karbonisasi nano serat selulosa asetat dari kapas … · adalah tanaman kapas. tanaman kapas atau...

51
KARBONISASI NANO SERAT SELULOSA ASETAT DARI KAPAS YANG DIBUAT DENGAN METODE ELECTROSPINNING AHMAD ZAKY NUGRAHA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: dinhtu

Post on 15-Mar-2019

253 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

KARBONISASI NANO SERAT SELULOSA ASETAT

DARI KAPAS YANG DIBUAT DENGAN METODE

ELECTROSPINNING

AHMAD ZAKY NUGRAHA

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karbonisasi Nano Serat

Selulosa Asetat dari Kapas yang dibuat dengan Metode Electrospinning adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Ahmad Zaky Nugraha

NIM G74100075

ABSTRAK

AHMAD ZAKY NUGRAHA. Karbonisasi Nano Serat Selulosa Asetat dari Kapas

yang dibuat dengan Metode Electrospinning. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN

MADDU dan GUSTAN PARI.

Kapas memiliki kadar selulosa sebesar 94%. Tingginya nilai selulosa pada

kapas membuat ekstraksi selulosa pada kapas akan lebih mudah. Salah satu

metode pembuatan nano serat yang dengan mudah diaplikasikan adalah teknik

electrospinning. Proses pembuatan nano serat selulosa asetat menggunakan

metode electrospinning dapat menghasilkan nano serat pada laju aliran 1 ml/jam

sedangkan pada laju aliran 1.75 ml/jam dan 2.5 m/jam membentuk nano sphere

berdasarkan hasil SEM. Berdasarkan hasil XRD sampel yang telah dikarbonisasi

terbentuk grafit terlihat dari puncak tertinggi pada 2θ yaitu 26.2o yang merupakan

puncak khas Graphite Carbon berdasarkan data JCPDS pattern No. 41-1487.

Hasil EDX memperlihatkan bahwa pada sampel yang telah dikarbonisasi

mengandung 90.1% karbon dan 9.9% oksigen. Sebelum dikarbonisasi selulosa

mengandung 47.49% Karbon, 48.40 % Oksigen dan 4.11% emas yang

merupakan hasil dari coating untuk preparasi sampel untuk SEM. Sementara hasil

FTIR tidak terbaca karena hilangnya gugus fungsi yang membuat sampel yang

sebelumnya bersifat polar menjadi non polar. Berdasarkan hasil LCRmeter sampel

yang telah karbonisasi merupakan konduktor yang baik.

Kata kunci: electrospinning, FTIR, grafit, kapas, XRD

ABSTRACT

AHMAD ZAKY NUGRAHA. Carbonization of Nano Fiber Cellulose Acetate

from The Cotton Made with Electrospinning Method. Supervised by

AKHIRUDDIN MADDU dan GUSTAN PARI.

Cellulose content of cotton is 94%. The high value cellulose content of

cotton makes the extraction cellulose in cotton will be easier. One method to

making nano fiber that is electrospinning technique. Electrospinning method can

produce nano fibers at a flow rate 1 ml/h, but at flow rate 1.75 ml/h and 2.5 ml/h

produce nano spheres based on images of SEM. After carbonized of sample

graphite formed, based on XRD data visible from the highest peak in the 2θ is

26.2o which is the typical peak of Graphite Carbon based on the data pattern

JCPDS No. 41-1487. EDX results showed that the carbonized result containing

90.10% carbon and 9.9% oxygen. Previously cellulose containing 47.49%

Carbon, 48.40% Oxygen and 4.11% gold which was the result of the coating for

sample preparation for SEM. While the FTIR results are unreadable due to

carbonization change in the sample which makes the previous sample is polar to

non-polar. Based on the results generated LCRmeter sample after carbonized is a

good conductor.

Keywords: cotton, electrospinning, FTIR, graphite, XRD

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Fisika

KARBONISASI NANO SERAT SELULOSA ASETAT

DARI KAPAS YANG DIBUAT DENGAN METODE

ELECTROSPINNING

AHMAD ZAKY NUGRAHA

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Karbonisasi Nano Serat Selulosa Asetat dari Kapas yang Dibuat

Dengan Metode Electrospinning

Nama : Ahmad Zaky Nugraha

NIM : G74100075

Disetujui oleh

Dr Akhiruddin Maddu, MSi

Pembimbing I

Prof (R) Dr Gustan Pari

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Akhiruddin Maddu, MSi

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan

karunia yang telah diberikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada

Rasulullah SAW, tauladan yang telah membawa kita menuju zaman yang terang

benderang. Atas rahmat-Nya pula sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dengan judul. “Karbonisasi Nano Serat Selulosa Asetat dari Kapas yang

dibuat dengan Metode Electrospinning” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini,

diantaranya:

1. Kedua orang tua, Abdurahman dan Ita Puspitawati, kedua adik Restu

Habiburahman dan Alfi Himayatul Istiqlal serta semua keluarga besar

yang selalu memberikan do’a, nasehat, semangat dan motivasi kepada

penulis.

2. Dosen pembimbing skripsi Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si dan

Prof (R). Dr. Gustan Pari yang telah memberikan ide, saran, dan

bimbingan selama penelitian.

3. Ibu Dr. Siti Nikmatin dan Bapak Dr. Irzaman, M.Si selaku penguji untuk

bimbingan, kritik dan saran yang diberikan.

4. Bapak M. N. Indro, M.Sc selaku editor yang telah memberikan masukan

dan perbaikan skripsi penulis.

5. Seluruh Staff Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil

Hutan terutama para laboran di Laboratorium Terpadu yang telah

membantu selama masa penelitian. 6. Seluruh dosen dan staff Departemen Fisika IPB, yang telah banyak

membantu selama masa perkuliahan,

7. Teman-teman Fisika 47 yang selalu memberikan semangat dan

motivasi kepada penulis.

Selanjutnya, Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam

penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

Ahmad Zaky Nugraha

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

METODE 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Selulosa Asetat dari Kapas 6

Nano Serat Selulosa Asetat 9

Hasil Deasetilasi 11

Hasil Karbonisasi 14

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 21

RIWAYAT HIDUP 39

DAFTAR TABEL

1 Gugus Fungsi pada Spektra FTIR Selulosa Asetat Pabrik dan

Selulosa Asetat 9 2 Gugus Fungsi pada Spektra FTIR Selulosa Asetat dan Hasil

Deasetilasi 13 3 Gugus Fungsi pada Spektra FTIR Sampel Selulosa Asetat Pabrik,

Selulosa Asetat, Nano Selulosa, Hasil Karbonisasi 16

DAFTAR GAMBAR

1 (a) Proses Elektrospinning (b) Penarikan larutan pada Electrospinning 1 2 Foto (a) Wadah Sampel Pembakaran dan Kertas Karbon (b) Wadah

Sampel Pembakaran Setelah Dirangkai (c) Tabung Tempat Wadah

Sampel Karbonisasi 4 3 Foto (a) Tabung Sampel untuk Uji LCRmeter (b) Proses Pengujian

dengan LCRmeter (c) Layar Monitor Ketika Pengujian dengan

LCRmeter 5 4 Foto (a) Selulosa Buatan Berwarna Putih (b) Selulosa Pabrik Sigma

Aldrich 6 5 Pola XRD (a) Selulosa Asetat (b) Selulosa Asetat Pabrik Sigma

Aldrich 7 6 Spektra FTIR (a) Selulosa Asetat (b) Selulosa Asetat Pabrik Sigma

Aldrich 8 7 Mikrograf SEM (a) 1 ml/jam dengan Perbesaran 10000 kali (b) 1.75

ml/jam dengan Perbesaran 5000 kali (c) 2.5 ml/jam dengan

Perbesaran 5000 kali 11

8 Foto Endapan Selulosa Asetat Setelah 24 jam Perendaman 11

9 Pola XRD Hasil Deasetilasi Nano Selulosa Asetat 12

10 Spektra FTIR Hasil Deasetilasi Nano Selulosa Asetat 13

11 Mikrograf SEM Hasil Deasetilasi Nano Selulosa Asetat Perbesaran

2500 kali 13

12 Foto (a) Wadah Pembakaran Sebelum Karbonisasi (b) Wadah

Pembakaran Setelah Karbonisasi 14

13 Pola XRD Hasil Karbonisasi Selulosa Asetat 15

14 Spektra FTIR Hasil Karbonisasi Selulosa Asetat 16

15 Mikrograf SEM Hasil Karbonisasi Selulosa Asetat (a) Perbesaran

2500 kali (b) Perbesaran 7500 kali 17

16 Sifat Listrik Hasil Karbonisasi Selulosa Asetat (a) Impedansi (b)

Konduktansi 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram Alir Penelitian 21

2 Diagram Alir Pembuatan Selulosa Asetat 22 3 Tabel Kelarutan 23 4 Database JCPDS dan Perhitungan Parameter Kisi 23 5 Hasil Pengukuran SEM 30

6 Hasil EDX 33 7 Hasil Perhitungan Konstanta Pegas 34 8 Dokumentasi Penelitian 38

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara dengan sumber daya alam yang melimpah.

Salah satu sumber daya alam Indonesia adalah sumber bahan baku selulosa.

Selulosa merupakan komponen struktural utama dari tumbuhan dan tidak dapat

dicerna oleh manusia. Selulosa yang berasal dari tumbuh-tumbuhan hampir

mencapai 50%, karena selulosa merupakan unsur struktural dan komponen utama

bagian yang terpenting dari dinding sel tumbuh-tumbuhan. Sumber selulosa dapat

ditemukan dalam berbagai macam tanaman yang ada di Indonesia, diantaranya

adalah tanaman kapas. Tanaman kapas atau Gossypium sp adalah tanaman dengan

serat halus yang menyelubungi biji. Tanaman kapas ini banyak tumbuh di

Indonesia yang memiliki iklim tropis. Potensi tanaman kapas Indonesia saat ini

diantaranya berada di daerah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.1

Kapas memiliki kadar selulosa sebesar 94%.2 Dengan kadar selulosa yang

sangat tinggi membuat kapas sangat potensial untuk dijadikan sumber selulosa.

Tingginya nilai selulosa pada kapas membuat pengambilan selulosa pada kapas

akan lebih mudah. Selulosa dapat diaplikasikan sebagai bahan baku pembuatan

nano serat. Salah satu metode pembuatan nano serat yang mudah diaplikasikan

adalah electrospinning.3 Pada Gambar 1 (a) dapat dilihat mekanisme pembuatan

nano serat dengan metode electrospinning. Larutan polimer didorong dengan

pompa syringe dan diberi tegangan listrik tinggi sehingga membentuk butir/tetes

larutan pada ujung kapiler spineret.4 Butir/tetes larutan polimer yang telah

terinduksi muatan listrik tersebut dibawah pengaruh medan listrik akan meloncat

atau bergerak ke arah kolektor seperti sebuah benang namun dengan ukuran nano.

Hal ini dikarenakan larutan polimer memiliki muatan berlawanan dengan kolektor.

Pada saat proses perpindahan larutan disertai proses penguapan pelarut polimer

sehingga yang tertinggal pada plat kolektor hanya serat polimernya saja.4 Gambar

1 (b) merupakan kerucut taylor pada ujung spinneret saat penarikan larutan dalam

proses electrospinning. Adanya kerucut taylor merupakan salah satu indikasi

terbentuknya nano serat.4

(a) (b)

Gambar 1. (a) Proses Elektrospinning.5 (b) Penarikan larutan pada Electrospinning.5

2

Selulosa asetat sangat diperlukan dalam proses pembentukan nano serat

dalam bentuk larutan pada proses electrospinning.3 Selulosa asetat adalah bahan

kristal termoplastik yang keras dan mudah diproses dengan sifat sangat jernih dan

kaku. Selulosa asetat termasuk ester organik selulosa yang berupa padatan tidak

berbau, tidak beracun, tidak berasa dan berwarna putih.4 Selulosa asetat dibuat

dengan mereaksikan selulosa dengan asam asetat anhidrid dan asam sulfat sebagai

katalis.6 Sehingga selulosa yang ada sebelumnya dirubah terlebih dahulu menjadi

selulosa asetat untuk proses electrospinning agar nano serat dapat terbentuk lebih

mudah.

Nano serat dari selulosa asetat dapat diaplikasikan pada berbagai bidang

kehidupan. Namun dengan proses pembakaran atau karbonisasi nano serat

selulosa akan memiliki nilai tambah lebih. Karbon yang berasal dari selulosa

dapat dapat dijadikan bahan komposit dapat juga dirubah menjadi bahan pembuat

elektronik. Nano serat dari selulosa yang telah dikarbonisasi diharapkan memiliki

kelebihan dalam nilai mekaniknya yang sangat luar biasa serta sifat listrik yang

sangat baik.3 Nano sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah ilmu yang

berhubungan dengan benda-benda dengan ukuran 1 hingga 100 nm, memiliki sifat

yang berbeda dari bahan asalnya dan memiliki kemampuan untuk mengontrol atau

memanipulasi dalam skala atom.6 Alasan utama dari popularitas nanoteknologi

adalah bahwa pengurangan dimensi bahan untuk ukuran nano mengarah ke sifat-

sifat yang baru. Penemuan sifat-sifat yang baru inilah yang perlu diteliti agar

dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana merubah kapas menjadi nano serat selulosa asetat?

2. Apa pengaruh laju aliran electrospinning terhadap nano serat selulosa

asetat yang dihasilkan?

3. Apa pengaruh karbonisasi terhadap nano serat selulosa asetat?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan

selulosa yang berasal dari kapas menjadi nano serat selulosa asetat dengan variasi

kecepatan aliran pada saat electrospinning serta pengaruh karbonisasi pada nano

serat selulosa asetat yang telah dihasilkan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan nano serat selulosa

asetat dari kapas serta mengetahui perubahan nano serat selulosa asetat setelah

dikarbonisasi.

3

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang fisika material khususnya

karbonisasi nano serat selulosa asetat yang berasal dari selulosa kapas. Sintesis

nano serat selulosa asetat yang berasal dari selulosa kapas terdiri dari beberapa

tahap. 1) Pemurnian selulosa kapas; 2) Pembuatan selulosa asetat; 3) Pembuatan

nano serat selulosa asetat dengan metode electrospinning; 4) Deasetilasi nano

serat selulosa asetat; 5) Karbonisasi hasil deasetilasi 6) Karakterisasi

menggunakan XRD, FTIR, SEM, EDX, dan LCR meter.

METODE

Bahan

Kapas, Alkohol, Benzena, Asetat Glasial, Asetat Anhidrid, Sulfat Pekat,

Selulosa Asetat Pabrik merk Sigma Aldrich, aquadest, Dimetil Acetamide

(DMAc), Aseton.

Alat

Tabung Erlemenyer, Gelas Ukur, Gelas Piala, Saringan Vakum, Kertas

Saring, Stirrer Magnetic, Soxhlet, Pemanas Air, Syringe, Pembangkit Tegangan 6

kV, Alumunium, Kabel Listrik, Pompa Syringe, Furnace, Kertas Karbon, Tabung

Pembakaran.

Prosedur Penelitian

Pemurnian Selulosa

Awal dari pembuatan nano selulosa asetat adalah persiapan selulosa yang

berasal dari kapas. Kapas direbus di dalam air panas selama 3 jam. Setelah itu

kapas dibersihkan di dalam soxhlet selama 6 jam dalam larutan alkohol benzen

dengan perbandingan 1 : 2. Kapas yang telah dibersihkan selanjutnya dikeringkan

di dalam oven. Pada tahap pemurnian selulosa merupakan pembersihan kapas dari

berbagai kotoran sehingga kemurnian selulosa semakin tinggi.

Pembuatan Selulosa Asetat

Siapkan 2 gram selulosa kering dari proses sebelumnya. Lalu selulosa

dicampur dengan 25 ml Asetat Glasial pada gelas elemeyer 250 ml. Lalu

campuran tersebut diaduk selama 1 jam pada suhu kamar. Setelah itu campuran

diaktivasi dengan 15 ml Asetat Anhidrid yang telah ditetesi 3 tetes asam sulfat.

Selulosa yang telah diaktivasi selanjutnya diaduk di dalam magnetic stirrer

selama 3 jam pada suhu 40 oC. Setelah itu selulosa diberi 25 ml asam asetat

glasial 25 ml dengan cara ditetesi. Setelah itu larutan disaring menggunakan

vakum dan dinetralkan dengan aquadest. Endapan yang tercipta lalu dikeringkan

dalam oven suhu 60 oC selama 24 jam. Endapan yang tercipta merupakan selulosa

asetat yang siap di proses pada langkah selanjutnya.

4

Pembuatan Nano Serat

Selulosa asetat sebanyak 1 gr selanjutnya dilarutkan di dalam 10 ml

dimetil acetamid (DMAc) dan aseton dengan perbandingan 1:2. Setelah itu larutan

dimasukan kedalam syringe 5 ml untuk ditembakan dalam pompa. Ujung syringe

diberikan tegangan positif sedangkan kolektor diberi tegangan negatif. Setelah

tegangan diberikan proses pemompaan dapat berlangsung. Perbedaan perlakuan

dilakukan dengan perbedaan kecepatan aliran pada pemompaan syringe.

Kecepatan aliran yang digunakan sebesar 1 ml/jam, 1.75 ml/jam, dan 2.5 ml/jam.

Deasetilasi

Dalam proses deasetilasi selulosa asetat dirubah kembali menjadi selulosa

agar dapat diproses dengan baik pada saat karbonisasi. Nano serat yang terbentuk

pada alas kolektor akan didiamkan selama satu hari untuk menguapkan larutan

yang menempel. Setelah itu serat nano akan direndam pada larutan NaOH 0.1 M

dengan pelarut aquadest 100 ml selama 24 jam.

