kewarisan beda agama (studi penetapan nomor:...

110
KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H) Oleh: Siti Sarah NIM 11140430000044 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Upload: others

Post on 11-Sep-2019

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

KEWARISAN BEDA AGAMA

(Studi Penetapan Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)

Oleh:

Siti Sarah

NIM 11140430000044

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

i

KEWARISAN BEDA AGAMA

(Studi Penetapan Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)

Oleh:

Siti Sarah

NIM 11140430000044

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 3: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

ii

KEWARISAN BEDA AGAMA

(Studi Penetapan Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)

Oleh:

SITI SARAH

NIM : 11140430000044

Di Bawah Bimbingan

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Fahmi Muhammad Ahmadi,M.Si Drs. Hamid Farihi, MA.

NIP. 197412172003121002 NIP. 195811191986031001

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/ 2018 M

Page 4: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

iii

Page 5: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Siti Sarah

Nim : 11140430000044

Tempat, Tanggal Lahir : Sukabumi, 16 November 1995

Program Studi : Perbandingan Mazhab

Fakultas : Syariah dan Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau merupakan

hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 03 Desember 2018

Siti Sarah

11140430000044

Page 6: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

v

ABSTRAK

Siti Sarah. NIM 11140430000044. KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi

Penetapan Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg). Program Studi Perbandingan Mazhab,

Konsentrasi Perbandingan Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2018 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan hukum

Positif tentang waris beda agama, dengan menganalisis pertimbangan hakim

dalam menetapkan perkara dalam penetapan Pengadilan Agama Bandung Nomor

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kasus (case approach) yang mana dilakukan dengan cara melakukan

telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah

menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah penetapan pengadilan Agama

Bandung Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, sedangkan sumber data sekundernya

adalah buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-

komentar atas putusan pengadilan.

Berdasarkan hasil Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh suatu

kesimpulan bahwa Jumhur ulama berpendapat bahwa ahli waris Muslim tidak

dapat mewarisi pewaris non-Muslim, atau pewaris non-Muslim tidak dapat

memberikan kewarisan pada Muslim. Sedangkan beberapa ulama lain seperti

Muadz Ibn Jabal, Muawiyah, Masruk (generasi sahabat) dan Ibnu Musayab

(generasi tabiin) serta kalangan Syiah Imamiyah, mengemukakan bahwa ahli

waris Muslim dapat mewarisi pewaris non-Muslim. Sedangkan menurut hukum

positif, Intruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilas Hukum Islam

yang didalamnya diatur hukum Kewarisan Islam. Dalam KHI tidak menegaskan

secara eksplisit perbedaan agama antara ahli waris dan pewarisnya sebagai

penghalang mewarisi. KHI hanya nenegaskan bahwa baik pewaris maupun ahli

waris haruslah beragama islam yang terdapat dalam pasal 171 huruf b dan c.

Dalam penetapan perkara Pengadilan Agama Bandung Nomor

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg. Bahwa hakim berpendapat lain yang berbeda dengan

Jumhur Ulama dan Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi mengambil pendapat

minoritas. Argumentasi hukum yang digunakan oleh Majlis Hakim adalah

kewarisan Islam menganut sistem kekerabatan, baik secara nasabiyah maupun

secara hukmiyah. Majlis Hakim juga berpendapat bahwa hukum kewarisan Islam

di Indonesia mengandung asas egaliter.

Kata kunci : Waris, Wasiat Wajibah, non-Muslim.

Pembimbing : 1. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si

2. Dr. Hamid Farihi, MA

Page 7: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing

(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi

mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab

yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih

penggunaannya terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf

Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te خ

ts te dan es ث

j Je ج

h ha dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z zet س

s es س

Page 8: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

vii

sy es dan ye ش

s es dengan garis bawah ص

d de dengan garis bawah ض

t te dengan garis bawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

ع

koma terbalik di atas hadap

kanan

gh ge dan ha غ

f ef ف

q Qo ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

ء

apostrop

y ya ي

Page 9: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

viii

b. Vokal

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

a fathah ــــــــــ

i kasrah ــــــــــ

u dammah ــــــــــ

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

ــــــــــ ي ai a dan i

au a dan u ــــــــــ و

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

â a dengan topi diatas اـــــ

î i dengan topi atas ىـــــ

û u dengan topi diatas وـــــ

Page 10: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

ix

d. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan

lam )ال), dialih aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf

syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya: اإلجثهاد = al-ijtihâd

al-rukhsah, bukan ar-rukhsah =الزخصح

e. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: الشفعح = al-syuî

‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah

f. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau

diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi

huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

syarî ‘ah شزعح 1

al- syarî ‘ah al-islâmiyyah الشزعح اإلسالمح 2

Muqâranat al-madzâhib مقارنح المذاهة 3

g. Huruf Kapital

Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun dalam

transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan bahwa

Page 11: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

x

jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan

huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata

sandangnya. Misalnya, الثخاري= al-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara

ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia

Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama

tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis

Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

h. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis

secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan

berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

No Kata Arab Alih Aksara

1 al-darûrah tubîhu الضزورج تثح المحظىراخ

almahzûrât

اإلقتصاد اإلسالم 2 al-iqtisâd al-islâmî

أصىل الفقه 3 usûl al-fiqh

al-‘asl fi al-asyyâ’ alibâhah األشاء اإلتاحح األصل فى 4

المصلحح المزسلح 5 al-maslahah al-mursalah

Page 12: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

xi

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat, hidayah, serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad

SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman ilmiah seperti

sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit

hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, namun pada akhirnya selalu ada

jalan kemudahan, tentunya tidak terlepas dari beberapa individu yang sepanjang

penulisan skripsi ini banyak membantu dan memberikan bimbingan dan masukan

yang berharga kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Dengan demikian dengan kesempatan yang berharga ini penulis

mengungkapkan rasa hormat serta ucapan terimakasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syari’ah dan

Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Ketua Program Studi Perbandingan

Mazhab dan Ibu Hj. Siti Hana, S.Ag, Lc., M.A, Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab.

3. Bapak Ahmad Bisyri Abdul Shomad, M.A dosen penasehat akademik penulis.

4. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, dan Bapak Dr. Hamid Farihi, M.A,

dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu serta memberikan

arahan, saran dan ilmunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan

memberikan ilmu yang tak ternilai harganya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 13: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

xii

6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Nanang Suryana dan Ibunda Yanih

Suryani yang telah merawat dan mendidik dengan baik sampai saat ini.

Dengan kasih sayangnya yang abadi, dengan do’anya yang tiada henti,

dengan kesabarannya yang tak tertandingi dan selalu memberikan penulis

support baik segi moril maupun materil. Terimakasih atas segala didikannya,

doanya, kesabarannya, jerih payahnya, serta nasihat yang selalu mengalir

tiada henti tanpa pernah jemu hingga ananda dapat menyelesaikan studi. Juga

kepada kakak penulis jakaria, Nuriana, Muhammad Nur Aripin, dan adik

penulis Muhamad Ilyas Agus Wahid yang telah menemani, memberikan doa

serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Keluarga kecilku Paraone, Buya, Mae, Oget, Apih, Delia, Uni, Awing.

Terimakasih selalu menemani, mendengarkan serta memeberi dukungan.

Semoga keluarga kecil kita selalu di rahmati Allah SWT.

8. Rani Widiastuti, Annisa Nur Aida, Ainun Mardia, Nurepisa, Husnia Laili,

Syah Ghina Rahmi Lubis, Ulpan Anggi, Zein Yudha Utama dan Andika

Chastianto Sahputra yang telah menerima penulis dan menjadi teman suka

maupun duka. Semoga persahabatan ini akan selalu terjalin sampai Jannah-

Nya.

9. Teman-teman seperjuangan Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum angkatan

2014, Terkhusus sahabat-sahabatku Ladies PMH 2014. Terimakasih sudah

memberikan arti dari sebuah persahabatan tanpa melihat harta, tahta, dan

lainnya, selama 4 tahun kita bersama.

Akhir kata semoga Allah SWT membalas semua kebaikan atas bantuan

yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kebaikan kalian menjadi berkah dan

amal jariyah untuk kita semua. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis serta pembaca pada umumnya. Aamiin

Jakarta, 03 Desember 2018

Penulis

Page 14: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . ......................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv

ABSTRAK .......................................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................... vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................ xi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7

E. Review kajian terdahulu .............................................................. 8

F. Metode Penelitian ........................................................................ 12

G. Sistematika Penulisan .................................................................. 14

BAB II KEWARISAN BEDA AGAMA dan WASIAT WAJIBAH.............. 15

A. Kewarisan Beda Agama .............................................................. 15

1. Pengertian Kewarisan Beda Agama ....................................... 15

2. Kewarisan Beda Agama dalam Hukum Islam ........................ 17

3. Kewarisan Beda Agama dalam Kompilasi Hukum Islam ...... 20

4. Kewarisan Beda Agama dalam KUHPerdata ......................... 23

B. Wasiat Wajibah ........................................................................... 25

1. Pendapat Ulama tentang Wasiat Wajibah ............................... 25

2. Wasiat Wajibah di Beberapa Negara Muslim ........................ 28

3. Wasiat Wajibah Menurut Kompilasi Hukum Islam ............... 30

Page 15: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

xiv

BAB III PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BANDUNG

NOMOR 4/PDT.P/2013/PA.Bdg ..................................................... 33

A. Duduk Perkara ............................................................................. 33

B. Pertimbangan Hakim ................................................................... 35

C. Penetapan Hakim ......................................................................... 39

BAB IV PENEGAKAN HUKUM DALAM KASUS KEWARISAN

BEDA AGAMA PADA PENETAPAN PENGADILAN

AGAMA BANDUNG NOMOR 4/PDT.P/2013/PA.BDG ............... 41

A. Penyelesaian Kasus Waris Beda Agama ..................................... 41

B. Pembaruan Ketentuan Wasiat Wajibah dalam Hukum

Terapan di Indonesia ................................................................... 46

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 58

A. Kesimpulan ................................................................................... 58

B. Saran .............................................................................................. 59

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 60

LAMPIRAN ........................................................................................................ 63

Page 16: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati.

Semua tahap itu membawa pengaruh dan akibat hukum kepada

lingkungannya, terutama dengan orang yang dekat dengannya, baik dekat

dalam arti nasab maupun dalam arti lingkungan. Kelahiran membawa akibat

timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya dan orang lain serta timbulnya

hubungan hukum antara dia dengan orang tua, kerabat, dan masyarakat

lingkungannya.1

Demikian juga kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat

hukum kepada diri, keluarga, dan masyarakat lingkungannya. Selain itu,

kematian tersebut menimbulkan kewajiban orang lain pada dirinya si mayit

yang berhubungan dengan pengurusan jenazahnya. Dengan kematian itu

timbul pula akibat hukum lain secara otomatis, yaitu adanya hubungan ilmu

hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh

harta peninggalannya. Bahkan masyarkat dan negara (Baitulmal) pun, dalam

keadaan tertentu, mempunyai hak atas peninggalan tersebut.2

Permasalahan-permasalahan diatas dapat diselesaikan dengan

menggunakan hukum waris. Hukum waris yang mengatur segala hak dan

kewajiban yang timbul karena adanya peristiwa hukum berkaitan dengan

meninggalnya seseorang. Jadi, hukum waris menyoal tentang peralihan

berbagai hak dan kewajiban atas harta seseorang yang meninggal dunia

kepada orang lain yang masih hidup agar tidak terjadi perselisihan.3

Terdapat beberapa hak yang berkaitan dengan pembagian waris yang

harus dipenuhi secara tertib. Sehingga apabila hak yang pertama atau yang

1 Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2002, Cet. Kedua), h.1. 2 Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris, h.1.

3 NM. Wahyu Kuncoro, Waris : Permasalahan dan Solusinya, (Jakarta :Raih Asa

Sukses, 2015, Cet.1), h.3.

Page 17: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

2

kedua menghabiskan semua harta waris maka tidak lagi pindah kepada hak-

hak yang lain. Sebelum harta peninggalan dibagi-bagikan, terlebih dahulu

sebagai yang utama dari harta peninggalan itu harus diambil hak-hak yang

segera dikeluarkan untuk kepentingan-kepentingan berikut : pertama, Tajhiz

atau biaya penyelenggaraan jenazah . Tajhiz ialah segala yang diperlukan oleh

seseorang yang meninggal dunia mulai dari wafatnya sampai kepada

penguburannya. Di antara kebutuhan tersebut antara lain biaya memandikan,

mengkafankan, menguburkan, dan segala yang diperlukan sampai

diletakannya ke tempat yang terakhir. Kedua, melunasi hutang orang yang

meninggal, apabila si mayit mempunyai hutang atau tanggungan yang belum

dibayar ketika masih hidup di dunianya, baik yang berkaitan dengan sesama

manusia maupun kepada Allah yang wajib diambilkan dari harta

peninggalannya setelah diambil keperluan Tajhiz. Ketiga, Melaksanakan atau

membayar wasiat, jika sebelum meninggal dunia seseorang telah berwasiat,

maka dipenuhi wasiat tersebut dari harta peninggalannya dengan tidak boleh

lebih dari 1/3 harta bila dia mempunyai ahli waris dan jika dia akan berwasiat

lebih dari 1/3 harus mendapat persetujuan ahli waris.4

Tidak ditemukan pengaturan yang jelas dalam Kompilasi Hukum

Islam (KHI) mengenai jangka waktu pelaksanaan pembagian waris, apakah

harus sesegera mungkin dilaksanakan atau bisa ditangguhkan. H. Mastur Jahri

berpendapat bahwa berdasarkan ketetapan Allah dalam Al-Quran,

pelaksanaan pembagian warisan harus dipercepat karena terdapat hak-hak

para ahli waris dalam harta warisan yang belum dibagi. Terkadang, ada anak

yatim yang menjadi salah satu ahli warisnya. Dengan segera melakukan

pembagian harta warisan dapat menghindari orang lain mengambil dan

memakan harta anak yatim secara tidak halal.5

Di indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam, hukum

waris telah mendapatkan perhatian dari negara. Kewenangan Peradilan

4 Moh.Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai Pembaruan

Hukum Positif Di Indonesia, cet.1 , (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 51-56. 5 Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam Di

Indonesia, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2014), h. 12.

Page 18: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

3

Agama sejak awal berdirinya kerajaan Islam di Indonesia telah menangani

sengketa kewarisan. Selanjutnya setelah Indonesia merdeka kewenangan

dibidang kewarisan dikembalikan dengan lahirnya Undag-Undang Nomor 7

Tahun 1989, tanggal 2 Desember. Keberadaan Pengadilan Agama dan

Mahkamah Agung secara konstitusional merupakan bukti konkret yudisial

perlindungan negara terhadap umat islam. Lahirnya KHI yang menjadi

rujukan di Pengadilan Agama adalah aspek penting bagi bangsa Indonesia

untuk menyelesaikan hukum kewarisan di Indonesia disamping hukum yang

hidup ditengan masyarakat sebagai sumber hukum.6

Keanekaragaman suku bangsa indonesia dengan karakteristik budaya,

norma hukum yang diyakini juga merupakan suatu fenomena yang penting

untuk dilihat dari berbagai sisi dan kepentingan. Hukum waris merupakan

bagian dari hukum keluarga yang mencerminkan sistem kekeluargaan dalam

masyarakat muslim, disamping hukum perkawinan. Dalam antropologi sosial

sistem kekeluargaan dalam masyarakat dapat didasarkan atas sistem

keturunan yang unilateral dan bilateral.7

Campuraduknya sistem hukum di Indonesia, berawal dari politik

penjajah Belanda yang hendak memberlakukan hukum Eropa. Keadaan ini

ditentang oleh para ulama yang kemudian menciptakan hukum Adat.

Dilahirkannya hukum Adat oleh pemerintahan Hindia Belanda adalah dalam

rangka menggrogoti hukum islam, dan secara halus perlahan tapi pasti

penjajah mencengkeramkan hukum Adat tersebut melalui pendidikan,

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang didirikan pemerintah

Hindia Belanda membuka jurusan hukum Adat, sekaligus mahasiswa

mendalami hukum Perdata Barat (B.W), sehingga sejak awal berdirinya

negara RI 3 (tiga) macam hukum tersebut: Islam, Adat, dan B.W.8

6 H. Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Kementrian

Agama RI, 2011), h. 10. 7 Abdullah Siddik, Hukum Waris Islam Dan Perkembangan di Seluruh Indonesia,

(Jakarat: Wijaya, 1984), h. 1. 8 H. Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, h. 11.

Page 19: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

4

Di Indonesia, untuk menangani masalah perdata umat muslim

terutama hukum kewarisan ini maka diselesaikan di pengadilan Agama

sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman. Di pengadilan Agama rakyat bisa

mencari dan mendapat keadilan dalam bidang perdata. Karena tugas dan

wewenang pengadilan Agama untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan

perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam

dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat, infaq, sadaqah, dan

ekonomi syariah.9

Eksistensi peradilan agama sebagai peradilan khusus bagi orang-

orang yang beragama Islam dalam masyarakat Indonesia yang majemuk tidak

dapat dihindarkan dari persoalan penegakan keadilan bagi semua warga

negara terlepas dari agama seseorang, atau penegakan keadilan atas nama

agama (hanya bagi orang-orang Islam). Hal ini karena dalam masyarakat

Indonesia yang majemuk, dengan beragam suku, agama, dan budaya,

hubungan hukum yang terjadi antara para pihak yang berbeda agama tidak

dapat dihindari, khususnya dalam bidang hukum keluarga.10

Keberadaan KHI yang menjadi rujukan hakim pada peradilan agama

dalam memutuskan sengketa diantara orang-orang yang beragama islam

merupakan fenomena actual yang harus dilihat secara komprehensif dengan

memerhatikan hubungan-hubungna yang ada sebagai pertimbangan ijtihad.

Di sinilah ada denyut gerak dinamik elastisitas hukum islam. Persoalan

khilafiyah diantara imam mazhab, penemuan hukum oleh yang berebeda-beda

yang berorientasi semangat menuju terciptanya kemaslahatan umat manusia

dalam menghadapi berbagai masalah kehidupannya rahmatan li al-alamin. 11

Hukum kewarisan dalam Islam mendapat perhatian yang besar karena

pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak

menguntungkan bagi keluarga yang ditinggal mati. Timbulnya sengketa

9 lihat pasal 49 undang-undang republik indonesia nomor 3 tahun 2006 tentang

perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama. 10

Muhamad Isna Wahyudi , Penegakan Keadilan Dalam Kewarisan Beda Agama.

Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 3, (Desember 2015), h.270.

11 Habiburrahman, rekontruksi hukum kewarisan islam di Indonesia, h. 12.

Page 20: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

5

kewarisaan dalam keadaan berlainan agama sebagai penghalang mendapatkan

warisan sering menjadi konflik diantar para ahli warisnya. Kenyataan

demikian telah ada dalam sejarah umat manusia hingga sekarang ini.

Terjadinya gugat waris di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun

Pengadilan Negeri, menunjukkan fenomena ini.12

Belakangan ini terjadi sebuah dinamika dan kemajuan hukum terkait

dengan isu kewarisan beda agama. Pengembangan tersebut dapat dilihat dari

kenyataan bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia telah membuat

gebrakan baru terkait kewarisan beda agama. Gebrakan tersebut dapat dengan

nyata dilihat dari putusan-putusannya yang memberikan celah dan peluang

kepada pihak non muslim untuk dapat menerima bagian harta pewaris

Muslim.13

Sebagai contoh terjadinya gugat waris di pengadilan, baik Pengadilan

Agama maupun Pengadilan Negeri. Dalam KHI (kompilasi hukum Islam),

berlainan agama sebagai penghalang untuk mendapatkan harta warisan. KHI

tidak mengatur mengenai pembagian harta warisan kepada ahli waris beda

agama. Dalam perkembangannya, ternyata wasiat wajibah tidak hanya

diberikan kepada anak angkat maupun orang tua angkat, akan tetapi diberikan

kepada ahli waris beda agama. Berdasarkan beberapa yurisprudensi

Mahkamah Agung Republik Indonesia, ternyata wasiat wajibah juga

diberikan kepada ahli waris yang beragama non-muslim, yaitu terdapat pada

putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 368.K/AG/1995,

putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 51.K/AG/1999, dan

putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 16.K/AG/2010,

putusan-putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut menyatakan

memberikan wasiat wajibah pada keluarga atau ahli waris beda agama, jadi

yurisprudensi tersebut berbeda dengan konsep Fikih Islam, dimana ahli waris

12

A. Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Cet. III (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1998), h.356. 13

Muhammad Rinaldi Arif , Pemberian Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Beda

Agama (Kajian Perbandingan Hukum Antara Hukum Islam Dan Putusan Mahkamah Agung

Nomor 368.K/Ag/1995) , De Lega Lata, Volume 2, Nomor 2, (Juli – Desember 2017), h. 352.

Page 21: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

6

yang berbeda agama tidak dapat mewarisi harta dari si pewaris yang

beragama Islam. Beberapa putusan Mahkamah Agung diatas telah menjadi

yurisprudensi dan sebagai sumber hukum yang dipakai di Indonesia.

Mengenai pembagian harta warisan beda agama juga terjadi di

Pengadilan Agama Bandung, Hal ini sebagaimana Penetapan Pengadilan

Agama Bandung No 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, yang mana hakim memutuskan

anak yang beragama islam dapat mewarisi harta peniggalan ibunya yang

murtad/berbeda agama, Begitu pula dengan anak nya yang murtad/berbeda

agama mendapatkan warisan dengan jalan wasiat wajibah atas harta ayahnya

yang muslim.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dalam mengenai kewarisan beda agama, Sehingga dalam penulisan skripsi ini

penulis memilih judul “KEWARISAN BEDA AGAMA” (Studi Penetapan

Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, beberapa

masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan waris beda agama dalam hukum islam?

2. Bagaimana pengaturan waris beda agama dalam Kompilasi hukum islam?

3. Bagaimana pengaturan waris beda agama dalam KUHPer?

4. Bagaimana keefektifitasan penerapan pengaturan kewarisan beda agama di

Indonesia?

5. Bagaimana Tinjauan hukum Islam dan hukum positif di Indonesia

terhadap penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg?

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang timbul dalam

penelitian ini, maka penulis perlu membatasi masalahnya. Hal ini dimaksud

agar pembahasan yang penulis ingin teliti tidak terlalu meluas dan tepat

sasaran. Maka dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan hanya

pada seputar pembahasan mengenai pembagian waris berbeda agama.

Page 22: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

7

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu:

Apakah Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg sesuai dengan hukum Islam

dan hukum Positif di Indonesia?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Penelitian ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas akademik guna

memperoleh gelar Sarjana Hukum Strata 1 Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, juga didorong

beberapa tujuan yang berkaitan dengan isi pembahasan di dalamnya:

a. Mengetahui pengaturan kewarisan beda Agama menurut hukum Islam

dan hukum positif di Indonesia.

b. Mengetahui kesesuaian penetapanan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg

dengan hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.

2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah :

a. Manfaat Akademis. Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan

pengetahuan dalam memahami pembagian waris beda Agama,

Kemudian menambah literature perpustakaan khususnya dalam bidang

perbandingan mazhab dan hukum.

b. Manfaat Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan

penjelasan yang lengkap mengenai pembagian waris beda Agama.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Untuk mengetahui kajian terdahulu yang sudah pernah ditulis dan

dibahas oleh penulis lainnya, maka penulis me-review beberapa skripsi dan

karya tulis terdahulu yang pembaharuannya hampir sama dengan pembahasan

yang penulis angkat. Diantaranya adalah skripsi yang berjudul Pandangan

Hakim Pengadilan Agama Bekasi Tentang Hak Waris Anak Non Muslim,

Page 23: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

8

yang ditulis oleh Gita Dwi Annesa. 14

Di dalam skripsi ini Gita Dwi Annesa

membahas tentang pandangan hakim Pengadilan Agama Bekasi tentang hak

waris anak non muslim, yang mana menurut pandangan hakim Pengadilan

Agama Bekasi terhadap hak waris anak non muslim ini bahwa Pengadilan

Agama Bekasi memandang kewarisan anak non muslim ini sangatlah hal

yang benar-benar harus dipertimbangkan, hakim memandang kewarisan anak

non muslim ini adalah putusan yang diperlukan beberapa faktor pertimbangan

dahulu, apabila terjadi perkara hak waris anak non muslim, dilihat dahulu

apakah anak tersebut berbakti kepada orang tuanya, apakah anak ini berbuat

baik kepada orang tuanya, diharapkan juga anak ini apabila diberi hak waris

dia bisa mendapat hidayah untuk bisa masuk islam. Perbedaan skripsi ini

dengan skripsi penulis adalah skripsi ini memaparkan pandangan hakim

pengadian agama bekasi tentang hak waris anak non muslim, Sedangkan

skripsi penulis menganalisis tentang kewarisan beda agama dengan

menganalisis penetapan Pengadilan Agama Bandung Nomor

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, yang mana hakim memutuskan anak yang beragama

islam dapat mewarisi harta peniggalan ibunya yang murtad/berbeda agama .

Begitu pula dengan anak nya yang murtad/berbeda agama mendapatkan

warisan dengan jalan wasiat wajibah atas harta ayahnya yang muslim. Serta

kesesuaian putusan ini dengan hukum Islam dan hukum positif.

Skripsi dengan judul Mewaris Harta Orang Murtad Menurut Pendapat

Muhammad Amin Asy-Syahir Ibnu „Abidin Dalam Kitab Radd Al-Muhtar

„Ala Ad-Durr Al-Mukhtar, yang ditulis oleh Moh. Abdul Qohar.15

Dalam

skripsi ini Moh. Abdul Qohar memaparkan Mewaris Harta Orang Murtad

Menurut Pendapat Muhammad Amin Asy-Syahir Ibnu „Abidin Dalam Kitab

Radd Al-Muhtar „Ala Ad-Durr Al-Mukhtar yang mana menurut Imam Ibnu

14

Gita Dwi Annesa ,Pandangan Hakim Pengadilan Agama Bekasi Tentang Hak

Waris Anak Non Muslim” (Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah, 2015). 15

Moh. Abdul Qohar, Mewaris Harta Orang Murtad Menurut Pendapat Muhammad

Amin Asy-Syahir Ibnu ‘Abidin Dalam Kitab Radd Al-Muhtar ‘Ala Ad-Durr Al-Mukhtar,

(skripsi fakultas Syari‟ah dan Ekonomi Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, Kudus,

2015)

Page 24: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

9

„Abidin berpandangan bahwa kepemilikan orang murtad terhadap hartanya

telah hilang secara mauquf sejak dia melakukan perbuatan riddah. Artinya

jika orang murtad tersebut bersedia bertaubat dan kembali memeluk agama

Islam maka hartanya akan dikembalikan. Akan tetapi jika dia menolak

kembali memeluk agama Islam maka kepemilikan terhadap hartanya akan

hilang selamanya. Imam Ibnu „Abidin berpandangan sama dengan jumhur

ulama tentang orang murtad ketika statusnya menjadi ahli waris dari orang

yang mewariskan atau muwarrits yang beragama Islam maka dia terhalang

untuk mewaris. Sedangkan jika orang murtad statusnya sebagai muwarrits

atau orang yang mewariskan maka Imam Ibnu „Abidin berpandangan bahwa

harta yang diperoleh sebelum murtad diwarisi oleh ahli waris dari kerabatnya

yang beragama Islam. Kewarisan antara orang murtad kepada ahli waris yang

muslim dianggap sama dengan kewarisan antara orang Islam kepada orang

Islam. Karena orang murtad dianggap telah mati sejak dia melakukan

perbuatan riddah. Dengan kata lain orang murtad masuk kedalam kategori

mati secara hukum (mati hukmy). Sedangkan harta yang diperoleh setelah

murtad statusnya adalah harta fai‟ yang harus diserahkan ke baitul mal yang

akan digunakan untuk kemasalahatan umat Islam, bukan diwaris oleh ahli

warisnya. Sedangkan skripsi penulis menganalisis tentang pembagian

kewarisan beda agama dengan menganalisis penetapan Pengadilan Agama

Bandung Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, yang mana hakim memutuskan anak

yang beragama islam dapat mewarisi harta peniggalan ibunya yang

murtad/berbeda agama . Begitu pula dengan anak nya yang murtad/berbeda

agama mendapatkan warisan dengan jalan wasiat wajibah atas harta ayahnya

yang muslim. Serta kesesuaian putusan ini dengan hukum Islam dan hukum

positif.

Skripsi yang ditulis oleh Arwini Muslimah dengan judul Analisis

Putusan Hakim Tentang Hak waris Karena Berbeda Agama (Studi Kasus

Page 25: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

10

Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010)16

. Dalam skripsi ini

Arwini Muslimah menganalisis pemberian wasiat wajibah terhadap ahli waris

non Muslim oleh Mahkamah Agung atas dasar pertimbangan demi keadilan

sebenarnya bahwa menurut Arwini tidak dapat dibenarkan dalam hukum

Islam karena tidak sesuai dengan nash dan ketentuan Hukum Kewarisan

Islam. Namun jika dilihat dari aspek sosial-geografisnya, dimana Indonesia

merupakan Negara kepulauan dengan berbagai suku dan agama serta bukan

merupakan Negara Islam, maka putusan Mahkamah Agung yang memberikan

wasiat wajibah kepada ahli waris non Muslim atas dasar keadilan tidak pula

dapat dipersalahkan mengingat banyak aturan-aturan Indonesia yang diadopsi

dari hukum Adat yang berlandaskan kepada keseimbangan dan kemaslahatan

umat tanpa memandang agamanya. Sedangkan skripsi penulis menganalisis

tentang kewarisan beda agama dengan menganalisis penetapan Pengadilan

Agama Bandung Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, yang mana hakim

memutuskan anak yang beragama islam dapat mewarisi harta peniggalan

ibunya yang murtad/berbeda agama. Begitu pula dengan anak nya yang

murtad/berbeda agama mendapatkan warisan dengan jalan wasiat wajibah

atas harta ayahnya yang muslim. Serta kesesuaian putusan ini dengan hukum

Islam dan hukum positif.

Jurnal dengan judul Pemberian Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris

Beda Agama (Kajian Perbandingan Hukum Antara Hukum Islam Dan

Putusan Mahkamah Agung Nomor 368.K/Ag/1995), yang ditulis Muhammad

Rinaldi Arif.17

Dalam jurnal ini Muhammad Rinaldi Arif membandingan

Hukum Antara Hukum Islam Dan Putusan Mahkamah Agung Nomor

368.K/Ag/1995 tentang Pemberian Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris

Beda Agama. Yang mana Konsep wasiat wajibah menurut hukum Islam

16

Arwini Muslimah, Analisis Putusan Hakim Tentang Hak waris Karena Berbeda

Agama (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010), (skripsi fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, 2013) 17

Muhammad Rinaldi Arif, “Pemberian Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Beda

Agama (Kajian Perbandingan Hukum Antara Hukum Islam Dan Putusan Mahkamah Agung

Nomor 368.K/Ag/1995)” Volume 2, Nomor 2,(Juli – Desember 2017)

Page 26: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

11

adalah untuk ahli waris yang tidak mendapat bagian warisan karena ada hijab

yang menghalanginya, sedangkan menurut KHI, wasiat wajibah dikhususkan

bagi anak angkat atau orang tua angkat dengan alasan rasa kemanusiaan.

Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 368.K/AG/1995, konsep wasiat

wajibah tidak hanya untuk anak angkat atau orang tua angkat, tetapi juga

untuk ahli waris non muslim. Pendapat Mahkamah Agung itu didasari atas

konsep keadilan dan perlindungan hukum. Perbedaan jurnal ini dengan

skripsi penulis adalah jurnal ini memaparkan perbandingan hukum Islam

dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 368.K/AG/1995, Sedangkan

skripsi penulis menganalisis tentang kewarisan beda agama dengan

menganalisis penetapan Pengadilan Agama Bandung Nomor

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, yang mana hakim memutuskan anak yang beragama

islam dapat mewarisi harta peniggalan ibunya yang murtad/berbeda agama .

Begitu pula dengan anak nya yang murtad/berbeda agama mendapatkan

warisan dengan jalan wasiat wajibah atas harta ayahnya yang muslim. Serta

kesesuaian putusan ini dengan hukum Islam dan hukum positif.

F. Metode Penelitian

Pembahasan masalah-masalah yang ada dalam penyusunan skripsi ini,

diperlukan suatu penelitian untuk memperoleh data yang berhubungan

dengan masalah yang akan diteliti dan gambaran dari masalah tersebut secara

jelas dan akurat. Terdapat beberapa metode yang penulis gunakan antara lain:

1. Jenis penelitian

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum

normatif dimana penelitian hukum ini dilakukan dengan cara mempelajari

dan meneliti bahan kepustakaan berupa buku-buku dan peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan masalah yang dibahas.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku yang berjudul Metode

Penelitian Hukum yang menjelaskan bahwa pada penelitian hukum

Page 27: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

12

normatif, peraturan perundangan yang menjadi objek penelitian menjadi

sumber data primer dalam penelitian yang dilakukan.18

2. Pendekatan Penelitian

Adapun metode pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian

ini, yaitu pendekatan kasus (case approach) yang mana dilakukan dengan

cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu

yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap. 19

3. Sumber Data

Data-data yang dipergunakan dalam penelitian skrisi ini dibedakan

menjadi dua bagian, yaitu20

:

a. Primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang berhubungan erat dengan

permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi

bahan hukum primernya adalah Penetapan Pengadilan Agama Bandung

Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, KUHPerdata, Kompilasi Hukum Islam.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan yang berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum,

dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.21

4. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan

data yaitu dengan menggunakan study pustaka (library research). Studi

18

Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:

Lembaga Penelitian, 2010), h., 38 19

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana Prenada Media,

2014), h. 134 20

Soerjono Soekanto, Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta:

Rajawali, 1986), h., 14 21

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 181.

Page 28: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

13

pustaka dalam penelitian ini dilakukan guna mengeksplorasi teori-teori

tentang konsep dan pemahaman khususnya terkait dengan tema penelitian

yaitu kewarisan beda Agama. Teknik yang pertama penulis mencari

putusan tentang kewarisan beda agama, kemudian diteliti lalu disimpulkan.

5. Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data

secara kualitatif. Yaitu menggunakan penafsiran hukum, penalaran hukum

dan argumentasi rasional. Kemudian data tersebut penulis uraikan dalam

bentuk narasi, sehingga menjadi kalimat yang jelas dan dapat dipahami.22

Data yang telah ada berupa penetapan Pengadilan Agama Bandung Nomor

4/pdt.p/2013/Pa.Bdg.

6. Teknik Penulisan

Dalam Penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan

hukum ini, maka harus diketahui alur logis dan untuk memberikan gambaran

secara rinci mengenai pokok pembahasan maka penulis menyusun skripsi ini

dalam beberapa bab. Adapun sistematika penyusunan sebagai berikut:

BAB I merupakan pendahuluan yang terdiri dari tentang Latar

Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan, dan Perumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, review kajian terdahulu, Metode

Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II membahas tentang Kewarisan Beda Agama dan Wasiat

Wajibah yang terdiri dari Pengertian Kewarisan Deda Agama, Kewarisan

Beda Agama dalam Hukum Islam, Kewarisan Beda Agama dalam Kompilasi

22

Muri A Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan, (Jakarta: Prenadamedia, 2014), h. 400

Page 29: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

14

Hukum Islam, Kewarisan Beda Agama dalam KUHPerdata, Pendapat Ulama

tentang Wasiat Wajibah, Wasiat Wajibah di Beberapa Negara, Wasiat

Wajibah menurut Kompilasi Hukum Islam.

BAB III membahas tentang Penetapan Pengadilan Agama Bandung

Nomor 4/Pdt.P/2013/Pa.Bdg, yang terdiri dari Duduk Perkara, Pertimbangan

Hakim, dan Penetapan Hakim.

BAB IV membahas tentang Penegakan Keadilan Dalam Kasus

Kewarisan Beda Agama (Analisis Penetapan Pengadilan Agama Bandung

Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg), yang terdiri dari Penyelesaian Kasus Waris

Beda Agama, dan Pembaruan Ketentuan Wasiat Wajibah dalam Hukum

Terapan di Indonesia.

BAB V Penutup, yang berisi tentang kesimpulan yang menjawab

rumusan masalah dan saran yang berguna untuk perbaikan di masa yang akan

datang.

Page 30: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

15

BAB II

KEWARISAN BEDA AGAMA dan WASIAT WAJIBAH

A. Kewarisan Beda Agama

1. Pengertian Kewarisan Beda Agama

Salah satu penghalang mendapatkan warisan adalah karena

perbedaan agama. Pengertian kewarisan beda agama adalah agama

pewaris berlainan dengan agama ahli waris. Misalnya pewaris beragama

Islam, sedangkan ahli warisnya beragama kristen. Demikian juga

sebaliknya.1 Kewarisan beda agama adalah istilah yang dapat digunakan

untuk mengacu kejadian di mana pihak-pihak yang terlibat dalam

kewarisan berasal dari latar belakang agama yang berlainan. Dalam kasus-

kasus seperti ini, pewaris semasa hidup menganut agama yang berbeda

dari yang dianut oleh satu atau lebih ahli warisnya.2

Persoalan muncul terutama ketika pihak yang meninggal beragama

Islam dan ingin menerapkan prinsip-prinsip hukum waris Islam dalam

pembagian harta warisan tanpa mempertimbangkan bahwa ada salah

seorang atau seluruh ahli warisnya yang tidak menganut agama Islam.

Dalam kasus seperti ini, ahli waris yang tidak beragama Islam biasanya

menderita kerugian karena jika yang diterapkan adalah hukum waris Islam,

maka mereka tidak akan memperoleh jatah harta warisan. 3

Problemnya adalah ketika pihak non-Muslim yang mengikuti hukum

waris Iain, seperti hukum waris adat atau Burgelijk Wetboek, tidak mau

kehilangan jatahnya semata karena perbedaan agama tersebut, terlebih

ketika sistem hukum yang dianutnya (yang juga diakui oleh negara) justru

mengajarkan sebaliknya. Dari sudut hukum, persoalan dalam kasus ini

bukan semata karena adanya perbedaan agama antara pewaris dengan ahli

1 Teungku muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, dkk , Fiqh Mawaris, (Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 1997)., h. 46. 2 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, (Jakarta : Pustaka Alvabet,

2008).,h. 444 3 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler,.,h. 444

Page 31: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

16

warisnya, tapi juga karena memang sudah ada konflik hukum di antara dua

tradisi waris yang dianut oleh kedua belah pihak. 4

Di masa sekarang, masalah kewarisan diatur oleh beberapa hukum

dan undang-undang yang dikeluarkan pemerintah, yakni yang terangkum

dalam KUHPer (hukum Nasional) dan Kompilasi Hukum Islam (ajaran

hukum waris Islam). Jelaslah kalau gagasan yang jadi latar pemisahan

masalah kewarisan di sini adalah memisahkan orang-orang yang menaati

hukum Islam dengan mereka yang menaati hukum non-Islam. Akibat

pemisahan substantif inilah (ditambah pula dengan pemisahan tata

administrasinya) persoalan kewarisan beda agama menjadi makin rumit.5

Persoalan kewarisan beda agama diperparah oleh kenyataan bahwa

kalau dalam KUHPer tidak terdapat pernyataan yang mengizinkan atau

membatalkan kewarisan beda agama, sedangkan dalam Kompilasi Hukum

Islam tercantum bahwa pewaris dan ahli waris harus beragama Islam, jadi

antara orang Muslim dengan non-Muslim tidak boleh saling mewarisi.6

Aturan ini memang ditetapkan untuk tidak menyalahi atau menyimpang

dari hukum Islam yang selama ini dipahami dan diyakini masyarakat

Muslim Indonesia, seperti juga aturan-aturan lain yang dicantumkan dalam

KHI. Terkait dengan aturan ini, beberapa kasus yang dibawa ke

Pengadilan Agama terkait dengan kewarisan antar-agama ini diputuskan

dengan mengacu pada aturan ini.7

Konflik hukum dalam kebanyakan kasus juga diikuti oleh kendala-

kendala yudisial karena dalam rangka mencari penyelesaian, pihak Muslim

selalu membawa perkara mereka ke Pengadilan Agama, sementara pada

saat yang sama pihak non-Muslim akan pergi ke pengadilan umum. Sikap

ini dapat dimaklumi karena masing-masing pihak ingin mengikuti hukum

waris yang lebih sesuai dengan keinginannya. Sudah barang tentu konflik

4 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler.,h. 444. 5 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler.,h. 445

6 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler.,h. 445

7 Asep Saepudin Jahar,Dkk, Hukum Keluarga, Pidana Dan Bisnis, (Jakarta:

Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 94.

Page 32: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

17

hukum bukan perkara sederhana karena negara sendiri tidak dipersiapkan

untuk melakukan berbagai upaya pencarian resolusi. Satu-satunya harapan

terletak di genggaman hakim yang bisa membuat resolusi apa pun terhadap

konflik kewarisan beda agama yang memang terbukti tidak bisa

ditanggulangi dengan undang-undang negara saja. Karena itu, perlu

kiranya dilihat bagaimana hakim mengemukakan penalaran dan

argumennya dalam proses analisis terhadap konflik kewarisan beda agama.

Lewat jalur ini, bagaimana sikap umum negara terhadap tradisi hukum

yang berkembang di tanah air juga bisa terbukti jelas.8

Menarik untuk dicatat bahwa belakangan ini telah terjadi sebuah

pengembangan dan kemajuan hukum terkait dengan isu kewarisan beda

agama. Pengembangan tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa

Mahkamah Agung telah membuat gebrakan baru terkait hal ini. Gebrakan

tersebut dapat dengan nyata dilihat dari putusan-putusannya yang

memberikan celah dan peluang kepada pihak non-Muslim untuk dapat

menerima bagian harta dari pewaris Muslim.9

2. Kewarisan Beda Agama dalam Hukum Islam

Para fuqaha telah bersepakat bahwasanya, berlainan agama antara

orang yang mewarisi dengan orang yang mewariskan, merupakan salah

satu penghalang dari beberapa penghalang mewarisi. Hal ini telah

disepakati oleh semua fuqaha, Kesepakatan para fuqaha tentang aturan ini

dapat terekam pada sebuah redaski dalam sebuah buku fikih bahwa, "telah

sepakat para fuqaha bahwa ada tiga hal yang dapat menghalangi untuk

mewarisi, yaitu: perbudakan, pembunuhan, dan perbedaan agama”.10

Berlainan agama terjadi antara Islam dengan yang selainnya atau terjadi

antara satu agama dengan syariat yang berbeda. Agama ahli waris yang

berlainan merupakan penghalang untuk mewarisi dalam hukum waris,

sebagaimana sabda Nabi saw :

8 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler , h. 446.

9 Asep Saepudin Jahar,Dkk, Hukum Keluarga, Pidana Dan Bisnis, h. 94

10 Asep Saepudin Jahar,Dkk, Hukum Keluarga, Pidana Dan Bisnis, h. 92.

Page 33: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

18

ث نا أبو عاصم عن ابن جريج عن ابن شهاب عن علي بن حسين عن عمرو بن عثمان عن أ بن حد زيد رضي سا

هما أن 11المسلم الكافر ول ر لكاف المسلم يرث ل قال وسلم لنبي صلى اللو عليو اللو عن

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Ashim dari Ibnu Juraih

dari Ali Ibnu Shihab dari Ali bin Husain dari Amru Bin Usman

dari Usamah bin Zaid radialahu „anhuma, Nabi Shallallahu

„alaihi wasalam bersabda: “Orang muslim tidak mewarisi dari

orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi dari orang muslim”

ه عبد اللو بن عمرو، قال قال :وروى أبو داود بإسناده: عن عمرو بن شعيب، عن أبيو، عن جد

لت ين ش » رسول اللو صلى اللو عليو وسلم 12«تىلي ت وارث أىل

Artinya:“ diriwayatkan Abu Daud dengan sanadnya: dari Umar Bin Sueb,

dari Ayahnya, dari Kakeknya Abdullah Bin Umar, Dia berkata:

Rasulullah bersabda :Tidak dapat saling mewarisi antara dua

orang pemeluk agama yang berbeda.”

Isi kedua hadis tersebut selaras dengan firman Allah surat An-Nisa ayat

141:

نين سبيل 13 ولن يجعل اللو للكافرين على المؤ

Artinya:”Dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan suatu jalan bagi

orang-orang kafir terdapat orang mu‟min (untuk menguasai

harta orang mu‟min)”

11 Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al Bukhori, Tahqiq: Muhammad Zuhair

bin Naasir An Naasir, Shahih Bukhari, hadis ke-6764,(Damaskus: Daaru Taukon Najaat,

1422)., h. 156. 12

Abu Muhammad Muafiq Addin Abdullah, Al Mughni li Ibni Qudamah, Jilid 6

( kairo: Maktabah Kairo, 1968 M/1388 H).,h. 368. 13

QS An-Nisa (4: 141)

Page 34: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

19

Namun meskipun demikian, kesepakatan para ulama14

ternyata

hanya pada kasus di mana si pewaris adalah muslim dan ahli waris non-

Muslim. Terkait dengan boleh atau tidaknya ahli waris Muslim mewarisi

pewaris non-Muslim, para ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama

berpendapat bahwa ahli waris Muslim tetap tidak dapat mewarisi pewaris

non-Muslim, atau pewaris non-Muslim tidak dapat memberikan kewarisan

pada Muslim. Pendapat jumhur ini didasarkan juga pada hadis yang telah

disebutkan sebelumnya. Sedangkan beberapa ulama lain seperti Muadz Ibn

Jabal, Muawiyah, Masruk (generasi sahabat) dan Ibnu Musayab (generasi

tabiin) serta kalangan Syiah Imamiyah, mengemukakan bahwa ahli waris

Muslim dapat mewarisi pewaris non-Muslim.15

Mereka juga berargumen

dengan hadist berikut:

16ي على ول ي علو اإلسلم :وسلم عليو اللو صلى اهلل رسول قال

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: "Islam adalah tinggi dan tidak ada

yang mengunggulinya".

Dengan hadits ini, mereka berpendapat bahwa termasuk dari makna

ketinggian adalah seorang muslim dapat mewarisi harta peninggalan orang

kafir, tapi orang kafir tidak dapat mewarisi harta seorang muslim.

Pendapat mereka ini ditolak bahwa yang dimaksud dengan tinggi adalah

dari segi argumentasi atau dari segi kekuasaan dan kemenangan.17

Selain hadis dan ayat di atas, Nabi saw mempraktikkan, bahwa

perbedaan agama menyebabkan antara mereka tidak bisa saling mewarisi.

Pada saat Abu Thalib, paman kesayangan beliau, meninggal dunia. Abu

Thalib meninggal belum masuk Islam, dan meninggalkan empat orang

anak, yaitu 'Uqail dan Thalib yang belum masuk Islam, dan Ali serta Ja'far

14

Selanjutnya penulis akan menggunakan kata ulama dan tidak akan menggunakan

kata fuqaha 15

Asep Saepudin Jahar,Dkk, Hukum Keluarga, Pidana Dan Bisnis, h. 92. 16

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, cetakan ke-10, jilid 10

(Damaskus: Darul fikr suriah damaskus, 2011)., h. 358. 17

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., h. 359.

Page 35: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

20

yang telah masuk Islam. Oleh Rasulullah Saw, harta warisan diberikan

hanya kepada 'Uqail dan Thalib. Sementara Ali dan Ja'far tidak diberi

bagian warisan. Apa yang Rasulullah Saw tersebut, menunjukkan dengan

bahwa perbedaan agama, antara Islam dan non-Islam, menjadi penghalang

untuk bisa saling mewarisi.18

3. Kewarisan Beda Agama dalam Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam terbentuk sebagai hasil dari kerja keras dari

panitia yang ditunjuk dalam SKB (Surat Keputusan Bersama), yang

berlangsung sejak tahun 1985 sampai dengan tahun 1988 dan dilakukan

melalui seminar, telaah kitab-kitab fikih dan yurisprudensi, serta studi

banding ke beberapa negara muslim. Puncaknya adalah diadakan

lokakarya di Jakarta pada tahun 1988. Bahkan berbagai upaya telah

diusahakan agar buah karya para ulama dan cendekiawan muslim tersebut

mendapat payung hukum sebagai bagian dari peraturan perundang-

undangan, namun yang diperoleh hanya berupa instruksi presiden (Inpres)

Nomor 1 Tahun 1991.19

Sejak tahun 1991, berdasarkan Instruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1991, Indonesia telah memiliki Kompilasi

Hukum Islam (KHI) yang secara de facto maupun de jure menjadi

pegangan utama umumnya para hakim dalam lingkungan pengadilan

agama dalam menyelesaikan sengketa yang salah satunya adalah hukum

kewarisan yang diajukan oleh para pencari keadilan. 20

Buku II Kompilasi Hukum Islam, yang memuat tentang hukum

kewarisan ini terdiri atas VI Bab dan 44 Pasal, yakni mulai Pasal 171

sampai Pasal 214. Buku II KHI pada dasarnya mengatur ihwal ketentuan

18

Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet. 2, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2015), h. 320-321

19 Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2011)., h. 4. 20 Muhammad Amin Suma, Keadila Hukum Waris Islam dalam Pendekatan Teks

dan Konteks, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013)., h. 99.

Page 36: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

21

umum (Bab I Pasal 171), ahli waris (Bab II Pasal 172 - 175), besarnya

bagian [masing-masing ahli Waris] (Bab 111 Pasal 176 - 191), aul dan rad

(Bab IV Pasal 192-193), wasiat (Bab V pasal 194 - 209), dan hibah (Bab

VI 210-214).

Sebagai salah satu produk pemikiran hukum Islam, khususnya Buku

II tentang Hukum Kewarisan dalam KHI, sejak awal telah menimbulkan

kontradiksi, baik teks pasal yang dianggap bertentangan dengan nash,

maupun penghapusan hukum-hukum, seperti ashabah, beda agama, hajib-

mahjub, dan lain-lain, yang turut berimplikasi kepada munculnya

disparitas putusan hakim di pengadilan agama.21

Dari ketiga contoh yang

menjadi kontradiksi di atas, penulis akan membahas tentang beda agama.

Dalam KHI tidak menegaskan secara eksplisit perbedaan agama

antara ahli waris dan pewarisnya sebagai penghalang mewarisi. Kompilasi

Hukum Islam hanya nenegaskan bahwa pewaris beragama Islam pada saat

meninggalnya pewaris yang terdapat dalam pasal 171 huruf b.

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang

dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam,

meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. (pasal 171 huruf b)

Kemudian identitas ahli waris hanya dijelaskan dalam Pasal 171

huruf c, yaitu: Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia

mempunyai hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris, beragama

islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.(Pasal

171 huruf c).

Melihat isi dari pasal 171 huruf b dan c diatas, bisa di simpulkan

bahwa baik pewaris maupun ahli waris haruslah beragama islam. Melihat

peraturan yang ada dalam Pasal 171 huruf (c) dan syarat yang berhak

menjadi ahli waris menurut hukum waris Islam yakni ahli waris

mempunyai hubungan darah, hubungan perkawinan dan beragam Islam,

tentu sehubungan dengan peraturan yang ada maka ahli waris yang

21

Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia., h. 4.

Page 37: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

22

beragama non-Islam tidak berhak untuk menjadi ahli waris dari si Pewaris

karena ada salah satu syarat menjadi terhalangnya ahli waris mendapatkan

hak menjadi ahli waris.

Selanjutnya tentang halangan mendapatkan warisan terdapat dalam

pasal 173 dimana dijelaskan tentang terhalangnya ahli waris untuk

mewarisi harta benda keluarganya bisa karena ditetapkan oleh seorang

Hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu bila dia

dihukum karena :

a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat para pewaris;

b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa

pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan

hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Berdasarkan uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa dalan

Kompilasi Hukum Islam jika perbedaan agama tidak termasuk kelompok

penghalang mendapatkan warisan. Namun jika dilihat dari pasal 171 huruf

c yang mengatakan bahwa pewaris dan ahli waris yang saat meninggalnya

mempunyai hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris, beragama

islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Begitupula yang terdapat dalam pasal 171 huruf b bahwa pewaris harus

beragama islam, maka dapatlah di simpulkan bahwa berbeda agama tidak

boleh saling mewarisi.

4. Kewarisan Beda Agama dalam KUHPerdata

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berlaku di

Indonesia adalah berasal dari BURGELIJK WETBOEK (BW) yang terdiri

dari 4 buku, yakni:

1. Buku kesatu tentang orang,

2. Buku kedua tentang kebendaan,

Page 38: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

23

3. Buku ketiga tentang perikatan, dan

4. Buku keempat tentang pembuktian dan daluarsa.

Hukum waris diatur dalam buku II KUHPer yaitu pasal 830 sampai

dengan pasal 1130. Buku II KUHPer ini berkaitan dengan hukum

kebendaan. Di dalam KUHPer tidak ditemukan pengertian tentang hukum

waris, tetapi yang ada hanya berbagai konsepsi tentang pewarisan, orang

yang berhak dan tidak berhak menerima kewarisan, dan lainnya.

Hukum waris Barat yang sebagaimana diatur dalam KUH Perdata

(BW) yang menganut sistem individual, di mana harta peninggalan

pewaris yang telah wafat diadakan pembagian. Ketentuan aturan ini

berlaku kepada warga negara Indonesia keturunan asing seperti Eropa,

Cina, bahkan keturunan Arab dan lainnya yang tidak lagi berpegang teguh

pada ajaran agamanya. Ini berarti hukum waris Barat menganut aturan

bahwa saat pewaris wafat, harta warisan langsung dibagikan kepada ahli

waris. Setiap ahli waris dapat menuntut agar harta peninggalan yang belum

dibagi segera dibagikan, walaupun ada perjanjian yang bertentangan

dengan itu. Kemungkinan untuk menahan atau menangguhkan pembagian

harta warisan itu disebabkan satu dan lain hal dapat berlaku atas

kesepakatan para ahli waris, tetapi tidak boleh lewat waktu lima tahun

kecuali dalam keadaan luar biasa waktu lima tahun dapat diperpanjang

dengan suatu perpanjangan baru. 22

Pada dasarnya tidak semua ahli waris menerima harta warisan dari

pewaris. Dalam KUHPer orang-orang (ahli waris) yang tidak berhak

mendapatkan warisan dari pewaris karena perbuatannya yang tidak patut

(onverding) menerima warisan adalah: 23

1. Karena telah membunuh atau mencoba membunuh pewaris (pasal 838

ayat 1).

22 Suqiyah Musafa‟ah, Kontekstualisasi Pemikiran Waris Abdullah Saeed Dalam

Hukum Kewarisan Di Indonesia , ISLAMICA, Volume 9, Nomor 2, (Maret 2015)., h.

450. 23

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta:

Kencana Prenadmedia Group, 2008)., h.267.

Page 39: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

24

2. Karena memfitnah atau telah mengajukan pengaduan terhadap pewaris

melakukan kejahatan dengan ancaman hukuman diatas 5 tahun (pasal

838 ayat 2).

3. Karena dengan kekerasan atau perbuatan tidak mencegah si pewaris

untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya (pasal 838 ayat 3).

4. Karena telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat

pewaris (pasal 838 ayat 4).

5. Menolak untuk menjadi ahli waris (pasal 1057).

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 383

memang tidak menyebutkan bahwa perbedaan agama di antara Pewaris

dan Ahli Waris menghalangi terjadinya hubungan saling mewaris. Dapat

diartikan bahwa di dalam Hukum Perdata jika anak memeluk agama yang

berbeda dari orang tua maka anak tersebut tetap dapat disebut sebagai Ahli

Waris yang sah menurut hukum dan memperoleh haknya sebagai Ahli

Waris Golongan I selama tidak melanggar ketentuan Pasal 838 KUH

Perdata.

Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang

Peradilan Agama, orang yang memeluk agama Islam dapat menggunakan

Pasal 838 KUH Perdata sebagai dasar untuk menentukan Ahli Warisnya

karena masih terdapat pilihan hukum (choice of law) dan pilihan lembaga

yang mengadili (choice of forum) dalam penyelesaian sengketa Waris

Islam. Namun sejak berlakunya undang-undang tersebut, yang mana

pilihan hukum dan pilihan lembaga yang mengadili dalam penyelesaian

sengketa Waris Islam telah dihapus, maka perihal Kewarisan pihak-pihak

yang memeluk agama Islam diselesaikan dengan Hukum Waris Islam. Jika

pihak non Islam tidak mau tunduk kepada Hukum Islam, maka hukum

yang dipakai adalah hukum agama yang dianut oleh Pewaris. Hal tersebut

sesuai dengan keputusan rakernas MA tahun 1985 yang berlangsung

tanggal 21-23 Maret 1985 di Hotel Ambarukmo Yogyakarta, yang

menyebutkan bahwa apabila terjadi perbedaan agama antara Pewaris dan

Page 40: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

25

Ahli waris, yang diberlakukan adalah hukum waris yang berlaku bagi

Pewaris.24

B. Wasiat wajibah

1. Pendapat Ulama tentang Wasiat Wajibah

Wasiat adalah pesan seseorang kepada orang lain untuk mengurusi

hartanya sesuai dengan pesannya itu sepeninggalnya. Jadi, wasiat

merupakan tasharruf (semua bentuk interaksi manusia) terhadap harta

peninggalan yang akan dilaksanakan setelah meninggalnya orang yang

berwasiat, dan berlaku setelah orang yang berwasiat meninggal dunia.25

Pengertian wasiat juga terdapat dalam KHI Buku II Bab I Pasal 171

huruf f, dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa wasiat adalah pemberian

suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan

berlaku setelah pewaris meniggal dunia.

Dasar hukum wasiat yaitu terdapat dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah

ayat 180 yang berbunyi:

حقا للوالدين والق ربين بالمع رو را الوصي كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ت رك خي على المتقين 26

Artinya:“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu

kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang

banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan kerabat secara ma‟ruf

(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”

24

Dhea Swasti Maharani, Akibat Hukum Anak Yang Berbeda Agama Dengan

Orang Tua Ditinjau Menurut Hukum Waris Di Indonesia(Studi Kasus Putusan

Mahkamah Agung Nomor 1582 K/Pdt/2012), Jurnal Privat Law Vol: 6 No: 1, 2018., h.

201

25

Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, Cet. 1, (Bandung : CV Pustaka Setia,

1999), h. 237 26

QS Al-Baqarah (2:180)

Page 41: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

26

Ayat ini menunjukan tentang diwajibkannya berwasiat untuk kedua

orangtua dan kerabat yang dekat. Tetapi menurut jumhur Ulama,

kewajiban memberi wasiat telah dinasakh (dibatalkan) setelah turunnya

ayat 7 surat An-Nisaa yang menjelaskan tentang pembagian waris.27

Menurut pandangan Ibnu Hazm berdasarkan surat Al-Baqarah ayat

180 dan ayat-ayat lain yang mengatur tentang pengalihan harta kekayaan

yang ditinggal mati pemiliknya, maka Ibnu Hazm memandang hukum

wasiat adalah wajib atas setiap oarang yang meninggalkan harta. Ibnu

Hazm berpendapat demikian karena ia mengacu pada nash secara tekstual

yang menyatakan kewajiban berwasiat. Karena kewajiban wasiat tersebut

berlaku bagi setiap orang yang meninggalkan harta maka apabila

seseorang meninggal dunia dan oarng tersebut tidak berwasiat, hartanya

haruslah disedekahkan sebagian untuk memenuhi kewajiban wasiat

tersebut. Karena yang berhak menetapkan urusan-urusan kaum Muslimin

adalah penguasa dan urusan wasiat termasuk salah satu urusan pada diri

setiap muslim, maka dalam hal ini penguasa haruslah bertindak untuk

memberikan sebagian harta peninggalan sebagaimana tersebut diatas guna

memenuhi kewajiban wasiat. Berdasarkan pemikiran Ibnu Hazm tersebut

maka muncullah istilah wasiat wajibah.28

Istilah wasiat wajibah tidak dikemukakan dalam kitab-kitab klasik,

sehingga sewaktu istilah ini muncul diartikan dengan wasiat yang

hukumnya wajib dilaksanakan. Istilah wasiat wajibah merupakan istilah

tersendiri yang pengertiannya hukum wasiat yang wajib.29

Jadi yang dimaksud wasiat wajibah adalah wasiat yang

pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan

atau kehendak si yang meninggal dunia. Wasiat tetap harus dilakukan baik

diucapkan atau tidak diucapkan baik dikehendaki maupun tidak

27

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam

di Indonesia,(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014) h, 52 28

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam

di Indonesia, hlm, 55 29

Muchit A. Karim , problematika hukum kewarisan islam kontemporer di

indonesi, (Jakarta: Badan Litbang dan Diktat Kementerian Agama RI, 2012)., hlm, 267.

Page 42: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

27

dikehendaki oleh si yang meninggal dunia. Jadi, pelaksanaan wasiat

tersebut tidak memerlukan bukti bahwa wasiat tersebut diucapkan atau

ditulis atau dikehendaki, tetapi pelaksanaannya didasarkan kepada alasan-

alasan hukum yang membenarkan bahwa wasiat tersebut harus

dilaksanakan.30

Ada perbedaan pendapat tentang keberlakuannya wasiat wajibah di

kalangan para ulama, ada ulama yang memberlakukan ada pula yang tidak

memberlakukan wasiat wajibah ini. Pendapat yang memberlakukan wasiat

wajibah adalah Sebagian ulama seperti Ibnu Hazm azh-Zhahiri, ath-

Thabari, Abu Bakr bin Abdul Aziz dari golongan Hambali, mereka

berpendapat wasiat adalah kewajiban yang bersifat utang dan pemenuhan

untuk kedua orang tua serta kerabat yang tidak bisa mewarisi. Karena,

meraka terhalang untuk bisa mewarisi atau karena ada sesuatu yang

menghalangi mereka seperti perbedaan agama.31

Di samping ulama yang menyatakan bahwa ketentuan wasiat

wajibah bagi orang tua dan kerabat yang tidak mendapatkan bagian

(Penerimaan) harta peninggalan, dalam ayat 180 surat al-Baqarah tetap ada

dan diberlakukan, ada pula yang menyatakan bahwa ketentuan tersebut

telah dinasakh, dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Mereka yang

berpendapat demikian ialah antara Iain, Ibnu Umar dan Baidhawi. 32

Perbedaan pendapat para ulama mengenai keberadaan ketentuan

wasiat wajibah terletak pada pemberlakuan mereka mengenai nasakh

(nasakh mansukh) terhadap nash (al-Qur‟ an). Mereka yang menyatakan

ayat al-Qur‟an (termasuk ayat 180 surat al-Baqarah) dapat dinasakh, baik

oleh ayat al-Qur‟an (yang lain), al-Hadits, maupun ijma‟, sama sekali tidak

membolehkan wasiat wajibah. Sedangkan mereka yang tidak

memberlakukan nasakh, mereka yang memberlakukan nasakh tetapi

terhadap ayat 180 surat al-Baqarah tersebut hanya nasakh sebagian, dan

30

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2002), hlm.163 31

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, hlm, 245 32

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, hlm.169

Page 43: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

28

mereka yang menyatakan bahwa ayat tersebut hanya ditakhshish33

oleh

ayat mawaris, membolehkan pemberian wasiat wajibah terhadap orangtua

dan kerabat yang tidak mendapatkan bagian (penerimaan) harta

peninggalan pewaris.34

2. Wasiat Wajibah di Beberapa Negara Muslim

Ketentuan wasiat wajibah ini berlaku pula di Mesir dan di beberapa

Negara Muslim lainnya. Mesir memberikan akses harta kepada cucu yatim

melalui instistusi wasiat wajibah, ketentuan wasiat wajibah di Mesir

termuat dalam “Qanunul Wasiat” yaitu Undang-Undang Wasiat Mesir

Nomor 71 Tahun 1946. Dalam undang-undang tersebut dapat di simpulkan

bahwa yang berhak menerima wasiat wajibah adalah cucu yang

orangtuanya telah meninggal lebih dahulu atau cucu yatim, cucu atau para

cucu keturunan anak perempuan (generasi pertama) dan keturunan anak

laki-laki (seluruh generasi), mereka terhijab karena adanya anak laki-laki

pewaris langsung (saudara lelaki ayah meraka). Batas maksimal wasiat

wajibah adalah 1/3 dari harta peninggalan.35

Prinsip-prinsip ketentuan wasiat wajibah yang diberlakukan di

Mesir, dengan sedikit perubahan, dimuat dalam perundang-undangan

Maroko yakni Code of Personal Status, yang tercantum pada pasal 266

sampai dengan 269.36

Perbedaan yang mendasar dari kedua perundang-

undangan tersebut terletak pada cucu yang mana sajakah yang berhak

menerima wasiat wajibah. Menurut undang-undang Maroko orang yang

berhak menerima wasiat wajibah hanyalah para cucu (dan seterusnya ke

bawah) dari keturunan anak laki-laki, sedangkan cucu atau para cucu dari

33

takhshish adalah mengeluarkan sebagian dari pada satuan-satuan yang masuk

didalam „amm 34

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, hlm. 171 35

Abdul Ghofur Anshori, filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011) hlm. 191 36

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, hlm.178

Page 44: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

29

keturunan anak perempuan (sekalipun dalam tingkat pertama) tidak berhak

menerimanya.37

Ketentuan wasiat wajibah yang diberlakukan di Maroko tersebut

sama dengan ketentuan yang diberlakukan di Suriah. Hal ini dapat dilihat

dari pasal 257-288 Undang-undang Personal Status Suriah tahun 1953

yang menentukan bahwa wasiat wajibah diberlakukan bagi keturunan

langsung melalui garis laki-laki yang meninggal dunia lebih dahulu

daripada ayahnya (pewaris) dan tidak berlaku bagi keturunan langsung

melalui anak perempuan.38

Wasiat wajibah juga dimuat dan diberlakukan di Tunisia, yakni

dalam Qanunul Ahwalussyahsiyah (Tunisia Law Personal Status).

Perbedaannya terletak pada ketentuan yang menyatakan bahwa

penerimaan wasiat wajibah hanya diberikan kepada cucu atau para cucu,

baik laki-laki maupun perempuan dari anak laki-laki atau anak perempuan

dalam tingkat pertama (first generation).39

3. Wasiat Wajibah Menurut Kompilasi Hukum Islam

Di indonesia sendiri wasiat wajibah nampaknya merupakan hasil

dari pertemuan dua sistem hukum, yakni hukum islam yang sama sekali

tidak mengenal anak angkat dan hukum adat yang memperlakukan anak

angkat sebagai anak kandung.40

Wasiat wajibah dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia

mempunyai ketentuan tersendiri tentang konsep wasiat wajibah ini, yaitu

membatasi orang yang berhak menerima wasiat wajibah ini hanya kepada

37

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, hlm.179 38

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam

di Indonesia, hlm, 57 39

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, hlm.179 40

Abdul Ghofur Anshori, filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011) hlm, 98-99.

Page 45: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

30

anak angkat dan orangtua angkat saja.41

Dalam Kompilasi Hukum Islam

disebutkan dalam pasal 209 :

1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai

dengan 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat

yang tidak menerima wasiat wajibah diberi wasiat wajibah sebanyak-

banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.

2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua

angkatnya

Pasal ini merupakan dasar hukum dalam KHI tentang eksistensi

wasiat wajibah dalam sistem hukum kewarisan Islam. Dari pasal tersebut,

ada beberapa ketentuan yang dapat disimpulkan mengenai wasiat wajibah,

yaitu sabagai berikut: 42

1. ketentuan mengenai pihak yang berhak mendapatkan wasiat wajibah,

yaitu orangtua angkat dan anak angkat.

2. Orangtua atau anak angkat yang berhak menerima wasiata wajibah

adalah mereka yang secara nyata tidak diberi wasiat oleh pewaris.

Dalam hal ini, wasiat yang diterima oleh kedua pihak tersebut bukan

langsung dinyatakan oleh pewaris, melainkan diberikan oleh negara

dalam bentuk wasiat wajibah.

3. Bagian yang dapat diterima oleh orangtua angkat maupun anak angkat

yaitu sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan pewaris.

41

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2006), hlm. 168 42

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam

di Indonesia, hlm, 62

Page 46: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

31

Secara yuridis dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia

pengangkatan anak tidaklah memutuskan hubungan darah antara anak

dengan orang tuanya dan keluarga orangtuanya berdasarkan hukum hukum

yang berlaku bagi anak yang bersangkutan. Sejalan dengan hal itu KHI

juga tidak mengadaptasi dan mengkompromikannya menjadi nilai hukum

Islam. Terbukti dengan memberikan pengertian anak angkat sebatas dalam

hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari serta biaya pendidikan dan

itupun keabsahan statusnya harus berdasarkan putusan pengadilan. Status

anak angkat yang demikian tentu tetap tidak merubah kenyataan bahwa

anak angkat adalah bukan sebagai ahli waris dan karenanya tidak

memperoleh warisan. Namun sebagai wujud rasa keadilan dan maslahat

yang berkembang di Indonesia serta kompromi dengan hukum adat, anak

angkat kemudian mendapatkan wasiat wajibah paling banyak 1/3 bagian.

Dengan hubungan yang demikian maka kemudian orangtua angkat juga

mendapatkan warisan dari anak angkatnya berupa wasiat wajibah yang

sebanyak-banyaknya 1/3 bagian.43

Pemberian wasiat wajibah khususnya kepada anak angkat maupun

orangtua angkat dapat mewujudkan keadilan terutama bila ada hubungan

emosional yang sangat kuat antara anak angkat dengan orangtua angkatnya

sehingga akan menjadi sangat tidak adil bila anak angkat tidak

mendapatkan bagian atas harta waris yang dimiliki oleh orangtua

angkatnya.44

Pemberian warisan kepada anak angkat atau orangtua angkat dengan

menggunakan konsep wasiat wajibah dalam KHI, pada umumnya bukan

didasarkan kepada landasan syari‟at tetapi lebih didasarkan kepada logika

43

Abdul Ghofur Anshori, filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia, hlm,

102. 44

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam

di Indonesia, hlm, 64

Page 47: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

32

hukum adat dan pertimbangan kemanusian antara ahli waris untuk

memberikan sebagian harta waris kepada saudara atau anak angkat.45

45

Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, h. 263

Page 48: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

15

BAB II

KEWARISAN BEDA AGAMA dan WASIAT WAJIBAH

A. Kewarisan Beda Agama

1. Pengertian Kewarisan Beda Agama

Salah satu penghalang mendapatkan warisan adalah karena

perbedaan agama. Pengertian kewarisan beda agama adalah agama

pewaris berlainan dengan agama ahli waris. Misalnya pewaris beragama

Islam, sedangkan ahli warisnya beragama kristen. Demikian juga

sebaliknya.1 Kewarisan beda agama adalah istilah yang dapat digunakan

untuk mengacu kejadian di mana pihak-pihak yang terlibat dalam

kewarisan berasal dari latar belakang agama yang berlainan. Dalam kasus-

kasus seperti ini, pewaris semasa hidup menganut agama yang berbeda

dari yang dianut oleh satu atau lebih ahli warisnya.2

Persoalan muncul terutama ketika pihak yang meninggal beragama

Islam dan ingin menerapkan prinsip-prinsip hukum waris Islam dalam

pembagian harta warisan tanpa mempertimbangkan bahwa ada salah

seorang atau seluruh ahli warisnya yang tidak menganut agama Islam.

Dalam kasus seperti ini, ahli waris yang tidak beragama Islam biasanya

menderita kerugian karena jika yang diterapkan adalah hukum waris Islam,

maka mereka tidak akan memperoleh jatah harta warisan. 3

Problemnya adalah ketika pihak non-Muslim yang mengikuti hukum

waris Iain, seperti hukum waris adat atau Burgelijk Wetboek, tidak mau

kehilangan jatahnya semata karena perbedaan agama tersebut, terlebih

ketika sistem hukum yang dianutnya (yang juga diakui oleh negara) justru

mengajarkan sebaliknya. Dari sudut hukum, persoalan dalam kasus ini

bukan semata karena adanya perbedaan agama antara pewaris dengan ahli

1 Teungku muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, dkk , Fiqh Mawaris, (Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 1997)., h. 46. 2 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, (Jakarta : Pustaka Alvabet,

2008).,h. 444 3 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler,.,h. 444

Page 49: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

16

warisnya, tapi juga karena memang sudah ada konflik hukum di antara dua

tradisi waris yang dianut oleh kedua belah pihak. 4

Di masa sekarang, masalah kewarisan diatur oleh beberapa hukum

dan undang-undang yang dikeluarkan pemerintah, yakni yang terangkum

dalam KUHPer (hukum Nasional) dan Kompilasi Hukum Islam (ajaran

hukum waris Islam). Jelaslah kalau gagasan yang jadi latar pemisahan

masalah kewarisan di sini adalah memisahkan orang-orang yang menaati

hukum Islam dengan mereka yang menaati hukum non-Islam. Akibat

pemisahan substantif inilah (ditambah pula dengan pemisahan tata

administrasinya) persoalan kewarisan beda agama menjadi makin rumit.5

Persoalan kewarisan beda agama diperparah oleh kenyataan bahwa

kalau dalam KUHPer tidak terdapat pernyataan yang mengizinkan atau

membatalkan kewarisan beda agama, sedangkan dalam Kompilasi Hukum

Islam tercantum bahwa pewaris dan ahli waris harus beragama Islam, jadi

antara orang Muslim dengan non-Muslim tidak boleh saling mewarisi.6

Aturan ini memang ditetapkan untuk tidak menyalahi atau menyimpang

dari hukum Islam yang selama ini dipahami dan diyakini masyarakat

Muslim Indonesia, seperti juga aturan-aturan lain yang dicantumkan dalam

KHI. Terkait dengan aturan ini, beberapa kasus yang dibawa ke

Pengadilan Agama terkait dengan kewarisan antar-agama ini diputuskan

dengan mengacu pada aturan ini.7

Konflik hukum dalam kebanyakan kasus juga diikuti oleh kendala-

kendala yudisial karena dalam rangka mencari penyelesaian, pihak Muslim

selalu membawa perkara mereka ke Pengadilan Agama, sementara pada

saat yang sama pihak non-Muslim akan pergi ke pengadilan umum. Sikap

ini dapat dimaklumi karena masing-masing pihak ingin mengikuti hukum

waris yang lebih sesuai dengan keinginannya. Sudah barang tentu konflik

4 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler.,h. 444. 5 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler.,h. 445

6 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler.,h. 445

7 Asep Saepudin Jahar,Dkk, Hukum Keluarga, Pidana Dan Bisnis, (Jakarta:

Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 94.

Page 50: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

17

hukum bukan perkara sederhana karena negara sendiri tidak dipersiapkan

untuk melakukan berbagai upaya pencarian resolusi. Satu-satunya harapan

terletak di genggaman hakim yang bisa membuat resolusi apa pun terhadap

konflik kewarisan beda agama yang memang terbukti tidak bisa

ditanggulangi dengan undang-undang negara saja. Karena itu, perlu

kiranya dilihat bagaimana hakim mengemukakan penalaran dan

argumennya dalam proses analisis terhadap konflik kewarisan beda agama.

Lewat jalur ini, bagaimana sikap umum negara terhadap tradisi hukum

yang berkembang di tanah air juga bisa terbukti jelas.8

Menarik untuk dicatat bahwa belakangan ini telah terjadi sebuah

pengembangan dan kemajuan hukum terkait dengan isu kewarisan beda

agama. Pengembangan tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa

Mahkamah Agung telah membuat gebrakan baru terkait hal ini. Gebrakan

tersebut dapat dengan nyata dilihat dari putusan-putusannya yang

memberikan celah dan peluang kepada pihak non-Muslim untuk dapat

menerima bagian harta dari pewaris Muslim.9

2. Kewarisan Beda Agama dalam Hukum Islam

Para fuqaha telah bersepakat bahwasanya, berlainan agama antara

orang yang mewarisi dengan orang yang mewariskan, merupakan salah

satu penghalang dari beberapa penghalang mewarisi. Hal ini telah

disepakati oleh semua fuqaha, Kesepakatan para fuqaha tentang aturan ini

dapat terekam pada sebuah redaski dalam sebuah buku fikih bahwa, "telah

sepakat para fuqaha bahwa ada tiga hal yang dapat menghalangi untuk

mewarisi, yaitu: perbudakan, pembunuhan, dan perbedaan agama”.10

Berlainan agama terjadi antara Islam dengan yang selainnya atau terjadi

antara satu agama dengan syariat yang berbeda. Agama ahli waris yang

berlainan merupakan penghalang untuk mewarisi dalam hukum waris,

sebagaimana sabda Nabi saw :

8 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler , h. 446.

9 Asep Saepudin Jahar,Dkk, Hukum Keluarga, Pidana Dan Bisnis, h. 94

10 Asep Saepudin Jahar,Dkk, Hukum Keluarga, Pidana Dan Bisnis, h. 92.

Page 51: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

18

ث نا أبو عاصم عن ابن جريج عن ابن شهاب عن ع زيد رضي لي بن حسين عن عمرو بن عثمان عن أسامة بن حد

هما أن لنبي صلى اللو عليو وسلم 11المسلم الكافر ول المسلملكافر يرث ل قال اللو عن

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Ashim dari Ibnu Juraih

dari Ali Ibnu Shihab dari Ali bin Husain dari Amru Bin Usman

dari Usamah bin Zaid radialahu „anhuma, Nabi Shallallahu

„alaihi wasalam bersabda: “Orang muslim tidak mewarisi dari

orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi dari orang muslim”

ه عبد اللو بن عمرو، قال : قال وروى أبو داود بإسناده: عن عمرو بن شعيب، عن أبيو، عن جد

12«لي ت وارث أىل ملت ين شتى»رسول اللو صلى اللو عليو وسلم

Artinya:“ diriwayatkan Abu Daud dengan sanadnya: dari Umar Bin Sueb,

dari Ayahnya, dari Kakeknya Abdullah Bin Umar, Dia berkata:

Rasulullah bersabda :Tidak dapat saling mewarisi antara dua

orang pemeluk agama yang berbeda.”

Isi kedua hadis tersebut selaras dengan firman Allah surat An-Nisa ayat

141:

ولن يجعل اللو للكافرين على المؤمنين سبيل 13

Artinya:”Dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan suatu jalan bagi

orang-orang kafir terdapat orang mu‟min (untuk menguasai

harta orang mu‟min)”

11 Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al Bukhori, Tahqiq: Muhammad Zuhair

bin Naasir An Naasir, Shahih Bukhari, hadis ke-6764,(Damaskus: Daaru Taukon Najaat,

1422)., h. 156. 12

Abu Muhammad Muafiq Addin Abdullah, Al Mughni li Ibni Qudamah, Jilid 6

( kairo: Maktabah Kairo, 1968 M/1388 H).,h. 368. 13

QS An-Nisa (4: 141)

Page 52: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

19

Namun meskipun demikian, kesepakatan para ulama14

ternyata

hanya pada kasus di mana si pewaris adalah muslim dan ahli waris non-

Muslim. Terkait dengan boleh atau tidaknya ahli waris Muslim mewarisi

pewaris non-Muslim, para ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama

berpendapat bahwa ahli waris Muslim tetap tidak dapat mewarisi pewaris

non-Muslim, atau pewaris non-Muslim tidak dapat memberikan kewarisan

pada Muslim. Pendapat jumhur ini didasarkan juga pada hadis yang telah

disebutkan sebelumnya. Sedangkan beberapa ulama lain seperti Muadz Ibn

Jabal, Muawiyah, Masruk (generasi sahabat) dan Ibnu Musayab (generasi

tabiin) serta kalangan Syiah Imamiyah, mengemukakan bahwa ahli waris

Muslim dapat mewarisi pewaris non-Muslim.15

Mereka juga berargumen

dengan hadist berikut:

16ي على ول ي علو اإلسلم :وسلم عليو اللو صلى اهلل رسول قال

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: "Islam adalah tinggi dan tidak ada

yang mengunggulinya".

Dengan hadits ini, mereka berpendapat bahwa termasuk dari makna

ketinggian adalah seorang muslim dapat mewarisi harta peninggalan orang

kafir, tapi orang kafir tidak dapat mewarisi harta seorang muslim.

Pendapat mereka ini ditolak bahwa yang dimaksud dengan tinggi adalah

dari segi argumentasi atau dari segi kekuasaan dan kemenangan.17

Selain hadis dan ayat di atas, Nabi saw mempraktikkan, bahwa

perbedaan agama menyebabkan antara mereka tidak bisa saling mewarisi.

Pada saat Abu Thalib, paman kesayangan beliau, meninggal dunia. Abu

Thalib meninggal belum masuk Islam, dan meninggalkan empat orang

anak, yaitu 'Uqail dan Thalib yang belum masuk Islam, dan Ali serta Ja'far

14

Selanjutnya penulis akan menggunakan kata ulama dan tidak akan menggunakan

kata fuqaha 15

Asep Saepudin Jahar,Dkk, Hukum Keluarga, Pidana Dan Bisnis, h. 92. 16

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, cetakan ke-10, jilid 10

(Damaskus: Darul fikr suriah damaskus, 2011)., h. 358. 17

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., h. 359.

Page 53: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

20

yang telah masuk Islam. Oleh Rasulullah Saw, harta warisan diberikan

hanya kepada 'Uqail dan Thalib. Sementara Ali dan Ja'far tidak diberi

bagian warisan. Apa yang Rasulullah Saw tersebut, menunjukkan dengan

bahwa perbedaan agama, antara Islam dan non-Islam, menjadi penghalang

untuk bisa saling mewarisi.18

3. Kewarisan Beda Agama dalam Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam terbentuk sebagai hasil dari kerja keras dari

panitia yang ditunjuk dalam SKB (Surat Keputusan Bersama), yang

berlangsung sejak tahun 1985 sampai dengan tahun 1988 dan dilakukan

melalui seminar, telaah kitab-kitab fikih dan yurisprudensi, serta studi

banding ke beberapa negara muslim. Puncaknya adalah diadakan

lokakarya di Jakarta pada tahun 1988. Bahkan berbagai upaya telah

diusahakan agar buah karya para ulama dan cendekiawan muslim tersebut

mendapat payung hukum sebagai bagian dari peraturan perundang-

undangan, namun yang diperoleh hanya berupa instruksi presiden (Inpres)

Nomor 1 Tahun 1991.19

Sejak tahun 1991, berdasarkan Instruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1991, Indonesia telah memiliki Kompilasi

Hukum Islam (KHI) yang secara de facto maupun de jure menjadi

pegangan utama umumnya para hakim dalam lingkungan pengadilan

agama dalam menyelesaikan sengketa yang salah satunya adalah hukum

kewarisan yang diajukan oleh para pencari keadilan. 20

Buku II Kompilasi Hukum Islam, yang memuat tentang hukum

kewarisan ini terdiri atas VI Bab dan 44 Pasal, yakni mulai Pasal 171

sampai Pasal 214. Buku II KHI pada dasarnya mengatur ihwal ketentuan

18

Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet. 2, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2015), h. 320-321

19 Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2011)., h. 4. 20 Muhammad Amin Suma, Keadila Hukum Waris Islam dalam Pendekatan Teks

dan Konteks, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013)., h. 99.

Page 54: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

21

umum (Bab I Pasal 171), ahli waris (Bab II Pasal 172 - 175), besarnya

bagian [masing-masing ahli Waris] (Bab 111 Pasal 176 - 191), aul dan rad

(Bab IV Pasal 192-193), wasiat (Bab V pasal 194 - 209), dan hibah (Bab

VI 210-214).

Sebagai salah satu produk pemikiran hukum Islam, khususnya Buku

II tentang Hukum Kewarisan dalam KHI, sejak awal telah menimbulkan

kontradiksi, baik teks pasal yang dianggap bertentangan dengan nash,

maupun penghapusan hukum-hukum, seperti ashabah, beda agama, hajib-

mahjub, dan lain-lain, yang turut berimplikasi kepada munculnya

disparitas putusan hakim di pengadilan agama.21

Dari ketiga contoh yang

menjadi kontradiksi di atas, penulis akan membahas tentang beda agama.

Dalam KHI tidak menegaskan secara eksplisit perbedaan agama

antara ahli waris dan pewarisnya sebagai penghalang mewarisi. Kompilasi

Hukum Islam hanya nenegaskan bahwa pewaris beragama Islam pada saat

meninggalnya pewaris yang terdapat dalam pasal 171 huruf b.

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang

dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam,

meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. (pasal 171 huruf b)

Kemudian identitas ahli waris hanya dijelaskan dalam Pasal 171

huruf c, yaitu: Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia

mempunyai hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris, beragama

islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.(Pasal

171 huruf c).

Melihat isi dari pasal 171 huruf b dan c diatas, bisa di simpulkan

bahwa baik pewaris maupun ahli waris haruslah beragama islam. Melihat

peraturan yang ada dalam Pasal 171 huruf (c) dan syarat yang berhak

menjadi ahli waris menurut hukum waris Islam yakni ahli waris

mempunyai hubungan darah, hubungan perkawinan dan beragam Islam,

tentu sehubungan dengan peraturan yang ada maka ahli waris yang

21

Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia., h. 4.

Page 55: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

22

beragama non-Islam tidak berhak untuk menjadi ahli waris dari si Pewaris

karena ada salah satu syarat menjadi terhalangnya ahli waris mendapatkan

hak menjadi ahli waris.

Selanjutnya tentang halangan mendapatkan warisan terdapat dalam

pasal 173 dimana dijelaskan tentang terhalangnya ahli waris untuk

mewarisi harta benda keluarganya bisa karena ditetapkan oleh seorang

Hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu bila dia

dihukum karena :

a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat para pewaris;

b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa

pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan

hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Berdasarkan uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa dalan

Kompilasi Hukum Islam jika perbedaan agama tidak termasuk kelompok

penghalang mendapatkan warisan. Namun jika dilihat dari pasal 171 huruf

c yang mengatakan bahwa pewaris dan ahli waris yang saat meninggalnya

mempunyai hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris, beragama

islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Begitupula yang terdapat dalam pasal 171 huruf b bahwa pewaris harus

beragama islam, maka dapatlah di simpulkan bahwa berbeda agama tidak

boleh saling mewarisi.

4. Kewarisan Beda Agama dalam KUHPerdata

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berlaku di

Indonesia adalah berasal dari BURGELIJK WETBOEK (BW) yang terdiri

dari 4 buku, yakni:

1. Buku kesatu tentang orang,

2. Buku kedua tentang kebendaan,

Page 56: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

23

3. Buku ketiga tentang perikatan, dan

4. Buku keempat tentang pembuktian dan daluarsa.

Hukum waris diatur dalam buku II KUHPer yaitu pasal 830 sampai

dengan pasal 1130. Buku II KUHPer ini berkaitan dengan hukum

kebendaan. Di dalam KUHPer tidak ditemukan pengertian tentang hukum

waris, tetapi yang ada hanya berbagai konsepsi tentang pewarisan, orang

yang berhak dan tidak berhak menerima kewarisan, dan lainnya.

Hukum waris Barat yang sebagaimana diatur dalam KUH Perdata

(BW) yang menganut sistem individual, di mana harta peninggalan

pewaris yang telah wafat diadakan pembagian. Ketentuan aturan ini

berlaku kepada warga negara Indonesia keturunan asing seperti Eropa,

Cina, bahkan keturunan Arab dan lainnya yang tidak lagi berpegang teguh

pada ajaran agamanya. Ini berarti hukum waris Barat menganut aturan

bahwa saat pewaris wafat, harta warisan langsung dibagikan kepada ahli

waris. Setiap ahli waris dapat menuntut agar harta peninggalan yang belum

dibagi segera dibagikan, walaupun ada perjanjian yang bertentangan

dengan itu. Kemungkinan untuk menahan atau menangguhkan pembagian

harta warisan itu disebabkan satu dan lain hal dapat berlaku atas

kesepakatan para ahli waris, tetapi tidak boleh lewat waktu lima tahun

kecuali dalam keadaan luar biasa waktu lima tahun dapat diperpanjang

dengan suatu perpanjangan baru. 22

Pada dasarnya tidak semua ahli waris menerima harta warisan dari

pewaris. Dalam KUHPer orang-orang (ahli waris) yang tidak berhak

mendapatkan warisan dari pewaris karena perbuatannya yang tidak patut

(onverding) menerima warisan adalah: 23

1. Karena telah membunuh atau mencoba membunuh pewaris (pasal 838

ayat 1).

22 Suqiyah Musafa‟ah, Kontekstualisasi Pemikiran Waris Abdullah Saeed Dalam

Hukum Kewarisan Di Indonesia , ISLAMICA, Volume 9, Nomor 2, (Maret 2015)., h.

450. 23

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta:

Kencana Prenadmedia Group, 2008)., h.267.

Page 57: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

24

2. Karena memfitnah atau telah mengajukan pengaduan terhadap pewaris

melakukan kejahatan dengan ancaman hukuman diatas 5 tahun (pasal

838 ayat 2).

3. Karena dengan kekerasan atau perbuatan tidak mencegah si pewaris

untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya (pasal 838 ayat 3).

4. Karena telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat

pewaris (pasal 838 ayat 4).

5. Menolak untuk menjadi ahli waris (pasal 1057).

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 383

memang tidak menyebutkan bahwa perbedaan agama di antara Pewaris

dan Ahli Waris menghalangi terjadinya hubungan saling mewaris. Dapat

diartikan bahwa di dalam Hukum Perdata jika anak memeluk agama yang

berbeda dari orang tua maka anak tersebut tetap dapat disebut sebagai Ahli

Waris yang sah menurut hukum dan memperoleh haknya sebagai Ahli

Waris Golongan I selama tidak melanggar ketentuan Pasal 838 KUH

Perdata.

Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang

Peradilan Agama, orang yang memeluk agama Islam dapat menggunakan

Pasal 838 KUH Perdata sebagai dasar untuk menentukan Ahli Warisnya

karena masih terdapat pilihan hukum (choice of law) dan pilihan lembaga

yang mengadili (choice of forum) dalam penyelesaian sengketa Waris

Islam. Namun sejak berlakunya undang-undang tersebut, yang mana

pilihan hukum dan pilihan lembaga yang mengadili dalam penyelesaian

sengketa Waris Islam telah dihapus, maka perihal Kewarisan pihak-pihak

yang memeluk agama Islam diselesaikan dengan Hukum Waris Islam. Jika

pihak non Islam tidak mau tunduk kepada Hukum Islam, maka hukum

yang dipakai adalah hukum agama yang dianut oleh Pewaris. Hal tersebut

sesuai dengan keputusan rakernas MA tahun 1985 yang berlangsung

tanggal 21-23 Maret 1985 di Hotel Ambarukmo Yogyakarta, yang

menyebutkan bahwa apabila terjadi perbedaan agama antara Pewaris dan

Page 58: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

25

Ahli waris, yang diberlakukan adalah hukum waris yang berlaku bagi

Pewaris.24

B. Wasiat wajibah

1. Pendapat Ulama tentang Wasiat Wajibah

Wasiat adalah pesan seseorang kepada orang lain untuk mengurusi

hartanya sesuai dengan pesannya itu sepeninggalnya. Jadi, wasiat

merupakan tasharruf (semua bentuk interaksi manusia) terhadap harta

peninggalan yang akan dilaksanakan setelah meninggalnya orang yang

berwasiat, dan berlaku setelah orang yang berwasiat meninggal dunia.25

Pengertian wasiat juga terdapat dalam KHI Buku II Bab I Pasal 171

huruf f, dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa wasiat adalah pemberian

suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan

berlaku setelah pewaris meniggal dunia.

Dasar hukum wasiat yaitu terdapat dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah

ayat 180 yang berbunyi:

حقا را الوصية للوالدين والق ربين بالمع رو كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ت رك خي على المتقين 26

Artinya:“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu

kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang

banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan kerabat secara ma‟ruf

(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”

24

Dhea Swasti Maharani, Akibat Hukum Anak Yang Berbeda Agama Dengan

Orang Tua Ditinjau Menurut Hukum Waris Di Indonesia(Studi Kasus Putusan

Mahkamah Agung Nomor 1582 K/Pdt/2012), Jurnal Privat Law Vol: 6 No: 1, 2018., h.

201

25

Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, Cet. 1, (Bandung : CV Pustaka Setia,

1999), h. 237 26

QS Al-Baqarah (2:180)

Page 59: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

26

Ayat ini menunjukan tentang diwajibkannya berwasiat untuk kedua

orangtua dan kerabat yang dekat. Tetapi menurut jumhur Ulama,

kewajiban memberi wasiat telah dinasakh (dibatalkan) setelah turunnya

ayat 7 surat An-Nisaa yang menjelaskan tentang pembagian waris.27

Menurut pandangan Ibnu Hazm berdasarkan surat Al-Baqarah ayat

180 dan ayat-ayat lain yang mengatur tentang pengalihan harta kekayaan

yang ditinggal mati pemiliknya, maka Ibnu Hazm memandang hukum

wasiat adalah wajib atas setiap oarang yang meninggalkan harta. Ibnu

Hazm berpendapat demikian karena ia mengacu pada nash secara tekstual

yang menyatakan kewajiban berwasiat. Karena kewajiban wasiat tersebut

berlaku bagi setiap orang yang meninggalkan harta maka apabila

seseorang meninggal dunia dan oarng tersebut tidak berwasiat, hartanya

haruslah disedekahkan sebagian untuk memenuhi kewajiban wasiat

tersebut. Karena yang berhak menetapkan urusan-urusan kaum Muslimin

adalah penguasa dan urusan wasiat termasuk salah satu urusan pada diri

setiap muslim, maka dalam hal ini penguasa haruslah bertindak untuk

memberikan sebagian harta peninggalan sebagaimana tersebut diatas guna

memenuhi kewajiban wasiat. Berdasarkan pemikiran Ibnu Hazm tersebut

maka muncullah istilah wasiat wajibah.28

Istilah wasiat wajibah tidak dikemukakan dalam kitab-kitab klasik,

sehingga sewaktu istilah ini muncul diartikan dengan wasiat yang

hukumnya wajib dilaksanakan. Istilah wasiat wajibah merupakan istilah

tersendiri yang pengertiannya hukum wasiat yang wajib.29

Jadi yang dimaksud wasiat wajibah adalah wasiat yang

pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan

atau kehendak si yang meninggal dunia. Wasiat tetap harus dilakukan baik

diucapkan atau tidak diucapkan baik dikehendaki maupun tidak

27

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam

di Indonesia,(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014) h, 52 28

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam

di Indonesia, h, 55 29

Muchit A. Karim , problematika hukum kewarisan islam kontemporer di

indonesi, (Jakarta: Badan Litbang dan Diktat Kementerian Agama RI, 2012)., h, 267.

Page 60: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

27

dikehendaki oleh si yang meninggal dunia. Jadi, pelaksanaan wasiat

tersebut tidak memerlukan bukti bahwa wasiat tersebut diucapkan atau

ditulis atau dikehendaki, tetapi pelaksanaannya didasarkan kepada alasan-

alasan hukum yang membenarkan bahwa wasiat tersebut harus

dilaksanakan.30

Ada perbedaan pendapat tentang keberlakuannya wasiat wajibah di

kalangan para ulama, ada ulama yang memberlakukan ada pula yang tidak

memberlakukan wasiat wajibah ini. Pendapat yang memberlakukan wasiat

wajibah adalah Sebagian ulama seperti Ibnu Hazm azh-Zhahiri, ath-

Thabari, Abu Bakr bin Abdul Aziz dari golongan Hambali, mereka

berpendapat wasiat adalah kewajiban yang bersifat utang dan pemenuhan

untuk kedua orang tua serta kerabat yang tidak bisa mewarisi. Karena,

meraka terhalang untuk bisa mewarisi atau karena ada sesuatu yang

menghalangi mereka seperti perbedaan agama.31

Di samping ulama yang menyatakan bahwa ketentuan wasiat

wajibah bagi orang tua dan kerabat yang tidak mendapatkan bagian

(Penerimaan) harta peninggalan, dalam ayat 180 surat al-Baqarah tetap ada

dan diberlakukan, ada pula yang menyatakan bahwa ketentuan tersebut

telah dinasakh, dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Mereka yang

berpendapat demikian ialah antara Iain, Ibnu Umar dan Baidhawi. 32

Perbedaan pendapat para ulama mengenai keberadaan ketentuan

wasiat wajibah terletak pada pemberlakuan mereka mengenai nasakh

(nasakh mansukh) terhadap nash (al-Qur‟ an). Mereka yang menyatakan

ayat al-Qur‟an (termasuk ayat 180 surat al-Baqarah) dapat dinasakh, baik

oleh ayat al-Qur‟an (yang lain), al-Hadits, maupun ijma‟, sama sekali tidak

membolehkan wasiat wajibah. Sedangkan mereka yang tidak

memberlakukan nasakh, mereka yang memberlakukan nasakh tetapi

terhadap ayat 180 surat al-Baqarah tersebut hanya nasakh sebagian, dan

30

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2002), h.163 31

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h, 245 32

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, h.169

Page 61: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

28

mereka yang menyatakan bahwa ayat tersebut hanya ditakhshish33

oleh

ayat mawaris, membolehkan pemberian wasiat wajibah terhadap orangtua

dan kerabat yang tidak mendapatkan bagian (penerimaan) harta

peninggalan pewaris.34

2. Wasiat Wajibah di Beberapa Negara Muslim

Ketentuan wasiat wajibah ini berlaku pula di Mesir dan di beberapa

Negara Muslim lainnya. Mesir memberikan akses harta kepada cucu yatim

melalui instistusi wasiat wajibah, ketentuan wasiat wajibah di Mesir

termuat dalam “Qanunul Wasiat” yaitu Undang-Undang Wasiat Mesir

Nomor 71 Tahun 1946. Dalam undang-undang tersebut dapat di simpulkan

bahwa yang berhak menerima wasiat wajibah adalah cucu yang

orangtuanya telah meninggal lebih dahulu atau cucu yatim, cucu atau para

cucu keturunan anak perempuan (generasi pertama) dan keturunan anak

laki-laki (seluruh generasi), mereka terhijab karena adanya anak laki-laki

pewaris langsung (saudara lelaki ayah meraka). Batas maksimal wasiat

wajibah adalah 1/3 dari harta peninggalan.35

Prinsip-prinsip ketentuan wasiat wajibah yang diberlakukan di

Mesir, dengan sedikit perubahan, dimuat dalam perundang-undangan

Maroko yakni Code of Personal Status, yang tercantum pada pasal 266

sampai dengan 269.36

Perbedaan yang mendasar dari kedua perundang-

undangan tersebut terletak pada cucu yang mana sajakah yang berhak

menerima wasiat wajibah. Menurut undang-undang Maroko orang yang

berhak menerima wasiat wajibah hanyalah para cucu (dan seterusnya ke

bawah) dari keturunan anak laki-laki, sedangkan cucu atau para cucu dari

33

takhshish adalah mengeluarkan sebagian dari pada satuan-satuan yang masuk

didalam „amm 34

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, h. 171 35

Abdul Ghofur Anshori, filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011) h. 191 36

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, h.178

Page 62: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

29

keturunan anak perempuan (sekalipun dalam tingkat pertama) tidak berhak

menerimanya.37

Ketentuan wasiat wajibah yang diberlakukan di Maroko tersebut

sama dengan ketentuan yang diberlakukan di Suriah. Hal ini dapat dilihat

dari pasal 257-288 Undang-undang Personal Status Suriah tahun 1953

yang menentukan bahwa wasiat wajibah diberlakukan bagi keturunan

langsung melalui garis laki-laki yang meninggal dunia lebih dahulu

daripada ayahnya (pewaris) dan tidak berlaku bagi keturunan langsung

melalui anak perempuan.38

Wasiat wajibah juga dimuat dan diberlakukan di Tunisia, yakni

dalam Qanunul Ahwalussyahsiyah (Tunisia Law Personal Status).

Perbedaannya terletak pada ketentuan yang menyatakan bahwa

penerimaan wasiat wajibah hanya diberikan kepada cucu atau para cucu,

baik laki-laki maupun perempuan dari anak laki-laki atau anak perempuan

dalam tingkat pertama (first generation).39

3. Wasiat Wajibah Menurut Kompilasi Hukum Islam

Di indonesia sendiri wasiat wajibah nampaknya merupakan hasil

dari pertemuan dua sistem hukum, yakni hukum islam yang sama sekali

tidak mengenal anak angkat dan hukum adat yang memperlakukan anak

angkat sebagai anak kandung.40

Wasiat wajibah dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia

mempunyai ketentuan tersendiri tentang konsep wasiat wajibah ini, yaitu

membatasi orang yang berhak menerima wasiat wajibah ini hanya kepada

37

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, h.179 38

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam

di Indonesia, h, 57 39

Suparman Usman, Yusuf somawinata, Fiqih Mawaris, h.179 40

Abdul Ghofur Anshori, filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011) h, 98-99.

Page 63: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

30

anak angkat dan orangtua angkat saja.41

Dalam Kompilasi Hukum Islam

disebutkan dalam pasal 209 :

1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai

dengan 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat

yang tidak menerima wasiat wajibah diberi wasiat wajibah sebanyak-

banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.

2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua

angkatnya

Pasal ini merupakan dasar hukum dalam KHI tentang eksistensi

wasiat wajibah dalam sistem hukum kewarisan Islam. Dari pasal tersebut,

ada beberapa ketentuan yang dapat disimpulkan mengenai wasiat wajibah,

yaitu sabagai berikut: 42

1. ketentuan mengenai pihak yang berhak mendapatkan wasiat wajibah,

yaitu orangtua angkat dan anak angkat.

2. Orangtua atau anak angkat yang berhak menerima wasiata wajibah

adalah mereka yang secara nyata tidak diberi wasiat oleh pewaris.

Dalam hal ini, wasiat yang diterima oleh kedua pihak tersebut bukan

langsung dinyatakan oleh pewaris, melainkan diberikan oleh negara

dalam bentuk wasiat wajibah.

3. Bagian yang dapat diterima oleh orangtua angkat maupun anak angkat

yaitu sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan pewaris.

41

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2006), h. 168 42

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam

di Indonesia, h, 62

Page 64: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

31

Secara yuridis dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia

pengangkatan anak tidaklah memutuskan hubungan darah antara anak

dengan orang tuanya dan keluarga orangtuanya berdasarkan hukum hukum

yang berlaku bagi anak yang bersangkutan. Sejalan dengan hal itu KHI

juga tidak mengadaptasi dan mengkompromikannya menjadi nilai hukum

Islam. Terbukti dengan memberikan pengertian anak angkat sebatas dalam

hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari serta biaya pendidikan dan

itupun keabsahan statusnya harus berdasarkan putusan pengadilan. Status

anak angkat yang demikian tentu tetap tidak merubah kenyataan bahwa

anak angkat adalah bukan sebagai ahli waris dan karenanya tidak

memperoleh warisan. Namun sebagai wujud rasa keadilan dan maslahat

yang berkembang di Indonesia serta kompromi dengan hukum adat, anak

angkat kemudian mendapatkan wasiat wajibah paling banyak 1/3 bagian.

Dengan hubungan yang demikian maka kemudian orangtua angkat juga

mendapatkan warisan dari anak angkatnya berupa wasiat wajibah yang

sebanyak-banyaknya 1/3 bagian.43

Pemberian wasiat wajibah khususnya kepada anak angkat maupun

orangtua angkat dapat mewujudkan keadilan terutama bila ada hubungan

emosional yang sangat kuat antara anak angkat dengan orangtua angkatnya

sehingga akan menjadi sangat tidak adil bila anak angkat tidak

mendapatkan bagian atas harta waris yang dimiliki oleh orangtua

angkatnya.44

Pemberian warisan kepada anak angkat atau orangtua angkat dengan

menggunakan konsep wasiat wajibah dalam KHI, pada umumnya bukan

didasarkan kepada landasan syari‟at tetapi lebih didasarkan kepada logika

43

Abdul Ghofur Anshori, filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia, h, 102. 44

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam

di Indonesia, h, 64

Page 65: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

32

hukum adat dan pertimbangan kemanusian antara ahli waris untuk

memberikan sebagian harta waris kepada saudara atau anak angkat.45

45

Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, h. 263

Page 66: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

33

BAB III

PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BANDUNG NOMOR

4/Pdt.P/2013/Pa.Bdg

A. Duduk Perkara

Salah satu kasus perkembangan hukum kewarisan Islam di Indonesia

terkait dengan isu kewsarisan beda agama adalah Penetapan Pengadilan

Agama Bandung Nomor 4/Pdt.P/2013/Pa.Bdg. Berawal dari Para pemohon

adalah R. Agus Prabowo (PEMOHON I), dan R. Mikro Sundoto

(PEMOHON II), melalui kuasa hukum para pemohon mengajukan

permohonan penetapan ahli waris dari R. Soewarkoesno (ayah dari para

pemohon) dan Ni Made Rai Ningsih (ibu dari para pemohon).

Ayah dari para pemohon (R. Soewarkoesno) yang lahir di Cilacap

tanggal 9 April 1937 telah menikah dengan ibu para pemohon (Ni Made Rai

Ningsih) lahir di Singaraja tanggal 4 Februari 1947, dan telah dikaruniai 4

(empat) orang anak, yaitu Ni Luh Eksi Sundari (sudah meninggal), anak

pertama, perempuan, lahir pada tanggal 23 Maret 1963, agama Hindu,

beralamat di Banyuning Singaraja. Anak yang kedua bernama R. Agus

Prabowo, laki-laki, lahir pada tanggal 11 Agustus 1968, agama Islam,

bertempat tinggal di Kuta, Badung (PEMOHON I). Anak yang ketiga

bernama R. Endro Prakoso, laki-laki, lahir tanggal 13 April 1970, agama

Hindu, bertempat tinggal di Kuta, Bandung. Anak yang keempat R. Mikro

Sundoto, laki-laki, lahir tanggal 28 juni 1972, agama Islam, alamat di

Sidoharjo, kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Kini tinggal di Kalimantan

(PEMOHOM II).

Pada tanggal 20 Mei 2004, Ni Made Rai Ningsih (ibu kandung para

Pemohon) meninggal dunia karena sakit, Ni Made Rai Ningsih yang

sebelumnya beragama islam namun meninggal dalam keadaan Hindu. Ni

Made Rai Ningsih meninggal seorang suami (R. Soewarkoesno) dan 4 orang

Page 67: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

34

anaknya, yaitu Ni Luh Eksi Sundari, R. Agus Prabowo, R. Endro Prakoso, R.

Mikro Sundoto. Kemudian Pada tanggal 17 februari 2010, R. Soewarkoesno

(Ayah kandung para Pemohon) meninggal dunia dalam keadaan Islam.

Semasa hidupnya ayah para Pemohon (R. Soewarkoesno) tidak

mempunyai isteri lain, dan tidak mempunyai anak angkat. Ayah para

Pemohon dan ibu para Pemohon juga tidak pernah membuat surat wasiat

semasa hidupnya. Kemudian disamping meninggalkan ahli waris, ayah para

Pemohon dan ibu para Pemohon para Pemohon pun meninggalkan 2 bidang

tanah yang kini disebut sebagai tanah/harta warisan, berupa:

a. Tanah seluas 250 m2 (dua ratus lima puluh meter persegi) terletak

di Kuta, Badung, Sertifikat Hak Milik No.767, Gambar Situasi No.

1413/1978 tanggal 20 September 1979, atas nama Ni Made Rai Ningsih.

b. tanah seluas 350 m2 ( tiga ratus lima puluh meter persegi) terletak

di Kuta, Badung, Sertifikat Hak Milik No.768, Gambar Situasi No.

176/1978 tanggal 26 Februari 1979, atas nama R. Soewarkoesno.

Selain Ni Made Rai Ningsih (ibu kandung para Pemohon) , ternyata Ni

Luh Eksi Sundari (Anak pertama Pewaris) juga berpindah agama, yang

mulanya beragama islam, telah berpindah agama ke agama Hindu karena

mengikuti agama suaminya, sehingga sesuai dengan ketentuan hukum Islam,

maka Ni Luh Eksi Sundari tidak lagi menjadi ahli waris dari orang tuanya (R.

Soewarkoesno dan Ni Made Rai Ningsih). Demikian juga dengan R. Endro

Prakoso (Anak ketiga Pewaris), di depan persidangan perkara Nomor

20/Pdt.P/2012/PA.Bdg. menyatakan dengan tegas telah pindah agama dan

kini beragama Hindu, dengan demikian pernyataan tersebut membuktikan

bahwa R. Endro Prakoso tidak berhak lagi atas harta warisan dari orang

tuanya yang bernama R. Soewarkoesno dan Ni Made Rai Ningsih.

Di dalam perkara ini, para Pemohon tidak ada permasalahan

mengenai pembagian harta peninggalan dan para Pemohon telah sepakat

Page 68: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

35

untuk membagi harta warisan secara adil dan merata. Para Pemohon ingin

membagi kedua bidang tanah warisan tersebut, sehingga untuk proses dan

pengurusan atas pembagian kedua bidang tanah tersebut haruslah dipenuhi

syarat-syaratnya yang salah satunya adalah ada penetapan ahli waris dari

Pengadilan Agama. Penetapan ini untuk mengurus penjualan harta

peninggalan dari R. Soewarkoesno dan Ni Made Rai Ningsih, karena pihak

Notaris tidak mau mengeluarkan akta jual beli sebelum ada penetapan ahli

waris dari Pengadilan Agama

B. Pertimbangan Hakim

Di dalam putusan Pengadilan Agama Bandung Nomor

4/Pdt.P/2013/Pa.Bdg yang mana para Pemohon yang diwakili oleh Kuasanya

mengajukan permohonan Penetapan Ahli waris dari Ni Made Rai Ningsih

dalam halmana di saat meninggal dunia beragama Hindu. Demikian juga

para Pemohon mengajukan permohonan Penetapan Ahli waris dari R.

Soewarkoesno yang juga telah meninggal dunia dalam keadaan beragama

Islam. Dalam keterangannya di persidangan para Pemohon juga

bermohon agar penetapan ini dapat digunakan sebagai alas hak bagi

ahli waris Ni Made Rai Ningsih dan ahli waris R. Soewarkoesno terhadap

tanah dengan Sertipikat Hak Milik No.767, tanggal 20 September 1979 atas

nama Ni Made Rai Ningsih dan Sertipikat Hak Milik No.768, tanggal 26

Februari 1979, atas nama R. Soewarkoesno.

Di dalam pertimbangannya Majelis Hakim Menimbang sebagai berikut:

pertama, karena para Pemohon beragama Islam demikian juga dengan

pewaris yang bernama R. Soewarkoesno beragama Islam, meskipun

pewaris yang bernama Ni Made Rai Ningsih disebutkan beragama Hindu,

Majelis Hakim berpendapat bahwa perkara ini merupakan kewenangan

absolute Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat 1

huruf (b) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah

diubah dengan Pasal 49 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

Page 69: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

36

dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

tentang Peradilan Agama.

Kedua, karena Pemohon I sebagai pihak yang mengajukan perkara

secara voluntair berdomisili di wilayah Kabupaten Bandung, maka perkara

ini secara relative menjadi kewenangan Pengadilan Agama Badung. Bahwa

perkara ini adalah permohonan penetapan ahli waris, maka yang perlu

dibuktikan adalah apakah pewaris benar-benar telah meninggal dunia dan

apakah meninggalkan ahli waris yang akan mewarisinya dan tidak terhalang

secara syar’i untuk ditetapkan sebagai ahli waris.

Ketiga, karena dari dalil permohonan para Pemohon yang dikuatkan

dengan keterangan para saksi di bawah sumpahnya yang menerangkan

melihat dan tahu perkawinan R. Soewarkoesno dengan Ni Made Rai Ningsih

dilakukan secara Islam di KUA Denpasar, dan antara R. Soewarkoesno

dengan Ni Made Rai Ningsih tidak pernah bercerai, maka Majelis Hakim

berkesimpulan bahwa sampai meninggalnya Ni Made Rai Ningsih, antara Ni

Made Rai Ningsih dengan R. Soewarkoesno masih terikat dalam pernikahan .

Keempat, dari dalil permohonan Pemohon, bukti P6 dan keterangan

para saksi, Ni Made Rai Ningsih telah meninggal dunia dalam keadaan

beragama Hindu meski sebelumnya beragama Islam, halmana menurut

Pasal 171 huruf b Kompilasi Hukum Islam di Indonesia tahun 1991,

seorang Pewaris pada saat meninggal dunia harus beragama Islam. Bilamana

dihubungkan dengan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam, secara

eksplisit Kompilasi Hukum Islam menganut sistem persamaan agama,

yakni agama Islam untuk dapat saling mewarisi. Kompilasi Hukum Islam

tidak mengatur bagaimana sekiranya pewaris itu murtad (keluar dari

Islam), apakah hartanya dapat diwarisi oleh muslim ataukah tidak.

Sepanjang mengenai hal ini Majelis Hakim memberikan pendapat

hukum sebagai berikut:

Page 70: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

37

Menurut pendapat Majelis Hakim, sistem kewarisan Islam menganut

sistem kekerabatan, baik secara nasabiyah maupun secara hukmiyah. Sistem

kekerabatan ini lebih utama bila dibandingkan dengan perbedaan agama

sebagai penghalang mewarisi, karena hukum kewarisan selain mengandung

unsur ibadah, lebih banyak juga mengandung unsur muamalah.

Kekerabatan antara seorang dengan seseorang tidak akan pernah terputus

sekalipun agama mereka itu berbeda. Seorang anak tetap mengakui ibu

kandungnya sekalipun ibu kandungnya itu tidak satu agama

dengannya. Islam tidak mengajarkan permusuhan dengan memutuskan

hubungan horizontal dengan non-Muslim, terlebih-lebih mereka itu ada

pertalian darah.

Majelis Hakim memandang penghalang kewarisan karena berbeda

agama, haruslah dipahami secara cermat. Perbedaan agama itu ditujukan

semata-mata kepada ahli waris. Bilamana seseorang ingin menjadi ahli

waris untuk mendapatkan harta warisan dari pewaris, jangan sekali-kali

berbeda agama dengan pewarisnya yang muslim Sekiranya hal itu terjadi,

maka non-Muslim tersebut tidak dapat menuntut agar dirinya menjadi ahli

waris dan mendapatkan harta warisan dari pewaris menurut hukum Islam.

Di dalam perkara a quo, pewaris yang bernama Ni Made Rai Ningsih

sebelumnya beragama Islam, lalu keluar dari Islam dan kemudian

meninggal dunia dalam keadaan non-Muslim sementara kerabat terdekatnya

tetap memeluk agama Islam, maka kerabat muslim tersebut tetap menjadi

ahli waris, dalam hal ini Majelis Hakim sejalan dan mengambil alih

pendapat Muadz bin Jabal, Mu’awiyah, Al Hasan, Ibnul Hanafiyah,

Muhammad bin Ali dan Al Masruq, dan lebih spesifik Majelis Hakim

mengambil alih pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan semua

peninggalan wanita yang keluar dari Islam (murtadah) diwarisi oleh ahli

warisnya yang Islam.

Page 71: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

38

Pertimbangan Majelis Hakim selanjutnya, melihat dari keterangan

saksi-saksi dan bukti P6 diperoleh fakta hukum, ternyata Ni Made Rai

Ningsih yang kemudian menjadi non-Muslim telah meninggal dunia

dalam keadaan non-Muslim pada tanggal 29 September 2004 dengan

meninggalkan seorang suami bernama R. Soewarkoesno yang

beragama Islam , dan 4 (empat) orang anak yakni Ni Luh Eksi Sundari

(sudah meninggal) beragama Hindu, R. Agus Prabowo beragama Islam, R.

Endro Prakoso beragama Hindu, dan R. Mikro Sundoto beragama islam, oleh

karena itu dengan menunjuk uraian pertimbangan hukum yang

dikemukakan di atas, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa ahli waris dari

Ni Made Rai Ningsih adalah R. Soewarkoesno, R. Agus Prabowo dan R.

Mikro Sundoto.

Sedangkan dalam kasus R. Soewarkoesno ini, Majelis Hakim menilai

sebagai kasus yang ideal sehingga kembali merujuk kepada aturan

umum yang terdapat dalam Pasal 171 huruf b dan c Kompilasi Hukum

Islam. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, maka Majelis Hakim

menyimpulkan bahwa ahli waris dari R. Soewarkoesno adalah R. Agus

Prabowo dan R. Mikro Sundoto.

Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas, maka

diperoleh fakta hukum bahwa ahli waris Ni Made Rai Ningsih dan R.

Soewarkoesno adalah R. Agus Prabowo dan R. Mikro Sundoto. Meskipun

demikian, karena hukum kewarisan Islam di Indonesia mengandung

asas egaliter, maka kerabat yang beragama selain Islam yang

mempunyai hubungan darah dengan pewaris, dalam perkara a quo adalah Ni

Luh Eksi Sundari dan R. Endro Prakoso tetap berhak mendapat bagian waris

dengan jalan wasiat wajibah dengan tidak melebihi bagian ahli waris yang

sederajat dengannya.

Dengan dikabulkannya permohonan para Pemohon, maka penetapan

ahli waris ini dapat digunakan untuk mengurus harta peninggalan dari Ni

Page 72: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

39

Made Rai Ningsih dan R. Soewarkoesno, dan karena yang mengajukan

permohonan ini adalah para Pemohon secara voluntair, maka seluruh biaya

yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada pihak yang mengajukan

perkara yaitu para Pemohon yang besarnya sebagaimana tersebut dalam

amar penetapan ini

C. Penetapan Hakim

Di dalam penetapannya, Majelis Hakim Menetapkan, pertama, Majelis

Hakim mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Kedua,

Majelis Hakim Menetapkan ahli waris dari Ni Made Rai Ningsih dan R.

Soewarkoesno adalah R. Agus Prabowo dan R. Mikro Sundoto. Ketiga,

Membebankan biaya perkara ini kepada para Pemohon sebesar Rp 186.000,-

(seratus delapan puluh enam ribu rupiah ).

Dengan ditetapkannya putusan diatas, Majelis Hakim menetapkan R.

Agus Prabowo dan R. Mikro Sundoto adalah ahli waris dari R. Soewarkoesno

dan Ni Made Rai Ningsih (ibu para Pemohon) yang semula Islam

kemudian berpindah agama menjadi Hindu dan meninggal dalam keadaan

Hindu. Penetapan ini berdasarkan dengan pertimbangan bahwa Menurut

pendapat Majelis Hakim, sistem kewarisan Islam menganut sistem

kekerabatan, baik secara nasabiyah maupun secara hukmiyah. Sistem

kekerabatan ini lebih utama bila dibandingkan dengan perbedaan agama

sebagai penghalang mewarisi, karena hukum kewarisan selain mengandung

unsur ibadah, lebih banyak juga mengandung unsur muamalah.

Kekerabatan antara seorang dengan seseorang tidak akan pernah terputus

sekalipun agama mereka itu berbeda. Kemudian penetapan Majelis Hakim

ini sejalan dan mengambil alih pendapat Muadz bin Jabal,

Mu’awiyah, Al Hasan, Ibnul Hanafiyah, Muhammad bin Ali dan Al

Masruq, dan lebih spesifik Majelis Hakim mengambil alih pendapat

Imam Abu Hanifah yang menyatakan semua peninggalan wanita yang

keluar dari Islam (murtadah) diwarisi oleh ahli warisnya yang Islam.

Page 73: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

40

Begitupula dengan R. Endro Prakoso yang semula Islam kemudian

berpindah agama menjadi Hindu berbeda agama dengan R. Soewarkoesno

(Ayah para Pemohon) yang beragama Islam tetap berhak mendapat bagian

waris dengan jalan wasiat wajibah. Penetapan Majelis Hakim ini dengan

pertimbangan bahwa hukum kewarisan Islam di Indonesia mengandung

asas egaliter, maka kerabat yang beragama selain Islam yang

mempunyai hubungan darah dengan pewaris, dalam perkara a quo adalah Ni

Luh Eksi Sundari dan R. Endro Prakoso tetap berhak mendapat bagian waris

dengan jalan wasiat wajibah dengan tidak melebihi bagian ahli waris yang

sederajat dengannya.

Page 74: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

41

BAB IV

PENEGAKAN HUKUM DALAM KASUS KEWARISAN BEDA AGAMA

PADA PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BANDUNG NOMOR

4/PDT.P/2013/PA.BDG

A. Penyelesaian Kasus Waris Beda Agama

Pada dasarnya anak-anak yang ditinggal mati oleh orangtuanya berhak

mendapatkan harta warisan, namun dikarenakan adanya perbedaan agama

antara pewaris dengan ahli waris maka status sebagai ahli waris tersebut

menjadi gugur. Sebagaimana kententuannya telah dijelaskan dalam al-Quran

dan Hadist bahwa salah satu faktor yang menggugurkan hak waris seseorang

adalah perbedaan agama. Sesuai dengan hal tersebut di atas jelas bahwa anak

yang seharusnya sebagai ahli waris menjadi gugur haknya untuk mewarisi

harta orangtuanya jika berbeda agama.

Kasus kewarisan yang terjadi di keluarga R. Soewarkoesno (Ayah para

Pemohon) ini merupakan kasus kewarisan beda agama, yang mana R.S

beragama Islam dan meninggal dalam keadaan Islam, sedangkan Ni Made Rai

Ningsih (istri R.S) yang sebelumnya beragama islam kemudian berpindah

agama menjadi Hindu dan meninggal dalam keadaan beragama Hindu. R.S dan

NM meninggalkan ahli waris (anak-anaknya) R. Agus Prabowo, R. Mikro

Sundoto yang beragama Islam, dan R. Endro Prakoso yang semula islam

kemudian berpindah agama menjadi Hindu. Semasa hidupnya R.S dan NM

mempunyai dua bidang tanah yang menjadi harta warisan, yaitu tanah seluas

250 m2 atas nama Ni Made Rai Ningsih, dan tanah seluas 350 m2 atas

nama R. Soewarkoesno.

Di dalam kasus diatas, Majelis Hakim menetapkan R. Agus Prabowo

dan R. Mikro Sundoto yang diketahui beragama Islam, berhak menerima

warisan dari harta ibunya (NM) yang diketahui telah berpindah agama menjadi

Hindu dan meninggal dalam keadaan Hindu.

Page 75: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

42

Menurut penulis penetapan Majelis Hakim ini tidak sesuai dengan

pendapat mayoritas ulama yang menyatakan tidak saling mewarisi antara orang

Muslim dan orang kafir. Perbedaan agama juga termasuk salah satu penghalang

kewarisan. Penetapan ini juga tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat

dalam KHI pasal 171 huruf b dan c yang menyatakan bahwa pewaris dan ahli

waris beragama Islam.

Argumentasi hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim adalah

kewarisan Islam menganut sistem kekerabatan, baik secara nasabiyah maupun

secara hukmiyah. Sistem kekerabatan ini lebih utama bila dibandingkan

dengan perbedaan agama sebagai penghalang mewarisi, karena hukum

kewarisan selain mengandung unsur ibadah, lebih banyak juga mengandung

unsur muamalah. Kekerabatan antara seorang dengan seseorang tidak

akan pernah terputus sekalipun agama mereka itu berbeda. Seorang anak tetap

mengakui ibu kandungnya sekalipun ibu kandungnya itu tidak satu

agama dengannya. Islam tidak mengajarkan permusuhan dengan

memutuskan hubungan horizontal dengan non-Muslim, terlebih-lebih mereka

itu ada pertalian darah.

Namun, nampaknya penetapan Majelis Hakim ini sejalan dan mengambil

pendapat dari Muadz Ibn Jabal, Muawiyah, Al Hasan, Muhammad bin Ali,

Masruq serta kalangan Syiah Imamiyah yang berpendapat bahwa ahli waris

Muslim dapat mewarisi pewaris non-Muslim. Lebih spesifik Majelis Hakim

mengambil pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan semua peninggalan

wanita yang keluar dari Islam (Murtad) diwarisi oleh ahli warisnya yang Islam.

Penetapan hukum diatas, tidak berarti Majelis Hakim menyalahi aturan

dalam kompilasi Hukum Islam pasal 171 huruf b dan c yang mana pewaris

dan ahli waris harus beragama islam, Majelis Hakim memandang pasal pasal

171 huruf b dan c tersebut diatas harus dipahami sebagai aturan umum dalam

kasus-kasus ideal, sementara perkara a quo adalah perkara yang bersifat

insidental (terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu,

sewaktu-waktu).

Page 76: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

43

Dalam penetapan Hakim ini penulis sependapat dengan majelis hakim,

bahwa Hakim telah melakukan sebuah terobosan hukum dimana Hakim di

Pengadilan Agama Bandung ini berani untuk melakukan sebuah penetapan

diluar dari norma-norma hukum positif atau positivisme hukum yang ada

dalam Kompilasi Hukum Islam. Kenapa dikatakan berani, karena didalam KHI

tersebut bahwa pewaris dengan ahli waris yang berlainan Agama itu secara

mutlak tidak pernah ada dalam KHI hutuf b dan c, artinya adalah apabila ada

perbedaan Agama antara pewaris dan ahli waris secara otomatis tidak

mendapatkan harta waris atau tidak saling mewarisi. Akan tetapi dalam konteks

penetapan ini Hakim melihat bahwa Hakim tidak memakai KHI tetapi Hakim

lebih mementingkan kepada sebuah kesaman derajat manusia yaitu sistem

kerabat bahwa warisan itu dibangun bukan atas dasar agama tetapi atas dasar

kekerabatan, artinya adalah Hakim lebih mementingkan sisi keadilan bagi para

pemohon dimana keadilan itu tidak melihat jenis warna, jenis kulit, dan jenis

Agama. Tetapi hakim itu lebih menekankan sisi keadilan bagi para pencari

keadilan itu.

Penulis melihat bahwa Hakim tidak terpengaruh oleh paham positivisme

Hukum, hakim tidak terikat kepada paham positivisme hukum dimana hukum

itu dibangun dari validitas norma yang legalistic yang kaku menurut undang-

undang. Tetapi Hakim berani untuk keluar dari paham positivisme hukum itu,

hakim berani untuk meninggalakn sebuah norma hukum positif yaitu

Kompilasi hukum Islam yang tidak lengkap, tetapi hakim lebih mementingkan

sebuah keadilan. Oleh karena itu hakim yang seperti ini adalah hakim yang

sangat progresif, Hakim yang lebih mementingkan keadilan di Masyarakat.

Dengan menetapkan demikian juga, berarti hakim telah sesuai dengan UU no

48 thn 2009 pasal 5 angka 1 yang berbunyi:

“Hakim dan Hakim Konstitusional wajib menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hokum dan rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat”

Page 77: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

44

Oleh karena itu, dalam menyelesaikan perkara waris dalam kasus

yang ideal di mana pewaris dan ahli warisnya beragama islam, Majlis Hakim

merujuk kepada pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, sementara itu dalam

halmana pewarisnya Murtad (telah keluar dari Islam), Majlis Hakim akan

merujuk kepada pendapat Hukum yang Majlis Hakim uraikan diatas.

Penetapan Majelis Hakim tersebut juga sudah sesuai dengan kaidah

fiqhiyah yang berbunyi :

لحة 1 ط بلأمصأ مام على الراعية من وأ تصرف الأ

Artinya: Kebijakan seorang pemimpin atas rakyat harus berdasarkan

kemaslahatan

Maksud dari pemimpin disini juga bisa dikatakan Majelis Hakim yang

memimpin persidangan. Jadi jika peristiwa di atas dihubungkan dengan

kaidah ini yaitu setiap kebijakan yang maslahat dan manfaat bagi rakyat naka

itulah yang harus direncanakan, dilaksanakan, diorganisasikan, dan

dinilai/dievaluasi kemajuannya. Sebaliknya kebijakan yang mendatangkan

mafsadat dan memudaratkan rakyat itulah yang harus disingkirkan.2

Adapun orang yang murtad menurut hukum islam mempunyai

kedudukan tersendiri, disebabkan seseorang murtad dianggap telah melakukan

tindak kejahatan terbesar, karena dia merusak shilah syar'iyah (hubungan

syariat). Berbeda halnya dengan ketentuan orang kafir, bahwa mereka sejak

semula memang sudah kafir, bukan pada mulanya Islam, kemudian menjadi

kafir. Oleh karena itulah para ulama sepakat bahwa orang murtad tidak berhak

menerima harta warisan dari siapa pun, baik pewarisnya itu seorang Muslim

atau kafir ataukah sama-sama murtad. Dikatakan bahwa orang murtad tidak

berhak menerima harta warisan dari pewarisnya yang Muslim, dikarenakan

orang murtad dianggap rendah akibat perlakuannya. Demikian juga kepada

pewarisnya yang kafir, dikarenakan orang murtad tidak beragama sedangkan

1 Abdul Mudjib. Kaidah-kaidah Ilmu Fiqh. (Jakarta: Kalam Mulia, 1996), cet-II h. 61 2A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah

yang Praktis, (Jakarta, Kencana; 2006), cet-4, h. 148.

Page 78: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

45

orang kafir beragama. Selanjutnya orang murtad tidak berhak memperoleh

harta warisan dari pewarisnya yang murtad pula, sekalipun pewaris ini awalnya

beragama Islam, sesuai pandangan bahwa orang yang murtad tidak beragama,

berbeda dengan seorang Muslim dengan yang Muslim sejak awalnya. 3

Tidak ada perbedaan, antara laki-laki atau perempuan yang murtad, tidak

bisa mewarisi yang agamanya berbeda. Tidak pula dari orang Muslim atau

orang kafir. Sebab, orang murtad itu menjadi tidak mempunyai hak muwalah

(saling melindungi) antara dirinya dan orang lain. Islam tidak mengakui

kemurtadannya. Hukumannya dalam Islam hanya dibunuh. Namun, orang

murtad perempuan tidak dibunuh menurut Hanafiyyah. Sebab, Rasulullah saw

melarang membunuh perempuan. Dia ditahan sampai masuk Islam lagi atau

meninggal. Hanabilah mengecualikan, jika orang yang murtad kembali Islam

sebelum pembagian warisan maka dia mendapatkan bagian. 4

Adapun warisan dari orang murtad, di sini ada perbedaan pendapat:

1. Abu Hanifah mengatakan, ahli waris Muslim mewarisi laki-laki murtad, apa

yang diperoleh pada saat dia masih Islam. Adapun yang diperoleh pada saat

murtad maka menjadi fai' (rampasan) Baitul mal. Perempuan murtad semua

peninggalannya untuk ahli waris yang Muslim.

2. Dua murid Abu Hanifah (Abu Yusuf dan Muhammad bin Al-Hasan As-

Shaybani) tidak membedakan antara laki-laki murtad dan perempuan

murtad. Keduanya mengatakan bahwa semua peninggalannya pada saat

Islam dan murtad menjadi hak ahli waris mereka yang Muslim. Sebab, orang

murtad tidak diakui keyakinannya, tetapi dipaksa untuk kembali kepada

Islam. Hukum Islam menganggap hak orang murtad itu bukan apa yang

dimanfaatkan olehnya, tetapi apa yang dimanfaatkan oleh ahli warisnya.

3. Mayoritas ulama (Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabilah) mengatakan

bahwa orang murtad tidak mewarisi juga tidak diwarisi sebagaimana kafir

3Syamsulbahri Salihima, Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan dalam Hukum

Islam dan Implementasinya Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015).,

h. 77. 4Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., h.360.

Page 79: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

46

asli. Hartanya menjadi fai' (rampasan) untuk Baitul mal, baik dia

memperolehnya pada saat Islam atau pada saat murtad. Sebab, dengan

kemurtadannya dia menjadi musuh umat Islam. Status hartanya seperti

status harta kafir harbi. Ini jika dia meninggal dalam keadaan murtad, kalau

tidak maka hartanya diwakafkan, Oleh karena itu, jika dia kembali kepada

Islam maka harta itu menjadi haknya. 5

Terlihat sangat jelas bahwa dalam memutuskan perkara dimana

pewarisnya non-Muslim (Murtad) sedangkan ahali warisnya Muslim, Majlis

Hakim pengadilan Agama Bandung dalam kasus kewarisan beda agama ini

mengikuti pendapat Abu Hanifah yang mengatakan Perempuan murtad semua

peninggalannya untuk ahli waris yang Muslim.

Namun nampaknya dalam penetapan ini terdapat ketidak jelasan asal

usul harta milik ibu parapemohon, apakah harta itu benar-benar milik ibu para

pemohon apa bukan. apakah setelah ibu parapemohon meninggal, harta ibu

parapemohon dibagikan terlebih dahulu kepada ahli warisnya karena ibu

parapemohon meninggal terlebih dahulu daripada ayah parapemohon. Barulah

setelah ayah parapemohon meninggal dibagikan harta milik ayahnya. Jadi

setelah ayah meninggal sudah tidak ada lagi harta ibu parapemohon, karena

sudah dibagikan terlebih dahulu. Didalam penetapan ini tidak dijelaskan harta

ibu parapemohon sudah dibagikan terlebih dahulu setelah ibu parapemohon

meninggal apakah tidak.

B. Pembaruan Ketentuan Wasiat Wajibah dalam Hukum Terapan Kewarisa

di Indonesia

Faktor agama sebagai penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan

warisan sendiri sudah merupakan kesepakatan sebagian ulama yang

menyatakan bahwa ada tiga hal yang dapat menghalangi untuk mewarisi, yaitu

perbudakan, pembunuhan, dan perbedaan agama. Dari ketentuan tersebut maka

5 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., h.360.

Page 80: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

47

faktor agama merupakan salah satu penghalang bagi seorang ahli waris untu

mendapatkan bagian warisan.

Penerapan faktor penghalang bagi ahli waris khusus mengenai perbedaan

agama diimplementasikan berbeda dalam praktik pengadilan. Salah satunya

dalam penetapan pengadilan Bandung Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, yang

mana R. Endro Prakoso yang semula Islam kemudian berpindah agama

menjadi Hindu berbeda agama dengan R. Soewarkoesno (Ayah para Pemohon)

yang beragama Islam.

Majelis Hakim berpendapat bahwa hukum kewarisan Islam di Indonesia

mengandung asas egaliter (persamaan derajat pada setiap manusia), maka

kerabat yang beragama selain Islam yang mempunyai hubungan darah dengan

pewaris tetap berhak mendapat bagian waris dengan jalan wasiat wajibah.

Maka dari itu dalam perkara a quo adalah RE tetap berhak mendapat bagian

waris dengan jalan wasiat wajibah dengan tidak melebihi bagian ahli waris

yang sederajat dengannya. Pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris Non

Muslim ini tidak disebutkan dalam Amar Putusan, namun menjadi bahan

pertimbangan hakim agar ahli waris Non Muslim mendapatkan haknya melalui

wasiat wajibah dari pewarisnya yang Muslim.

Penetapan Majelis Hakim di atas tidak sesuai dengan dengan ketentuan

yang terdapat dalam KHI pasal 209 yang menyatakan bahwa wasiat wajibah di

berikan kepada orangtua angkat atau anak angkat pewaris. Pendapat Majelis

Hakim juga tidak sesuai dengan pendapat Ulama yang menyatakan tidak ada

wasiat bagi ahli waris. Namun penetapan Majelis Hakim ini sejalan dengan

pendapat Ibnu Hazm azh-Zhahiri, ath-Thabari, Abu Bakr bin Abdul Aziz, Abi

Abdillah Muhammad bin Umar al-Razi, Sayyid Quthb, Muhammad Abduh,

Said bin Jabir, Rabi’ bin Anas, Qatadah, Muqatil bin Hayyan, Ibnu Abbas, dan

al-Hasan yang berpendapat bahwa wasiat itu adalah kewajiban agama dan

pembayaran kewajiban bagi kedua orang tua dan para kerabat yang tidak dapat

karena terhalang dari mewarisi, seperti yang terjadi pada RE yang terhalang

Page 81: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

48

mendaptakan harta warisan karena berbeda agama dengan pewaris. Maka dari

itu Majlis Hakim menetapkan RE berhak mendapatkan wasiat wajibah.

Memang, bagi sebagian kalangan, perluasan penggunaan wasiat wajibah

untuk orang non-Muslim ini tidak dapat diterima. Kelompok ini biasanya

terdiri dari hakim-hakim yang mengikuti praktik pelarangan pemberian hak

waris berdasarkan wasiat kepada ahli waris. Dengan demikian, menurut

pandangan kelompok ini, penggunaan Wasiat Wajibah bagi ahli waris non-

Muslim nyata-nyata telah melanggar prinsip Penggunaan Wasiat wajibah

dalarn Islam karena ahli waris non-Muslim memang tetap dianggap sebagai

ahli waris meski tidak punya hak sama sekali untuk menerima harta warisan

akibat perbedaan agamanya. Keberlakuan wasiat wajibah terutama didasarkan

pada perintah Tuhan bagi orang Muslim untuk membuat wasiat yang harus

dibagikan kepada orangtua dan karib kerabatnya sebelum meninggal

Walaupun dalam pandangan sebagian besar ahli hukurn Islam, ayat tentang

wasiat (dinyatakan dalam Q.S. al-Baqarah :180) telah dinasakhkan oleh ayat

lain yang secara khusus menetapkan ketentuan warisan (Q.S. an-Nisa 7),

namun kewajiban untuk membuat wasiat tetap tidak hilang. Bahkan ayat lain

dalam al-Quran (yakni, Q.S. al-Baqarah [2]: 240), tetap melegalkan wasiat bagi

setiap orang Muslim. Ayat yang dikutip terakhir ini jelas-jelas memberikan hak

pada orang Muslim untuk membuat pernyataan wasiat dalam hal pembagian

harta warisan. Jadi aspek legal wasiat ini tidak dapat dipersoalkan lagi. Akan

tetapi, sebagian ahli hukum Islam yang lain berkesimpulan bahwa penasakhan

al-Quran Surat al-Baqarah [2]: 180 berlaku bukan pada kewajiban membuat

wasiat itu sendiri, akan tetapi bahwa spesifikasi wasiat harus diperluas

sehingga mencakup kelompok-kelompok tertentu dari anggota keluarga yang

sebelumnya tidak tercakup. Maka, walaupun orangtua tetap tidak berhak

mendapat wasiat (karena mereka akan menerima jatah bagian harta warisan

karena status mereka sebagai ahli waris), maka saudara-saudara dekat lain yang

tidak termasuk ke dalam ahli waris bisa memperoleh wasiat tersebut.

Berdasarkan surat al-Baqarah ayat 180, salah seorang ahli hukum Islam

ternama, Ibn Hazm, menyimpulkan bahwa berwasiat bagi kerabat dekat yang

Page 82: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

49

tidak berhak mendapat warisan adalah wajib hukumnya bagi setiap Muslim,

dan jika pewaris tidak memenuhi kewajiban ini semasa hidupnya, maka

pengadilan boleh menetapkan keputusannya bahwa wasiat seakan-akan telah

dibuat ketika dia hidup. Inilah yang nampaknya jadi landasan hukum

pemakaian "wasiat wajibah".6

Dengan keputusan itu, bisa dikatakan jika hakim sepakat dengan

pandangan ahli hukum yang menerima wasiat sebagai sarana yang diwajibkan

bagi setiap Muslim untuk memberikan sebagian harta peninggalan kepada

kerabatnya yang karena satu dan lain hal tidak mendapatkan jatah warisan.

Selain itu, mengingat kenyataan bahwa kerabat-kerabat yang non-Muslim

dalam kasus RE di atas, memiliki hubungan darah yang sangat dekat dengan

pewaris, maka hakim harus membawa makna "kerabat dekat" dalam Q.S. al-

Baqarah (2): 180 ke dalam suatu tafsiran tertentu sehingga mengacu pada

seluruh pihak dalam keluarga yang karena motif-motif tertentu terhalang untuk

memperoleh bagian harta warisan. Karena ahli waris non-Muslim tersebut

tidak berhak mendapat harta warisan, maka mereka dapat dikatakan berhak

mendapatkannya melalui jalur wasiat, dan karena pewaris tidak pernah

membuat wasiat tentang hal ini semasa hidupnya, maka pengadilan memiliki

hak untuk membuatkan wasiat pewaris tersebut. Dan karena pewaris tidak

pernah membuat wasiat tentang hal ini semasa hidupnya, maka pengadilan

memiliki hak untuk membuatkan wasiat pewaris tersebut. Tampaknya dengan

logika seperti inilah Majelis Hakim memutuskan untuk memandang ahli waris

non-Muslim berhak pula memperoleh harta warisan yang sama jumlahnya

dengan ahli waris Muslim. Dari segi ini, pengadilan memperlihatkan

keberanian luar biasa karena mau mengeluarkan keputusan berlawanan dengan

praktik umum yang berlaku dalam masyarakat Muslim yang cenderung masih

menolak ahli waris non-Muslim untuk mendapat jatah warisan. 7

6Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, (Jakarta : Pustaka Alvabet,

2008).,h. 459

7 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler,h. 460

Page 83: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

50

Namun dengan keputusan ini, para hakim sangat berhati-hati untuk tidak

mengambil langkah yang keras dan melampaui batas, karena mereka juga tidak

ingin mengusik rasa keadilan para Pemohon yang Muslim. Dengan

memanfaatkan ruang interpretasi yang dimungkinkan dalam kasus ini

khususnya dalam yurisprudensi Islam umumnya (di mana reinterpretasi atas

sumber-sumber hukum Islam diizinkan untuk memenuhi tuntutan dan kondisi

sosial yang baru), para hakim berusaha sedapat mungkin menghindari

kontroversi. Maka, walaupun pengecualian ahli waris non-Muslim didasarkan

pada ajaran hadits Nabi, hakim tetap bisa mengelak darinya dengan memakai

interpretasi baru atas wasiat. Semua ini dilakukan dengan satu tujuan memberi

ahli waris non-Muslim bagian harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris

Muslim.8

Di balik argumen yang diturunkan dari logika yurisprudensi Islam,

pemberian bagian harta warisan kepada ahli waris non-Muslim sepenuhnya

sesuai dengan agenda perluasan spirit hukum waris nasional dalam proses

pembuatan sebuah keputusan. Di sini, hakim mencoba memecahkan masalah

kewarisan antar-iman dengan menggunakan prinsip norma-norma hukum

waris nasional yang memandang seluruh ahli waris memiliki hak yang sama

atas harta warisan, terlepas dari perbedaan agama yang memisahkan pewaris

dan ahli warisnya. Selama ada hubungan darah antara pewaris dengan ahli

warisnya, tidak satu pun anggota keluarga yang bisa dikecualikan dari

pembagian harta warisan. Berdasarkan prinsip ini, afiliasi9 keagamaan tidak

menjadi kriteria untuk memutuskan apakah seseorang berhak mendapat jatah

warisan atau tidak. Sejalan dengan norma hukum nasional inilah ikatan

kekeluargaan menjadi kriteria utama dalam kasus-kasus diatas, peminggiran

ahli waris tertentu berdasarkan agama atau sekte berarti pelanggaran terhadap

norma tersebut. Jika norma ini dapat dilaksanakan, maka kasus-kasus

kewarisan antar-iman bisa ditangani tanpa kesulitan. Maka dapat dimaklumi

8 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler,h. 460 9 Afiliasi adalah bentuk kerjasama antara dua lembaga yang masing-masing berdiri

sendiri, dalam hal ini hukum Islam dan hukum Nasional

Page 84: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

51

kalau berdasarkan prinsip ini pengadilan tidak mendukung argumen religius

yang digunakan untuk menghilangkan hak waris seseorang. 10

Dengan menggunakan wasiat wajibah, para hakim nampaknya telah

berhasil memperkenalkan spirit norma-norrna kewarisan nasional, yang

dirancang untuk netral terhadap masalah agama atau sekte. Maka, walaupun

Kompilasi Hukum Islam secara formal mengadopsi larangan kewarisan antar-

iman tetapi di sisi lain mau menggunakan wasiat wajibah untuk memberikan

bagian waris. Namun tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Penggunaan

wasiat wajibah sebagai alat untuk memecahkan kasus kewarisan adalah

kamuflase dari ketidakinginan memutuskan kasus-kasus berdasarkan ajaran

hukum Islam tetapi berdasarkan norma hukum negara. Karena pemberian

bagian kepada ahli waris non-Muslim bertentangan dengan ajaran hadits, tidak

bisa dimungkinkan kalau hakim telah melenceng dari prinsip hukum waris

Islam. Akibatnya, sejauh mana hukum Islam bisa selaras dengan prinsip hukum

nasional sebenarnya sangat bersifat kondisional, yaitu selama hukum religius

menyediakan sarana hukum yang diberlakukan untuk memecahkan persoalan-

persoalan yang dibawa ke pengadilan.11

Bisa jadi sudah menjadi pola umum jika dalarn kasus-kasus kewarisan

seperti tadi, hakim cenderung memilih prinsip hukurn negara sebagai landasan

untuk memecahkan persoalan, walaupun dengan konsekuensi keputusannya

bisa jadi berlawanan dengan aturan yang tercantum dalam aturan-aturan tertulis

Islam. Nampaknya ini adalah konsekuensi logis dari penekanan negara

terhadap nilai-nilai hukum nasional, yang dipandang sebagai sendi-sendi

hukum nasional yang mampu menjembatani berbagai aturan-aturan hukum

sektarian (baik yang faktual maupun yang potensial) yang berlaku dalam

masyarakat Indonesia.12

Dilihat dari aspek metodologis, dapat dipahami bahwa persoalan wasiat

wajibah adalah persoalan Ijtihadi yang ditetapkan berdasarkan argumen hukum

10 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler,h. 461 11 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler,h. 461-462 12 Ratna Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler,h. 462

Page 85: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

52

maṣlahah al-murṣhalah yang berorientasi untuk mempromosikan nilai-nilai

keadilan dan kemaslahatan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah

masyarakat muslim Indonesia. 13

Di Indonesia, pemberian Wasiat wajibah bagi ahli waris non-Muslim ini

merupakan penemuan hukum baru, karena wasiat wajibah yang terdapat dalam

Kompilasi Hukum Islam dan berlaku di Indonesia ini diberikan kepada anak

angkat atau orangtua angkat. Penemuan hukum adalah proses pembentukan

hukum oleh hakim atau petugas-petugas lainnya yang diberi tugas melaksakan

hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum konkret hakim selalu dihadapkan

pada peristiwa konkret, konflik, atau kasus yang harus diselesaikan atau

dipecahkan dan untuk itu perlu dicarikan hukumnya Proses untuk menemukan

hukum tersebut dilakukan dengan mencarikan aturan yang sesuai untuk dapat

diterapkan pada suatu peristiwa nyata dalam sistem hukum nasional. Hasil

penemuan hukum itulah yang akan diwujudkan dalam putusan.14

Ada beberapa metode yang bisa dilakukan dalam proses penemuan

hukum. Metode tersebut dibagi sesuai dengan tujuan penemuan hukum sendiri.

Berdasarkan tujuannya, ada dua kategori metode penemuan hukum, yaitu

sebagai berikut: 15

1. Metode penemuan hukum untuk menjelaskan peraturan yang tidak jelas.

Metode ini dikenal dengan metode penafsiran atau interpretasi. Metode

penafsiran terdiri dari beberapa metode, yaitu interpretasi gramatikal,

interpretasi sistematis, interpretasi historis, dan interpretasi sosiologis.

2. Metode penemuan hukum untuk menemukan hukum yang tidak ditemukan

dalam peraturan yang ada. Metode ini dikenal dengan metode penalaran

atau argumentasi. Metode argumentasi terdiri dari beberapa metode, yaitu

13 Ahmad Kamil & M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di

Indoneṣia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h., 148 14Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia, h, 74-75 15 Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia, h, 74

Page 86: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

53

argumentum per analogium, argumentum a contrario, dan penyempitan

hukum.

Dari beberapa metode diatas, sesuai dengan hasil penelitian, maka

pembahasan akan difokuskan pada metode interpretasi historis, interpretasi

sosiologis, dan argumentum per analogium, yang akan dirangkum sebagai

berikut:16

1. Interpretasi Historis

Penggunaan interpretasi historis dilakukan terhadap suatu peristiwa

konkrit yang peraturan formal tentangnya tidak lengkap atau tidak jelas.

Dalam hal ini, peristiwa tersebut telah memiliki peratuan formal yang

mengikatnya, namun peraturan tersebut masih harus dilakukan penafsiran

dalam penerapannya. Dalam metode interpretasi historis, penafsiran

dilakukan dengan meneliti sejarah terjadinya suatu ketentuan hukum,

meliputi sejarah hukumnya maupun sejarah terjadinya undang-undang.

Interpretasi historis yang digunakan hakim terhadap putusan wasiat

wajibah pada ahli waris yang seharusnya terhalang menerima bagian waris

karena perbedaan agama dilakukan dengan melihat sejarah terbentuknya

aturan tersebut. Secara historis, halangan diterapkan pada masa peperangan

antara kaum muslim dan orang-orang kafir, sehingga keadaan tersebut tidak

lagi sesuai dengan kondisi pada masa sekarang. Selain itu, secara historis,

telah ada praktik di kalangan sahabat yang menghilangkan halangan

dimaksud, dimana antara seorang muslim dengan non-muslim ditetapkan

untuk dapat saling mewaris. Dari kenyataan historis ini kemudian hakim

memutuskan untuk menyampingkan alasan perbedaan agama dan

menyelesaikan perkara waris yang salah satu ahli warisnya bukan seorang

muslim melalui penetapan wasiat wajibah.

16 Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia, h, 75-77

Page 87: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

54

2. Interpretasi Sosiologis.

Sama seperti interpretasi historis, penggunaan metode interpretasi

sosiologis juga dilakukan terhadap suatu peristiwa konkrit yang peraturan

formal tentangnya tidak lengkap atau tidak jelas. Peraturan mengenai

peristiwa tersebut sebenarnya sudah ada, namun perlu dilakukan penafsiran

untuk lebih menjelaskan peristiwa hukum yang terjadi di dalamnya.

Interpretasi sosiologis lebih ditekankan pada tujuan peraturan tersebut.

Dalam melakukan interpretasi sosiologis, hakim akan menafsirkan

aturan yang masih belum jelas sesuai dengan tujuan yang dituntut oleh

masyarakat pada masa ini Peraturan perundang-undangan disesuaikan

dengan hubungan dan kondisi sosial yang baru. Keadaan yang terjadi ketika

pembentukan peraturan tersebut tidak menjadi pertimbangan terutama bila

dianggap tidak lagi mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat pada

masa sekarang.

Dalam memutuskan wasiat wajibah bagi ahli waris yang seharusnya

terhalang karena perbedaan agama, hakim menggunakan, interpretasi

sosiologis dengan melihat kondisi nyata masyarakat Indonesia saat ini

dimana perbedaan agama dianggap sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia

dan bukan merupakan kejahatan. Ketentuan yang menghalangi seseorang

untuk menerima warisan dianggap tidak lagi sesuai dengan keadaan pada

saat ini sehingga dapat ditinggalkan dan disimpangi. Berdasarkan

pertimbangan tersebut lalu kemudian hakim memutuskan memberikan

Wasiat Wajibah pada ahli waris bersangkutan.

3. Argumentum per analogium

Berbeda dengan metode interpretasi historis dan sosiologis, metode

argumentum per analogium baru akan digunakan ketika hakim tidak

menemukan peraturan mengenai peristiwa tertentu. Metode ini menekankan

pada penalaran hakim dalam memutuskan hukum dimana hakim akan

melakukan perluasan ketentuan perundang-undangan sehingga mampu

menjangkau peristiwa dimaksud. Melalui metode ini, hakim berusaha

Page 88: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

55

mengadopsi ketentuan hukum yang sudah ada namun mengatur hal yang

sejenis atau mirip dengan apa yang harus diselesaikannya pada saat ini.

Penggunaan metode argumentum per analogium dalam penetapan

wasiat wajibah dilakukan dengan menarik ketentuan yang sudah ada dan

dianggap sejenis yaitu ketentuan Wasiat Wajibah bagi anak angkat atau

orang tua angkat. Dalam menyelesaikan perkara waris yang di dalamnya

terdapat ahli waris yang berdasarkan nasab berhak atas bagian waris, namun

terhalang akibat adanya perbedaan agama, hakim ternyata tidak menemukan

ketentuan untuk menyelesaikan hal tersebut. Selanjutnya, hakim

menggunakan metode argumentum per analogium dan menemukan

ketentuan sejenis, yaitu wasiat wajibah bagi anak angkat dan orang tua

angkat. Ketentuan ini lalu diterapkan bagi ahli waris yang terhalang akibat

perbedaan agama, sehingga muncul perluasan hukum melalui putusan

hakim.

Dari penggunaan ketiga metode penemuan hukum tersebut, terlihat

adanya ketidak sesuaian penggunaan bila dikaitkan dengan hasil penelitian

tentang dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menyelesaikan perkara

kewarisan yang memberikan hak pada seseorang yang sebenarnya terhalang

menjadi ahli waris untuk mendapatkan bagian waris melalui wasiat wajibah,

khususnya penggunaan metode interpretasi historis dan sosiologis.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, metode interpretasi digunakan

terhadap penyelesaian suatu peristiwa konkrit yang sebenarnya telah ada aturan

hukum formalnya, namun aturan tersebut tidak jelas sehingga perlu dilakukan

penafsiran dengan metode tertentu. Melihat pada penetapan wasiat wajibah

bagi ahli waris yang terhalang untuk menerima warisan karena perbedaan

agama, dalam kenyataannya tidak ada aturan hukum formal yang mengatur hal

tersebut, khususnya dalam sistem hukum waris Islam di Indonesia.

Kekosongan hukum tidak bisa diselesaikan dengan metode interpretasi, baik

itu secara historis maupun sosiologis, karena metode interpretasi hanya akan

menjelaskan aturan yang sudah ada namun masih bersifat umum, dan bukan

menemukan aturan hukum baru. Dari tujuan penggunaan metode interpretasi,

Page 89: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

56

baik historis maupun sosiologis, dikaitkan dengan keberadaan aturan formal

wasiat wajibah bagi ahli waris yang terhalang akibat perbedaan agama, maka

metode intrepretasi tidak dapat digunakan dalam keadaan tersebut. 17

Kekosongan hukum dalam aturan ahli waris yang berbeda agama harus

diselesaikan dengan metode penalaran atau argumentasi. Terkait dengan hasil

penelitian, maka penggunaan metode argumentum per analogium lebih tepat

digunakan untuk mengatasi hal tersebut. Metode argumentum per analogium

memang ditujukan untuk menemukan hukum yang tidak ada melalui perluasan

hukum dengan cara menganalogikannya dengan aturan lain yang sejenis.

Dalam hal ini, hakim melakukan analogi atas dasar kesesuaian objek, yaitu ahli

waris yang seharusnya terhalang menerima warisan dalam ketentuan waris

umum, sehingga terhadap kedua peristiwa ini harus diterapkan aturan yang

sama, yaitu dengan menetapkan wasiat wajibah Melalui analogi ini, maka

sudah tepgt bagi hakim untuk menggunakan metode argumentum per

analogium. 18

Pertimbangan dalam memberikan wasiat wajibah ini adalah untuk

menjaga keutuhan keluarga dan mengakomodir adanya realitas sosial

masyarakat Indonesia yang pluralitas yang terdiri dari berbagai etnis dan

keyakinan. Serta kemaslahatan untuk memenuhi rasa keadilan. Pemberian

wasiat wajibah kepada suami/istri atau anak dan orang tua serta saudara

kandung non muslim ini telah memberikan sumbangan yang baru dalam

pembaharuan hukum Islam di Indonesia. 19

Akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan bahwa wasiat wajibah

mempunyai tujuan untuk mendistribusikan keadilan, yaitu memberikan bagian

kepada ahli waris yang mempunyai pertalian darah namun nash tidak

17 Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia, h, 77 18 Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia, h, 78 19 Kamaruddin, Penerapan Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Non Muslim (Studi Kasus

PerkaraNo. 16 K/AG/2010), Mizani, Vol.25 No. 2, (Agustus 2015), h. 23.

Page 90: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

57

memberikan bagian semestinya, atau orangtua angkat dan anak angkat yang

mungkin sudah banyak berjasa kepada si pewaris namun tidak diberikan bagian

dalam ketentuan hukum waris Islam. Jalan keluar yang dapat ditempuh, yakni

dengan menerapkan wasiat wajibah sehingga mereka dapat menerima bagian

dari harta si pewaris.20

20 Abdul Ghofur Anshori, filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia, h, 103

Page 91: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan tentang kewarisan beda agama dengan menganalisis

penetapan Pengadilan Agama Bandung Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg

berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan dalam

bab-bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan beberapa hal diantaranya

sebagai berikut:

1. Dalam penetapan Pangadilan Agama Bandung Nomor

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg ditetapkan bahwa ahli waris yang beragama islam

berhak mendapatkan warisan dari pewarisnya yang non-Muslim (murtad),

penetapan Majelis Hakim ini tidak sesuai dengan pendapat mayoritas ulama

yang menyatakan tidak saling mewarisi antara orang Muslim dan orang

kafir. Perbedaan agama juga termasuk salah satu penghalang kewarisan.

Penetapan ini juga tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam KHI

pasal 171 huruf b dan c yang menyatakan bahwa pewaris dan ahli waris

beragama Islam. Akan tetapi penetapan Majelis Hakim ini sejalan dan

mengambil pendapat dari Muadz Ibn Jabal, Muawiyah, Al Hasan,

Muhammad bin Ali, Masruq serta kalangan Syiah Imamiyah yang

berpendapat bahwa ahli waris Muslim dapat mewarisi pewaris non-Muslim.

Lebih spesifik Majelis Hakim mengambil pendapat Imam Abu Hanifah

yang menyatakan semua peninggalan wanita yang keluar dari Islam

(Murtad) diwarisi oleh ahli warisnya yang Islam. Argumentasi hukum yang

digunakan oleh Majelis Hakim adalah kewarisan Islam menganut sistem

kekerabatan, baik secara nasabiyah maupun secara hukmiyah. Sistem

kekerabatan ini lebih utama bila dibandingkan dengan perbedaan agama

sebagai penghalang mewarisi, karena hukum kewarisan selain

mengandung unsur ibadah, lebih banyak juga mengandung unsur

muamalah. Kekerabatan antara seorang dengan seseorang tidak akan

pernah terputus sekalipun agama mereka itu berbeda. Seorang anak tetap

Page 92: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

59

mengakui ibu kandungnya sekalipun ibu kandungnya itu tidak satu

agama dengannya. Islam tidak mengajarkan permusuhan dengan

memutuskan hubungan horizontal dengan non-Muslim, terlebih-lebih

mereka itu ada pertalian darah.

2. Majelis Hakim juga menetapkan ahli waris yang non-Muslim mendapatkan

warisan dengan jalan wasiat wajibah dari pewarisnya yang beragama Islam,

dalam pertimbangannya Majelis Hakim berpendapat bahwa hukum

kewarisan Islam di Indonesia mengandung asas egaliter (persamaan derajat

pada setiap manusia), maka kerabat yang beragama selain Islam yang

mempunyai hubungan darah dengan pewaris tetap berhak mendapat bagian

waris dengan jalan wasiat wajibah. Penetapan Majlis Hakim ini tidak sesuai

dengan dengan ketentuan yang terdapat dalam KHI pasal 209 yang

menyatakan bahwa wasiat wajibah di berikan kepada orangtua angkat atau

anak angkat pewaris. Pendapat Majelis Hakim juga tidak sesuai dengan

pendapat Ulama yang menyatakan tidak ada wasiat bagi ahli waris. Akan

tetapi Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ibnu Hazm yang memberikan

wasiat wajibah kepada ahlli waris non-Muslim.

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan penulisan

skripsi ini, yaitu:

1. Diharapkan agar pemerintah dapat membuat aturan atau menyempurnakan

aturan yang sudah ada secara lebih jelas dan terperinci khususnya dalam

mengatur Kewarisan beda agama. pengadilan agama hendaknya memiliki

suatu pedoman yang jelas dan rinci bagi hakim yang memuat tentang

teknis pemberian wasiat wajibah yang mencakup kriteria apa saja dan

siapa saja yang bisa dipertimbangkan untuk diberikan wasiat wajibah.

2. Diharapkan agar para penegak hukum dalam mempertimbangkan suatu

putusan perkara agar lebih cermat sehingga putusan tersebut dapat

membawa rasa keadilan bagi para pihak dan tidak bertentangan dengan

aturan yang berlaku.

Page 93: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

60

DAFTAR PUSTAKA

Al- Qur’anul Karim

Abdullah, Abu Muhammad Muafiq Addin, Al Mughni li Ibni Qudamah, Jilid 6,

kairo: Maktabah Kairo, 1968 M/1388 H.

Ahmadi, Fahmi Muhammad - Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum. Jakarta:

Lembaga Penelitian, 2010.

Annesa, Gita Dwi ,Pandangan Hakim Pengadilan Agama Bekasi Tentang Hak

Waris Anak Non Muslim”. Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2015.

Anshori, Abdul Ghofur, filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011.

Arif, Muhammad Rinaldi, Pemberian Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Beda

Agama (Kajian Perbandingan Hukum Antara Hukum Islam Dan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 368.K/Ag/1995) , De Lega Lata, Volume 2,

Nomor 2. Juli – Desember 2017.

Arif, Muhammad Rinaldi, Pemberian Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Beda

Agama (Kajian Perbandingan Hukum Antara Hukum Islam Dan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 368.K/Ag/1995), Volume 2, Nomor 2, Juli –

Desember 2017.

Bukhori, Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al, Shahih Bukhari. Damaskus:

Daaru Taukon Najaat, 1422.

Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Kementrian

Agama RI, 2011.

Jahar, Asep Saepudin, Dkk, Hukum Keluarga, Pidana Dan Bisnis. Jakarta:

Kencana Prenadamedia Group, 2013.

Kamaruddin, Penerapan Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Non Muslim (Studi

Kasus PerkaraNo. 16 K/AG/2010), Mizani, Vol.25 No. 2. Agustus 2015.

Kamil, Ahmad - M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di

Indoneṣia. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Page 94: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

61

Karim, Muchit A, problematika hukum kewarisan islam kontemporer di indonesi.

Jakarta: Badan Litbang dan Diktat Kementerian Agama RI, 2012.

Kuncoro, NM Wahyu, Waris : Permasalahan dan Solusinya, Jakarta :Raih Asa

Sukses, 2015.

Lukito Ratna, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler. Jakarta : Pustaka Alvabet, 2008.

Maharani, Dhea Swasti, Akibat Hukum Anak Yang Berbeda Agama Dengan

Orang Tua Ditinjau Menurut Hukum Waris Di Indonesia(Studi Kasus

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1582 K/Pdt/2012), Jurnal Privat Law

Vol: 6 No: 1, 2018.

Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta:

Kencana, 2006.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum. Jakarta:Kencana Prenada Media,

2014.

Muhibbin, Moh - Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai Pembaruan

Hukum Positif Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Musafa’ah, Suqiyah, Kontekstualisasi Pemikiran Waris Abdullah Saeed Dalam

Hukum Kewarisan Di Indonesia , ISLAMICA, Volume 9, Nomor 2, Maret

2015.

Muslimah, Arwini, Analisis Putusan Hakim Tentang Hak waris Karena Berbeda

Agama (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010).

skripsi fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, 2013.

Nugraheni, Destri Budi - Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam Di

Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2014.

Qohar, Moh. Abdul, Mewaris Harta Orang Murtad Menurut Pendapat

Muhammad Amin Asy-Syahir Ibnu ‘Abidin Dalam Kitab Radd Al-Muhtar

‘Ala Ad-Durr Al-Mukhtar. skripsi fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam,

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, Kudus, 2015.

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1998.

Page 95: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

62

Salihima, Syamsulbahri, Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan dalam

Hukum Islam dan Implementasinya Pada Pengadilan Agama. Jakarta:

Prenadamedia Group, 2015.

Shiddieqy, Teungku muhammad Hasbi Ash, dkk , Fiqh Mawaris. Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 1997.

Siddik, Abdullah, Hukum Waris Islam Dan Perkembangan di Seluruh Indonesia.

Jakarat: Wijaya, 1984.

Soekanto, Soerjono - Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:

Rajawali, 1986.

Suma, Muhammad Amin, Keadila Hukum Waris Islam dalam Pendekatan Teks

dan Konteks. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Tutik, Titik Triwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:

Kencana Prenadmedia Group, 2008.

Umam, Dian Khairul, Fiqih Mawaris, Cet. 1. Bandung : CV Pustaka Setia, 1999.

Usman, Suparman - Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris. Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2002.

Wahyudi, Muhamad Isna , Penegakan Keadilan Dalam Kewarisan Beda Agama.

Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 3. Desember, 2015,

Yusuf, Muri A, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan. Jakarta: Prenadamedia, 2014.

Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu. cetakan ke-10, jilid 10. Damaskus:

Darul fikr suriah damaskus, 2011.

Page 96: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

LAMPIRAN

Page 97: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

P E N E T A P A NNomor:4/Pdt.P/2013/PA.Bdg.

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama Badung yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan dalam perkara Permohonan Penetapan Ahli

Waris yang diajukan oleh :

1. PEMOHON I, umur 44 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Kuta, Kabupaten

Badung, selanjutnya disebut PEMOHON I;

2. PEMOHON II, umur 40 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Sukoharjo, Kabupaten

Sragen, Jawa Tengah, sekarang tinggal di Kalimantan, selanjutnya disebut sebagai

PEMOHON II;

Pemohon I dan Pemohon II (selanjutnya disebut Para Pemohon) telah memberikan Kuasa

Khusus kepada KUASA HUKUM I PEMOHON I DAN II., KUASA HUKUM II

PEMOHON I DAN II dan KUASA HUKUM III PEMOHON I DAN II Para Advokat

dan Advokat yang berkantor di Kota Denpasar berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal

X Februari 2013 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Badung tanggal

XX Februari 2013;

Pengadilan Agama tersebut;

Setelah membaca berkas perkara;

Setelah mendengarkan keterangan pihak-pihak dan saksi-saksi;

Setelah memeriksa bukti-bukti di persidangan;

TENTANG DUDUKNYA PERKARA

Menimbang, bahwa Para Pemohon melalui Kuasa Para Pemohon mengajukan

permohonan Penetapan Ahli Waris dari BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU PEMOHON

I DAN II, dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Bahwa ayah para Pemohon yakni BAPAK PEMOHON I DAN II lahir di Cilacap

tanggal X April 1937 telah menikah dengan ibu para Pemohon yang bernama IBU

PEMOHON I DAN II, lahir di Singaraja tanggal X Februari 1947;

2. Bahwa dari perkawinan tersebut di atas telah dilahirkan 4 (empat) orang anak sebagai

berikut;

a. SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II (sudah meninggal), anak pertama,

perempuan, lahir tanggal XX Maret 1963, agama Hindu, beralamat di Banyuning,

Singaraja;

Page 1 of 14

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 98: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

b. PEMOHON I , anak kedua, laki-laki, lahir XX Agustus 1968, agama Islam, bertempat

tinggal di Kuta, Badung;

c. SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, anak ketiga, laki-laki, lahir tanggal XX

April 1970, agama Hindu, tempat tinggal di Kuta, Badung;

d. PEMOHON II, anak keempat, laki-laki, lahir tanggal XX Juni 1972, agama Islam,

alamat di Sidoharjo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, kini tinggal di Kalimantan;

3. Bahwa mendiang SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II semasa hidup telah

menikah dengan SUAMI SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II dan

memiliki 3 orang anak yaitu;

3.1 ANAK KE I SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II dengan SUAMI

SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II, perempuan, lahir tanggal X Mei

1986, agama Hindu;

3.1 ANAK KE II SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II dengan SUAMI

SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II, laki-laki, lahir XX Mei 1996,

agama Hindu;

3.2 ANAK KE III SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II dengan SUAMI

SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II, perempuan, lahir XX Mei 2004,

agama Hindu;

4. Bahwa PEMOHON I menikah dengan ISTRI PEMOHON I, memiliki 5 orang anak

yaitu;

4.1 ANAK KE I PEMOHON I dengan ISTRI PEMOHON I, perempuan, agama

Islam;

4.2 ANAK KE II PEMOHON I dengan ISTRI PEMOHON I, laki-laki, agama Islam;

4.3 ANAK KE III PEMOHON I dengan ISTRI PEMOHON I, perempuan, agama

Islam;

4.4 ANAK KE IV PEMOHON I dengan ISTRI PEMOHON I, perempuan, agama

Islam;

5.5 ANAK KE I PEMOHON V dengan ISTRI PEMOHON I, laki-laki, agama Islam;

5. Bahwa SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II menikah dengan ISTRI

SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, memiliki 3 orang anak:

5.1. ANAK KE I SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II dengan ISTRI

SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, perempuan,umur 17 tahun;

5.2. ANAK KE II SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II dengan ISTRI

SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, laki-laki, umur 15 tahun;

5.3. ANAK KE III SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II dengan ISTRI

SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, laki-laki, umur 8 tahun;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 99: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

6. Bahwa PEMOHON II menikah dengan ISTRI PEMOHON II, memiliki 2 orang anak

yaitu;

6.1 ANAK KE I PEMOHON II dengan ISTRI PEMOHON II, laki-laki, agama Islam;

6.2 ANAK KE II PEMOHON II dengan ISTRI PEMOHON II, laki-laki, agama

Islam;

7. Bahwa kedua orang tua para Pemohon telah meninggal dunia, ibu kandung para

Pemohon meninggal lebih dahulu pada tanggal XX Mei 2004 karena sakit, Surat

Keterangan Kematian Nomor: XXX/XX/XXX/XX/XX tanggal XX September 2012,

bapak kandung para Pemohon meninggal dunia pada tanggal XX Februari 2010, Surat

Keterangan Kematian Nomor: XXX/XX/XXX/XX/XX tanggal XX September 2012

dari Kelurahan Kuta, Kuta Utara;

8. Bahwa ayah para Pemohon dan ibu para Pemohon semasa hidupnya tidak pernah

membuat surat wasiat;

9. Bahwa semasa hidupnya, orang tua para Pemohon memiliki 2 bidang tanah yang kini

disebut sebagai tanah/harta warisan, berupa:

9.1 tanah seluas 250 m2 (dua ratus lima puluh meter persegi) terletak di Kuta,

Badung, Sertifikat Hak Milik No.XXX, Gambar Situasi No. XXXX/XXXX

tanggal XX September 1978, atas nama IBU PEMOHON I DAN II;

9.2 tanah seluas 350 m2 (tiga ratus lima puluh meter persegi) terletak di Kuta,

Badung, Sertifikat Hak Milik No.XXX, Gambar Situasi No. XXX/XXXX tanggal

XX Februari 1979, atas nama BAPAK PEMOHON I DAN II;

10. Bahwa SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II telah berpindah agama ke

agama Hindu karena mengikuti agama suaminya, sehingga sesuai dengan ketentuan

hukum Islam, maka SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II tidak lagi menjadi

ahli waris dari orang tuanya yang bernama BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU

PEMOHON I DAN II;

11. Bahwa demikian juga dengan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, di depan

persidangan perkara Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Bdg. menyatakan dengan tegas telah

pindah agama dan kini beragama Hindu, dengan demikian pernyataan tersebut

membuktikan bahwa SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II tidak berhak lagi

atas harta warisan dari orang tuanya yang bernama BAPAK PEMOHON I DAN II dan

IBU PEMOHON I DAN II;

12. Bahwa di antara para Pemohon tidak ada permasalahan mengenai pembagian harta

peninggalan dan para Pemohon telah sepakat untuk membagi harta warisan secara adil

dan merata;

Page 3 of 14

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 100: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

13. Bahwa para Pemohon ingin membagi kedua bidang tanah warisan tersebut, sehingga

untuk proses dan pengurusan atas pembagian kedua bidang tanah tersebut haruslah

dipenuhi syarat-syaratnya yang salah satunya adalah ada penetapan ahli waris dari

Pengadilan Agama;

Bahwa dari uraian-uraian di atas, para Pemohon bermohon agar kiranya Bapak Ketua

Pengadilan Agama Badung berkenan membuka suatu persidangan untuk keperluan itu,

memeriksa permohonan ini serta menetapkan/memutuskan sebagai berikut:

PRIMAIR

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menetapkan:

a. PEMOHON I, umur 44 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Kuta, Kabupaten

Badung;

b. PEMOHON II, umur 40 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Sukoharjo, Kabupaten

Sragen, Jawa Tengah;

Adalah ahli waris yang sah dari almarhum BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU

PEMOHON I DAN II;

3. Membebankan biaya perkara yang timbul dari permohonan ini kepada para

Pemohon;

SUBSIDAIR

Apabila Bapak Ketua Pengadilan Agama Badung berpendapat lain, mohon putusan yang

seadil-adilnya;

Menimbang, bahwa para hari persidangan yang telah ditetapkan Pemohon I hadir di

persidangan secara inperson didampingi Kuasanya;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah menjelaskan mengenai akibat penetapan ini

ahli waris bukan saja mewarisi harta warisan tapi juga mewarisi hutang pewaris, namun

Pemohon I menyatakan tetap melanjutkan permohonannya;

Menimbang, bahwa selanjutnya dibacakan surat permohonan Pemohon, atas

pertanyaan Majelis Hakim, Pemohon I memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai

berikut:

• Bahwa Pemohon I beragama Islam;

• Bahwa ayah para Pemohon yang bernama BAPAK PEMOHON I DAN II beragama

Islam;

• Bahwa ibu para Pemohon yang bernama IBU PEMOHON I DAN II beragama Hindu;

• Bahwa orang tua BAPAK PEMOHON I DAN II bernama XXXXXXX dan

XXXXXX sudah meninggal dunia lebih dahulu;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 101: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Bahwa Pemohon I lupa nama orang tua Ni Made Rai Ningsih, namun keduanya sudah

meninggal dunia lebih dahulu;

• Bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II tidak mempunyai isteri lain, dan tidak

mempunyai anak angkat;

• Bahwa para Pemohon memerlukan penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama untuk

mengurus penjualan harta peninggalan dari BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU

PEMOHON I DAN II, karena pihak Notaris tidak mau mengeluarkan akta jual beli

sebelum ada penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama;

Menimbang, bahwa kemudian Pemohon I melalui Kuasanya mengajukan alat bukti

sebagai berikut :

1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk nomor XX.XXXX.XXXXXX.XXXX atas nama

PEMOHON II dan Nomor:XXXXXXXXXXXXXXXX atas nama PEMOHON I,

bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan

ternyata cocok dengan aslinya (bukti P.1);

2. Fotokopi Kutipan Akta Nikah nomor: XXX/XX/XXX/2008 atas nama PEMOHON II

dan ISTRI PEMOHON II, dikeluarkan oleh KUA Sidoharjo Kabupaten Sragen

tanggal XX Desember 2008, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di

pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(bukti P.2);

3. Fotokopi Kutipan Akta Nikah nomor XXX/XX/XXXX/2008 atas nama PEMOHON I

dan ISTRI PEMOHON I, dikeluarkan oleh KUA Kuta Kabupaten Badung tanggal XX

Agustus 2008, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah

diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(bukti P.3);

4. Fotokopi Kartu Keluarga nomor XXXXXXXXXXXXXXXX atas nama kepala

keluarga PEMOHON II, dikeluarkan oleh Kadispenduk Capil Kabupaten Sragen

tanggal XX Juli 2011, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan,

telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(P.4)

5. Fotokopi Kartu Keluarga nomor XXXXXXXXXXXXXXXX atas nama kepala

keluarga PEMOHON I, dikeluarkan oleh Kadispenduk Capil Kabupaten Badung

tanggal X Agustus 2011, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di

pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(P.5);

6. Fotokopi Surat Keterangan Kematian Nomor XXX/XX/XXX/XX/XX atas nama IBU

PEMOHON I DAN II, dikeluarkan oleh Kepala Lingkungan XXXXX, Kuta,

Kabupaten Badung, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan,

telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(P.6);

7. Fotokopi Surat Keterangan Kematian Nomor XXX/XX/XXX/XX/XX atas nama

BAPAK PEMOHON I DAN II, dikeluarkan oleh Kepala Lingkungan XXXXX, Kuta,

Page 5 of 14

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 102: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Kabupaten Badung, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan,

telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(P.7);

8. Fotokopi Surat Pernyataan Waris tanggal X Oktober 2012 yang ditandatangani oleh

Pemohon I, Pemohon II, dan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, bermeterai

pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata

cocok dengan aslinya(P.8);

9. Fotokopi Surat Pernyataan Silsilah tanggal X Oktober 2012 yang ditandatangani oleh

Pemohon I, Pemohon II, dan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, bermeterai

pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata

cocok dengan aslinya(P.9);

10. Fotokopi Surat Pernyataan Pembagian Waris tanpa tanggal yang ditandatangani oleh

Pemohon I, Pemohon II, dan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, bermeterai

pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata

cocok dengan aslinya(P.10);

11. Fotokopi Sertipikat Hak Milik Nomor XXX, Kuta, Kabupaten Badung, tanggal XX

September 1978, atas nama IBU PEMOHON I DAN II, bermeterai pos dan telah

didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan

aslinya(P.11);

12. Fotokopi Sertipikat Hak Milik Nomor XXX, Kuta, Kabupaten Badung, tanggal XX

Februari 1979, atas nama BAPAK PEMOHON I DAN II, bermeterai pos dan telah

didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan

aslinya(P.12);

13. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang atas nama wajib pajak BAPAK

PEMOHON I DAN II, Kuta, Kabupaten Badung, dikeluarkan oleh Kepala Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Badung tanggal X Januari 2012, bermeterai pos dan telah

didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan

aslinya(P.13);

Menimbang, bahwa Kuasa Pemohon juga mengajukan saksi-saksi sebagai berikut;

1. SAKSI PERTAMA, umur 70 tahun, agama Hindu, pekerjaan ibu rumah tangga,

tempat tinggal di Buleleng, Kabupaten Buleleng, di bawah sumpahnya menerangkan

sebagai berikut;

• Bahwa saksi kenal dengan BAPAK PEMOHON I DAN II, yang merupakan suami

dari saudara misan saksi yang bernama IBU PEMOHON I DAN II;

• Bahwa saksi menyaksikan pernikahan BAPAK PEMOHON I DAN II dengan IBU

PEMOHON I DAN II di Denpasar, menikahnya secara agama Islam;

• Bahwa saksi pernah ikut tinggal bersama BAPAK PEMOHON I DAN II dengan IBU

PEMOHON I DAN II di Kuta, Badung;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 103: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Bahwa dari pernikahan BAPAK PEMOHON I DAN II dengan IBU PEMOHON I

DAN II mendapat 4 orang anak, yaitu SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II,

PEMOHON I, SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, dan PEMOHON II;

• Bahwa SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II beragama Hindu, ikut

suaminya;

• Bahwa PEMOHON I beragama Islam;

• Bahwa SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II beragama Hindu;

• Bahwa PEMOHON II beragama Islam;

• Bahwa IBU PEMOHON I DAN II sudah meninggal dunia tahun 2004 karena sakit;

• Bahwa IBU PEMOHON I DAN II dikuburkan di pekuburan Hindu, namun

sebelumnya beragama Islam;

• Bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II juga telah meninggal dunia tahun 2010 karena

sakit, dalam keadaan beragama Islam;

• Bahwa IBU PEMOHON I DAN II dan BAPAK PEMOHON I DAN II tidak pernah

bercerai;

• Bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II tidak mempunyai isteri lain, dan tidak

mempunyai anak angkat;

• bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU PEMOHON I DAN II mempunyai 2

buah rumah di Kuta yang ditempati anak-anaknya;

• bahwa saksi mendengar rumah tersebut akan dijual;

2. SAKSI KEDUA, umur 68 tahun, agama Hindu, pekerjaan purnawirawan polisi,

tempat tinggal di Buleleng, Kabupaten Buleleng, di bawah sumpahnya menerangkan

sebagai berikut;

• Bahwa saksi adalah kakak kandung IBU PEMOHON I DAN II;

• Bahwa saksi menyaksikan pernikahan IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK

PEMOHON I DAN II di KUA Denpasar;

• Bahwa dari perkawinan IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK PEMOHON I

DAN II mendapat 4 orang anak, yaitu SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II,

PEMOHON I, SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, dan PEMOHON II;

• Bahwa IBU PEMOHON I DAN II sudah meninggal dunia tahun 2004 dalam keadaan

beragama Hindu dan dikuburkan di pekuburan Hindu;

• Bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II sudah meninggal dunia tahun 2010 dalam

keadaan beragama Islam;

• Bahwa anak-anak BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU PEMOHON I DAN II ada

yang beragama Islam yaitu PEMOHON I dan PEMOHON II, dan ada yang beragama

Page 7 of 14

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 104: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hindu yaitu SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II dan SAUDARA KETIGA

PEMOHON I DAN II;

• Bahwa IBU PEMOHON I DAN II dan BAPAK PEMOHON I DAN II tidak pernah

bercerai;

• Bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II tidak mempunyai isteri lain juga tidak

mempunyai anak angkat;

• Bahwa setahu saksi BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU PEMOHON I DAN II

meninggalkan dua buah rumah di Kuta;

• Bahwa setahu saksi BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU PEMOHON I DAN II

tidak meninggalkan hutang;

• Bahwa orang tua BAPAK PEMOHON I DAN II sudah meninggal dunia lebih dahulu;

• Bahwa orang tua IBU PEMOHON I DAN II sudah meninggal dunia lebih dahulu;

• Bahwa setahu saksi pengajuan penetapan ahli waris ini untuk keperluan penjualan

harta peninggalan tersebut oleh ahli warisnya;

Menimbang, bahwa selanjutnya Pemohon I memberikan kesimpulan secara lisan

tetap pada dalil permohonannya dan mohon segera dijatuhkan penetapan;

Menimbang, bahwa seluruh jalannya persidangan, tercatat dalam Berita Acara

Persidangan ini dan merupakan satu kesatuan dari dan telah turut dipertimbangkan dalam

penetapan ini;

TENTANG HUKUMNYA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan para Pemohon adalah

sebagaimana tersebut di atas;

Menimbang, bahwa para Pemohon yang diwakili oleh Kuasanya mengajukan

permohonan Penetapan Ahli waris dari IBU PEMOHON I DAN II dalam halmana di saat

meninggal dunia beragama Hindu. Demikian juga para Pemohon mengajukan permohonan

Penetapan Ahli waris dari BAPAK PEMOHON I DAN II yang juga telah meninggal dunia

dalam keadaan beragama Islam. Dalam keterangannya di persidangan para Pemohon juga

bermohon agar penetapan ini dapat digunakan sebagai alas hak bagi ahli waris IBU

PEMOHON I DAN II dan ahli waris BAPAK PEMOHON I DAN II terhadap tanah dengan

Sertipikat Hak Milik Nomor XXX tanggal XX September 1979 atas nama IBU PEMOHON I

DAN II dan Sertipikat Hak Milik Nomor XXX tanggal XX Februari 1979 atas nama BAPAK

PEMOHON I DAN II;

Menimbang, bahwa karena para Pemohon beragama Islam demikian juga dengan

pewaris yang bernama BAPAK PEMOHON I DAN II beragama Islam, meskipun pewaris

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 105: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

yang bernama IBU PEMOHON I DAN II disebutkan beragama Hindu, Majelis Hakim

berpendapat bahwa perkara ini merupakan kewenangan absolute Pengadilan Agama

sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat 1 huruf (b) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 yang telah diubah dengan Pasal 49 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan

Agama;

Menimbang, bahwa Pemohon I sebagai pihak yang mengajukan perkara secara

voluntair berdomisili di wilayah Kabupaten Badung, maka perkara ini secara relative menjadi

kewenangan Pengadilan Agama Badung;

Menimbang, bahwa perkara ini adalah permohonan penetapan ahli waris, maka

yang perlu dibuktikan adalah apakah pewaris benar-benar telah meninggal dunia dan apakah

meninggalkan ahli waris yang akan mewarisinya dan tidak terhalang secara syar’i untuk

ditetapkan sebagai ahli waris.

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil permohonannya para Pemohon telah

mengajukan bukti-bukti tertulis (P1 sampai dengan P13) berupa fotokopi bermeterai cukup

serta telah dicocokkan dan ternyata sesuai dengan aslinya, maka majelis Hakim menilai alat

bukti tersebut sah sebagai alat bukti berdasarkan pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 1985 tentang Bea Meterai dan pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun

2000 tentang Perubahan tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan harga Nominal

Yang Dikenakan Bea Meterai jo Pasal 1888 KUH Perdata jo Pasal 301 RBG;

Menimbang, bahwa meskipun saksi-saksi yang dihadirkan Para pemohon berasal

dari kerabat semenda dengan para Pemohon, namun menurut Majelis Hakim tetap memenuhi

syarat formil karena keterangan yang diberikan saksi adalah mengenai kedudukan/status

keperdataan para Pemohon dengan pewaris, serta keterangan saksi tersebut diberikan di bawah

sumpah dan di persidangan (vide Pasal 171, 172 ayat 2 dan 175 RBG jo Pasal 1905, 1910 ayat

2 dan Pasal 1911 KUH Perdata). Demikian pula secara materil keterangan para saksi tersebut

dapat diterima karena para saksi memberikan keterangannya berdasarkan pengetahuan dan

penglihatannya sendiri (vide Pasal 308 RBG jo Pasal 1907 ayat 1 KUH Perdata). Oleh karena

itu apa yang diterangkan saksi-saksi menurut pendapat Majelis Hakim dapat meneguhkan dalil

permohonan Para Pemohon;

Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon yang dikuatkan dengan

keterangan para saksi di bawah sumpahnya yang menerangkan melihat dan tahu perkawinan

IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK PEMOHON I DAN II dilakukan secara Islam di

KUA Denpasar, dan antara IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK PEMOHON I DAN II

tidak pernah bercerai, maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa sampai meninggalnya IBU

Page 9 of 14

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 106: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

PEMOHON I DAN II, antara IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK PEMOHON I DAN

II masih terikat dalam pernikahan;

Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon diperkuat dengan

keterangan dua orang saksi serta bukti P4, P5, dan P9, diperoleh fakta hukum bahwa dari

perkawinan IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK PEMOHON I DAN II diperoleh 4

(empat) orang anak yaitu SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II, PEMOHON I,

SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, dan PEMOHON II;

Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon diperkuat dengan

keterangan 2 orang saksi serta bukti P1, P2, P3, P4 dan P5, diperoleh fakta hukum bahwa

SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II beragama Hindu, PEMOHON I beragama

Islam, SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II beragama Hindu, dan PEMOHON II

beragama Islam;

Menimbang, bahwa dari dalil permohonan Pemohon, bukti P6 dan keterangan para

saksi, IBU PEMOHON I DAN II telah meninggal dunia dalam keadaan beragama Hindu

meski sebelumnya beragama Islam, halmana menurut Pasal 171 huruf b Kompilasi Hukum

Islam di Indonesia tahun 1991, seorang Pewaris pada saat meninggal dunia harus beragama

Islam. Bilamana dihubungkan dengan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam, secara

eksplisit Kompilasi Hukum Islam menganut sistem persamaan agama, yakni agama Islam

untuk dapat saling mewarisi. Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur bagaimana sekiranya

pewaris itu murtad (keluar dari Islam), apakah hartanya dapat diwarisi oleh muslim ataukah

tidak. Sepanjang mengenai hal ini Majelis Hakim memberikan pendapat hukum sebagai

berikut;

Menimbang, bahwa menurut pendapat Majelis Hakim, sistem kewarisan Islam

menganut sistem kekerabatan, baik secara nasabiyah maupun secara hukmiyah. Sistem

kekerabatan ini lebih utama bila dibandingkan dengan perbedaan agama sebagai penghalang

mewarisi, karena hukum kewarisan selain mengandung unsur ibadah, lebih banyak juga

mengandung unsur muamalah. Kekerabatan antara seorang dengan seseorang tidak akan

pernah terputus sekalipun agama mereka itu berbeda. Seorang anak tetap mengakui ibu

kandungnya sekalipun ibu kandungnya itu tidak satu agama dengannya. Islam tidak

mengajarkan permusuhan dengan memutuskan hubungan horizontal dengan non muslim,

terlebih-lebih mereka itu ada pertalian darah;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim memandang penghalang kewarisan karena

berbeda agama, haruslah dipahami secara cermat. Perbedaan agama itu ditujukan semata-mata

kepada ahli waris. Bilamana seseorang ingin menjadi ahli waris untuk mendapatkan harta

warisan dari pewaris, jangan sekali-kali berbeda agama dengan pewarisnya yang muslim.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 107: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Sekiranya hal itu terjadi, maka non muslim tersebut tidak dapat menuntut agar dirinya menjadi

ahli waris dan mendapatkan harta warisan dari pewaris menurut hukum Islam;

Menimbang, bahwa dalam perkara a quo, pewaris yang bernama IBU PEMOHON I

DAN II sebelumnya beragama Islam, lalu keluar dari Islam dan kemudian meninggal dunia

dalam keadaan non muslim sementara kerabat terdekatnya tetap memeluk agama Islam, maka

kerabat muslim tersebut tetap menjadi ahli waris, dalam hal ini Majelis Hakim sejalan dan

mengambil alih pendapat Muadz bin Jabal, Mu’awiyah, Al Hasan, Ibnul Hanafiyah,

Muhammad bin Ali dan Al Masruq yang bersandar pada hadits Nabi Muhammad Saw ى عليه (رواه الدارقطنى والبيهقى) وال يعل و م يعل ال Wahbah Al Zuhaili, A- Fiqhul)اإلس

Islamy wa adillatuhu Juz 8 hal.263), dan lebih spesifik Majelis Hakim mengambil alih

pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan semua peninggalan wanita yang keluar dari

Islam (murtadah) diwarisi oleh ahli warisnya yang Islam (Wahbah Al Zuhaili, A- Fiqhul

Islamy wa adillatuhu Juz 8 hal.265);

Menimbang, bahwa pertimbangan hukum di atas, tidak berarti Majelis Hakim

menyalahi aturan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 171 huruf b dab c, Majelis Hakim

memandang Pasal 171 huruf b dab c tersebut di atas harus dipahami sebagai aturan umum

dalam kasus-kasus ideal, sementara perkara a quo adalah perkara yang bersifat insidental;

Menimbang, bahwa oleh karena itu, dalam menyelesaikan perkara waris dalam

kasus yang ideal di mana pewaris dan ahli warisnya beragama Islam, Majelis Hakim akan

merujuk kepada pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, sementara itu, dalam halmana pewarisnya

murtad (telah keluar dari Islam), Majelis Hakim akan merujuk kepada pendapat Hukum yang

Majelis Hakim uraikan di atas;

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi dan bukti P6 diperoleh fakta hukum,

ternyata IBU PEMOHON I DAN II yang kemudian menjadi non muslim telah meninggal

dunia dalam keadaan non muslim pada tanggal XX September 2004 dengan meninggalkan

seorang suami bernama BAPAK PEMOHON I DAN II yang beragama Islam, dan 4

(empat) orang anak yakni SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II beragama Hindu,

PEMOHON I beragama Islam, SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II beragama

Hindu, dan PEMOHON II beragama Islam, oleh karena itu dengan menunjuk uraian

pertimbangan hukum yang dikemukakan di atas, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa ahli

waris dari IBU PEMOHON I DAN II adalah BAPAK PEMOHON I DAN II, PEMOHN I

dan PEMOHON II;

Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon, diperkuat dengan

keterangan para saksi dan bukti P7, diperoleh fakta hukum bahwa BAPAK PEMOHON I

DAN II telah meninggal dunia karena sakit pada tanggal XX Februari 2010 dalam keadaan

beragama Islam;

Page 11 of 14

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 108: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon diperkuat dengan bukti P9

dan keterangan 2 orang saksi yang menerangkan bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II tidak

mempunyai isteri lain dan tidak mempunyai anak angkat, dan kedua orang tuanya telah

meninggal dunia lebih dahulu, maka diperoleh fakta hukum bahwa BAPAK PEMOHON I

DAN II ketika meninggal dunia hanya meninggalkan 4 (empat) orang anak yakni SAUDARA

PERTAMA PEMOHON I DAN II beragama Hindu, PEMOHON I beragama Islam,

SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II beragama Hindu, dan PEMOHON II beragama

Islam;

Menimbang, bahwa dalam kasus BAPAK PEMOHON I DAN II ini, Majelis Hakim

menilai sebagai kasus yang ideal sehingga kembali merujuk kepada aturan umum yang

terdapat dalam Pasal 171 huruf b dan c Kompilasi Hukum Islam;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, maka

Majelis Hakim menyimpulkan bahwa ahli waris dari BAPAK PEMOHON I DAN II adalah

PEMOHON I dan PEMOHON II;

Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas, maka

diperoleh fakta hukum bahwa ahli waris dari IBU PEMOHON I DAN II dan BAPAK

PEMOHON I DAN II adalah PEMOHON I dan PEMOHON II;

Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan di atas, Majelis Hakim

berpendapat, permohonan Pemohon dalam perkara ini harus dinyatakan terbukti dan patut

dikabulkan;

Menimbang, bahwa meskipun demikian, karena hukum kewarisan Islam di

Indonesia mengandung asas egaliter, maka kerabat yang beragama selain Islam yang

mempunyai hubungan darah dengan pewaris, dalam perkara a quo adalah SAUDARA

PERTAMA PEMOHON I DAN II dan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, tetap

berhak mendapat bagian waris dengan jalan wasiat wajibah dengan tidak melebihi bagian ahli

waris yang sederajat dengannya (Yurisprudensi MARI dan Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas

dan Administrasi Peradilan Agama, Dirjen Badilag Mahkamah Agung RI Tahun 2011);

Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon, diperkuat dengan bukti

P11 dan P12, maka diperoleh fakta hukum bahwa IBU PEMOHON I DAN II dan BAPAK

PEMOHON I DAN II meninggalkan harta warisan sebagaimana dalam bukti P11 dan P12

tersebut;

Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon dan keterangan Pemohon

I di persidangan diperkuat keterangan para saksi bahwa para Pemohon memerlukan Penetapan

Ahli Waris dari Pengadilan Agama untuk mengurus penjualan harta peninggalan dari IBU

PEMOHON I DAN II dan BAPAK PEMOHON I DAN II;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 109: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan para Pemohon, maka

penetapan ahli waris ini dapat digunakan untuk mengurus harta peninggalan dari IBU

PEMOHON I DAN II dan BAPAK PEMOHON I DAN II;

Menimbang, bahwa karena yang mengajukan permohonan ini adalah para Pemohon

secara voluntair, maka seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada pihak

yang mengajukan perkara yaitu para Pemohon yang besarnya sebagaimana tersebut dalam

amar penetapan ini;

Mengingat segala peraturan perundang-undangan serta hukum syara’ yang

berkenaan dengan perkara ini;

MENETAPKAN

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menetapkan ahli waris dari IBU PEMOHON I DAN II dan BAPAK PEMOHON

I DAN II adalah PEMOHON I dan PEMOHON II;

3. Membebankan biaya perkara ini kepada para Pemohon sebesar Rp 186.000,- (seratus

delapan puluh enam ribu rupiah);

Demikian penetapan ini dijatuhkan dalam permusyawaratan Majelis Hakim pada

hari ini Kamis tanggal X Maret 2013 M bertepatan dengan tanggal XX Rabiul Akhir 1434

H oleh kami, HAKIM KETUA. sebagai Ketua Majelis, HAKIM ANGGOTA I dan

HAKIM ANGGOTA II., masing-masing sebagai Hakim Anggota, penetapan tersebut

diucapkan pada hari itu juga oleh Ketua Majelis Hakim dalam persidangan terbuka untuk

umum dengan dibantu oleh PANITERA PENGGANTI. sebagai Panitera Pengganti serta

dihadiri oleh Kuasa Para Pemohon;

Hakim Anggota Ketua Majelis

ttd ttd

ttd

Panitera Pengganti

ttd

Page 13 of 14

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 110: KEWARISAN BEDA AGAMA (Studi Penetapan Nomor: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44644/1/SITI SARAH-FSH.pdf · mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Rincian biaya perkara :1. Biaya administrasi Rp. 30.000,-2. Biaya Proses Rp. 50.000,-3. Biaya panggilan Rp. 95.000,-4. Biaya redaksi Rp. 5.000,- 5. M e t e r a i Rp. 6.000,-J u m l a h Rp. 186.000,- (seratus delapan puluh enam ribu rupiah)

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14