analisis residu antibiotik tetrasiklin pada hati ayam...

94
ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM BROILER SECARA KCKT KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat menyelesaikan Program Diploma III Jurusan Farmasi Disusun Oleh: SITI NURJANAH P17335112042 KEMENTERIAN KESEHATAN R.I POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN FARMASI 2015

Upload: others

Post on 01-Nov-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN

PADA HATI AYAM BROILER SECARA KCKT

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai syarat menyelesaikan Program Diploma III

Jurusan Farmasi

Disusun Oleh:

SITI NURJANAH

P17335112042

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

JURUSAN FARMASI

2015

Page 2: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

v

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Karya Tulis Ilmiah dengan judul

ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN

PADA HATI AYAM BROILER SECARA KCKT

Disusun oleh :

SITI NURJANAH

P17335112042

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada sidang

Karya Tulis Ilmiah

Pembimbing

Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si

NIP. 196308111994032001

Mengetahui

Ketua Jurusan Farmasi

Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si

NIP. 196308111994032001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

Page 3: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

iv

Karya Tulis Ilmiah ini telah diujikan pada sidang Karya Tulis Ilmiah

Program Pendidikan Diploma III Jurusan Farmasi

Politeknik Kesehatan Bandung

Tanggal 27 Juli 2015

ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN

PADA HATI AYAM BROILER SECARA KCKT

Disusun oleh :

SITI NURJANAH

P17335112042

Penguji :

Tanda Tangan

Ketua : Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si ( )

NIP. 196308111994032001

Anggota : Dra. Ganthina Sugihartina, M.Si., Apt. ( )

NIP. 1963062819900320p02

Anggota : Dra. Sri Redjeki, M.Si. ( )

NIP. 195110301977112001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

Page 4: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

v

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan.”

(QS. Al-Mujadalah: 11)

Karya kecil ini kupersembahkan kepada:

Ibu dan Ayah sebagai ungkapan rasa hormatku atas kasih sayang dan

pengorbanan beliau untukku.

kakakku Lisna Iswantika dan adikku Tris Muhammad sebagai motivator dan

semangat hidupku

seluruh keluarga besarku dan para sahabat atas doa dan dukungan yang

diberikan

Page 5: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

iv

ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN

PADA HATI AYAM BROILER SECARA KCKT

Siti Nurjanah - P17335112042

ABSTRAK

Tetrasiklin ialah salah satu antibiotik yang umum digunakan di peternakan ayam

untuk pengobatan dan pencegahan penyakit sebagai zat tambahan pakan.

Penggunaan antibiotika yang berlebihan atau tidak tepat dosis dapat meninggalkan

residu antibiotik tetrasiklin dalam jaringan organ hewan ternak yang dikonsumsi

manusia, implikasi medisnya adalah reaksi alergi maupun resistensi. Residu

antibiotik dalam hati ayam broiler dapat dianalisis dengan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm. Hati ayam

broiler diekstraksi dengan larutan buffer McIlvaine-EDTA dan diendapkan

proteinnya dengan asam asetat lalu dimurnikan dengan ekstraksi fasa padat.

Residu antibiotik tetrasiklin selanjutnya dianalisis dengan KCKT menggunakan

kolom C18 dan fase gerak metanol:air (50:50) dengan laju alir 0,5 ml/menit. Uji

linearitas menghasilkan koefisien korelasi 0,9938. Hasil uji perolehan kembali

berdasarkan metode penambahan standar sebesar 90,35% dengan batas

penerimaan sebesar 80%-120%. Hasil uji presisi menunjukkan RSD lebih dari 2%

yaitu sebesar 6,44%. Batas deteksi untuk analisis tetrasiklin adalah sebesar 3,4

ppb dengan batas kuantitasi sebesar 11,4 ppb. Hasil uji analisis sampel hati ayam

yang berasal dari pasar tradisional Andir, Sederhana, dan Ciroyom menunjukkan

bahwa kadar residu antibiotik tetrasiklin berturut-turut sebesar 1,487; 1,025; 1,256

ppm. Berdasarkan ketentuan Joint of FAO/WHO Expert Committee on Food

Additives (JECFA) tentang residu obat hewan dipersyaratkan bahwa kandungan

maksimum residu tetrasiklin yang terdapat dalam jaringan hati ternak unggas

adalah 0,6 ppm. Hasil dari analisis kadar residu tetrasiklin menggunakan KCKT

menunjukkan bahwa ketiga sampel telah melebihi ambang batas tersebut.

Kata Kunci : Residu tetrasiklin, Hati ayam broiler, KCKT

Page 6: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

v

ANALYSIS OF TETRACYCLINE RESIDUES IN BROILER CHICKEN

LIVER BY HPLC

Siti Nurjanah-P17335112042

ABSTRACT

Tetracycline is one of many kind antibiotics that have been widely used in poultry

farming to cure and prevent diseases by feed additives. Overusage of this

antibiotic may lead to the presence of its residues in animal organ tissues which is

consumed by human, clinic implications are allergy and specific of antibiotic

resistance. Tetracycline residue in broiler chicken liver can be analyzed HPLC

with UV detector on wavelength 269 nm. The meat was extracted with McIlvaine-

EDTA buffer solution and acetic acid to precipitate its proteins then purified by

solid phase extraction. Tetracyclines residues was further analyzed with HPLC by

using C18 column and eluen methanol:aquabidest (50:50) with flow rate 1

ml/min. The linearity test presented a correlation coefficient of 0,9938. Recovery

was 90,35% according to standard addition method with acceptable limit 80-

120%. The result of precision test show RSD more than 2%, it were 6,44% . The

limit of detection for tetracycline were 3,4 ppb and limit of quantitation 11,4 ppb.

The analysis of broiler chicken meat from Andir, Sederhana, dan Ciroyom

traditional markets showed the amount of tetracyclines residue were 1,487;

1,025; and 1,256 ppm. According to the Joint of FAO/WHO Expert Committee on

Food Additives (JECFA), the regulation of tetracycline maximum residue limit in

chicken liver tissues are 0,6 ppm. The result of analysis of tetracycline residue

using HPLC showed that these broiler chicken liver samples were over from

maximum residue limit.

Key Words : Tetracycline residue, Broiler chicken liver, HPLC

Page 7: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya , Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul: Analisis Residu Antibiotik Tetrasiklin Pada Hati Ayam

Broiler Secara KCKT dapat diselesaikan. Karya Tulis Ilmiah merupakan salah

satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi D3 Farmasi di Poltekkes

Kemenkes Bandung.

Ketertarikan untuk mengambil topik ini karena maraknya penggunaan

antibiotik sebagai zat tambahan pakan ayam broiler secara berlebihan dan tidak

tepat dosis yang memungkinkan tertinggalnya residu pada jaringan organ ayam

tersebut dan terjadi efek samping bila dikonsumsi manusia yakni reaksi alergi

ataupun resistensi. Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukan analisis

terhadap residu antibiotik pada hati ayam broiler dengan instrumen Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah dapat terlaksana

dengan lancar berkat kerja sama, bantuan, pengarahan, dan dukungan dari

berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Dra. Hj. Mimin Kusmiyati, M.Si. selaku Ketua Jurusan D3 Farmasi Poltekkes

Kemenkes Bandung dan pembimbing KTI untuk kesediaan meluangkan waktunya

membimbing penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Seluruh dosen pengajar D3 Farmasi dan instruktur laboratorium atas semua

ilmu, didikan, dan pengalaman yang sangat berarti bagi penulis.

Page 8: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

vii

3. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes

Bandung

4. Pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu dan banyak

memberikan dukungan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Semoga bantuan serta kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dapat

diterima oleh Allah SWT sebagai amal ibadah serta dibalas dengan kebaikan

berlipat ganda.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa Karya Tulis

Ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam

penyajian materi.

Akhir kata, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah bermanfaat bagi

penulis pada khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Bandung, Juli 2015

Penulis

Page 9: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK .....................................................................................................iv

ABSTRACT .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 5

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 5

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 5

1.4.1 Bagi Peneliti .......................................................................... 5

1.4.2 Bagi Institusi .......................................................................... 5

1.4.3 Bagi Masyarakat .................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................... 7

2.1.1 Antibiotik Tetrasiklin ........................................................... 7

2.1.2 Hati Ayam Broiler ................................................................ 9

2.1.3 Residu Antibiotik Tetrasiklin .............................................. 10

2.1.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ....................................... 13

Page 10: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

ix

2.1.5 Validasi Metode Analisis .................................................... 14

2.1.5.1 Kecermatan (Akurasi) ............................................. 16

2.1.5.2 Keseksamaan (Presisi) ............................................ 17

2.1.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi ...................... 18

2.1.5.4 Linieritas................................................................. 19

2.2 Kerangka Penelitian .................................................................... 19

2.3 Hipotesis ..................................................................................... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 21

3.1 Desain Penelitian ........................................................................ 21

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 21

3.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 21

3.3.1 Populasi.............................................................................. 21

3.3.2 Sampel ............................................................................... 21

3.4 Definisi Operasional.................................................................... 22

3.5 Cara Pengumpulan Data .............................................................. 24

3.5.1 Jenis Data ........................................................................... 24

3.5.2 Metode ............................................................................... 24

3.5.3 Prinsip ................................................................................ 24

3.5.4 Alat .................................................................................... 25

3.5.5 Bahan ................................................................................. 26

3.5.6 Cara Pemeriksaan ............................................................... 27

3.5.6.1 Pembuatan reagen ................................................... 27

3.5.6.2 Proses Ekstraksi Sampel ......................................... 30

Page 11: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

x

3.5.6.3 Analisis menggunakan KCKT ................................. 31

3.5.6.4 Validasi Metode Analisis ........................................ 32

3.6 Rencana Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 34

4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 34

4.1.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Tetrasiklin .......................................................................... 34

4.1.2 Penentuan Fase Gerak ........................................................ 36

4.1.3 Uji Kesesuaian Sistem ........................................................ 37

4.1.4 Validasi Metode Analisis .................................................... 39

4.1.4.1 Linearitas ................................................................ 39

4.1.4.2 Akurasi ................................................................... 40

4.1.4.3 Presisi ..................................................................... 41

4.1.4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi ...................... 42

4.1.5 Penetapan Kadar Residu Tetrasiklin dalam Sampel Hati

Ayam Broiler ...................................................................... 42

4.2 Pembahasan ................................................................................ 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 54

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 54

5.2 Saran ........................................................................................... 54

5.2.1 Bagi Peneliti lain ................................................................ 54

5.2.2 Bagi Institusi Terkait .......................................................... 55

5.2.3 Bagi Masyarakat ................................................................. 55

Page 12: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

xi

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 57

LAMPIRAN ................................................................................................. 59

Page 13: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penentuan Panjang Gelombang SerapanMaksimumTetrasiklin

denganSpektrofotometer ................................................................ 59

Lampiran 2. KromatogramUjiKesesuaianSistem KCKT ..................................... 60

Lampiran 3. KromatogramUjiPresisiStandar 6 ppm ........................................... 61

Lampiran 4. KromatogramUjiAkurasi-Adisi 8 ppm............................................ 62

Lampiran 5. KromatogramUjiAkurasi-Adisi 10 ppm .......................................... 63

Lampiran 6. KromatogramUjiAkurasi-Adisi 12 ppm…………………………... 64

Lampiran 7. KurvaKalibrasi ............................................................................... 65

Lampiran 8. KromatogramSampel A .................................................................. 66

Lampiran 9. KromatogramSampel B .................................................................. 67

Lampiran 10. KromatogramSampel C ................................................................ 68

Lampiran 11. InstrumenKromatografiCairKinerjaTinggi .................................... 69

Lampiran 12. FasaGerak .................................................................................... 70

Lampiran 13. SampelHatiAyam ......................................................................... 71

Lampiran 14. Flat Bed Shaker............................................................................ 72

Lampiran 15. InstrumenSentrifugasi .................................................................. 73

Lampiran 16. HasilSentrifugasi .......................................................................... 74

Lampiran 17. SPE .............................................................................................. 75

Lampiran 18 Perhitungan ................................................................................... 76

Page 14: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kimia Tetrasiklin ............................................................ 8

Gambar 2.2 Skema Kerangka Penelitian ........................................................ 20

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................... 23

Gambar 4.1 Kurva Serapan Tetrasiklin Konsentrasi 10 ppm ........................... 35

Gambar 4.2 Kromatogram Tetrasiklin Standar ............................................... 36

Gambar 4.3 Kromatogram Uji Kesesuaian Sistem .......................................... 38

Gambar 4.4 Kurva Kalibrasi Tetrasiklin Standar ............................................ 39

Gambar 4.5 Kromatogram dan Kadar Sampel A ............................................ 43

Gambar 4.6 Kromatogram dan Kadar Sampel B ............................................. 44

Gambar 4.7 Kromatogram dan Kadar Sampel C ............................................. 45

Page 15: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Batas Maksimum Residu dalam Bahan

Makanan Asal Hewan (dalam satuan mg/kg) .................................................. 12

Tabel 3.1 Definisi Operasional ....................................................................................... 23

Tabel 4.1 Data Absorbansi dari Kurva Serapan Maksimum ............................................ 35

Tabel 4.2 Data KCKT Uji Kesesuaian Sistem ................................................................ 38

Tabel 4.3 Data KCKT Uji Perolehan Kembali ................................................................ 40

Tabel 4.4 Data KCKT Uji Presisi ................................................................................... 41

Tabel 4.5 Data KCKT Penetapan Kadar Sampel A ......................................................... 43

Tabel 4.6 Data KCKT Penetapan Kadar Sampel B ......................................................... 44

Tabel 4.7 Data KCKT Penetapan Kadar Sampel C ......................................................... 45

Tabel 4.8 Kadar Residu Tetrasiklin dalam Hati Ayam Broiler ........................................ 46

Page 16: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

1

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein.

Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

yang mendekati susunan asam amino yang dibutuhkan manusia sehingga akan

lebih mudah dicerna dan lebih efisien pemanfaatannya. Di antara bahan pangan

hewani yang tersedia di alam, unggas merupakan sumber makanan yang banyak

dikonsumsi. (Anjarsari, 2010)

Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri

yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. (Tan&Kirana, 2010)

Pemakaian antibiotika tidak tepat dosis atau tidak sesuai dengan diagnosa

penyakitnya dapat menyebabkan residu dalam jaringan- jaringan atau organ ternak

yang cukup berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya, yaitu

dapat menyebabkan reaksi alergi atau resistensi. Jenis antibiotika yang digunakan

pada ternak yaitu antibiotika khusus untuk bidang kedokteran hewan, diantaranya

seperti penisilin, tetrasiklin serta antibiotika lain dengan preparat tertentu.

Sedangkan penggunaan jenis antibiotika lain yaitu antibiotika yang dapat

dipergunakan baik di bidang kedokteran hewan maupun untuk manusia.

(Yuningsih, 2004)

Page 17: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

2

Tujuan lain pemakaian antibiotika sebagai zat tambahan pakan untuk

memacu pertumbuhan (growth promotor), sehingga dapat meningkatkan produksi

hasil ternak serta mengurangi biaya pakan. Antibiotika ditambahkan sebagai

tambahan pakan yang umum karena berpengaruh terhadap pertumbuhan

mikroorganisme perusak zat-zat gizi dalam pakan dan merangsang pertumbuhan

mikroorganisme pembentuk asam amino. (Yuningsih, 2004)

Dengan mengetahui profil farmakokinetik obat di dalam jaringan organ

akan diperoleh banyak informasi yang bermanfaat terutama untuk terapi penyakit

tertentu, menentukan drug of choice, managemen terapi dan analisis residu.

(Wijayanti dkk, 2007)

Berdasarkan gambaran proses farmakokinetik obat, senyawa induk

maupun metabolit sebagian akan dikeluarkan dari tubuh melalui air seni dan feses.

Sebagian lainnya tetap tersimpan dalam jaringan atau organ tubuh yang

selanjutnya disebut sebagai residu. Apabila pakan yang dikonsumsi ternak

terkontaminasi senyawa kimia maupun obat hewan maka residu dari senyawa

kimia atau obat tersebut akan terakumulasi dalam jaringan atau organ tubuh

dengan konsentrasi bervariasi antara jaringan (organ tubuh) yang satu dengan

yang lainnya. Dengan demikian, senyawa kimia (toksik) atau obat hewan yang

semula terdapat dalam bahan pakan atau ransum makanan ternak telah berpindah

(menyatu) pada produk asal ternak, sehingga dapat membahayakan kesehatan

masyarakat yang mengkonsumsinya. (Bahri, 2008)

Hampir semua pabrik pakan menambahkan obat hewan berupa antibiotik

ke dalam pakan komersial. Keadaan ini diperkuat oleh informasi bahwa sebagian

Page 18: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

3

sampel pakan ayam dari Cianjur, Sukabumi, Bogor, Tangerang dan Bekasi positif

mengandung antibiotik golongan tetrasiklin dan sulfonamid (Bahri, 2008)

Tetrasiklin memiliki spektrum yang luas dan merupakan obat hewan yang

banyak digunakan termasuk di Indonesia karena harganya murah dan mudah

diperoleh. (Widiastuti dkk, 2010).

Hati ayam broiler merupakan organ bagian dalam yang menjadi salah satu

contoh produk hasil pemotongan ayam. Hati ayam broiler memiliki kemungkinan

yang besar untuk dapat diolah kembali menjadi produk yang memiliki nilai

ekonomis lebih tinggi. Vitamin utama yang banyak terdapat pada hati ayam

adalah vitamin A, vitamin B kompleks terutama vitamin B12 dan asam folat serta

zat besi. (Pramono dkk, 2013)

Pada tahap praproduksi, penggunaan obat hewan merupakan suatu

keharusan agar produktivitas ternak dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Dari

pengamatan di lapangan, pemakaian antibiotik terutama pada peternakan ayam

pedaging dan petelur cenderung berlebihan tanpa memperhatikan aturan

pemakaian yang benar (Bahri dkk. 2008)

Produk pangan yang aman untuk dikonsumsi ditetapkan oleh Badan

Standarisasi Nasional (BSN) melalui batas maksimal residu (BMR) yang

tercantum dalam SNI 01-6366-2000. Batas cemaran residu antibiotik tetrasiklin

pada produk hewan ternak adalah 0.1 mg/kg pada daging, 0.05 mg/kg pada telur,

dan 0.05 mg/kg pada susu. (BSN, 2000)

Batas maksimum residu yang diperbolehkan untuk tetrasiklin sebagaimana

direkomendasikan oleh Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives

Page 19: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

4

(2002) adalah 0.2 µg/g pada daging otot ayam, 0.6 µg/g pada hati ayam, 1.2 µg/g

pada ginjal ayam, dan 0.4 µg/g pada telur ayam. WHO juga menetapkan

Acceptable Daily Intake (ADI) untuk residu tetrasiklin dari obat hewan yang

terdapat dalam makanan yang dikonsumsi manusia sebesar 0-30 µg/kg Berat

Badan baik dalam bentuk tunggal ataupun campuran. Referensi metode analisis

yang direkomendasikan salah satunya adalah AOAC Official Method 995.09

tentang determinasi tetrasiklin dalam jaringan pangan hewani metoda

kromatografi cair. (FAO dan WHO, 2000)

Metode yang efisien dibutuhkan untuk memfasilitasi pengawasan residu

antibiotik dalam daging ayam, khususnya hati ayam broiler yang lebih mudah

tercemar oleh antibiotik golongan tetrasiklin. Metode deteksi residu antibiotik

golongan tetrasiklin meliputi analisis mikrobiologi dan analisis dengan instrumen

antara lain HPLC-MS, HPLC chemiluminescence detection, HPLC fluorescence

detection, dan HPLC-UV detection. Telah dilaporkan bahwa metoda HPLC-UV

sering digunakan untuk mendeteksi tetrasiklin, klortetrasiklin, dan oksitetrasiklin.

(Donghui, 2010)

Paparan di atas menjadi latar belakang dilakukannya penelitian ini yaitu

untuk mengetahui apakah hati ayam yang dijual di 3 pasar yang berbeda

mengandung residu tetrasiklin dengan metode analisis yang dapat diukur dan

dipertanggungjawabkan melalui validasi. Sampel diambil dari 3 pedagang daging

ayam dari 3 lokasi berbeda yaitu Pasar Andir, Pasar Ciroyom, dan Pasar

Sederhana.

Page 20: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

5

1.2 Perumusan Masalah

Apakah pada hati ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Kota

Bandung mengandung residu antibiotik tetrasiklin?

1.3 Tujuan Penelitian

Analisis kadar residu antibiotik tetrasiklin yang terdapat pada hati ayam

broiler dengan metode KCKT yang tervalidasi dan disesuaikan dengan

persayaratan batas maksimum residunya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada peneliti agar

terampil dalam melakukan analisis terhadap kadar residu antibiotik tetrasiklin

yang terdapat pada hati ayam menggunakan KCKT.

1.4.2 Bagi Institusi Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Bandung

Validasi terhadap instrumen dan metode dalam analisis residu antibiotik

tetrasiklin yang terdapat pada hati ayam menggunakan KCKT.

Page 21: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

6

1.4.3 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi gambaran

mengenai keberadaan residu antibiotika dalam produk ternak, kemudian

langkah pengamanan oleh instansi terkait misalnya Dinas Peternakan ataupun

Dinas Pertanian dalam pengawasan pendistribusian pangan hewani yang aman

maupun pembinaan terhadap peternak setempat. Manfaat umum yang

diharapkan bagi masyarakat adalah untuk meningkatkan produksi peternakan

serta menambah wawasan para peternak mengenai cara pemberian dan

pemakaian macam antibiotika secara selektif dan sesuai dengan tujuan disertai

konsultasi para ahli peternakan.

Page 22: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Antibiotik Tetrasiklin

Senyawa tetrasiklin semula (1948) diperoleh dari Streptomyces aureofaciens

(klortetrasiklin) dan Streptomyces rimosus (oksitetrasiklin). Setelah tahun 1960,

zat induk tetrasiklin mulai dibuat secara sintetis seluruhnya, yang kemudian

disusul oleh derivat -oksi dan -klor serta senyawa long acting doksisiklin dan

minosiklin. Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa-protein kuman.

Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak cocci Gram-positif dan Gram-negatif

serta kebanyakan bacilli, kecuali Pseudomonas dan Proteus (Tan dan Kirana,

2010)

Semua tetrasiklin berwarna kuning dan bersifat amfoter, garamnya dengan

klorida atau fosfat paling banyak digunakan. Larutan garam tersebut hanya stabil

pada pH < 2 dan terurai pesat pada pH lebih tinggi. Sediaan yang disimpan di

tempat panas dan lembab mudah terurai, terutama di bawah pengaruh cahaya.

Produk penguraiannya epi- dan anhidrotetrasiklin bersifat sangat toksis bagi

ginjal. (Tan dan Kirana, 2010)

Tetrasiklin ialah antibiotik yang umum digunakan sebagai obat-obatan

veteriner dan diisolasi dari bakteri Streptomyces sp. Penggunaan tetrasiklin

sebagai obat-obatan veteriner umumnya dicampurkan ke dalam pakan. Tetrasiklin

merupakan antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan

Page 23: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

8

menghambat sintesis protein kuman (Yuningsih, 2004). Tetrasiklin merupakan

serbuk hablur, kuning; tidak berbau; agak higroskopis. Stabil di udara tetapi pada

pemaparan terhadap cahaya matahari yang kuat dalam udara lembap menjadi

gelap. Dalam larutan dengan pH lebih kecil dari 2, potensi berkurang, dan cepat

rusak dalam larutan alkali hidroksida. (Farmakope Indonesia, edisi IV)

Gambar 2.1. Struktur kimia tetrasiklin

Tetrasiklin mempunyai potensi setara dengan kurang dari 975 µg

tetrasiklin hidroklorida per mg dihitung terhadap zat anhidrat. Rumus molekul

C22H24N2O8 dan memiliki nama IUPAC 4-(Dimetilamino)-1,4,4a, 5, 5a, 6, 11,

12a-oktahidro-3,6,10,12,12a-pentahidroksi-6-metil-1,11diokso-2-

naftasenakarboksamida [60-54-8] dengan bobot molekul 444,44 g/mol (Gambar

2.1).

Tertrasiklin sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam larutan asam

encer dan dalam larutan alkali hidroksida; sukar larut dalam etanol; praktis tidak

larut dalam kloroform dan dalam eter. (Farmakope Indonesia, edisi IV)

Page 24: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

9

Setelah pemakaian oral, tetrasiklin akan diabsorpsi dengan cepat oleh usus

tetapi tak sempurna, sekitar 30% dibiotransformasi dan diekskresi baik melalui

empedu maupun urin. Distribusi (kecuali jaringan lemak) terjadi ke seluruh organ

akan tetapi kemampuan melewati sawar darah otak kecil. Dalam tulang, tetrasiklin

akan disimpan sebagai kompleks dengan kalsium. Karena menyebabkan

perubahan gigi yang irreversible berwarna kuning sampai coklat, hypoplasia

email gigi dan terkadang gangguan pertumbuhan, tetrasiklin tidak digunakan saat

kehamilan, pada bayi dan anak-anak sampai usia 8 tahun. (Mutschler, 1991)

2.1.2 Hati Ayam Broiler

Jenis ayam penghasil daging digolongkan menjadi dua jenis yaitu ayam

kampung dan ayam broiler. Ayam broiler merupakan salah satu komoditas

penghasil daging yang cukup potensial dari golongan unggas. Hal ini didukung

dengan perkembangan yang kuat dari rumah potong, farmasi, dan food

processing. Ayam pedaging atau broiler dipanen pada umur 31-33 hari dengan

berat rata-rata 1,67-2,10 kg/ekor. Pemeliharaan dan makanannya sangat

diperhatikan termasuk vaksinasi rutin terhadap penyakit-penyakit, sehingga

produksinya sangat tinggi (Anjarsari, 2010)

Hati ayam broiler merupakan organ bagian dalam yang menjadi salah atu

produk hasil ikutan dari pemotongan ayam. Hati ayam broiler memiliki potensi

besar untuk dapat diolah kembali menjadi prdouk yang memiliki nilai ekonomis

lebih tinggi. Vitamin utama yang banyak terdapat pada hati ayam adalah vitamin

Page 25: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

10

A, vitamin B kompleks terutama vitamin B12 dan asam folat serta zat besi.

(Pramono dkk, 2013)

2.1.3 Residu Antibiotik Tetrasiklin

Semakin berkembangnya jenis antibiotika dalam bidang peternakan,

terutama untuk meningkatakan produksi peternakan, maka para peternak perlu

mengetahui cara- cara pemberian dan pemakaian macam antibiotika secara

selektif dan sesuai dengan tujuan, seperti:

a. Untuk pengobatan sehingga mengurangi resiko kematian dan

mengembalikan kondisi ternak yang dapat berproduksi kembali (normal),

juga mencegah tersebarnya mikroorganisme patogen ke ternak lainnya.

b. Untuk memacu pertumbuhan (growth promotor), sehingga dapat

meningkatkan produksi hasil ternak serta mengurangi biaya pakan.

Di dunia peternakan unggas, tetrasiklin efektif melawan bakteri penyebab

penyakit pullorum (Salmonella pullorum) yang menimbulkan gejala pada

unggas ditandai dengan adanya ekskreta yang bewarna putih (berak kapur),

dehidrasi dan unggas terlihat lemas (Shivaprasad dan Barrow, 2003). Penyebab

penyakit lainnya yaitu penyakit pernafasan kronis (Mycoplasma gallisepticum)

dengan gejala unggas mendengkur (Ley dan Kleven, 2003), kolera unggas

(Pasteurella multocida) dengan gejala diare kehijauan, rontok bulu, jengger

dan muka bengkak. (Glisson, dkk, 2003), dan penyebab penyakit korisa

(Avibacterium paragallinarum) dengan gejala adanya lendir atau kotoran

Page 26: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

11

hidung seperti nanah, muka bengkak, mata berair lalu menutup, dan diare

(Blackall dan Soriano, 2003)

Untuk memacu pertumbuhan biasanya antibiotika ditambahkan sebagai

imbuhan pakan (feed additive) yang secara umum bermanfaat karena berpengaruh

terhadap pertumbuhan mikroorganisme perusak zat-zat gizi dalam pakan dan

merangsang pertumbuhan mikroorganisme pembentukan asam amino. Jenis

antibiotika yang digunakan pada ternak yaitu antibiotika khusus untuk bidang

kedokteran hewan, diantaranya seperti penisilin, tetrasiklin serta antibiotika lain

dengan preparat tertentu. Sedangkan penggunaan jenis antibiotika lain yaitu

antibiotika yang dapat dipergunakan baik di bidang kedokteran hewan maupun

untuk manusia (Yuningsih, 2004)

Penggunaan obat-obatan tersebut meningkat tajam khususnya bagi ternak

sapi pedaging dan ayam pedaging agar laju pertumbuhan badannya semakin cepat.

Antibiotik pada ternak juga diberikan dalam bentuk suntikan. Apabila hewan

ternak yang baru saja mendapatkan suntikan antibiotik atau ransum tersebut

segera dipotong, dapat meninggalkan residu obat-obatan di dalam daging ternak,

telur, susu atau produk ternak lainnya. (Suryani, 2009)

Dengan bahayanya efek residu terhadap kesehatan, maka ada ketentuan

nilai batas maksimum residu (BMR) dalam produk ternak untuk masing- masing

antibiotika yang berdasarkan standar nasional Indonesia (SNI). Pada ketentuan

SNI tertera daftar jenis antibiotika dan metabolitnya, serta diikuti dengan nilai

BMR dalam masing-masing produk ternak (daging, susu dan telur). Dengan

adanya ketentuan ini dapat mengetahui efek keberadaan residu dalam produk

Page 27: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

12

ternak, apakah masih aman untuk dikonsumsi apabila dibawah nilai BMR atau

berbahaya bagi kesehatan manusia, apabila kandungan residu sudah melewati

nilai BMR.

Berdasarkan keterangan dari Subdirektorat Standarisasi Direktorat

Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian pada

bulan Maret tahun 2014, menyatakan bahwa SNI Non Komoditi untuk Batas

Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan

Makanan Asal Hewan adalah SNI Nomor 01-6366-2000 mengenai Batas

Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan

Makanan Asal Hewan spesifikasi untuk antibiotik tetrasiklin dinyatakan seperti

pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Batas Maksimum Residu dalam

Bahan Makanan Asal Hewan (dalam satuan mg/kg)

No Jenis Residu dan Metabolit Daging Telur Susu

295. Tetrasiklin 0,1 0,05 0,05

Sumber : Badan Standarisasi Nasional

Batas maksimum residu yang diperbolehkan untuk tetrasiklin sebagaimana

direkomendasikan oleh Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives

(2002) adalah 0.2 µg/g pada daging otot ayam, 0.6 µg/g pada hati ayam, 1.2 µg/g

pada ginjal ayam, dan 0.4 µg/g pada telur ayam. WHO juga menetapkan

Acceptable Daily Intake (ADI) untuk residu tetrasiklin dari obat hewan yang

Page 28: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

13

terdapat dalam makanan yang dikonsumsi manusia sebesar 0-30 µg/kg Berat

Badan baik dalam bentuk tunggal ataupun campuran. Referensi metode analisis

yang direkomendasikan salah satunya adalah AOAC Official Method 995.09

mengenai determinasi tetrasiklin dalam jaringan pangan hewani metoda

kromatografi cair. (JECFA, 2000)

Metode yang efisien dibutuhkan untuk memfasilitasi pengawasan residu

antibiotik dalam daging ayam, khususnya hati ayam yang lebih mudah tercemar

oleh antibiotik golongan tetrasiklin. Metode deteksi residu antibiotik golongan

tetrasiklin meliputi analisis mikrobiologi dan analisis dengan instrumen antara

lain HPLC-MS, HPLC chemiluminescence detection, HPLC fluorescence

detection, dan HPLC-UV detection. Telah dilaporkan bahwa metoda HPLC-UV

sering digunakan untuk mendeteksi tetrasiklin, klortetrasiklin, dan oksitetrasiklin.

