kata pengantar - pusdatin - kementerian...

63

Upload: dokien

Post on 30-Apr-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Page 2: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

KATA PENGANTAR

Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan

Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2014 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang

terbit setiap triwulan. Buletin konsumsi pangan ini merupakan terbitan tahun kelima, berisi

informasi gambaran umum konsumsi pangan di Indonesia, konsumsi rumah tangga dan

ketersediaan konsumsi per kapita serta ketersediaan di negara-negara dunia terutama untuk

komoditas yang banyak di konsumsi masyarakat. Pada edisi volume 5 nomor 1 tahun 2014 ini

disajikan perkembangan konsumsi Beras, Ubi Kayu, Bawang Merah, Gula Pasir dan Daging

Ayam sampai dengan data tahun 2013 serta prediksi tahun 2014 sampai 2016 untuk Susenas,

sedangkan NBM Prediksi tahun 2013 sampai 2016. Data yang disajikan dalam buletin ini

diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian bersumber dari

hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, Neraca Bahan Makanan (NBM) – Badan

Ketahanan Pangan, website FAO (Food Agriculture Organization) dan website USDA (United

States Departement of Agriculture).

Besar harapan kami bahwa buletin ini dapat bermanfaat bagi para pengguna baik di

lingkup Kementerian Pertanian maupun para pengguna lainnya. Kritik dan saran yang

membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan di masa mendatang.

Jakarta, April 2014

Kepala Pusat Data dan Sistem

Informasi Pertanian,

Ir. M. Tassim Billah, MSc

Page 3: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Page 4: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

BAB I. PENJELASAN UMUM

angan merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia, karena

itu pemenuhan atas pangan yang

cukup, bergizi dan aman menjadi hak asasi

setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan

sumberdaya manusia yang berkualitas

untuk melaksanakan pembangunan

nasional.

Kebutuhan pangan merupakan

penjumlahan dari kebutuhan pangan untuk

konsumsi langsung, kebutuhan industri dan

permintaan lainnya. Konsumsi langsung

adalah jumlah pangan yang dikonsumsi

langsung oleh masyarakat.

Seiring dengan peningkatan jumlah

penduduk dan kesejahteraan masyarakat,

maka kebutuhan terhadap jenis dan

kualitas produk makanan juga semakin

meningkat dan beragam. Oleh karena itu

salah satu target Kementerian Pertanian

tahun 2010 - 2014 adalah peningkatan

diversifikasi pangan, terutama untuk

mengurangi konsumsi beras dan terigu.

Selama tahun 2010-2014, konsumsi beras

ditargetkan turun 1,5% per tahun yang

diimbangi dengan peningkatan konsumsi

umbi-umbian, pangan hewani, buah-

buahan dan sayuran. Selain itu juga

diupayakan tercapainya pola konsumsi

pangan beragam, bergizi, seimbang dan

aman yang tercermin oleh meningkatnya

skor Pola Pangan Harapan (PPH) dari 86,4

pada tahun 2010 menjadi 93,3 pada tahun

2014 (Renstra Kementerian Pertanian,

2010).

Tabel 1.1. Sasaran Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

2010 2011 2012 2013 2014

Padi-padian 54,9 53,9 52,9 51,9 51,0

Umbi-umbian 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8

Pangan Hewani 9,6 10,1 10,6 11,1 11,5

Minyak dan Lemak 10,1 10,1 10,1 10,0 10,0

Buah/Biji Berminyak 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0

Kacangan-kacangan 4,3 4,4 4,6 4,7 4,9

Gula 4,9 4,9 5,0 5,0 5,0

Sayur dan Buah 5,2 5,4 5,5 5,7 5,8

Lain-lain 2,9 2,9 2,9 2,9 3,0

SKOR PPH 86,4 88,1 89,8 91,5 93,3

TAHUNMAKANAN

Sumber : Renstra Kementerian Pertanian, 2010

P

Page 5: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1.1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam buletin

ini adalah publikasi dari hasil Survei Sosial

Ekonomi Nasional, BPS (Data Susenas yang

digunakan terbitan bulan Maret), Neraca

Bahan Makanan (NBM-BKP), website FAO

(Food Agriculture Organization) dan

website USDA (United States Departement

of Agriculture).

Sejak tahun 2011, BPS melaksana-

kan Susenas setiap triwulan, namun dalam

publikasi buletin ini digunakan data hasil

Susenas Bulan Maret, dengan meng-

gunakan kuesioner modul konsumsi/

pengeluaran rumah tangga. Pengumpulan

data dalam Susenas dilakukan melalui

wawancara dengan kepala rumah tangga

dengan cara mengingat kembali (recall)

seminggu yang lalu pengeluaran untuk

makanan dan sebulan untuk konsumsi

bukan makanan. Data konsumsi/

pengeluaran yang dikumpulkan dibagi

menjadi 2 kelompok, yaitu (1) pengeluaran

makanan (215 komoditas yang dikumpulkan

kuantitas dan nilai rupiahnya) dan (2)

pengeluaran konsumsi bukan makanan

(yang dikumpulkan nilai rupiahnya, kecuali

listrik, gas, air dan BBM dengan

kuantitasnya).

Data konsumsi rumah tangga yang

bersumber dari Susenas (BPS) disajikan per

kapita per minggu. Selanjutnya dalam

penyajian publikasi ini untuk menjadi per

kapita per tahun dikalikan dengan 365/7.

Neraca Bahan Makanan (NBM)

memberikan informasi tentang situasi

pengadaan/penyediaan pangan, baik yang

berasal dari produksi dalam negeri, impor-

ekspor dan stok serta penggunaan pangan

untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan

untuk industri, serta informasi ketersediaan

pangan untuk konsumsi penduduk suatu

negara/wilayah dalam kurun waktu

tertentu. Cara perhitungan NBM adalah

sebagai berikut :

1. Penyediaan (supply) : Ps = P- ΔSt + I – E dimana :

Ps = total penyediaan dalam negeri P = produksi

ΔSt = stok akhir – stok awal I = Impor E = ekspor

2. Penggunaan (utilization)

Pg = Pk + Bt + Id + Tc + K dimana : Pg = total penggunaan

Pk = pakan Bt = bibit

Id = industri Tc = tercecer K = ketersediaan bahan makanan.

Untuk komponen pakan, bibit dan

tercecer dapat digunakan besaran

konversi persentase terhadap

penyedian dalam negeri, seperti pada

Tabel 1.2.

3. Ketersediaan pangan per kapita,

diperoleh dari ketersediaan dibagi

dengan jumlah penduduk. Jumlah

penduduk tahun 2010 sebesar 237.641

Page 6: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

ribu jiwa (Sensus Penduduk 2010,

BPS). Selanjutnya jumlah penduduk

tahun 2011 sampai tahun 2016 hasil

proyeksi Bappenas, seperti tersaji pada

Tabel 1.3.

Tabel 1.2. Besaran konversi komponen penggunaan (persentase terhadap penyediaan dalam negeri)

Pakan 0,17

Tercecer 2,50

Pakan 2,00

Tercecer 2,13

Bibit 0,24

Tercecer 8,36

Gula Pasir Tercecer 0,98

Daging Ayam Ras Tercecer 5,00

Komoditas KomponenAngka Konversi

(%)

Beras

Ubi Kayu

Bawang Merah

Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan

Tabel 1.3. Proyeksi Jumlah Penduduk, 2011 – 2016

Tahun Jumlah Penduduk

(000 jiwa)Tahun

Jumlah Penduduk

(000 jiwa)

2011 241.991 2014 252.165

2012 245.425 2015 255.462

2013 248.818 2016 258.705

Sumber : Proyeksi Bappenas

1.2. Ruang Lingkup Publikasi

Pada edisi volume 5 no. 1 tahun

2014 disajikan informasi perkembangan

pola konsumsi masyarakat Indonesia,

konsumsi rumah tangga per kapita per

tahun, ketersediaan konsumsi per kapita

per tahun dan prediksi 3 tahun ke depan

tahun 2014, 2015 dan 2016 serta konsumsi

di negara-negara di dunia untuk komoditas

yang banyak dikonsumsi masyarakat.

Komoditas yang dianalisis antara lain beras,

ubi kayu/ketela pohon, bawang merah, gula

pasir dan daging ayam. Model terpilih

dalam melakukan prediksi data konsumsi

per kapita disajikan pada Tabel 1.4 dan 1.5.

Page 7: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 1.4. Model terpilih dalam prediksi konsumsi per kapita per minggu beberapa komoditas

pangan berdasarkan data Susenas

Uraian BerasBeras

Ketan

Tepung

Beras

Lainnya

Padi-

padian

Ubi KayuBawang

Merah

Gula

Pasir

Daging

Ayam Ras

Daging

Ayam Buras

Model terpilihTrend

Kuadratik

Trend

LiniarDES

Trend S-

kurve

Trend

Liniar

Trend

Liniar

Trend

LiniarTrend Liniar

Trend

Kuadratik

MAPE 0,8437 0,8437 15,3189 50,7310 12,1117 17,7657 5,6786 16,7608 14,2870

MAD 0,0157 0,0157 0,0009 0,0038 0,0161 0,0010 0,0877 0,3432 0,0973

MSD 0,0004 0,0004 0,0000 0,0001 0,0004 0,0000 0,0119 0,1719 0,0164

Keterangan : ARIMA : Autoregressive Integrated Moving Avarage MAD : Mean Absolute Deviation

SES : Single Exponential Smoothing MSD : Mean Square Deviation

DES : Double Exponential Smoothing MA : Moving Avarage

MAPE : Mean Absolute Percentage Error

Tabel 1.5. Model terpilih prediksi penyediaan dan penggunaan beberapa komoditas pangan berdasarkan data Neraca Bahan Makanan

Gabah Beras Ubi KayuBawang

MerahGula Pasir

Daging Ayam

Ras

Daging Ayam

Buras

KeluaranModel

DES Trend LinearTrend

EksponentialTrend Linear Trend Linear

MAPE 4 9,26 14 20,71 6,012

MAD 798 48,22 265 59,09 8,967

MSD 942901 3440,94 101864 5497 133,89

ImporModel Trend S-Curve

Trend

Eksponential

Trend

KuadratikTrend Linear

MAPE 67,0167 214 29,327 52

MAD 4,3909 894 11,173 494

MSD 51,4755 1593,765 189,219 337820

EksporModel

Trend

Kuadratik

MAPE 41,8671

MAD 1,6908

MSD 5,4349

StokModel DES Trend Kuadratik

MAPE 117 313,7

MAD 589 324,0

MSD 538,967 162159,0

Pakan Persentase 0,44% dr total

penyediaan

0,17% dr total

penyediaan

2,00% dr total

penyediaan

TercecerPersentase

5,4% dr total

penyediaan

2,50% dr total

penyediaan

2,13% dr total

penyediaan

8,36% dr total

penyediaan

0,98% dr total

penyediaan

5,00% dr total

penyediaan

5,00% dr total

penyediaan

Bibit Model

MAPE

MAD

MSD

Persentase DES

MAPE 50

MAD 2422

MSD 13481494

ModelTrend

EksponentialTrend Linear

MAPE 105,67 371

MAD 56,25 19

MSD 5,73032 969Model

MAPE

MAD

MSD

Uraian

95,00% dr total

penyediaan

Diolah untuk

Makanan

0,24% dr total

penyediaan

Bahan Makanan 91,40% dr

total

penyediaan

95,00% dr total

penyediaan

Diolah untuk

Bukan Makanan

Koversi 62,74%

dari Masukan

Angka Proyeksi

Bidang Data

Komoditas

1,00% dr total

penyediaan

Page 8: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

BAB II. POLA KONSUMSI MASYARAKAT INDONESIA

2.1. Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia

Sesuai hukum ekonomi yang

dinyatakan oleh Ernst Engel (1857), yaitu

bila selera tidak berbeda maka persentase

pengeluaran untuk makanan menurun

dengan semakin meningkatnya pendapatan.

Hal ini dapat digunakan dalam meng-

gambarkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan data Susenas,

pengeluaran penduduk Indonesia untuk

makanan dan non makanan selama tahun

2002 - 2013 menunjukkan pergeseran,

pada awalnya persentase pengeluaran

untuk makanan lebih besar dibandingkan

pengeluaran untuk non makanan, namun

mulai tahun 2007 menunjukkan pergeseran,

dimana persentase pengeluaran non

makanan seimbang dengan pengeluaran

makanan terhadap total pengeluaran

penduduk Indonesia per kapita per tahun.

Persentase untuk makanan pada tahun

2002 sebesar 58,47% dan non makanan

sebesar 41,53% sedangkan pada tahun

2013 persentase untuk makanan menjadi

50,66% dan non makanan sebesar 49,34%,

seperti tersaji pada Gambar 2.1.

Besarnya rata-rata pengeluaran per kapita

per bulan tahun 2013 untuk bahan

makanan sebesar Rp. 356.435,- dan non

makanan sebesar Rp. 347.126,-.

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(%)

Makanan Non Makanan

Gambar 2.1. Perkembangan persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan, tahun 2002 – 2013

Persentase pengeluaran penduduk

Indonesia untuk makanan tahun 2013

terbesar adalah pengeluaran untuk

makanan dan minuman jadi yaitu sebesar

25,88%, disusul padi-padian sebesar

16,26%, tembakau dan sirih sebesar

Page 9: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

17,92

0,97

8,77

4,10

6,66

9,632,92

5,063,574,14

2,10

2,26

28,52

13,58

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih

20,61%

1,14%

7,94%

3,96%

6,03%

7,87%2,99%5,20%

3,42%4,48%

2,24%

2,72%

21,28%

10,10%

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih

12,07%, ikan sebesar 8,22%, sayur-

sayuran sebesar 7,40%, telur dan susu

sebesar 5,88%, sementara kelompok

makanan lainnya kurang dari 5%

(Gambar 2.2).

Tahun 2007 Tahun 2013

Gambar 2.2. Persentase pengeluaran kelompok pangan terhadap total pengeluaran pangan Tahun 2007 dan 2013

Perkembangan pengeluran nominal

bahan makanan per kapita per bulan tahun

2008 sampai tahun 2013 mengalami rata-

rata pertumbuhan sebesar 12,99%,

meskipun secara riil hanya meningkat

sebesar 4,78%. Pengeluaran per kapita per

bulan untuk kelompok padi-padian, umbi-

umbian dan bumbu-bumbuan secara

nominal mengalami peningkatan namun

secara riil mengalami penurunan. Hal ini

menunjukkan terjadinnya penurunan

kuantitas konsumsi pada kelompok bahan

makanan tersebut. Indikasi penurunan

kuantitas konsumsi juga terjadi pada

kelompok bahan makanan lainnya

mengingat peningkatan pengeluaran riil

yang lebih lambat dibandingkan

peningkatan pengeluaran nominal (Tabel

2.1).

Page 10: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

Tabel 2.1. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil kelompok bahan makanan per kapita per bulan, 2008 – 2013

Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal Riil

1 Padi-padian 36.970 110 33.621 38.122 114 33.405 44.004 134 32.824 44.427 154 28.881 57.908 171 33.898 57.956 178 32.488 9,99 (0,24)

2 Umbi-Umbian 2.040 110 1.855 2.180 114 1.910 2.422 134 1.807 3.008 154 1.955 2.785 171 1.630 3.151 178 1.766 9,58 (0,50)

3 Ikan 15.315 123 12.441 18.454 132 13.994 21.467 133 16.184 25.369 143 17.690 26.600 152 17.474 28.356 167 17.015 13,29 6,72

4 Daging 7.104 125 5.694 8.114 129 6.286 10.370 137 7.585 10.972 142 7.716 13.075 152 8.599 13.252 172 7.720 13,67 6,80

5 Telur dan susu 12.048 124 9.699 14.056 124 11.314 15.834 127 12.481 17.106 133 12.830 19.024 140 13.571 21.540 149 14.420 12,36 8,36

6 Sayur-sayuran 15.539 120 12.949 16.813 129 13.069 18.995 144 13.170 25.563 157 16.332 23.949 166 14.445 31.158 194 16.090 15,91 5,11

7 Kacang-kacangan 5.978 153 3.896 6.759 155 4.361 7.387 159 4.647 7.500 170 4.404 8.443 183 4.606 9.444 204 4.620 9,66 3,63

8 Buah-buahan 8.779 115 7.651 8.821 126 7.015 12.335 137 9.005 12.759 149 8.558 15.443 159 9.712 16.379 190 8.623 14,17 3,47

9 Minyak dan lemak 8.336 131 6.344 8.416 122 6.884 9.486 122 7.759 11.342 138 8.215 12.344 141 8.766 11.545 140 8.257 7,12 5,60

10 Bahan minuman 8.221 108 7.598 8.691 126 6.895 11.195 130 8.629 10.681 133 8.015 10.934 141 7.760 13.385 147 9.110 10,94 4,60

11 Bumbu-bumbuan 4.312 117 3.691 4.643 125 3.707 5.390 164 3.280 6.268 165 3.796 6.440 151 4.274 6.783 224 3.031 9,62 (2,37)

12 Konsumsi lainnya 5.356 107 5.000 5.720 112 5.093 6.368 116 5.483 6.381 123 5.176 6.962 132 5.284 7.302 138 5.294 6,46 1,24

13 Makanan & minuman jadi 44.193 118 37.518 54.326 124 43.674 63.286 130 48.693 81.536 136 59.861 80.532 142 56.697 92.254 151 61.063 16,32 10,65

14 Tembakau dan sirih 19.636 113 17.408 22.604 121 18.618 25.982 127 20.523 30.647 137 22.378 39.038 150 26.090 43.930 161 27.221 17,58 9,43

Jumlah Makanan 193.827 121 160.706 217.719 125 173.994 254.521 137 185.890 293.556 149 197.521 323.478 157 205.618 356.435 176 202.370 12,99 4,78

Rata-rata

Pertumbuhan 2008-

2013 (%)No. Kelompok Barang

2008 2009 2010

Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran

2011 2012 2013

Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran

Sumber: BPS, diolah Pusdatin

2.2. Perkembangan Konsumsi Kalori

& Protein Masyarakat Indonesia

Berdasarkan data Susenas,

konsumsi kalori dan protein penduduk

Indonesia memperlihatkan adanya

perubahan dari tahun 2007 dan 2013. Pada

Tabel 2.2 menunjukan adanya penurunan

konsumsi kalori dan protein per hari pada

tahun 2013 dibandingkan tahun 2007.

Pada tahun 2007 rata-rata konsumsi kalori

penduduk Indonesia sebesar 2.014,91 kkal,

sedangkan pada tahun 2013 menjadi

1.842,75 kkal atau turun sebesar 172,16

kkal. Penurunan kalori tertinggi terjadi

pada kelompok padi-padian sebesar 76,58

kkal, bahan minuman sebesar 25,59 kkal,

kacang-kacangan sebesar 21,49 kkal dan

umbi-umbian sebesar 21,40. Sementara

konsumsi kalori makanan dan minuman

jadi meningkat sebesar 45,86 kkal.

Tabel. 2.2. Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per kapita sehari menurut

kelompok makanan, Maret 2007 dan Maret 2013

2007 2013 Perubahan 2007 2013 Perubahan

1 Padi-padian 953,16 876,58 -76,58 22,43 20,57 -1,86

2 Umbi-Umbian 52,49 31,09 -21,40 0,40 0,27 -0,13

3 Ikan 46,71 44,09 -2,62 7,77 7,34 -0,43

4 Daging 41,89 39,96 -1,93 2,62 2,47 -0,15

5 Telur dan susu 56,96 53,50 -3,46 3,23 3,08 -0,15

6 Sayur-sayuran 46,39 34,96 -11,43 3,02 2,27 -0,75

7 Kacang-kacangan 73,02 51,53 -21,49 6,51 4,93 -1,58

8 Buah-buahan 49,08 35,65 -13,43 0,57 0,40 -0,17

9 Minyak dan lemak 246,34 227,99 -18,35 0,46 0,25 -0,21

10 Bahan minuman 113,94 88,35 -25,59 1,13 1,04 -0,09

11 Bumbu-bumbuan 17,96 14,32 -3,64 0,76 0,62 -0,14

12 Konsumsi lainnya 70,93 52,83 -18,10 1,43 1,09 -0,34

13 Makanan dan minuman jadi 246,04 291,90 45,86 7,33 8,75 1,42

Jumlah 2.014,91 1.842,75 -172,16 57,66 53,08 -4,58

No. Kelompok BarangKalori (kkal) Protein (gram)

Sumber: Susenas, BPS

Page 11: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

47,31%

2,61%

2,32%

2,08%

2,83%

2,30%

3,62%

2,44%12,23%5,65%

0,89%

3,52%

12,21%

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi

38,75 0,51

13,83

4,65

5,80

4,289,290,750,471,96

1,17

2,05

16,48

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi

38,90%0,69%

13,48%

4,54%

5,60%

5,24%

11,29%0,99%0,80%1,96%

1,32%

2,48%

12,71%

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi

Pada tahun 2013 rata-rata

konsumsi protein penduduk Indonesia

sebesar 53,108 gram/hari atau turun 4,58

gram/hari dari tahun 2007 yang sebesar

57,66 gram/hari (Tabel 2.2). Penurunan

konsumsi protein tertinggi per hari terjadi

pada kelompok padi-padian sebesar 1,86

gram dan kacang-kacangan sebesar 1,58

gram, diikuti penurunan konsumsi protein

pada kelompok sayur-sayuran 0,75 gram,

serta kelompok lainnya masing-masing

dibawah 0,45 gram, sedangkan konsumsi

protein makanan dan minuman jadi

mengalami peningkatn sebesar 1,42 gram.

Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.3

dan Gambar 2.4.

Tahun 2007 Tahun 2013

Gambar 2.3. Persentase konsumsi kalori penduduk Indonesia Tahun 2007 dan 2013

Tahun 2007 Tahun 2013

Gambar 2.4. Persentase konsumsi protein penduduk Indonesia Tahun 2007 dan 2013

Page 12: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

BAB III. BERAS

eras merupakan bahan pangan

pokok lebih dari setengah

penduduk dunia, dan konsumsi

beras menyumbang asupan lebih dari 20

persen kalori. Lebih dari 90 persen beras

dunia diproduksi dan dikonsumsi oleh 6

negara Asia (China, India, Indonesia,

Bangladesh, Vietnam dan Jepang). Pada

saat ini, di negara-negara Asia

menunjukkan kecenderungan bahwa

produksi dan ekspor beras meningkat

namun angka konsumsi yang menurun.

Dengan meningkatnya kesejahteraan

masyarakat dan urbanisasi, konsumsi per

kapita beras mempunyai kecenderungan

menurun di negara-negara Asia Tengah

dan berpenghasilan tinggi seperti Jepang,

Taiwan dan Republik Korea. Tapi, hampir

seperempat populasi di Negara Asia masih

tergolong miskin dan belum memiliki akses

yang cukup terhadap beras seperti

Afghanistan, Korea Utara, Nepal dan

Vietnam.

Beras juga merupakan kebutuhan

pangan pokok bagi lebih dari 90%

penduduk Indonesia. Berdasarkan data

hasil SUSENAS - BPS, konsumsi beras per

kapita cenderung menurun yakni dari

107,71 kg/kapita/tahun pada tahun 2002

menjadi 97,65 kg/kapita/tahun pada tahun

2012 (Susenas – BPS, 2002 dan 2012).

Produksi beras dalam negeri dari tahun ke

tahun terus meningkat, walaupun

mempunyai kecenderungan laju per-

tumbuhannya melandai. Di sisi lain,

pertumbuhan penduduk Indonesia melaju

dengan cepat, yakni 1,49 % per tahun

pada periode tahun 1990-2000 (Statistik

Indonesia 2000, BPS). Dengan kenyataan

ini maka total konsumsi domestik beras

Indonesia akan terus meningkat walaupun

per kapitanya menunjukkan penurunan.

Dalam tulisan ini akan diulas

keragaan dan prediksi konsumsi beras hasil

SUSENAS - BPS, serta ketersediaan beras

hasil perhitungan NBM, Kementan.

Konsumsi beras menurut SUSENAS

dibedakan dalam wujud beras dan

makanan jadi berbahan dasar beras.

Wujud makanan jadi berbahan dasar beras

kemudian dikonversi ke dalam wujud beras

menggunakan faktor konversi yang

bersumber dari hasil Studi PSKPG-IPB,

guna memperoleh total konsumsi beras.

3.1. Perkembangan dan Prediksi

Konsumsi Beras dalam Rumah Tangga di Indonesia

Cakupan data konsumsi menurut

hasil SUSENAS - BPS merupakan konsumsi

dalam wujud beras dan makanan olahan

berbahan dasar beras. Guna mendapatkan

angka konsumsi total beras, maka

makanan olahan berbahan dasar beras

B

Page 13: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

dikonversi ke wujud asal beras dengan

faktor konversi menurut Pusat Studi

Keanekaragaman Pangan dan Gizi, IPB

(PSKPG-IPB) seperti tersaji pada Tabel

3.1.

Tabel 3.1. Besaran konversi makanan jadi berbahan dasar beras ke bentuk asal beras

No Jenis Pangan SatuanKonversi

(gram)

Konversi ke

bentuk asal

Bentuk

konversi

1 Beras kg 1000 1 Beras

2 Beras Ketan kg 1000 1 Beras

3 Tepung beras kg 1000 1,01 Beras

4 Lainnya padi-padian kg 1000 1 Beras

5 Bihun ons 100 1 Beras

6 Bubur bayi kemasan 150 gr 150 1 Beras

7 Lainnya konsumsi lainnya - 100 1 Beras

8 Kue basah buah 30 0,4 Beras

9 Nasi campur/rames porsi 500 0,5 Beras

10 Nasi goreng porsi 250 0,5 Beras

11 Nasi putih porsi 200 0,5 Beras

12 Lontong/ketupat sayur porsi 350 0,25 Beras

Sumber : Studi PSKPG- IPB

Total konsumsi beras selama

periode tahun 2002 – 2013 cenderung

mengalami penurunan dari tahun ke tahun,

kecuali pada tahun 2003 dan 2008

mengalami peningkatan masing-masing

sebesar 0,65% dan 4,84% dibandingkan

tahun sebelumnya. Rata-rata konsumsi

beras selama periode 2002 - 2013 sebesar

1,98 kg/kapita/minggu atau setara dengan

103,18 kg/kapita/tahun dengan laju

penurunan rata-rata sebesar 0,88% per

tahun. Konsumsi beras tertinggi terjadi

pada tahun 2003 yang mencapai 108,42

kg/kapita/tahun. Setelah itu, konsumsi

beras cenderung terus mengalami

penurunan hingga pada tahun 2013

menjadi sebesar 97,40 kg/kapita/tahun.

Perkembangan konsumsi beras total per

kapita dari tahun 2002 – 2013 disajikan

pada Tabel 3.2.

Page 14: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

Tabel 3.2. Perkembangan konsumsi bahan makanan yang mengandung beras di rumah tangga menurut hasil Susenas, 2002 – 2013 serta prediksi 2014 - 2016

(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)

2002 2,0656 107,7057

2003 2,0789 108,4018 0,65

2004 2,0520 106,9991 -1,29

2005 2,0190 105,2770 -1,61

2006 1,9945 103,9980 -1,21

2007 1,9188 100,0507 -3,80

2008 2,0116 104,8909 4,84

2009 1,9603 102,2146 -2,55

2010 1,9321 100,7453 -1,44

2011 1,9728 102,8661 2,11

2012 1,8727 97,6455 -5,08

2013 1,8680 97,4045 -0,25

Rata-rata 1,9789 103,1833 -0,88

2014 *) 1,8732 97,6715 0,27

2015 *) 1,8620 97,0881 -0,60

2016*) 1,8512 96,5259 -0,58

Sumber : SUSENAS, BPS

*) hasil prediksi Pusdatin

TahunKonsumsi

Pertumbuhan (%)

90

92

94

96

98

100

102

104

106

108

110

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

(Kg/kapita)

Gambar 3.1. Perkembangan konsumsi beras dalam rumah tangga di Indonesia 2002 – 2013, serta prediksi 2014 - 2016

Sejalan dengan perilaku konsumsi

beras pada tahun – tahun sebelumnya,

maka pada tahun 2014 diprediksikan akan

terjadi sedikit peningkatan konsumsi per

kapita beras. Berdasarkan hasil prediksi,

konsumsi beras tahun 2014 diperkirakan

sebesar 97,67 kg/kapita/thn atau naik

sebesar 0,27% dibandingkan tahun 2013.

Page 15: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Namun demikian, pada tahun 2015,

konsumsi beras per kapita diprediksikan

akan turun sebesar 0,6% dibandingkan

tahun 2014 atau menjadi sebesar 97,09

kg/kapita dan pada tahun 2016 menjadi

sebesar 96,53 kg/kapita/thn. Keragaan

konsumsi beras tahun 2002 – 2013 serta

prediksi tahun 2014 - 2016 secara lengkap

tersaji pada Tabel 3.2 dan Gambar 3.1.

Apabila ditinjau dari besaran

pengeluaran untuk konsumsi beras bagi

penduduk Indonesia tahun 2008 – 2013

secara nominal menunjukkan peningkatan

sebesar 14,03%, yakni dari Rp. 364,06

ribu/kapita pada tahun 2008 menjadi Rp.

682,03 ribu/kapita pada tahun 2013.

Namun demikian setelah dikoreksi dengan

faktor inflasi, pengeluaran untuk konsumsi

beras secara riil sejatinya hanya mengalami

peningkatan sebesar 3,65%. Hal ini

menunjukkan bahwa secara kuantitas,

konsumsi per kapita beras penduduk

Indonesia terjadi tendensi penurunan.

Perkembangan pengeluaran untuk

konsumsi beras nominal dan rill dalam

rumah tangga di Indonesia tahun 2008–

2013 secara rinci tersaji pada Tabel 3.3

dan Gambar 3.2.

Tabel 3.3. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi beras nominal dan rill dalam rumah

tangga di Indonesia, 2008 – 2013

2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 Nominal 364.061 445.300 512.929 518.300 682.602 682.029 14,03

2 IHK*) 109,96 114,12 134,06 153,83 170,83 178,39 10,30

3 Riil 331.085 390.203 382.612 336.930 399.580 382.324 3,65

Sumber: BPS, diolah Pusdatin

Keterangan : *) Indeks Harga Konsumen (IHK) Kelompok padi-padian

No UraianPengeluaran (Rupiah/kapita/tahun) Pertumbuhan

(%)

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(Rupiah/kapita)

Nominal Riil

Gambar 3.2. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi beras nominal

dan rill dalam rumah tangga di Indonesia, 2008 – 2013

Page 16: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

3.2. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan dan Penggunaan

Padi di Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan

Neraca Bahan Makanan (NBM) komoditas

padi, komponen penyediaan terdiri dari

produksi ditambah impor dan dikurangi

ekspor dan perubahan stok, sementara

komponen penggunaan adalah untuk bibit,

pakan, diolah sebagai bahan makanan, dan

tercecer. Penyediaan padi dalam wujud

gabah kering giling (GKG) di Indonesia

seluruhnya bisa dipasok dari produksi

dalam negeri, walaupun ada realisasi impor

namun dalam kuantitas yang sangat kecil

karena hanya digunakan sebagai

penyangga ketersediaan dalam negeri atau

digunakan sebagai bibit.

Produksi padi dalam wujud GKG

dari tahun 2010 hingga 2013 (Angka

Sementara, BPS) relatif berfluktuasi namun

menunjukkan pola meningkat dengan rata-

rata sebesar 2,39% per tahun, yakni dari

66,47 juta ton pada tahun 2010 menjadi

71,29 juta ton pada tahun 2013. Selama

periode tahun 2010 – 2013 tersebut

terdapat realisasi impor gabah yang

dilakukan oleh Indonesia dalam kuantitas

yang relatif kecil yakni berkisar antara 1 –

24 ribu ton, sementara tidak ada realisasi

ekspor serta tidak ada stok dalam wujud

gabah. Oleh karenanya, penyediaan gabah

dalam negeri hanya dihitung dari besarnya

produksi ditambah impor atau sebesar

66,47 juta ton pada tahun 2010 dan

meningkat menjadi 71,29 juta ton pada

tahun 2013.

Ketersediaan data penggunaan

gabah hasil perhitungan NBM adalah

hingga tahun 2012 (Angka Sementara).

Pada periode tahun 2010 – 2012, dari

jumlah penyediaan gabah domestik

tersebut sekitar 0,44% digunakan untuk

pakan, sekitar 5,4% tercecer, serta sekitar

1% untuk bibit, sehingga 93,16% siap

dikonsumsi sebagai bahan makanan atau

dikonversi ke wujud beras. Dengan faktor

konversi seperti tersebut diatas maka

fluktuasi penyediaan gabah yang siap

dikonversi menjadi beras sangat

bergantung pada fluktuasi produksi gabah

nasional. Pada tahun 2010, jumlah

penyediaan gabah yang siap dikonversi

menjadi beras untuk bahan makanan

sebesar 61,89 juta ton, dan meningkat

menjadi 64,37 juta ton pada tahun 2012

(Tabel 3.4).

Page 17: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 3.4. Penyediaan dan penggunaan padi tahun 2010 - 2012 serta prediksi tahun 2013 – 2016

2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)

A. Penyediaan (000 ton) 66.474 65.763 69.080 71.292 71.037 71.130 71.480

1. Produksi

- Masukan - - - - - - -

- Keluaran 66.469 65.757 69.056 71.291 71.034 71.127 71.477

2. Impor 4 6 24 1 3 3 3

3. Ekspor 0 0 0 0 0 0 0

4. Perubahan Stok - - - - - - -

B. Penggunaan (000 ton) 66.474 65.763 69.080 71.292 71.037 71.130 71.480

1. Pakan 292 289 304 314 313 313 315

2. Bibit 701 658 676 713 710 711 715

3. Diolah untuk :

- Makanan 61.891 61.264 64.369 66.649 66.178 66.265 66.591

- Bukan makanan 0 0 0 0 0 0 0

4. Tercecer 3.590 3.551 3.730 3.850 3.836 3.841 3.860

5. Bahan Makanan - - - - - - -

C. Ketersediaan per kapita

(kg/kapita/tahun) - - - - - - -

Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin

Keterangan : *) Angka Sementara untuk keluaran **) Angka Prediksi Pusdatin

No. UraianTahun

hingga 2016 produksi padi (GKG)

akan terus mengalami peningkatan dengan

rata-rata sebesar 0,09% per tahun

sehingga pada tahun 2016 menjadi sebesar

71,48 juta ton. Dengan asumsi besaran

impor gabah sama seperti tahun-tahun

sebelumnya dan tidak ada realisasi ekspor,

maka pada tahun 2014 hingga 2016,

ketersediaan padi diprediksi masih berkisar

pada besaran tersebut di atas. Dengan

besaran konversi penggunaan padi untuk

untuk pakan, bibit dan tercecer yang masih

tetap seperti tahun-tahun sebelumnya

maka besarnya gabah yang dapat

digunakan untuk diolah menjadi beras

diprediksikan menjadi sebesar 66,18 juta

ton pada tahun 2014 dan terus meningkat

menjadi 66,59 juta ton pada tahun 2016

(Tabel 3.4).

3.3. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan

ketersediaan Beras di Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan NBM

gabah seperti tersaji pada Tabel 3.4, maka

besaran gabah yang siap diolah sebagai

bahan makanan akan menjadi produksi

masukan pada penyediaan beras seperti

tersaji pada Tabel 3.5. Kemudian, masukan

yang berupa gabah menghasilkan keluaran

berupa beras dengan menggunakan faktor

konversi sebesar 62,74%. Oleh karennya,

berdasarkan keragaan data pada Tabel 3.5

telah diperoleh keluaran beras tahun 2010

- 2012 serta prediksi tahun 2013 – 2016.

Page 18: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

Komponen total penyediaan beras

merupakan angka produksi keluaran beras

ditambah impor, dikurangi ekspor dan

perubahan stok pada tahun yang

bersangkutan. Data ekspor dan impor

tersedia hingga tahun 2013, sementara

perubahan stok baru tersedia hingga tahun

2012, dan kemudian dilakukan prediksi

hingga 2016.

Pada tahun 2010, masukkan berupa

gabah sebesar 61,89 juta ton

menghasilkan keluaran berupa beras

sebesar 38,83 juta ton, kemudian ditambah

impor beras sebesar 683 ribu ton dan

dikurangi perubahan stok sebesar -726 ribu

ton, sehingga total ketersediaan beras

tahun 2010 mencapai 40,24 juta ton.

Setelah periode tahun 2010, impor beras

Indonesia menunjukkan pola berfluktuasi

hingga menjadi sebesar 472 ribu ton pada

tahun 2013, serta diprediksikan terus

mengalami peningkatan hingga menjadi

857 ribu ton pada tahun 2016. Realisasi

ekspor beras diprediksikan relatif stabil dan

dalam kuantitas yang sangat kecil sebesar

3 ribu ton hingga 2016, serta angka

perubahan stok yang sangat berfluktuatif.

Dengan keragaan tersebut, total

penyediaan beras Indonesia terus

mengalami peningkatan, yakni menjadi

sebesar 41,87 juta ton pada tahun 2013

dan dan diprediksikan terus mengalami

peningkatan menjadi sebesar 42,13 juta

ton pada tahun 2016.

Total penggunaan beras pada

perhitungan NBM adalah untuk pakan,

tercecer, diolah untuk industri bukan

makanan serta digunakan sebagai bahan

makanan. Penghitungan penggunaan beras

untuk pakan dan tercecer menggunakan

faktor konversi masing-masing sebesar

0,17% dan 2,5% terhadap total

penyediaan beras. Total penggunaan beras

pada tahun 2010 sebesar 68 ribu ton untuk

pakan ternak, 25 ribu ton sebagai bahan

baku industri bukan makanan, serta 1 juta

ton merupakan jumlah beras yang

tercecer. Yang dimaksud dengan tercecer

adalah sejumlah makanan yang tercecer

pada saat produksi hingga beras tersebut

tersedia di tingkat pedagang pengecer.

Selisih total penyediaan dengan total

penggunaan untuk pakan, tercecer dan

bahan baku industri bukan makanan

merupakan kuantitas beras yang tersedia

untuk bahan makanan.

Tahun 2010 ketersediaan beras

untuk bahan makanan mencapai 39,14 juta

ton. Karena penggunaan beras untuk

pakan dan tercecer menggunakan faktor

konversi yang tetap, sementara kuantitas

yang diolah untuk industri bukan makanan

relatif kecil, maka setelah tahun 2010

pola peningkatan ketersediaan beras untuk

bahan makanan mengikuti pola

peningkatan penyediaan beras.

Selanjutnya, pada tahun 2014 - 2016,

penggunaan beras untuk bahan makanan

Page 19: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Indonesia juga diprediksikan masih terus

mengalami peningkatan dari 40,81 juta ton

menjadi 40,99 juta ton, secara rinci tersaji

pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan beras tahun 2010 - 2012 serta prediksi

tahun 2013 – 2016

2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)

A. Penyediaan (000 ton) 40.239 41.056 41.110 41.865 41.956 41.966 42.133

1. Produksi

- Masukan 61.891 61.264 64.369 66.649 66.178 66.265 66.591

- Keluaran 38.830 38.437 40.385 41.815 41.520 41.574 41.779

2. Impor 683 2.745 1.787 472 833 842 857

3. Ekspor - 1 1 3 3 3 3

4. Perubahan Stok -726 125 1.062 419 394 447 500

B. Penggunaan (000 ton) 40.239 41.056 41.110 41.865 41.956 41.966 42.133

1. Pakan 68 70 70 71 71 71 72

2. Bibit - - - - - - -

3. Diolah untuk :

- Makanan - - - - - - -

- Bukan makanan 25 29 46 20 28 25 23

4. Tercecer 1.006 1.026 1.028 1.047 1.049 1.049 1.053

5. Bahan Makanan 39.139 39.930 39.966 40.727 40.808 40.821 40.985

C. Ketersediaan per kapita

(kg/kapita/tahun) 162,08 165,01 162,84 163,68 161,83 159,79 158,42

Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin

Keterangan : *) Angka Sementara untuk indikator masukan **) Angka Prediksi Pusdatin

No. UraianTahun

155

156

157

158

159

160

161

162

163

164

165

166

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(kg/kapita)

Gambar 3.3. Perkembangan ketersediaan beras per kapita pertahun

di Indonesia 2010 – 2013, serta prediksi tahun 2014- 2016

Ketersediaan per kapita merupakan

rasio dari jumlah beras yang tersedia dan

siap dikonsumsi sebagai bahan makanan

dengan jumlah penduduk. Perkembangan

ketersediaan beras per kapita tahun 2010 –

2013 dan prediksi tahun 2014 - 2016

tersaji pada Gambar 3.3. Ketersediaan

beras per kapita berdasarkan NBM 2010

Page 20: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

adalah sebesar 162,08 kg/kapita/thn, dan

meningkat pada tahun 2011 menjadi

sebesar 165,01 kg/kapita/tahun atau

meningkat dengan rata-rata sebesar

0,25% selama kurun waktu 3 tahun

tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya

diprediksikan akan mengalami penurunan

hingga pada tahun 2016 diprediksi menjadi

158,42 kg/kapita/th. Penurunan ini

disebabkan peningkatan populasi lebih

besar dibandingkan dengan peningkatan

ketersediaan beras untuk bahan makanan

(Gambar 3.3 dan Tabel 3.5).

3.4. Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Beras di Indonesia

Hasil Susenas menghasilkan angka

konsumsi rumah tangga per kapita, pada

Tabel 3.6 terlihat data konsumsi per kapita

beras berdasarkan hasil Susenas, BPS serta

data ketersediaan per kapita beras

berdasarkan perhitungan NBM,

Kementerian Pertanian. Data Susenas

mengekspresikan kuantitas yang benar-

benar dikonsumsi per kapita penduduk

Indonesia di rumah tangga, sementara

data NBM mengekspresikan jumlah

ketersediaan beras setelah

memperhitungkan jumlah penduduk pada

setiap tahunnya. Berdasarkan keragaan

data pada Tabel 3.6 terlihat bahwa jumlah

beras yang tersedia untuk dikonsumsi lebih

tinggi dari besaran yang benar-benar

dikonsumsi. Hal ini merupakan hal yang

sangat wajar dimana jumlah beras yang

disediakan logikanya lebih besar dari

jumlah riil yang akan dikonsumsi.

Perbedaan angka konsumsi riil (Susenas)

dengan ketersediaan untuk konsumsi

(NBM) ini diasumikan adalah beras yang

terserap ke industri pengolahan makanan

berbahan baku beras yang belum dihitung

pada NBM.

Tabel 3.6. Perbandingan konsumsi per kapita rumah tangga (Susenas) dengan Ketersediaan per kapita (NBM) beras di Indonesia, 2010 – 2016

2010 2011 2012 2013 2014* 2015* 2016*

1 Susenas (kg/kapita) 100,75 102,87 97,65 97,40 98,29 97,88 97,56

2 Ketersediaan, NBM (kg/kapita) 162,08 165,01 162,84 163,68 161,83 159,79 158,42

3 Selisih (kg/kapita) 61,33 62,14 65,19 66,28 63,54 61,91 60,86

Sumber: Susenas, BPS dan ketersediaan NBM, BKP Kementan

Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

No UraianTahun

Page 21: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

3.5. Penyediaan Total Domestik Beras di beberapa negara di

Dunia

Menurut data dari USDA, penyediaan

beras terbesar di dunia didominasi oleh

negara-negara di Asia dimana bahan

pangan pokok penduduknya dominan

adalah beras, dengan jumlah penduduk

yang relatif besar. Cina merupakan negara

dengan total penyediaan beras terbesar di

dunia yakni pada periode tahun 2009-2013

mencapai 139,78 juta ton per tahun atau

30,74% dari total penyediaan beras dunia.

Disusul kemudian oleh India dengan rata-

rata penyediaan sebesar 91,81 juta ton

atau 20,19% dari total penyediaan di

dunia. Indonesia menempati urutan ketiga

dalam penyediaan beras di dunia

mengingat lebih dari 90% penduduk

Indonesia mengkonsumsi beras sebagai

bahan pangan pokoknya yakni mencapai

39,12 juta ton atau 8,60% dari total

penyediaan beras dunia. Disusul kemudian

oleh Bangladesh dengan rata-rata

persediaan beras sebesar 33,48 juta ton

atau 7,36% dari total ketersediaan beras

dunia. Negara-negara berikutnya adalah

Vietnam, Phillipina, Thailand, Burma,

Jepang, dan Brazil dengan total

penyediaan beras masing-masing di bawah

5%. Kontribusi negara-negara dengan

penyediaan beras terbesar di dunia tahun

2009 – 2013 disajikan pada Tabel 3.7 dan

Gambar 3.4.

Tabel 3.7. Negara dengan penyediaan beras terbesar di dunia, 2009 – 2013

2009 2010 2011 2012 2013

1 China 134.320 135.000 139.600 144.000 146.000 139.784 30,74

2 India 85.508 90.206 93.334 94.000 96.000 91.810 20,19

3 Indonesia 36.441 39.139 39.930 39.966 40.123 39.120 8,60

4 Bangladesh 31.600 32.400 34.300 34.474 34.600 33.475 7,36

5 Vietnam 19.150 19.400 19.650 20.500 20.500 19.840 4,36

6 Philippines 13.125 12.900 12.860 12.850 12.850 12.917 2,84

7 Thailand 10.200 10.300 10.400 10.600 10.700 10.440 2,30

8 Burma 10.890 10.100 10.200 10.400 10.500 10.418 2,29

9 Japan 8.200 8.200 8.050 8.250 8.250 8.190 1,80

10 Brazil 8.477 8.200 7.928 7.850 7.950 8.081 1,78

Lainnya 76.126 77.806 80.647 83.227 85.155 80.592 17,73

Total dunia 434.037 443.651 456.899 466.117 472.628 454.666 100,00

Sumber: USDA, diolah Pusdatin

Total Ketersediaan (000 Ton) Rata-rata

2005-2009

Share

(%)No Negara

Page 22: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

China30,74% India

20,19%

Indonesia8,60%

Bangladesh7,36%

Vietnam4,36%Philippines

2,84%

Thailand2,30%

Burma2,29%

Japan1,80%

Brazil1,78%

Lainnya17,73%

Gambar 3.4. Negara dengan penyediaan beras terbesar di dunia, share terhadap rata-rata 2009 - 2013

3.6. Penyediaan Beras per Kapita per

Tahun di Dunia

Menurut data dari FAO, penyediaan

beras per kapita di negara-negara Asia

cukup dominan, khususnya Asia Tenggara

yang memang menjadikan beras sebagai

bahan pangan pokok penduduknya.

Berdasarkan data rata-rata selama lima

tahun (2005-2009), tercatat bahwa

Bangladesh merupakan negara dengan

penyediaan beras per kapita terbesar di

dunia yakni mencapai 171,14

kg/kapita/tahun. Disusul kemudian Rep.

Demokratik Laos dan Kamboja masing-

masing sebesar 163,48 kg/kapita/tahun

dan 159,08 kg/kapita/tahun. Indonesia

menduduki urutan keempat sebagai negara

dengan penyediaan beras terbesar di dunia

dengan rata-rata tahun 2005 – 2009

sebesar 148,62 kg/kapita/tahun. Dua

negara berikutnya yakni Myanmar dan

Vietnam dengan rata-rata penyediaan

beras per kapita masing-masing sebesar

143,28 kg/kapita/tahun dan 143,18

kg/kapita/tahun. Selanjutnya adalah

Phillipina, Thailand, Madagaskar, dan

Srilanka dengan peryediaan beras per

kapita masing-masing sebesar 125,10

kg/kapita/tahun, 123,20 kg/kapita/tahun,

104,36 kg/kapita/tahun, dan 99,18

kg/kapita/tahun. Rata-rata penyediaan

beras di sepuluh negara tersebut jauh

berada di atas rata-rata penyediaan

negara-negara di dunia yang hanya

sebesar 29,36 kg/kapita/tahun.

Perkembangan penyediaan beras per

kapita negara-negara di dunia tahun 2005

– 2009 secara lengkap disajikan pada

Tabel 3.8 dan Gambar 3.5.

Page 23: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 3.8. Penyediaan beras per kapita per tahun beberapa negara di dunia,

2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009

1 Bangladesh 169,90 170,70 174,80 167,00 173,30 171,14

2 Rep. Dem. Laos 163,00 164,10 160,90 163,90 165,50 163,48

3 Kamboja 157,20 158,40 159,30 160,20 160,30 159,08

4 Indonesia 142,69 141,59 147,91 153,42 157,50 148,62

5 Myanmar 146,10 146,00 142,20 141,30 140,80 143,28

6 Viet Nam 144,00 142,60 143,20 144,90 141,20 143,18

7 Philippina 120,90 121,20 128,90 131,20 123,30 125,10

8 Thailand 119,50 120,50 118,80 124,20 133,00 123,20

9 Madagascar 103,50 103,80 104,50 104,50 105,50 104,36

10 Sri Lanka 96,60 97,10 97,90 100,50 103,80 99,18

Rata-rata dunia 29,37 29,39 29,34 29,61 30,09 29,56Sumber: FAO, diolah Pusdatin

NegaraKetersediaan per kapita (kg/kapita) Rata-rata

2005-2009No

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

160,00

180,00

Ban

glad

esh

Re

p. D

em

. La

os

Kam

bo

ja

Ind

on

esi

a

Mya

nm

ar

Vie

t N

am

Ph

ilip

pin

a

Thai

lan

d

Mad

agas

car

Sri L

anka

(Kg/kap/th)

Gambar 3.5. Perkembangan penyediaan beras per kapita di beberapa

negara di dunia, rata-rata 2005 - 2009

Page 24: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

BAB IV. UBI KAYU

bi Kayu merupakan tanaman

yang mudah ditanam, dapat

tumbuh di berbagai lingkungan

agroklimat tropis, walaupun tingkat

produksinya akan bervariasi menurut

tingkat kesuburan dan ketersediaan air

tanah. Ubi kayu merupakan tanaman yang

tahan di lahan kering, sedangkan pada

lahan-lahan dengan tingkat kesuburan

tinggi, akan menyerap unsur hara yang

banyak.

Produksi optimal akan dapat dicapai

bila tanaman mendapat sinar matahari

yang cukup, berada pada ketinggian

sampai dengan 800 m dpl, tanah gembur,

dan curah hujan di antara 750-2.500

mm/tahun dengan bulan kering sekitar 6

bulan. Ubi kayu merupakan tanaman

pangan penghasil karbohidrat paling tinggi

per satuan waktu dan luas. Komoditas ini

dapat menjadi bahan pangan alternatif

substitusi beras, serta bahan baku industri

dan ekspor, sehingga potensial untuk

dikembangkan seiring dengan

meningkatnya pembangunan sektor

industri.

Potensi pengembangan ubi kayu di

Indonesia masih sangat luas mengingat

lahan yang tersedia untuk budidaya ubi

kayu cukup luas. Dalam upaya penyediaan

bahan baku yang besar dan kontinyu untuk

bioethanol, usaha tani ubi kayu perlu

dilakukan dalam bentuk perkebunan atau

pertanaman monokultur.

Tanaman ubi kayu mampu

berproduksi dengan hasil rata-rata 30 ton -

40 ton per hektar umbi basah.

Produktivitas ini dengan perkiraan hasil

(asumsi) setiap batang mampu

menghasilkan antara 2,5 kg hingga 4,0 kg

dengan jarak tanam 100 cm x 100 cm dan

populasi tanaman per hektar 10.000 s/d

11.000 pohon.

Usahatani ubi kayu memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan

dengan tanaman pangan lainnya, yaitu : 1)

Resiko kegagalan relatif kecil; 2) Biaya

produksi relatif rendah; 3) Pemasaran

mudah; 4) Sumber pendapatan petani di

daerah sentra produksi; 5) Daya adaptasi

luas; 6) Teknologi budidaya tersedia dan 7)

Hasil olahannya sangat bervariasi.

Berdasarkan keunggulan tersebut,

ubi kayu merupakan tanaman pangan yang

dapat diandalkan untuk menjadi cadangan

pangan dan dapat diandalkan pula untuk

meningkatkan pendapatan petani. Selain

sebagai pengganti nasi pada saat musim

paceklik, ternyata tanaman ubi kayu ini

memiliki manfaat bagi kesehatan.

Beberapa penyakit yang dapat diobati

dengan menggunakan bahan dari tanaman

ubi kayu yaitu: Reumatik, Demam, Sakit

kepala, Diare, Cacingan, Mata kabur, Nafsu

U

Page 25: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

makan, Luka bernanah, luka baru kena

panas, dan lain sebagainya

(http://cybex.deptan.go.id).

4.1. Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Ubi Kayu dalam Rumah Tangga di Indonesia

Konsumsi rumah tangga ubi kayu di

tingkat rumah tangga di Indonenasi selama

tahun 2002 - 2013 mengalami kecen-

derungan menurun dari tahun ke tahun.

Konsumsi ubi kayu tahun 2002 di

Indonesia mencapai 8,50 kg/kapita/tahun.

Rata-rata konsumsi rumah tangga untuk

kurun waktu 2002 - 2013 sebesar 6,64

kg/kapita/tahun dengan laju rata-rata

menurun 6,49% setiap tahunnya.

Penurunan terbesar terjadi pada tahun

2012 dimana konsumsi rumah tangga

untuk ubi kayu turun sebesar 37,84%

dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan

konsumsi ubi kayu di rumah tangga selama

kurun waktu 2002 - 2013 hanya terjadi

pada tahun 2004, 2008 dan 2011.

Sepanjang kurun waktu tersebut

peningkatan konsumsi ubi kayu rumah

tangga terbesar terjadi pada tahun 2011

dengan peningkatan sebesar 14,43%

(Tabel 4.1).

Berdasarkan hasil prediksi,

konsumsi ubi kayu tahun 2014 diperkirakan

meningkat dibandingkan tahun sebelumnya

menjadi sebesar 0,083 kg/kapita/minggu

atau sebesar 4,320 kg/kapita/tahun.

Sedangkan prediksi pada tahun 2015 dan

2016 mengalami sedikit peningkatan jika

dibandingkan tahun 2013. Prediksi

konsumsi ubi kayu pada tahun 2015

sebesar 0,077 kg/kapita/minggu atau

sebesar 3,991 kg/kapita/tahun, mengalami

penurunan sebesar 7,62% jika

dibandingkan tahun 2014, begitu juga

tahun 2016 menjadi sebesar 0,070

kg/kapita/minggu atau sebesar 3,663

kg/kapita/tahun, mengalami penurunan

sebesar 8,22% dibandingkan tahun 2015,

seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Rendahnya konsumsi ubi kayu di Indonesia

kemungkinan disebabkan oleh karena

belum bergesernya konsumsi pokok

sebagian besar masyarakat dari beras ke

pangan yang mengandung karbohidrat

seperti ubi kayu (singkong).

Page 26: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

Tabel 4.1. Perkembangan konsumsi ubi kayu dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 – 2013 serta prediksi tahun 2014-2016

Konsumsi Seminggu Konsumsi Setahun

(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)

2002 0,163 8,499

2003 0,162 8,447 -0,61

2004 0,169 8,812 4,32

2005 0,162 8,447 -4,14

2006 0,141 7,352 -12,96

2007 0,134 6,987 -4,96

2008 0,147 7,665 9,70

2009 0,106 5,527 -27,89

2010 0,097 5,058 -8,49

2011 0,111 5,788 14,43

2012 0,069 3,598 -37,84

2013 0,067 3,494 -2,90

Rata-rata 0,127 6,640 -6,492014*) 0,083 4,320 23,66

2015*) 0,077 3,991 -7,62

2016*) 0,070 3,663 -8,22

TahunPertumbuhan

(%)

Sumber : Susenas, BPS diolah Pusdatin

Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

0,000

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*) 2015*) 2016*)

(Kg/Kapita/tahun)

Gambar 4.1. Perkembangan konsumsi ubi kayu dalam rumah tangga di Indonesia,

2002 – 2013 serta prediksi 2014 - 2016

Apabila dilihat dari besaran

pengeluaran untuk konsumsi ubi kayu

bagi penduduk Indonesia tahun 2008 –

2013 secara nominal menunjukkan

peningkatan sebesar 1,34%, yakni dari

Rp. 9,23 ribu/kapita pada tahun 2008

menjadi 9,59 ribu/kapita pada tahun

2013. Namun demikian setelah dikoreksi

Page 27: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

dengan faktor inflasi, pengeluran untuk

konsumsi ubi kayu secara riil sejatinya

menunjukkan penurunan sebesar 8,03%.

Hal ini menunjukkan bahwa secara

kuantitas, konsumsi per kapita ubi kayu

penduduk Indonesia terjadi tendensi

penurunan. Perkembangan pengeluaran

untuk konsumsi ubi kayu nominal dan riil

dalam rumah tangga di Indonesia tahun

2008 – 2013 secara rinci tersaji pada

Tabel 4.2 dan Gambar 4.2.

Tabel 4.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk konsumsi ubi kayu, 2008 - 2013

Pertumbuhan

2008 2009 2010 2011 2012 2013 (%)

1 Nominal 9.229 8.656 9.438 10.429 8.812 9.594 1,34

2 I H K 110 114 134 154 171 178 10,30

3 Riil 8.393 7.585 7.040 6.779 5.158 5.378 -8,03

No. UraianPengeluaran (Rupiah/kapita)

Sumber: BPS, diolah Pusdatin

Keterangan: Indeks Harga Konsumen (IHK) yang digunakan IHK kelompok padi-padian, umbi-umbian

dan hasilnya

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

11.000

12.000

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(Rupiah/kapita)

Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil

Gambar 4.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk

konsumsi ubi kayu, 2008 - 2013

Page 28: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

4.2. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan

Ketersediaan Ubi Kayu di Indonesia

Komponen penyediaan ubi kayu

terdiri dari produksi ditambah impor

dikurangi ekspor dan perubahan stok.

Demikian halnya untuk komponen

perubahan stok, karena kualitas ubi kayu

secara umum mudah rusak sehingga tidak

ditemukan adanya perubahan stok.

Dengan demikian komponen penyediaan

ubi kayu hanya terdiri dari produksi, impor

dan ekspor. Kelompok penggunaan pada

ubi kayu terdiri dari empat komponen (1)

pakan, (2) diolah untuk makanan, (3)

bagian yang tercecer dan (4) sebagai

bahan makanan.

Produksi ubi kayu beberapa tahun

terakhir cenderung mengalami

peningkatan. Produksi ubi kayu nasional

pada tahun 2010 sebesar 23,92 juta ton

sedangkan pada tahun 2012 sebesar 24,18

juta ton atau mengalami peningkatan

sebesar 1,08% jika dibandingkan tahun

2010.

Tabel 4.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan ubi kayu tahun 2010-2012 serta prediksi tahun 2013 - 2016

2010 2011 2012* 2013** 2014** 2015** 2016**

A. Penyediaan (000 ton) 23.918 24.044 24.177 23.824 24.367 24.716 25.064

1. Produksi

- Masukan - - - - - - -

- Keluaran 23.918 24.044 24.177 23.824 24.367 24.716 25.064

2. Impor - - - - - - -

3. Ekspor - - - - - - -

4. Perubahan Stok - - - - - - -

B. Penggunaan (000 ton) 23.918 24.044 24.177 23.824 24.367 24.716 25.064

1. Pakan 478 481 484 476 487 494 501

2. Bibit - - - - - - -

3. Diolah untuk : - - - - - - -

- makanan 12.231 6.747 11.898 11.392 11.734 12.076 12.418

- bukan makanan - - - - - - -

4. Tercecer 509 512 515 507 519 526 534

5. Bahan Makanan 10.699 16.304 11.281 11.448 11.627 11.619 11.611

C. Ketersediaan

kapita/tahun (kg) 44,86 67,37 45,96 46,01 46,11 45,48 44,88

No. UraianTahun

Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan Keterangan: *) Angka sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

Tahun 2013 penyediaan ubi kayu

dalam negeri sebesar 23,82 juta ton

(angka sementara, BPS) atau turun

sebesar 1,46% jika dibandingkan tahun

2012. Menurut prediksi Pusdatin,

penyediaan ubi kayu nasional tahun 2014 -

2016 cenderung meningkat berkisar antara

24,37 juta ton sampai 25,06 juta ton. Dari

jumlah itu yang digunakan untuk bahan

makanan pada tahun 2013 - 2016 berkisar

Page 29: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

antara 11,45 juta ton sampai 11,63 juta

ton. Sementara yang diolah untuk

makanan pada periode yang sama berkisar

antara 11,39 juta ton sampai 12,42 juta

ton, sedangkan bagian yang tercecer dan

untuk pakan pada periode yang sama di

konversi masing-masing sebesar 12,13%

dan 12,00% dari total penyediaan (Tabel

4.2).

Ketersediaan perkapita merupakan

rasio jumlah bahan makanan yang

dikonsumsi sebagai bahan makanan

dengan jumlah penduduk yang tersedia.

Ketersediaan ubi kayu per kapita

berdasarkan NBM 2010 adalah sebesar

44,86 kg/kapita/tahun, sementara tahun

2011 ketersediaan perkapita meningkat

cukup signifikan menjadi 67,37

kg/kapita/tahun. Hal ini disebabkan karena

penggunaan ubi kayu yang diolah untuk

makanan jumlahnya lebih sedikit, sehingga

ketersediaan untuk bahan makanan

menjadi lebih besar dan berimplikasi

terhadap ketersediaan perkapita. Pada

tahun 2012 ketersediaan per kapita ubi

kayu sebesar 45,96 kg/kapita/tahun

mengalami penurunan jika dibandingkan

tahun 2011. Berdasarkan angka prediksi

Pusdatin diperkirakan ketersediaan per

kapita tahun 2013 - 2016 berkisar antara

44,88 kg/kapita/tahun sampai 46,11

kg/kapita /tahun.

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

2010 2011 2012* 2013** 2014** 2015** 2016**

(kg/kap/tahun)

Gambar 4.2. Perkembangan ketersediaan ubi kayu per kapita tahun 2010 –2012

serta prediksi tahun 2013 - 2016

Page 30: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

4.3. Perbandingan Konsumsi

(Susenas) dan Ketersediaan

per kapita (NBM) Ubi Kayu di

Indonesia

Dari Tabel 4.3 terlihat perbandingan

antara ketersediaan konsumsi ubi kayu

(NBM) dengan konsumsi ubi kayu dalam

rumah tangga (Susenas) mengalami

surplus. Artinya bahwa ketersediaan yang

disiapkan cukup aman untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi ubi kayu masyarakat

Indonesia.

Surplus tertinggi terjadi pada tahun

2011 hingga mencapai 61,58 kg/kapita/

tahun, sementara hasil prediksi surplus

pada tahun 2013 sampai 2016 akan

berkisar antara 41,22 kg/kapita/tahun

sampai 42,52 kg/kapita /tahun. Besarnya

selisih antara konsumsi rumah tangga hasil

Susenas dengan ketersediaan NBM

tersebut, diduga belum tercakup data

olahan dari ubi kayu segar ke industri

intermedier, seperti tepung mocaf

(modified cassava fermentation).

Disamping itu, belum tercakupnya data

penyerapan ubi kayu segar yang diolah

untuk industri bukan makanan.

Tabel 4.3. Perbandingan konsumsi ubi kayu per kapita rumah tangga (Susenas) dengan

ketersediaan (NBM), tahun 2010 – 2016

2010 2011 2012 2013 2014* 2015* 2016*

Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 5,06 5,79 3,60 3,49 4,32 3,99 3,66

Ketersediaan, NBM 44,86 67,37 45,96 46,01 46,11 45,48 44,88

Selisih 39,80 61,58 42,36 42,52 41,79 41,49 41,22

VariabelTahun (kg/kapita/tahun)

Sumber: Susenas, BPS dan Neraca Bahan Makanan, BKP Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin

4.4. Penyediaan Ubi Kayu di

beberapa negara di Dunia

Berdasarkan data dari FAO, rata-rata

selama lima tahun (2005-2009),

penyediaan Ubi Kayu dunia secara rata-

rata mencapai 91,16 juta ton. Dari data

tersebut kumulatif penyediaan Ubi Kayu ke

sepuluh negara mencapai 71,82% dari

total penyediaan dunia. Menggunakan

data rata-rata selama lima tahun (2005-

2009), tercatat bahwa Nigeria merupakan

negara terbesar penyediaan Ubi Kayu di

dunia hingga mencapai 16,52 juta ton atau

sebesar 18,13% dari total penyediaan Ubi

Kayu dunia. Negara terbesar kedua, adalah

Indonesia dengan rata-rata total

penyediaan selama lima tahun sebesar

9,67 juta ton atau sebesar 10,61% dari

total penyediaan Ubi Kayu dunia. Negara

terbesar ketiga, keempat dan kelima

Page 31: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

adalah Brazil, India dan United Republik of

Tanzania masing-masing berkisar antara

8,67 – 4,96 juta ton atau sebesar 9,52% –

5,44%, selebihnya menyumbang di bawah

5,30%. Perlu di tegaskan bahwa Indonesia

menempati urutan ke dua untuk penyedian

ubi kayu dunia, sehingga memiliki prospek

yang cukup bagus untuk dikembangkan,

baik sebagai bahan dasar industri makanan

maupun sebagai sumber-sumber energi

alternatif sebagai pengganti bahan bakar

minyak. Singkong atau ubi kayu

merupakan salah satu jenis tanaman yang

berorentasi (bisa dijadikan bioethanol)

untuk dijadikan bahan bakar alternatif

pengganti premium. Ubi kayu (Manihot

esculenta Crantz) merupakan bahan

makanan penting di Indonesia setelah padi

dan jagung. Sebagai bahan makanan, jika

ditinjau dari kalori yang dihasilkan per

satuan luas tanah, ubi kayu menghasilkan

kalori lebih tinggi dibandingkan dengan

padi dan jagung. Sedangkan apabila

ditinjau dari kalori yang dihasilkan per

satuan waktu, jagung lebih tinggi hasil

kalorinya dibandingkan padi dan ubi kayu.

Secara rinci persentase kontribusi total

penyediaan Ubi Kayu ke-10 negara

terbesar di dunia dapat dilihat pada Tabel

4.4 dan Gambar 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.4. Negara dengan penyediaan ubi kayu terbesar di dunia, 2005 – 2009

Rata-rata Share Kumulatif

2005 2006 2007 2008 2009 2005-2009 % %

1 Nigeria 16.174.210 17.251.924 16.347.905 16.980.553 15.871.563 16.525.231 18,13 18,13

2 Indonesia 8.999.388 9.271.250 9.290.150 10.190.815 10.599.968 9.670.314 10,61 28,73

3 Brazil 8.627.159 8.848.088 8.819.865 8.880.488 8.204.348 8.675.990 9,52 38,25

4 India 7.082.242 7.474.137 7.810.561 8.579.310 9.156.026 8.020.455 8,80 47,05

5 Republik Tanzania 4.618.884 5.017.155 5.084.034 4.886.532 5.183.125 4.957.946 5,44 52,49

6 Mozambique 4.947.996 5.039.563 4.484.448 4.725.610 4.859.745 4.811.472 5,28 57,76

7 Ghana 4.525.255 4.530.188 4.785.266 4.996.655 5.230.174 4.813.508 5,28 63,04

8 Uganda 2.779.248 2.876.752 2.919.592 2.990.208 3.118.552 2.936.870 3,22 66,27

9 Angola 2.435.006 2.577.045 2.840.358 2.877.468 2.787.798 2.703.535 2,97 69,23

10 Madagaskar 2.251.472 2.304.143 2.355.192 2.417.419 2.465.425 2.358.730 2,59 71,82

Negara Lainnya 23.987.054 25.426.666 26.038.691 27.383.812 27.555.253 25.691.177 28,18 100,00

Dunia 86.427.914 90.616.911 90.776.062 94.908.870 95.031.977 91.165.229 100,00

No NegaraKetersediaan (Ton)

Sumber : http://faostat.fao.org diolah pusdatin

Page 32: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

18,13%

10,61%

9,52%

8,80%

5,44%5,28% 5,28% 3,22%

2,97%

2,59%

28,18%

Nigeria Indonesia Brazil

India United Republic of Tanzania Mozambique

Ghana Uganda Angola

Madagascar Negara Lainnya

Gambar 4.3. Negara dengan penyediaan ubi kayu terbesar di dunia, share

terhadap rata-rata 2005 - 2009

4.5. Ketersediaan Ubi Kayu Per Kapita per Tahun di Dunia

Rata-rata total penyediaan di atas

belum mencerminkan besarnya konsumsi

atau ketersediaan perkapita. Hal ini karena

besarnya konsumsi atau ketersediaan

tergantung pada banyaknya jumlah

penduduk dalam negara yang

bersangkutan, pada periode tahun 2005-

2009 lima negara dengan peringkat

ketersediaan per kapita terbesar dunia

untuk komoditas ubi kayu adalah Kongo,

Mozambique, Ghana, Angola dan Liberia.

Rata-rata ketersediaan per kapita dunia

sebesar 14,06 kg/kapita/tahun sedangkan

kelima negara terbesar tersebut jauh lebih

tinggi di atas rata-rata dunia.

Selama periode 2005-2009 terlihat

negara Kongo merupakan negara dengan

rata-rata ketersediaan ubi kayu per kapita

terbesar di dunia yakni 261,18

kg/kapita/tahun. Negara kedua adalah

Mozambique dengan rata-rata ketersediaan

ubi kayu per kapita sebesar 220,94

kg/kapita/tahun, selanjutnya Ghana,

Angola dan Liberia dengan rata-rata

ketersediaan perkapita masing-masing

sebesar 211,68 kg/kapita/tahun, 154,20

kg/kapita/tahun dan 151,72 kg/kapita/

tahun.

Berdasarkan data NBM, rata-rata

selama lima tahun (2005-2009) Indonesia

menempati urutan ke 24 dengan

ketersediaan per kapita sebesar 50,57

kg/kapita/tahun masih jauh diatas rata-rata

ketersediaan dunia. Perkembangan

ketersediaan ubi kayu per kapita negara-

negara di dunia tahun 2005-2009 dapat

dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.4.

Page 33: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 4.5. Ketersediaan ubi kayu per kapita per tahun di beberapa negara di dunia, 2005 –

2009

2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata

1 Kongo 263,20 264,60 254,70 262,00 261,40 261,18

2 Mozambique 238,20 236,70 205,60 211,60 212,60 220,94

3 Ghana 209,10 204,30 210,70 214,80 219,50 211,68

4 Angola 147,70 151,50 162,10 159,50 150,20 154,20

5 Liberia 167,30 150,90 158,20 153,10 129,10 151,72

6 Benin 149,80 138,70 146,30 149,10 148,90 146,56

7 Republik Afrika 139,60 135,70 139,40 142,30 144,40 140,28

8 Paraguay 131,80 132,10 131,10 131,00 129,70 131,14

9 Madagaskar 125,90 125,00 124,10 123,70 122,50 124,24

10 Tanzania 118,90 125,70 123,80 115,60 119,10 120,62

: : : : : : : :

24 Indonesia *) 50,08 65,32 17,76 91,27 28,42 50,57

Rata-rata Dunia 13,60 14,10 13,90 14,40 14,30 14,06

No NegaraKetersediaan (kg/kapita/tahun)

Sumber : http://faostat.fao.org diolah pusdatin Keterangan: *) Data NBM, BKP

0

50

100

150

200

250

300

(kg/kapita/tahun)

Gambar 4.4. Perkembangan ketersediaan ubi kayu per kapita beberapa

negara di dunia, rata-rata 2005 – 2009

Page 34: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

BAB V. BAWANG MERAH

awang Merah (Alium cape L)

termasuk ke dalam kelompok

rempah tidak bersubstitusi yang

berfungsi sebagai bumbu penyedap

makanan/masakan, bahan obat tradisional

karena banyak mengandung zat antibiotika

serta sumber pendapatan dan kesempatan

kerja yang memberikan kontribusi cukup

tinggi terhadap perkembangan ekonomi

wilayah.

Masyarakat di Indonesia

terbiasa menggunakan bawang merah

dalam masakan sehari-hari sebagai

bumbu untuk masakan. Bawang merah

memiliki nama lokal diantaranya

adalah bawang abang mirah (Aceh),

bawang abang (Palembang), dasun

merah (Minangkabau), bawang suluh

(Lampung), bawang beureum (Sunda),

brambang abang (Jawa), bhabang

merah (Madura), dan masih banyak

lagi yang lainnya.

Bawang merah merupakan tanaman

sayuran semusim dengan bagian yang

dapat dimakan adalah sebesar 90%.

Komposisi zat gizi yang terkandung dalam

per 100 gram bawang merah adalah kalori

39 kkal, protein 2,50 g dan lemak 0,30 g.

Penggunaan bawang merah oleh

masyarakat biasanya cenderung

meningkatkan di saat-saat tertentu seperti

hari raya besar keagamaan. Disamping itu

banyak konsumsi seperti nasi goreng, sate,

tongseng dan lain-lain yang menggunakan

bawang merah sebagai taburan dalam

bentuk bawang goreng.

5.1. Perkembangan serta Prediksi

Konsumsi Bawang Merah dalam Rumah Tangga di Indonesia

Konsumsi bawang merah dalam

rumah tangga selama periode tahun 2002 -

2016 relatif berfluktuasi namun cenderung

mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Selama periode tahun 2002 – 2016,

konsumsi bawang merah terbesar terjadi

pada tahun 2007 yang mencapai 3,014

kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi

terendah terjadi pada tahun 2013 sebesar

2,065 kg/kapita/tahun. Peningkatan

konsumsi bawang merah diprediksikan

masih akan terjadi pada tahun 2016

sehingga menjadi sebesar 2,300

kg/kapita/tahun atau naik 0,04%

dibandingkan tahun 2015. Tahun 2015

besarnya konsumsi bawang merah sekitar

0,441 kg/kapita/minggu atau 2,300

kg/kapita/tahun atau naik 0,04% dari

tahun 2014. Perkembangan konsumsi

bawang merah dari tahun 2002 – 2013

serta prediksinya tahun 2014 – 2016

disajikan pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1.

B

Page 35: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 5.1. Perkembangan konsumsi bawang merah dalam rumah tangga

di Indonesia, Tahun 2002 – 2013, serta prediksi tahun 2014 -2016

Sumber: Susenas terbitan bulan Maret, BPS Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

*)

2015

*)

2016

*)

(Kg/Kap/Tahun)

Gambar 5.1. Perkembangan konsumsi bawang merah dalam rumah tangga

di Indonesia, 2002 – 2013 serta prediksi 2014 – 2016

Page 36: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

Apabila ditinjau dari besarnya

pengeluaran untuk konsumsi bawang

merah bagi penduduk Indonesia tahun

2008 – 2012 secara nominal menunjukkan

peningkatan sebesar 16,85%, yakni dari

Rp. 21.274 per kapita pada tahun 2008

menjadi Rp. 36.344 per kapita pada tahun

2012 dan tahun 2013 meningkat cukup

tajam menjadi sebesar Rp. 70.028 per

kapita. Demikian juga setelah dikoreksi

dengan faktor inflasi, pengeluaran untuk

konsumsi bawang merah secara riil pada

tahun 2008 – 2013 mengalami fluktuasi

dengan kecenderunagn meningkat sebesar

13,92%. Hal ini menunjukkan bahwa

secara kuantitas, konsumsi per kapita

bawang merah penduduk Indonesia terjadi

peningkatan. Perkembangan pengeluaran

untuk konsumsi bawang merah nominal

dan riil dalam rumah tangga di Indonedia

tahun 2008 – 2013 secaraa rinci tersaji

pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.2.

Tabel 4.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk konsumsi bawang

merah, 2008 - 2013

2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 Nominal 21.274,29 28.470,00 30.868,57 44.008,57 36.343,57 70.027,86 32,02

2 IHK 116,84 125,24 164,31 165,13 150,69 223,77 15,73

3 Riil 18.208,05 22.732,35 18.786,79 26.650,86 24.118,10 31.294,57 13,92

Pengeluaran (Rupiah/kapita)UraianNo

Pertumbuhan

(%)

Sumber : BPS, diolah Pusdatin Keterangan: IHK (indeks Harga Konsumen) yang digunakan IHK Kelompok bumbu-bumbuan

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(Rupiah/kapita)

Nominal Riil

Gambar 4.2. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi bawang merah nominal

dan riil dalam rumah tangga di Indonesia, 2008 – 2013

Page 37: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

5.2. Perkembangan serta Prediksi

Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Per Kapita Bawang Merah di Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan

Neraca Bahan Makanan (NBM), komponen

penyediaan terdiri dari produksi, impor dan

ekspor sementara komponen penggunaan

adalah bibit, tercecer dan tersedia sebagai

bahan makanan, besaran yang siap

tersedia sebagai bahan makanan inilah jika

dibagi dengan jumlah penduduk menjadi

ketersediaan per kapita dalam satu tahun.

Secara rinci penyediaan dan penggunaan

bawang merah tahun 2010 sampai dengan

2016 dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Berdasarkan NBM tahun 2012

penyediaan bawang merah adalah sebesar

673 ribu ton yang berasal dari produksi,

impor dan ekspor bawang merah,

penyediaan ini naik sekitar 0,25% di

bandingkan tahun 2011 sebesar 671 ribu

ton. Naiknya penyediaan bawang merah di

tahun 2012 terutama karena naiknya

produksi. Berdasarkan kajian NBM,

besarnya penyediaan bawang merah tahun

2012 ini sebagian besar merupakan

penyediaan untuk bahan makanan yaitu

sebesar 615 ribu ton, tercecer sekitar

0,23% dari penyediaan atau sebesar 56

ribu ton dan bibit tidak ada perubahan dari

penyediaan atau sebesar 2 ribu ton.

Prediksi tahun 2013, besarnya penyediaan

bawang merah mengalami peningkatan

dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 696

ribu ton atau naik sebesar 1,71%, dimana

dari jumlah tersebut digunakan untuk

bahan makanan sebesar 636 ribu ton,

tercecer 58 ribu ton dan bibit 2 ribu ton.

Penyediaan bawang merah

diprediksi akan mengalami kenaikan pada

periode 2014 – 2016, terutama karena

naiknya produksi dalam negeri. Tahun

2014 besarnya penyediaan adalah 711 ribu

ton, sementara tahun 2015 diperkirakan

sebesar 727 ribu ton atau rata-rata naik

sekitar 2,20% setiap tahunnya. Sebagian

besar penyediaan bawang merah adalah

digunakan untuk bahan makanan,

persentasenya lebih dari 90% dari

penyediaan, besarnya penggunaan bawang

merah untuk bahan makanan ini diprediksi

akan terus meningkat seiring dengan

meningkatnya konsumsi bawang merah di

masyarakat. Tahun 2014 sampai dengan

2016 diprediksi penyediaan bawang merah

yang siap dikonsumsi sebagai bahan

makanan berturut-turut besarnya 650 ribu

ton, 665 ribu ton dan 679 ribu ton,

kenaikannya secara rata-rata selama 3

tahun ini sebesar 2,20% setiap tahunnya.

Ketersediaan bawang merah per

kapita menurut NBM pada periode tahun

2010 – 2013 masing-masing sebesar 2,73

kg/kapita/tahun, 2,54 kg/kapita/tahun,

2,51 kg/kapita/tahun dan 2,56

kg/kapita/tahun. Sementara pada periode

2014 – 2016 angka ketersediaan diprediksi

cenderung meningkat dibandingkan tahun

2013, dimana pada periode ini

Page 38: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35

ketersediaan bawang merah berkisar

antara 2,58, sampai 2,63 kg/kapita/tahun.

Perkembangan ketersediaan bawang

merah per kapita periode 2010 - 2016

dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Tabel 5.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan bawang merah tahun 2010 – 2013

serta prediksi tahun 2014 - 2016

2010 2011 2012*) 2013**) 2014**) 2015**) 2016**)

A. Penyediaan (000 Ton) 722 671 673 696 711 727 743

1. Produksi

- Masukan 1.049 893 964 975 993 1.011 1.029

- Keluaran 677 577 622 624 634 644 654

2. Impor 47 104 63 83 89 96 102

3. Ekspor 2 9 12 11 12 13 14

4. Perubahan Stok - - - - - - -

B. Penggunaan (000 Ton) 722 671 673 696 711 727 743

1. Pakan (ton) - - - - - - -

2. Bibit (ton) 2 2 2 2 2 2 2

3. Diolah untuk :

- makanan - - - - - - -

- bukan makanan - - - - - - -

4. Tercecer 60 56 56 58 59 61 62

5. Bahan Makanan 660 614 615 636 650 665 679

C. Ketersediaan 2,73 2,54 2,51 2,56 2,58 2,60 2,63

(kg/kapita/tahun)

No. UraianTahun

Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

2,40

2,45

2,50

2,55

2,60

2,65

2,70

2,75

2010 2011 2012 2013** 2014** 2015** 2016**

(Kg/kapita/thn)

Gambar 5.2. Perkembangan ketersediaan bawang merah per kapita, tahun 2010 –2012 serta prediksi tahun 2013 – 2016

Page 39: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

5.3. Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan

Per Kapita (NBM) Komoditas Bawang Merah

Konsumsi bawang merah per kapita

rumah tangga hasil Survei Sosial Ekonomi

Nasional (SUSENAS) menunjukkan angka

yang lebih kecil bila dibandingkan dengan

ketersediaan dari Necara Bahan Makanan

(NBM). Hal tersebut dikarenakan bawang

merah per kapita dalam rumah tangga

(Susenas) adalah riil yang dikonsumsi oleh

penduduk, sementara ketersediaan

bawang merah menurut NBM merupakan

angka yang perlu disediakan dengan

memperhitungkan jumlah penduduk dan

penyediaannya, sehingga penyediaannya

lebih besar dari pada riil bawang merah

yang dikonsumsi oleh rumah tangga,

kecuali tahun 2012 terjadi sebaliknya

(Tabel 5.3).

Tabel 5.3. Perbandingan konsumsi bawang merah perkapita dalam rumah tangga

(SUSENAS) dengan ketersediaan (NBM), 2010- 2016

2010 2011 2012 2013 2014* 2015* 2016*

Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 2,53 2,36 2,76 2,06 2,30 2,30 2,30

Ketersediaan, NBM 2,73 2,54 2,51 2,56 2,58 2,60 2,63

Selisih 0,20 0,18 -0,25 0,49 0,28 0,30 0,32

VariabelTahun (kg/kapita/tahun)

Sumber: Susenas, BPS dan Ketersediaan NBM, BKP-Kementan

Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

5.4. Penyediaan Bawang Merah di

Beberapa Negara di Dunia

Berdasarkan data dari FAO, selama

lima tahun (2005-2009), rata-rata

penyediaan bawang merah dunia mencapai

63,27 juta ton. Kumulatif penyediaan

bawang merah kesepuluh negara ini

mencapai 65,73% dari total penyediaan

dunia. Menggunakan data rata-rata selama

lima tahun (2005-2009), tercatat bahwa

China merupakan negara terbesar

penyediaan bawang merah di dunia hingga

17,68 juta ton atau sebesar 27,94% dari

total penyediaan bawang merah dunia.

Negara terbesar ke dua adalah India

mencapai 10,04 juta ton atau sebesar

15,87%. Tiga Negara berikutnya

menyumbangkan total penyediaan bawang

merah dunia terbesar berturut-turut adalah

Amerika Serikat 5,12%, Rusia 3,27 dan

Pakistan 2,77%. Sementara lima negara

lainnya menyumbang kurang dari 2,55%

yaitu Iran, Turki, Jepang, Mesir dan Brazil.

Secara rinci persentase kontribusi total

penyediaan bawang merah ke sepuluh

negara terbesar di dunia dapat dilihat pada

Tabel 5.4 dan Gambar 5.3.

Page 40: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37

Tabel 5.4. Negara dengan penyediaan bawang merah terbesar di dunia, 2005 – 2009

Share Kumulatif

2005 2006 2007 2008 2009 (%) (%)1 China 16.627.434 17.117.486 17.904.274 18.245.666 18.481.936 17.675.359 27,94 27,94

2 India 8.005.310 8.923.135 12.195.780 11.216.110 9.874.292 10.042.925 15,87 43,81

3 Amerika Serikat 3.123.526 3.065.844 3.528.736 3.223.969 3.266.612 3.241.737 5,12 48,94

4 Rusia 2.190.000 2.260.000 1.900.000 2.100.000 1.895.000 2.069.000 3,27 52,21

5 Pakistan 1.646.963 1.918.984 1.715.826 1.879.043 1.585.999 1.749.363 2,77 54,97

6 Iran 1.493.455 1.696.005 1.794.179 1.642.200 1.359.676 1.597.103 2,52 57,50

7 Turki 1.629.069 1.294.186 1.317.258 1.422.780 1.347.273 1.402.113 2,22 59,71

8 Jepang 1.372.284 1.379.459 1.415.334 1.379.648 1.292.336 1.367.812 2,16 61,87

9 Mesir 871.037 803.598 1.136.105 1.651.749 1.680.620 1.228.622 1,94 63,82

10 Brazil 1.023.916 1.211.314 1.224.270 1.230.359 1.360.668 1.210.105 1,91 65,73

… …

25 Indonesia 679.034 731.621 745.153 80.871 899.038 627.143 0,99 66,72

Lainnya 19.521.997 20.165.810 20.212.996 21.791.781 22.597.619 21.055.645 33,28 100,00

Dunia 58.184.025 60.567.442 65.089.911 65.864.176 65.641.069 63.266.929

Ketersediaan (Ton)Rata-RataNegaraNo

Sumber : FAO diolah Pusdatin

27,94

15,87

5,12 3,27 2,77 2,52

2,22 2,16

1,94

1,91

0,99

33,28

China India Amerika Serikat Rusia

Pakistan Iran Turki Jepang

Mesir Brazil Indonesia Lainnya

Gambar 5.3. Negara dengan penyediaan bawang merah terbesar di dunia, rata-rata 2005 – 2009

5.5 Ketersediaan Bawang Merah di

Beberapa Negara di Dunia

Rata-rata total penyediaan bawang

merah di atas belum mencerminkan

besarnya konsumsi atau ketersediaan

bawang merah per kapita. Hal ini karena

besarnya konsumsi atau ketersediaan

tergantung pada banyaknya jumlah

penduduk dalam negara yang

bersangkutan. Lima negara dengan

peringkat ketersediaan bawang merah per

kapita terbesar pada periode 2005-2009

adalah Libya, Tajikistan, Sudan, Maroko

dan Iran. Jika dilihat pada Tabel 5.5 untuk

kelima negara terbesar rata-rata

ketersediaan bawang merah per kapita di

atas rata-rata dunia sebesar 8,44

kg/kapita/tahun. Libya menempati posisi

teratas dengan rata-rata ketersediaan per

kapita sebesar 29,76 kg/kapita/tahun.

Page 41: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kemudian negara terbesar ke dua dan ke

tiga adalah Tajikistan 24,48

kg/kapita/tahun dan Sudan 23,08

kg/kapita/tahun. Dua negara dengan

ketersediaan perkapita terbesar berikutnya

adalah Maroko 23,02 kg/kapita/tahun dan

Iran 22,36 kg/kapita/tahun. Sedangkan

lima negara berikutnya menyumbangkan

kurang dari 22,20% yaitu Algeria,

Uzbekistan, Republik Korea, Kyrgyzstan

dan Uni Emirat Arab. Sementara negara

Indonesia merupakan negara urutan ke

118 dalam hal ketersediaaan bawang

merah per kapita dunia yaitu sebesar 3,32

kg/kapita/tahun (Tabel 5.5. dan Gambar

5.4).

Tabel 5.5. Ketersediaan bawang merah per kapita per tahun beberapa negara di dunia, 2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009

1 Libya 33,30 29,90 28,90 28,30 28,40 29,76

2 Tajikistan 23,60 24,50 17,40 25,60 31,30 24,48

3 Sudan 26,90 24,30 24,40 19,30 20,50 23,08

4 Moroko 22,30 27,20 21,40 20,10 24,10 23,02

5 Iran 21,40 24,00 25,10 22,70 18,60 22,36

6 Algeria 19,80 20,00 23,20 20,90 26,60 22,10

7 Uzbekistan 16,60 19,20 19,90 25,00 27,10 21,56

8 Republik Korea 20,30 17,60 23,50 20,20 26,00 21,52

9 Kyrgyzstan 20,60 20,10 20,20 20,60 23,90 21,08

10 Uni Emirat Arab 22,90 14,30 23,40 26,10 17,80 20,90

… …

118 Indonesia 3,00 3,20 3,20 3,40 3,80 3,32

Negara Lainnya 7,29 7,37 7,42 7,65 7,59 7,47

Dunia 8,26 8,29 8,38 8,60 8,64 8,44

No NegaraKetersediaan (Kg/kap/tahun)

Rata-Rata

1,00

6,00

11,00

16,00

21,00

26,00

31,00

(Kg/Kapita/Tahun)

Gambar 5.4. Ketersediaan bawang merah per kapita per tahun beberapa negara di dunia, rata-rata 2005 – 2009

Page 42: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39

BAB VI. GULA PASIR

ula adalah suatu karbohidrat

sederhana yang menjadi

sumber energi dan komoditi

perdagangan utama. Gula digunakan untuk

mengubah rasa menjadi manis dan paling

banyak diperdagangkan dalam bentuk

kristal sukrosa padat. Gula sebagai sukrosa

diperoleh dari nira tebu, bit gula atau aren

(http://id.wikipedia.org/wiki/Gula).

Gula pasir adalah bahan makanan

dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh

masyarakat Indonesia. Gula pasir

mengandung energi sebesar 364 kilokalori,

protein 0 gram, karbohidrat 94 gram,

lemak 0 gram, kalsium 5 mg, fosfor 1 mg

dan zat besi 0 mg. Selain itu di dalam gula

pasir juga terkandung vitamin A, vitamin

B1 dan vitamin C.

Tingkat konsumsi gula pasir di

Indonesia masih relatif rendah

dibandingkan dengan negara-negara lain

sehingga diperkirakan bahwa konsumsi

gula pasir akan terus meningkat seiring

dengan peningkatan jumlah penduduk dan

pendapatan masyarakat. Produksi tebu di

Indonesia yang bersumber dari Direktorat

Jenderal Perkebunan 2012 sebesar 2,44

ribu ton. Manfaat gula untuk tubuh

manusia antara lain merupakan sumber

energi yang instan, dapat meningkatkan

kemampuan otak, sebagai obat depresi,

dapat menyembuhkan luka dengan cepat

dari obat-obatan dan bagi penderita

tekanan darah rendah gula baik untuk

dikonsumsi.

6.1. Perkembangan serta Prediksi

Konsumsi Gula Pasir dalam Rumah Tangga di Indonesia

Perkembangan konsumsi gula pasir

di tingkat rumah tangga di Indonesia

selama tahun 2002-2013 pada umumnya

mengalami penurunan dengan rata-rata

penurunan 3,72% per tahun. Penurunan

terbesar untuk gula pasir terjadi di tahun

2011 dimana konsumsi dalam rumah

tangga turun sebesar 14,39%

dibandingkan tahun sebelumnya.

Sebaliknya peningkatan konsumsi gula

pasir rumah tangga terjadi di tahun 2007

dan 2013 dengan peningkatan konsumsi

terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu

7,33%. Pada tahun 2013, konsumsi gula

pasir sebesar 6,65 kg/kapita/tahun.

Prediksi tingkat konsumsi untuk tahun

2014 yaitu sebesar 7,50 kg/kapita/tahun,

konsumsi ini mengalami peningkatan

dibandingkan tahun 2013 sementara tahun

2015 dan 2016 memperlihatkan bahwa

konsumsi gula pasir perkapita mengalami

sedikit penurunan. Konsumsi gula pasir

tahun 2015 dan 2016 diprediksi masing-

masing sebesar 7,43 kg/kapita/tahun dan

7,36 kg/kapita/tahun.

G

Page 43: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 6.1. Perkembangan konsumsi gula pasir dalam rumah tangga di Indonesia tahun 2002-2013 serta prediksi tahun 2014 - 2016

(ons/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)

2002 1,765 9,203

2003 1,739 9,068 -1,47

2004 1,712 8,927 -1,55

2005 1,704 8,885 -0,47

2006 1,541 8,035 -9,57

2007 1,654 8,624 7,33

2008 1,617 8,432 -2,24

2009 1,516 7,905 -6,25

2010 1,475 7,691 -2,70

2011 1,416 7,383 -4,00

2012 1,242 6,476 -12,29

2013 1,275 6,648 2,66

rata-rata 1,555 8,106 -2,78

2014*) 1,439 7,504 12,87

2015*) 1,425 7,432 -0,95

2016*) 1,412 7,361 -0,96

TahunKonsumsi Pertumbuhan

(%)

Sumber : SUSENAS, BPS

Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

(kg/

kap

ita/

thn

)

Gambar 6.1. Perkembangan konsumsi gula pasir dalam rumah tangga di

Indonesia, 2002 – 2016

6.2. Perkembangan dan Prediksi Penyediaan dan Penggunaan

Gula Pasir di Indonesia

Penyediaan gula pasir di Indonesia

berasal dari produksi dalam negeri

ditambah impor kemudian dikurangi ekspor

dan perubahan stok. Produksinya dalam

wujud gula hablur yang bersumber dari

Direktorat Jenderal Perkebunan, sedangkan

Page 44: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41

data impor dan ekspor bersumber dari

Badan Pusat Statistik (BPS).

Produksi gula pasir tahun 2010 yaitu

sebesar 2,35 juta ton namun di tahun 2011

produksi menurun sedikit menjadi 2,27 juta

ton. Pada tahun berikutnya yaitu tahun

2012 produksi gula pasir meningkat

kembali menjadi 2,59 juta ton. Ini

menyebabkan penyediaan gula pasir pada

tahun 2012 juga meningkat sehingga lebih

besar dibandingkan penyediaan tahun

2011, walaupun pada tahun 2012

perubahan stok gula pasir cukup tinggi

yaitu sebesar 311 ribu ton. Pada tahun

berikutnya, yakni tahun 2013 produksi gula

pasir diprediksikan menurun sedikit namun

kembali meningkat hingga tahun 2016,

produksi gula pasir diprediksi akan terus

mengalami peningkatan diikuti dengan

peningkatan penyediaan gula pasir.

Produksi gula pasir tahun 2016 mencapai

2,70 juta ton dengan penyediaan sebesar

5,47 juta ton. Besarnya penyediaan gula

pasir ini juga disebabkan impor gula pasir

yang cukup tinggi. Untuk impor gula pasir

tahun 2012 mencapai 2,77 juta ton dengan

ekspor hanya sebesar seribu ton. Prediksi

impor gula pasir tahun 2013 yaitu 2,22 juta

ton ini lebih kecil di tahun 2012. Namun

pada tahun 2014 -2016 impor gula pasir

diprediksikan meningkat menjadi 2,51 juta

ton pada tahun 2016. Sementara untuk

ekspor gula pasir diprediksikan hanya

sebesar seribu ton saja selama tahun 2013

– 2016.

Penggunaan gula pasir di Indonesia

terutama adalah digunakan sebagai bahan

makanan atau langsung dikonsumsi sebagai

bahan makanan dengan persentase kurang

lebih 98% dari total penyediaan dalam

negeri, sementara yang tercecer mempunyai

persentase sebesar 0,98% begitu pula

penggunaan gula pasir diolah untuk bukan

makanan cukup kecil. Dari perhitungan

tersebut, maka gula pasir yang tercecer

pada tahun 2010 hingga tahun 2012

mengalami peningkatan dari 34 ribu ton

pada tahun 2010 hingga 49 ribu ton pada

tahun 2012 seiring dengan pola peningkatan

produksinya. Pada tahun 2013 gula pasir

yang tercecer diprediksikan menurun sedikit

yaitu sebesar 48 ribu ton dan akan kembali

meningkat pada tahun 2014 hingga 2016

menjadi 54 ribu ton. Gula pasir yang

digunakan untuk bahan makanan mencapai

3,43 juta ton pada tahun 2010 dan

mengalami peningkatan hingga menjadi 4,95

juta ton pada tahun 2012. Prediksi tahun

2013 hingga tahun 2016 memperlihatkan

adanya peningkatan dalam penggunaan gula

pasir sebagai bahan makanan sebesar 5,37

juta ton. Secara rinci penyediaan dan

penggunaan gula pasir tahun 2010 – 2016

dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Page 45: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 6.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan gula pasir, tahun 2010 – 2012 dan prediksi tahun 2013 - 2016

2010 2011 2012*) 2013**) 2014**) 2015**) 2016**)

A. Penyediaan (000 ton) 3.474 5.044 5.049 4.848 5.034 5.250 5.473

1. Produksi

- Masukan - - - - - - -

- Keluaran 2.352 2.268 2.592 2.551 2.583 2.641 2.700

2. Impor 1.755 2.503 2.769 2.224 2.319 2.413 2.508

3. Ekspor 1 - 1 1 1 1 1

4. Perubahan Stok 633 -273 311 -74 -133 -196 -266

B. Penggunaan (000 ton) 3474 5.044 5.049 4.848 5.034 5.250 5.473

1. Pakan - - - - - - -

2. Bibit - - - - - - -

3. Diolah untuk :

- makanan - - - - - - -

- bukan makanan 11 31 51 38 41 44 46

4. Tercecer 34 49 49 48 49 51 54

5. Bahan Makanan (000 ton) 3.429 4.964 4.948 4.762 4.943 5.155 5.373

C. Ketersediaan (kg/kap/tahun) 14,20 20,51 20,16 19,14 19,60 20,18 20,77

Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM)

Keterangan : * ) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

No. UraianTahun

Ketersediaan per kapita adalah

jumlah suatu produk atau komoditas yang

digunakan sebagai bahan makanan dibagi

dengan jumlah penduduk. Pada tahun

2010 ketersediaan gula pasir per kapita

sebesar 14,20 kg/kapita/tahun dan

meningkat pada tahun 2012 menjadi

sebesar 20,16 kg/kapita/tahun. Pada tahun

2013 ketersediaan gula pasir diprediksikan

sedikit menurun namun pada tahun-tahun

berikutnya hingga 2016 ketersediaan gula

pasir per kapita diprediksikan meningkat

menjadi sebesar 20,77 kg/kapita/tahun

(Gambar 6.2).

0,00

4,00

8,00

12,00

16,00

20,00

24,00

14,20

20,51 20,1619,14

19,60 20,18 20,77

kg/k

apit

a/th

n

Gambar 6.2. Ketersediaan konsumsi gula pasir perkapita pertahun di Indonesia, tahun 2010–2012 dan prediksi 2013-2016

Page 46: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43

6.3. Perbandingan Konsumsi Perkapita (Susenas) dengan

Ketersediaan Perkapita (NBM) Gula Pasir

Pada periode 2010 – 2016, konsumsi

per kapita gula pasir berdasarkan hasil

susenas, BPS menunjukkan angka yang

lebih kecil jika dibandingkan angka

ketersediaan (NBM), ini berarti

ketersediaan gula pasir dapat memenuhi

kebutuhan konsumsi masyarakat di

Indonesia. Angka konsumsi gula pasir

berdasarkan hasil Susenas dari tahun 2010

hingga 2016 cenderung menurun, yakni

dari 7,69 kg/kapita pada tahun 2010

menjadi 7,36 kg/kapita pada tahun 2016.

Sementara angka ketersediaan per kapita

gula pasir pada tahun 2010 – 2016

berfluktuasi namun cenderung meningkat

dari 14,20 kg/kapita pada tahun 2010

menjadi 20,77 kg/kapita. Selisih atau beda

dari ketersediaan gula pasir dari tahun

2010 hingga 2016 terlihat cukup tinggi,

perbedaan tersebut diduga terserap pada

sektor industri makanan atau minuman,

mengingat komponen gula impor adalah

dalam wujud gula rafinasi yang

diperuntukan untuk sektor industri.

Perbandingan konsumsi per kapita

rumah tangga (SUSENAS) dengan

ketersediaan (NBM) komoditas gula pasir

dapat di lihat pada Tabel 6.3.

Tabel 6.3. Perbandingan konsumsi perkapita rumah tangga (SUSENAS) dengan ketersediaan

per kapita (NBM) gula pasir, 2010 – 2016

2010 2011 2012 2013* 2014* 2015* 2016*

Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 7,69 7,38 6,48 6,65 7,50 7,43 7,36

Ketersediaan, NBM 14,20 20,51 20,16 19,14 19,60 20,18 20,77

Selisih 6,51 13,13 13,69 12,49 12,10 12,75 13,41

VariabelTahun (kg/kapita/tahun)

Sumber : Susenas (BPS) dan NBM (BKP) Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

6.4. Penyediaan Gula Pasir di

beberapa negara di Dunia

Rata-rata penyediaan gula dunia

berdasarkan sumber USDA, periode tahun

2009 – 2013 sebesar 159,67 juta ton. Pada

periode ini total penyediaan gula dunia

terlihat meningkat dari tahun ke tahun.

Kumulatif penyediaan gula ke-10 negara

terbesar mencapai 62,84% dari total

penyediaan dunia. India merupakan

negara terbesar dalam penyediaan gula

pada periode tersebut. Lima negara

dengan total penyediaan terbesar di dunia

secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6.4.

Lima negara tersebut adalah India, Uni

Eropa, Cina, Brazil dan Amerika. Rata-rata

Page 47: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

total penyediaan gula di India pada periode

tahun 2009 - 2013 mencapai 24,09 juta

ton per tahun atau 15,08% dari total

penyedian gula dunia.

Dua negara berikutnya adalah Uni

Eropa dan Cina masing-masing sebesar

18,08 juta ton dan 14,72 juta ton dengan

kontribusi terhadap total penyediaan dunia

masing-masing sebesar 11,32% dan

9,22%. Negara terbesar keempat dan

kelima adalah Brazil dan Amerika dengan

kontribusi masing-masing sebesar 7,24%

dan 6,40%. Negara lainnya memiliki

kontribusi terhadap total penyediaan dunia

dibawah 4% saja. Sementara Indonesia

menempati urutan ke-7 dengan rata-rata

total penyediaan gula sebagai bahan

makanan sebesar 4,56 juta ton per tahun

atau 2,85% dari total penyediaan gula

dunia. Persentase kontribusi total

penyediaan gula tebu di 10 negara

terbesar di dunia dapat dilihat pada

Gambar 6.4.

Tabel 6.4. Negara dengan penyediaan gula pasir terbesar di dunia, 2009 – 2013

2009 2010 2011 2012 2013

1 India 22.500 23.050 23.993 24.685 26.200 24.086 15,08 15,08

2 Uni Eropa 17.610 18.040 18.200 18.250 18.300 18.080 11,32 26,41

3 Cina 14.300 14.000 14.200 15.100 16.000 14.720 9,22 35,63

4 Brazil 11.800 12.000 11.500 11.200 11.260 11.552 7,24 42,86

5 Amerika 9.861 10.171 10.106 10.419 10.523 10.216 6,40 49,26

6 Rusia 5.700 5.523 5.700 5.500 5.400 5.565 3,49 52,75

7 Indonesia 4.374 3.474 5.044 5.049 4.848 4.558 2,85 55,60

8 Meksiko 4.615 4.142 4.288 4.544 4.743 4.466 2,80 58,40

9 Pakistan 4.100 4.250 4.300 4.400 4.450 4.300 2,69 61,09

10 Mesir 2.629 2.800 2.850 2.840 2.820 2.788 1,75 62,84

Negara lain 56.592 57.344 57.964 61.686 63.096 59.337 37,16 100,00

Total Dunia 154.081 154.794 158.145 163.673 167.640 159.667

No NegaraKetersediaan (000 Ton)

Rata2Share

(%)

Kumulatif

(%)

Sumber : http://apps.fas.usda.gov/psdonline/ diolah pusdatin

Page 48: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45

15,08%

11,32%

9,22%

7,24%

6,40%3,49%2,85%

2,80%

2,69%

1,75%

37,16%

India Uni Eropa Cina Brazil Amerika Rusia

Indonesia Meksiko Pakistan Mesir Lainnya

Gambar 6.4. Negara dengan penyediaan gula terbesar di dunia, share

terhadap rata-rata 2009 - 2013

6.5. Ketersediaan Gula per Kapita

per Tahun di Dunia

Menurut data FAO, pada periode

tahun 2005 - 2009 lima negara dengan

peringkat ketersediaan per kapita terbesar

dunia untuk komoditas gula adalah Kuba,

Mesir, Pakistan, Nepal dan Laos. Rata-rata

ketersediaan per kapita dunia sebesar 4,30

kg/kapita/tahun sedangkan kelima negara

terbesar tersebut jauh lebih tinggi di atas

rata-rata dunia. Perkembangan keter-

sediaan gula tebu per kapita di dunia tahun

2005 -2009 dapat dilihat pada Tabel 6.5 di

bawah ini.

Selama periode 2005 - 2009 terlihat

negara Kuba merupakan negara dengan

rata-rata ketersediaan gula per kapita

terbesar di dunia yakni 43,76 kg/kapita/

tahun. Negara berikutnya adalah Mesir,

Pakistan, Nepal dan Laos dengan rata-rata

ketersediaan perkapita masing-masing

sebesar 41,74 kg/kapita/tahun, 38,54

kg/kapita/tahun, 33,34 kg/kapita/tahun

dan 29,66 kg/kapita/tahun.

Jika dilihat untuk negara Asia, yaitu

India, Thailand dan Malaysia, masing-

masing menempati urutan ke-15, 18 dan

24. India dengan rata-rata ketersediaan

perkapita 7,92 kg/kapita/tahun dan

Thailand 5,40 kg/kapita/tahun, sementara

Malaysia memiliki rata-rata kurang dari 4

kg/kapita/tahun. Ketersedian gula di

Indonesia pada periode 2005 – 2009

terlihat diatas rata-rata dunia yaitu sebesar

16,98 kg/kapita/tahun. Perkembangan

ketersediaan gula per kapita negara-negara

di dunia tahun 2005 - 2009 tersaji secara

lengkap pada Gambar 6.4.

Page 49: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 6.5. Ketersediaan gula per kapita per tahun di beberapa negara di dunia, 2005 – 2009

Sumber : http://faostat.fao.org diolah pusdatin

Keterangan : *) Data NBM, BKP

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,0043,76

41,74

38,54

33,34

29,66

16,98

7,925,40

3,08 4,30

(kg/

kap

ita/

thn

)

Gambar 6.4. Perkembangan ketersediaan gula per kapita beberapa negara di dunia, rata-rata 2005 – 2009

Page 50: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47

BAB VII. DAGING AYAM

aging Ayam adalah bahan

makanan hewani unggas-

unggasan yang biasa dikonsumsi

oleh masyarakat Indonesia. Daging Ayam

mengandung energi sebesar 302 kilokalori,

protein 18,2 gram, karbohidrat 0 gram,

lemak 25 gram, kalsium 14 miligram, fosfor

200 miligram, dan zat besi 2 miligram.

Selain itu di dalam Daging Ayam juga

terkandung vitamin A sebanyak 810 IU,

vitamin B1 0,08 miligram dan vitamin C 0

miligram. Hasil tersebut didapat dari

melakukan penelitian terhadap 100 gram

Daging Ayam, dengan jumlah yang dapat

dimakan sebanyak 58 %.

Setiap 100 gram daging ayam

mengandung 74 persen air, 22 persen

protein, 13 miligram zat kalzium, 190

miligram zat fosfor dan 1,5 miligram zat

besi. Daging ayam mengandung vitamin A

yang kaya, lebih-lebih ayam kecil. Selain

itu, daging ayam juga mengandung vitamin

C dan E.

Daging ayam selain rendah kadar

lemaknya, lemaknya juga termasuk asam

lemak tidak jenuh, ini merupakan makanan

protein yang paling ideal bagi anak kecil,

orang setengah baya dan orang lanjut usia,

penderita penyakit pembuluh darah

jantung dan orang yang lemah pasca sakit.

Daging ayam lebih unggul daripada daging

sapi, kambing dan babi. Mengapa daging

ayam lebih digemari masyarakat daripada

daging-dagingan lainnya, karena daging

ayam gampang dimasak. Ditambah masa

pertumbuhan dan peternakannya agak

pendek.

Produksi total daging ayam di

Indonesia yang bersumber dari Direktorat

Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

tahun 2013 (angka sementara) sebesar

1,76 juta ton, dengan produksi sebesar 1,5

juta ton daging ayam ras dan 287 ribu ton

daging ayam bukan ras/kampung.

7.1. Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Daging Ayam dalam Rumah Tangga di Indonesia

Konsumsi perkapita daging ayam

menurut SUSENAS, dirinci menjadi daging

ayam ras pedaging dan ayam bukan ras.

Perkembangan konsumsi daging ayam ras

di tingkat rumah tangga di Indonesia

selama tahun 2002-2013 pada umumnya

mengalami fluktuasi namun cenderung

meningkat dengan peningkatan 4,31% per

tahun, sedangkan untuk konsumsi daging

ayam buras pada periode tersebut

mengalami penurunan rata-rata 2,34% per

tahun. Peningkatan terbesar untuk daging

ayam ras dan buras terjadi di tahun 2007

dimana konsumsi dalam rumah tangga naik

masing-masing sebesar 37,5% dan 30%

dibandingkan tahun sebelumnya.

D

Page 51: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Penurunan konsumsi daging ayam ras

rumah tangga terjadi di tahun 2004, 2006,

2008, 2009 dan 2012 dengan penurunan

konsumsi terbesar terjadi pada tahun

2006 yaitu 17,24%. Prediksi yang

dilakukan untuk tahun 2014, 2015 dan

2016 memperlihatkan bahwa konsumsi

daging ayam ras perkapita mengalami

peningkatan, untuk tahun 2014 naik cukup

tinggi yaitu 10,58% dibandingkan tahun

2013. Konsumsi daging ayam ras tahun

2015 dan 2016 diprediksi naik masing-

masing menjadi 4,185 kg/kapita/tahun

(3,67%) dan 4,333 kg/kapita/tahun

(3,54%).

Rata-rata konsumsi daging ayam

buras periode 2002–2013 sebesar 0,647

kg/kap/tahun. Penurunan konsumsi daging

ayam buras rumah tangga terjadi di tahun

2005, 2006, 2008, 2009 dan 2012 dengan

penurunan konsumsi terbesar terjadi pada

tahun 2006 yaitu 33,33%. Prediksi yang

dilakukan untuk tahun 2014, 2015 dan

2016 memperlihatkan bahwa konsumsi

daging ayam buras perkapita mengalami

peningkatan, untuk tahun 2014 naik

menjadi 0,528 kg/kapita/tahun (12,60%)

dibandingkan tahun 2013 dan kembali

diperkirakan meningkat sedikit pada tahun

2015 menjadi 0,533 kg/kapita/tahun

(0,81%). Sementara prediksi tahun 2016

meningkat menjadi 0,542 kg/kapita/tahun

(1,68%).

Tabel 7.1. Perkembangan konsumsi daging ayam dalam rumah tangga di

Indonesia, 2002 – 2013 serta prediksi 2014 - 2016

Daging

Ayam Ras

Daging

Ayam

Buras /

kampung

Daging

Ayam Ras

Pertumb.

(%)

Daging

Ayam

Buras /

kampung

Pertumb.

(%)

2002 0,049 0,014 2,555 0,730

2003 0,059 0,016 3,076 20,41 0,834 14,29

2004 0,053 0,017 2,764 -10,17 0,886 6,25

2005 0,058 0,015 3,024 9,43 0,782 -11,76

2006 0,048 0,010 2,503 -17,24 0,521 -33,33

2007 0,066 0,013 3,441 37,50 0,678 30,00

2008 0,062 0,011 3,233 -6,06 0,574 -15,38

2009 0,059 0,010 3,076 -4,84 0,521 -9,09

2010 0,068 0,012 3,546 15,25 0,626 20,00

2011 0,070 0,012 3,650 2,94 0,626 0,00

2012 0,067 0,010 3,494 -4,29 0,521 -16,67

2013 0,070 0,009 3,650 4,48 0,469 -10,00

rata-rata 0,061 0,012 3,168 4,31 0,647 -2,34

2014*) 0,076 0,009 4,036 10,58 0,528 12,60

2015*) 0,079 0,009 4,185 3,67 0,533 0,81

2016*) 0,082 0,009 4,333 3,54 0,542 1,68

Tahun

Konsumsi seminggu

(kg/kapita/minggu)Konsumsi setahun(kg/kapita/tahun)

Sumber : Susenas, BPS Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

Page 52: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

kg/k

apit

a/ta

hun

Daging Ayam Ras Daging Ayam Buras / kampung

Gambar 7.1. Perkembangan konsumsi daging ayam dalam rumah tangga di Indonesia,

2002 – 2013 dan prediksi tahun 2014 - 2016

Apabila dilihat dari besaran

pengeluaran untuk konsumsi daging ayam

bagi penduduk Indonesia selama lima

tahun terakhir menunjukkan peningkatan

yang positif baik untuk daging ayam ras

maupun daging ayam buras. Peningkatan

pertumbuhan rata-rata pengeluaran

nominal penduduk Indonesia untuk

konsumsi daging ayam ras pada periode

2008 - 2013 sebesar 17,36 %, yakni dari

Rp. 45,68 ribu/kapita pada tahun 2008

menjadi Rp. 99,54 ribu pada tahun 2013.

Sementara untuk pengeluaran

nominal penduduk Indonesia untuk

konsumsi daging ayam buras pada periode

yang sama meningkat 8,84%, yakni dari

Rp.10,74 ribu/kapita pada tahun 2008

menjadi Rp. 15,69 ribu/kapita pada tahun

2013. Namun setelah dikoreksi oleh faktor

inflasi, pengeluaran riil untuk konsumsi

daging ayam ras meningkat sebesar

10,20%, sementara pengeluaran per kapita

daging ayam buras hanya meningkat

1,36%. Hal ini menunjukkan bahwa

penduduk Indonesia lebih banyak

mengkonsumsi daging ayam ras

dibandingkan dengan daging ayam buras.

Hai ini disebabkan oleh faktor harga daging

ayam ras jauh lebih murah dibandingkan

dengan daging ayam buras.

Page 53: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 7.2. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi daging ayam ras dan buras dengan harga nominal dan riil dalam rumah tangga di Indonesia, 2008-2013

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

100.000

110.000

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(Rp/kapita)

Pengeluaran Nominal (Ayam Ras) Pengeluaran Nominal (Ayam Buras)

Pengeluaran Riil (Ayam Ras) Pengeluaran Riil (Ayam Buras)

Gambar 7.2. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi daging ayam ras dan buras dengan harga nominal dan riil dalam rumah tangga di Indonesia, 2008-2013

7.2. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan

Ketersediaan Daging Ayam Ras di Indonesia

Penyediaan daging ayam ras siap

konsumsi merupakan perkalian dari produksi

daging ayam ras dalam wujud karkas

dengan besarnya konversi daging ayam

murni sebesar 58% kemudian ditambah

impor. Pada periode tersebut, rata-rata lebih

dari 99% total penyediaan daging ayam ras

berasal dari produksi dan sisanya

merupakan impor.

Produksi daging ayam ras tahun 2010

dalam bentuk karkas sebesar 1.156 ribu ton

dan di konversi menjadi daging ayam ras

sebesar 671 ribu ton dan terus mengalami

peningkatan hingga tahun 2012 menjadi

773 ribu ton. Peningkatan produksi daging

ayam ras ini menyebabkan penyediaan

Page 54: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51

daging ayam ras juga meningkat. Pada

tahun-tahun berikutnya, yakni tahun 2013

sampai dengan 2016, penyediaan daging

ayam ras diprediksi akan terus mengalami

peningkatan. Peningkatan tersebut

diprediksi pada tahun 2013 sebesar 789 ribu

ton dan pada tahun 2016 menjadi 890 ribu

ton. Untuk impor daging ayam ras dari

tahun 2010 – 2013 relatif kecil di bawah 1

ribu ton. Sementara untuk ekspor daging

ayam ras tidak ada.

Penggunaan daging ayam ras di

Indonesia terutama adalah digunakan

sebagai bahan makanan dengan persentase

95% dari total penyediaan dalam negeri,

sementara sisanya adalah merupakan

jumlah yang tercecer, tidak ada penggunaan

untuk komponen lain, seperti untuk pakan,

maupun sebagai bahan baku untuk diolah

lebih lanjut menjadi produk lain baik produk

makanan maupun non makanan. Jumlah

penggunaan daging ayam ras yang tercecer

sebesar 5% dari total penyediaan dalam

negeri. Dari perhitungan tersebut, maka

daging ayam ras yang tercecer pada tahun

2010 hingga tahun 2013 mengalami

peningkatan dari 34 ribu ton pada tahun

2010 menjadi 39 ribu ton pada tahun 2012,

seiring dengan pola peningkatan

produksinya. Pada tahun 2013 daging ayam

ras yang tercecer diprediksikan masih

sebesar 39 ribu ton, namun pada tahun

2014-2016 mengalami peningkatan masing-

masing adalah 41 ribu ton, 43 ribu ton dan

45 ribu ton. Daging ayam ras yang

digunakan untuk bahan makanan mencapai

637 ribu ton pada tahun 2010 dan terus

mengalami peningkatan hingga menjadi 734

ribu ton pada tahun 2012. Prediksi tahun

2013 hingga tahun 2016 memperlihatkan

adanya peningkatan dalam penggunaan

daging ayam ras sebagai bahan makanan.

Peningkatan tersebut diprediksi pada tahun

2013 sebesar 750 ribu ton dan pada tahun

2016 menjadi 846 ribu ton. Secara rinci

penyediaan dan penggunaan daging ayam

ras tahun 2010 – 2016 dapat dilihat pada

Tabel 7.3.

Ketersediaan per kapita adalah

jumlah suatu produk atau komoditas yang

digunakan sebagai bahan makanan dibagi

dengan jumlah penduduk. Perkembangan

ketersediaan daging ayam ras per kapita

pada tahun 2010 hingga 2012 mengalami

rata-rata peningkatan sebesar 6,13 % per

tahun. Pada tahun 2010 ketersediaan

daging ayam ras per kapita sebesar 2,64

kg/kapita/tahun dan terus meningkat hingga

tahun 2012 menjadi sebesar 3,00

kg/kapita/tahun. Pada tahun 2013

ketersediaan daging ayam ras per kapita

diprediksikan akan meningkat menjadi

sebesar 3,02 kg/kapita/tahun, sementara

tahun 2016 diprediksi akan meningkat

menjadi 3,26 kg/kapita/tahun (Gambar 7.2).

Page 55: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

52 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 7.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan daging ayam ras tahun 2010-2012 serta prediksi tahun 2013 – 2016

2010 2011 2012 2013*) 2014*) 2015*) 2016*)

A. Penyediaan (000 ton) 671 776 773 789 822 856 890

1. Produksi

- Masukan 1.156 1.338 1.333 1.365 1.423 1.482 1.540

- Keluaran *) 671 776 773 789 822 856 890

2. Impor - - - - - - -

3. Ekspor - - - - - - -

4. Perubahan Stok - - - - - - -

B. Penggunaan (000 ton) 671 776 773 789 822 856 890

1. Pakan - - - - - - -

2. Bibit - - - - - - -

3. Diolah untuk :

- makanan - - - - - - -

- bukan makanan - - - - - - -

4. Tercecer 34 39 39 39 41 43 45

5. Bahan Makanan 637 737 734 750 781 813 846

C. Ketersediaan per kapita

1. Ketersediaan perkapita 2,64 3,01 3,00 3,02 3,11 3,19 3,26

No. Uraian

Tahun

Sumber : NBM, Kementerian Pertanian diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin

Gambar 7.2. Perkembangan ketersediaan daging ayam ras per kapita per

tahun di Indonesia, tahun 2010 – 2016

7.3. Perkembangan serta Prediksi

Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Daging Ayam Buras/Kampung di Indonesia

Penyediaan ayam buras/kampung

keseluruhannya berasal dari produksi dalam

wujud karkas tahun 2010 dan 2012 sebesar

243 ribu ton dan dengan konversi ke daging

murni 58% menjadi 141 ribu ton. Prediksi

tahun 2013 hingga 2016, penyediaan daging

ayam buras akan mengalami peningkatan

yang kecil / relatif konstan yaitu pada angka

149 ribu ton.

Page 56: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53

Komponen penggunaan daging ayam

buras di Indonesia terutama adalah

digunakan untuk bahan makanan dan

terdapat komponen tercecer. Menurut

metode perhitungan NBM, jumlah

penggunaan daging ayam buras yang

tercecer sebesar 5% dari total penyediaan

dalam negeri. Pada periode tahun 2010 -

2012, daging ayam buras yang tercecer rata-

rata 7 ribu ton. Kemudian diprediksikan pada

tahun 2013 – 2016 daging ayam buras yang

tercecer akan mengalami peningkatan

sebesar 1 ribu ton menjadi 8 ribu ton.

Daging ayam buras digunakan untuk

bahan makanan yang mencapai proporsi

95% dari total penggunaan daging ayam

buras nasional. Pada tahun 2010-2012

berkisar antara 133 ribu ton - 134 ribu ton.

Hasil prediksi tahun 2013 hingga tahun 2016

adanya peningkatan yang konstan yaitu 141

ribu ton.

Tabel 7.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan daging ayam buras/kampung tahun 2010 – 2012 serta prediksi tahun 2013 - 2016

2010 2011 2012 2013*) 2014*) 2015*) 2016*)

A. Penyediaan (000 ton) 141 140 141 149 149 149 149

1. Produksi

- Masukan 243 241 243 251 251 250 250

- Keluaran *) 141 140 141 149 149 149 149

2. Impor - - - - - - -

3. Ekspor 0 0 0 0 0 0 0

4. Perubahan Stok - - - - - - -

B. Penggunaan (000 ton) 141 140 141 149 149 149 149

1. Pakan - - - - -

2. Bibit 0 0 0 0 0 0 0

3. Diolah untuk :

- makanan - - - - - - -

- bukan makanan - - - - - - -

4. Tercecer 7 7 7 8 8 8 8

5. Bahan Makanan 134 133 134 141 141 141 141

Ketersediaan 0,56 0,54 0,54 0,57 0,56 0,55 0,55

(kg/kapita/tahun)

No. Uraian

C.

Tahun

Sumber : Neraca Bahan Makanan, Kementan

Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin

Perkembangan ketersediaan daging

ayam buras per kapita pada tahun 2010

hingga 2012 mengalami pola yang konstan

yaitu pada angka 0,54 - 0,56 kg/kapita/

tahun. Pada tahun 2013 ketersediaan

daging ayam buras per kapita diprediksikan

meningkat dengan kecenderungan

menurun tiap tahunnya. Prediksi

ketersediaan ayam buras tahun 2013 -

2014 masing-masing adalah sebesar 0,57

kg/kapita/tahun dan 0,56 kg/kapita/ tahun,

namun pada tahun 2015 - 2016

diprediksikan menurun menjadi 0,55

kg/kapita/tahun (Gambar 7.3).

Page 57: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

54 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60 0,560,54 0,55

0,57 0,56 0,55 0,55(k

g/ka

pit

a/th

n)

Gambar 7.3. Perkembangan ketersediaan daging ayam buras/kampung per kapita

pertahun di Indonesia, tahun 2009 – 2016

7.4. Perbandingan Konsumsi dan

Ketersediaan Per Kapita Komoditas Daging Ayam

Pada periode 2010 – 2012, konsumsi

per kapita daging ayam ras berdasarkan

hasil Susenas, BPS menunjukkan angka

yang lebih besar jika dibandingkan angka

ketersediaan (NBM). Begitu pula prediksi

tahun 2013 dan 2016 data konsumsi lebih

tinggi dari ketersediaannya. Hal ini

mengingat Susenas adalah berdasarkan

wawancara dengan rumah tangga dimana

diduga dalam wujud karkas, sementara

NBM dalam wujud daging murni dengan

konversi dari daging karkas ke daging

murni yaitu ayam ras dan buras masing-

masing sebesar 58,00%.

Angka antara riil konsumsi daging

ayam ras (Susenas) dengan penyediaan

konsumsi (NBM) dapat dilihat untuk

periode 2010 – 2016, yang berkisar antara

1,01 kg/kapita/tahun hingga 1,68

kg/kapita/tahun. Demikian pula selisih

antara ketersediaan konsumsi per kapita

daging ayam buras/kampung periode

tahun 2010-2016, yang berkisar antara

0,31 kg/kapita/tahun hingga 0,51

kg/kapita/tahun.

Perbandingan konsumsi per kapita

rumah tangga (Susenas) dengan

ketersediaan (NBM) baik komoditas daging

ayam ras atau daging ayam buras dapat di

lihat pada Tabel 7.4.

Page 58: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 55

Tabel 7.4. Perbandingan konsumsi daging ayam ras dan daging ayam buras per kapita rumah tangga (SUSENAS) dengan ketersediaan (NBM), 2010 – 2016

Sumber: Susenas, BPS dan NBM Kementan diolah Pusdatin

Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin

7.5. Penyediaan Daging Unggas di beberapa negara di Dunia

Menurut data USDA, rata-rata total

penyediaan konsumsi daging unggas dunia

periode tahun 2009 – 2013 mencapai

78,94 juta ton. Pada periode ini total

penyediaan daging unggas dunia

cenderung mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Amerika merupakan

negara terbesar dalam penyediaan daging

unggas pada periode tersebut.

Lima negara dengan total penyediaan

daging unggas terbesar di dunia secara

rinci dapat dilihat pada tabel 7.5. Lima

negara tersebut adalah Amerika Serikat,

Cina, Uni Eropa, Brazil dan Meksiko. Rata-

rata total penyediaan daging unggas di

Amerika pada periode tahun 2009 - 2013

mencapai 13,42 juta ton per tahun atau

17,00% dari total penyedian daging

unggas dunia.

Cina menempati urutan ke-2 dengan

rata-rata total penyediaan sebesar 12,91

juta ton dengan kontribusi terhadap total

penyediaan dunia sebesar 16,36%. Dua

negara lainnya memiliki kontribusi terhadap

total penyediaan dunia sekitar 11% yaitu

Uni Eropa dan Brazil, sementara urutan ke

lima adalah Meksiko yang memiliki rata-

rata total penyediaan sebesar 3,47 juta ton

dengan kontribusi sebesar 4,39% terhadap

total penyediaan daging unggas dunia.

Pada periode yang sama, penyediaan

daging unggas di Indonesia hanya 1,50

juta ton menempati urutan ke-23 dengan

kontribusi terhadap total penyediaan dunia

sebesar 1,90%. Apabila dibandingkan

dengan negara-negara ASEAN, maka

Malaysia merupakan negara yang memiliki

total penyediaan tertinggi, sementara

Singapura merupakan negara dengan rata-

rata total penyediaan daging unggas

terendah yaitu hanya 0,17 juta ton, dengan

kontribusi terhadap total penyediaan

Page 59: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

56 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

daging unggas dunia sebesar 0,22%.

Kontribusi total penyediaan daging unggas

ke-5 negara terbesar di dunia dan negara-

negara di ASEAN dapat dilihat pada Tabel

7.5 dan Gambar 7.4.

Tabel 7.5. Negara dengan penyediaan daging unggas terbesar di dunia, 2009 – 2013

Share Kumulatif

2009 2010 2011 2012 2013 % %

1 Amerika 12,946 13,472 13,665 13,345 13,656 13,417 17.00 17.00

2 Cina 12,210 12,457 13,015 13,543 13,345 12,914 16.36 33.35

3 Uni Eropa 8,717 8,955 9,010 9,185 9,325 9,038 11.45 44.80

4 Brazil 7,802 9,041 9,422 9,139 9,191 8,919 11.30 56.10

5 Mexico 3,264 3,364 3,473 3,569 3,672 3,468 4.39 60.50

: : : : : : : : :

12 Malaysia 1,040 1,326 1,346 1,374 1,383 1,294 1.64 64.03

17 Thailand 820 839 864 932 1,010 893 1.13 65.16

18 Philippina 805 865 892 928 961 890 1.13 66.29

23 Indonesia 1,412 1,465 1,515 1,540 1,550 1,496 1.90 62.39

37 Singapore 168 170 177 186 164 173 0.22 66.51

Negara Lain 23,576 25,272 26,674 27,914 28,760 26,439 33.49 100.00

Total Dunia 72,760 77,226 80,053 81,655 83,017 78,942 100.00

Rata-rataNo. NegaraTahun (000 Ton )

Sumber : http://apps.fas.usda.gov/psdonline/ diolah pusdatin

17,00%

16,36%

11,45%

11,30%4,39%1,64%1,13%

1,13%

0,92%

0,22%

34,47%

Amerika Cina Uni Eropa Brazil

Meksiko Malaysia Thailand Philippina

Indonesia Singapura Negara Lainnya

Gambar 7.4. Negara dengan penyediaan daging unggas terbesar di dunia, share terhadap rata-rata 2009 - 2013

Page 60: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 57

7.6. Ketersediaan Daging Unggas Per Kapita per Tahun di Dunia

Menurut data FAO, pada periode

tahun 2005-2009 lima negara dengan

peringkat ketersediaan per kapita terbesar

dunia untuk komoditas daging unggas

adalah Kuwait, Israel, Saint Vincent and

the Grenadines, Netherlands Antilles dan

Saint Lucia. Rata-rata ketersediaan per

kapita dunia sebesar 17,76 kg/kapita/tahun

sedangkan kelima negara terbesar tersebut

jauh lebih tinggi di atas rata-rata dunia.

Perkembangan ketersediaan daging unggas

per kapita di dunia tahun 2005 -2009 dapat

dilihat pada Tabel 7.6 di bawah ini.

Selama periode 2005-2009 terlihat

negara Kuwait merupakan negara dengan

rata-rata ketersediaan daging unggas per

kapita terbesar di dunia yakni 82,14

kg/kapita/tahun. Negara selanjutnya

adalah Israel, Saint Vincent and the

Grenadines, Belanda dan Saint Lucia

dengan rata-rata ketersediaan perkapita

masing-masing sebesar 69,32 kg/kapita/

tahun, 61,94 kg/kapita/tahun, 59,88

kg/kapita/tahun dan 58,10 kg/kapita/

tahun.

Jika dilihat untuk negara Asia

Tenggara, yaitu Malaysia, Thailand dan

Philippina, masing-masing menempati

urutan ke-21, 101 dan 113. Malaysia

dengan rata-rata ketersediaan perkapita

36,42 kg/kapita/tahun, Thailand memiliki

rata-rata ketersediaan perkapita sebesar

11,88 kg/kapita/tahun, sementara

philippina memiliki rata-rata sebesar 9,10

kg/kapita/tahun. Indonesia menempati

urutan ke-139 dunia dengan rata-rata jauh

di bawah rata-rata dunia yaitu hanya 3,67

kg/kapita/tahun.

Rendahnya tingkat konsumsi

masyarakat Indonesia akan protein asal

hewani, tentu saja tidak semata-mata

hanya berkaitan dengan penyediaan

makanan, tetapi juga berkorelasi dengan

kesadaran masyarakat akan gizi, himpitan

ekonomi yang terasa semakin sulit, serta

tingkat pendidikan penduduk yang masih

relatif rendah. Menurut Djaya, rata-rata

konsumsi daging ayam tertinggi di ASEAN

adalah Brunei Darusalam yang mencapai

42,70 Kg/kapita/tahun (Djaya dan

Prambudy dalam Soekardono,2009).

Data ini sekaligus menunjukkan

bahwa konsumsi protein asal hewani di

Indonesia relatif rendah bila dibandingkan

negara-negara ASEAN lainnya. Rendahnya

konsumsi protein hewani oleh masyarakat

Indonesia merupakan faktor pendorong

(motivasi), perlu pengembangan

peternakan atau agribisnis peternakan.

Komitmen Pemerintah untuk mewujudkan

ketahanan pangan nasional, termasuk

menanggulangi rawanan pangan dan

kekurangan gizi tersebut tertuang dalam

program utama Kementerian Pertanian

yaitu program peningkatan ketahanan

pangan. Untuk sub sektor peternakan

tertuang dalam program terobosan yaitu

Page 61: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

58 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

program kecukupan pangan hewani.

Peningkatan ketahanan pangan nasional

pada hakekatnya mempunyai arti strategis

bagi pembangunan nasional. Ketersediaan

pangan yang cukup, aman, merata, harga

terjangkau dan bergizi bagi manusia.

Perkembangan ketersediaan daging unggas

per kapita negara-negara di dunia tahun

2005-2009 tersaji secara lengkap pada

Gambar 7.5.

Tabel 7.6. Ketersediaan daging unggas per kapita per tahun di beberapa negara di dunia,

2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009

1 Kuwait 85,8 63,5 73,9 90 97,5 82,14

2 Israel 72,7 70,6 67,9 68,7 66,7 69,32

3 Saint Vincent dan the Grenadines 58,1 61,8 63,9 63,7 62,2 61,94

4 Antillen Belanda 63,7 58,6 54,9 62,5 59,7 59,88

5 Saint Lucia 59 57,2 55,4 56,5 62,4 58,1

: : : : : : : :

21 Malaysia 34,8 36,4 36,7 35,9 38,3 36,42

101 Thailand 11,9 12,2 12,1 11,6 11,6 11,88

113 Philippina 8,2 8,3 9,2 9,8 10,0 9,1

139 Indonesia 3,81 3,02 4,12 3,81 3,60 3,67

Rata-rata Dunia 17,26 16,86 17,75 18,43 18,62 17,76

TahunNo. Negara Rata-rata

Sumber : http://faostat.fao.org diolah pusdatin

0

15

30

45

60

75

9082,14

69,32

61,9459,88 58,1

36,42

11,889,1

3,67

17,76

(Kg/Kap/Thn)

Gambar 7.5. Perkembangan ketersediaan daging unggas per kapita beberapa negara di dunia, rata-rata 2005 – 2009

Page 62: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 59

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional, Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk

Indonesia tahun 1993 sampai dengan tahun 2013. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional, Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk

Indonesia tahun 2007 sampai dengan tahun 2013. Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan. Kementerian Pertanian. Neraca Bahan Makanan Indonesia Tahun

1993 sampai dengan Tahun 2013. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia. Jakarta.

Dilago Zakarias. 2011. Analisis Permintaan Daging Ayam pada Tingkat Rumah Tangga di

Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Ambon. http://apps.fas.usda.gov/psdonline/psdQuery.aspx [terhubung berkala].

http://faostat.fao.org/site/609/default.aspx#ancor. [terhubung berkala].

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/. [terhubung berkala].

http://www.bekasisehat.com/sayuran/190.html [terhubung berkala].

http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/manfaat-tanaman-ubikayu-untuk-kesehatan) [terhubung berkala].

Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010 – 2014. Jakarta.

Konsumsi Daging Ayam Orang Indonesia di Bawah Malaysia dan Thailand. http://finance.detik.com/read/2013/10/03/124755/2376663/4/konsumsi-daging-ayam-orang-indonesia-di-bawah-malaysia-dan-thailand . [terhubung berkala]

Unpad. 2006. Setiawan Nugraha. Perkembangan Konsumsi Protein Hewani di Indonesia (Analisis Hasil Susenas 1999-2004). Bandung.

Saliem,H P, M. Ariani, Y.Marisa dan T.B. Purwantini. 2002. Analisis Kerawanan Pangan

Wilayah dalam Perspektif Desentralisasi Pembangunan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Wikipedia. 2014. Bawang Merah. http://id.wikipedia.org/wiki/bawang merah. [terhubung berkala].

Wikipedia.2014.Gula. http://id.wikipedia.org/wiki/Gula. [terhubung berkala].

Wikipedia. 2014. Ketela Pohon. http://id.wikipedia.org/wiki/Ketela_pohon. [terhubung berkala].

Page 63: KATA PENGANTAR - Pusdatin - Kementerian Pertanianpusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/...TWI_2014.pdf · Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian