prioritas pengembangan penggunaan lahan di … · kabupaten deli serdang dan serdang bedagai ......

89
PRIORITAS PENGEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DELI SERDANG DAN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA MARUNGGAS SINAGA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: lydung

Post on 03-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PRIORITAS PENGEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR

KABUPATEN DELI SERDANG DAN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

MARUNGGAS SINAGA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Prioritas Pengembangan

Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Marunggas Sinaga NIM A156120444

RINGKASAN

MARUNGGAS SINAGA. Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera

Utara. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan NEVIATY PUTRI ZAMANI.

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang dinamis, mempunyai kekayaan habitat yang beragam dan rentan terkena dampak kondisi ekologi, ekonomi serta sosial budaya. Potensi penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli

Serdang dan Serdang Bedagai belum dikelola secara optimal, dimana pengelolaannya masih bersifat eksploitatif, sektoral dan tumpang tindih.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menentukan lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai, (2) Mengetahui pandangan stakeholder terhadap arahan

program pengembangan lahan yang tepat untuk dikembangkan di wilayah pesisir Kabupaten Deli dan Serdang Bedagai. Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan metode TOPSIS (Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution), AHP (Analitical Hierarchy Process), dan analisis GIS (Geographic Information System). Kriteria-kriteria

yang digunakan adalah kesesuaian lahan, pemusatan penggunaan lahan, hirarki wilayah, dan bukan merupakan kawasan lindung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai adalah tubuh air 1,1%, hutan mangrove sekunder 2,4%, lahan terbangun 11,8%, perkebunan 29,4%, pertanian

lahan kering 18,1%, sawah 24,9%, semak belukar/belukar rawa 3,9%, tambak 8,1% dan tanah terbuka 0,4%. Lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan

di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang yaitu : (1) Prioritas I berada di Kecamatan Hamparan Perak dan Percut Sei Tuan dengan penggunaan lahan tambak masing-masing seluas 560 ha dan 980 ha, (2) Prioritas II berada di

Kecamatan Hamparan Perak dengan penggunaan lahan perkebunan seluas 10.720 ha dan di Kecamatan Labuhan Deli dengan penggunaan lahan sawah 2.050 ha dan

(3) Prioritas III berada di Kecamatan Pantai Labu dengan penggunaan lahan Pertanian lahan kering seluas 1.130 ha. Lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah : (1)

Prioritas I berada di Kecamatan Pantai Cermin dan Teluk Mengkudu dengan penggunaan lahan sawah masing-masing seluas 2.650 ha dan 1.450 ha, (2)

Prioritas II berada di Kecamatan Perbaungan dengan penggunaan lahan sawah seluas 4.640 ha, (2) Prioritas III di Kecamatan Perbaungan dengan penggunaan lahan perkebunan seluas 3.480 ha, (4) Prioritas IV berada di Kecamatan Bandar

Khalipah dengan penggunaan lahan pertanian lahan kering seluas 970 ha dan sawah seluas 3.290 ha serta (5) Prioritas V berada di Kecamatan Tanjung Beringin

dengan penggunaan lahan sawah seluas 2.640 ha. Menurut pandangan stakeholder diperoleh hasil bahwa aspek ekonomi menjadi prioritas terhadap arahan pengembangan penggunaan lahan dengan cara peningkatan pendapatan dari

masyarakat. Kata kunci: Kesesuaian lahan, penggunaan lahan, TOPSIS, Wilayah Pesisir

SUMMARY

MARUNGGAS SINAGA. Priority of Land Use Development in Coastal Area of Deli Serdang and Serdang Bedagai Regencies. Supervised by KOMARSA

GANDASASMITA and NEVIATY PUTRI ZAMANI.

The Coastal area is a dynamic and strategic area due to its topography, rich

of diverse habitats but susceptible from ecology, economic, and sosiocultural effect. Potential utilization of coastal areas in Deli Serdang and Serdang Bedagai

Regencies are not optimally managed, since yet exploitative, sectoral and overlapping management.

This study aims : (1) to determine the prioritize location of land use

development and (2) to know the stakeholders preference for referral program of land use development in coastal areas of Deli Serdang and Serdang Bedagai

Regencies. A systematic approach for this land use development in coastal areas by integrating Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) a based Multi Criteria Decision Making (MCDM) technique, Analitical

Hierarchy Process (AHP), and Geographic Information System (GIS) analysis. Criterias used for this determination are land suitability, Location Quotient (LQ),

hierarchy region, and evade conservation areas. The results showed that the land use in coastal area of Deli Serdang and

Serdang Bedagai Regencies are body of water 1,1%, secondary mangrove forest

2,4%, building area 11,8%, plantation 29,4%, dry land agriculture 18,1%, paddy fields 24,9%, embankment 8,1%, open land 0,4%. The prioritize locations of land

use planning in Deli Serdang Regency are (1) First priority is located in Hamparan Perak with 560 ha of embankment and Percut Sei Tuan with 980 ha of embankment, (2) Second priority is located in Hamparan Perak with 10.720 ha of

plantation and Labuhan Deli with 2.050 ha of paddy field, (3 ) Third priority is located in Pantai Labu with 1.130 ha of dry land agriculture. And the prioritize

locations of land use planning in Serdang Bedagai Regency are (1) F irst priority is located in Pantai Cermin 2.650 ha of paddy field and Teluk Mengkudu with 1.450 ha of paddy field, (2) Second priority is located in Perbaungan with 4.640

ha of paddy field, (3) Third priority is located in Perbaungan with 3.480 ha of plantation. (4) Fourth priority is located in Bandar Khalipah with 970 ha of dry

land agriculture and 3.290 ha of paddy field, (5) Fifth priority is located in Tanjung Beringin with 2.640 ha of paddy field. According to stakeholders preference, economic aspects by increasing the income of society to be the

priority of referral programs for land use development.

Keywords: coastal areas, land suitability, land use pattern, TOPSIS,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

PRIORITAS PENGEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR

KABUPATEN DELI SERDANG DAN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

MARUNGGAS SINAGA

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Luky Adrianto, MSc

Judul Tesis : Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir

Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

Nama : Marunggas Sinaga NIM : A156120444

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc

Ketua

Dr Ir Neviaty P Zamani, MSc

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun RP Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.

Tanggal Ujian: 13 Maret 2014

Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Prioritas Pengembangan Penggunaan Laban di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

Nama : Marunggas Sinaga NIM : A1 56120444

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Komarsa Gandasasmita. MSc Dr Ir Neviaty P Zamani, MSc Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ProfDr Ir Santun RP Sitorus

Tanggal Ujian: I3 Maret 2014 Tanggal Lulus: 2 B MAR 2014

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah perencanaan wilayah dengan judul Prioritas Pengembangan

Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus hati kepada : 1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc dan Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani M.Sc

selaku Ketua Komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang ditengah kesibukannya selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk

membimbing Penulis, memberikan arahan dan masukan yang sangat bermanfaat bagi Penulis.

2. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku penguji luar komisi yang telah

memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini. 3. Ketua Program Studi Prof. Dr. Ir. Santun RP Sitorus, serta segenap dosen

pengajar, asisten dan staf pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB.

4. Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

5. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada Penulis.

6. Rekan-rekan satu angkatan di PWL 2012 kelas khusus maupun reguler untuk

kebersamaan yang indah, berbagi ilmu dan dukungannya. 7. Semua pihak yang berperan dalam proses penulisan karya ilmiah ini yang tak

bisa Penulis sebut namanya satu-satu tapi tetap tertulis dihati. 8. Dan yang terutama Penulis menghaturkan hormat dan terima kasih yang tak

terhingga kepada Kedua Orangtua Harapan Sinaga dan Sinur

Sitanggang(Alm) serta seluruh keluarga atas segala do’a, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah dilimpahkan selama ini. Kepada mereka

karya tulis ini Penulis persembahkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.

Bogor, Maret 2014

Marunggas Sinaga

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Definisi Wilayah Pesisir 5

Konsep Pengembangan Wilayah 6

Perencanaan Tata Guna Lahan 6

Lahan dan Kesesuaian Lahan 7

Penginderaan Jauh 8

Sistem Informasi Geografis 9

Multi Criteria Decision Making 10

3 METODE 13 Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Alat dan Jenis Data 13

Prosedur Analisis Data 13

4. KONDISI UMUM PENELITIAN 25 Kondisi Geografis dan Batas Administrasi 25

Kondisi Fisik Wilayah 25

Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi 27

Potensi Sumber Daya Alam 28

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 Pola dan Trend Perubahan Penggunaan Lahan 31

Kesesuaian Lahan 36

Kesesuaian Lahan terhadap Penggunaan Lahan 40

Pemusatan Aktivitas Penggunaan Lahan 41

Peruntukan Kawasan Lindung 42

Tingkat Perkembangan Kecamatan 44

Lokasi Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan 45

Persepsi Stakeholder Terhadap Arahan Program Pengembangan

Penggunaan Lahan 47

6. SIMPULAN DAN SARAN 49 Simpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 53

RIWAYAT HIDUP 74

DAFTAR TABEL

1. Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 2

2. Jenis dan Sumber Data Sekunder Penelitian 14 3. Tujuan, Teknik Analisis dan Keluaran Penelitian 14 4. Variabel dalam Penyusunan Indeks Hirarki 19

5. Matrik Perbandingan Berpasangan 23 6. Nilai Random Indeks 24

7. Jumlah Desa, Luas Kecamatan dan Panjang Garis Pantai di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 25

8. Penyebaran Ketinggian Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli

Serdang dan Serdang Bedagai 26 9. Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli

Serdang dan Serdang Bedagai 27 10. Kerapatan Penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan

Serdang Bedagai 28

11. Deskripsi dan Kunci Penafsiran Citra Landsat-ETM dengan Kombinasi 543 31

12. Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan 2013 di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 33

13. Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2013 di Wilayah

Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 35 14. Kesesuaian Lahan untuk Setiap Peruntukan Penggunaan Lahan 36 15. Kesesuaian Lahan terhadap Penggunaan Lahan 40

16. Nilai Location Quotient (LQ) pada setiap Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 41

17. Luas Penggunaan Lahan pada setiap Nilai Loccation Quotient 42 18. Tingkat Perkembangan Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli

Serdang dan Serdang Bedagai 44

19. Prioritas Lokasi Pengembangan penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang 46

20. Prioritas Lokasi Pengembangan Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai 46

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Lokasi Penelitian 13 2 Tahapan Alir Penelitian 15 3 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2000 34

4 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 34 5 Peta Kesesuaian Lahan Perkebunan 37

6 Peta Kesesuaian Lahan Sawah 38 7 Peta Kesesuaian Pertanian Lahan Kering 39 8 Peta Kesesuaian Lahan Tambak 40

9 Peta Location Quotient (LQ) Penggunaan Lahan 42 10 Peta Kawasan Lindung di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan

Serdang Bedagai 43 11 Peta Tingkat Perkembangan Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten

Deli Serdang dan Serdang Bedagai 45

12 Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 47

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Analisis Skalogram Data Podes 2011 di Wilayah Pesisir

Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 53 2 Penentuan Prioritas Aspek dalam Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir

Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 56

3 Penentuan Prioritas Alternatif Aspek Ekologi dalam Penggunaan Lahan 56

4 Penentuan Prioritas Alternatif Aspek Ekonomi dalam Penggunaan Lahan 57

5 Penentuan Prioritas Alternatif Aspek Sosial Budaya dalam Pemanfaatan

Lahan 57 6 Kriteria Kesesuaian Lahan Sawah (Oryza sativa) 58

7 Kriteria Kesesuaian Pertanian Lahan Kering 59 8 Kriteria Kesesuaian Lahan Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis

JACK.) 60

9 Kriteria Fisik Kesesuaian Lahan Tambak 61 10 Kesesuaian Lahan Perkebunan berdasarkan Karakteristik Fisik Lahan 62

11 Kesesuaian Lahan Sawah Berdasarkan Karakteristik F isik Lahan 63 12 Kesesuaian Pertanian Lahan Kering 64 13 Kesesuaian Lahan Tambak 65

14 Arahan Prioritas Lokasi Penggunaan Lahan 71

1

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah

darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut

yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia

di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto 1976 dalam Dahuri et al. 1996; Zahro et al. 2011). Wilayah pesisir merupakan wilayah yang dinamis, mempunyai kekayaan habitat yang beragam dan rentan terkena dampak

kondisi ekologi, ekonomi serta sosial budaya (Pourebrahim et al. 2011). Pemanfaatan sumber daya lahan di pesisir berpengaruh langsung terhadap

lingkungan dan sumber daya pesisir lain disekitarnya. Penggunaan lahan di wilayah pesisir mempunyai banyak tujuan dengan

berbagai macam aktivitas yang ada. Kabupaten Deli Serdang dan Serdang

Bedagai merupakan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan mempunyai aksesibilitas yang tinggi dimana

dekat dengan ibukota provinsi. Wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai ditinjau dari segi kondisi topografi lahannya relatif datar. Dengan letak geografis tersebut kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang

memiliki pemanfaatan lahan yang potensial di berbagai sektor diantaranya : (1) Sektor perikanan dengan budidaya tambak, (2) Sektor kehutanan hal ini ditandai

bahwa sepanjang wilayah pesisir ditunjuk sebagai kawasan hutan lindung sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No 44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Februari 2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Sumatera Utara, (3) Sektor parawisata

ditandai bahwa di sepanjang pantai terdapat objek wisata, (4) Sektor pertanian yang didominasi oleh lahan sawah dan pertanian lahan kering dan (5) Sektor

perkebunan dengan komoditas sawit yang menjadi komoditas primadona di sumatera utara.

Potensi pemanfaatan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan

Serdang Bedagai belum dikelola secara optimal, dimana pengelolaannya masih bersifat eksploitatif, sektoral dan tumpang tindih (Renstra wilayah pesisir

Sumatera Utara 2004). Pengelolaan secara sektoral dapat menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada wilayah pesisir yang sama (Dahuri et al. 1996). Eksploitasi

sumber daya pesisir yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang panjang terhadap lingkungan. Kebanyakan investor mengeksploitasi sumber daya pesisir

hanya melihat profit semata. Banyak kasus yang dapat dilihat di beberapa wilayah sepanjang pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Pada tahun 1990 terjadi eksploitasi lahan untuk penggunaan tambak karena memiliki profit yang

tinggi. Dampak yang terjadi adalah banyak lahan bekas tambak yang terlantar karena sudah tidak produktif. Trend saat ini adalah pemaksaan eks lahan tambak

dikonversi menjadi lahan perkebunan. Pola penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai dari tahun 1990, 2000 dan 2009 disajikan pada Tabel 1.

2

Tabel 1 Penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai

Penggunaan lahan 1990 (ha)

2000 (ha)

2009 (ha)

Dinamika

Belukar 16.531 7.179 6.312 Menurun

Hutan mangrove 4.779 2.921 1.754 Menurun

Pemukiman 8.736 9.552 9.689 Meningkat

Perkebunan 26.871 27.724 28.681 Meningkat

Tegalan 29.298 28.535 26.628 Menurun

Sawah 16.945 21.950 24.779 Meningkat

Tambak 6.124 10.786 11.477 Meningkat

Lain- lain 2.661 3.298 2.625 -

Sumber : Kementerian Kehutanan (2010)

Manurung (2002) menyatakan perubahan penggunaan lahan di wilayah

pesisir Deli Serdang memberikan pengaruh yang positip terhadap sosial ekonomi masyarakat tetapi kurang menguntungkan dari segi lingkungan hidup karena

sebagian besar lahan hutan mangrove telah dikonversi menjadi tambak sehingga sebagian lokasi terjadi pengendapan lumpur serta abrasi air laut. Purwoko (2011) menyatakan bahwa secara umum telah terjadi kerusakan hutan mangrove di

wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dengan tingkat kerusakan rata-rata antara sedang sampai dengan rusak. Bebarapa penyebabnya adalah adanya

kegiatan pertambakan, kegiatan perkebunan dan rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap lingkungan. Penggunaan lahan dengan pola seperti di atas dapat menyebabkan permasalahan dalam pemanfaatan ruang apalagi tidak

didasarkan pada perencanaan penggunaan ruang yang baik. Banyaknya sektor dan stakeholder yang berkepentingan dalam

penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai jika tidak ada keterpaduan didalamnya justru berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Untuk itu sangat dibutuhkan skala prioritas pengembangan

penggunaan lahan yang dapat mengintegrasikan aspek konservasi, ekonomi dan sosial sebagai suatu kesatuan yang sinergis. Berbagai pendapat mengenai

pengembangan lahan diantaranya : (1) Pengembangan lahan (land development) adalah peningkatan kemanfaatan, mutu dan penggunaan suatu bidang lahan untuk kepentingan penempatan suatu kegiatan fungsional sehingga dapat memenuhi

kebutuhan kehidupan dan kegiatan usaha secara optimal dari segi ekonomi, sosial, fisik, dan aspek legalnya (Yodoyono 2011), (2) Pengembangan lahan adalah

pengubahan guna lahan dari suatu fungsi ke fungsi lain dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari nilai tambah yang terjadi karena perubahan guna lahan tersebut (Winarso et al. 2006) dan (3) Berdasarkan Peraturan Menteri

Pertanian Nomor : 50/Permentan/OT.140/8/2012 bahwa pengembangan kawasan pertanian adalah untuk memadukan serangkaian program dan kegiatan pertanian

menjadi suatu kesatuan yang utuh baik dalam perspektif sistem maupun kewilayahan, sehingga dapat mendorong peningkatan daya saing komoditas, wilayah serta pada gilirannya kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha tani. Dari

berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa maksud dari pengembangan

3

penggunaan lahan adalah bagaimana cara mendorong peningkatan manfaat dan

nilai lahan dari suatu penggunaan lahan. Dalam perencanaan tata guna lahan, pengambilan keputusan secara keruangan (spatial decision making) sangat

diperlukan untuk dapat mengarahkan dua hal. Pertama, dimana dan seberapa luas (termasuk dalam sebaran ruang) suatu aktivitas akan diarahkan. Kedua, apa yang harus dilakukan (terkait aspek sosial, ekonomi, dan teknologi) sehubungan dengan

karakteristik ruang yang direncanakan (Baja 2012).

