kerupuk kulit
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerupuk merupakan sajian yang hampir selalu hadir dalam
hidangan masyarakat Indonesia sehari-hari baik pada acara
perayaan kecil maupun besar. Makanan ini dibuat dan bahan
dasar berbagai macam bahan mulai dari tepung terutama terigu
dan tapioka hingga kulit sapi, bumbu-bumbu, bahan tambahan
penyedap dan bahan pewarna. Bahan dasar dan bahan tambahan
tersebut di atas diaduk rata dan dibuat adonan, kemudian
dimasak, selanjutnya adonan dibentuk menurut selera pembuat,
dikeringkan di bawah panas matahari atau lemari panas, dan siap
untuk dipasarkan. Komoditi yang sudah kering kemudian digoreng
untuk dikonsumsi.
Krupuk umumnya diproduksi industri rumahan (home
industry), industri skala kecil formal dan non-formal, dalam bentuk
dan jenis yang beraneka ragam .
Hasil penelitian komposisi zat gizi krupuk yang terbuat dari
bahan tepung utamanya tepung terigu dan tapioka, diperoleh
umumnya menunjukkan kandungan hidrat arang per 100 gram
yang tinggi dibandingkan dengan kandungan protein per l00 gram
yang sangat rendah yakni antara 85,81 g sampai 74,46 g untuk
hidrat arang dan 0,03 g–8,90 g untuk protein. Sebaliknya pada
krupuk yang terbuat dari olahan kulit sapi didapatkan pada
kerupuk kulit yang mengandung protein antara 80,0 1g – 82,91 g
per 100 g. Satu hal menarik mengenai nilai gizi kerupuk dapat
dikemukakan tentang kadar lemaknya setelah digoreng yang
meningkat sampai 20–30 kali. ini penting artinya, karena dengan
mengkonsumsi kerupuk maka konsumen tertentu akan
memperoleh masukan minyak dalam jumlah relatif tinggi secara
tidak sengaja yang besar manfaatnya bagi kebutuhan mereka.
Dari aspek ekonomi produksi kerupuk kulit meningkatkan nilai
tambah kulit, setelah menjadi kerupuk.
Di samping diolah para pengusaha sepatu atau tas maupun jaket, kulit sapi juga
diolah menjadi makanan ringan seperti kerupuk kulit . Meningkatnya permintaan
masyarakat, keadaan perekonomian yang serba sulit serta pengusaha yang tak mau
rugi mendorong para penjual memanfaatkan situasi dengan melakukan berbagai
penyimpangan yang salah satunya yaitu dengan mengolah kembali kulit sapi yang
awalnya di pergunakan sebagai bahan baku pembuatan sepatu atau tas maupun
jaket menjadi bahan olahan makanan ringan, khususnya kerupuk. Hal ini tentunya
akan memberi dampak terhadap kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi
kerupuk yang berbahan baku limbah kulit pembuatan sepatu atau tas maupun jaket .
Oleh karena itu penulis membuat makalah dengan judul “ kerupuk limbah kulit
sapi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
yang akan di bahas dalam makalah tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana kandungan zat yang terdapat pada kerupuk dari kulit sapi .
2. Apa saja dampak yang dapat di timbulkan bila mengkonsumsi kerupuk dari
kulit sapi.
3. Bagaimana upaya yang di lakukan pemerintah dalam menanggulangi masalah
kerupuk dari limbah kulit sapi.
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui kandungan zat yang terdapat pada kerupuk dari kulit sapi
2. Untuk mengetahui dampak yang di timbulkan bila mengkonsumsi kerupuk
kulit dari limbah kulit .
3. Untuk mengetahui upaya yang di lakukan pemerintah dalam menanggulangi
masalah kerupuk kulit yang terbuat dari limbah kulit .
D. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat dengan harapan mereka dapat aktif
dan berperan serta dalam upaya penanggulangan penyebaran kerupuk dari limbah
kulit sapi.
2. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dan menjadi bahan bacaan,
khususnya bagi mahasiswa kesehatan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kerupuk kulit
Kulit sapi merupakan salah satu bahan baku utama dalam
industri pembuatan sepatu, tas dan dompet serta jaket. Namun,
ternyata selain sebagai bahan baku utama pembuatan sepatu dan
tas, kulit sapi juga mulai diolah menjadi makanan ringan seperti
kerupuk kulit atau biasa di sebut dengan kikil.
