kata pengantar - bappeda.banyuwangikab.go.id ratio... · distribusi pendapatan rumah tangga menurut...
TRANSCRIPT
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan
Yang Maha Esa, akhirnya publikasi ini bisa diselesaikan. Publikasi ini
dibutuhkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai
bahan evaluasi dan penyusunan perencanaan pembangunan
khususnya di bidang pemerataan pembangunan.
Indeks Gini Rasio, kurva lorenz dan kriteria bank dunia
merupakan salah satu indikator yang bisa digunakan untuk
mengukur ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan.
Manfaat dari publikasi ini adalah informasi ketimpangan
pendapatan yang mengarah pada evaluasi dan perencanaan
pembangunan yang lebih merata bagi masyarakat Kabupaten
Banyuwangi.
Demikian, diucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu dalam penerbitan ini dan semoga
bermanfaat.
Banyuwangi, November 2013
KEPALA BPS KEPALA BAPPEDA
KABUPATEN BANYUWANGI KABUPATEN BANYUWANGI
Ir. Mohammad Amin, MM
NIP. 19661109 199212 1 001
Drs. H. Agus Siswanto, MM
NIP. 19610813 198204 1 006
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI......... ..................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iii
DAFTAR GRAFIK .................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................... 1
1.2 Pengertian ................................................................... 6
1.3 Dasar Penyusunan ..................................................... 8
1.4 Maksud, Tujuan Dan Manfaat ................................. 9
1.5 Ruang Lingkup ............................................................ 11
1.6 Hasil yang Diharapkan .............................................. 12
1.7 Sistematika Penyusunan ........................................... 12
BAB II Gambaran Umum Kabupaten Banyuwangi ..................... 14
2.1 Geografis ..................................................................... 14
2.2 Kependudukan .......................................................... 21
2.3 Struktur Ekonomi ......................................................... 23
BAB III METODOLOGI ........................................................................ 36
3.1 Prinsip Dasar Penyusunan ......................................... 36
3.2 Metodologi Penyusunan ........................................... 37
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................ 41
4.1 Pendapatan Rumah Tangga................................... 41
4.2 Pendapatan Penduduk ............................................ 45
4.3 Indeks Gini Rasio......................................................... 48
4.4 Kurva Lorenz ................................................................ 50
4.5 Kriteria Bank Dunia ..................................................... 52
BAB V PENUTUP .................................................................................. 54
LAMPIRAN ...................................................................................... 55
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas Wilayah Per Kecamatan Kabupaten
Banyuwangi ................................................................ 17
Tabel 2 . Angkatan Kerja di Kabupaten Banyuwangi ........ 22
Tabel 3 . Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Menurut
Kelompok Pendapatan Kabupaten Banyuwangi
Tahun 2012.................... .............................................. 42
Tabel 4. Distribusi Pendapatan Penduduk Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2012 ........................................... 46
Tabel 5. Perhitungan Indeks Gini Rasio Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2012 ........................................... 49
Tabel 6. Distribusi Pendapatan Kriteria Bank Dunia Tahun
2012 .............................................................................. 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Luas Kab. Banyuwangi Dirinci Menurut
Penggunaannya Tahun 2012 ........................................ 14
Gambar 2 Peta Administrasi Kabupaten Banyuwangi ................ 15
Gambar 3 Kurva Lorenz ..................................................................... 39
Gambar 4. Persentase Pendapatan Rumah Tangga
Berdasarkan Desil Penduduk Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2012 ................................................ 43
Gambar 5. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga
Berdasarkan Desil Penduduk Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2012 ................................................ 47
Gambar 6. Kurva Lorenz Kabupaten Banyuwangi Tahun
2012 ................................................................................... 51
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page iv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Pertanian Tahun 2012 (000Rp) ..................... 25
Grafik 2. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Pertambangan dan Penggalian Tahun
2012 (000Rp) ............................................................... 26
Grafik 3. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Industri Pengolahan Tahun 2012 (000Rp) ... 27
Grafik 4. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Tahun 2012
(000Rp) ......................................................................... 28
Grafik 5. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Konstruksi Tahun 2012 (000Rp)...................... 29
Grafik 6. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Tahun
2012 (000Rp) ............................................................... 31
Grafik 7. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Angkutan dan Komunikasi Tahun 2012
(000Rp) ......................................................................... 32
Grafik 8. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan Tahun 2012 (000Rp) ............................. 33
Grafik 9. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Jasa-jasa Tahun 2012 (000Rp) ...................... 35
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk mengukur
keberhasilan pembangunan, salah satunya dengan
memperhatikan adanya peningkatan pendapatan daerah yang
tercermin melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ukuran ini
lazim digunakan karena dapat digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Namun perlu diketahui
bahwasanya PDRB yang lazim digunakan untuk menghitung
pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi tersebut, masih
belum akurat ketika digunakan untuk menggambarkan distribusi
pendapatan atau kemerataan, sehingga perlu adanya alat kajian
yang lebih khusus.
Pemanfaatan Gini Ratio sudah banyak dikenal sebagai alat
ukur dalam menentukan seberapa besar ketidakmerataan atau
ketimpangan pendapatan dalam suatu daerah pada periode
tertentu. Dalam hal ini akan digunakan untuk mengkaji
ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan penduduk
Kabupaten Banyuwangi. Selain itu juga dikenal Kurva Lorenz dan
Kriteria Bank Dunia yang pada penyusunan kali ini juga dihitung.
Digunakannya Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria Bank
Dunia sebagai alat ukur dalam mengkaji ketidakmerataan atau
ketimpangan dimaksud didasarkan atas ketersediaan metodologi
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 2
yang sementara ini baru Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria Bank
Dunia yang ketiganya secara simultan dianggap oleh banyak
praktisi bisa menjawab berbagai permasalahan yang terkait
dengan ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan, Hanya
saja dalam prakteknya untuk memperoleh informasi yang berupa
pendapatan dari setiap rumah tangga sebagai sampel terpilih
agak menemui kesulitan karena responden kurang terbuka.
Untuk menjaga informasi yang terkait dengan pendapatan
tetap diperoleh, maka dalam perhitungan pendapatan akan
didekati dengan sisi pengeluaran bagi setiap rumah tangga
sampel terpilih. Dengan alasan apabila pengeluaran digali atau
ditanyakan kepada responden akan lebih terbuka dan berterus
terang bisa dijawab dari pada jawaban responden ketika
ditanyakan berapa besar pendapatannya. Perlu diketahui
bahwasanya penggunaan pendekatan pengeluaran rumah
tangga sebagai informasi pengganti dari pendatan rumah tangga,
sudah dilakukan pengujian secara teoritis oleh Badan Pusat Statistik.
Alhasil sudah bisa diterima oleh berbagai praktisi yang lebih
mendasar dari persoalan ini adalah sisi operasional lapangannya
lebih mendukung.
Terkait dengan operasioanal lapangan yang lebih
mengarah pada penggalian data, sisi pendapatan dari setiap
rumah tangga terpilih sampel tetap ditanyakan. Hal ini tetap
dilakukan karena bagaimanapun juga pengeluaran tidak bisa
terlepas dari seberapa besar pendapatannya. Hanya saja
pemanfaatan datanya digunakan sebagai pembanding atau alat
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 3
kontrol terhadap tinggi rendahnya pengeluaran yang dijawab oleh
setiap rumah tangga terpilih sampel.
Dengan memperhatikan visi Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi, yaitu Terwujudnya Masyarakat Banyuwangi yang
Mandiri, Sejahtera dan Berakhlak Mulia Melaluli Peningkatan
Perekonomian dan Kualitas Sumber Daya Manusia, dan misi
Kabupaten Banyuwangi berbunyi sebagai berikut:
1. Mewujudkan pemerintahan yang efektif, bersih dan
demokratis melalui penyelenggaraan pemerintahan yang
profesional, aspiratif, partisipatif dan transparan;
2. Meningkatkan kebersamaan dan kerjasama antara
pemerintah, pelaku usaha dan kelompok-kelompok
masyarakat untuk mempercepat peningkatan
kesejahteraan masyarakat;
3. Membangun kemandirian ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat dengan mengoptimalkan sumberdaya daerah
yang berpijak pada pemberdayaan masyarakat,
berkelanjutan dan aspek kelestarian lingkungan;
4. Meningkatkan sumber-sumber pendanaan dan ketepatan
alokasi investasi pembangunan melalui penciptaan iklim
yang kondusif untuk pengembangan usaha dan
penciptaan lapangan kerja;
5. Mengoptimalkan ketepatan alokasi dan distribusi sumber-
sumber daerah, khususnya APBD, untuk peningkatan
kesejahteraan rakyat;
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 4
6. Meningkatkan kecerdasan dan kualitas sumber daya
manusia (SDM) yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa;
7. Meningkatkan kualitas pelayanan bidang kesehatan,
pendidikan dan sosial dasar lainnya dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kearifan lokal;
8. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana
publik dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;
9. Mendorong terciptanya ketentraman dan ketertiban dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
melalui pembuatan peraturan daerah, penegakan
peraturan dan pelaksanaan hukum yang berkeadilan.
Dari sembilan misi diatas dapat diintisarikan menjadi
beberapa poin penting yang saling berkaitan satu sama lain dalam
upaya mewujudkan visi yang telah ditetapkan. Intisari misi diatas
adalah sebagai berikut:
1. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih
(good and clean governance);
2. Mewujudkan Aksesibilitas dan Kualitas Pelayanan bidang
Pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya;
3. Mewujudkan daya saing ekonomi daerah melalui
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan
berbasis kearifan lokal;
4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur fisik,
ekonomi dan sosial;
5. Meningkatkan kesejahateraan masyarakat melalui
optimalisasi sumberdaya daerah berbasis pemberdayaan
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 5
masyarakat, pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang
ditandai dengan meningkatnya kualitas sumber daya manusia,
terciptanya lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha,
terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar
lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya
beli masyarakat yang harus segera terwujud secara demokratis dan
berkeadilan yang merata, perlu adanya kajian yang lebih fokus
guna mengevaluasinya secara rutin.
Dalam publikasi ini akan dikaji pada sisi pendapatan rata-
rata penduduk Kabupaten Banyuwangi. Apakah jenjang atau gap
pendapatan antara yang tinggi dengan yang rendah
ketimpangannya cukup besar. Apabila cukup besar maka
intepretasinya akan mempunyai makna bahwa jenjang atau gap
pendapatan penduduk Kabupaten Banyuwangi semakin timpang
atau jauh dari merata, demikian juga sebaliknya apabila kecil
,maka intepretasinya akan mempunyai makna bahwa jenjang atau
gap pendapatan penduduk Kabupaten Banyuwangi semakin
rendah. Sudah barang tentu apabila ditemui ketimpangan yang
semakin melebar, maka upaya-upaya atau program
pembangunan dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang
mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat harus lebih
ditingkatkan atau program pembangunan pendukungnya perlu
mendapat kajian yang lebih serius.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 6
1.2 PENGERTIAN
Untuk memperoleh pemahaman yang sama, maka perlu
disepakati tentang pengertian-pengertian yang berhubungan
dengan perhitungan Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria Bank
Dunia. Diawali dengan penerbitan tahun 2012 lalu, perhitungan
Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria Bank Dunia dihitung dengan
menggunakan periode tahunan. Artinya masa periode tahun
tertentu habis, perhitungan Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria
Bank Dunia akan dilakukan pada tahun berikutnya.
Kurva Lorenz
Kurva Lorenz ialah suatu kurva yang memperlihatkan hubungan
kuantitatif antara persentase penerima pendapatan (penduduk)
dan persentase total pendapatan yang diterima oleh penduduk
tersebut selama jangka waktu tertentu. Kurva Lorenz biasanya
disajikan dalam bentuk gambar, pada garis mendatar
menunjukkan jumlah penerima pendapatan dalam bentuk
persentase kumulatif dan pada sumbu tegak menyatakan bagian
dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing
persentase jumlah penduduk tersebut. Sedangkan garis diagonal
dari gambar tersebut merupakan garis kemerataan dalam distribusi
pendapatan. Semakin jauh jarak garis kurva Lorenz dengan garis
kemerataan maka semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya.
Indeks Gini Rasio
Indeks Gini merupakan pengukuran tingkat ketidakmerataan
pendapatan relatif, nilainya diperoleh dengan menghitung nisbah
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 7
bidang yang terletak diantara garis diagonal dengan kurva Lorenz
di bagi dengan luas separoh bidang dimana ia terletak.
Kriteria Bank Dunia
Dalam mengukur ketimpangan pendapatan, Bank Dunia
menggunakan tiga kategori berdasarkan jumlah pendapatan yang
diterima oleh 40 persen rumah tangga yang berpenghasilan
rendah, yaitu:
1. Tingkat ketimpangan tinggi, apabila kelompok rumah tangga
yang berpendapatan rendah, menerima kurang dari 12%
dari seluruh pendapatan.
2. Tingkat ketimpangan sedang, apabila kelompok rumah
tangga yang berpendapatan rendah, menerima 12% sampai
17% dari seluruh pendapatan.
3. Tingkat ketimpangan rendah, apabila kelompok rumah
tangga yang berpendapatan rendah, menerima lebih dari
17% dari seluruh pendapatan.
Ukuran ini merupakan ukuran distribusi pendapatan yang bersifat
menyeluruh karena hanya memperhatikan perkembangan
pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk yang
berpendapatan rendah.
Pendapatan
Didefinisikan sebagai balas jasa sebagai akibat dari melakukan
kegiatan usaha secara ekonomi, memperoleh upah sebagai akibat
dari melakukan pekerjaan atau transfer dari pihak lain serta
pemberian sebagai akibat dari ketidakmampuannya untuk
melakukan sebuah pekerjaan. Dalam satu rumah tangga bisa
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 8
diperoleh lebih dari satu pendapatan, karena bisa saja ada satu
atau lebih dari anggota rumah tangga yang berusaha/bekerja,
dan atau ada yang memperoleh transfer dari pihak lain. Angkanya
dihitung dengan menggunakan periode bulanan.
Pengeluaran
Merupakan sejumlah nilai dalam rupiah dari seluruh kebutuhan
rumah tangga mencakup kebutuhan berupa makanan atau non
makanan. Untuk memperoleh seberapa besar pengeluaran rumah
tangga sisi makanan, pendekatannya dengan menggunakan
berapa besar pengeluaran makanan dalam seminggu yang
dihitung sehari sebelum hari pencacahan dan dihitung mundur
seminggu kebelakang. Setelah diperoleh nilai pengeluaran
seminggu akan digeneralisasi dengan menggunakan faktor pengali
tertentu akan didapatkan nilai pengeluaran makanan dalam
sebulan. Khusus pengeluaran rumah tangga berupa non makanan
ditanyakan langsung kepada responden selama sebulan yang lalu.
1.3 DASAR PENYUSUNAN
Dasar penyusunan Gini Ratio Kabupaten Banyuwangi Tahun
2013 ini adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dua kali,
terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 ;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Statistik;
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
1999 Tentang Penyelenggaraan Statistik;
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 9
4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2006 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;
6. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 7 Tahun
2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 3 Tahun
2012;
7. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 6 Tahun
2011 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten
Banyuwangi;
8. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun
2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran 2013;
9. Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/844/KEP/
429.011/2012 tentang Standar Satuan Harga Belanja Daerah
Kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran 2012.
1.4 MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT
1.4.1 Maksud
Penyusunan Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria Bank Dunia
Kabupaten Banyuwangi tahun 2013 ini dimaksudkan untuk
mendapatkan ukuran seberapa besar ketidakmerataan
ketimpangan pendapatan, serta untuk memperoleh keterkaitan
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 10
antara ketimpangan pendapatan terhadap kemampuan daya
beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi
1.4.2 Tujuan
Penyusunan Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria Bank Dunia
Kabupaten Banyuwangi tahun 2013 ini bertujuan untuk mengukur
kemajuan ekonomi penduduk Kabupaten Banyuwangi, tepatnya
pada tahun 2012 yang diduga sudah ada pemulihan ekonomi
sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi yang terjadi pada
pertengahan tahun 1997 lalu. Kemajuan ekonomi yang dimaksud
adalah terukurnya ketidakmerataannya atau ketimpangan
pendapatan yang terjadi di masyarakat.
1.4.3 Manfaat
Hasil penyusunan Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria Bank
Dunia, Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 ini diharapkan agar
dapat memberikan manfaat sebagai bahan evaluasi dari program
pembangunan yang telah dilaksanakan, serta intervensi apa dan
di bidang pembangunan mana yang perlu mendapat skala
prioritas. Khususnya kebijakan dalam program-program
pembangunan di bidang ekonomi yang mengarah pada
peningkatan pendapatan penduduk Kabupaten Banyuwangi.
Sebagaimana yang tertuang pada kebijakan program
pembangunan pemerintah Kabupaten Banyuwangi, yaitu
kesejahteraan masyarakat yang ditandai meningkatnya kualitas
sumber daya manusia, terciptanya lapangan kerja dan
kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal
dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 11
pendapatan dan daya beli masyarakat yang harus segera
terwujud.
1.5 RUANG LINGKUP
1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam penyusunan Gini Ratio, Kurva
Lorenz dan Kriteria Bank Dunia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013,
meliputi seluruh wilayah kecamatan yang ada dalam Kabupaten
Banyuwangi.
1.5.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi penyusunan Gini Ratio, Kurva Lorenz
dan Kriteria Bank Dunia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan dan Penyusunan Gini Ratio, Kurva Lorenz dan
Kriteria Bank Dunia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013.
2. Potensi dan Permasalahan yang terkait Pembangunan
ekonomi di Kabupaten Banyuwangi pada Tahun 2013.
3. Strategi penanganan dan program yang akan
dilaksanakan dalam jangka pendek, jangka menengah,
dan jangka panjang.
1.5.3 Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan penyusunan Gini Ratio, Kurva Lorenz
dan Kriteria Bank Dunia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 adalah
sebagai berikut:
1. Identifikasi potensi sumber daya manusia di wilayah
Kabupaten Banyuwangi.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 12
2. Inventarisasi pola kebijakan khususnya kebijakan dalam
program-program pembangunan di bidang ekonomi.
3. Menyusun dan menetapkan Rencana Program dan
Operasionalisasi pelaksanaan program-program
pembangunan khususnya di bidang ekonomi.
1.6 HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:
1. Tersusunnya publikasi Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria
Bank Dunia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 sebagai alat
ukur untuk mengkaji perekonomian penduduk khususnya
untuk mengevaluasi tingkat capaian kualitas sumber daya
manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan
berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan
kebutuhan dasar lainnya secara merata, serta meningkatnya
pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten
Banyuwangi.
2. Ditetapkan strategi pembangunan bidang ekonomi di
Kabupaten Banyuwangi.
1.7 SISTEMATIKA PENYUSUNAN
Sistematika penyusunan Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria
Bank Dunia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 adalah sebagai
berikut:
Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang latar belakang penyusunan Gini
Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria Bank Dunia Kabupaten
Banyuwangi, pengertian umum tentang Gini Ratio,
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 13
maksud/tujuan/manfaat, ruang lingkup penyusunan, hasil
yang diharapkan serta sistematika penyajiannya.
Bab 2 Gambaran Umum Kabupaten Banyuwangi
Bab ini berisikan gambaran umum potensi ekonomi dengan
pendekatan data makro ekonomi di Kabupaten Banyuwangi
yang ditinjau dari bidang sosial ekonomi penduduknya.
Bab 3 Metodologi Penyusunan
Bab ini berisikan tentang prinsip dasar penyusunan azas
penyusunan, pendekatan penyusunan, metode
penghitungan yang akan digunakan untuk membentuk
besaran Gini Ratio di Kabupaten Banyuwangi yang
disesuaikan dengan kondisi wilayah maupun teknis dan
langkah-langkah pelaksanaan.
Bab 4 Pembahasan
Bab ini berisi uraian yang terkait dengan ketidakmerataan
atau ketimpangan pendapatan yang disajikan sampai per
indikator.
Bab 5 Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir yang disajikan dalam
publikasi ini. Isinya terdiri dari kesimpulan dan saran serta
sebuah rekomendasi sederhana yang diharapkan bisa
digunakan sebagai bahan acuan dalam menciptakan
peningkatan pendapatan masyarakat.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 14
BAB II
GAMBARAN UMUM
KABUPATEN BANYUWANGI
2.1 GEOGRAFIS
Dengan luas sekitar 5.782,50 km² sebagian besar wilayah
Kabupaten Banyuwangi masih merupakan daerah kawasan hutan.
Area kawasan hutan ini diperkirakan telah mencapai 183.396,34 ha
atau sekitar 31,72 persen, daerah persawahan sekitar 66.152 ha
atau 11,44 persen, perkebunan dengan luas sekitar 82.143,63 ha
atau 14,21 persen, dimanfaatkan sebagai daerah permukiman
penduduk dengan luas
sekitar 127.454,22 ha
atau 22,04 persen.
Sedang sisanya telah
dipergunakan oleh
penduduk Kabupaten
Banyuwangi dengan
berbagai manfaat
yang ada, seperti jalan,
ladang dan lain-
lainnya. Selain
penggunaan luas
daerah yang demikian
itu, Kabupaten
Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km, serta
Gambar 1
Luas Kabupaten Banyuwangi Dirinci
Menurut PenggunaannyaTahun 2012
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 15
jumlah pulau ada 10 buah. Seluruh wilayah tersebut telah mem-
berikan manfaat besar bagi kemajuan ekonomi penduduk
Kabupaten Banyuwangi.
Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung
timur Pulau Jawa. Daerahnya terbagi atas dataran tinggi yang
berupa daerah pegunungan, merupakan daerah penghasil
berbagai produksi perkebunan. Daratan yang datar dengan
berbagai potensi yang berupa produksi tanaman pertanian, serta
daerah sekitar garis
pantai yang
membujur dari arah
Utara ke Selatan yang
merupakan daerah
penghasil berbagai
biota laut.
Berdasarkan garis
batas koordinatnya,
posisi Kabupaten
Banyuwangi terletak
diantara 7 43’ - 8 46’
Lintang Selatan dan
113 53’ - 114 38’
Bujur Timur. Secara
administratif sebelah
Utara berbatasan
dengan Kabupaten
Situbondo, sebelah Timur Selat Bali, sebelah Selatan Samudera
Gambar 2
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 16
Hindia serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jember
dan Bondowoso.
Umumnya daerah bagian Selatan, Barat dan Utara
merupakan daerah pegunungan atau hutan, sehingga pada
daerah ini mempunyai tingkat kemiringan tanah dengan rata-rata
mencapai 40 serta dengan rata-rata curah hujan lebih tinggi bila
dibanding dengan daerah yang lain. Daerah datar terbentang luas
dari bagian Selatan hingga Utara yang tidak berbukit. Daerah ini
banyak dialiri sungai-sungai yang bermanfaat guna mengairi
hamparan sawah yang luas.
Daratan yang datar tersebut sebagian besar mempunyai
tingkat kemiringan kurang dari 15 diikuti rata-rata curah hujan
yang cukup memadai, sehingga bisa menambah tingkat
kesuburan tanah. Dari gambaran kondisi alam yang demikian itu
menjadikan Kabupaten Banyuwangi pernah mendapat peringkat
sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang
merupakan daerah lumbung padi. Selain itu menurut data statistik
juga memberikan adanya indikasi sebagai kabupaten potensi
pertanian yang relatif besar setelah Kabupaten Malang dan
Jember di kawasan Propinsi Jawa Timur. Secara keseluruhan
administrasi wilayah di Kabupaten Banyuwangi terbagi menjadi 24
wilayah kecamatan dengan total luas wilayah sebesar ± 5.782,50
Km2. Adapun luas tiap kecamatan adalah sebagai berikut :
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 17
Tabel 1. Luas Wilayah Per Kecamatan Kabupaten Banyuwangi
No Kecamatan Luas Wilayah (Km2)
1. Pesanggaran 802,5
2. Siliragung 95,15
3. Bangorejo 137,43
4. Purwoharjo 200,30
5. Tegaldlimo 1.341,12
6. Muncar 146,07
7. Cluring 97,44
8. Gambiran 66,77
9. Tegalsari 65,23
10. Glenmore 421,98
11. Kalibaru 406,76
12. Genteng 82,34
13. Srono 100,77
14. Rogojampi 102,33
15. Kabat 107,48
16. Singojuruh 59,89
17. Sempu 174,83
18. Songgon 301,84
19. Glagah 76,75
20. Licin 169,25
21. Banyuwangi 30,13
22. Giri 21,31
23. Kalipuro 310,03
24. Wongsorejo 464,80
Jumlah 5.782,50
Sumber : Data Olahan BPS Kabupaten Banyuwangi
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 18
Daerah kecamatan pantai meliputi Kecamatan
Wongsorejo, Giri, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Muncar,
Tegaldlimo, Purwoharjo dan Pesanggaran. Bagian selatan terdapat
perkebunan, peninggalan sejak jaman Hindia Belanda. Di
perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan,
merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah
cagar alam Meru Betiri. Pantai Sukamade, merupakan kawasan
pengembangan penyu. Semenanjung Blambangan juga terdapat
cagar alam Taman Nasional Alas Purwo. Pantai timur Kabupaten
Banyuwangi (Selat Bali) merupakan salah satu penghasil ikan
terbesar di Jawa Timur. Di Muncar terdapat pelabuhan perikanan.
Dengan demikian berdasarkan keadaan geografisnya,
Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah yang subur bagi
tanaman bahan makanan, berpotensi besar bagi peningkatan
produksi tanaman perkebunan dan kehutanan, serta mempunyai
peluang besar bagi upaya-upaya yang terkait dengan
peningkatan potensi kelautan. Karena dari sepanjang garis pantai
yang ada, yang merupakan daerah potensi perikanan laut dan
biota lain itu masih belum dikelola secara optimal.
2.1.1 Topografi Kabupaten Banyuwangi
Topografi wilayah daratan Kabupaten Banyuwangi bagian
barat dan utara pada umumnya merupakan pegunungan, dan
bagian selatan sebagian besar merupakan dataran rendah.
Tingkat kemiringan rata-rata pada wilayah bagian barat dan utara
400, dengan rata-rata curah hujan lebih tinggi bila dibanding
dengan bagian wilayah lainnya. Daratan yang datar sebagian
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 19
besar mempunyai tingkat kemiringan kurang dari 150, dengan rata-
rata curah hujan cukup memadai sehingga bisa menambah
tingkat kesuburan tanah.
Kabupaten Banyuwangi terletak pada ketinggian 0 sampai
dengan > 2500 meter diatas permukaan laut. Ketinggian tempat
tersebut dapat dibedakan atas :
Ketinggian 0 – 100 meter diatas permukaan laut meliputi
luas wilayah 131.714 Ha ( 38,10 % ) dari luas kabupaten.
Ketinggian ini terdapat di seluruh kecamatan di
Kabupaten Banyuwangi kecuali Kecamatan Singojuruh,
Songgon, Genteng, Glenmore dan Kalibaru.
Ketinggian 100 – 500 meter diatas permukaan laut
meliputi luas wilayah 159.056 Ha ( 46,01 % ) dari luas
kabupaten. Ketinggian ini terdapat di seluruh kecamatan
di Kabupaten Banyuwangi kecuali Kecamatan
Banyuwangi, Muncar, dan Purwoharjo.
Ketinggian 500 – 1000 meter diatas permukaan laut
meliputi luas wilayah 36.191 Ha ( 10,47 % ) dari luas
kabupaten. Ketinggian ini terdapat di Kecamatan
Wongsorejo, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Glenmore,
dan Kalibaru.
Ketinggian 1000 – 1500 meter diatas permukaan air laut
meliputi luas wilayah 10.226,5 Ha (2,96%) dari luas
kabupaten. Ketinggian ini terdapat di Kecamatan
Wongsorejo, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Glenmore,
dan Kalibaru.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 20
Ketinggian 1500 – 2000 meter diatas permukaan air laut
meliputi luas wilayah 5.075,5 Ha (1,48%) dari luas
Kabupaten, Ketinggian ini terdapat di Kecamatan
Wongsorejo, Giri, Glagah, Songgon, dan Glenmore.
Ketinggian 2000 – 2500 meter di atas permukaan air laut
meliputi luas wilayah 2.235 Ha (0,65%) dari luas kabupaten
ketinggian ini terdapat di Kecamatan Wongsorejo, Giri,
Glagah, Songgon, Genteng, Glenmore, dan Kalibaru.
Ketinggian lebih dari 2500 meter diatas permukaan air
laut meliputi luas wilayah 1.153 Ha (0,33%) dari luas
kabupaten. Ketinggian ini terdapat di Kecamatan
Wongsorejo, Glagah, Songgon, dan Glenmore.
Kabupaten Banyuwangi sendiri terletak dibawah equator
yang dikelilingi oleh laut Jawa, Selat Bali dan Samudera Indonesia
dengan iklim tropis yang terbagi menjadi 2 musim yaitu : musim
penghujan dan musim kemarau. Dengan demikian berdasarkan
keadaan geografisnya, Kabupaten Banyuwangi merupakan
daerah yang subur bagi tanaman bahan makanan, berpotensi
besar bagi peningkatan produksi tanaman perkebunan dan
kehutanan, serta mempunyai peluang besar bagi upaya-upaya
yang terkait dengan peningkatan potensi kelautan. Karena dari
sepanjang garis pantai yang ada, yang merupakan daerah potensi
perikanan laut dan biota lain itu masih belum dikelola secara
optimal.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 21
2.2 KEPENDUDUKAN
Sejak berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah yang
diikuti dengan penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU). Jumlah
penduduk telah digunakan sebagai salah satu penimbang
terhadap besar kecilnya perolehan DAU bagi setiap pemerintah
daerah propinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Sampai dengan akhir tahun 2011 lalu penduduk Kabupaten
Banyuwangi tercatat 1.614.482 jiwa menurut hasil registrasi oleh
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Sedangkan hasil proyeksi
jumlah penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik pada tahun
2011 didapat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi
sebesar 1.564.833 jiwa. Jumlah penduduk di kabupaten
Banyuwangi cenderung selalu meningkat Sejak tahun 1990 hingga
2000 angka pertumbuhan penduduk Kabupaten Banyuwangi
tercatat 0,22 persen. Pada tahun 2000 sam-pai dengan 2010 angka
pertumbuh-an penduduk tercatat dengan besar-an yang
meningkat yaitu menjadi 0,44 persen. Sampai dengan akhir tahun
2012, penduduk Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar 1.568.898
jiwa. Yang terdiri dari laki-laki sejumlah 778.906 jiwa dan perempuan
ada sebanyak 789.992 jiwa. Dari sejumlah penduduk ini terdapat
487.072 kepala rumah tangga.
Pertumbuhan penduduk begitu yang begitu pesat dapat
menyebabkan terjadi ledakan penduduk. Banyak faktor yang
mempengaruhi ledakan penduduk tersebut, dari tingkat kematian,
tingkat kelahiran sampai migrasi. Ledakan penduduk itu salah
satunya berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi karena
dengan perkembangan penduduk yang pesat (ledakan
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 22
penduduk) tersebut menyebabkan semakin ketatnya persaingan
tenaga kerja.
Tingginya persaingan kerja menyebabkan tingginya tingkat
pengangguran. Dengan banyaknya pengangguran, maka
merupakan suatu permasalahn bagi suatu daerah. Dengan
demikian, maka pemerintah beserta stakaholder bertanggung
jawab akan penciptaan tenaga kerja yang luas bagi penduduk
lokal usia produktif. Hal ini dimaksudkan karena kesempatan kerja
yang luas dapat memaksimalkan para pekerja dan meningkatan
pendapatan daerah. Apabila tenaga kerja sebagian besar atau
semua dapat tertampung dilapangan kerja maka hasil produksi
baik barang atau jasa akan meningkat dan tentunya pendapatan
yang diterima oleh masyarakat akan bertambah banyak.
Pendapatan yang diterima masyarakat meningkat akan
meningkatkan pendapatan daerah. Keadaan ini tidak akan ada
pencari kerja yang menganggur, semua digunakan dalam proses
produksi disebut kesempatan kerja penuh (full employment).
Tabel 2. Angkatan Kerja Di Kabupaten Banyuwangi
No Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah
1 2 3 4 5
1 Sisa Pencari Kerja Tahun Lalu 12.767 11.787 24.554
2 Pencari Kerja 1.598 1.449 3.047
3 Lowongan Kerja 219 719 938
4 Penempatan 164 714 878
5 Penghapusan Pencari Kerja 2.658 2.201 4.859
6 Pencari Kerja yang Belum Ditempatkan 11.543 10.321 21.864
7 Penghapusan Lowongan 55 5 60
8 Sisa Lowongan - - -
Sumber : Kabupaten Banyuwangi dalam angka 2012
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 23
Pada Tabel 2 dapat dilihat yaitu jumlah pencari kerja pada
tahun lalu sebesar 24.554 orang yang terdiri dari 12.767 pencari
kerja laki-laki dan 11.787 pencari kerja perempuan. Hal ini tidak
sebanding dengan total lowongan kerja yang tersedia yaitu hanya
sebesar 938 tenaga kerja. Dari jumlah lowongan kerja yang
ditawarkan tadi ternyata hanya sebesar 878 tenaga kerja yang
mampu diserap oleh lapangan kerja Sehingga masih ada sekitar
23.676 tenaga kerja yang masih belum mampu terserap lapangan
kerja dengan maksimal.
2.3 STRUKTUR EKONOMI
Struktur ekonomi suatu daerah juga mampu
menggambarkan tingkat kesejahteraan suatu daerah. Suatu
masyarakat dengan struktur dominan pertanian akan berbeda
tingkat kesejahteraannya secara umum dengan struktur dominan
perdagangan. Berikut struktur ekonomi kabupaten Banyuwangi
pada Tahun 2012:
Kabupaten Banyuwangi yang terdiri dari 24 kecamatan, ada
Lima kecamatan yang menjadi pendukung utama
perekonomian Kabupaten Banyuwangi adalah Kecamatan
Muncar yang memberikan kontribusi sebesar Rp. 2.962,7 miliar
atau 9,82 persen pada tahun 2012, diikuti Kecamatan
Wongsorejo (7,94 persen), Kecamatan Kalipuro (6,68 persen),
Kecamatan Rogojampi dan Kecamatan Banyuwangi yang
masing-masing memberikan kontribusi sebesar 6,41 persen
dan 6,31 persen. Sementara itu 19 kecamatan lainnya
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 24
memberikan kontribusi antara 1,76 persen hingga 5,13 persen.
Berikut ini beberapa ulasan sektor lapangan usaha :
a. Sektor pertanian menjadi sektor utama dalam
perekonomian Kabupaten Banyuwangi, dengan
kontribusinya sebesar 44,39 persen di tahun 2011 dan
45,52 persen di tahun 2012. Kecamatan Wongsorejo
mempunyai kontribusi terbesar dalam pembentukan nilai
tambah sektor pertanian di kabupaten Banyuwangi, yaitu
Rp. 1.743,9 miliar atau 12,6 persen di tahun 2012 dengan
sub sektor andalannya adalah sub sektor tanaman bahan
makanan dan perkebunan. Kecamatan Muncar
menduduki peringkat berikutnya dengan kontribusi
sebesar Rp. 1.593,3 miliar (11,5 persen) di tahun 2012.
Berbeda dengan Kecamatan Wongsorejo, sektor
pertanian Kecamatan Muncar didominasi oleh sub sektor
perikanan, terutama perikanan laut. diikuti Kecamatan
Rogojampi sebesar Rp. 852,8 milyar (6,2 persen),
Kecamatan Purwoharjo sebesar Rp. 727,0 milyar (5,2
persen) dan Kecamatan Tegaldlimo sebesar Rp. 642,7
milyar (4,6 persen). Sementara itu, kecamatan lainnya
memberikan kontribusi antara 1,6 persen sampai 4,6
persen. Lebih jelasnya bisa dilihat pada grafik dibawah in
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 25
Grafik 1. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Pertanian Tahun 2012 (000 Rp.)
b. Pembentukan nilai tambah sektor pertambangan dan
penggalian masih didominasi oleh Kecamatan Licin
dengan produksi belerangnya dengan nilai tambah
sebesar Rp. 587,8 miliar (42,88 persen) pada Tahun 2012.
Sementara itu, kecamatan lainnya memberikan kontribusi
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 26
di bawah 10 persen. Lebih jelasnya bisa dilihat pada
grafik dibawah ini:
Grafik 2. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Pertambangan dan Penggalian Tahun 2012
(000 Rp.)
c. Kegiatan industri masih terpusat di Kecamatan Muncar
dan Kecamatan Banyuwangi, dengan nilai tambah yang
dihasilkan selama tahun 2012 masing-masing sebesar Rp.
331,8 miliar (20,4 persen) dan Rp. 216,2 miliar (13,3 persen).
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 27
Sektor industri di Kecamatan Muncar lebih didorong oleh
kegiatan industri makanan, minuman dan tembakau.
Urutan ketiga hingga kelima adalah Kecamatan Srono,
Kecamatan Rogojampi, dan Kecamatan Genteng
masing-masing memberikan kontribusi sebesar 8,5 persen,
8,5 persen, dan 7,5 persen. Lebih jelasnya bisa dilihat
pada grafik dibawah ini:
Grafik 3. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Industri Pengolahan Tahun 2012 (000 Rp.)
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 28
d. Kecamatan Banyuwangi sebagai pusat pemerintahan
Kabupaten Banyuwangi menghasilkan nilai tambah sektor
listrik, gas dan air bersih terbesar, yaitu Rp. 9,2 miliar (10,6
persen), sedangkan Kecamatan Rogojampi menduduki
urutan ke dua dengan menyumbang nilai tambah
sebesar Rp. 6,5 miliar (7,5 persen), ketiga adalah
Kecamatan Muncar menyumbang nilai tambah sebesar
Rp. 6,4 miliar (7,4 persen)yang dilanjutkan Kecamatan
Kalipuro dana menyumbang nilai tambah sebesar Rp. 5,7
miliar (6,6 persen), dan Kecamatan Genteng
menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 5,1 miliar (5,9
persen). Lebih jelasnya bisa dilihat pada grafik dibawah
ini:
Grafik 4. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Listrik, Gas & Air Bersih Tahun 2012 (000 Rp.)
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 29
e. Nilai tambah sektor konstruksi paling besar dihasilkan oleh
Kecamatan Banyuwangi dengan menyumbang nilai
tambah sebesar Rp. 92,5 miliar (27,2 persen), dan diikuti
Kecamatan Kalipuro dengan menyumbang nilai tambah
sebesar Rp. 36,4 miliar (10,7 persen), sementara
kecamatan lainnya memberikan kontribusi di bawah 8
persen. Lebih jelasnya bisa dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 5. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Konstruksi Tahun 2012 (000 Rp.)
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 30
f. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran menjadi sektor
kedua yang memberikan kontribusi terbesar dalam
pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi. Jika dilihat
sebarannya di kecamatan, tampak tidak terlalu
berfluktuasi, kontribusi terbesar masih tetap diberikan oleh
Kecamatan Muncar dengan menyumbang nilai tambah
sebesar Rp. 834,1 miliar (8,9 persen), diikuti Kecamatan
Banyuwangi dengan menyumbang nilai tambah sebesar
Rp. 693,5 miliar (7,4 persen), Kecamatan Rogojampi
dengan menyumbang nilai tambah sebesar Rp. 653,3
miliar (7,0 persen), Kecamatan Genteng dengan
menyumbang nilai tambah sebesar Rp. 647,8 miliar (6,9
persen), dan Kecamatan Srono (6,0 persen) dengan
menyumbang nilai tambah sebesar Rp. 560,6 miliar,
sementara kecamatan lain memberikan kontribusi antara
1-5 persen. Lebih jelasnya bisa dilihat pada grafik
dibawah ini:
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 31
Grafik 6. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran Tahun 2012 (000 Rp.)
g. Nilai tambah sektor angkutan dan komunikasi paling
besar dihasilkan di Kecamatan Kalipuro, karena
Kecamatan Kalipuro terdapat angkutan rel, angkutan
jalan raya, angkutan laut, dan angkutan sungai, danau,
dan penyebrangan. Nilai tambah sektor angkutan dan
komunikasi yang dihasilkan Kecamatan Kalipuro pada
Tahun 2012 sebesar Rp. 565,3 miliar atau setara dengan
61,5 persen, yang dilanjutkan Kecamatan Banyuwangi
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 32
dengan Rp. 54,7 milyar (6,0 persen), dan Kecamatan
Lainnya menyumbang dari 0,4 persen hingga 3,9 persen.
Lebih jelasnya bisa dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 7. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Angkutan dan Komunikasi Tahun 2012 (000 Rp.)
h. Sektor keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
paling besar terdapat di Kecamatan Banyuwangi
menyumbang nilai tambah sebesar Rp. 231,2 miliar (17,4
persen), Kecamatan Genteng menyumbang nilai tambah
sebesar Rp. 139,5 miliar (10,5 persen), dan Kecamatan
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 33
Rogojampi menyumbang nilai tambah sebesar Rp. 88,5
miliar (6,7 persen). Kecamatan Lainnya menyumbang
antara 0,6 persen sampai 5,9 persen. Lebih jelasnya bisa
dilihat pada grafik berikut :
Grafik 8. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Tahun
2012 (000 Rp.)
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 34
i. Pembentukan nilai tambah sektor jasa-jasa lebih banyak
didominasi oleh kecamatan dengan ciri-ciri perkotaan,
seperti Kecamatan Banyuwangi. Sebagai ibukota
Kabupaten Banyuwangi. Kecamatan Banyuwangi
memberikan kontribusi sebesar 17,3 persen dalam
pembentukan nilai tambah sektor jasa-jasa sebesar Rp.
318,2 milyar, kemudian diikuti oleh Kecamatan Genteng
dengan menyumbang nilai tambah sebesar Rp. 174,7
miliar (9,5 persen) dan Kecamatan Rogojampi dengan
menyumbang nilai tambah sebesar Rp. 107,6 miliar (5,9
persen). Sedangkan kecamatan lainnya menyumbang
antara 1,3 persen hingga 5,3 persen. Lebih jelasnya bisa
dilihat pada grafik dibawah ini:
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 35
Grafik 9. PDRB Kecamatan Se-Kabupaten Banyuwangi
Sektor Jasa-jasa Tahun 2012 (000 Rp.)
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 36
BAB III
METODOLOGI
3.1 PRINSIP DASAR PENYUSUNAN
Pada tahun 2006 pernah dilakukan pengukuran terhadap
ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan penduduk
Kabupaten Banyuwangi. Untuk mengetahui perkembangan indeks
ini, pada tahun 2011 dan tahun 2012 dilakukan pengukuran
kembali. Pengukuran indeks ini bertujuan untuk mengetahui efek
program-program pembangunan yang telah dilakukan terhadap
ketimpangan kesejahteraan di masyarakat. Pembangunan oleh
pemerintah bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
yang ditandai meningkatnya kualitas sumberdaya manusia,
terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha,
terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar
lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya
beli masyarakat.
3.1.1 Acuan Rancangan
Studi ini mengacu pada sebuah konsep yang
dikembangkan oleh para praktisi dibidang statistik.Yang kemudian
dibuat sebagai acuan rancangan dalam mengevaluasi berbagai
program pembangunan di Kabupaten Banyuwangi khususnya di
bidang ekonomi yang mengarah pada peningkatan pendapatan
masyarakat pada tahun 2012.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 37
3.1.2 Prinsip-Prinsip Dasar
Beberapa prinsip dasar penyusunan Gini Ratio, Kurva Lorenz
dan Kriteria Bank Dunia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 yaitu:
a. Akurat dalam memberikan rekomendasi dan intervensi
apa yang perlu mendapatkan prioritas ketika program
pembangunan itu diimplementasikan;
b. Validitas datanya bisa dipertanggungjawabkan dan
mempunyai kontinuitas dalm pengukuran mengikuti
runtun waktu yang ditentukan;
3.1.3 Kerangka Landasan Analisis
Kerangka landasan analisa yang digunakan dalam
penyusunan Gini Ratio, Kurva Lorenz dan Kriteria Bank Dunia
Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012, berupa analisa statistik
sederhana dan lazimnya disebut dengan statistik deskriptif.
3.2 METODOLOGI PENYUSUNAN
Metodologi penyusunan indeks gini rasio, kurva lorenz dan
kriteria bank dunia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 dengan
meliputi tahapan sebagai berikut.
3.2.1 Penentuan Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan yang berupa sumber data utama untuk
penyusunan publikasi ini menggunakan data primer hasil observasi
lapangan secara sampel. Observasi dilakukan peda rumah tangga
yang secara acak terpilih sebagai sampel Jumlah sampel yang
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 38
diambil ditentukan hingga memenuhi “Minimum Sample Size” untuk
menghasilkan estimasi data pada level kabupaten.
Dalam survey ini wilayah pencacahan yang digunakan
sebagai unit sampling bukanlah desa/kelurahan ataupun RT/RW,
melainkan Blok Sensus Blok Sensus adalah bagian dari
desa/kelurahan yang dibatasi oleh batas jelas (bisa batas alam
seperti sungai maupun batas buatan misal jalan) Blok Sensus
biasanya terdiri dari 80-120 rumah tangga. Satu desa/kelurahan
terbagi habis dalam beberapa blok sensus.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam suvei
adalah Pengambilan Sampel Dua Tahap (Two Stage Random
Sampling);
1. Tahap pertama, dari kerangka sampel blok sensus diambil
sejumlah Blok Sensus secara probability proporsional to size,
dengan size banyaknya rumah tangga.
2. Tahap dua, dari setiap blok sensus terpilih diambil sepuluh
(10) rumah tangga secara stratified random sampling
(pengambilan sampel berstrata) dengan strata golongan
pendidikan kepala rumah tangga.
3.2.2 Tehnik Penghitungan Gini Rasio, Kurva Lorenz dan Kriteria
Bank Dunia
Metode penyusunan yang mendasari penerbitan publikasi
ini menggunakan standar hitung secara deskriptif. Secara
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 39
matematis Gini Ratio atau Indeks Gini dimaksud dinotasikan
sebagai beikut:
Gini Rasio = 1 - ( ( ))
dimana:
= Persentase rumah tangga/penduduk pada kelas i
= Persentase kumulatif pendapatan pada kelas i
Nilai GR bergerak 0 s/d 1, maka tinggi nilai GR (mendekati
1), maka semakin tinggi ketidakmerataan atau ketimpangan yang
terjadi di wilayah tersebut Sebaliknya bila nilai GR mendekati 0,
maka ketidakmerataan atau ketimpangan yang terjadi diwilayah
tersebut makin rendah.
Kurva Lorenz yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari perhitungan ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan
dalam bentuk visualisasinya adalah sebagai berikut:
Persentase Penduduk
Gambar 3.
Kurva Lorens
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 40
Pada Gambar 3 garis mendatar menunjukan jumlah
penerima pendapatan dalam bentuk persentase kumulatif dan
sumbu tegak menyatakan bagian total dari pendapatan yang
diterima oleh masing-masing persentase jumlah penduduk tersebut.
Sedangkan garis diagonal dari gambar tersebut merupakan garis
kemerataan dalam distribusi pendapatan. Semakin jauh jarak garis
Kurva Lorenz dengan garis kemerataan maka semakin tinggi tingkat
ketidakmerataan.
Kriteria Bank Dunia dalam mengukur ketidakmerataan atau
ketimpangan pendapatan menggunakan tiga kategori
berdasarkan jumlah pendapatan yang diterima oleh 40 persen
rumah tangga yang berpenghasilan terendah, yaitu:
1. Tingkat ketimpangan tinggi, apabila kelompok rumah tangga
yang berpendapatan terendah, menerima kurang dari 12%
dari seluruh pendapatan.
2. Tingkat ketimpangan sedang, apabila kelompok rumah
tangga yang berpendapatan terendah, menerima 12%
sampai 17% dari seluruh pendapatan.
3. Tingkat ketimpangan rendah, apabila kelompok rumah
tangga yang berpendapatan terendah, menerima lebih dari
17% dari seluruh pendapatan
Ukuran ini bukan merupakan ukuran distribusi pendapatan
yang bersifat menyeluruh karena hanya memperhatikan
perkembangan pendapatan yang diterima oleh 40 persen
penduduk yang berpendapatan terendah.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 41
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 PENDAPATAN RUMAH TANGGA
Pendapatan rumah tangga merupakan jumlah
pendapatan dari semua anggota rumah tangga yang tinggal
bersama dalam sebuah bangunan. Data pendapatan ini dihitung
berdasarkan pendekatan pengeluaran rumah tangga.
Pengeluaran rumah tangga terdiri dari konsumsi makanan dan non
makanan. Pengeluaran yang dihitung berupa pengeluaran
makanan berupa beras, lauk pauk, makanan jadi hingga rokok.
Sedangkan pengeluaran non makanan yang dihitung dari
perumahan, kesehatan, sandang hingga pesta/kenduren.
Jumlah rumah tangga se-Kabupaten Banyuwangi pada
Tahun 2012 sebanyak 478.072 rumah tangga yang tersebar di 217
desa/kelurahan atau 24 kecamatan. Ada peningkatan jumlah
rumah tangga sebanyak 0,1 persen atau bertambah 390 rumah
tangga dibanding Tahun 2011. Berdasarkan hasil survei dalam
penelitian ini, diperoleh informasi bahwa rata-rata pendapatan
rumah tangga per kapita dalam sebulan adalah Rp1.553.834,-.
Rata-rata pendapatan ini meningkat sebanyak Rp 48.712,-
dibandingkan Tahun 2011.
Untuk memudahkan dalam mengkaji pendapatan rumah
tangga di Kabupaten Banyuwangi, pendapatan rumah tangga
dikelompokkan dalam beberapa kelompok pengeluaran.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 42
Kelompok terkecil pertama diambil dari rumah tangga dengan
kelompok pendapatan kurang dari 300.000 rupiah per bulan,
kelompok berikutnya dengan selang selisih 200.000 rupiah hingga
pada kelompok terbesar terakhir, yaitu kelompok rumah tangga
dengan pendapatan lebih dari 1.900.000 rupiah per bulan
sebagaimana tersusun dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelompok
Pendapatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012
Kelompok
Pendapatan
(Rp)
Jumlah
Rumah
Tangga
Persentase
Rumah
tangga (1) (2) (3)
< 299.999 45.515 9,53
300.000 - 499.999 79.942 16,72
500.000 - 699.999 122.385 25,60
700.000 - 899.999 93.318 19,52
900.000 - 1.099.999 62.597 13,09
1.100.000 - 1.299.999 34.360 7,19
1.300.000 - 1.499.999 17.929 3,75
1.500.000 - 1.699.999 10.629 2,22
1.700.000 - 1.899.999 7.522 1,57
1.900.000 <
3.875 0,81
478.072 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 43
Berdasarkan distribusi pendapatan pada tabel 3 di atas,
kelompok rumah tangga dengan pendapatan antara Rp.500.000,-
hingga Rp.699.999,- merupakan kelompok terbesar, jumlahnya
mencapai 25,60 persen atau 122.385 rumah tangga. Kelompok
terbesar kedua diikuti oleh kelompok pengeluaran antara
Rp.700.000,- hingga Rp.899.999,- yang mencapai 19,52 persen
(93.318 rumah tangga). Kemudian, Kelompok terbesar ketiga diikuti
oleh kelompok pengeluaran antara Rp.300.000,- hingga
Rp.499.999,- yang mencapai 16,72 persen (79.942 rumah tangga).
Untuk Kelompok
rumah tangga
yang
pendapatannya
terendah yaitu
kurang dari
Rp.300.000,- ada
sebanyak 9,53
persen (45.515
rumah tangga).
Dan ada 15,54
persen atau 74.315
rumah tangga
yang
pendapatannya
lebih dari
Rp.1.100.000,-
0
5
10
15
20
25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4,09
6,49 7,50
9,11
10,43 11,04
11,57 11,19
13,45
15,13
Gambar 4. Persentase Pendapatan Rumah Tangga Berdasarkan Desil
Penduduk Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012
Tahun 2012 Tahun 2011
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 44
Gambar 4 menunjukkan persentase pendapatan yang
diterima oleh rumah tangga yang terbagi dalam sepuluh kelompok
(desil rumah tangga) yang disusun berdasarkan urutan
pendapatan terendah hingga tertinggi.
Sepuluh persen (desil 1) rumah tangga terendah menikmati
pendapatan total sebesar 4,09 persen. Arti angka 4,09 persen pada
desil 1 menunjukkan bahwa sepuluh persen penduduk yang
berpendapatan terendah hanya menikmati 4,09 persen dari seluruh
pendapatan rumah tangga di Kabupaten Banyuwangi.
Dibandingkan kondisi Tahun 2011, ada penambahan lebih dari satu
persen dalam kelompok rumah tangga ini. Sedangkan pada
kelompok desil 10 atau sepuluh persen rumah tangga teratas
menikmati 15,13 persen dari seluruh pendapatan rumah tangga di
Kabupaten Banyuwangi. Persentase rumah tangga kelompok ini
menurun relatif banyak hingga hampir mencapai sepuluh persen
apabila dibandingkan kondisi Tahun 2011. Berdasarkan gambar 4
tersebut juga terlihat pola pada tahun 2012 terlihat landai
dibanding tahun 2011. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran
pendapatan beberapa rumah tangga dari kelompok pengeluaran
besar ke kelompok yang lebih kecil. Kondisi ini terjadi pada tiga
kelompok rumah tangga desil teratas, yaitu desil 8, desil 9 dan desil
10.
Namun pola pergerakan desil satu, desil kedua, desil ketiga
hingga desil ke sepuluh sama dengan kondisi tahun 2011, yaitu
terlihat adanya pola kecenderungan menaik. Analisa dari pola ini
adalah efek multiplier pendapatan, yaitu pendapatan rumah
tangga yang makin baik akan menimbulkan sumber daya yang
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 45
mampu menciptakan penambahan pendapatan. Contoh realita
efek ini adalah apabila sebuah rumah tangga petani yang
mempunyai penghasilan lebih, maka rumah tangga ini mampu
memperluas lahan pertaniannya, dan akibat perluasan usahanya
maka akan menambah penghasilannya. Demikian pula seorang
pengusaha yang penghasilannya meningkat akan membuat
pengusaha lebih berdaya dalam melakukan menambah
penghasilannya melalui perluasan usaha, keanekaragam produk
maupun usaha baru.
4.2 PENDAPATAN PENDUDUK
Tidak berbeda dengan pendapatan rumah tangga, bahwa
pendapatan penduduk ini juga dihitung berdasarkan pendekatan
pengeluaran anggota rumah tangga. Pendapatan penduduk
dalam bahasan ini merupakan pendapatan penduduk per kapita
dalam sebulan Pendapatan ini merupakan angka rata-rata
pendapatan rumah tangga per kapita dalam sebulan dibagi
jumlah anggota rumah tangganya. Jumlah penduduk di
Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2012 adalah 1.568.898 jiwa
yang tersebar di 217 desa/kelurahan dalam 24 kecamatan.
Berdasarkan hasil survei dalam penelitihan ini, di peroleh informasi
bahwa rata-rata pendapatan penduduk per kapita dalam sebulan
adalah Rp 486.196,-. Rata-rata pendapatan penduduk per kapita
ini meningkat sebesar Rp 14.243,- dibanding pada Tahun 2011.
Untuk memudahkan dalam mengkaji pendapatan
penduduk di Kabupaten Banyuwangi, pendapatan penduduk
dikelompokkan dalam beberapa kelompok pendapatan.
Kelompok terkecil pertama diambil dari penduduk dengan
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 46
kelompok pendapatan kurang dari 150.000 rupiah per bulan,
kelompok berikutnya dengan selang selisih 150.000 rupiah hingga
pada kelompok terbesar terakhir, yaitu kelompok penduduk
dengan pendapatan lebih dari 1.350.000 rupiah per bulan
sebagaimana tersusun dalam Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Distribusi Pendapatan Penduduk Kabupaten Banyuwangi
Tahun 2012
Berdasarkan distribusi pendapatan penduduk per kapita
dalam sebulan pada tabel 4 di atas, kelompok penduduk dengan
pendapatan antara Rp.300.000,- hingga Rp. 449.999,- merupakan
kelompok terbesar, jumlahnya mencapai 35,31 persen atau 554.049
jiwa. Kelompok terbesar kedua diikuti oleh kelompok pengeluaran
antara Rp. 150.000,- hingga Rp. 299.999,- yang mencapai 24,34
persen (381.868 jiwa). Kemudian, Kelompok terbesar ketiga diikuti
Kelompok Pendapatan (Rp)
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Persentase
Penduduk
(1) (2) (3)
< 149.999 3.139 0,20
150.000 - 299.999 381.868 24,34
300.000 - 449.999 554.049 35,31
450.000 - 599.999 326.306 20,80
600.000 - 749.999 122.484 7,81
750.000 - 899.999 77.141 4,92
900.000 - 1.049.999 35.358 2,25
1.050.000 - 1.199.999 23.567 1,50
1.200.000 - 1.349.999 17.140 1,09
1.350.000 <
27.846 1,77
1.568.898 100,00
Sumber data: BPS Kabupaten Banyuwangi
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 47
oleh kelompok pengeluaran antara (Rp. 450.000,-) hingga (Rp.
599.999,-) yang mencapai 20,80 persen (326.306 jiwa). Untuk
Kelompok penduduk yang pendapatannya terendah yaitu kurang
dari Rp. 150.000,- ada sebanyak 0,20 persen (3.139 jiwa). Dan ada
11,54 persen atau 181.052 jiwa yang pendapatannya lebih dari Rp.
750.000,- .
Gambar 5 berikut menunjukkan persentase pendapatan
penduduk per kapita yang terbagi dalam sepuluh kelompok (desil
penduduk) yang disusun berdasarkan urutan pendapatan
terendah hingga tertinggi.
Sepuluh persen (desil 1) penduduk terendah menikmati
pendapatan total sebesar 6,60 persen. Arti angka 6,60 persen pada
desil satu menunjukkan bahwa sepuluh persen penduduk yang
berpendapatan terendah hanya menikmati 6,60 persen dari seluruh
pendapatan penduduk di Kabupaten Banyuwangi. Ada
penambahan sebesar 1,87 persen dibandingkan Tahun 2011.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6,60 7,72 7,64
9,07 10,22 10,68
11,73 10,34
12,61 13,40
Gambar 5.
Distribusi Pendapatan Penduduk Berdasarkan Desil Penduduk
Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 48
Sedangkan pada desil 10 atau sepuluh persen penduduk teratas
menikmati lebih dari sepuluh persen (13,40 persen) dari seluruh
pendapatan penduduk di Kabupaten Banyuwangi. Pada
kelompok ini terjadi penurunan yang relatif besar yaitu 10,27 persen.
Distribusi ini juga bergerak menurun artinya ada pergeseran
penduduk dari kelompok penduduk pendapatan tinggi ke rendah.
Terlihat pula pola kecenderungan menaik dari pergerakan
desil satu, desil kedua, desil ketiga hingga desil ke sepuluh seperti
pola rumah tangga. Analisa dari pola ini adalah efek multiplier
pendapatan, yaitu pendapatan penduduk yang makin baik akan
menimbulkan sumber daya yang mampu menciptakan
penambahan pendapatan bagi individu.
4.3 INDEKS GINI RASIO
Ukuran ketimpangan tunggal yang paling luas digunakan
untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan di suatu
daerah adalah koefisen gini rasio. Indeks gini rasio didasarkan pada
kurva lorenz, sebuah kurva frekuensi kumulatif yang
membandingkan distribusi dari suatu variabel (dalam hal ini
pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili
pemerataan. Untuk membentuk indeks gini rasio, dibuat sebuah
distribusi pendapatan per kapita sebagai berikut:
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 49
Tabel 5. Penghitungan Indeks Gini Ratio Kabupaten Banyuwangi
Tahun 2012
Kelompok Pendapatan
per Kapita sebulan
(Rp)
Jumlah
Penduduk
1Frekuensi
Kumulatif
Penduduk
Jumlah
Pendapatan
(Rp)
Frekuensi
Kumulatif
Pendapata
n
Fp*(Fc+F
c-1)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
< 149.999 3.139 0,00200 441.434.431 0,00059
150.000 - 299.999 381.868 0,24540 85.920.109.066 0,11620 0,028
300.000 - 449.999 554.049 0,59854 207.768.097.976 0,39574 0,181
450.000 - 599.999 326.306 0,80653 171.310.486.847 0,62624 0,213
600.000 - 749.999 122.484 0,88460 82.676.638.758 0,73748 0,107
750.000 - 899.999 77.141 0,93377 63.641.286.430 0,82310 0,077
900.000 - 1.049.999 35.358 0,95630 34.474.032.321 0,86949 0,038
1.050.000 - 1.199.999 23.567 0,97133 26.512.863.217 0,90516 0,027
1.200.000 - 1.349.999 17.140 0,98225 21.853.491.430 0,93456 0,020
1.350.000 <
27.846 1,00000 48.635.572.986 1,00000 0,034
Gini Rasio =
0,274
Sumber Data: BPS Kabupaten Banyuwangi
Berdasarkan skala indeks gini rasio, jika indeks gini rasio
kurang dari 0,30 maka ada ketimpangan dengan skala rendah.
Indeks gini antara 0,30 hingga 0,50 maka ketimpangannya sedang,
dan jika lebih dari 0,50 maka ketimpangannya berskala tinggi.
Berdasarkan Tabel 5 di atas, diperoleh indeks gini rasio
sebesar 0,274 lebih tinggi dibanding tahun 2011, yaitu 0,268. Namun
angka gini rasio pada tahun ini masih di bawah angka 0,30 yang
mengindikasikan ketimpangan pendapatan di Kabupaten
Banyuwangi tergolong skala rendah. Artinya, ketimpangan atau
ketidakmerataan pendapatan antar penduduk di Kabupaten
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 50
Banyuwangi ada namun dengan tingkat kesenjangan yang
rendah.
Dengan nilai indeks yang relatif mendekati ambang skala
ketimpangan sedang (GR=0,30) maka diharapkan pemerintah
tetap mengarahkan pembangunannya yang berpihak pada
masyarakat kelas bawah. Sehingga diharapkan dengan kebijakan
pembangunan yang berpihak pada masyarakat kelas bawah akan
mampu memberdayakan mereka hingga mampu meningkatkan
tingkat kesejahteraannya. Pembangunan yang berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa menghiraukan
pemerataan maka akan menimbulkan resiko sosial yang cukup
rawan di masa mendatang.
4.4 KURVA LORENZ
Kurva Lorenz Merupakan sebuah kurva yang menunjukkan
hubungan antara persentase penduduk dengan persentase
pendapatan. Sumbu datar digunakan untuk memetakan puluhan
(desil) penduduk, dimulai dari yang pendapatan terendah (desil 1),
berturut-turut sampai desil 10 yaitu kelompok sepuluh persen
penduduk pendapatan tertinggi. Sumbu tegak digunakan untuk
memetakan akumulasi pendapatan masing-masing kelompok
penduduk. Dengan cara demikian jika titik-titik pada diagram
tersebut dihubungkan akan membentuk kurva garis dari titik (0,0)
hingga (100,100). Tingkat ketimpangan suatu wilayah dicerminkan
oleh jarak garis tersebut dengan garis diagonal lurus dari (0,0)
hingga (100,100).
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 51
Garis diagonal tersebut menunjukkan distribusi pendapatan
dalam keadaan merata sempurna. Sehingga jika jarak kurva
tersebut makin dekat dengan garis diagonal maka ketimpangan
pendapatannya semakin rendah, atau dengan kata lain semakin
dekat dengan garis diagonal maka persentase pendapatan yang
diperoleh akan mendekati jumlah persentase penduduk kelompok
tersebut.
Berdasarkan kurva lorenz pada gambar 6. terlihat jarak
antara garis diagonal lurus terhadap garis kurvanya (garis warna
orange) tidak terlalu lebar, artinya secara grafis menggambarkan
ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan di Kabupaten
Banyuwangi tidak terlalu lebar.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Pe
nd
apat
an (
%)
Penduduk (%)
Gambar 6. Kurva Lorenz Kabupaten Banyuwangi
Tahun 2012
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 52
4.5 KRITERIA BANK DUNIA
Bank dunia telah mengukur ketimpangan pendapatan
berdasarkan kelompok 40 persen penduduk pendapatan
terendah. Apabila 40 persen penduduk pendapatan terendah
menikmati pendapatannya kurang dari 12 persen dari total
pendapatan maka dikatakan ada ketimpangan yang cukup tinggi
di wilayah tersebut. Apabila 40 persen penduduk pendapatan
terendah menikmati pendapatannya antara 12 persen hingga 17
persen dari total pendapatan maka dikategorikan sebagai
ketimpangan sedang. Apabila 40 persen penduduk pendapatan
terendah menikmati pendapatannya lebih dari 17 persen dari total
pendapatan maka dikategorikan sebagai ketimpangan rendah.
Kriteria Bank Dunia tersebut bukan merupakan distribusi
pendapatan yang bersifat menyeluruh karena hanya
memperhatikan perkembangan pendapatan yang diterima oleh
kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah saja.
Namun demikian kriteria Bank Dunia ini masih layak dan kerapkali
digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan di suatu
wilayah.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 53
Tabel 6. Distribusi Pendapatan Penduduk Kriteria
Bank Dunia Tahun 2012
Desil
Penduduk
Persentase
Kumulatif
Penduduk
Persentase
Pendapatan
Penduduk
Persentase
Kumulatif
Pendapatan
Penduduk
(1) (2) (3) (4)
1 10 6,60 6,60
2 20 7,72 14,32
3 30 7,64 21,96
4 40 9,07 31,03
5 50 10,22 41,25
6 60 10,68 51,93
7 70 11,73 63,65
8 80 10,34 73,99
9 90 12,61 86,60
10 100 13,40 100,00
sumber Data: BPS Kabupaten Banyuwangi
Berdasarkan Tabel 6 diatas, pada desil ke 4 menunjukkan
bahwa 40 persen penduduk berpendapatan terendah menikmati
31,03 persen dari total semua pendapatan. Sedangkan 40 persen
penduduk berpendapatan sedang (desil 8) menikmati 42,97
persen, dan 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi
menikmati 26,01 persen dari total semua pendapatan.
Berdasarkan kriteria Bank Dunia, maka ketimpangan
pendapatan di Kabupaten Banyuwangi tergolong rendah karena
total pendapatan yang dinikmati oleh 40 persen penduduk
berpendapatan rendah lebih dari 17 persen. Indikator ini senada
dengan hasil penghitungan indeks gini rasio.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 54
BAB V
PENUTUP
Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi selama ini bisa dikatakan membuahkan hasil yang
memuaskan karena pertumbuhan pembangunannya yang selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan yang mengacu
pada peningkatan pertumbuhan akan menjadi timpang apabila
hasil dari pembangunan tersebut hanya dinikmati oleh sekelompok
masyarakat.
Berdasarkan kajian indikator ketimpangan menggunakan
gini rasio dan kriteria Bank Dunia, ketimpangan pendapatan yang
terjadi di Kabupaten Banyuwangi tergolong rendah. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara umum perbedaan pendapatan
antara penduduk di masyarakat tidak terlalu lebar. Namun, apabila
dibandingkan dengan kondisi Tahun 2011, ketimpangannya relatif
lebih tinggi . Kondisi ini perlu diperhatikan oleh pembuat kebijakan
pembangunan di Kabupaten Banyuwangi. Akan menjadi lebih
bijak apabila arah pembangunan lebih berorientasi ke
pemberdayaan masyarakat kelompok pendapatan rendah.
Indikator Ketimpangan Pendapatan Page 55
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Banyaknya Penduduk dan Rumah Tangga
Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012
No Kecamatan Rumah
Tangga Penduduk
Rata-rata
Penduduk
Per Rumah
Tangga
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Pesanggaran 15.210 48.870 3,21
2 Siliragung 13.747 44.820 3,26
3 Bangorejo 18.115 60.027 3,31
4 Purwoharjo 20.334 65.628 3,23
5 Tegaldlimo 19.114 61.674 3,23
6 Muncar 37.014 129.737 3,51
7 Cluring 21.670 70.771 3,27
8 Gambiran 17.274 58.930 3,41
9 Tegalsari 12.907 46.532 3,61
10 Glenmore 20.694 70.093 3,39
11 Kalibaru 17.950 61.737 3,44
12 Genteng 23.472 83.874 3,57
13 Srono 27.079 87.942 3,25
14 Rogojampi 29.986 93.173 3,11
15 Kabat 22.127 67.546 3,05
16 Singojuruh 14.947 45.663 3,05
17 Sempu 21.845 71.994 3,30
18 Songgon 16.338 50.714 3,10
19 Glagah 11.694 34.323 2,94
20 Licin 9.472 28.043 2,96
21 Banyuwangi 30.504 106.797 3,50
22 Giri 9.246 28.693 3,10
23 Kalipuro 23.926 76.566 3,20
24 Wongsorejo 23.407 74.751 3,19
2012
478.072
1.568.898
3,28
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi