabel 5 di atas, maka personel yang mengikuti

Pendidikan Kejuruan Dasar sebanyak 110 orang (9,8 %), dan Pendidikan Kejuruan

Lanjutan sebanyak 9 orang (0,8 %). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

secara kualitas, persentase jumlah SDM yang telah mengikuti Dikjur bahkan tidak

mencapai 50 %. sehingga pemahaman SDM Polres Deli Serdang mengenai fungsi

dan tugasnya masing-masing, belum optimal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 134: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

134

b. Profil Personil Unit III/Tipikor Sat Reskrim

(i) Tugas dan Fungsi

Unit III/Tipikor Sat Reskrim Polres Deli Serdang memiliki tugas dan

fungsi sebagai berikut:

1. Tugas Unit III/Tipikor adalah salah satu bagian/sub dari Reskrim

Polres Deli Serdang yang bertugas melakukan penyelidikan

dan penyidikan tindak pidana Korupsi yang terjadi di daerah

hukum Polres Deli Serdang.

2. Fungsi Unit III Tipikor menyelenggarakan fungsi :

1. Penyelidikan dan penyidikan Tindak Pidana Korupsi yang

terjadi di daerah hukum Polres Deli Serdang.

2. Pemberkasaan dan penyelesaian berkas perkara sesuai

dengan ketentuan administrasi penyelidikan dan

penyidikan Tindak Pidana korupsi.

3. Penerapan menajemen anggaran, serta menajemen

penyelidikan dan penyidikan Tindak Pidana Korupsi.

(ii) Riwayat Pekerjaan Personil

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa Unit III/Tipikor Sat

Reskrim Polres Deli Serdang memiliki 5 orang Penyidik dan Penyidik Pembantu,

dengan data sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 135: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

135

Tabel 6

Personil Unit III/Tipikor Sat Reskrim

Polres Deli Serdang

No

NAMA

PANGKAT/NRP

JABATAN

RIWAYAT

DIK UM DIK BA

PROLAT

RIWAYAT JABATAN

1.

SUHARTONO, SH.

IPTU/64030718

KANIT

SMA, 1984

S1, 1999

SEBA

POLSUK, 1988

SAG POLRI,

2011

PROLAT

FUNGSI

TEKNIS

SERSE, 1990

PROLAT

PENYIDIKAN,

2006

BA POLDA SUMUT, 1988

BA POLRES TAPUT, 1988

BA POLSEK PAKKAT POLRES TAPUT,

1988

BA RESKRIM POLRES TAPUT, 1990

BA POLTABES MEDAN, 1992

BA RESKRIM POLTABES MEDAN, 1995

KANIT RESKRIM POLRES MADINA, 2006

KASUBBAG RENBAGMIN POLRES DELI

SERDANG, 2007

PAUR DALGAR BAGREN POLRES DELI

SERDANG, 2010

KANIT RESKRIM POLRES TEBING

TINGGI, 2012

KANIT III SAT RESKRIM POLRES DELI

SERDANG, 2015

2.

HERRU SYAFDANA, SH.,

MH.

AIPTU/73030512

PENYIDIK PEMBANTU

SMA, 1991

S1, 2011

S2, 2015

SEBA PK

POLRI, 1995

BA SAT SABHARA SINTANG POLDA

KALBAR, 1995

BA POLSEK NANG PINOH POLRES

SINTANG, 1996

BA SAT LANTAS POLRES DELI

SERDANG, 2001

BA POLSEK GALANG POLRES DELI

SERDANG, 2003

BA POLSEK SIBIRU BIRU POLRES DELI

SERDANG, 2008

BA RESKRIM POLRES DS, 2013

UNIT III SAT RESKRIM POLRES DS, 2017

3.

TRI TEGUH C. WIBOWO,

SE. BRIPKA/8112008

PENYIDIK PEMBANTU

SMA, 2000

S1, 2008

SEBA PK

POLRI, 2000

PROLAT

TIPIKOR, 2012

PROLAT

PROVOS, 2014

BA POLRES NIAS, 2000

BA UNIT PROVOS POLRES NIAS, 2001

BA SAT REKSRIM POLRES NIAS, 2002

BA POLRES DELI SERDANG, 2007

UNIT III SAT RESKRIM POLRES DELI

SERDANG, 2007

BA SI PROPAM POLRES DELI SERDANG,

2014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 136: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

136

BA SAT RESKRIM POLRES DELI

SERDANG, 2015

UNIT III SAT RESKRIM POLRES DELI

SERDANG, 2017

4.

M. MANURUNG, SH.

BRIPKA/83060252

PENYIDIK PEMBANTU

SMA, 2003

S1, 2014

DIKMA BA,

2002

PROLAT

ILLEGAL

LOGGING,

2007

BAS BA

RESKRIM,

2009

DIK

BANGPERS

TIPIKOR, 2009

PROLAT TP

TERORIS,

2010

PROLAT TP

LINGKUNG-

AN HIDUP,

2016

BA POLRES ASAHAN, 2003

BA POLSEK MEDANG DERAS, 2004

BA POLRES TANJUNG BALAI, 2005

BA SAT REKRIM POLRES TANJUNG

BALAI, 2006

BA POLRES NIAS, 2010

PJS KANIT RESKRIM POLSEK ALASA,

2011

BA SAT REKSRIM POLRES NIAS, 2011

BA SAT RESKRIM POLRES DELI

SERDANG, 2015

UNIT III SAT RESKRIM POLRES DELI

SERDANG, 2016

5.

PRANCIS GIRSANG, SH.

BRIGADIR/86061648

PENYIDIK PEMBANTU

SMA, 2004

S1, 2012

DIKMA BA,

2006

PROLAT

TIPIKOR, 2012

BA SAT SABAHARA POLRES NIAS

SELATAN, 2007

BA SAT INTELKAM, POLRES NIAS

SELATAN, 2007

BA SAT REKRIM POLRES NIAS, 2009

UNIT III SAT RESKRIM POLRES DELI

SERDANG, 2014

Sumber : Bag Sumda Polres Deli Serdang, 2018

Berdasarkan data pada Tabel 6 di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan.

Pertama, terdapat 2 orang personil Unit III/Tipikor Sat Reskrim Polres Deli

Serdang, yang sama sekali tidak pernah mengikuti pelatihan khusus tentang seluk

beluk penyidikan tindak pidana korupsi. Kedua, ada 3 orang personil yang pernah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 137: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

137

mengikuti pelatihan dasar tentang tindak pidana korupsi, namun tanpa pelatihan

lanjutan.

Mengingat karakteristik dari tindak pidana korupsi yang spesifik sebagai

kejahatan luar biasa, dengan pelaku yang terdidik dan menguasai semua sumber

daya termasuk kekuasaan, dan modus pidana yang demikian rumit, dengan

dukungan teknologi dan jaringan yang luas, maka personil Unit III/Tipikor Sat

Reskrim Polres Deli Serdang saat ini, yang hanya memiliki bekal pelatihan dasar

tindak pidana korupsi, terlebih-lebih lagi yang belum memperoleh pelatihan sama

sekali, yang hanya mengandalkan intuisi dan learning by doing, dalam melakukan

penyelidikan tindak pidana korupsi, sangat berpotensi untuk gagal dalam

pelaksanaan tugasnya.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Unit III/Tipikor Sat Reskrim

Polres Deli Serdang

Telah diuraikan secara teoritis sebelumnya bahwa efektifitas atau berhasil

tidaknya penegakan hukum, tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur

hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum

(legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi

hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan

hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat.

Telah disinggung di muka bahwa rendahnya kinerja Unit III/Tipikor Sat

Reskrim Polres Deli Serdang dalam penyelidikan dan penyidikan, diduga

disebabkan oleh dua hal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 138: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

138

Pertama, dari aspek struktur hukum berupa rendahnya kualitas aparat

penegak hukum, terutama pada rendahnya kemampuan kerja atau kehandalan

personil dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, akibat ketiadaan

pendidikan kejuruan tentang seluk beluk penyidikan tindak pidana korupsi secara

berjenjang dan terencana, sedemikian sehingga tidak mampu mengungkap adanya

perbuatan pidana korupsi pada setiap laporan pengaduan masyarakat.

Kedua, penyebab dari aspek substansi hukum, berupa adanya ketentuan

Undang-Undang Pemerintahan Daerah, tentang prosedur penanganan pengaduan

masyarakat tentang adanya dugaan korupsi oleh pejabat di instansi daerah, yang

patut diduga membatasi ruang gerak penyelidik untuk melakukan penyelidikan.

