kegagalan struktur beton dwi sarono

19
KEGAGALAN KONSTRUKSI PADA BETON Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perencanaan Pasca Konstruksi Dosen Pengampu : TaufiK Lilo Adi Sucipto ST,MT. Oleh : Dwi Sarono (K1513028) PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015

Upload: dwi-sarono

Post on 07-Dec-2015

85 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Kegagalan struktur yang diakibatkan oleh kerusakan pada beton

TRANSCRIPT

Page 1: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

KEGAGALAN KONSTRUKSI PADA BETON

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Perencanaan Pasca Konstruksi

Dosen Pengampu : TaufiK Lilo Adi Sucipto ST,MT.

Oleh :

Dwi Sarono (K1513028)

PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

Page 2: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

KEGAGALAN KONSTRUKSI PADA STRUKTUR BETON

A. Pengertian Kegagalan Konstruksi

Menurut UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi, Pasal 1:“Kegagalan bangunan adalah

keadaan bangunan, yang setelah diserah terimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa,

menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan

ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang

sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa;”.

Kegagalan bangunan dan kegagalan konstruksi dapat disebabkan oleh faktor teknis

maupun faktor non teknis. Faktor teknis terjadi karena adanya penyimpangan proses pelaksanaan

yang tidak memenuhi spesifikasi teknis yang disepakati dalam kontrak, sedangkan faktor non

teknis lebih disebabkan karena proses pra kontrak (Bidding) maupun tidak kompetenya Badan

Usaha, tenaga kerja, tidak profesionalnya tata kelola manajerial antara pihak-pihak yang terlibat

dalam proyek konstruksi serta lemahnya pengawasan/supervisi.

Menurut Ir. Mardiana Daoed-perencana struktur senior dari PT. Ingenium Consultants,

konstruksi bangunan gedung yang baik harus memenuhi 3 kriteria : kuat, kaku, dan stabil. Oleh

karenanya, suatu bangunan gedung dikatakan cacat atau mengalami kegagalan konstruksi, bila

unsur-unsur struktur tidak memenuhi salah satu atau keseluruhan kriteria di atas. Kegagalan

bangunan ataupun konstruksi tersebut terjadi di setiap pekerjaan konstruksi. Oleh karena itu

diperlukan perhatian pada kasus ini, dikarenakan bangunan yang dibangun digunakan oleh umat

manusia yang tentunya akan berbahaya bila terjadi kerusakan.

B. Penyebab Kegagalan Konstruksi

Untuk mendapatkan faktor penyebab kegagalan konstruksi tidaklah mudah. Seringkali

sumber dari kegagalan itu sendiri merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Oyfer (2002)

menyatakan “construction defects” di Amerika disebabkan oleh faktor manusia (54%), desain

(17%), perawatan (15%), material (12%), dan hal tak terduga (2%). Vickynason (2003)

menyatakan bahwa 80% dari total projects risk in construction dimungkinkan penyebabnya faktor

manusia. Sementara itu, Carper (1989) menyatakan bahwa penyebab potensial untuk kegagalan

Page 3: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

konstruksi secara umum disebabkan oleh : site selection and site developments errors, programing

deficiencies, construction errors, material deficiencies and operational errors.

Faktor-faktor penyebab kegagalan konstruksi sangat beraneka ragam, baik yang berasal

dari luar (eksternal) maupun yang berasal dari dalam (internal). Adapun beberapa faktor yang

secara garis besar berpengaruh dan menjadi parameter terhadap kegagalan konstruksi, antara lain

akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Kesalahan Dalam Perencanaan

Kesalahan perencanaan merupakan faktor yang sangat penting dan vital dimana sangat

berpengaruh terhadap desain dari perencaan yang akan dilaksanakan dilapangan, jika dalam aspek

perencanaan pihak konsultan salah memperhitungkan atau menganalisis maka konsekuensi dan

dampak yang dapat ditimbulkan ke depan akan sangat signifikan berpengaruh terhadap kegagalan

fisik bangunan. Perencanaan dalam hal ini dapat berupa perencanaan desain fisik/ukuran,

perencanaan anggaran, perencanaan mutu, perencanaan waktu pelaksanaan, perencanaan

kelayakan, perencanaan manfaat/benefit, perencanaan fungsi dan perencanaan yang mendukung

terhadap produk konstruksi yang akan dihasilkan.

