kasus penolakan kopi indonesia oleh jepang
DESCRIPTION
penolakan kopi Indonesia di JepangTRANSCRIPT
Kampus Tercinta – IISIP Jakarta
Institute Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta
PENERAPAN STANDAR MUTU KOPI EKSPOR INDONESIA
(Kasus Penolakan Ekspor Kopi Indonesia ke Jepang)
Nurfaridha
2012230106
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA
JAKARTA
OKTOBER 2014
DAFTAR ISI
BAB I. Pendahuluan
1.1 latar belakang
1.2 Rumusan masalah
BAB II. Kerangka Teori
2.1 Landasan teori
BAB III
3.1 Sejarah kopi
3.2 Jenis-jenis minuman kopi
3.2.1 Pemanenan dan pemisahan cangkang
3.2.2 Pemanggangan
3.2.3 Penggilingan
3.2.4 Seni perebusan
3.2.5 Dekafeinasi
3.2.6 Kafein
3.3 Sejarah kopi di Indonesia
3.4 Penolakan kopi dari Indonesia oleh Jepang
3.5 Penanganan pemerintah dalam penerapan standar mutu kopi ekspor Indonesia
BAB IV
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kopi merupakan jenis tanaman perkebunan tahunan (perennial) yang menjadi primadona
bagi konsumen pasar domestik dan international. Tanaman kopi sebagai komoditas ekspor
mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi di pasaran dunia, dimana Indonesia masuk dalam urutan
nomor 3 penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Dari total produksi, sekitar
67% kopi Indonesia di ekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Beberapa jenis kopi yang paling sering di ekspor adalah Arabika (Coffea arabica Linn),
Kopi Robusta (Coffea canephora Piere ex Froehner), Kopi Liberika (Coffea liberica Bull ex
Hien) dan Kopi Ekselsa (Coffea exelsa A. Chev). Berdasarkan data ekspor kopi Indonesia dari
tahun 2005-2011, terlihat bahwa ekspor kopi Indonesia bergerak fluktuatif. Pada tahun 2012,
volume ekspor kopi Indonesia menunjukkan tren yang positif dengan kenaikan volume ekspor
21,6 %. Meskipun secara volume meningkat di tahun 2012, namun terjadi penurunan nilai ekspor
kopi sebesar 24,3 % akibat harga kopi yang turun. Penurunan nilai ekspor kopi menunjukkan
bahwa harga kopi yang fluktuatif dipengaruhi oleh musim dan persaingan kopi antar negara yang
berstandar mutu. Kementerian Pertanian RI memproyeksikan produksi kopi 2013 mencapai
763.000 ton dengan Target produksi ini naik 16,11%. Kebutuhan kopi diperkirakan mencapai
121.107 ton per tahun dengan Area perkebunan kopi di Indonesia seluas 1,3 juta ha, antara lain
tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Selatan, hingga Papua.
Ekspor kopi adalah persyaratan standar mutu yang diminta baik oleh lembaga resmi
pemerintah maupun pembeli di pasar kopi internasional. Di dalam negeri, telah membakukan
persyaratan mutu biji kopi, begitu pula dengan Kementrian Perindustrian dan Perdagangan yang
mengeluarkan dokumentasi tentang ketentuan ekspor kopi. Begitu pula di level internasional,
masing-masing pembeli baik firm atau country mengajukan persyaratan standar mutu yang
berbeda. Kopi berstandar mutu menjadi salah satu komoditi pangan yang termasuk dalam
kategori yang distandardisasi. Contohnya kasus penolakan ekspor kopi Indonesia ke Jepang,
dimana Karantina Jepang menolakan 10 peti kemas berisi 200 ton kopi dari Indonesia karena
melebihi batas maksimum residu. Kopi Indonesia dianggap mengandung unsure aktif pestisida
isocarabdan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan. Alasan penolakan ini karena Jepang
menetapkan batas residu carbary sebesar 0,1 % part per bilion. Jepang menemukan kopi
Indonesia melebihi ambang batas residu herbisida antara 0,5-0,7. Penetapan ambang batas residu
Jepang atas kopi Indonesia dianggap terlalu tinggi karena disisi lain pasar kopi ekspor ke Uni
Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) menetapkan batas residu herbisida yang lebih fleksibel
yaitu hanya 0,1 Part Per Billion. Pengusaha eksportir (Pedagang pengumpul dan industri biji
kopi) dihadapkan pada berbagai pilihan dan strategi untuk meningkatkan standar mutu
produknnya sesuai keinginan negara konsumen. Permasalahan muncul ketika penetapan standart
mutu pangan untuk komoditi kopi ekspor, Jepang memiliki standar mutu lebih ketat dan spesifik
melalui regulasi dan berbagai persyaratan/ketentuan. Pengusaha eksportir Indonesia, dihadapkan
pada 2 pilihan, yaitu: (1) patuh dan mengikuti regulasi standar mutu yang ditetapkan oleh
pemerintah Jepang. (2) Tidak ikut dalam standardisasi mutu Jepang dan melakukan upaya-upaya
untuk standar mutu yang disesuaikan dengan BSN, dengan harapan Buyers Jepang akan
menyesuaikan kopi yang diinginkan sesuai dengan standar mutu milik nasional.
1.2. rumusan masalah
1. Bagaimana upaya pemerintah dalam menangani masalah penolakan ekspor kopi
Indonesia di Jepang?
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1. Kerangka teori
Perspektif Neoliberal
Neoliberalisme dapat dikatakan telah menguasai sistem perekonomian dunia yang
mengikuti gagasan dari John Maynard Keynes. Inti dari gagasannya menyebutkan tentang
penggunaan full employment yang dijabarkan sebagai besarnya peranan buruh dalam
pengembangan kapitalisme dan pentingnya peran serta pemerintah dan bank sentral dalam
menciptakan lapangan kerja. Beberapa instrumen kebijakan ekonomi yang menganut paradigma
neoliberialisme, di antaranya liberalisasi, deregulasi, privatisasi, dan pencabutan subsidi.
Penerapan ketiga instrumen itu lebih mengarah pada pemihakan yang berlebihan kepada pasar
secara konsisten. Melalui kebijakan politik negara maju dan institusi moneter seperti IMF, Bank
Dunia, dan WTO, penggunaan neoliberalisme banyak dipaksakan di berbagai negara. Bahkan,
siapa pun presiden negeri ini, kebijakan ekonominya harus market friendly. Tidak mengherankan
kalau penerapan paradigma neoliberal hanya menguntungkan beberapa gelintir orang saja,
sedangkan sebagian besar rakyat makin terpinggirkan. Masifnya penerapan kebijakan ekonomi
dengan paradigma neoliberal tidak saja telah menyengsarakan kehidupan rakyat kecil, tetapi juga
telah merampas kedaulatan rakyat dan mengancam kemandirian ekonomi bangsa.
Jika dikaji menggunakan prespektif Neoliberal ini, kasus penolakan kopi Indonesia oleh
Jepang dengan mutu internasional tidak sesuai dengan konsep yang menginginkan kebebasan
individu maupun ekonomi, yang dimana menjadi teori pedoman dan acuan di era globalisasi ini.
Seharusnya jika setiap Negara memahami konsep Neoliberal terutama dalam hal ekonomi dan
perdagangan sudah tidak ada lagi hambatan – hambatan apapun yang mewarnai pelaksanaan
perdagangan dunia, yang justru akan merugikan. Tetapi sebagai salah satu anggota dari
organisasi WTO (World Trade Organization) Indonesia juga harus mematuhi prinsip – prinsip
yang ada pada WTO itu sendiri yaitu memberikan lebih banyak pilihan produk dan kualitas
untuk kosumen. Dengan sistem perdagangan yang lebih global, konsumen di setiap negara dapat
mengakses produk-produk yang dihasilkan di negara lain sehingga akan ada lebih banyak pilihan
baik dari sisi produk maupun kualitas.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Sejarah kopi
Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji
tanaman kopi. Kata kopi sendiri berasal dari bahasa Arab qahwah yang berarti kekuatan, karena
pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali
mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian berubah
lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera diserap ke dalam
bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini. Secara umum, terdapat dua jenis biji
kopi, yaitu arabika (kualitas terbaik) dan robusta. Ketika kopi tiba di Indonesia, bangsa Belanda
berhasil membudidayakan sekaligus menyebarkan luaskan kopi dari perkebunan di Indonesia,
terutama dari tanah Jawa, Sumatra dan Sulawesi. Segera saja tanaman eksotis ini menyebar ke
negara-negara jajahan Eropa serta ditanam di rumah-rumah kaca maupun perkebunan di seantero
Austria dan Belanda. Bangsa Belanda berhasil memperdagangkan kopi ke seluruh pecinta kopi
di Eropa secara lebih efisien dibanding para pedagang Arab melalui cara menanam, memanen
serta memperdagangkannya ke seluruh pecinta kopi di dataran Eropa. Perjalanan kopi melintasi
dunia ke benua Amerika merupakan kilas balik Belanda dari perkebunan di kepulauan Indonesia.