Karbonisasi

Serat nano yang telah dihasilkan dari proses deasetilasi selanjutnya

dimasukan ke dalam tabung khusus untuk pembakaran. Tabung khusus digunakan

untuk mencegah oksigen masuk pada saat proses pembakaran sehingga dapat

bereaksi dengan sampel membentuk CO2. Wadah sampel untuk pembakaran

sebelumnya telah dilapisi dengan kertas karbon agar tidak terjadi kontak langsung

antara sampel dengan tabung yang terbuat dari grafit yang dapat terlihat pada

Gambar 2 (a). Rangkaian wadah sampel untuk pembakaran pada Gambar 2 (a)

akan dirangkai menjadi tabung seperti pada Gambar 2 (b). Selanjutnya tabung

pada Gambar 2 (b) akan dimasukan kedalam tabung pada Gambar 2 (c) sehingga

sampel akan lebih terlindungi dari oksigen. Tabung pada Gambar 2 (c) dimasukan

ke dalam furnace untuk proses pembakaran. Pada saat pembakaran suhu

ditingkatkan dengan laju 5 °C/menit sampai 800 °C dan ditahan selama 2 jam.

Setelah itu tungku dimatikan, dan sampel yang tersisa dibiarkan di dalam furnace

hingga mencapai suhu kamar.

(a) (b) (c)

Gambar 2. Foto (a) Wadah Pembakaran dan Kertas Karbon (b) Wadah

Pembakaran Setelah Dirangkai (c) Tabung Tempat Wadah

Karbonisasi

5

Karakterisasi

Karakterisasi XRD dilakukan dengan tujuan untuk mengindentifikasi fasa,

parameter kisi, dan derajat kristalinitas yang terdapat dalam sampel. Sampel yang

diuji diberikan sinar-x pada sudut 2θ dari 10o hingga 80

o. Sampel dipadatkan dan

diratakan pada holder yang tersedia. Sampel dikarakterisasi menggunakan XRD

GBC EMMA yang diberikan arus 28 mA dan tegangan sebesar 35 kV dengan Cu

sebagai sumber sinar-x. Data yang diperoleh lalu dibandingkan dengan data Joint

Commite on Powder Diffraction Standards (JCPDS).

Karakterisasi FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsi

pada sampel. Sebanyak 2 mg sampel dicampur dengan 100 mg KBr untuk dibuat

pelet. Pemberian KBr digunakan untuk menghilangkan latar belakang pada

sepktra FTIR sehingga data yang diperoleh dapat terbaca dengan lebih baik.

Spektra FTIR yang dihasilkan akan memiliki rentang bilangan gelombang antara

4000-400 cm-1

.

Karakterisasi SEM-EDX dilakukan untuk mengetahui morfologi, ukuran

pori serta komposisi sampel. Untuk sampel yang tidak konduktif akan dilapisi

dengan emas. Proses pelapisan dengan emas dilakukan agar sampel yang tidak

memiliki sifat konduktif tidak terbakar ketika pengujian SEM berlangsung. Proses

selanjutnya, sampel akan diamati menggunakan SEM dengan tegangan tinggi dan

perbesaran ribuan kali. EDX merupakan karakterisasi material dengan menangkap

dan mengolah sinyal dari flouresensi sinar-x yang dikeluarkan oleh suatu volume

kecil dari permukaan sampel sehingga komposisi unsur dapat diketahui.

Sifat listrik yang akan diuji adalah impedansi dan konduktansi dengan

menggunakan LCRmeter. LCRmeter adalah suatu instrumen fisika yang dapat

mengetahui sifat listrik suatu bahan. Sampel dimasukan kedalam suatu tabung

yang dapat dilihat pada Gambar 3 (a). Hal ini dikarenakan sampel yang berbentuk

bubuk sehingga perlu dimasukan pada tabung agar hasil pengukuran maksimal

untuk pengukuran sifat listrik. Tabung sampel lalu dihubungkan dengan

LCRmeter yang dapat dilihat pada gambar 3 (b). Proses pengukuran LCRmeter

serta data yang diperoleh dapat dilihat dilihat melalui layar monitor yang telah

dihubungkan dengan LCRmeter yang dapat dilihat pada Gambar 3 (c). Pada saat

pengujian berlangsung LCRmeter diatur dengan arus konstan 0.5 mA, dengan

kecepatan lambat, dan tegangan limitnya dimatikan. Setelah program terbuka dan

sudah terhubung dengan LCR, lalu atur frekuensi dari 1 KHz hingga 1 MHz

dengan 100 titik pencatatan data. Kemudian penyimpanan dokumen akan

dilakukan berupa frekuensi dan sifat listrik.

(a) (b) (c)

Gambar 3. Foto (a) Tabung Sampel untuk Uji LCRmeter (b) Proses Pengujian

dengan LCRmeter (c) Layar Monitor Ketika Pengujian dengan

LCRmeter

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selulosa Asetat dari Kapas

Tahap awal dalam penelitian ini adalah membuat selulosa kapas menjadi

selulosa asetat. Selulosa kapas yang awalnya berbobot 2 gram berubah menjadi 3

gram ketika menjadi selulosa asetat. Hal ini dikarenakan adanya penambahan

gugus asetil sehingga bobot selulosa bertambah. Proses pembuatan selulosa asetat

mencakup tiga tahap penting yaitu tahap swelling (penggembungan), tahap

asetilasi dan tahap hidrolisis. Pada tahap swelling, aktivator yang digunakan

adalah asam asetat glasial.4 Swelling diperlukan agar reaksi esterifikasi dapat

berlangsung dengan baik karena akan menyebabkan penggembungan serat-serat

selulosa sehingga didapat permukaan selulosa yang luas untuk membantu

meningkatkan reaktivitas selulosa terhadap reaksi asetilasi.4 Dalam tahap asetilasi,

selulosa hasil swelling ditambahkan asetat anhidrida dan asam sulfat pekat yang

berfungsi sebagai katalis. 4

Proses asetilasi merupakan reaksi eksoterm, sehingga

suhu harus dijaga tetap rendah supaya tidak terjadi depolimerisasi rantai selulosa.4

Selanjutnya adalah proses hidrolisis, yaitu penetesan selulosa asetat dengan

aquadest setelah didiamkan di dalam suhu kamar selama 20 jam.

Pada penelitian kali ini telah diperoleh selulosa berwarna putih sesuai

dengan kriteria selulosa asetat. Terlihat dari Gambar 4 (a) selulosa asetat yang

berwarna putih. Selulosa asetat yang dibuat selanjutnya dibandingkan dengan

selulosa asetat komersial dengan merk Sigma Aldrich pada Gambar 4 (b). Terlihat

dari dari Gambar 4 (a) dan (b) selulosa asetat pabrik memiliki keunggulan butir

yang lebih halus dan merata.

Selanjutnya dilakukan uji XRD untuk mengetahui perbedaan antara

selulosa asetat yang telah dibuat serta selulosa asetat pabrik. Uji XRD dapat

memberikan informasi tentang parameter kisi, perkiraan ukuran kristal dan

perbandingan daerah kristalin dengan daerah amorf (derajat kristanilitas) dalam

sampel. Sampel dapat mengandung daerah kristalin yang secara acak bercampur

dengan daerah amorf. Hasil data XRD untuk sampel polimer yang memilki

kristalinitas tinggi menghasilkan puncak-puncak yang tajam sedangkan pada

sampel polimer amorf atau kristalinitas rendah cenderung menghasilkan puncak

yang melebar.4

(a) (b)

Gambar 4. Foto (a) Selulosa Buatan Berwarna Putih (b) Selulosa Pabrik

Sigma Aldrich

7

Hasil perbandingan pola XRD pada Gambar 5, kedua sampel memiliki

pola yang hampir sama. Hal ini dapat terlihat dari kemiripan puncak-puncak dan

fasa yang ada didalam kedua sampel tersebut. Dalam hal kristalinitas tidak ada

perbedaan yang besar antara selulosa asetat yang dibuat dengan selulosa asetat

pabrik. Kristalinitas selulosa asetat yang dibuat memiliki nilai sebesar 62.75% dan

selulosa asetat pabrik memiliki nilai sebesar 63.06%. Hal ini dikarenakan

kesamaan pola yang diperoleh dari kedua sampel yang diuji XRD sehingga nilai

kristalinitas antar kedua sampel tidak terpaut jauh. Hasil analisis data XRD

selulosa asetat terdapat puncak tertinggi pada 2θ yaitu 10.36o, 13.4

o, 17.3

o, 18.7

o,

dan 21.4o

yang terdapat dapat dilihat pada Gambar 5 (a). Berdasarkan data JCPDS

pattern No. 03-0021, puncak-puncak tersebut memiliki kemiripan dengan puncak

khas Triacetylcellulose. Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil analisis selulosa

asetat pabrik. Hasil analisis data XRD selulosa asetat pabrik pada Gambar 5 (b)

memiliki puncak tertinggi 2θ yaitu 10.58o, 13.26

o, 17.26

o, 18.62

o, dan 21.4

o yang

merupakan puncak khas Triacetylcellulose berdasarkan data JCPDS pattern No.

