kejang demam sederhana
DESCRIPTION
kejang demamTRANSCRIPT
RFLEKSI KASUS OKTOBER 2015
KEJANG DEMAM SEDERHANA
NAMA : Uyun Nusyur Sudarman
STAMBUK : N 101 11 046
PEMBIMBING : dr. Amsyar Praja, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal di atas 38’C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis
kejang demam ialah 38’C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang
sering tidak diketahui. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan –
5 tahun.2
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana,
tidak menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam dapat
berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga.
Saat pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan 3 kemungkinan
yaiut : 1) kejang demam, 2) pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai
pemicu kejang epilepsi, 3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau
gangguan elektrolit akibat dehidrasi.1
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum
diketahui. Kejang demam biasanya diawalai dengan infeksi virus atau bakteri.
Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit
infeksi saluran pernafasan, otitis media dan gastroenteritis. Umur anak, serta
tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang
demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa
kecilnya.7
Faktor resiko timbul kejang demam berulang apabila kejang terjadi
sebelum usia 12 bulan, kejang yang terjadi pada suhu rendah berkisar 38’C,
timbulnya kejang kurang dari 1 jam setelah timbulnya panas dan adanya riwayat
kejang demam pada keluarga. Jika empat faktor resiko ini ditemukan pada anak,
kemungkinan untuk berulangnya kejang demam sebanyak 70-80%. Jika hanya
terdapat satu faktor resiko, maka kemungkinan berulang sebanyak 10-20%.2
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. MA
b. Umur : 1 tahun 9 bulan
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Tanggal masuk : 25 Oktober 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan kejang yang dialami 2 jam
yang lalu. Keluhan kejang yang dialami sebanyak 1 kali dengan durasi
kejang kurang dari 5 menit. Tidak ada penurunan kesadaran setelah kejang
dan pada saat kejang mulut anak berbusa. Pada saat kejang mata anak
melihat keatas, disertai kaku diseluruh tubuh. Sebelum kejang, anak
mengalami demam 12 jam sebelumnya, tetapi suhu tidak sempat diukur oleh
orangtuanya. Saat demam pasien tidak diberikan penurunan panas hanya
diistirahatkan.
Pasien tidak mengeluhkan batuk dan beringus. Pasien juga tidak
mengalami mual dan muntah, tidak ada nyeri perut, buang air besar lancar
dan biasa, serta buang air kecil lancar dan biasa. Namun nafsu makan pasien
menurun sejak sakit.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Paisen tidak pernah mengalami keluhan kejang sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat penyakit asma.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Dikeluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami gejala kejang
yang sama seperti pasien. Saudara kandung pasien mengalami asma.
Riwayat Sosial-ekonomi :
2
Menengah
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :
Pasien aktif bermain di dalam rumah dan juga di lingkungan sekitar
rumah.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Pasien merupakan anak ke 3, lahir secara normal di rumah bersalin
dibantu oleh bidan. Berat lahir 2900 gram.
Kemampuan dan Kepandaian Bayi :
Saat umur 1 tahun anak sudah bisa berjalan. Saat ini anak mulai
belajar berbicara.
Anamnesis Makanan :
Pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir hingga usia 6 bulan,
kemudian dilanjutkan pemberian susu formula hingga usia 6 bulan sampai
sekarang. Pemberian makanan pendamping ASI diberikan saat usia 1 tahun
hingga sekarang.
Riwayat Imunisasi :
Pasien memiliki riwayat imunisasi lengkap, hepatitis B 3 kali, polio 3 kali,
BCG 1 kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
BB : 10 Kg
PB/TB : 82 Cm
Status Gizi : Gizi baik ( Z score – 1)
Tanda Vital
Nadi : 124 x / menit
Suhu : 38,8 ‘C
Respirasi : 20 x / menit
1. Kulit : Sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit normal.
3
2. Kepala :
a. Bentuk Kepala : normocephal
b. Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
c. Hidung : rhinorea (-)
d. Telinga : othorea (-)
e. Tonsil : T2/T2, hiperemis (+)
f. Mulut : bibir kering, lidah normal, sianosis (-)
3. Leher
- Pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Pembesaran kelenjar tiroid (-)
4. Dada
Paru-Paru
+ Inspeksi : bentuk dada normal, retraksi dinding dada (-),
ekspansi simetris kiri dan kanan.
+ Palpasi : vokal fremitus normal kanan dan kiri
+ Perkusi : sonor
+ Auskultasi : bunyi paru brokovesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
5. Jantung
+ Inspeksi : denyut ictus cordis tidak terlihat.
+ Palpasi : denyut ictus cordis tidak teraba.
