kel.3 model pembelajaran

56
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Kimia DosenPengampu: Dr. Wawan Wahyu, M.Pd. Dr. H. Syaeful Anwar Disusun Oleh: Kelompok 1 1. Ismiyanti Khairunnisa (1306622) 2. Rahmawati Nurfatihah (1304423) 3. Rifaa Widasmara (1400174) 4. Rini Hendrawati (1300354) 5. Risda Novita (1302156) 6. Sisca Dwi Luviani (1301084) 7. Widhi Gumilar (1306103) 8. Zuhair Rasyid (1303788) Pendidikan Kimia A 2013

Upload: pratiwi-mod

Post on 04-Jan-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BPK

TRANSCRIPT

Page 1: Kel.3 Model Pembelajaran

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Kimia

DosenPengampu:

Dr. Wawan Wahyu, M.Pd.

Dr. H. Syaeful Anwar

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1. Ismiyanti Khairunnisa (1306622)

2. Rahmawati Nurfatihah (1304423)

3. Rifaa Widasmara (1400174)

4. Rini Hendrawati (1300354)

5. Risda Novita (1302156)

6. Sisca Dwi Luviani (1301084)

7. Widhi Gumilar (1306103)

8. Zuhair Rasyid (1303788)

Pendidikan Kimia A 2013

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015

Page 2: Kel.3 Model Pembelajaran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pendidikan merupakan hal penting yang diperlukan bagi setiap

manusia untuk memperoleh pengetahuan, wawasan serta meningkatkan

martabat dalam kehidupan. Manusia berhak mendapatkan pendidikan yang

layak sesuai perkembangannya. Pendidikan ini diperoleh melalui proses dari

pendidikan dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Pengetahuan yang

diperoleh melalui pendidikan akan sangat berguna bagi kehidupan akan

datang manakala setiap orang mampu memanfaatkan dan mengoptimalkan

pendidikan didapatnya selama ini. Manusia harus memahami bahwa

pendidikan yang didapatnya selama ini bukan hanya sekadar formalitas

belaka. Namun lebih dari itu, pendidikan akan sangat menentukan

kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejatinya dipupuk dari tingkat

dasar.

Pendidikan layak diberikan secara optimal, khususnya pada siswa

Sekolah Dasar. Pengetahuan diberikan di Sekolah Dasar merupakan

pengetahuan dasar siswa berguna untuk melanjutkan kejenjang lebih tinggi.

Pendidikan hendaklah membuat manusia menjadi transitif, yaitu suatu

kemampuan menangkap dan menanggapi masalah-masalah lingkungan

serta kemampuan untuk berdialog tidak hanya sebatas dengan sesama,

tetapi juga dengan dunia beserta isinya (Paul Freire dalam Made Pidarta,

2000: 17).

Pembelajaran di sekolah-sekolah juga cenderung hanya menekankan

pada kemampuan intelektual dan kurang menekankan segi yang lain.

Banyak guru menggunakan sistem kompetisi atau persaingan dalam

pembelajaran maupun penilaian dilakukan di kelas. Tak sedikit pula guru

yang menganggap bahwa metode ini merupakan satu-satunya cara dalam

pembelajaran. Metode persaingan juga dapat membuat siswa bersikap

individualis bahkan dapat menciptakan suasana permusuhan di kelas. Siswa

Page 3: Kel.3 Model Pembelajaran

berlomba-lomba agar mempunyai nilai yang tertinggi di kelasnya sehingga

berasumsi jika ingin berhasil harus mengalahkan siswa lainnya. Siswa yang

berhasil mendapatkan nilai tinggi sering dimusuhi karena dianggap

menjatuhkan teman ataupun dicap "tidak kompak". Siswa yang mendapat

nilai terendah atau kalah dalam persaingan bisa menjadi antipati terhadap

sesama siswa, pengajar, sekolah, atau bahkan proses pembelajaran yang

dilakukan.

Seorang pendidik diketahui bahwa profesionalisme seorang guru

bukanlah hanya mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih kepada

kemampuanya melaksanakan pembelajaran yang menarik untuk siswa

sehingga siswa lebih aktif mengikuti pembelajaran (Sugiyanto, 2010: 1).

Daya tarik suatu pelajaran terletak pada dua hal yaitu oleh mata pelajaran itu

sendiri dan cara guru mengajar (Degeng dalam Sugiyanto, 2010:1).

Satu cara yang diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa

selama di kelas adalah penerapan model pembelajaran, dalam proses belajar

mengajar. Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model diartikan

sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam

melakukan kegiatan (Syaiful Sagala, 2010: 62). Model pembelajaran guru

dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan,

cara berpikir, dan mengekspresikan ide (joyce dalam Agus Suprijono, 2011:

46) .

Penerapan model pembelajaran yang bervariasi sangat berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa karena dengan menggunakan model

pembelajaran. Pusat pembelajaran bukan lagi terletak pada guru melainkan

pusat pembelajaran pada siswa. Siswa bukan lagi sebagai objek dalam

pembelajaran namun sebagai subjek pembelajaran. Model pembelajaran

yang dapat diterapkan oleh seorang guru dalam melatih peserta didik dalam

berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Dengan model pembelajaran guru akan dapat

mengembangkan keterampilan intelektual, sosial, dan personal siswa.

Page 4: Kel.3 Model Pembelajaran

Pembelajaran yang melibatkan siswa akan menjadikan pembelajaran lebih

bermakna sehingga diharapkan materi dapat tersampaikan dengan

maksimal.