03-0021. Hal ini menandakan tidak ada perbedaan yang cukup besar antara

selulosa yang telah dibuat dengan selulosa asetat pabrik yang telah

dikomersialkan.

(a)

(b)

Gambar 5. Pola XRD (a) Selulosa Asetat (b) Selulosa Asetat Pabrik Sigma Aldrich

= Selulosa Asetat

= Selulosa Asetat

8

Umumnya uji FTIR (Fourier Transform Infra Red) digunakan untuk

mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa. Setiap serapan pada panjang

gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik. Ketika

suatu materi disinari dengan radiasi inframerah, maka akan terjadi suatu interaksi

diantaranya berupa penyerapan energi oleh atom-atom atau molekul-molekul dari

materi tersebut. Penyerapan energi radiasi inframerah menyebabkan peningkatan

amplitudo getaran atom-atom pada suatu molekul.7 Selanjutnya selulosa asetat

yang telah dibuat dan selulosa asetat pabrik diuji FTIR untuk mengetahui gugus

fungsi yang terdapat di dalam kedua sampel. Berdasarkan Gambar 6 dapat

diketahui tidak ada perbedaan spektra FTIR yang besar antara selulosa asetat yang

telah dibuat dengan selulosa asetat pabrik selain nilai transmitansi pada kedua

sampel. Dalam Tabel 1 dapat terlihat hasil data serapan bilangan gelombang FTIR

pada kedua sampel. Pada selulosa asetat yang dibuat pada Gambar 6 (a) memiliki

satu gugus fungsi yang tidak dimiliki oleh selulosa asetat pabrik pada Gambar 6

(b), dalam bilangan gelombang 1230 cm-1

yang merupakan gugus fungsi C-O-C.3

(a)

(b)

Gambar 6. Spektra FTIR (a) Selulosa Asetat (b) Selulosa Asetat Pabrik Sigma Aldrich

9

Tabel 1. Gugus Fungsi pada Spektra FTIR Selulosa Asetat

Pabrik dan Selulosa Asetat

Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm

-1)

SAP SA Literatur

O-H (Stretching) 3780 3622 3645-3600.9

O-H (Stretching) 3450 - 3570-2950.9

-CH3 (Stretching) 2947 2950 2970-2950.9

C-H (Stretching) 2885 - 2900-2880.9

C=C (Stretching) 2098 2300 2260-2100.10

C=O (Stretching) 1751 1755 1745.3

C=C (Stretching) 1627 1623 1680-1627.9

C-CH3 (Bending) 1396 1407 1395-1385.9

C-CH3 (Bending) 1373 1369 13753&1470-1430.

9

C-O-C - 1230 1235.3

C-H Aromatic (Bending) 1218 - 1225-950.9

C-H aroamtic (Bending) 1018 1022 1225-950.9

C-H aroamtic (Bending) 902 902 900-670.9

C-H Alkyne (Bending) 601 601 680-610.9

Keterangan : SAP = Selulosa Asetat Pabrik, SA = Selulosa Asetat

Nano Serat Selulosa Asetat

Selulosa asetat yang telah diperoleh selanjutnya diubah menjadi serat

dengan ukuran nano menggunakan metode electrospinning. Tegangan yang tinggi

memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan serat yang baik. Tegangan

yang tinggi akan menciptakan medan listrik yang kuat untuk menarik permukaan

larutan pada ujung spinneret saat proses pemintalan berlangsung sehingga kerucut

taylor akan tercipta. Laju aliran akan mempengaruhi keseragaman dan ukuran

serat. Laju aliran yang rendah akan menciptakan serat dengan diameter yang lebih

rendah dan keseragaman yang lebih merata. Laju aliran yang tinggi dapat

menciptakan kecacatan pada serat hal ini dikarenakan larutan tidak dapat

menguap sebelum mencapai collector. Hal yang sama berlaku pada variasi jarak

yang akan mempengaruhi bentuk dan diameter serat. Hal ini dikarenakan jarak

dapat mempengaruhi kondisi larutan selama penembakan. Semakin jauh jarak

maka akan membuat larutan semakin lama di udara sehingga mempengaruhi

keadaan serat yang sedang ditembakan.3

Sedangkan pada konsentrasi larutan berpengaruh pada proses penembakan

berlangsung. Pada konsentrasi lebih tinggi menyebabkan larutan sulit mengalir

dalam spinneret.4 Hal ini disebabkan aseton sebagai pelarut selulosa asetat

memiliki suhu penguapan yang sangat rendah.4 Sehingga ketika proses

electrospinning berlangsung, larutan yang seharusnya membentuk kerucut taylor

dan bergerak menuju kolektor membentuk nano serat justru mengalami

pengeringan dan tertinggal pada ujung spinneret sehingga kesulitan

mempertahankan aliran konstan dan menghambat keluarnya larutan dari

spinneret.4 Penggunaan aseton sebagai pelarut dikarenakan aseton memiliki

selisih kelarutan terendah dengan selulosa asetat dibandingkan dengan pelarut

selulosa asetat lainnya sehingga sangat baik digunakan.8 Namun aseton terlalu

10

mudah menguap, sehingga perlu ditambahkan DMAc yang merupakan salah satu

pelarut selulosa asetat dengan tingkat penguapan lebih rendah dibandingkan

dengan aseton. Menurut Bahmid jarak optimal untuk pembentukan nano serat pada

tegangan 6 kV adalah pada jarak 8 cm dengan konsentrasi 10%. Pada penelitian

ini dilakukan variasi terhadap laju aliran pada saat penembakan dengan variasi 1

ml/jam, 1.75 ml/jam, 2.5 ml/jam. Pada Gambar 7 dapat terlihat sampel yang membentuk serat hanya pada

sampel pertama yang menggunakan kecepatan 1 ml/jam. Pada Gambar 7 (a) dapat

terlihat ukuran serat yang terbentuk sekitar 97.91 nm dengan perbesaran 10000

kali. Sedangkan pada sampel dengan kecepatan 1.75 ml/jam dan 2.5 ml/jam pada

Gambar 7 (b) dan (c) tidak terbentuk serat namun terbentuk nano sphere dengan

ukuran 1710.64 nm dan 1003.13 nm. Berdasarkan mikrograf SEM, serat tidak

terlihat pada sampel Gambar 7 (b) dan 7 (c) dengan menggunakan perbesaran

5000 kali. Hal ini dapat terjadi diakibatkan pada kecepatan yang lebih tinggi

membuat laju aliran tidak kontinyu sehingga serat tidak terbentuk dan terbentuk

bola-bola. Hal ini membuktikan bahwa laju aliran yang lebih tinggi dapat

menciptakan kecacatan pada serat yang dikarenakan larutan tidak dapat menguap

sebelum mencapai collector. Pada tahap selanjutnya dilakukan perbanyakan

sampel dengan menggunakan kecepatan 1 ml/jam.

(a)

(b)

11

Hasil Deasetilasi

Tujuan deasetilasi adalah untuk menghilangkan gugus asetil sehingga

membuat selulosa asetat menjadi selulosa. Hal ini dikarenakan pembakaran

selulosa pada proses karbonisasi akan menghasilkan struktur yang yang lebih baik

dibandingkan dengan selulosa asetat.3 Setelah dilakukan perendaman selama 24

jam menggunakan NaOH dengan konsentrasi 0.1 M di dalam aquadest terjadi

pengurangan bobot selulosa yang tadinya 3.4 gram menjadi 2.2 gram. Hal ini

terlihat dari terlarutnya bagian dari selulosa asetat sementara bagian lainnya

mengendap. Pada tahap selanjutnya selulosa asetat disaring, dinetralkan dan

dikeringkan. Pada Gambar 8 dapat terlihat endapan selulosa asetat yang tersisa

serta warna cairan yang berwarna agak putih. Warna cairan yang berubah

merupakan bagian selulosa asetat yang terlarut dan menyebabkan pengurangan

bobot selulosa asetat.

(c)

Gambar 7. Mikrograf SEM (a) 1 ml/jam dengan Perbesaran 10000 kali (b)

1.75 ml/jam dengan Perbesaran 5000 kali (c) 2.5 ml/jam dengan

Perbesaran 5000 kali

Gambar 8. Foto Endapan Selulosa Asetat Setelah 24 jam Perendaman

12

Hasil analisis data XRD nano selulosa asetat hasil perendaman pada

Gambar 9 terdapat puncak pada 2θ yaitu 17.06o dan 20.12

o yang merupakan

puncak khas Cellulose berdasarkan data JCPDS pattern No. 03-0226. Nano

selulosa memiliki derajat kristalinitas sebesar 60.56%. Namun pada pola XRD

pada Gambar 9 juga masih terdapat puncak 2θ pada 10.68o, 13.3

o, dan 18.92

o

yang merupakan puncak khas untuk Triacetylcellulose berdasarkan data dari

JCPDS pattern No. 03-0021. Masih adanya puncak-puncak selulosa asetat di

dalam sampel menandakan proses deasetilasi selulosa asetat yang berlangsung

tidak sempurna.

