kasus seiton
DESCRIPTION
KASUS SEITONTRANSCRIPT
PENCEGAHAN CACAT DAN KESELAMATAN KERJA
KASUS SEITON (PENATAAN)
OLEH KELOMPOK 2 :
1. AYU KOMPYANG MIRAH. S (KETUA)
2. PUTU VIERDA LYA SUANDARI (PEMBICARA)
3. ELZA ANASTAZYAH SUTRISNO (NOTULEN)
4. RINDA DIAN PRATIWI (PENJAWAB)
5. SERSI S. GANGGUR (PENJAWAB)
6. ELISABETH ELSA (PENJAWAB)
7. YUSTINUS RAYA G. AMA (PENJAWAB)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DHYANA PURA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Keselamatan, keamanan, dan kesehatan merupakan faktor yang sangat
berpengaruh bagi kelangsungan hidup manusia. Setiap manusia dapat
mempertahankan kehidupannya dan memenuhi setiap kebutuhan hidupnya
bila manusia tersebut berada dalam kondisi yang sehat, selamat, dan aman.
Begitu juga dengan kelangsungan hidup untuk sebuah perusahaan maupun
industri yang ditunjang oleh faktor keselamatan, keamanan, dan kesehatan
pekerjanya.
Kondisi pekerja yang baik dan merasa aman dengan pekerjaannya akan
mempengaruhi produktivitas perusahaan atau industri tersebut. Pekerja yang
sehat akan memberikan hasil yang maksimal dalam pekerjaannya
dibandingkan dengan pekerja yang sakit. Oleh karenanya, keselamatan,
keamanan, dan kesehatan pekerja harus diperhatikan bagi setiap pemilik
usaha. Dengan memberikan jaminan atas keselamatan, keamanan, dan
kesehatan kerja, setiap pekerja akan merasa bahwa dirinya memiliki jaminan
atas semua resiko yang diakibatkan oleh pekerjaannya dan dapat membantu
meningkatkan produktivitas perusahaan. Jaminan ini seharusnya sesuai
dengan prinsip 5S dalam kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu suatu metode
penataan dan pemeliharaan wilayah kerja secara intensif yang berasal dari
Jepang yang digunakan oleh manajemen dalam usaha memelihara ketertiban,
efisiensi, dan disiplin di lokasi kerja sekaligus meningkatan kinerja
perusahaan secara menyeluruh.
Isi dari 5S antara lain :1. Seiri (Pemilahan), merupakan kegiatan
menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan sehingga segala barang
yang ada di lokasi kerja hanya barang yang benar-benar dibutuhkan dalam
aktivitas kerja. 2. Seiton (Penataan), merupakan segala sesuatu harus
diletakkan sesuai posisi yang ditetapkan sehingga siap digunakan pada saat
diperlukan. 3. Seiso (Pembersihan), merupakan kegiatan membersihkan
peralatan dan daerah kerja sehingga segala peralatan kerja tetap terjaga dalam
kondisi yang baik. 4. Seiketsu (Pemantapan), merupakan kegiatan menjaga
kebersihan pribadi sekaligus mematuhi ketiga tahap sebelumnya. 5. Shitsuke
(Disiplin/Pembiasaan), merupakan pemeliharaan kedisiplinan pribadi masing-
masing pekerja dalam menjalankan seluruh tahap 5S. Penerapan 5S harus
dilaksanakan secara bertahap sesuai urutannya. Jika tahap pertama (seiri)
tidak dilakukan dengan baik, maka tahap berikutnya pun tidak akan dapat
dijalankan secara maksimal, dan seterusnya.
Masalah dalam kasus Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara
umum di Indonesia masih kurang diperhatikan. Hal ini ditunjukkan dengan
masih tingginya angka kecelakaan kerja. Data PT. Jamsostek menyebutkan
pada tahun 2007 sampai tahun 2011 terdapat rata-rata 414 kasus kecelakaan
kerja per hari (Tri, 2012). Dari data ini dapat diketahui bahwa standar
penerapan program K3 masih sangat rendah.
Setiap perusahaan atau industri pasti memilki standar keselamatan,
keamanan, dan kesehatan kerjanya sendiri–sendiri. Namun terkadang
prosedur K3 yang telah diupayakan oleh pemilik perusahaan atau industri
tersebut seringkali diabaikan oleh pekerjanya. Hal ini disebabkan para pekerja
masih belum menyadari pentingnya mengikuti prosedur keselamatan,
keamanan, dan kesehatan kerja. Padahal sebenarnya jika mengikuti prosedur
K3 yang telah disediakan oleh perusahaan atau industri akan dapat
meminimalisir resiko kecelakaan kerja.
Berdasarkan uraian di atas, kami tertarik untuk membuat analisis kasus
tentang penerapan salah satu prinsip 5S, yaitu Seiton (Penataan) dalam
sebuah industri, khususnya industri pembuatan batik.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana menganalisis kasus yang terjadi di industri pembuatan batik
yang berhubungan dengan salah satu prinsip 5S, yaitu Seiton (Penataan)?
2. Bagaimana menentukan rekomendasi pencegahan terhadap kasus
kecelakaan kerja yang terjadi di industry pembuatan batik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORI
1. DEFINISI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Menurut Suma’mur (2001:104) keselamatan kerja merupakan suatu
rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram
bagi para karyawan yang berkerja di perusahaan yang bersangkutan. Anwar
Sutrisno yang dikutip Moenir (1993:201) mengemukakan keselamatan kerja
adalah suatu keadaan dalam lingkungan / tempat kerja yang dapat menjamin
secara maksimal keselamatan serta kesehatan orang–orang yang berada di
daerah / di tempat tersebut, baik orang tersebut pegawai maupun bukan
pegawai organisasi kerja itu. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang
berhubungan dengan peralatan, tempat kerja dan lingkungan, serta cara –
cara melakukan pekerjaan.
Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3). Menurut Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi
(2007:54) prinsip -prinsip keselamatan kerja meliputi aspek hiegene, aspek
sanitasi, dan aspek lingkungan kerja. Aspek Hygiene meliputi kesehatan dan
kebersihan pribadi, makanan, minuman serta pakaian. Aspek sanitasi
meliputi pengadaan air bersih, pengadaan tempat sampah, merawat dan
menyimpan peralatan, serta penataan lingkungan sedangkan aspek
lingkungan kerja meliputi mengantisipasi penyebab penyakit dan kondisi
fisik di lingkungan tempat kerja, kondisi kimia, kondisi biologi, dan kondisi
psikologi pekerja.
Sanitasi Hygiene adalah mengikuti prosedur Hygiene, mengidentifikasi
dan mencegah resiko Hygiene, menilai dan merespon situasi darurat pada
kecelakaan kerja memberikan perawatan tempat, memonitor situasi,
membersikan dan menyimpan peralatan, membersihkan dan mensanitasi
tempat kerja, serta menangani limbah linen. Syarat – syarat lingkungan
kerja yang baik menurut Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi (2007:6)
adalah, a) tempat kerja yang steril dari debu, kotoran, asap rokok, uap, gas,
radiasi, peralatan, kebisingan,b) tempat kerja aman dari sengatan listrik, c)
lampu penerangan cukup memadai, d) ventilasi dan sirkulasi udara
seimbang, d) adanya tata tertib atau aturan keperilakuan kerja.
2. MEMBATIK
Menurut SK. Sewan Susanto (1980) teknik membuat batik adalah
proses pekerjaan dari permulaan yaitu dari mori batik sampai menjadi kain
batik, jadi diartikan sebuah proses atau teknik menahan warna dengan
menggunakan lilin malam. Sedangkan yang dimaksud dengan teknik
pembuatan batik adalah suatu kerja dari permulaan persiapan kain untuk
membatik sampai menjadi kain batik dengan teknik pengerjaaan
menggunakan canting yang umum disebut dengan batik tis atau dengan cara
cap.
Langkah – langkah untuk membuat batik adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan dan Pembuatan Desain
Langkah pertama yang dilakukan saat membuat batik tulis adalah
memilih desain yang akan digunakan. Setelah menentukan desain,
buatlah desain pada kertas roti atau kertas minyak. Pembuatan desain
pada kertas minyak ini untuk memudahkan saat menjiplak pada kain.
2. Pemindahan Desain pada Kain
Setelah membuat desain pada kertas minyak, langkah selanjutnya adalah
menjiplak motif pada kain dengan menggunakan meja jiplak (meja
dengan papan kaca yang dilengkapi dengan lampu di bawahnya). Pada
saat menjiplak, gunakan pensil dan jiplaklah setipis mungkin.
3. Perebusan Malam
Proses pembuatan batik tulis ini menggunakan alat canting yang diisi
dengan malam.
Gambar Wajan dan kompor pemanasan malam
4. Proses Membatik pada Kain dengan Canting
Setelah merebus malam, masukkan rebusan malam pada canting sedikit
demi sedikit. Ketika menggunakan canting, yang harus diingat adalah
canting harus digunakan dalam keadaan malam yang masih panas.
Begitu juga saat selesai menggunakan canting, letakkan canting dalam
posisi tegak atau sedikit miring, agar malam yang berada di dalamnya
tidak beku. Pada proses inilah yang memakan banyak waktu, karena
dibutuhkan tingkat keuletan dan kecermatan yang tinggi.
5. Proses Pengeringan dalam Ruang
Setelah membatik pada kain, keringkan kain di dalam ruangan. Papan
yang digunakan untuk mengeringkan kain ini adalah papan kayu yang
terletak. Untuk mengeringkan kain yang masih dalam tahap canting,
tidak perlu dikeringkan atau dijemur diluar ruangan. Karena tingkat
kebasahannya tidak terlalu tinggi, sehingga tidak memerlukan banyak
sinar matahari.
6. Proses Perebusan Kain
Setelah kain kering, mulailah untuk merebus dengan menggunakan
panci besar dengan rentangan bambu di tengah – tengahnya. Proses
perebusan kain ini membutuhkan 2 orang untuk mengangkat setiap satu
sisi bambu.
7. Proses Pengeringan di Luar Ruang
Setelah melakukan proses perebusan kain, proses yang selanjutnya
adalah mengeringkan kain di luar ruangan. Kain ini biasanya
dikeringkan di halaman atau pekarangan depan tempat pembuatan batik.
Proses pengeringan ini bisa mencapai 2 – 3 hari.
8. Proses Pengemasan
Setelah semua prosedur dilakukan, langkah yang terakhir adalah
pengemasan kain. Kain bisa langsung diolah menjadi busana atau tetap
dibiarkan dalam bentuk kain.
Ada beberapa bahaya dan risiko yang diakibatkan oleh pekerjaan membatik, diantaranya
Proses Produksi
Potensi Bahaya Kecelakaan
Proses Mendisain
penyakit mata, seperti plus minus akibat penerangan yang kurang atau terlalu terang.
Proses Perebusan Malam
Terkena gangguan pernapasan, dada sesak akibat bau yang dihasilkan dan kurangnya ventilasi udara.
Proses Membatik Tulis
terkena canting yang berisi malam yang panas, akibatnya kulit bisa terkena luka bakar bahkan melepuh.
Proses Membatik Cap
apabila tidak berhati-hati saat mengecap kain adalah kulit bisa terkena luka bakar bahkan melepuh.
Proses Perebusan Kain
Terkena iritasi mata akibat percikan air panas pada saat merebus, bau yang menyengat dan mengganggu pernapasan
B. KAJIAN KASUS
1. KRONOLOGI KASUS PENATAAN PERALATAN MEMBATIK
Kasus bermula saat seorang pekerja di sebuah industri pembuatan batik
tidak langsung menata kembali dan membereskan peralatan dan bahan
membatik sesuai dengan tempat penyimpanannya yang ia gunakan sesudah
selesai bekerja. Pekerja tersebut memilih bersenda gurau dengan rekan
kerjanya. Saat bersenda gurau rekan kerjanya tersebut tidak sengaja
mendorongnya sehingga menyenggol wajan yang berisi malam panas yang
berada diatas tungku, dan pekerja itupun terjatuh kemudian tungku beserta
wajan yang berisi malam tersebut ikut tumpah dan mengenai kaki pekerja
Dengan kondisi malam yang panas dengan suhu mencapai 100 derajat
celcius karena masih dalam kondisi di atas tungku yang menyala. Malam
yang dimaksud adalah bahan untuk proses membatik tulis yang dituangkan
ke dalam canting yang berada di belakang pekerja tersebut. Akibatnya, ia
mengalami luka bakar derajat 2.
2. ANALISIS KASUS
a. TAHAPAN PENYEBAB
1. Seison (Penataan)
Peralatan dan bahan membatik yang tidak dibereskan dan tidak
diletakkan sesuai tempat penyimpanannya, yaitu malam yang panas
dengan suhu mencapai 100 derajat celcius karena masih dalam kondisi
di atas tungku yang menyala yang belum dimatikan setelah selesai
bekerja.
2. Kelalaian pekerja (Unsafe Action)
a. Pekerja tidak membereskan peralatan dan bahan membatik
sesudah selesai bekerja karena bersenda gurau dengan rekan
kerjanya.
b. Rekan kerja yang mendorong pekerja karena tidak mengetahui
bahwa di belakang pekerja ada peralatan dan bahan membatik.
3. Kebijakan Perusahaan
Kurang memberikan pelatihan dan perhatian kepada pegawai
mengenai keselamatan kerja agar tidak lalai dalam mengambil suatu
tindakan yang beresiko tinggi.
b. PENANGANAN LUKA BAKAR
3. DEFINISI LUKA BAKAR
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu
jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi.
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak. Kerusakan kulit
akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan
yang berlebihan. Apabila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya
mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila
lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang
khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan
cepat,tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang,
pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan
jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di
wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap,
atau uap panas yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya
dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas,
takipnear, suara serak dan dahak bewarna gelap, dapat juga keracunan
gas CO dan gas beracun lainnya.
4. PENILAIAN DERAJAT LUKA BAKAR
a. Luka bakar grade I
Disebut juga luka bakar superficial, mengenai lapisan luar
epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah dermis, sering
disebut sebagai epidermal burn, kulit tampak kemerahan, sedikit
oedem, dan terasa nyeri, pada hari ke empat akan terjadi
deskuamasi epitel (peeling).
b. Luka bakar grade II
Superficial partial thickness, yaitu luka bakar meliputi epidermis
dan lapisan atas dari dermis, kulit tampak kemerahan, oedem, dan
rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar grade 1, ditandai dengan
bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka, bila bula
disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang basah,
luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena
tekanan, akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila
tidak terkena infeksi ), tapi warna kulit tidak akan sama seperti
sebelumnya.
Deep partial thickness, yaitu luka bakar meliputi epidermis dan
lapisan dalam dari dermis disertai juga dengan bula, permukaan
luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari
vaskularisasi pembuluh darah (bagian yang putih punya hanya
sedikit pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai
beberapa aliran darah luka akan sembuh dalam 3-9 minggu).
c. Luka bakar grade III
Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen, rasa sakit
kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan pembuluh
darah sudah hancur,luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis
sampai mengenai otot dan tulang.
d. Luka Bakar grade IV
Berwarna hitam
5. PERTOLONGAN PERTAMA LUKA BAKAR
Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh,
misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar
untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala,
singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera
menjadi oedem, setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka
bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama
sekurang-kurangnya lima belas menit, proses koagulasi protein sel di
jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api
dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas, proses ini dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan
mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga
kerusakan lebih dangkal dan diperkecil, akan tetapi cara ini tidak
dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena bahaya
terjadinya hipotermi, es tidak seharusnya diberikan langsung pada
luka bakar apapun, evaluasi awal, prinsip penanganan pada luka bakar
sama seperti penanganan pada luka akibat trauma yang lain, yaitu
dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan
pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey
sekunder.
1. RESUSITASI CAIRAN
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka
bakar. Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan,
akses intravena yang adekuat harus ada terutama pada bagian
ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar
diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema
tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh
tubuh.Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga
dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.
Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya
luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama
setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali
adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada
jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh.Pemberian cairan paling
popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena
luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai
1.5Ml/kgBB/jam.
2. PENGGANTIAN DARAH
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan
sejumlah sel darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman
luka bakar.Sebagai tambahan terhadap suatu kehancuran yang
segera pada sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler yang
terluka, terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu
paruh dari sel darah merah yang tersisa Karena plasma predominan
hilang pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi
relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian
sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali
terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat luka. Setelah
proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya
diperlukan.
6. PERAWATAN LUKA BAKAR
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi
cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada
karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka
bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal. Setelah luka
dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini
memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan
melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya
koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup
untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan
luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan
meminimalkan timbulnya rasa sakit. Pilihan penutupan luka sesuai
dengan derajat luka bakar. Luka bakar derajat I, merupakan luka
ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti
ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik
untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat
diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit
dan pembengkakan. Luka bakar derajat II (superfisial), perlu
perawatan luka setiap harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep
antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi
dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup
luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin)
atau Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite,
biobrane, transcyte, integra). Luka derajat II (dalam) dan luka derajat
III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and
grafting ).
7. STRATEGI PENGENDALIAN
a. Memberikan pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan
kerja yang diperlukan pekerja guna meningkatkan pengetahuan
keselamatan dan kesehatan kerja, demi mencegah terjadinya
kecelakaan yang sama.
b. Selama melakukan proses pekerjaan membatik, seperti membuat
pola dengan menggunakan malam yang panas, pekerja harus
berkonsentrasi dan tidak boleh bersenda gurau dengan rekan kerja.
c. Pekerja sebaiknya diberi peringatan setiap sesudah dan sebelum
membatik untuk menata dan membereskan peralatan dan bahan
membatik sesuai dengan tempat penyimpanannya.
d. Komunikasi antar pegawai harus selalu terjaga dengan baik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Prinsip 5S dalam kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu suatu metode
penataan dan pemeliharaan wilayah kerja secara intensif yang berasal dari
Jepang yang digunakan oleh manajemen dalam usaha memelihara ketertiban,
efisiensi, dan disiplin di lokasi kerja sekaligus meningkatan kinerja perusahaan
secara menyeluruh.
Isi dari 5S antara lain :1. Seiri (Pemilahan), merupakan kegiatan
menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan sehingga segala barang
yang ada di lokasi kerja hanya barang yang benar-benar dibutuhkan dalam
aktivitas kerja. 2. Seiton (Penataan), merupakan segala sesuatu harus diletakkan
sesuai posisi yang ditetapkan sehingga siap digunakan pada saat diperlukan. 3.
Seiso (Pembersihan), merupakan kegiatan membersihkan peralatan dan daerah
kerja sehingga segala peralatan kerja tetap terjaga dalam kondisi yang baik. 4.
Seiketsu (Pemantapan), merupakan kegiatan menjaga kebersihan pribadi
sekaligus mematuhi ketiga tahap sebelumnya. 5. Shitsuke
(Disiplin/Pembiasaan), merupakan pemeliharaan kedisiplinan pribadi masing-
masing pekerja dalam menjalankan seluruh tahap 5S.
Dalam kasus tersiram malam panas yang mencapai 100 drajat celcius ini
dapat menyebabkan cacat dengan kondisi luka bakar grade II. Maka dari itu
perlu adanya pelatihan dan pengarahan mengenai keselamatan kesehatan kerja
guna meminimalisir kecelakaan kerja akibat human error.
B. SARAN
Perlu dilakukan pengarahan secara berkala serta pekerja diharapkan selalu
melakukan evaluasi ulang mengenai penataan alat yang digunakan untuk
membatik dan selalu memastikan peralatan tersebut terletak pada tempatnya
dan ada dalam keadaan aman untuk ditinggal setelah bekerja.