2. Kesalahan Dalam Pelaksanaan

Kesalahan pelaksanaan merupakan tindak lanjut dari proses perencanaan kontruksi,

dimana dalam tahap pelaksanaan juga memegang peranan penting terhadap kegagalan kontruksi

yang tentunya lebih berorientasi kepada pihak pelaksana proyek/kontraktor. Dalam tahap

pelaksanaan faktor-faktor tersebut antara lain dapat dari segi metode pelaksanaan yang salah,

kualitas material yang tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak dan perencanaan, penggunaan tenaga

kerja yang tidak ahli/berpengalaman, penggunaan peralatan yang tidak efektif, kurangnya

pengawasan dan manajemen proyek yang buruk. Tentunya jika aspek tersebut dapat lebih

diperhatikan maka tingkat risiko kegagalan konstruksi dari aspek pelaksanaan dapat direduksi.

3. Kesalahan Operasional

Dalam hal ini lebih berorientasi kepada pihak pemilik proyek konstruksi dalam tahap

penggunaan dan operasional dari produk konstruksi tersebut, dimana jika pihak pemilik

melakukan kesalahan dalam hal merubah dari fungsi awalnya maka dapat berpotensi

Page 4: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

menimbulkan terjadinya kegagalan konstruksi, misalnya bangunan yang awalnya diperuntukkan

untuk gedung perkantoran diubah fungsi menjadi gudang atau menambah jumlah tingkat

bangunan yang dari perencanaan awalnya hanya diperuntukkan untuk satu lantai atau

pembangunan gedung yang setelah terealisasi tidak digunakan sama sekali/ganggur, serta

perubahan-perubahan fungsi lainnya yang menyimpang dari fungsi rencana awalnya juga

berpotensi terhadap terjadinya kegagalan bangunan baik bersifat fisik maupun nonfisik.

4. Maintanance (Perawatan)

Perawatan bangunan juga berperan penting terhadap kelangsungan umur dan kualitas

produk konstruksi, tentunya dalam hal ini diperluhkan sistem manajemen perawatan bangunan.

Jika tingkat frekuensi perawatan tidak dilakukan secara rutin dan berkala maka dapat juga

berpotensi terhadap meningkatnya risiko kegagalan bangunan. Inspeksi perawatan bangunan

berfungsi untuk mendeteksi secara dini kerusakan dari fisik bangunan/infrastruktur sehingga

langkah repair/perbaikan dapat dilakukan sejak dini sehingga menghindari tingkat kerusakan

yang lebih buruk serta pembengkakan biaya.

5. Usia/Umur Bangunan

Umur bangunan juga berperan dan berpengaruh terhadap kegagalan konstruksi

bangunan dimana jika umur suatu produk bangunan melampaui dari umur yang direncanakan

maka dapat berpotensi menyebabkan kegagalan bangunan, hal ini diakibatkan karena tingkat

kekuatan bangunan mengalami penurunan selama umurnya serta kelelahan/fatique yang terus-

menerus selama umur bangunan tersebut.

6. Manfaat dan Dampak

Manfaat dalam hal ini lebih ke dampak terhadap produk konstruksi yang telah

dibuat/terealisasi dan dioperasikan. Kegagalan konstruksi juga bukan hanya masalah kegagalan

fisik semata melainkan dapat dilihat dari aspek manfaatnya setelah beroperasi. Kadang banyak

hasil produk konstruksi berupa bangunan yang setelah selesai dibuat sesuai dengan sesifikasi

Page 5: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

perencanaan dan dioperasikan sesuai dengan fungsinya, tetapi dari aspek manfaat justru

memberikan dampak yang buruk terhadap masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Misalnya

pencemaran lingkungan, rusaknya vegetasi disekitarnya, terjadinya kesenjangan sosial dsb.

