keracunan timbal dr dwi.docx
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Timbal merupakan salah satu jenis logam berat alamiah yang tersedia
dalam bentuk bijih logam, percikan gunung berapi, dan bisa diperoleh di alam.
Peningkatan aktivitas manusia, seperti pertambangan, peleburan, penggunaan
dalam bahan bakar minyak dan pemakaian timbal untuk kebutuhan komersial
yang meluas telah menyebabkan timbal menyebar di lingkungan.1
Antara tahun 1976 dan 1980, lebih dari 85% anak usia prasekolah di
Amerika Serikat mempunyai kadar timbal darah ≥10 μg/dL. Kemudian
pemerintah Amerika Serikat memberlakukan peraturan untuk mengurangi
pemakaian timbal pada tiga sumber utama timbal, yaitu menghentikan produksi
bensin bertimbal, melarang penggunaan kaleng bertimbal untuk makanan dan
menetapkan kadar timbal maksimal untuk pemakaian cat sebesar 0,07% per kg
saja. Pada tahun 2000, anak usia prasekolah di Amerika Serikat yang mempunyai
kadar timbal darah tinggi hanya 3%.1
Keracunan timbal telah di kenal sejak zaman Mesir kuno dan dokter
Yunani sekitar 5000 tahun yang lalu. Keracunan timbal merupakan salah satu
penyakit tertua dalam sejarah peradaban manusia. Dalam beberapa tahun ini,
keracunan timbal telah di kenal sebagai salah satu masalah kesehatan lingkungan
yang cukup serius di seluruh dunia, khususnya anak-anak fakir yang hidup di
negara berkembang. Timbal bisa menyebabkan penyakit serius bagi usia muda,
khususnya pada perkembangan otak. Timbal bisa mengurangi tingkat IQ,
memperlambat pertumbuhan dan merusak ginjal. Bebarapa kasus keracunan
timbal bisa menyebabkan coma atau kematian. 2
Di Indonesia keracunan timbal diperkirakan berasal dari berbagai sumber
seperti bensin bertimbal, cat, sayuran, pupuk dan lain-lain. Meskipun pemerintah
sudah menetapkan bensin bebas timbal sejak Juli 2001, masih ditemukan bensin
bertimbal di Palembang, Ambon dan Sorong, dan belum ada peraturan nilai
ambang batas penggunaan timbal pada berbagai produk konsumen di Indonesia.1
1
Kadar timbal dalam darah atau Blood Lead Level (BLL) merupakan baku
emas untuk menentukan efeknya dalam darah. The Centers for Disease Control
and Prevention (CDC), the American Academy of Pediatrics (AAP) dan beberapa
organisasi nasional dan internasional menetapkan bahwa Blood Lead Level (BLL)
≥10 μg/dL membutuhkan pengobatan. Kadar yang lebih rendah pernah dilaporkan
menimbulkan keracunan pada anak.1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Timbal
Timbal atau timah hitam dengan nama kimia plumbum (Pb) merupakan
logam yang mempunyai empat bentuk isotop, berwarna kebiru-biruan atau abu-
abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5 ºC dan titik didih pada 1740 ºC di
atmosfer. Secara kimiawi, timbal mempunyai titik uap yang rendah dan dapat
menstabilkan senyawa lain sehingga berguna pada ratusan produk industri. Secara
klinis, timbal merupakan bahan toksik murni, tidak ada organisme yang fungsinya
bergantung pada timbal.1 Walaupun bersifat lunak dan lentur, Pb sangat rapuh dan
mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam
timah hitam dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat.3
Senyawa organometalik yang terpenting adalah timbal tatreil (tetra ethyl
lead /TEL) dan timbal titrametril lead (tetra metril lead /TML) yang tidak larut
dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut organik dan lipit, TEL dan TML juga
mudah menguap. Occupational safety and Health Association (OSHA) telah
menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk timbal inorganik, debu dan uapnya
0,05 mg/m³ sedangkan untuk TEL adalah 0 ,075 mg/m³. Menurut World Health
Organization (WHO) pajanan timbal yang diperkenankan untuk pekerja laki-laki
40 µg/dL dan untuk pekerja perempuan adalah 30 µg/dL.3
2.2 Sumber Timbal
Sebuah studi di Jakarta tahun 2001 menunjukkan sumber timbal terutama
berasal dari emisi bensin bertimbal, dibuktikan oleh temuan bahwa kadar timbal
darah anak yang tinggal dekat lalu lintas sibuk lebih tinggi dibanding anak yang
tinggal jauh dari lalu lintas. Sumber-sumber lain yang potensial mengandung
timbal antara lain pipa air ledeng kota, pengecatan dengan vernis, paparan di
tempat kerja orang tua yang terbawa ke rumah (bekerja di peleburan atau daur
ulang logam, pengelasan, berkaitan dengan mobil, dan percetakan), daur ulang
aki, keramik berlapis timbal, kabel berlapis timbal, plastik, mainan, kosmetik,
tanah dan debu. Timbal dapat juga bersumber dari berbagai produk lain, seperti
3
serpihan bekas cat, pengobatan herbal (ayurvedic medications), deodoran, permen
Meksiko, saos impor dan makanan impor. Timbal juga dapat berasal dari ibu,
sebab timbal dapat melewati plasenta. Sumber timbal dari ibu berasal dari
cadangan endogen yaitu tulang ibu atau paparan baru melalui lingkungan.1
2.3 Metabolisme timbal
Timbal masuk ke dalam tubuh manusia ketika bernafas, makan, menelan,
atau meminum zat apa saja yang mengandung timbal.2 Lebih kurang 90 % partikel
timbal dalam asap atau debu halus di udara dihisap melalui saluran pernafasan.
