kekerasan pada anak

17
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekerasan pada anak 1. Pengertian Kempe, dkk (1962) dalam Soetjiningsih (2002) mendefisinikan kekerasan pada anak adalah timbulnya perlakuan yang salah secara fisik yang ekstrem kepada anak-anak.Sementara Delsboro (dalam Soetjiningsih, 2002) menyebutkan bahwa seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut. Fontana (1971) dalam Soetjiningsih (2002) membuat definisi yang lebih luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal dari sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spektrum perlakuan salah oleh orang tuanya atau pengasuhnya. David Gill (dalam Sudaryono, 2007) mengartikan perlakuan salah terhadap anak adalah termasuk penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi terhadap anak, dimana hal ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak tentunya tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan, pembunuhan, maupun perkosaan, melainkan juga kekerasan non fisik, seperti kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi. Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009) kekerasan pada anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut.

Upload: sabillabilkisthi

Post on 23-Jan-2016

52 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Kekerasan Pada AnakKekerasan Pada Anak

TRANSCRIPT

Page 1: Kekerasan Pada Anak

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kekerasan pada anak

1. Pengertian

Kempe, dkk (1962) dalam Soetjiningsih (2002) mendefisinikan

kekerasan pada anak adalah timbulnya perlakuan yang salah secara fisik

yang ekstrem kepada anak-anak.Sementara Delsboro (dalam Soetjiningsih,

2002) menyebutkan bahwa seorang anak yang mendapat perlakuan badani

yang keras, yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian

suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut.

Fontana (1971) dalam Soetjiningsih (2002) membuat definisi yang

lebih luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai

stadium awal dari sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada

pada stadium akhir yang paling berat dari spektrum perlakuan salah oleh

orang tuanya atau pengasuhnya.

David Gill (dalam Sudaryono, 2007) mengartikan perlakuan salah

terhadap anak adalah termasuk penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi

terhadap anak, dimana hal ini adalah hasil dari perilaku manusia yang

keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak tentunya tidak

hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan, pembunuhan,

maupun perkosaan, melainkan juga kekerasan non fisik, seperti kekerasan

ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi.

Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009) kekerasan pada anak

adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam

bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan

eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak

dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau

perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang

bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak

tersebut.

Page 2: Kekerasan Pada Anak

10

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

kekerasan pada anak adalah perilaku salah baik dari orangtua, pengasuh

dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan fisik yang termasuk

didalamnya adalah penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi terhadap

anak.

2. Klasifikasi

Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu

(Soetjiningsih, 2002).

a. Dalam keluarga

1) Penganiayaan fisik

2) Kelalaian/penelantaran anak

3) Penganiayaan emosional

4) Penganiayaan seksual

5) Sindrom munchausen

b. Diluar keluarga

1) dalam institusi/lembaga

2) di tempat kerja

3) di jalan

4) di medan perang

Bukan tidak mungkin anak-anak ini mendapat perlakuan salah lebih dari

satu macam perlakuan tersebut di atas. Demikian pula perlakuan salah ini

dapat diperoleh dalam keluarga dan di luar keluarga.

3. Bentuk perlakuan salah pada anak

Bentuk perlakuan salah pada anak terbagi sebagai berikut (Soetjiningsih,

2002 dan Lidya, 2009) :

a. Penganiayaan fisik

Penganiayaan ini termasuk cedera fisik sebagai akibat hukuman badan

diluar batas, kekejaman atau pemberian racun.

b. Kelalaian

Kelalaian ini selain tidak sengaja, juga akibat dari ketidaktahuan atau

kesulitan ekonomi. Bentuk kelalain ini antara lain 1) pemeliharaan

Page 3: Kekerasan Pada Anak

11

yang kurang memadai, yang dapat mengakibatkan gagal tumbuh, akan

merasa kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, keterlambatan

perkembangan. 2) pengawasan yang kurang, dapat menyebabkan anak

mengalami resiko untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa. 3) Kelalaian

dalam mendapatkan pengobatan meliputi : kegagalan merawat anak

dengan baik misalnya imunisasi, atau kelalaian dalam mencari

pengobatan sehingga memperburuk penyakit anak. 4) kelalaian dalam

pendidikan yang meliputi kegagalan dalam mendidik anak untuk

mampu berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkannya

atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak

terpaksa putus sekolah.

