kasus kapas transgenik

31
MAKALAH TUGAS AKHIR FILSAFAT HUKUM ALIRAN FILSAFAT HUKUM DALAM KEPEMILIKAN SUMBER DAYA HAYATI STUDI TERHADAP KASUS KAPAS TRANSGENIK AMRI SATA 1220113060 DOSEN PENANGGUNG JAWAB DR.ZAINUL DAULAY, SH, MH FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ANDALAS 1

Upload: nofry-hardi

Post on 01-Dec-2015

614 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: KASUS KAPAS TRANSGENIK

MAKALAH

TUGAS AKHIR

FILSAFAT HUKUM

ALIRAN FILSAFAT HUKUM DALAM KEPEMILIKAN SUMBER DAYA HAYATI STUDI TERHADAP KASUS KAPAS TRANSGENIK

AMRI SATA

1220113060

DOSEN PENANGGUNG JAWAB

DR.ZAINUL DAULAY, SH, MH

FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2013

1

Page 2: KASUS KAPAS TRANSGENIK

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi

rahmat dan karunia-Nya kepada penulis yang tiada terhingga di dalam

kehidupan pekerjaan, pendidikan, keluarga, masyarakat dan di dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Lantunan kata dan untaian shalawat

beriring salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Rasulullah Nabi

Muhammad SAW yang telah memberi panutan dan pedoman kepada penulis

untuk hidup sesuai dengan syariat Islam dan sunnatullah. Rangkaian ucapan

terima kasih penulis ucapkan kepada para dosen dan staf pengajar sebagai

aktor pendidikan yang telah membimbing penulis dari jenjang sarjana

bahkan pada saat menempuh pendidikan lanjutan di magister hukum pasca

sarjana Universitas Andalas pada saat ini. Khususnya kepada Dr.Zainul Daulay,

SH, MH dalam mata kuliah Filsafat Hukum, karena berkat bimbingan beliaulah penulis bisa

menyelesaikan makalah tentang Aliran Filsafat Hukum Dalam Kepemilikan Sumber Daya

Hayati Studi Terhadap Kasus Kapas Transgenik.

Penulis menyadari, bahwa penulisan makalah ini masih banyak

kekurangan dan masih perlu untuk disempurnakan laksana kata pepatah tak

ada gading yang tak retak. Untuk itu saran dan kritik untuk pembangunan

makalah ini sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap, semoga

penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah khasanah

pengetahuan Indonesia di bidang hukum.

2

Page 3: KASUS KAPAS TRANSGENIK

Padang, 27 Januari

2013

Penulis

Amri Sata, SH.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah yang sangat potensial

dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan. Sumber daya alam harus dipergunakan

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian

fungsi lingkungan hidup sehingga sumber daya alam tersebut tetap dapat berperan baik

sebagai modal pertumbuhan ekonomi sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan.

Suatu pembangunan yang mempunyai wawasan perlindungan terhadap

lingkungan lebih dikenal dengan istilah sustainable development atau pembangunan

berkelanjutan, yang berarti suatu pembangunan dilaksanakan dengan pertimbangan

bahwa kegiatan pembangunan dan segala aspeknya yang dilakukan harus dapat

menopang atau mendukung pembangunan-pembangunan di masa yang akan datang bagi

kepentingan generasi yang akan datang pula.1

Pembangunan berkelanjutan memberi tekanan bahwa pembangunan tersebut

harus dapat menggambarkan adanya keselarasan dan keserasian di dalam penggunaan

sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya artificial yang

memperhatikan usaha-usaha konservasi berkesinambungan. Berkaitan dengan hal

tersebut, maka bukan hanya orang perorang yang mempunyai hak dan kewajiban untuk

berperan serta dalam pengelolaan lingkungan, tetapi juga sekelompok orang atau badan

1Akhmad Hidayat, Strategi Pembangunan Berkelanjutan Pada Sektor Pertambangan di Indonesia, lihat http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00054.html. Diakses tanggal 16 Januari 2013.

3

Page 4: KASUS KAPAS TRANSGENIK

usaha atau hukum yang terlibat di dalam pemanfaatan sumber daya hayati maupun non

hayati.2

Pemanfaatan potensi sumber daya alam menjadi kekuatan ekonomi riil melalui

proses pembangunan membutuhkan modal yang besar, sementara di sisi lain terdapat

keterbatasan kemampuan pemerintah dalam mendanai pembangunan. Partisipasi

masyarakat juga tak kalah pentingnya dalam pemanfaatan sumber daya hayati seperti

yang terjadi dalam pengolahan tanaman transgenik di Indonesia, khususnya kapas

transgenik yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan.

Kegundahan hati Gubernur Sulawesi Selatan HZB Palaguna memuncak tatkala

mendengar berita bahwa petani di Kabupaten Bulukumba membakar kapas hasil

panennya pada 13 September 2001. Pembakaran itu merupakan puncak dari rasa kesal

karena hasil panen tidak sebaik yang dijanjikan Perusahaan Monsanto dari Amerika

Serikat.

