kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha...

92
KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KEPEGAWAIAN ANALISIS PT TUN NO: 174/G/2006/PT.TUN.JKT. (PERSPEKTIF SIYASAH SYARI’AH) Disusun Oleh : Latif Amri NIM: 105045201520 KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431H / 2010M

Upload: lamtruc

Post on 30-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA

DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KEPEGAWAIAN

ANALISIS PT TUN NO: 174/G/2006/PT.TUN.JKT.

(PERSPEKTIF SIYASAH SYARI’AH)

Disusun Oleh :

Latif Amri

NIM: 105045201520

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431H / 2010M

Page 2: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

1

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Kewenangan Hakim Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara Dalam Menyelesaikan Sengketa Kepegawaian Analisis PT.TUN Nomor: 174/G/2006/PT.TUN.JKT. (Perspektif Siyasah Syari’ah)”, telah diujikan dalam sidang munaqoshah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pada tanggal 30 November 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah Syari’ah.

Jakarta, 30 November 2010.

Dekan,

Prof. Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.

NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN MUNAQASAH

Ketua : Asmawi, M.Ag (…………………….) NIP. 150 282 394 Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (.................................)

NIP. 150 282 403

Pembimbing I : Drs. Abu Thamrin, M, Hum. (.................................) NIP. 196509081995031001

Pembimbing II: Sri Hidayati, M. Ag (…………………….) NIP. 150 282 403

Penguji I : Asmawi, M.Ag (…………………….) NIP. 150 282 394

Penguji II : Asep Syarifudin Hidayat, SH, MH (…………………….) NIP. 196911211994031001

Page 3: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

1

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis. Guna diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah penulis

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di Kemudian Hari terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli penulis atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka penulis bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,

LATIF AMRI

Page 4: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

KATA PENGANTARs

Alhamdulillah, puji syukur hanya kepada Allah yang telah melimpahkan

curahan rahmat, inayah dan hidayah-Nya, terutama kepada penulis sehingga skripsi

ini terselesaikan. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik

dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.Hi) konsentrasi Siyasah Sar’iyyah

Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat beserta salam penulis sampaikan

kepada pahlawan junjungan alam yakni nabiyyuna Muhammad Saw yang menjadi

Jenderal di waktu perang, menadi imam di waktu sholat, dengan kegigihan dan

kesabarannya dalam membawa umat manusia dari era penuh kezhaliman, kebiadaban

dibawanya secara gradual ke era peradaban baru dengan pola kehidupan yang penuh

dengan rahmat dan berkah dari Allah Azza Wa Jalla.

Dengan setulus hati yang paling dalam, penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih sangatlah jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini merupakan

hasil usaha dan upaya yang maksimal dari penulis, karena tidak sedikit kesulitan,

hambatan dan cobaan yang penulis temui.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari bantuan sehingga

mendapatkan banyak pihak terkait yang ikut berperan dalam proses penyelesaiannya,

maka suatu kewajiban bagi penulis untuk mengucapkan terima kasih penulis kepada :

Page 5: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA. MM., Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum serta Para Pembantu Dekan Fakultas Syari’ah dah Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag., Ketua Program Studi Fakultas Syari’ah dan Hukum

dan Ibu Sri Hidayati M.Ag., Sekretaris Program Studi Fakultas Syari’ah dan

Hukum.

3. Bapak Drs. Abu Thamrin M.Hum., dan Ibu Sri Hidayati M.Ag., Pembimbing

yang telah banyak memberikan perhatian, masukan yang bermanfaat dan motivasi

serta semangat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh staff Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta yang

telah memberikan dokumen dan meluangkan waktunya disela-sela kesibukannya

untuk memberikan arahan pada waktu penelitian.

5. Kepada segenap temen-teman seperjuangan Dinnur Garista Wirawan, Usman

Ibnu Yusuf, Muhammad Fathul Ni’am, Muhammad Fadholi dan Afnanul Huda

yang cukup bersahabat dan mempunyai jiwa karsa yang tinggi.

6. Kepada yang mulia Bapak H. Sukirman, Ibunda Hj Siti Rubingatun, Kakak

Muhammad Irfan, Adik Zein Muttaqien, dan segenap keluarga besar yang berada

di Sunter Jaya Jakarta Utara, yang selalu memberikan dukungan materil dan

moril-spritual.

Kepada semua penulis ucapkan ribuan terima kasih yang sebesar-besarnya,

semoga Allah SWT senantiasa memberikan pahala dan ridha-Nya atas segala amal

baik yang tiada terkira. Akhir kata penulis berharap agar kelak karya tulis ini

Page 6: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Dan penulis tak lupa memohon

maaf apabila dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan

kekhilafan.

Jakarta, M 2010Nopember H 1431Dzulhijjah

Penulis

Page 7: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 10

D. Tinjauan Pustaka (Study Review) ................................................ 11

E. Metode Penelitian ........................................................................ 13

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 15

BAB II SEJARAH DAN KEWENANGAN LEMBAGA KEKUASAAN

MAZHALIM

A. Sejarah Lembaga Mazhalim ......................................................... 17

B. Tugas dan Wewenang Lembaga Mazhalim .................................. 21

C. Kedudukan Lembaga Mazhalim .................................................. 25

BAB III TINJAUAN UMUM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA

NEGARA DAN KEPEGAWAIAN

A. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara ........... 31

B. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara.................................... 34

C. Sengketa dan Keputusan Tata Usaha negara ...................................... 47

D. Administrasi Kepegawaian .......................................................... 53

E. Sumber Hukum Kepegawaian ...................................................... 56

Page 8: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PT. TUN NOMOR

:174/G/2006/PT.TUN.JKT DALAM MENYELESAIAKAN

SENGKETA KEPEGAWAIAN

A. Duduk Perkara ............................................................................. 59

B. Substansi Putusan ........................................................................ 64

C. Analisa Putusan ........................................................................... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 80

B. Saran-Saran ................................................................................ 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 9: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebelum reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai

dengan praktek maladministrasi, bahkan, terdapat pandangan yang menganggap

birokrasi pemerintah sering menunjukkan gejala yang kurang menyenangkan.

Terkadang, birokrasi pemerintah bertindak canggung, kurang terorganisir dan

jelek koordinasinya, menyeleweng, otokratik, bahkan sering bertindak korup.1

Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan

peningkatan mutu aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan, juga

penegakan asas-asas pemerintahan umum yang baik.2 Bahwa sering kali setiap

keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh Badan-badan pemerintahan, rawan

akan terjadinya rasa ketidakpuasan dari masyarakat, atau telah merasa dirugikan.

Untuk menyelesaikan salah satu contoh permasalahan di atas, diperlukan lembaga

independent yang menjadi jembatan penghubung antara kedua belah pihak,

sekaligus memberikan keputusan yang bijaksana.

Permasalahan seperti ini, dapat kita kategorikan dalam sengketa tentang

administrasi Negara atau masalah Tata Usaha Negara. Kemudian pihak manakah

yang berwenang menyelesaikan masalah ini. Dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-

1 Soesilo Zauhar, Reformasi Administrasi, (PT Bumi Aksara: Jakarta) h 1 2 Penjelasan atas UU RI No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia

Page 10: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

2

Undang No 51 tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun

1986 tentang PTUN disebutkan bahwa hakim pengadilan adalah pejabat yang

melakukan tugas kekuasaan kehakiman.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan

kehakiman disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara

yang merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan hukum dan

keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukum Republik

Indonesia. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka tersebut mengandung pengertian

bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan

ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebutkan dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.3

Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)

disebutkan, bahwa :

1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan.

2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum,

lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan

Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Makamah Konstitusi

3 Jimly Assiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, (PT Bhuana Populer: 2007)

h. 517.

Page 11: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

3

Berbeda dengan UUD 1945 sebelum amandemen, yang mengatur

kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

kehakiman di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer,

dan peradilan tata usaha negara. Kekuasaan kehakiman saat ini selain

diselenggarakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan badan-badan peradilan di

bawahnya dalam empat lingkungan peradilan juga oleh Mahkamah Konstitusi

(MK). Kedudukan Mahkamah Agung sama, baik sebelum dan sesudah

amandemen UUD 1945 merupakan puncak dari badan-badan peradilan di empat

lingkungan peradilan. Empat lingkungan peradilan yang terdiri dari 1 (satu)

lingkungan peradilan umum dan 3 (tiga) lingkungan peradilan khusus yaitu :

agama, militer dan tata usaha negara. Keempat lingkungan peradilan tersebut

masing-masing memiliki badan peradilan (pengadilan) tingkat pertama dan

banding. Badan-badan peradilan tersebut berpuncak pada sebuah MA.

Untuk lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan Undang-

Undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

dalam Pasal 47 mengatur tentang kompetensi PTUN dalam sistem peradilan di

Indonesia yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan sengketa tata usaha negara.

Page 12: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

4

Berdasarkan uraian pasal demi pasal di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa hakim Tata Usaha Negara adalah pejabat yang berwenang memeriksa,

memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara di dalam lingkungan

PTUN. Secara umum memang kewenangan hakim adalah memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan sengketa.

Menurut Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009

tentang Sengketa Tata Usaha Negara menyebutkan, sengketa Tata Usaha Negara

adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau

badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik di

pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha

Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Mengacu pada rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur

sengketa Tata Usaha Negara terdiri dari:

1. Subyek yang bersengketa adalah orang atau badan hukum privat di satu pihak

dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di lain pihak.

2. Obyek sengketa adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara.4

Kewenangan pengadilan untuk menerima, memeriksa, memutus

menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya yang dikenal dengan

4 W. Riawan Tjandra, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Universitas Atma Jaya,

Yogyakarta, 2002) h. 7

Page 13: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

5

kompetensi atau kewenangan mengadili. PTUN mempunyai kompetensi

menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama. Sedangkan

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) untuk tingkat banding.

Pengaturan kompetensi relatif peradilan tata usaha negara terdapat dalam

Pasal 6 dan Pasal 54, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 menyatakan

:

1. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan

daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.

2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi dan

daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

Keputusan Tata Usaha Negara menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009 tentang Keputusan Tata Usaha Negara ialah suatu

penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara

yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, final, yang

menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang atau Badan Hukum Perdata.

Unsur-unsur yuridis Keputusan Tata Usaha Negara menurut hukum positif

sebagai berikut :5

1. Suatu penetapan tertulis.

2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara.

5 Rozali, Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta. Pt Raja Grafindo

Persada, 2004) h 13.

Page 14: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

6

3. Berisi tindakan hukum tata usaha negara.

4. Bersifat konkret, individual dan final.

5. Menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang atau Badan Hukum Perdata.

Kemungkinan besar bidang-bidang yang akan banyak menimbulkan

perkara-perkara tata usaha negara nantinya adalah; perizinan, masalah

kepegawaian negeri, masalah keuangan negara, masalah perumahan dan

pergedungan, masalah pajak, masalah cukai, masalah agraria, perfilman,

pemeriksaan bahan makanan dan mutu barang, keselamatan kerja perusahaan,

jaminan sosial, kesehatan rakyat, pengamanan rumah penginapan, keamanan

toko, pasar, perawatan infrastruktur, lalu lintas jalan, penanggulangan sampah,

pendidikan, perbankan, kejahatan komputer, HAM, dan lain-lain.6

Pengangkatan penguasa adalah untuk al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an

al-munkar. Karena kemaslahatan hamba tidak mungkin dicapai kecuali dengan

al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar. Juga karena kemaslahatan

kehidupan dan hamba itu harus dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itu

hanya dapat dicapai dengan menegakkan al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an

almunkar.7 Oleh karenanya, dalam Islam ada lembaga yang bertugas al-amr bi al

ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar atau dengan istilah lain melayani pengaduan

masyarakat, yang mana masyarakat ini merasa kecewa dengan pelayanan

6 Victor Situmorang, Soedibyo. Pokok-Pokok Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta. PT

Rineka Cipta, 1992) h 20 7 Ibnu Taimiyah, Siyasah Syar’iyah, Etika Politik Islam, terjemahan Rofi’ Munawwar, h. 71- 72

Page 15: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

7

pemerintah dan haknya sebagai warga negara tidak terpenuhi, lembaga ini dikenal

dengan sebutan hisbah.

Dalam sistem pemerintahan Islam, kewenangan peradilan (al-Qada)

terbagi kedalam tiga wilayah, yaitu wilayat al-Mazalim, wilayat al-Qada, dan

wilayat al-Hisbah. Wilayat al-Mazalim adalah suatu kekuasaan dalam bidang

pengadilan yang lebih tinggi dari pada kekuasaan hakim dan kekuasaan Muhtasib.

Lembaga ini memeriksa perkara-perkara yang tidak masuk ke dalam wewenang

hakim biasa. Lembaga ini memeriksa perkara-perkara penganiayaan yang

dilakukan oleh penguasa-penguasa dan hakim-hakim ataupun anak-anak dari

orang-orang yang berkuasa.8

Menurut teori al-Mawardi yang diterjemahkan oleh Nur Mufid dalam

bukunya Bedah Al-Ahkamus Shulthaniah, hisbah merupakan salah satu bentuk

pengawasan bila terjadi pelanggaran terhadap suatu peraturan. Orang yang

menjalankan tugas itu disebut muhtasib atau wali al-hisbah. Biasanya seorang

muhtasib diambil dari kalangan yuris. Dia mempunyai kebebasan untuk

memutuskan suatu perkara atas dasar ‘urf (kebiasaan). ‘urf ini berbeda dari

syariah.9

Ide yang terkandung dalam fungsi lembaga hisbah dan tanggung jawab

muhtasib tampaknya berkaitan dengan cita-cita dijalankannya ibadah agama

8 Hasbi Asshiddiqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang, PT Pustaka Rizki Putra,

1997) h. 92 9 Nur Mufid, Bedah Al-Ahkamus Sulthaniyah, Mencermati Konsep Kelembagaan Politik Era

Abasiyah, (Pustaka Progressif: Surabaya, 2000), h. 131.

Page 16: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

8

sesuai dengan hukum, dan terwujudnya ketentraman dan ketertiban umum,

khususnya dalam kegiatan sosial, ekonomi, transportasi dan sosial masyarakat,

termasuk berkembangnya nilai-nilai kejujuran dikalangan pelaku ekonomi. Lebih

jauh, dibentuknya hisbah ialah untuk memperkecil terjadinya pelanggaran hak

asasi manusia.

