kepemimpinan-p.marno

Upload: iwan-hariyanto

Post on 10-Jul-2015

57 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, Indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang mencakup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan. Berdasarkan berbagai pendapat pengamat dan analisis, ada berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah dasar, mengalami peningkatan secara merata. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-output analisis yang tidak dilaksanakan secara konsekwen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendididjkan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana prasarana perbaikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratisentralistik, sehingga meningkat sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan yang tergantung pada keputusan birokrasibirokrasi. Kadang-kadang birokrasi itu sangat panjang dan kebijakannya tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat, maka akses dari birokrasi panjang dan sentralisasi itu, sekolah menjadi tidak mandiri, kurangnya kreativitas dan

2 motivasi. Ketiga, minimnya peranan masyarakat khususnya orang tua sisiwa dalam penyelenggaraan pendidikan, pratisipasi orang tua selama ini dengan sebatas pendukung dana, tapi tidak dilibatkan dalam proses pendidikan seperti mengambil keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas, sehingga sekolah tidak memiliki beban dan tanggung jawab hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat/orang tua sebagai stake holder yang berkepentingan dengan pendidikan. Keempat, krisis kepemimpinan, dimana kepala sekolah yang cenderung tidak demokratis, sistem topdown policy baik dari kepala sekolah terhadap guru atau birokrasi diatas kepala sekolah terhadap sekolah (Depdiknas, 2001: 3-4). Pada beberapa tahun ini, muncul paradigma tentang manajemen berbasis sekolah yang bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan berkualitas. Hal ini sangat memungkinkan dengan dikeluarkannya UU Pemerintah No. 22 tahun 1999, selanjutnya diubah dengan UU No.32 Tahun 2004, yaitu Undang-Undang otonomi daerah yang kemudian diatur oleh PP No. 33 Tahun 2004 yaitu adanya penggeseran kewenangan dan pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan kecuali agama, politik luar negri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal. Pola bidang pendidikan di atas oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan pasal 51 menyatakan .pengadaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah didasarkan pada standar pelayanan minimum dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51, ayat 1, hal.30). Pengelolaan pendidikan atau manajemen sekolah tidak dapat dipisahkan dari model kepemimpinan yang diadopsi kepala sekolah dalam menjalankan perannya sebagai seorang leader. Hal ini disebabkan oleh adanya keterikatan yang kuat antara model kepemimpinan (leadership model) yang dipakai oleh kepala sekolah dengan keefektifan secara keseluruhan dari

3 proses pendidikan di sekolah (Glatthorn, 2000). Pendapat ini pada dasarnya berakar pada konsep kepemimpinan pendidikan yang bermuara pada pembentukan dan pengembangan secara menyeluruh potensi manusia (warga sekolah) melalui penggunaan yang efektif akan sumber daya organisasi dan pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan (Weller, 2000). Di samping itu, kekompleksan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh sekolah pada saat sekarang ini seiring semakin kompleksnya masyarakat mengharuskan keberadaan suatu model kepemimpinan yang dapat membantu sekolah dalam mengembangkan batas-batas dan fungsi-fungsi tradisionalnya (Green, 2001). Untuk menjawab keadaaan diatas maka perlu dilakukan pendekatanpendekatan yang berbeda dan penerapan pola pandang-pola pandang yang baru dalam mengelola sekolah khususnya dalam mempimpin warga sekolah (school constituents). Untuk dapat menjalankan tuntutan-tuntutan tersebut dengan baik menjadi sangat bergantung pada model kepemimpinan (leadership) yang dijalankan oleh kepala sekolah. Kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil kepurusan maka akan mengakibatkan adanya disharmonisasi hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis (2005: 152), setidaknya ada empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu: 1) banyak orang memerlukan figur pemimpin, 2) dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, 3) sebagai tempat pengambilalihan resiko bila terjadi tekanan terhadap kelompoknya, dan 4) sebagai tempat untuk meletakkan kekuasaan. Dalam Manajemen Berbasis Sekolah, dimana memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stakeholder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki

4 kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting. Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai atau tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan (Nurkolis, 2005, 154). Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. bentuk Dengan kekuasaan yaitu pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan kekuasaan, kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan (Miftah Toha, 1990: 323). Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang dipilih oleh seseorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang ditinjukan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatankegiatan orang lain. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini karena adanya hubungan antara keberhasilan mutu pendidikan di sekolah dengan mutu kepala sekolah. Kepala sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin dan pengelola harus memiliki visi dan misi serta strategi manajemen pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada mutu. Strategi ini merupakan usaha sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus menerus memperbaiki kualitas pengelolaan sekolah yang fokusnya diarahkan ke peserta didik, orang tua peserta didik, pemakai lulusan, guru, karyawan, pemerintah, dan masyarakat.

5 B. Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, dalam makalah ini dapat disampaikan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah model kepemimpinan dari seorang kepala sekolah dasar dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dan pengelolaan sekolah yang efektif? C. Tujuan Pembahasan Pembahasan dalam makalah ini ditujukan untuk mengetahui model kepemimpinan dari seorang kepala sekolah dasar dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dan pengelolaan sekolah yang efektif.

6 BAB II PEMBAHASAN

A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah a. Pengertian Kepemimpinan Pemimpin memiliki peranan yang dominan dalam sebuah organisasi. Peranan yang dominan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Sebagaimana dikatakan Hani Handoko (2009: 293) bahwa pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Bagaimanapun juga kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan kemampuan mengidentifikasikan perilaku dan tehnik-tehnik kepemimpinan efektif, Kepemimpinan dalam bahasa inggris tersebut leadership berarti, being a leader power of leading atau the qualities of leader (Hornby, 2000: 491). Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas penting seseorang manjemen, pemimpin tetapi dalam tidak mengarahkan dengan apa yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah bagian sama manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Kepemimpinan atau leadership dalam pengertian umum menunjukkan suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku, perasaan serta tingkah laku

7 terhadap orang lain yang ada di bawah pengawasannya. Disinilah peranan kepemimpinan berpengaruh besar dalam pembentukan perilaku bawahan. b. Pendekatan Kepemimpinan Menurut Handoko (2009: 295), ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional. Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifatsifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun dimana ia berada. Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni tugas-tugas yang dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu. c. Kepemimpinan Kepala Sekolah Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam peningkatan mutu pendidikan (Mulyasa, 2005: 24). Kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan secara mikro yang berhubungan secara langsung dengan proses pembelajaran di sekolah.

8 Sebagaimana dikemukakan dalam Salinan Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007, kepala sekolah harus mampu: 1) Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan. 2) Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan. 3) Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal. 4) Mengelola perubahan dan pengembangansekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif. 5) Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik. 6) Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal. 7) Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal. 8) Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah. 9) Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik. 10) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional. 11) Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien. 12) Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/ madrasah. 13) Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah. 14) Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan. 15) Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah. 16) Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya. Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar. Kepala Sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif,

9 kepala sekolah dan seluruh stakeholders harus bahu membahu kerjasama dengan penuh kekompakan dalam segala hal. Selain itu berlandaskan teori Maslow, kepala sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Yang pasti mereka akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras. Kiat kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan kesempatan, bukannya otoriter dan "semau gue". Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka menindaklanjutinya (Xaviery, 2004). Tujuan utama Manjemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah peningkatan mutu pendidikan. Dengan adanya MBS sekolah dan masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah dari atas. Mereka dapat mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan setempat dan melaksanakan visi tersebut secara mandiri (Manajemen Berbasis Sekolah, 2007. www.mbeproject.net.). Kepala sekolah mempunyai dua peran utama, pertama sebagai pemimpin institusi bagi para guru, dan kedua memberikan pimpinan dalam manajemen. Pembaharuan pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) dan komite sekolah yang diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari kedua peran tersebut (USAID, 2007.). Pendekatan manusiawi, saling asah-asih dan asuh sangat diyakini kepemimpinan kepala sekolah satuan pendidikan akan efektif dan hal ini sangat menunjang pencapaian tujuan sekolah yang telah digariskan.

