kerajaan.docx

8
KLIPING IPS KESULTANAN ACEH DARUSSALAM Oleh : Aldylla / 01 / VII C SMP BONAVITA JALAN CUT MUTIAH No. 192 TANGERANG, 15111

Upload: veronica

Post on 01-Oct-2015

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KLIPING IPSKESULTANAN ACEH DARUSSALAM

Oleh :Aldylla / 01 / VII C

SMP BONAVITAJALAN CUT MUTIAH No. 192TANGERANG, 151112015

Kesultanan Aceh DarussalamKesultanan Aceh Darussalammerupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsiAceh,Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara pulauSumateradengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam dengan sultan pertamanya adalahSultan Ali Mughayat Syahyang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913Hatau pada tanggal8 September1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496-1903), Aceh mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.[1] Awal mulaKesultanan Aceh didirikan olehSultan Ali Mughayat Syahpada tahun1496. Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayahKerajaan Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakupDaya,Pedir,Lidie,Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayahPasaisudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti denganAru.Pada tahun1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernamaSalahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun1537. Kemudian Salahuddin digantikan olehSultan Alauddin Riayat Syah al-Kaharyang berkuasa hingga tahun1571.[2]Masa KejayaanMeskipun Sultan dianggap sebagai penguasa tertinggi, tetapi nyatanya selalu dikendalikan oleh orangkaya atau hulubalang.Hikayat Acehmenuturkan Sultan yang diturunkan paksa diantaranya Sultan Sri Alam digulingkan pada 1579 karena perangainya yang sudah melampaui batas dalam membagi-bagikan harta kerajaan pada pengikutnya. Penggantinya Sultan Zainal Abidin terbunuh beberapa bulan kemudian karena kekejamannya dan karena kecanduannya berburu dan adu binatang. Raja-raja dan orangkaya menawarkan mahkota kepada Alaiddin Riayat Syah Sayyid al-Mukamil dari Dinasti Darul Kamal pada 1589. Ia segera mengakhiri periode ketidak-stabilan dengan menumpas orangkaya yang berlawanan dengannya sambil memperkuat posisinya sebagai penguasa tunggal Kesultanan Aceh yang dampaknya dirasakan pada sultan berikutnya.[3]Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan pengaruh terluas pada masa kepemimpinanSultan Iskandar Muda(1607-1636) atau Sultan Meukuta Alam. Pada masa kepemimpinannya, Aceh menaklukkanPahangyang merupakan sumbertimahutama. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atasSelat Malakadan semenanjung Melayu. Sayangnya ekspedisi ini gagal, meskipun pada tahun yang sama Aceh mendudukiKedahdan banyak membawa penduduknya ke Aceh.[4]Pada masa Sultan Alaidin Righayat Syah Sayed Al-Mukammil (kakek Sultan Iskandar Muda) didatangkan perutusan diplomatik ke Belanda pada tahun 1602 dengan pimpinan Tuanku Abdul Hamid. Sultan juga banyak mengirim surat ke berbagai pemimpin dunia seperti ke Sultan Turki Selim II, Pangeran Maurit van Nassau, danRatu Elizabeth I. Semua ini dilakukan untuk memperkuat posisi kekuasaan Aceh.KemunduranKemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan.Diplomat Aceh diPenang. Duduk: Teuku Kadi Malikul Adil (kiri) dan Teuku Imeum Lueng Bata (kanan). Sekitar tahun 1870anHal ini bisa ditelusuri lebih awal setelah kemangkatanSultan Iskandar Tsanihingga serangkaian peristiwa nantinya, dimana para bangsawan ingin mengurangi kontrol ketat kekuasaan Sultan dengan mengangkat janda Iskandar Tsani menjadi Sultanah. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ketakutan akan kembalinya Raja tiran (Sultan Iskandar Muda) yang melatar-belakangi pengangkatan ratu.Sejak itu masa damai terasa di Aceh, para Ulbalang bebas berdagang dengan pedagang asing tanpa harus melalui pelabuhan sultan diibukota.Ladamenjadi tanaman utama yang dibudidayakan seantero pesisir Aceh sehingga menjadi pemasok utama lada dunia hingga akhir abad 19. Namun beberapa elemen masyarakat terutama dari kaum wujudiyah menginginkan penguasa nanti adalah seorang laki-laki bergelar Sultan. Mereka mengklaim bahwa pewaris sah masih hidup dan tinggal bersama mereka di pedalaman. Perang saudara pecah, mesjid raya, Dalam terbakar, kota Bandar Aceh dalam kegaduhan dan ketidak-tentraman. Menindaklanjuti pertikaian ini, Kadhi Malikul Adil (semacam mufti agung)Tgk. Syech Abdurrauf As-Sinkilymelakukan berbagaireformasiterutama perihal pembagian kekuasaan dengan terbentuknyatiga sagoe. Hal ini mengakibatkan kekuasaan sultanah/sultan sangat lemah dengan hanya berkuasa penuh pada daerahBibeueh(kekuasaan langsung) semata.Perang saudara dalam hal perebutan kekuasaan turut berperan besar dalam melemahnya Kesultanan Aceh. Pada masa Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah (1795-1824), seorang keturunan Sultan yang terbuang Sayyid Hussain mengklaim mahkota kesultanan dengan mengangkat anaknya menjadi Sultan Saif Al-Alam.Perang saudarakembali pecah namun berkat bantuanRafflesdan Koh Lay Huan, seorang pedagang dariPenangkedudukan Jauhar (yang mampu berbahasa Perancis, Inggris dan Spanyol) dikembalikan. Tak habis sampai disitu, perang saudara kembali terjadi dalam perebutan kekuasaan antara Tuanku Sulaiman dengan Tuanku Ibrahim yang kelak bergelar Sultan Mansur Syah (1857-1870).Sultan Mansyur Syah berusaha semampunya untuk memperkuat kembali kesultanan yang sudah rapuh. Dia berhasil menundukkan para raja lada untuk menyetor upeti ke sultan, hal yang sebelumnya tak mampu dilakukan sultan terdahulu. Untuk memperkuat pertahanan wilayah timur, sultan mengirimkan armada pada tahun1854dipimpin oleh Laksamana Tuanku Usen dengan kekuatan 200 perahu. Ekspedisi ini untuk meyakinkan kekuasaan Aceh terhadapDeli,LangkatdanSerdang. Namun naas, tahun1865Aceh angkat kaki dari daerah itu dengan ditaklukkannya bentengPulau Kampai.[5]Sultan juga berusaha membentuk persekutuan dengan pihak luar sebagai usaha untuk membendung agresiBelanda. Dikirimkannya utusan kembali keIstanbulsebagai pemertegas status Aceh sebagai vassalTurki Utsmaniyahserta mengirimkan sejumlah dana bantuan untukPerang Krimea. Sebagai balasan, Sultan Abdul Majid I mengirimkan beberapa alat tempur untuk Aceh. Tak hanya dengan Turki, sultan juga berusaha membentuk aliansi denganPerancisdengan mengirim surat kepada Raja Perancis Louis Philippe I dan Presiden Republik Perancis ke II (1849). Namun permohonan ini tidak ditanggapi dengan serius.[3]Kemunduran terus berlangsung dengan naiknya Sultan Mahmudsyah yang muda nan lemah ke tapuk kekuasaan. Serangkaian upaya diplomasi ke Istanbul yang dipimpin oleh Teuku Paya Bakong danHabib Abdurrahman Az-zahieruntuk melawan ekspansi Belanda gagal. Setelah kembali ke ibukota, Habib bersaing dengan seorang IndiaTeuku Panglima Maharaja Tibang Muhammaduntuk menancapkan pengaruh dalam pemerintahan Aceh. Kaum moderat cenderung mendukung Habib namun sultan justru melindungi Panglima Tibang yang dicurigai bersekongkol dengan Belanda ketika berunding di Riau.[5]Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut denganTraktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasanTraktat London1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Para Ulee Balang Aceh dan utusan khusus Sultan ditugaskan untuk mencari bantuan ke sekutu lama Turki. Namun kondisi saat itu tidak memungkinkan karena Turki saat itu baru saja berperang dengan Rusia di Krimea. Usaha bantuan juga ditujukan ke Italia, Perancis hingga Amerika namun nihil. Dewan Delapan yang dibentuk di Penang untuk meraih simpati Inggris juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan alasan ini, Belanda memantapkan diri menyerah ibukota. Maret 1873, pasukan Belanda mendarat di Pantai Cermin Meuraksa menandai awal invasi Belanda Aceh.Perekonomian

Salah satu kerajinan logam di Aceh.Aceh banyak memiliki komoditas yang diperdagangkan diantaranya:1. 2. Minyak tanah dariDeli,3. Belerang dariPulau Wehdan GunungSeulawah,4. Kapur dari Singkil,5. Kapur Barus dan menyan dariBarus.6. Emas di pantai barat,7. Sutera di Banda Aceh.

