kimia tetrasiklin 4

28
UJI KUANTITATIF DAN KUANTITATIF ANTIBIOTIK PADA DAGING AYAM YANG BEREDAR DIWILAYAH SEMARANG SELATAN Disusun Oleh : Maria (12.0304) Dhini P (12.0265) Putri Indah (12.0309) Kartika Herriyati (12.0280) Ratna Yunita W (12.0273) Supartiningrum (12.0255) Yuniar Fajarwati (11.0183)

Upload: kartika-kartice

Post on 18-Jan-2016

85 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: kimia tetrasiklin 4

UJI KUANTITATIF DAN KUANTITATIF ANTIBIOTIK PADA

DAGING AYAM YANG BEREDAR DIWILAYAH SEMARANG

SELATAN

Disusun Oleh :

Maria (12.0304)

Dhini P (12.0265)

Putri Indah (12.0309)

Kartika Herriyati (12.0280)

Ratna Yunita W (12.0273)

Supartiningrum (12.0255)

Yuniar Fajarwati (11.0183)

AKADEMI FARMASI THERESIANA

SEMARANG

2014

Page 2: kimia tetrasiklin 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memperhatikan tentang produk

peternakan yang dikonsumsi sudah terbebas dari residu kimia (antibiotik,

alfatoxin, dioxin) dan mikrobiologi berbahaya seperti salmonella. Peran

pemerintah seharusnya lebih dominan dalam melindungi konsumen. Hal ini

dapat dilakukan dengan pengontrolan produk-produk peternakan melalui

system HACCP (Hazard Analyis and Critical Control Points) sesuai dengan

tahapan-tahapan yang telah tersusun secara sistematis dan disepakati bersama

agar masyarakat aman mengkonsumsi produk-produk peternakan

Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein.

Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

yang dibutuhkan manusia sehingga akan lebih mudah dicerna dan lebih efisien

pemanfaatannya. Namun demikian, pangan asal ternak tidak aman dapat

membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu keamanan pangan asal

ternak merupakan persyaratan mutlak (Winarno, 1996).

Dampak residu ada tiga macam yaitu dampak toxisitas, mikrobiologi,

imonotologi. Residu bisa menjadi toxik atau racun bagi organ-organ yang

biasa digunakan untuk mengeliminasi antibiotik, ginjal, hati, dan organ-organ

peredaran darah. Dampak mikrobiologi bagi tubuh terjadi apabila kita

mengkonsumsi produk peternakan secara terus-menerus sehingga residu

terakumulasi di dalam tubuh yang bisa menyebabakan resistensi bakteri

Akfar Theresiana Page 1

Page 3: kimia tetrasiklin 4

tertentu dalam jangka waktu yang panjang, misalnya penisilin yang

terakumlasi sehingga tubuh sudah resisten terhadap obat penisilin.

Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik,

yang mempunyai efek menekan atau menghentikan proses biokimia di dalam

organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.cHampir semua

pabrik pembuat makanan ternak menambahkan “obat hewan” berupa

antibiotika ke dalam pakan ternak sehingga sebagian besar pakan ternak

komersial yang beredar di Indonesia mengandung antibiotika (Bahri,2000)

Pemakaian antibiotika yang terus menerus dan tidak memperhatikan

waktu henti pemberian antibiotika (with drawal time) dalam bidang

peternakan akan menyebabkan terdapatnya residu antibiotika dalam produk

hewani, yang mana hal ini dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas,

resistensi dan kemungkinan keracunan (Yuningsih, 2005).

Antibiotika tetrasiklin memang cukup luas digunakan di peternakan

karena antibiotika ini memiliki spektrum luas yang mampu membunuh kuman

gram positif dan gram negatif serta mampu membunuh kuman patogen yang

tidak efektif dengan antibiotika lain sehingga sering menjadi pilihan dalam

pengobatan penyakit di samping harganya juga lebih terjangkau (Hamide et al,

2000). Selain itu antibiotika golongan penisilin adalah antibiotika yang sering

ditambahkan dalam pakan dan efektif dalam menstimulasi laju pertumbuhan

pada ternak muda (Maynard dan Loosli, 1969)

Masalah residu antibiotik pada pangan asal hewan berkaitan dengan

praktik yang kurang baik dalam penggunaan antibiotik di peternakan.