Perumusan Masalah

Lahan merupakan sumber daya yang terbatas dan merupakan sumber daya yang hampir tak terbaharui (non renewable), sedangkan peningkatan jumlah

penduduk dan aktivitas ekonomi menuntut peningkatan kebutuhan lahan dan konversi penggunaan lahan tidak dapat dihindari. Dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dapat meningkatkan persaingan penggunaan lahan sehingga

sering terjadi konflik penggunaan lahan. Pola penggunaan lahan tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan

Serdang Bedagai masih bersifat exploitatif dimana lahan yang seharusnya digunakan untuk menjaga kelestarian sumber daya kemudian digarap menjadi penggunaan lahan dengan pandangan bahwa lahan hanya sebagai faktor produksi.

Banyaknya sektor dan stakeholder yang berkepentingan dalam penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai, jika tidak ada

keterpaduan didalamnya justru berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Dampak dari suatu aktivitas yang satu terhadap yang lain mempunyai potensi saling merugikan manakala tidak diatur keselarasannya. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut dibutuhkan pengembangan penggunaan lahan yang dapat mengintegrasikan aspek konservasi, ekonomi dan sosial sebagai suatu kesatuan

yang sinergis. Salah satu cara dalam penetapan pengembangan penggunaan lahan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 50/Permentan/OT.140/8/2012 adalah penetapan lokasi pengembangan

penggunaan lahan. Penetapan lokasi pengembangan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan skala prioritas. Skala prioritas adalah membuat urutan

pemenuhan kebutuhan berdasarkan tingkat kepentingannya, yaitu mulai pemenuhan kebutuhan yang paling mendesak sampai kebutuhan yang bisa ditangguhkan pemenuhannya. Skala prioritas menggambarkan tingkatan yang

dapat dilaksanakan dalam pengembangan penggunaan lahan, yaitu penggunaan lahan dengan dengan skala sangat prioritas akan lebih diutamakan dibandingkan

dengan yang kurang prioritas. Hal ini berguna dalam rangka penyusunan rencana jangka pendek sampai dengan rencana jangka panjang. Penyusunan skala prioritas dalam pengembangan penggunaan lahan mempertimbangkan beberapa aspek

yaitu : 1. Pengembangan penggunaan lahan berada di kawasan budidaya dan bukan

merupakan kawasan lindung sesuai yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

2. Sesuai dengan daya dukung lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan;

3. Pengembangan penggunaan lahan adalah wilayah yang belum berkembang; 4. Penggunaan lahan merupakan pemusatan/basis.

4

Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian

ini adalah : 1. Menentukan lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan di wilayah

pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai;

2. Mengetahui pandangan stakeholder terhadap arahan program pengembangan penggunaan lahan yang tepat untuk dikembangkan di wilayah pesisir

Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam

kebijakan dan perencanaan pemanfaatan lahan di wilayah pes isir Kabupaten Serdang Bedagai;

2. Menambah ilmu pengetahuan dan bahan pustaka bagi penelitian-penelitian

selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Dalam rencana penelitian ini batasan penelitian mengacu pada UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pada

pasal 2 yang menyatakan bahwa “ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut, ke arah darat mencakup wilayah

administrasi kecamatan dan kearah laut sejauh 4 (empat) mil diukur dari garis pantai”. Pada penelitian ini, wilayah penelitian dibatasi pada wilayah daratan

dengan batas administrasi kecamatan, diataranya meliputi 9 (sembilan) kecamatan yaitu (1) Kecamatan Pantai Cermin, (2) Perbaungan, (3) Teluk Mengkudu, (4) Tanjung beringin, (5) Bandar Khalipah, (6) Pantai Labu, (7) Percut Sei Tuan, (8)

Hamparan Perak dan (9) Labuhan Deli. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan

Ruang, pada pasal 17 menyatakan bahwa : (1 ) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang, (2) Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem pusat pemukiman dan rencana sitem jaringan

prasarana dan (3) Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Mengacu pada ketentuan tersebut kajian penelitian ini adalah

penggunaan lahan pada kawasan budidaya. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan

hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Dalam membatasi antara kawasan lindung dengan kawasan budidaya mengacu pada

5

Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan

Lindung. Kriteria kawasan lindung yang dimaksud dalam dalam ketentuan ini adalah : (1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan yang dibawahnya,

(2) Kawasan perlindungan setempat, (3) Kawasan suaka alam dan cagar budaya serta (4) Kawasan rawan bencana alam.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah merupakan wilayah geografis yang dinamis dan

terus berubah akibat bermacam interaksi antara daratan dan lautan. Batasan wilayah pesisir untuk keperluan perencenaan biasanya didasarkan pada batas

administrasi. Batasan administrasi wilayah lebih sering digunakan karena memiliki batas-batas yang lebih jelas. Dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (selanjutnya

disebut PWP-PK) Pasal 1 Ayat (2), disebutkan bahwa: ”Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan

di darat dan laut”. Selanjutnya, pada Pasal 2 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK disebutkan bahwa: ”Ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan

laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 4 (empat) mil laut diukur

dari garis pantai.” Karakteristik, pengertian dan batasan wilayah pesisir di setiap negara

berbeda-beda, tergantung kondisi geografisnya. Menurut Dahuri dan Nugroho

(2004), Pada umumnya karakteristik umum wilayah pesisir dan laut adalah sebagai berikut :

1. Laut merupakan sumber dari “common property resources” (sumber daya milik bersama), sehingga memiliki fungsi publik / kepentingan umum;

2. Laut merupakan “open access”, memungkinkan siapapun untuk

memanfaatkan ruang laut untuk berbagai kepentingan; 3. Laut bersifat “fluida”, dimana sumber daya (biota laut) dan dinamika

hydrooceanography tidak dapat disekat /dikapling; 4. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi yang

relatif mudah dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan

memanfaatkan laut sebagai prasarana pergerakan); 5. Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam, baik yang

terdapat di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

6

Konsep Pengembangan Wilayah

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap

unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional (UU Nomor 26 Tahun 2007). Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat

perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya secara harmonis serasi dan

terpadu melalui pendekatan yang komprehensif mencakup aspek ekonomi, fisik, sosial budaya dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan (Djakapermana 2010)

Dalam pengembangan wilayah, perlu lebih dulu dilakukan perencanaan penggunaan lahan yang dapat memberikan keuntungan ekonomi wilayah.

Perencanaan pengggunaan lahan yang strategis bagi pembangunan merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan (Sitorus 2004). Hal ini penting untuk mengetahui potensi pengembangan wilayah,

daya dukung, manfaat ruang wilayah melalui proses penilaian kondisi lahan, potensi wilayah (Djakapermana 2010)

Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, penurunan kesenjangan antar wilayah, dan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di suatu wilayah. Upaya ini diperlukan karena setiap

wilayah memiliki kondisi sosial ekonomi, budaya, dan keadaan geografis yang berbeda-beda, sehingga pengembangan wilayah bertujuan untuk mengoptimalkan

potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Optimal berarti dapat tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan (Riyadi dan Bratakusumah 2005).

Dari berbagai pendekatan, tiga tujuan pengembangan wilayah yaitu : (1) Produktivitas, efisiensi, dan pertumbuhan, (2) Pemerataan keadilan dan

keberimbangan, serta (3) Keberlanjutan (Rustiadi et al. 2011)

Perencanaan Tata Guna Lahan

Perencanaan tata guna lahan dapat didefinisikan sebagai perencanaan yang

mengatur jenis-jenis penggunaan lahan di suatu daerah agar dapat digunakan secara optimal yaitu memberi hasil yang tertinggi dan tidak merusak tanahnya

sendiri dan lingkungannya (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011; Baja 2012). Ruang lingkup perencanaan tata guna lahan meliputi : (1) Penilaian secara sistematis potensi tanah dan air, (2) Mencari alternatif-alternatif penggunaan lahan

terbaik serta (3) Menilai kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan agar dapat memilih dan menetapkan tipe penggunaan lahan yang paling menguntungkan,

memenuhi keinginan masyarakat dan dapat menjaga tanah agar tidak mengalami kerusakan di masa yang akan datang.

Lebih lanjut dijabarkan bahwa fokus perencanaan tata guna lahan

menyangkut empat unsur pokok yaitu rakyat, lahan, teknologi dan keterpaduan. 1. Rakyat

Perencanaan pada dasarnya dilakukan untuk rakyat oleh karena itu tim perencana harus mengetahui apa keinginan rakyat, kemampuan sumber daya setempat, tenaga kerja dan masalah penggunaan lahan yang ada.

7

2. Lahan

Lahan yang berbeda memberi peluang dan masalah pengelolaan yang berbeda pula. Lahan juga dapat mengalami degradasi misalnya berkurangnya sumber

air, kehilangan tanah karena erosi yang dalam banyak hal bersifat tidak balik. 3. Teknologi

Fokus ketiga dalam perencanaan tata guna lahan adalah pengetahuan tentang

teknologi penggunaan lahan, teknologi yang disarankan haruslah teknologi, dimana pengguna lahan memiliki modal, kemampuan dan teknologi yang

sesuai dengan keadaan masyarakat setempat. 4. Keterpaduan

Keputusan penggunaan lahan tidak dapat hanya berdasarkan pada kesesuaian

lahannya, tetapi juga harus didasarkan pada permintaan terhadap hasil dan sejauh mana penggunaan lahan tersebut bersifat kritikal untuk tujuan tertentu.

Perencanaan harus memadukan informasi tentang kesesuaian lahan, permintaan pada yang tersedia sekarang dan masa yang akan datang.

Tujuan utama perencanaan tata guna lahan adalah untuk memilih dan

mempraktikkan penggunaan lahan yang terbaik dalam upaya memenuhi kebutuhan orang atau generasi saat ini, dan melindungi untuk kepentingan

generasi yang akan datang (Baja 2012)

Lahan dan Kesesuaian Lahan

Definisi lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, hidrologi, iklim relief dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaannya, termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia

baik pada masa lampau maupun sekarang (Sitorus 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011). Lahan merupakan sumber daya terbatas jumlahnya dan

hampir tidak bisa diperbaharui, sedangkan manusia yang memutuhkan dan sebagai pengguna lahan jumlahnya semakin bertambah sehingga jika penggunaan lahan tidak teratur dan terencana maka kedepan akan menmbulkan masalah sosial

dan ekonomi yang dapat memicu persaingan dan konflik. Oleh karenanya penggunaan lahan haruslah seefisien mungkin dengan menjaga fungsi dan nilai

lahan tesebut agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptability) suatu lahan bagi tipe

aktivitas manusia diatas lahan misalnya jenis tanaman dan cara pengelolaan

tertentu (Sitorus 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan dalam kondisi

alami dan belum dilakukan perbaikan pada kemampuannya. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka evaluasi lahan FAO

(1976), pada saat ini banyak digunakan di Indonesia dan negara-negara

berkembang lainnya. Kerangka sistem ini sangat lengkap dan rinci sehingga dapat digunakan untuk evaluasi lahan secara fisik (kualitatif) maupun secara ekonomi

(kuantitatif), bila data-data yang diperlukan tersedia (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011).

Dalam metode FAO (1976) Klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi

empat kategori (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011), yaitu :

8

1. Ordo, menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk

penggunaan tertentu; 2. Kelas, menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan;

3. Sub-kelas, menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan dalam musim-musim kelas;

4. Unit, menunjukkan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang

berpengaruh dalam masing-masing suatu sub-kelas. Deskripsi kesesuaian lahan pada tingkat kelas diuraikan sebagai berikut :

1. Kelas S1 ( sangat sesuai). Lahan tidak mempunyai faktor pembatas sedang untuk suatu penggunaan secara berkelanjutan atau pembatas sangat ringan (tidak berat) yang tidak mengurangi produktivitas atau manfaat dan/atau

hanya memerlukan masukan dengan biaya ringan; 2. Kelas S2 (cukup sesuai). Lahan mempunyai faktor pembatas sedang untuk

suatu penggunaan secara berkelanjutan, faktor pembatas tersebut akan mengurangi produktifitas atau manfaat, dan memerlukan masukan terus-menerus agar tercapai tingkat keuntungan yang optimal;

3. Kelas S3 (sesuai marginal). Lahan mempunyai faktor pembatas berat untuk penerapan suatu penggunaan secara berkelanjutan dan akan mengurangi

produktivitas atau manfaat, memerlukan masukan yang memberikan nilai tambah marginal;

4. Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini - currently not suitable). Lahan

mempunyai pembatas yang lebih besar, masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal.

Keadaan pembatas sedemikian besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang;

5. N2 (tidak sesuai untuk selamanya – permanently not suitable). Lahan

mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni dalam memperoleh informasi

mengenai suatu objek, area, atau fenomena, melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1997).

Menurut Lillesand dan Kiefer (1997), proses dan elemen yang terkait didalam sistem penginderaan jauh dengan elektromagnetik meliputi dua proses

utama yaitu pengumpulan dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi sumber energi, perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, sensor wahana pesawat terbang dan

atau satelit dan hasil pembentukan data dalam bentuk piktorial dan atau bentuk numerik. Singkatnya adalah menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi

pancaran dan pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan di permukaan bumi. Proses analisis data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktorial, dan/atau

komputer untuk menganalisis sensor numerik. Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi

9

obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Informasi ini kemudian

disajikan biasanya dalam bentuk peta, tabel, dan suatu bahasan tertulis atau laporan yang dapat diperuntukkan bagi pengguna yang memanfaatkan untuk

proses pengambilan keputusan. Menurut Lillesand dan Kiefer (1997), komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh yang ideal meliputi : 1. Suatu sumber tenaga seragam;

2. Atmosfir yang tidak terganggu; 3. Serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan benda di muka bumi;

4. Sensor sempurna; 5. Sistem pengolahan data tepat waktu; 6. Berbagai penggunaan data.

Menurut Danoedoro (2012) citra digital penginderaan jauh adalah citra yang menggambarkan kenampakan permukaan (atau dekat permukaan) bumi, dan yang

diperoleh melalui proses perekaman pantulan (reflectance), pancaran (emmitance), atau hamburan balik (backscatter) gelombang elektromagnetik dengan sensor optik-elektronik yang terpasang pada suatu wahana (platform), baik wahana di

menara (crane), pesawat udara maupun wahan ruang angkasa. Semua citra yang diperoleh melalui perekaman sensor tak lepas dari

kesalahan, yang diakibatkan oleh mekanisme perekaman sensor, gerakan, wujud geometri dan konfigurasi permukaan bumi, serta kondisi atmosfer saat perekaman. Tinggi rendahnya kualitas citra dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain kualitas

sensor atau detektor, posisi wahana pada saat perekaman, kondisi topografi daerah yang diliput, dan juga kondisi atmosfer pada saat perekaman. Kesalahan yang

terjadi pada proses pembentukan citra ini perlu dikoreksi supaya aspek geometrik dan radiometrik yng dikandung oleh citra tersebut benar-benar dapat mendukung pemanfaatan untuk aplikasi yang berkaitan dengan pemetaan sumber daya dan

kajian lingkungan atau kewilayahan lainnya. Kualitas geometri dinilai berdasarkan tingkat kebenaran (yang berarti tingkat akurasi) bentuk serta posisi

objek pada citra, dengan mengacu pada bentuk dan posisi sebenarnya di lapangan ataupun bentuk dan posisi pada peta dengan proyeksi tertentu. Kualitas radiometrik dinilai berdasarkan nyaman tidaknya gambar dalam pandangan secara

visual, dan juga benar tidaknya informasi spektral yang diberikan oleh objek dan tercatat oleh sensor (Danoedoro 2012).

