kewenangan pengadilan tata usaha negara dalam …

86
i KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KEPENGURUSAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA (Studi Kasus Terhadap Partai Hanura Tahun 2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Hukum Oleh : CITRA PUTRI UTAMI NPM 5117500238 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL 2020

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

i

KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

KEPENGURUSAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA

(Studi Kasus Terhadap Partai Hanura Tahun 2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Hukum

Oleh :

CITRA PUTRI UTAMI

NPM 5117500238

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2020

Page 2: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

ii

Page 3: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

iii

Page 4: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

iv

Page 5: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

v

ABSTRAK

Konflik yang terjadi pada Partai Hanura yaitu adanya dualisme kepengurusan

yang terjadi pada pimpinan Oesman Sapta Odong dan pimpinan Daryatmo dan

masing-masing kubu pimpinan mempunyai kepengurusan. Mahkamah Partai tidak

dapat menyelesaikan perselisihan tersebut karena keduanya merasa paling diakui,

maka perelisihan tersebut diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.

Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui Kewenangan peradilan tata usaha

negara dalam penyelesaian sengketa kepengurusan partai politik khususnya terhadap

Partai Hanura (2) Untuk mengetahui apa yang menjadi konflik dalam sengketa

kepengurusan Partai Hanura.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan,

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris, teknik pengumpulan

datanya melalui studi kepustakaan dan teknik wawancara dan observasi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kewenangan peradilan tata usaha negara

dalam penyelesaian sengketa kepengurusan partai politik yaitu dengan memeriksa,

memutus dan mengadili. Khususnya terhadap kasus Partai Hanura, bahwa peradilan

tata usaha negara telah memutuskan kasus ini dinyatakan banding dan ditingkat

peradilan tata usaha negara sudah diputuskan tetapi sampai sekarang belum

mempunyai kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan bagi mahasiswa, akademisi, praktisi,

dan semua pihak memahami upaya hukum apa yang dapat digunakan dalam

penyelesaian sengketa kepengurusan Partai Politik serta batasan-batasan kewenangan

dalam penyelesaian sengketa partai politik.

Kata Kunci: Kewenangan PTUN, Penyelesaian Sengketa, Partai Politik.

Page 6: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

vi

ABSTRACT

The conflict that occurred at the Hanura Party was the dualism of management

which occurred at the leadership of Oesman Sapta Odong and the leadership of

Daryatmo and each of the leadership camps had management. The Party Court was

unable to settle the dispute because both of them felt the most recognized, then the

dispute was resolved through the State Administrative Court.

This study aims: (1) To find out the authority of state administration justice in the

resolution of political party management disputes, especially against the Hanura Party

(2) To find out what is the conflict in the management of hanura party management

disputes.

This type of research is field research and library research, the approach used is

an empirical juridical approach, data collection techniques through literature study

and interview and observation techniques.

The results of this study indicate that the authority of state administrative justice

in resolving disputes over political party management is to examine, decide and

adjudicate. Especially in the case of the Hanura Party, that the state administrative

court has decided that this case is declared appeal and at the state administrative court

level it has been decided but until now it has no permanent legal force.

Based on the results of this study it is expected that students, academics,

practitioners, and all parties understand what legal remedies can be used in resolving

disputes regarding political party management and authority limits in resolving

political party disputes.

Keywords: The authority of the state administrative court, Dispute resolution,

Political Parties.

Page 7: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT, kita memuji-Nya, dan meminta

pertolongan, pengampunan serta petunjuk kepada-Nya. Semoga doa, shalawat tercurah pada

junjungan dan suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta siapa saja

yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat Aamiin.

Tugas akhir ini aku persembahkan kepada:

1. Terimakasih Allah SWT yang senantiasa telah memberikanku kesempatan untuk berada

pada kesempatan saat ini, dan mempercayaiku untuk mampu melalui segala rintangan

demi rintangan hingga sampai pada titik saat ini.

2. Terimakasih Ayah saya Dwi Wuryanto dan Ibu saya Wasripah, telah melalui banyak

perjuangan, doa dan rasa sakit. Saya buktikan untuk seluruh perjuangan dan doa kalian

tidak akan sia-sia, saya ingin melakukan yang terbaik untuk setiap kepercayaan yang

kalian berikan. Saya akan tumbuh, untuk menjadi yang terbaik yang saya bisa.

3. Terimakasih untuk partner sesama pejuang S.H, Nadib Darmawan, S.H yang sudah setia

dan sabar untuk menemaniku dari awal sampai saat ini, yang selalu memberikan

semangat dalam doa untuk proses penulisan skripsi ini, dan selalu menjadi penghiburku

walaupun hiburannya kadang garing.

4. Terimakasih untuk keluarga aku yang selalu memberikan aku doa dari jauh dan yang

selalu menanyakan “kapan Wisuda?”, berkat pertanyaan dan doa kalian, aku mampu

menyelesaikan penulisan ini dengan baik.

5. Terimakasih untuk pejuang HTN semasa perkuliahan Septi Oktaviani S.H, Tifani

Mariani S.H, Tiara Pudji Eka Lestari S.H yang sudah banyak membantu dalam

penulisan skripsi ini dan yang selalu bilang “skripsi cepet dikerjain biar bisa lulus bareng

bulan Maret”

6. Terimakasih untuk sahabat terbaik aku Astri Istania, Amd. Par, partner pendukung

segalasa situasi dan penyemangatku ketika aku sudah mulai lelah dalam mengerjakan

skripsi ini, dan menjadi seseorang yang mampu menghilangkan rasa pusing dipenatku.

7. Terimakasih untuk para netijenku diluar sana yang selalu menghibahkanku, berkat

hibahan kalian aku lebih kuat dan lebih semangat untuk menyelesaikan penulisan skripsi

ini.

Page 8: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

viii

8. Terimakasih untuk Tim Yayi termasuk Amin, Wahyudi, Seftian, Fajar, dan Fristica

sudah selalu support, selalu berbagi informasi satu sama lain, selalu mengkritik dan

memberikan pendapat dalam penulisan skripsi saya.

9. Terimakasih untuk Bapak Sri Hartanto, S.H selaku Panitera Pengganti di PTUN Jakarta

yang sudah senantiasa membantu dalam memberikan segala informasi dalam penulisan

skripsi ini.

Page 9: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

ix

MOTTO

“Kita harus ingat bahwa setiap kegagalan bisa menjadi batu loncatan untuk sesuatu

yang lebih baik”

(Colonel Sanders)

“Memaafkan bukan berarti melupakan, hanya saja tidak baik jika harus saling

membenci”

Page 10: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

x

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT serta hidayah-Nya sehingga

penulisan skripsi dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Dengan skripsi ini pula

penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Pancasakti Tegal. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada

Nabi besar Muhammad SAW yang telah membukakan jalan penuh rahmat yang

diridhoi Allah SWT.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak

yang kepadanya patut diucapkan terimakasih. Ucapan terima kasih penulis sampaikan

kepada:

1. Bapak Rektor Universitas Pancasakti Tegal Dr. Burhan Eko Purwanto, M.Hum

2. Bapak Dekan Fakultas Hukum Dr. H. Achmad Irwan Hamzani, S.H.I., M.Ag.

3. Ibu Wakil Dekan I Kanti Rahayu, S.H., M.H.

4. Bapak Wakil Dekan II Dr. H. Sanusi, S.H., M.H.

5. Bapak Wakil Dekan III Imam Asmarudin S.H., M.H.

6. Ibu Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Pancasakti Tegal Tyas Vika Widyastuti S.H., M.H.

7. Bapak Dosen Pembimbing I Dr. H. Imawan Sugiharto, S.H., M.H.

8. Ibu Dosen Pembimbing II Ratna Riyanti, S.H., M.H.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal yang telah

memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan masa studi dengan baik di Fakultas Hukum Universitas

Pancasakti Tegal.

10. Staff Akademik Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal, atas bantuannya

selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.

11. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Pancasati Tegal untuk semua

angkatan.

Page 11: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

xi

Penulis berharap melalui karya tulis ilmiah ini, dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan hukum, bangsa, dan agama. Semoga Allah SWT

membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka

beikan kepada penulis.

Tegal, 20 Juni 2020

Citra Putri Utami

Page 12: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIBING ................................................................................. ii

PENGESAHAN ......................................................................................................... iii

PERNYATAAN ......................................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................. v

ABSTRACT ............................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ...................................................................................................... vii

MOTTO ..................................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ............................................................................................... x

DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ................................................................................................ 1

2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 8

3. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 8

4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 9

5. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 9

6. Metode Penelitian ............................................................................................ 11

a. Jenis Penelitian .......................................................................................... 11

b. Pendekatan Penelitian ................................................................................. 11

c. Sumber Data ............................................................................................... 11

d. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 13

e. Metode Analisa Data .................................................................................. 13

Page 13: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

xiii

BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL

A. Tinjauan tentang Peradilan Tata Usaha Negara ............................................ 15

1. Pengertian tentang PTUN ........................................................................ 15

2. Asas-Asas Peradilan Tata Usaha Negara ................................................. 21

B. Tinjauan tentang Politik ................................................................................. 22

1. Pengertian tentang Politik ......................................................................... 22

2. Sistem Politik ............................................................................................ 23

3. Konsep-Konsep Politik ............................................................................. 25

4. Pendekatan Ilmu Politik ............................................................................ 25

C. Tinjauan tentang Partai Politik ...................................................................... 27

1. Pengertian tentang Partai Politik .............................................................. 27

2. Tugas dan Fungsi Partai Politik ................................................................ 30

3. Kelemahan Partai Politik .......................................................................... 32

4. Konflik Partai Politik ................................................................................ 33

5. Rekruitmen dan Kaderisasi Partai Politik ................................................. 35

6. Sistem Kepartaian ..................................................................................... 37

D. Tinjauan tentang Sengketa TUN ................................................................... 40

1. Pengertian Sengketa TUN ........................................................................ 40

2. Obyek Sengketa TUN ............................................................................... 41

3. Keputusan Tata Usaha Negara.................................................................. 42

4. Batasan Keputusan Tata Usaha Negara .................................................... 45

5. Penyelesaian Sengketa TUN..................................................................... 56

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Partai Hanura ................................................................... 51

1. Sejarah Partai Hanura ............................................................................... 51

2. Visi dan Misi Partai Politik Hanura .......................................................... 51

3. Program Partai Politik Hanura .................................................................. 52

4. Tugas Pokok & Fungsi Partai Politik Hanura .......................................... 53

Page 14: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

xiv

5. Keanggotaan dan Kader Partai Politik Hanura ......................................... 54

6. Perselisihan Kepengurusan Partai Politik Hanura .................................... 54

B. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Konflik Kepengurusan Partai

Politik Hanura ............................................................................................... 55

C. Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian

sengketa kepengurusan Partai Hanura .......................................................... 59

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................... 55

B. Saran .............................................................................................................. 59

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan mewujudkan

tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram serta tertib. Dalam

tata kehidupan yang demikian itu dijamin persamaan kedudukan warga masyarakat

dalam hukum. Akan tetapi berbagai fungsi untuk menjamin kesamaan kedudukan

tersebut dan hak perseorangan dalam masyarakat harus di sesuaikan dengan

pandangan hidup serta kepribadian negara dan bangsa berdasarkan pancasila sehingga

tercapai keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan perseorangan

dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum.1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan

bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan

oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan

Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer,

lingkungan peradilan tata usaha negara.

1 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyrakat, Bandung: Angkasa, 1980, hlm.95.

Page 16: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

2

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009 menentukan, bahwa “Tata usaha negara adalah administrasi

negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik

di pusat maupun daerah.”2 Sedangkan yang dimaksud dengan urusan pemerintahan

dalam Pasal 1 angka 1 tersebut, oleh penjelasan Pasal 1 angka 1 disebutkan sebagai

kegiatan yang bersifat eksekutif, maka sangat berhubungan dengan teori Trias

Politika dan Montesquieu.

Menurut Philipus M. Hadjon dalam penjelasan atas Pasal 1 angka 1 menyatakan

yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah kegiatan yang bersifat eksekutif.3

Istilah eksekutif digunakan tanpa menyadari kontradiksi yang terdapat dalam

pengertian itu sendiri. Pada dasarnya pemerintah tidak hanya melaksanakan undang-

undang, tetapi atas dasar Freies Ermessen (kewenangan bebas) dapat melakukan

perbuatan-perbuatan lainnya meskipun belum diatur secara tegas oleh undang-

undang.

Lingkup peradilan tata usaha negara mencakup sengketa yang timbul dalam

bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau

pejabat tata usaha negara sebagai akibat di keluarkannya suatu keputusan tata usaha

negara yang dianggap melanggar hak orang atau badan hukum perdata. Peradilan tata

usaha negara itu diadakan dalam rangka memberikan perlindungan kepada rakyat

2 Abdullah Gofar, Teori dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Malang:

Tunggal Mandiri, 2014, hlm. 48.

3 Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan ke-IV,

(Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada University Press, 1995), hlm. 138.

Page 17: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

3

yang mencari keadilan yang merasa dirinya dirugikan akibat suatu keputusan tata

usaha negara.

Pemikiran tentang adanya suatu peradilan tata usaha negara (peradilan

administrasi) sudah ada di Indonesia sejak awal masa kemerdekaan negara kita. Hal

ini di tata usaha negara ditunjukkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1948 tentang Susunan Dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman, Undang-

Undang tersebut dipakai istilah Peradilan Tata Usaha Pemerintahan sebagaimana

tercantum dalam Pasal 6 ayat (1).4

Pasal 1 angka kesatu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menjelaskan

mengenai tujuan pembentukan peradilan tata usaha negara yaitu guna memberikan

perlindungan terhadap hak-hak yang bersumber dari hak-hak individu, memberikan

perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada kepentingan

bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian,

fungsi dari peradilan tata usaha negara sebenarnya merupakan sarana untuk

penyelesaian konflik yang timbul antara pemerintah (Badan atau Pejabat tata usaha

negara) dengan rakyat (orang atau badan hukum perdata) sebagai akibat

dikeluarkannya keputusan tata usaha negara).5

Ditinjau dari segi teori pengawasan terhadap tindakan-tindakan hukum

pemerintahan, pengadilan tata usaha negara juga melaksanakan fungsi pengawasan

(Control) yang mempunyai ciri-ciri khusus yang bersifat:

1. Pengawasan eksternal (external control).

2. Pengawasan sesudah dilaksanakannya tindakan yang bersangkutan (Controle a-

posteriori).