7. Disaster/Bencana

Faktor ini merupakan faktor diluar dugaan dan kemampuan manusia yang sulit untuk

diprediksi secara tepat, faktor bencana merupakan faktor yang sangat fatal terhadap kegagalan

konstruksi. Bencana dalam hal ini dapat berupa bencana alam maupun akibat faktor

internal/kelalaian manusia seperti bencana gempa/Earth Quake, flood/banjir, Tsunami, tanah

longsor/land slide, Topan, kebakaran, ledakan, Amblas, dsb. Oleh karena itu untuk mengurangi

tingkat risiko akibat faktor ini maka banyak pihak pemilik produk konstruksi mengalihkan

risiko tersebut ke pihak ke-3 seperti asuransi.

C. Macam Kerusakan Pada Beton

1. Keretakan pada beton

a. Teori Retak

Retak dapat secara luas diklasifikasikan sebagai retak struktural maupun

non – struktural. Retak struktural dapat terjadi karena adanya kesalahan desain atau

juga bisa terjadi karena beban yang melebihi kapasitas sehingga dapat

membahayakan bangunan. Retak yang ekstensif/menyebar dari balok beton

bertulang adalah salah satu contoh retak struktural. Retak non – struktural sebagian

besar terjadi karena adanya tegangan yang diinduksi secara internal dalam material

bangunan dan umumnya hal ini tidak langsung mengakibatkan melemahnya

struktur.

b. Lebar Retak

Menurut Ghafur (2009), retak dapat dikenali dengan tiga parameter yaitu

lebarnya, panjangnya dan pola umumnya, lebar retak ini sulit diukur karena

bentuknya yang tidak teratur (irregular shape). Pada fase pengerasan beton terdapat

retak mikro, retak ini sulit dideteksi karena terlalu kecil. Untuk melihat lebar retak

mikro biasanya dipergunakan Crack Microscope yang lebarnya bervariasi antara

Page 6: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

0,125 – 1,0 μm (8 jam pertama setelah pencetakan). Lebar retak minimum yang

dapat dilihat oleh mata sebesar 0,13 mm (0,005 in), dikenal dengan retak mikro.

Retak mikro apabila dibebani akan menjadi retak mayor atau retak yang lebih besar.

Lebar retak maksimum yang diijinkan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Lebar Retak Maksimum yang Diizinkan

Sumber: ACI Committee 224R (2001)

2. Jenis-Jenis Retak

a. Retak Plastis Akibat Penyusutan

Retak ini terjadi dalam waktu 1 sampai 8 jam setelah penempatan campuran

beton, ketika beton dengan sangat cepat mengalami kehilangan air yang disebabkan

beberapa faktor meliputi udara, suhu beton, kelembapan, dan kecepatan angin di

permukaan beton. Ketika air menguap dari permukaan beton yang baru saja

ditempatkan lebih cepat daripada bleed water, permukaan beton akan menyusut.

Beton yang tidak mengalami bleeding akan menyusut karena tahanan yang

diberikan oleh beton dibawah lapisan permukaan yang mengering. Tegangan –

tegangan tarik berkembang di beton yang lemah mengakibatkan terjadinya retak-

retak dangkal dengan berbagai kedalaman yang dapat membentuk retak yang acak,

bentuk polygon (RDSO, 2004

b. Retak Plastis Akibat Penurunan

Setelah pengecoran, penggetaran, dan sampai beton selesai dicor, beton

yang memiliki kecenderungan untuk terus mampat. Selama periode ini, beton

plastis mungkin ditahan oleh tulangan, beton keras yang ditempatkan lebih dahulu,

Page 7: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

atau bekisting. Perletakan setempat ini dapat menyebabkan rongga di bawah

tulangan dan retak di atas tulangan. Ketika berhubungan dengan tulangan, retak

plastis akibat penurunan meningkat seiring dengan meningkatnya diameter

tulangan, meningkatnya nilai slump, dan berkurangnya selimut beton (Dakhil, et

al., 1975).

c. Drying Shrinkage Cracking

Susut akibat pengeringan disebabkan dari kehilangan kadar air dari

campuran semen, yang dapat menyusut hingga 1%. Untungnya, partikel agregat

memberikan tahanan internal yang mereduksi besarnya perubahan volume sekitar

0.06%. Pada sisi lain, beton cenderung mengembang ketika dibasahi (peningkatan

volume bisa sebanding dengan besarnya penyusutan beton). Perubahan volume

akibat perubahan kadar air ini adalah karakteristik dari beton. Kalau susut pada

beton dapat terjadi tanpa batasan, beton tidak akan retak. Akibat kombinasi dari

susut dan batasan (diberikan oleh bagian lain dari struktur, dari tanah dasar, atau

dari kelembapan interior beton itu sendiri) yang menyebabkan berkembangnya

tegangan-tegangan tarik. Ketika batasan tegangan tarik dari material sudah

dilewati, beton akan retak.