10 2. Manajemen Berbasis Sekolah Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Gagasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dalam Bahasa Inggris School-Based Management pada dewasa ini menjadi perhatian para pengelolaan pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan tingkat Sekolah. Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini semakin mengemuka setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan seperti disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya Sekolah, karena implementasi MBS tidak sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik Sekolah dan tatanan pengelolaan Sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan sekolah. Nurkholis (2005: 19) mengemukakan MBS sebagai sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada institusi Sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. 15Dalam MBS, Sekolah merupakan institusi yang memiliki full authority and responsibility untuk secara mandiri menetapkan program-program pendidikan (kurikulum) dan implikasinya terhadap berbagai kebijakan

11 Sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai Sekolah. Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri. Dari asal usul peristilahan, MBS adalah terjemahan langsung dari School Based Management (SBM). Istilah ini mula-mula muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolah. Reformasi itu dapat diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahun tidak dapat menunjukan peningkatan yang berarti dalam memenuhi tuntutan perubahan lingkungan sekolah. Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di samping agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Secara umum manajemen berbasis sekolah/Sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan parsitipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orangtua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya

12 dalam mengembangkan program yang, tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Demikian juga, dengan pengambilan keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga sekolah secara langsung dalam pengambilan keputusan, maka rasa memiliki warga sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggungjawab, dan peningkatan rasa tanggungjawab,dan peningkatan rasa tanggungjawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan partisipatif. Baik peningkatan otonomi sekolah maupun pengambilan keputusan partisipatif tersebut kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional yang berlaku. B. Analisis Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dan Pengelolaan Sekolah yang Efektif Sekolah dasar merupakan salah satu organisasi pendidikan yang utama dalam jenjang pendidikan dasar. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 1990 telah disebutkan bahwa pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan dasar diharapkan bisa berfungsi sebagai: (1) peletak dasar perkembangan pribadi anak untuk menjadi warga negara yang baik, (2) peletak dasar kemampuan dasar anak, dan (3) penyelenggara pendidikan awal untuk persiapan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu pendidikan menengah. Kemampuan dasar utama yang diberikan kepada anak sekolah dasar adalah kemampuan dasar yang membuat bisa berpikir kritis dan imajinatif yang tercermin dalam modus kemampuan menulis, berhitung dan membaca. Ketiga

13 aspek kemampuan dasar tersebut merupakan kemampuan utama yang dibutuhkan dalam abad informasi. Ditinjau dari komponennya, ada beberapa unsur atau elemen utama dalam organisasi sekolah dasar. Unsur-unsur tersebut meliputi: (1) sumber daya manusia, yang mencakup kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan siswa, (2) sumber daya material, yang mencakup peralatan, bahan, dana, dan sarana prasarana lainnya, (3) atribut organisasi, yang mencakup tujuan, ukuran, struktur tugas, jenjang jabatan, formalisasi, dan peraturan organisasi, (4) iklim internal organisasi, yakni situasi organisasi yang dirasakan personel dalam proses interaksi, dan (5) lingkungan organisasi sekolah. Ditinjau dari karakteristiknya, sekolah dasar merupakan suatu sistem organisasi. Sebagai suatu sistem organisasi, sekolah dasar bisa ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi struktur organisasi dan perilaku organisasi. Struktur organisasi mengacu pada framework organisasi, yaitu tata pembagian tugas dan hubungan baik secara vertikal, horizontal dan diagonal. Hal ini bisa mencakup spesifikasi jabatan, pembagian tugas, garis perintah, peraturan organisasi, serta hierarki kewenangan dan tanggung jawab. Perilaku organisasi mengacu pada aspek-aspek tingkah laku manusia dalam organisasi. Organisasi sekolah dipandang sebagai suatu sistem sosial, yang di dalamnya terjadi interaksi antar individu untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu atribut yang banyak berkaitan dengan interaksi perilaku individu dalam organisasi adalah budaya organisasi. Bila diterapkan dalam organisasi sekolah dasar, ada tiga komponen yang berkaitan dengan budaya organisasi sekolah dasar, yaitu: (1) institusi atau lembaga yang perannya dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi sekolah, (2) guru-guru sekolah dasar sebagai individu yang memiliki kepribadian dan kebutuhan, baik kebutuhan profesional maupun kebutuhan sosial, dan (3) interaksi dari kedua komponen tersebut. Untuk itu, kepala sekolah harus mampu mengintegrasikan kedua komponen tersebut, yakni peranan, tuntutan dan harapan lembaga, dengan kepribadian, dan kebutuhan guru, agar bisa mencapai tujuan organisasi secara optimal.