Keberadaan lembaga peradilan di dalam Islam juga bisa dijadikan studi

kelembagaan atas kewenangan Hakim Tata Usaha Negara di Indonesia. Peradilan

Tata Usaha Negara ini diciptakan untuk menyelesaikan sengketa antara

pemerintah dan warganya, yakni sengketa yang timbul sebagai akibat dari adanya

tindakan-tindakan pemerintah yang dianggap melanggar hak-hak warganya,

secara umum tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara adalah:

1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-

hak individu.

2. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada

kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut.10

Berangkat dari penjelasan di atas, dimana kewenangan hakim Tata Usaha

Negara adalah menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan warganya, yakni

sengketa yang timbul sebagai akibat dari adanya tindakan atau kebijakan

pemerintah yang dianggap melanggar atau merugikan hak-hak warga negaranya.

Sedangkan obyek sengketa Tata Usaha Negara itu sendiri adalah keputusan yang

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Salah satu Badan atau

10 Tjandra, Hukum Acara, h. 1

Page 17: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

9

Pejabat Tata Usaha Negara adalah seperti Dinas Tata Kota, Dinas Pertamanan dan

Dinas-dinas yang lain. Kemudian bagaimana pandangan siyasah sar’iyyah dalam

hal ini.

Fenomena tersebut beserta pemetaannya, merupakan titik tolak yang

melatar belakangi pembahasan masalah ini, dalam sebuah skripsi yang berjudul

KEWENANGAN HAKIM PERADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA

DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KEPEGAWAIAN ANALISIS PT

TUN NO: 174/G/2006/PT.TUN.JKT. (PERSPEKTIF SIYASAH SYARI’AH)

B. Batasan Dan Rumusan Masalah

Untuk menghindari melebarnya pembahasan dan selanjutnya

memudahkan penulis dalam analisis, permasalahan pada Kewenangan Hakim

PT.TUN dalam menyelesaikan sengketa, khususnya sengketa kepegawaian.

Perumusan masalah utama yang akan dijawab melalui penelitian adalah,

“Bagaimana Kewenangan Hakim PT.TUN Jakarta Dalam Menyelesaikan

Sengketa Kepegawaian?”

Berdasarkan masalah utama tersebut, dapat dijabarkan ke dalam beberapa

pertanyaan penelitian yaitu :

1. Perkara sengketa Kepegawaian Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara yang

dikaji dalam skripsi ini adalah Perkara Nomor NO: 174/G/2006 PT.TUN.JKT

Page 18: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

10

yang diajukan oleh Ambrosius WB, terhadap Badan Pertimbangan

kepegawaian

2. Pandangan Hukum Islam (ketatanegaraan Islam) terhadap kewenangan

Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara memutus sengketa kepegawaian

Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara, dalam hal ini Perkara Nomor:

174/G/2006 PT.TUN.JKT.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka penulis memberi rumusan-

rumusan masalah yang akan dikaji lebih lanjut, yakni :

1. Bagaimana peranan hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam memeriksa

dan memutus perkara sengketa kepegawaian di Peradilan Tinggi Tata Usaha

Negara?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam (ketatanegaraan Islam) terhadap

kewenangan Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam memutus sengketa

kepegawaian, perkara Nomor NO: 174/G/2006 PT.TUN.JKT?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Hukum Islam (ketetenegaraan Islam) memandang kewenangan Peradilan Tinggi

Tata Usaha Negara memutus sengketa kepegawaian yang kewenangannya

diberikan oleh UUD 1945.

Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan :

Page 19: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

11

1. Untuk mengetahui bagaimana hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam

memutus perkara kepegawaian di Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara.

2. Untuk mengetahui bagaimana Pandangan Hukum Islam (ketatanegaraan Islam)

terhadap kewenangan Peradilan Tinggi tata Usaha Negara dalam memutus

sengketa kepegawaian, dalam hal ini perkara Nomor 174/G/2006 PT.TUN.JKT.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini :

1. Bagi penulis bermanfaat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum Islam, selain itu juga diharapkan

dapat meningkatkan kemampuan penalaran, keluasan wawasan serta

kemampuan pemahaman penulis tentang hukum ketatanegaraan di Indonesia

dan dalam tradisi Islam.

2. Bagi masyarakat bermanfaat untuk memberikan kontribusi pengetahuan di

bidang Ilmu Hukum, khususnya tentang Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara

yang mempunyai wewenang memeriksa, memutus, menyelesaikan sengketa

kepegawaian.

3. Bagi para akademisi bermanfaat untuk memberikan kontribusi pemikiran terkait

dengan wewenang Peradilan Tinggi tata Usaha Negara memutus sengketa

kepegawaian.

D. Tinjauan Pustaka (Study Review)

Untuk memudahkan penulis dalam menyusun penulisan proposal skripsi

ini, penulis ingin memberikan rujukan terhadap tema-tema yang membahas dan

Page 20: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

12

tema-tema yang hampir sama terhadap pembahasan judul proposal penulis,

adapaun sumber-sumber yang penulis dapatkan ialah berasal dari buku-buku yang

berkaitan, jurnal-jurnal, dan artikel pada media massa.

Buku I, R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara, Sinar

Grafika, 2007. di dalam buku ini menjelaskan bagaimana menjalankan proses

beracara pada pengadilan Tata Usaha Negara.

Buku II, Sudarsono, Pengadilan Negeri Pengadilan Tinggi Mahkamah

Agung, dan Peradilan Tata Usaha negara, PT Rieneka Cipta, 1994. Dalam buku

ini menjelaskan tentang Lembaga Peradilan di Indonesia, Badan Peradilan yang

Berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan Peradilan dalam lingkungan

Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha

Negara.

Buku III, A. W. Widjaja, Administrasi Kepegawaian: Suatu Pengantar,

CV.Rajawali, 1990. dalam buku ini mencoba secara garis besar menjelaskan

mengenai Administrasi Kepegawaian atau administrasi personalia (personal

administration) atau juga disebut dengan personel management. Kegiatannya

secara umum dapat dirinci dan berkisar sekitar: perencanaan, penempatan,

pembimbingan, peningkatan, pemberhentian tenaga kerja manusia dalam rangka

mencapai tujuan organisasi.

Buku IV, Viktor M. Sitomurang, Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil,

Rinekacipta, 1990. Buku tersebut pada dasarnya menjelaskan hukum

Page 21: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

13

kepegawaian yang merupakan salah satu aspek dari hukum administrasi negara,

juga di dalamnya memuat tindak pidana korupsi khususnya tindak pidana yang

dilakukan oleh pegawai negeri sipil.

Buku V, Imam Al-Mawardi, Hukum tata negara dan kepemimpinan

dalam takaran Islam, penerjemah, Abdul Hayyie al-Kattani, Kamaluddin Nurdin :

Gema Insani Press, 2000. Buku tersebut pada dasarnya menjelaskan bagaimana

hukum tata negara Islam dan kepemimpinan agama. Menurut imam Al-Mawardi.

Termasuk di dalamnya menjelaskan lembaga administrasi beserta peradilannya

dalam ketatanegaraan Islam.

Buku-buku tersebut membahas tentang hukum Peradilan Tata Usaha

Negara dan Kepegawaian secara umum yang berlaku di Indonesia, berbeda

dengan yang penulis teliti, penulis memadukan Peradilan Tata Usaha Negara dan

menganalisisnya dengan perspektif ketatanegaraan Islam.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian Data

Jenis penelitian data yang digunakan penulis di sini adalah dengan

menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, penelitian akan menggunakan

metode eksloratif. Penelitian ini akan mengkombinasikan pendekatan

normatif dengan studi kepustakaan (library research). Pendekatan normatif

yaitu kajian kepustakaan bertujuan mengeksplorasi dan memahami berbagai

Page 22: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

14

konsep yang berkaitan dengan tema penulis yang dilakukan untuk

mendapatkan data seluas dan seditail mungkin dengan mengacu pada teori

yang sudah dijelaskan pada kajian teoritis.

2. Sumber Data

a. Data Primer, bersumber dari Undang-Undang Dasar 1945, dan juga

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, serta beberapa Undang-Undang lain yang berkaitan dengan

pembahasan ini, dan juga buku-buku yang sesuai dengan bahasan

penulis.

b. Data Sekunder, yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini yaitu

literatur berupa jurnal, majalah, artikel, surat kabar, serta website yang

pembahasannya berkaitan dengan objek kajian penulis.

3. Teknik Pengumpulan Data

Mengenai teknik pengumpulan data, penulis akan mendapatkan data

melalui studi kepustakaan atau dokumenter, yang didapat di perpustakaan

Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Mahkamah

Konstitusi, perpustakaan Universitas Indonesia, dan perpustakaan Pengadilan

Tinggi Tata Usaha Negara, mencari, mengumpulkan, meneliti, menelaah serta

mengkaji data dan informasi dari berbagai media yang relevan dan objektif

guna memenuhi target pembahasan.

Page 23: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

15

4. Teknik Analisis Data

Dalam Skripsi ini menggunakan analisis kualitatif, yaitu pendekatan

isi (Content Analiysis), yang menekankan pengambilan dari kesimpulan

analisa yang bersifat deskriftif dan deduktif, seluruh data yang diperoleh akan

diklarifikasikan dari bentuk yang bersifat umum, kemudian dikaji dan diteliti

selanjutnya ditarik kesimpulan yang mampu memberikan gambaran spesifik

dan relevan mengenai data tersebut.

5. Teknik Penulisan

Adapun Teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku

Pedoman Menulis Skripsi, yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri , Jakarta, 2007.

F. Sistematika Penulisan

Dalam Proposal skripsi ini, penulis membagi pembahasan ke dalam 5 bab,

dimana masing-masing bab mempunyai penekanan pembahasan mengenai topik-

topik tertentu, yaitu:

BAB I, berisi Pendahuluan yang mencakup Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review

Study Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Alasan sub-sub

tersebut diletakkan pada bab 1 adalah untuk lebih mengetahui alasan pokok

kenapa penulisan ini dilakukan dan mengetahui batasan dan metode yang

dilakukan sehingga maksud dari isi penulisan ini dapat dipahami.

Page 24: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

16

BAB II, pembahasan mengenai tinjauan umum yang meliputi: Sejarah

Lembaga Mazhalim, tugas dan wewenang Lembaga Mazhalim, kedudukan

Lembaga Mazhalim.

BAB III, pembahasan mengenai tinjauan umum Peradilan Tata Usaha

Negara dan Kepegawaian: Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha

negara, Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, Sengketa dan Keputusan tata

Usaha Negara, Administrasi Kepegawaian, Sumber Hukum Kepegawaian.

BAB IV, pada bab ini penulis akan menguraikan tentang kewenangan

Peradilan Tinggi tata Usaha Negara dalam memutus perkara sengketa

kepegawaian, dalam hal ini Perkara Nomor 174/G/2006/PT.TUN.JKT. dan juga

akan dikaji secara hukum Islam bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap

kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara.

BAB V, merupakan bab penutup, yang berisikan kesimpulan dari seluruh

penelitian serta saran-saran.

Page 25: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

17

BAB II

SEJARAH DAN KEWENANGAN LEMBAGA

KEKUASAAN MAZHALIM

A. Sejarah Lembaga Mazhalim

Perkembangan kekuasaan peradilan pada dasarnya tidak lepas dari sejarah

perkembangan masyarakat dan politik Islam. Dalam sejarah Islam yang paling

banyak menguasai lembaga peradilan Islam adalah ahli praktisi hukum. Dalam

peraturan perundang-undangan sekarang posisi para praktisi hukum itu selain

sebagai ulama ahli juga sebagai pemisah antara kekuasaan.1

Lembaga peradilan (qada) dibentuk untuk menangani kasus-kasus yang

membutuhkan putusan berdasarkan hukum syariah. Kasus – kasus tersebut

meliputi kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat muslim (juga non muslim

yang dzimmi). Untuk tujuan tersebut, khilafah atau imam menunjuk seorang qadi

dari kalangan yuris (mereka yang menguasai hukum Islam). Meskipun pada

awalnya qadi dipilih oleh khalifah, tapi ia memiliki independensi untuk

mengambil putusan hukum berdasarkan syariah. Bahkan ia tak terpecat dengan

kematian khalifah yang mengangkatnya. Dalam teori, qadi hanyalah merupakan

pelaksana hukum Islam, meskipun dalam praktik ia juga melakukan legislasi

(penetapan hukum).2

1 Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta,

2001), h. 118 2 Nur Mufid, Bedah Al-Ahkamus Sulthaniyah, Mencermati Konsep Kelembagaan Politik Era

Abasiyah, (Pustaka Progressif: Surabaya, 2000), h. 115

Page 26: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

18

Al-Mazhalim kata jama’ dari Mazlimah, yaitu nama bagi sesuatu yang

diambil oleh orang zalim. Menurut istilah fuqaha, Wilayah Mazhalim merupakan

suatu jabatan kehakiman, akan tetapi lebih luas dari jabatan hakim biasa karena

Wilayah Mazhalim yaitu suatu jabatan gabungan dari pengaruh kekuasaan dan

peradilan kehakiman.3

Menurut asal-usulnya, peradilan Mazhalim berasal dari tradisi penguasa

Sasaniyah. Melalui Mazhalim, kepala negara (khalifah) mendengarkan pengaduan

rakyat yang merasa mendapatkan perlakuan tidak adil dari pejabat pemerintahan.

Dalam peradilan Mazhalim itu juga, khalifah memberikan keadilan kepada

rakyatnya.

Di zaman al-Khulafa’ ar-Rasyidin persoalan mazhalim ditangani sesuai

dengan kebiasaan yang ditunjukkan oleh Nabi SAW. Semua kasus yang

menyangkut peradilan mazhalim ditangani langsung oleh khalifah. Di zaman

Dinasty Umayah, kasus yang menyangkut mazhalim semakin banyak karena

sejalan dengan semakin luasnya wilayah Islam. Atas inisiatif Khalifah Abdul

Malik bin Marwan, semua kasus mazhalim diselesaikan dalam peradilan khusus,

yaitu pengadilan mazhalim. Kedudukan pengadilan mazhalim semakin kuat dan

tegas ketika masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Dalam sejarah diketahui

bahwa tindakan yang dilakukannya sebagai khalifah adalah mengembalikan

3 Abdul Karim Zaidan, Sistem Kehakiman Islam Jilid 3, (Kuala Lumpur: Pustaka Haji Abdul

Majid, 2004), h. 64

Page 27: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

19

seluruh harta rakyat yang diambil para penguasa secara zhalim, sehingga ia dapat

mewujudkan kembali kehidupan dan prilaku yang adil.4

Lembaga Al-Mazhalim ini mulai terpikirkan pada masa pemerintahan Ali

ra, ini disebabkan karena beliau merasa perlu mempergunakan tindakan-tindakan

yang keras dan menyelidiki pengaduan-pengaduan terhadap penguasa-penguasa

yang berbuat kedzaliman. Permulaan khalifah yang sengaja mengadakan waktu-

waktu tertentu untuk memperhatikan pengaduan-pengaduan rakyat pada para

pejabat ialah Abdul Malik Ibn Marwan mereka menentukan hari-hari tertentu

untuk menerima pengaduan rakyat terhadap para pejabat negara. Pengadilan

untuk memutuskan perkara-perkara kedzaliman, pada masa itu dilakukan di

masjid-masjid. Akan tetapi penguasa yang mengetahui sidang mazhalim ini

dilengkapi dengan bermacam-macam aparat agar pengadilannya mempunyai

kewibawaan yang penuh dan dapat melaksanakan putusan-putusannya.5

Menurut al-Mawardi, yang diterjemahkan oleh Nur Mufid dalam bukunya

Bedah Al-Ahkamus Shulthoniah, orang pertama dalam sejarah Islam yang

mengadakan lembaga peradilan Mazhalim adalah Abdul al-Malik ibn Marwan,

khalifah Bani Umayyah. Gagasannya untuk mewujudkan lembaga ini timbul

setelah pada suatu hari dia membaca dan meneliti sebuah laporan tentang kasus

sengketa. Sebelumnya, dia cukup menyerahkan kasus-kasus yang sulit

4 Hasan Muarif, dkk, ed., Suplemen Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1996) h. 53 5 Tengku Muhammad Hasbi, Peradilan Dan Hukum Acara Islam, (Semarang, PT Pustaka

Rizki Putra 1997) h. 94

Page 28: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

20

diselesaikannya kepada seorang hakim kepercayaannya, yaitu Abu Idris al-Audi.

Abdul al-Malik tahu bahwa Abu Idris adalah hakim yang sangat teliti dalam

menyimpulkan dan memutus perkara dengan meneliti sebab-sebab terjadinya

suatu perkara. Abu Idrislah yang menjadi pelaksana (pemeriksa) mazhalim

pertama dalam sejarah islam, sedangkan Malik ibn Marwan adalah orang pertama

yang mengangkat seorang pemeriksa mazhalim.6

Setelah itu, pelanggaran para pejabat dan kezaliman orang-orang kuat

semakin membesar sehingga hanya dapat ditangani oleh pihak yang paling tinggi

dan paling kuat kedudukannya. Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang pertama

kali menempatkan dirinya sebagai penanggung jawab tugas mazhalim, sehingga

ia dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diadukan kepadanya dan dapat

mewujudkan kembali kehidupan dan perilaku yang adil. Ia juga menghilangkan

kezaliman yang dilakukan oleh keluarga Bani Umayyah, sehingga ada yang

mengatakan kepadanya, “Engkau telah berlaku keras dan kasar terhadap mereka.

Kami takut jika hal itu berakibat buruk bagimu.” Ia menjawab, “Seluruh hari yang

aku takuti lebih kecil daripada tingkat ketakutanku akan hari kiamat.”

Pada akhirnya, tugas ini ditangani oleh para khalifah dari Banni Abbas,

yang pertama mendudukinya adalah al-Mahdi, kemudian al-Hadi, selanjutnya ar-

Rasyid, diteruskan oleh al-Ma’mun. Khalifah Abbasiyyah yang terakhir

menangani tugas ini adalah al-Muhtadi. Dengan penanganan seperti itu, milik-

6 Nur Mufid, Bedah Al-Ahkamus Sulthaniyah, Mencermati Konsep Kelembagaan Politik Era

Abasiyah, h. 120

Page 29: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

21

milik manusia dapat dikembalikan kepada yang berhak. Para raja Parsi melihat

hal itu sebagai bagian dari rambu-rambu kerajaan dan undang-undang keadilan,

yang menjadi pokok perwujudan kepentingan umum dan keadilan.7

Didalam risalah Al Kharady, Abu Yusuf menganjurkan kepada khalifah

Harun Ar Rasyid supaya mengadakan sidang-sidang untuk memeriksa

pengaduan-pengaduan rakyat terhadap para pejabat. Kerap kali para khulafa

menyerahkan tugas ini kepada wazir-wazir dan kepala daerah atau hakim-hakim.

Meskipun hal ini pada awalnya adalah suatu tindakan jahiliah yang didorong oleh

kepentingan politik, namun dengan kehadiran Rasulullah saw, pada saat peristiwa

itu membuat hal tersebut menjadi hukum syariat dan tindakan kenabian yang

harus diikuti oleh insan muslim.

B. Tugas dan Wewenang Lembaga Mazhalim

Sebagai peradilan yang bertindak tanpa harus menunggu suatu gugatan

dari yang dirugikan, maka Wilayah mazhalim memilki tugas dan kewenangan

untuk hal-hal sebagai berikut :

Wewenang dan tugas mazhalim (yang menangani perkara penzhaliman)

adalah mendorong pihak-pihak yang saling bersikap zalim untuk bersikap adil,

dengan cara membuat mereka takut dan menghentikan sikap keras kepala orang-

orang yang saling bersengketa dengan kewibawaannya. Oleh karena itu, individu

7 Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam.

Penerjemah Kamaluddin Nurdin, dkk, Cet.I (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 160

Page 30: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

22

yang menduduki jabatan ini harus seorang yang terhormat, ditaati masyarakat,

berwibawa, bersih jalan hidupnya, sedikit ketamakannya, dan banyak wara’nya.

Karena dalam menjalankan tugas itu ia membutuhkan sifat kegagahan seorang

ksatriadan ketegasan seorang qadhi maka ia harus memiliki kedudukan dan

keistimewaan yang dimiliki oleh kedua kelompok itu, sehingga dengan statusnya

itu keputusan dan perkataannya didengar dan dipatuhi oleh kedua kelompok itu.8

Dalam menangani pelanggaran yang dilakukan pejabat pemerintah atas

rakyat, majelis mazhalim mempunyai wewenang untuk meneliti perilaku pejabat

yang disinyalir bermasalah, kemudian menghukumnya. Akan tetapi majelis

mazhalim ini tidak segan-segan mendukung mereka jika mereka berlaku adil dan

jujur walau tidak serta merta. Karena harus tetap melihat undang-undang yang

adil, catatan pembukuan negara, dan ketetapan pemerintah. Selanjutnya, bertugas

mengembalikan harta yang dirampas dan dikorupsi oleh pejabat. Sebaliknya, jika

pejabat mazhalim mendapatkan pelanggaran ini saat memeriksa, maka harus

dikembalikan harta tersebut sebelum adanya pengaduan.

Wilayah mazhalim juga bertugas sebagai pencatat administrasi negara.

Lingkup kerjanya mengidentifikasi apakah ada pelanggaran, pengurangan,

penambahan atau penggelapan. Dalam melaksanakan tugas ini pejabat mazhalim

tidak perlu menunggu adanya pihak penuntut. Tugas wilayah mazhalim tidak

hanya meliputi tugas kenegaraan secara keseluruhan, ini terbukti juga mengurusi

8 Al-Mawardi, Hukum Tata Negara. h 157

Page 31: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

23

masalah personal dilingkungan pejabat negara. Lembaga berwenang juga dalam

penetapan gaji atas penyunatan gaji atau keterlambatan pemberian gaji serta.9

Wilayah mazhalim mempunyai wewenang menangani kasus yang tidak

mampu ditangani oleh para qadhi, yang disebabkan lemahnya kemampuan

mereka untuk menanganinya atau keseganan menghadapi pihak tertuduh. Dalam

hal seperti ini, pejabat mazhalim dapat turun tangan karena adanya kekuatan yang

ia miliki dan lebih efektifnya keputusan hukum, sehingga lembaga ini dapat

dengan mudah memutuskan untuk menyita harta yang berada dalam genggaman

pihak yang bersalah atau memerintahkannya untuk menyerahkan harta tersebut.

Dijelaskan pula bahwa wilayah mazhalim berwenang untuk menangani

kasus-kasus pelanggaran kepentingan umum yang sulit ditangani oleh pejabat

biasa, seperti tindakan berbuat mungkar secara terang-terangan. Dalam kasus

seperti ini, pejabat mazhalim turun tangan untuk mengambilnya dari mereka

sesuai dengan ketentuan Allah swt dan mewajibkan menaati peraturan dan

kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Lembaga ini juga

memperhatikan, menangani kasus pertengkaran dan memberikan keputusan

hukum bagi pihak yang bersengketa. Akan tetapi, dalam menjalankan

wewenangnya itu, pejabat mazhalim tidak boleh keluar dari tuntunan kebenaran

dan tidak boleh memberikan keputusan hukum yang tidak sesuai dengan

keputusan hukum yang di tetapkan oleh para hakim dan para qadhi, karena bisa

9 Abdul Karim Zaidan, Sistem Kehakiman Islam, h. 70

Page 32: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

24

saja pejabat mazhalim bertindak tidak adil sehingga keputusannya ternyata

melanggar tuntunan syariat.10

Pejabat yang mengurus masalah mazhalim dapat menggunakan cara-cara

yang diperbolehkan untuk mendapatkan fakta kebenaran, tidak semata dengan

cara-cara yang konvensional dan secara rutin dipergunakan. Kemudian dengan

segera memberikan keputusan hukum sesuai dengan tuntunan syariat. Menurut

para ahli seluruh fuqaha, pejabat mazhalim tidak boleh menetapkan hukum

semata-mata dengan bukti tulisan tangan jika tidak disertai adanya pengakuan

akan kebenaran yang terkandung di dalamnya, karena wewenang pejabat

mazhalim tidak dapat menetapkan keputusan hukum yang dilarang oleh syariat.

Adapun wewenang pejabat mazhalim yang terbaik adalah dalam masalah

yang boleh, bukan masalah yang wajib, yaitu jika dalam kasus tersebut

menemukan kecurigaan dan adanya penentangan dari satu pihak. Maka dapat

menggunakan cara-cara yang dapat mengungkapkan kebenaran dan menjaga

pihak yang dituntut sesuai dengan aturan hukum.

Yang menjadi wewenang tugas majelis mazhalim ada sepuluh bagian

yaitu:11

1. Menangani pelanggaran pejabat pemerintah atas rakyat, untuk kemudian

memberikan catatan yang buruk baginya.

10 Yahya A.R., Strutur Negara Khilafah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997) h.204 11 Al-Mawardi, Hukum Tata Negara. h 163

Page 33: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

25

2. Menangani sikap korup para pejabat pemerintah atas harta yang mereka

pungut dari rakyat.

3. Bertugas sebagai pencatat administrasi negara.

4. Menerima pengaduan para penerima gaji atas penyunatan gaji mereka atau

keterlambatan pemberian gaji itu kepada mereka.

5. Mengembalikan harta yang dirampas dan dikorupsi oleh pejabat.

6. Mengawasi harta wakaf.

7. Menangani kasus yang tidak mampu ditangani oleh para qadhi, yang

disebabkan lemahnya kemampuan mereka untuk menanganinya atau

keseganan mereka menghadapi pihak tertuduh.

8. menangani kasus-kasus pelanggaran kepentingan umum yang sulit ditangani

oleh pejabat biasa, seperti tindakan berbuat mungkar secara terang-terangan

yang sulit diberantas, tindakan menggangu kelancaran dan keamanan lalu

lintas yang sulit dicegah, dan tindakan menahan orang lain yang sulit diminta.

9. Memperhatikan pelaksanaan ibadah-ibadah yang lahiriah.

10. Menangani kasus pertengkaran dan memberikan keputusan hukum baik bagi

pihak yang bersengketa.

C. Kedudukan Lembaga Mazhalim

Wilayat al-madzalim merupakan lembaga kehakiman tingkat tinggi, yang

sejak masa khalifah Abdul Malik (685-705 M) untuk pusat dipegang langsung

oleh khalifah. Dalam penanganan ini, khalifah menyediakan waktu khusus untuk

Page 34: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

26

menyelesaikan perkara yang masuk. Sedangkan untuk daerah, jabatan ini

dipegang oleh qadhi madzalim. Wilayat al-madzalim ini juga menangani tindakan

pejabat-pejabat negara termasuk hakim yang berbuat sewenang-wenang terhadap

terhadap rakyat. Kalau dibandingkan dengan lembaga-lembaga kehakiman

sekarang, bisa dipadangkan dengan Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung,

sebagai tempat bagi orang yang kalah tak puas mengajukan kembali perkaranya.12

Dengan adanya Mahkamah Agung dan ketuanya ini, kekuasaan negara di bidang

pengadilan bertambah lengkap, Di bawah Mahkamah Agung ada pengadilan

tinggi dan di bawahnya ada pengadilan negara.

Dalam kajian fiqih, Mazhalim merupakan salah satu bentuk lembaga

peradilan umum dan peradilan hisbah (peradilan khusus yang menangani

pelanggaran terhadap prinsip amar ma’ruf nahi mungkar). Mazhalim adalah

lembaga peradilan yang secara khusus menangani kelaliman para penguasa dan

keluarganya terhadap hak-hak rakyat. Peradilan Mazhalim ini bertujuan agar hak-

hak rakyat dapat dikembalikan, serta dapat menyelesaikan persengketaan antara

penguasa dan warga negara.13

Pembentukan lembaga ini dimaksudkan untuk merealisir keadilan di

tengah kehidupan masyarakat. Karena, dalam suatu negara, lembaga seperti ini

difungsikan untuk menegakkan hukum di wilayah kekuasaan negara, atau sebagai

12 A. Hasjmy, Di mana Letaknya Negara Islam. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984). Jilid 3.

Edisi revisi 5. h 256 13 Hasan Muarif, dkk, ed., Suplemen Ensiklopedi Islam, Vol.2 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1996), h.52

Page 35: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

27

media untuk mengimplementasikan ajaran Islam di bidang penegakan dan

perlindungan hukum.

Wilayah mazhalim dibentuk untuk melaksanakan fungsi yudisial upaya

mewujudkan keadilan dan perlindungan hukum dalam kehidupan manusia yang

secara efektif dan efisien. Berkenaan dengan tugas yang dimiliki dalam

memberikan penerangan dan pembinaan hukum, penegakkan hukum dan

memutuskan suatu perkara.

Karena itu mereka yang bertugas dalam wilayah mazhalim harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :14

1. Mempunyai kedudukan

2. Mempunyai pengaruh

3. Berwibawa

4. Mempunyai harga diri

5. Tidak rakus, tidak mudah silau oleh dunia

6. Menghindari perbuatan maksiat dan menjauhi syubhat

Syarat-syarat ini diperlukan karena dalam menangani atau memeriksa

kasus-kasus tindakan semena-mena, investigator memerlukan keteguhan sebagai

seorang pelindung hukum dan ketegasan. Karena dengan kharisma dan wibawa

yang dimilikinya pemeriksa atau investigator itu disegani sehingga keputusannya

dihargai dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

14 Nur Mufid dan Nur Fuad, Mencermati Konsep Kelembagaan Politik Era Abasiyah,

(Jakarta: Pustaka Progesif, 2000), h. 22

Page 36: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

28

Letak perbedaan antara pejabat Mazhalim dan Qadhi :15

1. Petugas mazhalim mempunyai wibawa dan kekuatan yang tidak dimiliki oleh

para qadhi untuk menuntaskan persengketaan pihak yang beperkara, serta

mencegah tindakan kezaliman.

2. Wewenang petugas mazhalim keluar dari kesempitan kewajiban kepada

keluasan keluasan kebolehan sehingga petugas ini mempunyai ruang yang

lebih luas dan keputusan yang lebih didengar.

3. Ia dapat melakukan penekanan dan merumuskan fakta sesuai dengan tanda-

tanda yang tampak dan bukti-bukti yang ditemukan yang tidak dapat

dilakukan oleh para hakim, sehingga ia dapat menemukan kebenaran dan

mengetahui siapa yang salah yang benar.

4. Ia boleh menjatuhkan sanksi kepada pihak yang membuat kezhaliman dan

menjatuhkan hukuman bagi pihak yang membuat permusuhan.

5. Ia boleh menunda penyelesaian masalah persengketaan jika jalan keluarnya

belum ditemukan dan hak-hak mereka belum jelas sehingga belum dapat

ditetapkan, kemudian ia melakukan penelitian intensif untuk mendapatkan

fakta-fakta yang dapat digunakan. Sedangkan, seorang hakim tidak dapat

melakukan hal itu jika salah seorang dari pihak yang bersengketa meminta

untuk segera memutuskan hukum. Karena seorang hakim tidak dapat

15 Imam Al-Mawardi, Hukum-Hukum Penyelengaraan Negara dalam Syariat Islam,

Penerjemah Fadli Bahri, Lc, cet. II (Jakarta: Darul Falah, 2006), h. 132

Page 37: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

29

menunda keputusan hukum, sedangkan petugas mazhalim dapat

melakukannya.

6. Jika sulit ditangani, ia boleh menyerahkan masalah mereka kepada pihak

penengah yang berusaha menyelesaikan persengketaan antara keduanya

dengan cara damai dan kerelaan, sedangkan qadhi tidak mempunyai

wewenang untuk melakukan tindakan seperti itu.

7. Ia dapat terus menangani kedua pihak yang bersengketa itu jika ada tanda-

tanda yang menunjukkan sikap saling bersikeras, dan ia dapat menetapkan

uang jaminan jika dibutuhkan untuk mendorong pihak yang bersengketa itu

untuk saling bersikap jujur dan mengubah sikap pengingkaran dan saling

menuduh dusta.

8. Ia boleh mendengarkan persaksian orang-orang yang rendah kredibilitas

pribadinya, sedangkan para qadhi hanya mendengarkan persaksian orang-

orang yang mempunyai kredibilitas yang tinggi.

9. Ia boleh meminta para saksi untuk bersumpah saat ia masih meragukan

mereka jika mereka mengubah sumpah mereka dengan sengaja dan ia dapat

memperbanyak jumlah saksi untuk menghilangkan keraguan, sedangkan

seorang hakim tidak dapat melakukan itu.

10. Ia boleh memulai dengan memanggil para saksi dan menanyakan persaksian

mereka tentang kasus yang sedang ditangani. Sedangkan kebiasaan para qadhi

adalah memerintahkan pihak penuntut untuk mengajukan bukti.

Page 38: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

30

Kemandirian kekuasaan yudikatif yang dimiliki wilayah mazhalim dalam

Islam adalah menerapkan hukum perundang-undangan dalam rangka menegakkan

keadilan dan menetapkan kebenaran yang bertujuan untuk mengukuhkan

keemanfaatan umum.

Pembentukan lembaga ini dimaksudkan untuk merealisir keadilan di

tengah kehidupan masyarakat. Karena, dalam suatu negara, lembaga seperti ini

difungsikan untuk menegakkan hukum di wilayah kekuasaan negara, atau sebagai

media untuk mengimplementasikan ajaran Islam di bidang penegak kan dan

perlindungan hukum.

Page 39: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

31

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADILAN TINGGI TATA USAHA

NEGARA DAN KEPEGAWAIAN

Istilah Tata Usaha Negara di sebagian lingkungan perguruan tinggi dikenal

dengan nama “administrasi negara”, alasannya karena istilah Tata Usaha Negara

lebih sempit daripada Istilah administrasi negara itu sendiri.1 Hukum administrasi

adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan negara, baik

tinggi maupun rendah, setelah alat-alat itu menggunakan kewenangan-kewenangan

ketatanegaraan.

Bagi Indonesia keinginan untuk memiliki Peradilan Administrasi Negara2

sebetulnya sudah ada sejak zaman pemerintahan Belanda. Namun, keinginan itu

selalu kandas di tengah perjalanan karena berbagai alasan. Keinginan itu baru

terwujud pada penghujung tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, pada

tanggal 29 Desember 1986.

A. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara

Dasar konstitusional pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah

pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:3

1 Victor S, Soedibyo, Pokok-Pokok Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta. PT Rineka Cipta,

1992), h 16. 2 Pada mulanya penyebutan istilah ini bermacam-macam, antara lain Peradilan Administrasi

Negara, Peradilan Tata Usaha Pemerintahan, Peradilan Tata Usaha Negara. Namun, setelah berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang sekarang sudah mengalami perubahan menjadi UU Nomor 51 Tahun 2009, istilah yang digunakan bisa Peradilan Tata Usaha Negara atau Peradilan Administrasi Negara.

3 Rozali, Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta. Pt Raja Grafindo

Persada, 2004) h 13.

Page 40: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

32

1. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain

Badan Kehakiman menurut undang-undang.

2. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-

undang.

Sebagai peraturan pelaksanaan dari pasal 24 Undang-Undang Nomor 14

tahun 1970 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004

tentang ketentuan-ketentuan Pokok kekuasaan kehakiman disebutkan: Kekuasaan

Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan:4

1. Peradilan Umum.

2. Peradilan Agama.

3. Peradilan militer.

4. Peradilan Tata Usaha Negara.

Dari bunyi pasal tersebut di atas jelaslah bahwa dasar hukum pembentukan

Peradilan Tata Usaha Negara yang bebas dan mandiri ternyata cukup kuat, sama

halnya dengan ketiga Peradilan lainnya yang sudah lama ada yaitu Peradilan

Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Militer.

Sesuai dengan maksud pasal 145 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

yang menyatakan bahwa undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan dan penerapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah selambat-

lambatnya lima tahun sejak undang-undang ini diundangkan, seperti yang telah

4 Jimly Assiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Bhuana

Populer: 2007), h 513.

Page 41: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

33

dikemukakan sebelumnya, pada tanggal 14 Januari 1991 diundangkanlah

Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1991 tentang Penerapan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, melalui Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 8 semenjak itu mulailah 5 buah

Pengadilan Tata UsahaNegara dan 3 buah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

yang sudah dibentuk sebelumnya menjalankan tugasnya masing-masing.

Setelah reformasi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 mengalami

perubahan tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-undang Nomor 5 Tahun

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara itu merupakan salah satu undang-

undang yang mengatur bahwa perlu dilakukan perubahan di lingkungan peradilan

yang berada di bawah Mahkamah Agung. Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah meletakkan

dasar kebijakan bahwa segala urusan mengenai peradilan umum, baik

menyangkut teknis yudisial maupun nonyudisial yaitu urusan organisasi,

administrasi, dam finansial di bawah Mahkamah Agung. Kebijakan tersebut

bersumber dari kebijakan yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2004 tentang Kekuasaan kehakiman sebagaimana dkehendaki oleh Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perubahan penting lainnya atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu5 :

5 Penjelasan UU 51 Tahun 2009.

Page 42: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

34

1. Penguatan pengawasan hakim, baik pengawasan internal oleh Mahkamah

Agung maupun pengawasan eksternal atas perilaku hakim yang dilakukan

oleh Komisi Yudisial dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran

martabat serta perilaku hakim;

2. Memperketat persyaratan pengangkatan hakim, baik hakim pada Pengadilan

Tata Usaha Negara maupun hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara antara lain melalui proses seleksi hakim yang dilakukan secara

transparan, akuntabel, dan partisipatif serta harus melalui proses atau lulus

pendidikan hakim;

3. Pengaturan mengenai pengadilan khusus dan hakim ad hoc.

4. Pengaturan mekanisme dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim;

5. Kesejahteraan hakim;

6. Transparansi putusan dan limitasi pemberian salinan putusan;

7. Transparansi biaya perkara serta pemeriksaan pengelolaan dan

pertanggungjawaban biaya perkara;

8. Bantuan hukum; dan

9. Majelis Kehormatan Hakim dan kewajiban hakim untuk menaati Kode Etik

dan Pedoman Perilaku Hakim.

B. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara

Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009 jauh lebih sempit lagi, karena tidak semua perkara yang

pokok sengketanya terletak di lapangan Hukum Publik (Hukum Tata Usaha

Page 43: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

35

Negara) dapat diadili di Peradilan Tata Usaha Negara. Menurut ketentuan pasal 1

ayat (3) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, Keputusan Tata Usaha Negara

yang dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara, haruslah memenuhi syarat-

syarat:6

1. Bersifat tertulis, hal ini diperlukan untuk memudahkan pembuktian.

Pengertian tertulis disini bukanlah dalam arti bentuk formalnya, melainkan

cukup tertulis, asal saja:

a. Jelas Badan atau Pejabat Tata Usaha yang mengeluarkannya.

b. Jelas isi dan maksud tulisan tersebut yang menimbulkan hak dan

kewajiban.

c. Jelas kepada siapa tulisan ini ditujukan.

Mengenai syarat tertulis ini ada pengecualiannya sebagai mana dalam

pasal 3 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yaitu:

a. Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan

keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut

disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.

b. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan

keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat,

maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah

menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.

6 Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, h 24.

Page 44: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

36

c. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak

menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka

setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan,

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah

mengeluarkan keputusan penolakan.

2. Bersifat kongkrit, artinya obyek yang diputus dalam Keputusan Tata Usaha

Negara itu berwujud tertentu atau dapat ditentukan.

3. Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan

untuk umum, tetapi ditujukan untuk orang-orang atau badan hukum perdata

tertentu. Jadi tidak berupa suatu peraturan yang berlaku umum.

4. Bersifat final, artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan

akibat hukum, atau ketetapan yang tidak membutuhkan lagi persetujuan dari

instansi atasannya.

Di samping mengadili pada tingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara

sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986,

Pengadilan Tinggi Tata usaha Negara juga berwenang (Pasal 51. UPTN):7

1. Memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat Banding.

2. Memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa

kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah

hukumnya.

7 Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, h 26.

Page 45: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

37

Kewenangan Pengadilan untuk menerima, memeriksa, memutus

menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya yang dikenal dengan

kompetensi atau kewenangan mengadili. PTUN mempunyai kompetensi

menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama. Sedangkan

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) untuk tingkat banding. akan

tetapi untuk sengketa-sengketa tata usaha negara yang harus diselesaikan terlebih

dahulu melalui upaya administrasi berdasarkan Pasal 48 Undang-Undang Nomor

51 tahun 2009 perubahan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986.

Dalam pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang- Undang

No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, disebutkan sebagai

berikut :

1. Dalam hal suatu Badan/Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau

berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara

administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha

Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia;

2. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud ayat (1) jika seluruh

upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.

Ada beberapa cara untuk mengetahui kompetensi dari suatu pengadilan

untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara: pertama, dapat dilihat

dari pokok sengketanya (geschilpunt, fundamentum petendi); kedua, dengan

Page 46: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

38

melakukan pembedaan atas atribusi (absolute competentie atau attributie van

rechtsmacht) dan delegasi (relatieve competentie atau distributie van distributie

van rechtsmacht); ketiga, dengan melakukan pembedaan atas kompetensi absolut

dan kompetensi relatif.8

Pertama, dilihat dari pokok sengketanya, apabila pokok sengketanya

terletak dalam lapangan hukum privat, maka sudah tentu yang berkompetensi

adalah hakim biasa (hakim pengadilan umum). Apabila pokok sengketanya

terletak dalam lapangan hukum publik, maka sudah tentu yang berkompetensi

adalah administrasi negara yang berkuasa (hakim PTUN).

Kedua, dengan melakukan pembedaan atas kewenangan mengadili dengan

pembagian kompetensi atas atribusi (absolute competentie atau attributie van

rechtsmacht) dan delegasi (relatieve competentie atau distributie van

rechtsmacht) dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Atribusi, yang berkaitan dengan pemberian wewenang yang bersifat bulat

(absolut) mengenai materinya, yang dapat dibedakan :

a. Secara horizontal, yaitu wewenang yang bersifat bulat dan melekat dari

suatu jenis pengadilan terhadap jenis pengadilan lainnya, yang

mempunyai kedudukan sederajat/ setingkat. Contoh: Pengadilan

Administrasi terhadap Pengadilan Negeri (umum), Pengadilan Agama

atau Pengadilan Militer.

8 Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1997) h 28.

Page 47: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

39

b. Secara vertical, yaitu wewenang yang bersifat bulat dan melekat dari suatu

jenis pengadilan lainnya, yang secara berjenjang atau hirarki mempunyai

kedudukan lebih tinggi. Contoh: Pengadilan Negeri (umum) terhadap

Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

2. Distribusi, yang berkaitan dengan pembagian wewenang yang bersifat terinci

(relatif) di antara badan-badan yang sejenis mengenai wilayah hukum.

Contoh; antara Pengadilan Negeri Bandung dengan Pengadilan Negeri antara

lain di Garut, Tasikmalaya dan Ciamis.

Ketiga, adalah pembagian atas Kompetensi absolut dan Kompetensi

relatif. Kompetensi absolut adalah menyangkut kewenangan badan peradilan apa

yang memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. Kompetensi dari

Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk memeriksa, mengadili dan

memutuskan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara akibat

dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa

kepegawaian dan tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang dimohonkan

seseorang sampai batas waktu yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-

undangan, sedangkan hal itu telah merupakan kewajiban badan atau pejabat tata

usaha negara yang bersangkutan.

Kompetensi relatif, adalah kewenangan dari pengadilan sejenis, yang

mana yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang

bersangkutan. Dalam kaitannya dengan Peradilan Tata Usaha Negara, maka

Page 48: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

40

kompetensi relatifnya adalah menyangkut kewenangan peradilan tata usaha

negara yang mana yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus

perkara tersebut. Apakah PTUN Ujung Pandang, Surabaya, Semarang, Bandung,

Jakarta, Palembang, atau Medan, dan sebagainya.9 Berkaitan dengan kompetensi

PTUN tersebut di atas, dalam pasal 77 UU PTUN disebutkan:

1. Eksepsi tentang kewenangan absolut pengadilan dapat diajukan setiap waktu

selama pemeriksaan, dan meskipun tidak ada eksepsi tentang kewenangan

absolut pengadilan apabila hakim mengetahui hal itu, ia karena jabatannya

wajib menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili sengketa

yang bersangkutan.

2. Eksepsi tentang kewenangan relatif pengadilan diajukan sebelum disampaikan

jawaban atas pokok sengketa, dan eksepsi tersebut harus diputus sebelum

pokok sengketa diperiksa.

3. Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan pengadilan hanya dapat

diputus bersama dengan pokok sengketa.

Dengan demikian, eksepsi terhadap kompetensi relatif dari PTUN, harus

disampaikan tergugat sebelum memberikan jawaban atas pokok sengketa, apabila

eksepsi itu disampaikan setelah memberikan jawaban atas pokok sengketa, maka

eksepsi tersebut tidak lagi dapat diterima.

Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara bukan untuk mencari-cari

kesalahan, apalagi mengurangi kewibawaan Badan atau Pejabat Tata Usaha

9 Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, h 30

Page 49: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

41

Negara, tetapi justru sebaliknya agar terbinanya aparatur yang mampu menjadi

alat yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa dan selalu berdasarkan hukum

serta bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme juga dilandasi semangat serta

sikap pengabdian untuk masyarakat di dalam menjalankannya tugasnya. Di lain

pihak juga tindakan yang tidak tepat dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Oleh karenanya Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk untuk menyelesaikan

sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan

hukum privat dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai akibat

dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara akibat pelaksanaan atau

penggunaan wewenang pemerintahan yang dilakukan oleh Badan/Pejabat Tata

Usaha Negara yang menimbulkan benturan kepentingan, perselisihan, atau

sengketa dengan warga masyarakat atau badan hukum privat, atau sengketa

dengan warga masyarakat atauu badan hukum privat dengan Badan atau Pejabat

Tata Usaha Negara.

Susunan Peradilan Tata Usaha Negara sama halnya dengan Peradilan

Umum, terdiri dari dua tingkat Peradilan, yaitu:

1. Pengadilan Tata Usaha Negara, yang merupakan Peradilan Tingkat Pertama.

2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, yang merupakan Peradilan Tingkat

Banding.

Sama halnya dengan ketiga Peradilan lain, Peradilan Tata Usaha Negara juga

berpuncak pada Mahkamah Agung, sebagai Peradilan Negara tertinggi yang

berfungsi antara lain sebagai Peradilan Kasasi.

Page 50: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

42

Susunan Pengadilan sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009

terdiri atas:

1. Pimpinan

2. Hakim Anggota

3. Panitera

4. Sekretaris

Tujuan dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk mengembangkan

dan memelihara administrasi negara yang tepat menurut hukum, atau tepat

menurut Undang-Undang, ataupun tepat secara efektif maupun berfungsi secara

efisien.10 Faktor terpenting untuk mendukung efektifitas peranan pemerintah

adalah faktor makna kontrol Yudisial dengan spesifikasi karakteristiknya. Hal

tersebut, mendasari konsepsi mengenai Peradilan Tata Usaha Negara yang

merupakan pelembagaan kontrol yudisial terhadap tindakan pemerintah.

Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia tidak akan

mencontoh belaka pada sistem Peradilan Tata Usaha Negara di Negara lain. Akan

tetapi disesuaikan dengan kebutuhan situasi dan kondisi serta perkembangan di

Indonesia, bahkan akan diciptakan sistem sendiri yang sesuai dengan kebutuhan

dan keadaan di Indonesia yang berfalsafah Pancasila.

Final draft Rancangan Undang-Undang tentang Pengadilan dalam

Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, pada tahun 1982 berada dalam taraf

10 Victor S, Soedibyo, Pokok-Pokok Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 1992) h 11.

Page 51: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

43

penggodogan dan telah dibahas di muka forum DPR dengan banyak mendapat

tanggapan yang positif, walaupun ternyata kemudian pihak Panitia Khusus

(pansus) Rancangan Undang-Undang masih belum dan tidak dapat menyelesaikan

tugasnya dalam masa persidangan DPR terakhir periode 1977-1982, karena

keterbatasan waktu dan beratnya materi yang harus dibahas. Pada bulan April

1986 Pemerintah sekali lagi menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang

Peradilan Tata Usaha Negara yang telah disempurnakan kepada DPR periode

masa bhakti 1982-1987, Undang-Undang tersebut menjadi Undang-Undang.

Dan pada akhirnya tahun 1990 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Jakarta dibentuk berdasarkan Keppres Nomor : 52 Tahun 1990, tanggal 30

Oktober 1990 dan PP No. 41 Tahun 1991 tentang Pembentukan Pengadilan Tata

Usaha Negara di Jakarta, Medan dan Ujung Pandang serta dirubah dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo Undang-Undang No 51 Tahun 2009

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Peresmian penggunaan gedung Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Jakarta dilakukan pada tanggal 10 November 1990 oleh Menteri Kehakiman

Republik Indonesia H. Ismail Saleh, SH. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Jakarta menempati bekas Pengadilan Tinggi Jakarta yang terletak di Jalan Cikini

Raya Nomor 117 Jakarta Pusat yang diberikan oleh Mahkamah Agung secara

pinjam pakai kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta berdasarkan

Surat Persetujuan Pemakaian Nomor : KMA/242/IX/89 tanggal 6 September

Page 52: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

44

1989, kemudian direnovasi dan diperluas kebelakang, adapun luas Gedung yang

ditambah 340 m2. Sedangkan tanggal peresmian operasionalnya dilakukan pada

tanggal 14 Januari 1991.

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta berkedudukan di DKI

Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nomor : KMA/021/SK/III/1993,tanggal 5 Maret 1991 wilayah Hukum

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta saat ini meliputi:11

1. Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, daerahnya hukumnya meliputi :

a. Kotamadya Jakarta Pusat

b. Kotamadya Jakarta Barat

c. Kotamadya Jakarta Selatan

d. Kotamadya Jakarta Timur

e. Kotamadya Jakarta Utara

2. Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, daerah hukumnya meliputi :

a. Kotamadya Bandung

b. Kotamadya Bogor

c. Kotamadya Cirebon

d. Kotamadya Sukabumi

e. Kotamadya Depok

f. Kotamadya Bekasi

11 Makalah, Sejarah singkat Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara, (sumber PT.TUN Jakarta

Pusat).

Page 53: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

45

g. Kotamadya Banten

3. Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak, daerah hukumnya meliputi :

a. Kotamadya Pontianak

b. Kabupaten Sambas

c. Kabupaten Ketapang

d. Kabupaten Pontianak

e. Kabupaten Kapuas Hulu

f. Kabupaten Sanggau

g. Kabupaten Sintang

4. Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin, daerah hukumnya meliputi :

a. Kotamadya Banjarmasin

b. Kabupaten Hulu Sungai Tengah

c. Kabupaten Hulu Sungai Selatan

d. Kabupaten Hulu Sungai Utara

e. Kabupaten Kota Baru

f. Kabupaten Barito Kuala

g. Kabupaten Banjar

h. Kabupaten Tanah Laut

i. Kabupaten Tapin

j. Kabupaten Tabalog

Page 54: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

46

5. Pengadilan Tata Usaha Negara Palangkaraya, daerah hukumnya meliputi :

a. Kotamadya Palangka Raya

b. Kabupaten Kapuas

c. Kabupaten Barito Utara

d. Kabupaten Barito Selatan

e. Kabupaten Kotawaringin Timur

f. Kabupaten Kotawaringin Barat

g. Kabupaten Seruyan

h. Kabupaten Pulang Pisau

i. Kabupaten Barito Timur

j. Kabupaten Lamandau

k. Kabupaten Katingan

l. Kabupaten Sukamara

m. Kabupaten Gunung Mas

n. Kabupaten Murung Raya

6. Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda, daerah hukumnya meliputi :

a. Kotamadya Samarinda

b. Kotamadya Balikpapan

c. Kabupaten Kutai

d. Kabupaten Pasir

e. Kabupaten Berau

Page 55: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

47

C. Sengketa dan Keputusan Tata Usaha Negara

Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 menyebutkan,

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata

Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat

Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat

dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mengacu pada rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur

sengketa Tata Usaha Negara terdiri dari:

1. Subyek yang bersengketa adalah orang atau badan hukum privat di satu pihak

dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di lain pihak.

2. Obyek sengketa adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat

Tata Usaha Negara.

Sebagai Jabatan TUN yang memiliki kewenangan pemerintah, sehingga

dapat menjadi pihak yang tergugat dalam sengketa TUN dapat dikelompokkan

dalam :12

1. Instansi resmi pemerintah yang berada di bawah presiden sebagai kepala

eksekutif.

2. Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara di luar lingkungan

eksekutif yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, melaksanakan

suatu urusan pemerintahan.

12 A.Siti Soetami, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Bandung, PT. Refika Aditama, 2007) h 5.

Page 56: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

48

3. Badan-badan hukum privat yang didirikan dengan maksud untuk

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

4. Instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pemerintahan dan pihak

swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

5. Lembaga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas

pemerintahan.

Obyek sengketa TUN adalah keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu

penetapan tertulis yang dikeluarkan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang

berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang

menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Jenis-jenis Keputusan Tata Usaha Negara/ KTUN (Beschikking) menurut

doktrin (pendapat/ teori para pakar administrasi Negara) terdapat berbagai

rumusan, antara lain menurut P. De Haan (Belanda), dalam bukunya :

“Bestuursrecht in de Sociale Rechtsstaat”, (Philipus M. Hadjon; 2002)

dikelompokkan sebagai berikut :13

1. KTUN Perorangan dan Kebendaan (Persoonlijk en Zakelijk)

a. KTUN perorangan adalah keputusan yang diterbitkan kepada seseorang

berdasarkan kualitas pribadi tertentu, dimana hak yang timbul tidak dapat

dialihkan kepada orang lain. Contoh : SK PNS, SIM,dan sebagainya.

13Ujang Abdullah, “Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam Sistem Peradilan di

Indonesia”, artikel diakses pada 31 November 2010 dari http://www.ptun.palembang.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=575&Itemid=294.

Page 57: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

49

b. KTUN kebendaan adalah keputusan yang diterbitkan berdasarkan kualitas

kebendaan atau status suatu benda sebagai obyek hak, dimana hak yang

timbul dapat dialihkan kepada orang lain. Contoh : Sertifikat Hak atas

Tanah, BPKP/STNK kendaraan bermotor, dan sebagainya.

2. KTUN Deklaratif dan Konstitutif (Rechtsvastellend en Rechtsscheppend)

a. KTUN deklaratif adalah keputusan yang sifatnya menyatakan atau

menegaskan adanya hubungan hukum yang secara riil sudah ada. Contoh :

Akta Kelahiran, Akta Kematian, dan sebagainya.

b. KTUN konstitutif adalah keputusan yang menciptakan hubungan hukum

baru yang sebelumnya tidak ada, atau sebaliknya memutuskan hubungan

hukum yang ada. Contoh : Akta Perkawinan, Akta Perceraian, dan

sebagainya.

3. KTUN Bebas dan Terikat (Vrij en Gebonden)

KTUN bebas adalah keputusan yang didasarkan atas kebebasan

bertindak (Freis Ermessen/ Discretionary Power) dan memberikan kebebasan

bagi pelaksananya untuk melakukan penafsiran atau kebijaksanaan. Contoh :

SK Pemberhentian PNS yang didasarkan hukuman disiplin yang telah diatur

secara jelas dan rinci di dalam perundang-undangan.

4. KTUN yang membebankan dan yang menguntungkan (Belastend en

Begunstigend)

Page 58: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

50

a. KTUN yang member beban adalah keputusan yang memberikan

kewajiban. Contoh : SK tentang Pajak, Restribusi, dan lain-lain.

b. KTUN yang menguntungkan adalah keputusan yang memberikan

keuntungan bagi pihak yang dituju. Contoh : SK pemutihan pembayaran

pajak yang telah kadaluwarsa.

5. KTUN Seketika dan Permanen (Einmaligh en Voortdurend)

a. KTUN seketika adalah keputusan yang masa berlakunya hanya sekali

pakai. Contoh : Surat ijin pertunjkan hiburan, music, olahraga, dll

b. KTUN pemanen adalah keputusan yang masa berlakunya untuk selama-

lamanya, kecuali ada perubahan atau peraturan baru. Contoh : Sertifikat

Hak Milik

Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara:

1. Keputusan Tata Usaha Negara Positif (Pasal 1 angka (3)) Yaitu penetapan

tertulis yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi

tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final yang

menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.

2. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif (Pasal 3 angka (1)) Yaitu keputusan Tata

Usaha Negara yang seharusnya dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha

Negara menurut kewajibannya tetapi ternyata tidak diterbitkan, sehingga

Page 59: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

51

menimbulkan kerugian bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata. Contoh :

Dalam kasus kepegawaian, seorang atasan berkewajiban membuat DP3 atau

mengusulkan kenaikan pangkat bawahannya, tetapi atasannya tidak

melakukan.

3. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Negatif (Pasal 3 ayat (2)) Yaitu

keputusan Tata Usaha Negara yang dimohonkan seseorang atau Badan

Hukum Perdata, tetapi tidak ditanggapi atau tidak diterbitkan oleh

Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Sehingga dianggap

bahwa Badan/Pejabat Tata Usaha Negara telah mengeluarkan keputusan

penolakan (negatif). Contoh : Pemohon IMB, KTP, Sertifikat, dan sebagainya

apabila dalam jangka waktu yang ditentukan tidak dijawab/diterbitkan, maka

dianggap jelas-jelas menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara yang

menolak.

Dalam praktek administrasi pemerintahan terdapat beberapa KTUN yang

berpotensi menimbulkan sengketa Tata Usaha Negara, yaitu antara lain :

1. Keputusan tentang perijinan

Secara yuridis suatu ijin adalah merupakan persetujuan yang diberikan

pemerintah (Badan/Pejabat TUN) kepada seseorang atau Badan Hukum

Perdata untuk melakukan aktivitas tertentu. Menurut Philipus M. Hadjon ada

5 tujuan diadakannya perijinan pada pokoknya adalah untuk :

Page 60: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

52

a. Mengarahkan atau mengendalikan aktivitas tertentu (misal: ijin prinsip,

IMB, ijin pertambangan, ijin pengusahaan hutan, ijin berburu, dan

sebagainya)

b. Mencegah bahaya atau gangguan (misal: gangguan/ Hinder Ordanatie,

amdal, dan sebagainya)

c. Melindungi obyek tertentu (misal: ijin masuk obyek wisata, cagar budaya,

dan sebagainya)

d. Distribusi benda atau barang langka (misal: ijin trayek, ijin perdagangan

satwa langka, dan sebagainya)

e. Seleksi orang atau aktivitas tertentu (misal: SIM, ijin memiliki senjata api,

ijin penelitian, dan sebagainya).

2. Keputusan tentang status hukum, hak dan kewajiban

a. Status hukum perorangan atau badan hukum, misalnya akta kelahiran,

akta kematian, akta pendirian/pembubaran badan hukum, KTP, Ijasah,

sertipikat (Tanda Lulus Ujian), dll.

b. Hak/ kewajiban perorangan atau badan hukum terhadap suatu barang atau

jasa, misalnya pemberian/pencabutan hak atas tanah, hak untuk

melakukan pekerjaan, dan sebagainya.

3. Keputusan tentang kepegawaian.

Page 61: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

53

a. Keputusan tentang mutasi PNS, dimana pegawai yang dimutasi keberatan

karena merasa dirugikan, menghambat karier atau karena mutasi itu

dianggap sebagai hukuman disiplin terselubung.

b. Keputusan tentang hukuman disiplin PNS, dimana pegawai yang

bersangkutan menganggap hukuman itu tidak sesuai dengan prosedur atau

tidak adil.

c. Keputusan tentang pemberhentian PNS, misalnya dalam rangka

perampingan pegawai atau likuidasi suatu instansi, dan sebagainya.

Menurut ketentuan pasal 35 Undang-Undang No. 43 Tahun 1999

tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-

Pokok Kepegawaian:

a. Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara;

b. Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan

disiplin PNS diselesaikan melalui upaya banding administratif kepada

Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEG).

D. Administrasi Kepegawaian

Pada umumnya yang dimaksud dengan admistrasi kepegawaian adalah

segala hal yang mengenai kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan pegawai.

Pegawai merupakan tenaga kerja manusia, jasmaniah maupun rohaniah (mental

dan fikiran), yang senantiasa dibutuhkan dan kerena itu menjadi salah-satu modal

pokok dalam badan usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi).

Page 62: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

54

Pengertian Pegawai Negeri secara resmi mula-mula ditetapkan dalam

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961. dalam Undang-Undang tersebut

pengertian pegawai negeri didefinisikan atau dirumuskan sebagai berikut:

Pegawai negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan, diangkat, digaji menurut Peraturan Pemerintah yang berlaku dan

dipekerjakan dalam suatu jabatan negeri oleh Pejabat Negara atau badan Negara

yang berwenang.

Dalam tambahan Lembaran Negara Nomor 2312 diterangkan, bahwa ada

3 faktor yang menetapkan seseorang pegawai negeri menurut Undang-Undang

Pokok Kepegawaian ini, yaitu:14

1. Memenuhi syarat-syarat sebagaimana terperinci dalam pasal 1 ayat (2)

Undang-Undang Pokok Kepegawaian (Undang-Undang Nomor 18 tahun

1961).

2. Harus diangkat dalam jabatan negeri dan digaji menurut Peraturan Pemerintah

yang berlaku.

3. Harus diangkat oleh pejabat negara dan badan negara yang berwenang.

Syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang

Pokok Kepegawaian ialah: syarat-syarat meliputi segi kepribadian, kesetian,

kesehatan, kecerdasan, kemampuan dan ketangkasan dan syarat-syarat lain yang

14Victor M. Sitomurang Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil, (Jakarta. PT Rineka Cipta,

1990) h 18.

Page 63: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

55

khusus diperlukan bagi suatu jabatan. Umpamanya untuk menjadi hakim harus

seorang sarjana Hukum dan sebagainya.

Sasaran administrasi kepegawaian yaitu masalah penggunaan tenaga kerja.

Oleh karena itu administrasi kepegawaian dikembangkan dengan tujuan:15

1. Penggunaan secara efektif tenaga kerja manusia.

2. Tercipta, terpelihara serta terkembangkan hubungan kerja yang memberikan

suasana kerja yang menyenangkan antar individu yang berkerja sama.

3. Tercapainya perkembangan yang maksimal bagi masing-masing individu

yang berkerja sama tersebut.

4. Efektif dalam arti mencapai sasaran, yakni masing-masing individu pegawai

memiliki kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya serta efisien

dalam pelaksanaan tugas itu. Jadi efisien berlangsung setelah efektivitas

terjadi. Namun apabila individu-individu itu merasa tidak senang (tanpa

kegembiraan kerja) maka tak mungkin terdapat efektivitas dan efisiensi dalam

kerja.

Jika dirinci maka administrasi kepegawaian mencakup pokok-pokok

persoalan:

1. Sistem kepegawaian.

2. Sistem pengadaan/penerimaan pegawai (pemilihan-penyajian-pengangkatan-

penempatan).

3. Analisa tugas jabatan.

15 A.W. Widjaja Administrasi Kepegawaian, ( Jakarta. CV.Rajawali, 1990) h 16.

Page 64: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

56

4. Sistem penggolongan jabatan dan kepangkatan.

5. Sistem penggajian.

6. Sistem penilaian kecakapan pegawai.

7. Sistem kenaikan pangkat dan pemindahan jabatan.

8. Disiplin dan hukuman jabatan.

9. Sistem pemberhentian pegawai.

10. Sistem jaminan di hari tua (pensiun).

E. Sumber Hukum kepegawaian

Pada organisasi pemerintahan, kebijaksanaan politik kepegawaian

ditetapkan oleh pemerintah dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan

(Undang-Undang, peraturan), ketetapan (keputusan), surat edaran, dekrit dan

pengumuman maupun maklumat pemerintah, peraturan perundang-undangan

inilah yang merupakan sumber hukum kepegawaian.

Kedudukan Pegawai Negeri didasarkan pada Undang-Undang No. 43

Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1), yaitu Pegwai Negeri sebagai unsur aparatur negara

yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara

profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,

pemerintahan, dan pembangunan. Rumusan kedudukan pegawai negeri

didasarkan pada pokok-pokok pikiran bahwa pemerintah tidak hanya

menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi juga harus mampu melaksanakan

fungsi pembangunan atau dengan kata lain pemerintah bukan hanya

Page 65: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

57

menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga harus mampu menggerakkan

dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak.

Dalam organisasi Pemerintah Republik Indonesia, kebijaksanaan politik

kepegawaian dituangkan dalam bentuk Undang-Undang yakni Undang-Undang

No. 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara RI 1974 No.

55) dan penjelasannya dimuat dalam tambahan lembaran negara RI No. 3041.

Kebijaksanaan politik pelaksanaan kepegawaian dituangkan dalam bentuk

peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan menteri, surat Kepala BAKN

(Badan Administrasi Kepegawaian Negara) surat edaran Menteri/Kepala BAKN.

Fungsi dan eksistensi Badan Administrasi Kepegawaian diatur melalui

Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1988, dan terakhir diatur melalui Keputusan

Presiden No. 143 Tahun 1998. Untuk meningkatkan manajemen Sumber Daya

Manusia aparatur pemerintah dan/atau SDM PNS, Presiden melalui Keputusan

Presiden No. 95 Tahun 1999 tentang Badan Kepegawaian Negara, mengatur

kembali kedudukan, tugas pokok, fungsi, dan organisasi BAKN dengan

mengubah nama BAKN menjadi Badan Kepegawaian Negara (BKN), yang

diharapkan dapat meningkatkan fungsi dan eksistensinya. Keputusan presiden No.

166 Tahun 2000 dengan beberapa kali perubahan dan terakhir diatur melalui

Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi,

Wewenang, Susunan, Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah

Nondepartemen.

Page 66: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

58

Perubahan atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian dengan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, mengakibatkan

pembentukan Badan Kepegawaian Negara ini akan menjadi fungsi dan

eksistensinya lebih dipertegas.16 Aturan hukum yang mendasari dibentuknya

Badan Kepegawaian Negara adalah pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 43

Tahun 1999, bahwa untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan kebijaksanaan

manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk Badan Kepegawaian Negara.

16 Sri Hartini, Hukum Kepegawaian di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2008) h 19.

Page 67: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

59

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA

NEGARA NOMOR :174/G/2006/PT.TUN.JKT DALAM

MENYELESAIKAN SENGKETA

KEPEGAWAIAN

A. Duduk Perkara

Putusan Nomor : 174/G/2006/PT.TUN.JKT, dengan nama Ambrosius WB

(penggugat) kewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Kepala Sekolah/Pegawai

Negeri Sipil, alamat SDN No.9 Mensiap Tanjung, kecamatan Tempunak,

kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Selanjutnya disebut sebagai pemberi kuasa.

Dalam hal ini memberikan kuasa kepada Prof. Drs. Frans Sisu Wuwu, SH. MA.

PhD, Advocat, beralamat kantor Nawawi Hasan No.562 Pontianak Kalimantan

Barat, berdasarkan Surat Kuasa khusus No: 05/LMR-RI/BPHN/V/2006,

selanjutnya disebut sebagai Penggugat, dan melawan Badan pertimbangan

kepegawaian (BAPEK) yang berkedudukan di Jl. Letjen. Sutoyo No. 12 Cililitan,

Jakarta Timur. Dalam hal ini dikuasakan kepada Prapto Hadi, warga negara

Indonesia Pekerjaan: Kepala Badan Kepegawaian selaku Sekretaris Badan

Pertimbangan Kepegawaian berkantor di Jl. Letjen. Sutoyo No. 12 Cililitan,

Jakarta Timur, berdasarkan Surat Kuasa Khusus nomor :

004/G.TUN/BAPEK.2006 tertanggal 25 Juli 2006, yang selanjutnya dikuasakan

kepada Prapto Hadi, dan surat kuasa subtitusi No.004/G.TUN.SET.BAPEK/2006

Page 68: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

60

kepada Dedi Herdi, SH., dan Arniati Repi, SH., keduanya warga negara Indonesia

pekerjaan Kepala Bidang Pengolahan A 4 dan A 2 pada sekretariat Badan

Pertimbangan Kepegawaian berkantor di Jl. Letjen. Sutoyo No 12 Cililitan,

Jakarta Timur berdasarkan Surat Kuasa Subtitusi tertanggal 25 Juli 2006,

selanjutnya disebut sebagai Tergugat.

Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 10

Mei 2006 yang diterima dikepaniteraan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Jakarta pada tanggal 10 Mei 2006 dibawah Register Nomor :

174/G/2006/PT.TUN.JKT. mengemukakan sebagai berikut ;

1. Obyek Gugatan ;

Surat Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) Nomor :

021/KPT/BAPEK/2006 tertanggal 24 Januari 2006.

2. Dasar-Dasar Gugatan ;

a. Bahwa dengan Surat Keputusan dari Tergugat

No.021/KPTS/BAPEK/2006 tanggal 24 Januari 2006 yang telah diterima

oleh Penggugat pada tanggal 4 April 2006, berdasarkan berita acara

penyerahan surat keputusan tergugat oleh Kepala Badan kepegawaian

Daerah Kabupaten Sintang dan telah didaftarkan di Pengadilan Tinggi

Tata Usaha Negara Jakarta oleh kuasa hukum penggugat dalam perkara

tanggal No.174/G/2006/PT.TUN.JKT 10 Mei 2006 dengan demikian

Page 69: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

61

tenggang waktu 90 hari sesuai Undang-Undang No.5 Tahun 1986 jo

Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009.

b. Bahwa penggugat telah memenuhi seperti yang diatur pada pasal 1 angka

3 dari Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 51

Tahun 2009 adalah merupakan surat Keputusan Pejabat Tata Usaha

Negara, sehingga merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh

tergugat selaku Pejabat Negara yang bersifat individual, kongkrit, dan

final mengakibatkan penggugat tidak dapat melaksanakan tugas dan

fungsi guru sebagai kepala sekolah dalam status Pegawai Negeri Sipil.

c. Bahwa disamping Surat Tergugat telah memenuhi ketentuan pada Pasal

48 Jo Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-undang

No. 51 Tahun 2009, mengenai banding administrasi melalui Pengadilan

Tinggi Tata Usaha Negara di Jakarta dimana gugatan diajukan oleh

penggugat.

3. Alasan-alasan Gugatan.

a. Bahwa keputusan tergugat sangat merugikan kepentingan penggugat dan

telah diterbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang bertentangan dengan

peraturan perundangan serta sewenang wenangnya sesuai Pasal 53 ayat 2

huruf a,d, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009.

Page 70: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

62

b. Bahwa akibat surat keputusan tergugat, penggugat tidak dapat

melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai kepala sekolah karena gaji

bulanan distop oleh tergugat.

4. Kronologis Pengajuan Gugatan.

1. Bahwa penggugat adalah Kepala Sekolah Dasar Negeri Nomor 09 Kota

Baru Kecamatan Tanah Pinoh Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan

Barat.

a. Bekerja sebagai guru Pegawai Negeri Sipil sejak Tahun 1978 sesuai

surat pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil sampai sekarang

yakni Tahun 2006 dengan pangkat terakhir Golongan III/c, jadi selama

28 Tahun berstatus Pegawai Negeri Sipil.

b. Hasil Berita Acara Pemeriksaan bahwa penggugat telah melaksanakan

perkawinan dengan seorang perempuan bernama Kartini sebab lama

menunggu surat ijin cerai dari atasannya yang telah diusulkan sejak

Tahun 1993 baru disetujui pada Tahun 2001 (sesuai bukti). Disamping

itu istri penggugat Dayang Zaini telah meninggalkan rumah dan

berselingkuh dengan laki-laki lain dan mempunyai seorang anak.

Perkawinan istri penggugat dilakukan terlebih dahulu sebelum

penggugat kawin dibawah tangan dengan perempuan Kartini.

c. Perkawinan istri penggugat Dayang Zaini dengan laki-laki lain sesuai

pernyataan tanggal 30 Oktober 1994 dan diperkuat surat Kepala

Page 71: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

63

Kantor Pendidikan dan Nasional kecamatan tanah Pinoh kabupaten

Sintang tanggal 10 Mei 2000.

2. Bahwa keterlambatan persetujuan ijin perceraian dari atasan penggugat

untuk diajukan gugat cerai di Pengadilan Agama Kabupaten Sintang,

maka usulan berkas penggugat tentang perkawinan dibawah tangan tidak

disertai ijin persetujuan perceraian dari Pengadilan Agama, sehingga

keputusan Menteri Pendidikan Nasional adalah penjatuhan hukuman

disiplin dengan “MEMBERHENTIKAN DENGAN HORMAT TIDAK

ATAS PERMINTAAN SENDIRI, DAN KEPADANYA DIBERIKAN

HAK-HAK KEPEGAWAIAN SESUAI PERUNDANGAN YANG

BERLAKU APABILA YANG BERSANGKUTAN TIDAK

MENGAJUKAN KEBERATAN”

3. Bahwa dampak surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional tersebut,

penggugat mengajukan keberatan dengan melampirkan surat ijin

persetujuan perceraian, dari Pengadilan Agama Kabupaten Sintang namun

tergugat mengeluarkan Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang

bertentangan surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia yang sangat merugikan penggugat yaitu tidak menerima pensiun

dan gaji distopkan. Oleh sebab itu penggugat tetap keberatan dengan

Keputusan tergugat yang mengakibatkan penggugat tidak dapat

melaksanakan tugas dan fungsi guru sebagai Kepala Sekolah dengan

Pegawai Negeri Sipil.

Page 72: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

64

B. Substansi Putusan

Bahwa isi dan maksud serta tuntutan penggugat terhadap tergugat,

maupun dalil bantahan tergugat adalah seperti yang sudah diuraikan dalam duduk

sengketa. Untuk menguatkan dalil masing-masing pihak, penggugat maupun

tergugat mengajukan pembuktian berupa surat yang telah dibubuhi materai

secukupnya, yang telah disesuaikan dengan aslinya di persidangan, sehingga

surat-surat bukti tersebut dapat dijadikan bukti yang sah, dan dipertimbangan

sepanjang ada relevansinya dengan sengketa ini.

Bahwa terlepas atau tidak eksepsi tergugat, namun Majelis Hakim

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta merasa perlu mempertimbangkan

terlebih dahulu hal-hal berikut ini

1. Apakah obyek sengketa tersebut keputusan tata usaha negara yang dapat

digugat di Peradilan Tata Usaha Negara.

2. Apakah kepentingan penggugat dirugikan akibat terbitnya obyek sengketa.

3. Apakah obyek sengketa keputusan tata usaha negara hasil penyelesaian

melalui upaya administratif yang tersedia.

Pertama, bahwa untuk menguji apakah obyek sengketa keputusan tata

usaha negara yang dapat digugat Peradilan Tata Usaha Negara, haruslah diuji

dengan dimaksud pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor. 51 Tahun 2009

perubahan kedua dari Undang-undang Nomor. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan

Tata Usaha Negara, yang berbunyi: “Keputusan tata usaha negara adalah suatu

Page 73: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

65

penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara

yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkrit, individual, dan final,

yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

Setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta

meneliti, ternyata semua unsur yang terkandung dalam pengertian keputusan tata

usaha negara seperti diuraikan tersebut terpenuhi dalam obyek sengketa, maka

obyek sengketa adalah keputusan tata usaha negara yang dapat digugat di

Peradilan Tata Usaha Negara.

Kedua, bahwa agar seseorang atau badan hukum perdata dapat

mengajukan gugatan, penggugat harus merasa kepentingannya dirugikan akibat

terbitnya keputusan tata usaha negara yang digugat, seperti dimaksud pasal 53

ayat (1) Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Obyek sengketa adalah surat keputusan yang berisikan penolakan terhadap

keberatan penggugat, dan memperkuat keputusan hukuman disiplin yang

dijatuhkan oleh Menteri Pendidikan Nasional No. 46450/A2.I.5/KP/2003 tanggal

04 Februari 2003 berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas sendiri sebagai

Pegawai Negeri Sipil. dan dengan pemberhentian tersebut maka penggugat

menjadi kehilangan hak-hak selaku pegawai negeri sipil yang diterima dan

dinikmati sebelum terbit keputusan tata usaha negara yang menjadi obyek

Page 74: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

66

sengketa, dengan demikian unsur kepentingan penggugat dirugikan sebagai akibat

terbitnya obyek sengketa cukup terbukti, sehingga penggugat mempunyai

kepentingan untuk beracara menggugat di Peradilan Tata Usaha Negara.

Ketiga, keputusan tata usaha negara yang menjadi kewenangan

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

selaku pengadilan tingkat pertama, seperti yang dimaksud pasal 48 ayat (1), (2)

dan pasal 51 ayat (3) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 perubahan kedua

dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

adalah keputusan tata usaha negara tertentu yang telah terlebih dahulu

diselesaikan melalui upaya administratif.

Menurut ketentuan pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 30

Tahun 1980 tentang Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Negeri

Sipil yang berpangkat Pembina IV/a ke bawah yang dijatuhi hukuman disiplin

salah satu jenis dalam pasal 6 ayat (4) huruf c dan d, tersebut dapat mengajukan

keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. Penerbitan obyek sengketa

adalah sebagai keberatan yang diajukan oleh penggugat terhadap keputusan

Menteri Pendidikan Nasional No. 46450/A2.I.5/KP/2003 tanggal 04 Februari

2003 berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai

pegawai negeri sipil atas nama penggugat (lihat surat bukti bertanda P. 17, 19,

dan P.20).

Page 75: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

67

Berdasarkan pertimbangan yang diuraikan di atas, jelaslah obyek sengketa

adalah keputusan tata usaha negara hasil penyelesaian upaya administratif yang

menjadi kewenangan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta untuk

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan selaku pengadilan tingkat pertama.

Mempedomani :

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

2. Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut

dengan sengketa tata usaha ini.

Mengadili :

1. Mengabulkan gugatan penggugat sebagian

2. Menyatakan tidak sah keputusan tata usaha negara yang diterbitkan tergugat

berupa : Surat Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian No.:

021/KPTS/BAPEK/2006 tanggal 24 Januari 2006 tentang penguatan hukuman

disiplin atas nama Ambrosius WB, NIP 130663443.

3. Memulihkan harkat, martabat, dan kedudukan penggugat seperti keadaan

semula.

4. Menghukum tergugat membayar biaya perkara, yang hingga putusan ini

diucapkan sejumlah Rp.216.000,- (Dua ratus enam belas ribu rupiah).

5. Menolak gugatan yang selebihnya.

Page 76: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

68

Demikian diputus dalam musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi

Tata Usaha Negara Jakarta, hari Rabu, 22 November 2006, yang terdiri dari :

Jacob Gerungan,SH., Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Jakarta, selaku Ketua Majelis.

C. Analisa Putusan

Dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 43 Tahun 1999

menyebutkan bahwa sengketa kepegawaian diselesaikan melalui PTUN.

Kemudian ayat (2) menyebutkan bahwa sengketa kepegawaian sebagai akibat

pelanggaran terhadap peraturan disiplin PNS diselesaikan melalui upaya banding

administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK). Badan

Pertimbangan Kepegawaian dalam Keppres No. 67 Tahun 1980, mempunyai

tugas pokok memeriksa dan mengambil keputusan mengenai keberatan yang

diajukan oleh PNS yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah

tentang hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 30 Tahun 1980 sepanjang mengenai hukuman disiplin

pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian

tidak dengan hormat sebagai PNS. Badan Pertimbangan Kepegawaian juga

memberikan pertimbangan kepada presiden mengenai usul penjatuhan hukuman

disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan

Page 77: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

69

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang berpangkat Pembina

Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas serta pembebasan dari jabatan eselon I.

Dalam hal ini, yang dapat diajukan kepada Badan Pertimbangan

Kepegawaian berupa Pegawai Negeri yang berpangkat Pembina ruang IV/a ke

bawah yang dijatuhi hukuman disiplin:

1. Pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai PNS

2. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS

Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berat, berhak

mengajukan keberatan ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK), sesuai

dengan prosedur yang ditetapkan. Pengajuan keberatan itu diajukan kepada

pejabat yang berwenang menghukum, harus disertai alasan, tanggapan dan data-

data lain yang diperlukan serta dalam tenggang waktu yang ditentukan, yaitu 14

hari terhitung mulai tanggal menerima Surat keputusan hukuman disiplin.

Penyelesaian sengketa kepegawaian sedapat mungkin dilakukan dalam

lingkungan unit kerja di instansinya yang mengeluarkan keputusan hukuman

disiplin tingkat berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan

sendiri dan tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil oleh pimpinan atau

pejabat pembina kepegawaian, baik di tingkat pusat maupun daerah maka dapat

ditempuh upaya banding administratif. Upaya administratif merupakan prosedur

yang hanya dapat ditempuh oleh seorang pegawai negeri sipil apabila tidak puas

terhadap suatu keputusan yang dijatuhkan kepada seseorang yang telah

Page 78: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

70

melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat sesuai Peraturan Pemerintah No. 30

Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri, setelah melakukan keberatan

kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian dan telah memperoleh keputusan

tetap. Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian seperti yang tercantum

dalam Pasal 4 ayat (3) dalam Keppres No. 67 Tahun 1980 tersebut adalah

mengikat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang bersangkutan.

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat diketahui bahwa dalam keputusan

tersebut tidak tersirat upaya pembelaan diri dalam hukum peradilan yang

ditempuh oleh Pegawai Negeri Sipil yang telah dijatuhi hukuman disiplin karena

melanggar Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980. namun di dalam penjelasan

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 dijelaskan bahwa upaya administratif

terdiri atas:

1. Keberatan, apabila penyelesaian sengketa itu dilakukan sendiri oleh Badan

atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan itu.

2. Banding administratif, apabila penyelesaiannya dilakukan oleh instansi atasan

atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan.

Sisi positif upaya administrasi yang melakukan penilaian secara lengkap

suatu Keputusan Tata Usaha Negara baik dari segi Legalitas (Rechtmatigheid)

maupun aspek Opportunitas (Doelmatigheid), para pihak tidak dihadapkan pada

hasil keputusan menang atau kalah (Win or Loose) seperti halnya di lembaga

peradilan, tapi dengan pendekatan musyawarah. Sedangkan sisi negatifnya dapat

Page 79: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

71

terjadi pada tingkat obyektifitas penilaian karena Badan/Pejabat tata Usaha

Negara yang menerbitkan Surat Keputusan kadang-kadang terkait

kepentingannya secara langsung ataupun tidak langsung sehingga mengurangi

penilaian maksimal yang seharusnya ditempuh. Tidak semua peraturan dasar

penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara mengatur mengenai upaya administrasi,

oleh karena itu adanya ketentuan pasal 48 Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan aspek prosedural yang sangat penting

yang berkaitan dengan kompetensi atau wewenang untuk mengadii sengketa Tata

Usaha Negara.

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 1991

tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, disebutkan, yang dimaksud Upaya

Adiministratif adalah, Pengajuan surat keberatan (Bezwaarscriff Beroep) yang

diajukan kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan

Keputusan (Penetapan/ Beschikking) semula. Pengajuan banding administratif

(administratif Beroep) yang ditujukan kepada atasan Pejabat atau instansi lain

dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang

berwenang memeriksa ulang keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan.

Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya administratif

berupa peninjauan surat keberatan, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha

Page 80: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

72

Negara yang bersangkutan diajukan kepada pengadilan Tata Usaha Negara.

Apabila peraturan dasarnya menentukan adanya upaya adiministratif berupa surat

keberatan dan atau mewajibkan surat banding administratif, maka gugatan

terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diputus dalam tingkat banding

administratif diajukan langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

dalam tingkat pertama yang berwenang.

Ketentuan tersebut sesuai pula dengan ketentuan yang diatur dalam pasal

48 ayat (2) yang menyatakan “pengadilan baru berwenang memeriksa,

menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan “ jo

ketentuan pasal 51 ayat (3) ditentukan bahwa dalam hal suatu sengketa

dimungkinkan adanya administratif maka gugatan langsung ditujukan kepada

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara apabila keputusannya merupakan

keputusan banding administratif. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka

dapat dibuat bagan “Proses Penyelesaian Upaya Administrasi” sebagai berikut :

Sengketa Tata Usaha

Negara

Upaya

Administrasi

Keberatan Administratif (Administratief Bezwaar)

PTUN

Banding Administratif (Administratief Beroep)

PT.TUN

MA.RI

Page 81: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

73

Dalam menganalisa kewenangan Hakim Tata Usaha Negara dalam

perspektif Fiqh Siyasah ini, perlu kiranya kita melihat kembali jenis-jenis

lembaga peradilan di dalam Islam sebagai studi kelembagaan yang berbicara

tentang konsep yang digunakan. Hal ini diperlukan karena kewenangan Hakim

tentunya dapat dipersepsikan dengan kewenangan-kewenangan lembaga peradilan

itu juga. Dalam Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No 51 Tahun 2009 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa, Hakim pengadilan adalah

pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman. Dalam Pasal 1 Undang-

Undang No 51 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman disebutkan bahwa

kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan

Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukum Republik Indonesia. Kemudian

dalam Pasal 47 Undang-Undang No 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara juga disebutkan, pengadilan bertugas memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.

Setelah Islam mulai berkembang dan kekuasaan Islam makin melebar,

Rasulullah mulai mengangkat sahabat-sahabatnya untuk menjalankan kekuasaan

di bidang peradilan di berbagai tempat. Dasar hukum, keadilan dapat ditegakkan

antara lain melalui lembaga-lembaga peradilan yang dibentuk sesuai dengan

Page 82: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

74

keadaan dan kebutuhan masyarakat, keharusan adanya lembaga peradilan dalam

Islam, terdapat dalam firman Allah SWT;

Artinya: “Hai Dawud, sesungguhnya kami menjadikan kamu sebagai khalifah

(penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan

adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan

engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan

mendapatkan azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”

(Qs. Shad: 36)

Selain ayat di atas keharusan tentang adanya lembaga peradilan dalam

Islam terdapat pula dalam surat An Nisa’ ayat 6 surat Al Ma’idah ayat 44, 45, 47,

49. Sedangkan di dalam As Sunnah diberitakan bahwa Rasulullah SAW sangat

memuji kepada setiap Hakim yang diangkat kemudian menjalankan peradilannya

secara baik dan benar.

Di dalam Islam dikenal beberapa lembaga kekuasaan kehakiman, yaitu

kekuasaan Al-Qodo’, kekuasaan Al-Hisbah, Kekuasaan Al-Mazalim. Lembaga Al-

Qodo’, berwenang menyelesaikan perkara-perkara Madaniyat dan al-ahwal

asysyakhsiyah (masalah keperdataan) termasuk di dalamnya masalah keluarga

Page 83: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

75

dan masalah jinayat (tindak pidana). Hisbah adalah kantor di mana pejabatnya

yang disebut Muhtasib mempunyai tugas mengajak pada kebaikan dan mencegah

kejahatan (menerapkan kode etik Islam).

Berdasarkan uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa kewenangan hakim

menurut pasal-pasal yang telah disampaikan di atas, tidak bertentangan dengan

ajaran Islam, bahkan merupakan suatu anjuran. Dalam kaitannya dengan fiqh

siyasah, kewenangan Hakim Tata Usaha Negara ini adalah mengenai pengaturan

dan pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi mencapai

kemaslahatan manusia itu sendiri.

Apabila kita melihat tujuan diciptakannya Peradilan Tata Usaha Negara

yang disebutkan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara pemerintah

dan warganya, yakni sengketa yang timbul sebagai akibat dari adanya tindakan-

tindakan pemerintah yang dianggap melanggar hak-hak warganya, dan secara

umum tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara adalah:

1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-

hak individu.

2. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan

kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat

tersebut.

Sengketa dalam hal administrasi Negara atau Tata Usaha Negara ini lahir

karena adanya atau dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh badan

Page 84: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

76

atau pejabat Tata Usaha Negara. Unsur-unsur pengertian istilah Keputusan Tata

Usaha Negara sebagai obyek sengketa Tata Usaha Negara menurut UU No.5

Tahun 1986 ialah:

1. Penetapan tertulis

2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan

perundangundangan.

4. Bersifat konkrit, individual dan final.

5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Tinjauan Fiqh Siyasah atas keberadaan Keputusan Tata Usaha Negara ini

bisa kita analisa dengan melakukan studi kelembagaan kekuasaan kehakiman

yang ada di dalam Islam. Apabila dilihat dari dampak hukum dikeluarkannya

Keputusan Tata Usaha Negara ini, maka Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara

di Indonesia ini dapat disejajarkan dengan lembaga Al-Mazalim di dalam Islam.

Ini tidak terlepas dari keberadaan lembaga Al-Mazalim itu sendiri yang

berwenang memeriksa perkara penganiayaan dan kesewenang-wenangan yang

dilakukan oleh penguasa, hakim ataupun anak dari pejabat yang sedang berkuasa.

Lebih jelas bahwa perkara-perkara yang diperiksa oleh lembaga ini ada 10

macam, tapi berikut beberapa perkara yang ditangani lembaga Al-Mazalim yang

ada kemiripannya dengan wilayah Peradilan Tata Usaha Negara antara lain;

1. Penganiayaan para penguasa terhadap perorangan maupun golongan.

Page 85: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

77

2. Kecurangan pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk mengumpulkan zakat

dan harta-harta kekayaan Negara yang lain.

3. Mengontrol/mengawasi keadaan para pejabat.

4. Mengembalikan pada rakyat harta-harta mereka yang dirampas oleh penguasa

yang zalim.

5. Meneliti dan memeriksa perkara-perkara yang mengenai maslahat umum yang

tidak dapat dilaksanakan oleh petugas hisbah.

Keputusan Tata Usaha Negara dikeluarkan oleh pejabat Keputusan Tata

Usaha Negara atau pejabat pemerintahan, yang kemudian dapat berakibat pada

tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang terkait, yang tidak jarang keluarnya

Keputusan Tata Usaha Negara ini didasari karena ada permainan uang atau

maksud-maksud negative dari pejabat yang kemudian berdampak merugikan

masyarakat. Hal ini dapat diselaraskan dengan arti kesewenang-wenangan oleh

penguasa yang dimaksud di dalam Al Mazalim.

Tata Usaha Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi

untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun daerah.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan itu antara lain, seperti pendataan penduduk

oleh Dinas kependudukan, penyelenggaraan pendidikan oleh Dinas Pendidikan,

dan masalah-masalah Tata Usaha yang lain seperti, perizinan, keuangan Negara,

pajak, kesehatan rakyat, pengelolaan sumber daya, dan lain-lain.

Page 86: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

78

Apabila dilihat dari obyek Tata Usaha Negara itu sendiri, lembaga

kehakiman Islam yang salah satu tugasnya mengatur masalah-masalah

administrasi Negara di antaranya, memberikan perlindungan dan menanggung

kehidupan anakanak, tidak melukai hak-hak para tetangga, menekankan para

pemilik hewan untuk memberikan makan, mengawasi transaksi pasar, jalan-jalan

umum dan penarikan pajak, dan lain-lain, yaitu lembaga hisbah Dasar hukum

kehadiran lembaga hisbah ini adalah sunnah, termasuk kategori sunnah fi’liyah

atau perbuatan Nabi Saw sendiri yang menemukan tindak kecurangan di pasar.

Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia ini dapat disejajarkan

dengan lembaga Al-Mazalim di dalam Islam. Ini tidak terlepas dari keberadaan

lembaga Al-Mazalim itu sendiri yang berwenang memeriksa perkara

penganiayaan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penguasa, hakim

ataupun anak dari pejabat yang sedang berkuasa. Lebih jelas bahwa perkara-

perkara yang diperiksa oleh lembaga ini ada 10 macam, tapi berikut beberapa

perkara yang ditangani lembaga Al-Mazalim yang ada kemiripannya dengan

wilayah Peradilan Tata Usaha Negara antara lain;

1. Penganiayaan para penguasa terhadap perorangan maupun golongan.

2. Kecurangan pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk mengumpulkan zakat

dan harta-harta kekayaan Negara yang lain.

3. Mengontrol/mengawasi keadaan para pejabat.

Page 87: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

79

4. Mengembalikan pada rakyat harta-harta mereka yang dirampas oleh penguasa

yang zalim.

5. Meneliti dan memeriksa perkara-perkara yang mengenai maslahat umum yang

tidak dapat dilaksanakan oleh petugas hisbah.

Page 88: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah penulis bahas dalam bab-bab yang

terdahulu, penulis mengambil kesimpulan dari skripsi ini sebagai berikut :

1. Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 51 tahun 2009 tentang Peradilan

Tata Usaha Negara, disebutkan bahwa hakim pengadilan adalah pejabat yang

melakukan tugas kekuasaan kehakiman, yang mana tugas kekuasaan

kehakiman itu adalah dalam rangka menyelenggarakan peradilan dan

peradilan itu sendiri mempunyai kewajiban memeriksa, mengadili dan

memutus suatu perkara. Singkatnya hakim Tata Usaha Negara adalah pejabat

yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara di dalam

lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

2. Untuk membedakan apakah sengketa harus diselesaikan melalui banding

administratif atau keberatan dapat dilihat dari pejabat atau instansi yang

berwenang menyelasaikannya;

a. Apabila diselesaikan oleh instansi atasan Pejabat yang menerbitkan

Keputusan Tata Usaha Negara tersebut atau instansi yang lainnya dari

Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menerbitkan Keputusan Tata

Usaha Negara, maka penyelesaiannya tersebut disebut dengan

“BANDING ADMINISTRATIF”.

Page 89: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

81

b. Apabila diselesaikan instansi atau Pejabat yang mengeluarkan keputusan

Tata Usaha Negara tersebut, penyelesaian tersebut disebut dengan

“KEBERATAN”.

5. Cara pengujian penyelesaian melalui upaya administratif adalah dilakukan

secara lengkap dalam arti dari segi hukum dan kebijaksanaan, sedangkan

pengujian di Pengadilan hanya dari segi hukumnya saja, dalam hal masih

tidak puas terhadap penyelesaian melalui upaya administratif, maka dapat

ditempuh upaya antara lain:

a. Setelah melalui upaya administratif maka dapat diajukan gugatan ke

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama;

b. Setelah melalui upaya keberatan, maka dapat diajukan ke Pengadilan Tata

Usaha Negara.

6. Kewenangan Hakim Tata usaha Negara dalam perspektif fiqh siyasah adalah

melindungi hak-hak warga Negara dari kesewenang-wenangan tindakan atau

kebijakan pemerintah. Hal ini sesuai juga dengan keberadaan lembaga Al-

Mazhalim di dalam sejarah peradilan Islam, di mana tujuan utama

dibentuknya lembaga Al-Mazhalim adalah melindungi rakyat dari tindak

kesewenang-wenangan penguasa. Dalam kaitannya dengan fiqh siyasah,

kewenangan Hakim Tata Usaha Negara ini adalah mengenai pengaturan dan

pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi mencapai

kemaslahatan manusia itu sendiri. Pada Pasal 28 ayat 1 Undang-undang No. 4

Page 90: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

82

tahun 2004 dinyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan

B. Saran-Saran

Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam sistem peradilan kita,

masih relatif kecil. Tidak jarang di berbagai Peradilan Tata Usaha Negara volume

perkara pertahunnya di bawah 20 perkara seperti antara lain Peradilan Tata

Usaha Negara Ambon, Banda Aceh, Bengkulu, Jambi, Jayapura, Kendari,

Kupang, Palangkaraya, Palu, Yogyakarta. Hal ini menunjukan belum optimalnya

peranan Peradilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga kontrol yuridis terhadap

pemerintah.

Adanya upaya pemerintah dalam reformasi birokrasi dengan merancang

Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (RUU-AP) kiranya dapat

dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga eksistensi peradilan tata

usaha negara dapat dirasakan manfaatnya baik bagi pemerintah maupun

masyarakat.

Setelah RUU-AP menjadi Undang-Undang Administrasi Pemerintahan,

haruslah pula ditindak lanjuti dengan penyelarasan menyangkut kompetensi

mengadili PTUN yang secara tegas mengatur : “Peradilan Tata Usaha Negara

berwenang mengadili sengketa yang timbul dari perbuatan badan/pejabat Tata

Usaha Negara berdasarkan hukum publik yang menimbulkan seseorang atau

badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan.

Page 91: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

83

DAFTAR PUSTAKA

A. Hasjmy, Di mana Letaknya Negara Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984. A.R. Yahya, Strutur Negara Khilafah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997. Abdullah, Rozali, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta. Pt Raja

Grafindo Persada, 2004 Al-Mawardi, Imam, Hukum tata negara dan kepemimpinan dalam takaran Islam,

penerjemah, Abdul Hayyie al-Kattani, Kamaluddin Nurdin : Gema Insani Press, 2000.

Asshiddiqie, Hasbi, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Semarang, PT Pustaka Rizki

Putra, 1997 Assiddiqie, Jimly, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, PT Bhuana Populer:

2007 Harahap, Zairin, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Raja Grafindo

Persada, 1997 Hartini, Sri, dkk, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2008 Ibrahim, Jhonny, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet.IV, Malang:

Bayumedia, 2008. Mahfud, Moh MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta : Rineka

Cipta, 2001. Muarif, Hasan, dkk, ed., Suplemen Ensiklopedi Islam, Vol.2 Jakarta: PT. Ichtiar Baru

Van Hoeve, 1996. Mufid, Nur, Bedah Al-Ahkamus Sulthaniyah, Mencermati Konsep Kelembagaan

Politik Era Abasiyah, Pustaka Progressif: Surabaya, 2000. Nazir, Moh., Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia ; 2005. Sitomurang, Viktor M., Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil, Jakarta. Rineka Cipta,

1990.

Page 92: KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2936/1/LATIF...kewenangan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara dalam menyelesaikan

84

Situmorang, Viktor M, Soedibyo, Pokok-Pokok Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta. PT Rineka Cipta, 1992.

Soekanto, Soerjono, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1995. Soetami , A. Siti, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Bandung, PT. Refika

Aditama, 2007. Sudarsono, Pengadilan Negeri Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung, dan Peradilan

Tata Usaha negara, PT Rieneka Cipta, 1994. Sunindhia, Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi, PT Rineka Cipta, 1990. Taimiyah, Ibnu, Tugas Negara Menurut Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004. Tjandra, W. Riawan, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta,

Universitas Atma Jaya, 2002. Widjaja, A. W, Administrasi Kepegawaian: Suatu Pengantar, CV.Rajawali, 1990. Wiyono, R., Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara, Sinar Grafika, 2007. Zaidan, Abdul Karim, Sistem Kehakiman Islam Jilid 3, Kuala Lumpur: Pustaka Haji

Abdul Majid, 2004. Zauhar, Soesilo, Reformasi Administrasi, PT Bumi Aksara: Jakarta, 2000. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961 Tentang Pegawai Negeri. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Kedudukan Pegawai Negeri Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.