4 Paulus Effendi Lotulung, Hukum Tata Usaha Negara Dan Kekuasaan, Jakarta: Salemba

Humanika 2013, hlm. 3.

5 Eko Sugitario dan Tjondro Tirtamulia, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Surabaya:

Brilian Internasional, 2012, hlm. 2.

Page 18: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

4

3. Pengawasan dari segi legalitas (Hukum), bukan dari segi kemanfaatan (opor Tata

Usaha Negaraitas).6

Ketiga sifat tersebut menjadi hakikat dari suatu pengawasan oleh badan peradilan

(judicial control). Sesuai dengan hukum positif yang berlaku sekarang di Indonesia,

judicial control ini berada di tangan peradilan tata usaha negara sesuai dengan

kewenangan yang diberikan padanya oleh Undang-Undang.7

Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata

Usaha Negara disebutkan bahwa badan atau pejabat tata usaha negara adalah pihak

yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau

dilimpahkan kepadanya. Dari ketentuan pasal tersebut pengertiannya yaitu bahwa

siapa yang dapat digolongkan sebagai badan atau pejabat tata usaha negara menjadi

lebih luas.

Peradilan tata usaha negara diadakan dalam rangka memberikan perlindungan

kepada rakyat. Fungsi dan tugas pengadilan tata usaha negara adalah melayani

masyarakat pencari keadilan di bidang tata usaha negara, khususnya terhadap

keputusan-keputusan pemerintah yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat

termasuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.8 Dalam

melaksankan fungsi pemerintahan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

6 Paulus Effendi Lotulung, Op Cit, hlm. 75.

7 Ibid.

8 Lintong O. Siahaan, Prospek PTUN Sebagai Pranata Penyelesaian Sengketa Administrasi di

Indonesia, Studi tentang Keberadaan PTUN selama Dasawarsa 1991-2001, Jakarta: Perum Percetakan

Negara 2005, hlm. 14.

Page 19: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

5

Republik Indonesia tidak lepas menangani dan melayani beberapa peristiwa hukum

yang berkaitan dengan lembaga atau badan hukum yang lain yang tentu saja

merupakan bagian dari institusi negara dan didalamnya termasuk Partai Politik.

Politik diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pembagian

kewenangan, pembentukan badan-badan, pemilihan pejabat, identifikasi keinginan

rakyat, serta perumusan kebijaksanaan (policy making); sedangkan administrasi lebih

dimaknakan sebagai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

pembentukan birokrasi, staffing, pendelegasian wewenang, perencanaan,

kepemimpinan, koordinasi, pengawasan, penilaian (evaluasi) serta

pertanggungjawaban.9

Sistem politik mencakup hubungan pengembanan kekuasaan eksekutif, legislatif,

dan yudikatif. Bagaimana pola hubungan pemerintah dengan wakil-wakil rakyat di

parlemen, bagaiamana rakyat diorganisir untuk dapat mengefektifkan kekuasaan

(kepartaian). Administrasi negara yang memberikan sebuah pelayanan yang prima

kepada publik itu dicapai ketika terjadinya kestabilan politik di suatu negara.10

Partai politik yang begitu besar dan strategis tersebut menjadikan partai politik

yang sebelumnya diremehkan dan dianggap sebagai tempat berlabuhnya orang-orang

yang “tersisih” dari persaingan, saat ini justru menjadi rebutan orang-orang yang

berpengaruh dan berpendidikan tinggi.11

Sewaktu reformasi digulirkan, langkah

pertama yang dilakukan oleh pemerintahan transisi adalah membuat Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008

9 Andi Muh. Dzul Fadli, Buku Ajar Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Deepublish 2017, hlm.

13.

10 Ibid., hlm. 15.

11 Muchamad Ali Syafaat, “Pembubaran Partai Politik (Analisis Pengaturan Hukum Dan Praktik

Pembubaran Partai Politik 1959-2004), Jakarta: Disertasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia

2009, hlm. 7.

Page 20: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

6

tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan

Umum (Pemilu), dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan

Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD yang membebaskan masyarakat untuk

mendirikan partai politik.

Pembentukan partai politik (parpol) didirikan oleh sekumpulan orang perorangan

warga negara yang bersifat persekutuan badan hukum perdata (private), tetapi dari

sisi fungsi, pendirian partai dimaksudkan dan ditujukan untuk kepentingan publik

(public). Perpaduan kedua aspek tersebut menempatkan parpol yang pertama; sebagai

institusi demokrasi yang merefleksikan kebebasan dan kesetaraan setiap warganegara

berserikat dan berkumpul untuk memperjuangkan cita-cita nilai dan kepentingan

bersama, kedua; berdasarkan hasil pemilihan umum, menempatkan wakil-wakilnya

dalam jabatan politik pemerintahan yang merepresentasi kepentingan rakyat pada satu

sisi dan negara pada sisi lainnya (quasi-private).12

Penyelesaian perselisihan partai politik diselesaikan oleh internal partai politik

tersebut yaitu melalui Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh

partai politik, dan putusan Mahkamah Partai politik atau sebutan lain bersifat final

dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan

kepengurusan, sebagaimana diatur didalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai

Politik. Tetapi apabila dalam hal penyelesaian perselisihan tidak tercapai maka

penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Negeri.

Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan

hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Perkara tersebut diselesaikan

oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara

12 Brian L. Porto, “The Constitution and Political Parties: Supreme Court Jurisprudence and Its

Implication For Party Building”: Constitutional Com-mentary, Volume 8, 1999, hlm. 434.

Page 21: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

7

terdaftar dikepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama

30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.

Sebagaimana diatur didalam pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Salah satu perselisihan partai politik yang terjadi di Indonesia yaitu terjadi pada

Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA). Partai HANURA merupakan partai politik

baru pada pemilu 2009. Pada pemilu pertamanya, khususnya daerah pemilihan Jawa

Barat Partai HANURA mendapatkan perolehan suara sebanyak enam ratus dua puluh

empat ribu tujuh ratus dua puluh lima suara. Dengan perolehan suara yang didapat

menempatkan Partai HANURA di urutan 8 (delapan) daerah pemilihan Jawa Barat.

Partai HANURA telah melakukan berbagai upaya dalam melakukan rekrutmen.

Upaya lain yang dilakukan Partai HANURA adalah Partai 3 HANURA tidak

mengenal dikotomi sipil-militer dan pengelompokan unsur-unsur kekuatan politik

aliran, karena itu hanya akan melemahkan keberadaan kita sebagai bangsa.

Setiap partai politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda, dimana pola

perekrutan anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya.13

Partai

HANURA dalam merekrut seorang bakal calon anggota legislatif menetapkan

beberapa kriteria yaitu bakal calon anggota legislatif adalah seseorang yang

mempunyai prestasi yang baik selama menjadi kader, memiliki kredibilitas dan

loyalitas yang tinggi terhadap partai, disukai oleh masyarakat, mempunyai dana yang

cukup yang nantinya akan digunakan untuk kampanye. Dalam kenyataannya proses

pengrekrutan kader partai terutama untuk masa pencalonan calon legislatif, partai

13 Fadillah Putra, Partai Politik dan Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),

hlm.13.

Page 22: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

8

cenderung tertutup karena alasan sebagai dokumen rahasia partai dan partai pun bisa

ambil seenaknya calon kader-kadernya tanpa melihat potensi masing-masing calon.14

Permasalahan sengketa kepengurusan Partai Politik ini tidak akan lepas dari

pengesahan Partai Politik itu sendiri. Dimana mekanisme adalah melalui Pengesahan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sehingga selain tadi

dijelaskan penyelesaian sengketa kepengurusan melalui Pengadilan Negeri, maka

dalam hal ini penulis akan melakukan kajian tentang “Kewenangan Pengadilan

Tata Usaha Negara dalam Penyelesaian Sengketa Kepengurusan Partai Politik

(Studi Kasus Terhadap Partai Hanura Tahun 2018).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang dibahas adalah

sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik dalam kepengurusan

Partai Politik Hanura?

2. Bagaimana kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian

sengketa kepengurusan Partai Politik Hanura?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengkaji dan memahami konflik dalam sengketa kepengurusan Partai

Politik Hanura Tahun 2018.

14 Witianti,Siti, “Rekrutmen Politik dan Kinerja Legislatif pada Pemilu2004”: Publicsphere,

Volume 1, Nomor 1, 2007.

Page 23: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

9

2. Untuk mengkaji dan memahami kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara

dalam penyelesaian sengketa kepengurusan Partai Politik Hanura Tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

pemahaman dalam bidang ilmu hukum mengenai kewenangan Peradilan Tata

Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa kepengurusan Partai Politik.

2. Manfaat Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi

masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan sehingga paham akan batas-

batas kewenangan pengadilan tata usaha negara dalam penyelesaian sengketa

partai politik.

E. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis melakukan telaah terhadap beberapa literatur, adapun beberapa

penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian dibawah ini adalah:

1. Pertama, penelitian dari Grace, yang berjudul “Kewenangan Pengadilan Tata

Usaha Negara (PTUN) dalam Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Kepala

Daerah”, dalam JOM Fakultas Hukum Volume 1 Nomor 2, 2014. Penelitian ini

menjelaskan tentang kewenangan pengadilan tata usaha negara dalam penyelesaian

sengketa Pemilihan Umum, bahwa perselisihan sengketa TUN dalam pemilukada

tidak terdapat perbedaan dengan sengketa TUN secara umum, dan dalam

penyelesaian sengketa TUN dalam pemilukada putusan PTUN tidak memberikan

Page 24: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

10

implikasi terhadap tahapan dalam pemilukada dan hasil pemilukada yang ditetapkan

oleh KPUD.

2. Kedua, penelitian dari W. Riawan Tjandra, yang berjudul ”Pergeseran

Wewenang Peradilan Tata Usaha Negara atas penepatan Patai Politik peserta

Pemilihan Umum”, dalam jurnal Yudisial, Volume 6 Nomor, 2013. Penelitian ini

menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa TUN pemilu dalam perkara tersebut telah

mengindikasikan terjadinya pergeseran wewenang peradilan tata usaha negara dan

adanya kelemahan kapasitas peradilan tata usaha negara dalam merespons atribusi

wewenang tambahan dalam penyelesaian sengketa TUN pemilu terkait verikasi

parpol oleh KPU yang dalam teori hukum administrasi negara sebagaimana diuraikan

di atas pada hakikatnya berada di luar wewenang pokok dari peradilan tata usaha

negara.

3. Ketiga, penelitian dari Priyan Afandi, yang berjudul “Kewenangan Peradilan

Tata Usaha Negara dalam Sengketa Pemilihan Kepala Daerah yang Bersifat

Administratif”, dalam skripsi, Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2017.

Penelitian ini menjelaskan tentang penyelesaian sengketa pemilukada yang berkaitan

dengan proses yang menyiratkan bahwa keputusan-keputusan atau ketetapan yang

diterbitkan oleh komisi pemilihan umum baik ditingkat pusat maupun ditingkat

daerah mengenai hasil pemilihan umum tidak dapat digugat diperadilan tata usaha

negara, dan keputusan-keputusan tersebut yang belum atau tidak merupakan hasil

pemilihan umum dapat digolongan sebagai keputusan dibidang urusan pemerintahan.

Oleh karenanya sepanjang keputusan tersebut memenuhi kriteria pasal 1 butir 3

Page 25: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

11

undang-undang tentang peradilan tata usaha negara, maka tetap menjadi kewenangan

pengadilan tata usaha negara untuk memeriksa dan mengadilinya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan

(field research), yaitu penelitian yang menggunakan data primer. Penelitian ini

menggunakan data yang diperoleh langsung melalui observasi dan wawancara dengan

pihak yang terkait dengan penelitian ini. Selain itu, penulis juga melakukan penelitian

kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder

yang diperoleh melalui penelusuran dokumen yang terkait dengan penelitian ini.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis empiris yaitu pendekatan yang digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum

dalam interaksi sosial di dalam masyarakat dan berfungsi sebagai penunjang untuk

mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan nonhukum bagi keperluan

penelitian atau penulisan hukum terkait dengan Kewenangan Peradilan Tata Usaha

Negara dalam Penyelesaian Sengketa Kepengurusan Partai Politik di Indonesia.15

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik

melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi

15 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm.105.

Page 26: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

12

yang kemudian diolah oleh peneliti. Sedangkan data sekunder yaitu data yang

diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek

penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, daan

peraturan perundang-undangan.16

Data sekunder ini sendiri terdiri dari dua bahan

hukum, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat dan bersifat autoritatif atau

memiliki otoritas17

, yang terdiri dari :

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik.

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara.

3. Undang-Undang Nomor 51 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

4. Undang-Undang Nomor 48 Tentang Kekuasaan Kehakiman

5. Undang-Undang Nomor 35 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1070 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan

dokumen yang tidak resmi18

, yaitu:

16 Ibid., hlm. 106.

17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 141.