Penyerapan di usus mencapai 5 – 15 % pada orang dewasa. Pada anakanak lebih
tinggi yaitu 40 % dan akan menjadi lebih tinggi lagi apabila si anak kekurangan
kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya. Laporan yang dikeluarkan Poison
Center Amerika Serikat menyatakan anak-anak merupakan korban utama
ketoksikan timbal, dengan 49 % dari kasus yang dilaporkan terjadi pada anak-
anak berusia kurang dari 6 tahun, yang lebih menghawatirkan adalah efeknya
terhadap kecerdasan (IQ) anak.4
Menurut WHO (1995) asupan yang diperkenankan dalam seminggu
Acceptable Daily Intake (ADI) untuk timbal direkomendasikan bagi orang dewasa
50 μg/kg berat badan dan bayi atau anak-anak 25 μg/kg berat badan. Anak dapat
mengabsorpsi lebih dari 50% timbal yang tertelan, sedang orang dewasa hanya 35
sampai 50% saja. Jumlah timbal yang diserap pada saluran cerna tergantung
beberapa faktor, seperti ukuran partikel, pH, zat lain di saluran cerna, dan status
nutrisi esensial. Absorpsi timbal yang tertelan pada kondisi lambung kosong lebih
tinggi dibanding jika tertelan bersama makanan. Keberadaan besi dapat
mengurangi absorpsi timbal dengan cara kompetisi langsung pada tempat ikatan,
kondisi kekurangan besi menyebabkan peningkatan absorpsi, retensi, dan
keracunan timbal.1
Setelah diserap, 99% timbal terikat pada eritrosit, dan 1% menyebar
bebas ke dalam jaringan lunak dan tulang, sehingga kadar timbal dalam darah
menggambarkan kadar timbal dalam tubuh. Total beban timbal darah tersimpan
dalam empat kompartemen, yaitu darah (waktu paruh 35 hari), jaringan lunak
4
(waktu paruh 40 hari), tulang trabekular (waktu paruh 3 sampai 4 tahun), dan
komponen kortikal tulang (waktu paruh 16 sampai 20 tahun). Timbal mempunyai
berbagai efek pada sel. Timbal terikat pada enzim, dapat mengubah dan
menghilangkan efek enzim. Timbal menghambat enzim asam δ aminolevulinat
dehidrase dan ferrokelatase, sehingga enzim asam δ-aminolevulinat dehidrase
(ALAS) tidak dapat mengubah porfobilinogen akibatnya besi tidak dapat
memasuki siklus protoporfirin. Perkursor heme, erythrocyte protophorphyrin
yang digantikan menjadi zinc protophorphyrin, menjadi meningkat dan
pembentukan heme menurun.1
Tidak semua Pb yang terisap atau tertelan ke dalam tubuh akan tertinggal
di dalam tubuh. Kira-kira 5-10 % dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi
melalui saluran pencernaan, dan kira-kira 30 % dari jumlah yang terisap melalui
hidung akan diabsorbsi melalui saluran pernafasan akan tinggal di dalam tubuh
karena dipengaruhi oleh ukuran partikel-partikelnya. Di dalam tubuh Pb dapat
menyebabkan keracunan akut maupun keracunan kronik. Jumlah Pb minimal di
dalam darah yang dapat menyebabkan keracunan berkisar antara 60-100 mikro
gram per 100 ml darah.5
2.4 Keracunan Timbal
Ukuran keracunan suatu zat ditentukan oleh kadar dan lamanya
pemaparan. Timbal (Plumbum) beracun baik dalam bentuk logam maupun
garamnya. Garamnya yang beracun adalah : timbal karbonat ( timbal putih );
timbal tetraoksida ( timbal merah ); timbal monoksida; timbal sulfida; timbal
asetat ( merupakan penyebab keracunan yang paling sering terjadi ). Ada beberapa
bentuk keracunan timbal, yaitu keracunan akut, subakut dan kronis. Nilai ambang
toksisitas timbal ( total limit values atau TLV ) adalah 0,2 miligram/m3.5
- Keracunan akut
Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak
sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut
mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang
timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya
senyawa timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen
5
menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa terbakar pada mulut. Gejala
lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan yang berwarna
putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah
berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis
biru yang merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas
Hidrogn Sulfida. Tinja penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida,
dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat
ditemukan gejala ringan berupa kebas dan vertigo. Gejala yang berat mencakup
paralisis beberapa kelompok otot sehingga menyebabkan pergelangan tangan
terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot drop).4
- Keracunan subakut
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun
dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada
sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan
paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang-
kejang dan koma. Gejala umum meliputi penampilan yag gelisah, lemas dan
depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem pencernaan, pengeluaran
urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram. Periode fatal : 1-3
hari.4
- Keracunan kronis
Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan
keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang
terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan
ini dianggap sebagai penyakit industri. seperti penyusun huruf pada percetakan,
pengatur komposisi media cetak, pembuat huruf mesin cetak, pabrik cat yang
menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya dan resiko pekerjaan
itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m3 , atau 0,007 mikrogram/m3 bila
sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air
yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan
menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan
kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan
6
anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas, menghambat pertumbuhan janin atau
memberikan efek kumulatif yang dapat muncul kemudian.4
2.5 pemeriksaan forensik
Diagnosis pada orang hidup ditegakkan dengan melihat adanya gejala
keracunan dan pemeriksaan kadar Pb darah dan urin. Pada jenazah, dapat
ditemukan:6
- Keracunan Akut :
Tanda-tanda dehidrasi, lambung mengerut (spastic), hiperemi, isi lambung
warna putih karena terbentuk PbCl2. Usus spastic dan feses berwarna hitam.
- Keracunan Kronik :
Tubuh sangat kurus, pucat terdapat garis Pb, ikterik, gastritis kronik dan pada
usus nampak bercak-bercak hitam. Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang,
ginjal, jati dan otak, sehingga bahan pemeriksaan diambil dari organ-organ
tersebut.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis toksisitas Pb dilakukan berdasarkan gejala dan uji lab seperti
kadar Pb dalam darah, ulas darah untuk melihat sel stipel yang merupakan
keracunan khas pada Pb, dan protoporfirin eritrosir. Uji kadar Pd dalam urin,
enzim delta ALA dan koproporfirin III juga dapat dilakukan untuk diagnosis
toksisitas Pb.6
Pemeriksaan laboratorium yang paling dapat dipercaya adalah kadar Pb dalam
darah. Normal kadar tersebut ialah 0, 003 mg/100 cc darah lengkap. Bila
pemeriksaan menunjukkan kadar lebih tinggi dari normal, biasanya sampai 0,10
mg/100cc darah lengkap, haruslah diperhatikan kemungkinan adanya absorbsi.
Jika ditemui kadar yang melebihi 0,10 mg/100cc darah lengkap serta tampak
gejala-gejala klinis, boleh dikatakan pasti telah terjadi keracunan. Ketika kadar Pb
dalam urin diatas 0,2 mikrogram /liter, dianggap sudah cukup bermakna untuk
diagnosis keracunan timbal. Tes lain yang lebih akurat dan sangat berguna adalah
Fluorometri Assay untuk zinc protophorphyrin (ZPP) intra eritrosit yang diketahui
berhubungan dengan FEP. Batas yang biasa digunakan 100 µg/dL Pengukuran
7
enzim yang terlibat dalam sintesis heme dapat pula digunakan sebagai tes
diagnostik, namun terdapat keterbatasan tingkat kemaknaan. Pengukuran aktivitas
δ-ALAD sangat sensitif terutama pada kadar Pb dalam darah dibawah 30 µg/dL.
