kecelakaan kereta api di indonesia dilihat dari sudut pandang safety behavior menggunakan behavior...

24
Kecelakaan kereta api di Indonesia dilihat dari sudut pandang safety behavior menggunakan behavior safety analaysis (bab 9 buku The Phsicology of Safety Hand Book, oleh E. Scott Geller) BAB. I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kereta api adalah salah satu jenis transportasi darat yang cukup di minati masyarakat dengan jumlah penumpang sebanyak 186,469,269 pada tahun 1999. (http://www.kereta-api.com) Tetapi, sejarahnya yang panjang tidak membuat perkereta api-an di Indonesia menjadi semakin lebih baik malah semakin memprihatinkan. Kecelakaan di Plabuan, Jawa Tengah, menggugah kembali rasa prihatin masyarakat akan memburuknya pelayanan PT Kereta Api Indonesia (KAI) akhir-akhir ini. Dengan kondisi yang relatif sama, baik sarana dan prasarana, dibanding sekitar 10 tahun lalu keadaan perkereta apian kita kini sungguh memprihatinkan. (Kompas, Senin, 18 September 2000) Kereta api berubah menjadi monster menakutkan karena kecelakaan beruntun yang membawa korban jiwa seolah tidak bisa dihentikan oleh manajemennya. Bahkan ada kesan, semua kesalahan ditimpakan pada pihak lain, baik itu peralatan atau-paling sering- manusianya. Teori memang menyebutkan, dari setiap kecelakaan, 80 persen penyebabnya adalah faktor manusia, sementara peran cuaca,

Upload: maiz-chacha

Post on 28-Jul-2015

306 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

Kecelakaan kereta api di Indonesia dilihat dari sudut pandang safety behavior menggunakan behavior safety analaysis (bab 9 buku The Phsicology of Safety Hand Book, oleh E. Scott Geller)

BAB. I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Kereta api adalah salah satu jenis transportasi darat yang cukup di minati masyarakat dengan jumlah penumpang sebanyak 186,469,269 pada tahun 1999. (http://www.kereta-api.com)

Tetapi, sejarahnya yang panjang tidak membuat perkereta api-an di Indonesia menjadi semakin lebih baik malah semakin memprihatinkan. Kecelakaan di Plabuan, Jawa Tengah, menggugah kembali rasa prihatin masyarakat akan memburuknya pelayanan PT Kereta Api Indonesia (KAI) akhir-akhir ini. Dengan kondisi yang relatif sama, baik sarana dan prasarana, dibanding sekitar 10 tahun lalu keadaan perkereta apian kita kini sungguh memprihatinkan. (Kompas, Senin, 18 September 2000)

Kereta api berubah menjadi monster menakutkan karena kecelakaan beruntun yang membawa korban jiwa seolah tidak bisa dihentikan oleh manajemennya. Bahkan ada kesan, semua kesalahan ditimpakan pada pihak lain, baik itu peralatan atau-paling sering-manusianya. Teori memang menyebutkan, dari setiap kecelakaan, 80 persen penyebabnya adalah faktor manusia, sementara peran cuaca, perangkat teknik dan sebagainya tidak terlalu besar. (Kompas, Senin, 18 September 2000)

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Iskandar Abubakar mengatakan bahwa kecelakaan kereta api terus meningkat. Tahun 2000 terjadi 126 kecelakaan, tahun 2001 terjadi 132 kecelakaan, tahun 2002 terjadi 217 kecelakaan atau naik 64 persen. (http://www.kompas.com)

Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA didesa Kemijen Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada Hari Sabtu, 10 Agustus 1867.

Page 2: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA didaerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km.

Selain di Jawa, pembangunan jalan KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawasi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar - Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang - Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.

Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA disana.

Jenis jalan rel KA di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm dibeberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI). (http://www.kereta-api.com)

b. Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah kecelakaan kereta api di Indonesia dilihat dari sudut pandang safety behavior

c. Tujuan Penelitian

Page 3: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

Mengetahui gambaran kecelakaan kereta api di Indonesia dilihat dari sudut pandang safety behavior menggunakan behavior safety analaysis (bab 9 buku The Phssicology of Safety Hand Book, oleh E. Scott Geller)

Mencari solusi pemecahan masalah kecelakaan kereta api dengan menggunakan pendekatan safety culture

d. Manfaat Penelitian

Mendapatkan gambaran mengenai kecelakaan kereta api dilihat dari sudut pandang safety behavior

Memberikan informasi mengenai safety culture di PT. KAI

e. Ruang Lingkup

Penelitian mengenai "kecelakaan kereta api ditinjau dari sudut pandang safety behavior" ini dilakukan karena semakin banyaknya kecelakaan-kecelakaan kereta api yang lebih banyak menyalahkan manusia (dengan menggunakan istilah "human error) sehingga diharapkan menjadi semakin jelas gambaran kecelakaan kereta api di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dan internet dengan melihat data-data kecelakaan terbaru (tahun 2004)

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu masalah yang hampir setiap hari terjadi di tempat kerja adalah kecelakaan yang menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan, seperti kerusakan peralatan kerja, cedera tubuh, kecacatan bahkan kematian. Apabila kematian menyangkut banyak nyawa, maka yang terjadi adalah bencana.

Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya.