Untuk menguji hipotesis awal tentang penyebab rendahnya kinerja

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi oleh Polres Deli Serdang,

dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja baik secara

internal maupun eksternal, melalui metode analisis SWOT (Strength, Weakness,

Oppoutunities, Threats).

Jogiyanto, pada pokoknya mengemukakan bahwa analisis SWOT

digunakan untuk menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari

sumber-sumber daya yang dimiliki organisasi, dan kesempatan-kesempatan

eksternal dan tantangan-tantangan yang dihadapi. Tujuan utama analisis SWOT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 139: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

139

adalah mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang berpengaruh kepada

performa organisasi.121

Faktor internal tersebut terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan

(weaknesses). Kekuatan (streghts) adalah sumber daya yang dimiliki organisasi

yang dapat mendukung organisasi untuk mencapai tujuan, sedangkan kelemahan

(weaknesses) adalah hal penghambat yang berasal dari internal organisasi yang

dapat menggangu upaya pencapaian tujuan organisasi.

Faktor eksternal organisasi adalah kondisi lingkungan yang dinamis yang

mempengaruhi keberadaan organisasi tersebut dalam mencapai tujuan. Faktor

eksternal itu terdiri dari peluang (oportunities) dan ancaman (threats). Peluang

(oportunities) merupakan hal di luar organisasi yang apabila dimanfaatkan dengan

baik akan membawa manfaat bagi organisasi untuk mencapai tujuan. Sedangkan

ancaman (threats) merupakan hal di luar organisasi yang dapat memberikan

hambatan bagi organisasi dalam mencapai tujuan.122

Adapun analisis SWOT terhadap pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana korupsi di Polres Deli Serdang adalah sebagaimana terlihat dalam

table 7 di bawah ini:

121Jogiyanto, Sistem Informasi Strategik untuk Keunggulan Kompetitif, (Yogyakarta:

Penerbit Andi Offset, 2005), hlm. 17. 122Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 140: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

140

Tabel 7

Analisis SWOT Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

di Polres Deli Serdang

Faktor Internal

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

1. Tersedianya anggaran penyidikan

yang cukup besar yaitu sebanyak

Rp 208.071.000,- per tahun untuk

menyidik perkara tindak pidana

korupsi. Jumlah ini lebih besar

daripada anggaran penyidikan

yang diberikan untuk menangani

kasus pidana biasa. Dengan dana

yang diberikan tindak pidana

korupsi sangatlah cukup untuk

digunakan membiayai operasional

penyidikan tipikor.

2. Tersedia sarana dan prasarana

yang mendukung penyidikan

tindak pidana korupsi seperti

komputer, printer, internet, ATK,

dan kendaraan untuk mobilitas.

1. Kebanyakan personil tidak memi-liki

kemampuan yang handal dalam

penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana korupsi. Hal itu terjadi karena

minimnya pelatihan yang terencana

dan berkelanjutan tentang seluk

beluk penyidikan tindak pidana

korupsi, sebagai kejahatan luar biasa,

dengan modus yang rumit dan pelaku

yang terdidik, menguasai berbagai

sumber daya termasuk kekuasaan,

dan didukung oleh teknologi canggih

dan jaringan kerja yang luas. Hal itu

menyebabkan personil Unit

III/Tipikor Sat Reskrim, tidak

memahami bagaimana langkah

penanganan tindak pidana korupsi,

bahkan mereka belum memahami

dengan baikmodus-modus pidana

korupsi, dan perbuatan pidana yang

ada di dalam Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

2. Kurang lancarnya komunikasi dan

koordinasi dengan aparat pengawas

internal pemerintah (APIP), LPSE,

LPJK, BPKP dan BPK. Belum

terciptanya hubungan konstruktif

antar lembaga yang dapat memotong

jalur birokrasi, membuat langkah

penyidikan menjadi berjalan lambat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 141: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

141

3. Adanya budaya kerja yang baik,

dimana anggota tidak ragu untuk

melaksanakan lembur kerja,

apabila sedang menangani perkara

yang membutuhkan atensi

penanganan.

3. Tidak adanya rencana penyelidikan/

penyidikan yang bersifat kompre-

hensif yang membuat langkah kerja

Unit III/Tipikor tidak terencana dan

tereksekusi dengan baik.

Faktor Eksternal

Peluang (O) Ancaman (T)

1. Adanya Undang-Undang Keter-

bukaan Informasi Publik yang

mewajibkan lembaga untuk

memberikan keterbukaan

informasi terhadap masyarakat

secara umum. Hal ini

menyebabkan dapat diketahuinya

anggaran Pemerintah Daerah dan

pertanggung jawaban

penggunaannya oleh semua pihak

sehingga tidak ada lagi anggaran

yang dapat ditutup-tutupi

keberadaannya.

2. Kepedulian masyarakat terhadap

anggaran pembangunan mening-

kat seiring dengan meningkatnya

kecerdasan masyarakat,

sedemikian sehingga Laporan

Pengaduan Masyarakat tentang

adanya dugaan korupsi oleh

penye-lenggara negara juga

meningkat.

3.Sistem lelang saat ini yang meng-

gunakan sistem pendaftaran LPSE,

dimana peserta lelang

mendaftarkan dokumen lelang ke

portal LPSE membuat terekamnya

data elektronik, sehingga dapat

1. Adanya ketentuan Pasal 385 Un-

dang-Undang Pemerintahan Daerah,

yang kemudian diperjelas dengan

Arahan Presiden Kepada Para

Kapolda dan Kajati seluruh

Indonesia, pada tanggal 17 Juli 2017,

dan Surat Telegram (ST)

Kabareskrim Polri Nomor:

ST/247/VIII/2016/ Bareskrim

Tanggal 24 Agustus 2016 Hal

Pengaduan Masyarakat tentang

Dugaan Tindak Pidana Korupsi,

yang ditindaklanjuti oleh

serangkaian ST Kapolda Sumatera

Utara, antara lain Nomor:

ST/225/II/2017, yang berpotensi

menghambat/mengurangi/

memperlambat penyelesaian perkara

pidana korupsi. Ketentuan dimaksud

pada pokoknya menegaskan bahwa:

a. Pengaduan tentang dugaan ada-

nya tindak pidana korupsi yang

disampaikan oleh masyarakat atau

kelompok masyarakat, tidak dapat

langsung dipergunakan sebagai

dasar untuk mengundang

klarifikasi pejabat di daerah

maupun di pusat yang diadukan.

b. Setelah pengaduan masyarakat

diterima, agar melakukan koor-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 142: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

142

dijadikan sebagai alat bukti

pendukung.

dinasi dengan APIP untuk dila-

kukan pemeriksaan sesuai

kewenangan APIP. Jika ditemu-

kan bukti adanya kesalahan

administratif, penanganan selan-

jutnya diserahkan kepada APIP.

c. Jika diterima hasil APIP yang

memenuhi unsur pidana, agar

dilakukan koordinasi terlebih

dahulu dengan BPK maupun

BPKP untuk melaksanakan

audit/mendapatkan Laporan hasil

Pemeriksaan (LHP) atau audit

investasi (AI) terhadap objek yang

diadukan.

d. Apabila dari hasil audit ditemu-

kan kerugian negara, agar ter-

lebih dahulu memberikan waktu

kepada pejabat yang diadukan

untuk mengembalikan kerugian

negara, dalam waktu 60 hari.

e. Apabila telah ada pengembalian

kerugian negara, maka

penyelidikan tidak ditingkatkan

kepada penyidikan.

Dengan adanya ketentuan tersebut di

atas, maka apabila ada pengaduan

masyarakat, Kepolisian menyam-

paikan kepada APIP dan setelah itu

bersikap “menunggu bola” dari

APIP. Apabila ada indikasi pidana,

Kepolisian juga belum bisa

bertindak, selain meminta audit

kepada BPK atau BPKP, kemudian

memberi waktu kepada pejabat untuk

mengembalikan kerugian negara

dimaksud. Setelah dikembalikan

maka proses penanganan perkara

dihentikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 143: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

143

Merujuk pada analisis SWOT di atas, maka rendahnya kinerja Polres Deli

Serdang dalam penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi,

disebabkan oleh beberapa faktor. Diantara beberapa faktor penyebab tersebut,

terdapat 2 faktor yang paling menonjol, dimana 1 faktor berasal dari kelemahan

(weakness) yang datang dari dalam institusi Polri sendiri, dan 1 faktor lainnya dari

ancaman (threat), yang datang dari luar institusi Polri. Kelemahan yang datang

dari dalam institusi Polri, adalah karena kebanyakan personil belum memiliki

kemampuan yang handal dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana

korupsi.