(Donghui, 2010)

2.1.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi merupakan teknik terpisahnya solut atau zat telarut oleh

perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom

kromatografi. Pemisahan solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan

fase diam. (Gandjar, 2012)

KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-

senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-

protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat;

produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang

Page 29: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

14

berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran;

memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu

campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintetis. (Gandjar,

2012)

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali

jika KCKT dihubungkan dengan spektrofotometer massa (MS). Kromatografi cair

kinerja tinggi (KCKT), merupakan suatu teknik kromatografi dengan fase gerak

cairan dan fase diam cairan atau padat. Parameter KCKT yang digunakan untuk

analisis kuantitatif ialah waktu retensi atau volume retensi. Perhitungan kuantitatif

didasarkan pada pengukuran tinggi puncak atau luas puncak suatu komponen zat.

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi

dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut & fase diam, serta

sifat komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase

gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak

yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah

campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril.

(Gandjar, 2012)

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok

yaitu: (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, (3) alat untuk

memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6) wadah penampung buangan fase

Page 30: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

15

gerak, (7) tabung penghubung, dan (8) suatu komputer atau integrator atau

perekam. (Gandjar, 2012)

2.1.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. (Harmita,

2004)

Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan

untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan

pada kisaran analit yang akan dianalisis.

Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa

parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis,

karenanya suatu metode harus divalidasi ketika:

a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu

b. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan

atau karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa

metode baku tersebut harus direvisi

c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah

berubah seiring dengan berjalannya waktu

d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh

analis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.

Page 31: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

16

e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara 2 metode, seperti metode

baru dan metode baku.

Karakteristik analisis khas yang digunakan dalam validasi metode antara

lain: akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantifikasi, linearitas,

rentang, dan ketahanan. (USP 30, 2007)

2.1.5.1 Kecermatan (akurasi)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan

hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan

sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.

(Harmita, 2004)

Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi

(spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard

addition method).

Apabila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena

matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya

berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur

kalus, maka dapat dipakai metode adisi. Metode adisi dapat dilakukan

dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada

sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen

perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang

ditambahkan tadi dapat ditemukan. (Harmita, 2004)

Page 32: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

17

Untuk mendokumentasikan akurasi, pengumpulan data dilakukan

dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3

konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai

presentase perolehan kembali. (Gandjar, 2012)

2.1.5.2 Keseksamaan (Presisi)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari

rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang

diambil daricampuran yang homogen. (Harmita, 2004)

Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku

relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai

keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility).

Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang

kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu

yang pendek. Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah

lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang

sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal.

Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi

yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium

yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang

berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga

identik yang dicuplik dari batch yang sama. Ketertiruan dapat juga

Page 33: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

18

dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan,

pereaksi, dan analis yang berbeda. Kriteria seksama diberikan jika metode

memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang.

Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit

yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Percobaan

keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika sampel yang

diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya

keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran

dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh

matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. (Harmita, 2004)

Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau standar deviasi

relatif (RSD) dari serangkaian data. Pada pengujian dengan KCKT, nilai

RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif

dalam jumlah banyak. Sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar

sekelumit, RSD berkisar antara 5-15% (Gandjar, 2012)

2.1.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang

dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan

dengan blangko.

Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan

diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat

memenuhi kriteria cermat dan seksama. (Harmita, 2004)

Page 34: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

19

2.1.5.4 Linieritas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh

hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit

pada kisaran yang diberikan. (Gandjar, 2012)

Rentang metode dalam linieritas merupakan pernyataan batas

terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan

dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.

Linearitas biasanya dinyatakan dalam variansi sekitar arah garis regresi

yang dihitung berdasarkan persamaan matematika menggunakan data yang

diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi

analit. Persamaan dinyatakan dengan rumus y = a + bx, dengan a ialah

intersep, b ialah kemiringan garis dengan koefisien korelasi 0,9995. (Harmita,

2004)

2.2 Kerangka Penelitian

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya residu antibiotik

tetrasiklin salah satunya adalah penambahan antibiotik sebagai imbuhan pakan

(feed additive) sehingga setelah dikonsumsi oleh ayam broiler dapat

meninggalkan residu antibiotik dalam jaringan hewan tersebut. Oleh karena itu

dilakukan analisis dan validasi metode analisis residu antibiotik golongan

tetrasiklin pada hati ayam broiler secara KCKT. Maka jika dihubungkan dalam

sebuah kerangka penelitian dalam bentuk skema seperti pada gambar 2.2

Page 35: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

20

Gambar 2.2 Skema Kerangka Penelitian

2.3 Hipotesis

Analisis residu antibiotik tetrasiklin pada hati ayam broiler secara KCKT

menunjukkan adanya analit residu yang terkandung dalam sampel dan dinyatakan

dalam konsentrasi ppm.

Dijadikan feed

additive

Analisis residu antibiotik tetrasiklin pada hati

ayam broiler dengan metode KCKT

Tetrasiklin untuk

pengobatan dan

pencegahan penyakit

ayam broiler

Dosis dan

withdrawal time

tidak diperhatikan

Residu antibiotik

tetrasiklin pada

jaringan hati ayam

broiler

Beredar di pasar tradisional Kota Bandung

Kadar residu memenuhi

syarat: kurang dari 0,6 ppm

Kadar residu tidak memenuhi

syarat: lebih dari 0,6 ppm

Page 36: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini bersifat deskriptif.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium terpadu Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Bandung dan Laboratorium Kimia Analisis Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung Jurusan Farmasi.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah hati ayam broiler yang ada di

seluruh pasar tradisional Kota Bandung.

3.3.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah pengambilan

sampel representatif dan accidental sampling. Teknik sampling yang

Page 37: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

22

dilakukan secara spontan berdasarkan subjek yang ditemukan di lokasi

penelitian Pemilihan sampel biasanya dibatasi dengan waktu atau

tempat dan besar sampel dapat dihitung ataupun tidak.

Sampel dalam penelitian ini adalah hati ayam broiler yang dibeli

dari 5 pedagang di Pasar Andir dengan sumber peternakan ayam broiler

di Ciparay, 5 pedagang di Pasar Sederhana dengan sumber peternakan

ayam broiler di Banjaran, dan 5 pedagang di Pasar Ciroyom dengan

sumber peternakan ayam broiler di Cicadas. Masing-masing sampel

dihaluskan dengan blender kemudian penimbangan sampel dilakukan

secara representatif dimana setiap populasi memiliki kemungkinan yang

sama untuk terpilih sebagai sampel. (Gandjar, 2012)

Sampel dikategorikan menjadi A, B, dan C, sesudah masing-

masing dihaluskan dan dihomogenkan kemudian ditaruh dalam wadah

berbeda dengan permukaan rata berbentuk persegi. Setiap hati yang

tersebar dalam wadah tersebut dibagi menjadi 4 bagian kemudian

diambil sebanyak 1 gram di bagian atas, bawah, kanan, kiri, dan tengah

untuk ditimbang total 5 gram tiap sampel kemudian sampel

dihomogenkan kembali.

3.4 Definisi Operasional

Variabel yang akan diteliti sesuai yang tertuang dalam kerangka penelitian

dipaparkan dalam definisi operasional pada tabel 3.1

Page 38: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

23

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Hati ayam

broiler

Sampel yang

dinalisis

secara

kualitatif

maupun

kuantitatif

mengenai

keberadaan

residu

tetrasiklin

Kromatografi

Cair Kinerja

Tinggi

(KCKT)

Menginjeksikan

sejumlah

volume sampel

dengan fasa

gerak, kolom,

dan parameter

yang sesuai,

Muncul

kromatogram

yang

disesuaikan

dengan

standar.

Rasio

Kadar

residu

antibiotik

tetrasiklin

Banyakya

residu

tetrasiklin

yang

terkandung

dalam sampel

yang telah

diekstraksi

dan dianalisis

KCKT Perhitungan

berdasarkan

luas area

ppm Ordinal

Hati ayam

Broiler

Kadar residu

antibiotik

tetrasiklin

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Page 39: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

24

3.5 Cara Pengumpulan Data

3.5.1 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer. Data

tersebut diperoleh dari analisis sampel dan pengujian validasi metode analisis

di laboratorium yang dilakukan oleh penulis.

3.5.2 Metode

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini

adalah melalui pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan dilakukan dengan

analisis dan validasi metode penetapan kadar residu antibiotik golongan

tetrasiklin pada hati ayam broiler menggunakan KCKT.

3.5.3 Prinsip

Prinsip dari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi adalah pemisahan analit

berdasarkan kepolarannya. Kromatografi merupakan teknik yang menunjukkan

adanya solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi,

dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi.

Page 40: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

25

3.5.4 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a) KCKT,

b) syringe KCKT,

c) kolom 5 μ C18-A 150 x 4,6 mm,

d) syringe kaca,

e) spektrofotometer UV-Vis

f) sentrifuge

g) flat bed shaker

h) vortex shaker,

i) neraca analitik,

j) syringe plastik 5 ml,

k) mikropipet,

l) tip mikropipet,

m) erlenmeyer,

n) gelas piala,

o) gelas ukur,

p) labu takar,

q) pipet tetes,

r) batang pengaduk,

s) vial kecil, dan

t) sudip.

Page 41: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

26

3.5.5 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah:

a) hati ayam broiler,

b) baku standar tetrasiklin (sediaan kapsul tetrasiklin 500 mg produksi PT

Kimia Farma, nomor batch GC1270J)

c) asam oksalat dihidrat

d) asetonitril (HPLC grade),

e) asam asetat 20%,

f) asam sitrat monohidrat,

g) dikalium hidrogenfosfat dihidrat,

h) garam dinatrium EDTA,

i) metanol p.a,

j) membran penyaring 0,45 μm,

k) alumunium foil,

l) parafilm,

m) akuades, dan

n) akuabides

Page 42: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

27

3.5.6 Cara Pemeriksaan

3.5.6.1 Pembuatan reagen

1) Pembuatan larutan asam asetat 20%

Asam asetat P diukur sebanyak 20 ml kemudian dimasukkan ke

labu ukur 100 ml. Volume digenapkan hingga tanda tera dengan

aquadest kemudain dikocok hingga larut larut dan homogen.

2) Pembuatan Larutan Bufer Mc Ilvaine-EDTA

Larutan bufer Mc Illvaine-EDTA merupakan larutan yang

digunakan untuk mengekstraksi sampel hati ayam broiler.

Pembuatan larutan bufer Mc Illvaine dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

a) Ditimbang masing-masing bahan yang terdiri dari:

Sebanyak 14,2 g dinatrium hidrogenfosfat anhidrat

(Na2HPO4 p.a)

Sebanyak 10,5 g asam sitrat monohidrat dan

Sebanyak 30, 25 g garam dinatrium EDTA

b) Na2HPO4 p.a sebanyak 14,2 g dimasukkan ke labu ukur 500

mL dan dilarutkan dengan aquadest, genapkan volume hingga

tanda tera, kocok hingga homogen.

c) Sebanyak 10,5 g asam sitrat monohidrat dimasukkan ke labu

ukur 500 mL lainnya dan dilarutkan dengan aquadest

genapkan volume hingga tanda tera, kocok hingga homogen.

Page 43: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

28

d) Campurkan 500 mL larutan asam sitrat monohidrat dengan

dengan 312,5 ml larutan Na2HPO4 di dalam labu ukur 1 L.

ukur pH dan sesuaikan hingga pH 4.0 ± 0.05 dengan

meneteskan baik 0,1 M HCl (8,3 ml HCl/L) atau 0,1 M NaOH

(4.0 g/L)

e) Dinatrium EDTA sebanyak 30,25 g ditambahkan ke dalam

larutan tersebut, kocok hingga larut dan homogen. (larutan

dibuat tiap minggu)

3) Pembuatan Larutan Baku

Larutan baku merupakan stok larutan baku yang nantinya akan

diencerkan menjadi larutan baku campuran, kemudian digunakan

sebagai larutan baku kerja. Larutan baku dapat dibuat dengan

langkah-langkah berikut:

a) Larutan persediaan baku tetrasiklin 1000 ppm dibuat dengan

cara menimbang 10 ± 0.1 mg, masukkan ke labu ukur 10 ml,

bilas dengan metanol. Larutkan dengan metanol hingga

volume terpenuhi. Kocok hingga larut dalam suhu ruangan.

b) Larutan persediaan baku tetrasiklin 100 ppm dibuat dengan

cara memipet 1 ml larutan standar tetrasiklin pertama ke

dalam labu ukur 10 ml. genapkan volume dengan metanol

pada suhu ruang, kocok hingga homogen.

Page 44: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

29

c) Baku standar 10 ppm dan 14 ppm dibuat dengan cara memipet

0,1 ml dan 0,14 ml larutan persediaan baku tetrasiklin 1000

ppm ke dalam labu ukur 10 ml terpisah. Genapkan volume

dengan metanol pada suhu ruangan, kocok hingga homogen.

Larutan disimpan dalam lemari pendingin, disiapkan tiap

minggu.

d) Larutan persediaan baku tetrasiklin 0,5 ; 2, 4, 6 ppm dibuat

dengan memipet masing-masing 50, 200, 400, dan 600 µl

larutan standar 100 ppm ke dalam labu ukur terpisah volume

10 ml. Tambahkan metanol ke dalam setiap labu, genapkan

volume dengan aquadest pada suhu ruangan. Simpan larutan

di lemari pendingin. Larutan disiapkan setiap minggu.

4) Pembuatan Larutan Metanol Oksalat

Larutan metanol oksalat merupakan pelarut untuk elusi kolom

SPE, yang didalamnya sudah dilewatkan ekstrak sampel hati ayam

broiler. Larutan metanol oksalat dibuat dengan cara menimbang 1,297

g asam oksalat dan dilarutkan dengan metanol p.a kemudian dituang

ke labu ukur 100 ml dan volume digenapkan serta dikocok hingga

homogen.

Page 45: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

30

3.5.6.2 Proses Ekstraksi Sampel

a. Sebanyak 5 g hati ayam yang telah digiling, ditempatkan dalam

erlenmeyer bertutup.

b. Setelah itu, ditambahkan 2 ml larutan asam asetat 20% kemudian

dikocok menggunakan Vortex Shaker selama 30 menit.

c. Sampel ditambahkan 20 ml larutan bufer Mc Ilvaine-EDTA

kemudian ditutup dan dihomogenkan selama 10 menit

menggunakan Flat Bed Shaker pada kecepatan tinggi. Pindahkan

ke tabung sentrifuga, bilas dengan larutan buffer Mc Ilvaine-

EDTA sebanyak 2 ml kemudian disentrifuga pada kecepatan

3.000 rpm selama 10 menit.

d. Larutan supernatan hasil sentrifus dipisahkan dari endapannya,

kemudian endapan ditambahkan 10 ml larutan bufer Mc Ilvaine-

EDTA dan dihomogenkan dengan Vortex Shaker. Pindahkan ke

tabung sentrifuga, bilas dengan larutan buffer Mc Ilvaine-EDTA

sebanyak 2 ml kemudian disentrifuga pada kecepatan 3.000 rpm

selama 10 menit. Ulangi prosedur ini ke dalam endapan ke 3

hingga terkumpul hasil 3 kali ekstraksi dan homogenkan.

e. Dilakukan ekstraksi fase padat terhadap sampel menggunakan

SPE sederhana dibuat dari syringe kaca yang diisi oleh lapisan

kapas dan dimasukkan silika sebanyak lebih kurang 2 gram dan

ditutup lagi dengan kapas. Prosedur SPE pada penelitian ini

dilakukan dengan tahap awal yaitu pengkondisian penjerap

Page 46: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

31

dengan dialiri metanol 20 ml dan air 20 ml. Tahap selanjutnya

adalah retensi sampel dengan dimasukkannya sampel sebanyak 10

ml. Setelah sampel dijerap, dilakukan pembilasan dengan pelarut

non polar yaitu metilen klorida sebanyak 5 ml. Proses elusi

terakhir dilakukan dengan penambahan metanol oksalat sebanyak

6 ml. Uapkan sampel dan masukkan ke dalam sampel metanol

hingga 5 ml.

f. Sampel disaring dengan penyaring 0,45 micron kemudian

sebanyak 20 μl sampel dianalisis dengan KCKT .

3.5.6.3 Analisis menggunakan KCKT

Sampel sebanyak 20 μl diinjeksikan ke dalam KCKT Shimadzu

LC-20 AD dengan kondisi alat sebagai berikut:

Kolom : 5 μ C18-A 150 x 4,6 mm

Sistem : fase terbalik

Fase gerak : metanol: aquabidest (50:50, v/v)

Laju alir : 0,5 ml/menit

Detektor : UV, 269 nm

Tekanan : ± 184 kgf/cm2

Page 47: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

32

3.5.6.4 Validasi Metode Analisis

1) Presisi: Keterulangan (Repeatability)

Larutan standar tetrasiklin konsentrasi 6 ppm sebanyak 20 μl

dianalisis dengan KCKT. Analisis dilakukan sebanyak enam kali

ulangan. Luas puncak yang diperoleh kemudian ditentukan

simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatifnya (RSD).

2) Akurasi: Uji Perolehan Kembali (Recovery Test)

Sebanyak 5,0 gram sampel hati ayam dimasukkan ke dalam

tiga tabung sentrifus berbeda lalu ditambahkan masing-masing

400, 500, dan 600 μl larutan standar tetrasiklin konsentrasi 100

ppm dengan tujuan diperoleh sampel dengan adisi 8, 10, 12 µg/g

(ppm). Perlakuan selanjutnya sama seperti preparasi sampel.

Nilai % perolehan kembali (recovery) dihitung menggunakan

rumus:

{(Ct – Cu) / Cs} x 100%

Di mana Ct merupakan konsentrasi tetrasiklin,

oksitetrasiklin, dan klortetrasiklin total setelah penambahan

standar; Cu ialah konsentrasi tetrasiklin dalam larutan uji

(sampel); dan Cs ialah konsentrasi tetrasiklin standar.

3) Uji Linearitas

Untuk uji linearitas, dibuat larutan standar campuran

antibiotik tetrasiklin dengan konsentrasi 0,5; 2; 4; 6; dan 14 ppm.

Sebanyak 20 μl larutan dianalisis dengan KCKT. Linearitas

Page 48: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

33

ditentukan menggunakan metode regresi kuadrat terkecil

sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing konsentrasi.

Persamaan linearitas yang digunakan ialah y = a + bx, dengan a

adalah titik potong dan b adalah kemiringan.

4) Penentuan Batas Konsentrasi Terendah

Penentuan batas konsentrasi terendah dilakukan sebelum

mencari limit deteksi alat. Larutan standar 6 ppm sebanyak 20 μl

dianalisis dengan KCKT. Batas deteksi dan batas kuantifikasi

dihitung berdasarkan nilai noise yaitu 50 µV.

Batas deteksi atau LOD (Limit Of Detection) memiliki nilai

3xnoise atau 3x50 µV yaitu 150 µV, sedangkan batas

kuantifikasi atau LOQ (Limit Of Quantification) memiliki nilai

10 x nilai noise atau 10x50 µV yaitu 500 µV.

Batas deteksi dan batas kuantifikasi masing-masing dihitung

dengan rumus :

LOD =

x Konsentrasi yang diinjeksikan (ppm)

LOQ =

x Konsentrasi yang diinjeksikan (ppm)

3.6 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data dihitung secara manual maupun melalui microsoft excel dengan

menggunakan metode validasi yang didalamnya meliputi uji linieritas, uji

presisi, uji akurasi, uji batas deteksi dan batas kuantifikasi.

Page 49: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Tetrasiklin

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan terhadap baku

standar tetrasiklin yang akan digunakan dalam analisis menggunakan

instrumen spektrofotometer dengan rentang panjang gelombang 200-400 nm.

Berdasarkan literatur, daya serapan tetrasiklin dapat dihitung pada panjang

gelombang maksimum lebih kurang 280 nm Farmakope Indonesia ed IV),

308 nm (USP 30) dan 350 nm (AOAC official method 995.09). Hasil dari

pengukuran standar tetrasiklin HCl dengan konsentrasi 10 ppm diperoleh

puncak dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 268,5 nm yang

mendekati tetrasiklin HCl berdasarkan literatur Farmakope Indonesia Edisi

IV yaitu 280 nm seperti yang tertera pada gambar 4.1.

Page 50: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

35

Gambar 4.1 Kurva Serapan Tetrasiklin HCl Konsentrasi 10 ppm

Absorbansi yang dihasilkan pada pengukuran standar tetrasiklin

HCl menggunakan spektrofotometer pada rentang panjang gelombang

200-400 nm ditunjukkan pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Data Absorbansi dari Kurva Serapan Maksimum

Serapan maksimum muncul pada panjang gelombang 268,5 nm

yaitu 0,39 mendekati panjang gelombang tetrasiklin HCl berdasarkan

Tetrasiklin HCl 268,5 nm

Page 51: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

36

literatur Farmakope Indonesia edisi IV yaitu 280 nm. Panjang gelombang

yang digunakan untuk analisis menggunakan KCKT dibulatkan menjadi

269 nm

4.1.2 Penentuan Fase Gerak

Dalam KCKT komposisi fase gerak merupakan salah satu variabel

yang mempengaruhi pemisahan. Fase gerak terdiri atas campuran pelarut

yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi

dan resolusi. Hasil penelitian menunjukan bahwa fase gerak metanol : air

dengan perbandingan 50:50 menghasilkan puncak yang simetris dan

terpisah seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 4.2 Kromatogram Tetrasiklin Standar

Page 52: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

37

4.1.3 Uji Kesesuaian Sistem

Bila memakai metode kromatografi, seperti KCKT umumnya

dikehendaki adanya kepastian kesesuaian dan keefektifan sistem

operasional yang digunakan. Perlu dicatat bahwa pencantuman spesifikasi

parameter tertentu dalam suatu monografi tidaklah berarti kondisi

operasional lain yang sesuai tidak dapat digunakan. Penyesuaian kondisi

operasional dapat dilakukan, agar diperoleh kondisi operasional dan

kromatogram yang baik. (FI IV, hal 1016)

Pada hakikatnya pengujian kesesuaian berdasarkan atas konsep

bahwa peralatan, zat uji, dan kondisi operasional analitik membentuk satu

sistem analitik tunggal yang dapat diuji fungsinya secara keseluruhan.

Data spesifik dikumpulkan dari penyuntikan ulang larutan uji atau larutan

baku. Kesesuaian sistem dilakukan dengan menginjeksikan larutan standar

tetrasiklin HCl kemudian hasil yang didapatkan dari penyuntikan dilihat

kesesuaiannya dengan persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV. Berikut

ini merupakan kromatogram dari hasil uji kesesuaian sistem.

Page 53: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

38

Gambar 4.3 Kromatogram Uji Kesesuaian Sistem

Tabel 4.2 Data KCKT Uji Kesesuaian Sistem

Berdasarkan ketentuan Farmakope Indonesia Edisi IV dinyatakan

bahwa untuk melakukan analisis tetrasiklin HCl menggunakan KCKT

dilengkapi dengan detektor 280 nm, kolom pelindung 4,6 mm x 3 cm

berisi bahan pengisi L7 (Oktilsilana terikat secara kimiawi pada partikel

silika yang berpori seluruhnya) diameter 5-10 µm. Nilai resolusi (R) tidak

kurang dari 1,2. Simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak

lebih dari 2%. (FI ed IV, 780)

Pada pelaksanaan penelitian di laboratorium terpadu, instrumen

KCKT yang digunakan memiliki kolom dengan tipe oktadesil silika

(ODS atau C18) bersifat non polar dengan mekanisme absorpsi partisi atau

Name Ret.Time Area Conc. Theoritical

plate Resolution

Tailing

Factor

Tetrasiklin 9,082 262430 6,000 328,284 1,860 1,335

Page 54: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

39

fase terbalik. Nilai resolusi yang dihasilkan pada penyuntikan baku

tetrasiklin HCl memenuhi persyaratan kesesuaian sistemnya tidak kurang

dari 1,2 yaitu 1,860. Sedangkan nilai simpangan baku relatif dinyatakan

pada uji presisi.

4.1.4 Validasi Metode Analisis

4.1.4.1 Linearitas

Penentuan linearitas kurva kalibrasi tetrasiklin HCl dengan

konsentrasi 0,5;2;4;6;14 ppm dapat dilihat pada Gambar 4.2 sebagai

berikut.

Gambar 4.4 Kurva Kalibrasi Tetrasiklin Standar

Page 55: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

40

Dari hasil pembuatan kurva kalibrasi tetrasiklin standar diperoleh

nilai koefisien korelasi (r) = 0,9938 dan persamaan regresi Y = 61392.8x-

59934.

4.1.4.2 Akurasi

Uji akurasi dilakukan dengan parameter persen perolehan kembali.

Data hasil perhitungan pengujian persen perolehan kembali dengan

metode penambahan baku konsentrasi 8, 10, dan 12 ppm dijelaskan pada

tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data KCKT Uji Perolehan Kembali

Rentang

Spesifik

(%)

Konsentrasi (ppm)

Persen Perolehan

Kembali (%) Sampel Adisi Baku Sampel+Adisi

80

1,487 8 8,632 89,31

1,487 8 8,758 90,89

1,487 8 8,716 90,36

100

1,487 10 11,137 96,50

1,487 10 11,159 96,72

1,487 10 11,204 97,17

120

1,487 12 11,436 82,91

1,487 12 11,618 84,43

1,487 12 11,674 84,89

Rata-rata Perolehan Kembali (%) 90,35

Page 56: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

41

4.1.4.3 Presisi

Uji presisi ditentukan dengan parameter RSD (Relative Standards

Deviation). Persen simpangan baku relatif (RSD) atau koefisian

kepercayaan didapat dari RSD x 100% = 0,0644 x 100% = 6,44 %

Maka didapat nilai presisi dari %RSD yaitu 6,44 % dan dinyatakan

tidak memenuhi syarat karena >2 %. Data yang diperoleh pada uji presisi

seperti tertera pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data KCKT Uji Presisi

Replikasi Luas Area Konsentrasi (ppm)

1 262430 6,045

2 271810 6,054

3 300300 6,09

4 255781 5,902

5 257057 6,052

6 256778 6,046

Rata-rata 267359

SD 17212,5

RSD (%) 6,44

Page 57: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

42

4.1.4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi

Batas deteksi dan kuantifikasi dapat dihitung secara statistik

melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi yang didapat dari uji

linieritas. Untuk mendapat nilai batas deteksi dan kuantisasi gunakan nilai

slope (b) dan luas area.

Diketahui : konsentrasi penginjekan = 6 ppm

Luas area = 262430

Nilai noise = 50

LOD = 3 x noise x konsentrasi injeksi (ppm)

LA

= 0,0034 ppm

LOQ = 10 x noise x konsentrasi injeksi (ppm)

LA

= 10 x 50 x 6

262430

= 0,0114 ppm

4.1.5 Penetapan Kadar Residu Tetrasiklin dalam Sampel Hati Ayam

Broiler

Hasil penetapan kadar tetrasiklin berupa kromatogram dapat dilihat

pada gambar 4.5, gambar 4.6, dan gambar 4.7.

Page 58: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

43

Gambar 4.5 Kromatogram dan kadar sampel A

Tabel 4.5 Data KCKT Penetapan Kadar Sampel A

Pada penyuntikkan sampel A menghasilkan kromatogram dengan dua

puncak seperti pada gambar 4.7, yang disimpulkan sebagai puncak analit

tetrasiklin adalah puncak yang waktu retensinya sama dengan baku tetrasiklin

yaitu menit ke 9. Berdasarkan luas area yang dibaca oleh KCKT, konsentrasi

sampel A adalah 1,487 ppm.

Pada penyuntikkan sampel B terdapat dua puncak utama seperti pada

gambar 4.8, yang disimpulkan sebagai puncak analit tetrasiklin adalah puncak

yang waktu retensinya sama dengan baku tetrasiklin yaitu menit ke 9. Akan tetapi

Name Ret.Time Area Conc. Theoritical

plate Resolution

Tailing

Factor

Tetrasiklin 9,262 43747 1,487 445,763 2,413 1,664

Page 59: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

44

puncak tersebut membelah dan penarikan garis integrasi untuk luas area dilakukan

di antara kedua ujung puncak tersebut.

Gambar 4.6 Kromatogram dan kadar sampel B

Tabel 4.6 Data KCKT Penetapan Kadar Sampel B

Name Ret.Time Area Conc. Theoritical

plate Resolution

Tailing

Factor

Tetrasiklin 9.275 20639 1.025 807.191 2.832 1.006

Berdasarkan luas area yang dibaca oleh KCKT, konsentrasi sampel B

adalah 1,025 ppm.

Pada penyuntikkan sampel C menghasilkan kromatogram dengan dua

puncak seperti pada gambar 4.7, yang disimpulkan sebagai puncak analit

tetrasiklin adalah puncak yang waktu retensinya sama dengan baku tetrasiklin

yaitu menit ke 9.

Page 60: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

45

Gambar 4.7 Kromatogram dan kadar sampel C

Tabel 4.7 Data KCKT Penetapan Kadar Sampel C

Name Ret.Time Area Conc. Theoritical

Plate Resolution

Tailing

Factor

Tetrasiklin 9,447 32201 1,256 418,078 3,128 2,029

Berdasarkan luas area yang dibaca oleh KCKT, konsentrasi sampel

A adalah 1,256 ppm.

Dari hasil analisis residu tetrasiklin pada ketiga sampel

menggunakan KCKT, terukur kadar residu tetrasiklin dalam sampel yang

dipaparkan pada tabel 4.8.

Page 61: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

46

Tabel 4.8 Kadar Residu Tetrasiklin dalam Hati Ayam Broiler

No. Sampel Kadar (ppm)

1 A 1,487

2 B 1,025

3 C 1,256

4.2 Pembahasan

Sebelum dilakukan penetapan kadar residu tetrasiklin HCl dalam hati

ayam broiler terlebih dahulu dilakukan optimasi kondisi analisis yang meliputi

penentuan panjang gelombang maksimum serta penentuan fase gerak agar

diperoleh kepekaan analisis yang maksimal. Penentuan panjang gelombang

maksimum dilakukan terhadap baku standar tetrasiklin HCl yang akan digunakan

dalam analisis. Baku standar tetrasiklin HCl dibuat dengan memurnikan sediaan

tunggal tetrasiklin HCl kapsul 500 mg. Penentuan panjang gelombang dilakukan

menggunakan instrumen spektrofotometer dengan rentang panjang gelombang

200-400 nm. Berdasarkan literatur, daya serapan tetrasiklin HCl dapat dihitung

pada panjang gelombang maksimum lebih kurang 280 nm Farmakope Indonesia

ed IV), 308 nm (USP 30) dan 350 nm (AOAC official method 995.09). Hasil dari

pengukuran standar tetrasiklin HCl dengan konsentrasi 10 ppm diperoleh puncak

pada panjang gelombang 268,5 nm yang mendekati tetrasiklin HCl berdasarkan

literatur Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu 280 nm

Berdasarkan literatur Farmakope Indonesia edisi IV disebutkan bahwa

untuk melakukan analisis kadar tetrasiklin HCl fase gerak yang digunakan dibuat

dari campuran 680 ml ammonium oksalat 0,1 M, 270 ml dimetilformida P, dan 50

Page 62: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

47

ml ammonium fosfat dibasa 0,2 M. Kemudian pH larutan penyangga tersebut

diatur hingga pH 7,6 sampai 7,7 menggunakan ammonium hidroksida 3 N atau

asam fosfat 3 N. Fasa gerak tersebut dilakukan terhadap KCKT dengan detektor

280 nm, kolom pelindung 4,6 mm x 3 cm berisi bahan pengisi L7 (Oktilsilana

terikat secara kimiawi pada partikel silika yang berpori seluruhnya) diameter 5-10

µm

Menurut AOAC official method 995.09 tentang penetapan residu antibiotik

golongan tetrasiklin dalam jaringan pangan hewani, digunakan alat KCKT dengan

kolom C8 (Oktasilan) dan detektor 350 nm. Fase gerak yang digunakan adalah

larutan asam oksalat, asetonitril, dan metanol dengan perbandingan 600:300:100

ml untuk kolom 5 µm dan perbandingan 700:200:100 ml untuk kolom 10 µm.

Perlu dicatat bahwa pencantuman spesifikasi parameter tertentu dalam

suatu monografi tidaklah berarti kondisi operasional lain yang sesuai tidak dapat

digunakan. Penyesuaian kondisi operasional dapat dilakukan, agar diperoleh

kondisi operasional dan kromatogram yang baik. (FI IV, hal 1016)

Dikarenakan spesifikasi alat yang berbeda dalam setiap penelitian, maka

pada pelaksanaan penelitian ini dilakukan optimasi fasa gerak menggunakan

metanol dan air dengan perbandingan 50:50. Hasil penyuntikan larutan standar

tetrasiklin HCl menunjukkan bahwa fase gerak metanol : air (50:50)

mengahasilkan puncak yang simetris dan terpisah dari pucak analit lain Pada

pelaksanaan penelitian di laboratorium terpadu, instrumen KCKT yang digunakan

memiliki kolom dengan tipe oktadesil silika (ODS atau C18) bersifat non polar

dengan mekanisme absorpsi partisi atau fase terbalik. Nilai resolusi yang

Page 63: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

48

dihasilkan pada penyuntikan baku tetrasiklin HCl memenuhi persyaratan

kesesuaian sistemnya tidak kurang dari 1,2 yaitu 1,860. Sedangkan nilai

simpangan baku relatif dinyatakan pada uji presisi menurut FI IV tidak lebih dari

2%. Hasil uji presisi yang dilaksanakan adala 6, 44%, artinya tidak memenuhi

persyaratan nilai RSD. Matriks pembawa dari sediaan kapsul tetrasiklin yang

digunakan berpengaruh terhadap nilai keseksamaan (Harmita, 2004)

Menurut USP, dalam melakukan suatu analisis perlu dilakukan validasi

metode analisis untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, serta

resprodusibel. Selain itu validasi metode analisis juga harus dilakukan ketika

metode baku yang terdapat di literatur digunakan di laboratorium yang berbeda,

dikerjakan oleh analis yang berbeda, ataupun dikerjakan dengan menggunakan

alat yang berbeda. (Gandjar, 2007)

Validasi metode analisis yang dilakukan dalam penelitian meliputi

linearitas, limit deteksi dan limit kuantifikasi, akurasi, serta presisi. Linearitas

adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara

langsung, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Linearitas

merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang dapat menghubungkan

antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Pada penelitian, linearitas dilakukan

dengan melakukan penyuntikan tunggal larutan standar tetrasiklin dengan

konsentrasi yang berbeda-beda. Sebagai parameter adanya hubungan linier

digunakan koefisien korelasi (r) pada analisis regresi linier Y = aX + b. Nilai a

atau juga disebut intersep menunjukan perpotongan kurva dengan sumbu x,

artinya pada kondisi konsentrasi tetrasiklin HCl dalam fase gerak metanol : air (x)

Page 64: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

49

sama dengan 0 maka akan terdeteksi luas area sebesar nilai a. Sedangkan nilai b

menunjukan arah garis linear. Persamaan regresi dari kurva kalibrasi yang

diperoleh adalah Y = 61392.8x-59934. Nilai koefisien korelasi (r) yang dihasilkan

dari uji linearitas r = 0,9938 yang berarti linearitas tetrasiklin HCl baik karena

telah memenuhi persyaratan nilai koefisien korelasi r yaitu harus mendekati 1.

Parameter validasi yang kedua adalah batas deteksi dan batas kuantifikasi.

Untuk menghitung limit deteksi dan limit kuantifikasi dapat digunakan data dari

perhitungan dengan metode signal to noise ratio . Nilai batas deteksi yang

didapatkan yaitu 0,0034 ppm artinya alat dapat mendeteksi hingga 0,0034 ppm

jika lebih kecil dari 0,0034 mg/l maka tidak dapat dideteksi. Batas kuantifikasi

yang didapatkan adalah 0,0114 ppm artinya konsentrasi tersebut merupakan

konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi

dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

(Gandjar, 2012)

Uji akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (persen recovery)

sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan

melakukan spiking pada suatu sampel. (Gandjar, 2012)

Hasil uji akurasi yang didapatkan adalah 90,35% menunjukan bahwa

metode yang digunakan memiliki ketepatan yang baik ditunjukan dengan nilai

perolehan kembali berada pada kisaran 80-120% sesuai dengan yang

dipersyaratkan. (Suryani, 2009)

Parameter validasi yang keempat adalah presisi. Uji presisi dilakukan

untuk mengetahui keterulangan metode analisis dan dinyatakan sebagai standar

Page 65: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

50

deviasi relatif (RSD). Uji presisi dilakukan menggunakan larutan standar

tetrasiklin HCl dengan konsentrasi 6 ppm yang diinjeksikan sebanyak enam kali

kemudian dilihat luas area dan kadar yang dihasilkannya. Kadar yang diperoleh

digunakan untuk menghitung rata-rata luas area, nilai SD, dan RSD. Hasil dari uji

presisi yang dilakukan menunjukan bahwa RSD yang dihasilkan sebesar 6,44%

yang artinya tidak memenuhi persyaratan nilai RSD yaitu <2% (Gandjar, 2012).

Hasil uji presisi tersebut dipengaruhi oleh matriks pembawa dari sediaan kapsul

tetrasiklin yang dijadikan baku standar.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan ketidaktepatan dan

ketidaktelitian dalam pengukuran antara lain ekstraksi analit dari suatu matriks

yang tidak efisien, dalam hal ini pemurnian tetrasiklin yang digunakan sebagai

baku berasal dari sediaan kapsul yang kemungkinan pemurniannya tidak efisien.

Hal tersebut juga dapat menyebabkan kegagalan dalam menghilangkan gangguan

oleh bahan tambahan dalam pengukuran analit (Gandjar, 2012). Hal tersebut dapat

dilihat pada kromatogram hasil penyuntikan baku, terdapat beberapa puncak yang

muncul selain puncak dari retensi tetrasiklin.

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah hati ayam broiler segar

yang baru dikeluarkan dari ayam broiler diperoleh dari 3 pasar yang berbeda.

Masing-masing sampel dihaluskan dengan blender kemudian penimbangan

sampel dilakukan secara representatif dimana setiap populasi memiliki

kemungkinan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Sampel dikategorikan

menjadi A, B, dan C, sesudah masing-masing dihaluskan dan dihomogenkan

kemudian ditaruh dalam wadah berbeda dengan permukaan rata berbentuk

Page 66: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

51

persegi. Setiap hati yang tersebar dalam wadah tersebut dibagi menjadi 4 titik

kemudian diambil sebanyak 1 gram di bagian atas, bawah, kanan, kiri, dan tengah

untuk ditimbang total 5 gram tiap sampel kemudian sampel dihomogenkan

kembali.

Pada proses preparasi sampel untuk memisahkan protein dari sampel hati

ayam broiler, digunakan asam asetat 20% sebanyak 2 ml. Setelah dihomogenkan,

warna sampel berubah dari merah tua menjadi coklat muda menandakan bahwa

protein dalam sampel telah menggumpal. Kemudian sampel hati ayam broiler

diekstraksi dengan larutan buffer McIlvaine-EDTA, ekstraksi dengan dapar pH 4

tersebut dimaksudkan agar tetrasiklin di dalam matriks sampel tidak rusak karena

tetrasiklin terurai pada pH kurang dari 2 dan pada pH basa (FI edisi IV). Sampel

diekstraksi dan dipisahkan antara supernatan dengan endapan protein yang

menggumpal menggunakan sentrifugasi dengan putaran 3000 rpm selama 10

menit.

Setelah diekstraksi dengan larutan dapar, sampel dimurnikan melalui

proses ekstraksi fase padat (SPE). SPE dilakukan pada sampel yang kotor, misal

sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi antara lain protein.

Proses SPE dalam penyiapan sampel di penelitian ini dimulai dari pengkondisian

penjerap (silika) dengan dialiri metanol 20 ml dan air 20 ml. Tahap selanjutnya

adalah retensi sampel dengan dimasukkannya sampel sebanyak 10 ml. Komponen

matriks yang tidak diharapkan akan mengalir melewati penjerap sedangkan analit

tertahan pada penjerap, akan tetapi masih ada komponen matriks yang tidak

diharapkan tertahan juga dalam penjerap. Oleh karena itu, dilakukan pembilasan

Page 67: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

52

dengan pelarut non polar yaitu metilen klorida sebanyak 5 ml. Proses elusi

terakhir dilakukan dengan penambahan metanol oksalat sebanyak 6 ml. analit

yang termurnikan kemudian dipekatkan dengan penguapan dan siap dielusi lebih

lanjut dengan penambahan metanol hingga 5 ml.

Ketiga sampel dipreparasi dengan cara yang sama kemudian diinjeksi dan

didapat kadar dari tiap sampel. Setelah melalui keempat tahap validasi yang

meliputi linearitas, LOD dan LOQ, akurasi serta presisi diketahui bahwa sampel A

memiliki kadar sebesar 1,487 ppm, sampel B sebesar 1,025 ppm dan sampel C

sebesar 1,256 ppm Berdasarkan ketentuan Joint of FAO/WHO Expert Committee

on Food Additives (JECFA) tentang residu obat hewan dipersyaratkan bahwa

kandungan maksimum residu tetrasiklin HCl yang terdapat dalam jaringan hati

unggas adalah 0,6 ppm. Hasil dari analisis kadar residu tetrasiklin HCl

menggunakan KCKT menunjukan bahwa ketiga sampel telah melebihi ambang

batas tersebut.

Residu antibiotik dalam makanan dan minuman kemungkinan merupakan

salah satu penyebab resistensi kuman terhadap antibiotik sebagai bahan

pengobatan dan tambahan pakan ternak saat ini masih banyak dilakukan. Adanya

residu dalam daging ayam disebabkan ayam tersebut telah dipotong sebelum

dicapai waktu henti (withdrawal time) yakni lima hari. Sedangkan tempat

pemotongan ayam saat memasuki bulan ramadhan menerima banyak pesanan

ayam potong sehingga peternak memaksimalkan pendistribusian ayam dari

peternakan. Dikarenakan kebutuhan ayam dalam jumlah banyak di waktu yang

singkat, maka peternak tidak memperhatikan peraturan penghentian pemberian

Page 68: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

53

obat atau pakan dengan tambahan antibiotika tetrasiklin. Kadar residu obat yang

melewati batas maksimum tersebut akan menyebabkan produk pangan tidak aman

dikonsumsi karena dapat mengakibatkan reaksi alergis, keracunan, ataupun

resistensi mikroba tertentu. (Suryani, 2009)

Page 69: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

54

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian terhadap residu tetrasiklin pada sampel hati ayam broiler dari 3

pasar tradisional yang berbeda di Kota Bandung dengan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi menunjukkan bahwa sampel positif mengandung residu antibiotik

dengan kadar residu tetrasklin pada sampel A sebesar 1,487 ppm, sampel B

sebesar 1,025 ppm dan sampel C sebesar 1,256 ppm disertai yang berarti melebihi

batas yang ditetapkan yaitu 0,6 ppm.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Peneliti lain

Diharapkan untuk meneliti dengan jumlah sampel yang lebih banyak

dan juga menggunakan metode lain, seperti analisis dengan mikrobiologi

ataupun instrument lain seperti spektrofotometri. Pemilihan baku standar

murni juga lebih dianjurkan agar kromstogram yang dihasilkan tidak

terganngu oleh puncak matriks zat pembawa. Penelitian selanjutnya juga

dapat dilakukan pada pangan asal hewan lainnya seperti telur, susu, dll.

Page 70: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

55

5.2.2 Bagi Instansi Terkait

Bagi pihak laboratorium Poltekkes Kemenkes Bandung diharapkan

menyediakan kebutuhan primer penelitian seperti : baku standar murni.

Disarankan juga untuk mendata ketersediaan bahan baku penelitian dan

mempubikasikannya ke mahasiswa sebeum penentuan judul sehingga

metoda penelitian yang dirancang lebih terarah dengan sarana dan prasarana

yang memadai.

Bagi instansi pemerintah terkait mengenai keamanan pangan asal

hewan, diharapkan secara rutin melakukan pemantauan dan pemeriksaan

residu antibiotika terhadap bahan pangan asal hewan khususnya ayam

broiler di pasar tradisional. Selain itu diharapkan untuk lebih berpartisipasi

langsung kepada peternak, misalnya melalui penyuluhan tentang bahaya

residu antibiotik, cara pemberian ransum yang baik agar pengetahuan

peternak semakin meningkat terutama di daerah Banjaran, Ciparay, dan

Cicadas.

5.2.3 Bagi Masyarakat

Peternak ayam broiler diharapkan mematuhi masa penghentian

penggunaan antibiotik (withdrawal time) yang tertera pada kemasan obat

atau berkonsultasi dengan dokter hewan maupun ahli farmasi. Penjualan

obat hewan khususnya antibiotik diharapkan dikelola oleh ahli farmasi agar

seluruh pemberian informasi obat tersampaikan dengan baik. Masyarakat

Page 71: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

56

sebagai konsumen diharapkan lebih cermat lagi dalam pemilihan konsumsi

bahan pangan yang aman. Kenali sumber peternakan dan alangkah lebih

baik lagi bila bahan pangan berasal dari berternak sendiri ataupun memilih

peternakan terpercaya yang berseritifikat dan terawasi dinas terkait.

Page 72: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

57

DAFTAR PUSTAKA

Anastasia, Yessy. 2011. “Teknik Analisis Residu Golongan Tetrasiklin dalam

Daging Ayam secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”. Dalam Buletin

Teknik Pertanian. (Vol 16, No. 2, 2011:68-73). Bogor.

Anjarsari, Bonita. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi.

Bandung: Graha Ilmu

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.

Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Bahri, Sjamsul. 2008. Beberapa Aspek Keamanan Pangan Asal Ternak di

Indonesia. Bogor: 2008

Bahri, Sjamsul, dkk. 2005. Proses Praproduksi Sebagai Faktor Penting dalam

Menghasilkan Produk Ternak yang Aman untuk Manusia. Bogor: Balai

Penelitian Veteriner

Blackall, Pat J. and Edgardo V Soriano. 2003. Infectious Coryza and Related

Bacterial Infection. in: Disease of Poultry. Saif, Y.M. (Ed). 11th Edition.

Chapter 20: p 789. Iowa: Iowa State Press.

SNI. 2000. Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan

Makanan Asal Hewan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

D.H Ley and S.H Kleven. 2003. Mycoplasmosis. in: Disease of Poultry. Saif,

Y.M. (Ed). 11th Edition. Chapter 21: p 811. Iowa: Iowa State Press.

Donghui, chen and Zhang Haiying. 2010. A HPLC with UV Detection Method

For Determination of Tetracycline Residues In chicken Liver. Second

Conference on Enviromental Science and Information Application

Technology. Shanghai

Food and Agriculture Organisation and World Health Organization. 2000.

Procedures for Recommending Maximum Residu Limits of Veterinary

Drugs In Food. Rome: JECFA

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Glisson J.R, et. al. 2003. Fowl Cholera. in: Disease of Poultry. Saif, Y.M. (Ed).

11th Edition. Iowa: Iowa State Press.

Page 73: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

58

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.

Majalah Ilmu Kefarmasian 1(3):117-135.

Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi ke-5. Terjemahan Mathilda B,

Widianto, dan Anna Setiadi Ranti. Bandung: Penerbit ITB

Pramono, Yoyok, dkk. 2013. Kadar Lemak, Kekenyalan dan Cita Rasa Nugget

Ayam yang Disubstitusi dengan Hati Ayam Broiler, Animal Agriculture

Journal. Vol. 2 (1) : 301-308

Shivaprasad, H.L and P.A Barrow. 2003. Pullorum Disease and Fowl Typhoid. in:

Disease of Poultry. Saif, Y.M. (Ed). 11th Edition. Chapter 16: p 619.

Iowa: Iowa State Press.

Suryani, Dedeh. 2009. Validasi Metode Analisis Residu Antibiotik Tetrasiklin

dalam Daging Ayam Pedaging secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Bogor : FMIPA-IPB

The British Pharmacopeia Commission. 2009. British Pharmacopeia. Sixth

edition. London: The Department of Health

The United States Pharmacopeia Convention. 2007. United States Pharmacopeia-

National Formulary. United States.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Edisi Keenam.

Jakarta: Elex Media Komputindo

Widiastuti, Raphaella, dkk. 2010. Residu Tetrasiklin pada Daging Ayam Pedaging

dari Wilayah Jakarta, Depok, dan Bekasi yang Dideteksi secara KCKT.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 3-4 Agustus.

Bogor

Wijayanti, Agustina Dwi, dkk. 2007. Profil Farmakokinetik Oksitetrasiklin

Hidroklorid dalam Berbagai Jaringan Tikus Sprague Dawley, J Sain Vet.

Vol 25: 68-74

Yuningsih. 2004. Keberadaan Residu Antibiotika dalam Produk Peternakan (Susu

dan Daging). Di dalam: Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk

Peternakan. Bogor: Balai Penelitian Veteriner : 48-55.

Page 74: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

59

Lampiran 1

Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Tetrasiklin

dengan Spektrofotometer

Page 75: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

60

Lampiran 2

Kromatogram Uji Kesesuaian Sistem KCKT

Page 76: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

61

Lampiran 3

Kromatogram Uji Presisi Standar 6 ppm

Page 77: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

62

Lampiran 4

Kromatogram Uji Akurasi-Adisi 8 ppm

Page 78: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

63

Lampiran 5

Kromatogram Uji Akurasi-Adisi 10 ppm

Page 79: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

64

Lampiran 6

Kromatogram Uji Akurasi-Adisi 12 ppm

Page 80: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

65

Lampiran 7

Kurva Kalibrasi

Page 81: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

66

Lampiran 8

Kromatogram Sampel A

Page 82: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

67

Lampiran 9

Kromatogram sampel B

Page 83: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

68

Lampiran 10

Kromatogram Sampel C

Page 84: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

69

Lampiran 11

Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Page 85: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

70

Lampiran 12

Fasa Gerak

Page 86: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

71

Lampiran 13

Sampel Hati Ayam

Page 87: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

72

Lampiran 14

Flat Bed Shaker

Page 88: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

73

Lampiran 15

Instrumen Sentrifugasi

Page 89: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

74

Lampiran 16

Hasil Sentrifugasi

Page 90: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

75

Lampiran 17

SPE

\

Page 91: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

76

Lampiran 18

Perhitungan

A. Pembuatan larutan baku :

1. 100 ppm dari 1000 ppm

K1 x V1 = K2 x V2

100 ppm x 10 ml = 1000 ppm x V2

1000 ml = 1000 V2

V2 = 1000 ml

1000

V2 = 1 ml

2. 10 ppm dari 1000 ppm

K1 x V1 = K2 x V2

10 ppm x 10 ml = 1000 ppm x V2

100 ml = 1000 V2

V2 = 100 ml

1000

V2 = 0,1 ml

3. 0,5 dari 100 ppm

K1 x V1 = K2 x V2

0,5 ppm x 10 ml = 100 ppm x V2

5 ml = 100 V2

Page 92: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

77

V2 = 5 ml

100

V2 = 0,05 ml

4. 2 ppm dari 100 ppm

K1 x V1 = K2 x V2

2 ppm x 10 ml = 100 ppm x V2

20 ml = 100 V2

V2 = 20 ml

100

V2 = 0,2 ml

5. 4 ppm dari 100 ppm

K1 x V1 = K2 x V2

4 ppm x 10 ml = 100 ppm x V2

40 ml = 100 V2

V2 = 40 ml

100

V2 = 0,4 ml

6. 6 ppm dari 100 ppm

K1 x V1 = K2 x V2

6 ppm x 10 ml = 100 ppm x V2

60 ml = 100 V2

Page 93: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

78

V2 = 60 ml

100

V2 = 0,6 ml

7. 14 ppm dari 1000 ppm

K1 x V1 = K2 x V2

14 ppm x 10 ml = 1000 ppm x V2

140= 1000 V2

V2 = 140 ml

1000

V2 = 0,140 ml

B. Perhitungan Uji Akurasi

Sebelumnya dilakukan perhitungan kadar teoritis:

Konsentrasi sebenarnya (Cs) = Ci x Vs

Ms

Ci = konsentrasi standar adisi

Vi = Volume standar yang ditambahkan

Ms = bobot sampel

Konsentrasi sebenarnya (Cs) = 100 µg/ml x 0,5 ml

5g

= 50 µg

5 g

= 10 µg/g

Perolehan Kembali dihitung dengan cara:

% Perolehan Kembali = (CF-CA) x 100

C*A

Keterangan : CF : konsentrasi total sampel yang diperoleh dari

pengukuran

Page 94: ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN PADA HATI AYAM ...repository.poltekkesbdg.info/files/original/7d8cdb... · Kinerja Tinggi dengan detektor UV pada panjang gelombang 269 nm

79

CA : konsentrasi sampel yang sebenarnya

C*A : konsentrasi analit yang ditambahkan

Dari data yang diperoleh dari pengukuran, perolehan

kembali dihitung berdasarkan rumus tersebut dengan hasil sebagai

berikut:

% Perolehan Kembali : 11, 159 – 1,487 x 100%

10

= 96,72%

C. Perhitungan LOD dan LOQ

Diketahui : konsentrasi penginjekan = 6 ppm

Luas area = 262430

Nilai noise = 50

LOD = 3 x noise x konsentrasi injeksi (ppm)

LA

= 0,0034 ppm

LOQ = 10 x noise x konsentrasi injeksi (ppm)

LA

= 10 x 50 x 6

262430

= 0,0114 ppm