Dalam urine tingkat δ-ALAD tidak secara bermakna meningkat sampai kadar Pb
dalam darah diatas 40 µg/dL. Hal ini membuat tes δ-ALAD urine tidak sensitif
sebagai uji saring.3
Pemeriksaan sinar-x pada anak-anak untuk melihat garis yang radio-opak
pada metafisis tulang-tulang panjang bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis
keracunan timbal.4
2.7 Penatalaksanaan Keracunan Timbal
Pengobatan keracunan Pb akibat kerja adalah menghentikan penambahan
timah hitam yang memasuki tubuh penderita yang pada umumnya melewati jalan
pernafasan atau pencernaan, serta mengobatinya dengan
ethylendiaminetetraacetic (EDTA) intravenous. Ethylendiaminetetraacetic akan
mengikat kation Pb dalam tulang dan jaringan lunak. Selain menggunakan EDTA,
dapat pula digunakan 2,3 dimercapto -1- propanol (British antilewisite atau BAL).
Dua macam obat ini dapat mengikat Pb yang ada pada jaringan seperti eritrosit,
otot, liver, ginjal dan tulang trabekular. Namun pada pasien dengan pajanan yang
lama, sebagian besar Pb disimpan pada tulang padat dan otak. Keberhasilan terapi
ini tergantung pada beberapa faktor antara lain : beratnya gejala klinik, derajat
disfungsi organ terminal, kadar Pb dalam darah dan sifat pajanan akut atau kronik.
Biasanya terapi ini diindikasikan untuk pasien dengan kadar Pb dalam darah lebih
dari 80 µg/dL.3
Untuk keracunan akut melalui saluran pencernaan misalnya, pasien
sebaiknya segera dipindahkan agar tidak terpapar lagi dengan timbal. Bilas
mulutnya dan berikan rangsangan untuk muntah ( untuk penderita yang sadar).
Rujuklah segera ke bagian perawatan medis.
BAB III
PENUTUP
8
Timbal (Pb) adalah salah satu jenis logam berat yang banyak
dipergunakan dalam daur ulang atau pembuangan baterai mobil, bensin, mainan,
cat, pipa, tanah, beberapa jenis kosmetik dan obat tradisional. Timbal merupakan
zat yang sangat beracun jika terserap ke dalam tubuh. Timbal di dalam tubuh
terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam molekul protein yang menyebabkan
hambatan pada system kerja enzim. Dalam darah enzim yang dihambat adalah
enzim delta- aminolevulinik asid (delta-ALA) yang berperan dalam sintesi
hemoglobin.
Tanda dan gejala keracunan dapat berupa rasa sepat (rasa logam),
muntah-muntah berwarna putih karena adanya Pb Klorida, dan juga diare dengan
feses hitam akibat adanya PbS, nyeri kolik abdomen, garis biru pada gusi,
konstipasi kronis. Pada sistem syaraf pusat berupa kelumpuhan ( wrist drop, foot
drop, biasanya terdapat pada pria dewasa). Sistem sensoris hanya sedikit
mengalami gangguan, sedangkan ensefalopati sering ditemukan pada anak-anak.
Gejala keracunan ini pada sistem jantung dan peredaran darah berupa anemia,
basofilia pungtata, retikulosis, berkurangnya trombosit dan sel polimorfonuklear,
hipertensi dan nefritis, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ). Gejala pada bagian
kandungan dan kebidanan berupa gangguan menstruasi, bahkan dapat terjadi
abortus dan kematian.
Pemeriksaan laboratorium yang paling dapat dipercaya adalah kadar Pb
dalam darah. Pengobatan keracunan Pb dapat dilakukan dengan EDTA intravena
atau BAL untuk mengikat Pb yang ada pada jaringan seperti eritrosit, otot, liver,
ginjal, dan tulan g trabekular.
DAFTAR PUSTAKA
9
1. Lubis B, Rosdiana N, Nafianti S, et al. Hubungan keracunan timbal
dengan anemia defisiensi besi pada anak. CDK-200, 2013; vol 40:1
2. Suherni. Keracunan timbal di Indonesia. Global lead advice and support
servivce. The lead group inc, 2010; Hal 1-19
3. Denny A. Deteksi pencemaran timah hitam. Jurnal kesehatan lingkungan,
2005; vol 2 (1): 67-76
4. Chadha P V. Timbal, Ilmu forensik dan toksikologi, edisi 5.Widya
medika, Jakarta, 1995; 268-72
5. Nuraini DS. Pencemaran udara oleh timbal (Pb) serta penanggulangannya.
USU digital library, FK USU, 2001; hal 1-6
6. Darmono. Farmasi forensik dan toksikologi. UI Press, Jakarta, 2009.
10