Bencana di industri (idustrial disasters) dikategorikan sebagai bencana karena ulah manusia. Sesuai dengan jumlah korban yang terjadi misalnya sekitar 20 korban disebut "bencana industri berskala kecil", 20 sampai 50 korban disebut "bencana industri skala menengah" dan bila menyangkut 50 100 orang atau lebih termasuk "skala berat".

Selanjutnya yang menjadi pokok pembicaraan kita adalah masalah kecelakaan Industri. Kecelakaan adalah kejadian yang timbul tiba-tiba, tidak diduga dan tidak diharapkan. Kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga, tidak dikehendaki dan dapat

Page 4: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

menyebabkankerugian baik jiwa maupun harta benda (Rachman, 1990). Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kerja pada perusahaan, artinya bahwa kecelakaan kerja terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.

Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di lingkungan industri dan kecelakaan ini belum tentu kecelakaan akibat kerja, karena untuk sampai ke diagnose Kecelakaan Akibat Kerja harus melalui prosedur investigasi. Didalam terjadinya kecelakaan industri (studi kasus 3) tidak ada unsure kesengajaan apalagi direncanakan, sehingga bila ada unsure sabotase atau tindakan kriminal merupakan hal yang diluar makna dari kecelakaan industri.

a. Penyebab kecelakaan Industri

Setiap kecelakaan ada sebabnya, termasuk kecelakaan di industri, oleh karena itu kecelakaan dapat dicegah. Secara umum terdapat 2 hal pokok, yaitu: perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions).

Dari penelitian-penelitian yang telah sering dilakukan ternyata factor manusia memegang peran penting dalam hal timbulnya kecelakaan. Penelitian menyatakan bahwa 80% - 85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan factor manusia.

Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya. Semuanya ini termasuk hal-hal yang dapat/berpotensi membahayakan para pekerja lazim disebut sebagai potensial (potential hazard).

Bahaya potensial di tempat kerja/di industri dapat berupa : bahaya-bahaya fisik, kimia, biologi, masalah ergonomi, dan masalah psikososial.

b. Akibat kecelakaan Industri

Sebagai akibat dari kecelakaan industri terjadi 5 jenis kerugian: kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan kecacatan, serta kematian.

c. Klasifikasi Kecelakaan Industri (Suma’mur, 1989)

Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :

Terjatuh, terdiri dari 2 jenis yaitu jatuh dari ketinggian, jatuh tanpa beda ketinggian, misalnya terpeleset dan tergelincir; tertimpa benda jatuh; tertumbuk; kontak/terkena benda berbahaya, misalnya zat kimia berbahaya, dengan benda panas; terperangkap di ruang tertutup; terjepit dan lain-lain.

Klasifikasi menurut penyebabnya :

Page 5: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

Mesin, alat angkut dan alat angkat, instalasi- bejana tekan (boiler),- diagram kebakaran - peralatan lainnya: alat kerja dan perlengkapanya.- instalasi listrik - pendingin, bahan kimia/radiasi, lingkungan kerja,

Klasifikasi menurut sifat, luka dan kelainan :

Patah tulang, dislokasi, memar, dll.

Klasifikasi menurut letak kelainan di tubuh :

Kepala, leher, badan, anggota badan

F. Penanganan Kecelakaan Industri

Dokter perusahaan harus dapat memperhatikan berbagai faktor penting dalam merencanakan penanganan kecelakaan di industri. Dia harus dapat menentukan kemungkinan kecelakaan yang biasa terjadi pada suatu industri jenis dan jumlah tenaga yang dibutuhkan, berbagai peralatan dan bahan yang siap pakai termasuk kendaraan untuk penanganan kecelakaan yang mungkin terjadi. Pelaksanaannya akan menyangkut lintas program, lintas sektor terkait dan juga tim kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan (panitia pembina K3), serta perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Perencanaan ini harus jelas, singkat tetapi lengkap serta meliputi seluruh kegiatan yang diperlukan pada saat pelaksanaan. Tugas dan peran personil yang terlibat harus jelas, termasuk sosialisasi rutin kepada pihak industri. Umumnya perencanaan dibagi menjadi tiga phase: sebelum kejadian, saat kejadian dan setelah kejadian :

A. Kegiatan sebelum kecelakaan industri

Pada tahap ini perlu adanya penegasan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat serta penentuan jalur komunikasi-informasi harus ditentukan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku (misalnya keharusan melapor kepada Dinas kesehatan dll). Kegiatan penting lainnya adalah menyediakan dan menyiapkan perbekalan dan peralatan di tempat strategis meliputi antara lain :

1. Peralatan pelindung bagi petugas penyelamat Termasuk disini helm keselamatan, sepatu keselamatan, pakaian pelindung bahan berbahaya, dan lainnya seperti sumbat telinga, sarung tangan dan alat keselamatan berupa pengikat dan panahan tubuh (safety harnesses).

2. Peralatan medik Peralatan darurat medis diletakan di kotak berlabel yang konstruksinya kuat dan mudah dibawa. Berisi alat pembidai, penahan tulang belakang, perban dan penutup luka serta peralatan lainseperti pipa bantupembuka jalan nafas, resusitator dan ventilator, peralatan infus dll. Alat pengikat dan selimut sebaiknya tersedia.

3. Lokasi pengobatan Perlu ditentukan tempat yang pantas sebagai tempat untuk melakukan tindakan pertolongan medis, dapat berupa tempat yang kosong, atau klinik medis yang ada, atau ditempat yang mudah dijangkau mobil ambulans. Tempat

Page 6: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

pertolongan medis ini sebaiknya cukup luas untuk pemeriksaan awal saat memilih kasus prioritas serta memudahkan tindakan pertolongan korban-korban dari kasus berat, sedang dan ringan.