+ Perkusi : batas jantung normal
Batas jantung kanan : SIC IV Linea parasternal dextra
Batas jantung atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas jantung kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
+ Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 murni reguler, bunyi
tambahan (-)
6. Abdomen
- Inspeksi : kesan datar, ruam (-)
4
- Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal
- Perkusi : bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen
- Palpasi : nyeri tekan (-), organomegali (-)
7. Genitalia : normal
8. Ekstremitas
- Atas : akral hangat +/+, edema (-)
- Bawah : akral hangat +/+, edema (-)
9. Punggung : deformitas (-)
10. Refleks : normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 11,8 X 103/uL 5 – 10 x 103/uL
RBC 4,29 x 106/uL 3,6 – 6,5 x 106/uL
HGB 11,5 g/dL 11,5 – 16 g/dL
HCT 34,9 % 37 – 47 %
PLT 290 x 103/mm3 150 – 450 x 103/mm3
V. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 9 bulan masuk dengan keluhan
kejang sebanyak 1 kali dengan durasi kejang kurang dari 5 menit. Kejang
terjadi pada seluruh tubuh dengan mata anak melihat keatas. Setelah kejang
tidak ada penurunan kesadaran pada anak. Sebelum kejang, anak mengalami
febris 12 jam sebelumnya namun tidak diberikan obat penurun panas. Pasien
tidak mengeluhkan batuk (-) dan beringus (-). Pasien juga tidak mengalami
mual (-) dan muntah (-), nyeri perut (-), buang air besar lancar dan biasa,
serta buang air kecil lancar dan biasa.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan keadaan sakit sedang,
komposmentis status gizi baik, pada pemeriksaan tanda vital diperoleh
nadi : 124x/menit, suhu : 38,8’C, dan respirasi : 20x/menit. Dari
5
pemeriksaan fisik diperoleh pembesaran tonsil T2/T2, disertai faring
hiperemis. Pemeriksaan lab diperoleh leukositosis (WBC : 11,8 X 103/uL),
dan penurunan hematokrit (HCT : 34,9 %).
VI. DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam sederhana
VII. TERAPI
- IVFD RL 14 tetes/menit
- Stesolid 5 mg supposutori
- Parasetamol sirup 3x1 cth
- Dexamethasone 1,6 mg/8 jam/IV
- Ceftriaxone 250 mg/12 jam/IV
VIII. ANJURAN
- Pemeriksaan saraf kranial
- Pemeriksaan EEG
- Lumbal Pungsi
IX. FOLLOW UP
Tanggal Penilaian
26-oktober-2015 S : demam (+), kejang (-), nafsu makan menurun
(+)
O : Nadi : 100x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 38’C
A : Demam Kejang Sederhana
P : terpi lanjut
27-oktober-2015 S : demam (-), kejang (-), nafsu makan menurun
6
(+)
O : Nadi : 86x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36’C
A : Kejang demam sederhana
P : terapi lanjut
DISKUSI
Kejang demam merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah
usia 1 bulan, yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi
sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan
kejang simptomatik lainnya. Kejang demam juga merupakan bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38’C) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium.1
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.2
Penggolongan kejang demam menurut kriteria National Collaborative
Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Perbedaan antara demam kejang sederhana dan kejang demam kompleks adalah
sebagai berikut. 2.3
Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks
- Berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti
sendiri dalam waktu < 15 menit
- Kejang berlangsung lama, lebih
dari 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi,
7
- Bangkitan kejang tonik, tonik
klonik tanpa gerakan fokal
- Tidak berulang dalam waktu 24
jam
atau kejang umum didahului
dengan kejang parsial
- Kejang berulang 2 kali atau lebih
dalam 24 jam, anak sadar kembali
diantara bangkitan kejang.
Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria, sedangkan
kejang demam kompleks dapat ditegakkan diagnosisnya jika terdapat salah satu
dari kriteria diatas. Pada kasus ini, pasien berusia 1 tahun 9 bulan masuk dengan
keluhan kejang sebanyak 1 kali dengan durasi < 5 menit dan kejang didahului
oleh demam kurang lebih 12 jam sebelumnya. Pasien didiagnosis dengan kejang
demam sederhana berdasarkan lamanya kejang, frekuensi kejang, jenis kejang
serta kejang yang tidak berulang selama 24 jam.
Semua jenis infeksi bersumber diluar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernapasan atas
terutama tonsilitis dan faringitis, otitis media akut , gastroenteritis akut dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT dan campak (morbili) juga dapat
menyebabkan kejang demam.4
Pada pasien ini, fokus infeksi dapat berasal dari infeksi tonsil dan
faring (tonsilofaringitis) dimana pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
pembesaran tonsil T2/T2 disertai faring hiperemis. Kemudian dari hasil lab
pemeriksaan darah rutin juga ditemukan adanya peningkatan kadar leukosit (11,8
X 103/uL), yang menunjukkan adanya proses infeksi.
Kejang demam juga dapat diturunkan secara autosom dominan
melalui kromosom 19p dan 8q 12-21 dari ayah atau ibu. Berdasarkan hal itu
penting untuk melakukan anamnesis pada pasien kejang demam apakah ada
riwayat kejang demam pada keluarga. Pada pasien ini tidak terdapat riwayat
kejang demam yang diderita oleh keluarga.5
8
Pada penatalaksanaan kejang demam, ada 3 hal yang perlu
diperhatikan, yaitu pengobatan fase akut, pengobatan profilaksis dan edukasi
orangtua pasien :4
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada saat pasien kejang, semua
pakaian yang ketat harus dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah
untuk mencegah terjadinya aspirasi. Jalan nafas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu,
tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi
dapat diturunkan dengan kompres dan antipiretik. Pemberian diazepam
merupakan pilihan utama dengan dosis :
- Diazepam intrarektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau jika BB <10 kg
diberikan dengan dosis 5 mg, BB >10 kg diberikan dengan
dosis 10 mg.
- Diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dan dosis maksimal 20 mg.
- Fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah
4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
- Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien
harus dirawat diruang rawat intensif.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Pada bayi kecil, sering manifestasi meningitis tidak jelas,
sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur < 6 bulan,
dan dianjurkan pada pasien berumur < 18 bulan. Pada kasus ini infeksi
saluran nafas atas (tonsilofaringitis) dapat menjadi penyebab kejang
demam.
3. Pengobatan profilaksis intermittent
9
Pengobatan profilaksis intermitent dengan anti konfulsan segera
diberikan pada waktu pasien demam. Dapat digunakan diazepam
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan <
10 kg Dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg. Efek
samping diazepam ialah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
4. Profilaksis terus-menerus
Pengobatan rumatan (profilaksis terus-menerus) hanya diberikan bila
kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):
a. Kejang selama > 15 menit
b. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesism paresis todd, cerebral palsy,
retradarsi mental, hidrosepalus.
c. Kejang fokal
Pemberian profilaksis yang dapat diberikan yaitu fenobarbital 4-5
mg/kgBB akan menunjukan hasil yang bermakna untuk mencegah
berulangnya kejang demam. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas
kejang, kemudian dihentkan secara bertahap selama 1-2 bulan.
5. Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anak telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingatkan adanya efek samping.
Pada pasien ini, terapi yang diberikan berupa paracetamol sebagai
antipiretik untuk menurunkan demam. Dosis paracetamol yang diberikan adalah
10
10-15 mg/kgBB/kali sebanyak 3-4 kali. Pasien memiliki berat badan 10 kg
sehingga dosis yang diberikan adalah 100-150 mg/kgBB/kali, dimana pada setiap
sediaan sirup dalam 5 ml setara dengan 120 mg atau 5 ml yaitu 1 sendok teh untuk
menghasilkan efek terapeutik. Pemberian cairan Ringer Laktat bertujuan untuk
mecegah terjadinya dehidrasi pada keadaan demam. Stesolid suposutori
(diazepam) diberikan sebagai anticonfulsan dengan dosis 5 mg untuk anak dengan
berat badan < 10 kg. Dalam kasus ini penyebabnya adalah tonsilofaringitis dengan
gambaran khas infeksi bakteri sehingga perlu diberikan antibiotik untuk
mengatasi infeksi. Antibiotik yang diberikan adalah ceftriaxon dosis 20-50
mg/kgBB/hari. Berat badan pasien 10 kg, sehingga diberikan dosis 250 mg/12 jam
IV.
Prognosis kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis,
kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal.6
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif RF. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical
Education-CDK-232/Vol.42 No.9. 2015
2. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006
3. Roberto DM, South M. Practical Pediatrics Sixth Edition. UK: Churchill
Livingstone, 2007.
4. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak, Sari Pediatri, Vol.4
No.2.September, Jakarta. 2002
5. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi Pertama. Jakarta:
Badan penerbit IDAI, 2004.
6. Hasan R, dkk. Buku Kuliah 2- Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta, 2005.
7. Erwika A. Manajemen terapi kejang demam sederhana dengan
hiperpireksia pada anak usia tiga tahun, J Medula Unila, Vol.3 No.2
Desember, Universitas Lampung, 2014.
12