kesiapan indonesia dalam rangka liberalisaso

Upload: david-prima

Post on 05-Mar-2016

271 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lalalala

TRANSCRIPT

  • 1

    PAPER

    UJIAN TENGAH SEMESTER

    MATA KULIAH HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL

    Disusun sebagai tugas mata kuliah Hukum Investasi dan Pasar Modal

    Dosen: Prof. Erman Rajagukguk, SH., LLM., Ph.D

    Dr. Yetty Komalasari Dewi, SH., ML.I

    Dibuat oleh:

    LUSDA ASTRI, SH

    NPM: 1306424804

    PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS INDONESIA

    PEMINATAN HUKUM EKONOMI

    JAKARTA

    2014

  • 2

    KESIAPAN INDONESIA DALAM RANGKA LIBERALISASI INVESTASI

    DALAM KERANGKA HUKUM COMPREHENSIVE INVESTMENT

    AGREEMENT (ACIA) MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

    (MEA) 2015

    Oleh Lusda Astri, SH

    Latar belakang

    Perubahan yang cepat di lingkungan regional dan derasnya arus globalisasi jelas

    memunculkan tantangan-tantangan baru yang jauh lebih berat bagi ASEAN1.

    Pengalaman di masa lalu dan sekarang menunjukkan bahwa tanpa mekanisme

    kelembagaan yang memadai, termasuk yang bersifat regional kemajuan tidak

    mudah diraih. Mekanisme kelembagaan ini akan membantu mengumpulkan

    sumber daya dengan lebih efektif, seperti biaya bersama dan distribusi perolehan

    dengan lebih setara. ASEAN memerlukan konsolidasi kerjasama regional dan

    peningkatan kapasitasnya untuk bertindak dalam lingkup internasional. Ini

    memerlukan penyesuaian organisasi dan penerapan identitas internasional.

    ASEAN perlu memajukan integrasi yang lebih besar dan memiliki personalitas

    hukum. Agar memenuhi tantangan tersebut, ASEAN perlu memastikan bahwa

    perjanjian-perjanjian ASEAN dilaksanakan secara efektif. Dan perancangan

    Piagam ASEAN berlaku sebagai langkah penting menuju pemenuhan persyaratan

    tersebut.

    Penandatanganan Piagam ASEAN Desember 2008 menandai babak baru ASEAN

    dari kerjasama yang bersifat persaudaraan menjadi organisasi yang berdasarkan

    suatu komitmen bersama yang mengikat secara hukum. Piagam ASEAN

    memberikan ASEAN dasar yang kokoh bagi kerjasama intra regional dan bagi

    peran internasional yang lebih efektif. Dengan kejelasan visi, tujuan, perbaikan

    1ASEAN singkatan dari Association Southeast Asia Nation, adalah kawasan integrasi regional

    yang dibentuk pada tahun 1967 yang anggotanya terdiri dari Negara-negara yang terletak di

    Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Laos, Kamboja,

    Brunei Darussalam, Myanmar, Vietnam.

  • 3

    struktur organisasi, adanya mekanisme pengambilan keputusan dan mekanisme

    penyelesaian konflik, serta peningkatan peran dan mandat seketariat ASEAN,

    diharapkan dapat lebih menjamin implementasi kesepakatan-kesepakatan ASEAN

    yang telah dicapai.

    Pada tahun 2015 sepuluh ekonomi Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara

    (ASEAN) akan mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, untuk

    menciptakan sebuah pasar tunggal berbasis produksi yang sangat kompetitif yang

    mendorong pembangunan ekonomi yang adil bagi seluruh negara anggota, serta

    memfasilitasi integrasi dengan masyarakat global. Untuk mencapai target ini,

    ASEAN mengadopsi Cetak Biru MEA2

    pada bulan November 2007 yang

    menguraikan langkah-langkah yang akan dilaksanakan berdasarkan jadwal

    pelaksanaan. Berlakunya Piagam ASEAN dan diadopsinya Roadmap terpadu

    untuk Masyarakat ASEAN tahun 2015, telah memberikan dorongan untuk

    mencapai tujuan ini.

    Dalam rangka menciptakan pasar tunggal berbasis produksi diantara Negara

    anggota kawasan ASEAN, para pemimpin Negara anggota ASEAN menyepakati

    kerangka hukum dalam mengembangkan 4 pilar penting dalam mewujudkan

    MEA 2015. Keempat pilar tersebut antara lain arus barang yang bebas, arus jasa

    yang bebas, arus investasi yang bebas, dan arus modal yang lebih bebas. Keempat

    pilar ini memiliki payung hukum yang telah disepakati berupa ASEAN Trade in

    Goods Agreement (ATIGA) yang mengatur tentang arus barang yang bebas,

    ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang mengatur arus jasa

    yang bebas, ASEAN Comprehensive Agreement on Investment (ACIA) yang

    mengatur arus investasi yang bebas, serta Chiang Mai Initiative

    Multilateralisation (CMIM) yang mengatur tentang arus modal yang lebih bebas.

    Arus investasi yang bebas sangat penting bagi Negara anggota ASEAN. Menurut

    buku tentang informasi umum masyarakat ekonomi ASEAN yang diterbitkan

    Kementerian Perdagangan 2011, arus investasi asing lansung ke ASEAN tercatat

    2www.asean.org/5187- 10.pdf, diakses pada tanggal 14 Nopember 2014.

  • 4

    relatif tinggi. Bahkan saat terjadi krisis global 2008, investasi asing langsung ke

    kawasan Asean mencapai 59,7 miliar dolar AS. Tahun 2010, total investasi

    langsung yang masuk ke ASEAN tercatat 75,8 miliar dollar AS, atau naik dua kali

    lipat dibandingkan dengan tahun 2009. Sebagian besar investasi langsung tersebut

    berasal dari sektor jasa. Tahun 2010, sumbangan sektor jasa mencapai 65,7

    persen, sementara sektor manufaktur sebesar 28,1 persen.3

    Sebaliknya,

    pertumbuhan arus investasi intra-ASEAN tercatat masih kecil, hanya meningkat

    13,4 persen menjadi 10,7 miliar dolar AS pada 2008. Padahal pasar terbesar ada di

    kawasan ASEAN, namun kerjasama intra-ASEAN belum optimal. Menyadari

    pentingnya aliran dana investasi sebagai komponen pembangunan, Negara

    anggota ASEAN secara individu telah berusaha melakukan berbagai reformasi

    atas rezim investasinya yang kemudian dikoordinasi dalam wadah kerjasam

    regional. Oleh karenanya para pemimpin Negara Anggota ASEAN berusaha

    menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk meningkatkan investasi intra-

    ASEAN serta meningkatkan daya saing untuk menarik investasi asing langsung

    ke kawasan ASEAN melalui payung hukum ACIA.

    Melalui ACIA, baik investor ASEAN dan investor asing berbasis ASEAN dapat

    mengambil manfaat dari liberalisasi investasi yang lebih besar dan proteksi

    investasi yang semakin membaik. Hal menarik yang patut dipertanyakan adalah

    bagaimana aturan main arus investasi yang bebas dalam meningkatkan investasi

    intra-ASEAN dalam menuju MEA 2015 sehingga para Negara Anggota ASEAN

    khususnya Indonesia dapat mempersiapkan diri dan mengambil langkah-langkah

    yang tepat untuk mendorong investasi langsung asing masuk ke Indonesia tanpa

    merugikan masyarakat Indonesia, merupakan kajian yang akan penulis paparkan

    dalam tulisan ini.

    3http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/15/02224425/Liberalisasi.Investasi.Tahun.2

    012, diakses pada tanggal 14 Nopember 2014.

  • 5

    Teori Hukum Mengenai Liberalisasi Perdagangan Bebas: ASEAN

    Jika kita berbicara mengenai perdagangan bebas maka terdapat beberapa pemikir

    dengan ide mereka yang relevan mengenai filosofi dari perdagangan bebas, antara

    lain Aristoteles, John Rawls, dan Frank J. Garcia. Aristoteles mengenalkan

    Theory of Justice yang terdiri dari distributive justice dan rectificatory justice4.