Makanan kerecek, atau kerupuk kulit, atau kikil, merupakan makanan yang
tidak asing lagi bagi masyarakat. Sejak dahulu kala, jenis makanan tersebut sudah
dikenal baik di kalangan orang tua maupun anak-anak. Di Sumatra Barat (Sumbar),
kerupuk ini dikenal dengan nama “Karupuk Jangek”. Di daerah ini paling tidak
terdapat belasan pengusaha kerupuk jangek, berskala kecil maupun besar.
Biasanya, mereka bergerak di rumah masing-masing, atau mengembangkan
usahanya dengan home industri, dengan mempekerjakan keluarga sendiri, sebagai
tenaga kerjanya. Hasilnya, tidak saja mereka pasok untuk wilayah Sumbar, namun
juga merambah ke pasaran luar provinsi, bahkan hingga ke Ibu Kota Jakarta.
Namun, karena semakin meningkatnya permintaan
masyarakat, sedangkan keadaan perekonomian serba sulit serta
pengusaha yang tak mau rugi mendorong para penjual
memanfaatkan situasi dengan melakukan berbagai penyimpangan
yang salah satunya yaitu dengan mengolah kembali kulit sapi
yang awalnya di pergunakan sebagai bahan baku pembuatan
sepatu atau tas maupun jaket menjadi bahan olahan makanan
ringan, khususnya kerupuk. Hal ini tentunya akan memberi
dampak terhadap kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi
kerupuk yang berbahan baku limbah kulit pembuatan sepatu atau
tas maupun jaket .
B. Kandungan zat yang terdapat pada kerupuk kulit sapi
Pada dasarnya kulit sapi yang diolah untuk di jadikan kerupuk
kulit mengandung zat yang bermanfaat bagi tubuh. Namun ketika
kerupuk kulit tersebut di buat dari limbah kulit bahan dasar
pembuatan sepatu atau tas maupun jiket maka kandungan zat
tersebut akan berkurang bahkan habis pada saat pengolahan kulit
berlangsung. Adapun zat yang terkandung dalam kerupuk kulit
sapi yang tidak berbahan baku limbah kulit bekas pembuatan
sepatu atau tas maupun jiket adalah sebagai berikut :
a. Protein
Berdasarkan penelitian pada kerupuk kulit yang telah lama
beredar dan di perdangangkan oleh masyarakat di peroleh
kandungan protein pada kerupuk kulit sebesar 82,91%, sebab
kerupuk kulit adalah produk hewani tanpa campuran sehingga
kadar proteinnya tinggi .
b. Lemak
Kandungan lemak kerupuk mentah umumnya rendah,
namun kerupuk mentah tidak umum di makan langsung
melainkan harus digoreng terlebih dahulu baru layak di
konsumsi . Setelah di goreng, kandungan lemak meningkat
menjadi 20-30 kali lipat tergantung pada bahan yang di
gunakan dalam pembuatan kerupuk tersebut dan cara
menggoreng (ditiriskan atau tidak); dengan demikian kerupuk
goreng dapat merupakan sumber konsumsi minyak dari
hidangan secara tidak sengaja sehingga menguntungkan bagi
individu yang membutuhkannya, namun merugikan bagi
individu yang harus membatasi konsumsi minyak . Setelah di
goreng, kandungan lemak meningkat menjadi 20-30 kali lipat
tergantung pada bahan dasar pembuatan kerupuk tersebut dan
cara menggoreng kerupuk tersebut (ditiriskan atau tidak);
dengan demikian kerupuk goreng dapat merupakan sumber
konsumsi minyak yang secara tidak sengaja menguntungkan
bagi individu yang memebutuhkan konsumsi lemak(minyak)
tinggi, namun merugikan bagi individu yang harus membatasi
konsumsi lemak(minyak). Kadar lemak yang terkandung pada
kerupuk kulit mentah sebesar 3,84% per 100 g.
c. Mineral
Kadar mineral yang terkandung dalam kerupuk kulit hanya
sebesar 0,04% . Mineral ini umumnya terdiri dari kalsium,
fosfor, besi dan mineral lainnya yang berasal dari bahan dasar
kerupuk tersebut .
d. Natrium glutamat ( MSG atau NaG bebas)
Natrium glutamat (MSG atau NaG bebas) yang terkandung
pada kerupuk kulit sebesar 0,8 g – 5,3 g per 100 g kerupuk kulit
dengan rata-rata 3,05 g per 100 g.
Kelompok glutamat sebagai garam kalsium, kalium dan
natrium merupakan kelompok bahan tambahan makanan (BTM)
yang berfungsi sebagai penguat rasa atau meningkatkan rasa
enak dalam pembuatan makanan olah khususnya kerupuk.
Menurut beberapa artikel, penggunaan glutamat sebagai mono-
natrium glutamat (MSG) berkisar antara 0,3– 0,5 g per 100
g(7,8), sedang menurut Permenkes, jumlah penggunaan
dinyatakan sebagai “secukupnya” saja. Jumlah yang didapatkan
pada penelitian sederhana ditemukan penggunaan MSG rata-
rata 7,5 kali lebih besar. Glutamat tidak toksik namun ada
kelompok tertentu yang sangat peka terhadap garam ini.
Kepekaan ini mungkin terjadi karena MSG adalah
neurotransmitter yang bila dikonsumsi dikonversi menjadi suatu
zat yang menghantarkan stimulasi dan satu sel saraf ke sel
saraf lain sehingga mengakibatkan timbulnya Chinese restau-
rant syndrome (CRS). Karakteristik CRS adalah simtom
temporer berupa perasaan kaku bagian tengkuk menyebar ke
bagian tangan, punggung, merasa lemas, denyut jantung lebih
cepat, pusing, muka memerah, sesak nafas dan perasaan tidak
enak; selanjutnya karena MSG adalah kelompok garam, efek-
nya hampir sama dengan garam dapur yang jika dikonsumsi
banyak akan meninggikan tekanan darah(9-12). Karena adanya
kelompok masyarakat yang peka terhadap MSG, sangat di-
sayangkan penggunaan MSG yang besar di dalam kerupuk yang
dipenksa. Sebenarnya, penambahan terlalu banyak ke dalam
pembuatan kerupuk tidak perlu karena dan segi kesehatan
jumlah besar tidak akan menambah rasa enak malah membuat
mual atau salah satu akibat tersebut di atas, dan dari segi
ekonomi harga produk akhir malah bertambah mahal.
e. Zat pewarna
Kerupuk kulit pada dasarnya tidak mengandung zat
pewarna, baik pada waktu pengolahan pembuatannya .
Selain beberapa zat-zat tersebut diatas, di dalam kerupuk
kulit khususnya kerupuk yang terbuat dari limbah kulit juga
terkandung berbagai jenis zat kimia yang berbahaya bagi
kesehatan. Hal ini disebabkan karena kulit yang akan dijadikan
sepatu, tas, maupun jaket berarti telah melalui proses kimiawi
seperti pengerasan, pewarnaan, dan lainnya sehingga tidak lagi
layak dikonsumsi manusia. Kulit yang telah disamak antara lain
mengandung timbal, krom dan arsenik yang bila dikonsumsi
manusia bisa menyebabkan efek lebih lanjut seperti kanker.
C. Dampak mengkonsumsi kerupuk kulit dari limbah kulit
Hingga saat ini, daging sapi ternak merupakan sumber
pangan nutrisi hewani yang dinilai sangat berharga bagi
pemenuhan kecukupan protein, vitamin dan mineral dalam
kehidupan manusia untuk membangun sumber daya manusia
yang berkualitas. Namun, sebaliknya, daging sapi juga tak luput
dari kompleksitasnya sebagai media kultur yang ideal bagi
pertumbuhan kuman penyakit menular yang mengontaminasi
daging. Sebut saja bakteri antraks, tifus perut, kuman diare
escherichia coli dan virus hepatitis A.