Bisnis besar penanaman kapas transgenik kerjasama dengan Monsanto terancam

gagal jika tidak didukung petani. Bibit kapas sebanyak 40 ton dengan kemampuan areal

tanam 8.000 hektar yang telah didatangkan dari Afrika Selatan sebagian terancam gagal

ditanam. Padahal berdasarkan SK Menteri Pertanian tertanggal 7 Februari 2001 (SK

107/Kpts/KB.430/2/2001) kapas yang ditanam baru seluas 4.000 ha.3

Penolakan penanaman kapas transgenik jenis Bollgard NuCOTN 35B ini juga

telah dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup waktu itu. Sikap yang sama dilakukan

oleh 72 LSM diantaranya Konphalindo, YLK Sulsel, YPR, PAN Indonesia yang

menandatangani pernyataan menolak tanaman transgenik di Indonesia. Mereka menilai

bahwa penanaman kapas transgenik tersebut akan membahayakan keseimbangan

lingkungan. Dari hasil penelitian yang dilakukan mahasiswa IPB, Marhamah Nadir dan

Reza Indriadi, menyimpulkan bahwa gen kapas Bollgard ini telah mengkontaminasi

kapas Kanesia 7 (non-transgenik) yang ditanam berdekatan.

Kapas tidak bisa tumbuh di sembarang tanah di Indonesia. Begitu juga dengan

musim, kapas hanya akan baik ditanam jika pada saat tanaman berbuah adalah musim

2 Ibid3 Konphalindo Thu, 27 Sep 2001 04:53:18 -0700

4

Page 5: KASUS KAPAS TRANSGENIK

kemarau. Sentra kapas di Indonesia terdapat di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara

Barat dan Sulawesi Selatan (Sulsel). Sulsel termasuk penghasil kapas terbesar di

Indonesia. Pertanian kapas terdapat hampir di seluruh kabupaten di propinsi Sulsel dan

melibatkan ribuan petani.

Lingkungan alam Sulsel sangat mendukung untuk penanaman kapas. Tanah yang

cenderung kering dan curah hujan yang juga relatif sedikit menjadikan kapas dapat

tumbuh dengan baik. Kapas hanya membutuhkan air pada saat awal penanaman dan

setelah mulai berbuah bahkan nyaris tidak membutuhkan air karena sudah tercukupi oleh

air dari tanah.

Dengan kondisi alam yang demikian inilah agaknya yang menjadikan Monsanto

memilih Sulsel sebagai daerah pertama untuk penanaman kapas transgenik. Dengan

merangkul pemerintah daerah dan mengerahkan berbagai strategi meyakinkan

masyarakat, Monsanto telah berhasil masuk ke Sulsel dengan proyek awal berupa Uji

Multilokasi penanaman kapas Bt-nya.

Monsanto merupakan perusahaan penguasa teknologi tanaman transgenik terbesar

di dunia. Dalam statementnya, mereka merupakan penyedia utama produk-produk

pertanian dan pemberi solusi. Perusahaan yang berkantor pusat di Missouri, AS ini

menggunakan inovasi yang tak tertandingi dalam bioteknologi, rekayasa genetika dan

pemeliharaan tanaman untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya dalam

pertanian. Mereka memproduksi benih yang unggul, termasuk yang diberi merek

DEJALB dan Asgrow. Cita-citanya adalah dapat membangun sifat bioteknologi yang

terintegrasi yang dapat mengontrol serangga dan mengontrol gulma dalam diri benih

tesebut. Mereka juga memakai Roundup, herbisida terlaris di dunia, dan herbisida lainnya

yang dapat dikombinasikan dengan benih-benih yang mereka produksi.

Mereka mengelola bisnis dalam dua segmen: Benih dan Rekayasa Genetika (Seed

and Genomics), dan Produktivitas Pertanian (Agricultural Productivity). Segmen Seeds

and Genomics bergerak pada bisnis global benih dan yang terkait dengan pemeliharaan,

bioteknologi, dan rancang bangun teknologi yang berbasis pada rekayasa genetika

tanaman, serta ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menggunakan gen-gen dalam

5

Page 6: KASUS KAPAS TRANSGENIK

kehidupan tumbuhan. Sedangkan Segmen Agricultural Productivity melingkupi produksi

Roundup dan herbisida lainnya untuk halaman rumput dan taman, dan bisnis ternak.4

Produk Monsanto mencakup 91% dari seluruh wilayah yang ditanami tanaman

organik di seluruh dunia pada tahun 2001. Dua perusahaan besar lainnya adalah Syngenta

dan Aventis CropScience. Ada juga perusahaan yang bermain di benih transgenik seperti

DuPont dan pemilik hak paten untuk teknologi transgenik lain seperti Dow dan Grupo

Pulsar. Monsanto termasuk pemegang hak paten bioteknologi terbesar dengan menguasai

287 hak paten, disusul DuPont: 279, Syngenta: 173, Dow: 157, Aventis: 77, dan Grupo

Pulsar: 382 .5

Berbekal pengalaman melakukan ekspansi penanaman tanaman transgenik di

seantero dunia dan modal yang sangat besar Monsanto mulai masuk ke Indonesia. Kapas

sebagai komoditi non pangan dipilih sebagai jalan masuk ke Indonesia, karena resikonya

lebih rendah. Diduga jika proyek kapas transgenik ini berhasil, akan dilanjutkan dengan

penanaman varietas berikutnya. Hal ini pernah diungkapkan oleh Gubernur Palaguna

pada bulan April 2002, bahwa dirinya minta agar tanaman jagung transgenik yang

ditawarkan PT Monsanto diujicoba di Sulsel selama tiga bulan.