    Pada dasarnya distributive justice adalah peristiwa apabila hukum dan institusi

    publik mempengaruhi alokasi manfaat-manfaat social5. Rectificatory justice pada

    intinya adalah ukuran dari prinsip-prinsip teknis yang mengatur penerapan

    hukum6. Lebih lanjut Aristoteles mengemukakan bahwa the judge tries to

    equalize things by means of the penalty, taking away from the gain of the

    assailant. For them gain is applied generally to such cases7. Pada intinya

    rectificatory justice meliputi pemulihan keadaan terhadap keuntungan yang

    diperoleh dengan cara tidak wajar8

    . Keuntungan-keuntungan yang diperoleh

    4Aristoteles, The Nichomachean Ethics, Translates with an introduction by David Ros,

    Revised by j.c. aCKRILL AND j.o Urmson, Oxford University Press, Oxford: first published,

    1925, h. 109. 5Distributive justice memberi pengarahan dalam pembagian barang-barang dan penghargaan

    kepada masing-masing pribadi sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat. Hal ini

    mengharuskan perlakuan yang sama kepada mereka yang berkedudukan sama di hadapan

    hukum. Oleh Aristoteles dikemukakan bahwa: awards should be according to merit, for

    all men agree that what is just in distribution must be according to merit in some

    sense,.democrat identify it with the status of freeman, supporters of oligarchy with wealth

    (or with noble birth), and supporters of aristocracy with excellent.the just, then, is a species

    of the proportionateLihat, Alan Ryan ed.:introduction to justice, Oxford: Oxford Univesity

    Press, 2000, h. 8-15. Lihat juga Frank J Garcia, Trade and Justice: Linking the trade

    lingkage debate, 1998, h.398-400. 6

    Dalam pengaturan hubungan-hubungan hukum harus ada standar umum untuk

    menanggulangi akibat-akibat dari tindakan-tindakan tanpa memandang siapa pun orangnya.

    Hukuman harus memperbaiki kejahatan, ganti rugi harus memperbaiki penyelewengan

    perdata, pengembalian harus memulihkan keuntungan yang diperoleh dengan cara tidak

    wajar. Oleh Aristoteles dikemukakan bahwa: the law looks only to the distinctive

    character of the injury, and treats the parties as equal, if one is in the wrong and the other is

    being wronged, and if one inflicted injury and the other has received it. Aristoteles, The

    Nichomacean Ethics, Ibid. h. 115. 7Lihat Aristoteles, The Nichomacean Ethics, Ibid. h. 115.

    8Berdasarkan terminology Aristoteles, keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan cara

    yang tidak wajar adalah keuntungan-keuntungan yang melampaui kuantitas keuntungan yang

    dapat diperoleh oleh suatu pihak dalam kondisi fair sebagaimana telah dikukuhkan dalam

  • 6

    dengan cara tidak wajar sering dijumpai pada persaingan internasional dalam

    kaitannya dengan pangsa pasar sebagai hasil liberalisasi perdagangan. Contoh

    mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan jenis ini adalah panel WTO yang

    merupakan lembaga untuk penerapan antar Negara prinsip-prinsip corrective

    justice terhadap situasi-situasi dalam hal perolehan keuntungan dari satu Negara

    atau perusahaan-perusahaan di satu Negara dipertanyakan9.

    Pemikiran Aristoteles ini dikembangkan oleh John Rawls, yang menerjemahkan

    terminologi rectificatory justice. Rawls mengemukakan bahwa hukum ekonomi

    internasional juga meliputi mekanisme untuk indetifikasi dan koreksi terhadap

    keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan cara tidak wajar, melalui

    mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan kesepakatan multilateral. John

    Rawls berpendapat bahwa justice diperlukan sebagai mekanisme untuk alokasi

    keuntungan-keuntungan yang dihasilkan dari suatu kerjasama social. Pendapat ini

    didukung oleh Beitz dan Garcia10

    . Konsepsi umum Rawls tentang justice di

    dalam A Theory of Justice biasa disebut sebagai Justice as Fairness. Konsepsi

    umum ini dirinci lebih lanjut menjadi dua prinsip yakni the principle of equal

    liberty11

    dan the difference principle. Menurut pendapatnya penerapan kedua

    prinsip tersebut akan memadai untuk perwujudan keadilan bagi semua system

    alokasi social primary goods.

    Namun, dalam karyanya ini Rawls membatasi lingkup laku prinsip-prinsip justice

    tersebut hanya dalam lingkup masyarakat domestic12

    . Hal ini dapat dipahami

    kesepakatan internasional tentang alokasi keuntungan-keuntungan. Lihat Ryan, Alan ed.:

    Opcit, h. 8-15. 9Ibid.

    10Charles R. Beitz, Political Theory and International Relations, Princeton UNcersity

    Press, 1991, h. 131. Beitz berpendapat bahwa: the requirement of justice apply to institution

    and practices (whether or not they are genuinely cooperative) in which social activity

    produce relative or absolute benefits or burdens that would not exist if the social activity did

    not take place. 11

    Rawls: Principles of equality is one of John Rawls principles of justice, stated that each

    person has an equal right to the most extensive liberties compatible with similar liberties for

    all. William H. Page, The Power of the Contracting Parties to Alter a Contract for

    Rendering Performance to a Third Person, 12 Wis. L.Rev, H. 141. 12

    John Rawls, A Theory of Justice. Harvard University Presss, 1971, h. 28.

  • 7

    mengingat kondisi karya yang ditulisnya pada tahun 1970-an sangat berbeda

    dengan keadaan saat ini. Namun dalam karya berikutnya, The Law of The

    Peoples, yang ditulis pada saat ketergantungan antarnegara tidak dihindarkan lagi,

    dengan sedikit perluasan13

    , Rawls tetap bertahan pada pendapatnya bahwa lingkup

    laku prinsip-prinsip justice hanya terbatas pada lingkup masyarakat domestic14

    .

    Jadi pusat perhatian Rawls dalam kajian justice adalah pada peoples bukan

    pada states15.

    Dari sudut pandang hukum internasional. Pemikiran Rawls tentang The Law of

    The Peoples ini dipandang memiliki dua kelemahan, yakni dari perspektif

    empiris16

    dan dari perspektif normatif17

    . Menurut Rawls, kelemahan ini timbul

    karena kondisi-kondisi bagi international peace and justice tergantung pada

    keberadaan domestic justice terlebih dahulu 18 . Pendapat ini merupakan

    pencerminan pendekatan Emmanuel Kant dalam Perpetual Peace, yang

    pertama-tama harus mewujudkan bagaimana seharusnya interaksi diantara sesame

    just state tersebut19. Dengan demikian, kajian Rawls adalah untuk merumuskan

    13

    Perluasan lingkup laku prinsip-prinsip justice tersebut mencapai hubungan antara

    masyarakat liberal sebagai pedoman bagi foreign policynya dengan masyarakat tertentu,

    tetapi tidak sampai mencapai bentuk hukum internasional sebagai hukum yang mengatur

    hubungan antarnegera. Ditekankannya bahwa lingkup laku prinsip-prinsip justice berlaku

    dalam hubungan antara masyarakat, yang disebutnya sebagai justice within the society of

    people. 14

    John Rawls, The Law of The Peoples 20 Critical Inquiry 36, 1993. Untuk memperjelas

    rinciannya, Rawls membedakan lima tipe masyarakat yaitu liberal, decent hierarchical,

    outlaw, burdened, dan benevolent absolutes. Pusat perhatian dan inti dari kajian Rawls adalah

    untuk memperjelas landasan dimana masyarakat liberaldan masyarakat non liberal tetapi

    decent peoples dapat menyetujui prinsip-prinsip hidup berdampingan dengan fair. 15

    Lihat John Rawls, The Law of The Peoples, 1993. 16

    Dari perspektif empiris The Law of The Peoples tidak memadai sebagai kajian substansi

    doctrinal dan normative bagi hukum internasional mutakhir, sebagai perihal yang senyatanya

    dapat kita jumpai. Lihat John Rawls, The Law of The Peoples, 1993, h. 45. 17

    Ibid. 18

    Kant menekankan bahwa hukum internasional yang sah secara moral didasarkan pad aliansi

    antara bangsa-bangsa yang bebas dipersatuakan oleh komitmen moral terhadap kebebasan

    individu melalui kesetiaan mereka terhadap international rule of law dan oleh manfaat-

    manfaat bersama yang dihasilkan dari hubungan yang penuh kedamaian. Lihat Franc J.

    Garcia, Book Review on The Law of the Peoples, Houston Journal of International Law,

    vol.33, 2001, h.665. 19

    Immanuel Kant, Perpetual Peace. Colombia University Press, 1939, h. 12-37.

  • 8

    prinsip-prinsip normative sebagai pedoman bagi kebijakan luar negeri dari

    masyarakat liberal; kegiatan tersebut bukan pembentukan international justice

    untuk lingkup kosmopolitan.

    Selanjutnya, pemikiran tersebut diperdalam kajiannya oleh Frank J Garcia,

    khususnya kajian tentang redistributive justice dalam hukum perdagangan

    internasional pada buku karangannya yang berjudul Trade, Inequality, and

    Justice: To World a Liberal Theory of Just Trade karena kecewa dengan

    pemikiran Rawls yang gagal dalam penerapan di bidang perdagangan

    internasional. Karya Garcia ini adalah buku yang pertama kali menerapkan

    konsep asbstrak Theory of Justice ke dalam permasalahan konkrit di bidang

    hukum perdagangan internasional.

    Dalam sudut pandang normative, berdasarkan ketiga bentuk Liberal Theory of

    Justice-utilitarian20

    , libertarian21

    , dan egalitarian22

    ,Just Trade harus berwujud

    sebagai Free Trade yaitu bahwa hubungan-hubungan ekonomi internasional harus

    bebas dari restriksi-restriksi yang diciptakan oleh pemerintah baik dalam bentuk

    hambatan-hambatan tariff maupun non tariff. Pemikiran John Rawls dikritik oleh

    Garcia karena gagal dalam penerapan di bidang perdagangan internasional. Garcia

    memperdalam kajian redistributive justice dalam hukum perdagangan

    20

    Aliran utilitarian dalam mempertahankan pemikirannya mempergunakan argumen-argumen

    Teleologis/Konsekuensialis dan berlandaskan Theory of The Good. Berdasarkan

    pendekatan Teleologis/Konsekuensialis suatu tindakan dinilai positif atau negatif dari

    akibat konsekuensi yang ditimbulkannya. Berdasarkan A Theory of the Good secara

    teleologis tindakan yang benar adalah tindakan yang benar yang menimbulkan akibat postif

    berupa pencapaian maksimal atas utility atau happiness. Lihat : John Rawls : A Theory

    of Justice, Harvard University Press, Cambridge, 1971, hlm. 24. 21

    Aliran-aliran Libertarian dan Egalitarian mempergunakan argumen-argumen

    Deontologis dan bersandar pada Theory of the Right. Berdasarkan pendekatan

    Deontologis yang mengacu pada formulasi Kantian tentang kewajiban moral (deon=duty)

    terhadap umat manusia. Berdasarkan pendekatan ini dalam semua tindakan manusia harus

    dinilai sebagai ends bukan sebagai mens. Berdasarkan A Theory of the right secara

    deontologis kewajiban untuk bertindak adil timbul dari kewajiban manusia untuk

    menghormati fundamental right pihak lain. Lihat : ibid, hlm. 44. 22

    Berdasarkan A Theory of the Right secara deontologis kewajiban untuk bertindak adil

    timbul dari kewajiban manusia untuk menghormati moral equity pihak lain. Lihat : ibid,

    hlm. 95.

  • 9

    internasional melalui bukunya yang bejudul Trade, Inequality, and Justice:

    Toward a Liberal Theory of Just Trade. Garcia mengemukakan pendapatnya

    dalam buku tersebut bahwa pada hubungan antara negara maju dengan negara

    berkembang di dalam hukum perdagangan internasional timbul masalah

    redistributive justice. 23 Kemudian dalam artikelnya Building A Just Trade

    Order for A New Millenium Garcia mengemukakan bahwa hukum ekonomi

    internasionl juga meliputi mekanisme untuk identifikasi dan koreksi terhadap

    keutungan yang diperoleh dengan cara tidak wajar, melalui mekanisme

    penyelesaian sengketa yang berdasarkan kesepakatan multilateral. Contoh Panel

    WTO dapat dikategorikan sebagai lembaga yang menerapkan prinsip corrective

    justice antar negara anggota WTO terhadap situasi dimana perolehan

    keuntungan oleh suatu negara atau oleh perusahaan-perusahaan di negaranya

    diperoleh dengan cara tidak wajar24

    .

    Garcia berpendapat bahwa Just Trade harus berwujud sebagai Free Trade yaitu

    bahwa hubungan-hubungan perdagangan internasional harus bebas dari

    hambatan-hambatan atau batasan-batasan yang dibuat oleh pemerintah, dari

    berbagai bentuk baik itu hambatan tariff maupun non-tarif25

    . Garcia

    menyimpulkan Theory of Justice liberal di bidang hukum perdagangan

    internasional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    1. Hukum perdagangan internasional yang adil harus dirumuskan

    sedemikian rupa untuk melindungi kesetaraan moral seluruh individu

    yang terpengaruh olehnya, meliputi komitmen terhadap free trade

    sebagai prinsip ekonomi, terutama untuk mempertahankan keadilan

    sebagai prasyarat liberal.

    2. Teori liberal tentang perdagangan yang adil mempersyaratkan bahwa

    hukum perdagangan internasional harus beroperasi sedemikian rupa

    untuk kepentingan Negara-negara yang paling tidak diuntungkan,

    23

    Frank J. Garcia. Trade, Inequality, and Justice: Toward a Liberal Theory of Just Trade,

    Transnastional Publisher, NewYork, 2000, hlm. 979. 24

    Frank J. Garcia. Building a Just Trade Order for Millenium, George Washington

    International Law Review, Vol. 33, 2001, hlm. 1015-1062. 25

    Frank J. Garcia. Building a Just Trade Order for Millenium, Ibid hlm. 1044.

  • 10

    dengan demikian menggaris bawahi pentingnya prinsip special and

    differential treatment sebagai justifikasi bagi hukum perdagangan

    internasional.

    3. Liberal justice mempersyaratkan bahwa hukum perdagangan

    internasional tidak mengorbankan hak-hak asasi manusia, dan

    perlindungan yang efektif terhadap hak-hak asasi manusia dalam

    rangka pencapaian keuntungan.26

    Penggunaan Theory of Justice oleh Aristoteles dan disempurnakan oleh pemikiran

    Garcia ini akan dijadikan sebagai landasan teoritis pada tulisan ini.

    Konsep Liberalisasi Investasi ASEAN

    ACIA berlaku pada tanggal 29 Maret 2012, pada dasarnya merupakan kodifikasi

    dari berbagai kesepakatan investasi yang sudah ada di ASEAN. Kesepakatan

    investasi tersebut adalah ASEAN Agreement for the Promotion and Protection of

    Investments tahun 1987 atau ASEAN Investment Guarantee (IGA), The

    Framework on the ASEAN Investment Area (AIA)27

    beserta protocol terkaitnya,

    yang ditandatangani pada 7 Oktober 1998 yang mulai berlaku pada 7 April 1999.

    Perjanjian-perjanjian tersebut merupakan inisiatif investasi yang bertujuan

    mewujudkan ASEAN sebagai kawasan investasi yang menarik, kompetitif,

    terbuka dan bebas dalam rangka menarik dan meningkatkan arus investasi asing

    baik dari luar maupun dalam kawasan secara berkesinambungan. Perjanjian ini

    mengikat Negara anggota untuk secara progresif mengurangi atau menghapus

    peraturan, kebijakan dan kondisi yang dapat menghambat arus investasi masuk

    dan memastikan pelaksanaan proyek penanaman modal asing di ASEAN dicapai

    dalam kurun waktu yang telah disepakati. Dengan demikian kawasan ASEAN

    menjadi tujuan investasi yang menarik sekaligus mencegah terjadinya perang

    insentif antarnegara anggota. Dalam perjanjian ini, cakupan investasi adalah

    26

    Frank J. Garcia. Building a Just Trade Order for Millenium, Ibid hlm. 1062 dan Agus

    Brotosusilo, Disertasi: Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Internasional: Studi tentang

    Kesiapan Hukum Indonesia Melindungi Produksi dalam Negeri Melalui Undang Undang Anti

    Dumping dan Safeguard, Jakarta, 2006. hlm. 9. 27

    AIA disepakati pada pertemuan ASEAN Summit kelima di Bangkok pada tanggal 15

    Desember 1995.

  • 11

    semua investasi langsung di luar investasi portofolio. Untuk mencapai tujuan

    tersebut, AIA menjabarkan langkah-langkah sebagai berikut28

    :

    a. Mengkoordinasikan implementasi kerjasama investasi ASEAN dan

    program-program fasilitasi

    b. Mengimplementasikan program promosi terpadu dan kegiatan-kegiatan

    kepedulian investasi (investment awareness).

    c. Membuka semua industry (manufaktur, pertanian, perikanan, kehutanan,

    pertambangan dan quarriying serta jasa yang terkait dengan kelima sektor

    tersebut) untuk investasi, dengan beberapa pengecualian yang dinyatakan

    dalam Temporary Exclusion List (TEL) dan Sensitive List (SL) untuk

    investor ASEAN pada 2010 dan semua investor pada 2020. TEL harus

    secara bertahap dihapuskan dalam jangka waktu yang disepakati,

    sedangkan SL meskipun tidak mempunyai jangka waktu penghapusan,

    harus di-review secara berkala.

    d. Menjamin national treatment (perlakuan nasional) atau perlakuan yang

    sana antara investor asing dengan investor lokal.

    e. Mengikutsertakan sektor swasta secara aktif dalam proses pengembangan

    AIA.

    Seluruh perjanjian-perjanjian tersebut diatas ditinjau kembali dan dijadikan satu

    perjanjian investasi yang komprehensifmeliputi kerjasama fasilitasi, promosi,

    liberalisasi dan perlindungan investasi, menjadi ASEAN Comprehensive

    Investment Agreement (ACIA).Alasannya adalah sebagai berikut:

    1. Mengingat keputusan pada pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN

    (AEM) ke-39 di Filipina tanggal 23 Agustus 2007 yang telah merevisi

    Persetujuan Kerangka Kerja tentang Kawasan Penanaman Modal ASEAN

    (AIA) menjadi suatu perjanjian investasi yang menyeluruh yang

    berwawasan ke depan dengan bentuk-bentuk dan ketentuan-ketentuan

    yang telah diperbaiki sebanding dengan kebiasaan-kebiasaan internasional

    terbaik dalam rangka meningkatkan penanaman modal intra-ASEAN serta

    untuk meningkatkan daya saing Negara-negara ASEAN dalam menarik

    28

    Dapat dilihat dalam Pasal 3, Pasal 7 ayat (2),(3),(4) AIA.

  • 12

    aliran masuk penanaman modal ke dalam ASEAN.

    2. Menyadari adanya perbedaan tingkatan pembangunan di dalam Negara-

    negara ASEAN, terutama di Negara-negara Anggota terbelakang yang

    membutuhkan flesibilitas, termasuk perlakuan khusus dan membedakan,

    untuk mencapai masa depan ASEAN yang lebih terpadu dan saling

    tergantung.

    3. Menegaskan kembali perlunya langkah ke depan dari perjanjian-perjanjian

    tersebut dalam rangka meningkatkan lebih lanjut integrasi regional untuk

    mewujudkan visi MEA.

    4. Meyakini bahwa aliran masuk penanaman modal baru dan penanaman

    modal kembali yang berkelanjutan akan meningkatkan dan memastikan

    pembangunan perekonomian yang dinamis di Negara-negara ASEAN.

    5. Mengakui bahwa lingkungan penanaman modal yang kondusif akan

    meningkatkan arus modal, barang dan jasa, teknologi dan sumber daya

    manusia secara lebih bebas, serta pembangunan ekonomi dan social secara

    keseluruhan di ASEAN dan adanya tekad untuk meningkatkan lebih lanjut

    kerjasama ekonomi antara dan antar Negara-negara anggota ASEAN.

    Kerangka Hukum Comprehensive Investment Agreement (ACIA)

    ACIA terdiri dari 49 Pasal, 2 lampiran dan satu jadwal (Reservation List of

    Member States). ACIA antara lain berisi persyaratan investasi komprehensif yang

    berpatokan pada 4 (empat) pilar yakni liberalisasi, perlindungan, fasilitasi dan

    promosi; tenggat waktu yang jelas untuk liberalisasi investasi; serta keuntungan

    bagi investor asing yang berbasis di ASEAN. Persyaratan investasi yang lebih

    liberal, fasilitatif dan transparan dalam perjanjian itu diharapkan dapat

    meningkatkan perlindungan investasi, memperbaiki kepercayaan investor untuk

    menanamkan modal di kawasan ASEAN serta mendorong peningkatan investasi

    antar negara ASEAN, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ACIA tentang

    Maksud dan Tujuan ACIA sebagai berikut:

    Progressive liberalization of the investment regimes of Member States;

    Provision of enhanced protection to investors of all Member States and

  • 13

    their investments;

    Improvement in transparency and predictability of investment rules,

    regulations and procedures conducive to increased investment among

    Member States;

    Joint promotionof the region as an integrated investment area; and

    Cooperation to create favorable conditions for investment by investors of

    a member states in the territory of the other Member States.

    Dalam mewujudkannya wajib mempedomani prinsip-prinsipnya29

    . Berikut tabel

    kerangka hukum ACIA.

    Section A

    Article 1

    Article 2

    Article 3

    Article 4

    Article 5

    Article 6

    Article 7

    Article 8

    Article 9

    Article 10

    Article 11

    Article 12

    Article 13

    Article 14

    Article 15

    Article 16

    Objective

    Guiding Principles

    Scope of Application

    Definitions

    National Treatment

    Most-Favoured-Nation Treatment

    Prohibition of Performance Requirements

    Senior Management and Board of Directors

    Reservations

    Modification of Commitments

    Treatment of Investment

    Compensation in Cases of Strife

    Transfers

    Expropriation and Compensation

    Subrogation

    Measures to safeguard the Balance-of-Payments

    29

    Sebagaimaan Pasal 2 ACIA tentang Prinsip-prinsip pedoman sebagai berikut:

    a. Forward looking, reaffirming, improving and building upon the existing AIA and

    ASEAN IGA;

    b. Disallow back-tracking of commitments except with compensation;

    c. Balanced in its focus: incorporationg liberalization, promotion, facilitation and

    protection;

    d. Progressive liberalization to achieve free and open investment environment, in line

    with AEC;

    e. Benefit ASEAN-owned investors and companies and foreign-owned ASEAN based

    investors;

    f. Consider granting special and differential (S&D) treatment for the newer ASEAN

    Member States;

    g. Flexible treatment taking into account individual countries sensitivities;

    h. Reciprocal treatment in the enjoyment of concessions as in AIA;

    i. Preservation of ASEAN preferential treatment; and

    j. Allow expansion to cover other sectors in the future;

  • 14

    Section B:

    Investment

    Dispute

    Between an

    Investor

    and a

    Member

    State

    Article 17

    Article 18

    Article 19

    Article 20

    Article 21

    Article 22

    Article 23

    Article 24

    Article 25

    Article 26

    Article 27

    Article 28

    Article 29

    Article 30

    Article 31

    Article 32

    Article 33

    Article 34

    Article 35

    Article 36

    Article 37

    Article 38

    Article 39

    Article 40

    Article 41

    Article 42

    Article 43

    Article 44

    Article 45

    Article 46

    Article 47

    Article 48

    Article 49

    General Exceptions

    Security Exceptions

    Denial of Benefits

    Special Formalities and Disclosure of Information

    Transparency

    Entry, Temporary Stay and Work of Investors and

    Key Personnel

    Sepcial and Differential Treatment for the New

    ASEAN Member States

    Promotion of Investment

    Facilitation of Investment

    Enhancing ASEAN Integration

    Disputes Between or Among Member States

    Definitions

    Scope of Coverage

    Conciliation

    Consultations

    Claim by an Investor of a Member states

    Submission of a Claim

    Condition and Limitation on Submission of a Claim

    Selection of Arbitrators

    Conduct of the Arbitration

    Consolidation

    Expert Reports

    Transparency of Arbitral Proceedings

    Governing Law

    Awards

    Institutional Arrangements

    Consultations by Member States

    Relation to Other Agreements

    Annexes, Schedule and Future Instruments

    Amendments

    Transitional Arrangements Relating to the ASEAN

    IGA and the AIA Agreement

    Entry into Force

    Depositary

    Annex 1

    Annex 2

    Approval in Writing

    Expropriation and Compensation

    Perlindungan Hukum Investasi dibawah ACIA

    ACIA memuat sejumlah perlindungan hukum bagi hak-hak investasi yang layak.

    Sebagian besar perlindungan hukum investasi ini mewajibkan negara tuan rumah

    investasi tersebut untuk memberikan kompensasi ketika Negara tuan rumah

  • 15

    investasi itu gagal menegakkan kewajibannya kepada lingkungan investasi yang

    bebas dan kompetitif. Sejumlah hak-hak investasi tersebut diantaranya:

    1. Perlakuan yang adil dan merata, pemerintah negara tuan rumah pun

    harus mematuhi hukum dan peraturan yang saat berolahraga kekuatannya,

    dan tidak diizinkan untuk membuat keputusan yang sewenang-wenang.

    Dalam hal tindakan hukum yang diambil terhadap setiap investor, investor

    akan diberikan hak untuk membela diri, dengan akses ke perwakilan

    hukum dan kesempatan untuk mengajukan banding setiap hasil yang

    merugikan atau keputusan.

    2. Perlindungan dan keamanan penuh, Pemerintah tuan rumah wajib

    memberikan perlindungan dan keamanan untuk semua investasi dalam hal

    bahaya fisik (misalnya saat kerusuhan atau demonstrasi). Dalam hal

    kerugian yang diderita sebagai akibat dari konflik bersenjata, perselisihan

    atau peristiwa serupa, negara tuan rumah harus mengkompensasi investor

    terpengaruh secara non-diskriminatif.

    3. Tidak ada pengambilalihan melanggar hukum, Setiap negara ASEAN

    yang menyita investasi ACIA dilindungi, langsung atau tidak langsung,

    wajib memberikan kompensasi yang memadai dan efektif untuk para

    investor yang terkena dampak secara cepat dalam karena sesuai dengan

    hukum. Kompensasi harus sepenuhnya realisasi dan dipindahtangankan

    antara negara-negara anggota ASEAN dan setara dengan nilai pasar wajar

    pada saat pengambilalihan itu diumumkan atau terjadi. Pengambilalihan

    hanya diperbolehkan bila dilakukan untuk kepentingan umum dan jika

    dilakukan dengan cara yang tidak diskriminatif. Pengecualian untuk ini

    termasuk ketika pengambilalihan diperbolehkan untuk memperoleh tanah

    yang dibebani investasi, kompensasi yang diberikan dibayarkan kepada

    investor sesuai dengan hukum nasional, dan ketika negara tuan rumah

    dapat mengenakan lisensi wajib untuk properti intelektual sesuai dengan

    hukum nasionalnya.

    4. Bebas transfer dana, Setiap investor dapat dengan bebas dan tanpa

    transfer terkait investasi delay perilaku dalam dan keluar dari wilayah

    negara ASEAN yang telah diinvestasikan. Transfer ini dapat dilakukan

  • 16

    dalam mata uang yang dapat digunakan secara bebas dan pada pasar nilai

    tukar pada saat transfer. Dalam keadaan luar biasa hak ini mungkin

    terbatas melalui aplikasi yang baik-iman hukum dan prosedur negara tuan

    rumah, misalnya berkaitan dengan kebangkrutan, kepailitan, perdagangan

    surat berharga dan berjangka, perpajakan, dan pesangon bagi karyawan.

    Dalam keadaan yang terbatas, transaksi modal juga dapat dibatasi secara

    umum jika diminta oleh Dana Moneter Internasional (IMF), sebagai

    ukuran untuk menjaga neraca pembayaran, atau ketika pergerakan modal

    mengancam menyebabkan gangguan ekonomi atau keuangan yang serius

    di Negara tuan rumah investasi.

    5. Melindungi untuk memulihkan hak asuransi, Jika perusahaan asuransi

    telah menutupi kewajiban hukum dari negara tuan rumah kepada investor,

    perusahaan asuransi memiliki subrogasi hak atas kompensasi dari negara

    tuan rumah.

    Hadirnya payung hukum dibidang investasi ASEAN yakni ACIA memberikan

    keuntungan bagi lingkungan investasi dan sektor bisnis. ACIA memberikan

    jaminan perlindungan investasi sehingga para investor yakin untuk berinvestasi di

    kawasan ASEAN. Sepanjang bisnis yang bersangkutan, investor mendapatkan

    keuntungan dengan adanya kewajiban perlakuan non-diskrimasi, perlindungan

    dan keamanan penuh, dan kerjasama dari pemerintah mengenai fasilitas investasi

    bagi para investor dari Negara anggota ASEAN. Namun demikian, untuk

    merealisasikan keuntungan tersebut, ketentuan-ketentuan di ACIA harus dipahami

    dan diimplementasikan khususnya oleh institusi pemerintah selaku regulator dan

    sektor bisnis di Negara Anggota ASEAN. Implementasi ACIA yang efektif sangat

    tergantung dari kemauan dan komitmen dari Negara Anggota ASEAN untuk

    melakukan reformasi struktural dan peraturan sesuai dengan ketentuan ACIA.

    Selain itu, reformasi peraturan yang mendukung penyederhanaan prosedur,

    perizinan dan persyaratan peraturan lainnya akan menghasilkan lingkungan

    investasi yang menguntungkan.

  • 17

    Bagaimana Investor mendapatkan keuntungan dari ACIA?

    Tujuan keseluruhan dari Perjanjian Investasi Komprehensif ASEAN adalah untuk

    mendirikan sebuah rezim investasi bebas, terbuka, transparan dan terintegrasi bagi

    investor domestik dan internasional di seluruh kawasan ASEAN, dan manfaat

    ACIA termasuk liberalisasi investasi, non-diskriminasi, transparansi,

    perlindungan investor, dan investor-Negara Penyelesaian Sengketa.

    Liberalisasi Investasi

    Perjanjian ACIA dalam menghadapi liberalisasi investasi lintas batas di

    lima sektor: manufaktur, pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan

    dan penggalian, dan layanan yang terkait dengan masing-masing. Setiap

    negara anggota ASEAN menyerahkan daftar pemesanan untuk sektor-

    sektor ini, dan apa pun tidak ada dalam daftar tunduk pada kebijakan

    nasional, liberalisasi dan terbuka untuk investor ASEAN. Setiap negara

    anggota kemudian bertanggung jawab untuk mengurangi atau

    menghilangkan daftar reservasi mereka sesuai dengan tiga tahapan Jadwal

    Strategis Cetak Biru AEC. Negara-negara ASEAN juga berkomitmen

    untuk meningkatkan kerjasama di bidang termasuk:

    konvergensi kebijakan Investasi

    Prosedur untuk aplikasi investasi dan persetujuan

    Pertukaran informasi investasi terkait, aturan, peraturan, kebijakan

    dan prosedur

    Koordinasi Peningkatan antar kementerian dan lembaga pemerintah

    Tingkat Tinggi konsultasi dengan para pemangku kepentingan sektor

    swasta untuk memfasilitasi investasi

    Untuk membantu mempromosikan kawasan ASEAN sebagai kawasan

    investasi terpadu yang memiliki kondisi yang menguntungkan untuk

    investasi domestik dan internasional, semua negara anggota setuju

    melalui ACIA dalam:

    Menciptakan lingkungan yang diperlukan untuk mempromosikan

    segala bentuk investasi dan daerah pertumbuhan baru di ASEAN

  • 18

    Mempromosikan intra-ASEAN investasi, khususnya investasi dari

    ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan

    Thailand) ke negara-negara ASEAN yang kurang maju

    Memelihara pertumbuhan dan perkembangan Usaha Kecil dan

    Menengah

    Mempromosikan inisiatif investasi bersama berfokus pada kelompok

    regional dan jaringan produksi

    Non-Diskriminasi

    Kesetaraan dalam pengobatan bagi investor ASEAN dan investasi mereka

    fungsi penting lain dari ACIA. Perlakuan Nasional dan paling- Favoured

    Nation Treatment-prinsip Perjanjian ini mewajibkan negara-negara

    anggota ASEAN untuk tidak membeda-bedakan dan mengobati investor

    ASEAN kurang menguntungkan dibandingkan pesaing baik lokal maupun

    asing. Di bawah Perlakuan Nasional, negara ASEAN setuju untuk

    mengobati investor dari negara ASEAN tidak kurang menguntungkan dari

    itu akan memperlakukan investor dalam penerimaan, pembentukan,

    akuisisi, ekspansi, manajemen, perilaku, operasi dan penjualan atau

    pelepasan lainnya dari investasi di wilayahnya. Di bawah Kebanyakan-

    Favoured- Nation Treatment, semua investor ASEAN harus diperlakukan

    sama dan ini termasuk investor dari negara-negara non-ASEAN. Selain

    itu, negara-negara anggota tidak bisa memaksakan persyaratan

    kewarganegaraan tertentu pada manajemen senior kecuali ada pemesanan

    resmi yang dipublikasikan, dan jika negara anggota memerlukan dewan

    direksi di sebuah perusahaan asing untuk menjadi sebuah bangsa tertentu

    atau menjadi warga, tidak dapat mengganggu kemampuan investor untuk

    mengendalikan investasi. ACIA juga menjamin tidak ada persyaratan

    kinerja dan tidak bisa memaksakan kondisi seperti isi minimum lokal,

    persyaratan ekspor, atau persyaratan perdagangan balancing.

  • 19

    Transparansi

    Lain prinsip membimbing ACIA adalah untuk meningkatkan transparansi

    dan prediktabilitas aturan investasi, peraturan dan prosedur yang kondusif

    bagi peningkatan investasi. Ini termasuk:

    kebijakan investasi Harmonised yang mengarah pada konvergensi

    kebijakan investasi

    prosedur Efisien dan disederhanakan untuk aplikasi investasi dan

    persetujuan

    Penyebaran informasi tentang aturan, peraturan, kebijakan dan

    prosedur mempengaruhi investor dan investasi mereka dalam

    ASEAN

    Untuk menunjukkan bahwa ACIA adalah aturan berbasis dan

    mempromosikan aturan investasi diprediksi, transparansi tercermin dalam

    berbagai ketentuan dan beberapa persyaratan antara lain:

    Memberitahukan negara anggota ASEAN lainnya ketika

    memaksakan transfer dana pembatasan

    Memberitahukan Dewan ACIA ketika memperkenalkan undang-

    undang baru atau setiap perubahan undang-undang yang ada,

    peraturan atau pedoman administrasi yang secara signifikan dapat

    mempengaruhi investasi atau komitmen dari negara anggota ASEAN

    Membuat publik tersedia semua hukum, peraturan dan pedoman

    administrasi aplikasi umum yang berhubungan dengan atau

    mempengaruhi investasi

    Perlindungan Investor

    ACIA juga memberikan perlindungan ditingkatkan untuk investor dan

    investasi mereka termasuk perlakuan yang adil dan merata, perlindungan

    penuh dan keamanan, tidak ada pengambilalihan melanggar hukum,

    kompensasi dalam kasus perselisihan, dan bebas transfer dana. Negara-

    negara anggota ASEAN telah sepakat untuk memberikan semua investasi

    tercakup dalam perlakuan yang adil dan merata ACIA, tidak menyangkal

    keadilan dalam proses hukum atau administratif sesuai dengan prinsip-

  • 20

    prinsip due process, dan bahwa negara tuan rumah tidak akan membuat

    keputusan yang sewenang-wenang dan ikuti nya aturan dan peraturan.

    Untuk setiap tindakan hukum, investor ASEAN memiliki hak untuk

    perwakilan hukum dan hak untuk mengajukan banding. Negara-negara

    anggota ASEAN juga akan mengambil langkah-langkah yang cukup

    diperlukan untuk perlindungan dan keamanan investasi setiap saat

    termasuk dalam setiap kerusuhan atau pemberontakan. Untuk kerugian

    investasi tertutup akibat konflik bersenjata, konflik sipil, atau keadaan

    darurat, kompensasi non-diskriminatif atau restitusi diperlukan oleh

    ACIA. Perjanjian ini juga melindungi investor terhadap pengambilalihan

    tidak sah, dan jika negara anggota tidak mengambil alih investasi,

    kompensasi yang layak diperlukan. Hak asuransi 'untuk memulihkan juga

    dilindungi, dan negara-negara anggota harus memberikan masukan,

    sementara tinggal dan izin kerja bagi investor, eksekutif, manajer dan

    anggota dewan direksi dari investor ASEAN; Namun, kewenangan

    tersebut tunduk pada semua imigrasi dan tenaga kerja hukum dan

    kebijakan yang relevan.

    Didalam kesepakatan ACIA, setiap negara anggota harus mengizinkan

    semua transfer yang berkaitan dengan investasi tertutup harus dibuat

    secara bebas dan tanpa penundaan masuk dan keluar dari wilayahnya

    dalam mata uang yang dapat digunakan secara bebas di pasar nilai tukar

    yang berlaku pada saat transfer. Transfer dapat meliputi kontribusi modal

    termasuk kontribusi awal .

    Tujuan keseluruhan dari Perjanjian Investasi Komprehensif ASEAN

    adalah untuk mendirikan sebuah rezim investasi bebas, terbuka, transparan

    dan terintegrasi bagi investor domestik dan internasional di seluruh

    kawasan ASEAN, dan manfaat ACIA termasuk liberalisasi investasi, non-

    diskriminasi, transparansi, perlindungan investor, dan investor-Negara

    Penyelesaian Sengketa.

  • 21

    Potensi Ekonomi dan Iklim Investasi ASEAN

    Total GDP (Gross Domestic Product) ASEAN mencapai sekitar US$ 2.327

    milyar (ASEAN Secretariat, 2012) dengan pasar sebesar 600 juta - memiliki daya

    tarik yang tinggi. Saat ini, sebagian besar (lebih dari 99%) perdagangan barang

    intra-ASEAN menikmati tarif 0% (zero tariff). ASEAN mampu bertahan di

    tengah krisis di belahan dunia lainnya. ASEAN telah memiliki 5 (lima) Free

    Trade Agreement (FTA), yaitu dengan RRT (ACFTA), Jepang (AJCEPA), Korea

    Selatan (AKFTA), India (AIFTA, serta Australia-Selandia Baru (AANZFTA).

    Dimulainya negosiasi ASEAN Framework for Regional Comprehensive Economic

    Partnership (RCEP) pada awal 2013 meletakkan ASEAN sebagai driving force

    dalam pengembangan arsitektur ekonomi yang melibatkan kawasan lainnya. Hasil

    survey Japan ASEAN Integration Fund (JAIF) pada 2012 mencatat 73% para

    pelaku bisnis di ASEAN yang menjadi responden perpandangan bahwa integrasi

    ASEAN akan memberikan manfaat peningkatan ekonomi, dan 64 % kalangan

    publik meyakini bahwa integrasi ASEAN akan meningkatkan kondisi ekonomi

    secara keseluruhan.

    Menyadari pentingnya aliran dana investasi sebagai komponen pembanguna,

    Negara anggota ASEAN secara individu telah berusaha melakukan berbagai

    reformasi atas rezim investasinya. Langkah tersebut kemudian dikoordinasi dalam

    wadah kerja sama kawasan regional . ASEAN530

    telah mengakui perjanjian Trade

    Related Investment measures (TRIMS) dalam rangka mengurangi hambatan dalam

    bentuk pengaturan yang membatasi investasi asing, terutama trade-related

    performances requirements. Instrumen kebijakan investasi yang membatasi arus

    investasi asing langsung dalam bentuk trade-related performances requirements

    antara lain31

    :

    a. Pembatasan arus masuk dan pendirian perusahaan penanaman modal

    30

    ASEAN5 terdiri dari Negara-negara anggota ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura,

    Thailand, Philipina . 31

    R. Winantyo, Rahmat Dwi Saputra, sri Fitriani, Rita Morena, Aswin Kosotali, Gunawa

    Saichu, Usmanti Rohmadyati, Sholihah, Aditya Rachmanto, dan Dadan Gand, Masyarakat

    Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: memperkuat sinergi ASEAN ditengah Kompetisi Global, PT.

    Elex Media Komputindo, Jakarta, 200, hal. 190-195.

  • 22

    asing.

    b. Pembatasan tingkat kepemilikan asing.

    c. Perlakuan yang berbeda terhadap investor asing.

    d. Pembatasan operasional perusahaan asing seperti keharusan untuk

    memakai produk atau bahan baku lokal dan pembatasan ekspor.

    e. Kebijakan dan peraturan tentang kompetisi yang kurang memadai.

    f. Perlindungan terhadap intellectual property rights.

    Sejauh ini baru Singapura yang tidak menerapkan persyaratan tersebut terhadap

    investasi asing, sementara di Negara anggota ASEAN lainnya masih menerapkan

    pengaturan dan pembatasan terhadap investasi asing yang cukup banyak dan

    beragam. Kondisi ini dapat terjadi karena meskipun kerjasama investasi dalam

    AIA mengikat secara hukum, tetapi detail penerapan pelaksanaan liberalisasi

    investasi diserahkan kepada masing-masing Negara tanpa jadwal pelaksanaan

    yang disepakati. Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina menerapkan

    persyaratan kandungan lokal dan persyaratan orientasi ekspor. Ketentuan alih

    teknologi juga diberlakukan di Indonesia dan Thailand.

    Untuk investasi asing intra-ASEAN, baik pemberi dan penerima didominasi oleh

    4 (empat) Negara yaitu Thailand, singapura, Indonesia dan Malaysia. Keempat

    Negara tersebut menerima 91 persen aliran masuk investasi asing intra-ASEAN.

    Namun disisi lain keempat Negara tersebut merupakan sumber dari 96 persen

    aliran investasi asing intra-ASEAN32

    . Dari data perkembangan investasi ASEAN

    yang diakses pada website resmi ASEAN, perkembangan dan karakteristik aliran

    investasi asing masuk ke ASEAN menunjukkan peningkatan, kesenjangan

    antarnegara anggota dalam memperoleh aliran dana tersebut masih lebar.

    Peningkatan tersebut juga belum diikuti oleh aliran investasi asing intra-ASEAN.

    Tingginya aliran investasi asing ke ASEAN disinyalir terkait dengan kegiatan

    Transnational Cooperation (TNC) di sektor manufaktur, jasa keuangan, dan

    perdagangan untuk memenuhi kebutuhan pasar global. Sementara masih

    terpusatnya aliran masuk investasi asing intra-ASEAN pada empat Negara,

    32

    www.asean.org, diakses tanggal 14 Nopember 2014.

  • 23

    sejalan dengan intra-industry trade pada produk elektronik serta teknologi

    informasi dan telekomunikasi.

    Meskipun ketentuan investasi di ASEAN sudah cukup liberal terutama di

    ASEAN5, penerimaan investasi asing masuk dari masing-masing Negara

    ASEAN5 dalam periode yang sama didominasi oleh Negara yang memiliki

    kondisi pendukung investasi terbaik seperti kepastian hukum, system perpajakan,

    infrastruktur, prosedur pabean atau biasanya dikenal dengan iklim investasi.

    Adapun tiga indicator yang biasanya digunakan yaitu Indeks kondisi pendukung

    investasi, indeks potensial investasi asing dan ranking daya saing global

    memberikan gambaran iklim investasi tersebut. Untuk Indonesia, seluruh kondisi

    pendukung investasi asing yang dinilai masih di bawah China. Faktor pendukung

    yang sudah cukup baik adalah tenaga kerja dalam hal komunikasi dan

    pengelolaan, sementara tiga faktor kelemahan ASEAN ditambah infrastruktur

    mempunyai nilai yang paling rendah disbanding China. Risiko nilai tukar di

    Indoesia bahkan yang paling tinggi dibanding Negara ASEAN5 lainnya. Indeks

    kedua dari informasi website resmi ASEAN menunjukkan Singapura, Malaysia,

    Brunei dan Filipina sebagai Negara yang mempunyai indeks potensial investasi

    asing33

    dalam arti peluang untuk menarik investasi yang paling tinggi di kawasan

    ASEAN.

    Oleh karena itu, jelas diperlukan kebijakan di banyak Negara anggota ASEAN

    untuk meningkatkan iklim investasinya. Bagi Indonesia, tugas tersebut bukanlah

    suatu hal yang mudah mengingat masalah utama terletak pada kebutuhan

    infrastruktur. Untuk itu diperlukan skim pembiayaan yang memadai disamping

    33

    Indeks potensi investasi asing dikeluarkan oleh UNCTAD dalam World Investment Reports.

    Indeks ini menggambarkan daya tarik perekonomian suatu Negara bagi investor asing dengan

    mengukur rata-rata 12 variabel yang terdiri dari: rata-rata pertumbuhan ekonomi selama 10

    tahun terakhir, rasio ekspor terhadap PDB, rasio sambungan telepon per 1000 penduduk dan

    mobile telephones per 1000 penduduk, penggunaan BBM per penduduk, porsi anggaran

    pendidikan dalam APBN, pangsa mahasiswa dalam populasi, country risk, pangsa pasar

    ekspor bahan tambang di pasar dunia, dan pangsa stok aliran modal masuk investasi asing

    langsung terhadap total stok aliran modal masuk investasi asing langsung dunia.

  • 24

    pemanfaatan inisiatif terkait34

    . Perbedaan kondisi masing-masing Negara dapat

    memberikan peluang bagi ASEAN untuk saling mengisi sehingga kawasan dapat

    meningkatkan daya saing investasi, terutama bagi Negara yang mempunyai

    potensi tinggi.

    Kesiapan Indonesia dalam Liberalisasi Investasi MEA 2015

    Pada 2012, seluruh anggota ASEAN telah meratifikasi ASEAN Comprehensive

    Investment Agreement (ACIA), yang membawa dampak positif bagi iklim

    investasi dan usaha di seluruh ASEAN dengan semakin meningkatnya

    transparansi, kepastian-hukum, serta fasilitasi. Sejak 2007 hingga 2010, investasi

    (FDI) yang masuk ke ASEAN dari luar kawasan meningkat sebesar 75%35

    .

    Berlakunya ACIA harus dijadikan momentum untuk mengakselerasi masuknya

    FDI, yang secara langsung menumbuhkan sektor produksi dan industri nasional.

    UKM sebagai tulang-punggung perekonomian nasional dan regional (ASEAN)

    berkontribusi secara signifikan bagi PDB nasional dan menyerap sebanyak 97,2%

    dari seluruh tenaga kerja di Indonesia. Dengan jumlah UKM lebih dari 55,2 juta

    atau terbesar di ASEAN, Indonesia harus menjadi penggerak utama

    pengembangan UKM di ASEAN agar akses UKM terhadap permodalan,

    teknologi dan pasar semakin meningkat. Komitmen-komitmen Negara Mitra

    Wicara ASEAN dan lembaga keuangan dunia untuk merealisasikan berbagai

    proyek peningkatan konektivitas di kawasan telah menjadi katalis pertumbuhan

    sektor-sektor lainnya. Konektivitas yang handal akan membuka peluang-peluang

    usaha baru dan kegiatan ekonomi lainnya.

    Liberalisasi arus modal di ASEAN didasari dengan keyakinan bahwa dengan

    lebih bebasnya aliran modal akan mendorong arus investasi dan perdagangan

    34

    Dari elemen MEA yang lain yaitu meningkatkan daya saing kawasan, terdapat beberapa

    inisiatif yang dapat membantu iklim investasi, antara lain penyediaan infrastruktur kawasan,

    kerjasama dibidang energy, pengembangan UKM. Selain itu, juga terdapat inisiatif untuk

    pembiayan infrastruktur tersebut melalui ASEAN infrastructure Financing Mechanism. 35

    www.bkpm.go.id, diakses pada tanggal 14 Nopember 2014.

  • 25

    internasional, penempatan modal yang lebih tepat dan efisien, dan perkembangan

    pasar keuangan. Namun demikian, terdapat beberapa potensi risiko atas

    liberalisasi arus modal seperti terkonsentrasinya modal pada suatu negara/wilayah

    tertentu yang mempunyai nilai kompetensi lebih tinggi, terjadinya pembalikan

    arus modal, dan penarikan modal jangka pendek yang dapat terjadi setiap saat.

    Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi potensial. Beberapa faktor

    mendasar yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai negara tujuan investasi

    yang lebih unggul dibandingkan dengan Negara Anggota ASEAN lainnya, antara

    lain karena: (i) Jumlah Usaha Kecil dan Menengah yang besar (42 juta) sebagai

    tulang punggung ekonomi domestik; (ii) Tanah yang kaya dan subur, jumlah

    penduduk yang sangat besar (230 juta) sebagai pasar potensial dan tenaga kerja

    yang kompetitif, lokasi wilayah yang strategis (berada diantara beberapa jalur

    transportasi laut internasional yang vital), ekonomi pasar terbuka, dan sistem mata

    uang bebas36

    . Contoh bidang usaha yang memiliki daya tarik bagi investor antara

    lain Kakao, Kelapa sawit, Energi dan mineral dan Perikanan. Alasan kedua yang

    membuat Indonesia menjadi tujuan utama investor adalah dengan ditetapkannya

    UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal yang menjamin diterapkannya: (i)

    perlakuan yang sama, (ii) tanpa persyaratan modal minimum, (iii) bebas

    pengembalian keuntungan, (iv) jaminan hukum, (v) penyelesaian sengketa dan

    (vi) pelayanan investasi.

    Disamping kedua alasan tersebut di atas, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun

    1994 juga merupakan suatu jaminan kepastian dalam berusaha. Berikut ini adalah

    hal-hal yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah tersebut: yakni

    penanamanmodalasingdapatdilakukandalambentuk:

    a. Usaha patungan antara modal asing dengan modal dalam negeri atau

    badan hukum Indonesia, dengan ketentuan peserta Indonesia harus

    memiliki paling sedikit 5 % dari jumlah modal disetor sejak pendirian

    perusahaan PMA;

    36

    http://www.bkpm.go.id/index.php/main/content/114, diakses pada tanggal 14 Nopember

    2014.

  • 26

    b. Atau investasi langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga

    negara dan atau badan hukum asing, dengan ketentuan dalam waktu paling

    lama 15 tahun sejak produksi komersil, sebagian saham asing harus dijual

    kepada Warga Negara dan atau badan hukum Indonesia melalui pemilikan

    langsung berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak dan atau melalui

    pasar modal. Dengan demikian persyaratan pemilikan saham lokal

    mayoritas yang berlaku sebelum deregulasi telah dihapus.

    1. Ketentuan investasi minimum bagi PMA ditiadakan. Jumlah

    investasi yang ditanamkan dalam rangka PMA diterapkan

    berdasarkan kelayakan ekonomi kegiatan usahanya.

    2. PMA yang sudah berproduksi komersil dapat mendirikan perusahaan

    baru dan atau membeli saham perusahaan yang didirikan

    berdasarkan PMDN dan atau bukan PMDN melalui pemilikan

    langsung, sepanjang bidang usaha dari perusahaan yang sahamnya

    dibeli tersebut dinyatakan terbuka bagi PMA.

    3. Kegiatan usaha PMA dapat berlokasi di seluruh wilayah Indonesia,

    namun bagi daerah yang telah memiliki Kawasan Berikat (Kawasan

    Industri), lokasi kegiatan PMA tersebut diutamakan didalam

    kawasan tersebut).

    4. Izin usaha PMA berlaku untuk jangka 30 tahun dihitung sejak

    produksi komersil, dan dapat diperpanjang apabila perusahaan yang

    dimaksud masih tetap menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi

    perekonomian dan pembangunan nasional.

    Liberalisasi arus modal di ASEAN diatur berdasarkan pada beberapa prinsip

    utama yaitu (i) proses liberalisasi tersebut harus sejalan dengan agenda nasional

    dan kesiapan di masing-masing Negara ASEAN, (ii) memperbolehkan adanya

    kebijakan pengamanan (safeguard measure) apabila terjadi ketidakstabilan kondisi

    ekonomi makro dan risiko sistemik karena proses liberalisasi, dan (iii) liberalisasi

    harus memberikan keuntungan kepada semua Negara Anggota. Berdasarkan

    prinsip- prinsip tersebut, kemudian disepakati adanya ASEAN minus X formula

  • 27

    yang memberikan fleksibilitas kepada negara yang belum siap untuk melakukan

    liberalisasi pada periode berikutnya.

    Disamping itu perlu adanya terobosan-terobosan dalam meningkatkan aware

    masyarakat untuk bersiap diri dan mempersiapkan menggunakan peluang

    liberalisasi investasi pada MEA 2015. Terobosan-terobosan tersebut dapat berupa:

    Dalam mengubah Mind-set masyarakat, khususnya pelaku usaha Indonesia

    yang belum seluruhnya mampu melihat KEA 2015 sebagai peluang.

    Menurut Journal of Current Southeast Asian Affairs37

    , kesadaran dan

    pemahaman masyarakat mengenai ASEAN masih sangat terbatas.

    Sinkronisasi program & kebijakan pemerintah (pusat dengan daerah)

    menghadapi MEA 2015, diperlukan kesamaan pandang diantara pejabat

    pusat dan daerah. Global Competitive Index oleh World Economic Forum

    menempatkan Indonesia pada urutan ke 50, dibawah sebagian negara

    ASEAN (Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand).

    Memperkuat sektor Infrastruktur, khususnya bidang transportasi dan

    energi untuk menekan biaya ekonomi tinggi, utamanya sektor produksi

    dan bagi pasar.

    Adanya Pelaku usaha yang inward-looking. Besarnya pasar domestik

    mendorong pelaku usaha memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pasar

    domestik.

    Menciptakan jumlah SDM yang kompeten untuk mendukung

    produktivitas nasional melalui pelatihan keahlian dibidangnya

    Mempermudah birokrasi menjadi efektif dan efisien sehingga

    mempermudah akses pasar.

    37

    Guido Benny dan Kamarulnizam Abdullah, Journal of Current Southeast Asian Affairs,

    2011.

  • 28

    Kesimpulan

    Seluruh anggota ASEAN pada tahun 2012, telah meratifikasi ASEAN

    Comprehensive Investment Agreement (ACIA), yang membawa dampak positif

    bagi iklim investasi dan usaha di seluruh ASEAN dengan semakin

    meningkatnya transparansi, kepastian-hukum, serta fasilitasi.Liberalisasi arus

    modal di ASEAN diatur berdasarkan pada beberapa prinsip utama yaitu (i) proses

    liberalisasi tersebut harus sejalan dengan agenda nasional dan kesiapan di masing-

    masing Negara ASEAN, (ii) memperbolehkan adanya kebijakan pengamanan

    (safeguard measure) apabila terjadi ketidakstabilan kondisi ekonomi makro dan

    risiko sistemik karena proses liberalisasi, dan (iii) liberalisasi harus memberikan

    keuntungan kepada semua Negara Anggota.

  • 29

    DAFTAR PUSTAKA

    Buku

    - Agus Brotosusilo, Disertasi: Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan

    Internasional: Studi tentang Kesiapan Hukum Indonesia Melindungi

    Produksi dalam Negeri Melalui Undang Undang Anti Dumping dan

    Safeguard, Jakarta, 2006.

    - Alan Ryan ed.:introduction to justice, Oxford: Oxford Univesity Press,

    2000.

    - Aristoteles, The Nichomachean Ethics, Translates with an introduction by

    David Ros, Revised by j.c. a CKRILL AND j.o Urmson, Oxford

    University Press, Oxford: first published, 1925.

    - Charles R. Beitz, Political Theory and International Relations,

    Princeton UNcersity Press, 1991.

    - Frank J Garcia, Trade and Justice: Linking the trade lingkage debate,

    1998,

    - -----------------, Book Review on The Law of the Peoples, Houston

    Journal of International Law, vol.33, 2001.

    - ...................... Trade, Inequality, and Justice: Toward a Liberal Theory of

    Just Trade, Transnastional Publisher, NewYork, 2000.

    - ....................... Building a Just Trade Order for Millenium, George

    Washington International Law Review, Vol. 33, 2001.

    - Immanuel Kant, Perpetual Peace. Colombia University Press, 1939.

    - John Rawls, The Law of The Peoples 20 Critical Inquiry 36, 1993.

    - John Rawls : A Theory of Justice, Harvard University Press, Cambridge,

    1971, hlm. 24.

    - R. Winantyo, Rahmat Dwi Saputra, sri Fitriani, Rita Morena, Aswin

    Kosotali, Gunawa Saichu, Usmanti Rohmadyati, Sholihah, Aditya

    Rachmanto, dan Dadan Gand, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015:

    memperkuat sinergi ASEAN ditengah Kompetisi Global, PT. Elex Media

    Komputindo, Jakarta, 2000.

  • 30

    Jurnal

    - Guido Benny dan Kamarulnizam Abdullah, Journal of Current Southeast

    Asian Affairs, 2011.

    Website

    www.asean.org,

    http://www.bkpm.go.id/index.php/main/content/114,

    www.bkpm.go.id,

    Oleh Lusda Astri, SHLatar belakangJika kita berbicara mengenai perdagangan bebas maka terdapat beberapa pemikir dengan ide mereka yang relevan mengenai filosofi dari perdagangan bebas, antara lain Aristoteles, John Rawls, dan Frank J. Garcia. Aristoteles mengenalkan Theory of Justice ...Pemikiran Aristoteles ini dikembangkan oleh John Rawls, yang menerjemahkan terminologi rectificatory justice. Rawls mengemukakan bahwa hukum ekonomi internasional juga meliputi mekanisme untuk indetifikasi dan koreksi terhadap keuntungan-keuntungan ya...Namun, dalam karyanya ini Rawls membatasi lingkup laku prinsip-prinsip justice tersebut hanya dalam lingkup masyarakat domestic . Hal ini dapat dipahami mengingat kondisi karya yang ditulisnya pada tahun 1970-an sangat berbeda dengan keadaan saat ini....Dari sudut pandang hukum internasional. Pemikiran Rawls tentang The Law of The Peoples ini dipandang memiliki dua kelemahan, yakni dari perspektif empiris dan dari perspektif normatif . Menurut Rawls, kelemahan ini timbul karena kondisi-kondisi bagi ...Selanjutnya, pemikiran tersebut diperdalam kajiannya oleh Frank J Garcia, khususnya kajian tentang redistributive justice dalam hukum perdagangan internasional pada buku karangannya yang berjudul Trade, Inequality, and Justice: To World a Liberal Th...Dalam sudut pandang normative, berdasarkan ketiga bentuk Liberal Theory of Justice-utilitarian , libertarian , dan egalitarian ,Just Trade harus berwujud sebagai Free Trade yaitu bahwa hubungan-hubungan ekonomi internasional harus bebas dari restriksi...Konsep Liberalisasi Investasi ASEANKerangka Hukum Comprehensive Investment Agreement (ACIA)Perlindungan Hukum Investasi dibawah ACIAPotensi Ekonomi dan Iklim Investasi ASEAN