kelainan kongenitalpsik

Upload: fadhilah-culan

Post on 11-Oct-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KELAINAN KONGENITAL

KELAINAN KONGENITAL

Dr. CATUR S. SUTISNA, SpBA.Pendahuluan

Kelainan kongenital adalah salah satu dari 6 golongan besar penyakit yang dapat menyerang manusia. Ke enam golongan besar penyakit tersebut adalah :

1. Congenital disorder

2. Inflamatory / Infection disorder ,yaitu penyakit yang disebabkan adanya invasi mikroorganisme atau penyakit-penyakit yang menunjukan tanda-tanda radang (Misalnya Influensa , Abses ,pneumonia dll.)

3. Neoplasm disorder, yaitu penyakit- penyakit yang disebabkan adanya pertumbuhan sel abnormal. Dapat berupa neoplasma jinak atau ganas (misalnya lipoma ,liposarkoma dll.)

4. Trauma disorder, yaitu suatu kondisi yang diakibatkan oleh trauma (fraktur, trauma tumpul, trauma tajam dll)

5. Metabolic and endocrin disorder, yaitu kondisi yang diakibatkan adanya gangguan metabolisme zat tertentu dalam tubuh (penyakit metabolik ,misalnya defisiensi vitamin D menyebabkan osteomalacia) atau adanya gangguan hormon tertentu dalam tubuh ( kelainan endokrin , misalnya hipertiroidisme, hiperinsulinisme ,dll)

6. Degenerative disorder, yaitu penyakit yang ditandai dengan kemunduran fungsi organ tertentu secara gradual. Sering dihubungkan dengan proses penuaan (misalnya osteoarthrosis ,Alzheimer dll).

Pada makalah ini akan dibahas mengenai kelainan kongenital secara umum ,yang meliputi definisi, insidensi, penyebab dan mekanisme terjadinya kelainan kongenital, serta beberapa contoh kelainan kongenital .

Kelainan kongenital didefinisikan sebagai kelainan yang sudah ada sejak lahir (Hornby : Disease that exist since birth) sedangkan Ramali mendefinisikan sebagai suatu penyakit yang sudah ada sejak dalam kandungan. Definisi kedua dianggap lebih menunjukkan keadaan yang sebenarnya, tetapi yang banyak dipakai adalah definisi menurut Hornby, karena penelitian penelitian yang sudah banyak dilakukan hanya bisa mencatat data kelainan kongenital yang tampak segera setelah lahir, sedangkan kelainan yang timbul pada saat kehamilan (embriogenesis) tidak dapat semua terdeteksi.

Insidensi

Insidensi kelainan kongenital yang pernah dilaporkan di Barat adalah 0,3-3,3 % . Penelitian penelitian yang pernah dilaporkan kebanyakan meneliti penyakit tertentu secara spesifik ,bukan suatu penelitian kelainan kongenital secara menyeluruh.

Penelitian yang dilakukan biasanya didasarkan pada kelahiran di rumah sakit (Hospital based research) dan melaporkan insidensi kelainan kongenital saat lahir. Ini bisa bermakna jika ibu hamil melahirkan di rumah sakit mendekati 100 %. Sedangkan di negara atau daerah dimana sejumlah besar bayi lahir diluar rumah sakit, dan ibu hamil memilih persalinan di rumah sakit karena komplikasi atau mengantisipasi penyulit, penelitian yang bersifat hospital based ini akan menunjukkan insidensi yang tinggi bahkan sangat tinggi dibanding kenyataan insidensi di populasi.

Beberapa penyakit spesifik akhir- akhir ini menunjukkan penurunan insidensi. Ini berkaitan erat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang dicapai dalam dignosa prenatal. Penggunaan USG prenatal atau pemeriksaan serum ( feto protein dari cairan amnion misalnya , dapat mendeteksi adanya kelainan Mielomeningokel pada bayi dalam kandungan sehingga mereka segera melakukan terminasi kehamilan setelah kelainan tersebut terdiagnosa. Dengan demikian angka insidensi penyakit tersebut akan menurun.