Penajaman citra secara digital dilakukan untuk menghasilkan efek kenampakan citra yang lebih ekspresif sesuai dengan kebutuhan pengguna. Penajaman kontras diterapkan untuk memperoleh kesan kontras citra yang lebih

tinggi. Disamping penajaman citra jenis operasi lain adalah pemfilteran (filtering). Filter dalam pengolahan data citra secara digital dirancang untuk menyaring

informasi spektral sehingga menghasilkan citra baru yang mempunyai variasi nilai spektral yang berbeda dari citra asli (Danoedoro 2012)

Proses klasifikasi multispektral dapat dibedakan menjadi dua metode yaitu

klasifikasi terselia (supervised clasification, atau klasifikasi ter-awasi) dan klasifikasi tak-terselia (unsupervised clasification, atau klasifikasi tak –terawasi).

Klasifikasi terselia meliputi sekumpulan algoritma yang didasari pemasukan contoh objek oleh operator. Lokasi geografis kelompok pixel sampel ini disebut sebagai daerah contoh (training area). Dua hal yang dipertimbangkan dalam

klasifikasi ini adalah sistem klasifikasi dan kriteria sampel. Klasifikas i tak terselia secara otomatis diputuskanoleh komputer tanpa campur tangan operator. Proses

10

dalam klasifikasi ini adalah suatu proses iterasi, sampai menghasilkan

pengelompokan akhir gugus-gugus spektral.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan) atau

berkoordinat geografi. Kemampuan-kemampuan SIG dapat berupa memasukkan, mengumpulkan, mengintegrasikan, memeriksa dan meng-update, mempersentasikan dan menampilkan, mengelola, memanipulasi, menganalisis,

serta menghasilkan data unsur-unsur geografis berupa spasial dan atribut (Prahasta 2009).

Sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya

berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute). Dalam SIG, data spasial dapat dipresentasikan dalam dua format yaitu

data vektor dan data raster. Data-data spasial dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain : peta

analog (peta topografi, peta tanah dan lain sebagainya) dalam bentuk cetak, data

penginderaan jauh (citra satelit, foto udara dan lain sebagainya), data hasil pengukuran lapangan, dan data GPS (Global Positioning System).

Analisis spasial merupakan suatu teknik atau proses yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika (matematis) yang dilakukan dalam rangka mencari atau menemukan (potensi) hubungan (relationship) atau pola-pola yang

mungkin terdapat unsur-unsur geografis yang terkandung didalam data dijital dengan batas-batas wilayah studi tertentu (Prahasta 2009). Lebih lanjut dijelaskan

bahwa pernyataan ringkas tersebut menyatakan bahwa analisis spasial merupakan : 1. Sekumpulan teknik untuk menganalisis data spasial;

2. Sekumpulan teknik yang hasil-hasilnya sangat bergantung pada lokasi objek yang bersangkutan (yang sedang dianalisis);

3. Sekumpulan teknik yang memerlukan akses baik terhadap lokasi objek maupun atribut-atributnya.

Sistem informasi geografis mempunyai kelebihan dalam analisis spasial,

terdapat dua hal yang penting yaitu : 1. Analisis Overlay merupakan proses integrasi data dari lapisan layer-layer

yang berbeda. Secara sederhana, hal ini dapat disebut operasi visual, tetapi operasi ini secara analisa membutuhkan lebih dari satu layer, untuk dijoin secara fisik. Contoh overlay yaitu integrasi antara data tanah, lereng, vegetasi ,

hujan, pengelolaan lahan; 2. Analisis Proximity merupakan analisis geografi yang berbasis pada jarak

antar layer, dalam hal ini menggunakan proses buffering (membangun lapisan pendukung disekitar layer dalam jarak tertentu) untuk menentukan dekatnya hubungan antar sifat bagian yang ada.

Dengan melihat kemampuan SIG tersebut, maka SIG merupakan sistem yang berkemampuan dalam menjawab baik pertanyaan spasial maupun

11

pertanyaan non spasial beserta kombinasinya dalam rangka memberikan solusi-

solusi atas permasalahan keruangan. Persoalan alokasi penggunaan/pemanfaatan lahan yang optimal di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang

Bedagai dapat dipecahkan melalui kemampuan analisis yang dimiliki SIG.

Multi Criteria Decision Making (MCDM)

Proses pemecahan konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, dapat dilakukan dengan menentukan prioritas pengembangan wilayah melalui penentuan kriteria-kriteria pemanfaatan dan pengelolaan yang berkelanjutan.

Multi Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif

berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan.

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah

MCDM, antara lain sebagai berikut : a. Simple Additive Weighting Method (SAW);

b. Weighted Product Model (WPM); c. Elimination Et Choix Traduisant la Realite (ELECTRE); d. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS);

e. Analytic Hierarchy Process (AHP). TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria

yang pertama kali diperkenalkan oleh Hwang dan Yoon (1981). TOPSIS menggunakan prinsip bahwa alternatif yang terpilih harus mempunyai jarak terdekat dari solusi ideal positif dan jarak terpanjang (terjauh) dari solusi ideal

negatif dari sudut pandang geometris dengan menggunakan jarak Euclidean (jarak antara dua titik) untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu alternatif dengan

solusi optimal. Metode TOPSIS didasarkan pada konsep bahwa alternatif terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif tetapi juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif.

Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan prioritas alternatif bisa dicapai. Metode ini banyak digunakan untuk menyelesaikan

pengambilan keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien, dan memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan. TOPSIS banyak digunakan

dengan alasan : (1) Konsepnya sederhana dan mudah dipahami, (2) Komputasinya efisien, serta (3) Memiliki kemampuan untuk mengukur kinerja relatif dari

alternatif-alternatif keputusan dalam bentuk matematis yang sederhana. AHP adalah salah satu alat analisis dalam pengambilan keputusan yang baik

dan fleksibel. Metode ini berdasarkan pada pengalaman dan penilaian dari

pelaku/pengambil keputusan. Metode yang dikembangkan oleh Saaty (1977), terutama dalam membantu mengambil keputusan untuk menentukan

kebijaksanaan yang akan diambil dengan menetapkan prioritas dan membuat keputusan yang paling baik ketika data kualitatif dan kuantitatif dibutuhkan untuk dipertimbangkan.

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata

12

dalam suatu hirarki, kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai

numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut

kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

AHP memiliki banyak keunggulan dalam menyelesaikan proses

pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari

nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang.

13

3. METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan

Serdang Bedagai. Secara geografis terletak pada posisi 030 20’-4000’ Lintang Utara dan 98030 ’-99020’ Bujur Timur. Lokasi penelitian difokuskan pada kecamatan-kecamatan pesisir meliputi 9 (sembilan) kecamatan yaitu Kecamatan

Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin, Bandar Khalipah, Pantai Labu, Percut Sei Tuan, Hamparan Perak dan Labuhan Deli. Luas

lokasi penelitian adalah 111.840 ha dengan panjang garis pantai 120 km. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Penelitian berlangsung selama + 6 bulan mulai dari bulan Mei sampai dengan Oktober 2013.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Alat dan Jenis Data

Alat yang akan digunakan adalah berupa hardware dan software

diantaranya: Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, Microsoft Excel, GPS, Sanna, Note book dan kamera.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data sekunder diuraikan dalam Tabel 2.

14

Tabel 2 Jenis dan sumber data sekunder penelitian

No Jenis Data Sumber Tahun skala 1 Citra Landsat ETM-7 path/row 129/057 Biotrop 2000 Resolusi 30 x 30 m

2 Citra Landsat ETM-7 path/row 128/058 Biotrop 2000 Resolusi 30 x 30 m 3 Citra Landsat ETM-8 path/row 129/057 Biotrop 2013 Resolusi 30 x 30 m

4 Citra Landsat ETM-8 path/row 128/058 Biotrop 2013 Resolusi 30 x 30 m

5 Peta wilayah administrasi Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang dan peta RBI

Bappeda - 1: 250.000

6 Peta Penggunaan Lahan Planologi

Kehutanan 2011 1:250.000

7 Data Potensi Desa BPS 2011 -

8 Peta Satuan Lahan

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat

(LREP)

1990 1 : 250.000

Data primer yang digunakan adalah data preferensi responden. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner maupun wawancara untuk mengetahui

pandangan responden terhadap arahan program pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Responden yang dimaksud adalah stakeholder yang terdiri dari unsur pemerintah,

masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Tujuan, jenis data, tehnik analisis, dan output yang diharapkan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Tujuan, tehnik analisis dan keluaran penelitian

No Tujuan Teknik analisis Output yang diharapkan 1 Menentukan lokasi prioritas

pengembangan penggunaan lahan Analisis TOPSIS

Arahan Lokasi Penggunaan lahan

- Menganalisis pola dan trend perubahan penggunaan lahan

Digitasi on screen

Peta penggunaan dan perubahan lahan

- Analisis kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan

Metode matching

Peta kesesuaian lahan

- Analisis pemusatan penggunaan lahan LQ Peta pemusatan/sektor basis penggunaan lahan

- Analisis hirarki perkembangan wilayah Skalogram Hirarki perkembangan wilayah

- Kajian kawasan lindung Analisis GIS Peta kawasan lindung

2 Mengetahui persepsi stakeholder terhadap arahan program pengembangan penggunaan lahan

AHP Persepsi stakeholder terhadap arahan program pengembangan penggunaan lahan

15

Prosedur Analisis Data

Tahapan analisis data dalam mencapai tujuan penelitian mengikuti bagan alir

seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 1 Tahapan alir penelitian

Interpretasi Citra

Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang

lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap

obyek-obyek tersebut. Pemilihan kelas penutupan/penggunaan lahan di wilayah pesisir dalam penelitian ini terdiri dari delapan kelas, yaitu : semak/belukar, tubuh air, hutan (mangrove), pemukiman, sawah, perkebunan, tambak dan

pertanian lahan kering. Analisis citra yang dilakukan mencakup beberapa hal sebagai berikut :

a. Koreksi Citra

Koreksi citra merupakan suatu operasi pengondisian supaya citra yang akan digunakan benar-benar memberikan informasi yang akurat secara geometris

Citra Landsat ETM

2000,2013

Peta Satuan Lahan

Peta Penggunaan

Lahan

Metode

Matching

Overlay

Peta Kesesuaian

terhadap PL

LQ

Data jarak dan

jumlah fasilitas

Analisis Skalogram

Persepsi

Stakeholders

Persepsi stakeholder

terhadap Arahan Program

Pengembangan

Penggunaan Lahan

Digit On

screen

Prioritas Lokasi

Pengembangan

Penggunaan Lahan

Pemusatan PL Hirarki perkembangan

wilayah

Perubahan lahan

Analisis

TOPSIS

Kawasan

Lindung (Kepres

32 Th 1990

Peta Kesesuaian

Lahan

Analisis AHP

16

dan radiometris (Danoedoro 2012). Koreksi radiometrik ditujukan untuk

memperbaiki nilai pixel supaya sesuai dengan yang seharusnya dengan mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan

utama. Koreksi geometrik dilakukan agar citra memiliki referensi geografis. Adanya sumber-sumber distorsi geometrik selama akuisisi citra seperti pengaruh rotasi bumi, kelengkungan bumi, kecepatan scanning dan beberapa

sensor yang tidak normal menyebabkan posisi setiap objek di citra tidak sama dengan posisi geografis permukaan bumi yang sebenarnya. Untuk mengatasi

kesalahan-kesalahan geometrik citra, berbagai macam koreksi dilakukan. Marther (2004) dalam Danoedoro (2012) mengelompokkan koreksi geometrik dalam dua kategori besar yaitu : (1) Model geometrik orbital dan

(2) Transformasi berdasarkan titik-titik kontrol lapangan (ground control points/GCP).

b. Pra-procesing data citra

- Menggabungkan beberapa data layer band citra landsat

Dalam landsat TM (Thematic Mapper) diperoleh tujuh saluran spektral yaitu tiga saluran tampak, satu saluran inframerah dekat, dua saluran

infra merah tengah dan satu saluran inframerah thermal. Lokasi dan lebar dari ketujuh saluran ini ditentukan dengan mempertimbangkan kepekaannya terhadap fenomena alami tertentu dan untuk menekan

sekecil mungkin pelemahan energi permukaan bumi oleh kondisi atmosfer bumi. Resolusi spasial untuk keenam saluran spektral sebesar

30 m, sedangkan resolusi spasial untuk saluran infra merah thermal adalah 120 m.

- Subset Image

Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan daerah kawasan yang diteliti dari citra tersebut. Pemotongan data dilakukan untuk memfokuskan areal kerja/penelitian. Pemotongan data

dilakukan untuk mengurangi kapasitas data agar pengolahan data atau processing dapat dilakukan lebih singkat daripada data yang tidak

dipotong - Mosaic image

Mosaic image adalah penggabungan dua citra atau lebih yaitu

menggabungkan citra landsat ETM-7 Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai pada tahun 2000 dan 2013 yang terdiri dari yang tediri dari path/row : 129/057 dan path/row : 128/058. Mosaik dilakukan untuk

untuk mendapatkan suatu kenampakan yang utuh dari suatu wilayah. c. Penajaman Citra dan Pemfilteran Spasial

Penajaman citra (image enhancement) meliputi semua operasi yang

menghasilkan citra baru dengan kenampakan visual dan karakteristik spektral yang berbeda.

- Penajaman kontras ditetapkan untuk memperoleh kesan kontras citra

yang lebih tinggi. Secara visual, hasil ini berupa citra baru yang variasi

hitam putihnya lebih menonjol sehingga tampak lebih tajam dan

memudahkan interpretasi. Alogaritma penajaman kontras ini

dikelompokkan menjadi dua perentangan contras/contras stretching

dan ekualisasi histrogram/histogram equalization (Danoedoro 2012).

17

- Penajaman spasial melalui fusi citra multiresolusi.

Secara umum citra sensor mampu menghasilkan citra multispektral dengan resolusi spasial tertentu akan memberikan citra pankromatik dengan resolusi spasial yang lebih tinggi. Penggabungan ini

menghasilkan citra multispektral yang tetap berwarna warni dan dipertajam secara spasial oleh citra pankromatik. Dalam proses

penggabungan menggunakan metode transformasi brovey. Transformasi brovey mengubah nilai spektral asli pada setiap saluran multispektral menjadi saluran-saluran baru yang telah diperinci secara spasial oleh

citra pankromatik dan dinormalisasi nilai kecerahannya dengan mempertimbangkan nilai-nilai pada saluran lainnya (Short 1982;

Variabel 1996 dalam Danoedoro 2012). Rumusannya adalah sebagai berikut :

Saluran MP = (sal. M/(sal. M+sal. H + sal. B)) x sal. P

Saluran HP = (sal. H/(sal. M+sal. H + sal. B)) x sal. P Saluran BP = (sal. B/(sal. M+sal. H + sal. B)) x sal. P

Wandayani (2007) menyatakan bahwa penggabungan citra multispektral dengan citra pankromatik dengan metode brovey memberikan nilai korelasi tinggi dimana menunjukkan penambahan

informasi spasial yang tinggi akan tetapi kurang meminimalkan nilai RMSE pada perbandingan warna antara citra hasil dengan citra

multispektral awal. - Filter high pass edgesharpen

Penggunaan filter spasial merupakan operasi berdasarkan manipulasi nilai Digital Number (DN) citra dengan tujuan mengurangi kejelasan

atau kecerahan citra atau pun sebaliknya. Filter high-pass menghasilkan citra dengan variasi nilai kecerahan yang besar dari pixel ke pixel.

Penggunaan filter high-pass adalah untuk menaikkan frekuensi sehingga batas satu bentuk dengan bentuk lain menjadi semakin tajam (Danoedoro 2012).

d. Klasifikasi citra dengan tehnik digitasi onscreen

Klasifikasi ini bertujuan untuk pengelompokan atau segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan

perangkat lunak dengan teknik digitasi onscreen pada masing-masing citra.