Monsanto melalui berbagai jalan terjal untuk masuk ke Indonesia. Pendekatan

pertama kali dilakukan melalui pemerintah pusat pada saat Rizal Ramli menjadi Menteri

Koordinator Perekonomian. Pada waktu itu Monsanto dan Pemerintah sudah merancang

sebuah kerjasama untuk membuka lahan penanaman kapas transgenik seluas 10.000 ha.

Untuk menghindari pelimpahan kesalahan pada dirinya maka Rizal berkoordinasi dengan

Menteri Lingkungan Hidup, Sony Keraf dan dia menolaknya. “Sony Keraf telepon ke

saya, waktu itu hubungan kita baik dan concern-nya sama. Kemudian Pak Sony dan

kawan-kawan minta dukungan dari civil society” ujar Tejo. Tejo Wahyu Jatmiko adalah

Direktur Konphalindo, LSM yang menjadi motor penolakan tanaman transgenik di

Indonesia.6

4 www.forumkeadilan.com/kapas/transgenic/2001/diakses pada tanggal 18 januari 20125 Deborah B. Whitman. "Genetically Modified Foods: Harmful or Helpful? ", (CSA Discovery Guides), 1 April 2000.

6 www.beritabumi.or.id. "Kronologis Komersialisasi Kapas Transgenik Bt di Indonesia ", (KONPHALINDO), 13 Januari 2008.

6

Page 7: KASUS KAPAS TRANSGENIK

Dengan adanya kasus ini Konphalindo bersama beberapa LSM di Jakarta

melakukan konsolidasi untuk melakukan penolakan terhadap segala upaya penanaman

tanaman transgenik di Indonesia. Dengan berbagai upayanya, akhirnya terkumpul sekitar

72 lembaga yang menjadi pihak yang menjadi garda depan gerakan anti biota transgenik.

Bisa dikatakan bahwa kelompok inilah yang menjadi batu ganjalan besar bagi Monsanto

untuk menancapkan bisnisnya di Indonesia.

Upaya pertama Monsanto pun gagal total setelah Sony Keraf didukung oleh

pernyataan dari sekitar 72 lembaga dan jaringan NGO menyatakan menolak proyek

tersebut. Akan tetapi bukan Monsanto namanya jika menyerah begitu saja dengan

kekalahan pertama. Dia kemudian melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah.

Mereka paham benar bahwa dengan adanya euforia otonomi daerah, pemda biasanya

tidak segan melakukan upaya-upaya untuk kepentingan daerah meskipun tidak sejalan

dengan kebijakan pemerintah pusat.7

B. Permasalahan

Transgenik adalah tanaman yang telah direkayasa bentuk maupun kualitasnya

melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba, atau virus untuk tujuan

tertentu. Organisme transgenik adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen dari

organisme lain. Gen yang ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain seperti bakteri,

virus, hewan, atau tanaman lain. Secara ontologi tanaman transgenik adalah  suatu

produk rekayasa genetika  melalui transformasi gen dari  makhluk hidup  lain ke dalam

tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan tanaman baru  yang memiliki sifat unggul

yang lebih  baik  dari  tanaman sebelumnya. Secara epistemologi, proses pembuatan 

tanaman transgenik sebelum  dilepas  ke  masyarakat telah melalui hasil  penelitian  yang

panjang, studi  kelayakan dan uji lapangan dengan pengawasan yang  ketat,  termasuk

melalui analisis   dampak lingkungan untuk jangka pendek dan jangka  panjang. Secara

aksiologi, berdasarkan  pendapat  kelompok masyarakat  yang pro dan kontra  tanaman

transgenik memiliki manfaat   untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk,  tetapi

manfaat tersebut belum teruji, apakah lebih  besar  manfaatnya atau kerugiannya.8

7 Heru Triyono. "Produk Transgenik di Tengah Publik ", (TEMPOinteraktif), 20 Agustus 2009.

7

Page 8: KASUS KAPAS TRANSGENIK

Perusahaan penguasa teknologi tanaman transgenik yang terbesar di dunia adalah

Monsanto, berpusat di Missouri, Amerika Serikat, yang selama ini menjadi penyedia

utama produk-produk pertanian. Monsanto melakukan inovasi dalam bidang bioteknologi

dan rekayasa genetika untuk menghasilkan bibit unggul demi meningkatkan produktivitas

pertanian. Monsanto yang merupakan perusahaan kimia raksasa pertamakali

mengeluarkan produk transgenik pada tahun 1994 berupa pangan sapi Bosillac dan

produk kapas anti-serangga pada tahun 1996. Pada tahun 2001, PT Monagro Kimia, anak

dari Monsanto, masuk ke Indonesia untuk mengembangkan proyek kapas transgenik

sebagai komoditi non-pangan. Kapas transgenik ini kemudian dicoba dibudidayakan di

tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan dengan persetujuan dari Menteri Pertanian (Mentan)