14 Keberhasilan organisasi sekolah banyak ditentukan keberhasilan kepala sekolah dalam menjalankan peranan dan tugasnya. Peranan adalah seperangkat sikap dan perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan posisinya dalam organisasi. Peranan tidak hanya menunjukkan tugas dan hak, tapi juga mencerminkan tanggung jawab dan wewenang dalam organisasi. Dewasa ini terjadi perubahan dalam sistem pengelolaan sekolah, termasuk sekolah dasar. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, terjadi desentralisasi pendidikan, yaitu adanya pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah pusat ke daerah, termasuk kewenangan dalam pengelolaan pendidikan. Salah satu pendekatan pengelolaan pendidikan yang diterapkan adalah pendekatan pengelolaan pendidikan berdasarkan sekolah, yang dikenal dengan istilah school based management atau manajemen berbasis sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam manajemen sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari istilah school based management, yang pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan yang lebih luas kepada sekolah dalam pengelolaan sekolah. Sekolah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola sekolah secara mandiri sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengelolaan pendidikan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi banyak ditentukan oleh sekolah. Dengan demikian diharapkan sekolah bisa mampu mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki sekolah dan tuntutan lingkungan masyarakat. Konsekuensi dari adanya school based management tersebut, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah menjadi semakin besar. Kepala sekolah harus bisa memimpin dan memberdayakan semua sumber daya sekolah. Kepala sekolah merupakan motor penggerak dan penentu arah kebijakan sekolah. Untuk itu, kepemimpinan kepala sekolah dasar harus mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran yang baik, lancar dan produktif, menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan, menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat agar bisa terlibat aktif dalam mewujudkan tujuan sekolah, bekerja sama dengan tim

15 secara kooperatif, dan berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan kepala sekolah yang baik dapat membuat anggota menjadi percaya, loyal, dan termotivasi untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi secara optimal. Untuk itu, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah dapat dilihat dari performansi anggota. Salah satu faktor yang menunjukkan performansi anggota adalah semangat kerjanya. Kepemimpinan kepala sekolah sangat berpengaruh dalam meningkatkan semangat kerja guru dalam melaksanakan tugas. Ada sepuluh faktor yang mempengaruhi semangat kerja seseorang dalam melaksanakan tugas, yaitu kesiapan kerja, kondisi kerja, organisasi kerja, kepemimpinan, gaji, kesempatan mengemukakan ide, kesempatan mempelajari tugas, jam kerja, dan kemudahan kerja. Di sisi lain, ada enam faktor yang mempengaruhi turunnya semangat kerja pegawai, khususnya guru, yaitu dukungan teman sejawat, hubungan dengan pimpinan, gaji, pekerjaan dan tanggung jawab, kurangnya kesempatan berkembang, kondisi kerja, dan beban kerja yang berlebihan. Ada empat faktor yang menyebabkan rendahnya semangat kerja guru, yaitu kurangnya input dalam pengambilan keputusan, kurangnya hubungan teman sejawat, dan kurangnya pengakuan prestasi. Kepemimpinan sangat berperan dalam meningkatkan semangat kerja guru dalam melaksanakan tugas di sekolah dasar. Tinggi rendahnya semangat kerja guru banyak dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah. Semakin baik kepala sekolah menerapkan kepemimpinan, semakin tinggi pula semangat kerja guru dalam melaksanakan tugas. Sebaliknya, semakin jelek kepala sekolah menerapkan kepemimpinan, semakin rendah pula semangat kerja guru dalam melaksanakan tugas-tugas di sekolah. Dalam rangka melaksanakan tugas profesionalnya, guru sekolah dasar dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik. Sebab hanya dengan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas yang baiklah keberhasilan pendidikan di sekolah dapat tercapai dengan baik. Guru merupakan komponen

16 sentral yang menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah. Pengembangan guru tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan pengembangan profesional. Peranan kepemimpinan sangat besar dalam meningkatkan kemampuan guru, semangat kerja guru, dan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas. Bahkan dapat dikatakan kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor kunci yang menentukan terhadap peningkatan kemampuan, semangat kerja, dan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas. Guru akan bisa berkembang, bila kepala sekolah menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan guru bisa berkembang dengan baik. Guru juga akan memiliki semangat kerja yang baik, bila kepala sekolah mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif. Dengan meningkatnya kemampuan dan semangat kerja guru yang berkelanjutan merupakan kunci tercapainya profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas. Dengan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas, akan menjadi sarana tercapainya keefektifan kerja organisasi sekolah, yang secara langsung akan menjadi sarana utama tercapainya tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah secara optimal. Motivasi kerja, kemampuan, dan profesionalisme melaksanakan tugas cenderung mengacu pada perilaku individu dalam organisasi. Untuk melihat keberhasilan kepemimpinan, juga perlu dilihat pengaruhnya terhadap anggota secara kelompok. Adanya kerja sama yang baik di antara anggota secara kelompok akan lebih menunjang terhadap pencapaian tujuan organisasi sekolah, dibandingkan bekerja secara sendiri-sendiri. Bahkan dari beberapa kajian teori yang ada, perilaku kepemimpinan yang utama bisa diarahkan pada dua fungsi, yaitu perilaku yang berkaitan dengan tugas yang harus dilaksanakan, dan perilaku yang berkaitan dengan hubungan dalam kerja kelompok dengan bawahan. Salah satu komponen yang menunjukkan keberhasilan anggota secara kelompok adalah keefektifan kerja tim. Keefektifan kerja tim guru, juga dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan yang baik akan menekankan kerja sama tim dibandingkan kerja individual. Dengan menekankan kerja sama tim, dan didukung dengan pemberian perhatian secara adil terhadap semua anggota,

17 akan membawa dampak meningkatnya keefektifan kerja tim anggota. Oleh karena itu, semakin tinggi kepala sekolah dasar menerapkan kepemimpinan secara tepat, akan membawa dampak meningkatnya keefektifan kerja tim guru dalam melaksanakan tugas-tugas sekolah. Keefektifan kerja tim guru bisa dilihat dari tiga aspek, yaitu kerjasama guru dalam melaksanakan tugas, keterpaduan guru dalam melaksanakan tugas, dan keefektifan hasil yang dicapai guru. Berdasarkan uraian pembahasan di atas, dapat disampaikan bahwa model kepemimpinan dari seorang kepala sekolah dasar dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dan pengelolaan sekolah yang efektif tergantung dari kemampuan kepala sekolah dalam meningkatkan semangat kerja guru sekolah dasar, kemampuan guru sekolah dasar, dan keefektifan kerja tim guru sekolah dasar. Jika model kepemimpinan yang dikembangkan seorang kepal sekolah dasar mampu meningkatkan beberapa hal tadi, dapat dipastikan bahwa kepala sekolaha kan mampu melaksanakan manajemen berbasis sekolah dan pengelolaan sekolah yang efektif.