Akfar Theresiana Page 2

Page 4: kimia tetrasiklin 4

Antibiotik saat ini banyak digunakan untuk pengobatan (terapi) dan pemacu

pertumbuhan (growth promotor). Penggunaan antibiotik yang tidak

memperhatikan masa henti obat (withdrawal time), akan menimbulkan residu

antibiotik pada produk hewan (Donkor et al. 2011).

1.2 Tujuan Penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan residu antibiotika

tetrasiklin pada daging ayam yang dijual dipasar tradisional wilayah Semarang

Selatan.

1.3 Manfaat Penelitian.

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang cirri – ciri daging

ayam yang mengandung residu antibiotika.

Menambah wawasan dengan mengetahui dampak yang diakibatkan dari

penggunaan antibiotika untuk pangan ternak.

Meningkatkan kewaspadaan dalam mengonsumsi daging ayam yang

mengandung residu Antibiotika.

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan residu

Antibiotik tetrasiklin yang terdapat pada daging ayam.

Akfar Theresiana Page 3

Page 5: kimia tetrasiklin 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotika

Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai

jasad renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat

menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lainnya (Subronto

dan Tjahajati, 2001). Antibiotika yang diperoleh secara alami dari

mikroorganisme disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di

laboratorium disebut antibiotika sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh

mikroorganisme dan dimodifikasi dilaboratorium dengan menambahkan

senyawa kimia disebut antibiotika semisintetis (Subronto dan Tjahajati,

2011).

Penggolongan Antibiotika berdasarkan spectrum aktivitasnya :

1. Antibiotika dengan spectrum luas, efektif baik terhadap Gram Positif

maupun Gram negatif, contoh : turunan tetrasiklin, turunan amfenicol,

turunan aminoglikosida, turunan makrolida, turunan rifampisin,

beberapa Turunan penisiilin, seperti ampisilin amoxicillin,

bakampicilin, karbenisipillin, hetasillin, , pivampisillin, sulbenisillin,

dan tikarsillin, dan sebagian besar turunan sefalosporin.

2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadapa bakteri gram

positif, contohnya : basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan

penicillin, seperti benzilpenisilin, penicillin G prokain, penicillin V,

fenitisillin K, metisilin Na, nafsillin Na, oksasilin Na, kloksasillin Na,

Akfar Theresiana Page 4

Page 6: kimia tetrasiklin 4

dikloksasilin Na dan flosasilin Na, turunan linkosamida, asam fusidat

dan beberapa turunan sefalosporin.

3. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap mycrobacteriae

(antituberkoluse) , contohnya : rifampisin, streptomycine, kanamisine,

sikloserin, viomisin dan kapreomisin.

4. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap gram negatif,

contohnya : kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.

5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur (anti jamur), contohnya :

griseofulvin dan antibiotika polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan

kandistatin.

6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (antikanker), contohnya :

antinomisin, bleomisin, daunorubisin, doksorubisin, mitomisin, dan

mitramisin. ( Siswandono, 1995)

2.1.1 Tetrasiklin

Rumus Strultur

Tetrasiklin memiliki rumus molekul C22H24N2O8.HCl dengan berat

molekul 480,6. Tetrasiklin merupakan serbuk hablur, kuning, tidak berbau,

agak higroskopis. Stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya

matahari yang kuat dalam udara lembab menjadi gelap. Larut dalam air,

dalam alkali hidroksida dan dalam larutan karbonat, sukar larut dalam

etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. Tetrasiklin mudah

Akfar Theresiana Page 5

Page 7: kimia tetrasiklin 4

membentuk garam dengan ion Na+ dan Cl- sehingga kelarutannya menjadi

lebih baik ( Depkes RI, 1995)

Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotika yang dihasilkan oleh

jamur Streptomyces aureofasiens atau S. rimosus. Tetrasiklin bersifat

bakteriostatik dengan daya jangkauan (spektrum) luas, dengan jalan

menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 30 S dari pada

ribosom sel bakteri. Pada unggas tetrasiklin digunakan untuk mengatasi

infeksi CRD (Chronic Respiratory Diseasis), erisipclas dan sinusitis

(Subronto dan Tjahjati, 2001).

2.2 Penggunaan Antibiotika dalam Perternakan

Pemberian antibiotika pada hewan dalam peternakan skala besar

umumnya diberikan melalui air minum dan dapat diikuti dengan

pemberian antibiotika melalui pakan (Martaleni, 2007). Umumnya

pemberian antibiotika yang diberikan pada ayam lebih banyak diberikan

secara massal dibandingkan pemberian secara individual (Doyle, 2006).

Hal ini dilakukan untuk membuat hewan tetap produktif meskipun

mereka hidup dalam kondisi berdesakan dan tidak higienis (Bahri dkk,

2000) Pada usaha peternakan modern, imbuhan pakan (food suplement)

sudah umum digunakan oleh peternak. Suplement ini dimaksudkan untuk

memacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan dengan

mengurangi mikroorganisme pengganggu (patogen) atau meningkatkan

Akfar Theresiana Page 6

Page 8: kimia tetrasiklin 4

populasi mikroba yang menguntungkan yang ada di dalam saluran

pencernaan (Rahayu, 2009).

Apabila peternak yang menggunakan pakan tersebut tidak

memperhatikan aturan pemakaiannya, diduga kuat produk ternak

mengandung residu antibiotika yang dapat mengganggu kesehatan

manusia, antara lain berupa resistensi terhadap antibiotika tertentu, reaksi

alergi dan kemungkinan keracunan (Yuningsih., dkk, 2005).

Beberapa negara mengizinkan pemberian berbagai jenis

antibiotika, termasuk golongan tetrasiklin, neomisin, basitrasin, dan

preparat sulfa untuk diberikan secara berkala pada peternakan ayam tetapi

golongan ini tidak diizinkan diberikan melalui pakan ternak di Indonesia

(Martaleni, 2007).

2.3 Residu Antibiotika.

Residu obat adalah sisa dari atau metabolitnya dalam jaringan atau

organ hewan/ ternak setelah pemakaian “ obat hewan “ (Rahayu, 2009)

Pemberian antibiotika sebagai pakan ternak yang diberikan dalam

waktu yang cukup lama dengan tidak memperhatikan aturan pemberiannya

akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh ternak sehingga menyebabkan

terdapatnya residu pada jaringan tubuh ternak ( Oramahi,2004)

Residu Antibiotika yang terakumulasi memiliki konsentrasi yang

berbeda – beda antara jaringan dari tubuh ternak satu dengan yang lainnya

( Bahri dkk, 2005)

Akfar Theresiana Page 7

Page 9: kimia tetrasiklin 4

2.4 Batas Toleransi Residu Antibiotik.

Keamanan pangan asal ternak berkaitan erat dengan pengawasan

pemakaian antibiotika dan “obat hewan” yang tergolong obat keras perlu

memperhatikan waktu henti sehingga diharapkan residu tidak ditemukan

lagi atau berada di bawah Batas Maksimum Residu (BMR). Berdasarkan

Standar Nasional Indonesia (SNI No. 01-6366-2000), batas maksimum

residu antibiotika dalam makanan yang masih boleh dikonsumsi untuk

residu antibiotika tetrasiklin adalah 0,1 ug/g.

2.5 Penentuan Residu Antibiotik Dalam Sample Makanan

Metode penentuan multi-residu yang semakin penting, untuk

control residu dalam produk makanan. Metode ini menguntungkan

dibandingkan dengan metode residu untuk senyawa tunggal karena metode

ini lebih mudah dilakukan dan lebih murah dalam hal penggunaan

pereaksi.

Metode analisa untuk melakukan uji kualitatif terhadap residu

dalam sampel makanan memiliki kriteria seperti metode memberikan hasil

yang akurat, memiliki sensitifitas yang baik ,reprodusibel, biaya

pengerjaannya murah, kemampuan untuk mendeteksi analit yang akan

dianalisis (Shankar et al, 2010)

Prosedur penyiapan sampel sangat menentukan dalam analisa

secara kromatografi (Rohman, 2009). Penyiapan sampel dari bahan yang

memiliki matriks yang komplek seperti daging, ginjal atau hati sangat

diperlukan supaya hasil uji kualitatif memiliki sensitifitas yang baik

Akfar Theresiana Page 8

Page 10: kimia tetrasiklin 4

(Shankar, 2010). Ekstraksi pada sampel bertujuan mengurangi atau

menghilangkan adanya partikulat dari matriks sampel sehingga akan

mengganggu proses analisa terutama menggunakan analisa secara

kromatografi (Rohman, 2009)

Penyiapan sampel dari daging biasanya dimulai dengan tahap

pemotongan, menghaluskan sampel, menghomogenisasi, dan ekstraksi

dengan larutan organik (Shankar, 2010).

2.6 Teori Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani

Rusia Mecheal Tsweet pasa tahun 1903 untuk memisahkan pigmen

berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter

dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat. Kromatografi merupakan

suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase)

dan fase gerak (mobile phase) (Rohman, 2007).

Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk

memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang

kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik.

Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa teknik kromatografi.

Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat

kelarutan senyawa yang akan dipisahkan (Anonim (b), 2009).

Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan,

atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas).

Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-

Akfar Theresiana Page 9

Page 11: kimia tetrasiklin 4

komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen komponen yang

berbeda bergerak pada laju yang berbeda (Anonim (b), 2009).

2.6.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem

pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung

oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan

detektor yang sangat sensitive dan beragam sehingga mampu menganalisis

berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam

komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

KCKT merupakan metode yang sering digunakan untuk

menganalisis senyawa obat. KCKT dapat digunakan untuk pemeriksaan

kemurnian bahan obat, pengawasan proses sintesis dan pengawasan mutu

(quality control) (Ahuja and Dong, 2005).

2.7 Proses pemisahan Kromatrografi Cair Kinerja Tinggi :

Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada

aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan

perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi

perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran

(Kazakevich and Lobrutto, 2007)

Menurut Meyer (2004) seperti yang ditunjukkan proses pemisahan

yang terjadi di dalam kolom dapat dilihat pada gambar 1 yaitu contohnya,

campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem kromatografi

Akfar Theresiana Page 10

Page 12: kimia tetrasiklin 4

(partikel ● dan ▲). Di mana komponen ▲ cenderung menetap di fase

diam dan komponen ● lebih cenderung di dalam fase gerak.

Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan

menimbulkan kesetimbangan baru, molekul sampel dalam fase gerak

diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien

distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan

muncul kembali di fase gerak. Setelah proses ini terjadi berulang kali,

kedua komponen akan terpisah. Komponen ● yang lebih suka dengan fase

gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen ▲ yang cenderung

menetap di fase diam, sehingga komponen ● akan muncul terlebih dahulu

dalam kromatogram, kemudian diikuti oleh komponen ▲ (Meyer, 2004).

2.8 Titrasi Bebas Air ( TBA )

Kurang lebih 250 mg tetrasiklin hidroklorid yang ditimbang

seksama, larutkan dalam 30 ml asam asetat glasial. Tambahkan 10 ml

raksa (II) asetat 5% b/v dalam asam asetat glacial dan 20 ml dioksan.

Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N dengan 3 tetes Kristal violet sampai

warna hijau.

HIPOTESIS

Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian adalah

sebagai berikut :

a. daging ayam yang beredar dipasar tradisional wilayah Semarang

Selatan mengandung residu Antibiotika.

b. Pemanasan daging ayam mempengaruhi kandungan residu Antibiotika.

Akfar Theresiana Page 11

Page 13: kimia tetrasiklin 4

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Rumus Struktur

3.2 Hubungan Struktur dan Aktivitas Tetrasiklin

1. Gugus farmakofor dengan aktivitas biologis penuh adalah

senyawa semisintetik sansiklin. Sansiklin mengandung struktur

yang dibutuhkan untuk pembentukan kelat dan dipandang

mempunyai peran penting pada pengangkutan turunan tetrasiklin

ke dalam sel bakteri dan penghambatan biosintesis protein di

dalam sel.

2. Pengaturan linier dari empat cincin adalah prasyarat untuk dapat

menimbulkan aktivitas biologis. Konfigurasi pusat kiral pada C-4,

C-4a dan C-12a sangat penting untuk aktivitas sedang konfigurasi

pada C-5a dan C-6 kemungkinan dapat berubah-ubah.

Akfar Theresiana Page 12

Page 14: kimia tetrasiklin 4

3. Adanya dua sistem elektron π yang berbeda (gugus kromofor

fenoldiketon dan trikarbonilmetan) cukup penting untuk aktivitas

antibakteri. Perluasan atau pengurangan gugus kromofor

menyebabkan penurunan atau hilangnya aktivitas. Substituen

yang dapat meningkatkan kemampuan donor elektron dari gugus

fenol diketon akan meningkatkan aktivitas.

4. Adanya gugus 4-dimetilamino penting untuk pembentukan ion

Zwitter, untuk distribusi optimum dalam tubuh dan untuk

aktivitas in-vivo. Hilangnya gugus tersebut menyebabkan

senyawa kehilangan aktivitas.

5. Pada gugus 2-karbonamid, hanya gugus karbonil yang penting

untuk aktivitas. Satu atom H pada gugus amida dapat diganti

dengan gugus lain tanpa kehilangan aktivitas.

6. Daerah hidrofob dari C-5 sampai C-9 dapat dirubah dengan cara

yang bervariasi. Asal tidak mempengaruhi bentuk konformasi

esensialnya. Modifikasi pada C-6 dan C-7 menghasilkan turunan

yang mempunyai stabilitas kimia yang lebih besar, memperbaiki

sifat farmakokinetik dan meningkatkan aktivitas antibakteri.

3.3 Metode Uji Kualitatif ( TBA)Sampel paha, hati dan telur dihomogenisasi menggunakan

homogeniser. Kertas cakram dilembabkan dengan cara

disisipkan pada homogenat, selanjutnya kertas cakram

diletakkan di atas media agar yang telah dicampur dengan

biakan bakteri uji. Media diinkubasi pada suhu 37 oC selama

Akfar Theresiana Page 13

Page 15: kimia tetrasiklin 4

16 – 18 jam. Sampel dinyatakan positif mengandung residu

antibiotik, bila zona hambat yang terbentuk lebih besar atau

sama dengan 1 cm (dengan paper disc) yang diukur dengan

caliper. Jika sampel dinyatakan positif, maka dilanjutkan

dengan pemeriksaan secara kuantitatif untuk menghitung

kandungan residu menggunakan KCKT.