Bungaran Saragih melalui SK No. 107/Kpts/KB.430/2/2001 tentang Pelepasan Secara

Terbatas Kapas Transgenik Bt tertanggal 7 Februari 2001. Pemerintah memberi

persetujuan dengan pertimbangan bahwa tanaman rekayasa genetika dapat memberikan

kemanfaat bagi masyarakat umum, untuk meningkatkan kebutuhan kapas dalam negeri,

dan dianggap aman terhadap lingkungan. Tanaman kapas transgenik Bt Bollgard juga

dianggap baik bagi Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) karena mampu menurunkan

penggunaan insektisida.9

Meskipun begitu, terdapat penolakan akan keberlakuan kapas transgenik di

Sulawesi Selatan. Penolakan terhadap SK Menteri Pertanian diajukan oleh beberapa

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) akibat tidak dilakukannya Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) terlebih dahulu. Selain itu, terdapat beberapa

permasalah lain seperti akibat dari kapas transgenik yang dapat menyebabkan resistensi

terhadap antibiotik, serta tidak transparannya informasi yang dikeluarkan oleh

Pemerintah terhadap petani-petani di Sulawesi Selatan, dan tidak tepatnya penggunaan

kapas transgenik di Sulawesi Selatan karena kapas transgenik Bt Bollgard hanya dapat

bertahan dari hama Heliothis virescens, Helicoverpa armigera, dan Pectinophora

gossypiella, padahal hama kapas yang paling banyak menyerang di Sulawesi berjenis

8 Department of Soil and Crop Sciences at Colorado State University. "What Are Transgenic Plants? ", 11 Maret 2004.9 Amiruddin Syam. "Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Kapas Transgenik di sulawesi Selatan ", (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian), 21 Januari 2010.

8

Page 9: KASUS KAPAS TRANSGENIK

Empoasca.10 Ketergantungan petani pada bibit unggul juga mengurangi kemandirian dan

kreativitas. Pada akhirnya pun terjadi kegagalan panen kapas di lahan seluas 4.346 Ha

tersebut yang kemudian memicu terjadinya konflik, karena kapas transgenik yang

dihasilkan hanyalah 988kg/Ha, jauh dari potensi yang dikatakan yaitu sebesar 3-4 ton/Ha.

LSM tersebut akhirnya mengajukan gugatan pembatalan SK Mentan tersebut melalui

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap Pemerintah RI, PT Monagro Kimia, dan

sejumlah petani di Sulawesi Selatan.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis menguraikan permasalahan tersebut dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Pertimbangan hakim atas kedudukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) dan Environmental Risk Assesment (ERA) dalam perkara ini berdasarkan

UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan

perbandingannya dengan ketentuan yang berlaku dalam UU No. 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup?

2. Pendapat hakim mengenai Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam

kasus kapas transgenik di Sulawesi Selatan?

3. Aliran filsafat hukum dikaitkan dengan kepemilikan sumber daya hayati?

C. Metode Penelitian

Dasar dari penulisan makalah ini adalah analisis atas Putusan Pengadilan Tata

Usaha Negara dengan Nomor Perkara 71/G.TUN/2001/PTUN-JKT mengenai gugatan

pembatalan SK Menteri Pertanian (Mentan) No. 107/Kpts/KB.430/2/2001 tentang

Pelepasan secara Terbatas Kapas Transegnik Bt DP 5690B sebagai Varietas Unggul

dengan Nama NuCOTN35B (Bollgard).11

Analisis atas putusan pengadilan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode

studi kepustakaan dengan sumber referensi data sekunder berupa undang-undang,

10 Hermas Effendi Prabowo. "Kebijakan Transgenik Berstandar Ganda ", (KOMPAS.com), 18 Mei 2010.

11 FG Winarno, Agustinah W (2007). Pengantar Bioteknologi. MBRIO Press. ISBN 979-3098-58-9.Hal.131-139;182

9

Page 10: KASUS KAPAS TRANSGENIK

peraturan pemerintah, dokumen-dokumen, buku, jurnal, artikel, serta sumber-sumber

lainnya yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pertimbangan hakim mengenai environtmental risk assessment (ERA)

Environmental Risk Assessment dapat diartikan sebagai Audit Resiko

Lingkungan. Dalam hal ini ditekankan pada audit resiko lingkungan, atau biasa dikenal

dengan sebutan Environmental Risk Assessment.

Majelis hakim berpendapat bahwa :

Majelis hakim, menganggap bahwa SK tersebut adalah untuk keperluan uji coba,

memutuskan pelepasan kapas transgenik tidak wajib AMDAL, dan SK tersebut

justru mencerminkan sikap kehati-hatian dari Menteri Pertanian, sebelum melepas

kapas transgenik di areal yang lebih luas lagi.

Dalam kasus Kapas Transgenik ini seharusnya harus lebih ditekankan pada audit

resiko lingkungan. Walaupun SK tersebut adalah untuk keperluan uji coba pelepasan

Kapas Transgenik tetap harus menjadi wajib AMDAL (Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan). Karena dengan inilah dapat dinilai apakah sebuah bahan kimia, atau

kontaminan atau polutan akan menimbulkan resiko terhadap manusia. Dalam membuat

SK, menurut penulis, pemerintah terkesan manipulatif, sangat tergesa-gesa, dan ceroboh.

