makalah tetrasiklin

32
MAKALAH KIMIA BAHAN ALAM TETRASIKLIN DAN GLIKOSIDA SIANOGEN Disusun Oleh : Kelompok 2 1. Faradisa Anindita G 301 11 020 2. Nurain Turah G 301 11 005 3. Moh. Fadhil K G 301 11 006 4. Lina G 301 11 007 5. Andi Nursyafinah G 301 11 009 6. Fathiah Riskah G 301 11 010 7. Ririn Anggriani G 301 11 011 8. Nina Rahmadani G 301 11 012 9. Nur Febrianti G 301 11 016 10. Elsy Tepare G 301 11 017 11. Nur Fitrah G 301 11 018 JURUSAN KIMIA

Upload: faradisaanindiat

Post on 28-Nov-2015

582 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

MAKALAH

KIMIA BAHAN ALAM

TETRASIKLIN DAN GLIKOSIDA SIANOGEN

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Faradisa Anindita G 301 11 0202. Nurain Turah G 301 11 0053. Moh. Fadhil K G 301 11 0064. Lina G 301 11 0075. Andi Nursyafinah G 301 11 0096. Fathiah Riskah G 301 11 0107. Ririn Anggriani G 301 11 0118. Nina Rahmadani G 301 11 0129. Nur Febrianti G 301 11 01610. Elsy Tepare G 301 11 01711. Nur Fitrah G 301 11 018

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU, 2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini  banyak macam  antibiotik  tersedia di pasaran. Begitu banyak 

macamnya  sehingga kadang-kadang  membingungkan bagi dokter  yang ingin

menggunakannya. Apalagi dengan adanya ” tekanan  promosi ” yang sangat gencar,

tidak jarang merangsang  pemakaian  antibiotik yang menjurus ke arah 

ketidakrasionalan.

Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang

mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di

dalam organisme, khususnya dalam prosesinfeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotik

khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun

dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi

terhadap mutan atau transforman. Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan

menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya

adalah bakteri.

Walaupun diagnosa  mikrobiologik hanya dapat dilakukan pada  sebagian

kecil kasus penyakit infeksi, tetapi agar kita tetap ada dalam garis pemakaian

antibiotik  yang rasional kita harus tetap berfikir secara mikrobiologik. Kalau kita

menghadapi suatu penyakit  infeksi dengan berbagai macam  simtomnya  harus kita

bayangkan  kira-kira kuman apa yang menyebabkannya gram positif atau gram

negatif, ataukah  anaerob/dan terhadap antibiotika yang mana kuman tersebut

diperkirakan masih sensitif .

Anggapan  bahwa antibiotik  yang lebih baru  dan lebih  mahal mujarab dari

antibiotika  yang sudah lama digunakan  merupakan anggapan  yang salah. Justru

banyak antibiotika  yang baru menpunyai spesifikasi tertentu  sehingga  bila  tidak

dipergunakan sesuai dengan spesifikasinya maka khasiatnya  tidak seperti  yang

diharapkan.

Pada makalah ini akan dibahas antiobiotik tetrasiklin dan glikosida

sianogenik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sejarah dan asal mula tetrasiklin dan glikosida sianogen

2. Apakah pengertian tetrasiklin dan glikosida sianogen

3. Bagaimanakah biosintesis dan reaksi-reaksi pokok serta sifat kimiawi tetrasiklin

dan glikosida sianogen.

4. Bagaimanakah jenis senyawa glikosida sianogenik

5. Bagaimanakah manfaat dari tetrasiklin dan glikosida sianogenik

C. Tujuan

1. Mengetahui sejarah dan asal mula tetrasiklin dan glikosida sianogen

2. Mengetahui pengertian tetrasiklin dan glikosida sianogen

3. Mengetahui biosintesis dan reaksi-reaksi pokok serta sifat kimiawi tetrasiklin dan

glikosida sianogen.

4. Mengetahui jenis senyawa glikosida sianogenik

5. Mengetahui manfaat dari tetrasiklin dan glikosida sianogenik

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tetrasiklin

1. Sejarah dan asal mula

Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang

Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955. Tetrasiklin merupakan

antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan

antibiotika penting.

Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin

yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin

dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari

klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain.

Para tetrasiklin adalah suatu keluarga besar antibiotik yang ditemukan sebagai

produk alami oleh Benjamin Minge Duggar dan pertama kali dijelaskan pada 1948.Di

bawah Yellapragada Subbarao , Benjamin Duggar membuat penemuan pertama dunia

antibiotik tetrasiklin, Aureomycin , pada tahun 1945.

In 1950, Harvard Professor Robert Woodward determined the chemical structure of

Terramycin, the brand name for a member of the tetracycline family; the patent

protection for its fermentation and production was also first issued in 1950.

Pada tahun 1950, Profesor Harvard Robert Woodward menentukan struktur

kimia Terramycin, nama merek untuk anggota keluarga tetrasiklin; paten

perlindungan untuk fermentasi dan produksi juga pertama kali diterbitkan pada tahun

1950. A research team of seven scientists at , in collaboration with Woodward,

participated in the two-year research leading to the discovery . Sebuah tim riset dari

tujuh ilmuwan di Pfizer, bekerja sama dengan Woodward, berpartisipasi dalam dua

tahun penelitian yang mengarah ke penemuan tersebut (2).

mummies have been studied in the 1990s and were found to contain

significant levels of tetracycline; there is evidence that the beer brewed at the time

could have been the source. Tetracycline sparked the development of many

chemically altered antibiotics and in doing so has proved to be one of the most

important discoveries made in the field of antibiotics.Nubia mumi telah dipelajari

pada 1990-an dan ditemukan mengandung level signifikan tetracycline; ada bukti

bahwa bir brewed pada saat itu bisa saja sumbernya.Tetracycline memicu

pengembangan banyak antibiotik kimiawi berubah dan dalam melakukannya terbukti

menjadi salah satu penemuan paling penting yang dibuat dalam bidang antibiotik. It is

used to treat many gram-positive and gram-negative bacteria and some protozoa. Hal

ini digunakan untuk mengobati bakteri gram positif dan gram-negatif banyak dan

beberapa protozoa. It, like some other antibiotics, is also used in the treatment of .Ini,

seperti beberapa antibiotik lainnya, juga digunakan dalam pengobatan jerawat.

2. Definisi Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam

natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan

garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin

sangat labil sehingga cepat berkurang potensinya.

Tetrasiklin adalah zat anti mikroba yang diperolah denga cara deklorrinasi

klortetrasiklina, reduksi oksitetrasiklina, atau dengan fermentasi.

Tetrasiklin mempunyai mempunyai potensi setara dengan tidak kurang dari

975 μg tetrasiklin hidroklorida,(C22H24N2O8.HCl),per mg di hitung terhadap zat

anhidrat (4).

Struktur kimia dari tetrasiklin adalah sebagai berikut:

Gambar.1.Struktur Tetrasiklin (2)

Gambar.1.Struktur Tetrasiklin (2)

Tabel 1. Struktur kimia golongan tetrasiklin (1)

Jenis tetrasiklinGugus

R1 R2 R3

1. Klortetrasiklin  -Cl  -CH3, -OH -H, -H 

2. Oksitetrasiklin  -H  -CH3, -OH -OH, -H  

3. Tetrasiklin  -H  -CH3, -OH -H, -H 

4. Demeklosiklin  -Cl  -H, -OH -H, -H  

5. Doksisiklin  -H  -CH3, -H -OH, -H   

6. Minosiklin  -N(CH3)2  -H, -H  -H, -H 

Tetracycline adalah spektrum luas Poliketida antibiotik yang dihasilkan oleh

Streptomyces genus dari Actinobacteria , diindikasikan untuk digunakan melawan

infeksi bakteri banyak. It is a protein synthesis inhibitor. Ini adalah inhibitor sintesis

protein. It is commonly used to treat today, and, more recently, , and played a

historical role in stamping out in the developed world. Hal ini umumnya digunakan

untuk mengobati jerawat hari ini, dan yang lebih baru, rosacea , dan memainkan

peran historis dalam memerangi kolera di negara maju. It is sold under the brand

names Sumycin , Terramycin , Tetracyn , and Panmycin , among others. Actisite is a

thread-like fiber form, used in dental applications. Itu dijual dengan merek Sumycin,

Terramycin, Tetracyn, dan Panmycin, antara lain. Actisite adalah seperti bentuk-serat

benang, digunakan dalam aplikasi gigi. It is also used to produce several semi-

synthetic derivatives, which together are known as the . Hal ini juga digunakan untuk

memproduksi turunan semi-sintetik beberapa yang bersama-sama dikenal sebagai

antibiotik tetrasiklin (3).

Menurut farmakope Indonesia Edisi 4, Tetrasiklin memiliki pemerian serbuk

hablur kuning, tidak berbau. Stabil di udara tetapi pada pemaparan dengan cahaya

matahari kuat, menjadi gelap. Dalam laruta dengan pH lebih kecil dari 2, potensi

berkurang dan cepat rusak dalam larutan alkali hidroksida (4).

Tetrasiklin mempunyai kelarutan sangat sukar larut dalam air, larut dalam 50

bagian etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dan dalam eter P. Larut

dalam asam encer, larut dalam alkali disertai peruraian (3).

Tetrasiklin adalah salah satu antibiotik yang dapat menghambat sintesis

protein pada perkembangan organisme. Antibiotik ini diketahui dapat menghambat

kalsifikasi dalam pembentukan tulang. Tetrasiklin diketahui dapat menghambat

sintesis protein pada sel prokariot maupun sel eukariot. Mekanisme kerja

penghambatannya, yaitu tetrasiklin menghambat masuknya aminoasil-tRNA ke

tempat aseptor A pada kompleks mRNA-ribosom, sehingga menghalangi

penggabungan asam amino ke rantai peptide (7).

3. Biosintesis dan Reaksi-Reaksi Pokok Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan salah satu jenis antibiotik yang paling awal

ditemukan, di mana klortetrasiklin ditemukan pada tahun 1948. Produk alami

tetrasiklin dihasilkan oleh berbagai spesies aktinomicetes; Streptomyces aureofaciens

menghasilkan baik klortetrasiklin dan tetrasiklin, Streptomyces rimosus menghasilkan

oksitetrasiklin, dan daktilosiklin dihasilkan oleh Dactylosporangium sp. dan

Actinomadura brunnea.

Biosintesis tetrasiklin bermula dari karboksilasi asetil-KoA membentuk

malonil-KoA dengan enzim asetil-KoA karboksilase. Malonil-KoA kemudian

bereaksi dengan 2-oksosuksinamat menghasilkan malonamoil-KoA. 2-

oksosuksinamat merupakan hasil dari transaminasi asparagin dengan enzim asam

okso-asparagin transaminase. Malonamoil-KoA kemudian dikonversi lebih lanjut

menjadi 4-hidroksi-6-metilpretetramida melalui 6-metilpretetramida. Senyawa inilah

yang akan diubah menjadi 4-dedimethylamino-4-okso-anhidrotetrasiklin, yang

merupakan intermediat dalam menghasilkan klorotetrasiklin dan tetrasiklin.

4. Sifat Kimiawi Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam

natrium atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan

garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin

sangat labil sehingga cepat berkurang potensinya. Golongan tetrasiklin adalah suatu

senyawa yang bersifat amfoter sehingga dapat membentuk garam baik dengan asam

maupun basa. Sifat basa tetrasiklin disebabkan oleh adanya radikal dimetilamino

yang terdapat didalam struktur kimia tetrasiklin, sedangkan sifat asamnya disebabkan

oleh adanya radikal hidroksi fenolik.

Tetrasiklin harus disimpan di tempat yang kering, terlindung dari cahaya.

Tetrasiklin apabila bereaksi dengan logam bervalensi 2 dan 3 (Ca, Mg, Fe ) maka

akan membentuk kompleks yang inaktif sehingga tetrasiklin tidak boleh diminum

bersama dengan susu dan obat-obat antasida.

Obat ini dalam bentuk kering bersifat stabil, tidak demikian halnya bila antibiotika

ini berada dalam larutan air. Untuk tetrasiklin sediaan basah perlu ditambahkan

buffer. Dalam larutan tetrasiklin yang biasa digunakan untuk injeksi mengandung

buffer dengan pelarut propylen glikol pada pH 7,5, dapat tahan 1 tahun pada suhu

kamar sampai 45˚C. Bila pH lebih tinggi dari 7,5 maka tingkat kestabilan tetrasiklin

akan menurun.

5.  Manfaat Tetrasiklin Untuk penyakit

Ini adalah beberapa contoh penyakit yang dapat di obati dengan golongan tetrasiklin :

1. Infeksi Klamidia

Limfogranuloma venereum.

Untuk penyakit ini golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama. Pada

infeksi akut diberikan terapi selama 3-4 minggu dan untuk keadaan kronis

diberikan terapi 1-2 bulan. Empat hari setelah terapi diberikan bubo mulai

mengecil.

Psikatosis

Pemberian golongan tetrasiklin selama beberapa hari dapat mengatasi gejala

klinis. Dosis yang digunakan ialah 2 gram per hari selama 7-10hari atau 1

gram per hari selama 21 hari.

Trakoma

Pemberian salep mata golongan tetrasiklin yang dikombinasikan dengan

doksisiklin oral 2 x 100 mg/hari selama 14 hari memberikan hasil pengobatan

yang baik.

2. Infeksi Basil

Bruselosis

Pengobatan dengan golongan tetrasiklin memberikan hasil baik sekali untuk

penyakit ini. Hasil pengobatan yang memuaskan biasanya didapat dengan

pengobatan selama 3 minggu. Untuk kasus berat, seringkali perlu diberikan

bersama streptomisin 1gram sehari IM.

Tularemia

Obat pilihan utama untuk penyakit ini sebenarnya ialah streptomisin, tetapi

terapi dengan golongan tetrasiklin juga memberikan hasil yang baik.

Kolera

Doksisiklin dosis tunggal 300 mg merupakan antibiotik yang efektif untuk

penyakit ini. Pemberian dapat mengurangi volume diare dalam 48 jam.

B. GLIKOSIDA SIANOGEN

1. Asal usul glikosida sianogen

Dengan adanya perkembangan zaman, ilmu pengetahuan semakin

berkembang dan begitu pula dengan ilmu kefarmasian. Ditemukan begitu banyak

senyawa-senyawa aktif alamiah yang dapat dimanfaatkan keberadaannya untuk

sarana pengobatan berbagai macam penyakit. Salah satu diantaranya adalah glikosida.

Glikosida banyak terdapat dalam alam.

Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk

dalam kelompok metabolit sekunder. Di dalam tanaman, glikosida tidak lagi diubah

menjadi senyawa lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat pengaruh

lingkungan luar.

Glikosida terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula dan bukan

gula. Keduanya dihubungkan oleh suatu bentuk ikatan berupa jembatan oksigen (O –

glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida, adenosine), jembatan sulfur (S-

glikosida, sinigrin), maupun jembatan karbon (C-glikosida, barbaloin). Bagian gula

biasa disebut glikon sedangkan bagian bukan gula disebut sebagai aglikon atau

genin. Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai

glikosida.

Aglikon dari glikosida terdiri dari banyak jenis senyawa kimiawi. Senyawa-

senyawa kimiawi tersebut meliputi senyawa-senyawa alkoholik fenolik, isotiosianat,

nitril sianogenetik, turunan antrasen, flavonoid dan fenolik, flavonoid dan steroid.

Bagian aglikon atau genin terdiri dari berbagai macam senyawa organik, seperti

triterpena, steroid, antrasena, maupun senyawa-senyawa yang mengandung gugus

fenol, alkohol, aldehid, keton dan ester. 

Gula yang sering menempel pada glikosida adalah β-D-glukosa. Meskipun

demikian ada juga beberapa gula jenis lain yang dijumpai menempel pada glikosida,

contohnya ramnosa, digitoksosa, dan simarosa. Glikosida sering sekali diberi nama

sesuai dengan bagian gula yang menempel di dalamnya dengan menambahkan kata

oksida. Salah satu contohnya adalah glukosida, yang mengandung galakturonat

disebut galakturonosida, dan sebagainya.

Pada glikosida, bagian glikon biasanya bersifat polar, sedangkan aglikon

bersifat non polar. Bila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut

sebagai glikosida. Jembatan glikosida yang menghubungkan glikon dan aglikon ini

sangat mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air, dan panas. Bila kadar

asam atau basa semakin pekat, ataupun bila semakin panas lingkungannya, maka

glikosida akan semakin cepat terhidrolisis. Pada saat glikosida terhidrolisis maka

molekul akan pecah menjadi dua bagian yaitu glikon dan aglikon. Dalam bentuk

glikosida, senyawa ini larut dalam pelarut polar seperti air. Namun, bila sudah

terurai maka aglikonnya tidak larut dalam air melainkan larut dalam pelarut organik

nonpolar.

Secara kimiawi, glikosida adalah senyawa asetal dengan satu gugus hidroksi

dari gula yang mengalami kondensasi dengan gugus hidroksi dari komponen bukan

gula. Sementara gugus hidroksi yang kedua mengalami kondensasi di dalam molekul

gula itu sendiri membentuk lingkaran oksida. Oleh karena itu gula terdapat dalam dua

konformasi, yaitu bentuk alfa dan bentuk beta maka bentuk glikosidanya secara

teoritis juga memiliki bentuk alfa dan bentuk beta. Namun dalam tanaman ternyata

hanya glikosida bentuk beta saja yang terkandung didalamnya. Hal ini didukung oleh

kenyataan bahwa emulsion dan enzim alami lain hanya mampu menghidrolisis

glikosida yang ada pada bentuk beta.

Penggolongan glikosida salah satunya ada glikosida sianogen. Glikosida

sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus CN dan gula.

Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni membentuk

glikosida sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam

tanaman .Rumus bangun glikosida sianogenik secara umum :

2. Pengertian Glikosida Sianogen

Glikosida sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus

CN dan gula. Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni

membentuk glikosida sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam

tanaman.

Keberadaan glikosida sianogenik pada tanaman memiliki fungsi penting

terhadap kelangsungan hidup tanaman tersebut. Glikosida sianogenik berperan

sebagai sarana protektif terhadap gangguan predator terutama herbivora. Adanya

kerusakan jaringan pada tanaman akibat hewan pemakan tumbuhan akan

menyebabkan pelepasan HCN yang mengganggu kelangsungan hewan tersebut.

Glikosida sianogen disebut juga glikosida sianophora, merupakan glikosida

yang  jika dihidrolisis menghasilkan asam sianida (HCN). Contoh tanaman

yang banyak mengandung glikosida sianogen adalah Prunus serotina,Sabucus nigra,

Manihot utilissima, dll. Glikosida ini contohnya manihotoksin ( dari tanaman

ketela pohon), amygdalin (daritanaman amanel pahit), linamarin (biji lini),

faseolunatin (dari Phaseolus lunatus). Mereka menghasilkan asam prusat (prussic

acid) pada hidrolisis dan merupakan glikosida sianppora atau sianogen yang

pertama.

3. Hidrolisis glikosida sianogenik

Glikosida sianogenik dapat terhidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam

sianida (HCN), atau asam prusat yang sangat beracun. Hidrolisis ini dilakukan oleh

enzim Beta glikosidase, menghasilkan gula dan sianohidrin. Tahap berikutnya

adalah degradasi sianohidrin menjadi HCN dan senyawa keton atau aldehid.

Tahap lain dari hidrolisis Glikosida sianogenik adalah melalui enzim

Hidroksinitril Liase yang tersebar luas pada berbagai tanaman. Pada tanaman utuh,

keberadaan enzim hidroksinitrilliase dengan Glikosida sianogen terpisah. Namun,

pada saat terjadi kerusakan jaringan tertentu pada bagian tanaman tersebut, maka

enzim ini akan langsung bertemu dengan senyawa glikosida sianogen hingga

pelepasan HCN dapat terjadi. Reaksi peruraian glikosida sianogenik hingga

dihasilkan asam sianida. 

Hidrolisis enzimatik dari amygdalin

Asam sianida (HCN) yang dilepaskan merupakan senyawa toksik

berspektrum luas pada setiap organisme. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya

mengikat mineral-mineral seperti Fe2+, Mn2+ dan Cu2+ yang amat penting peranannya

sebagai kofaktor untuk memgoptimalkan kerja enzim, menghambat proses reduksi

Oksigen rantai pernafasan tingkat sel oleh sitokrom oksidase, transport electron pada

proses fotosintesis, dan aktivitas beberapa enzim semisal katalase, oksidase, dll.

Salah satu mekanisme toksisitas HCN yang paling umum adalah berikatan

dengan Ion besi. HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran

gastrointestinal masuk ke dalam darah. Ion Cianida (CN- ) selanjutnya berikatan

dengan Fe heme dan bereaksi dengan ferric (oxidasi) dalam  mitokondria

membentuk cytochrome oxidase di dalam mitokondria, membentuk kompleks stabil

dan menahan jalur respirasi. Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen

dalam sistem transport electron dan terjadi kematian akibat hipoksia selular (sel-sel

kekurangan oksigen).

4. Jenis Senyawa Glikosida Sianogenik dan Tanamannya :

Jenis sianogen glikosida

Spesies Struktur

Nama umum

Nama latin

Amigdalin Almond Prunus amygdalus

Dhurrin Shorgum Shorgum album

Linamarin Singkong Manihot esculenta

Lotaustralin Singkong Manihot carthaginensis

Prunasin Stone fruits

Prunus sp.

Taxyphyllin Bambu Bambusa vulgaris

5. Tanaman-Tanaman yang Mengandung Metabolit Sekunder Glikosida

Sianogen

1. Singkong

Singkong mengandung racun linamarin dan lotaustralin, yang keduanya

termasuk golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian

tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun. Singkong dibedakan atas

dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung kadar racun

yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau yang dimasak

kurang sempurna dikonsumsi, maka racun tersebut akan berubah menjadi

senyawa kimia yang dinamakan hidrogen sianida.

Singkong manis mengandung sianida kurang dari 50 mg per kilogram,

sedangkan yang pahit mengandung sianida lebih dari 50 mg per kilogram.

Meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh, jumlah

sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat

badan per hari.

Gejala keracunan sianida seperti yang terdapat pada singkong

diantaranya penyempitan kerongkongan, mual, muntah, sakit kepala, bahkan

pada kasus berat dapat menimbulkan kematian. Untuk mencegah keracunan

singkong, sebelum dikonsumsi sebaiknya singkong (terutama singkong pahit)

dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel, kulitnya dikupas, dipotong-

potong, direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci, lalu

dimasak sempurna, baik itu dibakar atau direbus, namun untuk singkong tipe

manis sebenarnya hanya memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk

mengurangi kadar sianida ke tingkat non toksik.

2. Pucuk Bambu (Rebung)

Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golongan glikosida

sianogenik pula sehingga gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan

singkong, antara lain meliputi penyempitan kerongkongan, mual, muntah, dan

sakit kepala. Untuk mencegah keracunan akibat mengkonsumsi pucuk bambu,

maka sebaiknya pucuk bambu yang akan dimasak terlebih dahulu kemudian

dibuang daun terluarnya, diiris tipis, lalu direbus dalam air mendidih dengan

penambahan sedikit garam.

Glikosida sianogenik yang terkandung pada bambu segar dapat

terdekomposisi dengan cepat pada proses perebusan hingga suhu didih. Telah

diketahui bahwa perebusan pucuk bambu pada suhu 98ºC selama 20 menit dapat

menghilangkan hampir 70% sianida yang terkandung, sedangkan perebusan pada

suhu yang lebih tinggi serta jangka waktu yang lebih lama dapat menghilangkan

sianida lebih dari 96%. Kadar sianida yang tinggi dapat dihilangkan dengan

proses pemasakan selama 2 jam. Semakin banyak sianida yang hilang akan

semakin baik, namun untuk menghindarkan diri dari keracunan setidaknya

perebusan dilakukan minimal selama 8-10 menit.

3. Whild Cherry

Whild cherry adalah kulit kering Whild dari Prunus serotina

(Familia Rosaceae) yang dikumpulkan dalam musim rontok ketika dalam keadaan

paling aktif. Setelah dikeringkan secara hati-hati disimpan dalam bejana kedap

udara. Tanaman Prunus serotina berupa semak atau pohon yang banyak tumbuh di

Kanada dan Amerika serikat. Konstituen simplisia ini mengandung glikosida

sianogenetik prunasin dan enzim prunase. 

Pada hidrolisis menghasilkan glukosa, benzaldehid, dan asam sian

0,07%-0,16%.Kulit tersebut mengandung resin yang menghasilkan senyawa

fluoresensi scopoletin pada hidrolisis. Juga terdapat asam benzoat, asam trimetigalat

(asam trimetilgallat), dan asam p-kumarat serta beberapa tanin.Khasiat wild cherry digunakan

terutama dalam sediaan batuk, karena khasiat sedatif yang lemah dan rasanya yang enak.

6. Analisis Keberadaan Glikosida Sianogenik Pada Tanaman

Kertas pikrat dibuat dengan mencelupkan potongan kertas saring berbentuk

segiempat ke dalam larutan asam pikrat jenuh (0,05 M) dalam air, yang sebelumnya

dinetralkan dengan NaHCO3 dan disaring. Setelah dikeringkan, kertas dapat disimpan

lama. Dua atau tiga helai daun (atau jaringan lain dalam jumlah sama) tumbuhan

yang diuji diempatkan dalam tabung reaksi. Setetes air dan dua tetes toluene

ditambahkan, lalu bahan dilumatkan dengan batang pengaduk.

Tabung kemudian ditutup ketat dengan gabus dan kertas pikrat yang

dibasahkan digantungkan pada gabus di dalam tabung. Inkubasi pada suhu 40oC

selama dua jam. Perubahan warna dari kuning ke coklat kemerahan menunjukkan

adanya pembebasan HCN dari tumbuhan secara enzimatis. Bila reaksi negative,

tabung harus disimpan pada suhu kamar selama 24-48 jam lagi, kemudian diperiksa

lagi apakah HCN dibebaskan secara non-enzimatis. Intensitas perubahan warna

sesuai dengan banyaknya sianogen yang ada.

Kertas pikrat tidak seutuhnya khas untuk sianogen karena akan memberikan

tanggapan palsu terhadap isotiosianat atsiri yang dibebaskan oleh kelompok tanaman

family Brassica, disamping sifat ketidakpekaannya. Oleh karena itu, sering digunakan

kertas uji lain bersama-sama dengan kertas pikrat, didasarkan pada penelitian Field-

Anger (1966). Pita kertas saring disiapkan dengan mencelupkannya ke dalam

campuran 1 : 1 dari dua larutan berikut ini yang dibuat segar : (1)  4,4

tetrametildiamina difenilamina 1% (b/v) dalam kloroform dan (2) tembaga

etilasetoasetat 1% (b/v) dalam kloroform. Kertas yang telah dikeringkan itu dapat

disimpan dalam botol gelas sebelum digunakan. HCN dapat mengubah kertas Feigl-

Anger dari hijau-biru lemah ke biru terang, dan dapat mendeteksi HCN sekecil 1μg.

BAB III

KESIMPULAN

1. Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang

Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955.

2. Tetrasiklin merupakan antibiotik yang bersifat basa yang sukar larut dalam air,

tetapi bentuk garam natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan

kering, bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil.

3. Biosintesis tetrasiklin bermula dari karboksilasi asetil-KoA membentuk malonil-

KoA dengan enzim asetil-KoA karboksilase. Malonil-KoA kemudian bereaksi

dengan 2-oksosuksinamat menghasilkan malonamoil-KoA. Malonamoil-KoA

kemudian dikonversi lebih lanjut menjadi 4-hidroksi-6-metilpretetramida melalui

6-metilpretetramida. Senyawa inilah yang akan diubah menjadi 4-

dedimethylamino-4-okso-anhidrotetrasiklin, yang merupakan intermediat dalam

menghasilkan klorotetrasiklin dan tetrasiklin.

4. Glikosida sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus CN

dan gula. Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni

membentuk glikosida sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam

tanaman.

5. Glikosida sianogenik dapat terhidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam

sianida (HCN), atau asam prusat yang sangat beracun. Hidrolisis ini dilakukan

oleh enzim Beta glikosidase dan enzim Hidroksinitril Liase.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Gayabaru

Arifin, Sjamsul. 1985. Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Terbuka

Chandury A. In vitro activity of Cefpirome A new fourth generation cephalosporin. Indian J. of Medical Microbiology 2003; 21:50-51

Direktorat Jendral Pelayanan Medik  Departemen Kesehatan  Republik Indonesia: Pedoman  Penggunaan Antibiotik Nasional. Edisi 1, 1992, Jakarta.

Ganiswara S.G. ( Ed) : Farmakologi dan terapi . Edisi IV, Bagian Farmakologi   Fakultas Kedokteran UI, 1955, Jakarta.

Mandel G. L., Douglas R. G., Bennet J. E., Dolin R. : Principles and Practice Of Infectious Disease : Antimicrobial Therapy 1995 / 1996. Churchill Livingstone, 1995.Tierney L. M., Mc Phee S. J.,Papadakis M. A. : Current Medical Diagnosis and Treatment 35 th Ed. Appleton and Lange, 1996, Stamfod.

Tumah H. Fourth-Generation Cephalosporins : In vitro Activity against Nosocomial Gram-Negative Bacili Compared with β-Lactam Antibiotics and Ciprofloxacin. Chemoteraphy 2005;51:80-85

Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip - Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC ; Jakarta  

Schwartz.Shires.Specer “ Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu bedah Ed 6”Buku kedokterean EGC 1995 Jakarta 47