kegiatan pemberantasan penyakit bersumber binatang

Upload: wita-ferani-kartika

Post on 09-Oct-2015

195 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

P2B2

TRANSCRIPT

Kegiatan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang ( P2B2 )

1.3.1 Flu Burung (H1NI)Kegiatan yang dilakukan :0. Pembentukan dan pelatihan Tim Gerak Cepat / Tim Investigasi Terpadu terdiri dari :a. Petugas surveilans Puskesmas Kecamatan (2 org / Kecamatan).b. Seksi Pertenakan tingkat Kecamatan.c. Petugas Surveilans Sudin dan Dinas Kesehatan dan Peternakan.0. Kesepakatan kegiatan investigasi bersama pasca Pertemuan Lintas Batas Jabodetabek bidang Kesmas.0. Komitmen pelaksanaan investigasi kurang dari 1 x 24 jam setelah laporan diterima.0. Depopulasi dan sertifikasi unggas.0. Pengawasan lalu lintas unggas.Langkah-langkah kegiatan yang akan datang :1. Sweeping.2. Sertifikasi.3. Biosekuriti / desinfeksi.4. Sosialisasi.5. Pengawasan lalu lintas unggas.6. Penguatan surveilans dan investigasi terpadu.7. Promosi kesehatan.8. Simulasi lapangan kondisi pandemi.9. Menyusun rencana kontigensi.10. Pemberdayaan Komprov Flu Burung.

1.2.2 LeptospirosisKegiatan yang dilakukan :1.Surveilans.a. Surveilans penyakit.b. Surveilans vektor.c. Surveilans faktor risiko.2.Deteksi dini dan pengobatan atau perawatan dini.3.Pengendalian faktor risiko.4.Partisipasi masyarakat.Apabila ditemukan penderita suspect leptospirosis probabe ataupun confirmed maka harus dilakukan penyuluhan, penyelidikan Epidemiologi lingkungan dan case finding yaitu mencari kasus tambahan dengan radius 200 meter dari rumah penderita untuk diobati atau dirujuk bila dengan komplikasi.Bila ditemukan penderita tambahan dengan sebab lingkungan yang sama maka segera dilaporkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) dengan menggunakan formulir laporan W1 dan kasus tambahan selanjutnya dilaporkan dengan W2. Penanggulangan KLB diikuti penyelidikan kasus dan lingkungan serta dilakukan pengambilan spesimen terhadap penderita dan hewan tersangka sekitar lokasi dengan bantuan tim kota/ kab administrasi provinsi dan pusat. Serum sebelum dikirim agar disimpan didalam freezer dengan menuliskan etiket pada label nama penderita, umur, jenis kelamin, tanggal pengambilan spesimen pertama dan kedua. Apabila dilakukan pengambilan spesimen terhadap hewan selain tikus harus bekerja sma dengan sudin kelautan dan pertanian. Kemudian serum dikirim ke B. Balitvet Bogor atau RS karyadi Semarang. Pengobatan tersangka penderita/ tersangka penderita Pengobatan : pemeberian antibiotik seperti penicillin, streptomysin, doxycicline,tetracycline atau eritromisin. Menurut Turner pemberian penicillin atau tetracyclin dosis tinggi dapat memberikan hasil yang sangat baik. Pemberian diberikan 10 hariPencegahan :1. Kebersihan perorangan dan lingkungan.2. Penggunaan APD (alat pelindung diri).3. Pengendalian vektor (tikus dan insektivora).4. Vaksinasi hewan kesayangan dan hewan ternak dinas kelautan dan pertanian.Di Kecamatan Gambir tidak ditemukan penyakit leptospirosis pada periode Januari-Desember 2012.