Terkesan manipulatif karena mencantumkan surat Menteri Negara Lingkungan

Hidup tanggal 29 September 2000 perihal klarifikasi kegiatan kapas transgenik sebagai

salah satu konsiderans. Padahal sudah ditegaskan bahwa untuk penanaman kapas

transgenik harus dilakukan AMDAL. Namun di sisi lain AMDAL ini justru tidak

dilakukan sama sekali dan Kapas Transgenik itu malah dilepas/diedarkan.12

2. Pendapat hakim mengenai AMDAL

Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup serta peraturan pelaksanaannya berupa Peraturan

12 Departemen Teknologi Informasi Koran Jakarta. "Transgenik yang Menimbulkan Kontroversi ", 23 Januari 2010.

10

Page 11: KASUS KAPAS TRANSGENIK

Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,

disebutkan bahwa ”usaha dan/atau kegiatan introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis

hewan dan jasad renik”, termasuk pelepasan Kapas Transgenik Bt DP 5690B sebagai

varietas unggul, harus didahului dengan pelaksanaan proses Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL). Hal ini terlihat dari :

a. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang menyebutkan ”Setiap orang berkewajiban memelihara

kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi

pencemaran dan perusakan.”

b. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang menyebutkan: “Untuk

menjamin pelestarian lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan

dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.”

c. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang menyebutkan: ”Setiap

usaha dan atau legiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar

dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai

dampak lingkungan.” 13

d. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Dampak

Lingkungan yang menentukan:

Ayat (1) ”Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan

dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi:

a. ....

b. ....

c. ...

d. ...

e. ...

f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik.”

Ayat (2) ”Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan

Menteri setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri

lain dan/atau Pimpinan Lembaga Non Departemen yang terkait.”

13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

11

Page 12: KASUS KAPAS TRANSGENIK

e. Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 menyebutkan

bahwa :

”Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus

dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha/atau kegiatan yang

diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.”

f. Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 menyebutkan bahwa :

Ayat (1) ”setiap usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3

ayat (2) wajib diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum

pemrakarsa menyusun analisis mengenai dampak lingkungan.”14

Namun demikian, ketentuan pada pasal-pasal di atas tidak secara otomatis

(dengan sendirinya) setiap usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat

menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup menjadi wajib

AMDAL. Karena perlu tidaknya AMDAL terlebih dahulu harus ditetapkan oleh menteri

yang bersangkutan (Menteri Lingkungan Hidup). Dan untuk sampai pada keputusan

bahwa suatu usaha dan/kegiatan diwajibkan atau tidak menyertakan AMDAL, Menteri

yang ditugasi mengelola lingkungan hidup harus terlebih dahulu mendengar dan

memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/atau pimpinan lembaga pemerintah

non departemen yang terkait.

Berkaitan dengan kasus ini, beban kewajiban AMDAL bukanlah milik

Pemerintah. Kewajiban AMDAL adalah beban dari pemrakarsa atau pemilik perusahaan.

Jadi Menteri Pertanian tidak melanggar UU Nomor 23 Tahun 1997.

Majelis hakim berpendapat bahwa :

1. Berdasarkan kajian terhadap ketentuan tentang AMDAL dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 27 tahun 1999, dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (2) dinyatakan

bahwa AMDAL merupakan bagian dari proses perizinan melakukan usaha dan / atau

kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.

2. Usaha dan / atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap

lingkungan hidup, menurut ketentuan Pasal 3 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27

tahun 1999 meliputi antara lain (f) introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan,

dan jasad renik.

14 Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

12

Page 13: KASUS KAPAS TRANSGENIK

3. Yang dimaksud usaha dan / atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan

penting terhdap lingkungan hidup, menurut penjelasan pasal 3 Peraturan Pemerintah

Nomor 27 Tahun 1999 adalah usaha dan / atau kegiatan yang merupakan kategori

usaha dan / atau kegiatan yang berdasarkan pengalaman dan tingkat perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai potensi menimbulkan dampak besar

dan penting terhadap lingkungan hidup.

4. Ternyata materi muatan dari surat keputusan tersebut berisi tindakan hukum

administrasi dari tergugat berdasarkan kewenangan yang ada padanya untuk melepas

secara terbatas kapas Bt. DP 5690 B dengan persyaratan tertentu, yaitu dilepas

terbatas untuk dimanfaatkan oleh petani pekebun di Provinsi Sulawesi Selatan yang

meliputi Kabupaten Takalar, Gowa, Bantaeng, Bulukumba, Bone, Soppeng, dan

Wajo (seperti yang ada pada vide bukti).15

Dengan demikian Surat Keputusan Tata Usaha Negara tersebut merupakan

norma hukum. Dan karena berlakunya terbatas terhadap petani pekebun di wilayah

tertentu di Provinsi Sulawesi Selatan, maka ditinjau dari sifat norma hukumnya

adalah norma hukum konkrit dan dapat diindividualisir terhadap subyek yang dituju

oleh keputusan tata Usaha Negara. Sehingga jelas, bukan merupakan bagian dari

proses perizinan untuk melakukan usaha dan / atau kegiatan yang wajib AMDAL.

AMDAL merupakan satu paket dari proses untuk menerbitkan perizinan, sedangkan

Surat Keputusan Tata Usaha Negara tersebut bukan merupakan surat keputusan

tentang perizinan.

5. Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999,

jenis usaha dan / atau kegiatan yang wajib AMDAL sebagaimana dimaksud oleh

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 ditetapkan oleh Menteri

setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat menteri lain dan / atau

pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.

6. Menurut peraturan dasarnya, yang berwenang menetapkan suatu usaha dan / atau

kegiatan wajib AMDAL atau tidak, bukan ada pada TERGUGAT (Menteri Pertanian

15 Hasil persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara dengan materi gugatan SK Menteri Pertanian No.107/Kpts/KB.430/2/2001 Tentang Pelepasan Secara Terbatas Kapas Transgenik Bt DP 5690B Sebagai Varietas Unggul Dengan Nama NuCOTN 35B (Bollgard).

13

Page 14: KASUS KAPAS TRANSGENIK

RI), melainkan ada pada wewenang atributif menteri yang ditugasi mengelola

lingkungan hidup.

7. Meskipun menurut Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999,

kegiatan seperti dalam kasus a quo wajib AMDAL, namun ternyata berdasarkan

bukti tertulis yang diajukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa, terdapat

peraturan kebijaksanaan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup yang menyatakan

bahwa untuk kegiatan introduksi tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik,

tidak termasuk sebagai kegiatan yang wajib AMDAL (Daftar Lampiran Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-39/MenLH/08/1996 diperbaharui

dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2000).

8. Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2000,

persyaratan permintaan kepastian penetapan yang tertulis tidak dicantumkan,

sehingga ada atau tidaknya keraguan terhadap jenis usaha dan atau kegiatan yang

memerlukan AMDAL, maka secara normatif dalam kasus diatas, tergugat tidak perlu

lagi meminta kepastian kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang perlunya

AMDAL.

9. Dari bukti-bukti yang ada telah jelas diuraikan bahwa Menteri Pertanian RI

(tergugat) dalam menerbitkan surat keputusan tidak wajib AMDAL. Sedangkan yang

wajib AMDAL adalah pemrakarsa kegiatan. Memang menurut majelis hakim

dengan tidak adanya AMDAL pelepasan kapas transgenik tersebut berpotensi

menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Oleh karena Surat Keputusan Tata

Usaha Negara tersebut hanya berlaku untuk satu tahun, hasil uji coba tersebut dapat

dipergunakan sebagai parameter terhadap kegiatan berikutnya, dimana jika nantinya

kegiatan tersebut benar-benar berdampak terhadap lingkungan hidup yang penting

dan terukur serta merugikan maka berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat 3 PP No.27

tahun1999 dapat ditinjau kembali, dan baru diterbitkan AMDAL. Dengan demikian

bukti tertulis tersebut secara administratif tidak terkait dengan penerbitan Surat

Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi obyek gugatan dalam perkara ini. 16

16www.litbang.deptan.go.id. "Riset Transgenik Tetap Dilakukan ", (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Indonesian Agency for Agricultural Research and Development)), 9 Februari 2007. Diakses pada 8 Juni 2013.

14

Page 15: KASUS KAPAS TRANSGENIK

Oleh karena itu dapat disimpulkan kewajiban untuk AMDAL bagi tergugat tidak

dipersyaratkan dan surat Keputusan Tata Usaha Negara tersebut yang diterbitkan oleh

tergugat tidak bertentangan dengan ketentuan mengenai AMDAL.

Pelepasan harus didahului dengan AMDAL. Karena bagaimanapun juga, menurut

pasal-pasal yang telah dibahas sebelumnya, telah dinyatakan bahwa AMDAL adalah

salah satu syarat dari perizinan. Akan tetapi, bila dikaitkan dengan kasus ini, pemerintah

bukanlah pihak yang diwajibkan AMDAL. Karena sesuai dengan pasal 1 ayat (7), pasal

17 dan pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, yang diwajibkan membuat

AMDAL adalah pemrakarsa/pemilik usaha, yang dalam hal ini adalah PT. Monagro

Kimia. Oleh karena itu, gugatan yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Pengembangan

Hukum Lingkungan Indonesia kepada Menteri Pertanian salah alamat, karena AMDAL

bukanlah kewajiban dari pemerintah melainkan pemilik usaha.

3. Aliran filsafat hukum dikaitkan dengan kepemilikan sumber daya hayati

Properti adalah suatu konsep tentang sejumlah hak dalam kaitannya dengan orang

lain. Properti berkaitan dengan hak untuk memiliki, menggunakan dan memberikan

bahkan membuang suatu objek baik yang bersifat benda (tangible) maupun yang

takbenda (intangible). Hak atas properti tersebut terus berkembang mengikuti kemajuan

zaman dan tingkat kemajuan negara yang mengaturnya. Masyarakat mengembangkan

hukum untuk membatasi dan sekaligus memberi kebebasan untuk menggunakan dan

mengenyampingkan orang lain atas suatu properti.17

Klasifikasi Properti Nancy K. Kubasek (1996), membedakan properti tersebut menjadi

tiga tipe yakni:

1. real properti yakni hak atas benda tidak bergerak seperti hak atas tanah dan bangunan;

2. personal properti yaitu hak atas kekayaan personal baik yang berwujud seperti hak

atas mobil, perabot dan sebagainya maupun yang tidak berwujud seperti rekening

bank, saham dan polis asuransi. Karena ia tidak berwujud maka harus dibuktikan

secara tertulis;

17 Zainul Daulay, Pengetahuan Tradisional: Konsep, Kerangka Teori dan Dasar Hukum, Rajawali, 2011.

15

Page 16: KASUS KAPAS TRANSGENIK

3. intellectual properti yakni suatu hak yang timbul karena hasil kerja mental yang

dikenal dengan “mental product”. Pemanfaatan atas benda yang merupakan hak milik

diatur dalam Pasal 570 KUH Perdata. 18

Dalam menelaah aliran kepemilikan sumber daya hayati dalam filsafat hukum

maka terlebih dahulu harus dipahami mengenai kriteria kepemilikan dalam filsafat

hukum yaitu sebagai berikut:

1. Jastifikasi Normatif (Normative Justification), John Lock (1689)

a. Dalam keadaan alamiah, semua yang ada di alam ini adalah milik bersama karena

merupakan karunia dari tuhan. Tuhan menciptakannya untuk umat manusia akan

tetapi hal itu tidak bisa dinikamati dalam keadaan alamiah. Seseorang harus

mengkonversinya menjadi privat properti (private property) dengan menggunakan

tenaga, daya dan upaya.

b. Dengan menggunakan normatif interpretasi (normative interpretation), teori ini

menegaskan bahwa “labor should be rewarded”.

c. Dengan kata lain, setiap usaha, daya dan upaya yang dilakukan seseorang harus

diberikan “tegen prestatie” atau imbalan, yakni dalam bentuk properti (property).

d. Ajaran Lock ini dikenal dengan “labor theory”.

2. Korelasi dan Oposisi (correlation and opposition), W.N.Hohfeld (1919)

a. Berdasarkan teori ini yang disebut juga dengan “the bundle of right analisys”,

“properti” adalah sekumpulan hak yang ada di antara para person berkenaan

dengan “sesuatu” (a thing).

b. Kata “hak” disini dimaknai Hohfeld sebagai modalitas normatif (normative

modalities) yang mempunyai korelasi dengan modalitas pasangan terbalik

(counterpart modalities) yang dilakukan person lainnya.

18 Nancy K. Kubasek (1996), disadur dari Zainul Daulay, Pengetahuan Tradisional: Konsep, Kerangka Teori dan Dasar Hukum, Rajawali, 2011.

16

Page 17: KASUS KAPAS TRANSGENIK

3. Garis Batas Privat Properti (the Boundries of Private Property) oleh M.A. Heller

(1998)

a. Privat properti berada diantara dua zona kepemilikan, commons dan

anticommons. Garis pembatas antara masing-masing zona ditandai dengan

modalitas normatif yang berlaku pada masing-masing zona.

b. Common properti adalah suatu sumber daya (a resource) yang di dalamnya

melekat modalitas normatif tertentu yaitu:

semua orang punya hak kebebasan untuk menggunakannya;

tidak seorangpun punya kewenangan normatif mengenyampingkan (to

exclude) orang lain menggunakannya;

tidak seorang pun punya kewajiban untuk menahan diri agar tidak

mengeksploitasinya.

c. Anticommon properti adalah kebalikan dari common properti yaitu “as a mirror

image of commons property” yang di dalamnya melekat modalitas normatif,

setiap orang punya kekuasaan normatif mengenyampingkan orang lain;

tidak seorangpun punya hak kebebasan menggunakan tanpa izin dari yang

lain.

d. Privat properti adalah diantara keduanya, pemegang hak

punya kebebasan menggunakan sumber daya yang dimilikinya, dan sekaligus

Punya kewenangan mengenyampingkan orang lain dalam pemanfaatan

sumber daya . 19

BAB III

19 Ibid, The Boundries of Private Property oleh M.A. Heller (1998)

17

Page 18: KASUS KAPAS TRANSGENIK

PENUTUP

Statement Penulis

Di akhir penulisan makalah ini penulis menyampaikan statement mengenai aliran

filsafat hukum dalam kepemilikan sumber daya hayati studi terhadap kasus kapas

transgenik. Penulis menggunakan dua teori dalam filsafat hukum yaitu consequential

teori dan deontological teori, yang pemaparannya sebagai berikut :

Consequential theory

• Para pihak dalam kasus kapas transgenik yaitu pihak perusahaan, menteri pertanian

dan masyarakat dalam teori ini dinilai baik atau buruknya tindakan secara etis

tergantung pada apakah mereka telah mencapai hasil yang mereka inginkan ( akibat).

• Tindakan tersebut dinilai baik apabila hasil yang diinginkan dapat dirasionalisasikan

dan dinilai salah jika tidak

• Dalam kenyataan bahwa hasil yang diinginkan tidak sesuai dengan harapan

masyarakat dan yang disalahkan adalah menteri pertanian namun dalam putusan

hukum yang bertanggung jawab adalah pihak perusahaan.

• Secara umum, aliran ini menilai bahwa seluruh tingkah laku dalam rekayasa kapas

transgenik tergantung pada apakah hal tersebut memberikan kesenangan atau

kebahagiaan (happiness) pada masyarakat.

• Penilaian etik dilakukan setelah menambahkan resiko (ketidaksenangan) dan laba

(kesenangan) yang dinikmati masyarakat dari hasil suatu tindakan.

Menurut consequential teori bahwa seluruh kepemilikan sumber daya hayati adalah

common property jadi setiap orang bebas menggunakan sumber daya hayati tersebut dan

bukan hanya menjadi monopoli pihak perusahaan yang hanya mencari keuntungan.

Tetapi harus ada sinergi antara perusahaan, Negara, dan masyarakat dalam pengelolaan

sumber daya hayati untuk kemanfaatan dan kelangsungan hidup umat manusia baik

sekarang maupun di masa yang akan datang.

Deontological Theory.

18

Page 19: KASUS KAPAS TRANSGENIK

Deontology berasal dari bahasa yunani yang berarti ” tugas”. Deontological

Theory disebut juga dengan Unconsequential Theory. Teori ini beranggapan bahwa

penilai etis yaitu baik atau buruknya suatu tindakan; tidak memperhitungkan “akibat”.

Deontology mutlak menilai suatu tindakan secara etis, baik atau buruk adalah

berdasarkan prinsip moral yang berasal dari budi manusia.

Pemahaman aliran filsafat hukum dalam kepemilikan sumber daya hayati studi

terhadap kasus kapas transgenik menganggap seorang melakukan suatu tindakan karena

ia menyetujui tindakan-tindakan tersebut menjadi standar universal. Bahwa masyarakat

menyetujui penanaman kapas transgenik di Sulawesi Selatan karena hal itu adalah

kewajaran yang bersifat umum tanpa memperhitungkan dampaknya. Yang bertanggung

jawab adalah Negara dan pihak perusahaan yang harus mengantisipasi akan dampak dari

hal tersebut bukan hanya sekadar mengeluarkan ijin dan memengkan tender. Walaupun

setiap orang adalah rational dengan keinginan yang bebas, seseorang boleh

memperlakukan sesuatu kepada orang lain sepanjang sesaui dengan nilai-nilai instrinsik

yang mereka miliki, tidak hanya berdasarkan tujuan akhir.

Namun alasan etis berarti memiliki prinsip universal dan prinsip setara bagi

semua orang karena baik buruknya tindakan tergantung pada apakah mereka

berkontribusi dalam meningkatkan kapasitas manusia yang sudah melekat seperti

kepintaran, kebijaksanaan, dan pertahanan diri.

Dalam hal ini dituntut kepintaran pihak perusahaan dalam menemuka dan

mengembangkan suatu penemuan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dengan

terlebih dahulu memikirkan dampaknya. Kebijaksanaan penguasa pemerintahan dalam

mengeluarkan ijin bagi perusahaan yang akan melakukan aktivitas di tengah masyarakat

untuk dapat dengan hati-hati menilai dan mengontrol langsung kebijaksanaan tersebut.

Pertahanan diri oleh mayarakat dalam mengahadapi permasalahan yang terkait dengan

sesuatu yang baru terkait dengan perkembangan zaman dan teknologi, serta ilmu

pengetahuan khususnya dengan kapas transgenik, masyarakat diharapkan bisa beradaptas

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: KASUS KAPAS TRANSGENIK

Abdul Halim Barkatullah, Teguh Prasetyo, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum:Pemikiran Menuju Masyarakat Yang Berkeadilan Dan Bermatabat , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012

Amiruddin Syam. "Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Kapas Transgenik di sulawesi Selatan ", (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian), 21 Januari 2010.

Antonius Suwanto. "Tanaman Transgenik: Bagaimana Kita Menyikapinya ? ", (BB-Biogen Bogor).

Deborah B. Whitman. "Genetically Modified Foods: Harmful or Helpful? ", (CSA Discovery Guides), 1 April 2000.

Department of Soil and Crop Sciences at Colorado State University. "What Are Transgenic Plants? ", 11 Maret 2004.

Departemen Teknologi Informasi Koran Jakarta. "Transgenik yang Menimbulkan Kontroversi ", 23 Januari 2010.

Elisa Ferrante, David Simpson (Juni 2001). "A Review of the Progression of Transgenic Plants Used to Produce Plantibodies For Human Usage". Biological & Biomedical Sciences 4.

FG Winarno, Agustinah W (2007). Pengantar Bioteknologi. MBRIO Press. ISBN 979-3098-58-9.Hal.131-139;182

Hermas Effendi Prabowo. "Kebijakan Transgenik Berstandar Ganda ", (KOMPAS.com), 18 Mei 2010.

Heru Triyono. "Produk Transgenik di Tengah Publik ", (TEMPOinteraktif), 20 Agustus 2009.

Richardus Widodo. "Kontroversi Pangan Rekayasa Genetik ", (Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya), 23 April 2008.

Siswono. "Diskusi tentang Pangan Transgenik Berlanjut Terus ", 9 Februari 2004. Diakses pada 8 Juni 2013.

www.beritabumi.or.id. "Kronologis Komersialisasi Kapas Transgenik Bt di Indonesia ", (KONPHALINDO), 13 Januari 2008.

www.litbang.deptan.go.id. "Riset Transgenik Tetap Dilakukan ", (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Indonesian Agency for Agricultural Research and Development)), 9 Februari 2007.

20