3.4 Metode Uji Kuantitatif ( KCKT )

Sampel yang dinyatakan positif secara kualitatif ditimbang

sebanyak 5 g, ditambah dengan 30 mL dapar MC-Ilvaine

EDTA dimasukkan ke dalam tabung sentrifus 50 mL dan

dihomogenkan kemudian disentrifus pada 4000 rpm selama 15

menit. Supernatan dipisahkan,tahapan ini diulangi sebanyak 2

kali, masing-masing dengan 20 mL dan 10 mL larutan dapar

MC-Ilvaine EDTA terhadap sedimen. Supernatan disatukan

dan dialirkan ke dalam catridge SepPak C-18 yang

sebelumnya telah diaktifkan terlebih dahulu dengan 20 mL

metanol dan 20 mL air suling. Kemudian catridge SepPak C-

18 dicuci dengan 20 mL air suling, selanjutnya dielusi dengan

10 mL larutan asam oksalat 0,01 M dalam metanol. Sebanyak

50µL larutan ini disuntikkan ke dalam HPLC menggunakan

kolom C-18 dengan detector UV-350 nm, laju alir 1 mL/menit

dan fase gerak berupa campuran metanol, asetonitril dan asam

oksalat dihidrat 0,01 M (1:1:8).

Akfar Theresiana Page 14

Page 16: kimia tetrasiklin 4

3.5 Hasil Pengujian.

Hasil pemeriksaan secara kualitatif dengan metode titrasi bebas air

menunjukkan bahwa terdapat 3 sampel paha (SFP-047, SFP-048

dan SFP-049) dari 73 sampel (4,1%) dan 2 sampel hati (SFH-020

dan SFH-022) dari 72 sampel (2,7%) adalah positif mengandung

residu antibiotik golongan tetrasiklin. Hasil pemeriksaan secara

kualitatif pada telur ayam adalah negatif, hal ini menunjukkan

bahwa telur ayam tidak mengandung residu antibiotik golongan

tetrasiklin

Hasil uji konfirmasi secara kuantitatif dengan HPLC terhadap

sampel daging dan hati ayam yang positif mengandung residu

antibiotik golongan tetrasiklin ternyata tidak terdeteksi adanya residu

tersebut atau di bawah batas deteksi (0,01 mg/kg). Hal ini

menunjukkan bahwa

sampel paha dan hati ayam yang positif secara uji kualitatif tersebut

tidak mengandung residu antibiotik golongan tetrasiklin namun

kemungkinan mengandung residu antibiotik golongan lain.

Oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjutan terhadap antibiotik

golongan lain baik secara kualitatif maupun kuantitatif (dengan

HPLC).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI No. 01-6366

200), batas maksimum residu antibiotik golongan tetrasiklin dalam

Akfar Theresiana Page 15

Page 17: kimia tetrasiklin 4

daging yang masih boleh dikonsumsi adalah 0,1 mg/kg (ppm) dan

dalam telur adalah 0,05 mg/kg (ppm).

3.6 KESIMPULAN

Hasil uji analisa residu tetrasiklin dalam daging ayam yang beredar

di pasar tradisional wilayah Semarang Selatan pada uji Kualitatif

menggunakan metode TBA, hasil positif ditunjukan dengan adanya

perubahan warna dari sample dan uji kuantitatif sample menggunakan

metode KCKT dimana hasil positif didapat dari jumlah data yang

keluar

Akfar Theresiana Page 16

Page 18: kimia tetrasiklin 4

DAFTAR PUSTAKA.

Doyle , M. E, 2006. Veteriany Drug Residues In Processed Meat

Potensial Health Risk Reviews Of The Scientific Literatur.

Food Research Institute.

Maynard,L.A dan J.K. Loosli.1969. Animal Nutrition. Fifth Ed.

McGraw Hill Book Co. Inc.,New York. P. 240-245

Subronto dan Tjahajati.I. 2001. Ilmu Penyakit Ternak, II A.

Universitas Gajah Mada, Jogjakarta

Subronto dan Tjahajati, 2001. Pedoman Pengobatan pada Hewan

Ternak

Siswandono dan Soekardjo, B. 1995. Kimia Medisinal. Universitas

Airlangga, Surabaya

Ahuja, S., and M.W. Dong. (2005). Handbook of Pharmaceutical

Analysis by HPLC. Volume 7. New York : Elsevier Academic Press : 35

Akfar Theresiana Page 17