Selain hasil analisis data XRD tidak sempurnanya proses deasetilasi dapat

dilihat dari spektra FTIR yang telah diperoleh. Pada Gambar 10 dapat terlihat

secara keseluruhan spektra FTIR hasil proses deasetilasi yang menggambarkan

gugus fungsi yang berada pada sampel setelah melalui proses deasetilasi. Pada

Tabel 2 dapat terlihat perubahan selulosa asetat hasil deasetilasi dibandingkan

dengan selulosa asetat sebelum proses deasetilasi. Secara keseluruhan gugus

fungsi yang dimiliki pada sampel hasil deasetilasi tidak memiliki perbedaan yang

besar dengan selulosa asetat sebelum proses deasetilasi. Perbedaan hasil pada

sampel yang telah mengalami proses deasetilasi pada Gambar 10 adalah nilai

transmitansi yang lebih rendah dibandingkan dengan selulosa asetat sebelum

proses deasetilasi. Hal ini dapat terlihat dari dalamnya lengkungan spektra FTIR

hasil deasetilasi pada Gambar 10 dibandingkan dengan spektra FTIR pada

Gambar 6 (a). Nilai transmitansi yang rendah disebabkan nilai absorbansi yang

lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada sampel hasil deasetilasi memiliki luas

permukaan yang lebih tinggi karena telah mengalami proses electrospinning yang

menghasilkan nano serat selulosa asetat sehingga lebih reaktif pada saat proses uji

FTIR. Masih adanya gugus C-CH3 pada Gambar 10 dan Tabel 2 yang merupakan

salah satu gugus khas selulosa asetat menandakan selulosa masih berbentuk

selulosa asetat.3

Gambar 9. Pola XRD Hasil Deasetilasi Nano Selulosa Asetat

= Selulosa

= Selulosa Asetat

13

Tabel 2. Gugus Fungsi pada Spektra Gelombang FTIR Selulosa Asetat dan Hasil Deasetilasi Nano Selulosa Asetat

Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm

-1)

SA HD Literatur

O-H (Stretching) 3622 3764 3645-3600.9

O-H (Stretching) - 3448 3570-2950.9

-CH3 (Stretching) 2950 2947 2970-2950.9

C=C (Stretching) 2300 2106 2260-2100.10

C=O (Stretching) 1755 1751 1745.3

C=C (Stretching) 1623 1635 1680-1627.9

C-CH3 (Bending) 1407 1396 1395-1385.9

C-CH3 (Bending) 1369 1373 13753&1470-1430.

9

C-O-C 1230 1234 1235.3

C-H aroamtic (Bending) 1022 1033 1225-950.9

C-H aroamtic (Bending) 902 902 900-670.9

C-H Alkyne (Bending) 601 601 680-610.9

Keterangan : SA = Selulosa Asetat, HD = Hasil Deasetilasi.

Berdasarkan mikrograf SEM pada Gambar 11 menunjukan tidak adanya

serat-serat yang ada pada sampel hasil deasetilasi. Hal ini dapat dimungkinkan

serat-serat yang menggumpal menjadi satu sehingga serat-serat yang sebelumnya

terlihat menjadi bersatu setelah proses pengendapan pada proses deasetilasi. Hal

ini dapat diketahui dari garis-garis kecil berbentuk seperti rekahan hasil

bersatunya serat-serat yang ada yang dapat terlihat pada Gambar 11. Pada Gambar

11 terlihat bentuk seperti lembaran dan adanya pori-pori bulat pada permukaan

sampel.

Gambar 10. Spektra FTIR Hasil Deasetilasi Nano Selulosa Asetat

14

Hasil Karbonisasi

Proses karbonisasi menggunakan suhu 800 oC dengan peningkatan suhu 5

oC/menit dengan waktu tahan 2 jam. Pada Gambar 12 (a) terlihat wadah sampel

sebelum proses karbonisasi yang melindungi sampel dari oksigen selama proses

karbonisasi. Dengan tidak adanya reaksi dengan oksigen sampel tidak akan

terbakar seluruhnya karena menjadi CO2. Hasil pembakaran dari 2 g selulosa

asetat hasil deasetilasi menghasilkan 0.18 g karbon. Pada Gambar 12 (b) terlihat

wadah sampel setelah karbonisasi yang terlihat terbuka. Tabung terbuka dapat

disebabkan letupan ketika proses karbonisasi. Proses letupan disebabkan selulosa

yang belum murni sehingga gugus asetil yang ada menguap dan menyebabkan

tabung terbuka. Hal inilah yang membuat hasil pembakaran begitu kecil karena

dapat membuat nano selulosa bereaksi dengan udara yang ada pada sampel.

Gambar 11. Mikrograf SEM Hasil Deasetalisasi Nano Selulosa Asetat

Perbesaran 2500 kali

(a) (b)

Gambar 12. Foto (a) Wadah Pembakaran Sebelum Karbonisasi (b) Wadah

Pembakaran Setelah Karbonisasi

15

Untuk mengetahui komposisi sampel dilakukan uji EDX (Energy

Dispersive X-Ray). EDX merupakan karakterisasi material dengan menangkap dan

mengolah sinyal dari flourosensi Sinar-X yang dikeluarkan oleh suatu volume kecil

dari permukaan sampel sehingga komposisi unsur dapat diketahui.12 Hasil EDX

memperlihatkan bahwa pada serat karbon yang diciptakan mengandung 90.10%

karbon dan 9.90% oksigen. Dimana sebelumnya ketika masih menjadi selulosa

mengandung 47.49% Karbon, 48.40% Oksigen dan 4.11% emas yang merupakan

hasil dari coating untuk preparasi sampel untuk SEM. Hal ini menunjukan

peningkatan presentasi karbon hampir setelah pembakaran dapat menghasilkan

nilai presentasi karbon yang sebelumnya hanya 47.49% menjadi 90.10%.

Sehingga pada proses karbonisasi telah berhasil karena telah membuat material

didominasi oleh karbon.

Hasil analisis XRD nano selulosa yang telah di karbonisasi pada Gambar

13 terlihat puncak tertinggi pada 2θ yaitu 26.2o yang merupakan puncak khas

Graphite Carbon berdasarkan data JCPDS pattern No. 41-1487. Graphite Carbon

sendiri memiliki struktur hexagonal dengan parameter kisi a = b = 2.34 Å

sedangkan c = 6.31 Å. Proses perhitungan parameter kisi berada pada lampiran

halaman 28. Derajat kristalinitas selulosa asetat adalah sebesar 68.56%. Hasil

XRD menunjukan adanya puncak Graphite Carbon yang dominan sedangkan

bagian sekitarnya tidak ada puncak lagi atau masih bersifat amorf. Hal ini menarik

karena grafit secara sintetis muncul pada pemanasan pada suhu tinggi atau

memakai doping untuk menurunkan suhu untuk pembuatan grafit. Sedangkan

pada penelitian kali ini suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi yaitu 800 oC dan

tidak menggunakan doping. Grafit adalah suatu modifikasi dari karbon dengan

sifat yang mirip logam (penghantar panas dan listrik yang baik). Di samping tidak

cukup padat, grafit tidak terdapat dalam jumlah banyak di alam. Oleh karena itu

untuk keperluan peralatan teknik serta pembuatan elektroda, grafit harus dibuat

secara sintetik. Pembuatan grafit alam atau grafit yang dibuat dari kokas

diperkecil ukurannya, dicampur dengan ter atau resin sintetik, kemudian

dipanaskan sehingga membentuk padatan (sintering). Pada proses tersebut, bahan-

bahan aditif terbakar menjadi arang. Pemanasan yang dilakukan sekali lagi sampai

temperatur 3000 °C yang akan menghasilkan lebih banyak grafit.11

Gambar 13. Pola XRD Hasil Karbonisasi Selulosa Asetat

= Graphite Carbon

16

Pembakaran pada suhu tinggi pada suhu 800 °C atau karbonisasi dapat

menghilangkan gugus-gugus kimia yang ada dan menyisakan karbon. Hal ini

dikarenakan karbonisasi merupakan proses perubahan material organik menjadi

material yang yang didominasi oleh karbon.3 Hasil pembacaan tidak maksimal

pada Gambar 14 dikarenakan sampel yang bersifat non polar. Hal ini dikarenakan

hilangnya gugus fungsi pada sampel sehingga merubah ikatan yang terdapat di

dalam sampel yang membuat sampel yang sebelumnya bersifat polar menjadi non

polar. Tabel 3 merupakan penjelasan serta perbandingan tentang gugus fungsi

pada setiap sampel yang di uji FTIR yaitu, selulosa asetat pabrik, selulosa asetat,

nano selulosa, hasil karbonisasi. Selain gugus fungsi dapat juga diketahui

konstanta pegas ikatan antar molekul sebagai salah satu parameter ketepatan

gugus fungsi hasil analisis FTIR. Contoh perhitungan konstanta pegas terdapat

pada lampiran 7.