Page 27: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

13

1. Kepustakaan/buku-buku literatur yang berhubungan dengan Partai Politik dan

Peradilan Tata Usaha Negara

2. Data tertulis yang lain, berupa karya ilmiah para sarjana tentang Kewenangan

Pengadilan Tata Usaha Negara

3. Referensi-referensi yang relevan dengan Partai Politik

4. Artikel-artikel di majalah

5. Tulisan-tulisan melalui internet.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dan informasi mengenai suatu masalah dalam penelitian

ini, digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Studi Pustaka (library research), yaitu dengan mengumpulkan data melalui

penelusuran dokumen berupa jurnal-jurnal, buku-buku, dan undang-undang yang

berkaitan dengan Kewenangan PTUN dan Hukum dalam Partai Politik.

b. Wawancara, yaitu penulis melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan

kepada Pejabat yang berwenang di PTUN Jakarta.

c. Observasi, yaitu penulis mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan secara

langsung di PTUN Jakarta.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan yaitu data kualitatif dengan analisis data

yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data

18 Soerjono Soekamto & Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2006), hlm. 33-37.

Page 28: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

14

sekunder, yang meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang

dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang

dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek

kajian.19

19 Zainuddin Ali, loc.cit..

Page 29: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

15

BAB II

TINJAUAN KONSEPTUAL

A. Tinjauan tentang Peradilan Tata Usaha Negara

1. Pengertian tentang PTUN

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

merupakan implementasi dari ketentuan pasal 10 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

1999 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang mendudukan

adanya peradilan administrasi sebagai salah satu dari kekuasaan kehakiman, dengan

nama Peradilan tata usaha negara, yang merupakan peradilan khusus, yang

dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul sebagai akibat dari

adanya tindakan-tindakan pemerintah yang dianggap melanggar hak-hak warga

negaranya.20

Kehadiran Peradilan tata usaha negara di Indonesia merupakan peradilan yang

berdiri sendiri sebagaimana dianut oleh Prancis dengan Dual System of Courts yaitu

disamping Peradilan tata usaha negara.21

Peradilan Administrasi murni dan

puncaknya mulai dari Peradilan Administrasi tingkat pertama, Peradilan Administrasi

Tinggi (PT TUN) dan Mahkamah Agung (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009).22

Peradilan tata usaha negara bersifat membela kepentingan umum, kepentingan

negara, atau kepentingan pemerintah. Dengan adanya peradilan tata usaha negara,

makin lama makin aktif bekerja, maka sudah banyak ketimpangan dalam

20 Eko Sugitario dan Tjondro Tirtamulia, Op.cit.,hlm. 1.

21 R. Soegijanto Tjakranegara, Op.cit., hlm. 22.

22 Sjachran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1992,

hlm. 15.

15

Page 30: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

16

administratif yang digugat oleh warga masyarakat dan mendapat tindakan korektif

sebagaimana diharapkan.23

Menurut Prajudi Atmosudirdjo24

, tujuan dibentuknya peradilan administrasi

negara (PTUN) adalah untuk mengembangkan dan memelihara administrasi negara

yang tepat menurut hukum (rechtmatig) atau tepat menurut undang-undang

(wetmatig) atau tepat secara fungsional (efektif) atau berfungsi secara efisien.

Sedangkan menurut Sjachran Basah25

secara gamblang mengemukakan bahwa tujuan

pengadilan administrasi negara (PTUN) ialah memberikan pengayoman hukum dan

kepastian hukum, tidak hanya untuk rakyat semata-mata melainkan juga bagi

administrasi negara dalam arti menjaga dan memelihara keseimbangan kepentingan

masyarakat dengan kepentingan individu. Untuk administasi negara akan terjaga

ketertiban, ketentraman dan keamanan dalam melaksanakan tugas-tugasnya demi

terwujudnya pemerintahan yang kuat bersih dan berwibawa dalam negara hukum

berdasarkan Pancasila.

Peradilan tata usaha negara telah menjalankan peran lebih kurang dalam kurun

14 (empat belas) tahun sebagaimana mestinya sebagai sarana publik dan badan

hukum perdata guna melakukan kontrol yuridis terhadap keputusan-keputusan tertulis

pejabat tata usaha negara. Dalam pelaksanaannya ternyata masih ada keputusan-

keputusan sengketa tata usaha negara yang telah diputus dan mempunyai kekuatan

23 S. Prajudi Admosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994, hlm.

144-145.

24 SF. Marbun, Peradilan Administrasi Dan Upaya Administrasf di Indonesia, Yogyakarta:

Liberty, 1997, hlm. 28.

25 Ibid.

Page 31: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

17

hukum tetap namun penetapannya tidak terlaksana. Hal ini disebabkan karena masih

adanya pejabat publik yang masih sangat memprihatinkan kesadaran maupun

kepatuhannya terhadap hukum itu sendiri. Sesuai dengan hukum acara yang ada dan

karakteristik peradilan tata usaha negara bahwa PTUN bukan sebagai eksekutor

(pelaksana putusan) tetapi hanya sebagai pengawas pelaksanaan putusan. Sedangkan

yang berkewajiban sebagai eksekutor/pelaksana penetapan adalah pejabat publik itu

sendiri.26

Keberadaan peradilan tata usaha negara sebagai lembaga kontrol yuridis terhadap

keputusan pejabat publik bahwa pejabat publik melakukan langkah-langkah yang

tidak rasional, misalnya sebagai permohonan eksekusi diminta untuk membuat

permohonan pembatalan SHGB yang merugikan pihak Penggugat. Selanjutnya

putusan pengadilan tata usaha negara kurang efektif karena putusannya/

penetapannya tidak dipatuhi pejabat (tergugat), sebab, Peradilan tata usaha negara

tidak proaktif terhadap hasil keputusan/penetapan yang tidak dilaksanakan oleh

pejabat tata usaha uegara. Walaupun putusan tersebut tidak dilaksanakan peradilan

tata usaha negara hanya diam saja.

Keberadaan pengadilan tata usaha negara juga bertujuan untuk mewujudkan tata

kehidupan bernegara dan berbangsa yang sejahtera, aman, tentram, dan tertib. Karena

itu, diperlukan persamaan di depan hukum yang tidak hanya mengatur warga negara

dengan warga negara, tetapi juga antara warga negara dengan pemerintah. Pemerintah

26 Marten Bunga, “Tinjauan Hukum Terhadap Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam

Menyelesaikan Sengketa Tanah”, Gorontalo Law Review, Volume 1, 2018, hlm. 44.

Page 32: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

18

wajib secara terus-menerus membangun, menyempurnakan, dan menertibkan

aparatur-aparatur negara agar aparatur tersebut menjadi aparatur yang efektif, efisien,

bersih, dan berwibawa dalam melaksanakan tugasnya, yaitu selalu menjunjung

kebenaran hukum yang dilandasi semangat dan sikap pengabdian kepada masyarakat.

Untuk mencapai kondisi yang dicitakan sebagaimana tersebut di atas, maka

pemerintah harus berperan secara aktif dan positif dalam membangun relasi dengan

masyarakat.

Kekuasaan peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh pengadilan tata usaha

negara dan Pengadilan tinggi tata usaha negara.27

Pengadilan tata usaha negara

merupakan institusi peradilan yang paling bungsu di Indonesia, oleh karena itu

penegakan hukum melalui institusi ini akan dilakukan secara bertahap karena masih

terdapat kekurangan. Pemerintah atau pembuat kebijakan harus memperhatikan

sarana dan prasarana untuk mendukung terlaksananya penegakan hukum terhadap

putusan tata usaha negara. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memiliki tugas

dan kewenangan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha

negara di tingkat pertama. Sedangkan pengadilan tinggi tata usaha negara memiliki

tugas dan kewenangan:

1) Memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding.

2) Memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan

mengadili antara pengadilan tata usaha negara di dalam daerah hukumnya.

3) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha

negara dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang

27 Eko Sugitario dan Tjondro Tirtamulia, Op.cit.,hlm. 15.

Page 33: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

19

oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan

secara administrasi sengketa tata usaha negara tertentu.28

PTUN sebagai suatu lembaga yang lahir pada masa perkembangan sistem hukum

moderen, telah dikembangkan berdasarkan kebutuhan sistem hukum moderen, yang

terdiri proses-proses formal. Proses-proses formal ini (bersama-sama dengan proses

informal)29

, diantaranya adalah birokrasi,administrasi, transformasi, maupun sub-sub

sistem, membentuk jalinan prosedur yang merupakan jantung dari hukum30

. Seperti

layaknya sistem peradilan yang lain, inti dari sistem PTUN adalah hubungan

ketergantungan antar setiap bagian, yang membentuk sistem (interrelationship

between parts).

Kompetensi relatif pengadilan tata usaha negara suatu badan pengadilan

ditentukan oleh batas daerah hukum yang menjadi kewenangannya. Suatu badan

pengadilan dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu

pihak sedang bersengketa (pengugat/tergugat) berkediaman disuatu daerah hukum

yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu. Kompetensi absolut pengadilan tata

usaha negara suatu badan pengadilan31

adalah kewenangan yang berkaitan untuk

mengadili suatu perkara menurut objek atau pokok sengketa. Adapun yang menjadi

obyek sengketa di PTUN adalah keputusan tata usaha negara (beschikking) yang

diterbitkan badan atau pejabat TUN sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 9

28 Eko Sugitario dan Tjondro Tirtamulia, loc.cit.

29 Lev Daniel, Lembaga Peradilan dan Budaya Hukum di Indonesia (dalam Hukum dan

Perkembangan Sosial), Jakarta: Sinar Harapan, 1988, hlm. 38.

30 Nonet Philipe dan Selznick Philip, Hukum Responsif Pilihan di Masa Transisi, Jakarta: HuMa,

2003, hlm. 35.

31 M Nasir, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Djambatan , 2003, hlm. 27.

Page 34: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

20

Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang-Undang

Nomor 5 tahun 1986.

Bertolak dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa peradilan dan pengadilan

adalah dua kata yang berbeda, namun memiliki makna yang sama, yaitu badan yang

dibentuk berdasarkan undang-undang, bertugas menegakkan hukum, dan memberikan

kepastian hukum serta keadilan. Unsur-unsur peradilan atau pengadilan adalah ada

lembaga, ada personil yang menggerakan fungsi lembaga, ada hukum yang dijadikan

dasar pijakan, dan ada pihak-pihak yang bersengketa, dan ada lembaga pengawas

yang mengawasi lembaga tersebut, agar berjalan sesuai dengan koridor hukum yang

ada.32

2. Asas-Asas Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan tata usaha negara memiliki asas-asas yang diperlukan untuk lebih

menunjukkan bahwa dalam pembentukan dan proses bekerjanya sistem peradilan

lingkungan pengadilan tata usaha negara, dilandasi dengan prinsip umum yang

menjadi dasar dan tujuan yang akan dicapai sebagai peradilan khusus yang

kompetensinya memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa di bidang tata usaha

negara.33

Asas-asas pengadilan tata usaha negara pada umumnya sebagai berikut34

:

1) Asas praduga rechmatig, yang mengandung makna bahwa setiap tindakan

penguasa selalu harus dianggap benar sampai ada pembatalannya. Dengan asas

32 Victor Yaved Neno, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara,

Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 27.

33 Farah Syah Reza, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Makassar: SIGn, 2018, hlm. 11.

34 Eko Sugitario dan Tjondro Tirtamulia, Op.cit., hlm. 8.

Page 35: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

21

ini, gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan tata usaha negara yang

digugat.

2) Asas pembuktian bebas hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini

berbeda dengan ketentuan Pasal 1865 BW. Asas ini dianut Pasal 107 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986, kemudian dibatasi dengan ketentuan pada Pasal

100 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.

3) Asas Keaktifan Hakim (dominus litis), keaktifan hakim dimaksudkan untuk

mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak seimbang. Pihak Tergugat

adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang tentu menguasai betul peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan atau dasar

dikeluarkannya keputusan yang digugat, sedangkan pihak penggugat adalah

orang perorang atau badan hukum perdata yang dalam posisi lemah, karena

belum tentu mereka mengetahui betul peraturan perundang-undangan yang

dijadikan sumber dikeluarkannya keputusan yang digugat.

4) Asas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan mengikat (arga omnes) .

Sengketa tata usaha negara adalah sengketa diranah hukum publik, yang tentu

akibat hukum yang timbul dari putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap, akan mengikat tidak hanya para pihak yang bersengketa

namun berdasarkan namun berdasarkan asas putusan tersebut akan mengikat

siapa saja.

Menurut Indroharto untuk melakukan kontrol terhadap tindakan pemerintah

dalam bidang hukum publik harus memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut35

:

1) Sifat atau karakteristik dari suatu keputusan tata usaha negara yang selalu

mengandung asas praesumpito tustaw causa, yaitu suatu keputusan tata usaha

negara harus dianggap sah selama belum dibuktikan sebaliknya, sehingga pada

prinsipnya harus selalu dapat segera dilaksanakan.

2) Asas perlindungan terhadap kepentingan umum dan publik yang menonjol

disamping perlindungan terhadap individu.

3) Asas self respect atau selt obidance dari aparatur pemerintah terhadap putusan-

putusan peradilan administrasi, karena tidak dikenal adanya upaya pemaksa yang

langsung melalui juru sita seperti halnya dalam prosedur hukum perdata.

35 Indraharto, Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: CV. Mulia Sari, 1993, hlm 43.

Page 36: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

22

B. Tinjauan tentang Politik

1. Pengertian Politik

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-

macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses

menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.

Pengambilan keputusan (decisionmaking) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari

sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala

prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan

itu perlu ditentukan kebikjasanaan-kebijaksanaan umum (public policies) yang

menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari

sumber-sumber dan resources yang ada.36

Heywood merumuskan politik secara luas

sebagai keseluruhan aktivitas di mana masyarakat membuat, mempertahankan dan

membuat amandemen aturan-aturan umum di mana mereka hidup.

Dalam dimensi teoretis maupun praktik, ilmu politik tidak dapat dipisahkan

keterkaitannya dengan ilmu administrasi. Keterkaitan antara kedua disiplin ilmu ini

dapat dilihat dari perkembangan 5 paradigma yang berkembang dalam administrasi

negara sebagaimana dikemukakan oleh Henry (1995) dalam Utomo (2000) yaitu:

a. Dikotomi politik-administrasi

b. Prinsip-prinsip administrasi serta tantangan yang timbul dan jawaban terhadap

tantangan tersebut

c. Administrasi negara sebagai ilmu politik

36 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1972, hlm. 8.