d. Concrete Crazing

Crazing adalah pengembangan jaringan retak acak halus atau celah pada

permukaan beton yang disebabkan oleh penyusutan lapisan permukaan. Retak ini

jarang lebih dalam dari 3mm, dan lebih terlihat pada permukaan yang tergenang

secara berlebihan. Umumnya, retak craze berkembang pada usia dini dan terlihat

jelas sehari setelah penempatan atau setidaknya pada akhir hari pertama. Seringkali

mereka tidak mudah terlihat sampai permukaan telah dibasahi dan mulai kering.

Mereka tidak mempengaruhi integritas struktural beton dan jarang mereka

mempengaruhi daya tahan. Namun permukaan craze tak sedap di pandang (RDSO,

2004).

e. Thermal Cracking

Page 8: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

Perbedaan suhu dalam struktur beton dapat disebabkan oleh bagian dari

struktur kehilangan panas hidrasi pada tingkat yang berbeda, kondisi cuaca yang

dingin, panas dari suatu bagian struktur yang berubah. Perbedaan suhu ini

menghasilkan perubahan volume yang berbeda-beda, yang menyebabkan retak.

Perubahan suhu mungkin disebabkan oleh salah satu pusat beton lebih panas dari

bagian luar karena pembebasan panas selama hidrasi semen atau pendinginan yang

lebih cepat yang relatif antara eksterior ke interior. Kedua kasus mengakibatkan

tegangan tarik pada eksterior dan, jika kekuatan tarik terlampaui, retak akan terjadi.

f. Cracking due to Chemical Reaction

Reaksi kimia yang merusak dapat menyebabkan retak pada beton. Reaksi

ini mungkin terjadi karena bahan yang digunakan untuk membuat beton atau

material lain yang bertemu dengan beton setelah beton kering. Beton dapat pecah

seiring dengan waktu akibat reaksi ekspansif yang berkembang secara perlahan

antara agregat yang mengandung silika aktif dan basa yang berasal dari hidrasi

semen, admixture atau sumber eksternal (misalnya air curing, air tanah, dan

alkaline yang ditaruh atau digunakan pada pada permukaan beton yang sudah

kering).

g. Teori Voids dan Honeycomb

Lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton, dikenal dengan

sebutan voids atau honeycomb (Isnaeni, 2009). Voids terbentuk ketika beton gagal

untuk mengisi daerah-daerah dalam bekisting , biasanya voids terjadi karena

adanya beton yang tertahan diakibatkan penempatan beton yang terlalu dalam, atau

di daerah yang jarak tulangannya terlalu dekat. Honeycomb terbentuk ketika mortar

gagal untuk mengisi rongga antara partikel kasar agregat. Penyebab honeycomb

dan voids antara lain slump beton yang terlalu rendah, segregasi, jarak antar

tulangan yang terlalu dekat, pelaksanaan pemadatan yang kurang baik, dan

pelaksanaan penuangan yang tidak tepat. Hampir semua kerusakan kerusakan voids

mengakibatkan kerusakan struktural sedangkan kerusakan honeycomb bisa

Page 9: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

kerusakan struktural cmaupun non struktural tergantung lokasi dan luasnya

honeycomb (Concrete Construction, 2000).

3. Faktor -Faktor Penyebab Keretakan Beton Yang Terjadi Saat Pembuatan Beton

Bertulang

a. Sifat Beton

Untuk melihat bagaimana sifat dari beton bertulang yang dapat

menimbulkan keretakan kita harus melihat proses dari awal pembuatan beton

bertulang tersebut. Pada saat awal pembuatan beton bertulang dengan pencampuran

bahan penyusunnya seperti kerikil, pasir, air, semen, dan baja tulangan. Dalam

proses pengerasannya beton akan mengalami pengurangan volume dari volume

awal. Umumnya hal ini disebabkan air yang terkandung pada campuran beton akan

mengalami penguapan sebagian yang mengurangi volume beton bertulang tersebut.

Sehingga apabila dikondisikan pada saat beton mengalami pengerasan dan

akibat dari volume beton berkurang yang akan menyebabkan penyusutan pada

beton tetapi beton tersebut dibiarkan untuk menyusut tanpa adanya pembebanan

maka beton pun tidak akan mengalami keretakan. Tetapi pada kondisi sebenarnya

dilapangan tidak ada beton yang tidak mengalami pembebanan. Karena tidak ada

balok atau kolom pada bangunan yang berdiri sendiri melainkan akan bersambung

satu sama lain dan hal ini akan membuat beton bertulang bekerja menahan beban-

beban pada bangunan.Sehingga apabila pada kondisi saat beton mengalami

penyusutan volume kemudian terjadi pembebanan, maka retakan pun tidak dapat

dihindari.

b. Suhu

Tidak dapat diabaikan suhu juga dapat menyebabkan keretakan pada beton

bertulang. Maksud suhu disini adalah suhu campuran beton saat mengalami

perkerasan. Karena pada saat campuran beton bertulang mengalami perkerasaan

suhu yang timbul akibat reaksi dari air dengan semen akan terus meningkat.

Page 10: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

Sehingga pada saat suhu campuran beton ini terlalu tinggi, pada saat beton sudah

keras sering timbul retak-retak pada permukaan beton.

c. Proses pembuatan yang kurang baik

Banyak sekali penyebab retak yang terjadi pada beton bertulang disebabkan

oleh proses pembuatan yang kurang baik. Seperti contoh pada saat beton

mengalami perkerasan dimana banyak mengeluarkan air, maka perlu adanya

perawatan pada beton agar pengeluaran air dari campuran beton tidak berlebihan.

Tetapi akibat tidak adanya perawatan, sehingga pada saat beton terbentuk maka

terjadi banyak retakan.

d. Material yang kurang baik.

Banyak sekali terjadi keretakan pada struktur beton bertulang diakibatkan

karena material penyusunnya yang kurang baik. Beberapa hal diantaranya yang

sering ditemukan adalah aggregat halus atau pasir yang kurang bersih, masih

bercampur dengan lumpur sehingga ikatan antara PC dan aggregat menjadi

terlepas. Sehingga ketika beton mengering maka retakan-retakan akan mudah

sekali terjadi.

e. Cara penulangan

Sering sekali saya menemukan struktur beton bertulang dibuat dengan cara

yang kurang tepat. Hal yang paling umum terjadi adalah ketebalan dari tulangan

sampai permukaan beton terlampau besar. Hal ini sebenanrnya kurang tepat karena

fungsi dari baja tulangan tersebut adalah untuk menahan gaya lintang (pada balok

dan plat), deformasi akibat lendutan, serta gaya geser.

Jika tebal selimut beton terlampau besar makan retakan biasa terjadi mulai

dari permukaan struktur beton sampai pada bagian tulangan yang ada didalamnya.

Seharusnya tulangan dibuat agak keluar, dan selimut atau kulit yang membungkus

tulangan dibuat setipis mungkin (1,5 s/d 2 cm). Karena gaya tarik dan gaya tekan

paling besar terjadi pada ujung permukaan beton tersebut.

Page 11: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

4. Faktor- Faktor Penyebab Keretakan Beton Yang Terjadi Setelah Pembuatan Beton

Bertulang

a. Pengaruh lingkungan

Karena beton bertulang pada bangunan mengalami kontak langsung dengan

cuca luar, pengaruh cuaca ini sedikit banyakanya memberi andil dalam keretakan

pada beton sehingga konstruksi bangunan yang berumur cukup lama banyak

mengalami retakan. Salah satu pengaruh lingkungan yang menyebabkan beton

retak adalah akibat dari air hujan. Akibat sekian lama beton pada bangunan tua

menerima air hujan secara langsung, lama – kelamaan air hujan masuk meresap

kedalam pori-pori beton yang kemudian mencapai tulangan pada beton.

Apabila saat air hujan telah mengenai baja tulangan, maka akan terjadi

reaksi antara baja tulangan dengan tulangan yang menyebakan baja tulangan

menjadi berkarat atau korosif. Akibat korosifnya baja tulangan dan ditambah faktor

luas seperti pembebanan mengakibatkan beton akan mengalami retak-retak.

b. Pembebanan

Setelah struktur beton bertulang sudah jadi dan bangunan secara

keseluruhan telah siap untuk digunakan, maka struktur beton bertulang tersebut

akan menerima beban-beban. Beban-beban yang bekerja pada struktur beton

bertulang secara umum terdiri atas bebean sendiri dan beban luar (beban akibat

angin, manusia, beban gempa, dsb).

Apabila struktur beton bertulang tersebut menerima beban sesuai dengan

kapasitas atau kuat dukung beban yang direncanakan, seharusnya struktur beton

tersebut akan baik-baik saja. Tetapi kadangkala beton akan menerima beban diluar

kemampuannya, dan biasanya pembebanan yang melebihi kapasitas yang telah

direncanakan itulah yang menyebabkan keretakan pada struktur beton.

Page 12: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

Pada saat terjadi keretakan, besi tulangan (pada daerah tarik) tersebut mulai

mengambil alih secara penuh beban tarik yang terjadi. Artinya beton (daerah tarik)

sudah tidak memikul beban tarik. Beban tarik dialihkan ke besi tulangan. Secara

struktural kondisi ini memang dirancang seperti itu dan kekuatan struktur masih

dapat dipertanggung jawabkan. Beton yang retak saat beban mulai bertambah sama

sekali tidak berarti ada kegagalan struktur.

Lokasi retakan yang terjadi saat beban mulai membesar adalah pada daerah

tumpuan / ujung balok sisi atas dan tengah bentang di sisi bawah. Pengalaman saya,

retak yang terjadi hanya 1-2 retakan di satu tempat observasi. Dimana tebalnya juga

tidak besar. Bahkan seringkali hanya retak rambut. Keretakan seperti ini mestinya

tidak perlu diperbaiki sama sekali. Ini kondisi yang alamiah terjadi dan memang

perhitungannya sudah memperhitungkan retak itu akan terjadi.

Jika retak beton yang terjadi masih wajar seperti retak halus atau retak

rambut , maka tidak perlu diperbaiki. Tidak perlu juga untuk khawatir, karena

perhitungan struktur beton memang sudah tidak memperhitungkan beton yang

mengalami retak. Namun jika retak yang terjadi cukup parah, perlu dilakukan

penelitian yang lebih rinci yang melingkupi perhitungan struktur sesuai kondisi

lapangan. Apakah cukup ditutup dengan epoxy, memperbesar dimensi struktur

beton bertulangnya atau diberi perkuatan tambahan.

D. Korosi Pada Beton

1. Korosi pada Beton Bertulang

a. Baja Tulangan Di Dalam Beton

Baja tulangan di dalam beton berada dalam lingkungan bersifat basa kuat

30 persen Kalsium Dihidrosida (Ca(OH)2), sebagian berupa larutan jenuh Ca(OH)2

di dalam beton, sebagian mengendap berupa kristal Ca(OH)2 di dalam beton.

Page 13: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

Lingkungan basa kuat ini memberikan perlindungan terhadap baja tulangan di

dalam beton dari serangan korosi karena baja tulangan di dalam lingkungan basa

kuat menjadi pasif.

b. Korosi baja tulangan

Korosi baja tulangan adalah reaksi kimia atau elektro kimia antara baja

tulangan dengan lingkungannya.Secara umum reaksi tersebut dapat dinyatakan

sebagai berikut :

volume bahan asalnya sehingga mengakibatkan keretakan pada beton. Hal ini

merupakan awal dari kerusakan beton yang akhirnya menuju ke kerusakan yang

lebih parah sehingga secara keseluruhan memperpendek usia pakai konstruksi yang

bersangkutan.

Baja tulangan di dalam beton terkorosi apabila keadaan pasif hilang yaitu

pH lingkungan pada bidang kontak baja-beton turun sampai < 9,5. Kondisi dimana

proses korosi baja tulangan di dalam beton dapat berlangsung sebagai berikut :

1) Karbonasi

Karbonasi yaitu peristiwa terbentuknya CaCO3 sebagai akibat reaksi antara

Ca(OH)2 dengan gas atau senyawa terlarut yang bersifat asam.

Proses karbonisasi berlangsung menurut reaksi sebagai berikut :

Page 14: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

Reaksi tersebut masih dapat berlanjut sebagai berikut :

Proses karbonasi ini berlangsung dari permukaan beton ke bagian dalam

beton yang akhirnya mencapai bidang kontak baja beton. Apabila proses karbonasi

telah mencapai bidang kontak baja-beton, pH lingkungan pada bidang kontak baja-

beton turun sampai < 9,5. Hal ini mengakibatkan keadaan pasif baja tulangan hilang

dan baja tulangan akan terkorosi yang akhirnya merusak betonnya.

2) Degradasi oleh Sulfat

Apabila larutan sulfat masuk ke dalam beton, maka akan terjadi reaksi

dengan senyawa hidrasi kalsium aluminate (3CaO.Al2O3.12H2O) yang terdapat di

dalam beton.

Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut :

Page 15: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

Reaksi ini menghasilkan Kalsium Sulpo Aluminate (3CaO.Al2O3

.3CaSO4.31H2O). Volume kristal Kalsium Sulpo Aluminate 3 kali volume kalsium

aluminate (bahan asalnya) sehingga mengakibatkan beton mengalami retak halus.

Hal ini merupakan jalan bagi larutan dari luar dan atau proses karbonasi mencapai

bidang kontak baja beton

Apabila larutan dari luar dan atau proses karbonasi telah mencapai bidang

kontak baja-beton, pH lingkungan pada bidang kontak baja-beton turun sampai

<9,5. Hal ini mengakibatkan keadaan pasif baja tulangan hilang dan baja tulangan

akan terkorosi yang akhirnya merusak beton.

3) Degradasi oleh Klorida

Ion klorida telah terkenal sangat agresif terhadap bahan konstruksi baja.

Klorida melalui reaksi hidrolisa membentuk asam. Asam yang dihasilkan

menetralisir Ca(OH)2 yang terdapat di dalam beton. Apabila proses netralisir

Ca(OH)2 telah mencapai bidang kontak baja-beton, pH lingkungan pada bidang

kontak baja-beton turun sampai < 9,5. Hal ini mengakibatkan keadaan pasif baja

tulangan hilang dan baja tulangan terkorosi yang akhirnya merusak beton.

4) Leaching

Leaching adalah peristiwa turunnya konsentrasi senyawa teralrut di sekitar

daerah kontak baja-beton akibat masuknya larutan ke dalam beton. Penurunan

konsentrasi akhirnya mengakibatkan pH lingkungan pada bidang kontak baja-beton

turun sampai < 9,5. Hal ini mengakibatkan keadaan pasif baja tulangan hilang dan

baja tulangan akan terkorosi yang akhirnya merusak beton.

Prinsip terjadinya lingkaran korosi, dikatakan lingkaran karena korosi akan

berproses terus sampai akhirnya menghancurkan konstruksi yang bersangkut.

Akibat yang ditimbulkan bila terjadi lingkaran korosi pada tulangan beton adalah :

Tercucinya pasta semen yang telah mengeras.

Melarutnya dan tercucinya senyawa-senyawa yang terbentuk akibat

serangan air agresip.

Terbentuknya senyawa-senyawa baru, hasil reaksi kimia yang memiliki

Page 16: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

E. Mengatasi Kerusakan Pada Beton

1. Akibat keretakan

Sebaiknya dilakukan pencegahan terlebih dahulu sebelum terjadi kerusakan

pada beton. Berikut ini adalah pencegahan yang bisa dilakukan setelah

mengetahui penyebab-penyebab kerusakan pada beton:

Pencegahan mengenai pengaturan tinggi jatuh pengecoran dapat

dilakukan dengan membatasi tinggi jatuh pengecoran 3-4 ft.

menggunakan tremie dan pada saat menjatuhkan campuran harus secara

vertikal. Pengecoran harus dilakukan lapis demi lapis dengan tebal tiap

lapis tidak boleh lebih tebal dari panjang batang penggetar dan tidak

boleh lebih dari 500 mm.

Pencegahan untuk kesalahan vibrator adalah dengan memaksimalkan

pemadatan yang dilakukandengan vibrator. Pekerja konstruksi harus

mengikuti prosedur cara penggunaan vibrator yang benar dalam SNI 03-

3976 (1995).

Pencegahan untuk kesalahan pembesian yaitu dengan melakukan

pemeriksaan tulangan yang terpasang sebelum pemasangan bekisting

oleh pelaksana dan pengawas. Desain penulangan dan pemasangan tahu

beton juga harus diperhatikan sesuai dengan peraturan SNI.

Pencegahan untuk penambahan beban adalah dengan diadakan diskusi

terlebih dahulu denganpihak konsultan perencana. Bila tidak

memungkinkan untuk diadakannya penambahan beban maka harus

dilakukan perkuatan struktur sebelum adanya penambahan beban.

Pencegahan untuk kegagalan design memastikan bahwa design struktur

tersebut sudah sesuai dengan apa yang direncanakan oleh konsultan

struktur. Pada saat pelaksanaan pastikan bahwa apa yang dilaksanakan

sudah sesuai dengan gambar rencana, untuk hal ini maka perlu

pengawasan ketat dari pelaksana proyek dan pengawas proyek

konstruksi tesebut agar tidak terjadi kesalahan dalam design sehingga

mengakibatkan kegagalan struktur.

Page 17: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebelum melakukan pelepasan

bekisting pelat harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak

kontraktor dengan melihat hasil uji kuat tekan, dari hasil uji kuat tekan

harus sesuai dengan desain yang direncanakan agar pada saat

pembukaan beksiting struktur sudah bisa menerima beban sendiri dan

beban pekerja.

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk curing beton adalah dengan

mengikuti ketentuan ketentuan yang berlaku di SNI 03-3976 (1995)

tentang lama curing dan cara curing yang benar.

2. Akibat korosi

Salah satu pencegahan korosi adalah mengusahakan beton yang kompak

dan rapat serta homogen. Ini berarti dituntut adanya kesesuaian antara

kekentalan beton (kadar air semen) dan cara pemampatannya. Dengan

parameter slump test beton, GEORGE DREUX membuat tabel hubungan

yang ditabelkan pada Tabel 2.

Menurut penelitian Tredland, beton dengan faktor air semen 0,7 – 0,9

dengan cara pemampatan getaran normal, mengalami kemungkinan korosi

yang paling kecil.

Pada prinsipnya secara global, pengendalian dan pencegahan korosi

pada beton bertulang diskemakan pada Gambar 2 : (terutama untuk jalan

raya karena konstruksinya berhubungan langsung dengan air tanah).

Page 18: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

Salah satu contoh mempertahankan kondisi pasif ialah cara inhibition atau

cara proteksi katodik, yaitu membalikkan arah arus korosi, sehingga

menghalangi proses korosi. Untuk Coatnya biasa digunakan prinsip-prinsip

deret volta dimana proses korosi dicegah dengan cara mempertahankan logam

yang dilindungi sebagai katoda dan logam lain yang terkorosi sebagai Anoda.

Adapun cara-cara yang dapat mencegah korosi :

Pemakaian bahan-bahan yang bermutu baik.

Mempertebal selimut beton

Menggunakan beton kedap air (secara teoritis tidak ada)

Penambahan dimensi struktur

Cara pemampatan beton yang tepat

Perlindungan permukaan (Coatings)

Page 19: Kegagalan Struktur Beton DWi Sarono

DAFTAR PUSTAKA

http://architectaria.com/faktor-faktor-yang-menyebabkan-terjadinya-keretakan-pada-

beton-bertulang.html

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/SMARTEK/article/view/460/397

http://proyeksipil.blogspot.co.id/2013/05/jenis-kerusakan-yang-terjadi-pada.html

http://www.ilmusipil.com/penyebab-kegagalan-proyek-bangunan

http://dasalbantani.blogspot.co.id/2009/04/kegagalan-bangunan-dan-kegagalan.html

https://gouw2007.wordpress.com/2011/11/04/mengungkap-kegagalan-struktur/