1.3.3 RabiesBerdasarkan SK Mentri Pertanian No : 566/kpts/PD.640/10/2004 Provinsi DKI Jakarta telah dinyatakan bebas rabies dan untuk mempertahankan telah dibentuk Tim Koordinasi Pengaman Daerah Bebas Penyakit Rabies dan Penyakit Menular Hewan Linnya di Provinsi DKI Jakarta. Sesuai Surat Keputusan Gubernur No: 2070/2005 tanggal 25 Oktober 2005. Walaupun Provinsi DKI Jakarta telah bebas Rabies, tetapi tetap merupakan daerah yang terancam penularan Rabies, karena beberapa Kabupaten di Jawa Barat yang awalnya telah dinyatakan bebas, ditemukan kembali kasus Rabies baik pada hewan maupun manusia. Demikian pula masih ada Provinsi di Indonesia yang endemik Rabies.Sehubungan dengan hal tersebut maka kebijakan Provinsi DKI Jakarta selain yang telah tertuang dalam PERDA 11 tahun 1995. Tentang pengawasan hewan rentan Rabies, serta pencegahan dan penanggulangan, juga melakukan :1. Surveilans dan Intervensi ketat, antara lain :a. Tahapan Hewan : Vaksinasi, Observasi, eliminasi yang dilaksanakan oleh jajaran Dinas Perternakan, perikanan dan kelautan.b. Tahapan manusia : Pertolongan pertama pada kasus gigitan di puskesmas dan UPK lainnya, sambil melaporkan hewannya ke pemilik/Sudin Pertenakan untuk dipantau dan diumpan balikkan apakah termasuk hewan penular rabies/ HPR (hilang, mati, terjangkit atau tidaknya akan rabies). Pemberian pasteur treatment atas indikasi di rabies treatment center. Perawatan penderita rabies di rumah sakit yang mempunyai ruang isolasi.2. Adapun langkah-langkah yang dilakuka apabila ada kasus gigitan HPR : Mencuci luka dengan sabun atau deterjen dan air yang mengalir selama kurang lebih 15 menit. Mencuci luka sangatlah penting karena virus rabies terbungkus lipid (lemak). Walaupun penderita gigitan ataun keluarga sudah dicuci pencucuan luka harus tetap dilakukan atau diulangi. Kemudian dapat diberikan antara lain : Alkohol 40 %, 70%, betadin, iodium tincture, larutan yang mengandung amonium kuartener.3. Luka gigitan tidak boleh dijahit, apabila harus dijahit maka jahitan yang dilakukan adalah jahitan situasi. 4. Luka gigitan dibedakan: Resiko rendah yaitu : badan dan kaki cukup di puskesmas atau UPK lainnya, resiko tinggi : jari-jari, lengan, bahu keatas atau muka multipel harus dirujuk ke rabies treatment center.5. Apabila HPR diketahui pemiliknya, agara keluarga korban gigitan berkoordinasi dengan pemilik HPR untuk mengghubungi slaha satu yaitu : Penilik/ sudin peternakan setempat. Balai kesehatan hewan dan ikan, jalan harsono RM no 28 ragunan, telp 7805447 agar HPR dapat diobservasi.6. Apabila HPR yang menggigit tidak diketahui pemiliknya/ liar, kasus gigitan dirujukan ke rabies treatment center yang ada di :a. RSPI Sulianti Saroso, Jl. Sunter Permai Raya, Jakarta Utara, telp 6506559, 64011412.b. RSUD Tarakan, Jl. Kyai Caringin no 7 Jakarta Pusat telp 3842938.7. Vaksinasi yang digunakan saat ini adalah purivied vero rabies vaksin (verorab) dengan cara pemberian hari ke 0 diberikan 2 angka suntikan di regio deltoideus kanan dan kiri masing-masing 0,5 ml IM, kemudian hari ke 7 dan 21 masing-masing 1x suntikan IM deltoid kiri dan kanan. Di Kecamatan Gambir tidak ditemukan penyakit rabies pada periode Januari-Desember 2012.

1.3.4 MalariaPemberantasan malaria bertujuan untuk mencegah kematian akibat malaria, terutama jika terjadi KLB, menurunkan angka kematian, menurunkan angka kesakitan (insidensi dan prevalensi), meminimalkan kerugian sosial dan ekonomi akibat malaria. Pemberantasan malaria haruslah rasional, harus berbasis pada epidemiologinya seperti: manusia, parasit malaria, vektor dan lingkungannya. Pemberantasan malaria harus ditujukan untuk memutus penularan penyakit malaria, dengan sasaran antara lain :1. Penemuan penderita.Penemuan penderita secara dini merupakan salah satu cara memutus penyebaran penyakit malaria. Kegiatan tersebut antara lain dilakukan dengan penemuan penderita malaria secara aktif (ACD = Active Case Detection) dilakukan oleh petugas juru malaria desa yang mengunjungi rumah secara teratur. Penemuan penderita secara pasif (PCD=Passive Case Detection) yakni berdasarkan kunjungan pasien di unit pelayanan kesehatan (puskesmas pembantu, puskesmas, dan rumah sakit) yang menunjukkan gejala klinis malaria.2. Pengobatan penderita.Kegiatan pengobatan penderita antara lain :a.Pengobatan malaria klinis, adalah pengobatan penderita malaria berdasarkan diagnosa klinis tanpa pemeriksaan laboratorium.b.Pengobatan radikal, adalah pengobatan penderita malaria berdasarkan diagnosa secara klinis dan pemeriksaan laboratorium sediaan darah.c.Pengobatan MDA (Mass Drug Administration), adalah pengobatan massal pada saat KLB, mencakup > 80% jumlah penduduk di daerah tersebut yang diobati.d.Profilaksis, adalah pengobatan pencegahan dengan sasaran warga transmigrasi dan ibu hamil di daerah endemis malaria (Depkes RI, 2000).Obat Anti Malaria yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat ini aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Obat harus digunakan terus-menerus mulai minimal 1- 2 minggu sebelum berangkat sampai 4-6 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria. Efek samping : gangguan seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini dapat dikurangi dengan meminum obat sesudah makan (Depkes RI, 2000).3. Pemberantasan vektor.Pemberantasan vektor dilakukan antara lain dengan penyemprotan rumah menggunakan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa, membunuh jentik melalui kegiatan anti larva atau larvasiding dan menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan nyamuk untuk mengurangi jumlah nyamuk (Depkes RI, 2000).Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memberantas jentik nyamuk Anopheles :a. Cara kimiawi dengan menggunakan larvasida yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva atau jentik nyamuk seperti oli, solar atau minyak tanah, paris green, temefos, fention, dan lain-lain. Kedalam larvasida juga dimasukkan Bacillus thuringiensis sejenis bakteri yang dapat membunuh larva oleh karena ia tidak berkembang biak lagi pada setiap kali aplikasi. Dapat juga dengan herbisida yakni zat kimia yang dapat mematikan tumbuh-tumbuhan air yang digunakan sebagai tempat berlindung bagi larva nyamuk.b. Cara Biologik.1) Ikan pemakan jentik seperti gambusia, guppy, ikan kepala timah dan ikan mujair.2) Tumbuh-tumbuhan yang dapat menghalangi sinar matahari seperti pohon bakau.3) Protozoa (nozema) jamur (Coelomomyces) dan berbagai jenis nematoda lainyang sedang dalam proses penelitian.Cara yang terbanyak dipakai di Indonesia adalah cara kimiawi dengan menggunakan solar atau minyak tanah yang dicampur dengan spreading agent atau zat kimia yang dapat mempercepat penyebaran bahan aktif yang digunakan (Depkes RI, 2000).Pengendalian nyamuk dewasa merupakan cara utama yang diterapkan baik dalam program pembasmian maupun program pemberantasan malaria. Membunuh nyamuk dewasa biasanya dilakukan dengan menggunakan insektisida yang terbanyak digunakan di Indonesia adalah DDT. Cara genetik yakni melepaskan nyamuk jantan yang steril (tidak bisa memberikan keturunan) telah lama dicoba akan tetapi hasilnya tidak memuaskan dan biayanya mahal (Depkes RI, 2000). Pemberantasan malaria akan diintensifkan melalui pendekatan Roll Back Malaria (RBM) atau upaya kemitraan global, suatu komitmen internasional dengan strategi sebagai berikut: deteksi dini dan pengobatan yang tepat, peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang juga penting adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan lain, seperti promosi kesehatan. Roll Back malaria bertujuan mengurangi penderita sebanyak 50% pada tahun 2010 melalui pendekatan partnership (Laihad, 2005).Di Kecamatan Gambir tidak ditemukan penyakit malaria pada periode Januari-Desember 2012.

1.3.5 FilariasisFilariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar luas di pedesaan dan perkotaan. Dapat dan menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin. Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah di lebih dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara.Program Eliminasi Filariasis merupakan salah satu program prioritas nasional pemberantasan penyakit menular sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 20042009. Tujuan umum dari program eliminasi filariasis adalah filariasis tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada tahun 2020. Sedangkan tujuan khusus program adalah (a) menurunnya angka mikrofilaria (microfilaria rate) menjadi kurang dari 1% di setiap Kabupaten/Kota, (b) mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis.Program eliminasi filariasis di Indonesia ini menerapkan strategi Global Elimination Lymphatic Filariasis dari WHO. Strategi ini mencakup pemutusan rantai penularan filariasis melalui POMP filariasis di daerah endemis filariasis dengan menggunakan DEC yang dikombinasikan dengan albendazole sekali setahun minimal 5 tahun, dan upaya mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus klinis filariasis, baik kasus akut maupun kasus kronis.Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merupakan pengendali utama program eliminasi filariasis di tingkat kabupaten/kota yang mempunyai tugas dan kewenangan sebagai berikut: 0. Menetapkan kebijakan eliminasi filariasis di kabupaten/kota. Menetapkan tujuan dan strategi eliminasi filariasis di tingkat kabupaten/kota.0. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program eliminasi filariasis dengan memperkuat komitmen, mobilisasi sumber daya kabupaten/kota. 0. Memperkuat kerjasama lintas program dan lintas sektor serta kerjasama lembaga mitra kerja lainnya di kabupaten/kota. 0. Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi filariasis di puskesmas, rumah sakit dan laboratorium daerah. 0. Melaksanakan pelatihan eliminasi filariasis di kabupaten/kota. 0. Melaksanakan evaluasi cakupan POMP filariasis dan penatalaksanaan kasus klinis kronis filariasis di daerahnya.0. Membentuk KOMDA POMP filariasis.0. Mengalokasikan anggaran biaya operasional dan melaksanakan POMP filariasis. 0. Mengalokasikan anggaran dan melaksanakan pengobatan selektif, penatalaksanaan kasus reaksi pengobatan, dan penatalaksanaan kasus klinis filariasis. 0. Mengkoordinir dan memastikan pelaskanaan tugas puskesmas sebagai pelaksana operasional program eliminasi filariasis kabupaten/kota. Sejak tahun 2005, sebagai unit pelaksana atau IU (implementation unit) penanganan filariasis adalah setingkat kabupaten/kota. Artinya, satuan wilayah terkecil dalam program ini adalah kabupaten/kota, baik untuk penentuan endemisitas maupun pelaksanaan POMP filariasis. Bila sebuah kabupaten/kota sudah endemis filariasis, maka kegiatan POMP filariasis harus segera dilaksanakan. Walau sudah berbasis kabupaten, upaya program tersebut belum dapat menjangkau seluruh penduduk di wilayah kabupaten/kota tersebut. Pola program semacam ini tidaklah efisien dan tidak efektif karena tetap terdapat risiko penularan (re-infeksi) karena belum seluruh penduduk terlindungi. Untuk itu, pelaksanaan POMP filariasis perlu direncanakan secara komprehensif dan mencakup seluruh wilayah endemis di Indonesia. Agar mencapai hasil optimal sesuai dengan kebijakan nasional eliminasi filariasis dilaksanakan dengan memutus rantai penularan, yaitu dengan cara POMP filariasis untuk semua penduduk di kabupaten/kota tersebut kecuali anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil, orang yang sedang sakit berat, penderita kronis filariasis yang dalam serangan akut dan balita dengan marasmus/kwasiorkor dapat ditunda pengobatannya.Di Kecamatan Gambir tidak ditemukan penyakit filariasis pada periode Januari-Desember 2012.

1.3.6 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Program P2B2 yang berjalan di puskesmas Kecamatan Gambir adalah pencegahan dan pengendalian penyakit demam berdah dengue (DBD).Kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyakit demam berdarah meliputi : a. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Tujuan : Untuk memantau keberhasilan/kesinambungan Gerakan PSN DBD 30 menit sekali seminggu secara Serentak Di Prop. DKI Jakarta dgn memeriksa ada tidaknya Jentik (Pemantauan Jentik Berkala/PJB) dan dikaitkan dgn kejadian Kasus DBD di RW .Sasaran : Tempat perindukan nyamuk di lokasi RW secara sampling.Perlengkapan : Surat tugas, form pencatatan & pelaporan, senter, gayung dan larvacid. Indikator : Angka Bebas Jentik 95% = Jumlah rumah diperiksa (-) jentik X 100%

Jumlah total rumah diperiksab. PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala) .Pemeriksaan jeniik berkala adalah suatu usaha yang dilakukan dalam rangka mengendalikan perkembangan vektor penularan penyakit demam berdarah yaitu nyamuk Aedes aegypti tertutama pada siklus nyamuk saat berupa jentik nyamuk.Pemeriksaan ini dilakukan oleh dua pihak yaitu kader-kader kesehatan atau yang sering disebut dengan juru pemantau jentik ( JUMANTIK ) yang merupakan warga di RT dalam wilayah Kecamatan Gambir dan oleh non JUMANTIK yaitu petugas kesehatan dari puskesmas Kecamtan Gambir.Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh JUMANTIK adalah :1) Dilaksanakan di RT yang ada JUMANTIK .2) Seluruh bangunan diperiksa ada/tidaknya jentik secara total coverage .3) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat perindukan nyamuk di setiap rumah/bangunan berdasarkan tatanan .4) Mencatat hasil pemeriksaan jentik dan melaporkan ke Kantor Kelurahan. 5) Puskesmas Kelurahan/Kecamatan menganalisa dan melaporkan bulanan ke Sudin Kesmas .

Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh NON JUMANTIK adalah :1) Pelaksana adalah petugas Puskesmas Kelurahan/Kecamatan .2) Menentukan sasaran RW lokasi sekaligus data jumlah rumah/bangunannya masing-masing .3) Menyusun jadwal penyelesaian per 3 bulan . 4) Menentukan random sampling untuk 100 rumah/bangunan sampling di setiap RW sasaran .5) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat perindukan nyamuk di setiap rumah/bangunan sampling .6) Mencatat dan menganalisa hasil pemeriksaan jentik dan per RW .c. Penyelidikan epidemiologi (PE) .Bila terdapat laporan Kasus DBD yang diterima Petugas Puskesmas maka akan ditindaklanjuti dalam waktu 2 x 24 jam.Tindakan yang dilakukan adalah :1) Kunjungan ke penderita . 2) Pemeriksaan jentik 20 rumah atau radius 100 meter dari rumah penderita . 3) Mencari kasus yang serupa dengan penderita yaitu gejala demam tanpa sebab yang jelas .4) Bila tidak di temukan poin 2) dan 3) yang berarti hasil PE (-) , maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan penyuluhan . 5) Bila ditemukan poin 2) dan 3) yang berati hasil PE (+) , maka dilakukan Fogging Fokus dan penyuluhan .d. Fogging Fokus DBD kasus (+) .Fogging fokus dilakukan jika hasil PE (+) , kegiatan yang dilakukan adalah :1) Fogging Fokus dilakukan setelah hasil PE (+) / 2X24 Jam .2) Radius Pengasapan 200 meter .3) Jumlah Pengasapan 2 siklus (2x) dengan interval 7 hari .e. Pencatatan dan Pelaporan Kasus DBD. Kewaspadaan dini penyakit DBD atau upaya pemberantasan DBD dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut :1) Penemuan, pelaporan dan pelacakan kasus penderita DBD yang dilakukan oleh petugas.2) Diagnosa sementara penyakit DBD atau tersangka DBD ditegakkan dengan kriteria yaitu panas tinggi selama 2-7 hari disertai adanya tanda-tanda perdarahan: a. Rumple Leed Test.b. Jumlah trombosit