Mengkonsumsi kulit yang yang bersumber dari limbah pengerajin kulit bisa
menimbulkan berbagai penyakit. Mulai dari mengakibatkan keracunan sampai
kematian. Daging bekas berbahaya kalau dikonsumsi karena di dalam daging itu
sudah terdapat zat pewarna dan bakteri pada saat pengolahan untuk di jadikan
sebagai bahan dasar pembuatan sepatu atau tas ataupun jaket yang dapat
membahayakan tubuh. Dampak yang akan terlihat setelah mengonsumsi limbah
kulit yang bersumber dari pengerajin kulit itu antara lain yakni mual-mual dan suhu
badan akan tinggi. Gejala itu bisa dikarenakan bakteri atau kuman yang berada di
dalam kulit. Sedangkan zat pewarna yang berada di dalam kulit akan mengendap di
dalam lever yang bisa menimbulkan lever tidak berfungsi. Kulit sapi yang awalnya
direncanakan sebagai bahan baku produk sepatu atau tas maupun jaket telah diberi
bahan kimia berbahaya, seperti timbal, sehingga apabila di konsumsi akan memberi
dampak negatif bagi tubuh mulai dari keracunan hingga menimbulkan kematian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dinas Agribisnis diungkapkan bahwa
zat-zat kimia (timbal, krom, dan arsenik) yang terserap oleh tubuh walaupun dalam
jumlah yang kecil maupun dalam jumlah besar akan berpengaruh terhadap saluran
pernapasan, system peredaran darah dan juga system saraf. Pada kadar yang cukup
rendah, zat-zat ini akan mengganggu/ menyebabkan gangguan pada fase awal
pertumbuhan fisik dan mental anak yang kemudian akan berakibat pada fungsi
kecerdasan dan kemampuan akademiknya. Pada kadar yang rendah, zat-zat
tersebut, dapat menyebabkan penurunan IQ dan pemusatan perhatian pada anak,
kesulitan membaca dan menulis, hiperaktif dan gangguan prilaku, gangguan
pertumbhan dan fungsi penglihatan dan pergerakan dan gangguan pendengaran.
Sedang pada kadar yang tinggi, keracunan zat-zat kimia tersebut dapat
menyebabkan anemia, kerusakan otak, liver, ginjal, syaraf, pencernaan, koma,
kejang-kejang atau epilepsy dan kematian. Selan itu pada dewasa juga dapat
mengakibatkan karsinoma, membangkitkan kanker, sakit liver, rusak jaringan otak
hingga ginjal, anemia, keguguran, tekanan darah tinggi, serangan jantung,
mengurangi kesuburan dan pada level tinggi akan menyebabkan kematian.
Sementara itu, hasil penyamakan kulit yang limbahnya dibuang ke tanah, kalau
meresap hingga ke air tanah lalu sumurnya dipergunakan warga akan berbahaya
kepada janin dan dampak negatif lainnya. Yang paling mengerikan apabila bakteri
Salmonella atau biasa dikenal Escherichia coli (E Coli) masuk ke tubuh manusia.
Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri ini adalah peradangan pada saluran
pencernaan sampai rusaknya dinding usus.
Bakteri Salmonella sangat berbahaya, jika masuk ke tubuh penderita melalui
makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini, implikasinya adalah peradangan
pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Karena bakteri ini dapat
hidup normal di usus halus. Salmonella bisa berkembang biak dan akhirnya
menginfeksi usus. Akibat lainnya bisa sakit perut dan typus.
Dampak lainnya yang tak kalah mengerikan akibat bakteri
Salmonella, penderita akan mengalami diare, sari makanan yang
masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik sehingga
penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan
oleh bakteri Salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ
reproduksi wanita bahkan yang sedang hamilpun dapat
mengalami keguguran. Sekian banyak ancaman dari bahaya
makanan daging limbah ini, diharapkan masyarakat semakin
sadar akan pentingnya nilai hidup bersih dan sehat
Adanya kulit sapi yang sudah diberi obat kimia dimasak lagi lalu dijual
untuk dikonsumsi konsumen. Jadi, banyak perusahaan kulit yang tujuan awalnya
memproduksi bahan-bahan untuk produk tas dan lainnya yang berbahan baku kulit
sapi yang telah diberi zat kimia. Sisanya, dimasak lagi untuk dijual sebagai produk
bahan makanan. Latar belakang dari munculnya kerupuk dari bahan limbah kulit
sapi adalah karena perekonomian serba sulit dan pengusaha tak mau rugi. Daripada
dibuang, sisa-sisa kulit yang tadinya akan dibuat bahan baku, misalnya produk tas,
dimanfaatkan lagi. Padahal karsinogennya tinggi sekali. Adapun proses kulit sapi
hingga siap menjadi bahan baku kulit untuk produk tas dan lainnya, yakni kulit sapi
diberi garam agar awet lalu dicelup di penyamakan kulit yang mengandung bahan
kimia tinggi. Nah, jika ada sisa lembaran yang tidak terpakai, tak jarang digunakan
lagi dengan cara dicelup lalu dicuci dan dikembangkan lagi menjadi kikil yang siap
dikonsumsi.
D. Upaya penanggulangan persebaran kerupuk kulit dari limbah kulit
Untuk menangani masalah beredarnya kerupuk dari bahan
limbah kulit sapi, maka diperlukan adanya kerjasama dari
berbagai pihak baik dari masyarakat, sebagai konsumen maupun
produsen serta dari pemerintah itu sendiri.
Kerupuk kulit merupakan makanan yang tidak terdaftar di
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga tak
terawasi produksi maupun peredarannya. Oleh karena itu,
tanggung jawab pengawasan kerupuk kulit seharusnya ada di
tangan pemerintah daerah melalui dinas terkait, misalnya Dinas
Agribisnis, dapat melakukan razia ke lokasi pengolahan kulit serta
lokasi penjualan makanan dari kulit sapi. Serta melakukan
pembinaan terhadap home industri dan pedagang tentang bahaya
mengkonsumsi kerupuk kulit yang dibuat dari bahan kulit yang
telah melewati proses penyamakan. Selain itu, pemerintah harus
tegas terhadap para pelaku yang yang terbukti mengolah limbah
kulit yang telah disamak menjadi kerupuk kulit ataupun menjadi
bahan makanan lainnya. Paling tidak pemerintah harus melakukan
public warning (peringatan masyarakat) akan bahaya makanan
kulit sepatu ini. Bentuk dari public warning itu sendiri dapat
berupa penyuluhan maupun penyebaran informasi melalui media
(baik media cetak maupun media elektronik) kepada masyarakat,
sebagai konsumen, tentang betapa berbahaya jika kita
mengkonsumsi bahan makanan yang terbuat dari limbah kulit.
Selain itu, upaya penanggulangan lain yang dapat dilakukan
oleh pemerintah adalah dengan optimalisasi regulasi yaitu UU
No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang bertujuan
untuk melindungi hak-hak konsumen dan menindak pedagang-
pedagang yang masih “nakal”.
Sedangkan untuk para upaya penanggulangan persebaran
kerupuk limbah kulit sapi yaitu memberikan surat rekomendasi
bagi setiap pengusaha kerupuk kulit yang benar-benar
memproduksi kerupuk kulit dengan bahan baku yang bermutu.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Kerupuk kulit sapi merupakan kerupuk yang di buat dari bagian terluar dari
tubuh sapi dengan cara kulit yang telah di pisahkan dengan bagian lainnya, di
masak lalu di jemur di bawah terik matahari hingga kering, setelah kering kulit
sapi tersebut dipotong-potong kecil dan siap di jadikan kerupuk kulit .
2. Kandungan zat yang terdapat pada kerupuk kulit yang terbuat dari kulit sapi asli
yaitu protein, lemak, mineral, MSG atau NaG bebas . Namun pada kerupuk kulit
yang berbahan baku dari sisa pembuatan sepatu atau tas maupun jaket banyak
mengandung zat kimia berbahaya dan zat pewarna, seperti timbal, krom dan
arsenik.
3. Dampak yang di timbulkan bila mengkonsumsi kerupuk kulit yang berbahan
baku dari sisa pembuatan sepatu atau tas maupun jaket yaitu mulai dari
mengakibatkan keracunan hingga kematian, mengakibatkan karsinoma,
membangkitkan kanker, sakit liver, rusak jaringan otak hingga ginjal. Selain itu
jika sumber air tanah tercemar dengan limbah kulit dan airnya di konsumsi akan
membahayakan janin bagi ibu hamil.
4. Upaya penanggulangan persebaran kerupuk limbah kulit sapi yaitu optimalisasi
UU No.8 Tahun 1999 yang berisi tentang perlindungan terhadap konsumen serta
perlu dilakukan public warning.
B. Saran
Diharapkan agar para konsumen lebih teliti dan lebih selektif
pada saat memilih jajanan untuk dikonsumsi. Hendaknya mereka
tidak hanya memperhatikan harga tetapi juga mempertimbangkan
mutu dari makanan tersebut.
Daftar Pustaka
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_111_gizi_dan_makanan.pdf.
http://www.bplhdjabar.go.id/emplibrary/Pb,%20Emisi%20dan
%20Imisi.doc.
http://www.wartakota.co.id/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=8298.
http://www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-8-1999.pdf.
http://www.bnn.go.id/file/uu/Perlindungan%20Konsumen%20ok.pdf.