Ketenaran kopi di Eropa pada abad 18 menjadikan kopi sebagai alat tukar maupun sebagai
hadiah yang berharga. Dari sekian banyak jenis biji kopi yang dijual di pasaran, hanya terdapat 2
jenis varietas utama, yaitu kopi arabika (Coffea arabica) dan robusta (Coffea robusta). Masing-
masing jenis kopi ini memiliki keunikannya masing-masing dan pasarnya sendiri. Kopi arabika
merupakan tipe kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Sebagian besar kopi yang ada dibuat
dengan menggunakan biji kopi jenis ini. Kopi ini berasal dari Etiopia dan sekarang telah
dibudidayakan di berbagai belahan dunia, mulai dari Amerika Latin, Afrika Tengah, Afrika
Timur, India, dan Indonesia. Secara umum, kopi ini tumbuh di negara-negara beriklim tropis
atau subtropis. Kopi arabika tumbuh pada ketinggian 600-2000 m di atas permukaan laut.
Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungannya baik. Suhu tumbuh
optimalnya adalah 18-26 oC. Biji kopi yang dihasilkan berukuran cukup kecil dan berwarna hijau
hingga merah gelap. Sedangkan kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1898.
Kopi robusta dapat dikatakan sebagai kopi kelas 2, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam,
dan mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Selain itu, cakupan daerah tumbuh
kopi robusta lebih luas daripada kopi arabika yang harus ditumbuhkan pada ketinggian tertentu.
Kopi robusta dapat ditumbuhkan dengan ketinggian 800 m di atas permuakaan laut. Selain itu,
kopi jenis ini lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit. Hal ini menjadikan kopi
robusta lebih murah. Kopi robusta banyak ditumbuhkan di Afrika Barat, Afrika Tengah, Asia
Tenggara, dan Amerika Selatan.
3.2. Jenis-Jenis Minuman Kopi
Minuman kopi yang ada saat ini sangatlah beragam jenisnya.Masing-masing jenis kopi yang ada
memiliki proses penyajian dan pengolahan yang unik. Berikut ini adalah beberapa contoh
minuman kopi yang umum dijumpai:
1. Kopi hitam, merupakan hasil ekstraksi langsung dari perebusan biji kopi yang
disajikan tanpa penambahan perisa apapun.
2. Espresso, merupakan kopi yang dibuat dengan mengekstraksi biji kopi
menggunakan uap panas pada tekanan tinggi.
3. Latte (coffee latte), merupakan sejenis kopi espresso yang ditambahkan susu
dengan rasio antara susu dan kopi 3:1.
4. Café au lait, serupa dengan caffe latte tetapi menggunakan campuran kopi
hitam.
5. Caffè macchiato, merupakan kopi espresso yang ditambahkan susu dengan
rasio antara kopi dan susu 4:1.
6. Cappuccino, merupakan kopi dengan penambahan susu, krim, dan serpihan
cokelat.
7. Dry cappuccino, merupakan cappuccino dengan sedikit krim dan tanpa susu.
8. Frappé, merupakan espresso yang disajikan dingin.
9. Kopi instan, berasal dari biji kopi yang dikeringkan dan digranulasi.
10. Kopi Irlandia (irish coffee), merupakan kopi yang dicampur dengan wiski.
11. Kopi tubruk, kopi asli Indonesia yang dibuat dengan memasak biji kopi
bersama dengan gula
12. Melya, sejenis kopi dengan penambahan bubuk cokelat dan madu.
13. Kopi moka, serupa dengan cappuccino dan latte, tetapi dengan penambahan
sirup cokelat.
14. Oleng, kopi khas Thailand yang dimasak dengan jagung, kacang kedelai, dan
wijen.
3.2.1. Pemanenan dan Pemisahan Cangkang
Tanaman kopi selalu berdaun hijau sepanjang tahun dan berbunga putih. Bunga ini kemudian
akan menghasilkan buah yang mirip dengan ceri terbungkus dengan cangkang yang keras. Hasil
dari pembuahan di bunga inilah yang disebut dengan biji kopi. Pemanenan biji kopi biasanya
dilakukan secara manual dengan tangan. Pada tahap selanjutnya, biji kopi yang telah dipanen ini
akan dipisahkan cangkangnya.Terdapat dua metode yang umum dipakai, yaitu dengan
pengeringan dan penggilingan dengan mesin. Pada kondisi daerah yang kering biasanya
digunakan metode pengeringan langsung di bawah sinar matahari. Setelah kering maka cangkang
biji kopi akan lebih mudah untuk dilepaskan. Di Indonesia, biji kopi dikeringkan hingga kadar
air tersisa hanya 30-35% Metode lainnya adalah dengan menggunkan mesin.Sebelum digiling,
biji kopi biasanya dicuci terlebih dahulu. Saat digiling dalam mesin, biji kopi juga mengalami
fermentasi singkat. Metode penggilingan ini cenderung memberikan hasil yang lebih baik dari
pada metode pengeringan langsung.
3.2.2. Pemanggangan
Setelah dipisahkan dari cangkangnya, biji kopi telah siap untuk masuk ke dalam proses
pemanggangan. Proses ini secara langsung dapat meningatkan cita rasa dan warna dari biji kopi.
Secara fisik, perubahan biji kopi terlihat dari pengeringan biji dan penurunan bobot secara
keseluruhan. Pori-pori di sekeliling permukaan biji pun akan terlihat lebih jelas.Warna cokelat
dari biji kopi juga akan terlihat memekat.
3.2.3 Penggilingan
Pada tahap selanjutnya, biji kopi yang telah kering digiling untuk memperbesar luas permukaan
biji kopi. Dengan bertambah luasnya permukaan maka ekstraksi akan menjadi lebih efisien dan
cepat.Penggilingan yang baik akan menghasilkan rasa, aroma, dan penampilan yang baik. Hasil
penggilingan ini harus segera dimasukkan dalam wadah kedap udara agar tidak terjadi perubahan
cita rasa kopi.
3.2.4 Seni perebusan
Perebusan merupakan langkah akhir dari pengolahan biji kopi hingga siap dikonsumsi.Untuk
menciptakan minuman kopi yang bercita rasa tinggi, perebusan biji kopi harus dilakukan dengan
baik dan sempurna.Terdapat banyak variabel dalam perebusan biji kopi, antara lain komposisi
biji kopi dan air, ukuran partikel, suhu air yang dipakai, metode, dan waktu perebusan.
Kesalahan kecil dalam perebusan kopi dapat menyebabkan penurunan cita rasa. Sebagai contoh,
perebusan yang terlalu lama biasanya akan menimbulkan rasa kopi yang terlalu pahit. Oleh
karena itu, bukanlah hal yang mudah untuk menyajikan kopi yang baik.
3.2.5 Dekafeinasi
Dekafeinasi atau penghilangan kafein termasuk ke dalam metode tambahan dari keseluruhan
proses pengolahan kopi. Dekafeinasi banyak digunakan untuk mengurangi kadar kafein di dalam
kopi agar rasanya tidak terlalu pahit. Selain itu, dekafeinasi juga digunakan untuk menekan efek
samping dari aktivitas kafein di dalam tubuh. Kopi terdekafeinasi sering dikonsumsi oleh
pecandu kopi agar tidak terjadi akumulasi kafein yang berlebihan di dalam tubuh. Proses
dekafeinasi dapat dilakukan dengan melarutkan kafein dalam senyawa metilen klorida dan etil
asetat.
3.2.6 Kafein
Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Kafein sendiri merupakan senyawa hasil
metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa yang pahit.
Berbagai efek kesehatan dari kopi pada umumnya terkait dengan aktivitas kafein di dalam tubuh.
Peranan utama kafein ini di dalam tubuh adalah meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh
tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Efeknya ini biasanya
baru akan terlihat beberapa jam kemudian setelah mengonsumsi kopi. Kafein tidak hanya dapat
ditemukan pada tanaman kopi, tetapi juga terdapat pada daun teh dan biji cokelat.
Batas aman konsumsi kafein yang masuk ke dalam tubuh perharinya adalah 100-150 mg.
Dengan jumlah ini, tubuh sudah mengalami peningkatan aktivitas yang cukup untuk
membuatnya tetap terjaga. Selama proses pembutan kopi, banyak kafein yang hilang karena
rusak ataupun larut dalam air perebusan. Di samping itu, pada beberapa kasus pengurangan
kadar kafein justru dilakukan untuk disesuaikan dengan tingkat kesukaan konsumen terhadap
rasa pahit dari kopi. Metode yang umum dipakai untuk hal ini adalah Swiss Water Process.
Prinsip kerjanya adalah dengan menggunakan uap air panas dan uap untuk mengekstraksi kafein
dari dalam biji kopi. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada era ini juga telah
memungkinkan implementasi bioteknologi dalam proses pengurangan kadar kafein. Cara ini
dilakukan dengan menggunakan senyawa theophylline yang dilekatkan pada bakteri untuk
menghancurkan struktur kafein.
3.3. Sejarah kopi di Indonesia
Kopi pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1696 dari jenis kopi Arabika. Kopi ini
masuk melalui Batavia (sekarang Jakarta) yang dibawa oleh Komandan Pasukan Belanda Adrian
Van Ommen dari Malabar - India, yang kemudian ditanam dan dikembangkan di tempat yang
sekarang dikenal dengan Pondok Kopi -Jakarta Timur, dengan menggunakan tanah partikelir
Kedaung. Sayangnya tanaman ini kemudian mati semua oleh banjir, maka tahun 1699
didatangkan lagi bibit-bibit baru, yang kemudian berkembang di sekitar Jakarta dan Jawa Barat
antara lain di Priangan, dan akhirnya menyebar ke berbagai bagian dikepulauan Indonesia seperti
Sumatera, Bali, Sulawesi dan Timor. Kopi pun kemudian menjadi komoditas dagang yang sangat
diandalkan oleh VOC. Tahun 1706 Kopi Jawa diteliti oleh Belanda di Amsterdam, yang
kemudian tahun 1714 hasil penelitian tersebut oleh Belanda diperkenalkan dan ditanam di Jardin
des Plantes oleh Raja Louis XIV. Ekspor kopi Indonesia pertama kami dilakukan pada tahun
1711 oleh VOC, dan dalam kurun waktu 10 tahun meningkat sampai 60 ton / tahun. Hindia
Belanda saat itu menjadi perkebunan kopi pertama di luar Arab dan Ethiopia, yang menjadikan
VOC memonopoli perdagangan kopi ini dari tahun 1725 – 1780. Kopi Jawa saat itu sangat
tekenal di Eropa, sehingga orang-orang Eropa menyebutnya dengan “ secangkir Jawa”. Sampai
pertengahan abad ke 19 Kopi Jawa menjadi kopi terbaik di dunia. Produksi kopi di Jawa
mengalami peningkatan yang cukup siginificant, tahun 1830 – 1834 produksi kopi Arabika
mencapai 26.600 ton, dan 30 tahun kemudian meningkat menjadi 79.600 ton dan puncaknya
tahun 1880 -1884 mencapai 94.400 ton. Selama 1 3/4 (Satu – tiga perempat) abad kopi Arabika
merupakan satu-satunya jenis kopi komersial yang ditanam di Indonesia. Tapi kemudian
perkembangan budidaya kopi Arabika di Indonesia mengalami kemunduran hebat, dikarenakan
serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) , yang masuk ke Indonesia sejak tahun 1876.
Akibatnya kopi Arabika yang dapat bertahan hidup hanya yang berada pada ketinggian 1000 m
ke atas dari permukaan laut, dimana serangan penyakit ini tidak begitu hebat. Sisa-sisa tanaman
kopi Arabika ini masih dijumpai di dataran tinggi ijen (Jawa Timur) , Tanah Tinggi Toraja
( Sulawesi Selatan), lereng bagian atas Bukit Barisan ( Sumatera) seperti Mandhailing, Lintong
dan Sidikalang di Sumatera Utara dan dataran tinggi Gayo di Nangroe Aceh Darussalam. Untuk
mengatasi serangan hama karat daun kemudian Pemerintah Belanda mendatangkan Kopi
Liberika (Coffea Liberica) ke Indonesia pada tahun 1875. Namun ternyata jenis ini pun juga
mudah diserang penyakit karat daun dan kurang bisa diterima di pasar karena rasanya yang
terlalu asam. Sisa tanaman Liberica saat ini masih dapat dijumpai di daerah Jambi, Jawa Tengah
dan Kalimantan. Usaha selanjutnya dari Pemerintah Belanda adalah dengan mendatangkan kopi
jenis Robusta ( Coffea Canephora) tahun 1900, yang ternyata tahan terhadap penyakit karat daun
dan memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang ringan , sedangkan produksinya jauh
lebih tinggi. Maka kopi Robusta menjadi cepat berkembang menggantikan jenis Arabika
khususnya di daerah – daerah dengan ketinggian di bawah 1000 m dpl dan mulai menyebar ke
seluruh daerah baik di Jawa, Sumatera maupun ke Indonesia bagian timur. Semenjak Pemerintah
Hindia Belanda meninggalkan Indonesia, perkebunan rakyat terus tumbuh dan berkembang,
sedangkan perkebunan swasta hanya bertahan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian kecil di
Sumatera; dan perkebunan negara (PTPN) hanya tinggal di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
3.4. Penolakan kopi dari Indonesia oleh Jepang
Kasus penolakan biji kopi Indonesia di Jepang sebanyak 10 kontainer yang berisi 200 ton
akibat melebihi batas maksimal residu pestisida, membuat pemerintah berupaya untuk
meningkatkan kualitas kopi lokal. Kopi asal Indonesia dianggap mengandung unsur aktif
pestisida isocarab dan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan. Jepang, lanjutnya,
memang termasuk negara yang ketat dalam menerapkan standar impor produk pertaniannya
termasuk kopi Indonesia. Sejak 2006 pemerintah Jepang telah menetapkan 200 jenis bahan kimia
yang tidak boleh terkandung pada komoditi kopi melebihi ambang batas yang diizinkan, yang
dikenal sebagai uniform level sebesar 0,01 ppm. Ketentuan pemerintah Jepang ini dinilai paling
ketat dibanding negara-negara lain. Apabila pada komoditi kopi didapati unsur aktif salah satu
dari 200 jenis bahan kimia melebihi tingkat keseragaman yang diizinkan, maka kopi tersebut
ditolak masuk ke Jepang dan harus dihancurkan atau diekspor kembali. Asosiasi Eksportir Kopi
Indonesia (AEKI) memprediksi produksi kopi Indonesia baik jenis Arabica maupun Robusta
akan meningkat tahun ini. Ketua Umum AEKI Suyanto Husein mengatakan perkembangan kopi
tahun ini masih terus terjadi seiring peningkatan permintaan dunia. Bahkan dari segi harga, kopi
Indonesia tergolong lebih mahal karena kualitasnya namun permintaan tetap tinggi. Dia
membandingkan kopi Indonesia dengan milik Brazil. Meski tidak bisa disamakan, namun
produksi kopi Indonesia masuk dalam kategori kopi spesial dengan harga lebih mahal. Harga
kopi Brazil saat ini US$5 per kg, sedangkan kopi Indonesia jenis arabika sudah mencapai US$8
per kg. Untuk bisa meningkatkan produksi tahun ini, lanjutnya, dia meminta pemerintah bersama
AEKI mendorong adanya peningkatan produktivitasnya dan pengembangan lahan. Saat ini
produktivitas lahan untuk kopi robusta 700 kg per ha dan kopi arabika 600 kg per ha.
3.4. Penanganan pemerintah dalam penerapan standar mutu kopi ekspor indonesia
Pemerintah memberikan perhatian serius untuk penguatan industri kakao. Di hulu,
Kementerian Pertanian memperbaki produktivitas melalui Gerakan Kakao Nasional (Gernas)
yang telah dimulai sejak tahun 2009, yang dilengkapi dengan berbagai kegiatan pendampingan
dan pengawalan serta bantuan teknis lainnya. Dan saat ini diperkuat lagi dengan diterbitkannya
Permentan Nomor 67 tahun 2014 yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya
saing biji kakao Indonesia, mendukung pengembangan industri berbahan baku kakao dalam
negeri, memberikan perlindungan pada konsumen dari peredaran biji kakao yang tidak
memenuhi persyaratan mutu, meningkatkan pendapatan petani kakao, dan mempermudah
penelusuran kembali kemungkinan terjadinya penyimpangan produksi dan peredaran kakao.
“Permentan Nomor 67 tahun 2014 ini sudah melalui proses yang panjang, diantaranya diawali
adanya ketetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2323 mengenai biji kakao pada tahun
2008 dan diperbaki di tahun 2010,” kata Menteri Pertanian RI Suswono pada acara Gebyar
Kakao Bermutu, Selasa (16/9) di Makassar. Pada kesempatan itu, Mentan meminta komitmen
dari semua pihak terkait, lintas kementerian dan lembaga pemerintah, pemerintah daerah, pelaku
usaha agribisnis kakao, berbagai asosiasi kakao di hulu maupun di hilir, perguruan tinggi, serta
petani kakao untuk bersama-sama mengawal kesuksesan dari implementasi Permentan tersebut.
“Secara khusus saya berpesan kepada seluruh pemerintah daerah sentra-sentra kakao, untuk
memberikan perhatian dan dukungan dalam mempersiapkan sarana prasarana termasuk kesiapan
kelembagaan yang perlu dibangun selama masa transisi 24 bulan ini, sebagai kesiapan untuk
mengimplementasi secara efektif Permentan tersebut pada Mei 2016 mendatang,” lanjut Mentan.
Di Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
ditugaskan sebagai mitra saudara-saudara dalam mempersiapkan dan mengawal pelaksanaannya.
Kementerian Pertanian memposisikan peningkatan nilai tambah dan daya saing menjadi pilar
penting. Hal ini juga untuk mendukung kebijakan hilirisasi. Dengan produk yang memiliki nilai
tambah dan daya saing diharapkan dapat menguasai pasar domestik serta menjadi andalan
sumber devisa melalui peningkatan eskpor. Capain tersebut tentu saja tidak melupakan peran
petani produsen sehingga peningkatan kesejahteraan petani menjadi bagian penting yang tidak
terpisahkan.“Kakao merupakan komoditi strategis yang berpengaruh terhadap perekonomian
nasional. Selain sebagai sumber devisa dari ekspor, biji kakao merupakan bahan baku industri,
sumber lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, juga berperan dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup,” terang Mentan. Berdasarkan publikasi FAO dan Trade Map 2013, saat ini
Indonesia tercatat sebagai produsen kakao ke-3 dunia sesudah Pantai Gading dan Ghana.
Meskipun demikian, dari segi mutu, biji kakao asal Indonesia harus ditingkatkan, karena biji
yang difermentasi masih tergolong rendah jumlahnya, untuk memenuhi permintaan pasar yang
tinggi. Pemerintah menyatakan akan memfasilitasi peningkatan kualitas kopi untuk tujuan
ekspor, terutama ke Jepang. Hal ini dilakukan menyusul adanya penolakan 10 peti kemas berisi
200 ton kopi dari Indonesia yang ditolak Badan Karantina Jepang karena melebihi batas
maksimum residu beberapa waktu lalu. Kopi Indonesia dianggap mengandung unsur aktif
pestisida isocarab dan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan. Direktur Tanaman
Rempah dan Penyegar Kementerian Pertanian, Azwar Abu Bakar, menyatakan akan mendalami
kasus penolakan tersebut dan berkonsultasi dengan pemerintah Jepang. “Ini sebenarnya bukan
ditolak, hanya kaitannya dengan beberapa kandungan yang tidak sesuai,” (Azwar, 2012). Dia
menambahkan, Jepang termasuk negara yang ketat dalam menerapkan standar impor produk
pertaniannya, termasuk kopi Indonesia. Menurut dia, guna menanggapi kasus ini pihaknya akan
melakukan pembinaan, mulai dari produsen hingga tingkat industri kopi untuk mencegah
digunakannya unsur pestisida melebihi batas yang diizinkan dari suatu negara. “Kami akan
imbau semua pihak terkait supaya menghasilkan suatu kualitas yang tinggi sehingga tidak ada
lagi persyaratan yang tidak terpenuhi pada kopi.” Sejak 2006, pemerintah Jepang telah
menetapkan 200 jenis bahan kimia yang tidak boleh terkandung pada komoditi kopi melebihi
ambang batas yang diizinkan. Aturan ini dikenal sebagai uniform level sebesar 0,01 ppm.
Ketentuan pemerintah Jepang ini dinilai paling ketat dibanding negara-negara lain. Apabila pada
komoditi kopi didapati unsur aktif salah satu dari 200 jenis bahan kimia melebihi tingkat
keseragaman yang diizinkan, maka kopi tersebut ditolak masuk ke Jepang dan harus dihancurkan
atau diekspor kembali. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia sebelumnya memprediksi produksi
kopi Indonesia, baik jenis Arabica maupun Robusta akan meningkat tahun ini. Produksi kopi
tahun ini ditargetkan mencapai 900 ribu ton, yang terdiri atas 180 ribu ton Arabica dan sisanya
Robusta. Tahun lalu, produksi kopi hanya sebesar 709 ribu ton dengan rincian 155 ribu ton
Arabica dan 553 ribu ton Robusta. Dari jumlah produksi itu, porsi ekspor mencapai 600 ribu ton,
sedangkan sisanya untuk konsumsi domestik.
BAB IV
KESIMPULAN
Kasus penolakan biji kopi Indonesia di Jepang sebanyak 10 kontainer yang berisi 200 ton
akibat melebihi batas maksimal residu pestisida, membuat pemerintah berupaya untuk
meningkatkan kualitas kopi lokal. Kopi asal Indonesia dianggap mengandung unsur aktif
pestisida isocarab dan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan daikarenakan ketetapan
standar yang diberikan oleh Jepang terlalu ketat dan tidak sesuai dengan standar internasional
yang ditetapkan. Oleh karena itu pemerintah Indonesia khususnya kementrian pertanian
memberikan perhatian khusus terhadap petani kakao Indonesia untuk lebih cermat dan
mengutamakan standar mutu serta kualitas kopi ekspornya serta memahami regulasi yang
berlaku disetiap Negara tujuan ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Steans Jill, Pettiford Llyod (2009). Hubungan internasional prespektif dan tema
(terjemahan). Yogyakarta: Penerbit Pustaka pelajar.
Burchill, Scott. Theories of International Relationship. Pp 55-83
Fakih, Mansour. 2003.”Bebas dari Neoliberalisme”.Insist Pers. Yogyakarta.
Jackson, Robert dan George Sorensen. “pengantar Studi Hubungan Internasional.
Halaman 139-178
Website :
http://www.pertanian.go.id/ap_posts/detil/102/2014/09/17/09/22/07/Mentan%20Terbitkan
%20Regulasi%20untuk%20Perkuat%20Industri%20Kakao
http://industri.bisnis.com/read/20120918/99/96284/kopi-ditolak-jepang-pemerintah-janji-
bina-petani-and-industri
http://www.aeki-aice.org/index.php/id
http://www.ico.org/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34447/5/Chapter%20I.pdf