Page 37: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

23

d. Administrasi negara sebagai manajemen

e. Administrasi negara sebagai administrasi negara

Pada dikotomi politik-administrasi, politik diartikan sebagai kegiatan-kegiatan

yang berhubungan dengan pembagian kewenangan, pembentukan badan-badan,

pemilihan pejabat, identifikasi keinginan rakyat, serta perumusan kebijaksanaan

(policy making). Sedangkan administrasi lebih dimaknakan sebagai kegiatan-kegiatan

yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pembentukan biokrasi, staffing,

pendelegasian wewenang, perencanaan, penganggaran, kepemimpinan, koordinasi,

pengawasan, penilaian (evaluasi) serta pertanggungjawaban.37

2. Sistem Politik

Sistem politik merupakan konsep yang terbentuk dari kata „sistem‟ dan „politik‟.

Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur

(elemen). Unsur, komponen, atau bagian yang banyak ini satu sama lain berada dalam

keterikatan yang kait-mengkait dan fungsional. Masing-masing kohesif satu sama

lain, sehingga ketotalitasan unit terjaga utuh eksistensinya. Kekuasaan otoritarif akan

dapat bekerja secara efektif dalam suatu sistem yang disebut politik.38

Adapun ciri-ciri sistem politik menurut David Faston sebagai berikut:

1) Ciri-ciri identifikasi, dua ciri sistem politik berikut merupakan yang

membedakannya dengan sistem yang lain:

a. Unit-unit sistem politik merupakan unsur-unsur yang membentuk sistem

politik, yaitu tindakan-tindakan politik yang membentuk peranan-peranan

politik dan kelompok-kelompok politik.

37 Andi Muh. Dzul Fadli, Buku Ajar Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Deepublish, 2017, hlm.

13.

38 Ibid., hlm. 21-22.

Page 38: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

24

b. Untuk membedakan sistem politik dari yang lain, maka perlu diketahui batas-

batasnya. Adapun yang menjadi batas adalah segala tindakan yang langsung

berhubungan dengan keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat.

Tindakan-tindakan sosial yang tidak mengandung ciri tersebut tidak termasuk

sistem politik, melainkan sebagai variabel eksternal di dalam lingkungan

sistem.

2) Adanya input dan output

Setiap sistem politik pasti menghasilkan keputusan-keputusan penting bagi

masyarakat yang disebut output. Untuk menghasilkan output, sistem politik

membutuhkan input secara berkelanjutan. Input ini penting, karena bila tidak ada

input, maka sistem tidak akan bisa berfungsi. Sistem politik berfungsi, jika ada

input secara tetap untuk diolah menjadi output.

3) Diferensiasi dalam sistem

Jenis input dari lingkungan yang masuk ke dalam sistem politik bermacam-

macam. Tidaklah mungkin semua input yang bermacam-macam itu hanya

ditangani oleh satu orang atau satu kelompok orang saja yang ada dalam sistem

apalagi dalam waktu yang bersamaan.

4) Integrasi dalam sistem

Sebuah sistem politik berfungsi untuk mengolah input menjadi output.

Walaupun secara riil ada diferensiasi dalam sistem, namun untuk berjalannya

sistem, maka perlu adanya integrasi atau keterpaduan antar berbagai struktur atau

kelompok yang ada dalam sistem.

Page 39: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

25

3. Konsep-konsep Politik

Konsep merupakan unsur penelitian yang paling penting, oleh karena itu konsep

merupakan inti pokok dari sejumlah gejala.39

Berikut beberapa konsep-konsep pokok

dari ilmu politik antara lain:40

1) Negara (state), yaitu suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai

kekuasaan tertinggi yang sah dan yang ditaati oleh rakyatnya.

2) Kekuasaan (power), yaitu kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk

mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan

pelaku.

3) Pengambilan keputusan (decision-making), yaitu proses pembuatan pilihan

diantara beberapa alternatif, yang dilakukan secara kolektif.

4) Kebijaksanaan (policy, beleid), yaitu kumpulan keputusan yang diambil oleh

seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan

atau cara-cara untuk mencapai tujuan itu.

5) Pembagian (distribution) atau alokasi (allocation), yaitu pembagian dan

penjatahan dari nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Nilai sendiri adalah

sesuatu yang dianggap baik atau benar, sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang

mempunyai harga, yang dapat bersifat abstrak (kejujuran, kebebasan) atau

konkrit (kekayaan).

Kekuasaan sendiri adalah sebuah konsep politik paling mendasar yang kompleks

dengan berbagai wajah dari yang bersifat persuasif sampai yang koersif. Melalui

wewenang dan keabsahan kekuasaan yang dimiliki itu, negara mengemban fungsi

untuk menyelenggarakan penertiban, mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran

rakyat, mempertahankan kedaulatan, serta menegakkan keadilan. Hubungan negara

dan masyarakat bukanlah semata-mata hubungan satu arah, tetapi dua arah, di mana

masyarakat juga berhak menilai negara melalui pemberian stigma legitimasi yang

didasarkan pada banyak kriteria.41

4. Pendekatan Ilmu Politik

Pendekatan merupakan sebuah konsep teoretis yang menunjukkan alat dan cara

yang sangat bermanfaat bagi upaya untuk menganalisis fenomena perpolitikan di

39 Miriam Budiardjo dan Soeseno, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Universitas Terbuka, 2014,

hlm. 18.

40 Andi Muh. Dzul Fadli, Op.cit., hlm. 5-6.

41 Miriam Budiardjo dan Soeseno, Op.cit., hlm. 34.

Page 40: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

26

dalam sebuah sistem politik. Dengan menggunakan satu pendekatan tertentu, maka

kita melihat fenomena dengan cara tertentu dan mengumpulkan data serta informasi

yang tertentu pula. Pendekatan, mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dan

mendapatkan pengaruh dari bidang-bidang ilmu sosial dan ekonomi lainnya.

Pendekatan yang ada dalam ilmu politik diuraikan sebagai berikut:42

1) Pendekatan Legal/Institusional, pendekatan ini mencakup unsur-unsur legal dan

institusional, misalnya: soal sifat undang-undang dasar, masalah kedaulatan,

kedudukan dan kekuasaan formal dan yuridis lembagalembaga kenegaraan

seperti badan eksekutif, eksekutif dan yudikatif.

2) Pendekatan Perilaku dan Pasca-Perilaku, merupakan reaksi terhadap teori-teori

yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan legal/institusional.

Teoriteori politik yang terlalu normatif, formal, preskriptif dan sangat bias Barat,

yang menjadi ciri-ciri pendekatan tersebut, menyebabkan keterbatasan deskripsi

analisis mengenai institusi-institusi politik non-Barat dalam kajian perbandingan

politik.

3) Pendekatan Neo-Marxis, dikembangkan dalam kerangka holistik yaitu

keseluruhan gejala sosial merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah satu dari

lainnya, khususnya keterkaitan antara politik dan ekonomi.

4) Pendekatan Pilihan Rasional (Rational Choice), dalam konstelasi politik dunia

yang baru sebuah pendekatan politik baru naik di dalam ilmu politik. Pendekatan

tersebut sebagai pilihan rasional (rational choice). Pembangunan ekonomi di

banyak negara telah menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat

dan meningkatkan hubungan perdagangan di antara negara-negara di dunia.

5) Pendekatan Institusionalisme Baru, merupakan pendekatan yang muncul sebagai

reaksi terhadap pendekatan sebelumnya. Pendekatan ini menolak pandangan

yang melihat negara sebagai institusi yang tidak bebas; yang ditentukan oleh

massa lewat aktor-aktor politik pilihan mereka.

Pendekatan-pendekatan dalam ilmu politik menjadi bervariasi dengan adanya

pengaruh dari perkembangan yang terjadi dalam bidang ilmu sosial lainnya. Setiap

pendekatan memberikan penekanan yang berbeda dalam fokus kajian masing-masing

demikian juga unit-unit pengamatan dana analisisnya. Masing-masing mempunyai

42 Ibid.hlm. 44-53.

Page 41: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

27

kekuatan dan kelemahan dan ini dapat dilihat dari kritik-kritik yang dilontarkan pada

setiap pendekatan. Menariknya, setiap pendekatan biasanya muncul dan berkembang

sebagai respons terhadap kelemahan dari pendekatan sebelumnya. Namun demikian,

munculnya dan berkembangnya satu pendekatan tidak membuat pendekatan

sebelumnya menjadi hilang atau tidak lagi digunakan.

C. Tinjauan tentang Partai Politik

1. Pengertian Partai Politik

Partai Politik menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011

Tentang Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh

sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak

dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,

masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Kemunculan partai -partai politik tak terlepas dari terciptanya iklim kebebasan

yang luas bagi masyarakat pasca runtuhnya pemerintahan kolonial Belanda.

Kebebasan tersebut memberikan ruang dan kesempatan kepada masyarakat untuk

membentuk organisasi, termasuk partai politik. Partai politik yang lahir selama masa

penjajahan tidak terlepas dari peranan gerakan-gerakan yang tidak hanya

dimaksudkan untuk mendapatkan kebebasan yang lebih luas dari penjajah, juga

menuntut adanya kemerdekaan. Hal ini bisa kita lihat dengan lahirnya partai-partai

sebelum kemerdekaan.43

43 Katjung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru, Jakarta:

Prenada Media Group, 2010, hlm. 60.

Page 42: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

28

Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting

dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat

strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak

yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi,

seperti dikatakan oleh Schattscheider (1942), “Political parties created democracy”.

Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat

pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang

demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, “Modern democracy is

unthinkable save in terms of the parties”.

Terbentuknya partai politik di Indonesia adalah lahirnya Budi Utomo yang

merupakan perkumpulan kaum terpelajar. Perkumpulan ini merupakan bentuk dari

studie club, perkumpulan sosial ekonomi, dan organisasi pendidikan.44

Setelah Budi

Utomo lahir, munculah dua organisasi yang disebut-sebut sebagai partai politik

pertama di Indonesia, yaitu Sarekat Islam dan Indiche Partij. Munculnya kedua

organisasi tersebut merupakan ancaman bagi Budi Utomo, karena banyak anggotanya

yang pindah kedua organisasi tersebut.

Seiring berjalannya waktu, partai politik terus mengalami perkembangan.

Perkembangan partai politik tersebut disebabkan oleh perkembangan demokrasi di

berbagai negara di dunia. Menurut Puhle, faktor-faktor penting yang memengaruhi

evolusi partai politik adalah:

44 G.J Wollhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Timun Mas

NV, 1955, hlm. 54.

Page 43: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

29

1) Dimensi Pemilihan (the electoral dimension)

2) Kepentingan Konstituensi Partai (the interest of the party constituency)

3) Organisasi Partai (party organization)

4) Sistem Kepartaian (the party system)

5) Program dan ideologi (policy formulation)

6) Implementasi Kebijakan (policy implementations)45

Terdapat tiga teori asal mula terbentuknya partai politik yang dikemukakan oleh

Lapalombara dan Weiner, yaitu:

1) Teori kelembagaan, partai politik pertama kari terbentuk pada lembaga legislatif

dan eksekutif karena adanya kebutuhan anggota legislatif (yang ditentukan

dengan pengangkatan) untuk berhubungan dengan masyarakat dan mendapatkan

dukungan dari masyarakat yang melihat adanya hubungan antara parlemen awal

dengan timbulnya partai politik.

2) Teori situasi historik, partai politik terbentuk ketika suatu sistem politik

mengalami masa transisi karena adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada

masyarakat, misalnya dari masyarakat tradisional yang berstruktur sederhana

menjadi masyarakat yang lebih modern yang berstruktur kompleks. Perubahan-

perubahan tersebut menyebabkan timbulnya tiga macam krisis, yaitu krisis

legitimasi, krisis integrasi, dan krisis partisipasi.46

3) Teori pembangunan, yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi

sosial ekonomi ditandai dengan meningkatnya pembangunan di sektor sosial dan

ekonomi seperti pembangunan teknologi komunikasi, peningkatan kualitas

pendidikan, industrialisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan

organisasi profesi, dan segala aktivitas yang menimbulkan kebutuhan untuk

membentuk suatu organisasi politik yang mampu menyalurkan aspirasi mereka.

45 Richard Gunther, Jose Ramon Montero, and Juan J.Linz (eds), Political Parties, Old Concepts

and New challenges, New york: Oxford University Press, 2002, hlm. 61.

46 Ramlan Surbakti, Op.Cit., hlm. 145.

Page 44: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

30

Begitu pentingnya kedudukan parpol, sering dikatakan pula, tidak ada demokrasi

tanpa kehadiran parpol di dalamnya. Demikian beberapa hal penting yang harus

diketahui bahwa:

1) Sistem demokrasi hanya bisa bekerja apabila parpol juga bekerja dalam kerangka

suatu sistem kepartaian yang mendukung dan memungkinkan demokrasi bekerja.

2) Tidak semua partai politik bisa memberikan kontribusi positif bagi

perkembangan demokrasi.47

Partai politik bukanlah sebuah entitas tunggal, melainkan sebuah struktur yang

terdiri atas beberapa kelompok yang saling berkompetisi dan berbeda pendapat.48

Herbert Feith menyatakan bahwa pada periode ini, kompetisi politik tidak hanya

berlangsung di antara parpol, tetapi juga antarfaksi di dalam sebuah partai politik

tunggal. Konsistuen di masa itu cenderung loyal terhadap satu partai, tetapi sangat

mudah berpindah dari satu faksi ke faksi lainnya di dalam partai. Dampaknya partai

menjadi rentan pada konflik antarelite partai.49

2. Tugas dan Fungsi Partai Politik

Tugas partai politik adalah untuk menata aspirasi rakyat untuk dijadikan public

opinion yang lebih sistematis sehingga dapat menjadi dasar pembuatan keputusan

yang teratur.50

Dalam negara modern, jumlah pemilih sangat besar dan

kepentingannya bervariasi sehingga perlu mengelolanya untuk menjadi keputusan.

Dengan demikian partai politik berperan besar dalam proses seleksi baik pejabat

47 Syamsuddin Haris, Partai, Pemilu dan Parlemen Era Reformasi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2014, hlm. 45.

48 Francoise Boucek, Rethinking Factionalism: Typologies, Intra-Party Dynamics and Three Faces

of Factionalism”, Party Politics 15 No 4, 2009, hlm. 455.

49 Herbert Feith, The Decline of Constitutional Democrary in Indonesia, Ithaca: Cornell University

Oress, 1962, hlm. 126-127.

50 R. Kranenburg, dan B. Sabaroedin, Ilmu Negara Umum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1989, hlm.

8.

Page 45: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

31

maupun substansi kebijakan.51

Partai politik mempunyai posisi dan peranan yang

penting dalam sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat

strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak

yang menyatakan bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi.52

Karena itu partai politik merupakan pilar dalam sistem politik yang demokratis.

Fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana:53

1) Komunikasi politik (political communication)

2) Sosialisasi politik (political socialization)

3) Rekruitmen politik (political recruitment)

4) Pengatur konflik (conflict management)

Dalam istilah Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi partai politik itu mencakup

fungsi:

1) Mobilisasi dan integrasi

2) Sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns)

3) Sarana rekruitmen politik

4) Sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.54

Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait satu dengan yang lainnya. Sebagai

sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya

51 RM MacIver, The Modern State, London: Oxford University Press, 1955, hlm. 194.

52 Yves Meny and Andrew Knapp, Government and Politics in Western Europe, London: Oxford

University Press, 1968, hlm. 86.

53 Miriam Budiardjo, Op.cit., hlm. 163-164.

54 Meny and Knapp, Op.cit.,

Page 46: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

32

mengartikulasikan kepentingan (interests articulation) atau “political interests” yang

terdapat atau kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai

kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi dan

kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan

kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan

mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi.

3. Kelemahan Partai Politik

Dalam Partai Politik dengan adanya organisasi, tentu dapat dikatakan juga

mengandung beberapa kelemahan. Di antaranya ialah bahwa organisasi partai

cenderung bersifat oligarkis. Organisasi dan termasuk juga organisasi partai politik

kadang-kadang bertindak dengan lantang untuk dan atas nama kepentingan rakyat,

tetapi dalam kenyataannya di lapangan justru berjuang untuk kepentingan

pengurusnya sendiri. Seperti dikemukakan oleh Robert Michels sebagai suatu hukum

besi yang berlaku dalam organisasi bahwa55

“Organisasilah yang melahirkan

dominasi si terpilih atas para pemilihnya, antara si mandataris dengan si pemberi

mandat dan antara si penerima kekuasaan dengan sang pemberi. Siapa saja yang

berbicara tentang organisasi, maka sebenarnya ia berbicara tentang oligarki”.

Untuk mengatasi berbagai kelemahan partai politik tersebut, diperlukan beberapa

mekanisme penunjang yaitu:

55 Robert Michels, Op.cit., hlm. 27.

Page 47: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

33

1) Mekanisme internal yang menjamin demokratisasi melalui partisipasi anggota

partai politik itu sendiri dalam proses pengambilan keputusan. Pengaturan

mengenai hal ini sangat penting dirumuskan secara tertulis dalam anggaran dasar

(constitution of the party) dan anggaran rumah tangga partai politik bersangkutan

yang ditradisikan dalam rangka “rule of law”.

2) Mekanisme keterbukaan partai melalui mana warga masyarakat di luar partai

dapat ikut-serta berpartisipasi dalam penentuan kebijakan yang hendak

diperjuangkan melalui dan oleh partai politik.

3) Penyelenggaraan negara yang baik dengan makin meningkatnya kualitas

pelayanan publik (public services), serta keterbukaan dan akuntabilitas organisasi

kekuasaan dalam kegiatan penyelenggaraan negara.

4) Berkembangnya pers bebas yang semakin profesional dan mendidik. Media pers

adalah saluran komunikasi massa yang menjangkau sasaran yang sangat luas.

5) Kuatnya jaminan kebebasan berpikir (freedom of thought), dan berekspresi

(freedom of expression), serta kebebasan untuk berkumpul dan beorganisasi

secara damai (freedom of peaceful assembly and association). Pada intinya

kebebasan dalam peri kehidupan bersama umat manusia itu adalah bermula dari

kebebasan berpikir (freedom of thought).

4. Konflik Partai Politik

Konflik merupakan suatu yang inheren dalam setiap masyarakat atau suatu

organisasi. Tidak ada suatu masyarakat atau organisasi yang bisa lepas dari konflik.

Konflik yang terjadi dalam masyarakat tersebut, bisa dalam bentuk kekerasan

Page 48: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

34

maupun dalam bentuk non-kekerasan. Konflik dalam bentuk kekerasan adalah

konflik yang saling melukai atau saling menghancurkan satu sama lain dari pihak-

pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan konflik non-kekerasan adalah karena

perbedaan pendapat dan atau gagasan. Dalam alam demokrasi, perbedaan pandangan

atau pendapat merupakan bagian dari dinamika demokrasi itu sendiri.

Alih-alih partai politik sebagai agent of conflict management gambaran yang

kerap muncul adalah konflik internal partai itu sendiri. Salah satu sumber dari konflik

internal partai adalah faksionalisme. Faksionalisme di tubuh partai politik adalah hal

yang tidak bisa dihindari. Pada umumnya konflik di dalam tubuh partai politik tidak

jauh berbeda antara satu partai dengan yang lain. Beberapa konflik yang pernah

mencuat di media massa diantaranya adalah konflik antar faksi, konflik pada kongres

partai (cabang, daerah, dan nasional), konflik personal antar pengurus dan konflik

antar tingkat pengurusan (vertikal), ataupun konflik antar pengurus pada tingkatan

yang sama atau antar sayap partai (horizontal).

Bila partai politik terjadi konflik, maka pengelolaanya tidak melibatkan

pengadilan. Kader politik harus mengelola konflik internalnya dan penyelesaiannya

melalui mekanisme rumah tangga internal partai politik, konflik internal partai politik

dalam penyelesaianya agar tidak melibatkan pengadilan. Konflik partai politik harus

diselesaikan melalui mekanisme internal karena penyelesaikan konflik melalui

mekanisme internal akan membendung bentuk-bentuk intervensi dari luar. Bila

menyelesaikan konflik melalui pengadilan, kemungkinan terjadi manuver-manuver

kepentingan untuk mempengaruhi keputusan akan terjadi.56

56 Lili Romli, “Reformasi Partai Politik dan Sistem Kepartaian Di Indonesia”, Politica, Volume II,

Nomor 2, November, 2011, hlm. 206-208.

Page 49: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

35

Setiap perselisihan yang terjadi, maka penyelesaiannya harus berdasarkan

ketentuan dalam pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011. Namun apabila

penyelesaian perselisihan konflik tidak dapat diselesaikan ditingkat internal partai,

maka penyelesaiannya dapat dilimpahkan ke pengadilan negeri. Konflik internal

partai yang terjadi selama ini khususnya terkait dengan kepengurusan partai, partai

politik tidak patuh terhadap keputusan Mahkamah Partai dan akhirnya diajukan

kepengadilan.

5. Rekruitmen dan Kaderisasi Partai Politik

Dalam setiap organisasi, anggota merupakan sumber dukungan utama. Dalam

organisasi partai politik, peran anggota signifikan karena melalui para anggota ini

akan berperang sebagai juru bicara untuk menyuarakan dan menyebarluaskan

platform dan program partai kepada masyarakat. Selain itu, anggota merupakan

sumber kaderisasi yang dapat melahirkan calon-calon pemimpin partai politik. Untuk

mengisi keanggotaan tersebut, partai politik melakukan rekruitmen anggota. Partai

politik yang baik tentu tentu memiliki sistem rekrutmen yang baik. Sistem rekruitmen

itu mencakup pola seleksi, penjenjangan, dan pendidikan bagi para anggotanya.

Selain rekruitmen anggota, partai politik yang melembaga dengan baik akan

melakukan kaderisasi dan pendidikan politik bagi anggota-anggotanya secara terus

menerus. Tujuan dari kaderisasi dan pendidikan politik adalah untuk meningkatkan

kualitas anggota sehingga nantinya mereka (para anggota) mampu menghadapi

Page 50: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

36

persoalan dan tantangan yang selalu berkembang dalam kehidupan politik

masyarakat, bangsa, dan negara.57

Kaderisasi dan pendidikan politik dilakukan oleh partai politik dalam rangka

untuk mencetak pemimpin. Oleh karena itu, partai politik yang terlembaga akan

melakukan pendidikan politik dan pelatihan kepemimpinan secara reguler.

Pendidikan dan pelatihan ini dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenjang dan

ruang lingkup masing-masing tingkatan kepengurusan. Melalui pendidikan dan

pelatihan kepemimpinan ini, diharapkan nanti akan lahir kader pemimpin partai yang

berkualitas.

Serupa dengan proses rekruitmen yang dilakukan oleh partai politik yang masih

mengidap masalah, dalam soal kaderisasi dan pendidikan politik juga demikian.

Partai-partaian politik saat ini, dalam hal kaderisasasi dan pendidikan politik masih

lemah. Memang harus diakui, ada beberapa partai politik sudah melakukan proses

kaderisasi secara berjenjang. Namun demikian, proses kaderisasi masih terbatas pada

pemahaman kader tentang visi-misi partai politik yang bersangkutan, belum sampai

pada promosi hasil kaderiasasi dan pendidikan politik itu untuk mengisi jabatan-

jatabatan publik. Untuk mengisi jabatan-jabatan publik tersebut, umumnya partai-

partai politik mengambil dari luar kader atau anggota partai yang bersangkutan.

57 Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawalipers, 2002, hlm.

183.

Page 51: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

37

6. Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian menjadi salah satu aspek yang tidak luput untuk direformasi.

Indonesia membuka keran politik seluas-luasnya untuk pendirian parpol, tetapi

persyaratannya pendirian dan pengaturan organisasi partai diatur semakin ketat di

dalam Undang-Undang (UU). Salah satu hal yang diatur di dalam pengorganisasian

partai itu berkaitan dengan upaya meminimalkan perpecahan dan konflik internal

partai, misalnya, tentang mekanisme penyelesaian kepengurusan ganda dan

mekanisme penyelesaian perselisihan partai.58

Huntington mengkaji sistem kepartaian dari sudut institusionalisasi

(pelembagaan). Sistem kepartaian yang kokoh, demikian Huntington, sekurang-

kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik

melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik

anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah

kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar

tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik.

Mainwaring juga melihat sistem kepartaian dari sudut institusionalisasi. Meski

berawal dari konsep yang sama dengan Huntington, ia mengelompokkan sistem

kepartaian melihatnya berdasarkan stabilitas dalam persaingan kepartaian,

mengakarnya parpol dalam masyarakat, legitimasi atas partai dan pemilu sebagai

mekanisme yang sah, dan struktur organisasi partai yang stabil.59

Herbert Kitschelt mengusulkan klasifikasi partai-partai politik dalam kerangka

membahas isu sistem kepartaian berdasarkan atas tiga tipe ideal, yaitu partai-partai

programatik, karismatik, dan klientilistik. Partai programatik adalah partai yang

58 Aisah Putri Budiatri dkk, Faksi dan Konflik Internal Partai Politik di Indonesia Era Reformasi,

Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018, hlm. 3.

59 Larry Diamond and Marc F Plattner, The Global Divergence of Democracies, London: The

Johns Hopkins University Press, 2000, hlm. 152.

Page 52: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

38

mendasarkan pekerjaannya pada program partai secara khusus. Partai karismatik

ditentukan oleh kepemimpinan seseorang yang karismatik. Dan partai klientelistik

adalah partai yang bekerja lebih condong pada kepentingan pribadi, keuntungan

partisan, dan jasa untuk klien setia mereka.60

Sejak kemerdekaan hingga kini, Indonesia telah mempraktekan sistem kepartaian

berdasarkan sistem multipartai, meski dalam derajat dan kualitas yang berbeda Pada

masa Demokrasi Parlementer (1945-1959) menerapan sistem multipartai dengan

tingkat kompetisi yang tinggi, sementara pada masa Demokrasi Terpimpim (1959-

1965), meski mempraktekkan sistem multipartai, tetapi tidak ada kompetisi dan

hanya sekedar jumlah saja karena partai-partai politik yang ada tidak memiliki peran

apa-apa. Begitu juga masa Orde Baru dengan jumlah yang hanya tiga partai, masih

disebut sebagai sistem multipartai juga. Namun sistem multipartai yang ada pada

masa Orde Baru sama dengan masa Demokrasi Terpimpin. Bedanya, pada masa Orde

Baru terdapat partai politik dominan, yakni Golkar, tetapi terus menerus berkuasa

sehingga terbentuk sistem kepartaian hegemonik.

Pada masa reformasi juga menerapkan sistem multipartai. Tetapi, sistem

multipartai yang berjalan sangat ekstrim (hyper multyparties) karena begitu

banyaknya jumlah partai politik yang ada. Sistem multipartai yang berjalan saat ini,

sama dengan masa Demokrasi Parlementer, mengalami polarisasi dan fragmentasi

yang pada gilirannya mempersulit proses pengambilan keputusan di legislatif. Dalam

proses penyederhanaan partai harus berjalan secara alami, tidak seperti yang terjadi

dan dilakukan oleh rezim Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru. Sebenarnya dalam

60 Aurel Croinssant, Gabriele Bruns, dan Marei John (eds), Politik Pemilu di Asia Tenggara dan

Asia Timur, Jakarta: FES, 2004, hlm. 452-453.

Page 53: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

39

Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu mencoba untuk

menyederhanakan jumlah partai dengan menerapkan syarat yang ketat untuk

pendirian atau pembentukan partai politik dan memberlakukan ambang batas

(electoral treshold) untuk dapat ikut pemulu berikutnya.

Cara lain untuk menyederhanakan partai politik adalah dengan cara menerapkan

sistem pemilu distrik. Seperti diyakini oleh Duverger bahwa sistem distrik lebih

mendorong ke arah integrasi partai-parati politik dan mendorong ke arah

penyederhanaan partai tanpa diadakan paksaan. Sementara dalam sistem proposional

cenderung mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai politik baru.

Sistem ini dianggap mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.

Memang kelebihan sistem distrik dapat menyederhanakan jumlah partai karena

kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik (daerah pemilihan) hanya satu. Hal ini

akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaanperbedaan yang ada dan

mengadakan kerjasama. Meskipun sistem distrik diakui dapat menyederhanakan

jumlah partai politik, namun pilihan bagi Indonesia untuk saat ini belum bisa

menerapkan sistem ini. Hal ini karena, sebagaimana diketahui, bahwa bangsa

Indonesia sangat heterogen. Kondisi seperti itu bila menerapkan sistem distrik maka

golongan-golongan yang ada, terutama golongan-golongan minoritas, kurang

terakomodir.

Page 54: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

40

D. Tinjauan tentang Sengketa TUN

1. Pengertian Sengketa TUN

Dalam pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 disebutkan

bahwa, sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata

usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata

usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya

keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Sengketa tata usaha negara dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:

1) Sengketa intern menurut Wicipto Setiadi, menyangkut persoalan kewenangan

pejabat tata usaha negara dalam satu instansi atau kewenangan antar

departemen/instansi lainnya, yang disebabkan tumpang tindihnya kewenangan,

sehingga menimbulkan kekaburan kewenangan.61

2) Kedua, sengketa ekstern menurut Sjachran Basah dalam Victor Yaved Neno

adalah sengketa antara administrasi negara dan rakyat adalah perkara

administrasi yang menimbulkan sengketa antara administrasi negara dengan

rakyat dengan unsur yang bersumber dari unsur peradilan administrasi murni.62

Unsur-unsur sengketa tata usaha negara yaitu:

1) Sengketa yang timbul di bidang tata usaha negara.

2) Sengketa tersebut antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau

pejabat tata usaha negara.

3) Sengketa yang dimaksud sebagai akibat dikeluarkan keputusan tata usaha negara

61 Wicipto Setiadi, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Suatu Perbandingan, Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 93.

62 Victor Yaved Neno, Op.cit., hlm. 85.

Page 55: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

41

4) Penjelasan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menyebutkan

bahwa istilah sengketa yang dimaksudkan dan ketentuan yang terdapat dalam

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 (Pasal 1 angka 10

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun

2009), mempunyai arti khusus sesuai dengan fungsi peradilan tata usaha negara,

yaitu menilai perbedaan pendapat mengenai penerapan hukum.63

Dalam sengketa tata usaha negara, ada pengelompokan dan pembatasan pihak

(subjek) yang bersengketa. Orang atau badan hukum perdata di satu pihak dan pejabat

atau badan tata usaha negara di pihak lain. Kualitas dan posisi pihak-pihak tersebut

telah ditentukan. Karena objek sengketa tata usaha negara adalah Keputusan Tata

Usaha Negara (KTUN).

Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

Jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, bahwa dalam sengketa tata usaha negara

yang dapat bertindak sebagai Penggugat adalah:

1) Orang yang merasa kepentingannya dirugikan akibat terbitnya suatu keputusan

tata usaha negara.

2) Badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan akibat terbitnya

suatu keputusan tata usaha negara.

2. Objek Sengketa TUN

Tata usaha negara adalah perbuatan hukum pemerintah di bidang hukum publik.

Perbuatan hukum ini harus berdasarkan hukum yang berlaku artinya sesuai dengan

asas legalitas dalam hukum administrasi negara. Asas legalitas menurut Sjachran

Basah, adalah upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham

63 Nur Asyiah, Buku Ajar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta: Deepublish,

2015, hlm. 9.

Page 56: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

42

kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis

selaku pilar-pilar, yang sifat hakikatnya konstitutif.64

Obyek sengketa sesuai Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

yaitu Keputusan Tata Usaha Negara yg berarti penetapan tertulis berupa keputusan

tata usaha negara yang bersifat konkrit, individual dan final serta menimbulkan akibat

hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Obyek sengketa yang diajukan ke

pengadilan tata usaha negara juga mengalami perluasan makna. Hal ini harus

mendapat penjelasan agar penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan peradilan

tidak merugikan warga negara, akibat belum ada peraturan pemerintah atau

perubahan terhadap perundangan di bidang peradilan tata usaha negara untuk

menyesuaikan dengan penyelenggaraan pemerintahan.

3. Keputusan Tata Usaha Negara

Di dalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 disebutkan

bahwa “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum

tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, bersifat

konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau

badan hukum perdata”. 65

Berdasarkan pada ketentuan diatas dapat dilihat bahwa unsur-unsur yang

terkandung didalam nya adalah sebagai berikut:

1) Penetapan Tertulis

64 Titik TriwulanT dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara

Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 310.

65 Eko Sugitario dan Tjondro Tirtamulia, Op.cit., hlm. 16.

Page 57: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

43

Istilah penetapan tertulis terutama menunjukkan kepada isi dan bukan

kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha

negara. Keputusan itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan

tertulis bukanlah bentuk formalnya seperti surat keputusan dan sebagainya.

Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian. Oleh

karena itu sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan

akan merupakan suatu keputusan badan atau pejabat tata usaha negara.

2) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

Pengertian badan atau pejabat tata usaha negara secara sepintas adalah orang

yang menduduki jabatan tata usaha negara tersebut. Padahal yang dimaksudkan

dengan badan atau pejabat bukanlah prangnya melainkan jabatannya. Seorang

gubernur, walikota atau bupati yang sudah pensiun tidak dapat digugat secara

pribadi karena keputusan yang dikeluarkan pada saat mereka masih aktif.

Apabila terjadi hal yang demikian maka yang digugat itu adalah gubernur atau

walikota yang baru, karena yang digugat adalah jabatannya bukan pejabat atau

orangnya.

3) Tindakan Hukum

Tindakan hukum tata usaha negara adalah suatu keputusan yang

menciptakan, atau menentukan megikatnya atau menghapuskan suatu hubungan

hukum tata usaha negara yang telah ada. Untuk dapat dianggap sebagai suatu

penetapan tertulis maka tindakan hukum tata usaha negara tersebut harus

Page 58: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

44

menimbulkan suatu akibat hukum. Apabila suatu perbuatan itu tidak dimasudkan

untuk menimbulkan akibat hukum, maka perbuatan tersebut tidak dapat digugat.

4) Konkrit, Individual dan Final

Suatu keputusan tata usaha negara bersifat konkret artinya obyek yang

diputuskan dalam keputusan tata usaha negara itu tidak abstrak tetapi berwujud.

Individual artinya keputusan tata usaha negara itu tidak ditujukan untuk umum,

tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih

dari seorang, tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan.

5) Menimbulkan akibat hukum

Artinya perbuatan hukum yang diwujudkan dalam bentuk keputusan badan

atau pejabat tata usaha negara menimbulkan suatu perubahan suasana dalam

hubungan hukum sehingga dapat menimbulkan suatu akibat hukum, maka ia

bukan suatu tindakan hukum dan karenanya juga bukan merupakan suatu

penetapan tertulis.

Menurut Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa tolak ukur untuk menentukan

keabsahan suatu keputusan tata usaha negaraya itu dapat dilihat dari 3 segi yaitu

prosedur, substansi dan wewenangnya.66

Pendapat Philipus M.Hadjon ini sesuai

dengan penjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

yang menentukan alasan (tolak ukur) yang dimaksud adalah :

66 Philiphus M.Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1993, Hlm. 324.

Page 59: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

45

1) Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

yang bersifat prosedural/formal.

2) Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

yang bersifat material/substansial.

3) Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang.

4. Batasan Keputusan Tata Usaha Negara

Oleh Undang-Undang diadakan pembatasan mengenai keputusan yang dapat

dijadikan sebagai obyek gugatan tata usaha negara. Pembatasan tersebut disebutkan

dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara bahwa tidak termasuk keputusan tata

usaha negara menurut Undang-Undang ini adalah :

b. Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.

c. Keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.

d. Keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan.

e. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan kitab

undang-undang hukum pidana, kitab undang-undang hukum acara pidana atau

peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.

f. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan hasil pemeriksaan

badan peradilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia.

Page 60: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

46

h. Keputusan panitia pemilihan, baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil

pemilihan umum.

Pembatasan ini dilakukan oleh karena dalam penyelenggaraan kenegaraan tidak

selamanya merupakan tindakan alat negara yang organisatoris termasuk (bestuur)

atau administrasi bisa saja dapat dilakukan oleh alat negara diluar (bertuur) yaitu alat-

alat negara yang tugas utamanya melakukan fungsi perundang-undangan dan

peradilan (de wetgevende en de rechtlijkemacht) juga berwenang mengeluarkan

keputusan tata usaha negara (beschikking).67

Selain pembatasan diatas dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 juga

disebutkan bahwa pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan

menyelesaikan sengketa tata usaha negara tertentu dalam hal keputusan yang

disengketakan itu dikeluarkan dalam keadaan perang, keadaan bencana, keadaan luar

biasa yang membahayakan dan dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Penyelesaian Sengketa TUN

Dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 memiliki kemungkinan untuk

diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang

menjadi dasar dikeluarkannya keputusan tata usaha negara atau menggunakan tolok

ukur yuridis formal.

67 Koesoemahatmadja, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, cet. 1, Bandung: Alumni,

1975, hlm. 22.

Page 61: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

47

Dalam penjelasan pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dijelaskan

bahwa perbedaan antara penyelesaian melalui prosedur upaya administratif dengan

penyelesaian melalui pengadilan:

1) Jika melalui administratif, oleh instansi pemutus perselisihannya dilakukan

penilaian lengkap terhadap keputusan tata usaha negara yang disengketakan, baik

mengenai segi penerapan hukumnya maupun segi kebijaksanaan yang diterapkan

oleh instansi yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara yang bersangkutan.

2) Jika melalui pengadilan, hanya melakukan pengujian terhadap keputusan tata

usaha negara yang disengketakan dari segi hukumnya saja, dengan menilai:

a. Keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku ( Pasal 53 ayat (2) a Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2004).

b. Keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas

umum pemerintahan yang baik ( Pasal 53 ayat (2) b Undang-Undang Nomor

9 Tahun 2004).

Upaya Administratif merupakan prosedur penyelesaian sengketa tata usaha

negara yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan oleh lingkungan

instansi sendiri. Ketentuan pasal 48 Undang-Undanf Nomor 5 Tahun 1986 menjadi

syarat imperatif yang harus dilalui, karena peraturan dasar dan keputusan tata usaha

negara mengharuskan dilakukannya upaya administratif.

Page 62: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

48

Ada 2 kewenangan yang sifatnya alternatif dan harus diperhatikan dalam

ketentuan pasal 48 ayat (1):

1. Kewenangan badan atau pejabat tata usaha negara yang diberikan sesuai atau

secara formal memang diberikan sesuai atau secara formal memang diberikan

oleh peraturan perundang-undangan.

2. Kewenangan yang timbul semata-mata atas dasar prinsip doelmatigheid dan

rechtsmatigheid keputusan tata usaha negara, yang membutuhkan penyelesaian

administratif oleh badan atau pejabat tata usaha negara.

Dalam penjelasan pasal 48 untuk Pengertian Upaya Administratif ada 2 macam

bentuk upaya administratif, yaitu:

1) Keberatan: penyelesaian oleh instansi yang sama. Dengan prosedur pengajuan

surat keberatan (bezwaarschrift) yang ditujukan kepada badan atau pejabat tata

usaha negara yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara.

2) Banding Administratif: penyelesaian oleh instansi atasan atau instansi lain dari

yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara. Dengan prosedur pengajuan

melalui surat banding administratif (administratief beroep) yang ditujukan

kepada catasan pejabat atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputan tata

usaha negara atau instansi lain yang berwenang untuk memeriksa ulang

keputusan tata usaha negara yang disengketakan.

Apabila yang bersangkutan belum merasa puas terhadap hasil penyelesaian

upaya administratif tersebut, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan

Page 63: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

49

yang langsung diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) sebagai

pengadilan tingkat pertama yang bewenang.68

Dalam pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, sesuai ketentuan pasal 53

ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, dapat menggunakan prosedur

gugatan langsung ke pengadilan tata usaha negara, yang dimaksudkan untuk

mendapatkan pengujian terhadap legalitas penerapan hukumnya suatu keputusan tata

usaha negara melalui badan peradilan administrasi.

Ketentuan pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 menentukan

bahwa “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan

oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada

pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar keputusan tata usaha negara

yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai

tuntutan ganti rugi dan atau direhabilitasi”

Untuk itu perlu memperhatikan rambu-rambu pengajuan gugatan ke pengadilan

tata usaha negara, yaitu:

1) Pasal 1 angka 9 dan 10: memenuhi unsur-unsur keputusan tata usaha negara

2) Pasal 2: keputusan tata usaha negara yang tidak dapat digugat melalui pengadilan

tata usaha negara, karena sifat atau maksudnya memang tidak dapat digolongkan

dalam pengertian keputusan tata usaha negara menurut ketentuan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986.

68 Eko Sugitario dan Tjondro Tirtamulia, Op.cit., hlm. 27.

Page 64: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

50

3) Pasal 3: keputusan tata usaha negara fiktif

4) Pasal 48: ada upaya administratif

5) Pasal 53 ayat (2): alasam gugatan

6) Pasal 54: tempat kedudukan tergugat

7) Pasal 55: tenggang waktu pengajuan gugatan

Seseorang atau badan hukum perdata yang berniat untuk menggugat keputusan

tata usaha negara yang dirasakan merugikan, dan menurut peraturan dasarnya tidak

terdapat kewajiban untuk diselesaikan dengan prosedur upaya administratif, maka

gugatan dapat diajukan dalam tenggang waktu menurut ketentuan pasal 55 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya atau

setelah diumumkannya keputusan tata usaha negara tersebut.

Page 65: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

51

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Partai Hanura

1. Sejarah Partai HANURA

Partai Hanura berdiri pada tanggal 13 November2006 yang didirikan oleh

Jenderal TNI (purn) H. Wiranto bersama beberapa tokoh nasional dari berbagai

kalangan baik dari tokoh pilitik, cendekiawan, praktisi pendidikan maupun praktisi

hukum, pengusaha hingga purnawirawan TNI maupun Polri.

2. Visi dan Misi Partai Politik Hanura

Visi Partai Politik Hanura adalah terwujudnya bangsa Indonesia yang bersatu,

berdaulat, adil & makmur. Sedangkan Misi Partai Hanura adalah :

1. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui penyelenggaraan

negara yang demokratis, transparan dan akuntabel dengan senantiasa berdasar

pada 71 Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Melahirkan pemimpin yang bertaqwa, jujur, berani, tegas dan berkemampuan

dalam menjalankan tugas dengan senantiasa mengedepankan hati nurani.

3. Menegakkan hak dan kewajiban asasi manusia dan supremasi hukum yang sesuai

Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mewujudkan

keadilan & kepastian hukum guna melindungi kehidupan rakyat, bangsa dan

negara.

51

Page 66: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

52

4. Membangun sumber daya manusia yang berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil

& berwawasan nasional.

5. Memberikan kesempatan yang sama dan seluas luasnya kepada kaum perempuan

& pemuda pada posisi strategis untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa.

6. Membangun sistem perekonomian nasional yang berkeadilan, berwawasan

lingkungan dan berorientasi pada penguatan ekonomi kerakyatan dengan

memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam secara tepat guna

membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja yang seluas-luasnya untuk

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat.

7. Memberantas kkn secara total dalam rangka mewujudkan indonesia yang maju

mandiri dan bermartabat.

8. Mengembangkan otoda untuk lebih memacu percepatan dan pemerataan

pembangunan diseluruh tanah air guna memperkokoh NKRI.

2. Program Partai Politik Hanura

Program Partai Politik Hanura secara Umum :

1. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Menjaga dan memelihara keutuhan NKRI.

3. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan

menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam NKRI.

4. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia.

Partai Politik Hanura Secara Khusus :

Page 67: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

53

1. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka

penyelenggaraan kegitan politik dan pemerintahan.

2. Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

3. Tujuan tersebut diatas diwujudkan secara konstitusional.

3. Tugas Pokok dan Fungsi Partai Politik Hanura

Tugas Pokok Partai Politik Hanura adalah membangun organisasi yang solid dan

merakyat disemua tingkatan, melakukan rekruitmen dan kaderisasi serta upaya-upaya

taktis dan strategis guna memenangkan pileg.

Fungsi Partai Politik Hanura adalah:

1. Sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar

menjadi warga negara republik indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Sarana penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

3. Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara

konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.

4. Wadah untuk mengembangkan partisipasi politik rakyat.

5. Wadah untuk rekruitmen kader dalam proses pengisian jabatan politik melalui

mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

4. Keanggotaan dan Kader Partai Politik Hanura

Keanggotaan dan Kader dalam Partai Politik Hanura adalah:

Page 68: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

54

1. Setiap WNRI dapat menjadi anggota partai dengan memenuhi ketentuan yang

diatur dalam AD/ART.

2. Keanggotaan terdiri dari Anggota dan Anggota Kehormatan.

3. Keanggotaan partai bersifat terbuka, sukarela, bebas & tdk diskriminatif serta

menyetujui AD/ART.

5. Penyebab Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

Penyebab terjadinya perselisihan kepengurusan dalam Partai Politik sebagai

berikut :

1. Perbuatan kekuasaan di partai politik.

2. Ketidakpuasan karena Ketua Umum terpilih lagi secara aklamasi yang dianggap

tidak demokratis.

3. Ketua umum mengikuti kampanye dari partai politik lain .

4. Ketidakharmonisan hubungan antar pimpinan partai sehingga saling

memberhentikan dari keanggotaan/kepengurusan .

5. Dugaan penyelewengan uang partai oleh Pengurus.

6. Permintaan mahar politik kepada kadernya sendiri untuk dapat dicalonkan

sebagai Kepala Daerah.

7. Transisi kepemimpinan yang inkonstitusional.

8. Migrasi pengurus partai secara besar-besaran dimana partai politik dipimpin dan

dikuasai oleh orang-orang yang sebelumnya tidak pernah menjadi kader partai

9. Ketidakberdayaan partai politik dalam menghadapi penyumbang dana, baik yang

menjadi pengurus maupun tidak, sehingga partai politik lebih mengutamakan

Page 69: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

55

kepentingan penyumbang atau pemilik modal dari pada kepentingan anggota dan

simpatisan. Elit partai lebih memilih sosok potensial dari segi finansial dan

modal sosial dan mengabaikan kader.

B. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Konflik Kepengurusan Partai Politik

Hanura

Pada awal Tahun 2018 terjadi lagi perselisihan kepengurusan di Partai Hati

Nurani Rakyat yang melibatkan kedua kubu kepengurusan yaitu kubu Oesman Sapta

Odong sebagai Ketua Umum DPP Partai Hanura dan Harry Lontung Siregar sebagai

Sekjend DPP Partai Hanura disatu sisi dan kubu Daryatmo sebagai Ketua Umum

DPP Partai Hanura dan Syarifuddin Sudding sebagai Sekjend DPP Partai Hanura

disisi lain. Kubu Oesman apta Odong dan Harry Lotung Siregar dikenal dengan kubu

“Manhattan” sedangkan kubu Daryatmo dan Syarifuddin Sudding dikenal dengan

kubu “Ambhara” yaitu nama hotel dimana diadakan Munaslub dari kedua kubu yang

berselisih.

Kubu Daryatmo menilai kepemimpinan dari Oesman Sapta Odong bermasalah,

dimana sebagai kumulasi dari masalah tersebut telah mendorong diajukannya Mosi

Tidak Percaya oleh BPH dan dari DPD Provinsi pada Sdr. Oesman Sapta, yang

kemudian diikuti dengan pemberhentian Sdr. Oesman Sapta selaku Ketua Umum

Page 70: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

56

DPP Partai Hanura, dan selanjutnya jabatan Ketua Umum dinyatakan kosong yang

diikuti kemudian dengan penetapan Plt. Ketua Umum Daryatmo69

Masalah-masalah lain yang didalilkan oleh kubu Daryatmo-Sudding selain dari

ketidakharmonisan antar pengurus antara lain :

a. Dugaan terjadinya mahar politik dari Oesman Sapta terhadap kadernya sendiri

telah menyebabkan kubu Syarifuddin Sudding gerah dengan kewajiban mahar

tersebut

b. Partai Hanura kubu Daryatmo-Sudding sebelumnya melaporkan Oesman Sapta

Odong kepada kepolisian. Kubu Daryatmo mengklaim mempunyai bukti bahwa

OSO menyelewengkan dana partai sekitar Rp 200 miliar ke rekening pribadi

OSO Sekuritas.

c. Telah terjadi pemberhentian pengurus-pengurus DPD dan DPC Partai Hanura

oleh DPP Kubu OSO antara lain kepada : Marlis sebagai Ketua DPD Partai

Hanura Provinsi Sumatera Barat, Mudahan Hazdie sebagai Ketua DPD Provinsi

Nusa Tenggara Barat, M. Sabri Manomang sebagai Ketua DPD Provinsi

Sulawesi Tenggara, Sri Widodo sebagai Ketua DPD Partai Hanura Provinsi

Lampung, Sherli Besi sebagai Ketua DPC Kabupaten Garut, Riadi Sigit Pranomo

sebagai Ketua DPC Kabupaten Bandung Barat70

69Sesuai gugatan dari kubu Daryatmo di PTUN Jakarta dalam Perkara Nomor

24/G/2018/PTUN.Jkt tanggal 22 Januari 2018

70 Surat Permohonan Penundaan Pelaksanaan Obyek Sengketa Yang Diajukan Oleh Kubu

Daryatmo-Sudding

Page 71: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

57

d. Telah terjadi upaya awal untuk mengambil aset milik DPD Partai Hanura

Provinsi Banten oleh Tim Penataan Aset DPD Partai Hanura, dan hal tersebut

dikhawatirkan akan terjadi bentrokan fisik jika terjadi upaya mempertahankan

aset71

.

Sedangkan Kubu Manhattan atau Kubu OSO sebaliknya menilai bahwa kubu

Daryatmo-Sudding tidak memiliki alas hak atau dasar hukum bertindak mewakili

partai Hanura antara lain karena tidak mendapatkan SK Menkum HAM dan

perubahan kepengurusannya dilakukan tidak sesuai dengan AD/ART.

Lebih lanjut kubu OSO juga membantah telah melakukan penyewenangan uang

partai dengan cara menempatkan dalam sekuritas milik Oesman Sapta Odong

melainkan diinvestasikan, karena dengan diinvestasikan ke OSO Sekuritas, maka

dana partai yang ada saat ini bisa bertambah jumlahnya. Tambahan itu bisa digunakan

untuk membiayai operasional partai.72

Akan tetapi, perselisihan yang sebenarnya terjadi adalah mengenai Menkum

HAM yang menerbitkan surat keputusan yaitu Keputusan Menteri Hukum dan HAM

RI Nomor : M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tanggal 17 Januari 2018 Tentang

Restrukturasi, Reposisi dan Revitalasi Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati

Nurani Rakyat masa bakti 2015-2020.

71 Lihat Bukti awal untuk permohonan penetapan penundaan pelaksanaan SK Menkum HAM oleh

kubu Daryatmo-Sudding

72 Tri Cahya Indra Permana, Pendaftaran Dan Penyelesaian Perselisihan Partai Politik,

(Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2018), hlm. 90.

Page 72: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

58

Terkait dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Menkum HAM, maka

pihak Daryatmo merasa tidak terima dan ingin mengajukan gugatan bahwa surat

keputusan tersebut harus dibatalkan. Kemudian, penggugat telah mengajukan gugatan

terhadap Tergugat dengan surat gugatannya tertanggal 22 Januari 2018 yang

diterima dan didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta

pada tanggal 22 Januari 2018, dengan Register Perkara Nomor : 24/G/2018/ PTUN-

JKT. Sebagaimana telah diperbaiki dengan surat gugatan perbaikannya tertanggal 14

Februari 2018, yang menguraikan bahwa yang menjadi objek sengketa gugatan ini

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009

Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, dalam perkara ini adalah “Keputusan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-01.AH.11.01 Tahun

2018 Tentang Restrukturisasi, Reposisi dan Revitalisasi Pengurus Dewan Pimpinan

Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Masa Bakti 2015-2020 tanggal 17 Januari 2018,

Untuk selanjutnya disebut “Objek Sengketa Gugatan”.73

Adapun yang menjadi alasan-alasan dari Penggugat untuk membatalkan Surat

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor :

M.HH-01 .AH.11.01 Tahun 2018 Tentang Restruktrurisasi, Reposisi dan Revitalisasi

Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Masa Bakti 2015-2020

tanggal 17 Januari 2018, yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi

73 Wawancara dengan Bapak Sri Hartanto, Panitera Muda Perkara di Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta, tanggal 10 Mei 2020 jam 09.00-10.00 WIB

Page 73: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

59

Manusia Republik Indonesia, berkedudukan di Jakarta, Jl. HR. Rasuna Said Kav. 6-7,

Kuningan, Jakarta Selatan (Objek Sengketa) adalah Pasal 53 ayat (2) huruf a dan

b Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5

Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.74

Penggugat mengajukan atau mendaftarkan gugatan ini ke Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta pada tanggal 22 Januari 2018, sehingga dengan demikian pengajuan

dan pendaftaran gugatan ini oleh Penggugat masih dalam tenggang waktu 90

(sembilan puluh) hari terhitung diketahui oleh Penggugat sebagaimana diatur dalam

Pasal 55 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Jo. Undang-Undang No.

51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.75

C. Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Penyelesaian Sengketa

Kepengurusan Partai Hanura

Pada intinya dalam Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Partai Politik Nomor 2

Tahun 2011 telah disebutkan bahwa penyelesaian perselisihan internal Partai Politik

dilakukan oleh suatu Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh

Partai Politik. Tidak bisa dipungkiri bahwa telah banyak peran Mahkamah Partai

74 Wawancara dengan Bapak Sri Hartanto, Panitera Muda Perkara di Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta, tanggal 10 Mei 2020 jam 10.00-11.00 WIB 75 Wawancara dengan Bapak Sri Hartanto, Panitera Muda Perkara di Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta, tanggal 10 Mei 2020 jam 11.00-12.00 WIB

Page 74: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

60

Politik dalam menyelesaikan perselisihan Partai Politik khususnya yang bukan

berkenaan dengan kepengurusan Partai Politik, namun tidak demikian halnya dengan

perselisihan kepengurusan.

Mahkamah Partai awalnya dibentuk dalam rangka memperkuat pelembagaan

partai politik yakni memperjelas model tata cara pergantian anggota DPR dan DPRD

oleh Partai Politik agar tidak dilakukan sewenang-wenang oleh pengurus Partai

Politik melainkan berdasarkan pada mekanisme aturan partai yang telah disepakati

berupa AD/ART. Apabila berlanjutnya perselisihan di Pengadilan merupakan

indikasi bahwa Mahkamah Partai belum berfungsi dengan baik kendati Undang-

Undangnya menyatakan putusannya bersifat final dan mengikat.

Akan tetapi, perselisihan yang terjadi dalam Partai Politik Hanura ini adalah

adanya dualisme kepengurusan yang dimana masing-masing kubu mengklaim bahwa

mereka yang paling didukung oleh kader dan anggotanya. Karena dalam sengketa ini

merupakan sengketa dualisme kepengurusan, maka masing-masing kubu memiliki

organ partai yaitu Mahkamah Partai. Dengan adanya dua Mahkamah Partai tersebut

maka penyelesaian ditingkat Mahkamah Partai tidak dapat diselesaikan, maka sesuai

dengan Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Partai Politik bahwa

dalam hal penyelesaian perselisihan tidak tercapai maka penyelesaian perselisihan

dilakukan melalui Pengadilan Negeri.

Page 75: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

61

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik memang tidak disebutkan

mengenai Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara, akan tetapi dalam Pasal 47

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa Pengadilan Tata Usaha

Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa

tata usaha negara.

Pengadilan Tata Usaha Negara sesungguhnya tidak diberi wewenang secara

khusus oleh Undang-Undang Partai Politik untuk menyelesaikan perselisihan

kepengurusan partai politik, namun sebuah keniscayaan manakala obyek sengketa

yang akan dipersoalkan adalah keputusan tata usaha negara yang merupakan

keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara dan sengketanya adalah

sengketa tata usaha negara. Jadi, PTUN mempunyai wewenang untuk memeriksa,

memutus serta mengadili sengketa tersebut.

Membahas terkait sengketa yang terjadi pada Partai Politik Hanura, kubu

Daryatmo-Sudding sudah berkirim surat kepada Menkum HAM telah terjadi

perselisihan kepengurusan di Partai Hanura, akan tetapi Menkum HAM tetap

menerbitkan surat keputusan yaitu Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor :

M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tanggal 17 Januari 2018 Tentang Restrukturasi,

Reposisi dan Revitalasi Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat

masa bakti 2015-2020.

Page 76: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

62

Keputusan Tata Usaha Negara dikeluarkan Tergugat selaku badan atau pejabat

Tata Usaha Negara tersebut sudah bersifat “konkret”, karena telah dikeluarkan dalam

bentuk lembaran Surat Keputusan dengan kode Nomor dan Tanggal yang jelas dan

bersifat “individual”, karena secara khusus ditujukan terhadap individu tertentu, yang

dalam perkara ini ditujukan khusus kepada Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai

Hati Nurani Rakyat Masa Bakti 2015-2020, dengan kedudukan, kantor tetap di The

City Tower Lt. 18 Jl. M.H. Thamrin No. 81 Jakarta, yang dinyatakan dalam Akta

Notaris Nomor : 03 tanggal 15 Januari 2018 Tentang Restrukturisasi, Reposisi dan

Revitalisasi Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Masa Bakti

2015-2020 yang dibuat dihadapan Herlina Pakpahan, SH, Notaris berkedudukan di

Jakarta Selatan.76

Berkaitan dengan sengketa Partai Politik tersebut, maka Surat Keputusan

Menkum HAM kemudian diajukan gugatan ke PTUN Jakarta oleh kubu Daryatmo-

Sudding terdaftar pada tanggal 22 Januari 2018 dalam register perkara Nomor

24/G/2018/PTUN.JKT dengan tuntutan memohon agar mewajibkan kepada Menkum

HAM untuk menunda pelaksanaan obyek sengketa selama pemeriksaan sampai

putusan dalam perkara tersebut memiliki kekuatan hukum tetap serta mohon agar

dinyatakan batal atau tidak sah surat keputusan Menkum HAM obyek sengketa.

Objek Sengketa Gugatan dan digugat Penggugat dalam perkara ini jelas

merupakan sengketa Tata Usaha Negara yang bersifat “konkret, individual dan final”

76 Wawancara dengan Bapak Sri Hartanto, Panitera Muda Perkara di Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta, tanggal 10 Mei 2020 jam 11.00-12.00 WIB

Page 77: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

63

yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009

Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan

Tata Usaha Negara yang berisi Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan

tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi

tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat

hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.77

Melaui beberapa proses pesidangan dimana didalamnya diperiksa bukti-bukti,

meminta keterangan saksi dan ahli maka pada tanggal 25 Juni 2018 gugatan sengketa

kepengurusan Partai Hanura telah diputus dengan amar yang berbunyi sebagai

berikut :78

1. Mengabulkan gugatan Penggugat;

2. Menyatakan batal surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor : M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tanggal 17 Januari

2018 tentang Restrukturisasi, Reposisi dan Revitalisasi Pengurus Dewan

Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Masa Bhakti 2015-2020.

77 Wawancara dengan Bapak Sri Hartanto, Panitera Muda Perkara di Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta, tanggal 10 Mei 2020 jam 12.00-13.00 WIB

78 Wawancara dengan Bapak Sri Hartanto, Panitera Muda Perkara di Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta, tanggal 10 Mei 2020 jam 10.00-11.00 WIB

Page 78: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

64

3. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut surat keputusan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-01.AH.11.01 Tahun

2018 tanggal 17 Januari 2018 tentang Restrukturisai, Reposisi dan Revitalisasi

Pengurus Daewan Pimpinan Partai Hati Nurani Rakyat Masa Bhakti 2015-2020;

4. Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi untuk membayar biaya perkara

secara tanggung renteng sebesar Rp. 589.000,- (lima ratus delapan puluh

sembilan ribu rupiah).

Dengan demikian penyelesaian sengketa kepengurusan Partai Politik tersebut

diselesaikan melalui kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara disini yang sebagai

Penggugat adalah Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (DPP Partai

Hanura) diwakili oleh Daryatmo, yang Tergugat I adalah Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia, dan Tergugat II-Intervensi yaitu Dewan Pimpinan

Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (DPP Partai Hanura) diwakili oleh Oesman Sapta

Odong.

Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tersebut, kepengurusan

Hanura kubu Oesman Sapta Odong dan Menkum HAM menyatakan banding, pada

tanggal 29 Juni 2018 Menkum HAM menerbitkan SK No.M.HH.AH.11.01-56 yang

mengembalikan kepengurusan Partai Hanura dibawah OSO-Sudding atau sesuai

dengan kepengurusan sebelum adanya perselisihan.

Menkum HAM menerbitkan kembali SK No.M.HH.AH.11.02-59 pada tanggal 6

Juli 2018 yang mencabut SK No.M.HH.AH.11.01-56 agar Partai Hanura bisa ikut

Page 79: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

65

Pemilu, pengurus dikembalikan lagi pada Oesman Sapta Odong-Herry Lantung

Siregar. Saat ini perselisihan di Partai Hanura belum ada keputusan yang tetap karena

Menkum HAM dan Kubu OSO mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan

Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.

Page 80: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

66

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Faktor yang menyebabkan terjadinya konflik kepengurusan Partai Politik Hanura

yaitu dualisme kepengurusan yang terjadi pada kubu pimpinan Oesman Sapta Odong

dan kubu pimpinan Daryatmo. Kubu Daryatmo menilai bahwa pimpinan dari OSO

bermasalah, yaitu karena adanya ketidakharmonisan antar pengurus dan

penyewenangan uang partai ke rekening pribadi OSO Sekuritas. Sedangkan kubu

OSO menilai bahwa kubu Daryatmo tidak memiliki alas hak atau dasar hukum

bertindak mewakili Partai Hanura antara lain karena tidak mendapatkan SK Menkum

HAM dan perubahan kepengurusannya dilakukan tidak sesuai dengan AD/ART.

2. Pengadilan Tata Usaha Negara mempunyai wewenang dalam perselisihan ini karena

obyek sengketa yang akan dipersoalkan adalah keputusan tata usaha negara yang

merupakan keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara dan

sengketanya adalah sengketa tata usaha negara. Dengan terbitnya Surat Keputusan

Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tanggal 17

Januari 2018 Tentang Restrukturasi, Reposisi dan Revitalasi Pengurus Dewan

Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat masa bakti 2015-2020, surat keputusan

Menkum HAM kemudian diajukan gugatan ke PTUN Jakarta oleh kubu Daryatmo-

Sudding terdaftar pada tanggal 22 Januari 2018 dalam register perkara Nomor

24/G/2018/PTUN.JKT.

66

Page 81: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

67

B. Saran

1. Dalam penanganan perkara perelisihan dualisme kepengurusan, Majelis Hakim pada

tahapan pemeriksaan persiapan hendaknya sudah harus menyarankan kepada Pihak

Penggugat agar mencermati mengenai pejabat yang berwenang untuk menerbitkan

Surat Keputusan, dengan melihat Surat Keputusan yang dijadikan obyek sengketa.

2. Pihak penggugat dalam menyusun alasan-alasan (posita) surat gugatannya agar

diperhatikan dengan seksama mengenai wewenang, prosedur dan substansi Pihak

Tergugat dalam menerbitkan obyek sengketa, karena alat uji yang dipergunakan oleh

Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menguji keabsahan Surat

Keputusan Tata Usaha Negara adalah dengan mempertimbangkan dari segi

wewenang, prosedur dan substansi.

Page 82: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

68

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Admosudirjo S. Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia,

1994

Ali Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2016

Asyiah Nur, Buku Ajar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,

Yogyakarta, Deepublish, 2015

Aurel Croinssant, Gabriele Bruns, dan Marei John (eds), Politik Pemilu di Asia

Tenggara dan Asia Timur, Jakarta, FES, 2004

Basah Sjachran, Perlindungan Hukum Terhadap Administrasi Negara, Bandung,

Alumni, 1992

Budiardjo Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama,

1972

Budiarjo Miriam dan Soeseno, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta, Universitas

Terbuka, 2014

Budiatri, Aisah Putri dkk, Faksi dan Konflik Internal Partai Politik di Indonesia

Era Reformasi, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018

Fadli, Andi Muh. Dzul, Buku Ajar Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta,

Deepublish, 2017

Francoise Boucek, Rethinking Factionalism: Typologies, Intra-Party Dynamics

and Three Faces of Factionalism”, Party Politics 15 No 4, 2009

G.J Wollhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Jakarta,

Timun Mas NV, 1955

Haris Syamsuddin, Partai, Pemilu dan Parlemen Era Reformasi, Jakarta,

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014

Herbert Feith, The Decline of Constitutional Democrary in Indonesia, Ithaca,

Cornell University Oress, 1962

Page 83: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

69

Indraharto, Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta, CV. Mulia Sari, 1993

Koesoemahatmadja, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, cet. 1,

Bandung, Alumni, 1975

Larry Diamond and Marc F Plattner, The Global Divergence of Democracies,

London, The Johns Hopkins University Press, 2000

Lev Daniel, Lembaga Peradilan dan Budaya Hukum di Indonesia (dalam Hukum

dan Perkembangan Sosial), Jakarta, Sinar Harapan, 1988

Marbun SF, Peradilan Administrasi Dan Upaya Administrasf di Indonesia,

Yogyakarta, Liberty, 1997

Marijan Katjung, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde

Baru, Jakarta, Prenada Media Group, 2010

Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta,

Rajawalipers, 2002

Nasir M, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Djambatan ,

2003

Nonet Philipe dan Selznick Philip, Hukum Responsif Pilihan di Masa Transisi,

Jakarta, HuMa, 2003

Permana Tri Cahya Indra, Pendaftaran Dan Penyelesaian Perselisihan Partai

Politik, Semarang, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang,

2018

Philiphus M.Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,

Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1993

Rahardjo Satjipto, Hukum dan Masyrakat, Bandung, Angkasa, 1980

Reza Farah Syah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Makassar, SIGn,

2018

Richard Gunther, Jose Ramon Montero, and Juan J.Linz (eds), Political Parties,

Old Concepts and New challenges, New york, Oxford University Press,

2002

Page 84: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

70

R. Kranenburg, dan B. Sabaroedin, Ilmu Negara Umum, Jakarta, Pradnya

Paramita, 1989

RM MacIver, The Modern State, London, Oxford University Press, 1955

Setiadi Wicipto, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Suatu

Perbandingan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1994

Sugitario Eko dan Tjondro Tirtamulia, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha

Negara, Surabaya, Brilian Internasional, 2012

Triwulan Titik dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta,

Kencana, 2011

Victor Yaved Neno, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan Tata

Usaha Negara, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2006

Yves Meny and Andrew Knapp, Government and Politics in Western Europe,

London, Oxford University Press, 1968

Jurnal :

Lili Romli, “Reformasi Partai Politik dan Sistem Kepartaian Di Indonesia”,

Politica, Volume II, Nomor 2, November, 2011

Marten Bunga, “Tinjauan Hukum Terhadap Kompetensi Peradilan Tata Usaha

Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah”, Gorontalo Law Review,

Volume 1, 2018

Siti Witianti, “Rekrutmen Politik dan Kinerja Legislatif pada Pemilu 2004”,

Publicsphere, Volume 1, Nomor 1, 2007

Peraturan dan Perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Page 85: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

71

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1948 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948 Tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-

Badan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Sususan dan Kedudukan MPR,

DPR, DPD

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung

Page 86: KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM …

72

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Citra Putri Utami

NPM : 5117500238

Tempat/Tanggal Lahir : Wonogiri, 5 September 1996

Program Studi : Ilmu Hukum

Alamat : Perum Widuri Graha Pesona Blok E-10

RT 02 RW 07, Widuri, Pemalang

Riwayat Pendidikan :

No Nama Sekolah Tahun Masuk Tahun Lulus

1 SD Negeri 02 Kebondalem 2001 2008

2 SMP Negeri 1 Pemalang 2008 2011

3 SMA Negeri 1 Wuryantoro 2011 2014

4 S1 Fakultas Hukum Universitas

Pancasakti Tegal

2017 2020

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Tegal, 28 Juli 2020

Hormat saya,

Citra Putri Utami