kasus penolakan kopi indonesia oleh jepang

26
Kampus Tercinta – IISIP Jakarta Institute Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta PENERAPAN STANDAR MUTU KOPI EKSPOR INDONESIA (Kasus Penolakan Ekspor Kopi Indonesia ke Jepang) Nurfaridha 2012230106 PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA

Upload: ridhaabas

Post on 23-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

penolakan kopi Indonesia di Jepang

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

Kampus Tercinta – IISIP Jakarta

Institute Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta

PENERAPAN STANDAR MUTU KOPI EKSPOR INDONESIA

(Kasus Penolakan Ekspor Kopi Indonesia ke Jepang)

Nurfaridha

2012230106

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA

JAKARTA

OKTOBER 2014

Page 2: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

DAFTAR ISI

BAB I. Pendahuluan

1.1 latar belakang

1.2 Rumusan masalah

BAB II. Kerangka Teori

2.1 Landasan teori

BAB III

3.1 Sejarah kopi

3.2 Jenis-jenis minuman kopi

3.2.1 Pemanenan dan pemisahan cangkang

3.2.2 Pemanggangan

3.2.3 Penggilingan

3.2.4 Seni perebusan

3.2.5 Dekafeinasi

3.2.6 Kafein

3.3 Sejarah kopi di Indonesia

3.4 Penolakan kopi dari Indonesia oleh Jepang

3.5 Penanganan pemerintah dalam penerapan standar mutu kopi ekspor Indonesia

BAB IV

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan jenis tanaman perkebunan tahunan (perennial) yang menjadi primadona

bagi konsumen pasar domestik dan international. Tanaman kopi sebagai komoditas ekspor

mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi di pasaran dunia, dimana Indonesia masuk dalam urutan

nomor 3 penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Dari total produksi, sekitar

67% kopi Indonesia di ekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri. Beberapa jenis kopi yang paling sering di ekspor adalah Arabika (Coffea arabica Linn),

Kopi Robusta (Coffea canephora Piere ex Froehner), Kopi Liberika (Coffea liberica Bull ex

Hien) dan Kopi Ekselsa (Coffea exelsa A. Chev). Berdasarkan data ekspor kopi Indonesia dari

tahun 2005-2011, terlihat bahwa ekspor kopi Indonesia bergerak fluktuatif. Pada tahun 2012,

volume ekspor kopi Indonesia menunjukkan tren yang positif dengan kenaikan volume ekspor

21,6 %. Meskipun secara volume meningkat di tahun 2012, namun terjadi penurunan nilai ekspor

kopi sebesar 24,3 % akibat harga kopi yang turun. Penurunan nilai ekspor kopi menunjukkan

bahwa harga kopi yang fluktuatif dipengaruhi oleh musim dan persaingan kopi antar negara yang

berstandar mutu. Kementerian Pertanian RI memproyeksikan produksi kopi 2013 mencapai

763.000 ton dengan Target produksi ini naik 16,11%. Kebutuhan kopi diperkirakan mencapai

121.107 ton per tahun dengan Area perkebunan kopi di Indonesia seluas 1,3 juta ha, antara lain

tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara

Timur, Sulawesi Selatan, hingga Papua.

Ekspor kopi adalah persyaratan standar mutu yang diminta baik oleh lembaga resmi

pemerintah maupun pembeli di pasar kopi internasional. Di dalam negeri, telah membakukan

persyaratan mutu biji kopi, begitu pula dengan Kementrian Perindustrian dan Perdagangan yang

mengeluarkan dokumentasi tentang ketentuan ekspor kopi. Begitu pula di level internasional,

masing-masing pembeli baik firm atau country mengajukan persyaratan standar mutu yang

berbeda. Kopi berstandar mutu menjadi salah satu komoditi pangan yang termasuk dalam

kategori yang distandardisasi. Contohnya kasus penolakan ekspor kopi Indonesia ke Jepang,

dimana Karantina Jepang menolakan 10 peti kemas berisi 200 ton kopi dari Indonesia karena

Page 4: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

melebihi batas maksimum residu. Kopi Indonesia dianggap mengandung unsure aktif pestisida

isocarabdan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan. Alasan penolakan ini karena Jepang

menetapkan batas residu carbary sebesar 0,1 % part per bilion. Jepang menemukan kopi

Indonesia melebihi ambang batas residu herbisida antara 0,5-0,7. Penetapan ambang batas residu

Jepang atas kopi Indonesia dianggap terlalu tinggi karena disisi lain pasar kopi ekspor ke Uni

Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) menetapkan batas residu herbisida yang lebih fleksibel

yaitu hanya 0,1 Part Per Billion. Pengusaha eksportir (Pedagang pengumpul dan industri biji

kopi) dihadapkan pada berbagai pilihan dan strategi untuk meningkatkan standar mutu

produknnya sesuai keinginan negara konsumen. Permasalahan muncul ketika penetapan standart

mutu pangan untuk komoditi kopi ekspor, Jepang memiliki standar mutu lebih ketat dan spesifik

melalui regulasi dan berbagai persyaratan/ketentuan. Pengusaha eksportir Indonesia, dihadapkan

pada 2 pilihan, yaitu: (1) patuh dan mengikuti regulasi standar mutu yang ditetapkan oleh

pemerintah Jepang. (2) Tidak ikut dalam standardisasi mutu Jepang dan melakukan upaya-upaya

untuk standar mutu yang disesuaikan dengan BSN, dengan harapan Buyers Jepang akan

menyesuaikan kopi yang diinginkan sesuai dengan standar mutu milik nasional.

1.2. rumusan masalah

1. Bagaimana upaya pemerintah dalam menangani masalah penolakan ekspor kopi

Indonesia di Jepang?

Page 5: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Kerangka teori

Perspektif Neoliberal

Neoliberalisme dapat dikatakan telah menguasai sistem perekonomian dunia yang

mengikuti gagasan dari John Maynard Keynes. Inti dari gagasannya menyebutkan tentang

penggunaan  full employment yang dijabarkan sebagai besarnya peranan buruh dalam

pengembangan kapitalisme dan pentingnya peran serta pemerintah dan bank sentral dalam

menciptakan lapangan kerja. Beberapa instrumen kebijakan ekonomi yang menganut paradigma

neoliberialisme, di antaranya liberalisasi, deregulasi, privatisasi, dan pencabutan subsidi.

Penerapan ketiga instrumen itu lebih mengarah pada pemihakan yang berlebihan kepada pasar

secara konsisten. Melalui kebijakan politik negara maju dan institusi moneter seperti IMF, Bank

Dunia, dan WTO, penggunaan neoliberalisme banyak dipaksakan di berbagai negara. Bahkan,

siapa pun presiden negeri ini, kebijakan ekonominya harus market friendly. Tidak mengherankan

kalau penerapan paradigma neoliberal hanya menguntungkan beberapa gelintir orang saja,

sedangkan sebagian besar rakyat makin terpinggirkan. Masifnya penerapan kebijakan ekonomi

dengan paradigma neoliberal tidak saja telah menyengsarakan kehidupan rakyat kecil, tetapi juga

telah merampas kedaulatan rakyat dan mengancam kemandirian ekonomi bangsa.

Jika dikaji menggunakan prespektif Neoliberal ini, kasus penolakan kopi Indonesia oleh

Jepang dengan mutu internasional tidak sesuai dengan konsep yang menginginkan kebebasan

individu maupun ekonomi, yang dimana menjadi teori pedoman dan acuan di era globalisasi ini.

Seharusnya jika setiap Negara memahami konsep Neoliberal terutama dalam hal ekonomi dan

perdagangan sudah tidak ada lagi hambatan – hambatan apapun yang mewarnai pelaksanaan

perdagangan dunia, yang justru akan merugikan. Tetapi sebagai salah satu anggota dari

organisasi WTO (World Trade Organization) Indonesia juga harus mematuhi prinsip – prinsip

yang ada pada WTO itu sendiri yaitu memberikan lebih banyak pilihan produk dan kualitas

untuk kosumen. Dengan sistem perdagangan yang lebih global, konsumen di setiap negara dapat

mengakses produk-produk yang dihasilkan di negara lain sehingga akan ada lebih banyak pilihan

baik dari sisi produk maupun kualitas.

Page 6: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Sejarah kopi

Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji

tanaman kopi. Kata kopi sendiri berasal dari bahasa Arab qahwah yang berarti kekuatan, karena

pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali

mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian berubah

lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera diserap ke dalam

bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini. Secara umum, terdapat dua jenis biji

kopi, yaitu arabika (kualitas terbaik) dan robusta. Ketika kopi tiba di Indonesia, bangsa Belanda

berhasil membudidayakan sekaligus menyebarkan luaskan kopi dari perkebunan di Indonesia,

terutama dari tanah Jawa, Sumatra dan Sulawesi. Segera saja tanaman eksotis ini menyebar ke

negara-negara jajahan Eropa serta ditanam di rumah-rumah kaca maupun perkebunan di seantero

Austria dan Belanda. Bangsa Belanda berhasil memperdagangkan kopi ke seluruh pecinta kopi

di Eropa secara lebih efisien dibanding para pedagang Arab melalui cara menanam, memanen

serta memperdagangkannya ke seluruh pecinta kopi di dataran Eropa. Perjalanan kopi melintasi

dunia ke benua Amerika merupakan kilas balik Belanda dari perkebunan di kepulauan Indonesia.

Ketenaran kopi di Eropa pada abad 18 menjadikan kopi sebagai alat tukar maupun sebagai

hadiah yang berharga. Dari sekian banyak jenis biji kopi yang dijual di pasaran, hanya terdapat 2

jenis varietas utama, yaitu kopi arabika (Coffea arabica) dan robusta (Coffea robusta). Masing-

masing jenis kopi ini memiliki keunikannya masing-masing dan pasarnya sendiri. Kopi arabika

merupakan tipe kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Sebagian besar kopi yang ada dibuat

dengan menggunakan biji kopi jenis ini. Kopi ini berasal dari Etiopia dan sekarang telah

dibudidayakan di berbagai belahan dunia, mulai dari Amerika Latin, Afrika Tengah, Afrika

Timur, India, dan Indonesia. Secara umum, kopi ini tumbuh di negara-negara beriklim tropis

atau subtropis. Kopi arabika tumbuh pada ketinggian 600-2000 m di atas permukaan laut.

Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungannya baik. Suhu tumbuh

optimalnya adalah 18-26 oC. Biji kopi yang dihasilkan berukuran cukup kecil dan berwarna hijau

hingga merah gelap. Sedangkan kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1898.

Page 7: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

Kopi robusta dapat dikatakan sebagai kopi kelas 2, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam,

dan mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Selain itu, cakupan daerah tumbuh

kopi robusta lebih luas daripada kopi arabika yang harus ditumbuhkan pada ketinggian tertentu.

Kopi robusta dapat ditumbuhkan dengan ketinggian 800 m di atas permuakaan laut. Selain itu,

kopi jenis ini lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit. Hal ini menjadikan kopi

robusta lebih murah. Kopi robusta banyak ditumbuhkan di Afrika Barat, Afrika Tengah, Asia

Tenggara, dan Amerika Selatan.

3.2. Jenis-Jenis Minuman Kopi

Minuman kopi yang ada saat ini sangatlah beragam jenisnya.Masing-masing jenis kopi yang ada

memiliki proses penyajian dan pengolahan yang unik. Berikut ini adalah beberapa contoh

minuman kopi yang umum dijumpai:

1. Kopi hitam, merupakan hasil ekstraksi langsung dari perebusan biji kopi yang

disajikan tanpa penambahan perisa apapun.

2. Espresso, merupakan kopi yang dibuat dengan mengekstraksi biji kopi

menggunakan uap panas pada tekanan tinggi.

3. Latte (coffee latte), merupakan sejenis kopi espresso yang ditambahkan susu

dengan rasio antara susu dan kopi 3:1.

4. Café au lait, serupa dengan caffe latte tetapi menggunakan campuran kopi

hitam.

5. Caffè macchiato, merupakan kopi espresso yang ditambahkan susu dengan

rasio antara kopi dan susu 4:1.

6. Cappuccino, merupakan kopi dengan penambahan susu, krim, dan serpihan

cokelat.

7. Dry cappuccino, merupakan cappuccino dengan sedikit krim dan tanpa susu.

8. Frappé, merupakan espresso yang disajikan dingin.

9. Kopi instan, berasal dari biji kopi yang dikeringkan dan digranulasi.

10. Kopi Irlandia (irish coffee), merupakan kopi yang dicampur dengan wiski.

11. Kopi tubruk, kopi asli Indonesia yang dibuat dengan memasak biji kopi

bersama dengan gula

Page 8: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

12. Melya, sejenis kopi dengan penambahan bubuk cokelat dan madu.

13. Kopi moka, serupa dengan cappuccino dan latte, tetapi dengan penambahan

sirup cokelat.

14. Oleng, kopi khas Thailand yang dimasak dengan jagung, kacang kedelai, dan

wijen.

3.2.1. Pemanenan dan Pemisahan Cangkang

Tanaman kopi selalu berdaun hijau sepanjang tahun dan berbunga putih. Bunga ini kemudian

akan menghasilkan buah yang mirip dengan ceri terbungkus dengan cangkang yang keras. Hasil

dari pembuahan di bunga inilah yang disebut dengan biji kopi. Pemanenan biji kopi biasanya

dilakukan secara manual dengan tangan. Pada tahap selanjutnya, biji kopi yang telah dipanen ini

akan dipisahkan cangkangnya.Terdapat dua metode yang umum dipakai, yaitu dengan

pengeringan dan penggilingan dengan mesin. Pada kondisi daerah yang kering biasanya

digunakan metode pengeringan langsung di bawah sinar matahari. Setelah kering maka cangkang

biji kopi akan lebih mudah untuk dilepaskan. Di Indonesia, biji kopi dikeringkan hingga kadar

air tersisa hanya 30-35%  Metode lainnya adalah dengan menggunkan mesin.Sebelum digiling,

biji kopi biasanya dicuci terlebih dahulu. Saat digiling dalam mesin, biji kopi juga mengalami

fermentasi singkat. Metode penggilingan ini cenderung memberikan hasil yang lebih baik dari

pada metode pengeringan langsung.

3.2.2. Pemanggangan

Setelah dipisahkan dari cangkangnya, biji kopi telah siap untuk masuk ke dalam proses

pemanggangan. Proses ini secara langsung dapat meningatkan cita rasa dan warna dari biji kopi.

Secara fisik, perubahan biji kopi terlihat dari pengeringan biji dan penurunan bobot secara

keseluruhan. Pori-pori di sekeliling permukaan biji pun akan terlihat lebih jelas.Warna cokelat

dari biji kopi juga akan terlihat memekat.

 

3.2.3 Penggilingan

Page 9: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

Pada tahap selanjutnya, biji kopi yang telah kering digiling untuk memperbesar luas permukaan

biji kopi. Dengan bertambah luasnya permukaan maka ekstraksi akan menjadi lebih efisien dan

cepat.Penggilingan yang baik akan menghasilkan rasa, aroma, dan penampilan yang baik. Hasil

penggilingan ini harus segera dimasukkan dalam wadah kedap udara agar tidak terjadi perubahan

cita rasa kopi.

3.2.4  Seni perebusan

Perebusan merupakan langkah akhir dari pengolahan biji kopi hingga siap dikonsumsi.Untuk

menciptakan minuman kopi yang bercita rasa tinggi, perebusan biji kopi harus dilakukan dengan

baik dan sempurna.Terdapat banyak variabel dalam perebusan biji kopi, antara lain komposisi

biji kopi dan air, ukuran partikel, suhu air yang dipakai, metode, dan waktu perebusan.

Kesalahan kecil dalam perebusan kopi dapat menyebabkan penurunan cita rasa.  Sebagai contoh,

perebusan yang terlalu lama biasanya akan menimbulkan rasa kopi yang terlalu pahit. Oleh

karena itu, bukanlah hal yang mudah untuk menyajikan kopi yang baik.

3.2.5  Dekafeinasi

Dekafeinasi atau penghilangan kafein termasuk ke dalam metode tambahan dari keseluruhan

proses pengolahan kopi. Dekafeinasi banyak digunakan untuk mengurangi kadar kafein di dalam

kopi agar rasanya tidak terlalu pahit. Selain itu, dekafeinasi juga digunakan untuk menekan efek

samping dari aktivitas kafein di dalam tubuh. Kopi terdekafeinasi sering dikonsumsi oleh

pecandu kopi agar tidak terjadi akumulasi kafein yang berlebihan di dalam tubuh. Proses

dekafeinasi dapat dilakukan dengan melarutkan kafein dalam senyawa metilen klorida dan etil

asetat.

3.2.6  Kafein

Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Kafein sendiri merupakan senyawa hasil

metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa yang pahit.

Berbagai efek kesehatan dari kopi pada umumnya terkait dengan aktivitas kafein di dalam tubuh.

Peranan utama kafein ini di dalam tubuh adalah meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh

tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Efeknya ini biasanya

baru akan terlihat beberapa jam kemudian setelah mengonsumsi kopi. Kafein tidak hanya dapat

ditemukan pada tanaman kopi, tetapi juga terdapat pada daun teh dan biji cokelat.

Page 10: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

 Batas aman konsumsi kafein yang masuk ke dalam tubuh perharinya adalah 100-150 mg.

Dengan jumlah ini, tubuh sudah mengalami peningkatan aktivitas yang cukup untuk

membuatnya tetap terjaga. Selama proses pembutan kopi, banyak kafein yang hilang karena

rusak ataupun larut dalam air perebusan. Di samping itu, pada beberapa kasus pengurangan

kadar kafein justru dilakukan untuk disesuaikan dengan tingkat kesukaan konsumen terhadap

rasa pahit dari kopi. Metode yang umum dipakai untuk hal ini adalah Swiss Water Process.

Prinsip kerjanya adalah dengan menggunakan uap air panas dan uap untuk mengekstraksi kafein

dari dalam biji kopi. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada era ini juga telah

memungkinkan implementasi bioteknologi dalam proses pengurangan kadar kafein. Cara ini

dilakukan dengan menggunakan senyawa theophylline yang dilekatkan pada bakteri untuk

menghancurkan struktur kafein.

 

3.3. Sejarah kopi di Indonesia

Page 11: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

 Kopi pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1696 dari jenis kopi Arabika. Kopi ini

masuk melalui Batavia (sekarang Jakarta) yang dibawa oleh Komandan Pasukan Belanda Adrian

Van Ommen dari Malabar - India, yang kemudian ditanam dan dikembangkan di tempat yang

sekarang dikenal dengan Pondok Kopi -Jakarta Timur, dengan menggunakan tanah partikelir

Kedaung. Sayangnya tanaman ini kemudian mati semua oleh banjir, maka tahun 1699

didatangkan lagi bibit-bibit baru, yang kemudian berkembang di sekitar Jakarta dan Jawa Barat

antara lain di Priangan, dan akhirnya menyebar ke berbagai bagian dikepulauan Indonesia seperti

Sumatera, Bali, Sulawesi dan Timor. Kopi pun kemudian menjadi komoditas dagang yang sangat

diandalkan oleh VOC. Tahun 1706 Kopi Jawa diteliti oleh Belanda di Amsterdam, yang

kemudian tahun 1714 hasil penelitian tersebut oleh Belanda diperkenalkan dan ditanam di Jardin

des Plantes oleh Raja Louis XIV. Ekspor kopi Indonesia pertama kami dilakukan pada tahun

1711 oleh VOC, dan dalam kurun waktu 10 tahun meningkat sampai 60 ton / tahun. Hindia

Belanda saat itu menjadi perkebunan kopi pertama di luar Arab dan Ethiopia, yang menjadikan

VOC memonopoli perdagangan kopi ini dari tahun 1725 – 1780. Kopi Jawa saat itu sangat

tekenal di Eropa, sehingga orang-orang Eropa menyebutnya dengan “ secangkir Jawa”. Sampai

pertengahan abad ke 19 Kopi Jawa menjadi kopi terbaik di dunia. Produksi  kopi  di Jawa

mengalami peningkatan yang cukup siginificant, tahun 1830 – 1834 produksi kopi Arabika

mencapai 26.600 ton, dan 30 tahun kemudian meningkat menjadi 79.600 ton dan puncaknya

tahun 1880 -1884 mencapai 94.400 ton. Selama 1 3/4 (Satu – tiga perempat) abad kopi Arabika

merupakan satu-satunya jenis kopi komersial yang ditanam di Indonesia. Tapi kemudian

perkembangan budidaya kopi Arabika di Indonesia mengalami kemunduran hebat, dikarenakan

serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) , yang masuk ke Indonesia sejak tahun 1876. 

Akibatnya kopi Arabika yang dapat bertahan hidup hanya yang berada pada ketinggian 1000 m

ke atas dari permukaan laut,  dimana serangan penyakit ini tidak begitu hebat.  Sisa-sisa tanaman

kopi Arabika ini masih dijumpai di  dataran tinggi ijen (Jawa Timur) , Tanah Tinggi Toraja

( Sulawesi Selatan), lereng bagian atas Bukit Barisan ( Sumatera) seperti Mandhailing, Lintong

dan Sidikalang di Sumatera Utara dan dataran tinggi Gayo di Nangroe Aceh Darussalam. Untuk

mengatasi serangan hama karat daun kemudian Pemerintah Belanda mendatangkan Kopi

Liberika (Coffea Liberica) ke Indonesia pada tahun 1875. Namun ternyata jenis ini pun juga

mudah diserang penyakit karat daun dan kurang bisa diterima di pasar karena rasanya yang

terlalu asam. Sisa tanaman Liberica saat ini masih dapat dijumpai di daerah Jambi, Jawa Tengah

Page 12: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

dan Kalimantan. Usaha selanjutnya dari Pemerintah Belanda adalah dengan mendatangkan kopi

jenis Robusta ( Coffea Canephora) tahun 1900, yang ternyata tahan terhadap penyakit karat daun

dan memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang ringan , sedangkan produksinya jauh

lebih tinggi. Maka kopi Robusta menjadi cepat berkembang menggantikan jenis Arabika

khususnya di daerah – daerah dengan ketinggian di bawah 1000 m dpl dan mulai menyebar ke

seluruh daerah baik di Jawa, Sumatera maupun ke Indonesia bagian timur. Semenjak Pemerintah

Hindia Belanda meninggalkan Indonesia, perkebunan rakyat terus tumbuh dan berkembang,

sedangkan perkebunan swasta hanya bertahan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian kecil di

Sumatera; dan perkebunan negara (PTPN) hanya tinggal di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Page 13: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

3.4. Penolakan kopi dari Indonesia oleh Jepang

Kasus penolakan biji kopi Indonesia di Jepang sebanyak 10 kontainer yang berisi 200 ton

akibat melebihi batas maksimal residu pestisida, membuat pemerintah berupaya untuk

meningkatkan kualitas kopi lokal. Kopi asal Indonesia dianggap mengandung unsur aktif

pestisida isocarab dan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan. Jepang, lanjutnya,

memang termasuk negara yang ketat dalam menerapkan standar impor produk pertaniannya

termasuk kopi Indonesia. Sejak 2006 pemerintah Jepang telah menetapkan 200 jenis bahan kimia

yang tidak boleh terkandung pada komoditi kopi melebihi ambang batas yang diizinkan, yang

dikenal sebagai uniform level sebesar 0,01 ppm. Ketentuan pemerintah Jepang ini dinilai paling

ketat dibanding negara-negara lain. Apabila pada komoditi kopi didapati unsur aktif salah satu

dari 200 jenis bahan kimia melebihi tingkat keseragaman yang diizinkan, maka kopi tersebut

ditolak masuk ke Jepang dan harus dihancurkan atau diekspor kembali. Asosiasi Eksportir Kopi

Indonesia (AEKI) memprediksi produksi kopi Indonesia baik jenis Arabica maupun Robusta

akan meningkat tahun ini. Ketua Umum AEKI Suyanto Husein mengatakan perkembangan kopi

tahun ini masih terus terjadi seiring peningkatan permintaan dunia. Bahkan dari segi harga, kopi

Indonesia tergolong lebih mahal karena kualitasnya namun permintaan tetap tinggi. Dia

membandingkan kopi Indonesia dengan milik Brazil. Meski tidak bisa disamakan, namun

produksi kopi Indonesia masuk dalam kategori kopi spesial dengan harga lebih mahal. Harga

kopi Brazil saat ini US$5 per kg, sedangkan kopi Indonesia jenis arabika sudah mencapai US$8

per kg. Untuk bisa meningkatkan produksi tahun ini, lanjutnya, dia meminta pemerintah bersama

AEKI mendorong adanya peningkatan produktivitasnya dan pengembangan lahan. Saat ini

produktivitas lahan untuk kopi robusta 700 kg per ha dan kopi arabika 600 kg per ha.

3.4. Penanganan pemerintah dalam penerapan standar mutu kopi ekspor indonesia

Pemerintah memberikan perhatian serius untuk penguatan industri kakao. Di hulu, 

Kementerian Pertanian memperbaki produktivitas melalui Gerakan Kakao Nasional (Gernas)

yang telah dimulai sejak tahun 2009, yang dilengkapi dengan berbagai kegiatan pendampingan

dan pengawalan serta bantuan teknis lainnya. Dan saat ini diperkuat lagi dengan diterbitkannya

Page 14: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

Permentan Nomor 67 tahun 2014 yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya

saing biji kakao Indonesia, mendukung pengembangan industri berbahan baku kakao dalam

negeri, memberikan perlindungan pada konsumen dari peredaran biji kakao yang tidak

memenuhi persyaratan mutu, meningkatkan pendapatan petani kakao, dan mempermudah

penelusuran kembali kemungkinan terjadinya penyimpangan produksi dan peredaran kakao.

“Permentan Nomor 67 tahun 2014 ini sudah melalui proses yang panjang, diantaranya diawali

adanya ketetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2323 mengenai biji kakao pada tahun

2008 dan diperbaki di tahun 2010,” kata Menteri Pertanian RI Suswono pada acara Gebyar

Kakao Bermutu, Selasa (16/9) di Makassar. Pada kesempatan itu, Mentan meminta komitmen

dari semua pihak terkait, lintas kementerian dan lembaga pemerintah, pemerintah daerah, pelaku

usaha agribisnis kakao, berbagai asosiasi kakao di hulu maupun di hilir, perguruan tinggi, serta

petani kakao untuk bersama-sama mengawal kesuksesan dari implementasi Permentan tersebut.

“Secara khusus saya berpesan kepada seluruh pemerintah daerah  sentra-sentra kakao, untuk

memberikan perhatian dan dukungan dalam mempersiapkan sarana prasarana termasuk kesiapan

kelembagaan yang perlu dibangun selama masa transisi 24 bulan ini, sebagai kesiapan untuk

mengimplementasi secara efektif Permentan tersebut pada Mei 2016 mendatang,” lanjut Mentan.

Di Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian

ditugaskan sebagai mitra saudara-saudara dalam mempersiapkan dan mengawal pelaksanaannya.

Kementerian Pertanian memposisikan peningkatan nilai tambah dan daya saing menjadi pilar

penting. Hal ini juga untuk mendukung kebijakan hilirisasi. Dengan produk yang memiliki nilai

tambah dan daya saing diharapkan  dapat menguasai pasar domestik serta menjadi andalan

sumber devisa melalui peningkatan eskpor. Capain tersebut tentu saja tidak melupakan peran

petani produsen sehingga peningkatan kesejahteraan petani menjadi bagian penting yang tidak

terpisahkan.“Kakao merupakan komoditi strategis yang berpengaruh terhadap perekonomian

nasional. Selain sebagai sumber devisa dari ekspor, biji kakao merupakan bahan baku industri,

sumber lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, juga berperan dalam pelestarian fungsi

lingkungan hidup,” terang Mentan. Berdasarkan publikasi FAO dan Trade Map 2013, saat ini

Indonesia tercatat sebagai produsen kakao ke-3 dunia sesudah Pantai Gading dan Ghana.

Meskipun demikian, dari segi mutu, biji kakao asal Indonesia harus ditingkatkan, karena biji

yang difermentasi masih tergolong rendah jumlahnya, untuk memenuhi permintaan pasar yang

tinggi. Pemerintah menyatakan akan memfasilitasi peningkatan kualitas kopi untuk tujuan

Page 15: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

ekspor, terutama ke Jepang. Hal ini dilakukan menyusul adanya penolakan 10 peti kemas berisi

200 ton kopi dari Indonesia yang ditolak Badan Karantina Jepang karena melebihi batas

maksimum residu beberapa waktu lalu. Kopi Indonesia dianggap mengandung unsur aktif

pestisida isocarab dan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan. Direktur Tanaman

Rempah dan Penyegar Kementerian Pertanian, Azwar Abu Bakar, menyatakan akan mendalami

kasus penolakan tersebut dan berkonsultasi dengan pemerintah Jepang. “Ini sebenarnya bukan

ditolak, hanya kaitannya dengan beberapa kandungan yang tidak sesuai,” (Azwar, 2012). Dia

menambahkan, Jepang termasuk negara yang ketat dalam menerapkan standar impor produk

pertaniannya, termasuk kopi Indonesia. Menurut dia, guna menanggapi kasus ini pihaknya akan

melakukan pembinaan, mulai dari produsen hingga tingkat industri kopi untuk mencegah

digunakannya unsur pestisida melebihi batas yang diizinkan dari suatu negara. “Kami akan

imbau semua pihak terkait supaya menghasilkan suatu kualitas yang tinggi sehingga tidak ada

lagi persyaratan yang tidak terpenuhi pada kopi.” Sejak 2006, pemerintah Jepang telah

menetapkan 200 jenis bahan kimia yang tidak boleh terkandung pada komoditi kopi melebihi

ambang batas yang diizinkan. Aturan ini dikenal sebagai uniform level sebesar 0,01 ppm.

Ketentuan pemerintah Jepang ini dinilai paling ketat dibanding negara-negara lain. Apabila pada

komoditi kopi didapati unsur aktif salah satu dari 200 jenis bahan kimia melebihi tingkat

keseragaman yang diizinkan, maka kopi tersebut ditolak masuk ke Jepang dan harus dihancurkan

atau diekspor kembali. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia sebelumnya memprediksi produksi

kopi Indonesia, baik jenis Arabica maupun Robusta akan meningkat tahun ini. Produksi kopi

tahun ini ditargetkan mencapai 900 ribu ton, yang terdiri atas 180 ribu ton Arabica dan sisanya

Robusta. Tahun lalu, produksi kopi hanya sebesar 709 ribu ton dengan rincian 155 ribu ton

Arabica dan 553 ribu ton Robusta. Dari jumlah produksi itu, porsi ekspor mencapai 600 ribu ton,

sedangkan sisanya untuk konsumsi domestik.

Page 16: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

BAB IV

KESIMPULAN

Kasus penolakan biji kopi Indonesia di Jepang sebanyak 10 kontainer yang berisi 200 ton

akibat melebihi batas maksimal residu pestisida, membuat pemerintah berupaya untuk

meningkatkan kualitas kopi lokal. Kopi asal Indonesia dianggap mengandung unsur aktif

pestisida isocarab dan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan daikarenakan ketetapan

standar yang diberikan oleh Jepang terlalu ketat dan tidak sesuai dengan standar internasional

yang ditetapkan. Oleh karena itu pemerintah Indonesia khususnya kementrian pertanian

memberikan perhatian khusus terhadap petani kakao Indonesia untuk lebih cermat dan

mengutamakan standar mutu serta kualitas kopi ekspornya serta memahami regulasi yang

berlaku disetiap Negara tujuan ekspor.

Page 17: Kasus Penolakan Kopi Indonesia Oleh Jepang

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Steans Jill, Pettiford Llyod (2009). Hubungan internasional prespektif dan tema

(terjemahan). Yogyakarta: Penerbit Pustaka pelajar.

Burchill, Scott. Theories of International Relationship. Pp 55-83

Fakih, Mansour. 2003.”Bebas dari Neoliberalisme”.Insist Pers. Yogyakarta.

Jackson, Robert dan George Sorensen. “pengantar Studi Hubungan Internasional.

Halaman 139-178

Website :

http://www.pertanian.go.id/ap_posts/detil/102/2014/09/17/09/22/07/Mentan%20Terbitkan

%20Regulasi%20untuk%20Perkuat%20Industri%20Kakao

http://industri.bisnis.com/read/20120918/99/96284/kopi-ditolak-jepang-pemerintah-janji-

bina-petani-and-industri

http://www.aeki-aice.org/index.php/id

http://www.ico.org/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34447/5/Chapter%20I.pdf