Hal itu terjadi karena minimnya pelatihan yang terencana dan

berkelanjutan tentang seluk beluk penyidikan tindak pidana korupsi, sebagai

kejahatan luar biasa, dengan modus yang rumit dan pelaku yang terdidik,

menguasai berbagai sumber daya termasuk kekuasaan, dan didukung oleh

teknologi canggih dan jaringan kerja yang luas. Hal itu menyebabkan personil Unit

III/Tipikor Sat Reskrim, tidak memahami bagaimana langkah penanganan tindak

pidana korupsi, bahkan mereka belum memahami dengan baik modus-modus

pidana korupsi, dan perbuatan pidana yang ada di dalam Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya kinerja Polres

Deli Serdang dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, berasal

dari ancaman (threat), yakni adanya ketentuan Pasal 385 Undang-Undang

Pemerintahan Daerah, yang kemudian diperjelas dengan Arahan Presiden kepada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 144: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

144

Para Kapolda dan Kajati seluruh Indonesia, pada tanggal17 Juli 2017, dan Surat

Telegram (ST) Kabareskrim Polri Nomor: ST/247/VIII/ 2016/ Bareskrim Tanggal

24 Agustus 2016 Hal Pengaduan Masyarakat tentang Dugaan Tindak Pidana

Korupsi, yang ditindak-lanjuti oleh serangkaian ST Kapolda Sumatera Utara,

antara lain Nomor: ST/225/II/2017.

Keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut, secara nyata akan

sangat berpotensi menghambat/ mengurangi/memperlambat penyeesaian perkara

pidana korupsi oleh pihak Kepolisian, terutama Polres Deli Serdang.

C. Pemecahan Masalah Peningkatan Kinerja Penyelidikan Dan Penyidikan

Strategi pemecahan masalah peningkatan kinerja Polres Deli Serdang

dalam penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, dibangun

dari analisis SWOT yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, dimana

rekomendasi tindakan yang sebaiknya diambil, dirumuskan dalam 4 langkah

strategi, yang meliputi strategi kekuatan dan peluang (Strategi SO), strategi

kelemahan dan peluang (Strategi WO), strategi kekuatan dan ancaman (Strategi

ST), dan strategi kelemahan dan peluang (Strategi WT). Keempat strategi

dimaksud selengkapnya adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 145: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

145

Tabel 8

Strategi Pemecahan Masalah Peningkatan Kinerja Polres Deli Serdang

Dalam Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

Strategi SO Strategi WO

1. Mengoptimalkan penggunaan ang-

garan penanganan perkara pidana

korupsi yang tersedia, sesuai dengan

rencana kerja penyelidikan dan

penyidikan yang telah ditetapkan.

2. Mengoptimalkan sarana prasarana

yang tersedia, terutama sarana

internet untuk mengakses dokumen

penggunaan anggaran, agar dapat

dengan lebih cepat menemukan

bukti permulaan yang cukup

terhadap dugaan adanya perbuatan

pidana korupsi.

3. Menetapkan skema reward untuk

personil yang mampu melaksa-

nakan penanganan perkara korupsi,

antara lain untuk tahapan

pelimpahan perkara yang lebih

cepat dari target yang ditetapkan.

4. Memotivasi masyarakat untuk me-

laporkan setiap dugaan tindak

pidana korupsi yang ia lihat, dengar

dan ketahui.

1. Mengirim personil untuk mengi-

kuti pelatihan, dan/atau berinisiatif

melaksanakan sendiri pelatihan

yang bersifat komprehensif, teren-

cana dan berkelanjutan tentang

seluk beluk dan kiat sukses dalam

penyusunan rencana penyelidikan

dan penyidikan, dan eksekusi

penyidikan tindak pidana korupsi,

serta mekanisme penggunaan

anggara penyidikan yang optimal.

2. Menjalin komunikasi, sinergitas,

harmonisasi, dan hubungan yang

lebih konstruktif dengan aparat

pengawas internal pemerintah

(APIP), LPSE, LPJK, BPKP dan

BPK.

3. Menyusun rencana kerja

penyelidikan/ penyidikan yang

terperinci, bersifat komprehensif,

dengan target-target yang terukur.

4. Mengirim personil terkait utuk

melakukan studi banding ke Polres

dengan kinerja penanganan perkara

korupsi yang terbaik, untuk

mendapatkan pengalaman terbaik

(best practice) tentang

penyelidikan dan penyidikan

perkara pidana korupsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 146: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

146

Strategi ST Strategi WT

1. Anggaran dan sarana prasarana yang

dimiliki oleh Polri, serta budaya

kerja anggota Polri, dialihkan

pendayagunaannya, dari tugas

melaksanakan penyelidikan dan

penyidikan, kepada tugas

melakukan pencegahan terhadap

terjadinya tindak pidana korupsi,

seperti:

a. Melakukan asistensi dan pen-

dampingan kepada pemerintah

daerah dalam percepatan pene-

rapan e budgeting dan transaksi

non tunai.

b. Melakukan asistensi dan pen-

dampingan kepada pemerintah

daerah dalam perencanaan

anggaran pembangunan dan

belanja daerah (APBD).

c. Melakukan edukasi kepada ele-

men masyarakat tentang pence-

gahan dini terhadap tindak

pidana korupsi.

2. Meninjau ulang atau melakukan

revisi terhadap ketentuan Pasal 385

Undang-Undang Pemerintahan

Daerah, sedemikian sehingga

ketentuan Pasal dimaksud dan

segenap petunjuk pelaksanaannya,

hanya berlaku untuk tindak-tindak

pidana korupsi, dengan tingkat

kerugian negara, dalam jumlah

yang tidak terlalu besar, misalnya

maksimum Rp. 100.000.000,-

Dengan demikian, ketentuan

KUHAP, dan Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, tentang penyelidikan dan

penyidikan tindak pidana korupsi

1. Kualitas SDM penyelidikan dan

penyidikan dan rencana

penyidikan, serta komunikasi

dengan APIP, yang saat ini

dirasakan masih rendah,

ditingkatkan secara sungguh-

sungguh sedemikian rupa, sehingga

penyelidikan dan penyidikan

terhadap dugaan terjadinya tindak

pidana korupsi oleh pejabat

penyelenggara pemerintahan di

daerah, yang dilakukan oleh Polri,

tidak dirasakan sebagai sesuatu

yang mengganggu kinerja

pelaksanaan birokrasi

pemerintahan dan pembangunan.

2. Setelah strategi pertama dapat

dicapai, Polri hendaknya

mengurangi ketergantungan

terhadap pemerintah daerah, seperti

meniadakan bantuan operasional

Polres dan jajaran, yang berasal

dari APBD, sehingga Polri dapat

menjaga independensi dari

intervensi yang datang dari

eksekutif maupun legislatif di

daerah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 147: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

147

tetap dapat dilaksanakan, dan aparat

birokrasi di daerah tidak terganggu

kinerjanya, karena penyelidikan dan

penyidikan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan strategi pemecahan masalah sebagaimana ditabulasikan di

atas, maka disimpulkan bahwa peningkatan kinerja Polres Deli Serdang dalam

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, dapat dilakukan melalui

strategi sebagai berikut:

1. Mengoptimalkan penggunaan anggaran penanganan perkara pidana korupsi

yang tersedia, sesuai dengan rencana kerja penyelidikan dan penyidikan yang

telah ditetapkan.

2. Mengoptimalkan sarana prasarana yang tersedia, terutama sarana internet

untuk mengakses dokumen penggunaan anggaran, agar dapat dengan lebih

cepat menemukan bukti permulaan yang cukup terhadap dugaan adanya

perbuatan pidana korupsi.

3. Menetapkan skema reward untuk personil yang mampu melaksanakan

penanganan perkara korupsi, antara lain untuk tahapan pelimpahan perkara

yang lebih cepat dari target yang ditetapkan.

4. Memotivasi masyarakat untuk melaporkan setiap dugaan tindak pidana

korupsi yang ia lihat, dengar dan ketahui.

5. Mengirim personil untuk mengikuti pelatihan, dan/atau berinisiatif

melaksanakan sendiri pelatihan yang bersifat komprehensif, terencana dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 148: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

148

berkelanjutan tentang seluk beluk dan kiat sukses dalam penyusunan rencana

penyelidikan dan penyidikan, dan eksekusi penyidikan tindak pidana korupsi,

serta mekanisme penggunaan anggara penyidikan yang optimal.

6. Menjalin komunikasi, sinergitas, harmonisasi, dan hubungan yang lebih

konstruktif dengan aparat pengawas internal pemerintah (APIP), LPSE, LPJK,

BPKP dan BPK.

7. Menyusun rencana kerja penyelidikan/ penyidikan yang terperinci, bersifat

komprehensif, dengan target-target yang terukur.

8. Mengirim personil terkait utuk melakukan studi banding ke Polres lain dengan

kinerja penanganan perkara korupsi yang terbaik, untuk mendapatkan

pengalaman terbaik (best practice) tentang penyelidikan dan penyidikan

perkara pidana korupsi.

9. Meninjau ulang atau melakukan revisi terhadap ketentuan Pasal 385 Undang-

Undang Pemerintahan Daerah, sehingga ketentuan Pasal dimaksud dan

segenap petunjuk pelaksanaannya, hanya berlaku untuk tindak pidana korupsi,

dengan tingkat kerugian negara, dalam jumlah yang tidak terlalu besar,

misalnya maksimum Rp. 100.000.000,-. Dengan demikian, ketentuan

KUHAP, dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

tentang penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi tetap dapat

dilaksanakan, dan aparat birokrasi di daerah tidak terganggu kinerjanya,

karena penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 149: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

149

10. Anggaran dan sarana prasarana yang dimiliki oleh Polri, serta budaya kerja

anggota Polri, dialihkan pendayagunaannya, dari tugas melaksanakan

penyelidikan dan penyidikan, kepada tugas melakukan pencegahan terhadap

terjadinya tindak pidana korupsi, seperti:

a. Melakukan asistensi dan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam

percepatan penerapan e budgeting dan transaksi non tunai.

b. Melakukan asistensi dan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam

perencanaan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD).

c. Melakukan edukasi kepada elemen masyarakat tentang pencegahan dini

terhadap tindak pidana korupsi.

11. Kualitas SDM penyelidikan dan penyidikan dan rencana penyidikan, serta

komunikasi dengan APIP, yang saat ini dirasakan masih rendah, ditingkatkan

secara sungguh-sungguh sedemikian rupa, sehingga penyelidikan dan

penyidikan terhadap dugaan terjadinya tindak pidana korupsi oleh pejabat

penyelenggara pemerintahan di daerah yang dilakukan oleh Polri, tidak

dirasakan sebagai sesuatu yang mengganggu kinerja pelaksanaan birokrasi

pemerintahan dan pembangunan.

12. Setelah strategi pertama dapat dicapai, Polri hendaknya mengurangi

ketergantungan terhadap pemerintah daerah, seperti meniadakan bantuan

operasional Polres dan jajarannya yang berasal dari APBD, sehingga Polri

dapat menjaga independensi dari intervensi yang datang dari eksekutif

maupun legislatif di daerah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 150: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab terdahulu, maka dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat komitmen yang kuat dari negara melalui kebijakan hukum pidana

untuk mencegah dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi secara

sistemik dan komprehensif yang dibuktikan dengan dilakukannya perubahan

atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, dengan mensahkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Dalam perspektif perundang-undangan Indonesia, Polri berwenang

melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi.

Kewenangan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, dimana pada pokoknya ditegaskan bahwa pihak yang

berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan, serta prosedur hukum

acara penyelesaian perkara pidana korupsi, tunduk kepada hukum acara

pidana yang berlaku, baik yang diatur di dalam KUHAP, maupun di dalam

Undang-undang lainnya. Dengan ketentuan tersebut, maka Polri dalam

137

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 151: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

151

melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi,

tunduk dan patuh pada prosedur penyelidikan dan penyidikan tindak pidana,

sebagaimana diatur di dalam KUHAP, Undang-Undang Kepolisian, dan

Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

3. Kinerja penyelidikan dan penyidikan perkara pidana korupsi oleh Polres Deli

Serdang masih sangat rendah, dimana diantara 77 laporan pengaduan

masyarakat tentang dugaan tindak pidana korupsi selama tahun 2015 sampai

dengan 2018, hanya satu laporan yang dapat ditingkatkan menjadi perkara

pidana. Rendahnya kinerja Polres Deli Serdang dalam penyelidikan dan

penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, disebabkan:

a. Kebanyakan personil belum memiliki kemampuan yang handal dalam

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi.

b. Adanya ketentuan Pasal 385 Undang-Undang Pemerintahan Daerah, yang

kemudian diperjelas dengan Arahan Presiden Kepada Para Kapolda dan

Kajati seluruh Indonesia, pada tanggal 17 Juli 2017, dan Surat Telegram

(ST) Kabareskrim Polri Nomor: ST/247/VIII/ 2016/ Bareskrim Tanggal 24

Agustus 2016 Hal Pengaduan Masyarakat tentang Dugaan Tindak Pidana

Korupsi, yang ditindak-lanjuti oleh serangkaian ST Kapolda Sumatera

Utara, antara lain Nomor: ST/225/II/2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 152: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

152

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka direkomendasikan sebagai berikut:

1. Perlu penegakan hukum secara konsisten dengan membuat MOU dan pelatihan

bersama antara Polres Deli Serdang dengan Inspektorat Kabupaten Deli Serdang

dengan instruktur dari Polda Sumut dan anggaran dari Pemda Kabupaten Deli

Serdang.

2. Perlu adanya kerjasama dengan membuat MOU antara Polres Deli Serdang

dengan Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam dan mengadakan pertemuan rutin setiap

bulan yaitu pada awal bulan, pertengahan bulan, dan akhir bulan, membahas

pelaksanaan Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten Deli Serdang.

3. Dengan memperhatikan rekam jejak, tingkat pendidikan, dan pemahaman

tentang Tindak Pidana Korupsi, perlu peningkatan kapasitas dan kualitas

pendidikan dengan cara mengirimkan penyidik Tipikor untuk mengikuti

pendidikan kejuruan dibidang korupsi, program pelatihan ditingkat Polda, dan

juga melaksanakan pelatihan mandiri dengan mengirim narasumber dari instansi

terkait.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 153: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

153

DAFTAR PUSTAKA

1.Buku

Ali, Mahrus, Kejahatan Korporasi, Yogyakarta, Arti Bumi Intaran, 2008.

______, Asas Teori dan Praktek Hukum Pidana Korupsi, Yogyakarta, UII Press, 2013.

Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Semarang, Undip,

1996.

______, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana,

Bandung, Citra Aditya Bakti, ,1998.

Atmasasmita, Romli, Sistem Peradilan Pidana, Perspektif Eksistensialisme dan

Abolisionisme, Bandung, Binacipta, 1996.

_______, Korupsi, Good Governance Dan Komisi Anti Korupsi Di Indonesia, Jakarta,

Penerbit Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan

HAM RI, 2002.

_______, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, Bandung, Binacipta, Cetakan Pertama,

1983.

Danil, Elwi, Korupsi (Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya), Jakarta, Raja

Grafindo, 2014.

Friedman, Lawrence M., The Legal Sistem: A Social Science Perspective, New York,

Russel Sage Foundation, 1969.

Gie, The Liang, Administrasi Perkantoran Modern, Yogyakarta, Mandar Maju, 1999.

Hamzah, Andi, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta, Pradnya Paramita,

1993.

Harahap, M.Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan

dan Penuntutan, Jakarta, Sinar Grafika, 2009.

Hartanti, Evi, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Sinar Grafika, 2005.

140

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 154: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

154

Harun, M. Husein, Penyidik Dan Penuntut Dalam Proses Pidana, Jakarta, PT Rineka

Cipta, 2003.

Ibrahim, Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya,

Bayumedia, 2008.

Jogiyanto, Sistem Informasi Strategik untuk Keunggulan Kompetitif, Yogyakarta,

Penerbit Andi Offset, 2005.

Mangkunegara, A. Anwar Prabu, Evaluasi Kinerja SDM, Jakarta, Refika Aditama,

2010.

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, 1995.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung, Alumni,

1992.

Lopa, Baharuddin, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta, LP3S, 1983.

Huda, Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta, Kencana Prenada

Media Group, 2006.

Prakoso, Djoko, Hukum Penitensier Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1998.

Yunara, Edi, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Bandung, Citra

Aditya Bakti, 2005.

Marpaung, Leden, Proses Penanganan Perkara PidanaPenyelidikan dan Penyidikan,

Jakarta, Sinar Grafika, 2009.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2006.

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jogyakarta, Yayasan

Badan Penerbit Gajah Mada, 1955.

_____, Hukum Pidana II, Jakarta, Bina Aksara, 1995.

Rahardjo, Satjipto, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung,

Sinar Baru, 1993.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 155: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

155

_____, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Jakarta, Penerbit Buku

Kompas, 2002.

Reksodiputro, Mardjono, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana-

Kumpulan Karangan-Buku Ketiga, Jakarta, Pusat Pelayanan Keadilan dan

Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 1994.

Robert, Mathis. L. dan Jackson. H. John, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta,

Bumi Aksara, 2001.

Siagian, Sondang P., Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Cetakan Pertama,

Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002.

Sitompul dan Edward Syahperenong, Hukum Kepolisian Di Indonesia (Suatu bunga

Rampai), Bandung, Tarsito, 1985.

Syarifin, Pipin, Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, Pustaka Setia, 2000.

Sjahdeini, Sutan Remy, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta, Grafiti Pers,

2006.

Soekanto, Soerjono, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta,

Raja Grafindo Persada, 1983.

Soesilo, R., Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus,

Bogor, Politeia, 1974.

Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1973.

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1981.

_______, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1983.

Sunaryo, Sidik, Sistem Peradilan Pidana, Malang, Penerbit Universitas

Muhammadyah Malang, 2004.

_______, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Press UI, 1986.

Sunarso, Siswantoro, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum,

Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005.

Tim Penulis, Ensiklopedia Indonesia, Jakarta, Gramedia, 1999.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 156: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

156

United Nations Conviction Against Corruption 2003, yang telah diratifikasi melalui

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006.

Utomo, Warsito Hadi, Hukum Kepolisian di Indonesia, Jakarta, Prestasi Pustaka

Publisher, 2005.

2. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

______, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244).

______, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002

Nomor 137)

______, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negera Republik

Indonesia. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2)

______,Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

140) Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2001 Nomor 134).

______, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76)

______, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana

3. Jurnal Ilmiah/Makalah/Media Online

Bismar Nasution, 2003. “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan

Hukum”, disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan

hasil penulisan hukum pada majalah akreditasi, Fakultas Hukum USU.

https://www.deliserdangkab.go.id/?p=405 diakses 05 Desember 2018.

http://benedictussinggih.blogspot. com/2015/05/kewenangan-penyelidikan-dan-

penyidikan_83.h-diakses 12 Desember 2018.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 157: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

LAMPIRAN :

JUMLAH PENGADUAN MASYARAKAT TENTANG DUGAAN TINDAK PIDANA

PERIODE TAHUN 2015 S/D 2018

NO SKPD /

INSTANSI NO & TGL SURAT DUGAAN

TINDAKAN YANG

TELAH DILAKUKAN

TINDAK

LANJUT

1 2 3 4 5 6

TAHUN 2015

1. DINAS

PERIKANAN

DAN

KELAUTAN

- No : 005 / RCW-DS/

II / 2015, tanggal 08

02 2015

- Tindak pidana korupsi

pembangunan dinding penahan

tanah areal balai benih ikan air

tawar pada dinas Perikanan dan

kelautan Kab. Deli Serdang

- Telah melakukan verikasi

dan mengumpulkan

dokmen

- Telah melakukan

pemeriksaan terhadap

saksi dan tersangka

- Telah melakukan

pemberkasan

Tahap II

14-04-16

2. DINAS

KESEHATAN - LSM, tanggal 10 Mei

2015

- Tindak Pidana Korupsi belanja

Modal Pengadaan Sarana

Laboraturium pada Dinas

Kesehatan

- Telah melakukan verikasi

terhadap PPK

Proses

Lidik

3. DINAS

PENDIDIKAN

PEMUDA DAN

OLAH RAGA

Pada Sekolah

SMA Batang

Kuis Kec.

Batang Kuis

Kab. Deli

Serdang

- SUSANDI, 25 April

2015

- Penyalahgunaan kewenangan,

Penyelewengan dan perintah

oleh Kepala Sekolah SMAN 1

Batang Kuis

- Telah melakukan verikasi

dan mengumpulkan

dokmen

Proses

Lidik

4. BADAN

PEMBERDAYA

AN

MASYARAKA

T KAB. DELI

SERDANG

- 10 Juni 2015

- Penggunaan Anggaran Dana

Desa (ADD) pada Desa Rumah

Keben Desa Gunung Berita dan

Desa Uruk Gedang Kec.

Namorambe Kab. Deli Serdang

di duga Fiftif karena sejak Tahun

2010 hingga saat ini Desa

tersebut sudah tidak menempati

/ menghuni desa tersebut

- Telah melakukan

konfirmasi pada Badan

Pemberdayaan

Masyarakat Kab. Deli

Serdang untuk

mendapatkan informasi

tentang keberadaan tiga

desa tersebut

Proses

Lidik

5. BADAN

PENGENDALI

AN DAMPAK

LINGKUNGAN

DAERAH KAB.

DELI

SERDANG

- FAPPAR – DS,

tanggal 07 Juni 2015

- Kegiatan pengadaan

Pengelolaan dan Rehabilitas

terumbu karang, mangruve,

Padang Lamun dan Teluk TA.

2014 dengan nilai kontrak

sebesar Rp. 1.085.057.500,-

yang diduga mark up dalam

pelaksanaan pengadaannya.

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

6. DPRD PROV.

SUMUT - Nomor : 081 / LPLM-

SU / X/ 2015, tanggal

05 Oktober 2015

- Tindak Pidana Korupsi - Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

7. DINAS PASAR

KAB. DELI

SERDANG

- 14 September 2015 - Tindak Pidana Korupsi kegiatan

Revitalisasi Pasar pembangunan

Los Pasar dan Pembangunan

Kios Pasar di Pasar Tanjung

Morawa dan Pembangunan Kios

- Menerbitkan SP.Lidik

dan SP. Tugas

- Telah melakukan

Verifikasi untuk

Proses

Lidik

144

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 158: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

158

Pasar Namorambe Kab. Deli

Serdang dan Rehap Los Pasar

Gunung Meriah Pembangunan

Ketiga Pasar tersebut Rp.

1.269.193.700,-

permintaan dokumen

kegiatan

8. DINAS

PENDIDIKAN - DPD Lembaga Peduli

Linkungan

Masyarakat Kab. Deli

Serdan, 02 Nopember

2015

- Dugaan tindak pidana korupsi

Pengadaan untuk tingkat SD /

SMP di Instansi Dinas

Pendidikan Kab. Deli Serdang

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

9. DINAS

PEKERJAAN

UMUM

- DPWK Deli Serdang

FAPPAR – DS, 24

Nopember 2015

- Dugaan tindak pidana korupsi

kegiatan Pengadaan Aspal pada

dinas Pekerjaan Umum TA 2014

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

10. Sekolah Negeri

107405 Sei

Rotan

- Drs. H. RUSTAM

EFFENDI BARUS,

18 Nopember 2015

- Pengaduan tentang Kepala

Sekolah Menampar Guru dan

melakukan Pungli serta diduga

adanya penyimpangan Dana Bos

di SD Negeri 107405 Sei Rotan

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

11. Terminasi

Pengungsi Aceh - DPP LSM TIM

Investigasi Pidana

Korupsi Indonesia, 06

Nopember 2015

- Pengaduan tentang pembayaran

dana terminasi pengungsi Aceh

yang tertunda hingga saat ini

belum terselesaikan

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

12. DINAS

PEKERJAAN

UMUM

- DPWK Deli Serdang

LSM FAPPAR-RI,

28 Nopember 2015

- Dugaan tindak pidana korupsi

kegiatan pengadaan Jalan Akses

Non Tol Kwalanamu kementrian

pekerjaan umum dan perumahan

rakyat

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

13. - - No : 014 / KM /

TOPAN-AD / 12 /

2015, 04 Desember

2015

- Permintaan Informasi salinan

Dokumen lengkap Realisasi dan

Penyaluran Anggaran

APBN/APBNP Tahun 2014

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

TAHUN 2016

14. BALAI

PERKRETAPIA

N WILAYAH

SUMATERA

BAGIAN

UTARA

- RCW No : 02/ RCW

– DS / I / 2016, Tgl 04

Januari 2016

- Dugaan tindak pidana korupsi

kegiatan pembangunan

jembatan Rel Kereta Api Proyek

Jembatan Aras Kabu lokasi di

Desa Serdang Kec. Beringin

Kab. Deli Serdang.

- Telah melakukan verikasi

terhadap

1. WERDAYANI PURBA,

SH (selaku Bendahara

Pengeluaran)

2. DEDY GUSMAN, ST,

M.sc (selaku Pejabat

Pembuat Komitmen

(PPK) )

3. DWI SUSILO

JUNIAWAN, ST (selaku

Pengawas Lapangan )

4. ARYO ERLANGGA,

SE ( selaku Bendahara

Pengeluaran )

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

15. Dana Bantuan

Sosial

Pemerintah

Provinsi

Sumatera Utara

- 29 Januari 2016 - Dugaan tindak pidana korupsi

Pembangunan Dana Bantuan

Sosial Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara oleh Panitia

Renovasi Mushollah Dusun Bali

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 159: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

159 Desa Sidodadi Kec. Beringin

Kab. Deli Serdang TA. 2012

16. DINAS

PEKERJAAN

UMUM

- RCW No : 06 / RCW

– DS / I / 2016, Tgl 06

Januari 2016

- Dugaan tindak pidana korupsi

kegiatan Peningkatan jalan pada

Dinas Pekerjaan Umum Kab.

Deli Serdang lokasi di Desa

Serdang Kec. Beringin Kab.

Deli Serdang

- Telah melakukan

pengumpulan dokumen

yang berkaitan dengan

perkara tersebut

-

Proses

Lidik

17. SMA Negeri 1

Talun Kenas - PT. Perkebunan

Nusantara II (Persero)

tgl 01 Desember 2015

- Dugaan tindak pidana korupsi

menguasai lahan tanah PT.

Perkebunan Nusantara II Kebun

Patumbak tanpa Izin hak pakai

dalam pembangunan Ruang

Kelas Baru SMA Negeri 1 Talun

Kenas.

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

18. ADD Desa

Penen Kec.

Sibiru – biru

- Desa Penen Kec. Biru

– biru, Tgl 09 Januari

2016

- Dugaan tindak pidana korupsi

penggunaan anggaran Alokasi

Dana Desa (ADD) TA. 2015

tepatnya di Desa Penen Kec.

Sibiru – biru Kab. Deli Serdang

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

19. BADAN

KEPEGAWAIA

N DAERAH

KAB. DELI

SERDANG

No : 06 / FAPPAR – BS

/ III / 2016, tanggal 29

Maret 2016

Tindak pidana korupsi dugaan

penyimpangan / mark – up dan

tidak sesuai dengan spesifikasi

teknis yang telah tentukan dalam

kegiatan barang / jasa pemerintah

pada paket Pekerjaan Pembangunan

Gedung Serbaguna Badan

Kepegawaian Daerah Kab. Deli

Serdang

- Telah Melakukan

Penyelidikan

- Telah melakukan

Verifikasi

- Telah melakukan gelar

perkara ke BPKP

Proses

Lidik

20. KEPALA

BADAN

KEPEGAWAIA

N DAERAH

KAB. DELI

SERDANG

- LSM, tangal sds

April 2016

- Tindak pidana korupsi dugaan

penyimpangan / mark – up dan

tidak sesuai dengan spesifikasi

teknis yang telah tentukan dalam

kegiatan barang / jasa

pemerintah pada paket

Pekerjaan Pembangunan

Gedung Serbaguna Badan

Kepegawaian Daerah Kab. Deli

Serdang

- Telah melakukan verikasi

terhadap

1. WARDIANTO,

S.AP, M.AP .selaku

Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK) )

2. TAHA NUR ILHAM

(selaku Direkatur PT.

DUTA SUMATERA

PERKASA)

-

Proses

Lidik

21. SMA N 1

Tanjung Morawa - LSM TOPAN – RI

tanggal 03 Mei 2016

- Tindak pidana korupsi tentang

adanya dugaan penyalahgunaan

kewenangan dan anggaran dalan

kegiatan kontrak kerjasama

Bimbingan Belajar (Bimbel)

Ganeca Operation ( GO ) dengan

pihak SMA N 1 Tanjung

Morawa TA. 2012 - 2013

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

22. SD Negeri No.

107418 Bangun

Sari Baru

- 07 September 2015 - Tindak pidana korupsi dugaan

penyalahgunaan kewenangan

dan anggaran pada pemindahan

lokasi dan pembangunan

Gedung SD Negeri No. 107418

Bangun Sari Baru Kec. Tanjung

Morawa Kab. Deli Serdang TA.

2014

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

23. Dinas Sosial - LSM Pemantau

pembangunan &

pengelolaan

- Tindak pidana korupsi dalam

kegiatan pengadaan alat

penunjang untuk penderita

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 160: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

160 keuangan negara,

tanggal 02 Juni 2016

cacat, pembangunan kontruksi

kantor Dinas Sosial dan

pengadaan perlengkapan gedung

kantor Dinas Sosial sumber

Anggaran dari APBD Dinas

Sosial TA 2015

24. Dinas

Pengelolahan

Keuangan dan

Aset Daerah

- Komunitas Warga

Pencita Deli Serdang,

08 Juni 2016

- Tindak pidana korupsi dugaan

penyalahgunaan kewenangan

dalam penyusunan dan

penyajian relaisasi pendapatan,

kas daerah tetap, piutang pajak

daerah, akumulasi penyusutan,

utang jangka pendek, realisasi

pendapatan pajak daerah dan

pendapatan hibah pada Dinas

Pengelolahan Keuangan dan

Aset Daerah Kab. Deli Serdang

TA. 2015

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

25. Dinas Pekerjaan

Umum - LSM FAPPAR R.I

tanggal 27 Juni 2016

- Dugaan tindak pidana Korupsi

Rutin Sewa alat Berat

(eskavator) pada Dinas

Pekerjaan Umum

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

26. ADD Desa

Kotasan Kec.

Galang

- LSM Desa Kotasan

Kec. Galang, Tgl 08

April 2016

- Dugaan tidak pidana korupsi

Mantan Kepala desa Kotasan

Kec. Galang menjual sebagai

tapak tanah Kantor Desa

Kotasan saat menjabat jadi

Kepala Desa Kotasan yang

bernama ASBULLAH tmt

Jabatan 27 Pebruari 2009 s/d 29

April 2014

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

27. Dinas Pekerjaan

Umum - LSM, tanggal 26 Mei

2016

- Tindak pidana korupsi

Pengadaan Barang/Jasa

Pekerjaan Pelebaran Ruas Jalan

Tj. Morawa – Talun Kenas Kec.

Tanjung Moawa / STM Hilir

Pada Dinas Pekerjaan Umum

TA. 2015

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

28. Dinas

Pendidikan

Pemuda dan

Olah Raga

- LSM, tanggal 31 Mei

2016

- Perkara tindak pidana korupsi 3

(tiga) kegiatan Pengadaan

Barang/Jasa Alat-alat

Laboraturium Pada Dinas

Pendidkan Pemuda dan Olah

Raga Kab. Deli Serdang TA.

2015.

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

29. Komite Olahraga

Nasional

Indonesia

(KONI) Kab.

Deli Serdang

- RCW Deli Serdang,

13 Juni 2016

- Laporan dugaan indikasi adanya

Mark up dalam pengelolaan

dana hibah di Komite Olahraga

Nasional Indonesia (KONI)

Kab. Deli Serdang TA. 2014 dan

TA 2015

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

30. Dinas

Pendidikan

Pemuda Dan

Olahraga

- LSM Law Office

Harun, SH &

Associates, tanggal

20 Mei 2016

- Tindak Pidana Korupsi tentang

adanya Pokja Kontruksi Dinas

Pendidikan, Pemuda dan

Olahraga Kab. Deli Serdang TA.

2016

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

31. Balai Teknik

Perkretaapian - LSM FAPPAR – RI,

tanggal 10 Agustus

2016

- Tindak pidana korupsi proyek

paket pembangunan BOX

- Telah melakukan

penyelidikan

Proses

Lidik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 161: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

161 Wilayah

Sumatera Utara

CULVERT antara Aras Kabu –

batang Kuis TA. 2015 - Melakukan pengumpulan

dokumen

32. PT.

YASAPOLA

REMAJA

- LSM - Tindak pidana korupsi dalam

paket Pembangunan Jalan

Kereta Api Layang antara

Medan–Bandar Khalipah Lintas

Medan-ArasKabu– Kualanamo,

pengadaan dari Balai Teknik

Perkretaapian Wilayah

Sumatera Utara Bagian Utara

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

33. DINAS

PENDIDIKAN

PEMUDA dan

OLAHRAGA

- LSM RCW Deli

Serdang, 13 Juni 2016

- Tindak pidana korupsi dalam

kegiatan pengadaan meubelair

sekolah tingkat SD/SMP yang

sumber anggaran dari APBD

Dinas Pendidikan, Pemuda dan

Olahraga Kab. Deli Serdang TA.

2014

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

34. DINAS PASAR

KAB. DALI

SERDANG

- LSM FAPPAE-RI, 18

Agustus 2016

- Penyalahgunaan dan

penyelewengan uang Negara

yang dilakukan oleh Kadis Pasar

Kab. Deli Serdang.

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

35. PT. WASKITA

YOSA,KSO - LSM FAPPAE-RI,

tangal 24 September

- Penyampaian dana informasi

dugaan korupsi pada penetapan

dan penerimaan tarif pajak atas

mineral bukan logam dan

bantuan (tanah timbunan) pada

proyek penimbunan Bandara

Kwalanamo yang dierjakan oleh

PT WASKITA YOSA,KSO

dengan pemerintah Deli

Serdang.

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

36. Desa Batang

Kuis - RCW Deli Serdang,

03 Oktober 2016

- Dugaan tindak pidana korupsi

Pekerjaan Pembangunan

Infrastruktur kawasan

pemukiman pedesaan Kec.

Batang Kuis Kab. Deli Serdang

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

37. DINAS PU

KAB. DELI

SERDANG

- LP Tipikor

Nusantara, tanggal 09

Nopember 2016

- Temuan LP Tipikor Nusantara

atas dugaan korupsi di Dinas

Pekerjaan Umum kab. Deli

Serdang

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

38. Desa

Namorambe - Masyarakat Desa

Namo batang Kec.

Namorambe, 22

Agustus 2016

- Laporan adanya dugaan tindak

pidana korupsi Dana Desa

ADD/BHP/APBN Desa

Namorambe TA. 2015

- Telah melakukan

penyelidikan

- Melakukan pengumpulan

dokumen

Proses

Lidik

TAHUN 2017

1. Ketua LKMD

Desa Pertampilen

-

16 Pebruari 2017 - Pengaduan tindak pidana

korupsi Anggaran Dana Desa

Pertampilen Oleh Oknum

Kepala Desa Heri Saputra.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

2. Utusan

Masyarakat

DERMA

NAINGGOLAN

-

22 Pebruari 2017 - Pengaduan perlindungan Dana

Uang Negara (Uang APBN dan

APBD) uang dana bagi hasil

yang dikorupsi oleh kepala Desa

Sidoarjo II Ramunia beserta

stafnya oleh saudara KACULIR

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

- Membuat surat

Permintaan ke APIP

Kerugian

keuangan

Negara

sudah

dikembali

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 162: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

162 SIMBOLON, SE sebanyak +Rp.

1.300.000.000,-.

kan ke Kas

Negara

3. UNIT TIPIKOR R/LI/03/II/2017/Sat

Reskrim

27 Pebruari 2017

- Dugaan pemalsuan dari dalalm

penerbitan simb Dinas

Penanaman Modal dan

Pelayanan Perizinan Terpadu.

- Mengumpulkan dokumen

- Cek TKP

- Telah Mengirimkan

permintaan audit ke

inspektorat kab. Deli

Serdang selaku APIP

tanggal 25 April 2017

Proses

Lidik

4. PAMK POLDA

SUMUT

19/PALUK-

SU/Ds/II/2017

28 Pebruari 2017

- Klarifikasi dugaan KKN pada

pelaksanaan pekerjaan

pengaspalan Jalan Surya Haji

Desa Laut Dedang Kec. Percut

Sei Tuan.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

5. DPP Forum

Komunikasi

Masyarakat

Pesisir ( FKMP-

SU)

17 / LP / FKMP - SU / /

B / III / 2017

20 Maret 2017

- Laporan Pengaduan adanya

dugaan dan indikasi korupsi dan

mepotisme (KKN) di

Pemerintahan Desa Tandam

Hilir I Tahun Anggaran 2016

Dana ADD Rp. 506.475.000,-

dari hasil pajak BHP Rp.

577.526.000 dan ADD Rp.

696.980.000 dari APBD dan

ABPN

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

6. KASAT

RESKRIM

UNIT III

B/ND-

36/III/2017/Reskrim

14 Maret 2017

- Pengajuan Laporan Informasi

PDAN Tirta Nadi.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

7. KASAT

RESKRIM

UNIT III

B/ND-

38/III/2017/Reskrim

21 Maret 2017

- Pengajuan Laporan Informasi

PLN.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

8. Masyarakat Desa

Pertampilen Kec.

Pancur Batu

-

22 Maret 2017 - Pengaduan / Laporan

Penyelewengan dan Penggunaan

Dana Desa yang dilakukan oleh

Oknum Sekretaris Desa

Pertampilen Kec. Pancur Batu.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

9. NGENA

GINTING

-

05 April 2017 - Laporan atas pengambilan buku

rekening kas Desa Timbang

Lawan No. 112.02.04.014924

atas nama Kantor Desa Timbang

Lawan, nama Kepala Desa M.

Sembiringdan nama Bendahara

Ngena Ginting, oleh Kepala

Desa dari Bendahara Desa

dengan tidak di pertanggung

jawabkan, dan laporan belum

selessainya surat pertanggung

jawaban (SPS) dan Peraturan

Desa (PERDES) tentang

pertanggung jawaban APBD

Tahun 2016.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

10. DPW

GEBRAKKS-SU

031.LPDK/GBKKS-

SU/B/III/2017

31 Maret 2017

- Laporan Pengaduan Dugaan

Korupsi penggunaan Dana

Alokasi Dana Desa (ADD) Dana

Desa (DD) dan bagi hasil Pajak

(BHP) Tahun Anggaran 2016

dari APBN dan APBD Deli

Serdang.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 163: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

163 11. Gerakan Barisan

Komitmen

Konsitusi

Sriwijaya

(GEBRAKKS-

SU)

034-LPDK/GBKKS-

SU/B/IV/2017

07 April 2017

- Laporan Pengaduan Dugaan

Korupsi penggunaan Dana

Alokasi Dana Desa (ADD) Dana

Desa (DD) dan bagi hasil Pajak

(BHP) Tahun Anggaran 2016

dari APBN dan APBD Deli

Serdang.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

12. Warga Namo

Rambe

Istimewa/LP-

PGP/Masy.DDT/IV/201

7

13 April 2017

- Laporan Pengaduan dan

Pengajuan Gugatan pidana

pengajuan gugatan pidana

kepada Kepala Desa Deli Tua

Tahun 2016 (Tongat Giting)

berdasarkan UU RI No. 28

Tahun 1999 tentang

penyelenggaraan Negara yang

bersih dan bebas dari KKN

- Mohon Perlindungan Hukum.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

13. Warga Desa

Namo Batang

Istimewa PGP/

Masy.DNB/IV/2017

11 April 2017

- Pengajuan gugatan Pidana

Kepada Kepala Desa Namo

Batang 2016 (Nanam Ginting)

pada penggunaan Dana Desa

Tahun 2016 dan silpa Dana

Desa Tahun 2015 senilai Rp.

52.000.000-, berddasarkan UU

RI Nomor 28 Tahun 1999

tentang penyelenggaraan

Negara RI yang bebas dari KKN

- Mohon Perlindungan Hukum.

- Mengumpulkan

dokumen

- Cek TKP

- Wawancara Dengan

Pelapor Dan Warga

Sekitar

- Telah Mengirimkan

permintaan audit ke

inspektorat kab. Deli

Serdang selaku APIP

tanggal 09 Juni 2017

Proses

Lidik

14. LMP.KGB.RI II/LMP-KGB-

RI/IV/2017

20 Mei 2017

- Laporan masyarakat dugaan

penyalahgunaan / Mark Up

anggaran Dana Desa Tahun

2016 serta bagi hasil, hasil pajak

daerah dan retribusi daerah

Tahap I Tahun 2016 di daerah

Pasar Melintang Kec. Lubuk

Pakam.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

15. Masyarakat Deli

Serdang Limau

Mungkur

KERTIK BR

TARIGAN

-

15 Mei 2017 - Surat Pernyataan Masyarakat

Deli Serdang Limau Mungkur

atas pembagian Raskin di Desa

Limau Mungkur Kec. STM Hilir

Kab. Deli Serdang, atas Perintah

Kepala Desa (Nuah Sembiring).