Tabel 3. Gugus Fungsi pada Spektra FTIR Sampel Selulosa Asetat Pabrik,

Selulosa Asetat, Nano Selulosa, Hasil Karbonisasi

Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm

-1)

SAP SA NS HK Literatur (Sumber)

O-H (Stretching) 3780 3622 3764 3764 3645-3600.9

O-H (Stretching) 3450 - 3448 - 3570-2950.9

-CH3 (Stretching) 2947 2950 2947 - 2970-2950.9

C-H (Stretching) 2885 - - - 2900-2880.9

C=C (Stretching) 2098 2300 2106 2337 2260-2100.10

C=O (Stretching) 1751 1755 1751 - 1745.3

C=C (Stretching) 1627 1623 1635 1589 1680-1627.9

C-CH3 (Bending) 1396 1407 1396 - 1395-1385.9

C-CH3 (Bending) 1373 1369 1373 - 13753&1470-1430.

9

C-O-C - 1230 1234 - 1235.3

C-H Aromatic (Bending) 1218 - - - 1225-950.9

C-H aroamtic (Bending) 1018 1022 1033 - 1225-950.9

C-H aroamtic (Bending) 902 902 902 - 900-670.9

C-H Alkyne (Bending) 601 601 601 - 680-610.9

Keterangan :SAP = Selulosa Asetat Pabrik, SA = Selulosa Asetat, NS = Nano

Selulosa, HK=Hasil Karbonisasi

Gambar 14. Spektra FTIR Hasil Karbonisasi Selulosa Asetat

17

Mikrograf SEM hasil karbonisasi pada Gambar 15 yang tercipta

menunjukan permukaan yang tidak rata dan banyak pori-pori yang ada. Pori-pori

terlihat pada perbesaran 2500 kali pada Gambar 15 (a). Selanjutnya Gambar 15 (a)

kembali dilakukan perbesarab 7500 kali dibagian tengah yang terlihat pada

Gambar (b). Hal ini dimungkinkan karena menggumpalnya nano selulosa karena

proses deasetilasi seperti pada Gambar 11. Sehingga pada saat pembakaran serat-

erat tersebut kehilangan banyak bagiannya dan menyisakan pori-pori pada

permukaannya. Struktur pada grafit terpisah oleh layer-layer, dimana tiap layer

mengandung beberapa ikatan hexagonal. Dalam tiap layer terdapat klaster lokasi

kosongan yang berbentuk lubang, namun sangat sulit bagi atom asing untuk

memasuki lubang kosong diantara ikatan C tersebut, penyisipan hanya dapat

terjadi pada daerah kosong antar layer atau lapisan.11

Jarak antara layer pada

struktur grafit cukup besar, yaitu hingga 3.4 Å (0.34 nm).11

Dengan jarak antar

layer yang lebar ini menjadikan morfologi fisik dari grafit berongga atau berpori,

dengan keadaan ini memungkinkan penyisipan atomatom asing ke ruang kosong

antar lapisan tersebut, selain itu dengan jarak antar layer atau bidang basal yang

relatif besar maka gaya antar lapisannya lemah sekitar < 10 kJ/mol.11

Sehingga

hal ini sesuai dengan hasil SEM pada Gambar 15 untuk grafit yang dihasilkan.

(a)

(b)

Gambar 15. Mikrograf SEM Hasil Karbonisasi Selulosa Asetat (a)

Perbesaran 2500 kali (b) Perbesaran 7500 kali

18

Impedansi merupakan hambatan total pada rangkaian listrik ketika

diberikan arus bolak-balik.13

Dari data eksperimen pada Gambar 16 (a) diketahui

bahwa nilai impedansi dipengaruhi oleh frekuensi. Saat frekuensi rendah nilai

impedansi tinggi, namun ketika frekuensi semakin tinggi nilai impedansi pun

semakin tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan konduktansi. Dan dapat

terlihat pada grafik konduktansi pada Gambar 16 (b). Pada frekuensi tinggi nilai

konduktansi tinggi namun semakin tinggi nilai frekuensi maka nilai konduktansi

akan semakin kecil. Hal ini menandakan sampel yang dihasilkan berupa

konduktor yang baik. Pada konduktor yang buruk akan memiliki nilai hambatan

pada frekuensi rendah sangat besar. Sehingga menunjukkan bahwa sampel

memiliki sifat resistif yang besar pada frekuensi rendah, sehingga lebih insulator

atau kurang menghantar terutama pada frekuensi rendah tersebut. Nilai hambatan

listrik dari sampel mengalami penurunan ketika frekuensi meningkat. Peningkatan

frekuensi sinyal eksternal akan meningkatkan kecepatan perubahan pergerakan

muatan listrik dalam bahan. Jika frekuensi diperbesar, tingkat perubahan arah

dalam sirkuit eksternal akan menjadi besar atau cepat.14

Namun pada sampel yang

dihasilkan memiliki nilai hambatan yang besar di frekuensi rendah dan terus

meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi, yang menandakan pergerakan

muatan listrik yang terus berlanjut di dalam sampel yang dihasilkan. Sifat

konduktansi yang tinggi pada frekuensi menandakan adanya penurunan

pergerakan muatan yang dikarenakan kejenuhan yang dikarenakan terlalu

banyaknya muatan karena frekuensi yang semakin meningkat.

(a)

(b)

Gambar 16. Sifat Listrik Hasil Karbonisasi Selulosa Asetat

(a) Impedansi (b) Konduktansi

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Proses pembuatan nano serat menggunakan metode electrospinning dapat

menghasilkan nano serat pada laju aliran 1 ml/jam sedangkan pada laju aliran 1.75

ml/jam dan 2.5 m/jam membentuk nano sphere berdasarkan hasil SEM.

Berdasarkan hasil analisis data XRD sampel yang telah dikarbonisasi terbentuk

grafit terlihat dari puncak tertinggi pada 2θ yaitu 26.2o yang merupakan puncak

khas Graphite Carbon berdasarkan data JCPDS pattern No. 41-1487. Hal ini

dikarenakan pemurnian selulosa yang tidak sempurna ketika proses deasetilasi.

Ketidaksempurnaan proses deasetilasi terlihat dari xrd dan ftir selulosa asetat yang

telah direndam NaOH. Berdasarkan hasil analisis data XRD selulosa asetat

terdapat puncak tertinggi pada 2θ yaitu 17.06o dan 20.12

o yang merupakan puncak

khas Cellulose berdasarkan data JCPDS pattern No. 03-0226. Namun pada hasil

XRD dapat terlihat masih adanya puncak 2θ pada 10.68o, 13.3

o, dan 18.92

o yang

merupakan puncak khas untuk Triacetylcellulose berdasarkan data dari JCPDS

pattern No. 03-0021. Hal ini menandakan pencucian yang tidak bersih sehingga

masih adanya puncak-puncak selulosa asetat di dalam sampel. Berdasarkan uji

FTIR secara keseluruhan gugus fungsi yang berada di dalam sampel yang telah

direndam tidak berbeda dengan selulosa asetat. Sehingga menandakan proses

deasetilasi yang tidak sempurna. Tidak sempurnanya proses pembakaran yang

membuat memungkinkan letupan ketika proses karbonisasi hasil dari penguapan

gugus pada selulosa asetat.

Berdasarkan mikrograf SEM dari sampel hasil deasetilasi memperlihatkan

hilangnya nano serat yang ada akibat penggumpalan sehingga ketika karbonisasi

serat sudah tidak terlihat. Hasil SEM sampel yang telah dikarbonisasi sesuai

dengan grafit karena berbentuk layer dan memiliki banyak pori. Karbonisasi

karbon pada shu tinggi membuat tingginya presentase karbon yang ada. Hasil

EDS memperlihatkan bahwa pada serat karbon yang diciptakan mengandung

90.10% karbon dan 9.90% oksigen. Dimana sebelumnya ketika masih menjadi

selulosa mengandung 47.49% Karbon, 48.40 % Oksigen dan 4.11% emas yang

merupakan hasil dari coating untuk preparasi sampel untuk SEM. Sementara hasil

FTIR tidak terbaca karena hilangnya gugus fungsi pada sampel sehingga merubah

banyak ikatan yang terdapat di dalam sampel yang membuat sampel yang

sebelumnya bersifat polar menjadi non polar. Berdasarkan hasil LCRmeter sampel

yang dihasilkan setelah karbonisasi merupakan konduktor yang baik. Dikarenakan

rendahnya tingkat resistansi pada frekuensi rendah dan tingginya konduktifitas

pada frekuensi tinggi.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan variasi pada

jenis pelarut dan waktu yang digunakan pada proses deasetilasi. Agar nano serat

tidak menggumpal pada proses deasetilasi. Variasi variabel tegangan, konsentrasi

dan jarak pada saat proses electrospinning juga perlu dilakukan untuk

memperoleh nano serat yang lebih seragam ukurannya.

20

DAFTAR PUSTAKA

1 Erlangga PB, Tafdhila I, Mahfud, Prihatini P. Pembuatan Nitroselulosa dari

Kapas (Gossypium Sp.) dan Kapuk (Ceiba Pentand) Melalui Reaksi Nitrasi.

Jurnal Teknik Pomits Vol. 1 , No. 1, 1-6. 2012.

2 Muliawati, EC. Pembuatan Dan Karakterisasi Membran Nanofiltrasi Untuk

Pengolahan Air. [Tesis]. Magister Kimia Undip Semarang. 2012.

3 Kuzmenko, V. Carbon Nanofibers Syntezied from Electrospun Cellulose.

Gottenborg Swedia: Chalmers University of Technolgy. 2012.

4 Bahmid NA. Pengembangan Bioplastik Nanofiber Selulosa Asetat Dari

Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit.[Tesis]. Bogor: Institut Pertanian

Bogor. 2014.

5 Khairurijjal, Munir MM, Saehana, Sahrul, Iskandar F. Teknik Pemintalan

Elektrik untuk Pembuata Nanoserat: dari Pemodelan hingga Eksperimen.

Jurnal Nanosains dan Teknologi (edisi khusus): 1-8. 2009.

6 Kuzma J dan VerHage P. Nanotechnology in Agriculture and Food

Production, Anicipated Application. Project on Emerging Nanotecnologies,

Washington: Woodrow Wilson International Center for Scholars. 2006.

7 Siregar, HA. Sintesis Scaffold Hidroksiapatit Dari Cangkang Kerang Hijau

Dengan Matriks Natrium Alginat Dan Selulosa Bakteri Nata De

Coco.[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2014.

8 Widayanti N. Karakterisasi Membran Selulosa Asetat Dengan Variasi

Komposis Pelarut Aseton dan Asam Format. Jember: Jurusan Kimia

Universitsa Jember. 2013.

9 Coates J. Interpretation of Infrared Spectra, A Practical Approach. Meyers

RA, editor. Encyclopedia of Analytical Chemistry, Chicester:John Wiley &

Sons Ltd. 2000.

10 Stuart B. Infrares Spektroscopy Fundamentals and Application. Analytical

Techniques in The Science: John Wiley and Sons, Ltd. 2004.

11 Heru S, Aminudin, Widiyanti. Pengaruh Penambahan Grafit Terhadap

Kekerasan Dan Ketangguhan Aluminium Cor. Malang: Laboratorium

Pengujian Universitas Negeri Malang. 2014.

12 Mulyawan A. Fabrikasi Dan Optimasi Sifat Fisis Film Nanokomposit

Nife2o4-Multiwalled Nanotube/PVA.[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian

Bogor. 2014.

13 Apipah ER. Sintetis dan Karakteristik Membran Nilon yang Berasal Dari

Limbah Benang.[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2013.

14 Juansah J. Kajian Spektroskopi Impedansi Listrik Untuk Evaluasi Kualitas

Buah Jeruk Keprok Garut Secara Nondestruktif.[disertasi]. Bogor: Institut

Pertanian Bogor. 2013.

15 Monavita H. Pemanfaatan Kulit Rotan Sebagai Filler Bionanokomposit

Pada Aplikasi Fan Cover Comp Sepeda Motor.[skripsi]. Bogor: Institut

Pertanian Bogor. 2014.

16 Syakir A. Karakterisasi Membran Komposit Nilon-Arang Dalam Proses

Filtrasi Timbal.[skripsi]. Bogor. Institut Petanian Bogor. 2014.

17 Banwell CN. Fundamnetal of Molecular Spectroscopy. Inggris. Mc Graw-

Hill Book Company. 1978.

21

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Preparasi Sampel Kapas

Ekstraksi Selulosa Kapas

Asetalisasi Selulosa Kapas

Electrospinning Selulosa Asetat

Deasetalisasi

Terbentuk

Serat Nano?

Karbonisasi

Karakterisasi

Analisa data

Penulisan Laporan

Ya

Tidak

22

Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Selulosa Asetat

Mulai

Aduk 2 gr selulosa kering + 25 ml Asam

Asetat Glaisial

Tambahkan 15 ml Asam Asetat Anhidrid

dingin + 3 Tetes Asam Sulfat Pekat

Aduk 3 Jam dengan suhu 40o C

Diamkan Selama 20 Jam pada Suhu Kamar

Saring dengan Vakum

Tetesi Filtrat dengan Aquadest

Saring dan Netralkan dengan Aquadest

Keringkan dalam Oven Suhu 60oC selama

24 Jam

23

Lampiran 3. Tabel Kelarutan.8

Pelarut Kelarutan (δ(Mpa1/2

)) Δδ (selisih kelarutan dengan

Selulosa Asetat)

Dioksan 20.6 0.64

Aseton 20.3 0.34

DMSO 29.7 9.74

DMF 24.8 4.84

DMAc 22.1 2.14

Asam Asetat 20.7 0.74

Anilin 21.1 1.14

Asam Format 24.8 4.48

THF 18.6 1,36

Metanol 29.7 9.74

Formamida 39.7 19.74

Kelarutan Selulosa Asetat = 19,96 Mpa1/2

Lampiran 4. Database JCPDS dan Perhitungan Parameter Kisi

Database JCPDS pattern No. 03-0021 Triacetylcellulose

24

Database JCPDS pattern No. 03-0226 Cellulose

Penentuan Parameter Kisi Sampel Monoklinik.15

25

peak 2θex 2θre %2θ h k l θ β sin β

1 17,06 17,137 100,451 0 2 0 8,53 122 0,499

2 17,14 17,23 100,525 1 0 2 8,57 122 0,499

3 20,12 20,004 99,423 1 0 1 10,06 122 0,499

4 22,28 22,262 99,919 0 1 2 11,14 122 0,499

5 26,3 26,188 99,574 0 3 0 13,15 122 0,499

6 28,32 28,126 99,315 2 1 0 14,16 122 0,499

sin2β cos β α α2 γ γ2 δ δ2 ϕ ϕ2

0,249 0,867 0,000 0,000 4,000 16,000 0,000 0,000 0,000 0,000

0,249 0,867 4,021 16,166 0,000 0,000 16,083 258,653 6,970 48,580

0,249 0,867 4,021 16,166 0,000 0,000 4,021 16,166 3,485 12,145

0,249 0,867 0,000 0,000 1,000 1,000 16,083 258,653 0,000 0,000

0,249 0,867 0,000 0,000 9,000 81,000 0,000 0,000 0,000 0,000

0,249 0,867 16,083 258,653 1,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000

290,984 99,000 533,471 60,726

αγ αδ αϕ γδ γϕ δϕ sin22θ sin2θ τ τ2

0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,087 0,022 0,867 0,752

0,000 64,663 28,024 0,000 0,000 112,096 0,088 0,022 0,877 0,768

0,000 16,166 14,012 0,000 0,000 -14,012 0,117 0,030 1,169 1,367

0,000 0,000 0,000 16,083 0,000 0,000 0,143 0,037 1,434 2,056

0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,195 0,052 1,946 3,786

16,083 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,222 0,060 2,220 4,929

16,083 80,829 42,036 16,083 0,000 126,108 0,851 0,223 8,513 13,659

τϕ Τδ τγ τα αsin2θ γsin2θ δsin2θ ϕsin2θ τsin2θ

0,000 0,000 3,470 0,000 0,000 0,088 0,000 0,000 0,019

-6,109 14,097 0,000 3,524 0,089 0,000 0,357 -0,155 0,019

-4,074 4,701 0,000 4,701 0,123 0,000 0,123 -0,106 0,036

26

0,000 23,060 1,434 0,000 0,000 0,037 0,600 0,000 0,053

0,000 0,000 17,512 0,000 0,000 0,465 0,000 0,000 0,101

0,000 0,000 2,220 35,707 0,961 0,060 0,000 0,000 0,133

10,184 41,857 24,636 43,932 1,173 0,650 1,079 -0,261 0,361

Nilai E, D, C, B dan A diperoleh dari 5 persamaan, yaitu :