4. Alat komunikasi Komunikasi yang efektif adalah aspek penting saat kejadian kecela-kaan/bencana. Jaringan komunikasi memakai frekuensi yang sama sangat penting, untuk koordinasi antara tim medis dan petugas penyelamat lainnya (atau Tim penyelamat dari perusahaan). Handy-talkie sangat berguna bagi personil medis untuk berkomunikasi diantara mereka. Telepon selular dan jalur telephon khusus dapat dipergunakan untuk komunikasi tim medis di lapangan dan Rumah Sakit.

5. Pelatihan petugas kecelakaan Industri Semua pekerja di perusahaan sebaiknya diperkemalkan dengan pertolongan pertama pada kecelakaan dan resusitasi jantung-paru. Staf medik seharusnya dilatih dalam Basic Training Life Support (BTLS). Idealnya semua dokter harus dilatih Advanced Trauma Life Support (ATLS).

6. Latuhan Simulasi Kecelakaan Latihan dan praktek penanganan kecelakaan industri seperti keadaan yang sesungguhnya harus benar-benar dilakukan. Mempelajari bencana ataupun kecelakaan yang telah lalu pada beberapa industri, tidaklah cukup karena walaupun perencanaan telah ada, mereka tidak dihadapkan pada keadaan yang sesungguhnya, hal ini menyebabkan lemahnya organisasi bahkan kacau balau ketika kecelakaan benar-benar terjadi. Seringkali pimpinan puncak tidak menguasai perencanaannya atau perannya dalam situasi kekacauan tersebut. Pelatihan seperti keadaan yang sesungguhnya harus diadakan pada interval tertentu secara rutin, mempersiapkan kerjasama dengan petugas penyelamat lainnya (atau tim dari perusahaan sendiri). Hal ini sangat penting untuk mengetahui lebih awal kekurangan pada perencanaan respon medik atau pengetahuan dan ketrampilan petugas sehingga dapat diperbaiki dan ditingkatkan lagi.

B. Kegiatan sewaktu terjadi kecelakaan

Walaupun ada variasi di lingkungan kerja industri, tetapi perencanaan penanganan kecelakaan medis termasuk penyelamatan, pemeriksaan awal untuk menentukan prioritas, stabilisasi dan evakuasi korban dari lokasi kejadian dapat diterapkan pada semua situasi kecelakaan. Kegiatan saat terjadi kecelakaan meliputi antara lain :

(1) Penyelamatan awal Saat kegiatan mulai, informasi tentang macam kecelakaan dan jumlah korban harus segera diketahui. Tim medis di lapangan harus melaporkan pada pimpinan penanggulangan kecelakaan. Hartus berhati-hati ketika memasuki daerah berbahaya (hazaedous area) meskipun sudah dibersihkan. Evakuasi korban yang sulit dari lokasi rawan merupakan tanggung jawab petugas khusus yang berpengalaman atau terlatih misalnya dari kepolisian, Tim SAR dll. Dengan dukungan secara simultan dari petugas medis darurat dalam upaya penyelamatan. Kecepatan bertindak sangat penting, tetapi harus tetap berhati-hati agar tidak terjadi kecelakaan tambahan sewaktu melakukan penyelamatan, misalnya saat mengeluarkan korban dari mesin, reruntuhan gedung dan

Page 7: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

lain-lain. Personel medis harus selalu membuat penilaian cepat untuk mempertimbangkan sumber bantuan dan meminta hal-hal yang diperlukan untuk upaya penyelamatan ini.

(2) Mengaktifkan bantuan sumber medis Tiap negara biasanya mempunyai aturan yang berneda, di Indonesia misalnya pihak Kepolisian, ABRI, PMI, Tim SAR, Ambulan 118, Ambulan 119, Brigade Siaga Bencana, Bakortanas (Satgas,Satlak), Rumah Sakit, Pramuka dll.

(3) Pemeriksaan awal untuk menentukan prioritas (Triage) Triage ditujukan untuk "cenderung melakukan yang baik untuk jumlah besar", Korban-korban dipilih agar segera bisa ditolong sesuai dengan kebutuhannya. Prioritas harus diberikan kepada korban yang terancam kehidupannya dan yang mempunyai kemungkinan besar untuk bertahan bila segera ditolong.

Misalnya digunakan 4 kategori (Singapore) :

Prioritas I : Korban cedera serius/berat (label merah) dengan problem kehidupan terancam memerlukan perhatian segera. Jangan dipindahkan.

Prioritas II : Korban cedera sedang (label kuning) membutuhkan pertolongan cukup segera. Jangan dipindahkan.

Prioritas III : Korban ringan (label hijau). Cedera ringan saja. Bisa dipindahkan.

Prioritas IV : Korban meninggal (label hitam).

(4) Penanganan Korban Pada saat kecelakaan/bencana perlu tindakan segera, padahal biasanya situasinya sangat rawan untuk terjadinya stress. Oleh karena itu diperlukan protocol yang mudah diingat dan dilakukan, seperti "ABC" yang disarankan oleh American College of Surgeon dan Amerika College of Emergency Physicians, prioritas yang dimaksud adalah : a. Airway / jalan nafas dan pemeriksaan tulang leher b. Breathing / pernafasan c. Circulation / sirkulasi darah d. Disability assessment / penilaian kecacatan dan status nerologik. e. Exposure / pajanan (lepaskan baju dan cegah kedinginan)

(5) Evakuasi Korban Dua pertimbangan mendasar yang harus dijaga sewaktu evakuasi, ialah Keselamatan pasien dan kecepatan transportasi.

C. Kegiatan Setelah Kecelakaan

Baik pasien maupun petugas penyelamat, sering secara psikologis tertekan stressor kecelakaan tersebut. Hal ini akan membaik setelah beberapa hari, beberapa minggu atau bulan. Perawatan lanjutan termasuk konsultasi dan acara wawancara setelah tugas selesai. Dukungan dari anggota keluarga, teman dan pekerja social yang dapat membesarkan hati sangat diperlukan. Pada

Page 8: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

pengusutan dan penyelidikan saat setelah kecelakaan, Dokter bersama petugas keselamatan lainnya membantu mengindentifikasi penyebab kecelakaan tersebut, dari factor manusia atau masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Kelemahan pada kesehatan dan keselamatan kerja serta kurangnya kesiapsiagaan, keduanya memudahkan terjadinya kecelakaan industri bahkan mungkin berkembang menjadi bencana industri.

Setiap kecelakaan industri menunjukan gambaran yang sangat bervariasi, tidak ada satu perencanaan bahkan perencanaan multiple, yang dapat menjawab seluruh situasi yang terjadi. Agar dokter perusahaan siap dan mampu melakukan hal yang terbaik saat menghadapi kecelakaan industri perlu mempersiapkan latihan kepemimpinan dan harus bisa menjawab hal yang tak terduga dan tidak diharapkan melalui pemikiran yang jernih dan pandangan yang luas, mengenali lingkungan kerja di industri dengan lebih baik. (http://www.depkes.go.id)

BAB. III

STUDI KASUS

Kompas, Senin, 18 September 2000Kecelakaan KA Akibat Lalaikan Prosedur

Dalam dunia perkeretaapian, kecelakaan yang dianggap paling konyol adalah tabrakan antara dua lokomotif berhadapan (head to head). Asumsinya, masing-masing masinis berada di posisi paling depan dan paling tahu keadaan serta bisa segera bertindak jika ada hal-hal yang membahayakan, misalnya, ada kereta lain di depan.

Kecelakaan jenis lain, misalnya, terguling akibat rel bergeser, atau bahkan menabrak KA dari belakang, dianggap masih lebih rendah derajatnya daripada head to head. Memang bisa saja terjadi head to head akibat kesalahan arah karena "salah wesel", artinya perangkat wesel memindahkan arah ke rel yang ada keretanya. Tetapi, itu jarang terjadi, sebab umumnya kereta api mengurangi kecepatannya kalau masuk stasiun, terutama kalau ada tanda masuk rel belok.

Kecelakaan di Plabuan, Jawa Tengah, menggugah kembali rasa prihatin masyarakat akan memburuknya pelayanan PT Kereta Api Indonesia (KAI) akhir-akhir ini. Dengan kondisi yang relatif sama, baik sarana dan prasarana, dibanding sekitar 10 tahun lalu keadaan perkereta apian kita kini sungguh memprihatinkan.

Kereta api berubah menjadi monster menakutkan karena kecelakaan beruntun yang membawa korban jiwa seolah tidak bisa dihentikan oleh manajemennya. Bahkan ada kesan, semua kesalahan ditimpakan pada pihak lain, baik itu peralatan atau-paling sering-manusianya. Teori memang menyebutkan, dari setiap kecelakaan, 80 persen penyebabnya adalah faktor manusia, sementara peran cuaca, perangkat teknik dan sebagainya tidak terlalu besar.

Dari penelusuran awal, boleh dikatakan kecelakaan di Plabuan itu akibat kesalahan masinis KA 162 Tawangjaya, kereta api kelas ekonomi Pasarsenen (Jakarta)-Poncol (Semarang). Ia, tanpa seizin PPKA (pemimpin perjalanan KA) Stasiun Plabuan, menjalankan keretanya dan melanggar rambu lampu merah sinyal keluar stasiun Plabuan. Padahal di arah lawan sedang berhenti KA

Page 9: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

179 Parcel Surabaya-Pasarsenen di depan sinyal masuk. Akibatnya terjadi tubrukan di tikungan sekitar dua kilometer sebelah timur Stasiun Plabuan, atau sekitar 53 kilometer dari Semarang.

Masinis KA Tawangjaya, Abdulkamid, belum bisa ditanyai karena masih dirawat di rumah sakit akibat luka serius di kepalanya. Tetapi saksi-saksi, terutama setting sinyal keluar yang mengisyaratkan tidak aman untuk KA Tawangjaya dan keterangan Kepala Stasiun Plabuan, Ahmad Jahid, menjuruskan tuduhan bahwa masinis menjalankan KA tanpa izin. Tindakan masinis menjalankan KA Tawangjaya ini semula dikira cuma mem-prepal-kan (mengingsutkan KA sampai batas berhenti di ujung peron), bukan langsung menuju stasiun berikut, Krengseng.

KA Tawangjaya berhenti di Stasiun Plabuan secara BLB (berhenti luar biasa) hanya untuk menurunkan pegawai KA yang harus bertugas di sekitar stasiun yang sangat terpencil itu, lalu meneruskan perjalanan lagi. Masinis sudah diberi tahu akan adanya persilangan dengan KA Parcel di Plabuan oleh PPKA Stasiun Kuripan, ketika singgah pukul 06.07. Jadi menurut prosedur yang sudah dijalankan sejak Kuripan, Tawangjaya memang seharusnya berhenti di Plabuan.

PPKA Plabuan bukannya diam saja ketika melihat Tawangjaya menerobos sinyal. Ia melakukan kontak radio, tetapi ternyata radio lokomotif Tawangjaya tidak menyahut, mungkin rusak atau dimatikan.

***

OPERASIONAL KA, di mana pun, harus melalui rentetan prosedur keselamatan standar yang tumpang-tindih, saling mem-back up, sehingga kalau satu gagal, prosedur berikut masih bisa difungsikan. Saat ini disiplin mematuhi prosedur di PT KAI sudah menurun drastis, banyak prosedur yang dipotong dengan alasan terlalu bertele-tele, tidak praktis dan tidak efisien.

Tingkat toleransi terhadap pelanggaran tata prosedur terjadi di semua level di perusahaan itu, tidak cuma di kalangan staf kantoran, tetapi lebih menonjol di lapangan. Karenanya tidak heran jika kemudian penyederhanaan ini malah berakibat kecelakaan.

Seorang PPKA harus menggunakan eblek hijau untuk memberi tanda KA boleh meneruskan perjalanannya, tetapi tidak sedikit PPKA yang hanya melambaikan topi merahnya untuk memberi isyarat aman. Atau sekip, tanda berwarna merah yang dipasang di kereta paling belakang, kini tidak berbentuk oval lagi, tetapi sudah beragam, tergantung siapa yang bikin, padahal itu diatur jelas dalam reglement KA.

Atau ada petugas pintu perlintasan KA dengan jalan raya yang dilayani oleh seorang anak kecil, sementara petugas aslinya entah ke mana. Ketika seorang pimpinan PT KAI dilapori hal itu, enteng saja ia menjawab, "Mungkin si petugas sedang ke belakang, dan nyatanya juga ndak apa-apa, tuh".

Kasus di Cangkring, atau Serpong, atau Plabuan, mencerminkan buruknya pengelolaan sumber daya manusia PT KAI oleh manajemennya. Prosedur keselamatan oleh pimpinan yang selalu keliling dan bertemu karyawan, diucapkan dalam bahasa "tinggi", bahasa yang kurang dipahami

Page 10: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

karyawan kelas bawah seperti masinis atau juru api. Apalagi kata kunci "keselamatan" tidak disertai dengan petunjuk pelaksanaan berupa penekanan ketaatan pada prosedur.

Masinis memang selalu jadi kambing hitam paling empuk. Sudah kena CO (commissie van onderzoek - pemeriksaan internal), juga bisa kena pidana kalau menyangkut nyawa manusia. Dan secara kasat mata, mereka memang salah, menjalankan KA tanpa taat prosedur.

Misalnya, kecelakaan di Ciganea, Cangkring, atau Kosambi dinihari 18 April 2000, masinisnya mengaku tertidur karena habis minum obat antiflu. Beberapa kasus memang memberi alasan demikian, apalagi peristiwanya sering terjadi pada dinihari atau pagi hari, saat orang normal tidak bisa menahan kantuk.

Dalam peristiwa Plabuan, masinis Abdulkamid naik di Cirebon menggantikan masinis KA Tawangjaya dari Jakarta, sekitar pukul 01.00. Tetapi catatan di Griyakarya, penginapan untuk masinis di Cirebon, tak ada nama Abdulkamid, sehingga ia diperkirakan baru saja turun dari KA yang datang dari Semarang, langsung memegang akselerator di KA Tawangjaya ke Semarang.

Menurut perkiraan pejabat PT KAI di Cirebon, Abdulkamid ke Cirebon dalam status LD (luar dinas), menumpang kereta api kelas ekonomi dari Semarang. LD ini tidak diperhitungkan sebagai jam dinas, meskipun nyatanya juga menurunkan stamina, karena perjalanan antara dua kota itu dengan KA kelas ekonomi rata-rata enam jam. Bisa diperkirakan, Abdulkamid mulai kerja dengan kondisi tidak segar karena kecapaian setelah menempuh perjalanan dari Semarang.

Perkembangan selanjutnya, bisa saja Abdulkamid beranggapan bahwa karena BLB di Plabuan, ia tidak perlu mendapat semboyan aman dari PPKA Plabuan, sementara lampu merah pada sinyal bisa jadi rusak seperti biasanya. Apalagi di Kuripan ia hanya diberi tahu lisan, tidak mendapat surat PTP (pemberitahuan pemindahan tempat persilangan) yang biasanya diberikan petugas stasiun kepada masinis jika terjadi perubahan tempat persilangan.

***

PERPENDEKAN atau penyederhanaan prosedur yang dilakukan baik oleh masinis atau petugas depo lokomotif, sangat potensial untuk menyebabkan kecelakaan fatal. Di dalam lokomotif ada perangkat keamanan yang namanya deadman pedal. Pedal ini harus diinjak dan dilepas tiap beberapa menit, karena kalau terlambat melepas atau menginjak, alarm akan berbunyi dan kalau dibiarkan saja, rem akan otomatis bekerja, kereta berhenti tiba-tiba.

Pedal ini dibuat sebenarnya sebagai no go item dalam dunia penerbangan, tak boleh diberangkatkan kalau item ini tidak ada atau tidak bekerja baik. dengan dead man pedal, rem KA diprogram bekerja begitu sistem memperkirakan masinis tertidur akibat tidak mampu lagi "memainkan" pedal.

Banyak lokomotif dioperasikan dengan pedal tidak bekerja lagi, entah karena rusak atau sengaja dirusak, sebab dirasa merepotkan awak lokomotif. Akibatnya, kalau masinis tertidur, sistem pengaman yang rusak ini tidak bisa lagi menghentikan kereta api. Beberapa kasus tabrakan

Page 11: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

mengindikasikan masinis tertidur dan KA jalan sendiri, sementara penumpang tidak sadar akan bencana di depan.

Masinis seperti Abdulkamid yang kena dinas kelas ekonomi tidak jarang frustrasi, sebab kereta yang ditariknya lebih banyak singgah di stasiun-stasiun sepanjang perjalanan akibat harus memberi laluan kepada kereta api yang kelasnya lebih tinggi.

Sepanjang perjalanan Cirebon-Plabuan saja, tak ada stasiun atau halte yang tidak disinggahi dan masuk ke rel belok, karena ada KA lain yang harus diberi jalan baik dari arah depan maupun yang menyusul. Untuk jarak antara Cirebon-Semarang, KA kelas Argo menempuhnya hanya dalam waktu kurang dari tiga jam, sementara Tawangjaya ketika itu saja sudah berjalan sekitar lima jam, masih lebih satu jam lagi untuk sampai ke Stasiun Poncol di Semarang.

Jam kerja masinis seharusnya dibedakan dengan karyawan staf yang bisa bekerja terus selama delapan jam dikurangi jam istirahat. Melihat tanggung jawabnya yang besar, di beberapa negara maju masinis tidak boleh bekerja terus-menerus selama lebih dari empat jam. Pertimbangannya, daya tahan dan reaksi refleks, serta daya nalar mereka yang bekerja penuh konsentrasi akan menurun drastis selewat empat jam tadi, sehingga harus istirahat.

Masinis memang selalu disalahkan, tetapi perhatian untuk mereka juga sangat minim, meski tanggung jawabnya besar. Seperti Abdulkamid tadi, sesuai golongannya, ia tidak berhak naik kereta eksekutif saat LD atau menuju ke lokasi dinas. Paling tinggi ia bisa naik kelas bisnis dengan KAD (kartu angkutan dinas).

Bahkan masinis KA Argo Bromo Anggrek yang mewah dan selalu stres sewaktu menarik KA itu, kalau kembali ke tempatnya (base) tidak boleh naik kereta yang tadi ia tarik. Ia harus menunggu kereta berikut yang kelasnya jauh lebih rendah, tidak Argo Bromo, tidak Sembrani atau Bima, paling Jayabaya.

Gaji yang relatif kecil, sekitar Rp 500.000-Rp 700.000 membuat masinis berpenampilan dekil. Bukan cuma itu, umumnya mereka tinggal jauh dari stasiun yang terletak di luar kota sehingga perlu waktu dan biaya untuk menuju ke lokasi pekerjaan . Dan tidak sedikit yang punya kerja sampingan, misalnya, jadi tukang ojek atau jualan di teras rumahnya, untuk menutupi biaya hidupnya.

Akan tetapi, ngobyek di luar jam dinas masih bisa diterima aturan, meski dengan syarat tidak mempengaruhi kesiapan fisiknya dalam bertugas, tidak mengawali tugas dengan badan sudah capai. Banyak awak KA yang lebih suka ngobyek di tempat tugasnya, misalnya, masinis membiarkan orang naik lokomotif dengan membayar sejumlah kecil uang.

Kesejahteraan masinis, atau awak kereta api lain yang justru jadi ujung tombak perusahaan memang memprihatinkan. Tingkat hidup mereka sangat jauh berbeda dengan pimpinannya, bahkan dengan kepala-kepala seksi di daerah operasi, meski secara slip gaji, selisihnya tidak terlalu besar amat.

Page 12: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

Kalau sudah demikian perlakuan pimpinan PT KAI kepada masinisnya, mestinya masyarakat juga bisa mempertanyakan, seperti canda versi Gus Dur (Abdurrahman Wahid-Red). "Bayarnya murah kok mau selamat...." (Moch S Hendrowijono)

BAB. IV

PEMBAHASAN

Tujuan dari bab 9 buku The Phssicology of Safety Hand Book, oleh E. Scott Geller adalah untuk menentukan tindakan koreksi yang paling cost effective. Hal ini jelas bukan pencarian kesalahan atau penuduhan korban. Jadi, kita tidak bicara mengenai investigasi kecelakaan, ini adalah analisis insiden dengan fokus pada faktor perilaku.

Tahapan-tahapan analisis insiden:

1. Apakah ada ketidak sesuaian kinerja (performance discripency)? Ketidak cocokan kinerja bisa berupa "dosa menuruti peraturan" atau "dosa melalaikan peraturan" seseorang pekerja bisa gagal untuk menerapkan perilaku aman tertentu karena mengambil jalan pintas atau seseorang melakukan perilaku aman tertentu yang bisa menyebabkan seseorang terluka.

Di dalam kasus kecelakaan kereta api yang diceritakan diatas, perilaku yang terjadi adalah melalaikan prosedur tertentu. Operasional KA, di mana pun, harus melalui rentetan prosedur keselamatan standar yang tumpang-tindih, saling mem-back up, sehingga kalau satu gagal, prosedur berikut masih bisa difungsikan. Saat ini disiplin mematuhi prosedur di PT KAI sudah menurun drastis, banyak prosedur yang dipotong dengan alasan terlalu bertele-tele, tidak praktis dan tidak efisien.

Tingkat toleransi terhadap pelanggaran tata prosedur terjadi di semua level di perusahaan itu, tidak cuma di kalangan staf kantoran, tetapi lebih menonjol di lapangan. Karenanya tidak heran jika kemudian penyederhanaan ini malah berakibat kecelakaan.

2. Apakah pekerjaan bisa disederhanakan? Sebelum mendesain atau mengintevensi suatu ketidak sesuaian kinerja, pastikan dahulu semua pembetulan enginering telah dilakukan.

Kereta api Indonesia kebanyakan berasal dari kereta hibah Jepang yang sudah lama, sehingga dimungkinkan terjadi banyak kerusakan seperti yang terjadi pada perangkat keamanan yang namanya deadman pedal, dan bukan hanya itu saja bisa jadi setting pengemudi atau masinisnya tidak sesuai dengan postur rata-rata orang Indonesia sehingga menyulitkan pengoperasian.

3. Apakah pengharapannya jelas?

Harapan manager puncak PT. KAI yang menginginkan keselamatan harus bisa dipahami oleh lapis bawah yang lebih bersifat operasional.

Hal yang dikatakan oleh Direktur Teknik PT KA, Sjahrizal Siregar pada pembukaan pelatihan Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL) forum tingkat manajemen,

Page 13: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

"Berbicara masalah keselamatan, biasanya kita cerita tentang teori dan prosedur. Sekarang mari kita rubah pandangan dan sikap terhadap keselamatan itu, keselamatan bukan lagi mengatasi kecelakaan, tetapi peduli keselamatan dan lingkungan. Peduli keselamatan mengandung arti jangan sampai pekerjaan kita membuat bencana terhadap diri kita, orang lain dan lingkungan" harusnya bisa di sampaikan atau di tanamkan juga pada bawahan-bawahannya. Sehingga akhirnya para pekerja menyadari kemauan pihak atasan dan akan berusaha mengikutinya.

4. Apakah umpan balik berdasarkan perilaku tersedia?

Umpan balik bisa berupa hadiah ataupun hukuman. Hal yang bisa merendahkan orang berperilaku aman adalah bahwa perilaku amannya terkadang "dihukum" dengan pekerjaan lebih, atau bisa jadi perilaku berisiko yang ia lakukan di labeli dengan pekerjaan yang efisien dan produktif.

5. Apakah saja akibat alami yang ada?

Apakah hadiah diberikan pada orang yang berperilaku aman dan apakah hukuman diberikan pada orang yang berperilaku tidak aman? Lalu, apakah hadiah dan hukuman yang diberikan itu dilaksanakan secara konsisten?

6. Apakah ada ketidak sesuaian kemampuan? Bagaimana jika memang orang tersebut tidak tahu bagaimana berperilaku aman (unconsciously incompetence)? Maka sebuah pelatihan diperlukan.

Pelatihan kamampuan kerja dan pelatihan berkala kejadian darurat, 2 jenis pelatihan ini diperlukan bagi para masinis agar dapat mengetahui prosedur kerjanya dengan baik dan mengetahui cara-cara menghadapi tindakan darurat. Selain itu ada pula pendidikan sehingga mereka mengetahui latar belakang atau alasan setiap tindakan-tindakan aman yang mereka lakukan, dan pengaruh tindakan berisiko yang dapat terjadi.

7. Apakah orang tersebut cocok dengan tugas?

Perlu diketahui pula kemampuan fisik, mental, dan minat atau motivasi para masinis dengan tugas-tugas kereta api. Orang yang memiliki minat, kemampuan fisik yang prima, dan mental yang bagus akan dapat lebih baik bekerja dibandingkan dengan orang yang tidak berminat dengan kereta api atau karena keterpaksaan.

8. Pelatihan apa saja yang dibutuhkan?

Perlu dicari tahu kebutuhan masinis dalam menjalankan sebuah kendaraan yang mengangkut nyawa banyak orang, sehingga dapat dipersiapkan berbagai jenis pelatihan.

9. Solusi mana yang membutuhkan usaha lebih sedikit?

Faktor Manajemen

Page 14: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

Faktor manajemen sangat memegang peranan yang sangat besar sekali dalam mengadakan sebuah perubahan, dibutuhkan komitmen dan usaha nyata pihak manajemen untuk dapat menciptakan pelayanan kereta api yang lebih baik lagi kedepannya.

Satu kesimpulan hasil penelitian kecelakaan kereta api ulang alik penumpang yang menubruk kereta api ulang alik lainnya di stasiun clapham junction, inggris, pada 12 desember 1988. Dalam peristiwa yang menewaskan 35 penumpang dan mencederai 500 orang itu dikatakan, komitmen manajemen kereta api terhadap keselamatan sangat kurang.

Kinerja yang jelek, pengawasan yang tidak baik, dan manajemen yang buruk bersatu padu merusak komitmen manajemen terhadap keselamatan penumpang. Dalam kecelakaan pesawat Air Ontario di Dryden bahkan dikatakan bahwa dari sudut perspektif perusahaan, komitmen manajemen terhadap keselamatan, beberapa tahun sebelum terjadinya kecelakaan, hanyalah sebuah kosmetik belaka (largely cosmetic).

Dikaitkan Dengan PT KA tentunya perlu diteliti, sejauh mana komitmen manajemen terhadap keselamatan. Adakah hal-hal yang merusak komitmen terhadap keselamatan?

Belum lagi aspek kesejahteran, dengan upah yang minim sangatlah sulit untuk dapat membuat karyawan mengadopsi perilaku aman yang diharapkan.

Aspek lain lagi yaitu tentang budaya keselamatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan budaya keselamatan adalah:

Manajer senior harus menekankan dengan tegas bahwa keselamatan adalah bagian dari strategi dalam mengontrol risiko yang mungkin dihadapi;

Para pengambil keputusan dan para petugas operasional harus memiliki pandangan realistik bahwa ancaman keselamatan dalam jangka pendek maupun jangka panjang akan selalu muncul dalam aktivitas organisasi perusahaan;

Pimpinan tingkat atas jangan mempergunakan pengaruhnya untuk memaksakan pandangannya atau untuk menghindari kritik;

Pimpinan tingkat atas harus menciptakan iklim sikap positif, yaitu sikap yang terbuka akan kritik, komentar, dan masukan dari karyawan tingkat bawah dan juga dari masyarakat eksternal;

Adanya rasa peduli dan perhatian yang tinggi untuk menyampaikan segala informasi tentang keselamatan di semua tingkatan dalam organisasi;

Karyawan dididik dan dilatih dengan baik dan mengerti akan konsekuensi-konsekuensi dari sikap atau kerja yang kurang baik.

Page 15: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

Adakah budaya seperti ini sudah berkembang pada PT KAI? Budaya, seperti layaknya kepribadian, biasanya resisten terhadap perubahan. Untuk mengubah budaya memerlukan waktu lama dan dilakukan secara perlahan.

Budaya Aman

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dibutuhkan praktik yang terbaik:

Sikap, hal ini dimulai dari management dan mengalir ke bawah.

Pelibatan, perlu adanya pelibatan dari kalangan pekerja "bawah’, jika mereka tidak "bermain" maka mereka akan celaka.

Mendengarkan, dengarkan para staf

Aksi, putuskan lingkaran. Buktikan anda mendengar dengan aelakukan tindakan saat keluhan, near miss, atau insiden dihadapkan.

Mulai hari pertama, mulai dari hari bekerja yang pertama kali ditanamkan perilaku aman

Latih, latih, dan latih. Lakukan pelatihan tanggap darurat, tes kebugaran tahunan, pelatihan ruangan tertutup, pertolongan pertaman, atau apapun yang diperlukan.

Minta pertolongan. Hubungi ahli K3 yang ada. Tidak boleh ada margin of error dalam bisnis ini, jadi laporkan hal yang kecil. Mereka adalah sumber yang bagus, adalah suatu hal yang baik untuk mendengar masukan dan ide mereka tentang bagaimana menjadi lebih baik.

Kenali komunitas.

BAB. IV

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil pembahasan yang saya sampaikan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Dalam melihat kecelakaan kereta api, tidah hanya diperlukan penyalahan kepada masinis (aspek manusia) saja, perlu di perhatikan pula aspek perilaku selamat yang diterapkan.

Jika ingin perilaku aman diterapkan, perlu diterapkan terlebih dahulu semua pembetulan enginering atau perbaikan mesin dan tugas.

Pengharapan atau perilaku selamat yang diinginkan harus diketahui dan jelas dipahami para pekerja.

Page 16: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

Perlu juga adanya umpan balik perilaku baik berupa reward ataupun hukuman yang konsisten

Kecocokan pekerja (minat, kemampuan, keadaan fisik, dan bakat) dengan tugas yang diberikan harus pula diperhatikan

Pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan

Solusi manakah yang paling cost efektif

Komitmen pihak manajemen memegang peranan yang besar dalam pembentukan perilaku selamat

Budaya kerja yang selamat perlu diciptakan atau nilai-nilai selamat perlu ter-internilize dalam diri para pekerja.

Saran

Dalam memperbaiki keadaan perkereta apian sekarang dibutuhkan komitmen pihak manajemen tinggi yang konsisten dan dibuktikan dengan tindakan yang nyata

Perbaikan mesin dan alat mutlak dilaksanakan sebelum perbaikan perilaku para pekerja sehingga mesin atau peralatan yang kondisinya buruk perlu diperbaiki terlebih dahulu

Pembentukan perilaku selamat para pekerja perlu dibentuk tidak hanya dengan pelatihan-pelatihan tetapi juga dibentuk kultur atau budayanya.

Daftar Pustaka

http://www.kereta-api.com

http://www.kompas.com

http://www.depkes.go.id

http://www.dephub.go.id

Kompas, Senin, 18 September 2000

Harian Sore Surabaya News tanggal 26 Januari 2004.

Geller, E. Scott. The Physicology of Safety Hand Book. 2001. Lewis publisher. NY

Page 17: Kecelakaan Kereta API Di Indonesia Dilihat Dari Sudut Pandang Safety Behavior Menggunakan Behavior Safety Analaysis

Suma’mur, PK. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. 1983. Dept Tenaga Kerja dan Transmigrasi