c. Penganiayaan emosional

Penganiayaan ini ditandai dengan kecaman kata-kata yang

merendahkan anak, atau tidak mengakui sebagai anak. Keadaan ini

sering kali berlanjut dengan melalaikan anak, mengisolasikan anak

dari lingkungan atau hubungan sosial atau menyalahkan anak secara

terus menerus. Penganiayaan emosi seperti ini umumnya selalu diikuti

bentuk penganiayaan lain.

d. Penganiayaan seksual

Mengajak anak untuk melakukan aktivitas seksual yang melanggar

norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat, dimana anak tidak

memahami atau tidak bersedia.

e. Sindrom Munchausen

Sindrom ini merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit

yang dibuat-buat dan pemberian keterangan palsu untuk menyokong

tuntutan.

Menurut (Sudaryono, 2007) membagi bentuk kekerasan pada anak

yang diatur dalam UU KDRT menjadi melakukan kekerasan fisik dalam

rumah tangga, melakukan kekerasan psikis dalam rumah tangga,

melakukan kekerasan seksual, dan menelantarkan orang lain dalam

lingkup rumah tangga. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut memang tidak

Page 4: Kekerasan Pada Anak

12

secara khusus ditujukan kepada anak, namun yang jelas kekerasan itu

dapat mengenai anak, karena dalam keluarga dimungkinkan ada penghuni

yang masih anak.

4. Faktor-faktor resiko

Delsboro (dalam Soetjiningsih, 2002) menyebutkan perlakuan salah

terhadap anak adalah sebagai akibat dari pelepasan tujuan hidup orangtua,

hubungan orangtua dengan anak tidak lebih dari hubungan biologi saja.

Kehidupan orangtua sebagian besar diliputi pelanggaran hukum,

penyalahgunaan penghasilan, pengusiran berulang, penggunaan alkohol

yang berlebihan, dan keadaan rumah yang menyedihkan. Orangtua seperti

ini kelihatannya tidak mampu menolong dirinya sendiri. Mereka

menganiaya anaknya seolah-olah sebagai pelampiasan rasa frustasinya,

ketidaktanggungjawabannya, ketidak berdayannya dan sebagainya. Orang

tua seperti kasus di atas, lebih sering menganiaya anak yang lebih besar,

karena pada umumnya mereka lebih mawas terhadap sesuatu perbedaan

dengan orangtua mereka, sehingga seolah-olah anak tersebut melawan

orangtuanya. Anak yang dianiaya tersebut tampak oleh penganiaya sebagai

saingan atau penghalang yang harus dihancurkan atau paling tidak harus

disakiti.

Wong (2009) menyebutkan bahwa penyebab penganiayaan anak

tidak diketahui secara pasti meskipun ada tiga faktor yang dominan yaitu

karakteristiki orangtua, karakteristik anak dan karakteristik lingkungan.

a. Karakteristik orangtua

Orangtua penganiaya cenderung memiliki kesulitan menghadapi stress

dan mengendalikan ekspresi kemarahan, selain itu orangtua

penganiaya beresiko tinggi menyiksa anak mereka (Ross dalam Wong,

2009). Keluarga penganiaya seringkali lebih terisolasi secara sosial

dan memiliki lebih sedikit hubungan pendukung dari pada orangtua

bukan penganiaya. Anak dari ibu yang berusia belasan tahun lebih

beresiko mengalami penganiayaan daripada anak seorang ibu yang

berusia lebih tua.

Page 5: Kekerasan Pada Anak

13

Faktor lain yang teridentifikasi pada orangtua penganiaya meliputi

rasa percaya diri rendah dan fungsi keibuan yang kurang adekuat.

Meskipun kurangnya pengetahuan tentang pengasuhan anak juga

sering disebutkan sebagai karakteristik orangtua penganiaya.

b. Karakteristik anak

Anak secara tidak sengaja juga ikut andil dalam menyebabkan

terjadinya situasi penganiayaan. Posisi anak dalam keluara,

temperamen anak, kebutuhan fisik tambahan jika sakit atau cacat,

tingkat aktivitas, derajat kepekaan terhadap kebutuhan orangtua ikut

menyebabkan potensi terjadinya penganiayaan pada anak.

c. Karakteristik lingkungan

Lingkungan merupakan bagian bermakna dari situasi yang berpotensi

menimbulkan penganiayaan. Secara khas lingkungan merupakan salah

satu stress kronis, termasuk masalah perceraian, kemiskinan,

pengangguran, rumah buruk, sering pindah, alkoholisme dan

ketergantungan obat.

