kejang partial kompleks
DESCRIPTION
textTRANSCRIPT
59 KEJANG PARTIAL KOMPLEKS
Sebuah pola seumur hidup
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, siswa akan mampu untuk:
Mengidentifikasi data spesifik pasien dan penyakit untuk dikumpulkan
pada pasien dengan kejang parsial kompleks
Menentukan permasalahan potensial terkait obat untuk obat-obatan
antiepilepsi
Membuat daftar hasil terapeutik untuk pasien dengan kejang parsial
kompleks
Berdasarkan karakteristik pasien, memilih farmakoterapi yang tepat untuk
pengobatan kejang parsial dan mengembangkan rencana perawatan yang
sesuai
Presentasi Pasien
Keluhan utama
“Dokter langganan saya mengatakan saya harus menemui neurologis tentang
kejang saya.”
RPS
Peggy Livingstone adalah wanita berusia 60 tahun yang dirujuk ke klinik epilepsi
oleh PCP nya untuk evaluasi terapi antikonvulsan. Ia terus mengalami kejang,
dengan kejang terakhir terjadi seminggu yang lalu, yang menyebabkannya jatuh
dari tangga. Kejangnya mulai pada usia yang sangat dini. Ia mengingat awalnya
mengalami kejang pada kelas 1 SD dan menjadi bingung sekali selama sisa
pelajaran. Ia kemudian dengan singkat mencoba phenobarbital tetapi akhirnya
mengkonsumsi phenytoin selama sebagian besar hidupnya. Ia memiliki kontrol
kejang yang buruk tanpa periode bebas kejang yang lama. Ia sudah lama tidak
mengunjungi neurologisnya. Ia belum memiliki studi neuroimaging apapun dan
tidak memberikan hasil EEG sebelumnya.
Sebagian besar dari kejangnya adalah kejang partial kompleks dimana ia
“pingsan” dan kehilangan perasaan tentang waktu. Terkadang, ia memiliki
konvulsi tonik-klonik generalisata sekunder. Ia lebih cenderung mengalami
kejang bila “kecapaian” atau tertekan. Ia tidak mempunyai faktor risiko yang
signifikan untuk kejang. Ia menyatakan bahwa pada beberapa waktu di masa
lalunya, ia “merasa buruk” dengan dosis fenitoin yang lebih tinggi. Ia meyakinkan
bahwa ia sangat patuh meminum obat, walauupun ia pernah kehabisan obat lebih
dari sekali. Karena ia mengalami kejang, ia tidak menyetir dan dengan demikian
harus mengandalkan orang lain untuk transportasi.
Data dikumpulkan dari peninjauan kalender kejang pasien dengan pasien
dan suaminya menunjukkan bahwa ia mengalami sekitar dua kejang “kecil” per
minggu (kejang parsial kompleks tanpa generalisasi sekunder) dan satu kejang
“besar” per bulan (kejang tonik-klonik generalisata sekunder). Rincian anamnesis
dengan pasien dan skor keseluruhannya terhadap respon Quality of Life in
Epilepsy questionnaire (QOLIE-89) menunjukkan sebuah pengaruh signifikan
pada kejangnya pada kualitas kehidupan. Skor pada energi/ kelelahan, nyeri, dan
dukungan sosial terutama rendah pada perbandingan dengan cohort dari pasien
lain dengan epilepsi.
RPM
S/P histerektomi pada usia 44 tahun
RPK
Kedua orangtua meninggal, satu saudara laki-laki dalam keadaan baik. Tidak ada
kelainan kejang, kanker, atau penyakit kardiovaskuler.
RS
Menikah, pensiun dari toko penjahit wanita; menyangkal penggunaan tembakau
dan alkohol; pendidikan terakhir SMU
ROS
Mudah lelah, tetapi tidak ada masalah dengan keseimbangan
Pengobatan
Fenitoin 100 mg po TID
AII
NKDA
PE
Gen : Wanita yang ramah di NAD
TTV
TD 126/73, N 63, RR 17, T 36,20C, Tinggi 5’11”, berat 50,8 kg
Kulit
Warna, hidrasi, dan suhu normal
Kepala, mata, THT
Hirsutisme ringan, hyperplasia gingiva (+), mata kiri katarak (+)
Leher/ LN
JVD (-), limfadenopati (-)
Paru/ thorax
CTA
Dada
Ditunda
CV
S1 dan S2, RRR, NSR normal, pulsasi perifer normal
Abdomen
NTND, BS (+), tidak ada HSM
Genital/ rectum
Ditunda
MS/ extremitas
Luka bakar signifikan pada tangan kanan dari kejang ketika memasak
Neurologis
CN I-XII intak, didapatkan sedikit nistagmus lateral. Motorik: 4/5 kekuatan otot
di sisi kiri, 5/5 pada sisi kanan. DTR: 2+ RUE, 1+ LUE, 0 RLE, 0 LLE. Sensorik:
sentuhan ringan dan sensasi tusukan ringan normal. Stasion: nl
Laboratorium
Na 137 mEq/L
K 4,1 mEq/L
Cl 100 mEq/L
CO2 29 mEq/L
BUN 9 mg/dL
SCr 0,6 mg/dL
Glu 107 mg/dL
Hgb 14,5 g/dL
Hct 41,7%
RBC 4,71 x 106/mm3
MCV 88,6 µm3
MCHC 34,7 g/dL
Plt 212 x 103/mm3
WBC 5,4 x 103/mm3
AST 31 IU/L
ALT 22 IU/L
Alk phos 187 IU/L
GGT 45 IU/L
Ca 7,3 mg/dL
Alb 3,9 g/dL
EEG
Abnormal untuk perlambatan bitemporal, yang lebih signifikan pada daerah
temporal kiri seperti yang dicirikan oleh pelepasan polimorfik dan epileptiform
yang konsisten dengan riwayat kelainan kejang
Pemikiran
Kejang parsial kompleks tak terkontrol, dengan terkadang generalisasi sekunder
Pertanyaan
Identifikasi masalah
1. a. Buat suatu daftar permasalahan terapi obat pasien.
b. Informasi yang mana (tanda, gejala, nilai-nilai laboratorik) yang
menunjukkan keberadaan atau keparahan kejang parsial kompleks?
Hasil yang diinginkan
2. Apa tujuan-tujuan farmakoterapi dalam kasus ini?
Alternatif pengobatan
3. a. Terapi non-obat apa yang mungkin berguna untuk pasien ini?
b. Alternatif farmakoterapeutik apa yang tersedia untuk pengobatan kejang
partial kompleks pada pasien ini?
Rencana optimal
4. Apakah obat, bentuk dosis, jadwal, dan durasi terapi yang terbaik untuk
pasien ini?
Evaluasi hasil
5. Parameter klinis dan laboratorium apa yang diperlukan untuk
mengevaluasi hasil pencapaian terapi dan untuk mendeteksi atau
menghindari efek samping?
Edukasi pasien
6. Informasi apa yang harus diberikan kepada pasien untuk meningkatkan
kepatuhan minum obat, kesuksesan terapi, dan meminimalkan efek
samping?
Perjalanan Klinis
Keputusan kolektif dibuat di antara praktisi perawatan kesehatan, pasien, dan
suaminya untuk menambah salah satu obat antiepilepsi ke rejimen obatnya saat ini
dan untuk mengeceknya kembali dalam waktu dua bulan. Ia kemudian diberi
informasi tertulis dan lisan mengenai obat barunya dan dipesankan untuk
menghubungi dokter jika ada pertanyaan, masalah, atau keraguan. Pasien
megatakan bahwa ia paham. Pada kunjungan berikutnya, pasien melaporkan
bahwa telah terdapat respon awal dengan penambahan obat antiepilepsi (yaitu
kejang yang lebih sedikit), tetapi kemudian kembali ke dua kejang “kecil per
minggu dan satu kejang “besar” per bulan. Tidak terdapat data laboratorium
terbaru. Pemriksaan neurologisnya tidak berubah.
Pertanyaan follow-up
1. Selain ketidaktaatan, apa penjelasan yang potensial terhadap situasi ini?
Perjalanan Klinis
Setelah penyelidikan lebih lanjut tentang ketaatan minum obat, pasien melaporkan
bahwa ia tidak meminum obat antiepilepsi barunya selama bulan terakhir. Ini
adalah akibat tidak memiliki cakupan resep asuransi dan permasalahan keuangan
di rumah. Ia dapat melanjutkan fenitoinnya seperti yang diinstruksikan. Ia
menawarkan formulir pendaftaran program asistensi pasien dalam rangka
mendapatkan pengobatannya dengan biaya yang lebih murah, dan kebutuhan
untuk menaati pengobatannya ditekankan kembali. Ia kemudian menyatakan
bahwa 1 bulan lalu ia jatuh dan panggulnya patah. Sekarang panggulnya sudah
sembuh, tetapi ia sekarang khawatir terhadap “tulangnya yang rapuh”.
Tugas Belajar Mandiri
1. Uraikan sebuah rencana untuk menilai kepatuhan pasien ini dengan
rejimen pengobatannya.
2. Faktor-faktor risiko apa yang dimiliki pasien ini terhadap osteoporosis?
Intervensi apa yang harus dibuat?
3. Apakah mengganti pasien ini dari fenitoin ke carbamazepine merupakan
alternatif yang tepat? Jika ya, apakah Tegretol XR atau Carbatrol
merupakan bentuk dosis yang tepat?
Mutiara Klinis
Meskipun epilepsi mempengaruhi baik pria maupun wanita, terdapat banyak
permasalahan kesehatan wanita dalam epilepsi, seperti pengaruh siklus menstruasi
pada aktivitas kejang, interaksi obat antiepilepsi-kontrasepsi, teratogenisitas dari
obat antiepilepsi, dan pengaruh pengobatan pada wanita postmenopause dengan
epilepsi.