Analisis Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan kualitas lahan masing-masing peta satuan lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang ditetapkan (Hadjowigeno dan Widiatmaka 2011). Teknik dalam evaluasi

lahan adalah dengan menggunakan metode matching. Metode matching adalah metode yang didasarkan pada pencocokan antara kriteria kesesuaian lahan dengan

data kualitas lahan. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam proses matching meliputi : (1) Kualitas lahan pada setiap satuan pemetaan lahan, (2) kualitas lahan yang dipertimbangkan untuk setiap penggunaan lahan dan (3)

Rating kualitas lahan (persyaratan tipe penggunaan lahan) Pembuatan peta kesesuaian lahan setiap tipe penggunaan lahan di wilayah

pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai dilakukan berdasarkan hasil

18

analisis spasial terhadap berbagai faktor-faktor pembatas untuk setiap peruntukan

lahan. Peta kesesuaian lahan pada setiap penggunaan lahan pada kawasan budidaya yaitu perkebunan, pertanian lahan kering, sawah dan tambak. Analisis

kesesuaian lahan diolah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang mencakup berbagai tahapan yaitu penyusunan peta wilayah pesisir, penyusunan matriks kesesuaian lahan, analisis spasial untuk mengetahui

kesesuaian tipe penggunaan lahan. Menurut FAO (1976) dalam Hadjowigeno dan Widiatmaka (2011)

klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu ordo, kelas, sub-kelas dan unit, dimana dalam unit kelas dibagi menjadi 5 (empat) yaitu : 1. Kelas S1 (sangat sesuai). Lahan tidak mempunyai faktor pembatas sedikit

ringan untuk suatu penggunaan lahan; 2. Kelas S2 (cukup sesuai). Lahan mempunyai faktor pembatas sedang untuk

suatu penggunaan lahan; 3. Kelas S3 (sesuai marginal). Lahan mempunyai faktor pembatas berat untuk

penerapan suatu penggunaan lahan;

4. Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini - currently not suitable). Lahan mempunyai pembatas yang lebih besar, masih memungkinkan diatasi, tetapi

tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal; 5. N2 (tidak sesuai untuk selamanya – permanently not suitable). Lahan

mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan

penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang. Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk masing-masing penggunaan

lahan disusun berdasarkan parameter biofisik yang relevan untuk masing-masing penggunaan lahan.

Analisis Pemusatan Penggunaan Lahan

Location Quotient (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan di bidang ekonomi geografi. Namun demikian, LQ ini sering juga

digunakan di bidang ilmu yang lain. Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis. Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu

dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub

wilayah ke- i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) Kondisi geografis relatif seragam, (2) Pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) Aktifitas

menghasilkan produk yang sama. Data yang biasa digunakan untuk analisis ini antara lain : data tenaga kerja, data luas atau total suatu komoditas, data PDRB

dan data lainnya (Widiatmaka 2013). Dalam penelitian ini analisis location Queotient (LQ) digunakan untuk

mengidentifikasi lokasi atau daerah mana yang menjadi konsentrasi aktivitas

penggunaan lahan tertentu (Widiatmaka 2013), dimana data yang digunakan adalah data luas penggunaan lahan.

Metode LQ dirumuskan sebagai berikut :

XXXXLQ

J

IIJ

IJ...

.

/

/

19

Dimana :

LQij : Indeks kuosien lokasi wilayah i untuk penggunaan lahan ke-j.

Xij : Luas penggunaan lahan ke-j di wilayah ke-i. Xi. : Total luas penggunaan lahan di wilayah ke- i X.j : Total luas penggunaan lahan ke-j di seluruh wilayah.

X.. : Total seluruh luas penggunaan lahan di seluruh wilayah Kriteria penilaian dalam penentuan interpretasi ukuran hasil LQ

(Widiatmaka 2013), adalah sebagai berikut : - Jika nilai LQij >1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu

aktivitas di sub wilayah ke- i secara relatif dibandingkan dengan total

wilayah atau terjadi pemusatan aktivitas di sub wilayah ke- i - Jika nilai LQij =1, maka sub wilayah ke- i tersebut mempunyai konsentrasi

aktivitas di wilayah ke- i sama dengan rata-rata total wilayah. - Jika LQij <1, maka sub wilayah ke- i tersebut mempunyai aktivitas lebih

kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan

diseluruh wilayah.

Analisis Hirarki Perkembangan Wilayah

Analisis skalogram digunakan untuk menetukan tingkat perkembangan suatu wilayah, dimana berkembangnya suatu wilayah dapat dianalisis dengan mengidentifikasi jumlah jenis fasilitas umum, industri, aksesibilitas dan jumlah

penduduk (Panuju dan Rustiadi 2012). Tahapan dalam analisis skalogram adalah : 1. Memilih variabel yang digunakan dalam penyusunan indeks hirarki.

Pemilihan variabel ini dibagi menjadi dua kelompok. Variabel A adalah jumlah fasilitas dan variabel B adalah Variabel jarak menuju fasilitas. Variabel data yang digunakan dalam analisis skalogram disajikan dalam

Tabel 4;

Tabel 4 Variabel dalam penyusunan indeks hirarki Kelompok Variabel

Variabel yang digunakan satuan

Aksesibilitas - Jarak dari desa ke ibukota kecamatan - Jarak dari desa ke ibukota kabupaten - Jarak dari desa ke ibukota kabupaten terdekat

km km km

Jumlah Fasilitas - Fasilitas pendidikan (jumlah TK, SD, SMP, SLTA/SMA, dan pendidikan formal lainnya.

- Fasilitas kesehatan (jumlah rumah sakit/poliklinik, jumlah puskesmas/puskesmas pembantu, jumlah tempat praktek dokter/bidan, dan jumlah apotek)

- Fasilitas Ekonomi (jumlah industri kecil dan mikro, pasar, mini market, toko/warung kelontong, warung kedai makanan dan minuman, restoran, hotel/penginapan, dan jumlah fasilitas perbankan)

- Fasilitas Sosial (jumlah fasilitas peribadatan)

unit

unit

unit

unit

20

2. Menyusun matriks data;

3. Menghitung indeks invers data pada keompok variabel aksesibilitas dengan persamaan :

Bij = 1/Xij, dimana Bij adalah indeks invers; sedangkan Xij adalah nilai data wlayah ke- i ke-j

4. Menghitung indeks fasilitas per 1000 penduduk pada kelompok jumlah

fasilitas, dengan persamaan sebagai berikut : Aij = 1000 * (Fij/Pi), dimana Aij adalah indeks fasilitas ke-j pada

wilayah ke-i; Fij adalah jumlah fasilitas ke-j di wilayah ke- i; Pi adalah jumlah penduduk di wilayah ke-1

5. Menghitung bobot indeks penciri dan melakukan pembakuan indeks untuk

semua variabel, dengan persamaan sebagai berikut :

Kij= 𝑋𝑖𝑗 −min (𝑋𝑗 )

𝑆𝑗 dimana Kij adalah nilai baku indeks hirarki untuk

wilayah ke- i; min(xj) adalah nilai minimum indeks pada ciri ke-j; dan Sj

adalah nilai standar deviasi. 6. Menyusun urutan hirarki dari nilai tertinggi hingga nilai terendah. Nilai bobot

indeks dari semua kelompok variabel jumlah fasilitas dan aksesibilitas

dijumlahkan sehingga diperoleh nilai Indeks Perkembangan Wilayah (IPW) untuk mengetahui hirarki masing-masing wilayah, dengan selang indeks

sebagai berikut :

- Kij > Rataan (Kij)+Rataan (Kij) + (2x Stdev Kij) termasuk dalam

kelompok wilayah hirarki I;

- Rataan (Kij)+Rataan (Kij) + (2x Stdev Kij) ≥ Kij ≥ Rataan (Kij)

termasuk dalam kelompok wilayah Hirarki II;

- Kij < Rataan (Kij) termasuk dalam kelompok wilayah hirarki III.

Analisis Lokasi Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan

Analisis lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan yang digunakan adalah kombinasi metode analisis SIG dengan metode analisis MCDM-TOPSIS.

Kriteria penentuan lokasi pengembangan setiap penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai adalah :

1. Wilayah pengembangan adalah bukan merupakan kawasan lindung sesuai yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

2. Sesuai dengan daya dukung lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan; 3. Merupakan wilayah basis dalam penggunaan lahan tertentu dengan analisis

Location Quotient ( LQ>1); 4. Wilayah yang menjadi prioritas adalah wilayah yang belum berkembang yang

mengacu pada ketersediaan fasilitas dan aksesibilitas berdasarkan analisis

tingkat hirarki perkembangan wilayah. Untuk melakukan pemilihan alternatif keputusan terbaik terkait arahan

lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan maka dilakukan Analisis MCDM dengan metode TOPSIS. TOPSIS (Technique for Order Performance by Similarity to Ideal Solution) merupakan teknik yang digunakan dalam

pengambilan keputusan multi-atribut atau multi-kriteria (Shih et al. 2007). Alat spatial GIS digunakan untuk mengetahui lokasi arahan pengembangan

penggunaan lahan.

21

Adapun langkah-langkah algoritma dari TOPSIS ini adalah sebagai berikut

(Jahanshahloo et al. 2009) : 1. Rangking Tiap Alternatif

TOPSIS membutuhkan ranking kinerja setiap alternatif Ai pada setiap kriteria Cj yang ternormalisasi yaitu :

dengan i=1,2,....m; dan j=1,2,......n;

2. Matriks keputusan ternormalisasi terbobot

dengan i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n

3. Solusi Ideal Positif Dan Negatif

Solusi ideal positif A+ dan solusi ideal negatif A- dapat ditentukan berdasarkan ranking bobot ternormalisasi (yij) sebagai berikut :

4. Jarak Dengan Solusi Ideal

5. Nilai Preferensi Untuk Setiap Alternatif

Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai :

i=1,2,...,m Nilai Vi yang lebih besar menunjukkan bahwa alternatif Ai lebih dipilih Dari hasil analisis MCDM-TOPSIS, akan diperoleh alternatif, dimana

atribut yang dengan nilai RUV (Ranking Unit Value) tertinggi sebagai prioritas lokasi dalam pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten

Deli Serdang dan Serdang Bedagai.

22

Persepsi Stakeholder Terhadap Arahan Program Pengembangan

Penggunaan Lahan

Analisis yang dilakukan untuk mengetahui persepsi stakeholders terhadap

arahan program pengembangan penggunaan lahan adalah AHP (Analytic Hierarchy Process). Dalam analisis ini jumlah responden yang dipilih sebanyak 11 orang secara sengaja (Purposive sampling), dimana para responden mewakili

kelompok stakeholders dalam pengambilan keputusan, diantaranya adalah pemerintah daerah yang terdiri dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA), Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Kelompok Tani.

Saaty (1977), mengatakan bahwa dalam memecahkan suatu persoalan

dengan AHP terdapat tiga prinsip yaitu (1) Menyusun hirarki, (2) Menetapkan prioritas dan (3) Konsistensi logis. Tahapan pengolahan data dengan metode AHP

adalah : 1. Menyusun hirarki, tujuan utama dalam analisis persepsi stakeholders ini

adalah untuk mengetahui apa yang menjadi arahan prioritas program

pengembangan penggunaan lahan yang optimal di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Struktur hirarki yang dibangun adalah :

Level 1 adalah mengetahui aspek-aspek mana yang lebih diutamakan dalam pengembangan penggunaan lahan yang optimal, yang terdiri atas aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Wilayah pesisir adalah sistem yang

dinamis dan rentan terkena dampak oleh kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan (Dahuri et al. 1996; Pourebrahim et al. 2011). Dengan alasan

diatas perlu strategi yang tepat dalam memahami hubungan antara kondisi ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Level 2 adalah untuk mengetahui sasaran yang lebih diutamakan dalam setiap

aspek pertimbangan. Hal yang dipertimbangkan dalam aspek ekologi adalah potensi dampak, kesesuaian lahan, sistem life supporting dan

keanekaragaman hayati. Sasaran/target untuk aspek ekonomi adalah peningkatan pendapatan, masyarakat, peningkatan produktivitas lahan, dan peningkatan lapangan kerja. Sasaran/target untuk aspek sosial budaya adalah

struktur penduduk, tenaga kerja, aksesibilitas, dan kedekatan terhadap fasilitas. Sasaran/target di setiap aspek tersebut mengacu pada literatur

tentang kriteria dan indikator dalam pengelolaan dan perencanaan wilayah pesisir (Pourebrahim et al. 2011) dan hasil modifikasi penelitian Vincentius (2003) dan disesuaikan dengan kondisi wilayah pesisir Kabupaten Deli

Serdang dan Serdang Bedagai. 2. Menyusun matriks pendapat individu dari masing-masing responden seperti

disajikan dalam Tabel 5. 3. Menyusun matriks pendapat gabungan dari masing-masing responden. Bobot

penilaian dari beberapa responden dalam suatu kelompok dirata – ratakan

dengan rata – rata Geometrik (Geometric Mean). Tujuannya adalah untuk mendapatkan suatu nilai tunggal yang mewakili sejumlah responden.

Rumus rata – rata geometrik adalah sebagai berikut :

G = 𝑋1.𝑋2.𝑋3…… .𝑋𝑛𝑛

23

Dimana :

G = Rata – rata geometrik Xn = Penilaian ke 1,2.3…n

n = Jumlah penilaian

Tabel 5 Matrik perbandingan berpasangan

A1 A2 ...... An

A1 a11 a12 ...... a1n

A2 a21 a22 ....... a2n

.

.

.

.

An

an1

an2

.......

Ann

Sij .... .... .... ......

4. Perhitungan matrik perbandingan berpasangan dari nilai tunggal rata-rata geometrik atau normalisasi matrik perbandingan berpasangan (Normalized

Pairwise Comparison Matrix), tahap perhitungan matirk perbandingan adalah sebagai berikut :

- Menjumlahkan bobot setiap kolom j menjadi total kolom yang dilambangkan dengan (Sij) dimana :

Sij = 𝑎𝑖𝑗𝑛𝑖=1

Sij = Nilai total penjumlahan bobot perkolom

aij = Nilai bobot sub faktor baris ke- i kolom ke-j - Membagi setiap elemen dengan jumlah kolomnya (Sij), hasil

pembagian dilambangkan dengan (Vij)

Vij = 𝑎𝑖𝑗

𝑆𝑗

Dimana : Vij = hasil pembagian bobot baris ke –i kolom ke –j dengan jumlah

bobot kolom ke –j

aij = bobot perbandingan ke- i kolom ke –j

Sj = jumlah bobot perbandingan kolom ke -j 5. Perhitungan nilai Eigen

Nilai eigen adalah suatu nilai yang menunjukkan bobot kepentingan suatu kriteria terhadap kriteria lain dalam struktur hirarki. Menetukan prioritas relatif dari setiap faktor dengan merata-ratakan bobot yang sudah

dinormalisasikan dari setiap baris yang dilambangkan dengan Wi

Wi = 𝑉𝑖𝑗𝑛𝑖=1

𝑛

24

Dimana

Wi = Nilai prioritas relatif dari nilai rata-rata bobot normalisasi Vij = jumlah bobot normalisasi pada baris ke –i kolom ke –j

n = Jumlah sub faktor

6. Menentukan nilai rasio konsistensi

Perhitungan rasio konsistensi bertujuan untuk menetukan konsistensi penilaian responden yang disikan dalam kuesioner. Dalam menentukan rasio

konsistensi terlebih dahulu dihitung indek konsistensi yang dilambangkan dengan CI, dengan rumus :

CI = 𝑚𝑎𝑘𝑠 −𝑛

𝑛−1

Dimana :

CI = indeks konsistensi

maks = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n

n = orde matriks batas ketidakkonsistenan yang telah ditetapkan oleh Thomas L Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi, dengan rumus :

CR = 𝐶𝐼

𝑅𝐼

Dimana : CR = Rasio konsistensi

RI = Indeks random Nilai indeks random didapat dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory yang kemudian dikembangkan oleh Wharton School (Sinaga

2009) seperti tertera pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai indeks random

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9

RI 0,000 0,000 0,580 0,900 1,120 1,240 1,320 1,410 1,450

n 10 11 12 13 14 15

RI 1,490 1,510 1,540 1,560 1,570 1,590

Sumber : Sinaga (2009)

Pengujian ini dilakukan terhadap kriteria. Jika rasio inkonsisten lebih atau

lebih dari 0,1 maka nilai tersebut tidak konsisten.

25

4 KONDISI UMUM PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Batas Administrasi

Wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai secara

geografis terletak di kawasan pantai timur sumatera dengan letak geografis berada pada 30 20’ - 30 55’ Lintang Utara, 980 25’ - 990 20’ Bujur Timur. Kabupaten Serdang Bedagai merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Deli

Serdang yang berdiri tahun 2005 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai

di Provinsi Sumatera Utara. Batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang diantaranya sebagai berikut : - Sebelah utara : berbatasan dengan Selat Malaka;

- Sebelah selatan : berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun; - Sebelah Barat : berbatasan dengan Kota Binjai, Kabupaten Karo dan

Langkat; - Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Batubara dan Simalungun.

Tabel 7 Jumlah desa, luas kecamatan dan panjang garis pantai di wilayah pesisir

Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai

No Kabupaten/Kecamatan Jumlah

desa/kelurahan Luas (ha)

Panjang Garis Pantai (km)

1 Kabupaten Serdang Bedagai - Pantai Cermin - Perbaungan - Teluk Mengkudu - Tanjung Beringin - Bandar Khalipah

12 28 12

8 5

8.029

11.162 6.695 7.417

11.600

95

2 Kabupaten Deli Serdang - Pantai Labu - Percut Sei Tuan - Hamparan Perak - Labuhan Deli

11

5 5 5

8.185

19.079 23.015 12.723

65

Sumber : Bappeda Kab. Deli Serdang dan Serdang Bedagai (2011)

Wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang secara administratif meliputi 9 (sembilan) kecamatan dengan luas 111.840 ha dan

panjang garis pantai 160 km. Lebih jelasnya data luas, jumlah desa di setiap kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 7.