2 2,5 % kelainan kongenital pada bayi yang lahir hidup setelah gestasi 28 minggu akan menyebabkan cacat serius ,bahkan menyebabkan kematian atau membutuhkan tindakan operasi segera.

Kelainan kongenital tertentu mempunyai insidensi yang tinggi pada ras/ suku tertentu misalnya defek tabung neural/ neural tube yaitu myelomeningokel atau anensefalus angka insidensinya lebih tinggi pada ras Kaukasia dibanding ras negro Afrika. Polidaktili, preauricular skin tag sering ditemukan pada ras negro. Celah bibir/langit-langit( Labio/Palatoschizis ) lebih sering ditemukan pada orang Jepang dibanding bangsa Barat.

Perbedaan ini dapat saja terjadi karena pengumpulan data yang kurang benar atau tidak adekuat, tetapi kebanyakan penelitian mempunyai kualitas yang dapat dipercaya dan menunjukkan hal yang sebenarnya. Perbedaan yang terjadi karena adanya perbedaan genetik atau perbedaan lingkungan/ environment.

Yang cukup menarik adalah ditemukannya perbedaan bermakna insidensi secara regional di suatu negara. Di Inggris misalnya, angka insidensi kelainan neural tube (myelomeningokel) lebih tinggi di Inggris barat dibanding Inggris timur; lebih tinggi di utara dibanding selatan.

Disamping variasi antar negara, ras terdapat pula kelainan yang menunjukkan insidensi yang tinggi pada musim tertentu (seasonal variation). Penyebab terjadinya variasi tersebut masih menjadi tanda tanya hingga kini. Kelainan yang menunjukkan seasonal variation tersebut adalah anensefalus.

Di bawah ini diperlihatkan salah satu hasil penelitian terbesar yang pernah dilakukan WHO mengenai kelainan kongenital di dunia. Penelitian ini mencatat hampir juta kelahiran dengan kelainan kongenital di 24 senter di 16 negara. Penelitian ini terbatas pada kelahiran bayi di rumah sakit, sehingga tidak terelakkan lagi angka insidensinya akan lebih tinggi dibanding angka hasil survey populasi.

WORLD INCIDENCE OF SOME MAJOR

CONGENITAL MALFORMATION BASED ON

HOSPITAL DELIVERIES

DefectIncidence per 1000

Total birthRange

Mongolism/Down Syndrome

Anenchepalus ( Spina bifida

Spina bifida ( hydrocephalusHydrocephalus only

Malformation of the gut

Exomphalos

Cleft lip and/or palate

0.83

1.05

0.81

0.61

0.37

0.10

1.210.00-3.89

0.11-4.48

0.05-4.23

0.23-1.99

-

-

0.42-1.77

FAKTOR ETIOLOGI

Pengetahuan mengenai peyebab terjadinya kelainan kongenital dirasakan masih sedikit sekali meskipun penelitian kearah hal tersebut sampai sekarang masih terus dilakukan .Faktor etiologi yang dianggap menyebabkan terjadinya kelainan kongenital secara garis besar dibagi menjadi :

1. Faktor genetik

2. Faktor non genetik/ environmentPenyebab unifaktor dimana yang berperan sebagai penyebab adalah faktor genetik saja atau faktor lingkungan saja hanya menenpati atau paling banyak 1/3 kasus kelainan kongenital. Yang terbanyak adalah hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

Faktor genetik

Diantara mekanisme genetik murni dikenal kelainan yang diwariskan secara dominan dan resesif dan yang diturunkan secara terkait seks ( sex linked inheritance ) yang biasanya resesif.

Kondisi yang diturunkan secara dominan relatif jarang ditemukan. Penyakit tersering pada populasi barat yang diturunkan secara resesif adalah Cystic fibrosis of the pancreas( Mucoviscidosis) . Penyakit lain yang diturunkan secara resesif adalah adrenogenital syndrome dan testicular feminization.

Contoh kelainan kongenital yang diturunkan secara genetik terkait sex adalah hydrosefalus yang berhubungan dengan stenosis aqueduct .Diagnosa hanya bisa didapat dari anamnesa keluarga yang teliti.Pada anamnesa akan didapat kelainan hanya akan menyerang laki-laki dan diturunkan oleh orang tua yang berperan sebagai pembawa sifat (carrier). Perlu diingat bahwa tidak semua hidrosefalus terkait secara genetik.

Diantara kelainan kromosom dapat dibedakan dengan jelas antara kelainan kromosom seks dan kromosom autosom.

Kelainan kromosom seks jarang atau hanya sedikit menyebabkan gangguan kesehatan secara umum pada bayi/anak Mungkin terdapat kelainan genitalia eksternal pada kelainan kromosom seks. Berlainan dengan kelainan kromosom seks, kelainan kromosom autosomal sering disertai kelainan fisik multipel disertai kecacatan mental. Kelainan yang paling sering ditemukan dari golongan ini adalah Mongolism/ Down syndrome.Pada pemeriksaan kromosom didapatkan kelainan kromosom autosom berupa trisomi 21.

Kelainan yang dapat ditemukan pada penderita Down syndrome adalah : penyakit jantung kongenital, atresia/stenosis duodenum, wajah yang khas seperti orang mongol, retardasi mental dan hipotonia.

Pada semua kondisi diatas sebaiknya studi kromosom dilakukan pada penderita dan orang tuanya sehingga didapat informasi yang cukup akurat mengenai risiko kemungkinan rekurensi kelainan kongenital tersebut.

Faktor Non genetik

Berlainan dengan kondisi kondisi yang disebabkan oleh faktor genetik, hanya sedikit kelainan kongenital yang diketahui disebabkan oleh single environmenal teratogen . Beberapa teratogen yang dikenal adalah :

1. Infective agent

Virus Rubella dapat menyebabkan kelainan jantung kongenital

Protozoa (Toksoplasma gondii) dapat menyebabkan hidrosefalus. Diagnosa ditentukan dengan pemeriksaan serologis ibu dan anak .

2. Obat-obatan

Thalidomide , dapat menyebabkan kelainan berupa ;kelainan saluran cerna, saluran kencing , jantung dan anggota gerak ( phocomelia)

Norethisterone , dapat menyebabkan virilisasi/maskulinisasi pada anak perempuan

Anti tiroid ( Tiourasil,carbimazole) , dapat menyebabkan hipotiroidisme dan goiter.

Alkohol (maternal alkoholisme) , dapat menyebabkan gangguan mental dan pertumbuhan fisik, mikrosefalus, kelainan jantung dan kelainan anatomi lainnya.

Antikonvulsan , dapat menyebabkan celah bibir dan atau celah langit-langit, kelainan jantung dan hipoflasia falngs terminal.

Antikoagulan Warfarin dapat meningkatkan insidensi nasal hipoflasia.

3. Paparan radiasi

Paparan radiasi dalam jumlah besar dapat menyebabkan defek kongenital yang luas dan serius . Salah satu contoh yang paling ekstrim adalah anak-anak yang lahir dari ibu hamil semasa meledaknya bom atom Hiroshima banyak mengalami mikrosefali dan mental retardasi . Penggunaan radioterapi juga merupakan contoh pemaparan radiasi dosis besar yang cukup signifikan dapat meningkatkan insidensi kelainan kongenital.

4. Faktor mekanik

Gaya mekanik yang terjadi pada fetus dalam kandungan dianggap berpengaruh pada terjadinya kelainan kongenital tertentu. Talipes equinovarus,talipes calcaneovalgus , skoliosis dianggap terjadi karena postur intrauterin /oligohidramnion. Dislokasi panggul kongenital lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir sungsang dibanding bayi yang lahir dengan letak kepala.

5. Gangguan vaskularisasi prenatal

Kelainan yang dianggap disebabkan oleh gangguan vaskuler pada masa prenatal adalah atresia usus dan atresia bilier. Ini ditunjang dengan eksperimen binatang dan adanya bukti ditemukannya mekonium atau empedu di distal dari saluran yang buntu.

6. Faktor lain :

Beberapa faktor yang diduga berhubungan erat meskipun efeknya tidak sepenuhnya dimengerti antara lain paritas dan umur ibu saat hamil. Beberapa penyakit menunjukkan peningkatan insidensinya pada bayi pertama dan ibu berumur relatif tua. Kelainan tabung neural lebih sering terlihat pada anak pertama. Sedangkan mongoloid lebih sering terjadi anak yang dilahirkan oleh ibu yang berumur tua. Insidensi meningkat 20 kali pada umur antara 30-45 tahun.

Faktor nutrisi merupakan faktor lain yang dianggap berhubungan dengan kelainan kongenital. Defisiensi folat sering dihubungkan dengan kelainan tabung neural .

Mekanisme Patogenesis

Banyak eksperimen telah dilakukan untuk menyelidiki mekanisme terjadinya kelainan kongenital ,terutama dengan binatang sebagai obyek penelitian.

Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa mekanisme kejadian kelainan kongenital terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu

1. Kegagalan organ, baik sebagian atau seluruhnya untuk berkembang (agenesis)

Contoh : agenesis ginjal, paru-paru, Kretinisme athireotik

2. Terhenti (arrest) atau deviasi perkembangan (malformasi)

Contoh : Gangguan fusi midline ( exomphalos, celah bibir/palatum,spina bifida),sebagian besar kelainan kongenital jantung

3. Menghilangnya organ, baik sebagian atau seluruhnyaContoh Anensefalus ,meski dulu dianggap agenesis, beberapa peneliti menganggap diakibatkan oleh nekrosis otak yang sebelumnya sudah terbentuk.

Atresi usus dianggap karena oklusi vaskuler yang kemudian menjadi nekrosis

4. Terhenti (arrest) atau deviasi pertumbuhan (deformasi)

Contoh : Talipes,skoliosis dan dislokasi sendi panggul kongenital.Dari keempat mekanisme tersebut dapat diperhatikan bahwa mekanisme 1 dan 2 terjadi selama proses embriogenesis. Sedangkan mekanisme 3 dan 4 terjadi kemudian setelah embrio terbentuk

Diagnosa

Diagnosa kelainan kongental dapat ditegakkan dengan berbagai cara. Beberapa kelainan dapat didiagnosa sebelum lahir. Dengan bertambah majunya ilmu kedokteran , penggunaan USG dapat mendeteksi kelainan kongenital seperti myelomeningokel, atresia esofagus , gastroskisis dan lain-lain. Pemeriksaan kadar serum alfa feto protein dapat mendeteksi myelomeningokel.

Anamnesa yang teliti tidak kalah pentingnya dalam membantu menegakkan diagnosa. Ibu dengan polihidramnion dapat meningkatkan kecurigaan terhadap adanya janin dengan kelainan atresia esofagus, atresia usus atau atresia ani , sehingga dengan pemeriksaan bantu USG mungkin dapat mendiagnosa kelaianan secara prenatal.

Diagnosa setelah bayi lahir mungkin mudah untuk defek yang terlihat langsung seperti celah bibir/palatum, hidrosefalus, omfalokel dll, tetapi beberapa kelainan memerlukan alat bantu untuk menegakkan diagnosa seperti pemeriksaan radilogi (misalnya atresia esofagus, duodenum) echocardigrafi ( kelainan jantung ) dan lain-lain.

Penanganan

Penanganan kelainan kongenital merupakan tantangan bagi dokter yang berhadapan dengan masalah ini. Penanganan harus bersifat holistik, selain menangani penderita, mungkin juga harus memberikan terapi psikologis pada orang tua penderita yang mungkin menderita depresi, kecewa atau perasaan bersalah telah melahirkan bayi yang berkelainan.. Kalau perlu bekerjasama sebagai tim dengan institusi lain seperti bagian psikiatri, fisioterapi dan lain-lain.

Secara umum penanganan kelainan ini terdiri dari ;

1. Terapi Suportif

Meski tidak semua kelainan kongenital membutuhkan terapi suportif,terdapat beberapa kelainan dimana terapi ini esential dalam mempertahankan kelangsungan hidup penderita sebelum penderita menjalani terapi korektif.Dengan terapi ini penderita dapat bertahan hidup dan bertambah baik kondisinya sehingga mencapai kondisi optimal untuk menjalani operasi korektif.

Sebagai contoh : pasien hernia diafragmatika dengan respiratory distress karena satu sisi paru terdesak oleh usus yang masuk ke rongga dada.akan membutuhkan terapi oksigen dan alat bantu nafas (ventilator/ ECMO) sampai keadaan membaik sehingga optimal untuk menjalani operasi.

2. Terapi korektif

Terapi ini diharapkan merubah defek menjadi bentuk/ kondisi yang fisiologis/ normal atau paling tidak mendekati normal .

Tidak semua kelainan kongenital dapat dikoreksi misalnya :wajah monggoloid, mikrosefalus, anensefalus , kretinisme dan lain-lain.

Terapi korektif dapat berupa tindakan operasi maupun nonoperatif. Celah bibir/ palatum, atresia esofagus, atresia usus, kelainan jantung kongenital membutuhkan tindakan bedah untuk memperbaikinya. Sedangkan Talipes equinovarus dapat dicoba dengan adhesif strapping atau sepatu khusus Denis Brown shoes sebagai terapi non operatif. Contoh lain Tortikolis dapat dilakukan terapi fisioterapi. Jika kedua usaha tidak membuahkan hasil baru dilakukan tindakan bedah korektif.

3. Konseling

Terapi ini dilakukan pada orang tua/ keluarga penderita. Orang tua mungkin akan selalu bertanya kenapa kelainan ini terjadi pada anaknya?, apa penyebabya? , apakah akan terjadi lagi pada kehamilan selanjutnya?. Mungkin pula orang tua depresi atau mempunyai perasaan bersalah yang hebat dengan terjadinya kelainan tersebut.

Hal hal tersebut diatas sungguh menjadi tantangan dan menjadi tugas kita untuk memberikan terapi psikologis sehingga minimal dapat menghilangkan rasa cemas atau perasaan bersalah.

Berilah kesempatan keluarga mengungkapkan pandangan mereka mengenai kemungkinan yang mereka anggap penyebab kelainan tersebut.

Mungkin kita tidak bisa menjawab secara pasti akan penyebab terjadinya kelainan tersebut . Tetapi dengan pengetahuan kita yang meskipun terbatas kita bisa memberitahu hal-hal yang bukan menjadi penyebab terjadinya kelainan seperti yang mereka anggap, sehingga paling tidak bisa mengurangi perasaan bersalah.

Untuk menjawab kemungkinan rekurensi terjadinya kelainan yang sama pada kehamilan berikut tentunya harus dilihat apakah penyebab kelainan tersebut. Perlu ditanyakan secara detail riwayat keluarga, hubungan keluarga sampai tingkat ke 1- dan ke 2, riwayat keguguran atau lahir mati sebelumnya, riwayat detail kehamilan sebelumnya (obat-obatan , penyakit, perdarahan prenatal dll)

Untuk kemungkinan kelainan yang diturunkan secara genetik, dikenal pula konseling genetik, sehingga dapat diperhitungkan secara akurat kemungkina rekurensi.

Biarkanlah mereka memutuskan untuk membatasi atau menambah kelahiran.Yang perlu kita ingat adalah mereka mempunyai hak untuk mengetahui risiko terjadinya rekurensi, dan tugas kita untuk memberikan penjelasan.