ki - penyelesaian sengketa kelautan menurut konvensi hukum laut 1982 - mei 2006

42
KARYA ILMIAH PENYELESAIAN SENGKETA KELAUTAN MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT TAHUN 1982 OLEH Drs. JOKE PUNUHSINGON, SH

Upload: joke-punuhsingon

Post on 17-Feb-2015

242 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

KARYA ILMIAH

PENYELESAIAN SENGKETA KELAUTANMENURUT KONVENSI HUKUM LAUT

TAHUN 1982

OLEH

Drs. JOKE PUNUHSINGON, SH

YAYASAN GMIM Ds. A.Z.R. WENASUNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON

FAKULTAS HUKUMTOMOHON

2006

Page 2: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

PENGESAHAN

Panitia Penilai Karya Ilmiah Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen

Indonesia Tomohon, telah memeriksa dan menilai karya ilmiah dari :

Nama : Drs. JOKE PUNUHSINGON, SH

NIDN : 0930086204

Jabatan : Asisten Ahli

Judul Karya Ilmiah : PENYELESAIAN SENGKETA KELAUTAN

MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT

TAHUN 1982.

Dengan Hasil : Memenuhi Syarat

Tomohon, Mei 2006

Dekan / Ketua Tim Penilai

JULIUS KINDANGEN, SH

ii

Page 3: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

KATA PENGANTAR

Disadari bahwa segala sesuatu tidak akan berhasil dilakukan tanpa

campur tangan Tuhan Yang Maha Kuasa, demikian pula dengan penulisan karya

ilmiah ini diyakini dapat terselesaikan oleh karena bimbingan dan penyertaanNya.

Untuk itu patutlah dilimpahkan puji syukur kehadiratNya.

Penulisan karya ilmiah yang berjudul "PENYELESAIAN SENGKETA

KELAUTAN MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982” ini

dimaksudkan untuk mengadakan pengkajian prosedur dan tatacara penyelesaian

sengketa antara negara di bidang kelautan menurut ketentuan Konvensi 1982.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

para pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan karya ilmiah ini dan

yang telah memberikan koreksi dan masukan-masukan terhadap karya ilmiah ini.

Sebagai manusia biasa tentu saja dalam usaha penulisan karya ilmiah ini

terdapat kekurangan dan kelemahan, baik itu materi maupun teknik penulisannya,

untuk itu maka segala kritik dan saran yang sifatnya konstruktif amat penulis

harapkan demi kesempurnaan penulisan ini.

Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa, selalu menyertai segala usaha

dan tugas kita.

Tomohon, Mei 2006

Penulis,

Drs. JOKE PUNUHSINGON, SH

iii

Page 4: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL .......................................................................................................... i

PENGESAHAN ............................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Perumusan Masalah ..................................................................... 3

C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 3

E. Metode Penelitian ........................................................................ 4

BAB II. PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL ................... 5

A. Pengertian Persengketaan ............................................................ 5

B. Penyelesaian Sengketa Secara Damai .......................................... 6

C. Sengketa Kelautan ........................................................................ 11

BAB III. PENYELESAIAN SENGKETA MENURUT KONVENSI

HUKUM LAUT TAHUN 1982 ......................................................... 13

BAB IV. P E N U T U P .............................................................................. 20

A. Kesimpulan .................................................................................... 20

B. Saran ............................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 23

iv

Page 5: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Bahwa sampai sejauh ini masyarakat internasional masih

dihadapkan pada adanya sejumlah masalah yang mengganjal terciptanya

perdamaian dan keamanan internasional. Di pelbagai penjuru dunia

masih terus berlangsung pertikaian yang dalam beberapa hal tertentu

pecah sebagai persengketaan bersenjata.

Masalah Timur Tengah, Bosnia, Chechnya, dan lain wilayah,

hingga kini masih terus mencekam oleh adanya ketidakstabilan wilayah,

karena peperangan. Namun, potensi yang tidak kalah penting dan

menarik ialah persengketaan yang muncul sebagai klaim lautan, baik

batas teritorial, landas kontinen maupun di Zona Ekonomi Ekslusif.

Dalam Hukum Laut Internasional telah diatur cara-cara

penyelesaian persengketaan. Cara penyelesaian persengketaan menurut

sistem Hukum Laut Internasional ini sebenarnya tidak jauh berbeda

dengan cara-cara penyelesaian persengketaan menurut Hukum

Internasional.

Fenomena persengketaan di lautan adalah fakta sejarah yang telah

lama dikenal, bahkan menjdi bukti dari perkembangan Hukum Laut

Internasional maupun Hukum Internasional. Karena itulah laut sejak

dahulu sering juga digunakan sebagai alat dan sarana untuk melakukan

ekspansi kekuasaan sehingga dapat menjadi sumber pertentangan dan

pertikaian antar bangsa dan karena itu pula laut merupakan salah satu

objek pengaturan hukum internasional. Hukum dalam hal ini hukum

(laut) internasional berperan sebagai alat untuk mengatasi hubungan-

1

Page 6: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

hubungan atau persoalan-persoalan yang berhubungan dengan

pemanfaatan laut oleh berbagai bangsa.1

Adapun Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang

Hukum Laut tahun 1982 merupakan suatu perwujudan dari kehendak dan

usaha bersama masyarakat internasional untuk mengatur masalah yang

berhubungan dengan kelautan. Hal ini merupakan suatu kemajuan besar

dan berharga bagi masyarakat internasional yang mampu memecahkan

permasalahannya terutama menyangkut kelautan dalam suatu forum yang

bernaung di bawah PBB.

Konvensi Hukum Laut yang diselenggarakan oleh PBB tahun

1982 juga mengatur cara bagaimana penyelesaian persengketaan itu.

Cara penyelesaian tersebut dapat pula mengambil ketentuan yang diatur

di dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional sebagai

berikut :

"The Court, whose function is to decide in accordance with international law such disputes as are submitted to itu, shall apply:a. international conventions, whether general or particular,

establishing rules expressly recognized by the contesting statesb. international custom, as evidence of a general practice

accepted as lawc. the general principles of law recognized by civilized nationsd. subject to the provisions of Article 59, judical decisions and

the teaching of the most hinghly qualified publicists of the determination of rules of law".2

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menulis

karya ilmiah ini dengan judul "PENYELESAIAN SENGKETA

KELAUTAN MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT TAHUN

1982".1 Atje Misbach Muhjidin, Status Hukum Perairan Indonesia dan Hak Lintas

Kapal Asing, Alumni, Bandung, 1993, hal. 1.

2 Lihat Statuta Mahkamah Internasional.

2

Page 7: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

B. PERUMUSAN MASALAH

Yang menjadi permasalahan dalam penulisan Karya Ilmiah ini

adalah bagaimana cara-cara penyelesaian persengketaan pada umumnya,

dan penyelesaian persengketaan menurut Konvensi PBB tentang Hukum

Laut tahun 1982 serta sejauh mana Konvensi Hukum Laut 1982

mengatur tentang sengketa-sengketa tentang laut antara negara-negara.

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam karya ilmiah ini

adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji sejauh mana instrumen-instrumen yuridis dalam hal ini

Konvensi Hukum Laut 1982 dapat menyelesaikan sengketa-sengketa

kelautan antara negara-negara untuk mencari solusi secara damai dan

dapat diterima oleh para pihak.

2. Untuk memahami dan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya sengketa kelautan serta mengkaji cara-cara penyelesaian

sengketa tersebut secara samai.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang dapat diberikan dalam penulisan karya ilmiah ini

adalah sebagai berikut :

1. Merupakan sumbangan pemikiran bagi upaya penyelesaian sengketa

secara damai terhadap sengketa-sengketa kelautan.

2. Secara teknis akan memberikan petunjuk atau solusi dalam

menyelesaikan sengketa-sengketa kelautan antar negara-negara.

3

Page 8: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

E. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif.

Metode deskriptif adalah suatu metode yang dipergunakan untuk

memecahkan masalah yang ada pada waktu sekarang, dan

pelaksanaannya tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan

penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi data itu.

Data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder

atau data yang diperoleh dari hasil penelitian hukum normatif. Data-data

yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif untuk datang pada

kesimpulan yang jelas dan tepat.

BAB II

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

4

Page 9: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

A. PENGERTIAN PERSENGKETAAN

Istilah "Persengketaan" berasal dari kata dasar "Sengketa", yang

juga dapat berarti : selisih, seteru, bertikai, dan lain sebagainya.

Dalam lingkup yang lebih luas, yakni persengketaan internasional,

oleh J.G. Starke dikemukakannya bahwa :

“istilah-istilah sengketa internasional (international disputes) mencakup bukan saja sengketa-sengketa antara negara-negara, melainkan juga kasus-kasus lain yang berbeda dalam lingkungan pengaturan internasional, yakni beberapa kategori sengketa tertentu antara badan-badan korporasi serta badan-badan bahkan negara di pihak lain.3

J.G. Merrills mengemukakan bahwa :

“diberikannya definisi sengketa sebagai perselisihan mengenai fakta, hukum dan politik di mana tuntutan atau pernyataan suatu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak lain. Dalam arti yang lebih luas, sengketa internasional dikatakan ada bila perselisihan seperti ini melibatkan pemerintah, lembaga, juristic persons (badan hukum) atau individu dalam bagian dunia yang berlainan”.4

Dari kedua pengertian atau definisi tersebut di atas menurut Moh.

Burhan Tsani dapatlah dijabarkan lebih lanjut ke dalam dua macam

sengketa yang mungkin timbul dalam hubungan inter nasional, yaitu :

Pertama sengketa-sengketa hukum (justiciable disputes) ; dan, kedua, sengketa-sengketa non hukum (non-justiciable disputes), yang dimaksud dengan sengketa hukum adalah sengketa yang dapat digunakan ke pengadilan atas dasar hukum internasional dan sengketa non hukum yang sering dikenal sebagai sengketa

3 J.G. Starke, Introduction to International Law, Saduran Bambang Iriana Djajaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hal. 645.

4 J.G. Merrills, Penyelesaian Sengketa Internasional, Saduran dari International Disputes Settle-ment, Tarsito, Bandung, 1986, hal. 1.

5

Page 10: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

politik hanya melibatkan masalah kebijaksanaan 'policy' atau urusan lain di luar hukum, sehingga penyelesaian lebih banyak menggunakan pertimbangan politik.5

Secara garis besar, persengketaan-persengketaan internasional ini

dapat dibedakan upaya penyelesaiannya secara damai dan secara paksaan

atau kekerasan. Meskipun demikian, upaya penyelesaian sengketa secara

damai merupakan anjuran penting menurut hukum internasional.

Bahwa masyarakat internasional telah banyak menderita karena

bencana peperangan besar, misalnya Perang Dunia I dan Perang Dunia

II. Jutaan penduduk sipil dan tentara menjadi korban peperangan tersebut

sehingga diperlukan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan

atau persengketaan yang ada dengan jalan damai.

Bagaimana cara-cara penyelesaian persengketaan dengan jalan damai,

baik oleh pakar Hukum Internasional maupun menurut ketentuan Hukum

Internasional telah diatur dan ditentukan sedemikian rupa sehingga

tergantung dari para pihak yang bertikai mana yang hendak digunakan

atau diterapkan untuk menyelesaikan persengketaan tersebut. Cara-cara

penyelesaian inilah yang diulas dan dikaji lebih lanjut di bagian

berikutnya ini.

B. PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI

Menurut J.G. Starke, disebutkannya beberapa cara penyelesaian

sengketa internasional secara bersahabat atau secara damai dalam

klasifikasi sebagai berikut:

a. Arbitrasi;b. Penyelesaian yudisial;c. Negosiasi, jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi;d. Penyelidikan;

5 Mohd. Burhan Sani, Hukum dan Hubungan Internasional, Liberty, Yogyakarta, 1990, hal. 104.

6

Page 11: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

e. Penyelesaian di bawah naungan PBB.6

Meskipun dengan klasifikasi tersebut di atas, bukanlah berarti

bahwa prose-proses ini berlaku secara kaku dan terpisah sama sekali. Hal

ini tidaklah demikian dalam prakteknya.

Piagam PBB telah menggariskan ketentuan tentang langka-

langkah apa yang dilakukan atau ditaati oleh negara-negara, baik yang

menjadi anggota PBB maupun yang bukan anggota PBB jika terlibat di

dalam persengketaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1)

Piagam PBB, yakni :

a. Negosiasi

Adapun Negosiasi merupakan cara yang paling umum digunakan

untuk menyelesaikan sengketa internasional. Negosiasi secara esensial

berarti pertukaran pendapat dan usul antara pihak-pihak yang

bersengketa untuk mencari solusi kemungkinan dicapainya penyelesaian

sengketa tersebut.

Negosiasi merupakan suatu proses yang di dalamnya secara

eksplisit diajukan usul secara nyata untuk tercapainya suatu persetujuan.

Melalui cara Negosiasi ini terlibat diskusi langsung antar pihak

sengketa.7 Dalam Negosiasi peranan diplomasi menentukan, yang

dikenal sebagai konsultasi selama Negosiasi berlangsung. Peranan

diplomat yang pada umumnya terdiri dari wakil-wakil pemerintah akan

tercipta suatu saling pengertian guna menjembatani usul-usul yang

diajukan dengan menggunakan posisi tawar-menawar di forum

perundingan.

6 J.G. Starke, Op – Cit, hal. 646 7 Mohd. Burhan Tsani, Op – Cit, hal. 108.

7

Page 12: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

b. Jasa-jasa Baik (Good Offices)

Adapun jasa-jasa baik merupakan metode penyelesaian sengketa

internasional yang tidak tercantum dalam ketentuan Pasal 33 Piagam

PBB, akan tetapi menjadi suatu cara atau metode yang sering digunakan

oleh PBB.

Di dalam hal pemberian jasa-jasa baik ini, pihak ketiga

menawarkan jasa untuk mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa

serta mengusulkan dilakukannya penyelesaian sengketa tanpa ia sendiri

secara nyata ikut serta dalam negosiasi-negosiasi atau melakukan suatu

penyelidikan secara saksama terhadap beberapa aspek dari persengketaan

tersebut. Dalam jasa baik, pihak ketiga hanya menawarkan saluran

komunikasi atau wadah yang mungkin dapat ditempuhn oleh para pihak

yang bersengketa.

c. Mediasi

Mediasi merupakan penyelesaian sengketa di mana akan

melibatkan pihak ketiga yang netral khusus memberikan sumbang saran

dalam penyelesaian persengketaan tersebut. Pihak inilah yang juga

disebut sebagai pihak penengah atau mediatori, yang pada negosiasi

antara pihak-pihak yang bersengketa untuk mencari kompromi yang

dapat dierima oleh para pihak tersebut.

Meskipun demikian, hendaknya diperhatikan bahwa saran

mediator tidaklah mempunyai kekuatan mengikat, dan pula tidak

diperkenankan kehendaknya dipaksakan kepada para pihak yang

bersengketa, oleh karena dilanggarnya hal itu akan memberikan citra

ketidaknetralannya di antara para pihak yang bersengketa.

d. Penyelidikan (Inquiry)

8

Page 13: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

Penyelidikan adalah cara menyelesaikan persengketaan yang

dilakukan oleh suatu misi perdamaian atau suatu tim penyelidik yang

secara khusus dibentuk untuk keperluan tersebut. Di dalam

melaksanakan tugasnya sering pula dijumpai data atau fakta yang

mendasari suatu pertentangan dan dapat menimbulkan ketidak

sepahaman. Akan tetapi, penyelesaian yang diberikan oleh tim atau misi

yang netral, sering dapat membantu penyelesaiannya.

e. Konsiliasi (Conciliation).

Adapun cara penyelesaian melalui konsiliasi mencakup berbagai

macam metode di mana suatu sengketa diselesaikan secara damai, dan

juga dengan bantuan dari pihak ketiga yang dapat berupa negara maupun

badan atau organisasi internasional, bahkan, orang-perorangan.

Yang dapat dilaksanakan oleh konsiliator di sini ialah

memberikan usul-usulan yang bersifat terbatas terhadap proses atau

prosedur tertentu yang dapat diikuti oleh para pihak yang bersengketa.

f. Arbitrasi (Arbitration)

Adapun Arbitrasi pada hakekatnya adalah prosedur konsensus.

Negara-negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa ke muka Arbitrasi

kecuali mereka setuju untuk melakukan hal tersebut, baik secara umum

dan sebelumnya maupun ad hoc berkenan dengan suatu sengketa

tertentu.8

Dalam Arbitrasi ini pada dasarnya adalah penerapan prinsip-

prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang telah

disetujui sebelumnya oleh para pihak bersengketa. Hal-hal yang penting

8 J.G. Starke, Op – Cit, hal. 649.

9

Page 14: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

dalam Arbitrasi adalah : Pertama, perlunya persetujuan pihak dalam

setiap tahap proses arbitrasi. Kedua, sengketa diselesaikan atas dasar

menghormati hukum, artinya, dalam menjatuhkan keputusan harus

berdasarkan hukum sehingga mempunyai kekuatan hukum.

g. Penyelesaian Sengketa Secara Hukum

Adapun penyelesaian sengketa berdasarkan hukum merupakan

suatu proses penyelesaian sengketa yang diajukan kepada Mahkamah

Internasional untuk mendapatkan keputusannya. Kewenangan

Mahkamah Internasional untuk memutuskan sengketa diatur dalam

Statuta Mahkamah Internasional, di mana kewenangan tersebut ialah :

1. Melaksanakan "Contention Jurisdiction", yaitu yurisdiksi atas

perkara biasa

2. Memberi "Advisory Opinion", yaitu pendapat Mahkamah yang

bersifat nasehat.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, bahwa Mahkamah

Internasinasional juga dapat memutuskan perkara tidak berdasarkan

hukum melainkan berdasarkan kepatutan dan kepantasan atau dalam

bahasa Latinnya "Ex aeque et bono", demikian dinyatakan pada ayat 2

Pasal 38. Di dalam mengadili dan memutuskan suatu perkara "Ex aequo

et bono" Mahkamah Internasional tidak memperhatikan hak-hak kedua

pihak dalam persengketaan menurut hukum, melainkan memperhatikan

apa yang di dalam perkara itu dianggap patut dan pantas.9

9 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Cetakan Ke-2, Bandung, 1978, hal.143.

10

Page 15: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

C. SENGKETA KELAUTAN

Seperti yang diketahui bersama bahwa laut merupakan bagian

terbesar yang menutupi permukaan bumi ini, dan laut lebih luas

dibandingkan dengan daratan yang ada. Oleh karena semakin

meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan pemanfaatan

potensi yang terkandung di lautan, maka perhatian terhadap laut semakin

meningkat dan menyebabkan munculnya klaim negara-negara atas

lautan.

Negara Republik Indonesia misalnya, merupakan suatu negara

kepulauan yang sebagian terbesar dari luas wilayahnya terdiri dari lautan.

Kenyataan dari contoh inilah yang merupakan bukti bahwa wilayah

negara senantiasa terkait dari wilayah lautan, walaupun ada pula negara-

negara yang tidak mempunyai batas lautannya.

Bahwa laut merupakan salah satu wilayah dari negara, yang oleh I

Wayan Parthiana disebutkan bahwa :

“wilayah negara sebagai ruang, tidak saja terdiri atas daratan atau tanah tetapi juga perairan dan ruang udara. Wilayah daratan dan wilayah ruang udara dimiliki oleh setiap negara, sedangkan wilayah perairan, khususnya wilayah laut hanya dimiliki oleh negara pantai atau negara yang di hadapan pantainya terdapat laut. Selanjutnya meliputi :1. Wilayah daratan termasuk tanah di bawahnya2. Wilayah perairan3. Wilayah dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di

bawah wilayah perairan4. Wilayah ruang angkasa.10

Wilayah lautan, baik perairan, lautan, landas kontinen maupun

Zona Ekonomi Eksklusif, masih terus menjadi sumber persengketaan di

kalangan negara-negara tertentu hingga kini, meskipun dalam banyak

10 I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Cetakan Pertama, Bandung, 1990, hal. 103.

11

Page 16: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

kasus belum semuanya pecah sebagai peperangan antar negara yang

bersengketa tersebut.

Namun tidak dapat disangkal, bahwa wilayah lautan semakin

mendapatkan perhatian besar oleh sejumlah negara tertentu, baik untuk

kepentingan kemaritiman, ekonomi, politik, dan lain sebagainya di

negara tersebut. Kenyataan ini sering muncul sebagai sumber

persengketaan antar negara sebagaimana di dalam kasus Laut China

Selatan yang sampai sekarang diklaim oleh banyak negara.

BAB III

PENYELESAIAN SENGKETA MENURUT

KONVENSI HUKUM LAUT TAHUN 1982

Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 merupakan momentum

bersejarah bagi masyarakat internasional yang dapat membahas secara

12

Page 17: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

lengkap masalah-masalah kelautan. Hasil yang dicapai dari Konvensi

PBB tahun 1982 merupakan karya besar yang patut untuk diacungi

jempol, oleh karena lebih lengkap dan sistematik dibandingkan dengan

konvensi-konvensi yang ada sebelumnya.

Sebagai gambaran menyeluruh tentang isi Konvensi PBB tentang

Hukum Laut tahun 1982 yang terdiri dari XVII Bab dan 320 Pasal, serta

IX Lampiran, secara khusus bab-babnya diatur dengan sistematika

sebagai berikut :

Bab I : PendahuluanBab II : Laut Teritorial dan Zona TambahanBab III : Selat yang Digunakan untuk Pelayaran InternasionalBab IV : Negara KepulauanBab V : Zona Ekonomi EksklusifBab VI : Landas KontinenBab VII : Laut LepasBab VIII : Regim PulauBab IX : Laut Teritorial atau Setengah TertutupBab X : Hak Negara Tak Berpantai untuk Masuk ke Dalam dan ke Luar Laut     serta Kebebasan Melakukan TransitBab XI : KawasanBab XII : Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan LautBab XIII : Riset Ilmiah KelautanBab XIV : Pengembangan dan Alih Teknologi KelautanBab XV : Penyelesaian SengketaBab XVI : Ketentuan UmumBab XVII : Ketentuan Penutup.11

Dalam pasal 279 Konvensi 192 disebutkan bahwa negara-negara

peserta harus menyelesaikan setiap sengketa antara mereka perihal

interpretasi atau penerapan Konvensi ini dengan cara damai sesuai

dengan Pasal 2 ayat (3) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan untuk

tujuan ini, harus mencari penyelesaian dengan cara sebagaimana

ditunjukkan dalam Pasal 33 ayat 1 Piagam tersebut.

11 Lihat Konvensi PBB 1982.

13

Page 18: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas jelas bahwa cara-cara

penyelesaian sengketa yang dianjutkan ialah mengacu pada ketentuan

Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB, dan para pihak yang bersengketa

hendaknya menggunakan cara-cara sebagaimana ditentukan dalam Pasal

33 ayat (1) Piagam PBB tersebut.

Sebagaimana yang telah penulis ungkapkan sebelumnya, ternyata

Konsiliasi juga diatur di dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982.

Menurut Pasal 284 ayat-ayatnya disebutkan bahwa :

1. Suatu negara peserta yang menjadi pihak dalam suatu sengketa

perihal interpretasi atau penerapan Konvensi ini dapat mengundang

pihak atau para pihak lainnya dalam sengketa untuk menyerahkan

sengketa itu pada Konsiliasi sesuai dengan prosedur berdasarkan

Lampiran V, Bagian 1, atau suatu prosedur Konsiliasi lainnya.

2. Apabila undangan itu diterima dan apabila para pihak sepakat

mengenai prosedur Konsiliasi yang harus ditetapkan, setiap pihak

dapat menyerahkan sengketa itu pada prosedur tersebut.

3. Apabila undangan itu tidak diterima atau para pihak itu tidak sepakat

mengenai prosedur, maka proses Konsiliasi tersebut harus dianggap

telah dihentikan.

4. Kecuali para pihak bersepakat secara lain, dalam hal suatu sengketa

telah diserahkan pada Konsiliasi, proses tersebut dapat dihentikan

hanya sesuai dengan prosedur Konsiliasi yang telah disepakati.

Bagaimanakah jikalau cara-cara dan prosedur penyelesaian

persengketaan terdiri dari banyak macamnya sehingga dihadapkan pada

alternatif yang harus ditentukan ? Menurut Pasal 287 Konvensi PBB

tentang Hukum Laut tahun 1982 disebutkan pada ayat-ayatnya sebagai

berikut :

14

Page 19: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

1. Pada waktu menandatangani, meratifikasi atau aksesi pada Konvensi

ini atau pada setiap waktu setelah itu, suatu negara bebas untuk

memilih dengan membuat pernyataan tertulis, satu atau lebih dari

cara-cara berikut untuk penyelesaian sengketa perihal interpretasi

atau penerapan Konvensi ini :

a. Mahkamah Internasional Hukum Laut yang dibentuk sesuai

dengan Lampiran VI

b. Mahkamah Internasional

c. Suatu Mahkamah Arbitrasi yang dibentuk sesuai dengan

Lampiran VII;

d. Suatu Mahkamah Arbitrasi khusus yang dibentuk sesuai dengan

Lampiran VIII untuk satu jenis sengketa atau lebih yang tertera di

dalamnya.

2. Suatu pernyataan yang dibuat berdasarkan ayat (1) tidak akan

mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kewajiban suatu negara peserta

untuk menerima yurisdiksi Kamar Sengketa Dasar Laut Mahkamah

Internasional Hukum Laut sejauh dan dengan cara yang ditentukan

dalam Bab XI, Bagian 5.

3. Suatu negara peserta, yang menjadi suatu pihak dalam suatu sengketa

yang tidak diliput oleh suatu pernyataan yang berlaku, harus dianggap

telah menerima arbitrasi sesuai dengan Lampiran VII.

4. Apabila para pihak dalam sengketa telah menerima prosedur yang

sama untuk penyelesaian sengketa, maka sengketa itu dapat

diserahkan hanya pada prosedur demikian, kecuali apabila para pihak

bersepakat secara lain.

5. Apabila para pihak dalam sengketa tidak menerima prosedur yang

sama untuk penyelesaian sengketa, maka sengketa itu dapat

15

Page 20: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

diserahkan hanya pada Arbitrasi sesuai dengan Lampiran VII, kecuali

jika para pihak bersepakat secara lain.

6. Suatu pernyataan yang dibuat berdasarkan ayat (1) akan tetap berlaku

hingga 3 (tiga) bulan setelah pemberitahuan pencabutan didepositkan

pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

7. Suatu pernyataan baru, pemberitahuan pencabutan atau

kadaluwarsanya suatu pernyataan bagaimana juga tidak

mempengaruhi proses yang sedang berlangsung di suatu pengadilan

atau mahkamah yang mempunyai yurisdiksi berdasarkan Pasal 7 ini,

kecuali para pihak bersepakat secara lain.

8. Pernyataan-pernyataan dan pemberitahuan yang dimaksud pasal ini

harus didepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-

Bangsa yang akan meneruskan salinannya kepada negara-negara

peserta.

Dari ketentuan-ketentuan di atas, memang tampak perluasan

penyelesian sengketa dari yang telah penulis ungkapkan sebelumnya,

yang dalam konteks dengan penyelesaian menurut Konvensi Hukum

Laut tahun 1982 ini adalah lebih khusus dalam hal adanya persengketaan

menyangkut yang diatur dan berkaitan dengan pengaturan menurut

Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982.

Praktek Konsiliasi ternyata merupakan bagian penting dari

penyelesaian sengketa menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut

tahun 1982. Pada Lampiran V Konvensi PBB tersebut, dalam Pasal 1

disebutkan jika para pihak yang bersengketa telah bersepakat sesuai

dengan pasal 284, untuk menyerahkannya kepada Konsiliasi berdasarkan

bagian ini, pihak manapun dapat memulai prosesnya dengan

pemberitahuan secara tertulis yang dialamatkan kepada pihak atau para

pihak lainnya dalam sengketa.12 Dengan demikian maka dibentuk pula 12 Lihat Lampiran V Konvensi Hukum Laut 1982.

16

Page 21: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

Komisi Konsiliasi, yang sesuai dengan Lampiran V pasal 3 disebutkan

bahwa Komisi Konsiliasi harus, kecuali jika para pihak yang

bersengketa bersepakat secara lain, harus dibentuk sebagai berikut :

a. Dengan tunduk pada ketentuan sub-ayat (g), Komisi Konsiliasi harus

terdiri dari lima anggota.

b. Pihak yang memulai proses harus mengangkat dua orang konsiliator

yang dipilih sebaiknya dari daftar yang dimaksud dalam Pasal 2

Lampiran ini, seorang di antaranya boleh merupakan warga

negaranya, kecuali jika para pihak bersepakat lain. Pengangkatan

demikian harus dimasukkan dalam pemberitahuan yang dimaksud

dalam Pasal 1 Lampiran ini.

Pihak lain dalam sengketa harus mengangkat dua orang konsiliator

menurut cara yang ditentukan dalam sub-ayat (b) dalam waktu 21

hari setelah diterimanya pemberitahuan yang dimaksud dalam Pasal 1

Lampiran ini. Apabila pengangkatan itu tidak dibuat dalam jangka

waktu itu, maka pihak yang memulai proses dapat, dalam waktu satu

minggu setelah berakhirnya jangka waktu masa tersebut atau

menghentikan proses itu dengan jalan pemberitahuan yang

dialamatkan kepda pihak lainnya atau meminta Sekretaris Jederal

Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan pengangkatan sesuai

dengan sub-ayat (2).

c. Dalam waktu 30 hari setelah keempat orang konsiliator telah

diangkat, maka harus mengangkat konsiliator kelima yang dipilih dari

daftar yang dimaksud dalam Pasal 2 Lampiran ini, yang menjadi

ketua. Apabila pengangkatan itu tidak dibuat dalam jangka waktu

tersebut, maka setiap pihak dapat, dalam waktu satu minggu setelah

berakhirnya jangka waktu tersebut, meminta Sekretaris Jenderal

17

Page 22: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan pengangkatan sesuai

dengan sub-ayat (e).

d. Dalam waktu 30 hari setelah diterimanya suatu permintaan

berdasarkan sub-ayat (c) atau (d), Sekretaris Jenderal Perserikatan

Bangsa-Bangsa harus membuat pengangkatan yang diperlukan dari

daftar yang dimaksud dalam Pasal 2 Lampiran ini dengan

mengadakan konsultasi dengan para pihak dalam sengketa.

e. Setiap lowongan harus diisi dengan cara yang ditetapkan untuk

pengangkatan semula.

f. Dua atau lebih pihak yang menentukan melalui perjanjian bahwa

mereka mempunyai kepentingan yang sama harus mengangkat dua

orang konsiliator secara bersama-sama. Dalam hal dua atau lebih

pihak mempunyai kepentingan yang berbeda atau terdapat suatu

perbedaan pendapat mengenai apakah mereka mempunyai

kepentingan yang sama, maka mereka harus mengangkat konsiliator

secara terpisah.

g. Dalam sengketa yang melibatkan lebih dari dua pihak yang

mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, atau dalam hal adanya

perbedaan pendapat apakah mereka mempunyai kepentingan yang

sama, maka para pihak harus menerapkan sub-ayat (a) hingga (f)

sejauh mungkin.

Dari pembentukan Komisi Konsiliasi yang disebutkan di atas,

jelaskan bahwa Konsiliasi merupakan pilihan yang dapat ditempuh di

dalam upaya untuk menyelesaikan persengketaan antara negara-negara

khususnya yang berkaitan dengan kelautan secara damai.

Namun jika dikaji lebih mendalam, Konsiliasi ini hanyalah salah

satu cara yang dapat ditempuh, sedangkan ada lagi beberapa cara

penyelesaian persengketaan yang ditentukan dalam Konvensi Hukum

18

Page 23: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

Laut PBB tahun 1982. Konsiliasi merupakan cara yang banyak

ditawarkan dan diatur dalam Konvensi PBB tersebut, sehingga

pengaturan-nya ditentukan tersendiri dalam Lampiran V Konvensi

tersebut.

BAB IV

P E N U T U P

A. KESIMPULAN

19

Page 24: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

1. Persengketaan internasional dapat berwujud sebagai persengketaan

mengenai politik dan persengketaan mengenai hukum. Dalam

penyelesaian sengketa internasional dikenal dua cara yakni secara

damai dan secara paksaan atau kekerasan.

Penyelesaian sengketa secara damai berdasarkan pada pasal 33

ayat (1) Piagam PBB, ialah :

a) Negosiasi

b) Jasa-jasa baik

c) Mediasi

d) Penyelidikan

e) Konsiliasi

f) Arbitrasi

g) Penyelesaian sengketa secara hukum.

2. Sengketa-sengketa internasional dapat terjadi karena batas-batas

wilayah, dan laut merupakan salah satu batas wilayah yang penting

bagi setiap negara meskipun tidak semua negara mempunyai batas

laut.

Menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982,

diatur cara-cara penyelesaian sengketa internasional yang juga

mengatur cara-cara yang mengacu pada Pasal 22 ayat (1) Piagam

PBB, dengan pengkhususannya pada persengketaan mengenai

kelautan.

Konsiliasi merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa

yang penting yang diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut

tahun 1982, dan Konsiliasi secara khusus diatur dalam Lampiran V

Konvensi PBB tahun 1982 tersebut.

3. Dalam penggunaan cara Konsiliasi (Conciliation) tercakup berbagai

macam metode yang digunakan dimana suatu sengketa diselesaikan

20

Page 25: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

secara damai, dengan bantuan dari pihak ketiga, yang bisa merupakan

suatu negara, organisasi internasional, bahkan perorangan. Yang

dapat dilakukan oleh Konsiliator di sini ialah memberikan usulan-

usulan yang sifatnya terbatas tentang cara dan bagaimana

penyelesaian sengketa diajukan kepada para pihak yang bersengketa

tersebut. Sedapat mungkin Konsiliator ini mampu memberikan

alternatif yang dapat ditempuh dan memuaskan serta diterima oleh

para pihak yang bersengketa, sehingga perbedaan pandangan yang

ada sebelumnya, semakin diperkecil dan bahkan dihilangkan sama

sekali.

Penggunaan Konsiliasi menurut Konvensi Hukum Laut tahun

1982 harus dibentuk dengan Komisi Konsiliasi, yang tentu saja

berbeda dengan cara pembentukan Konsiliasi yang telah disebutkan

sebelumnya.

Wadah atau sarana Konsiliator menurut Konvensi Hukum

Laut tahun 1982 lebih khusus sifat dan tujuannya dibandingkan

dengan Konsiliasi yang tradisional sebagaimana yang telah penulis

ungkapkan sebelumnya. Meskipun demikian, tidak tertutup

kemungkinan digunakannya cara Konsiliasi yang tradisional

sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya.

B. SARAN

1. Perlu anggota masyarakat internasional untuk menerima dan

menerapkan hasil yang dicapai dalam Konvensi PBB tentang Hukum

Laut tahun 1982 dan menerapkannya.

2. Perlu anggota masyarakat internasional yang berkepentingan atas

lautan untuk mencari penyelesaian persengketaan di antara mereka

21

Page 26: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

dengan cara damai, khususnya menurut yang diatur dalam Konvensi

PBB tentang Hukum Laut.

3. Perlu menyebarluaskan hasil-hasil Konvensi PBB tentang Hukum

Laut serta memperbanyak kajian dan tulisan-tulisan ilmiahnya.

4. Perlu mengkaji relevansi penggunaan cara damai bagi penentuan

batas-batas laut Indonesia dengan negara-negara tetangga.

5. Perlu meningkatkan hubungan kerjasama dan penelitian tentang

Hukum Laut baik antara perguruan tinggi maupun antara perguruan

tinggi dengan Departemen Luar Negeri dan Departemen Kehakiman.

DAFTAR PUSTAKA

Atje M. M., Status Hukum Perairan Kepulauan Indonesia dan Hak Lintas Kapal Asing, Alumni, Bandung, 1993.

Burhan T.M., Hukum dan Hubungan Internasional, Liberty, Yogyakarta, 1990.

22

Page 27: Ki - Penyelesaian Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 - Mei 2006

Huala, A., Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 1991.

Kusumaatmadja, M., Hukum Laut Internasional, Bina-cipta, Bandung, 1978.

--------, Pengantar Hukum Internasional, Bina-cipta, Cetakan Ke-2, Bandung, 1978.

Merrills, J.G., Penyelesaian Sengketa Internasional, Diterjemahkan oleh Achmad Fauzan, Tarsito, Bandung, 1986.

Parthiana, I. W., Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Cetakan Pertama, Bandung, 1990.

Prodjodikoro, W., Hukum Laut Bagi Indonesia, Sumur Bandung, 1981.

23