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

16. PINTER UKUR

SEMBIIRING

-

20 April 2017 - Laporan / Permohonan agar di

lakukan pemerikasaan (Audit)

atas penyimpangan dalam

penggunaan Dana Desa (APBN)

Tahun 2016 untuk Desa

Timbang Lawan Kec. Namo

Rambe Kab. Deli Serdang.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

17. Kementrian

Perhubungan

Direktorat

Jendral

Perhubungan

Udara

KU.201/I/14/DRJU.DB

U.2017

09 Mei 2017

- Penjelasan Pembayaran Pajak

Galian C.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

18. Krimsus Polda

Sumut

K/1180/V/2017/Ditreskr

imsus

29 Mei 2017

- Limpahan surat pengaduan

dugaan mark-up pengadaan

barang dan dugaan pembuatan

Bak sampah filerf.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 164: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

164

19. Krimsus Polda

Sumut

K/3024/V/2017/Ditreskr

imsus

29 Mei 2017

- Pelimpahan pengaduan

masyarakat

- Dugaan tindak pidana korupsi

Penggunaan Dana Desa, Alokasi

Dana Desa dan Bagi Hasil Pajak

dan Retribusi TA. 2016 Pada

Desa Tanjung Muda Kec. STM

Hulu Kab. Deli Serdang.

-

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

- Melakukan Cek Lokasi

Proses

Lidik

20. Warha Desa

Pagar Merbau III

02 / Khusus / 2017

03 Mei 2017 - Dugaan terjadinya KKN / dan

Mark Up biaya bangunan di

Desa Pagar Merbau III

- Melakukan Penyelidikan

-

Proses

Lidik

21. Polda Sumut

DPW Gebrakks-

SU

K/1469/VII/2017/Ditres

krumsus

06Juli 2017

031.LPDK/GBKKS-

SU/B/III/2017

31 Maret 2017

- Pelimpahan pengaduan

masyarakat

- Laporan pengaduan dugaan

korupsi penggunaan dana

alokasi dana Desa (ADD), dana

Desa (DD) dan bagi hasil pajak

(BHP) tahun anggaran 2016 dari

APBN dan APBD Deli Serdang.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

22. DPW LSM

Gebrakks-SU

38-T/Gebrakks-

SU/B/VII/2017

17 Juli 2017

- Tangkap Zulkifli Kepala Desa

Pematang Biara Kec. Pantai

Labu Kab. Deli Serdang Prov

Sumatera Utara, yang telah

merugikan keuangan negara

senilai Rp. 97.850.000,-. ABPD-

APBN tahun 2016 serta

melantarkan puluhan hektar

lahan milik masyarakat demi

keuntungan pribadi.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

23. Sat Reskrim B/ND-

75/VII/2017/Reskrim - Pengajuan laporan informasi. - Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

24. Krimsus Polda

Sumut

K/1574/VII/2017/Ditres

krimsus

17 Juli 2017

- Pelimpahan surat pengaduan

ADD Kec. Pancur Batu.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

25. Kertik Br

Tarigan

02/MS/LM/2017

20 Juli 2017 - Penyalagunaan beras raskin atau

rasta.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

26. Unit III B/ND-76/VII/2017/

Reskrim

03 Juli 2017

- Pengajuan laporan informasi

proyek paket pekerjaan

pembangunann puskesmas

Pancur Batu.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

27. Derma

Nainggolan

-

19 Juli 2017 - Mohon dari masyarakat hasil

sidang yang kita lakukan didesa

Sidoarjo II Ramunia tentang

korupsi agar segera dilimpahkan

ke Polres atau Tipikor.

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

28. Masyarakat Desa

Tanjung Garbus

Kampung

-

09 Oktober 2017 - Laporan Pengaduan tentang

kepala Desa Tanjung Garbus

Kampung

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

- Mengumpulkan

Dokumen

Proses

Lidik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 165: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

165 29. Direskrimsus

Polda Sumut

Masyarakat Desa

Bekukul Kac.

Namorambe

B / 6134 / X / Res7.5/

2017 / Ditrekrimsus

07 Oktober 2017

- Pelimpahan Surat Pengaduan

masyarakat

- Dari JAKUB TARIGAN prihal

dugaan tindak pidana korupsi

Dana desa (DD) dan Alokasi

dana Desa ( ADD ), di Desa

Bekukul Kec. Namorambe Kab.

Deli Serdang

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

30. Desapaluh Sibaji

Kec. Pantai Labu

13 Nopember 2017 - Penyelewengan Uang Negara

Dalam Penggunaan Alokasi

Dana Desa (ADD) , DANA

DESA (DD) dan BHB TA. 2016

Pada DesaPaluh Sibaji Kec.

Pantai Labu

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Kerugian

keuangan

Negara

sudah

dikembali

kan ke Kas

Negara

31. D LSM

KORNELISU

KOWIT

20 Nopember 2017 - Laporan Bantuan Desa Namo

Pakam Tahun 2016 dan korupsi

bantuan Desa Namo pakam

tahun 2016

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

Proses

Lidik

32. Desa Juma

Tombak Kec.

STM Hilir Talun

Kenas

16 Nopember 2017 - Pengaduan Masyarakat tentang

Pembangunan sekolah Paud di

Desa Juma Tombak Kec. STM

Hilir Talun Kenas

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

-

Proses

Lidik

33. Desa Siperia –

ria Kec. Biru –

biru Kab. Deli

Serdang

17 Oktober 2018 - Penyalahgunaan Kewenangan

terhadap Pengggunaan Dana

Desa dan Bagi Hasil Paak ( BHP

) dan APBD Kab. Deli

SerdangTA. 2016yang diduga

dilakukan oleh Kepala Desa

Siperia – ria Kec. Biru – biru

Kab. Deli Serdang

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

- Permintaan Klarifikasi

- Koordinasi ke APIP

Kerugian

Negara

sudah

dikembali

kan ke Kas

Negara

tanggal 24

Januari

2018

TAHUN 2018

1. Desa Gunung

Seribu

Kec.Gunung

Meriah Kab.

Deli Serdang

15 Pebruari 2018 Tindak pidana korupsi pada Desa

Gunung Seribu Kec.Gunung

Meriah Kab. Deli Serdang

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

- Cek lokasi

Proses

Lidik

2. Desa Serdang

Kec. Beringin

Kab. Deli

Serdang

21 Pebruari 2018 Tindak pidana korupsi

Penyelewengan Negara dalam

Alokasi Dana Desa ( ADD ), Dana

Desa (DD) dan BHP TA.

2016/2017 Desa Serdang Kec.

Beringin Kab. Deli Serdang

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

- Cek lokasi

Proses

Lidik

3. Dinas Bina

Marga dan Bina

Kontruksi

12 Juli 2018 Tindak Pidana Korupsi Pada

Pekerjaan Jalan dan Jembatan

Pelaksana Teknis Dinas Mina

Marga dan Bina Kontruksi

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

- Cek lokasi

Proses

Lidik

4. Desa Baru Tara

Kec. Bangun

Purba

23 Juli 2018 Tindak Pidana Korupsi

Penyampaian dana Pengelolaan

keuangan Desa Baru Tara Kec.

Bangun Purba

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

-

Proses

Lidik

5. Desa Rantau

Panjang

Kec.Pantai Labu

05 Agustus 2018 Tindak pidana korupsi pada Kepala

Desa Rantau Panjang Kec. Pantai

Labu Kab. Deli Serdang

- Melakukan Penyelidikan Proses

Lidik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 166: KINERJA KEPOLISIAN RESORT DELI SERDANG DALAM PENYELIDIKAN …

166

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

-

6. Kadis

Perumahan dan

Pemukiman

Kab. Deli

Serdang

20 Agustus 2018 - Tindak Pidana Korupsi Pada

PembangunanPerumahan dan

Pemukiman dalam Kota Galang

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

-

Proses

Lidik

7. Desa Sialang

Muda Kec.

Hamparan Perak

04 Oktober 2018 - Tindak Pidana Korupsi Desa

Sialang Muda Kec. Hamparan

Perak

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

-

Proses

Lidik

8. Dinas

Pendidikan

Kab.Deli

Serdang

25 Oktober 2018 - Tindak Pidana Korupsi Pada

Dinas Pendidikan Kab.Deli

Serdang

- Melakukan Penyelidikan

- Membuat Surat Perintah

Penyelidikan dan

Penugasan

-

Proses

Lidik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA