keseimbangan asam basa

Upload: ayu-puspita

Post on 09-Jul-2015

87 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Keseimbangan dan Ketidakseimbangan Asam BasaOleh Ayu Puspita Sari, 0906510672

Sebagian besar keseimbangan asam basa diatur oleh ginjal. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresi ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh. Keseimbangan asam basa sebenarnya mengacu pada pengaturan ketat konsentrasi ion hidrogen [H+] bebas di dalam cairan tubuh. Tubuh manusia memiliki mekanisme pengatur untuk mempertahankan keseimbangan asam basa dan untuk beradaptasi terhadap perubahan konsentrasi ion hidrogen jangka pendek. perubahan tersebut terjadi selama melakukan olahraga fisik, mengalami tingkat kecemasan yang berat, dan gangguan saluran cerna. Keseimbangan asam basa Keseimbangan asam-basa tercapai jika kecepatan total tubuh yang memproduksi asam atau basa sama dengan kecepatan tubuh mengekresikan asam atau basa tersebut. Keseimbangan ini menghasilkan stabilnya konsentrasi ion hydrogen di dalam cairan tubuh. Konsentrasi ion hidrogen di dalam cairan tubuh dinyatakan sebagai nilai pH. pH merupakan skala untuk mengukur keasaman atau alkalinitas (basa) suatu cairan. pH H2O murni adalah 7,0 yang dianggap sebagai larutan netral. Larutan yang memiliki pH kurang dari 7,0 mengandung [H+] yang lebih tinggi dari pada H2O murni dan dianggap sebagai asam. Sebaliknya, larutan yang memiliki pH lebih besar dari 7,0 mengandung [H+] yang lebih rendah dianggap sebagai basa atau alkali. pH darah arteri normal adalah 7,35 dan pH darah vena adalah 7,45, untuk pH rata-rata adalah 7,4. Tubuh dapat membuat penyesuaian (kompensasi) untuk perubahan pH yang bersifat sementara. Jenis-jenis regulator asam-basa didalam tubuh merupakan system buffer kimia, biologis dan fisiologis. Buffer adalah suatu subtansi atau sekelompok subtansi yang dapat mengabsorbsi atau melepaskan ion-ion hydrogen untuk memperbaiki adanya

ketidakseimbangan asam-basa. a. Pengaturan kimiawi Bufer kimia yang paling banyak di dalam cairan ekstrasel adalah system buffer asam karbonat-bikarbonat. Sistem ini berespon dalam beberapa detik untuk mengubah pH, sehingga system tersebut menjadi system buffer tercepat. Sistem ini merupakan system yang

adaptif dan memiliki efek yang relative singkat. System ini disajikan dalam bentuk persamaan seperti berikut ini: H+ + HCO3H2CO3 CO2 + H2O yang dihasilkan dari proses metabolism, terutama

Eksresi karbondioksida

dikendalikan oleh paru-paru. Ekresi ion hydrogen dan bikarbonat dikendalikan oleh ginjal. Reaksi dari subtansi hydrogen dan bikarbonat ini akan menjadi buffer asam yang kuat atau basa yang kuat untuk mempertahankan pH yang secara relative konstan. Sistem buffer kimia yang kedua melibatkan protein plasma (albumin, fibrinogen dan protombin) dan gama globulin yang membentuk sekitar 6-7% plasma darah. Protein ini dapat melepaskan atau berikatan dengan ion hydrogen untuk memperbaiki asidosis atau alkalosis. Namun, kapasitas protein plasma untuk mempertahankan keseimbangan asam-basa cairan ekstrasel terbatas, dan protein tidak mampu memperbaiki ketidakseimbangan asam-basa yang berlangsung dalam jangka panjang. b. Pengaturan biologis Bufer biologis terjadi jika ion hydrogen diabsorpsi atau dilepaskan oleh sel-sel tubuh. Ion hydrogen memiliki muatan positif yang harus ditukar dengan ion lain yang bermuatan positif, seringkali ion yang digunakan adalah kalium. Pada kondisi kelebihan asam, ion hydrogen memasuki sel, dan ion kalium meninggalkan sel kemudian memasuki cairan ekstrasel. Cairan ekstrasel kemudian menjadi kurang asam karena ion hydrogen berkurang. Walaupun begitu, pertukaran ini menyebabkan tingginya kandungan kalium dalam serum. Setelah asidosis diperbaiki, kalium kembali memasuki sel dan kadar kalium kembali normal. Bufer biologis ini terjadi setelah buffer kimiawi jangka pendek, dan berlangsung selama 2-4 jam. Tipe buffer biologis yang kedua adalah system hemoglobin-oksihemoglobin. Karbondioksida berdifusi dalam SDM yang membentuk asam karbonat. Asam karbonat membelah menjadi ion hydrogen dan bikarbonat. Ion hydrogen terikat pada hemoglobin, dan ion bikarbonat dapat digunakan untuk mewlakukan buffer dengan cara menukarnya dengan klorida yang berada di eksrtasel (Kokko dan Tannen, 1990). c. Pengaturan fisiologis Paru-paru

Bufer fisiologis di dalam tubuh adalah paru-paru dan ginjal. Paru-paru dapat beradaptasi dengan cepat terhadap adanya ketidakseimbangan asam-basa. Pada

kenyataannya, paru-paru dapat melakukan upaya untuk mengembalikan pH ke nilai normal sebelum buffer biologis dapat melakukannya. Ion hydrogen dan karbondioksida biasanya memberikan stimulus untuk pernapasan. Apabila konsentrasi ion hydrogen berubah, paru-paru bereaksi untuk memperbaiki ketidakseimbangan tersebut dengan mengubah frekuensi dan kedalaman pernapasan. Pada alkalosis, frekuensi pernapasan diturunkan sehingga individu dapat mempertahankan karbondioksida. Karbondioksida berkombinasi dengan air di dalam darah untuk memperbaiki asam karbonat, yang membantu meningkatkan komponen asam dan menyeimbangkan kelebihan basa. Apabila terjadi kelebihan asam, frekuensi pernapasan ditingkatkan dan paruparu mengekresi karbondioksida dalam jumlah yang lebih besar. Dengan demikian, karbondioksida yang tersedia untuk berkombinasi dengan air dan menghasilkan asam karbonat menjadi lebih sedikit. Ginjal Ginjal dapat membutuhkan beberapa jam sampai beberapa hari untuk mengatur gangguan asam-basa. Ginjal menggunakan tiga mekanisme untuk mengatur konsentrasi ion hydrogen. Ginjal dapat mengabsorpsi bikarbonat selama terjadi kelebihan asam dan mengekresikannya selam terjadi kekurangan asam. Ginjal menggunakan ion fosfat (PO43-) untuk membawa ion hydrogen dengan mengekresikan asam fosfat (H3PO4) dan membentuk asam-basa. Ginjal juga mengubah ammonia (NH3) menjadi ammonium (NH4-) dengan mengikatnya pada sebuah ion hidrogen. Ketidakseimbangan asam basa Terdapat empat jenis ketidakseimbangan asam basa, yaitu asidosis metabolik, asidosis respiratorik, alkalosis metabolic dan alkalosis respiratorik. a. Asidosis metabolic Asidosis metabolik adalah gangguan yang ditandai oleh kadar pH dan konsentrasi bikarbonat plasma yang rendah. Hal ini terjadi karena penambahan ion hydrogen atau kehilangan bikarbonat. Secara klinis, asidosis metabolic dibedakan menjadi dua berdasarkan nilai-nilai gap anion (AG), yaitu asidosis gap anion tinggi dan normal. Gap anion itu mencerminkan kadar anion tidak terukur yang normal dalam plasma (seperti fosfat, sulfat dan protein). Pengukuran gap anion sangat membantu dalam diagnosis asidosis metabolik. Cara

menghitung gap anion adalah dengan membagi jumlah konsentrasi bikarbonat dan klorida serum dari kadar natrium serum. Nilai normal gap anion adalah 8 16 mEq/L. Gap anion = Na+ - (Cl- + HCO3-) Asidosis gap anion tinggi terjadi akibat penumpukan asam terikat yang berlebih. Biasanya terjadi dalam ketoasidosis, asidosis laktat. Asidosis gap anion normal terjadi akibat kehilangan bikarbonat secara langsung, seperti pada diare, fistula usus dan ureterostomi. Tanda dan gejala asidosis metabolik adalah sakit kepala, kelam piker, mengantuk, peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan, mual dan muntah. Untuk mengetahui evaluasi diagnostik pada asidosis metabolik, diperlukan pengukuran gas arteri darah. Berdasarkan pengukuran, pasien yang mengalami asidosis akan mengalami kadar bikarbonat yang rendah (< 22 mEq/L), pH rendah (< 7.35). b. Alkalosis metabolik Alkalosis metabolik adalah gangguan klinis yang ditandai oleh kadar pH dan konsentrasi bikarbonat tinggi. Penyebab yang paling umum adalah muntah-muntah, pengisapan lambung dengan kehilangan ion-ion hydrogen. Tanda dan gejala alkalosis yang umum adalah kesemutan pada jari-jari tangan dan kaki, pusing dan hipertonik usus. Pada evaluasi diagnostik, hasil dari pemeriksaan AGD menunjukkan kadar pH yang tinggi (> 7.45), dan konsentrasi bikarbonat serum lebih tinggi (> 26 mEq/L). Penatalaksanaannya dengan pemberian klorida agar ginjal dapat mengabsorpsi natrium dengan klorida. Selain itu, volume cairan dinormalkan dengan cara memberikan cairan natrium klorida. c. Asidosis respiratorik Asidosis respiratorik adalah gangguan klinis dimana pH kurang dari 7.35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg. Penyebab asidosis resporatorik adalah tidak adekuatnya ventilasi sehingga kadar karbondioksida plasma meningkat. Tanda-tanda klinis dari asidosis respiratorik adalah peningkatan frekuensi nadi dan pernapasan, peningkatan tekanan darah dan perasaan penat pada kepala akibat dari kenaikan tekanan karbondioksida dalam arteri. Penatalaksanaan pada pasien dengan asidosis respiratorik adalah dengan memperbaiki ventilasi. Misalnya diberikan bronkodilator untuk membantu menurunkan spasme bronchial, dan pemberian antibiotik untuk infeksi pernapasan. Selain itu, tindakan hygiene pulmonary juga perlu dilakukan untuk membersihkan saluran pernapasan dari mukus dan drainase purulen. d. Alkalosis respiratorik Alkalosis respiratorik adalah kondisi dimana pH lebih tinggi dari 7.45 dan PaCO2 kurang dari 38 mmHg. Penyebab alkalosis respiratorik adalah hiperventilasi sehingga

menyebabkan kelebihan karbondioksida dalam darah. Hal-hal yang dapat menyebabkan alkalosis respiratorik adalah ansietas berlebihan, hipoksemia. Tanda klinis dari alkalosis respiratorik adalah sakit kepala karena vasokonstriksi dan penurunan aliran darah serebral, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan kesemutan karena penurunan ionisasi kalsium dan kehilangan kesadaran. Penatalaksanaan pada pasien alkalosis respiratorik tergantung dari penyebabnya. Misalnya penyebabnya adalah ansietas. Pasien diajnjurkan untuk bernapas lebih lambat untuk menimbulkan akumulasi CO2 atau bernapas ke dalam kantung tertutup. Selain itu, diperlukan juga pemberian sedatif untuk menghilangkan hiperventilasi pada pasien yang sangat cemas.

Daftar Pustaka

Horne, M., et al. (1991). Fluid, electrolit, and acid-base balance. St.Louis: Mosby. Metheny, N. M. (1992). Fluid and Electrolyte Balance. Philadelphia: JB Lippincott. Potter, P. A. dan Perry, A. G. (2002). Fundamental Keperawatan: Konsep, Prinsip, dan Praktik. Ed.4. Vol.2. Jakarta: EGC. Sherwood, L. (2004). Human physiology: From cells to systems. 5th ed. California: Brooks/ Cole-Thomson Learning, Inc.