Kondisi Fisik Wilayah

Iklim dan Hidrologi

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis dimana iklimnya hampir sama dengan Kabupaten Deli Serdang. Rata-rata kelembapan udara per

bulan sekitar 84%, curah hujan berkisar antara 18 sampai dengan 144 mm dengan periodik tertinggi pada bulan Agustus-September, hari hujan per bulan berkisar 2-

26

16 hari dengan curah hujan yang besar pada bulan Agustus sampai dengan

September. Rata-rata kecepatan angin berkisar 1,8 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 3,1 mm/hari. Temperatur udara per bulan minimum 23,4° C dan

maksimum 32,7° C (BPS 2012). Wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang memiliki 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Belawan, Deli, Belumai, Percut dan Ular, sedangkan untuk Kabupaten Serdang Bedagai adalah

DAS Ular, Sungai Bedagai (Sungai Padang), Sungai Belutu, dan sungai-sungai kecil lainnnya yang mengalir ke pantai timur. Sungai-sungai di Kabupaten

Serdang Bedagai dan Deli Serdang sebagian besar berhulu di pegunungan bukit barisan yang terdapat di Kabupaten Simalungun.

Topografi dan Kemiringan Lereng

Berdasarkan kondisi topografinya, secara umum Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : (1) Kawasan dataran

pantai, (2) Kawasan dataran rendah dan (3) Kawasan dataran tinggi. Kabupaten Deli Serdang maupun Serdang Bedagai sebagian besar berada pada ketinggian 0 – 500 mdpl namun diwilayah bagian Selatan Kabupaten Deli Serdang terdapat

wilayah dengan ketinggian diatas 500 mdpl. Berdasarkan kemiringan lerengnya, pada dasarnya Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai memiliki topografi

yang bervariasi, yakni kondisi landai, datar, bergelombang curam dan terjal. Penyebaran kemiringan dan ketinggian lahan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8 Penyebaran ketinggian lahan di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang

No Kabupaten/Kecamatan Ketinggian Lahan

0-500 m 500-1000 m >1000 m

1 Kabupaten Serdang Bedagai - Kotarih, Silinda, Bintang Bayu, Dolok Masihul,

Serba Jadi, Sipispis, Dolok Merawan, Tebing Tinggi, Tebing Syahbandar, Bandar Khalipah, Teluk Mengkudu, Sei Rampah, Sei Bamban, Perbaungan, Pegajahan dan Pantai Cermin.

-

-

2 Kabupaten Deli Serdang - Pancur Batu, Namo Rambe, Biru-Biru, Bangun

Purba, Galang, Tanjung Morawa, Patumbak, Deli Tua, Sunggal, Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Pantai Labu, Beringin, Lubuk Pakam, dan Pagar Merbau.

- Gunung Meriah - STM Hilir - STM Hulu, Sibolangit dan Kutalimbaru

√ - √ √

-

√ √ √

-

√ - √

Sumber : Bappeda Kab De li Serdang dan Serdang Bedagai (2011)

Keterangan : √ = wilayah yang memiliki ket inggian lahan

Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang yaitu podsolik merah kekuningan, podsolik coklat kekuningan,

27

hidromorfik kelabu, gley humus, regosol, alluvial, andosol coklat dan organosol.

Penyebaran jenis tanah berdasarkan jenis topografinya adalah : - Wilayah dataran pantai yang terdapat di sepanjang pinggiran pantai timur di

wilayah Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai didominasi oleh jenis tanah alluvial, regosol dan organosol;

- Wilayah dataran rendah didominasi oleh jenis tanah hidroomorfik kelabu

gley humus dan andosol; - Wilayah dataran tinggi didominasi oleh jenis tanah podsolik merah

kekuningan dan podsolik coklat kekuningan.

Pola Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai

umumnya didominasi oleh penggunaan lahan perkebunan baik itu perkebunan besar maupun perkebunan rakyat yang hampir merata diseluruh wilayah. Luas

Penggunaan lahan untuk perkebunan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang mencapai + 84.194 ha sedangkan untuk Kabupaten Serdang Bedagai mencapai + 115.338 ha. Penggunaan lahan lainnya adalah daerah persawahan umumnya

berada pada bagian utara, sedangkan pada bagian selatan umumnya didominasi oleh penggunaan untuk ladang/tegalan/huma/kebun campuran.

Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi

Kependudukan

Gambaran mengenai kependudukan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli

Serdang dan Serdang Bedagai dapat dilihat dari pertumbuhan pendud uk, jumlah dan sebaran penduduk serta kepadatan penduduk. Perkembangan jumlah penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai

disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Perkembangan jumlah penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Serdang

Deli Serdang dan Serdang Bedagai

No Kecamatan Perkembangan jumlah penduduk (jiwa) Pertumbuhan

penduduk (%) 2005 2006 2007 2008

Kabupaten Serdang Bedagai 1 Bandar Khalipah 25.121 25.393 25.940 26,446 1,95 2 Tanjung Beringin 35.681 36.066 37.561 38.291 1,95 3 Teluk Mengkudu 40.842 41.304 42.192 43.015 1,95 4 Perbaungan 123.513 97.031 99.118 101.052 1,95 5 Pantai Cermin 40.367 40.804 41.681 42.494 1,95 Kabupaten Deli Serdang 6 Hamparan Perak 133.348 137.722 141.126 145.483 2,95 7 Labuhan Deli 51.691 53.387 54.094 55.794 2,56 8 Percut Sei Tuan 310.016 320.186 333.424 343.718 3,50 9 Pantai Labu 41.264 42.618 43.981 45.339 3,19

Sumber : Bappeda Kab. Deli Serdang dan Serdang Bedagai (2011)

28

Laju pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Serdang

Bedagai dengan rata-rata 1,95%, sedangkan Kabupaten Deli Serdang laju pertumbuhan penduduk lebih besar yaitu sebesar 3,05%. Laju Pertumbuhan di

wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang lebih besar bila dibandingkan dengan total laju pertumbuhan pertumbuhan penduduk Kabupaten Deli Serdang yaitu sebesar 2,93%, sedangkan untuk Kabupaten Serdang Bedagai laju pertumbuhan

penduduk di wilayah pesisir hampir sama dengan laju pertumbuhan penduduk di wilayah lainnya.

Jika dibandingkan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah, maka rata-rata kerapatan penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah 564 jiwa/km2, sedangkan kerapatan penduduk di wilayah pesisir

Kabupaten Deli Serdang 937 jiwa/km2. Kerapatan penduduk di wilayah pesisir kabupaten Serdang Bedagai lebih besar bila dibandingkan dengan wilayah

lainnya, dimana rata-rata total kerapatan penduduk di tahun yang sama sebesar 332 jiwa/km2. Demikian halnya di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang, dimana total kerapatan penduduk hanya sebesar 696 jiwa/km2. Kerapatan

penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai dapat dilihat dalam Tabel 10.

Tabel 10 Kerapatan penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.

No Kecamatan Luas Wilayah

(km2)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Kerapatan Penduduk

(jiwa/km2)

Kabupaten Serdang Bedagai 1 Bandar Khalipah 116 26.446 228 2 Tanjung Beringin 74,17 38.291 516 3 Teluk Mengkudu 66,95 43.015 642 4 Perbaungan 111,62 101.052 905 5 Pantai Cermin 80,296 42.494 529

Jumlah 449,036 251.298 564 Kabupaten Deli Serdang

6 Hamparan Perak 230,15 145.483 632 7 Labuhan Deli 127,23 55.794 438 8 Percut Sei Tuan 190,79 343.718 1.802 9 Pantai Labu 81,85 45.339 1.274

Jumlah 630,02 590.334 937

Sumber : Bappeda Kab. Deli Serdang dan Serdang Bedagai (2011)

Potensi Sumber Daya Alam

Sumber Daya Air

Kondisi sumber daya air di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai

sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber air minum, pengairan, pengendalian banjir, pariwisata, pembangkit listrik (hidro-mikro) dan sebagainya. Berdasarkan kondisi topografinya, di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang

29

Bedagai banyak terdapat potensi pengembangan daerah irigasi untuk persawahan.

Potensi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : - Sumber Air minum yang akan dikelola oleh PDAM dengan sumber air dari

sungai Ular; - Mengairi daerah persawahan seluas dan dapat berpotensi sebagai lumbung

padi Sumatera Utara dan nusantara;

- Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan bagian dari sistem pengelolaan Wilayah Sungai Strategis Nasional Belawan – Ular – Padang;

- Sebagai sumber air untuk perikanan darat Berdasarkan Permen PU Nomor 11A Tahun 2006, Sumatera Utara

memiliki 10 (sepuluh) Wilayah Sungai (WS) yaitu WS Alas-Singkil, WS Toba-

Asahan, WS Bahbolon, WS Barumun-Kualuh, WS Batang Angkola-Batang Gadis, WS Batang Natal-Batang Batahan, WS Sibundong-Batang Toru, WS Belawan -

Ular - Padang, WS Nias dan WS Wampu Besitang. Dari Kesepuluh WS tersebut 4 (empat) WS dikelola Pemerintah Pusat yang tanggung jawab pelaksanaan pengelolaannya berada pada Balai Wilayah Sungai Sumatera. Dari ke empat WS

tersebut satu diantaranya berada di Kabupaten Deli Serdang yaitu WS Belawan - Ular - Padang. WS Belawan - Ular - Padang meliputi DAS Deli yang melintasi

Kota Medan, ibukota Propinsi Sumatera Utara yang berpotensi rawan banjir, DAS Ular yang merupakan sumber air bagi areal persawahan Irigasi Sungai Ular seluas 19.000 ha serta DAS Padang yang melintasi Kota Tebing Tinggi, kota

berpenduduk padat dan rawan banjir.

Sumber Daya Kehutanan

Luas kawasan hutan yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Pebruari 2005 terdapat seluas (80.083 ha), yang meliputi hutan suaka

alam/pelestarian alam (22.184 ha), hutan lindung (7.465,18 ha), hutan produksi terbatas (7.654,28 ha), hutan produksi (41.843 ha) dan hutan yang dapat

dikonversi seluas 936 ha. Kabupaten Deli Serdang mempunyai potensi hutan rakyat seluas 38.520 ha, dengan jenis tanaman durian, kemiri, manggis, duku, mindi, mahoni, karet, petai, jengkol, asam glugur dan sebagainya yang tersebar di

13 (tiga belas) kecamatan. Potensi sumber daya kehutanan berdasarkan hasil usulan revisi kawasan hutan di Kabupaten Serdang Bedagai adalah 9.448,73 ha,

dengan fungsi sebagai kawasan hutan lindung seluas 5.828 ha dan kawasan hutan produksi seluas 3.620 ha. Sebagian besar kawasan hutan tersebut berada di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai.

Pariwisata

Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai memiliki objek wisata yang

terkenal, baik wisata alam maupun wisata buatan. Objek wisata di wilayah Kabupaten Deli Serdang diantaranya seperti pemandangan alam, mata air panas, wisata alam dengan kondisi yang masih alami. Sampai dengan tahun 2009, objek

wisata yang telah dikembangkan dan telah mempunyai izin antara lain : Taman Rekreasi Sinar Bulan Purnama Ancol, Pantai Sari Laba Biru Indah, Pantai

Kasanova, Pantai Ginbers, Pemandian Alam Loknya, Taman Rekreasi Dewi, Taman Rekreasi Hairos Indah, dan Hill Park Sibolangit. Wilayah pesisir dengan

30

panjang garis pantai mencapai 65 km sangat potensial untuk dikembangkan

dengan wisata bahari. Sumber daya pariwsata di Kabupaten Serdang Bedagai terbagi atas beberapa jenis mulai dari wisata budaya, dan wisata alam. Wisata

Budaya terdiri dari kawasan cagar budaya berupa obyek peninggalan bersejarah yaitu Pura Bali di kecamatan Pegajahan, Mesjid Raya Sulaiman dan Peninggalan Kerajaan Bedagai di kecamatan Tanjung Beringin, tempat bersandar kapal

saudagar-saudagar Arab Saudi pada zaman dahulu di kecamatan Bandar Khalifah. Potensi parawisata di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai diantaranya :

- Wisata bahari berada di Kecamatan Pantai Cermin dimana areal itu terdapat pemandian pantai lengkap dengan arena bermain Theme Park dengan penerapan teknologi plus hotel dengan melibatkan investor (penanam modal).

Selain itu wisata bahari berada di kecamatan Perbaungan, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin (pusat ekonomi dipinggir pantai), dan Bandar Khalipah;

- Bentangan Pantai yang indah di Kecamatan Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin dan Bandar Khalipah;

- Ekowisata (wisata berwawasan lingkungan) di Pulau Berhala Kecamatan

Tanjung Beringin. Pulau Berhala merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia yang merupakan Kawasan Strategis Pertahanan dan Keamanan

Nasional dengan potensi laut yang cukup indah alami sehingga Kabupaten Serdang Bedagai menetapkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2006 sebagai Ecomarine Tourisme (wisata berwawasan lingkungan);

Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Deli Serdang memiliki potensi perikanan yang cukup besar

mengingat wilayahnya sebagian besar merupakan kawasan pantai dengan panjang garis pantai 65 km, yang dapat dikembangkan untuk berbagai komoditi perikanan laut, pertambakan, budidaya laut dan budidaya air tawar. Jumlah produksi ikan

yang dihasilkan dari budidaya perikanan laut pada tahun 2008 mencapai sekitar 18.684,7 ton sedangkan produksi ikan dari budidaya air payau/tambak mencapai

3.979,7 ton. Produksi ikan dari budidaya air tawar mencapai sekitar 1.384 ton, sedangkan untuk wilayah Kabupaten Serdang Bedagai sumber daya kelautan pada tahun 2008 menurut daerah tangkapannya menghasilkan 294 ton untuk daerah

tangkapan air payau, 1.983,6 ton untuk tangkapan air tawar dan daerah tangkapan perairan umum sebesar 46,6 ton

Pertanian

Luas lahan pertanian untuk padi sawah di Kabupaten Deli Serdang sampai dengan tahun 2008 terdapat seluas 73.148 ha dengan jumlah produksi sebesar

381.046 ton. Selain padi sawah komoditi pertanian lainnya yang mengalami perkembangan cukup signifikan diantaranya adalah; tanaman jagung dengan luas

lahan 21.449 ha dengan jumlah produksi sebesar 74.572 ton. Tanaman ubikayu dengan luas lahan 6.352 ha dengan jumlah produksi sebesar 135.647 ton. Sektor pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai pada Tahun 2008 memiliki luas areal

pertanian padi sekitar 73.169 ha dengan produksi sebesar 345.420 ton, tanaman jagung seluas 6.183 ha dengan jumlah produksi sebesar 20.839 ton, tanaman ubi

kayu luas areal sebesar 7.864 ha dengan hasil produksi sebesar 176.187 ton, tanaman ubi jalar memiliki luas areal sekitar 211 ha dengan hasil produksi sebesar

31

2.620 ton, tanaman kacang tanah memiliki luas 361 ha dengan hasil produksi

sebesar 526 ton, tanaman kacang kedelai memiliki luas 1.759 ha dengan hasil produksi sebesar 2.529 ton, dan kacang hijau seluas 1.004 ha dengan jumlah

produksi 962 ton.

Perkebunan

Tanaman perkebunan yang cukup menonjol di Kabupaten Deli Serdang

adalah kelapa sawit, karet, coklat dan kelapa. Sampai tahun 2008 luas areal tanaman kelapa sawit yang telah menghasilkan mencapai sekitar 9.844 ha dengan

jumlah produksi sebesar 178.451,32 ton. Tanaman karet seluas 4.462 ha dengan jumlah produksi sebesar 5.559 ton. Tanaman coklat seluas 5.528 ha dengan jumlah produksi sebesar 6.371,53 ton, tanaman kelapa seluas 2.709,30 ha dengan

jumlah produksi sebesar 2.609 ton. Sumber daya perkebunan di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2008 menghasilkan produksi tanaman kakao sebesar

1.223 ton, tanaman kelapa sebesar 2.446 ton, tanaman karet sebesar 9.760 ton, tanaman kelapa sawit sebesar 152.724 ton, tanaman pinang sebesar 306 ton, tanaman kemiri sebesar 92 ton, tanaman pala sebesar 0,32 ton, dan tanaman aren

sebesar 4 ton.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola dan Trend Perubahan Penggunaan Lahan

Tipe penutupan/penggunaan lahan dari hasil klasifikasi data citra landsat dengan cara interpretasi visual di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dapat diklasifikasikan kedalam 9 (sembilan) penutupan lahan/penggunaan lahan

yaitu hutan mangrove sekunder, lahan terbangun, perkebunan, sawah, pertanian lahan kering, tambak, lahan terbuka, badan air dan semak belukar/belukar rawa.

Penentuan tipe penutupan/penggunaan lahan berdasarkan survey pendahuluan dan berdasarkan bahan-bahan literatur. Proses klasifikasi dengan metode digitasi on screen menggunakan kombinasi 543. Adapun deskripsi masing-masing tipe

penutupan/penggunaan lahan dan kunci penafsiran berdsarkan rona warna, tekstur, dan pola pada citra landsat dengan kombinasi 543 disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Deskripsi dan kunci penafsiran citra landsat-ETM dengan kombinasi 543

No Tipe penutupan lahan Kunci penafsiran kombinasi 543

1 Hutan Mangrove Sekunder

Hutan bakau, nipah berada disekitar pantai

yang telah memperlihatkan bekas

penebangan, dengan pola alur, bercak dan

genangan

Rona agak gelap s.d terang, warna hijau

keunguan, pola tidak teratur, biasnya terdapat

tambak, dan lahan terbuka, b iasanya terletak di

daerah pantai dan dimuara sungai-sungai besar

2 Perkebunan

Seluruh perkebunan, baik yang sudah

ditanami maupun yang belum d itanami

Rona agak terang, warna h ijau muda sampai tua,

tekstur agak halus dan agak kasar, bentuk

beraturan, pola seragam dan terdapat pemukiman,

32

(masih berupa lahan kosong) bukaan dan adanya jaringan jalan bangunan

3 Pertanian lahan kering

Semua akt ivitas pertanian dilaha kering

seperti tegalan, dan ladang. Pertanian lahan

kering juga berselang-selang dengan semak

belukar.

Rona agak terang, warna merah muda dan bercak-

bercak h ijau, tekstur agak kasar, po la dan bentuk

tidak beraturan, dekat dengan pemukiman

4 Sawah

Semua akt ivitas pertanian lahan basah yang

dicirikan oleh pola pematang

Rona agak terang sampai gelap, warna biru

bercak merah muda, tekstur halus, pola seragam,

dekat dengan pemukiman dan perairan

5 Tambak

Aktivitas perikanan darat atau penggaraman

yang tampak dengan pola pematang

disekitar pantai

Rona agak gelap, warna biru kehitaman, tekstur

halus, pola seragam

6 Lahan terbangun

Kawasan pemukiman, baik perkotaan,

perdesaan, industri dll yang memperlihatkan

pola alur rapat

Rona terang merah muda, tekstur agak kasar, pola

seragam, terdapat jaringan jalan, kenampakan

lahan terbangun

7 Tanah terbuka

Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa

vegetasi

Rona agak terang warna kemerahan, tekstur halus,

pola tidak tertur

8 Tubuh air

Semua kenampakan air, termasuk laut,

sungai danau, waduk, terumbu karang dll

Rona gelap, warna biru kehitaman, tekstur halus,

pola tidak teratur

9 Bandara

Kenampakan bandara dan pelabuhan

berukuran besar dan memungkinkan untuk

didelin iasi sendiri

Rona terang, merah keh ijauan, tekstur halus, pola

teratur, dan terlihat kenampakan jalan, biasanya

berada di daerah pemukiman dan kenampakan

lahan terbuka

10 Semak belukar/belukar rawa

Kawasan bekas hutan lahan kering yang

telah tumbuh kembali, kawasan bekas

hutan rawa/mangrove yang telah tumbuh

kembali atau kawasan dengan dominasi

vegetasi rendah

Rona agak terang warna hijau muda ke kuningan,

tekstur agak kasar, bentuk tidak beraturan, pola

tidak teratur, dekat dengan sungai dan perairan.

Sumber : Kementerian Kehutanan (2010)

Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan Tahun 2013

Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat tahun 2000 dan 2013, luas dan persentase penutupan/penggunaan lahan tahun 2000 dan 2013 disajikan pada Tabel 12. Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang dominan

pada tahun 2000 maupun tahun 2013 di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang adalah perkebunan, sawah dan pertanian lahan kering.

Dari hasil interpretasi pada tahun 2013, ketiga penggunaan lahan tersebut mencapai 72,4% dari total luas kecamatan wilayah pesisir. Penggunaan lahan yang paling tinggi adalah perkebunan, dimana tahun 2000 seluas 29.370 ha

(26,3%) dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 32.870 ha (29,4%). Dari segi penyebaran secara spasial bahwa penggunaan lahan perkebunan hampir

ada di setiap kecamatan wilayah pesisir. Penggunaan lahan perkebunan paling luas terdapat di Kecamatan Hamparan Perak dan Kecamatan Perbaungan.

Penggunaan lahan lain yang mendominasi adalah sawah dan pertanian

lahan kering, dimana penggunaan lawah sawah pada tahun 2000 dan 2013 masing masing sebesar 28.460 ha (25,4%) dan 27.820 ha (24,9%), sedangkan

pengggunaan lahan pertanian lahan kering pada tahun 2000 dan 2013 adalah 22.620 ha (20,2%) dan 20.260 ha (18,1%). Penyebaran penggunaan lahan sawah dan pertanian lahan kering secara spasial hampir merata di setiap kecamatan.

33

Penyebaran penggunaan lahan sawah di Kabupaten Deli Serdang adalah

Kecamatan Hamparan Perak dan Percut Sei Tuan sedangkan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai sebagian besar berada di Kecamatan Perbaungan,

Tanjung Beringin dan Bandar Khalipah. Tingginya luasan penggunaan lahan sawah dan pertanian lahan kering diwilayah pesisir didukung oleh fisik lahan dimana kemiringan lereng yang relatif datar (<8%) dan jumlah aliran sungai yang

cukup banyak yang bermuara ke arah hilir. Penggunaan lahan selanjutnya diwilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang

dan Serdang Bedagai adalah lahan terbangun. Penggunaan lahan terbangun pada tahun 2000 dan 2013 masing masing sebesar 7.660 ha (6,8%) dan 13.240 ha (11,8%). Dari hasil interpretasi, sebagaian besar pola penggunaan lahan terbangun

seperti pemukiman cenderung terkonsentrasi pada satu tempat, dan sebagian lagi terkonsentrasi di sepanjang jalan.

Tabel 12 Penggunaan lahan tahun 2000 dan 2013 di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai

No Penggunaan Lahan Tahun 2000 Tahun 2013

Perubahan

Penggunaan lahan

Luas (ha) % Luas (ha) % ha %

1 Tubuh air 1.200 1,1 1.180 1,1 -20 -1,7

2 Hutan mangrove sekunder 3.420 3,1 2.640 2,4 -780 -22,8

3 Lahan terbangun 7.660 6,8 13.240 11,8 5580 72,8

4 Perkebunan 29.370 26,3 32.870 29,4 3500 11,9

5 Pertanian lahan kering 22.620 20,2 20.260 18,1 -2360 -10,4

6 Sawah 28.460 25,4 27.820 24,9 -640 -2,2

7 Semak belukar/belukar rawa 8.770 7,8 4.380 3,9 -4390 -50,1

8 Tambak 9.680 8,7 9.010 8,1 -670 -6,9

9 Tanah terbuka 660 0,6 440 0,4 -220 -33,3

Jumlah 111.840 100 111.840 100

Ket: (+) = terjadi penambahan

(-) = terjadi pengurangan

Hal yang menarik diperhatikan adalah penggunaan tutupan lahan di

sepanjang pinggiran pantai wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai, dimana luas penutupan lahan mangrove pada tahun 2000 dan 2013 masing-masing hanya sebesar 3.420 ha (3,1%) dan 2.640 ha (2,4%). Penutupan

lahan yang mendominasi di pinggiran pantai adalah penggunaan lahan untuk tambak dengan persentase luasan pada tahun 2000 dan 2013 sebesar 9.680 ha

(8,7%) dan 9.010 ha (8,1%). Hal ini sesuai dengan kondisi dimana dari hasil informasi yang dikumpulkan dari masyarakat ataupun dari pemerintahan setempat bahwa pada tahun 1990 terjadi pembukaan besar-besaran penggunaan lahan

mangrove terhadap penggunaan lahan tambak. Tekanan terhadap penggunaan lahan mangrove ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara aspek ekologi

dan ekonomi di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Dampak negatif yang dirasakan adalah tergerusnya garis pantai dan bertambah dangkalnya perairan pantai akibat adanya sedimentasi. Peta penyebaran

penutupan/penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

34

Gambar 3 Peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000

Gambar 4 Peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2013

Trend Perubahan Penutupan Lahan : Periode 2000-2013

Trend perubahan penggunaan lahan pada periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2013 disajikan pada tabel Tabel 13. Dari Tabel 13 penggunaan lahan yang

35

mengalami perubahan penambahan pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2013

adalah lahan terbangun, sebesar 72,8% dari total luas awal penggunaan lahan tersebut. Penambahan penggunaan lahan perkebunan berasal dari penggunaan

perkebunan, pertanian lahan kering, sawah, semak belukar dan tanah terbuka. Penyebaran penambahan lahan terbangun di Kabupaten Deli Serdang berada di Kecamatan Hamparan Perak dan Percut Sei Tuan, sedangkan di wilayah

Kabupaten Serdang Bedagai penyebaran penambahan lahan terbangun paling banyak di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin. Besarnya luas penggunaan

lahan terbangun di kecamatan tersebut sejalan dengan banyaknya jumlah penduduk dan tingginya kerapatan penduduk di kecamatan tersebut. Dari data BPS (2008) bahwa keempat kecamatan tersebut mempunyai kepadatan penduduk

yang cukup besar bila dibandingkan dengan kecamatan wilayah pesisir lainnya dengan total persentase sebesar 75% dari semua total penduduk di wilayah pesisir.

Penyebab lain yang menyebabkan penambahan penggunaan lahan terbangun di wilayah tersebut adalah pembangunan bandara kuala namun dan wilayah tersebut merupakan wilayah pengembangan wisata. Pengunaan lahan lain yang mengalami

penambahan adalah penggunaan lahan perkebunan sebesar 11,9% dari luas awal. Penambahan penggunaan lahan tersebut berasal dari penggunaan lahan hutan

mangrove sekunder, pertanian lahan kering, sawah, semak belukar dan tambak yang sudah lama ditelantarkan sehingga dikonversi menjadi lahan perkebunan. Bentuk perubahan penggunaan lahan perkebunan paling besar adalah menjadi

lahan terbangun seluas 1.950 ha.

Tabel 13 Matriks perubahan penggunaan lahan pada tahun 2000-2013 di wilayah

pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai

Tahun 2000

Tahun 2013

Jumlah

BA HtMgS LT Pkb PLK Swh

SmBlk

/BlkR Tbk TT

(ha) (ha)

BA 1.180 20 - - - - - - - 1.200

HtMgS - 2.100 - 930 - - 30 280 80 3.420

LT - - 7.660

- - - - - 7.660

Pkb - - 1.950 26.820 430 170 - - - 29.370

PLK - - 2.060 610 16.280 3.670 - - - 22.620

Swh - - 1.390 380 3.290 23.400 - - - 28.460

SmBlk - 40 90 2.560 50 500 3.990 1.500 40 8.770

Tbk - 480 - 1.210 160 - 360 7.230 240 9.680

TT - - 90 360 50 80 - - 80 660

Jumlah (ha) 1.180 2.640 13.240 32.870 20.260 27.820 4.380 9.010 440 111.840

Ket : BA =badan air; Bd=bandara; HtMgS=hutan mangrove sekunder; LT=lahan terbangun;

Pkb=Perkebunan; PLK=pertanian lahan kering; Swh=sawah; SmBlk=semak belukar;

Tbk=tambak; TT=tanah terbuka.

Penggunaan lahan yang tidak terlalu mengalami perubahan adalah sawah dengan persentase perubahan 2,3%. Luas sawah walaupun sebagian mengalami

konversi tetapi luasan penggunaan lawah sawah dari tahun 2000 sampai 2013 cenderung tetap. Penggunaan lahan yang mengalami penurunan pada tahun 2000

sampai dengan 2013 adalah semak belukar/belukar rawa, hutan mangrove

36

pertanian lahan kering dan tambak. Tingginya penurunan penggunaan lahan

semak belukar/belukar rawa dan hutan mangrove mengindikaisikan bahwa penggunaan lahan kurang memperhatikan aspek konservasi.

Kesesuaian Lahan

Berdasarkan ruang lingkup penelitian bahwa kajian penggunaan lahan hanya

di kawasan budidaya maka analisis kesesuaian penggunaan lahan adalah perkebunan, pertanian lahan kering, sawah, dan tambak. Prosedur penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan pendekatan satuan lahan berdasarkan

ketentuan FAO (1976) yaitu dibedakan atas : (1) Kesesuaian lahan secara fisik (kualitatif) dan (2) Kesesuaian lahan secara ekonomi (kuantitatif). Dalam

penelitian ini, analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan faktor pembatas untuk masing-masing peruntukan penggunaan lahan ditinjau dari aspek biofisik. Hasil analisis kesesuaian lahan dikelompokkan kedalam 4 (empat) kategori/kelas, yaitu

(1) Sangat sesuai/S1, (2) Cukup sesuai/S2, (3) Sesuai marginal/S3 dan (4) Tidak sesuai/N. Hasil analisis spasial dengan pendekatan sistem informasi geografis

untuk masing-masing peruntukan lahan lahan disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Kesesuaian lahan untuk setiap peruntukan penggunaan lahan

PL

Sangat Sesuai (S1)

Cukup Sesuai (S2)

Sesuai Marginal (S3)

Tidak Sesuai (N) Jumlah

(ha) (ha) % (ha) % (ha) % (ha) %

Pkb - - 4.570 4,1 55.050 49,2 52.220 46,7 111.840

Swh 43.010 38,5 4.570 4,1 38.210 34,2 26.050 23,3 111.840

PLK 4.570 4,1 - - 61.520 55,0 45.750 40,9 111.840

Tbk 2.690 2,4 25.230 22,6 - - 83.920 75,0 111.840

Ket : PL=penggunaan lahan; Pkb=perkebunan; Swh=sawah; PLK=pertanian lahan kering;

Tbk=tambak.

Kesesuaian lahan Perkebunan

Persyaratan penggunaan lahan/karakteristik lahan yang digunakan dalam menganalisa kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan perkebunan adalah

kelerengan, tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif tanah, reaksi tanah lapisan atas, banjir dan salinitas. Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa kesesuaian

lahan perkebunan dengan kelas kategori cukup sesuai (S2) seluas 4.570 ha (4,1%), sesuai marginal (S3) 55.050 ha (49,2%), tidak sesuai (N) 52.220 ha (46,7%). Kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan perkebunan di dominasi oleh kategori

sesuai marginal dengan faktor pembatas drainase, reaksi tanah lapisan atas dan kedalaman, sedangkan lahan yang tidak sesuai disebabkan oleh faktor pembatas

drainase, kedalaman efektif dan salinitas. Sebaran kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan perkebunan disajikan pada Gambar 5.

37

Gambar 5 Peta kesesuaian lahan perkebunan

Kesesuaian Lahan Sawah

Karakteristik lahan yang menjadi parameter untuk menganalisa kesesuaian lahan sawah adalah kelerengan, tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif tanah,

reaksi tanah lapisan atas, banjir dan salinitas. Luas lahan kategori kelas kesesuaian lahan adalah sangat sesuai (S1) seluas 43.010 ha (38,5%), cukup sesuai 4.570 ha (4,1%), sesuai marginal 38.210 ha (34,2%) dan tidak sesuai 26.050 ha (23,3%).

Faktor pembatas untuk masing-masing kategori kelas yaitu (1) kelas cukup sesuai dengan faktor pembatas drainase, (2) kelas sesuai marginal dengan faktor

pembatas drainase, kedalaman efektif, dan reaksi tanah terhadap lapisan atas dan (3) tidak sesuai dengan faktor pembatas tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif dan salinitas. Sebaran kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan sawah disajikan

pada Gambar 6.

38

Gambar 6 Peta kesesuaian lahan sawah

Kesesuaian Pertanian Lahan Kering

Persyaratan penggunaan lahan yang digunakan untuk menganalisis

kesesuaian lahan untuk pertanian lahan kering adalah kelerengan, tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif tanah, reaksi tanah lapisan atas, bahaya banjir dan salinitas. Luas kesesuaian lahan pada masing-masing kelas kategori adalah sangat

sesuai 4.570 ha (4,1%), sesuai marginal 61.520 ha (55,0%) dan tidak sesuai 45.750 ha (40,9%). Faktor pembatas untuk masing-masing kelas kesesuaian lahan

yaitu (1) sesuai marginal dengan faktor pembatas drainase, kedalaman efektif, reaksi tanah lapisan atas dan bahaya banjir, (2) tidak sesuai dengan faktor pembatas drainase, kedalaman efektif dan salinitas. Sebaran kesesuaian lahan

untuk penggunaan lahan sawah disajikan pada Gambar 7.

39

Gambar 7 Peta kesesuaian pertanian lahan kering

Kesesuaian Lahan Tambak

Karakteristik lahan yang digunakan dalam menganalisa kesesuaian lahan

untuk penggunaan tambak adalah lereng, reaksi tanah terhadap lapisan atas (pH), jarak dari pantai dan jarak dari sungai. Luas masing-masing kelas kesesuaian

lahan adalah sangat sesuai seluas 2.690 ha (2,4%), cukup sesuai seluas 25.230 ha (22,6%) dan tidak sesuai seluas 83.920 ha (75,0%). Sebaran kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan sawah disajikan pada Gambar 8.

40

Gambar 8 Peta kesesuaian lahan tambak

Kesesuaian Lahan terhadap Penggunaan Lahan

Kesesuaian pengggunaan lahan aktual diperoleh dari hasil overlay

penggunaan lahan dengan kelas kesesuaian lahan seperti disajikan pada Tabel 15. Penggunaan lahan perkebunan jika ditumpang tindihkan dengan kelas kesesuaian didapat bahwa luas lahan yang cukup sesuai sebesar 3.660 ha (11,1%), sesuai

marginal 20.920 ha (88,2%) dan tidak sesuai 8.290 ha (25,2%). Hal ini dipengaruhi karakteristik fisik lahan yang sangat mendukung seperti kelerengan,

drainase atau tekstur tanah. Penggunaan lahan perkebunan yang tidak sesuai pada umumnya berasal dari konversi lahan mangrove dan bekas tambak yang tidak produktif. Kelas kesesuaian terhadap pengggunaan lahan sawah adalah sangat

sesuai seluas 11.400 ha (41,0%), cukup sesuai 310 ha (1,1%), sesuai marginal 14.170 ha (50,9%) dan tidak sesuai 1.940 ha (7,0%). Walaupun kesesuaian lahan

sawah didominasi kelas sesuai marginal tetapi didukung dengan kondisi sumber daya air di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai yang sangat potensial untuk mengairi daerah persawahan dan letak topografi yang relatif datar. Kelas

kesesuaian terhadap Penggunaan lahan peruntukan pertanian lahan kering adalah sangat sesuai seluas 130 ha (0,6%) dan cukup sesuai seluas 4.280 ha (47,5%) dan

tidak sesuai seluas 4.050 ha (45,0%).

41

Tabel 15 Kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan

PL

Sangat Sesuai (S1)

Cukup Sesuai (S2)

Sesuai Marginal (S3)

Tidak Sesuai (N) Jumlah

(ha) (ha) % (ha) % (ha) % (ha) %

Pkb - - 3.660 11,1 20.920 63,6 8.290 25,2 32.870

Swh 11.400 41,0 310 1,1 14.170 50,9 1.940 7,0 27.820

PLK 130 0,6 0 - 9.670 47,7 10.460 51,6 20.260

Tbk 680 7,5 4.280 47,5 - - 4.050 45,0 9.010

Ket : PL=penggunaan lahan; Pkb=perkebunan; Swh=sawah; PLK=pertanian lahan kering;

Tbk=tambak.

Penggunaan lahan tambak yang menempati kelas sangat sesuai seluas 680 ha (7,5%), cukup sesuai 4.280 ha (47,5%) dan tidak sesuai seluas 4.050 ha (45,0%). Dari data tersebut didapat bahwa penggunaan lahan tambak banyak

didominasi pada kelas cukup sesuai dan tidak sesuai dikarenakan jauhnya dari jarak sungai, jarak dari pantai, adanya lahan- lahan yang sudah tidak produktif dan

rusaknya kondisi mangrove di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.

Pemusatan Aktivitas Penggunaan Lahan

Location Quotient merupakan metode yang digunakan di bidang ekonomi

geografi. Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis (Widiatmaka 2013). Dalam merencanakan perencanaan penggunaan lahan dilakukan suatu analisis potensi wilayah yang menjadi

pemusatan aktivitas di suatu wilayah. Menurut Widiatmaka (2013) untuk dapat mempersentasikan hasil analisis LQ adalah sebagai berikut : (1) Jika nilai LQ > 1,

maka dapat diartikan bahwa aktivitas penggunaan lahan terkonsentrasi di wilayah tersebut, (2) jika nilai LQ = 1 maka dapat diterjemahkan penggunaan lahan tersebut mempunyai kesamaan rata-rata dengan wilayah lainnya dan (3) jika LQ <

1 maka penggunaan lahan di wilayah tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah.

Tabel 16 Nilai Location Quotient (LQ) pada tiap penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai

Kecamatan Nilai LQ

Pkb PLK Swh Tbk

Bandar Khalipah 0,7 1,2 1,8 0,5

Hamparan Perak 1,4 1,1 0,5 1,3

Labuhan Deli 0,4 0,0 1,4 1,4

Pantai Cermin 0,7 1,0 1.4 1,3

Pantai Labu 0,3 3,0 0,2 1,1

Perbaungan 1,3 0,3 1,8 0,1

Percut Sei Tuan 0,9 0,5 0,6 1,3

Tanjung Beringin 1,1 0,7 2,0 0,1

Teluk Mengkudu 0,9 1,8 1,2 0,9

42

Ket : Pkb = perkebunan; PLK = pertanian lahan kering; Swh = sawah; Tbk = tambak

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data luasan penggunaan

lahan hasil olahan data citra tahun 2013. Dari hasil analisis seperti yang disajikan pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa setiap kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai mempunyai pemusatan aktivitas

dalam penggunaan lahan. Penggunaan lahan perkebunan terkonsentrasi/memusat di Kecamatan .Hamparan Perak, Perbaungan, dan Tanjung Beringin. Penggunaan

lahan pertanian lahan kering memusat di Kecamatan Bandar Khalipah, Hamparan Perak, Pantai Cermin, Pantai Labu dan Teluk Mengkudu. Penggunaan lahan sawah terkonsentrasi di Bandar Khalipah, Labuhan Deli, Pantai Cermin, Pantai

Labu dan Percut Sei Tuan. Penggunaan lahan tambak memusat di Kecamatan Hamparan Perak, Labuhan Deli, Pantai Cermin, Pantai Labu, dan Percut Sei Tuan.

Luasan dan sebaran Location Quotient pemusatan penggunaan lahan di setiap wilayah Kecamatan pesisir disajikan pada Gambar 9 dan Tabel 17.

Gambar 9 Peta Location Quotient (LQ) penggunaan lahan

Tabel 17 Luas penggunaan lahan pada setiap nilai Location Quotient

Penggunaan Lahan LQ <1

(ha) LQ>1

(ha) Jumlah

(ha)

Perkebunan 12.590 20.280 32.870

Pertanian lahan kering 3.200 17.060 20.260

Sawah 7.610 20.210 27.820

Tambak 990 8.020 9.010

Peruntukan Kawasan Lindung

Berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan lindung, kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi

43

utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya

alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelamjutan. Ruang lingkup kawasan lindung yang

dimaksud adalah (1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya, (2) Kawasan perlindungan setempat, (3) Kawasan suaka alam dan cagar alam serta (4) Kawasan rawan bencana alam. Berdasarkan ruang lingkup tersebut maka

kawasan lindung di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Kawasan hutan lindung; Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Februari 2005 di sepanjang pantai wilayah pesisir

Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Lindung.

2. Sempadan Pantai; Kawasan sempadan pantai adalah wilayah tertentu sepanjang yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi

pantai. Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai memiliki panjang pantai + 160 km, dengan demikian sempadan pantai yang direncanakan

adalah minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. 3. Sempadan sungai;

Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk

sungai buatan yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kriteria sempadan sungai adalah sekurang-

kurangnya 100 m kiri kanan sungai besar dan 50 m dikiri-kanan sungai kecil yang berada diluar pemukiman.

Berdasarkan hasil kajian dengan menggunakan analisis GIS maka kawasan

lindung yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai adalah seluas + 7.930 ha. Penyebaran kawasan lindung disajikan dalam Gambar

10.

Gambar 10 Peta kawasan lindung di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang

dan Serdang Bedagai

44

Tingkat Perkembangan Kecamatan

Identifikasi tingkat perkembangan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai di analisis pada tingkat kecamatan dengan melihat

Nilai Indek Perkembangan Kecamatan (IPK). Berdasarkan konsep wilayah nodal, tipologi wilayah merupakan pengembangan dari konsep hidup yang terdiri dari

inti dan plsama. Inti yang dianalogikan sebagai pusat wilayah memiliki ciri khas dimana inti mengatur proses berjalannya interaksi dari komponen sel dan plasma yang dianalogikan sebagai daerah belakang (hinterland) mendukung

keberlangsungan hidup sel dan mengikuti pengaturan yang dibangun oleh inti. Menurut Rustiadi et al. (2007) inti adalah pusat-pusat pelayanan/pemukiman

sedangkan plasma adalah daerah belakang (hinterland) yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Pusat wilayah berfungsi untuk mendorong dan memfasilitasi perkembangan wilayah hinterland, sedangkan

wilayah hinterland lebih berfungsi sebagai wilayah suplai bagi wilayah inti. Dari analisis yang dilakukan terhadap data jumlah keseluruhan fasilitas dan

data aksesibilitas pada tahun 2011 diperoleh hasil rataan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang adalah 24,66 dengan nilai maksimum 35,17 dan nilai minimum adalah 12,11.

Tabel 18 menunjukkan bahwa hanya 1 (satu) kecamatan yang termasuk kedalam hirarki I yaitu Kecamatan Perbaungan. Kecamatan-kecamatan yang berada di

wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang didominasi oleh hirarki-3 sedangkan kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai didominasi oleh hirarki-2. Fasilitas yang menjadi penciri di wilayah inti adalah banyaknya jumlah

fasilitas ekonomi dan aksesibiltas yang dekat dengan antar dua kabupaten. Fasilitas- fasilitas lain seperti pendidikan dan kesehatan dan sosial lebih lengkap di

Kecamatan Perbaungan bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya di wilayah pesisir. Tabel 18 dan Gambar 11 menunjukkan tingkat perkembangan kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.

Tabel 18 Tingkat perkembangan kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai

No Nama Kecamatan Indeks Perkembangan

Kecamatan HIERARKI

Kabupaten Serdang Bedagai

1 Bandar Khalipah 20,82 HIRARKI-3

2 Pantai Cermin 28,87 HIRARKI-2

3 Perbaungan 35,17 HIRARKI-1

4 Tanjung Beringin 27,36 HIRARKI-2

5 Teluk Mengkudu 27,55 HIRARKI-2

Kabupaten Deli Serdang

6 Hamparan Perak 21,11 HIRARKI-3

7 Labuhan Deli 23,59 HIRARKI-3

8 Pantai Labu 25,37 HIRARKI-2

9 Percut Sei Tuan 12,11 HIRARKI-3

45

Gambar 11 Peta tingkat perkembangan kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten

Deli Serdang dan Serdang Bedagai.

Lokasi Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan

Berdasarkan kriteria prioritas arahan pengembangan penggunaan lahan seperti pada metodologi penelitian dapat ditentukan prioritas pengembangan

penggunaan lahan di setiap wilayah kecamatan pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Dalam memilih jenis penggunaan lahan yang akan

diprioritaskan untuk dikembangkan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai ditetapkan 4 (empat) kriteria berdasarkan hasil analisis data yang ada yaitu :

1. Wilayah pengembangan adalah bukan merupakan kawasan lindung sesuai yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung; 2. Sesuai dengan daya dukung lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan yang

sesuai dan sesuai bersyarat;

3. Wilayah pengembangan merupakan wilayah pemusatan/basis penggunaan lahan;

4. Wilayah yang menjadi prioritas adalah wilayah yang belum berkembang.

Berdasarkan hasil analisis TOPSIS urutan alternatif pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang

Bedagai disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20. Berdasarkan Tabel 19, arahan lokasi pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli

Serdang adalah prioritas I berada di Kecamatan Hamparan Perak dan Percut Sei Tuan dengan penggunaan lahan tambak masing-masing seluas 560 ha dan 980 ha. Prioritas II berada di Kecamatan Hamparan Perak dengan penggunaan lahan

46

sawah seluas 2.050 ha. Prioritas III berada di Kecamatan Pantai Labu dengan

penggunaan lahan pertanian lahan kering seluas 1.130 ha.

Tabel 19 Prioritas lokasi pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan/Penggunaan lahan Prioritas penggunaan lahan (ha) RUV

TOPSIS I II III

Hamparan Perak

Perkebunan

10.720

0,47

Tambak 560 0,67

Labuhan Deli

Sawah 2.050 0,47

Pantai Labu

pertanian lahan kering 1.130 0,43

Percut Sei Tuan

Tambak 980 0,67

Arahan lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan di wilayah

pesisir Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan Tabel 20 adalah prioritas I berada di Kecamatan Pantai Cermin dan Teluk Mengkudu dengan penggunaan

lahan sawah masing-masing seluas 2.650 ha dan 1.450 ha. Prioritas II berada di Kecamatan Perbaungan dengan penggunaan lahan sawah dengan luas 4.660 ha. Prioritas III di Kecamatan Perbaungan dengan penggunaan lahan perkebunan

seluas 3.480 ha. Prioritas IV berada di Kecamatan Bandar Khalipah dengan penggunaan lahan pertanian lahan kering seluas 970 ha, sawah seluas 3.290 ha.

Prioritas V berada di Kecamatan Tanjung Beringin dengan penggunaan lahan sawah 2.640 ha.

Tabel 20 Prioritas lokasi pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir

Kabupaten Serdang Bedagai

Kecamatan/penggunaan lahan

Prioritas penggunaan lahan (ha) RUV TOPSIS

I II III IV V

Bandar Kalifah

pertanian lahan kering

970

0,47

Sawah

3.290

0,47

Pantai Cermin

Sawah 2.650

0,84

Perbaungan

Perkebunan

3.480

0,57

Sawah

4.640

0,72

Tanjung Beringin

Sawah

2.640 0,43

Teluk Mengkudu

Sawah 1.450

0.84

47

Gambar 12 Peta lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan di wilayah

pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.

Persepsi Stakeholder Terhadap Arahan Program Pengembangan

Penggunaan Lahan

Penentuan arahan pengembangan penggunaan lahan di suatu wilayah tidak

hanya didasarkan pada hasil analisis terhadap potensi dan fisik wilayah tetapi juga perlu mempertimbangkan aspirasi masyarakat atau stakeholders dimana sebagai pelaku dan penerima manfaat. Dalam perencanaan tata guna lahan menurut FAO

(1993) dalam Hardjowigeno (2007) dalam proses pengambilan keputusan dalam perencanaan tata guna lahan dilaksanakan setelah mempertimbangkan berbagai aspek diantaranya pelibatan masyarakat dalam perencanaan pengambilan

keputusan. Perencanaan penggunaan lahan menyangkut unsur pokok yaitu rakyat, lahan, teknologi, dan keterpaduan. Perencanaan pada dasarnya dilakukan untuk rakyat, artinya keinginan rakyat adalah yang menggerakkan arahan perencanaan

penggunaan lahan. Dalam penelitian ini, Persepsi stakeholders akan menentukan arahan prioritas program pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir

Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Metode yang digunakan adalah Analitycal Hierarchy Process (AHP), dimana metode ini untuk mendapatkan bobot prioritas pandangan stakeholder terhadap arahan program pengembangan

48

penggunaan lahan. Dengan menggunakan metode pembobotan terhadap hasil

kuesioner maka diperoleh hasil seperti pada Gambar 13.

Gambar 13 Hasil pembobotan arahan prioritas program perencanaan penggunaan

lahan

Skor AHP menunjukkan bahwa persepsi stakeholder terhadap arahan

program pengembangan penggunaan lahan yaitu prioritas I peningkatan aspek ekonomi (0,46), prioritas II dengan memperhatikan aspek ekologi (0,43) dan

prioritas III adalah memperhatikan aspek sosial budaya (0,12). Dari segi aspek ekonomi persepsi stakeholder terhadap arahan program pengembangan penggunaan lahan adalah dengan meningkatkan pendapatan masyarakat (0,43),

peningkatan produktivitas (0,36) dan peningkatan lapangan kerja (0,21). Persepsi stakeholder terhadap aspek ekologi terhadap arahan program pengembangan

penggunaan lahan adalah memperhatikan potensi dampak (0,33), sistem life supporting (0,32), keanekaragaman hayati (0,20) dan kesesuaian lahan (0,15). Aspek sosial budaya yang menjadi prioritas dalam arahan pengembangan

penggunaan lahan adalah memperhatikan struktur penduduk (0,31), aksesibilitas (0,29), pekerja (0,23%) dan kedekatan terhadap fasilitas (0,17%).

49

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis pada uraian pembahasan

dan memperhatikan kaitannya dengan tujuan penelitian, maka dapat di kemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Prioritas I lokasi pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir

Kabupaten Deli Serdang adalah Penggunaan lahan tambak di Kecamatan

Hamparan Perak dan Percut Sei Tuan. Prioritas II adalah Perkebunan di

Kecamatan Hamparan Perak dan sawah di Kecamatan Labuhan Deli,

sedangkan prioritas III adalah pertanian lahan kering di Kecamatan Pantai

Labu.

2. Urutan prioritas lokasi pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir

Kabupaten Serdang Bedagai yaitu :

- Prioritas I adalah sawah di Kecamatan Pantai Cermin dan Teluk

Mengkudu;

- prioritas II adalah penggunaan lahan sawah di Kecamatan Perbaungan;

- prioritas III adalah perkebunan di Kecamatan Perbaungan;

- prioritas IV adalah pertanian lahan kering dan sawah di Bandar Khalipah;

- prioritas V adalah sawah di Kecamatan Tanjung Beringin.

3. Persepsi stakeholder terhadap prioritas arahan program pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang

Bedagai adalah aspek ekonomi. Untuk mencapai sasaran aspek ekonomi perlu peningkatan pendapatan dari masyarakat.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai valuasi ekonomi lahan untuk mendapatkan opsi pemilihan penggunaan lahan yang optimal.

50

DAFTAR PUSTAKA

[Bappeda]. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai 2011-2031. Serdang Bedagai (ID): Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai.

[Bappeda]. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Deli Serdang 2011-2031. Deli Serdang (ID):

Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Baja S. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah :

Pendekatan Spasial dan Aplikasinya. Yogyakarta : CV. Andi Offset.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012a. Kecamatan Bandar Khalipah dalam Angka 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012b. Kecamatan Perbaungan dalam Angka 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012c. Kecamatan

Teluk Mengkudu dalam Angka 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012d. Kecamatan

Pantai Cermin dalam Angka 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012e. Kecamatan

Tanjung Beringin dalam Angka 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012f. Data Potensi Desa 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang. 2012. Data Potensi Desa 2011. Deli Serdang (ID): BPS.

Dahuri R, Rais J, Ginting S.P, dan Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumber daya

Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta. PT. Pradnya Pramita. Dahuri R dan Nugroho I. 2004. Pembangunan Wilayah Prespektif : Prespektif

Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta. Penerbit Pustaka LP3ES Indonesia.

Danoedoro P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta. Penerbit

Andi Yogyakarta. Djaenudin D, Marwan H, Subagjo H, dan Hidayat A. 2011. Petunjuk Teknis

Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor (ID): Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Djakapermana RD. 2010. Pengembangan Wilayah : Melalui Pendekatan

Kesisteman. Bogor. IPB Press. Hardjowigeno S dan Widiatmaka. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

Perencanaan Tata Guna Lahan. Jogjakarta. Gajah Mada University Press. Hwang CL and Yoon K. 1981. Multiple Attribute Decision Making Methods and

Aplication. Berlin: Springer-Verlag.

Jahanshahloo GR, Lotfi FH and Davoodi AR. 2009. Extention of TOPSIS for Decision-Making Problems with Interval Data: Interval Eficiency.

Mathematical and Computer Modelling 49:1137-1142 Junaidi IA. 2011. Penyusunan Prioritas Pengembangan Desa Pesisir Menurut

Pandangan Stakeholder Dengan Menggunakan AHP (Analytical Hierarchy

Process) di Kabupaten Kulonprogo. [Tesis]. Yogyakarta (ID) : Sekolah Pasca Sarjana: Universitas Gajah Mada.

51

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2005. Surat Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor 44/Menhut-II/2005, tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Sumatera Utara. Jakarta(ID). Kementerian Kehutanan.

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan Dirjen Planologi Kehutanan. 2010. Petunjuk Teknis : Penafsiran Citra Resolusi Sedang Menghasilkan Data Penutupan Lahan Tahun 2009. Jakarta(ID): Kementerian Kehutanan.

[Kemen PU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2006. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 11 A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah

Sungai. Jakarta(ID). Kementerian Pekerjaan Umum. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :

50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan

Pertanian. Jakarta(ID). Kementerian Pertanian. Lillesand TM, and Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.

Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi penerjemah. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Remote Sensing and Image Interpretation.

Manurung H. 2002. Perubahan Penggunaan Lahan Kawasan Pesisir dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Deli

Serdang Propinsi Sumatera Utara. [Tesis]. Medan (ID) : Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

Jakarta . Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Paliawaluddin LO. 2004. Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Penggunaan

Ruang Kawasan Pesisir Teluk Kendari. [Tesis]. Bogor(ID). Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990,

tentang Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2007a. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007,

tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2007b. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007,

tentang Penataan ruang. Jakarta.

[Pemprovsu] Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 2004. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 136/3240. Tentang Rencana Strategis Pengelolaan

Wilayah Pesisir Propinsi Sumatera Utara. Medan. Pourebrahim S, Hadipour M and Mokhtar M.B. 2011.Integration of spatial

suitability analysis for land use planning in coastal areas; case of Kuala

Langat District, Selangor, Malaysia.J. Landscape and Urban Planning 111: 84–97

Prahasta E. 2009 Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung. Penerbit Informatika Bandung.

Purwoko A. 2011. Analisis Perencanaan Peruntukan dan Pengelolaan Ekosistem

Mangrove untuk Pengembangan Wilayah di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. [Disertasi]. Medan (ID) : Sekolah Pascasarjana.

Universitas Sumatera Utara. Riyadi dan Bratakusumah D. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi

Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta (ID): PT,

Gramedia Pustaka Utama.

52

Panuju DR dan Rustiadi E, 2012. Teknis Analisis Perencanaan Pengembangan

Wilayah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rustiadi E, Saefulhakim F dan Panuju D.R. 2011. Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah. Jakarta. Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Saaty TL. 1977. A Scaling Method for Priorities in Hierarchical Structures.J.

Mathematical Psychology 15:234-281 Shih H, Shyur HJ and Lee ES 2007. An Extension of TOPSIS for Group Decision

Making.J. Mathematical and Computer Modelling 45: 801-8013. Sitorus SRP. 2004. Evaluasi Sumber daya Lahan. Bandung. PT Tarsito Bandung. Sinaga J. 2009. Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Pemilihan

Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai tempat Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Medan (ID): Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Vincentius A. 2003. Analisis Kesesuaian Lahan dan Arahan Pengembangan

Kawasan Pesisir Teluk Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa

Tenggara Timur. [Tesis]. Bogor (ID) : Sekolah Pasca Sarjana : Institut Pertanian Bogor.

Wahyunto, Puksi DS, Rochman A, Wahdini W, Paidi, Dai J, Hidayat A, Buurman P, dan Balsem T. 1990. Buku Satuan Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Medan (0619), Sumatera. Bogor. Pusat Penelitian Tanah dan

Agroklimat. Wahyunto, Puksi DS, Rochman A, Wahdini W, Paidi, Dai J, Hidayat A, Buurman

P, dan Balsem T. 1990. Buku Satuan Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Medan (0719), Sumatera. Bogor. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Wandayani A. 2007. Perbandingan Metode Brovey dan PCA dalam Fusi Citra Pankromatik dan Multispektral. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Matemetika

dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Widiatmaka. 2013. Analisis Sumberdaya untuk Perencanaan Tataguna Lahan dan

Wilayah. Bogor. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor Winarso H, Ramadhan M dan Guntur M. 2006. Studi Pengembangan Lahan

Informal di Perkotaan, Studi Kasus: Cirebon dan Palangkaraya. [Seri Penelitian]. Bandung (ID). Institut Teknologi Bandung.

Zahro F, Usman F, dan Wardhani DK. 2011. Arahan Fungsi Lahan Berdasarkan

Pendekatan Konservasi Tanah Kawasan Pesisir Utara Jawa Timur Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik . J. Tata Kota dan Daerah. 3:

33-38.

53

54

55

56

57

58

Lampiran 6 Kriteria kesesuaian lahan sawah (Oryza sativa)

Sumber : Djaenudin et al. (2011)

59

Lampiran 7 Kriteria kesesuaian pertanian lahan kering

Sumber : Djaenudin et al. (2011)

60

Lampiran 8 Kriteria kesesuaian lahan perkebunan Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACK.)

Sumber : Djaenudin et al. (2011)

61

Lampiran 9 Kriteria fisik kesesuaian lahan tambak

62

63

64

65

66

67

68

69

70

71

Lampiran 14 Arahan prioritas lokasi penggunaan lahan

KECAMATAN Penggunaan lahan Kesesuaian LQ Hirarki RUV

TOPSIS

Bandar Kalifah tambak S2 <1 HIRARKI-3 0.43

Bandar Kalifah tambak S1 <1 HIRARKI-3 0.60

Tanjung Beringin tambak S2 <1 HIRARKI-2 0.37

Tanjung Beringin tambak S1 <1 HIRARKI-2 0.57

Teluk Mengkudu tambak S2 <1 HIRARKI-2 0.37

Teluk Mengkudu tambak S1 <1 HIRARKI-2 0.57

Perbaungan tambak S2 >1 HIRARKI-1 0.57

Perbaungan tambak S2 <1 HIRARKI-1 0.33

Percut Sei Tuan tambak S2 >1 HIRARKI-3 0.67

Percut Sei Tuan tambak S1 >1 HIRARKI-3 1.00

Labuhan Deli tambak S2 >1 HIRARKI-3 0.67

Hamparan Perak tambak S2 >1 HIRARKI-3 0.67

Hamparan Perak tambak S1 >1 HIRARKI-3 1.00

Pantai Labu tambak S2 >1 HIRARKI-2 0.63

Pantai Cermin tambak S2 >1 HIRARKI-2 0.63

Pantai Cermin tambak S1 >1 HIRARKI-2 0.84

Teluk Mengkudu perkebunan S3 >1 HIRARKI-2 0.43

Perbaungan perkebunan S3 >1 HIRARKI-1 0.40

Hamparan Perak perkebunan S3 >1 HIRARKI-3 0.47

Pantai Cermin perkebunan S3 >1 HIRARKI-2 0.43

Bandar Kalifah perkebunan S3 <1 HIRARKI-3 0.28

Teluk Mengkudu perkebunan S3 <1 HIRARKI-2 0.16

Perbaungan perkebunan S3 <1 HIRARKI-1 0.00

Percut Sei Tuan perkebunan S3 <1 HIRARKI-3 0.28

Labuhan Deli perkebunan S3 <1 HIRARKI-3 0.28

Hamparan Perak perkebunan S3 <1 HIRARKI-3 0.28

Pantai Labu perkebunan S3 <1 HIRARKI-2 0.16

Pantai Cermin perkebunan S3 <1 HIRARKI-2 0.16

Bandar Kalifah perkebunan N >1 HIRARKI-3 0.00

Tanjung Beringin perkebunan N >1 HIRARKI-2 0.00

Perbaungan perkebunan N >1 HIRARKI-1 0.00

Labuhan Deli perkebunan N >1 HIRARKI-3 0.00

Hamparan Perak perkebunan N >1 HIRARKI-3 0.00

Pantai Cermin perkebunan N >1 HIRARKI-2 0.00

Bandar Kalifah perkebunan N <1 HIRARKI-3 0.00

Teluk Mengkudu perkebunan N <1 HIRARKI-2 0.00

Percut Sei Tuan perkebunan N <1 HIRARKI-3 0.00

Labuhan Deli perkebunan N <1 HIRARKI-3 0.00

Hamparan Perak perkebunan N <1 HIRARKI-3 0.00

72

Pantai Labu perkebunan N <1 HIRARKI-2 0.00

Lampiran 14 (lanjutan)

KECAMATAN Penggunaan lahan Kesesuaian LQ Hirarki RUV

TOPSIS

Pantai Cermin perkebunan N <1 HIRARKI-2 0.00

Perbaungan perkebunan S2 >1 HIRARKI-1 0.57

Bandar Kalifah perkebunan S2 <1 HIRARKI-3 0.43

Teluk Mengkudu perkebunan S2 <1 HIRARKI-2 0.37

Bandar Kalifah sawah S1 >1 HIRARKI-3 1.00

Tanjung Beringin sawah S1 >1 HIRARKI-2 0.84

Teluk Mengkudu sawah S1 >1 HIRARKI-2 0.84

Perbaungan sawah S1 >1 HIRARKI-1 0.72

Labuhan Deli sawah S1 >1 HIRARKI-3 1.00

Pantai Cermin sawah S1 >1 HIRARKI-2 0.84

Percut Sei Tuan sawah S1 <1 HIRARKI-3 0.60

Hamparan Perak sawah S1 <1 HIRARKI-3 0.60

Bandar Kalifah sawah N >1 HIRARKI-3 0.00

Tanjung Beringin sawah N >1 HIRARKI-2 0.00

Teluk Mengkudu sawah N >1 HIRARKI-2 0.00

Perbaungan sawah N >1 HIRARKI-1 0.00

Labuhan Deli sawah N >1 HIRARKI-3 0.00

Hamparan Perak sawah N >1 HIRARKI-3 0.00

Pantai Cermin sawah N >1 HIRARKI-2 0.00

Percut Sei Tuan sawah N <1 HIRARKI-3 0.00

Labuhan Deli sawah N <1 HIRARKI-3 0.00

Hamparan Perak sawah N <1 HIRARKI-3 0.00

Pantai Labu sawah N <1 HIRARKI-2 0.00

Bandar Kalifah sawah S3 >1 HIRARKI-3 0.47

Tanjung Beringin sawah S3 >1 HIRARKI-2 0.43

Teluk Mengkudu sawah S3 >1 HIRARKI-2 0.43

Perbaungan sawah S3 >1 HIRARKI-1 0.40

Labuhan Deli sawah S3 >1 HIRARKI-3 0.47

Hamparan Perak sawah S3 >1 HIRARKI-3 0.47

Pantai Cermin sawah S3 >1 HIRARKI-2 0.43

Percut Sei Tuan sawah S3 <1 HIRARKI-3 0.28

Labuhan Deli sawah S3 <1 HIRARKI-3 0.28

Hamparan Perak sawah S3 <1 HIRARKI-3 0.28

Pantai Labu sawah S3 <1 HIRARKI-2 0.16

Bandar Kalifah sawah S2 >1 HIRARKI-3 0.67

Teluk Mengkudu sawah S2 >1 HIRARKI-2 0.63

Perbaungan sawah S2 >1 HIRARKI-1 0.57

Bandar Kalifah pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-3 0.47

73

Lampiran 14 (lanjutan)

KECAMATAN Penggunaan lahan Kesesuaian LQ Hirarki RUV

TOPSIS

Teluk Mengkudu pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-2 0.43

Perbaungan pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-1 0.40

Hamparan Perak pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-3 0.47

Pantai Labu pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-2 0.43

Pantai Cermin pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-2 0.43

Tanjung Beringin pertanian lahan kering S3 <1 HIRARKI-2 0.16

Teluk Mengkudu pertanian lahan kering S3 <1 HIRARKI-2 0.16

Perbaungan pertanian lahan kering S3 <1 HIRARKI-1 0.00

Percut Sei Tuan pertanian lahan kering S3 <1 HIRARKI-3 0.28

Bandar Kalifah pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-3 0.00

Teluk Mengkudu pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-2 0.00

Perbaungan pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-1 0.00

Labuhan Deli pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-3 0.00

Hamparan Perak pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-3 0.00

Pantai Labu pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-2 0.00

Pantai Cermin pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-2 0.00

Tanjung Beringin pertanian lahan kering N <1 HIRARKI-2 0.00

Perbaungan pertanian lahan kering N <1 HIRARKI-1 0.00

Percut Sei Tuan pertanian lahan kering N <1 HIRARKI-3 0.00

Labuhan Deli pertanian lahan kering N <1 HIRARKI-3 0.00

Hamparan Perak pertanian lahan kering N <1 HIRARKI-3 0.00

Teluk Mengkudu pertanian lahan kering S1 >1 HIRARKI-2 0.84

Perbaungan pertanian lahan kering S1 <1 HIRARKI-1 0.53

Percut Sei Tuan pertanian lahan kering S1 <1 HIRARKI-3 0.60

74

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Buhit pada tanggal 30 September 1983, merupakan putra kelima dari enam bersaudara dari pasangan Harapan Sinaga dan Sinur Sitanggang(Alm). Penulis

memperoleh gelar sarjana kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 dan melanjutkan jenjang S2 di

Sekolah Pascasarjana IPB melalui beasiswa yang disponsori oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Republik Indonesia tahun anggaran 2012. Saat

ini penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara.