khorin agus priadana 3107100101 - digilib.its.ac.id · dengan jumlah cadangan batubara yang besar...

17
Khorin Agus Priadana 3107100101 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara penghasil batubara terbesar ke-2 di dunia setelah China dengan jumlah cadangan batubara yang besar pula. Produksi batubara secara nasional sampai Agustus 2011 mencapai 235 juta ton dan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya yaitu sebesar 100 juta ton untuk 3 tahun mendatang (APBI,2011). Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Geologi, Kementerian ESDM tahun 2009, total sumberdaya batubara yang dimiliki Indonesia mencapai 104,94 Milyar ton dengan total cadangan sebesar 21,13 Milyar ton yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut yang menyebabkan banyaknya industri pembangkit listrik di Indonesia yang menggunakan bahan bakar batubara karena jumlahnya banyak dan harganya yang relatif murah jika dibandingkan dengan minyak diesel. Namun sebagai dampak dari penggunaan batubara tersebut adalah meningkatnya kuantitas fly ash dalam jumlah yang besar pula. Gambar 1.1 Diagram produksi batubara Indonesia tahun 1992- Juli 2006 (Puslitbang,2006) Gambar 1.2 Diagram sebaran suber daya batubara Indonesia per pulau tahun 2005 (Puslitbang,2006) Fly Ash (Abu Terbang) merupakan limbah yang berasal dari abu bekas pembakaran batu bara. Dalam kaitannya dengan Teknik Sipil, fly ash dapat digunakan sebagai bahan campuran substitusi semen karena memiliki keunggulan daya lekat yang kuat karena mengandung silika dan alumina dengan kadar kapur yang rendah. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat (Ardiansyah,2005). Selain itu, fly ash juga dapat meningkatkan kekuatan beton, meningkatkan ketahanan beton, meningkatkan kerapatan beton, dan mengurangi penyusutan. Abu terbang berperan sebagai pengisi ruang kosong (rongga) diantara butiran – butiran semen dan secara kimiawi akan memberikan sifat hidrolik pada kapur bebas [ Ca(OH)2 ] yang dihasilkan pada saat proses hidrasi semen, dimana mortar hidrolik ini kan lebih kuat daripada mortar udara (kapur bebas + air); maka abu terbang seharusnya tidak hanya menambah kekedapan dan kemudahan pangerjaan, tetapi juga dapat menambah kekuatan beton (Suhud,1998). Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa ada beberapa unsur dalam fly ash baik dari segi kimia maupun fisik yang jika dikombinasikan dengan semen, air, pasir dan agregat akan memberikan efek yang baik pada beton. Maka dari itu, perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap sifat kimia dan sifat fisik dalam fly ash terkait dengan kemampuannya untuk meningkatkan kuat tekan beton. Setiap fly ash memiliki karekteristik dan kualitas yang berbeda. Pembentukan karakteristik fly ash tersebut disebabkan oleh banyak factor, diantaranya ialah asal batubara yang digunakan, pengolahan batubara, pembakaran batubara, dan pengolahan fly ash itu sendiri. Dalam Tugas Akhir ini akan ditinjau lebih dalam mengenai proses pengolahan

Upload: hoanghanh

Post on 21-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Khorin Agus Priadana 3107100101

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara penghasil batubara terbesar ke-2 di dunia setelah China dengan jumlah cadangan batubara yang besar pula. Produksi batubara secara nasional sampai Agustus 2011 mencapai 235 juta ton dan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya yaitu sebesar 100 juta ton untuk 3 tahun mendatang (APBI,2011). Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Geologi, Kementerian ESDM tahun 2009, total sumberdaya batubara yang dimiliki Indonesia mencapai 104,94 Milyar ton dengan total cadangan sebesar 21,13 Milyar ton yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut yang menyebabkan banyaknya industri pembangkit listrik di Indonesia yang menggunakan bahan bakar batubara karena jumlahnya banyak dan harganya yang relatif murah jika dibandingkan dengan minyak diesel. Namun sebagai dampak dari penggunaan batubara tersebut adalah meningkatnya kuantitas fly ash dalam jumlah yang besar pula.

Gambar 1.1 Diagram produksi batubara Indonesia tahun

1992- Juli 2006 (Puslitbang,2006)

Gambar 1.2 Diagram sebaran suber daya batubara Indonesia

per pulau tahun 2005 (Puslitbang,2006)

Fly Ash (Abu Terbang) merupakan limbah yang berasal dari abu bekas pembakaran batu bara. Dalam kaitannya dengan Teknik Sipil, fly ash dapat digunakan sebagai bahan campuran substitusi semen karena memiliki keunggulan daya lekat yang kuat karena mengandung silika dan alumina dengan kadar kapur yang rendah. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat (Ardiansyah,2005). Selain itu, fly ash juga dapat meningkatkan kekuatan beton, meningkatkan ketahanan beton, meningkatkan kerapatan beton, dan mengurangi penyusutan.

Abu terbang berperan sebagai pengisi ruang kosong (rongga) diantara butiran – butiran semen dan secara kimiawi akan memberikan sifat hidrolik pada kapur bebas [ Ca(OH)2 ] yang dihasilkan pada saat proses hidrasi semen, dimana mortar hidrolik ini kan lebih kuat daripada mortar udara (kapur bebas + air); maka abu terbang seharusnya tidak hanya menambah kekedapan dan kemudahan pangerjaan, tetapi juga dapat menambah kekuatan beton (Suhud,1998).

Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa ada beberapa unsur dalam fly ash baik dari segi kimia maupun fisik yang jika dikombinasikan dengan semen, air, pasir dan agregat akan memberikan efek yang baik pada beton. Maka dari itu, perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap sifat kimia dan sifat fisik dalam fly ash terkait dengan kemampuannya untuk meningkatkan kuat tekan beton. Setiap fly ash memiliki karekteristik dan kualitas yang berbeda. Pembentukan karakteristik fly ash tersebut disebabkan oleh banyak factor, diantaranya ialah asal batubara yang digunakan, pengolahan batubara, pembakaran batubara, dan pengolahan fly ash itu sendiri.

Dalam Tugas Akhir ini akan ditinjau lebih dalam mengenai proses pengolahan

Khorin Agus Priadana 3107100101

2

batubara pada sector pembangkit listrik hingga menjadi fly ash. PLTU yang digunakan sebagai acuan dalam tugas akhir ini adalah PLTU Paiton karena PLTU Paiton merupakan PLTU terbesar di Jawa Timur dan di Indonesia yang sekaligus berperan sebagai produsen fly ash terbesar di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Dari Latar Belakang di atas dapat

diambil beberapa rumusan masalah terkait dengan standarisasi fly ash di Indonesia yaitu :

1. Bagaimana pengaruh sifat kimia fly ash dalam campuran beton?

2. Bagaimana pengaruh sifat fisik fly ash dalam campuran beton?

3. Bagaimana pengklasifikasian tipe fly ash dan pengontrolan kualitas fly ash baik dari segi produsen maupun konsumen?

4. Bagaimana melakukan kontrol tahapan penggunaan fly ash dalam campuran semen ?

1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari

pembahasan tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh sifat kimia fly ash dalam campuran beton

2. Mengetahui pengaruh sifat fisik fly ash dalam campuran beton?

3. Mengetahui pengklasifikasian tipe fly ash dan pengontrolan kualitas fly ash baik dari segi produsen maupun konsumen?

4. Mengetahui kontrol tahapan penggunaan fly ash dalam campuran semen ?

1.4 Batasan Masalah Dari beberapa permasalahan yang

timbul diatas penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :

1. Pembuatan benda uji hanya berupa mortar silinder dengan ukuran 5x10 cm dan digunakan sebagi data primer.

2. Pengambilan sampel fly ash untuk diuji di laboratorium diambil dari PLTU Paiton dan digunakan sebagai data sekunder.

3. Pengambilan sampel fly ash untuk diuji di laboratorium diambil dari konsumen yang menggunakan fly ash dari PLTU Paiton dan digunakan sebagai data sekunder.

4. Hasil uji sampel di laboratorium akan digunakan sebagai pembanding dengan standar Amerika untuk uji material (ASTM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fly Ash (Abu Terbang)

Fly Ash (Abu Terbang) merupakan limbah yang berasal dari abu bekas pembakaran batu bara. Fly ash dapat digunakan sebagai bahan campuran substitusi semen karena memiliki keunggulan daya lekat yang kuat karena mengandung silika dan alumina dengan kadar kapur yang rendah. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat.

Gambar 2.1

Fly ash mikroskopik (Thomas,2011) Rumus kimia Abu Terbang Batubara (Fly Ash) ialah :

Si 1.0 Al 0.45 Ca 0.51 Na 0.047 Fe 0.039 Mg 0.020 K 0.013 Ti 0.011 (Putri, 2008).

ASTM C168 mengklasifikaikan fly ash menjadi 3, yaitu:

• Kelas N : Pozzolan alam / pozzolan yang telah di kalsinasi. Selain itu juga

Khorin Agus Priadana 3107100101

3

hasil berbagai pembakaran yang mempumnyai sifat pozzolan yang baik.

• Kelas F : Fly ash yang mengandung CaO < 10 %, yang di hasilkan dari pembakarn batu bara jenis anthracite atau bitumen.

• Kelas C : Fly ash yang mengandung CaO >10% yang di hasilkan dari pembakaran batu bara jenis lignite atau sub bitumen.

2.2 Metode Produksi Fly Ash

Fly ash dihasilkan dari sisa pembakaran batubara. Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system atau grate system).

1. Fluidized bed system Teknik fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik yang paling efisien dalam menghasilkan energi.:

2. Fixed bed system atau Grate system Sistem ini kurang efisien karena batubara yang terbakar kurang sempurna atau dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa.

2.3 Air

Air merupakan bahan yang di tambahkan dalam pembuatan pasta fly ash ini agar lebih workable. Air harus memenuhi beberapa persyaratan supaya dapat digunakan sebagai bahan pembuatan beton, diantaranya adalah seperti yang telah disebutkan dalan SNI 03-2847-2002:

• Air yang dapat diminum • Air harus bersih dan bebas dari bahan-

bahan yang merusak, • Air pencampur yang digunakan pada

beton yang di dalamnya tertanam logam alumunium termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.