5. Tanda dan gejala pada anak yang mengalami kekerasan fisik dan seksual

Anak yang mengalami kekerasan fisik dan seksual akan

memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut (Soetjiningsih, 2002) :

a. Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya memar, nyeri

perineal, sekret vagina dan nyeri serta perdarahan anus.

b. Tanda gagguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang,

enuresis,enkopresis, anoreksia atau perubahan tingkah laku.

c. Tingkah laku atau perilaku seksual anak yang tidak sesuai dengan

umurnya.

6. Dampak kekerasan pada anak terhadap tumbuh kembang

Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah

pada umumnya lebih lambat daripada anak yang normal, yaitu

(Soetjiningsih, 2002) :

a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak

sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah.

Page 6: Kekerasan Pada Anak

14

b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yang meliputi :

1) Kecerdasan

1. Berbagai penelitian melaporkan keterlambatan dalam

perkembangan kognitif, bahasa, membaca dan motorik.

2. Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada

kepala, juga karena malnutrisi.

3. Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh

lingkungan anak, dimana tidak adanya stimulasi yang adekuat

atau karena gangguan emosi.

2) Emosi

1. Terjadi gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang

positif dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan

sosial dengan orang lain, termasuk untuk percaya diri.

2. Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif

atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya

menjadi menarik diri menjauhi pergaulan. Anak suka

ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal

sekolah, sulit tidur, temper tantrum dan sebagainya.

3) Konsep diri

Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelak, tidak

dicintai, tidak dikehendaki, muram tidak bahagia, tidak mampu

menyenangi aktivitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.

4) Agresif

Anak yang mendapat perlakuan salah secara badan, lebih agresif

trehadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru

tindakan orang tua mereka atau mengalihkan perasaan agresif

kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri.

5) Hukuman sosial

Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman

sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit

Page 7: Kekerasan Pada Anak

15

teman, dan suka mengganggu orang dewasa misalnya dengan

melempari batu, atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.

Menurut Lidya (2009), dampak lain dari kekerasan pada anak

secara umum adalah :

a. Anak berbohong, ketakutan, kurang dapat mengenal cinta atau kasih

sayang, sulit percaya dengan orang lain.

b. Harga diri anak rendah dan menunjukkan perilaku yang destruktif.

c. Mengalami gangguan dalam perkembangan psikologis dan interaksi

sosial.

d. Pada anak yang lebih besar anak melakukan kekerasan pada temannya

dan anak yang lebih kecil.

e. Kesulitan untuk membina hubungan dengan orang lain.

f. Kecemasan berat atu panik , depresi anak mengalami sakit fisik dan

bermasalah disekolah.

g. Harga diri anak rendah.

h. Abnormalitas atau distorsi mengenai pandangan terhadap seks.

i. Gangguan Personality.

j. Kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain dalam hal

seksualitas.

k. Mempunyai tendency untuk prostitusi.

l. Mengalami masalah yang serius pada usia dewasa

7. Tujuan orangtua melakukan perilaku kekerasan

Orang tua memukul anak adalah kejadian yang sering kita temui

sehari-hari. Suatu hal yang dikatakan lumrah bila bertujuan untuk

mendidik anak. Bagi orang tua cara mendidik anak adalah hak prerogratif

mereka. Terserah mereka bagaimana caranya.

Saat ini sebagian besar orang meyakini bahwa manusia memiliki

tiga entitas yang saling mempengaruhi. Yakni akal pikiran, hati nurani,

dan raga. Tiga entitas tersebut memiliki fungsi masing-masing. Akal

pikiran untuk berpikir, hati nurani untuk merasa dan raga untuk bertindak.

Page 8: Kekerasan Pada Anak

16

Berdasarkan hati nurani dan akal pikiranlah yang membuat raga dapat

bertindak. Termasuk tindakan untuk mendidik anak.

Tiap orang tua untuk mendidik anak memiliki cara masing-masing.

