kasus tht saja

Upload: raymond-efraim-ngkale

Post on 07-Mar-2016

235 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kasus

TRANSCRIPT

ismail - [2010]

STATUS UJIAN AKHIR STASE THT

VERTIGO

Disusun Oleh :

Raymond Efraim Ngkale42090014

Dosen Pembimbing Klinik :

dr. Arin Dwi Iswarini, Sp. THT-KL, M.KesBAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKPROGRAM PENDIDIKAN DOKTER TAHAP PROFESI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTAPERIODE 14 DESEMBER 2015 - 9 JANUARI 2016FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5-25 Yogyakarta 55224

Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

SHAPE \* MERGEFORMAT

Nama

: Raymond Efraim NgkaleNIM

: 42 09 0014Dosen Pembimbing Klinik: dr. Arin Dwi Iswarini, Sp. THT-KL, M.Kes

SHAPE \* MERGEFORMAT

I. IDENTITAS

Nama

: Bp. MUmur

: 51 Tahun

Jenis Kelamin: Laki-LakiAlamat

: Playen, Gunung KidulPekerjaan: PNSNo. RM: 01-72-42-17Tgl periksa: 18 Desember 2015

II. ANAMNESIS

Anamnesa dengan pasien dilakukan di Bangsal Saraf, ruang H, hari jumat tanggal 8 januari 20161. Keluhan Utama

Pusing Berputar2. Riwayat Penyakit Sekarang

3. Riwayat Penyakit Dahulua. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 3 bulang yang lalub. Riwayat Hipertensi (-), Riwayat DM (-)c. Riwayat Maag (+)4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat penyakit keluarga yang serupa dengan pasien (-)b. Riwayat Hipertensi (-) c. Riwayat DM (-)5. Riwayat Pengobatan

a. Pengobatan Rutin Kontrol: Betahistrin, b. Pengobatan dari IGD RS.B: Difenhidramin inj 1 amp, Ketorolac 3% inj 1 amp, Betahistin, Valisanbe, dan Amplodipin6. Riwayat AlergiAlergi Obat

: (-)

Alergi Makanan : (-)

Alergi Cuaca

: (-)

7. Life Style

a. Pasien bekerja b. Pola makan & Minum: Pola makan pasien kurang teratur sering ngemil gorengan, jarang makan makanan pedas dan berpengawet. Pola

minum air putih teratur jarang minum es.c. Pola istirahat

: Kurang, karena aktivitas rumah dan pekerjaan.III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan di Bangsal Saraf, ruang H, hari Jumat 8 januari 20161. Keadaan Umum: Sedang2. Kesadaran

: Compos mentis. GCS : E4 V5 M63. Vital Sign

:

a. Nadi

: 84 kali/menitb. RR

: 20 kali/menitc. Suhu

: afebrisd. TD

: 130/80 mmHg4. Status Generalis

a. Kepala:

Ukuran Kepala : Normocepali

Mata

: Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+, Nistagmus (+) Horizontal Hidung

: Deformitas (-), dorsum nasi eritema, nyeri tekan (-) Mulut

: Mukosa bibir basah, stomatitis (-), caries gigi (+) multiple Telinga

: Aurikula D/S bentuk normal, discharge D/S (-), nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-b. Leher

: Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), massa (-), Nyeri tekan (-). Auskultasi servikal : bising / bruit (-)c. Thorax:

Inspeksi : Retraksi (-), pengembangan dinding dada simetris

Perkusi: Perkusi sonor

Palpasi: Nyeri tekan (-)

Auskultasi: Suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, suara jantung S1-2 reguler, bising jantung (-).d. Abdomen:

Inspeksi: Tidak tampak distensi, dinding abdomen lebih tinggi dari dinding dada

Auskultasi: Suara Peristaltik (+) 12 x/menit Perkusi: Perkusi tymphani di semua region abdomen Palpasi: Abdomen teraba supel, Nyeri tekan (+) Regio epigastrik, Kesan pembesaran organ intraabdomen (-)

e. Ekstremitas : Tidak tampak pucat, akral teraba hangat, perabaan nadi kuat, capilarry refil < 2 dtk

5. Pemeriksaan Status LokalisKeteranganKananKiri

HIDUNG

Dorsum nasiBentuk normal, edema (-), eritem (-)

Cavum nasiDischarge (-)Discharge (-)

Rhinoskopi Anterior

Vestibulum nasiBentuk normal, discharge (-), edem (-), hiperemis (-)

Septum nasiDeviasi (-), Perforasi (-)

Meatus nasi inferiorEdem (-), hiperemis (-)Edem (-), hiperemis (-)

Konka inferiorHiperemis (-), hipertrofi (-)Hiperemis (-), hipertrofi (-)

Meatus nasi mediaSulit dinilaiSulit dinilai

Konka mediaSulit dinilaiSulit dinilai

SINUS PARANASAL

InspeksiEdema (-), eritem (-)Edema (-), eritem (-)

PerkusiNyeri ketok (-)Nyeri ketok (-)

TransluminasiNormalNormal

TELINGA

AuriculaBentuk normal, bisul/ massa (-), sikatriks (-), edema (-), Nyeri tekan tragus (-), eritem (-)Bentuk normal, bisul/ massa (-), sikatriks (-), edema (-), nyeri tekan tragus (-), Eritem (-)

Retro AuriculaNyeri ketuk mastoid (+)Nyeri tekan mastoid (+)

Meatus Akustikus ExternusSerumen (+) minimal, discharge (-), edem (-), hiperemis (-)Serumen (-), discharge (-), edem (-), hiperemis (-)

Membran TimpaniIntak, MT buram, cone of light (-), retraksi (-)Intak, MT buram, cone of light (-), retraksi (-)

CAVUM ORIS FARING

Mukosa oralHiperemis (-), Stomatitis (-)

GigiKaries dentis (-)

LinguaSimetris, atrofi papil (-), ulserasi (-)

UvulaSimetris, hiperemis (-)

PalatumStomatitis (-), ulkus (-)

Tonsila palatinaT1, hiperemis (-), detritus (-)T1, hiperemis (-), detritus (-)

FaringHiperemis (-), granulae (+) sedikit, edem (-), sekret (+)

Tes Penala

PemeriksaanADAS

Rinne(+)(+)

WeberTidak ada Lateralisasi

ScwabachNormalNormal

Kesimpulan : NormalIV. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja

: Vertigo perifer Diagnosis Sekunder: Faringitis, Gerd V. PENATALAKSANAAN Terapi untuk mengatasi vertigo : Untuk Pusing/Nyeri Kepala : Terapi untuk mengatasi Mual : Pemberian antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi : Pemberian dekongestan : VI. EDUKASI Mengedukasi pasien untuk menghindari faktor-faktor yang mencetuskan keluhan pusing berputar Mengedukasi untuk mengatur pola makan, pola istrahat dan pola aktivitas. Mengedukasi untuk kontrol setelah obat habis atau gejala semakin memberat.VII. PLANNING Audiometri

Posturografi

ElektronistagmografiTINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI TELINGA

Telinga merupakan organ penginderaan dengan fungsi ganda, sebagai pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam terdiri dari koklea (Rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea di sebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis sealing berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran kanan yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti.

Gambar 1. Anatomi Telinga

II. FISIOLOGI ALAT VESTIBULERAlat Keseimbangan (Vestibuler) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin tulang dan labirin membran terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimfa yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis yaitu kanalis semi-sirkularis horizontal (lateral), kanalis semi-sirkularis anterior (superior) dan kanalis posterior (inferior). Selain 3 kanalis tersebut, terdapat pula utrikulus dan sakulus.Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di sistem saraf pusat, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada setiap pelebarannya terdapat macula utrikulus yang didalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetic terdiri dari 3 kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat Krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelantin yang di sebut kupula.Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya depolarisasi dan akan merangsang penglepasan neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong kearah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.

Gambar 2. Silia sel rambut depolarisasi

Organ Vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energy mekanik akibat otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energy biolistrik, sehingga dapat member informasi mengenai semua gerakan tubuh yang sedang berlangsung.Sistem Vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardia atau takikardia dan pada kulit reaksinya berkeringat.III. VERTIGOA. Definisi

Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.

B. Klasifikasi1. Vertigo FisiologisVertigo fisiologis adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata dan somatosensorik berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain motion sickness, space sickness, height vertigo.2. Vertigo Patologis a. Vertigo sentral, diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau pada serebelum.b. Vertigo perifer, disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau pada nervus vestibulocochlear (N. VIII).c. Medical vertigo, dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah, gula darah yang rendah atau gangguan metabolik akibat obat-obatan atau akibat infeksi sistemik.Red flag pada pasien dengan vertigo meliputi:( Sakit kepala

( Gejala dan tanda neurologis

a. Vertigo sentral

Disebabkan oleh adanya gangguan di batang otak atau di serebelum. Biasanya disertai dengan adanya gejala lain yang khas, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas, gangguan fungsi motorik, rasa lemah.b. Vertigo perifer

Berdasarkan lamanya serangan, dibagi menjadi:

a. Episode vertigo yang berlangsung beberapa detik. Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Paling sering penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan telinga atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala menghilang secara spontan.

b. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala khas, yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo, dan tinitus.

c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang paling sering. Ditandai dengan vertigo, nausea, muntah, timbul mendadak. Gejala ini dapat berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu pada neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik mungkin dijumpai nistagmus.

C. PatofisiologiVertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik. Reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.

Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan, dan gejala-gejala lainnya.

Beberapa teori mengenai mekanisme terjadinya vertigo diantaranya :1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation).

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemis kanalis semisirkularis, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual, dan muntah.

2. Teori konflik sensorik.

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer, yaitu antara mata, vestibulum, dan proprioseptik. Atau karena ketidakseimbangan masukan sensoris dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus, ataksia, rasa melayang, berputar.

3. Teori neural mismatch. Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik. Menurut teori ini otak mempunyai memori tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi, sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik.

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi perubahan posisi. Gejala klinis timbul jika sistem simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistem parasimpatis mulai berperan.5. Teori neurohumoral.

Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.6. Teori sinaps.

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (Corticotropin Releasing Factor). Peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupameningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, kemudian berkembang menjadi mual, muntah, dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.D. Gejala Klinis

Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputar. Informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat digunakan untuk membedakan perifer atau sentral, meliputi:1. Karekteristik dizziness Sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi berputar atau sensasi non spesifik seperti giddiness, atau light headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (seperti kebingungan).2. Keparahan

Keparahan suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya pada acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam beberapa hari kedepan. Pada Mnires disease, awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya.3. Onset dan durasi vertigo

Semakin lama durasi vertigo, maka kemungkinan ke arah vertigo sentral menjadi lebih besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo sentral, kecuali pada cerebrovascular attack. Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali yang berasal dari vaskular). Lesi sentral biasanya menyebabkan tanda neurologis tambahan, menyebabkan ketidakseimbangan yang parah, nistagmus murni vertikal, horizontal atau torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada objek.

4. Faktor Pencetus

Faktor pencetus dapat mempersempit diagnosis banding pada vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi, penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus pada saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan dengan acute vestibular neutritis atau acute labyrhintis. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik (karena post trauma langsung, barotraumas), biasanya muncul saat pasien mengejan atau bersin). Adanya fenomena Tullios (nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepada penyebab perifer.

5. Gejala Penyerta

Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius interna atau arteri serebelar anterior inferior. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasif pada tulang temporal atau iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis, Menieres Disease yang parah, dan BPPV. Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia, atau perubahan lain pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral, misalnya penyakit cerebrovascular, neoplasma atau multiple sklerosis6. Riwayat pengobatan Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo, seperti obat-obatan ototoksik, obat anti epilepsi, antihipertensi, dan sedatif.E. Pemeriksaan Fisik1. Mencari adanya strabismus2. Mencari adanya nistagmus3. Pemeriksaan dengan rangsangan perubahan posisi kepala dan tubuh. Tes baring terlentang, baring miring ke kiri, ke kanan dan baring terlentang dengan kepala menggantung. Dicari adanya posisi tertentu yang membangkitkan nistagmus atau vertigo.4. Manuver Hallpike, ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/nistagmus posisional paroksismal oleh karena itu untuk membangkitkannya diperlukan rangsangan perubahan posisi secara cepat.5. Tes gerakan halus mata.6. Tes nistagmus optokinetik.Uji keseimbangan- Pasien Berdiri tegak, berjalan, berjalan di atas jari kaki, berjalan di atas tumit, dan berjalan secara tandem.- Duduk di kursi dan angkat kedua lengan serta kedua kaki dengan mata tertutup. Bila ada gangguan propioseptif terjadi kenaikan lengan dan kaki.- Diadokokinesis, tes jari-hidung, tes tumit-tibia, dan tes salah tunjuk. Tes jari-hidung : menahan jari pemeriksa sepanjang kira-kira satu lengan dari pasien. Instruksikan pasien untuk menyentuh jari pemeriksa dengan menggunakan jari telunjuk kemudian menyentuh hidungnya kembali. Gerakan ini diulangi beberapa kali. Pasien mungkin saja tidak dapat menyentuh jari anda atau terjadi tremor intense, mengindikasikan adanya disfungsi serebellar.- Tes Romberg,pasien diinstruksikan untuk berdiri dan membuka mata. Kemudian pasien diinstruksikan untuk menutup mata (pastikan dapat menopang pasien jika dia jatuh). Kemudian perhatikan apakah pasien terlalu banyak bergoyang atau kehilangan keseimbangan. Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebelar badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup- Tes Berjalan :berjalan lurus ke depan dan ke belakang dengan mata tertutup dan terbuka. Pada kelainan labirin bilateral terjadi sempoyongan ke semua arah.- Tes menulis vertical :penderita duduk di depan meja, tangan dan tubuhnya tidak boleh menyentuh meja, tangan yang satu di atas lutut yang lain disuruh menulis huruf A-B-C-D disusun kearah bawah mula-mula dengan mata terbuka kemudian tertutup. Bila ada deviasi deretan huruf-huruf dari yang paling atas terhadap yang paling bawah lebih besar dari 100berarti ada kelainan labirin unilateral. Bila tulisannya tidak karuan (atau bila kian lama huruf yang ditulis kian besar), berarti ada kelainan serebelum.F. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi; tes audiometri, tes vestibular, evalusi hasil pemeriksaan lab, dan evalusi radiologis.Tes audiometri tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan gangguan pendengaran.

Tes vestibular tidak dilakukan pada semua pasien dengan keluhan dizziness. Tes vestibular dilakukan apabila hasil pemeriksaan lain meragukan, ex; Elektronistagmografi dan posturegrafi.Pemeriksaan lab yang meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah dan fungsi tiroid dapat membantu menentukan etiologi vertigo.Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang memiliki tanda dan gejala neurologis dan tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, serebelum, periventricular white matter, dan kompleks nervus VIII.

G. Diagnosis dan Diagnosis BandingDiagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar 20%-40% pasien dapat di diagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada pasien dan durasi serangan.Diagnosis banding vertigo terbagi berdasarkan 3 kondisi penyerta yaitu, Vertigo yang di sertai dengan tuli, vertigo tanpa disertai tuli dan vertigo yang disertai tanda intrakranial.

Vertigo yang di sertai dengan Tuli ; Meniere Disease, Labyrinthitis, Labyrinthine Trauma, Acoustic Neuroma, Acute Chocleovestibular dysfunction, shyphilis (jarang)Vertigo yang tanpa di sertai tuli ; Benign Positional Vertigo, Vestibular neuritis, Medication induced vertigo, acute vestiblar dysfunction, cervical spondylosis

Vertigo yang disertai tanda intracranial : Tumor Otak dan cerebellopontine angle, Vertebrobasilar insufficiency, migraine, multiplesklerosisH. Terapi

Medikamentosa

Karena penderita seringkali merasa terganggu dengan keluhan vertigo maka seringkali diberikan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Beberapa golongan yang sering digunakan :1. Antihistamin

Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak yang positif. Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung dan sesekali timbul rash di kulit. Betahistin Mesylate (merislon) 6 mg : di berikan 1-2 tablet, 3 kali sehari per oral

Betahistin Hcl (Betaserc) 8 mg : di berikan 1 tablet, 3 kali sehari per oral (maksimum 6 tablet) Dimenhidrinat (Dramamine), lama kerja obat ini ialah 46 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 2550 mg, 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk. Difhenhidramin Hcl (Benadryl), lama aktivitas obat ini ialah 46 jam, diberikan dengan dosis 2550 mg, 4 kali sehari. Obat ini dapat juga diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.

2. Antagonis KalsiumObat antagonis kalsium seperti Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan obat supresan vestibular, karena sel rambut vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan antihistamin.Cinnarizine (Stugerone) mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular, mengurangi respon terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis lazimnya 1530 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk, rasa lelah, diare atau konstipasi, mulut terasa kering, dan rash di kulit.3. Obat SimpatomimetikSalah satu obat simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah Efedrin. Lama aktivitas ialah 46 jam. Dosis dapat diberikan 10-25 mg, 4 kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya. Efek samping insomnia, palpitasi, dan gelisah/gugup.Terapi FisikApabila obat tidak banyak membantu, maka diperlukan latihan fisik vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan, dan mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :

1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium, untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.

2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.

3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan. Contoh latihan:

a. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.

b. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi, gerak miring).c. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.

d. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup.e. Berjalan tandem (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).

f. Jalan menaiki dan menuruni permukaan miring.

g. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.

h. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga memfiksasi pada objek yang diam.Terapi Fisik Brand-darrof

Keterangan :

- Pasien dalam posisi Duduk

- Arahkan kepala ke kiri dan jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik ke posisi duduk

- Arahkan kepala ke kanan dan jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing gerakan berdurasi 1 menit dapat dilakukan berulang kali- Untuk awal, cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah

DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J. Gangguan Keseimbangan dan kelumpuhan Nervus Fasialis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007. h. 94-1012. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-3383. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family Physician January 15, 2006. Volume 73, Number 24. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American Family Physician March 15,2005:71:62