tinjauan hukum islam terhadap kewarisan pada masyarakat di

85
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah (S.H) Pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar RAHMADANI RAJAMUDDIN 105 250 286 15 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1440 H/ 2019 M

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah (S.H) Pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar RAHMADANI RAJAMUDDIN 105 250 286 15 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1440 H/ 2019 M

Page 2: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto SKRIPSI RAHMADANI RAJAMUDDIN 105 250 286 15 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1440 H/ 2019 M

Page 3: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di
Page 4: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di
Page 5: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di
Page 6: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di
Page 7: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

ix KATA PENGANTAR Sebuah kata yang paling indah dan patut penulis ucapkan alhamdulillah dan syukur kepada Allah Swt. yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya berupa nikmat kesehatan, kekuatan dan kemampuan yang tercurah pada diri penulis sehingga diberikan kemudahan dalam usaha untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.” Salawat dan taslim selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw, kepada para keluarganya dan sahabat yang senantiasa menjadi suri tauladan kepada kita sebagai ummat-Nya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak hambatan dan tantangan yang penulis hadapi. Akan tetapi dengan pertolongan Allah SWT. yang datang melalui dukungan dari berbagai pihak yang telah digerakkan hatinya baik secara langsung maupun tidak langsung serta dengan kemauan dan ketekunan penulis sehingga hambatan dan tantangan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis menyampaikan vii

Page 8: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

ix penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua yang telah memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat diwujudkan. 1. Kedua orang tuaku, ayahanda Rajamuddin Tompo, SH dan ibundaku Yadania yang senantiasa memanjatkan do’a sucinya. Serta saudara-saudaraku yang selalu memberikan motivasi baik dari dekat maupun jauh. 2. Prof. Dr. H. Abdul Rahman Rahim, SE., MM., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. 3. Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.i. selaku Dekan fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. 4. Dr.Ir. H. Muchlis Mappangaja, MP, selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah. 5. Hasanuddin, SE.Sy,.ME. selaku Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah. 6. Dibimbing oleh Ibunda Dra. St. Rajiah Rusydi, M.Pd.I dan Bapak Hasanuddin, SE.Sy,.ME, terima kasih atas bimbingan dan pengarahannya dalam penyusunan skripsi selama ini. 7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai dalam lingkup Fakultas Agama Islam yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. viii

Page 9: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

ix 8. Hardin Nasri, SIP selaku Lurah diKelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di Masyarakat Kelurahan Empoang Selatan. 9. Segenap masyarakat Kelurahan Empoang Selatan yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam pelaksanaan penelitian. 10. Sahabat-sahabatku As’ad anantama, Ilham Abdillah basri Idris, Reski Kamalia, Rikawati, Syamsuddin, Dani, Kiki, Windah, Isri, Ayu, Eni, Nurul, Rahmadyanto, Erwin dan Gifar serta rekan-rekan seperjuangan, terima kasih atas dukungan, kerjasama dan motivasi yang telah kita bagi bersama. 11. Teman-teman angkatan 2015 Hukum Ekonomi Syariah, terima kasih atas dukungannya. 12. Kakanda dan Adinda di Fakultas Agama Islam, terima kasih atas cinta kasih dan dukungannya baik moral maupun moril. 13. Terimakasih juga terhadap kalian yang pernah hadir kemudian pergi, dan yang telah hadir dan berusaha tetap menetap, semoga kita abadi. 14. Serta semua pihak yang tidak sempat dituliskan satu persatu yang telah memberikan bantuannya kepada penulis secara langsung maupun tidak langsung, semoga menjadi amal ibadah di sisi-Nya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi diri penulis. Dengan segala kerendahan hati, penulis ix

Page 10: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

ix mengharapkan saran dan kritikan dari berbagai pihak yang sempat membaca demi kesempurnaan skripsi ini. Billahi fi sabililhaq, fastabiqulkhaerat. Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Makassar, 16 Dzulqaidah1440 H 18 Juli 2019 M Peneliti Rahmadani Rajamuddin Nim. 10525028615 x

Page 11: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

xi ABSTRAK Rahmadani Rajamuddin(10525028615). Judul Skripsi: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Dibimbing oleh Ibunda Rajiah Rusydi dan Bapak Hasanuddin. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum kewarisan Islam, pelaksanaan pembagian warisan dan tinjauan hukum Islam terhadap masyarakat di kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Agar dapat menambah wawasan dan kemampuan berfikir tentang dasar hukum kewarisan Islam, menjadikan sebagai gambaran pelaksanaan warisan, serta sebagai sarana strategi pengembangan dalam tinjauan hukum Islam tersebut. Penelitian dilaksanakan pada masyarakat dikelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Instrument penelitian yang digunakan yakni observasi, pedoman wawancara, catatan dokumentasi, serta teknik pengumpulan data yang digunakan yakni meliputi kutipan langsung dan tidak langsung dan Field researct ( lapangan), meliputi observasi dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat mengetahui dasar hukum kewarisan sesuai dengan syariat Islam. Akan tetapi, mayoritas dalam penerapan teknik pembagian warisan ada yang sesuai dengan hukum Islam dan ada yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Waktu terbukanya pewarisan pada masyarakat diKelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto terdapat tradisi, yakni: pewarisan tersebut terbuka pada saat pewaris/orangtua masih hidup. Salah satu alasan masyarakat melakukannya adalah agar tidak terjadi suatu yang tidak diinginkan oleh pewaris di kemudian hari dan harta yang telah dibagikan oleh pewaris pada masyarakat muslim disana, harta tersebut dianggap sebagai harta warisan. Dalam peninjauan hukum Islam sendiri tinjau dari konsep takharuj atau tasaluh tetap tidak sesuai dengan hukum Islam karena praktik kewarisan dimana kebiasaan tersebut dikenal dan telah lama berjalan pada suatu masyarakat tetapi menyalahi atau pun bertentangan dengan hukum syara’. Kata Kunci: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan

Page 12: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

xii ABSTRACT RahmadaniRajamuddin (10525028615). Thesis Title: “Overview of Islamic Law Against Inheritance in the Community in Empoang Selatan Village Binamu District Jeneponto Regency”. Guided by Mother RajiahRusydi and Mr. Hasanuddin. This thesis aims to find out the legal basis of Islamic inheritance, the implementation of the distribution of inheritance and a review of Islamic law towards the community in the village of South Empoang, Binamu District, Jeneponto Regency. In order to be able to add insight and ability to think about the basis of Islamic inheritance law, make it as an illustration of the implementation of inheritance, as well as a means of developing strategies in reviewing Islamic law. The study was conducted in the communities in the village of South EmpoangBinamu District Jeneponto Regency. This type of research is qualitative research. The research instrument used was observation, interview guidelines, documentation notes, and data collection techniques used that included direct and indirect quotations and Field Researct (field), including observation and interviews. The results of this study indicate that the public knows the legal basis for inheritance in accordance with Islamic law. However, the majority in the application of inheritance distribution techniques are in accordance with Islamic law and some are not in accordance with Islamic law. When the inheritance was opened to the community in Empoang Selatan Village, Binamu District, Jeneponto Regency there was a tradition, namely: inheritance was open when the heir / parent was still alive. One of the reasons people do this is so that nothing happens that is not desired by the testator in the future and the assets that have been distributed by the testator to the Muslim community there, the property is considered as inheritance. In reviewing Islamic law itself, the review of the concept of takharuj or tasaluh is still not in accordance with Islamic law because of the practice of inheritance in which the custom is known and has been running for a long time but violates or contradicts the syariah law '. Keywords: Overview of Islamic Law on Inheritance

Page 13: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

xiii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .............................................. iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................. v HALAMAN BERITA ACARA MUNAQASAH ..................................................... vi KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii ABSTRAK ........................................................................................................... xi ABSTRACT ........................................................................................................ xii DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 6 C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ .8 A. Pengertian Hukum Kewarisan Islam ....................................................... 8 B. Dasar Hukum Kewarisan dan Asas-Asas Kewarisan Islam .................. 11 C. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam ..................................................... 12 1. Asas Ijbari ........................................................................................ 13 2. Asas Bilateral ................................................................................... 14 3. Asas Individual ................................................................................ 14 4. Asas Keadilan Berimbang ............................................................... 16 5. Kewarisan Semata Akibat Kematian ............................................... 18 xiii

Page 14: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

xiv D. Rukun dan Syarat Pembagian Warisan ................................................ 19 1. Rukun Waris .................................................................................... 19 2. Syarat-syarat Mendapat Warisan .................................................... 21 E. Sebab-Sebab Pewarisan dalam Islam .................................................. 24 1. Hubungan kekerabatan ................................................................... 25 2. Hubungan perkawinan ..................................................................... 25 3. Hubungan karena sebab al-wala’ .................................................... 26 F. Penghalang/Penggugur Ahli Waris ....................................................... 27 1. Perbudakan ..................................................................................... 27 2. Karena Pembunuhan ....................................................................... 27 3. Karena Berlainan Agama (Ikhtilafu Ad-Din) ..................................... 29 4. Karena murtad (riddah).................................................................... 30 5. Karena hilang tanpa berita............................................................... 31 G. Macam Ahli Waris dan Pembagiannya ................................................. 31 BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 34 A. Jenis Penelitian .................................................................................... 34 B. Lokasi dan Obyek Penelitian ................................................................ 35 C. Fokus Penelitian .................................................................................. 35 D. Deskripsi Fokus Penelitian ................................................................... 35 E. Sumber Data ........................................................................................ 35 F. Instrumen Penelitian ............................................................................ 36 G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 38 H. TeknikAnalisis Data ............................................................................. 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 39 A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 39 1. Gambaran Umum Kabupaten Jeneponto ........................................ 39 a. Luas dan Batas Wilayah Administrasi ........................................... 39

Page 15: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

xv b. Letak dan Kondisi Geografis ......................................................... 41 c. Topografi ....................................................................................... 42 d. Morfologi ....................................................................................... 42 e. Klimatologi .................................................................................... 43 f. Visi dan Misi Kabupaten Jeneponto .............................................. 44 B. Dasar Hukum Kewarisan Islam Kel. Empoang Selatan ........................ 46 C. Pelaksanaan Pembagian Warisan pada Masyarakat Kelurahan Empoang Selatan ................................................................................ 47 D. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan diKelurahan Empoang Selatan .................................................................................................. 52 BAB V PENUTUP .............................................................................................. 55 A. Kesimpulan ........................................................................................... 55 B. Saran .................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... 61 LAMPIRAN – LAMPIRAN .................................................................................. 62

Page 16: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

xvi DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Jeneponto xvi

Page 17: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam bukan hanya berisi ajaran tentang keimanan dan berbagai hal yang harus dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah, akan tetapi juga mengandung aturan tentang interaksi antar individu didunia yang disebut mu’amalah, dan termasuk juga aturan tentang pembagian warisan.Segi kehidupan manusia tidak terlepas dari kodrat kejadiannya sebagai manusia yang diatur Allah dikelompokkan menjadi dua.Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan lahir manusia dengan Allah pencipta-Nya.Aturan tersebut disebut ‘hukum ibadat’ yang bertujuan untuk menjaga hubungan atau tali antara Allah dengan hamba-Nya.Kedua, berkaitan dengan hubungan manusia dan alam sekitarnya, aturan tersebut disebut ‘hukum mua’amalat’ yang bertujuan untuk menjaga hubungan antara manusia dan alam sekitarnya. Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya terhadap Allah SWT. Keimanan akan wujud Allah menuntut kepercayaan akan segala sifat, kudrat dan iradat Allah. Aturan Allah tentang tingkah laku manusia itu sendiri merupakan satu bentuk dari iradat Allah dan k arena itu maka kepatuhan menjalankan aturan Allah merupakan perwujudan dari iman kepada Allah.1 1Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Kencana,2008), h,1-2

Page 18: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

2 Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang timbul sebagai akibat dari suatu kematian.Harta warisan menurut hukum Islam ialah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris secara hukum dan dapat beralih kepada ahli warisnya.Dalam pengertian ini dapat dibedakan antara harta warisan dan harta peninggalan, harta warisan ialah harta peninggalan yang secara hukum syara’ berhak diterima oleh ahli waris, sedangkan harta peninggalan ialah apa-apa yang ada pada seseorang saat kematiannya atau semua harta yang ditinggalkan oleh si mayit. Pewarisan merupakan suatu kejadian hukum yang mengalihkan hak milik dari pewaris kepada ahli waris. Hukum kewarisan islam merupakan salah satu persoalan penting dalam islam dan merupakan tiang diantara tiang-tiang hukum yang secara mendasar tercermin langsung dari teks-teks suci yang telah disepakati keberadaanya, salah satu hal yang tidak dapat dipungkiri keberadaan hukum kewarisan Islam dipresentasikan dalam teks-teks yang rinci, sistematis, konkrit, dan realistis. 2 Hukum kewarisan Islam atau dalam kitab-kitab fikih biasa disebut faraid adalah hukum kewarisan yang diikuti oleh umat Islam dalam usaha mereka menyelesaikan pembagian harta peninggalan keluarga yang meninggal dunia.Dibeberapa negara berpenduduk mayoritas beragama Islam Faraid telah menjadi hukum positif, meskipun sebagaimana yang berlaku di Indonesia hanya berlaku untuk warga Negara beragama Islam, tidak berlaku secara 2Abdul Ghofur Anshori, filsafat hukum islam konsep kewarisan bilateral hazairin, Yogyakarta: UII Press,2005, h,15

Page 19: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

3 normal.Namun, dibeberapa Negara hukum tersebut telah menjadi hukum nasional seperti yang berlaku di Saudi Arabia. Hukum kewarisan Islam diikuti dan dijalankan oleh umat Islam seluruh dunia terlepas dari perbedaan bangsa, Negara maupun latar belakang budanya.Pada masa sebelum faraid atau hukum kewarisan Islam dilaksanakan, biasanya mereka telah memakai dan melaksanakan aturan tertentu berkenaan dengan pembagian warisan berdasarkan adat-istiadat yang menjadi hukum tak tertulis diantara mereka. Hukum tak tertulis ini dirancang dan disusun oleh nenek moyang mereka berdasarkan apa yang baik dan adil menurut mereka dan disampaikan kepada generasi berikutnya secara lisan dari mulut kemulut.3 Pendapat as-Shabuni, bahwa A;-Qurtuby, salah seorang cendekiawan muslim terkemuka mengemukakan didalam kitab tafsirnya bahwa ilmu fara’id merupakan salah satu rukun agama lainnya, tiang dari berbagai tiang hukum dan induk ayat suci Al-Qur’an. Ilmu fara’id adalah ilmu pengetahuan yang paling tinggi kedudukannya bagi para sahabat Nabi, Mereka sangat memperhatikan ilmu fara’id.4 Namun, banyak orang yang menyia-nyiakannya ilmu tersebut.Karena ketinggian nilainya, maka ilmu fara’id merupakan separuh dari kandungan ilmu pengetahuan.Dalam komplikasi hukum Islam, hukum kewarisan dirumuskan dengan hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menetukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Agama Islam datang sebagai rahmatan lil alamin tidak dapat dibatasi oleh sekat-sekat apapun termasuk jenis kelamin.Laki-laki dan perempuan 3Muhammad Ali As-Shabuni, Hukun Waris Islam, terj, sarmin syukur, cet, ke-1 (Surabaya: Al-Ikhlas,1995) h, 21-22 4 Komis Simanjuntak, S.H, Hukum Kewarisan Islam, cet Ke-1 (Surabaya: Sinar Grafika,2004), h 10.

Page 20: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

4 hanya istilah yang membedakan manusia dari unsur reproduksi, bentuk fisik dan psikis.Tabiat antara laki-laki dan perempuan persis, termasuk kemampuan memikul tanggungjawab. Salah satu persoalan yang sangat penting dalam pembagian warisan adalah sesuai dengan tuntutan Al- Qur’an dan As-Sunnah. Hukum syari’atpun meletakkan keduanya dalam satu kerangka.Hal ini dibuktikan dengan berhaknya perempuan terhadap harta warisan yang ditinggalkan pewaris. Seseorang yang akan mendapatkan bagian dari harta peninggalan harus ada hubungan nasab (hubungan darah) antara ahli waris dengan pewaris, adanya hubungan perkawinan (meskipun antara suami-istri belum pernah berkumpul/melakukan hubungan biologis atau telah bercerai tetapi dalam masa iddah talak raj’i atau walak yaitu hubungan antara bekas budak dengan orang yang memerdekakannya apabila bekas budak itu tidak punya ahli waris).5 Pembagian harta warisan yang dilakukan secara musyawarah agar antara para ahli waris yang satu dengan yang lain saling rela dan saling terima serta menjaga keutuhan keluarga. Meskipun pembagiannya dengan musyawarah terlebih dahulu, ada ketetapan bahwa anak laki-laki lebih besar bagiannya dibandingkan dengan anak perempuan. Di Indonesia persoalan warisan sangat fleksibel, terkadang pembagian warisan tidak sesuai dengan pembagian yang sudah diisyaratkan oleh agama.Salah satu daerah masih mengedepankan pembagian warisan dengan 5Wahyu Muljono, Hukum Waris Islam dan Pemecahannya, cet, ke-1 (Yogyakarta: Magister Ilmu Hukum FH-UJB) h, 6

Page 21: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

5 budaya, adat istiadat, dan kesepakatan adalah masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Secara geografis, Kabupaten Jeneponto terletak di 5°23'- 5°42' Lintang Selatan dan 119°29' - 119°56' Bujur Timur. Kabupaten ini berjarak sekitar 91 Km dari Makassar. Luas wilayahnya 749,79 km2 dengan kecamatan Bangkala Barat sebagai kecamatan paling luas yaitu 152,96 km2 atau setara 20,4 persen luas wilayah Kabupaten Jeneponto. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Arungkeke yakni seluas 29,91 km2.6 Kecamatan Binamu adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Indonesia. salah satu kecamatan di jeneponto yang memiliki sejarah yang panjang dari awalnya yang berbentuk kerajaan dan sekarang menjadi salah satu kecamatan di bumi turatea jeneponto. Dan kemudian Empoang Selatan adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Indonesia. Yang dimana Kabupaten ini memiliki luas wilayah 749,79 km2 dan berpenduduk sebanyak 330.735 jiwa. Dalam pembagian harta waris masih ada beberapa dikalangan masyarakat belum sesuai dengan syariat Islam yang sebenar-benarnya.Mereka masih mengedepankan adat istiadat, kebiasaan, dan culture.Mirisnya, masyarakat yang sudah mengetahui bagaimana pembagian harta waris yang seharusnya. Akan tetapi belum ada penerapan yang dijalankan. 6 BPS Kabupaten Jeneponto,2010. (Diakses 20 Agustus 2017)

Page 22: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

6 Sebagai akibat dari keadaan masyarakat seperti di kemukakan di atas.Bahwa hukum waris yang berlaku di jeneponto dewasa ini bergantung pada hukumnya pewaris. Hukum pewaris adalah hukum waris mana yang berlaku bagi orang yang meninggal dunia atau pewaris termasuk golongan penduduk indonesia, maka yang berlaku adalah hukum waris adat. Dengan adanya beragam bentuk tinjauan kewarisan hukum adat, menimbulkan akibat yang berbeda pula. Maka pada intinya hukum waris harus disesuaikan dengan adat dan kebudayaan masing-masing daerah dengan kelebihan dan kekurangan yang ada pada tinjauan kewarisan tersebut. Berdasarkan gambaran diatas maka penulis tertarik untuk membuat penelitian tentang “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di Kel. Empoang Selatan Kec. Binamu Kab. Jeneponto.” B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah dasar hukum kewarisan Islam pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto? 3. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap kewarisan di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto?

Page 23: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

7 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimanakah dasar hukum kewarisan Islam pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. 2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. 3. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kewarisan di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. D. Manfaat Penelitian 1. Menambah wawasan dan kemampuan berpikir mengenai dasar hukum kewarisan Islam pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. 2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai gambaran pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. 3. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyusun strategi pengembangan dalam tinjauan hukum Islam terhadap kewarisan di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.

Page 24: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Kewarisan Islam Kata “waris” berasal dari bahasa Arab Al-miira>ts, dalam bahasa arab adalah bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miira>tsan. Maknanya menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain. 7 Ilmu yang mempelajari warisan disebut ilmu mawaris atau lebih dikenal dengan istilah fara’id.Kata fara’id merupakan bentuk jamak dari faridah, yang diartikan oleh para ulama’ farridiyun semakna dengan kata mafrudah, yaitu bagian yang telah ditentukan kadarnya.Warisan berarti perpindahan hak kebendaan dari orang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup. Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli waris, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli waris yang berhak menerimanya.8 Harta warisan yang dalam istilah fara’id dinamakan tirkah (peninggalan) adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa uang atau materi lainya yang dibenarkan oleh syariat Islam 7Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h, 33. 8Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. IV, 2000), h, 19 8

Page 25: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

9 untuk diwariskan kepada ahli warisnya.Hukum kewarisan Islam mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup. Aturan tentang peralihan harta ini disebut dengan berbagai nama. Dalam literatur hukum islam ditemui beberapa istilah untuk menamakan Hukum Kewarisan Islam seperti: Faraid, Fikih Mawaris dan Hukm Al-Waris. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan dalam arah yang dijadikan titik utama dalam pembahasan. Kata yang tak lazim dipakai adalah faraid.9 Kata ini digunakan oleh An-Nawawi dalam kitab fikih Minhaj Al-Thalibin.Oleh Al-Mahalliy dalam komentarnya atas matan minhaj, disebutkan alasan penggunaan kata tersebut.Hukum kewarisan Islam dalam ilmu Faraid dimana Kata faraid, merupakan bentuk jamak dari kata faridah, yang berasal darikata farada yang artinya adalah ketentuan.10 Dengan demikian kata faraid ataufaridah artinya adalah ketentuan-ketentuan tentang siapa yang termasuk ahli waris yang berhak mendapatkan warisan, ahli waris yang tidak berhak mendapatkannya, dan berapa bagian masing-masing. Untuk itu ada beberapa istilah dalam fikih mawaris, yaitu: 1. Waris adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan.Hak-hak waris dapat timbul karena hubungan darah dan karena hubungan perkawinan. Ada ahli waris yang sesungguhnya memiliki 9 Tengku Muhammad Hasbi, Fikih Mawaris Hukum Pembagian Warisan Sesuai Syariat Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putera, 2010), h. 27-28. 10Ibid, h 97.

Page 26: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

10 hubungan kekerabatan yang dekat, akan tetapi tidak berhak mendapatkan warisan, ahli waris yang demikian itu disebut zawu al-arham, 2. Muwaris, artinya orang yang diwarisi harta benda peninggalannya, yaitu orangyang meninggal dunia, baik itu meninggal secara hakiki atau karena melalui putusan pengadilan, seperti orang yang hilang (al-mafqud) dan tidak diketahui kabar berita dan domisilinya, 3. l-irs, artinya harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah diambil untuk keperluan pemeliharaan jenazah, pelunasan utang serta melaksanakan wasiat,. 4. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.Tirkah, yaitu semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat yang dilakukan oleh orang yang meninggal ketika masih hidup.11 Dengan demikian penyebutan faraid didasarkan pada bagian yang diterima oleh ahli waris. Adapun penggunaan kata mawarits lebih melekat kepada yang menjadi objek dari hukum ini yaitu harta yang beralih kepada ahli waris yang masih hidup. Sebab, kata mawarits merupakan bentuk dari kata miwrats yang berarti mauruts, harta yang diwarisi.Dengan demikian maka arti kata warits yang dipergunakan dalam beberapa kita menunjukkan 11Ahmad Rafiq, Fiqh Mawaris, Cet. Keempat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002), h, 4 – 5

Page 27: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

11 kepada orang yang menerima harta warisan itu, karena kata warits artinya adalah orang pewaris.12 Dalam literature hukum di Indonesia, digunakan pula beberapa nama yang keseluruhannya mengambil dari bahasa Arab, yaitu: waris, warisan, pusaka dan hukum kewarisan. Yang menggunakan nama hukum ‘waris’, memandang kepada orang yang berhak menerima harta warisan, yaitu yang menjadi subjek dari hukum ini.13 Sedangkan yang menggunakan nama warisan memandang kepada harta warisan yang menjadi objek dari hukum itu. Untuk maksud terakhir ini ada yang memberi nama dengan ‘pusaka’ yaitu nama lain dari harta yang dijadikan objek dari warisan, terutama yang berlaku dilingkungan adat minangkabau. B. Dasar Hukum Kewarisan dan Asas-Asas Kewarisan Islam Hukum kewarisan Islam mengatur hal ihwal harta peninggalan (warisan) yang ditinggalkan oleh si mayit, yaitu mengatur peralihan harta peninggalan dari mayit (pewaris) kepada yang masih hidup (ahli waris). Adapun dasar-dasar hukum yang mengatur tentang kewarisan Islam adalahsebagai berikut: Sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an surah An- Anfaal (8) Ayat :75 ���� ء � ��� إن� ا�� � ���ب ا�� �� .12Dr.Mardani, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Penerbit Erlangga,2000) h 107. 13Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia,(Surabaya: Sinar Grafika, 2009). h 54 ).(-- وأو,+ ا*ر)�م &�%$� أو! ��

Page 28: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

12 Terjemahannya: “…Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (dari pada yang bukan kerabat) didalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu.14 C. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam Hukum kewarisan Islam atau lazim disebut fara’id dalam literature. Hukum Islam adalah salah satu bagian dari keseluruhan hukum Islam yang mengatur peralihan harta dari orang yang meninggal kepada orang yang masih hidup. Sebagai hukum agama yang terutama yang bersumber kepada wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw, hukum kewarisan Islam mengandung berbagai asas yang dalam beberapa hal berlaku pula dalam hukum kewarisan yang bersumber dari akal manusia. Di samping itu hukum kewarisan Islam dalam hal tertentu mempunyai corak tersendiri, berbeda dengan hukum kewarisan Islam yang lain. Berbagai asas hukum ini memperlihatkan bentuk karakteristik dari hukum kewarisan Islam itu. Hukum kewarisan digali dari keseluruhan ayat hukum dalam Al-Qur’an dan penjelasan tambahan yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw dalam sunnahnya. Dalam pembahasan ini akan dikemukakan lima asas yang berkaitan dengan sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh yang menerima, kadar jumlah harta yang diterima dan waktu terjadinya peralihan harta itu.15 14 Dapertemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Surabaya: Al-Hidayah, 2002), h – 279. 15Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004),h, 17,

Page 29: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

13 Asas-asas tersebut adalah: asas ijbari, asas bilateral, asas individual,asas keadilan berimbang dan asas semata akibat kematian. 1. Asas Ijbari Secara etimologis kata ijbari mengandung arti paksaan, yaitumelakukan sesuatu di luar kehendak sendiri dalam hal hukum waris berarti terjadinya peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup dengan sendirinya, maksudnya tanpa ada perbuatan hukum atau pernyataan kehendak dari si pewaris, bahkan si pewaris (semasa hidupnya) tidak dapat menolak atau menghalang-halangi terjadi peralihan harta tersebut. Dengan perkataan lain, dengan adanya kematian si pewaris secara otomatis hartanya beralih kepada ahli warisnya, tanpa terkecuali apakah ahli warisnya suka menerima atau tidak, demikian juga dengan halnya bagi si pewaris. Asas ijbari ini dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu : a) Dari segi peralihan harta. b) Dari segi jumlah harta yang beralih. c) Dari segi kepada siapa harta itu beralih. Unsur ijbari dari segi cara peralihan mengandung arti bahwa harta orang yang mati itu beralih dengan sendirinya, bukan dialihkan siapa-siapa kecuali oleh Allah SWT. Kata nasib berarti bagian atau jatah dalam bentuk sesuatu yang diterima dari pihak lain. Dari kata nasib itu dapat dipahami

Page 30: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

14 bahwa dalam jumlah harta yang ditinggalkan si pewaris, disadari atau tidak telah terdapat hak ahli waris. Bentuk ijbari dari penerima peralihan harta itu berarti bahwa mereka yang berhak atas harta peninggalan itu sudah ditentukan secara pasti, sehingga tidak ada suatu kekuasaan manusia pun dapat mengubahnya dengan cara memasukan orang lain atau mengeluarkan orang yang berhak.16 2. Asas Bilateral Asas bilateral dalam hukum kewarisan Islam adalah bahwa seseorang menerima hak warisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu dari garis keturuan perempuan maupun garis keturunan laki-laki. Bahkan proses pemberian harta kepada ahli waris khususnya kepada anak, baik kepada anak laki-laki maupun anak perempuan umumnya telah dimulai sebelum orangtua atau pewaris masih hidup. Dan sistem pembagian harta warisan dalam masyarakat ini adalah individual artinya bahwa harta peninggalan dapat dibagi-bagikan dari pemiliknya atau pewaris kepada para ahli warisnya, dan dimiliki secara pribadi.17Asas bilateral ini juga berlaku pula untuk kerabat garis ke samping yaitu melalui ayah dan ibu. 3. Asas Individual Pengertian asas individual ini adalah setiap ahli waris (secara individual) berhak atas bagian yang didapatnya tanpa terikat kepada ahliwaris lainnya, dengan demikian bagian yang diperoleh oleh ahli waris dariharta pewaris, dimiliki secara perorangan, dan ahli waris yang lainnya 16 Muhammad Bin Shalihah Al-Utsaimin, Panduan Praktis Hukum Waris (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir,2008).h 38. 17 Opcit. Hukum Kewarisan Islam . h - 116

Page 31: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

15 tidak ada sangkut paut sama sekali dengan bagian yang diperoleh tersebut, sehingga individu masing-masing ahli waris bebas menentukan (berhak penuh) atas bagian yang diperolehnya. Sifat individual dalam kewarisan itu dapat dilihat dalam ketentuan-ketentuan Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an surah An-Nisa (4) ayat: 7 *ان وا � 12ك ا,+ا/ ان وا*;1:+ن و,�89�ء 5�67 �34 � 12ك ا,+ا/ ;1:+ن و,�89�ء <1�=�ل 5�67 �34 1Aو@� �B ان وا*;1:+ن � 12ك ا,+ا/ �34 5�67)C( Terjemahannya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.18 Surat An-Nisa’ ayat 7 yang mengemukakan secara garis besar bahwa laki-laki maupun perempuan berhak menerima warisan dari orangtua dan karib kerabatnya, terlepas dari jumlah harta tersebut dengan bagian yang telah ditentukan.Dan dapat disimpulkan bahwa jumlah bagian untuk setiap ahli waris tidak ditentukan oleh banyak atau sedikitnya harta yang ditinggalkan. Sebaliknya, jumlah harta itu tunduk kepada ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini berlaku pepatah: “ Banyak bagi bertumpuk, sedikit bagi bercecah”. Diantara ahli waris yang tidak memenuhi ketentuan untuk 18Opcit, Dapertemen Agama RI, h – 114.

Page 32: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

16 bertindak atas hartanya (seperti belum dewasa), maka harta warisan yang diperolehnya berada dibawah kuasa walinya dan dapat dipergunakan untuk belanja kebutuhan sehari-hari anak tersebut. 4. Asas Keadilan Berimbang Kata ‘adil’ merupakan bahasa Indonesia yang berasal dari kata al-‘adlu. Dalam Al-Qur’an kata al-‘adlu atau turunannya disebutkan lebih dari 28 kali. Sebagian diantaranya diturunkan Allah dalam bentuk kalimat perintah dan sebagian dalam bentuk kalimat berita.Kata al-‘adlu itu dikemukakan dalam konteks yang berbeda dan arah yang berbeda pula, sehingga akan memberikan defenisi yang berbeda sesuai dengan konteks dan tujuan penggunaannya. Asas keadilan berimbang maksudnya adalah keseimbangan antara hakdan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Dalam hubungannya dengan hak yang menyangkut materi khususnya yang menyangkut dengan kewarisan, kata tersebut dapat diartikan keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan.Atas dasar pengertian tersebut di atas terlihat asas keadilan dalam pembagian harta warisan dalam hukum Islam. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa perbedaan gender tidak menentukan hak kewarisan dalam Islam. Artinya sebagaimana pria, wanita pun mendapatkan hak yang samakuat untuk mendapatkan warisan.Hal ini secara jelas disebutkan dalam Al-

Page 33: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

17 Qur’an surat An-Nisa’ ayat 7 yang menyakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hak mendapatkan warisan. Tentang jumlah bagian yang didapatkan laki-laki dan perempuan terdapat dua bentuk: Pertama: Laki-laki mendapat jumlah yang sama banyak dengan perempuan, seperti ibu dan ayah sama-sama mendapat seperenam dalam keadaan pewaris meninggalkan anak kandung, begitu pula saudara laki-laki dan saudara perempuan sama-sama mendapat seperenam dalam kasus pewaris adalah seseorang yang tidak memiliki ahli waris langsung. Kedua: laki-laki memperoleh bagian lebih banyak atau dua kali lipat dari yang didapat oleh perempuan dalam kasus yang sama yaitu anak laki-laki dengan anak perempuan dan saudara laki-laki dan saudara perempuan. 19 Dalam kasus yang terpisah duda mendapat dua kali bagian yang diperoleh oleh janda yaitu setengah banding seperempat bila pewaris tidak ada meninggalkan anak, dan seperempat banding seperdelapan bila pewaris meninggalkan anak. Ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh saat menerima hak memang terdapat ketidaksamaan. Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti tidak adil karena keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang didapat saat menerima hak waris tetapi juga dikaitkan kepada kegunaan dan kebutuhan. Secara umum, dapat dikatakan pria membutuhkan lebih banyak materi dibandingkan wanita.Hal tersebut dikarenakan pria dalam ajaran 19Suhrawardi K. Lubis, Dkk. Fiqih Mawaris, (Jakarta: Gaya Mulia Pratama, 1997), h – 37

Page 34: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

18 Islam memikul kewajiban ganda yaitu untuk dirinya sendiri dan terhadap keluarganya termasuk para wanita. Bila dihubungkan kembali maka akan terlihat bahwa kadar manfaat yang akan dirasakan laki-laki sama dengan apa yang dirasakan oleh pihak perempuan. Meskipun pada mulanya, laki-laki menerima dua kali lipat dari perempuan, namun sebagian dari yang diterima akan diberikannya kepada perempuan dalam kapasitasnya sebagai pembimbing yang bertanggung jawab. Inilah keadilan dalam konsep Islam. 5. Kewarisan Semata Akibat Kematian Hukum waris Islam memandang bahwa terjadinya peralihan harta hanya semata-mata disebabkan adanya kematian. Dengan perkataan lain harta seseorang tidak dapat beralih (dengan pewarisan) seandainya dia masih hidup. Walau pun ia berhak untuk mengatur hartanya, hal tersebut semata-mata hanya sebatas keperluannya semasa ia masih hidup, dan bukan untuk penggunaan harta tersebut sesudah ia meninggal dunia. Dengan demikian hukum waris Islam tidak mengenal seperti yang ditemukan dalam ketentuan hukum waris menurut kitab undang-undang hukum perdata (BW), yang dikenal dengan pewarisan secara ab intestato dan secara testamen.20 Memang di dalam ketentuan hukum Islam dikenal juga istilah wasiat, namun hukum wasiat terpisah sama sekali dengan persoalan kewarisan. 20 Dr. Henny Tanuwidjaja, SH, SpN, Hukum Waris Menurut WB, (Jakarta: Refika Aditama. 2009), h - 31

Page 35: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

19 Asas kewarisan akibat kematian ini mempunyai kaitan erat dengan asas ijbari yang disebutkan sebelumnya. Pada hakikatnya, seseorang yang telah memenuhi syarat sebagai subjek hukum dapat menggunakan sepanjang hayatnya.Namun, setelah meninggal dunia ia tidak lagi memiliki kebebasan tersebut. Kalaupun ada, maka pengaturan untuk tujuan penggunaan setelah kematian terbatas dalam koridor maksimal sepertiga dari hartanya, dilakukan setelah kematiannya, dan tidak disebut dengan istilah kewarisan. Asas kewarisan akibat kematian ini dapat digali dari penggunaan kata-kata “waratsa” yang banyak terdapat dalam Al-Qur’an. Kata waratsa ditemukan beberapa kali digunakan dalam ayat-ayat kewarisan.Dari keseluruhan pemakaian kata itu terlihat bahwa peralihan harta berlaku setelah yang mempunyai harta itu meninggal dunia. Demikianlah asas hukum kewarisan Islam yang menunjukkan karakteristik dari kewarisan dalam hukum Islam.21 Dari asas-asas tersebut dapat ditarik perbedaan antara hukum Islam dengan sistem kewarisan lain, meskipun terlihat beberapa titik kesamaan. D. Rukun dan Syarat Pembagian Warisan 1. Rukun Waris Rukun waris itu ada tiga macam, yaitu : a. Waris (ahli waris) 21 Prof. R. Subekti, SH, Hukum Keluarga dan Hukum Waris, (Jakarta: Intermasa,2001), h – 53.

Page 36: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

20 Waris adalah orang yang akan mewarisi harta peninggalan lantaran mempunyai hubungan sebab-sebab untuk mempusakai seperti adanya ikatan perkawinan, hubungan darah (keturunan) yang hubungan hak perwalian dengan si muwaris.22 b. Muwaris (yang mewariskan) Muwaris adalah orang yang meninggal dunia, baik mati hakiki maupun mati hukmi. Mati hukmi ialah suatu kematian yang dinyatakan oleh keputusan hakim atas dasar beberapa sebab, walaupun ia sesungguhnya belum mati sejati.23 Adapun menurut ulama dapat dibedakan menjadi 3 macam: 1. Mati sejati (Mati Haqiqy) Mati sejati adalah matinya muwaris yang diyakini tanpa membutuhkan putusan hakim dikarenakan kematian tersebut disaksikan oleh orang banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang jelas dan nyata. 2. Mati menurut putusan hakim atau yuridis (mati Hukmy) Mati hukmy adalah suatu kematian yang dinyatakan atas dasar putusan hakim karena adanya beberapa pertimbangan, maka dengan putusan hakim secara yuridis muwaris dinyatakan sudah meninggal meskipun terdapat kemungkinan muwaris masih hidup.Menurut 22 Abdullah, Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada, 1960), h – 57. 23Rahman, Hukum Kewarisan Islam, (Surabaya: PT Persada, 1981), h – 37.

Page 37: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

21 pendapat Malikiyyah dan Hambaliyah, apabila lamam meninggalkan tempat itu berlangsung selama 4 tahun, sudah dapat dinyatakan mati. Menurut pendapat ulama Mazhab lain, terserah kepada ijtihad hakim dalam melakukan pertimbangan dari berbagai segi kemungkinan. 3. Mati menurut dugaan (Mati Taqdiry) Mati taqdiry adalah sebuah kematian (muwaris) berdasarkan dugaan keras, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang dipukul perutnya atau dipaksa minum racun.Ketika bayinya lahir dalam keadaan mati, maka dengan dugaan keras kematian itu diakibatkan oleh pemukulan terhadap ibunya. c. Maurusun atau tirkah (harta peninggalan) Maurus adalah harta benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang akan diwarisi kepada ahli waris setelah diambil biaya-biaya perawatan, melunasi hutang-hutang dan melaksanakan wasiat. Harta peninggalan ini oleh para faradhiyun disebut juga dengan tirkah atau turats.24 2. Syarat-syarat Mendapat Warisan Sebagaimana permasalahan-permasalahan lainnya di dalam warisan juga ada beberapa syarat dan rukun yang mesti dipenuhi.Tidak terpenuhinya salah satu syarat atau rukun menyebabkan harta warisan tidak 24Prof. Dr.H. Muhammad Amin Suma, S.H,M.A,M.M, Keadilan Hukum Waris. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009) h 39.

Page 38: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

22 dapat dibagi kepada ahli waris menyebutkan ada 4 (empat) syarat yang mesti dipenuhi dalam warisan.Keempat syarat tersebut adalah: a. Orang yang mewariskan harta nyata-nyata telah meninggal dunia.Bila orang yang hartanya akan diwaris belum benar-benar meninggal, umpamanya dalam keadaan koma yang berkepanjangan, maka harta miliknya belum dapat diwarisi oleh ahli waris yang berhak menerimanya. Ini dikarenakan adanya warisan itu karena adanya kematian.Selain nyata-nyata telah meninggal harta warisan juga bisa dibagi bila seseorang dinyatakan meninggal secara hukum oleh hakim. Umpamanya dalam kasus seorang yang telah lama hilang tanpa diketahui kabarnya kemudian atas ajuan pihak keluarga hakim memutuskan bahwa orang tersebut telah meninggal dunia.Dengan putusan hakim tersebut maka harta milik orang tersebut bisa dibagi kepada ahli waris yang ada. b. Ahli waris yang akan mendapat warisan nyata-nyata masih hidup ketika orang yang akan diwarisi hartanya meninggal, meskipun masa hidupnya hanya sebentar saja. Artinya ketika orang yang akan diwarisi hartanya meninggal maka yang berhak menerima warisan darinya adalah orang yang nyata-nyata masih hidup ketika si mayit meninggal. Meskipun tak lama setelah meninggalnya si mayit, dalam hitungan menit misalnya, ahli warisnya kemudian menyusul meninggal, maka si ahli waris ini berhak mendapatkan bagian warisan dari si mayit.

Page 39: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

23 c. Diketahuinya hubungan ahli waris dengan si mayit karena hubungan kekerabatan, pernikahan, atau memerdekakan budak (walâ’). Hadist Nabi dari Ibnu Abbas menurut riwayat Al – Bukhari: Terjemahannya : Dari Ibnu Abbas dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Berikan bagian-bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya kepada laki-laki yang dekat.25 d. Satu alasan yang menetapkan seseorang bisa mendapatkan warisan secara rinci. Syarat keempat ini dikhususkan bagi seorang hakim untuk menetapkan apakah seseorang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan atau tidak. Seorang saksi yang menyatakan pada hakim bahwa “orang ini adalah ahli warisnya si fulan” tidak bisa diterima kesaksiannya dengan ucapan begitu saja. Dalam kesaksiannya itu ia mesti menjelaskan alasan kepewarisan orang tersebut terhadap si mayit. Adapun rukun warisan disebutkan oleh Dr. Musthafa Al-Khin ada 3 (tiga) yakni: 1) Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yakni mayit yang diwarisi oleh orang lain yang berhak mewarisinya. 2) Orang yang mewarisi (al-wârits), yaitu orang yang bertalian dengan mayit dengan salah satu dari beberapa sebab yang menjadikan ia bisa mewarisi. 25Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Mahrus Ali, Terjemahan, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), h – 403.

Page 40: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

24 3) Harta warisan (al-maurûts), yakni harta warisan yang ditinggalkan mayit setelah kematiannya.26 E. Sebab-Sebab Pewarisan dalam Islam Sebelum menguraikan apa yang dimaksud dengan harta warisan ada sebaiknya diutarakan terlebih dahulu apa yang disebut dengan “Harta Peninggalan” atau dalam bahasa Arab disebut dengan tirkah/tarikah. Maksud dengan harta peninggalan adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia, baik yang berbentuk benda (harta benda) dan hak-hak kebendaan, serta hak-hak yang bukan hak kebendaan.27 Beberapa harta peninggalan diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut: a) Benda dan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan yang termasuk dalam kategori ini adalah benda bergerak, benda tidak bergerak, piutang-piutang. b) Hak-hak kebendaan yang termasuk dalam kategori ini adalah seperti sumber air minum, irigasi pertanian dan perkebunan, dan lain-lain. c) Hak-hak yang buka kebendaan yang termasuk dalam kategori hak-hak yang bukan kebendaan ini seperti hak beli yang diutamakan bagi salah seorang anggota syarikat atau hak tetangga atas tanah pekarangan dan lain-lain. 26 Drs.H. Amin Husein Nasution, M.A, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Rajawali, 2010). h 58 – 59. 27 Oemarsalim,S.H, Dasar-Dasar Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta,2005), h – 95.

Page 41: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

25 Dalam kewarisan Islam, sebab-sebab adanya hak kewarisan ada tiga, yaitu; hubungan kekerabatan, hubungan perkawinan dan hubungan karena sebab al-wala’. 1. Hubungan kekerabatan Kekerabatan ialah hubungan nasab antara orang yang mewariskan dengan orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran. Kekerabatan merupakan sebab memperoleh hak mewarisi yang terkuat, karena kekerabatan termasuk unsure causalitas adanya seseorang yang tidak dapat dihilangkan. Berlainan dengan perkawinan, jika perkawinan telah putus (cerai) maka dapat hilang. 2. Hubungan perkawinan Hubungan perkawinan yang menyebabkan terjadinya saling mewarisi adalah perkawinan yang sah, yaitu perkawinan yang syarat dan rukunnya terpenuhi. Dalam hal ini, terpenuhinya rukun dan syarat secara agama.Tentang syarat administrative masih terdapat perbedaan pendapat. Hukum perkawinan di Indonesia, memberikan kelonggaran dalam hal ini.Yang menjadi ukuran sah atau tidaknya perkawinan bukan secara administrasi (hukum positif, Pen.) tetapi ketentuan agama disebagian negara muslim, seperti Pakistan, perkawinan yang tidak dicatat dapat dihukum penjara atau denda atau bahkan kedua-duanya. Di Indonesia hendaknya ini menjadi perhatian, karena perkawinan yang tidak terpenuhinya secara administrative (hukum positif) akan dapat

Page 42: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

26 menimbulkan kemudlaratan, seperti penyangkalan terhadap suatu perkawinan karena tidak adanya bukti tertulis (secara administratif). Berkaitan dengan perkawinan yang menyebabkan saling mewarisi adalah perkawinan yang masih utuh atau dianggap masih utuh. Yang dimaksud dengan perkawinan yang dianggap masih utuh ialah apabila perkawinan telah diputus dengan thalak raj’i (cerai pertama dan kedua) dan masa iddah raj’i bagi seorang isteri belum selesai. Perkawinan tersebut dianggap masih utuh karena selama masa iddah, suami berhak penuh merujuk isterinya tanpa memerlukan kerelaan isteri, tanpa membayar mas kawin baru dan tanpa menghadirkan dua orang saksi dan wali.Sehingga isteri yang sedang berada dalam masa iddah talak raj’i, apabila suaminya meninggal ia berhak mewarisi harta suaminya. Demikian pula sebaliknya, suami berhak mewarisi harta isterinya.28 3. Hubungan karena sebab al-wala’ Wala’ dalam pengertian syariat adalah ; a) Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena membebaskan (memberi hak emansipasi) budak. b) Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena adanya perjanjian tolong menolong dan sumpah setia antara seseorang dengan seseorang yang lain.29 Wala’ yang pertama disebut dengan wala’ul ‘ataqah (disebabkan karena adanya sebab telah membebaskan budak) Orang yang membebaskan budak disebut mu’tiq jika laki-laki dan mu’tiqah jika perempuan. Sedangkan wala’ yang kedua disebut dengan walaul-muwalah, yaitu wala’ yang timbul akibat kesediaan seseorang tolong menolong dengan yang lain melalui suatu perjanjian. Misalnya 28Ibid, h 103 – 104. 29KH. Ahmad Ashar Basyir, MA, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Edisi Revisi, 2003), h 163 – 164.

Page 43: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

27 seseorang berkata kepada orang lain; wahai fulan engkau dapat mewarisi hartaku bila aku telah mati dan dapat mengambil diyat (denda) untukku bila aku dilukai seseorang, demikian pula aku dapat mewarisi hartamu dan mengambil diyat karenamu. Kemudian orang lain tersebut menerima perjanjian itu. Pihak pertama disebut al-mawali dan pihak kedua disebut al-mawala. Adapun bagian orang yang memerdekakan hamba sahaya (budak) adalah 1/6 (seperenam) dari harta peninggalan. F. Penghalang/Penggugur Ahli Waris Ada bermacam-macam sebab penghalang seorang menerima warisan antara lain: 1. Perbudakan Seorang budak ialah milik dari tuannya secara mutlak, karena ia tidak berhak untukk memiliki harta, sehingga ia tidak berhak untuk memiliki harta, dan ia tidak bisa menjadi orang yang mewariskan dan tidak akan mewarisi dari siapapun. 2. Karena Pembunuhan Seseorang yang membunuh ahli warisnya atau seseorang yang membunuh orang lain (dengan cara) yang tidak dibenarkan oleh hukum, maka ia tidak dapat mewarisi harta yang terbunuh itu. Ketentuan ini mengandung kemaslahatan agar orang tidak mengambil jalan pintas untuk mendapat harta warisan dengan membunuh orang yang mewariskan. Pada dasarnya pembunuhan itu ialah merupakan tindak

Page 44: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

28 pidana kejahatan namun dalam beberapa hal tertentu pembunuhan tersebut tidakk di pandang sebagai tindak pidana dan oleh karena itu tidak di pandang sebagai dosa. Untuk lebih mendalami pengertiannya ada baiknya di kategorikan sebagai berikut: a) Pembunuhan secara hak dan tidak melawan hukum, seperti pembunuhan di medan perang, melaksanakan hukuman mati, dan membela jiwa, harta dan kehormatan. b) Pembunuhan secara tidak hak dan melawan hukum (tindak pidana kejahatan), seperti: pembunuhan dengaan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Tentang bentuk-bentuk pembunuhan yang menjadi penghalang untuk mendapatkan warisan ini, tidak ada kesamaan pendapat, dan pendapat yang berkembang ialah sebagai berikut:30 1) Menurut Imam Syafi’i, bahwa pembunuhan dalaam bentuk apapun menjadikan penghalang bagi si pembunuh untuk mendapatkan warisan. 2) Menurut Imam Maliki, pembunuhan yang menghalangi hak kewarisan hanyalah pembunuhan yang di sengaja. 3) Menurut Imam Hanafi, bahwa pembunuhan yang menghalangi hak kewarisan ialah pembunuhan yang dikenai sangsi qishos, sedangkan pembunuhan yang tidak berlaku padanya qishos (kalaupun disengaja 30Maman Suparman, Hukum Waris Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h – 129.

Page 45: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

29 seperti yang dilakukan anak-anak atau dalaam keadaan terpaksa tidak menghalangi kewarisan).31 Terhalangnya sipembunuh untuk mendaptkan hak kewarisan dari yang di bunuhnya, di sebabkan alasan -alasan berikut: a. Pembunuhan itu memutuskan silaturrahmi yang menjadi sebab adanya kewarisan, dengan terputusnya sebab tersebut maka terputus pula musababnya. b. Untuk mencegah seseorang mempercepat terjadinya proses pewarisan. c. Pembunuhan ialah suatu tindak pidana kejahatan yang di dalam istilah agama disebut dengaan perbuatan ma’siat, sedangkan hak kewarisan merupakan nikmat, maka dengan sendirinya ma’siat tidak boleh di pergunakan sebagai suatu jalan untuk mendapatkan nikmat. 3. Karena Berlainan Agama (Ikhtilafu Ad-Din) Adapun yang dimaksud berlainan agama ialah berbedanya agama yang dianut antara pewaris dan ahli waris, artinya seorang seorang muslim tidakklah mewarisi dariyang bukan muslim, begitu pula sebaliknya seorang yang bukan muslim tidaklah mewarisi dari seorang muslim. Menurut jumhurul ulama’ fiqih, yang menjadi ukuran dalam penetapan perbedaan agama ialah pada saat meninggal orang yang mewariskan. Apabila meninggal seorang muslim, maka ia terhalang 31Ibid, Ahmad Rofiq, 2000.h 98 – 99.

Page 46: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

30 mendapat warisan walaupun kemudian ia masuk islam sebelum pembagian harta warisan di laksanakan. Apabila pembunuh dapat memutuskan hubungan kekerabatan hingga mencabut hak kewarisan, maka demikian jugalah hanya dengaan perbedaan agama, sebab wilayah hukum islam (khususnya hukum waris) tidak mempunyai daya berlaku bagi orang-orang non muslim.Selain itu hubungan antara kerabat yang berlainan agama dalam kehidupan sehari-hari hanya terbatas dalam pergaulan dan hubungan baik (hubungan kemasyarakatan), dan tidak termasuk dalaam hal pelaksanaan hukum syari’ah (termasuk hukum waris). Majelis Ulama’ Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H 26-29 juli 2005 M menetapkan fatwa tentang kewarisan beda agama bahwa “Hukum waris islam tidak memberikan hak salaing mewarisi antara orang-orang yan g berbeda agama (antara muslim dengan non muslim). Pemberian harta antara orang yang berbeda agama hanya dapt di lakukan dalam bentuk hibah, wasiat, dan hadiah.32 4. Karena murtad (riddah) Murtad artinya bila seseorang pindah agama atau keluar dari agama islam. Di sebabkan tindakan murtadnya itu maka seseorang batal dan kehilangan hak warisnya. Berdasarkan hadits rasul riwayat Abu Bardah, menceritakan bahwa saya telah diutus oleh Rasulullah SAW kepada seorang laki-laki yang kawin dengan istri bapaknya, rasulullah menyuruh 32Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitab al-Fiqhul Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal - 274

Page 47: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

31 supaya dibunuh laki-laki tersebut dan membagi hartanya sebagai harta rampasan karena ia murtad (berpaling dari agama islam). 5. Karena hilang tanpa berita Karena seseorang hilang tanpa berita tak tentu dimana alamat dan tempat tinggal selama 4 (empat) tahun atau lebih , maka orang tersebut di anggap mati karena hukum (mati hukmy) dengan sendirinya tidak mewarisi dan menyatakan mati tersebut harus dengan putusan hakim. G. Macam Ahli Waris dan Pembagiannya Apabila dicermati ahli waris ada dua macam, yaitu: 1) Ahli waris nasabiyah, yaitu ahli waris yang hubungan kekeluargaannya timbul karena hubungan darah. 2) Ahli waris sababiyah, yaitu hubungan kewarisan yang timbul karena suatu sebab tertentu, yaitu:Perkawinan yang sah (al-mushaharah);Memerdekakan hamba sahaya (al-wala’) atau karena adanya perjanjian tolong menolong.33 Apabila dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima mereka, ahli waris dapat dibedakan kepada: 1) Ahli waris ashab al-furudh, yaitu ahli waris yang menerima bagian-bagian yang telah ditentukan oleh syariat islam yang dimana besar kecilnya telah ditentukan dalam Qur’an dan Hadist. seperti ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8 atau 2/3. Adapun pembagian ashab al-furudh yaitu: 33Ibid, h 78.

Page 48: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

32 1. Yang mendapat setengah (1/2), diantaranya: a) Anak perempuan jika dia sendiri. b) Anak perempuan dari anak laki-laki atau tidak ada anak perempuan. c) Saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak saja, kalau saudara perempuan sebapak seibu tidak ada dan dia seorang saja. d) Suami bila istri tidak punya anak. 2. Yang mendapat sepertiga (1/3), diantaranya: a) Ibu, bila tidak ada anak atau cucu (anak dari anak laki-laki ), dan tidak ada pula dua orang saudara. b) Dua orang saudara atau lebih dari saudara seibu. 3. Yang mendapat seperempat (1/4), diantaranya: a) Suami, bila istri ada anak atau cucu. b) Istri, bila suami tidak ada anak dan tidak ada cucu, istri lebih dari satu maka dibagi rata. 4. Yang mendapat seperenam (1/6), diantaranya: a) Ibu, bila besertaanak dari anak laki-laki atau dua orang saudara atau lebih. b) Bapak, bila jenazah mempunyai anak atau anak dari laki-laki. c) Nenek yang shahih atau ibunya ibu/ibunya ayah.

Page 49: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

33 d) Cucu perempuan dari anak laki-laki (seorang atau lebih), bila bersama seorang anak perempuan, bila anak perempuan lebih dari satu maka cucu perempuan tidak mendapat harta warisan. e) Kakek, bila bersama anak atau cucu dari anak laki-laki dan bapak tidak ada. f) Suadara perempuan sebapak (seorang atau lebih) bila beserta saudara perempuan seibu sebapak. Bila saudara seibu sebapak lebih dari satu, maka saudara perempuan sebapak tidak mendapat warisan. 5. Yang mendapat seperdelapan (1/8), diantaranya: a) Istri (satu atau lebih) bila ada anak atau lebih. 6. Yang mendapat dua pertiga (2/3), diantaranya: a) Dua anak perempuan atau lebih, bila tidak ada anak laki-laki. b) Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki bila anak perempuan tidak. c) Saudara perempuan sebapak dua orang atau lebih.34 2) Ahli waris ‘ashabah, yaitu ahli waris yang bagian yang diterimanya adalah sisa setelah harta warisan dibagikan kepada ahli waris ashab al-furudl. Contohnya kerabat atau ahli waris si mayit yang berhak mendapatkan sisa harta waris diantaranya anak perempuan satu atau 34 Sutanto L. Tjokro, Ahli Waris Ke-6, (DKI Jakarta: PT. Alam Cipta Gemilang, 2001),h 62-63.

Page 50: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

34 lebih bersama anak laki-laki satu atau lebih, saudara perempuan sekandung atau seayah dengan catatan dalam hal ini bagian laki-laki dua kali bagian perempuan. 3) Ahli waris ddzawi al-arham, yaitu ahli waris yang sesungguhnya memiliki hubungan darah, akan tetapi menurut ketentuan Al-Qur’an tidak berhak menerima warisan. Apabila dilihat dari jauh dekatnya hubungan kekerabatannya sehingga yang dekat lebih berhak menerima warisan daripada yang jauh, dapat dibedakan: 1) Ahli waris hajib, yaitu ahli waris yang dekat yang dapat menghalangi ahli waris yang jauh, atau karena garis keturunannya yang menyebabkannya dapat menghalangi ahli waris yang jauh. Contohnya saudara anak laki-laki seayah, saudara laki-laki sekandung dan bapak dan anak laki-laki posisi hajib bagi seluruh ahli waris yang ada. 2) Ahli waris mahjub, yaitu ahli waris yang jauh yang terhalang oleh ahli waris dekat hubungan kekerabatannya. Ahli waris ini dapat menerima warisan jika yang menghalanginya tidak ada. Contohnya adalah paman kandung atau paman seayah apabila penghalangnya sudah tidak ada.35 35Ibid,.h 82 – 83.

Page 51: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian kualitatif dengan mengeksploitasi data dilapangan dengan metode analisis deskriptif yang bertujuan memberikan gambaran secara tepat tentang tinjauan hukum Islam terhadap analisis kewarisan di Kelurahan .Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Metode penetilian kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, digunakan pada obyek kondisi alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebuah instrumen kunci, pengambilan sumber sampel data dilakukan secara snowbaal, teknik pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Metode Analisis Deskriptif menurut Sugiyono, yaitu: Menganalisis data dengan cara menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum untuk generalisasi.36 36Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, (Cet, II, Bandung: Alfabet, 2010), h, 15. 35

Page 52: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

36 B. Lokasi dan Objek Penelitian Adapun lokasi penelitian ini adalah di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Sedangkan objek penelitiannya adalah Masyarakat. C. Fokus Penelitian Adapun yang menjadi fokus penelitian ini yaitu tinjauan hukum Islam terhadap kewarisan pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. D. Deskripsi Fokus Penelitian Tinjauan hukum Islam terhadap kewarisan pada masyarakat sekitar. Dalam hal ini masyarakat harus mengetahui, memberikan dan melaksanakan serta menerapkan seperti apa pembagian warisan yang seharusnya ditinjau berdasarkan hukum Islam.Hukum Islam melingkupi seluruh kehidupan bagi manusia didunia ini baik mewujudkan kebahagiaan didunia maupun diakhirat, dengan demikian terdapat lima hal yang merupakan syarat bagi kehidupan manusia diantaranya Harta. Untuk itu pendidikan sangat penting apalagi mengenai agama yang baik kepada masyarakat agar tidak terjerumus pada perbuatan-perbuatan negatif yang merugikan diri mereka sendiri dan lingkungan sekitar. E. Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Page 53: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

37 1. Sumber Data Primer Secara teknis informan adalah orang yang dapat memberikan penjelasan yang kaya warna, detail, dan komprehensif mengenai apa, siapa, dimana, kapan, bagimana, dan mengapa. Dalam penelitian ini yang menjadi informasi kunci (key informan) adalah masyarakat. 2. Sumber Data Sekunder Sumber Sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen dan sumber data sekunder dalam penelitian adalah dokumentasi di dapatkan dari Data masyarakat”. F. Instrumen Penelitian Penelitian menggunakan instrumen penelitian sebagai alat bantu agar kegiatan penelitian berjalan secara sistematis dan terstuktur, dalam pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: 1) Pedoman Observasi Observasi merupakan alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Hal yang hendak diobservasi haruslah diperhatikan secara detail. Dengan metode observasi ini, bukan hanya hal yang didengar saja yang dapat dijadikan informasi tetapi gerakan-gerakan dan raut wajahpun memengaruhi observasi yang dilakukan.

Page 54: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

38 2) Pedoman Wawancara Wawancara merupakan proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan secara mendalam dan detail. Dalam mengambil keterangan tersebut digunakan model Snow-Ball sampling yaitu menentukan jumlah dan sampel tidak semata-mata oleh peneliti. Peneliti bekerjasama dengan informan, menentukan sampel berikutnya yang dianggap penting. Menurut Frey ibarat bola salju yang menggelinding saja dalam menentukan subjek penelitian.37Jumlah sampel tidak ada batas minimal atau maksimal, yang penting telah memadai dan mencapai data jenuh,yaitu tidak ditentukan informasi baru lagi tentang subjek penelitian. 3) Dokumentasi Dokumentasi merupakan sejumlah fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumen. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cendramata, foto dan lain memberi ruang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam yaitu autobiografi, surat-surat pribadi, buku catatan harian, memorial, klipping, dokomen pemerintah atau swasta, data 37 Stanton. William J. 2002, Prinsip Pemasaran, terj. Oleh Alexander Sindoro. (Jakarta: Penerbit Erlangga), h – 13.

Page 55: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

39 diserver dan flashdisk, data tersimpan di website dan lain-lain. Tehnik ini digunakan untuk mengetahui sejumlah data tertulis yang ada di lapangan yang relevan dengan pembahasan. G. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa tehnik untuk mengumpulkan data Sebagai berikut : 1. Observasi, yaitu mengamati menggunakan komonikasilangsung dengan suber informasi tentang objek peneliti. 2. Interview, yaitu melakukan wawancara langsung terhadap orang tua adalah objek yang akan diteliti dalam peningkatan mendidik anak. 3. Dokumentasi, yaitu mencatat semua data secara langsung darireferensi yang membahas tentang objek penelitian. H. Teknik Analisis Data Penelitian ini merupakan deskriptif dengan menggunakan data kualitatif, lalu dianalisis beberapa metode teknik analisis data yaitu: 1. Metode induktif, yaitu tehnik analisis data dengan bertitik tolak dari suatu data yang bersifat khusus, kemudian dianalisis dan disimpulkan dengan bersifat umum. 2. Metode deduktif, yaitu suatu tehnik analisis data yang bertitik tolak dari data yang bersifat umum kemudian dianalisis dan diambil kesimpulan yang bersifat khusus.

Page 56: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Kabupaten Jeneponto a. Luas dan Batas Wilayah Administrasi Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jeneponto, Kabupaten Jeneponto memiliki wilayah seluas 74.979 ha atau 749,79 km2 dan secara administrasi terbagi menjadi 11 kecamatan. Luas wilayah Kabupaten Jeneponto tersebut hanya kurang lebih 1,20 persen dari luas wilayah administrasi Propinsi Sulawesi Selatan. Terkait luas wilayah Kabupaten Jeneponto, terdapat 4 sumber data yang berbeda.Data BPS Sulawesi Selatan (90.335 ha), Permendagri Nomor 6 tahun 2008 (70.652 ha), dan RTRW Kab.Jeneponto 2012-2013 yang berdasarkan foto citra satelit (79.953 ha) menampilan data yang berbeda. Namun berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 maka yang digunakan adalah luas wilayah yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Jeneponto. Untuk menyeragamkan data luas wilayah tersebut maka kedepannya diperlukan koordinasi yang baik antara Pemerintah Kabupaten Jeneponto dengan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Kementerian Dalam Negeri dan Bakorsurtanal.31 Berdasarkan wilayah administrasi Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan sebelah Utara dengan Kabupaten Gowa dan Takalar, sebelah Selatan dengan Laut 40

Page 57: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

41 Flores, sebelah Barat dengan Kabupaten Takalar, dan sebelah Timur dengan Kabupaten Bantaeng. Wilayah bagian selatan yang berbatasan dengan Laut Flores memiliki panjang garis pantai 114 km dan sebuah pulau yang dikenal oleh masyarakat sebagai Pulau Li’bukang. Dengan panjang garis pantai 114 km maka kewenangan pengelolaan wilayah laut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 18 ayat 4 adalah 114 km x 4 mil laut ke arah laut lepas. 32 Secara administratif Kabupaten Jeneponto terbagi atas 11 Kecamatan yang terdiri dari 31 kelurahan dan 82 desa. Kecamatan Bangkala Barat merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Jeneponto yakni 152,69 km2 atau 20,40% dari luas wilayah Kabupaten Jeneponto, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Arungkeke dengan luas 29,91 km2 atau 3,97% dari luas wilayah Kabupaten Jeneponto. Tabel 4.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto No Kecamatan Luas Wilayah (km2) Persentase Terhadap Luas Kabupaten (%) 1 Bangkala 121,82 16,25 2 Bangkala Barat 152,96 20,40

Page 58: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

42 3 Tamalatea 57,58 7,68 4 Bontoramba 88,30 11,78 5 Binamu 69,49 9,27 6 Turatea 53,76 7,17 7 Batang 33,04 4,41 8 Arungkeke 29,91 3,99 9 Tarowang 40,68 5,43 10 Kelara 43,95 5,86 11 Rumbia 58,30 7,78 Total 749,79 100,00 Sumber : BPS Kab. Jeneponto 2015 b. Letak dan Kondisi Geografis Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu dari 24 daerah kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis terletak antara 5o16’13”–5o39’35” LS dan antara 12o40’19”–12o7’31” BT. Apabila dilihat bentang alamnya secara makro, wilayah Kabupaten Jeneponto terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian utara, serta kawasan pantai di sebelah selatan. Kabupaten Jeneponto terletak di ujung selatan bagian barat dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibu kota Bontosunggu, berjarak sekitar 91 km dari Kota Makassar sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.

Page 59: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

43 c. Topografi Topografi di Kabupaten Jeneponto relatif bervariasi, mulai dari topografi datar (flat), berombak (undulating), bergelombang (rolling), berbukit (hilly) hingga bergunung (mountainous). Topografi datar-berombak (kemiringan lereng di bawah 15%) tersebar dengan luasan sekitar sekitar 42.715 ha, atau sekitar 53,68% dari luas total Kabupaten Jeneponto. Areal dengan kemiringan lereng ini adalah merupakan areal persawahan, ladang, serta kebun campuran.Selebihnya, areal dengan kemiringan lereng lebih dari 15 %, dimana sebagian besar diantaranya adalah merupakan lahan kering. d. Morfologi Morfologi Kabupaten Jeneponto ditandai oleh bentuk permukaan yang bervariasi, yakni, bagian utaranya terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit yang membentang dari barat ke timur dengan ketinggian 500 sampai dengan 1.400 meter diatas permukaan laut, di bagian tengah meliputi wilayah-wilayah dataran dengan ketinggian 100 sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut, dan bagian selatan meliputi wilayah-wilayah dataran rendah dengan ketinggian 0 sampai dengan 100 meter di atas permukan laut. e. Klimatologi Iklim (pola distribusi dan jumlah curah hujan tahunan) Kab.Jeneponto tergolong kering dihampir semua kecamatan, selain Kec

Page 60: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

44 Rumbia, Kelara dan sebagian Kec.Bangkala, yang tergolong agak basah. Kondisi iklim seperti ini mengindikasikan bahwa produktifitas berbagai jenis komoditas pertanian di Kabupaten Jeneponto akan menghadapi kendala kekurangan air yang ekstrim. Adapun Kondisi curah hujan wilayah ini yang diwakili oleh data dari 7 stasiun pencatat hujan yaitu, Allu, Balangloe, Jeneponto, Bisoloro, Loka, Malakaji dan Takalar, menunjukkan rata-rata curah hujan tahunan yang berkisar antara 1049–3973mm/tahun. Keadaan musim di Kabupaten Jeneponto pada umumnya sama dengan keadaan musim di daerah kabupaten lain yakni terdiri dari 2 (dua) musim yaitu hujan dan kemarau, musim hujan terjadi antara Bulan November sampai dengan Bulan April, sedangkan musim kemarau terjadi pada Bulan Mei sampai dengan Bulan Oktober. Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun pencatat hujan, maka tipe iklim Kabupaten Jeneponto dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) tipe yaitu iklim D3 dan Z4 dengan bulan kering berkisar 5-6 bulan sedangkan bulan basah berkisar 1-3 bulan. Tipe yang ke 2 (dua) adalah C2 yang memiliki bulan basah 5-6 bulan dan bulan lembab 2-4 bulan. f. Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Jeneponto 1) Visi Memperhatikan kondisi Kabupaten Jeneponto saat ini, potensi dan faktor strategis yang dimiliki daerah, isu-isu politik pemerintahan saat

Page 61: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

45 ini yang turut memperngaruhi dinamika pembangunan di Kabupaten Jeneponto serta grand desain Pembangunan Kabupaten Jeneponto yang tertuang dalam RPJP 2006-20026, maka Visi Kepemimpinan Bupati Jeneponto dalam membangun Kabupaten Jeneponto adalah“JENEPONTO SMART 2023 BERDAYA SAING, MAJU, RELIGIUS & BERKELANJUTAN”. 2) Misi Untuk mencapai Visi tersebut, maka dirumuskan Misi Kepemimpinan Bupati Jeneponto sebagai berikut: a) Mengakselerasi perbaikan Indeks Pembangunan Manusia. b) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. c) Mewujudkan peradaban birokrasi melalui tata kelola pemerintahan yang profesional, aspiratif, partisipatif dan transparan. d) Melaksanakan pengembangan wilayah dan pembangunan infrastruktur wilayah secara merata. e) Meningkatkan perekonomian daerah melalui pengelolaan sumber daya daerah dan lingkungan hidup secara berkelanjutan dan investasi yang berkeadilan. f) Mewujudkan tata kelola keuangan daerah yang efektif, efesien, produktif, transparan dan akuntabel. g) Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan nilai-nilai budaya. h) Menegakkan supremasi hukum, keamanan dan ketertiban.

Page 62: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

46 B. Dasar Hukum Kewarisan Islam di Kelurahan Empoang Selatan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada masyarakat dikelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Penulis melihat langsung tentang realita didalam masyarakat pada umumnya tentang Orang tua merupakan bagian inti dirumah tangga dan masyarakat. Mereka adalah pemberi pengaruh yang amat kuat pada diri khususnya perkembangan remaja, baik dengan perkataan, cinta dan kasih sayang, perhatian, dan orang tua menegakkan hukum-hukum Allah dan mentaati, berpegang teguh ajaran-ajaran agama, memperlihatkan teladan yang baik. Orang tua harus menyiapkan dan memberikan pendidikan agama yang baik, karakteristik anak yang dapat mengontrol diri, mandiri,mempunyai hubungan yang baik dengan teman dan mampu menghadapistres dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru. Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi setiap kepribadian yang telah terbentuk. Tanggung jawab orang tua terhadap anak bertujuan agar supaya anaknya dapat tumbuh berkembang sesuai dengan usianya.Bukan hanya hal itu saja, akan tetapi orang tua terutama seorang ayah yang merupakan kepala rumah tangga berperan penting mengenai bagaimana seharusnya pembagian harta warisan yang akan diberikan oleh ahli waris sendiri (anak laki- laki, anak perempuan dan istri). Dasar hukum kewarisan Islam yang diterapkan oleh muslim di Indonesia.

Page 63: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

47 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak H. Rabin Situju, MM selaku Ketua Umum Nahdatul Ulama sektor Kecamatan Binamu, beliau mengatakan: “setiap orang terutama beragama Islam wajib hukumnya harus mengatahui bagaimana pembagian warisan yang sesuai dengan syariat islam biasa disebut dengan faraidh, karena hukum tersebut hukum yang seadil-adilnya.”38 Adapula pendapat yang dikemukakan oleh Bapak Mustamu dg Nuju, selaku warga masyarakat, beliau mengatakan: “Tentang waris Islam dasar hukumnya harus memang memicu pada syariat islam, namun pada dasarnya saya sendiri yang sekarang ini memberlakukan sesuai dengan kesepakatan bersama dengan istri maupun anak-anak yang turun temuran dilakukan oleh orangtua sebelumnya.”39 Dari beberapa pernyataan diatas, dasar hukum kewarisan islam harus sesuai syariat islam yang telah ditetapkan karena mendasar pada Al-qur’an dan As-Sunnah. Setiap umat beragama Islam wajib mengetahui bagaimana dasar hukum kewarisan tersebut yang telah diatur. Walaupun pada masyarakat dikelurahan Empoang Selatan untuk pengaplikasikaannya belum sesuai dengan syariat yang ditetapkan oleh Allah SWT. C. Pelaksanaan Pembagian Warisan pada Masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Pada problema keluarga sehubungan dengan pembagian harta waris atau pusaka yang ada dalam sebuah keluarga, akan bertambah rumit manakala 38 H. Rabin Situju, MM. Wawancara, Jeneponto. 11 Juli 2019. 39Mastamu Dg Nuju, Wawancara, Jeneponto 13 Juli 2019.

Page 64: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

48 diantara para ahli waris ingin menguasai harta peninggalan, sehingga berdampak merugikan orang lain dan permusuhan antara satu dengan yang lainnya sulit dipadamkan. Akhirnya solusi yang ditawarkan dalam pembagian waris tersebut ialah dibagi sama rata. Atau ada juga yang menyelesaikan dipengadilan dan upaya lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Hamid dg Mile selaku Iman lingkungan masjid Nurul Hidayah Pannara, beliau mengatakan: “Mengenai pembagian warisan dalam hal ini jika diumpamakan anak laki-laki akan mendapatkan satu sedangkan anak perempuan ½, alasan saya mengapa anak perempuan mendapatkan ½ karena dia akan menikah dan diberikan mahar oleh sang suami, selain itu anak perempuan hanya didapur saja berbeda dengan anak laki-laki .”40 Adapula pendapat oleh Bapak Leasang Dg Ngence, selaku Iman lurah dikelurahan Empoang Selatan, beliau mengatakan: “Pembagian Faraidh sesuai aturan hukum baik dari segi syariat islam dan perundang-undangan yang dimana anak laki-laki mendapatkan lebih banyak dibandingkan anak perempuan karena tanggungjawab seorang anak laki-laki lebih banyak dari pada anak perempuan, seperti menafkahi dirinya sendiri, istri, dan anak–anaknya, sedangkan anak perempuan tidak seperti demekian”.41 Dari pernyataan diatas,dalam Islam seorang anak perempuan tidak wajib menafkahi keluarganya. Kewajiban itu terletak pada anak laki-laki, sebelum seorang anak perempuan menikah, tugas bapak atau saudara laki-lakinya untuk menanggung biaya makan, tempat tinggal, pakaian dan biaya lainnya, 40Hamid dg Mile, Wawancara, Jeneponto, 14 Juli 2019. 41 Leasang Dg Ngence, Wawancara, Jeneponto, 13 Juli 2019

Page 65: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

49 tetapi setelah anak perempuan menikah maka tanggungjawab tersebut beralih kebahu sang suaminya atau anak laki-lakinya. Supaya seorang anak laki-laki mampu menanggung beban maka dia harus menerima lebih banyak harta warisan dari pihak anak perempuan. Pembagian harta warisan para ulama syariat bersepakat mengenai pewarisan 15 dari kalangan laki-laki. Mereka itu adalah 1. Anak laki-laki 2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah. 3. Ayah. 4. Kakek (ayah dari ayah) dan seterusnya kebawah. 5. Saudara laki-laki seibu sebapak. 6. Saudara laki-laki sebapak. 7. Saudara laki-laki seibu. 8. Kemanakan laki-laki atau anak dari saudara laki-laki seibu sebapak. 9. Kemanakan laki-laki (anak laki-laki dari no 6,8, dan 9 seterusnya kebawah dari jurusan laki-laki. 10. Saudara ayah (paman) seibu sebapak. 11. Saudara ayah (paman) sebapak. 12. Anak paman yang seibu sebapak. 13. Anak paman sebapak. 14. Suami, dan 15. Laki-laki yang memberdekakannya.

Page 66: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

50 Jika diperhatikan para ahli tersebut, akan terlihat bahwa diantara mereka ada yang mendapatkan warisan dikarenakan faktor ikatan pernikahan, yaitu suami. Satu dari mereka dapat mewarisi karena factor walak yaitu tuan yang membebaskan budak, tiga belas lainnya mewarisi karena faktor hubungan kekerabatan. Tetapi andai semua ahli waris tersebut diatas ada semua maka yang mendapat hanya tiga, yaitu: 1. Anak laki-laki 2. Ayah. 3. Suami. Sedangkan, untuk perempuan bahwa ada sepuluh orang dari kalangan wanita yang bisa mendapatkan warisan. Diantaranya: 1. Anak perempuan 2. Anak perempuan dari anaklaki-laki dan seterusnya kebawah berturut-turut kebawah jurusan laki-laki. 3. Nenek (ibunya ibu) dan seterusnya kebawah jurusan perempuan. 4. Nenek (ibunya bapak) dan seterusnya keatas melalui jurusan ayah. 5. Ibu. 6. Saudara perempuan seibu sebapak. 7. Saudara sebapak. 8. Saudara perempuan seibu 9. Istri, dan 10. Perempuan yang memberdekakannya.

Page 67: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

51 Jika diperhatikan para ahli tersebut, akan terlihat bahwa diantara mereka ada yang mendapatkan warisan dikarenakan faktor ikatan pernikahan, yaitu istri. Satu dari mereka dapat mewarisi karena factor walak yaitu tuan yang membebaskan budak, dan delapan lainnya mewarisi karena faktor hubungan kekerabatan. Seandainya sepuluh ahli waris tersebut ada semua maka yang berhak mendapat warisan hanya lima, yaitu: 1. Anak perempuan 2. Anak perempuan dari anak laki-laki 3. Ibu 4. Saudara perempuanseibu sebapak 5. Istri Seandainya semua ahli waris yang 25 ada semua maka yang berhak menerima warisan tersebut, yaitu: 1. Ayah. 2. Ibu. 3. Anak laki-laki. 4. Anak perempuan. 5. Suami/istri. Adapula pendapat yang dikemukakan oleh Bapak Mustamu dg Nuju, selaku warga masyarakat, beliau mengatakan: “pelaksanaan pembagian warisan diatur dalam kesepakatan karena dimusyawarahkan bagaimanapun hasil dari musyawarah tersebut, bergantung pada hukum adat yang biasanya dilakukan oleh masyarakat disini mereka telah mempetak-petakkan warisan kepada

Page 68: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

52 setiap anaknya sehingga jika dikemudian hari ada diantara salah satu dari mereka menuntut karena merasa tidak adil, maka saya serahkan kepada anak tertua yang merupakan punya hak penuh yang telah diberikan amanah kepada orangtuanya.”42 Dari pernyataan diatas, orangtua seharusnya mengatur terlebih dahulu dalam pembagian harta warisan sebelum meninggal dan menunjuk anak tertua sebagai seorang pengganti yang mampu mempertanggungjawabkannya. Ini sebagai jalan tengah jika dikemudian hari muncul sebuah problem keluarga sehingga berdampak merugikan diri sendiri serta orang lain. Terlebih lagi jika pembagian yang dilaksanakan tidak sesuai dengan hukum syara’ yang diisyaratkan oleh agama.Dimana masih mengedapankan adat istiadat dan budaya. D. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan di Kelurahan Empoang Selatan Indonesia merupakan Negara yang mayoritas Islam penduduknya menganut agama Islam yang terdiri dari suku bangsa dan adat istiadat yang berbeda satu sama lainnya, memiliki ciri khas tersendiri dalam melaksanakan pembagian warisan seperti pada masyarakat diKelurahan Empoang Selatan peninjauan kewarisan pembagiannya masih berlaku adat setempat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Hamid dg Mile selaku Iman lingkungan masjid Nurul Hidayah Pannara, beliau mengatakan: “Dalam satu pandangan Islam mengenai kewarisan pada masyarakat kelurahan empoang selatan bahwa hukum mempunyai fungsi yang 42 Mustamu Dg Nuju, Wawancara, Jeneponto, 13 Juli 2019.

Page 69: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

53 masing-masing kita harus fahami. Hukum kewarisan islam sendiri mereka dapat memahami maknanya tetapi dalam pelaksanaan pembagian harta warisan masyarakat mayoritas berlakukan hukum adat istiadat, budaya maupun kesepakatan.”43 Adapula pendapat yang dikemukakan oleh Bapak Leasangdg Ngence, selaku Iman Masjid kelurahan Empoang Selatan, beliau mengatakan: “Peninjauan hukum kewarisan islam dimasyarakat, ilmu faraidh dalam perspektif ialah anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan karena anak laki-laki membantu pekerjaan ayahnya tapi tidak dengan anak perempuan, jikapun dikemudian hari anak perempuan menuntut karena merasa tidak adil tidak bisa karena sudah aturan hukum.Akan tetapi, kenyataan dimasyarakat yang terjadi masih melaksanakan teknik pembagian warisan sesuai dengan adat dan budayanya walaupun mereka memahami prospek pembagian warisan dalam Islam.”44 Adapula pendapat yang dikemukakan oleh Bapak H Rabin Situju, MM selaku Ketua Nahdatul Ulama Kecamatan Binamu, beliau mengatakan: “Harta warisan kita harus mendasar kesyariat Islam sebagai landasan bagi kita semua, tinjauan kewarisan yang terjadi dikehidupan masyarakat Empoang Selatan mayoritasnya praktek pembagian harta warisan tidak melakukan pelaksanaan sesuai hukum Islam karena takut jika salah satu ahli waris menuntut, sehingga masyarakat mengantisipasinya dengan cara membagikan sesuai dengan kesepakatan. Bahkan hukum adat berlaku dibeberapa masyarakat.”45 Dari beberapa pernyataan diatas, Pandangan dalam peninjauan hukum kewarisan Islam masyarakat dikelurahan Empoang Selatan dalam teknik pembagian warisan ada yang sesuai dan ada yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Tinjauan hukum Islam waktu terbukanya pewarisan pada saat 43Hamid dg Mile, Wawancara, Jeneponto, 14 Juli 2019. 44Leasang dg Ngence, Wawancara, Jeneponto, 13 Juli 2019. 45 H Rabin Situju, MM, Wawancara, Jeneponto, 11 Juli 2019.

Page 70: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

54 pewaris/orangtua masih hidup.Salah satu alasan masyarakat melakukan agar tidak terjadi suatu yang tidak diinginkan dikemudian hari. Namun, jika ditinjau hukum kewarisan Islam dalam konsep takharuj atau tasaluh yang dimana prinsip pembagian harta warisan dalam bentuk damai berdasarkan musyawarah antara para ahli waris. Takharuj sendiri adalah suatu perjanjian damai antar para ahli seseorang atau sebagian ahli waris untuk tidak menerima hak bagiannya dari harta peninggalan pewaris dengan syarat mendapat imbalan dari ahli waris lainnya. Apabila dalam pembagian yang disepakati terdapat ahli waris yang menerima kurang dari porsi bagiannya, misalnya anak laki-laki dan perempuan disepakati menerima bagian yang sama besar. Harus ada pernyataan hitam diatas putih bahwa rela menyerahkan bagiannya kepada ahli waris lainnya. Kerelaan adalah syarat dalam transaksi bermuamalah dalam teknik pembagian harta warisan. Sehingga dimasyarakat kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto teknik pembagian harta warisan jika ditinjau dengan hukum Islam ada yang sesuai dan ada yang tidak sesuai.

Page 71: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

55 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto terkait dengan tinjauan hukum Islam terkadap Kewarisan tentang pelaksanaan pembagian harta warisan dan ahli waris dan bagiannya yang dilihat dari kacamata hukum Islam, penyusun dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Praktik Kewarisan masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto: a. Waktu terbukanya pewarisan pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto terdapat tradisi,yakni: pewarisan tersebut terbuka pada saat pewaris/orangtua masih hidup. Salah satu alasan masyarakat melakukannya adalah agar tidak terjadi suatu yang tidak diinginkan oleh pewaris di kemudian hari dan harta yang telah dibagikan oleh pewaris pada masyarakat muslim disana, harta tersebut dianggap sebagai harta warisan. b. Pada praktik kewarisan masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto tidak digolongkan sebagai ahli waris. Bagian yang didapat oleh para ahli waris tidak ada 55

Page 72: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

56 perbedaan satu sama lain, antara ahli waris satu dengan ahli waris lainnya bagiannya sama rata, tidak ada yang lebih besar maupun yang lebih kecil. Harta tersebut dibagi serata-ratanya tidak membedakan anak laki-laki maupun anak perempuan. Alasannya adalah anak laki-laki maupun perempuan disana sama-sama bekerja keras membantu pewaris/orangtua dalam mencari harta tersebut dan pembagian itu adil menurut masyarakat, jika seperti itu maka tidak sesuai dengan syariat dalam pembagian pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto karena telah dibagi secara merata dengan jalan musyawarah bersama. 2. Praktik Kewarisan Pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto Ditinjau dari Hukum Islam, ada yang sesuai dengan hukum Islam dan ada yang tidaksesuai dengan hukum Islam. Adapun yang sesuai adalah ahli waris dilihat dari sisi jenis kelaminnya, praktik kewarisan di Kelurahan Empoang Selatan anak laki-laki dan anak perempuan menjadi ahli waris. Terkait ahli waris pengganti, masyarakat muslim disana juga sesuai dengan hukum Islam. Sedangkan praktik kewarisan yang tidak sesuai dengan hukum Islam adalah terkait dengan terbukanya kewarisan, menetapan ahli waris, dan bagian-bagian yang didapat para ahli waris, yakni: Terbukanya kewarisan pada praktik di Kelurahan Empoang Selatan dibagikan ketika orangtua masih hidup,

Page 73: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

57 dalam hukum Islam disebut dengan hibah (pemberian secara cuma-cuma dari orang yang masih hidup kepada orang yang masih hidup juga) dan ketika orangtua meninggal semuanya, bukan salah satu orang saja sudah dilakukan pembagian harta warisan, akan tetapi dijelaskan dalam hukum Islam bahwa pewaris adalah seorang dari anggota keluarga yang telah meninggal dunia dan jelas matinya. Ahli waris hanyalah anak keturunan dari pewaris/orangtua saja, akan tetapi dalam hukum Islam ahli waris bukan hanya anak keturunan dari pewaris saja, istri yang ditinggal mati suami, suami yang ditinggal mati istrinya, kakek, nenek, saudara pewaris juga berhak menjadi ahli waris. 3. Praktik pembagian harta warisan masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto jika ditinjau dari Konsep takharuj atau taṣaluḥ tetap tidak sesuai dengan hukum Islam, karena konsep tersebut memiliki ketentuan yakni para ahli waris harus mengetahui akan porsi dan haknya masing-masing. Praktik kewarisan pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto dimana kebiasaan tersebut telah dikenal dan telah lama berjalan pada suatu masyarakat tetapi menyalahi ataupun bertentangan dengan hukum syara’. B. Saran Dari pernyataan di atas, penyusun ingin memberikan sedikit saran kepada pihak-pihak yang paham dan mempunyai wawasan yang tinggi tentang

Page 74: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

58 hukum kewarisan Islam terutama tokoh masyarakat agar hukum Islam lebih diterapkan lagi dalam masalah praktiknya di Indonesia ini khususnya di wilayah-wilayah yang kemungkinan besar minim sekali pengetahuan tentang agamanya seperti masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Agar masyarakat muslim Indonesia dapat mengiringi praktik keagamaan seperti kewarisan yang telah menjadi kebiasaan masyarakatnya sesuai dengan tuntunan syara’ dan tidak terjebak dalam kebiasaan yang telah lama dilakukan yang terkadang tanpa sadar kebiasaan tersebut merupakan suatu yang bertentangan dengan hukum syara’.

Page 75: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

59 DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan Al-Karim Abdullah, 1960.Fiqih Mawaris. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Al-Khin Musthafa Dr, 2013. Dalam Kitab Al-Fiqhul Manhaji, Jil. II Damaskus: Darul Qalam. Al-Asqalani Ibnu HajarAl-Hafidh, 1995.Bulughul Maram Mahrus Ali Terjemahan, Surabaya: Mutiara Ilmu. Anshori Ghofur Abdul, 2005. Filsafat Hukum Islam Konsep Kewarisan Bilateral Hazairin, Yogyakarta: UII Press. Ashar KH. Ahmad Basyir, MA, 2003. Hukum Waris Islam. Surabaya: Edisi Revisi. As-Shabuni Ali Muhammad, 1995.Hukum Waris Islam Terj, Sarmin Syukur Cet Ke-1, Surabaya: Al-Ikhlas. Dapertemen Agama RI, 2002. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Al-Hidayah. Husein Drs.H. Amin Nasution, M.A, 2010. Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Rajawali. Lubis K Suhrawandi Dkk, 1997.Fiqih Mawaris. Jakarta: Gaya Mulia Pratama. , 2002. Hukum Waris Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Mardani .Dr, 2000. Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Penerbit Erlangga. Muhammad Prof. Dr.H. Amin Suma, S.H,M.A,M.M, 2009. Keadilan Hukum Waris. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Muhammad Tengku Hasbi, 2010. Fikih Mawaris Hukum Pembagian Warisan Sesuai Syariat Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putera. Muljono Wahyu, 2007. Hukum Waris Islam dan Pemecahannya, Cet, Ke – 1. Yogyakarta: Magister Ilmu Hukum FH-UJB. Oemarsalim, S.H, 2005. Dasar-Dasar Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta. Rahman, 1981.Hukum Kewarisan Islam. Surabaya: PT Persada. 59

Page 76: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

60 Rofiq Ahmad, 2000. Hukum Islam Di Indonesia, Cet. Keempat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. , 2002. Fiqih Mawaris, Cet. IV. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Shalihah Muhammad Bin Al-Utsaimin, 2008. Panduan Praktis Hukum Waris Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir. Subekti Prof. R., SH, 2001. Hukum Keluarga dan Hukum Waris, Jakarta: Intermasa. Sugiyono,2010.Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Cet II. Bandung: Alfabet. Suparman Maman, 2007.Hukum Waris Perdata, Jakarta: Sinar Grafika. , 1996. Pembagian Waris Menurut Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Syarifuddin Amir, 2004.Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Prenanda Media. , 2008. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana. Simanjuntak Komis S.H, 2004. Hukum Kewarisan Islam,cet Ke-1 Surabaya: Sinar Grafika. Tanuwidjaja Dr. Henny, SH, SpN, 2009. Hukum Waris Menurut WB, Jakarta: Refika Aditama. Thalib Sayuti, 2009.Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Tjokro Sutanto L., 2001. Ahli Waris Ke-6, DKI Jakarta: PT. Alam Cipta Gemilang. William Stanton, J. 2002. Prinsip Pemasaran, terj. Oleh Alexander Sindoro. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Page 77: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

61 RIWAYAT HIDUP Rahmadani Rajamuddin, 16 Februari 1996 yang merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara dari pasangan bapak Rajamuddin dan ibu Yadania. Sebelum masuk jenjang perguruan tinggi, penulis menempuh pendidikan di SD Inp No 142 Pannara, lalu masuk jenjang pendidikan menengah pertama di SMP NEG 1 Binamu dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMK NEG 1 JENEPONTO. Setelah menyelesaikan studi Atas Ridho Allah SWT dan restu kedua orangtua. Pada tahun 2015, penulis melanjutkan pendidikan program S1 di Universitas Muhammadiyah Makassar dan mengambil jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam. Selama penulis berstatus sebagai mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah di Universitas Muhammadiyah Makassar, selain aktif mengikuti kegiatan akademik, penulis juga aktif pada kegiatan organisasi Luar Kemahasiswaan kampus yakni pengurus organisasi daerah yang ada di Jeneponto periode 2017 – 2018. Dan juga organisasi yang mengasah kemampuan setiap indvidualnya yakni Sanggar Seni Komunitas Mahasiswa Kreatif (KOMET) FAI Universitas Muhammadiyah Makassar periode 2018 – 2019. Penulispun telah menyelesaikan skripsi dengan judul : “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.”

Page 78: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

62 L A M P I R A N

Page 79: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

63 WAWANCARA Wawancara kepada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. 1. Bagaimanakah dasar hukum kewarisan Islam pada masyarakat di Kel. Empoang Selatan? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat di Kel. Empoang Selatan? 3. Apakah masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan sudah mengetahui dasar kewarisan sesuai hukum Islam? 4. Menurut anda apakah sudah adil dalam pembagian harta warisan pada masyarakat di Kelurahan Empoang Selatan? 5. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap kewarisan di Kel. Empoang Selatan Kec. Binamu Kab. Jeneponto? 63

Page 80: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

64 DOKUMENTASI PENELITIAN Gambar 1. Wawancara dengan Bapak Mustamu dg Nuju Gambar 2. Wawancara dengan Bapak H. Rabin Situju, MM 64

Page 81: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

65 Gambar 3. Wawancara dengan Bapak Hamid dg Mile Gambar 4. Wawancara dengan Bapak Leasang Dg Ngence

Page 82: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

66 SURAT IZIN PENELITIAN 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Agama Islam 66

Page 83: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

67 2. Surat Izin Penelitian dari LP3M Unismuh Makassar

Page 84: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

68 3. Surat Izin Penelitian dari Dinas PMPTSP Provinsi Sulawesi Selatan

Page 85: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Pada Masyarakat Di

69 4. Surat Izin Penelitian dari Dinas PMPTSP Kabupaten Jeneponto