Bagi kebanyakan orang tua memilih sistem reward and punishment. Bila

anak berbuat nakal maka orang tua akan menghukumnya. Akan tetapi

hukuman yang sering kali dipilih adalah berupa hukuman fisik. Orang

tuapun puas bila anak berhasil dijinakkan.

Ginott (2001) memperingatkan orang tua akan besarnya pengaruh

ancaman yang dilontarkan kepada anak. Anak-anak sangat takut apabila

tidak dicintai atau ditinggalkan oleh orang tuanya. Sehingga ancaman

akan meninggalkan anak, secara bergurau maupun dengan marah dapat

mempengaruhi perkembangan anak. Sikap otoriter sering dipertahankan

oleh orang tua dengan dalih untuk menanamkan disiplin pada anak.

Sebagai akibat dari sikap otoriter ini, anak menunjukkan sikap pasif

(hanya menunggu saja), dan menyerahkan segalanya kepada orang tua.

Tetapi kadang orang tua menjadi lepas kendali, hukuman fisik yang

diberikan berlebihan. Hal inilah yang sering kita temui pada media massa.

Anak disundut rokok, diseterika ataupun hukuman fisik lain yang meminta

perhatian masyarakat umum. Siksaan fisik yang merupakan bagian dari

kekerasan pada anak. Tentu saja bagi orang yang memiliki hati nurani,

spontan mengatakan bahwa hal ini merupakan masalah moral dan hukum.

Suatu hal yang mesti ditindak dan dicegah untuk berulang di kemudian

hari.

Berbeda kasus ekstrem itu dengan bila anak ”hanya” dicubit ataupun

dipukul pipinya. Suatu hal yang masih ditolerir oleh masyarakat. Karena

bagi masyarakat mendidik anak dengan hukuman fisik adalah efektif.

Tujuannya adalah membuat anak menjadi disiplin. Hal inilah yang

menjadikan kekerasan pada anak menjadi daerah abu-abu. Di satu sisi

merupakan pelanggaran hak anak tetapi di lain pihak masyarakat

merasakan manfaatnya.

Page 9: Kekerasan Pada Anak

17

Ditinjau dari segi akal pikiran maka sesuatu yang rasional bila kita

melakukan hal yang mendekati harapan kita. Usaha mendidik anak, orang

tua memiliki harapannya masing-masing. Anak menjadi tidak nakal

ataupun menjadi disiplin. Akan tetapi mengapa orang tua banyak memilih

hukuman fisik untuk mencapai harapannya. Mungkin hal ini dikarenakan

pendidikan tradisional yang masyarakat anut. Penggunaan kekerasan

dalam mendidik anak sudah berakar di masyarakat Indonesia sebagai

suatu yang sah. Pendidikan tradisional tersebut kemudian menjadi

kebudayaan, yang pada gilirannya menjadi lingkaran. Anak yang

mengalami kekerasan akan cenderung melakukan hal yang sama terhadap

anaknya dan begitu seterusnya.

Anak dapat menjadi frustasi akibat hukuman fisik yang diberikan.

Hal ini dapat terjadi bila anak tidak mengerti mengapa dirinya diberikan

hukuman fisik tersebut. Terutama bila anak diminta bertentangan dengan

proses perkembangannya. Misalnya saja, anak yang berbuat salah dalam

tugas yang diberikan oleh orang tua maka langsung saja dipukul. Padahal

anak sedang dalam proses pembelajaran, yang kadang bila salah

merupakan suatu hal yang wajar. Apabila hal ini berlangsung terus

menerus dapat membuat anak menjadi frustasi yang selanjutnya anak

menjadi kebal. Anak cenderung membiarkan dirinya dihukum dari pada

melakukannya (Solihin, 2004).

8. Upaya pencegahan kekerasan pada anak

Upaya pencegahan tindak kekerasan pada anak yang dapat

dilakukan oleh orang tua antara lain :

a. Evaluasi diri mengenai pandangan orangtua tentang anak, apakah

sudah tepat dan apakah kita sudah memberikan yang terbaik untuk

anaknya.

b. Diskusi dan berbagi, dengan orang lain untuk mengetahui seberapa

baik dan tepat perlakuan dan pandangan orangtua pada anak.

c. Perbanyak pengetahuan, pengetahuan yang tepat dapat dilakukan dan

dipertanggungjawabkan sehingga orangtua mampu meletakkan

Page 10: Kekerasan Pada Anak

18

pandangan kita mengenai anak secara lebih tepat sehingga kita tidak

akan terkungkung oleh pandangan yang belum tentu benar.

d. Peka terhadap anak. Kepekaan terhadap anak akan membuat orangtua

bersegara melakukan tindakan apabila kita mendapati anak menjadi

korban kekerasan baik oleh anggota keluarga sendiri atau orang lain.

e. Hubungi lembaga yang berkompeten. Sekarang banyak lembaga yang

bergerak dibidang hukum, perlindungan anak dan aparat pemerintah

atau penegak hukum yang bisa membantu menghadapi kekerasan pada

anak.

9. Faktor-Faktor yang mempengaruhi orang tua melakukan tindakan

kekerasan pada anak

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi orang tua melakukan tindakan

kekerasan pada anak, diantaranya (Soetjiningsih, 2002) :

a. Faktor Intern

1) Faktor pengetahuan orang tua

Kebanyakan orang tua tidak begitu mengetahui atau mengenal

informasi mengenai kebutuhan perkembangan anak, misalnya

anak belum memungkinkan untuk melakukan sesuatu tetapi

karena sempitnya pengetahuan orang tua anak dipaksa melakukan

dan ketika memang belum bisa dilakukan orang tua menjadi

marah, membentak dan mencaci anak. Orang tua yang mempunyai

harapan-harapan yang tidak realistik terhadap perilaku anak

berperan memperbesar tindakan kekerasan pada anak. Serta

kurangnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan anak dan

minimnya pengetahuan agama orang tua melatarbelakangi

kekerasan pada anak.

Pandangan yang keliru tentang posisi anak dalam keluarga. Orang

tua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu

apa-apa. Dengan demikian pola asuh apapun berhak dilakukan

oleh orang tua (Fitri, 2008).

Page 11: Kekerasan Pada Anak

19

2) Faktor pengalaman orang tua

Orang tua yang sewaktu kecilnya mendapat perlakuan salah

merupakan situasi pencetus terjadinya kekerasan pada anak.

Semua tindakan kepada anak akan direkam dalam alam bawah

sadar mereka dan akan dibawa sampai kepada masa dewasa. Anak

yang mendapat perilaku kejam dari orang tuanya akan menjadi

agresif dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam pada

anaknya. Orang tua yang agresif akan melahirkan anak-anak yang

agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang

agresif pula. Gangguan mental (mental disorder) ada hubungannya

dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih

kecil (Rahmat, 2006).

b. Faktor Ekstern

1) Faktor ekonomi

Sebagian besar kekerasan rumah tangga dipicu faktor kemiskinan,

dan tekanan hidup atau ekonomi. Pengangguran, PHK, dan beban

hidup lain kian memperparah kondisi itu. Faktor kemiskinan dan

tekanan hidup yang selalu meningkat, disertai dengan kemarahan

atau kekecewaan pada pasangan karena ketidakberdayaan dalam

mengatasi masalah ekonomi menyebabkan orang tua mudah sekali

melimpahkan emosi kepada orang sekitarnya.

Anak sebagai makhluk lemah, rentan, dan dianggap sepenuhnya

milik orang tua, sehingga menjadikan anak paling mudah menjadi

sasaran dalam meluapkan kemarahannya. Kemiskinan sangat

berhubungan dengan penyebab kekerasan pada anak karena

bertambahnya jumlah krisis dalam hidupnya dan disebabkan

mereka mempunyai jalan yang terbatas dalam mencari sumber

ekonomi. Kemiskinan sangat berhubungan dengan penyebab

kekerasan pada anak karena bertambahnya jumlah krisis dalam

hidupnya dan disebabkan mereka mempunyai jalan yang terbatas

dalam mencari sumber ekonomi. Karena tekanan ekonomi orang

Page 12: Kekerasan Pada Anak

20

tua mengalami stress yang berkepanjangan, menjadi sensitive,

mudah marah. Kelelahan fisik tidak memberinya kesempatan

untuk bercanda dengan anak-anak, terjadilah verbal abuse

(Kustanty, 2009).

2) Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga mempengaruhi tindakan kekerasan pada

anak. Lingkungan hidup dapat meningkatkan beban perawatan

pada anak. Dan juga munculnya masalah lingkungan yang

mendadak juga turut berperan untuk timbulnya kekerasan verbal.

Telivisi sebagai suatu media yang paling efektif dalam

menyampaikan berbagai pesanpesan pada masyarakat luas yang

merupakan berpotensial paling tinggi untuk mempengaruhi

perilaku kekerasan orang tua pada anak.

Orang tua menjadi memiliki masalah berat dalam hubungannya

dengan anak-anak mereka. Orang tua menjadi memiliki konsep-

konsep yang kuat dan kaku mengenai apa yang benar dan apa

yang salah bagi anak-anak mereka. Semakin yakin orang tua atas

kebenaran dan nilai-nilai keyakinannya, semakin cenderung orang

tua memaksakan kepada anaknya (Solihin, 2004).

B. Masa Usia Sekolah

1. Pengertian

Anak usia sekolah adalah anak dengan batasan usia antara 6 tahun

hingga 12 tahun. Namun demikian anak biasanya baru dapat masuk

sekolah setelah usia 7 tahun. Kriteria umur ini sebetulnya mencakup

criteria lain yang juga berhubungan dengan kemasakan. Berkaitan dengan

tingkat kemasakan anak ini maka anak sudah harus dapat bekerja sama

dengan anak lain, anak sudah dapat melakukan pengamatan secara analitis

dan anak secara jasmani harus sudah mampu menunjukan bentuk anak

sekolah yaitu berkaitan dengan bentuk dan ukuran tubuh (Monks dan

Haditomo, 2004). Perkembangan sosial dan kepribadian ditandai dengan

Page 13: Kekerasan Pada Anak

21

meluasnya lingkungan social dengan sedikit mulai melepaskan diri dari

keluarga (Monks dan Haditomo, 2004).

2. Batasan usia anak

Masa anak-anak ini dimulai sejak melewati masa bayi, yaitu berkisar

antara usia 2 tahun hingga 13 tahun (Hurlock, 1999). Masa anak-anak

dibagi menjadi :

a. Masa awal anak-anak

Periode ini berlangsung dari usia 2 tahun hingga 6 tahun. Sering kali

orangtua menganggap masa awal anak-anak adalah usia mainan. Hal

ini terjadi karena seringkali anak lebih mudah menghabiskan

waktunya dengan mainannya.

b. Akhir masa anak-anak

Periode ini berlangsung dari akhir usia 6 tahun hingga usia menjadi 12

atau 13 tahun yaitu ditunjukkan dengan mulai matangnya organ-organ

seksual anak. Pada usia ini dimulainya anak memasuki usia sekolah.

Bagi sebagian besar anak, hal ini merupakan perubahan besar dalam

pola kehidupan anak. Penyesuaian diri dengan tuntutan dan harapan

baru dari kelas menyebabkan banyak anak yang berada dalam keadaan

yang tidak seimbang. Anak mengalami gangguan emosional sehingga

sulit untuk hidup bersama dan bekerja sama.

3. Tumbuh kembang anak

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang

sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu

pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan

perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi sel, organ maupun

individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur

tulang dan keseimbangan metabolik. Perkembangan adalah bertambahnya

kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam

pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari sel-sel tubuh,

jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang

sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.

Page 14: Kekerasan Pada Anak

22

Termasuk didalamnya adalah perkembangan emosi, intelektual dan

tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih,

2002).

Berkaitan dengan hal tersebut di atas maka dapat dinyatakan bahwa

pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan

perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu,

walaupun demikian keduanya akan terjadi secara sinkron pada setiap

individu.

4. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang

Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap

tumbuh kembang anak, yaitu (Soetjinigsih, 2002):

1. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dalam mencapai hasil akhir proses

tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di

dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan

kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan

pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur

pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Hal yang termasuk

faktor genetik adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan

patologik, jenis kelamin dan suku bangsa.

2. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau

tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan

memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang

baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan

bio-fisiko-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai

dari konsepsi sampai akhir hayatnya. Secara garis besar lingkungan ini

dibagi menjadi faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada

waktu masih di dalam kandungan, dan faktor lingkungan yang

mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir.

Page 15: Kekerasan Pada Anak

23

Selanjutnya, Hurlock (1999) menyatakan bahwa pada masa anak-anak

emosi akan sangat kuat. Pada saat ini merupakan masa ketidakseimbangan

dalam arti anak akan mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga

sulit untuk dibimbing dan diarahkan. Emosi yang tinggi kebanyakan

disebabkan oleh masalah psikologis dari pada masalah fisiologis.

Orangtua hanya memperbolehkan anak melakukan beberapa hal, padahal

anak merasa mampu lebih banyak lagi dan ia cenderung menolak larangan

orangtua yang terkadang bagi orangtua yang kurang memahami

perkembangan psikologis anak sering melakukan pola asuh yang keras

dengan berbagai macam bentuk hukuman untuk mendisiplinkan anak

(Hurlock, 1999).

5. Tugas perkembangan pada anak-anak

Hal terpenting bagi anak-anak adalah usaha meletakkan dasar-dasar

untuk hati nurani sebagai bimbingan untuk perilaku benar dan salah. Hati

nurani berfungsi sebagai sumber motivasi bagi anak-anak untuk

melakukan apa yang diketahuinya sebagai hal yang salah bilamana

mereka sudah terlalu besar untuk selalu diawasi orangtua atau pengganti

orangtua.

Tugas perkembangan yang paling penting bagi anak-anak adalah

belajar untuk berhubungan secara emosional dengan orangtua, saedara-

saudara kandung dan ornag-orang lain. Hubungan emosional yang

terdapat selama masa bayi harus diganti dengan hubungan yang lebih

matang. Alasannya adalah karena hubungan dengan orang laindalam masa

bayi berdasarkan ketergantungan bayi pada orang lain untuk memenuhi

kebutuhan emosionalnya, terutama kebutuhan kasih saying, tetapi anak-

anak harus belajar memberi dan menerima kasih saying. Singkatnya, ia

harus belajar terikat keluar daripada terhadap dirinya sendiri (Hurlock,

1999).

6. Pengaruh kekerasan pada pertumbuhan dan perkembangan anak

Kekerasan pada anak sering dianggap hal yang wajar karena secara

sosial dipandang sebagai cara pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak

Page 16: Kekerasan Pada Anak

24

memperoleh perhatian publik lebih serius jika korban tindak kekerasan

yang dilakukan orang dewasa kepada anak-anak jumlahnya bertambah

banyak, dan menimbulkan dampak yang sangat menyengsarakan anak-

anak (Irwanto et al., 2004).

Terjadinya kekerasan dalam keluarga disebabkan oleh pengalaman

masa kecil yang berpengaruh pada kepribadian, sikap dan pandangan

hidup individu. Orang tua yang pada saat masa kecilnya mempunyai latar

belakang mengalami kekerasan cenderung meneruskan pendidikan

tersebut kepada anak-anaknya yang disebut "pewarisan kekerasan antar

generasi". Kondisi seperti ini akan menjadi suatu siklus dimana anak yang

dibesarkan dengan kekerasan nantinya juga akan membesarkan anaknya

dengan kekerasan.

Anak masih berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah

pengalaman yang pernah dialami selama rentang kehidupannya.

Optimalisasi tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi pada situasi

lingkungan dimana mereka tumbuh. Lingkungan yang tidak kondusif

yaitu yang dapat menghambat tumbuh kembang anak sehingga

menyebabkan anak tidak dapat tumbuh secara optimal. Salah satu

lingkungan yang tidak kondusif pada anak adalah anak yang tumbuh

dengan perlakuan dan kekerasan serta peneantaran yang dialaminya

(Lidya, 2009).

Page 17: Kekerasan Pada Anak

25

C. Kerangka teori

Skema 2.1 Kerangka teori

Sumber : Soetjiningsih (2002) dan Rahmat (2006)

Faktor resiko

- Karakteristik

orangtua

- Karakteristik anak

- Karakteristik

lingkungan

Kekerasan pada anak :

- Penganiayaan fisik

- Kelalaian

- Penganiayaan

emosional

- Penganiayaan

seksual

- Sindrom

Munchausen

Faktor Eksternal

- Sosial Ekonomi

- Lingkungan

Faktor Internal

- Pengetahuan orangtua

- Pengalaman orangtua