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru

mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada

peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses

pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya

bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan

siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat

meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal.

Untuk dapat mengembangkan model pembelajaran yang efektif maka

setiap guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan

konsep dan cara-cara pengimplementasian model-model tersebut dalam

proses pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif memiliki keterkaitan

dengan tingkat pemahaman guru terhadap perkembangan dan kondisi siswa-

siswa di kelas. Demikian juga pentingnya pemahaman guru terhadap sarana

dan fasilitas sekolah yang tersedia, kondisi kelas dan beberapa faktor lain

yang terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap berbagai

kondisi ini, model yang dikembangkan guru cenderung tidak dapat

meningkatkan peran serta siswa secara optimal dalam pembelajaran, dan

pada akhirnya tidak dapat memberi sumbangan yang besar terhadap

pencapaian hasil belajar siswa.

1.2 Rumusan masalah

1. Apakah pengertian dari model pembelajaran?

2. Bagaimana ciri-ciri model pembelajaran?

3. Apa sajakah jenis-jenis dari model pembelajaran?

4. Bagaimanakah penjelasan dari model-model pembelajaran?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari model pembelajaran.

Page 5: Kel.3 Model Pembelajaran

2. Untuk mengetahui ciri-ciri dari model pembelajaran.

3. Untuk mengetahui macam-macam model pembelajaran

1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber ilmu agar dapat lebih

memahami tentang model-model pembelajaran.

Page 6: Kel.3 Model Pembelajaran

BAB II

ISI

2.1 Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Meyer, (dalam Trianto, 2011: 22) mengemukakan bahwa

secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang

digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan

dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komperehensif. Sebagai contoh,

model pesawat yang terbang terbuat dari kayu, plastik, dan lem adalah model

nyata dari pesawat terbang.

Arends (1997) (dalam Trianto, 2011: 22) menyatakan bahwa istilah

model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu

termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.

Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam

pelaksanaan proses belajar mengajar. Joyce dan Weil (1980) dalam (Rahman,

2012: 9) mendefinisikan model pembelajaran (model of teaching) adalah

suatu perencanaan yang digunakan dalammenyususn kurikulum, mengatur

materi pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam

setting pengajaran ataupun setting lainnya.

Kemp (1977) dalam (Rahman, 2012: 9) mengartikan model pembelajaran

merupakan suatu perencanaan pembelajaran (desain instrucsional) yang

digunakan dalam menentukan maksud dan tujuan setiap topik/pokok bahasan

(goals topics and purposes), menganalisis karakteristik warga belajar

(learner characteristics), menyusun tujuan instruksional khusus (learning

objectives), memilih isi pembelajaran (subject content), melakukan prates

(pre-assesment), melaksanakan kegiatan belajar mengajar/sumber

pembelajaran (teaching activities/resources), mengadakan dukungan

pelayanan (support services), melaksanakan evaluasi (evaluation), dan

membuat revisi (revise).

Page 7: Kel.3 Model Pembelajaran

Baik Joyce dan Weil maupun Kemp sependapat bahwa model

pembelajaran merupakan suatu pola perencanaan pembelajaran yang

digunakan dalam proses belajar mengajar.

Menurut Soekamto, dkk (dalam Trianto, 2011: 22) maksud dari model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedman bagi para perancang

pembelajaran dan para penagajar dalam merencanakan aktivitas belajar

mengajar.

2.2 Ciri-ciri Model Pembelajaran

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas

daripada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran memilki empat

ciri khusus, yaitu:

1. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau

pengembangnya

2. Landasan pemikirian tentang apa dan bagaimana siswa belajar

(tujuan pembelajaran yang akan dicapai)

3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil

4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu

dapat tercapai (Kardi, 2000: 9 dalam Trianto, 2011: 23).

Selain ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran , menurut

Nieveen (1999) dalam (Trianto, 2011: 25) menyatakan bahwa suatu model

pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Sahih (valid)

Aspek validitas terkait dengan dua hal, yaitu:

a. Model yang dikembangkan didasarkan pada rasional

teroritis yang kuat

b. Terdapat konsistensi internal.

Page 8: Kel.3 Model Pembelajaran

2. Praktis

Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika para ahli dan praktisi

menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan; dan

kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut

dapat diterapkan.

3. Efektif

Berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen

memberikan parameter sebagai berikut:

a. Ahli dan praktisi berdasar pengalamannya menyatakan

bahwa model tersebut efektif;

b. Secara operasional model tersebut memberikan hasi sesuai

dengan yang diharapkan.

2.3 Jenis-jenis Model Pembelajaran secara Umum

Menurut Joyce dan Weil, rumpun model pembelajaran ada empat macam,

yakni sebagai berikut :

1. Model pemrosesan informasi (The information procesing family),

yaitu model pembelajaran yang menjelaskan cara individu memberi

respons rangsangan dari lingkungannya dengan cara

mengorganisaiskan data, memformulasikan masalah, membangun

konsep dan merencanakan pemecahan masalah, serta menggunakan

simbol-simbol verbal dan non-verbal. Model-model pembelajaran

yang termasuk dalam rumpun ini bertolak dari prinsip-prinsip

pengolahan informasi oleh manusia dengan memperkuat dorongan-

dorongan internal (datang dari dalam diri) untuk memahami dunia

dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya

masalah dan mengupayakan jalan keluarnya serta pengembangkan

bahasa untuk mengungkapkannya. Kelompok model ini menekankan

pada peserta didik agar memilih kemampuan untuk memproses

informasi sehingga peserta didik yang berhasil dalam belajar adalah

yang memiliki kemampuan dalam memproses informasi. Dalam

rumpun model pembelajaran ini terdapat 7 model pembelajaran, yaitu:

Page 9: Kel.3 Model Pembelajaran

a. Model perolehan konsep, tokohnya adalah Jerome Brunner.

Pendekatan pembelajarn ini dikembangkan berdasarkan

karya Jerome Brunner, Jacqueline Goodnow, dan George Austin

Brunner. Goodnow dan Austin yakin bahwa lingkungan sekitar

manusia beragam dan sebagai manusia kita harus mampu

membedakan, mengkategorikan, dan menamakan semua itu.

Kemampuan manusia dalam membedakan, mengelompokkan, dan

menamakan sesuatu inilah yang menyebabkan munculnya sebuah

konsep.

Pendekatan pembelajaran konsep adalah suatu pendekatan

pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami

suatu konsep tertentu. Pendekatan pembelajaran ini dapat

diterapkan untuk semua umur, dari anak-anak sampai orang

dewasa. Pendekatan ini lebih tepat digunakan ketika penekanan

pembelajaran lebih dititikberatkan pada mengenal konsep baru,

melatih kemampuan berpikir induktif, dan melatih berpikir

manusia.

Prosedur Pembelajaran

Suatu konsep diperoleh melalui tiga tahap. Pertama adalah

tahap kategorisasi, yaitu upaya mengkategorikan sesuatu yang

sama atau tidak sesuai dengan konsepyang diperoleh. Kemudian

masuk ke tahap selanjutnya (kedua), kategori yang tidak sesuai

disingkirkan dan kategori yang yang sesuai digabungkan sehingga

membentuk suatu konsep (consept formation). Setelah itu, suatu

konsep tertentu baru dapat disimpulkan (tahap ketiga). Tahap

terakhir inilah yang dimaksud dengan perolehan konsep.

Melalui model ini, perolehan konsep didasarkan pada

kondisi reseptif siswa dan sifatnya lebih langsung. Artinya, guru

lebih banyak memimpin. Model ini terdiri dari tiga tahapan

mengajar.

Page 10: Kel.3 Model Pembelajaran

- Pertama, guru menyajikan data kepada siswa.

- Kedua, siswa menguji perolehan konsep mereka.

- Ketiga, mengajak siswa untuk menganalisis atau mendiskusikan

strategi sampei mereka dapat memperoleh konsep tersebut.

b. Model berpikir induktif, tokohnya adalah Hilda Taba.

Model pembelajaran berpikir induktif merupakan karya besar

Hilda Taba. Suatu strategi belajar yang dikembangkan untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah informasi,

secara singkat model ini merupakan strategi mengajar untuk

mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Model ini

dikembangkan atas beberapa postulat berikut:

1. Kemampuan berpikir dapat diajarkan.

2. Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan

data. Artinya, dalam setting kelas, bahan ajar merupakan sarana

bagi siswa untuk mengembangkan operasi kognitif tertentu. Dalam

setting tersebut, siswa belajar mengorganisasikan fakta ke dalam

suatu sistem konsep.

3. Proses berpikir mweupakan suatu urutan tahapan yang beraturan

(lawfull). Artinya, agar dapat menguasai keterampilan berpikir

tertentu, prasyarat tertentu harus dikuasi terllebih dahulu, dan

urutan tahapan ini tidak bisa dibalik. Oleh karena itu, konsep

tahapan beraturan ini memerlukan strategi mengajar tertentu agar

dapat mengendalikan tahapan-tahapan tersebut.

Prosedur Pembelajaran

Postulat yang diajukan Taba di atas menyatakan bahwa

keterampilan berpikir harus diajarkan dengan menggunakan

strategi khusus. Menurutnya, berpikir induktif melibatkan tiga

tahap dan karenanya ia mengembangan tiga strategi cara

mengajarnya.

Page 11: Kel.3 Model Pembelajaran

Strategi 1: Pembentukan Konsep

Tahapan pertama dalam pembentukan konsep ini terdiri dari tiga

langkah, yaitu:

1. Mengidentifikasi data yang relevan dengan permasalahan

2. Mengelompokan data atas dasar kesamaan karakteristik

3. Membuat kategori serta member label pada kelompok-kelompok

data yang memiliki kesamaan karakteristik.

Strategi 2: Interprestasi Data

Strategi kedua ini merupakan cara mengajarkan bagaimana

menginterprestasi dan menyimpulkan data. Sama halnya dengan

strategi pertama (pembentukan konsep), cara ini dapat dilakukan

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu.

Strategi 3: Pembelajaran Prinsip

Strategi ketiga merupakan kelanjutan dari startegi pertama dan

kedua. Setelah siswa dapat merumuskan suatu konsep,

menginterprestasi, dan menyimpulkan data, selanjutnya mereka

diharapkan dapat menerapkan suatu prinsip tertentu ke dalam

situasi permasalahan yang berbeda. Atau siswa diharapkan dapat

menerapkan suatu prinsip untuk menjelaskan suatu fenomena baru.

c. Model inquiry training, tokohnya adalah Richard Suchman.

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh

yang bernama Suchman. Suchman meyakini bahwa anak-anak

merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala

sesuatu. Oleh karena itu, prosedur ilmiah dapat diajarkan secara

langsung kepada mereka.

Secara singkat, model ini bertujuan untuk melatih

kemampuan siswa dalam meneliti, menjelaskan fenomena, dan

Page 12: Kel.3 Model Pembelajaran

memecahkan masalah secara ilmiah. Melali model ini, Suchman

juga ingin meyakinkan kepada siswa bahwa ilmu bersifat dinamis

dan tenttatif, karena ilmu berkembang terus-menerus.

Prosedur Pembelajaran

Tujuan utama dari mode ini adalah membuat siswa

menjalani suatu proses tentang bagaimana pengetahuan diciptakan.

Untuk mencapai tujuan ini, siswa dihadapkan pada sesuatu

(masalah) yang misterius, belum diketahui, tetapi manari. Namun,

perlu diingat bahwa masalah tersebut harus didasarkan pada suatu

gagasan yang memang dapat ditemukan (discoverable ideas),

bukan mengada-ada.

Terdapat lima langkah prosedur mengajarkan Inquiry

Training. Tahap pertama adalah siswa dihadapkan pada situasi

yang membingungkan (teka-teki). Tahap kedua dan ketiga adalah

pengumpulan data untuk verifikasi dan eksperimentasi. Verifikasi

(ada pada tahap kedua), merupakan proses dimana siswa menggali

informasi tentang peristiwa yang mereka alami. Sedangkan

eksperimen (percobaan) pada tahap ketiga merupakan proses

dimana guru memperkenalkan kepada siswa suatu unsure baru

pada suatu situasi tertentu untuk menunjukkan bahwa suatu

peristiwa dapat terjadi secara berbeda.

Tahap keempat adalah tahap merumuskan penjelasan atas

peristiwa yang telah dialami siswa. Langkah terakhir (tahap

kelima) adalah menganalisis proses penelitian yang telah mereka

lakukan.

d. Model scientific inquiry, tokohnya adalah Joseph J. Schwab.

e. Model penumbuhan kognitif, tokohnya adalah Piaget, Freud,

Irving Siel, dan Kohlberg.

Page 13: Kel.3 Model Pembelajaran

Dirancang terutama untuk pembentukan kemampuan

berpikir/pengembangan intelektual pada umumnya, khususnya

berpikir logis, meskipun demikian kemampuan ini dapat

diterapkan pada kehidupan sosial dan pengembangan moral.

f. Model advance organizer, tokohnya adalah David Ausubel.

Dirancang untuk meningkatkan kemampuan mengolah

informasi melalui penyajian materi beragam (ceramah,

membaca, dan media lainnya) dan menghubungkan pengetahuan

baru dengan struktur kognitif yang telah ada.

g. Model memory, tokohnya antara lain, Harry Lorayne dan Jerry

Lucas.

Strategi belajar untuk mengingat dan mengasimilasi

informasi.

2. Model pribadi (the personal family), yaitu model pembelajaran

yang mengutamakan hubungan individu dengan masyarakat atau orang

lain, dan memusatkan perhtiannya pada proses realitas yang ada

dipandang sebagai negosiasi sosial. Rumpun model personal bertolak

dari pandangan kedirian atau “selfhood” dari individu. Proses pendidikan

sengaja diusahakan yang memungkinkan seseorang dapat memahami diri

sendiri dengan baik , sanggup memikul tanggung jawab untuk

pendidikan dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih

baik. Penggunaan model-model pembelajaran dalam rumpun personal ini

lebih memusatkan perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha

menggalakkan kemandirian yang produktif sehingga manusia menjadi

semakin sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya. Dalam rumpun

model personal ini terdapat 5 model pembelajaran, yang terdapat dalam

tabel berikut :

Page 14: Kel.3 Model Pembelajaran

Tabel 1.1 Model-Model Pembelajaran Personal (Pribadi)

No. Nama Model

PembelajaranTokoh Misi/tujuan/manfaat

1 Pengajaran Non

Direktif

Carl

Rogers

Penekanan pada pembentukan kemampuan

belajar sendiri untuk mencapai pemahaman

dan penemuan diri sendiri sehingga

terbentuk konsep diri. Model ini

menekankan pada hubungan guru-peserta

didik.

2. Latihan

Kesadaran

Fritz Perls

William

Schutz

Pembentukan kemampuan menjajagi dan

menyadari pemahaman diri sendiri.

3 Sinektik William

Gordon

Pengembangan individu dalam hal

kreativitas dan pemecahan masalah kreatif.

4 Sistem

Konseptual

David Hunt Didisain untuk meningkatkan kompleksitas

pribadi dan fleksibilitas.

5 Pertemuan kelas William

Glasser

Pengembangan pemahaman diri dan

tanggungjawab pada diri sendiri dan

kelompok sosial lainnya.

(Sumberi Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching, )

3. Model interaksi sosial (the social family), yaitu model pembelajaran

yang mengutamakan hubungan individu dengan masyarakat atau

orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses realitas yang

ada dan dipandang sebagai negosiasi sosial. Penggunaan rumpun

model interaksi sosial ini menitik beratkan pada pengembangan

kemampuan kerjasama dari para siswa. Model pembelajaran rumpun

interaksi sosial didasarkan pada dua asumsi pokok, yaitu (a) masalah-

masalah sosial diidentifikasi dan dipecahkan atas dasar dan melalui

kesepakatanm-kesepakatan yang diperoleh di dalam dan dengan

menggunakan proses-proses sosial, dan (b) proses sosial yang

Page 15: Kel.3 Model Pembelajaran

demokratis perlu dikembangkan untuk melakukan perbaikan

masyarakat dalam arti seluas-luasnya secara build-in dan terus

menerus. Dalam rumpun model interaksi sosial ini terdapat 5 model

pembelajaran, yang ditunjukkan pada tabelberikut : 

Tabel 1.2. Model-model Pembelajaran Interaksi Sosial

No. Nama Model

Pembelajaran

Tokoh Misi/tujuan

1 Kerja

kelompok.

(investigation

group)

Herbert

Thelen

John Dewey

Mengembangkan

keterampilanketerampilan untuk

berperan dalam kelompok yang

menekankan keterampilan komunikasi

interpersonal dan keterampilan inkuari

ilmiah. Aspek-aspek pengembangan

pribadi merupakan hal yang penting dari

model ini.

2. Inkuari Sosial Byron

Massialas

Benjamin

Cox

Pemecahan masalah sosial, utamanya

melalui inkuari ilmiah dan penalaran

logis.

3 Jurisprudential National

Training

Laboratory

Bethel,Main

e

Donald

Oliver

James

P.Shaver

Pengembangan keterampilan

interpersonal dan kerja kelompok untuk

mencapai, kesadaran, dan fleksibilitas

pribadi. Didisain utama untuk melatih

kemampuan mengolah informasi dan

menyelesaikan isu kemasyarakatan

dengan kerangka acuan atau cara

berpikir Jurisprudensial (ilmu tentang

Hokum-hukum manusia).

4 Role playing

(Bermain

peran)

Fannie

Shaftel

George

Shafted

Didisain untuk mengajak peserta didik

dalam menyelidiki nilai-nilai pribadi dan

sosial melalui tingkah laku mereka

sendiri dan nilai-nilai yang menjadi

Page 16: Kel.3 Model Pembelajaran

sumber dari penyelidikan itu

5 Simulasi Sosial Sarene

Boocock,

Didisain untuk membantu pengalaman

peserta didik melalui proses sosial dan

realitas dan untuk menilai reaksi mereka

terhadap proses-proses sosial tersebut,

juga untuk memperoleh konsep-konsep

dan keterampilan-keterampilan

pengambilan keputusan.

(Sumber: Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching)

4. Model perilaku (the behavioral models), yaitu model pembelajaran

yang dibangun atas dasar teori yang umum, yakni teori perilaku.

Rumpun model system perilaku mementingkan penciptaan

sistem lingkungan belajar yang memungkinkan penciptaan sistem

lingkungan belajar yang memungkinkan manipulalsi penguatan

tingkah laku (reinforcement) secara efektif sehingga terbentuk pola

tingkah laku yang dikehendaki. Model ini memusatkan perhatian pada

perilaku yang terobservasi dan metode dan tugas yang diberikan

dalam rangka mengkomunikaksikan keberhasilan. Dalam rumpun

model sistem perilaku ini terdapat 7 model pembelajaran, yang

ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 1.3. Model-model Pembelajaran Rumpun Perilaku

No. Nama Model Tokoh Misi/tujuan

1 Contingency

Management

(manajemen dari

akibat /

hasilperlakuan)

B.F.

Skinner

Fakta-fakta, konsep-konsep dan

Keterampilan

Page 17: Kel.3 Model Pembelajaran

2 Self Conrol B.F.

Skinner

Perilaku sosial/ keterampilan-

keterampilan

3 Relaksasi Rimm &

Masters

Wolpe

Tujuan-tujuan pribadi

4 Stress Reduction

(pengurangan stres)

Rimm &

Masters

Cara relaksasi untuk mengatasi

kecemasan dalam situasi sosial

5 Assertive Training

(Latihan

berekspresi)

Wolpe,

lazarus,

Salter

Menyatakan perasaan secara

langsung dan spontan dalam

situasi sosial

6 Desensititation Wolpe Pola-pola perilaku, keterampilan–

keterampilan

7 Direct training Gagne

Smith &

Smith

Pola tingkah laku, keterampilan-

keterampilan.

(Sumber: Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching)

2.4 Model-Model Pembelajaran Lainnya

1. Model Pembelajaran Terpadu

Menurut Joni,T.R(1996: 3), pembelajaran terpadu merupakan suatu

system pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual

maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta

prinsip keilmuan secara holistik, bermakan dan otentik.

Menurut Hadisubroto (2000: 9), pembelajaran terpadu adalah

pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu

yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang

dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan

konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam

satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar

anak, maka pembelajaran lebih bermakna.

Page 18: Kel.3 Model Pembelajaran

Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan

sebagai suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa

bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada peserta

didik. Dikatakan bermakna karena dalam pengajaran terpadu, anak akan

memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melaui pengamatan

langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka

pahami.

Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran terpadu dapat

diklasifikasikan menjadi prinsip penggalian tema, prinsip pengelolaan

pembelajaran, prinsip evaluasi dan prinsip reaksi.

a. Prinsip Penggalian Tema

Prinsip penggelian tema merupakan prinsip utama dalam

pembelajaran terpadu. Dalam penggealian tema, hendaklah

memerhatikan beberapa persyaratan berikut :

1. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat

digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran.

2. Tema harus bermakna, maksudnya adalah tema yang dipilih untuk

dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.

3. Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis

anak.

4. Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak.

5. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-

peristiwa otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar.

6. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang

berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi).

7. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan ketersediaan

sumber belajar.

b. Prinsip Pengelolaan Pembelajaran

Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu

menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Menurut prabowo

Page 19: Kel.3 Model Pembelajaran

(2000), bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah guru dapat

berlaku sebagai berikut :

1. Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi

pembicaraan dalam proses belajar mengajar.

2. Pemberian tanggung-jawab individu dan kelompok harus jelas

dalam setiap tugas yang menuntuk adanya kerja sama kelompok.

3. Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama

sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.

c. Prinsip Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil suatu kerja. Dalam

melaksanakan evaluasi pembelajaran terpadu diperlukan beberapa

langkah-langkah, yaitu sebagai berikut :

1. Memeberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri

(self evaluation/self assessment) di samping bentuk evaluasi lainnya.

2. Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan

belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan

pencapaian tujuan yang akan dicapai.

d. Prinsip Reaksi

Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa

serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu

kesatuan yang utuh dan bermakna.

Menurut Depdikbud (1996: 3), pembelajaran terpadu sebagai suatu

proses mempunyai beberapa karakteristik yaitu

1. Holistik

Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu

fenomena dari segala sisi. Sehingga dapat membuat siswa menjadi

lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang

ada di depan mereka.

2. Bermakna

Pengkajian suatu fenomena dari berbagi macam aspek,

memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep

Page 20: Kel.3 Model Pembelajaran

yang berhubungan, disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada

kebermaknaan dari materi yang dipelajari.

3. Otentik

Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara

langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan

belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajarnya

sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. Informasi dan

pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik.

4. Aktif

Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam

pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun

emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan

mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan siswa sehingga

mereka termotivasi untuk terus menerus belajar.

Langkah-langkah pembelajaran terpadu :

1. Tahap Perencanaan

a. Menentuka kompetensi dasar

b. Menentukan indicator dan hasil belajar

2. Langkah yang ditempuh guru:

a. Menyampaikan konsep pendukung tang harus dikuasai siswa

b. Menyampaikan konsep-konsep pokok yang akan dikuasasi oleh

siswa

c. Menyampaikan keterampilan proses yang akan dikembangkan

d. Menyampaikan alat dan bahan yang dibutuhkan

e. Menyampaikan pertanyaan kunci

3. Tahap Pelaksanaan

a. Pengelolaan kelas, dimana kelas dibagi dalam beberap kelompok

b. Kegiatan proses

c. Kegiatan pencatatan data

d. Diskusi

4. Evaluasi

Page 21: Kel.3 Model Pembelajaran

1. Evaluasi proses

a) Ketepatan hasil pengamatan

b) Ketepatan penyusunan alat dan bahan

c) Ketapatan menganalisis data

2. Evaluasi hasil

Penguasaan konsep-konsep sesuai indikator yang telah

ditetapkan

3. Evaluasi Psikomotorik

Penguasaan penggunaan alat ukur

Prinsip utama yang dikembangkan dalam pembelajaran

terpadu adalah Developmentally Appropriate Practice (DAP). Dalam

DAP ini dinyatakan bahwa pembelajaran harus disesuaikan dengan

perkembangan usia dan individu yang meliputi perkembangan

kognisi, emosi, minat dan bakat siswa. Pembelajaran terpadu juga

dilandasi oleh landsan normatif dan landasan praktis. Landasan

normatif menghendaki bahwa pembelajaran terpadu hendaknya

dilaksanakan berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai oleh

tujuan-tujuan pembelajaran. Sedangkan landasan praktis,

mengharapkan bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan

memerhatikan situasi dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap

kemungkinan pelaksanaannya mencapai hasil yang optimal.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

Dari sisi etimologi Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu

gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle,

yaitu sebuah teka teki yang menyususn potongan gambar. Pembelajaran

kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah

gergaji jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan

cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.

Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah

model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok

siswa dalam bentuk kelompok kecil , seperti yang diungkapkan Lie

Page 22: Kel.3 Model Pembelajaran

( 1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini

merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam

kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang

secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing ketergantungan positif

dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam model pembelajaran

jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan

pendapat, dan mengelolah informasi yang didapat dan dapat

meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok

bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan

bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada

kelompoknya.( Rusman, 2008.203)

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Menurut

Rusman (2008 : 205) pembelajaran model jigsaw ini dikenal juga

dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok

dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Namun, permasalahan

yang dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut sebagai team ahli yang

bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, hasil

pembahasan itu di bawah kekelompok asal dan disampaikan pada

anggota kelompoknya. Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:

1. Melakukan mambaca untuk menggali imformasi. Siswa

memeperoleh topik -topik permasalahan untuk di baca sehingga

mendapatkan imformasi dari permasalahan tersebut

2. Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatka topik

permasalahan yang samabertemu dalam satu kelompokataqu kita

sebut dengan kelompok ahli untuk membicarakan topic

permasalahan tersebut.

3. Laporan kelompok, kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan

menjelaskan dari hasil yang didapat dari diskusi tim ahli.

4. Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang

dibicarakan tadi.

5. Perhitungan sekor

6. kelompok dan menetukan penghargaan kelompok.

Page 23: Kel.3 Model Pembelajaran

Sedangkan menurut Stepen, Sikes and Snapp (1978 ) yang dikutip

Rusman (2008), mengemukakan langkah-langkah kooperatif model

jigsaw sebagai berikut:

1. Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang siswa.

2. Tiap orang dalam team diberi bagian materi berbeda

3. Tiap orang dalam team diberi bagian materi yang ditugaskan

4. Anggota dari team yang berbeda yang telah mempelajari bagian

sub bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok

ahli) untuk mendiskusiksn sub bab mereka.

5. Setelah selesai diskusi sebagai tem ahli tiap anggota kembali

kedalam kelompok asli dan bergantian mengajar teman satu tem

mereka tentang subbab yang mereka kusai dan tiap anggota lainnya

mendengarkan dengan seksama,

6. Tiap tem ahli mempresentasikan hasil diskusi

7. Guru memberi evaluasi

8. Penutup

3. Model Pembelajaran Discovery Learning

Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses

pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran

dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri.

Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be

defined as the learning that takes place when the student is not presented

with subject matter in the final form, but rather is required to organize it

him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah

pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif

dalam belajar di kelas.

Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan

hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu

kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu

terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan

beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi,

Page 24: Kel.3 Model Pembelajaran

klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut

disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the

mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert

B. Sund dalam Malik, 2001:219).

Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri

(inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada

Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau

prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery

ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa

semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri

masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan

seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan

di dalam masalah itu melalui proses penelitian.

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan

sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing

dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman,

2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar

yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam metode Discovery

Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut

untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,

membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,

mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.

Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan

Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan

dan kelemahan-kelemahan, antara lain : 

1) Kelebihan Penerapan Discovery Learning.

Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-

keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan

kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara

belajarnya.

Page 25: Kel.3 Model Pembelajaran

Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan

ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa

menyelidiki dan berhasil.

Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai

dengan kecepatannyasendiri.

Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan

melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh

kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif

mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak

sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena

mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi

proses belajar yang baru.

Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada

pembentukan manusia seutuhnya.

Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis

sumber belajar.

Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

2) Kelemahan Penerapan Discovery Learning.

Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi

siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau

Page 26: Kel.3 Model Pembelajaran

berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang

tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan

frustasi.

Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena

membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan

teori atau pemecahan masalah lainnya.

Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar

berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-

cara belajar yang lama.

Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan

pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan

dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk

mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa

Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan

ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses

Pembelajaran

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery

Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam

kegiatan belajar mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :

1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang

menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi

generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di

samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan

pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang

mengarah pada persiapan pemecahan masalah. 

2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

Page 27: Kel.3 Model Pembelajaran

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak

mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,

kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis

(jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244).

Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam

bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban

sementara atas pertanyaan yang diajukan.

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis

permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna

dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu

masalah. 

3) Data Collection (Pengumpulan Data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan

kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya

yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah,

2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau

membuktikan benar tidaknya hipotesis.

Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan

(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,

mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba

sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar

secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan

permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja

siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4) Data Processing (Pengolahan Data)

Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,

semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu

dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan

tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan

Page 28: Kel.3 Model Pembelajaran

pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep

dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan

pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu

mendapat pembuktian secara logis.

5) Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan

temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,

2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar

akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau

pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang

ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu

kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik

sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk

semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil

verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka

dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik

kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang

menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah

atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang,

serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-

pengalaman itu.

Penilaian pada Model Pembelajaran Discovery Learning.

Page 29: Kel.3 Model Pembelajaran

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat

dilakukan dengan menggunakan tes maupun nontes, sedangkan penilaian

yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau

penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penilaiannya berupa penilaian

kognitif, maka dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya

menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa

dapat menggunakan nontes.

4. Model PembelajaranContextual Teaching Learning

Menurut Nur Hadi CTL adalah konsep belajar yang mendorong

guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia

nyata siswa.

Menurut Jonhson CTL adalah sebuah proses pendidikan yang

bertujuan untuk menolong para siswa melihat siswa melihat makna

didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara

menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam

kehidupan keseharian mereka.

Jadi pengertian CTL dari pendapat para tokoh-tokoh diatas dapat

kita simpulkan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru

mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan Model Pembelajaran CTL:

1. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk

memahami makna materi  pelajaran yang dipelajarinya dengan

mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-

hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang secara

refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.

Page 30: Kel.3 Model Pembelajaran

2. Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya

sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman

3. Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat

pengalaman siswa.

4. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat

berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat

menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya

sendiri dan orang lain

5. Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif

dan bermakna

6. Model pembelajaran nodel CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada

suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks

jehidupan sehari-hari

7. Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara indinidu

dapat menemukan dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa

dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri.

Kelebihan dan Kelemahan

1. Kelebihan dari model pembelajaran CTL

a. Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai

dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam

PBM.

b.Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data,

memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih

kreatif

c. Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.

d. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh

guru.

e. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.

f. Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.

g.Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.

Page 31: Kel.3 Model Pembelajaran

2.      Kelemahan dari model pembelajaran CTL

a. Dalam pemilihan informasi atau materi  dikelas didasarkan pada

kebutuhan  siswa  padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya

berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi

pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama

b.Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM

c. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas

antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki

kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri

bagi siswa yang kurang kemampuannya

d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini

akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena

dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan

dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap

pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang

tertinggal dan mengalami kesulitan.

e. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan

mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model

CTL ini.

f. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki

kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya

dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih

mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada

kemampuan intelektualnya.

g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan

tidak merata.

h. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini

peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih

menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi,

mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di

lapangan

Page 32: Kel.3 Model Pembelajaran

5. Model Pembelajaran Learing Cycle

Slavin (2005:187) mengatakan bahwa pada dasarnya para siswa

memasuki kelas dengan pengetahuan, ketrampilan dan motivasi yang

berbeda-beda dari rumah. Ketika guru memberikan suatu materi pelajaran

dalam kelas, siswa dalam menerima pelajaran tersebut ada yang cepat dan

ada yang lambat. Untuk mengatasi masalah perbedaan kecepatan siswa

dalam menerima materi dalam kelas dapat digunakan model pembelajaran

Leaning Cycle.

LC (Learning Cycle) ,yaitu suatu model pembelajaran yang

berpusat pada pebelajar (student centered). LC (Learning Cycle) patut

dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner et al,

1988), teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan

bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi:

struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi

mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-

masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang

dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual

yang mencakup adaptasi dan organisasi (Arifin, 1995).

Ciri khas model pembelajaran LC(Learning Cycle) ini adalah

setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah

dipersiapkan guru yang kemudian hasil belajar individual dibawa ke

kelompok-kelompok untuk didiskusikan oleh anggota kelompok, dan

semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban

sebagai tanggung jawab bersama. Kelebihan model pembelajaran LC

(Learning Cycle) meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar

dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran., dapat memberikan

kondisi belajar yang menyenangkan, meningkatkan ketrampilan sosial dan

aktivitas siswa, membantu siswa dalam memahami dan menguasai

konsep-konsep fisika yang telah dipelajari melalui kegiatan atau belajar

secara berkelompok, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar fisika

siswa. Sehingga, Model pembelajaran LC (Learning Cycle) ini cocok

diterapkan dalam pembelajaran fisika karena dapat mengatasi kesulitan

Page 33: Kel.3 Model Pembelajaran

belajar siswa secara individu untuk memahami konsep karena lebih

banyak digunakan untuk pemecahan masalah.

Menurut Piaget (1989) model pembelajaran LC (Learning Cycle (5

E)) pada dasarnya memiliki lima fase yaitu:

1. Engagement (Undangan)

Bertujuan mempersiapkan diri pebelajar agar terkondisi dalam

menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan

awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya

miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini

minat dan keingintahuan (curiosity) pebelajar tentang topik yang akan

diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula pebelajar diajak

membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan

dibuktikan dalam tahap eksplorasi.

2. Exploration (Eksplorasi)

Siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-

kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji

prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui

kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur.

3. Explanation (Penjelasan)

Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat

mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan

mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini pebelajar menemukan

istilah-istilah dari konsep yang dipelajari.

4. Elaboration (Pengembangan)

Siswa mengembangkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru

melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving.

5. Evaluation (Evaluasi)

Pengajar menilai apakah pembelajaran sudah berlangsung baik

dengan jalan memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa setelah

menerima materi pelajaran.

Page 34: Kel.3 Model Pembelajaran

Gambar 1. Langkah-langkah Daur Belajar (Sumber: Johnston, 2001)

Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran

bersiklus seperti dipaparkan di atas, diharapkan siswa tidak hanya

mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan

memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari.

Berdasarkan uraian di atas, LC dapat dimplementasikan dalam

pembelajaran bidang-bidang sain maupun sosial.

LC (Learning Cycle) ,yaitu suatu model pembelajaran yang

berpusat pada pebelajar (student centered). LC (Learning Cycle) patut

dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner et al,

1988), teori belajar yang berbasis konstruktivisme. LC melalui kegiatan

dalam tiap fase mewadahi pebelajar untuk secara aktif membangun

konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan

fisik maupun sosial.

Implementasi LC dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan

kontruktivis yaitu:

1. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna

dengan bekerja dan berpikir.Pengetahuan di konstruksi dari pengalaman

siswa.

Page 35: Kel.3 Model Pembelajaran

2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa.

Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu

3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang

merupakan pemecahan masalah.(Hudojo,2001)

Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer

pengetahuan dari guru ke siswa, seperti dalam falsafah behaviorisme,

tetapi merupakan proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada

keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Proses pembelajaran

demikian akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri pebelajar

menjadi pengetahuan fungsional yang setiap saat dapat diorganisasi oleh

pebelajar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hasil-

hasil penelitian di perguruan tinggi dan sekolah menengah tentang

implementasi LC dalam pembelajaran sain menunjukkan keberhasilan

model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa

(Budiasih dan Widarti, 2004; Fajaroh dan Dasna, 2004).

Page 36: Kel.3 Model Pembelajaran

BAB III

KESIMPULAN

Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam pelaksanaan

proses belajar mengajar, model pembelajaran juga dapat dijadikan acuan dalam

melakukan perencanaan pembelajaran, menganalisis karakteristik warga belajar,

menyusun tujuan instruksional khusus, memilih isi pembelajaran, melakukan

prates, melaksanakan kegiatan belajar mengajar/sumber pembelajaran,

mengadakan dukungan pelayanan, melaksanakan evaluasi, dan membuat revisi.

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri umum yaitu sahih, praktis dan efektif.

Terdapat banyak jenis-jenis dan contoh-contoh dari model pembelajaran yang

dapat diaplikasikan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. Dari sekian banyak

model-model pembelajaran tersebut, memiliki kelebihan dan kekurangannya

masing-masing.

Daftar Pustaka

B. Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar

Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Page 37: Kel.3 Model Pembelajaran

Fadhly.(......) MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW.

Tersedia online http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/modeljigsaw.pdf [15

Oktober 2015]

Joyce, B. & Weil, M. 1980. Models of Teaching (2nd ). USA: Prentice-Hall, Inc.

Joyce, B. dkk. 2009. Models of Teaching (Edisi kedelapan). Yogyakarta: Pustaka

Pelajar:

Rahman. (2012). Model Mengajar dan Bahan Pembelajaran. Bandung: Alqaprint

Rosdakarya. Permana, J. dan Sumantri, M. ( 1998/1999 ). Strategi Belajar

Mengajar . Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud

Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,

Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group