2.4 Source Control

Source control adalah kualifikasi awal dari fly ash yang berupa pengontrolan terhadap sumber untuk mendapatkan fly ash yang akan digunakan untuk substitusi semen. Untuk

memastikan kualitas fly ash yang digunakan sebagai substitusi campuran semen, beberapa sumber fly ash yang perlu dihindari diantaranya :

• Fly Ash dari pembakaran campuran batubara atau batubara yang berbeda.

• Fly Ash dari pembakaran bahan bakar lain (kayu, ban, sampah) dicampur dengan batubara.

• Fly Ash dari batubara yang menggunakan minyak sebagai bahan bakar tambahan.

• Fly Ash dari penggunaan bahan aditif precipitator, seperti amonia.

• Fly Ash yang ditangani dan disimpan menggunakan wet system.

2.4.1 Sifat Fisik Fly ash

1. Kehalusan 2. Berat Jenis fly Ash 3. Time Setting 4. Panas Hidrasi 5. Permeabilitas

2.4.2 Sifat Kimia Fly ash

1. Pozzolanic Activity 2. Sulfat Resistance 3. Reaktivitas Alkali-Silika

2.5 Workability Fly ash dengan kualitas yang baik yaitu yang memiliki tingkat kehalusan yang tinggi dan tingkat karbon yang rendah akan memiliki kemampuan untuk mengurangi kebutuhan air pada pembuatan beton sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat workability yang sama, kebutuhan air pada beton dengan campuran fly ash akan lebih sedikit dibandingkan dengan beton konvensional. Kemampuan fly ash dalam mengurangi kebutuhan air tersebut bervariasi, namun secara rata-rata dapat disimpulkan bahwa setiap 10% penambahan fly ash terhadap campuran beton akan mengurangi kebutuhan air sebanyak 3%. Berikut adalah kurva penurunan kebutuhan air pada campuran beton terhadap kehalusan dan prosentase Loss of Ignition :

Khorin Agus Priadana 3107100101

4

Gambar 2.3

Kurva hubungan antara kehalusan dan kebutuhan air (Thomas,2011)

Gambar 2.4

Kurva hubungan antara LOI dan kebutuhan air (Thomas,2011)

Beton dengan campuran fly ash yang baik dapat meningkatkan workability disbanding dengan beton konvensional pada slump yang sama. Fly ash pada campuran beton juga dapat mengurangi terjadinya segregasi. (Best dalam Thomas,2011) 2.6 Strength Development

Pada studi sebelumnya, beton campuran abu terbang umumnya menunjukkan bahwa sebagian campuran yang mengandung abu terbang Kelas F sebagai pengganti semen portland pada rasio berat kapur dan semen sebesar 1:1, memiliki kekuatan yang lebih kecil dari beton konvensional dalam waktu selama 60 sampai 90 hari. Setelah periode tersebut abu terbang kelas F dalam campuran beton akan

mengalami peningkatan kekuatan dibandingkan dengan PCC konvensional.

Untuk campuran dengan rasio berat kapur dan semen sebesar 1,5:1, abu terbang kelas F dengan semen 4ortland akan mengalami peningkatan kekuatan yang sama dengan beton konvensional pada usia 28 hari. Abu terbang kelas C menunjukkan tingkat reaksi yang lebih tinggi pada usia dini daripada abu terbang Kelas F. Abu terbang kelas C lebih efektif digunakan sebagai substitusi semen Portland untuk mencapai kekuatan 28 hari.

Karena abu terbang merupakan pozzolan, dimana bahan yang mengandung pozzolan bila dipakai sebagai pengganti semen portaland yang umumnya berkisar antara 20-35% dari beban semen, laju kenaikan kekuatannya lebih lambat daripada beton normal. Pada umur 28 hari kekuatan tekan lebih rendah daripada beton normal, namun setelah 90 hari kekuatannya dapat sedikit lebih tinggi. (Tjokrodimuljo,1996). Berikut adalah grafik peningkatan kekuatan antara beton konvensional dengan beton dengan campuran fly ash :

Gambar 2.5 Kurva hubungan kuat tekan dengan umur beton antara beton konvensional dengan beton fly ash

(Headwater Resource,2005)

2.7 Klasifikasi Fly Ash Dalam Tugas Akhir ini, acuan yang

digunakan dalam melakukan klasifikasi fly ash PLTU Paiton adalah ASTM C618. Berikut adalah tabel klasifikasi fly ash (ASTM C618) :

Khorin Agus Priadana 3107100101

5

Tabel 2.2 ASTM C618

COMPOUND

N F C

Chemical

SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 min % 70 70 50

SO3 max % 4 5 5

Moisture Content max % 3 3 3

Loss of Ignition max % 10 6 6

Physical

Available Alkalies max % 1.5 1.5 1.5

Fineness + 325 Mesh max % 34 34 34

Strength Activity min % 75 75 75

Water Requirement max % 115 105 105

Uniformity

Density max % 5 5 5 Retained on 45-μm (No. 325) max % 5 5 5

Meskipun ASTM tidak mengklasifikasikan

fly ash berdasarkan kadar CaO nya, biasanya fly ash kelas C mengandung CaO lebih dari 15 % dan fly ash kelas F mengandung CaO kurang dari 5 %. Dapat dikatakan bahwa CaO merupakan indikator terbaik dalam mengidentifikasi perilaku fly ash dalam beton (Thomas,2011).

CSA (Canadian Standard) mengatur kadar CaO dalam fly ash yang diperbolehkan dan pengklasifikasiannya yaitu :

• Type F memiliki kadar CaO < 8% • Type CI memiliki kadar CaO 8-20% • Type CH memiliki kadar CaO >

20% Berikut adalah kurva hubungan pengklasifikasian fly ash menurut ASTM dan CSA :

Gambar 2.6

Kurva hubungan kadar CaO dan SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 (%) terhadap ASTM dan CSA

(Thomas,2011)

Telah dijelaskan di atas bahwa fly ash menurut ASTM C618 dibagi menjadi 3 tipe menutrut jenis bahan bakar yang digunakan,yaitu :

• Kelas N : Pozzolan alam / pozzolan yang telah di kalsinasi. Selain itu juga hasil berbagai pembakaran yang mempumnyai sifat pozzolan yang baik.

• Kelas F : Fly ash yang mengandung CaO < 10 %, yang di hasilkan dari pembakarn batu bara jenis anthracite atau bitumen.

• Kelas C : Fly ash yang mengandung CaO >10% yang di hasilkan dari pembakaran batu bara jenis lignite atau sub bitumen.

Khorin Agus Priadana 3107100101

6

BAB III METODOLOGI

3.1 Diagram Alir Metodologi

Gambar 3.1 Diagram Alir Induk

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum PLTU PAITON

PLTU Paiton merupakan pembangkit listrik tenaga uap terbesar yang beroperasi di Jawa Timur. PLTU Paiton terletak di Jalan Raya Surabaya-Situbondo Km.142, Paiton, Kab. Probolinggo, Jawa

Dalam pembahasan tugas akhir berikut ini akan dijelaskan mengenai system pengolahan batubara hingga menghasilkan fly ash yang dilakukan oleh PT.PJB, PT.YTL POWER, dan PT.IPMOMI. 4.2 PT.PJB (Pembangkitan Jawa Bali)

Unit Pembangkitan Paiton terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Direksi PLN No.030K/023/DIR/1993, tanggal 15 Maret 1992 merupakan unit kerja yang dikelola oleh PT.PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Jawa Bagian Timur dan Bali (PLN KJT dan BALI) sektor Paiton. PT.PJB Unit Pembangkitan Paiton terletak di Jalan Raya Surabaya-Situbondo Km.142, Paiton, Probolinggo. Total area proyek Paiton adalah 400 Ha termasuk 200 Ha untuk ash disposal (area pembuangan abu) dan 32 Ha untuk komplek perumahan.

4.2.1 Sistem Penanganan Batubara 4.2.1.1 Asal Batubara PT.PJB

Batubara yang digunakan sebagai bahan bakar di PLTU Paiton ini seluruhnya berasal dari Kalimantan Selatan. Dalam proses produksinya, PT.PJB melakukan kerjasama pengadaan batubara lebih dari 1 perusahaan tergantung dari karakteristik batubara yang diproduksi dan kesesuaian terhadap standar spesifikasi batubara yang telah ditetapkan oleh PT.PJB.

Untuk memproduksi listrik sebesar 400 MW/unit setiap hari, PT.PJB membutuhkan batubara sebesar 4800-5000 ton setiap harinya. Sehingga dapat disimpulkan kebutuhan batubara PT.PJB untuk 2 unit pembangkit setiap harinya sebesar 9500-10000 ton.

4.2.1.2 Klasifikasi Batubara PT.PJB

Secara garis besar berdasarkan ASTM D.388 batubara dikelompokan menjadi 4, yaitu :

a. Batubara Lignitic, b. Batubara Subbitumminous, c. Batubara Bitumminous d. Batubara Antrachite,

4.2.1.3 Sistem Pengangkutan Batubara PT.PJB Sarana pengiriman batubara

menggunakan tongkang atau kapal pengangkut batubara. Oleh karena itu, PLTU Paiton memiliki dermaga kapal (Coal Jetty) lengkap dengan dua buah Ship Unloader-nya yang berfungsi untuk membongkar batubara dari tongkang untuk dibawa ke silo dengan Belt Conveyor. Pengiriman batubara dilakukan setiap hari dan dikontrol melalui rapat akhir bulan mengenai konsumsi batubara bulan lalu dan ketersediaan pasokan batubara untuk 1 bulan kedepan.

4.2.2 Sistem Produksi Listrik PT.PJB

Dalam menghasilkan energy listrik untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik, PT.PJB UP Paiton menggunakan peralatan utama dan bantu proses produksi listrik yang meliputi Water treatement, Coal Handling, Ash Handling, Boiler, Turbin, Generator, Kondensor, dan Pompa. Diagram alir proses produksi listrik dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.3 Sistem produksi listrik PT.PJB

Air yang dibutuhkan untuk pengisi

boiler diperoleh dari sumber air tawar yang terletak di Desa Klantong, Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo. Pemurnian air

dilakukan dengan system penyaringan dan system penukar ion dalam satu unit pengolahan air (Water Treatment Plant). Demineralized Water yang telah memenuhi spesifikasi sebagai output dari WTP disalurkan melalui system air pengisi kedalam boiler.

4.2.3 Sistem Penanganan Abu Batubara

(Fly Ash) 4.2.3.1 Electrostatic Precipitator

Alat pengendali debu yang berfungsi untuk memisahkan gas dan abu dari boiler sebelum gas dan abu tersebut keluar dari stack salah satunya adalah electrostatic precipitator atau EP. Prinsip dar EP adalah pemberian muatan (negative) ke partikulat di udara kotor atau aliran gas. Partikel yang sudah diberi muatan tadi berpindah dan terikat pada collecting surface yang muatannya berlawanan (positif). Tujuannya adalah untuk membersihkan partikulat yang telah berkumpul tadi. Kemampuan EP dalam mengumpulkan debu dapat diluhat dari seberapa besar Efisiensi dari EP tersebut. Nilai EP pada PT.PJB unit 1 dan 2 adalah sebesar 99,5 %.

4.2.3.2 Ash Handling System

Abu sisa pembakaran batubara di dalm boiler ada 2 jenis, yaitu :

1. Abu berat (Bottom Ash) 2. Abu ringan (Fly Ash)

4.2.3.3 Pneumatic Fly Ash Transport

System Fly ash pneumatic transport system

merupakan sarana transportasi fly ash dari fly ash silo ke ash disposal silo melalui intermediate silo. Pemindahan fly ash dari fly ash silo ke ash disposal silo dilakukan melalui 2 tahap operasi. Pertama, operasi pemindahan fly ash dari fly ash silo kedalam intermediate silo dan kedua dari operasi pemindahan fly ash dari intermediate silo kedalam ash disposal silo. Kedua operasi pemindahan fly ash ini menggunakan udara bertekanan 7,0-8,0 kg/cm2 yang diambil dari compressore unit.

4.2.4 Sistem Penimbunan Abu Batubara 4.2.4.1 Lokasi penimbunan abu

Lokasi penimbunan abu berada di sebelah barat Power Plant dan di sebelah selatan jalan raya Surabaya – Situbondo. Luas area yang digunakan untuk penimbunan abu sekitar 200 Ha (58 Ha digunakan PT.PJB, 34,7 Ha digunakan PT.Paiton Energy, dan 20 Ha digunakan PT.Jawa Power) dan sisanya berupa dataran dan bukit yang ditumbuhi semak belukar dan pohon kosambi/jati.

4.2.4.2 Rancangan ash disposal dan

penimbunan abu Tempat penimbunan abu (PT.PJB)

dibagi menjadi 2 lot. Lot pertama ditempatkan pada areal seluas 40 ha dan lot kedua seluas 18 Ha. Pada tahap awal, digunakan lot pertama untuk penimbunan abu. Tiap lot dibagi menjadi 2 zone, tiap zone dibagi menjadi beberapa petak. Luas tiap petak sekitar 1 ha.

4.2.4.3 Konstruksi penimbunan abu

Konstruksi penimbunan abu mengacu pada keputusan kepala Bapeddal no.04/1995. Tempat penimbunan abu dibuat dengan pemadatan. Abu harus stabil selama berada ditempat penimbunan. Persiapan tempat penimbunan abu yang benar, pemadatan, dan peletakan abu merupakan factor yang penting agar tidak meniimbulkan pengaruh buruk terhadap lingkungan.

BAB V ANALISA KIMIA FLY ASH

5.1 Umum

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil-hasil dan kesimpulan selama pengerjaan tugas akhir penelitian yang meliputi hasil uji material fly ash (Uji XRD dan Uji XRF) ,uji pasta, dan uji mortar. 5.2 Data Lapangan (Data Sekunder)

Data lapangan akan diuraikan menjadi 2 bagian yaitu data lapangan yang berupa sifat fisik fly ash dan data lapangan yang berupa sifat kimia fly ash. 5.2.1 Sifat Fisik Fly ash

Data mengenai sifat fisik fly ash tersebut didapatkan dari Laboratorium Beton Teknik Sipil ITS Surabaya yang merupakan hasil pengetesan dari beberapa ready mix yang ada di Surabaya. ASTM C618 menyebutkan kriteria sifat fisik yang diperbolehkan dalam fly ash yaitu :

• Fineness + Retained on 325 mesh sebesar maksimum 34% untuk semua jenis fly ash. • Strength activity index pada 7 hari sebesar minimum 75% • Water requirement sebesar maksimum 105% untuk fly ash kelas F dan C dan

maksimum 115% untuk fly ash kelas N. • Autoclave expansion sebesar maksimum 0.8% untuk semua jenis fly ash.

Data lapangan tersebut akan dibandingkan dengan ASTM C618 dengan cara mengelompokkan data yang lolos dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 5.2 Konfirmasi data lapangan dengan ASTM C618

No Perusahaan AutoClave

Fineness + Strength

Water Requirement

325 mesh

Activity Index

max 105% (Kelas F atau

C)

max 115% (Kelas

N)

1 Suralaya 100% 84.40% 98.70% 100% 100%

2 Paiton 100% 100% 100% 100% 100% 5.2.2 Sifat Kimia Fly ash 5.2.2.1 Data Oksida dalam Fly Ash

Data mengenai sifat kimia fly ash tersebut didapat dari PLTU Paiton selaku produsen dan SBI (Surya Beton Indonesia) selaku konsumen. ASTM C618 dan CSA menyebutkan kriteria sifat kimia yang diperbolehkan dalam fly ash yaitu :

Tabel 5.3 Sifat kimia fly ash berdasarkan ASTM C618

COMPOUND

N F C

Chemical SiO2 + Al2O3 +

Fe2O3 min % 70 70 50

SO3 max % 4 5 5

Moisture Content max % 3 3 3

Loss of Ignition max % 10 6 6

Sedangkan menurut CSA (Canadian Standard) diatur kadar CaO dalam fly ash yang diperbolehkan dan pengklasifikasiannya yaitu :

• Type F memiliki kadar CaO < 8% • Type CI memiliki kadar CaO 8-20% • Type CH memiliki kadar CaO > 20%

Pengolahan data berikut dilakukan dengan cara mengelompokkan fly ash tersebut berdasarkan

kelasnya masing-masing yang telah disebut dalam ASTM dan CSA dan dengan memberikan index sesuai dengan kualitas fly ash tersebut. Berikut adalah data lapangan yang didapat dari PT.PJB PLTU Paiton dan SBI (Surya Beton Indonesia). Index yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 5.4 Daftar index analisa kimia fly ash

SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 (%) Index

90-100 1 80-90 0.9 70-80 0.8 60-70 0.7

CaO (%) Index < 5 1 > 5 0.5

Tabel 5.4 Konfirmasi data kimia lapangan dengan ASTM dan CSA

No PERUSAHAAN SiO2 Al2O3 Fe2O3 SO3

SiO2 +

Al2O3 +

Fe2O3

CaO

ASTM CSA

Kelas Index Kelas Index

1 PAITON 34.97 14.23 20.05 7.49 69.25 13.92 C 0.7 CI 0.5

2 PAITON 68.05 10.98 6.39 6.1 85.42 5 F 0.9 F 1

3 PAITON 47.55 20.28 10.34 5.23 78.17 9.37 F 0.8 CI 0.5

4 PAITON 48.01 19.19 9.38 6.7 76.58 9.96 F 0.8 CI 0.5

5 PAITON 61.12 15.63 15.32 2.36 92.07 2.11 F 1 F 1

6 PAITON 60.47 16.51 15.19 2.26 92.17 2.12 F 1 F 1

7 SBI 50.18 28.11 9.06 0.46 87.81 3.66 F 0.9 F 1

8 SBI 50.54 31.2 8.21 1.41 91.36 5.34 F 1 F 1

5.2.2.2 Data Mineral dalam Fly Ash

Tidak terdapat data mineral lapangan dalam fly ash

5.3 Data Laboratorium (Data Primer) Data penelitian akan diuraikan menjadi 2 bagian yaitu data penelitian yang berupa sifat fisik fly

ash dan data penelitian yang berupa sifat kimia fly ash. 5.3.1 Sifat Fisik Fly ash

Data mengenai sifat fisik fly ash tersebut didapatkan dari analisa ayakan fly ash, analisa berat

jenis fly ash, pembuatan mortar, dan pembuatan pasta.

KODE SPESIFIC Method I Method II Method III Method IV Method V Method VI

Average GRAVITY fc'

(1) Index fc' (2) Index

fc' (3) Index fc' (4) Index fc'(5) Index fc'(6) Index

1 2.38 21.6 0.79 26.6 0.74 29.64 1.08 29.6 1.26 28.0 1.72 26.5 1.63 1.20

2 2.5 26.3 0.96 26.3 0.73 36.94 1.35 36.9 1.57 34.1 2.09 14.3 0.88 1.26

3 2.78 29.5 1.08 34.3 0.95 33.04 1.21 33.0 1.40 32.3 1.98 19.6 1.20 1.30

4 2.67 33.1 1.21 33.1 0.92 38.39 1.40 38.4 1.63 40.3 2.47 16.3 1.00 1.44

5 2.78 30.8 1.12 35.5 0.99 32.95 1.20 33.0 1.40 32.6 2.00 18.3 1.13 1.31

6 2.78 30.6 1.11 35.2 0.98 35.33 1.29 35.3 1.50 33.5 2.06 27.5 1.69 1.44

7 2.5 23.2 0.85 45.9 1.28 37.03 1.35 37.0 1.57 36.4 2.23 14.8 0.91 1.36

8 2.08 23.4 0.85 35.6 0.99 24.71 0.90 24.7 1.05 19.6 1.20 11.4 0.70 0.95

9 2.38 24.6 0.90 32.1 0.89 25.82 0.94 25.8 1.09 18.3 1.13 13.0 0.80 0.96

10 2.43 27.5 1.00 48.0 1.34 30.23 1.10 30.2 1.28 19.9 1.22 13.8 0.84 1.13

11 2.38 23.9 0.87 29.1 0.81 26.41 0.96 26.4 1.12 15.5 0.95 9.7 0.59 0.89

12 2.27 33.0 1.20 38.4 1.07 33.55 1.22 33.5 1.42 21.4 1.31 13.8 0.84 1.18

13 3.1 27.4 1.00 35.9 1.00 27.40 1 23.6 1.00 16.3 1.00 16.3 1.00 1.00 Pemberian index dilakukan dengan cara menetapkan nilai index = 1 untuk mortar atau pasta dengan tanpa campuran fly ash (semen murni). Hasil kuat tekan mortar/pasta berbahan fly ash kemudian dibandingkan dengan hasil kuat tekan mortar/pasta berbahan semen murni untuk mendapatkan perbandingan kekuatan mortar/pasta berbahan fly ash dengan mortar/pasta berbahan semen. 5.3.2 Sifat Kimia Fly ash 5.3.2.1 Data Oksida dalam Fly Ash

Tabel 5.10 Data oksida dalam fly ash

KODE SiO2

Al2O3

Fe2O3 SO3 SiO2 + Al2O3 +

Fe2O3 CaO

ASTM CSA Average Kela

s Inde

x Kelas Index

1 22 5.2 51.91 0 79.11 13.1 F 0.8 CI 0.5 0.4

2 18 4.6 53.79 0 76.39 15.6 F 0.8 CI 0.5 0.4

3 15 5 44.75 1 64.75 27.8 C 0.7 CH 0.5 0.35

4 20 4.9 47.29 0 72.19 19.6 F 0.8 CI 0.5 0.4

5 15 6 62.11 0 83.11 11.4 F 0.9 CI 0.5 0.45

6 13 7 62.84 0 82.84 11.4 F 0.9 CI 0.5 0.45

7 24 6.2 49.39 0 79.59 10.5 F 0.8 CI 0.5 0.4

8 37 13 32.86 0 82.86 7.26 F 0.9 F 0.5 0.45

9 27.3 5.9 45.99 0 79.19 9.77 F 0.8 CI 0.5 0.4

10 36 15 30.16 1.2 81.16 10.8 F 0.9 CI 0.5 0.45

11 41 13 29.24 0.74 83.24 7.86 F 0.9 F 0.5 0.45

12 41.5 18 20.57 0.5 80.07 14.6 F 0.9 CI 0.5 0.45

13 5 0 7.32 1.8 12.32 83.26

Keterangan :

a) Metode I : pembuatan mortar dengan kadar fly ash 20 % tanpa diayak sebanyak 6 buah untuk diuji kuat tekan pada umur 7 hari. Proses perawatan / Curing dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam air.

b) Metode II : pembuatan mortar dengan kadar fly ash 20 % tanpa diayak sebanyak 6 buah untuk diuji kuat tekan pada umur 28 hari. Proses perawatan / Curing dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam air.

c) Metode III : pembuatan mortar dengan kadar fly ash 20 % dengan diayak sebanyak 6 buah untuk diuji kuat tekan pada umur 7 hari. Proses perawatan / Curing dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam air.

d) Metode IV : pembuatan mortar dengan kadar fly ash 10 % dengan diayak sebanyak 6 buah untuk diuji kuat tekan pada umur 7 hari. Proses perawatan / Curing (ASTM C192) benda uji di masukkan kedalam plastik ( tidak langsung kontak dengan udara bebas ) dalam suhu kamar. Pembuatan mortar metode III ini disesuaikan dengan ASTM C-1240-03 untuk silica fume karena tidak terdapat standar penggunaan fly ash dalam mortar.

e) Metode V : pembuatan pasta dengan kadar fly ash 20 % tanpa diayak sebanyak 1 buah untuk diuji kuat tekan pada umur 7 hari. Proses perawatan / Curing dilakukan dengan steam curing yang dilakukan dengan urutan 2 jam pra-curing pada suhu 20° C lalu diikuti 15 menit untuk menaikkan suhu menjadi 80° C. Kemudian suhu dibiarkan konstan selama 3 jam dan 15 menit berikutnya diturunkan menjadi 20° C.

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Inde

x

Kode Fly Ash

Index Fly Ash

Method I

Method II

Method III

Method IV

Method V

Method VI

f) Metode VI: pembuatan mortar dengan kadar fly ash 20 % dengan diayak sebanyak 6 buah untuk diuji kuat tekan pada umur 28 hari. Proses perawatan / Curing dilakukan dengan steam curing yang dilakukan dengan urutan 2 jam pra-curing pada suhu 20° C lalu diikuti 15 menit untuk menaikkan suhu menjadi 80° C. Kemudian suhu dibiarkan konstan selama 3 jam dan 15 menit berikutnya diturunkan menjadi 20° C.

0.000.200.400.600.801.001.201.401.60

1 3 5 7 9 11

inde

x

Kode fly ash

Hubungan Index jumlah karbon dalam fly ash dengan index kuat

tekan

Jumlah karbon

Index kuat tekan

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Com

pres

sive

stre

ngth

at 1

day

s (M

Pa)

Kode fly ash

Perbandingan Method V dengan Method VI

Method V

Method VI

0

5

10

15

20

25

30

1 3 5 7 9 11 13

Fakt

or a

ir se

men

(%)

Kode fly ash

Perbandingan faktor air semen fly ash terhadap OPC type I

Method V

Method VI

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213

Com

pres

sive

stre

ngth

at 7

day

s (M

Pa)

Kode fly ash

Perbandingan Method I dengan Method III

Method I

Method III

Mineralogy dalam Fly Ash

Tabel 5.11 Kecenderungan kandungan mineral dalam fly ash

KODE Mineral Global

Quartz (SiO2) Mullite (Al6Si12O3) Hematite (Fe2O3) Amorphous

(GA)

1 16.4 31.6 9.4 42.6

2 26.1 6.4 21.4 46.1

3 30.5 15.3 10.1 44.1

4 13.7 29.5 12.9 43.9

5 13.7 30.3 17 39

6 9.9 12.9 34.6 42.5

7 14.4 31.6 9.2 44.8

8 15.5 29 14.5 41

9 25.3 23.1 9.3 42.3

10 27.7 26 12.3 43

11 18.1 28.9 11.9 41

12 8.9 23.3 19 48.8

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Chem

ical

inde

x

Compressive strength index

Perbandingan index sifat kimia fly ash dengan index kuat tekan

SiO2

Al2O3

Fe2O3

CaO

Index Average

Gambar 5.2 Diagram Global Amorphous dalam fly ash

Global Amorphous menunjukkan tingkat kereaktifan suatu fly ash. Secara visual, suatu fly ash dapat dikatakan memiliki tingkat reaktivitas yang tinggi bila dalam fly ash tersebut terdapat banyak peak mineral. Peak tersebut menunjukkan banyaknya mineral dalam fly ash yang bersifat amorf atau memiliki rantai senyawa yang putus sehingga mudah bereaksi dengan senyawa lain. Semakin tinggi tingkat ke-amorf-an suatu fly ash maka akan memberikan dampak yang baik pada kekuatan beton, begitu juga sebaliknya.

m

q

h

m

q

mamm,hhq

q,m

qm,hq

m q

q

qmaqm

hm qmm qq q

m

0

50

100

150

200

250

300

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1. PT. PJB PaitonAP(T Sipil IT

0102030405060

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Amor

phou

snes

s (%

)

Kode fly ash

Global AmorphousGlobal Amorphous

Gambar 5.14 Fly Ash PT.PJB Paiton (1)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terkhir ini akan disampaikan beberapa kesimpulan dan saran dari pengujian yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan

1. Kualitas fly ash sangat ditentukan oleh jenis batubara yang digunakan saat proses pembakaran. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi kualitas fly ash adalah : Temperatur pembakaran batubara, lama pembakaran bataubara, proses penimbunan batubara, lama penimbunan batubara.

2. Dari Hasil percobaan yang kami lakukan menunjukan sifat kuat tekan beton dengan campuran fly ash bervariasi berdasarkan fly ash yang digunakan. Faktor-farktor yang mempengaruhi kualitas fly ash sehingga dapat berdampak pada kualitas beton diantaranya adalah : oksida yang terkandung dalam fly ash, mineral yang terkandung dalam fly ash, jumlah karbon yang terkandung alam fly ash, tingkat kehalusan fly ash ( lolos saringan no 200).

3. Semakin banyak peak yang ada pada mineral fly ash maka kualitas fly ash akan semakin baik karena peak tersebut menunjukkan tingkat ke-amorf-an suatu fly ash dimana jika suatu fly ash semakin amorf maka akan semakin mudah untuk bereaksi dengan senyawa lain dan akan memberikan efek yang baik pada beton.

5.2 Saran

1. Ketepatan Hasil Analisa ini bergantung pada Kuat tekan dan perawatan dan kontrol pada saat pengujian, untuk itu pada saat pembuatan benda uji,pemeliharaan ,capping,

p

p

p

p

cc,cs

cs,cs

p

cs

cccscc

p,cs

p

bn

p

pp p p

pp

cs

0

50

100

150

200

250

300

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Inte

nsity

2 Theta

1. Perbandingan Pasta OPC Type I dengan Pasta PT.PJB Paiton

13. Pasta OPC Type I

1. Pasta Paiton

Gambar 5.26 Perbandingan pasta OPC type I dengan pasta Fly Ash PT.PJB Paiton (1)

suhu,kondisi alat,serta kondisi benda uji sebelum dan pada saat dilakukan pengetesan harus benar-benar terjaga dan berhati-hati dalam melaksanakanya agar didapatkan hasil yang sangat akurat.

2. Penelitian ini tidak menggunakan terlalu banyak benda uji beton.dikarenakan jumlah abu terbang yang cukup terbatas, oleh karena ini diharapkan pada penelitian selanjutnya gunakan benda uji yang cukup banyak agar didapatkan hasil yang lebih akurat dan lebih baik.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding oleh peneliti-peneliti selanjutnya.