18 BAB III PENUTUP

Pada prinsipnya, kepemimpinan dalam lingkup pendidikan (educational leadership) berorientasi pada keberlanjutan dan pengembangan dari efisiensi dan efektivitas sekolah. Sebagaimana kepala sekolah hanya dapat meraih kesuksesan dengan bekerja sama dengan warga sekolah lainnya, kepemimpinan kependidikan kemudian ditujukan pada peningkatan maksimal dari produktifitas dan usahausaha yang dilakukan oleh semua warga sekolah. Berangkat dari pandangan ini, peran dan praktek kepemimpinan seorang kepala sekolah dalam memberdayakan stakeholder sekolahnya menjadi hal yang mutlak. Berkaitan dengan adanya Manajemen Berbasis Sekolah dan model kepemimpinan seorang kepala sekolah, maka kepala sekolah perlu memaksimalkan peran-peran kepemimpinan di dalam sekolah. Seorang kepala sekolah juga harus memahami dengan baik konsep tentang kepemimpinan sekolah (educational leadership). Dengan mengetahui bagaimana mempengaruhi tindakan orang lain dan bagaimana mengembangkan potensi kepemimpinan orang lain adalah hal yang utama dalam menjalankan kepemimpinan yang berhasil di sekolah. Dalam pelaksanaan MBS pada tingkat sekolah dasar, kepala sekolah sebagai figur kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah sebagai pendidik selain mengatur sekolah secara umum juga memberikan pembelajaran baik pada guru dan staf ataupun peserta didik, oleh karena itu maka kepala sekolah juga menjadi guru dalam bidang bimbingan dan penyuluhan. Membimbing guru dalam meyusun, melaksanakan program pembelajaran sampai tehnik evaluasi bagian dari pekerjaan yang dilaksanakan oleh kepala sekolah. Dalam rangka mengarahkan dan membimbing peserta didik dalam kegiatan ekstra kurikuler, kepala sekolah juga mengirimkan peserta didik untuk mengikuti perlombaan, hal ini dimaksudkan untuk membekali peserta didiknya

19 pengetahuan baru dan pengalaman juga untuk mengembangkan kemampuan komunikasi intra dan antarpersonal. Dalam kerangka mengimplementasikan MBS, kepala sekolah juga menginformasikan apa yang telah diraih oleh sekolah berupa prestasi-prestasi baik guru atapun siswa sebagai akuntabilitas publik kepada stakeholder di luar sekolah. Dengan demikian peningkatan profesionalisme guru tidak luput dari perhatian kepala sekolah seperti mengikutsertakan guru-guru dalam berbagai penataran dan pelatihan. Peran kepala sekolah sebagai pendidik dalam bingkai pelaksanaan MBS. Kepala sekolah juga memberi contoh dalam mendidik misalkan dengan mengajar 6 jam seminggu, sebelum mengajar kepala sekolah membuat program tahunan, program semester, syllabus, rencana pembelajaran, analisis, sistem evaluasi. Hal ini dilakukan untuk memberi tauladan kepada rekan kerja atau guruguru yang lain. Sebagai manajer ia mampu menyusun program, schedule, dan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada. Membahas peranan kepala sekolah sebagai manajer merupakan hal yang menarik, karena kepala sekolah bukan hanya sebagai pemimpin saja seperti yang telah dikemukakan di atas. Menyusun program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang sebagian upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk memudahkan langkah kerja yang dibuat dengan skala prioritas. Dalam kerangka implementasi MBS, kepala sekolah melakukan : 1) perencanaan dengan matang dengan menentukan tujuan dan strategi untuk mencapai tujua, 2) mengorganisasikan, kepala sekolah mendisain dan membuat struktur organisasi, termasuk memilih orang-orang yang kompeten dalam menjalankan pekerjaan dan mencari sumberdaya pendukung yang paling sesuai, seperti wakil kepala, kepala TU, bendahara, pustakawan,, pembina pramuka, laboran, kepanitiaan baik yang permanen ataupun yang temporer, 3) menggerakan, yaitu kepala sekolahj berusaha mempengaruhi orang lain agar bersedia menjalankan tugasnya secara sukarela dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan, 4) mengontrol, yaitu kepala sekolah membandingkan apakah yang dilaksanakan sudah sesuai dengan yang direncanakan.

20 DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Glatthorn, A. A. 2000. The Principal as Curriculum Leader: Shaping What is Taught and Tested. Thousand Oaks, California: Corwin Press, Inc. Green, R.L. 2001. Practicing the Art of Leadership: A Problem-based Approach to Implementing The ISLLC Standards. Columbus, Ohio: Merrill Prentice Hall. Handoko, T. Hani. 2009. Manajemen edisi 2. Yogyakarta: BPFE. Hornby, A.S. 2000. Oxford Edvanced Dictionary of English. London: Oxford University Press. Miftah Toha. 1990. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers Mulyasa, E. 2005. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: remaja Rosdakarya. Nurkolis.2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Grasindo. USAID. 2007. Studi Peran Kepala Sekolah www.mbeproject.net. Diakses Juli 2011. Dan Komite Sekolah.

Weller, L. D, Jr and Weller, S.2000. Quality Human Resources Leadership: A Principal's Handbook. Maryland: The Scarecrow Press, Inc. Xaviery. 2004. Benarkah Wajah Sekolah Ada pada Kepala Sekolah. www.diknas.go.id. Diakses Juli 2011.

21

MAKALAHKEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DAN PENGELOLAAN SEKOLAH SECARA EFEKTIF

Oleh: SUMARNO, S.Pd. NIP. 19611022 198201 1 002

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MADIUN SDN TAMBAKMAS 04 KECAMATAN KEBONSARI KABUPATEN MADIUN 2011

22

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Makalah

:

Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah dan Pengelolaan Sekolah Secara Efektif SUMARNO, S.Pd. 19611022 198201 1 002 Guru SDN Tambakmas 04, Kabupaten Madiun

2. Identitas Peneliti a. Nama b. NIP c. Jabatan d. Unit Kerja

: : : :

Kecamatan

Kebonsari,

Tambakmas, 2 Juli 2011 Mengetahui, Kepala Sekolah SDN Tambakmas 04 Penulis

DWI SISWIYANI, S.Pd. NIP. 19651028 198803 2 014

SUMARNO, S.Pd. NIP. 19611022 198201 1 002

23

LEMBAR PUBLIKASI

Makalah dengan judul Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah dan Pengelolaan Sekolah Secara Efektif telah dipublikasikan di perpustakaan SDN Tambakmas 04, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun pada: Hari/tanggal: , . Juli 2011

Tambakmas, .... Juli 2011 Pengelola Perpustakaan

............................................... NIP. 19590707 198504 2 001

24 KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadlirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul: Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah dan Pengelolaan Sekolah Secara Efektif ini dengan baik. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat seleksi kepala sekolah SD di Kabupaten Madiun. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini, baik bantuan yang berupa bimbingan, semangat, dan penyampaian berbagai informasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu segala kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan. Selanjutnya, penulis berharap makalah ini mampu memberikan manfaat kepada semua pihak. Terima kasih.

Tambakmas, .. Juli 2011 Penulis

25 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... LEMBAR PUBLIKASI............................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................. DAFTAR ISI................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN........................................................................ A. Latar Belakang........................................................................ B. Permasalahan.......................................................................... C. Tujuan Pembahasan................................................................ BAB II PEMBAHASAN........................................................................... A. Kajian Pustaka......................................................................... 1. Tinjauan tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah............ 2. Manajemen Berbasis Sekolah........................................... B. Analisis Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dan Pengelolaan Sekolah yang Efektif.......................................... BAB III PENUTUP..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. i ii iii iv v 1 1 5 5 6 6 6 10

12 18 20