Selain itu di ibukota juga banyak terdapat pandaiemas,tembaga, dansuasayang mengolah barang mentah menjadi barang jadi. SedangPidiemerupakan lumbung beras bagi kesultanan.[14]Namun di antara semua yang menjadi komoditas unggulan untuk diekspor adalahlada.Produksi terbesar terjadi pada tahun 1820. Menurut perkiraan Penang, nilai ekspor Aceh mencapai 1,9 juta dollar Spanyol. Dari jumlah ini $400.000 dibawa ke Penang, senilai $1 juta diangkut oleh pedagang Amerika dari wilayah lada di pantai barat. Sisanya diangkut kapal dagang India,Perancis, dan Arab. Pusat lada terletak di pantai Barat yaitu Rigas,Teunom, danMeulaboh.[5]

KebudayaanArsitekturGunongan dan Kandang Baginda (Balai Kembang Cahaya).Tidak terlalu banyak peninggalan bangunan zaman Kesultanan yang tersisa di Aceh. Istana Dalam Darud Donya telah terbakar pada masa perang Aceh - Belanda. Kini, bagian inti dari Istana Dalam Darud Donya yang merupakan tempat kediaman Sultan Aceh telah berubah menjadi Kraton Meuligoe yang digunakan sebagai Pedopo Gubernur Aceh. Perlu dicatat bahwa pada masa Kesultanan bangunan batu dilarang karena ditakutkan akan menjadi benteng melawan Sultan. Selain itu, Masjid Raya Baiturrahman saat ini bukanlah arsitektur yang sebenarnya dikarenakan yang asli telah terbakar pada masa Perang Aceh - Belanda. Peninggalan arsitektur pada masa kesultanan yang masih bisa dilihat sampai saat ini antara lain Benteng Indra Patra, Masjid Tua Indrapuri, Komplek Kandang XII (Komplek Pemakaman Keluarga Kesultanan Aceh), Pinto Khop, Leusong dan Gunongan beserta Taman Ghairah yang luas dipusat Kota Banda Aceh.KesusateraanSebagaimana daerah lain di Sumatera, beberapa cerita maupun legenda disusun dalam bentukhikayat. Hikayat yang terkenal diantaranya adalah Hikayat Malem Dagang yang berceritakan tokoh heroik Malem Dagang dalam settingan penyerbuan Malaka oleh Angkatan Laut Aceh. Ada lagi yang lain yaitu Bhikayat Malem Diwa, hikayat Banta Beuransah, Gajah Tujoh Ulee, Cham Nadiman, hikayat Pocut Muhammad, hikayat Perang Goempeuni, hikayat Habib Hadat, kisah Abdullah Hadat danhikayat Prang Sabi.[12]Salah satu karya kesusateraan yang paling terkenal adalahBustanus Salatin(taman para raja) karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniry disamping Taj al-salatin (1603), Sulalat al-Salatin (1612), dan Hikayat Aceh (1606-1636). Selain Ar-Raniry terdapat pula penyair Aceh yang agung yaituHamzah Fansuridengan karyanya antara lainAsrar al-Arifin(Rahasia Orang yang Bijaksana),Sharab al-Asyikin(Minuman Segala Orang yang Berahi),Zinat al-Muwahidin(Perhiasan Sekalian Orang yang Mengesakan), Syair Si Burung Pingai, Syair Si Burung Pungguk, Syair Sidang Fakir, Syair Dagang dan Syair Perahu.Karya AgamaPara ulama Aceh banyak terlibat dalam karya di bidang keagamaan yang dipakai luas di Asia Tengga. Syaikh Abdurrauf menerbitkan terjemahan dari Tafsir Alqur'anAnwaarut Tanzil wa Asrarut Takwil, karangan Abdullah bin Umar bin Muhammad Syirazi Al Baidlawy ke dalam bahasajawi.Kemudian ada Syaikh Daud Rumy menerbitkanRisalahMasailal Muhtadin li Ikhwanil Muhtadiyang menjadi kitab pengantar didayahsampai sekarang. Syaikh Nuruddin Ar-Raniry setidaknya menulis 27 kitab dalam bahasa melayu dan arab. Yang paling terkenal adalahSirath al-Mustaqim, kitab fiqih pertama terlengkap dalam bahasa melayu.[9]MiliterSalah satu meriam yang dimiliki Kesultanan Aceh.Pada masa Sultan Selim II dari Turki Utsmani, dikirimkan beberapa teknisi dan pembuat senjata ke Aceh. Selanjutnya Aceh kemudian menyerap kemampuan ini dan mampu memproduksi meriam sendiri dari kuningan.[15]