290,984 16,083 80,829 42,036 43,932 E = 1,173

16,083 99,000 16,083 0,000 24,636 D = 0,650

80,829 16,083 533,471 126,108 41,857 C = 1,079

-42,036 0,000 126,108 60,726 10,184 B = -0,261

43,932 24,636 41,857 10,184 13,659 A = 0,361

290,984 16,083 80,829 42,036 43,932

16,083 99,000 16,083 0,000 24,636

|A|= 80,829 16,083 533,471 126,108 41,857 = 513807116,5

-42,036 0,000 126,108 60,726 10,184

43,932 24,636 41,857 10,184 13,659

1,173 16,083 80,829 42,036 43,932

0,650 99,000 16,083 0,000 24,636

|A1|= 1,079 16,083 533,471 126,108 41,857 = 2003899,2

-0,261 0,000 126,108 60,726 10,184

0,361 24,636 41,857 10,184 13,659

290,984 1,173 80,829 42,036 43,932

16,083 0,650 16,083 0,000 24,636

|A2|= 80,829 1,079 533,471 126,108 41,857 = 2635462,588

-42,036 -0,261 126,108 60,726 10,184

43,932 0,361 41,857 10,184 13,659

290,984 16,083 1,173 42,036 43,932

16,083 99,000 0,650 0,000 24,636

|A3|= 80,829 16,083 1,079 126,108 41,857 = 1623657,836

-42,036 0,000 -0,261 60,726 10,184

43,932 24,636 0,361 10,184 13,659

Nilai E diperoleh dari E =|A1|/|A| = 0,004

Nilai D diperoleh dari D =|A2|/|A| = 0,005129

Nilai C diperoleh dari C =|A3|/|A| = 0,00316

27

Nilai Parameter Kisi Selulosa dengan Struktur Monoklinik

λ = 1,54 Å

Parameter Kisi Literatur Ketepatan a 12,32971 Å a 7,87 Å 63,82 % b 10,75133 Å b 10,31 Å 95,89 %

c 13,69757 Å c 10,13 Å 73,95 %

Database JCPDS pattern No. 41-1487 Carbon

28

Penentuan Parameter Kisi Carbon dengan Struktur Hexagonal.7

2θex 2θre %2θ h k l α γ 2θ (rad) θ

26,2 26,38 100,687 0 0 2 0 4 1,757313 0,878657

41,44 42,22 101,882 1 0 0 1 0 1,778174 0,889087

43,98 44,39 100,932 1 0 1 1 1 1,761593 0,880797

77,64 77,24 99,485 1 1 0 3 0 1,736331 0,868165

δ sin²θ α sin²θ γ sin²θ δ sin²θ α² γ² δ²

9,65613 0,05137 0 0,205482 0,100134 0 16 3,799615

9,576076 0,125174 0,125174 0 0,548293 1 0 19,18644

9,640362 0,140208 0,140208 0,140208 0,67608 1 1 23,25153

9,728478 0,392971 1,178912 0 3,749644 9 0 91,04575

0,709723 1,444295 0,34569 5,074152 11 17 137,2833

αγ δγ αδ

0 7,797041 0

0 0 4,380233

1 4,821985 4,821985

0 0 28,62537

1 12,61903 37,82759

Nilai C, B, A diperoleh dari 3 persamaan, yaitu :

1,444295 = 11 1 37,82759 C

0,34569 = 1 17 12,61903 B

5,074152 = 37,82759 12,61903 137,2833 A

29

11 1 37,82759

A 1 17 12,61903 = 412,0111

37,82759 12,61903 137,2833

1,444295 1 37,82759

A1 0,34569 17 12,61903 = 59,28745

5,074152 12,61903 137,2833

11 1,444295 37,82759

A2 1 0,34569 12,61903 = 6,131346

37,82759 5,074152 137,2833

Nilai C diperoleh dari C = |A1|/|A| = 0,143898

Nilai B diperoleh dari B = |A2|/|A| = 0,014882

Nilai Paremeter Kisi a a =

Nilai Parameter Kisi c c =

Nilai Parameter Kisi Carbon dengan Struktur Hexagonal

Parameter Kisi Literatur Ketepatan

a = 2,343868 Å 2,47 Å 94,89 %

c = 6,312004 Å 6,724 Å 93,87%

30

Lampiran 5. Hasil Pengukuran SEM

Ukuran (m) Ukuran (m)

A = 4.16667 x 10-8

G = 4.16667 x 10-8

B = 1.66667 x 10-7

H = 2.08333 x 10-8

C = 1.25 x 10-7

I = 1.66667 x 10-7

D = 8.33333 x 10-8

J = 1.25 x 10-7

E = 1.25 x 10-7

Rata-rata = 9.79167 x 10-8

F = 8.33333 x 10-8

31

Ukuran (m) Ukuran (m)

A = 5.70213 x 10-6

G = 1.44681 x 10-6

B = 1.61702 x 10-6

H = 6.80851 x 10-7

C = 5.10638 x 10-7

I = 1.02128 x 10-6

D = 8.51064 x 10-7

J = 3.06383 x 10-6

E = 1.10638 x 10-6

Rata-rata = 1.71064 x 10-6

F = 1.10638 x 10-6

32

Ukuran (m) Ukuran (m)

A = 9.48276 x 10-7

G = 8.62069 x 10-7

B = 5.17241 x 10-7

H = 2.15517 x 10-7

C = 9.91379 x 10-7

I = 1.89655 x 10-6

D = 1.16379 x 10-6

J = 9.91379 x 10-7

E = 1.46552 x 10-6

Rata-rata = 1.00313 x 10-6

F = 9.91379 x 10-7

33

Lampiran 6. Hasil EDX

34

Lampiran 7. Hasil Perhitungan Konstanta Pegas.16

Keadaan diatomik atau saat dua molekul berikatan

Misalkan x2> x1

2 2

2 2 1 1

1 1

2 2T m v m v

2

2 1

1

2xv k x

L = T – V = 22 2

2 2 1 1 2 1

1 1 1

2 2 2m v m v xk x

(m1v1) = -k(x2-x1) (-1)

m1a1 = k(x2-x1)

m1a1 = kx2-kx1

m1a1 + kx1 – kx2= 0 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 1 )

(m2v2) = -k(x2-x1) (1)

m2a2 = -kx2 + kx1

m2a2 + kx2– kx1= 0 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 2 )

x1 = Asint

v1 = Awcos(wt)

a1 = -Aw2sin(wt)

a1 = -w2x1

a2 = -w2x2

m1a1 + kx1 – kx2= 0

m2a2 + kx2– kx1= 0

-m1w2x1 + kx1 – kx2 = 0

x

1

35

-m2w2x2 + kx2 – kx1 = 0

(-m1w2 + k)x1 - kx2 = 0

-kx1 + (-m2w2 + k)x2 = 0

2

1 1

222

0

0

m w k x

xm w

k

k k

(-m1w2 + k) (-m2w

2 + k) – k

2 = 0

m1m2w4 - km1w

2 – km2w

2+ k

2 - k

2 = 0

m1m2w4 – k(m1 + m2)w2 = 0

w2 (m1m2w

2 - k(m1 + m2)) = 0

w2 = 0 dan m1m2w

2 - k(m1 + m2) = 0

m1m2w2 = k(m1 + m2)

w2 =

w2 =

µ = ∑

untuk 2 massa : ∑

=

untuk 3 massa : ∑

=

sehingga : w2=

w = (

)

2πf = (

)

f =

(

)

keterangan :

f : frekuensi

k : kontanta gaya ikatan

µ : massa tereduksi

36

Perhitungan massa atom

Massa O = 15.994915 u x 1.66 10-27

kg/u

= 26.5515589 x 10-27

kg

≈ 2.655 x 10-26

kg

Massa H = 1.00787 u x 1.66 10-27

kg/u

= 1.673 x 10-27

kg

Massa C = 12.01115 u x 1.66 10-27

kg/u

= 19.9398509 x 10-27

kg

≈ 1.994 x 10-26

kg

Massa gabungan

O-H

C-H

C=O

C=C

Contoh Perhitungan Konstanta Pegas Harmonik Sederhana

=

; =

=

O-H

Selulosa Asetat

Kontanta harmonik

=

=

= 1.0866 x 1014

s-1

37

k =

=

= 733 Nm-1

C=O

Selulosa Asetat

Kontanta harmonik

=

=

= 0.526 x 1014

s-1

k =

=

= 1240 Nm-1

C=C

Selulosa Asetat

Kontanta harmonik

=

=

= 0.488 x 1014

s-1

k =

=

= 937 Nm-1

C-H

Selulosa Asetat Pabrik

Kontanta harmonik

f =

=

= 0.866 x 1014

s-1

k =

=

= 456 Nm-1

Ikatan rangkap 1 memiliki nilai konstanta pegas sekitar 500 Nm-1

,

sedangkap untuk rangkap 2 memiliki nilai konstanta pegas sekitar 1000 Nm-1

, dan

untuk molekul memiliki nilai sekitar 1500 Nm-1

. Untuk nilai konstanta pegas hasil

perhitungan memiliki kedakatan dengan literaratur yang ada berdasarkan literatur.

Sehingga gugus fungsi hasil FTIR memiliki kesamaan berdasarkan literatur dan

perhitungan konstanta pegas.17

38

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

(j) (k) (l) (m) (n)

Keterangan :

a. Kapas Sebelum Ekstraksi h. Preparasi Sebelum Karbonisasi

b. Pengadukan Kapas dengan Asetat Glasial i. Hasil Karbonisasi

c. Selulosa Asetat j. Ekstraksi Selulosa Kapas

d. Proses Electrospinning k. Swelling Selullosa Asetat

e. Hasil Proses Electrospinning l. Larutan Selulosa Asetat Sebelum Electrospinning

f. Set Tabung Karbonisasi m. Pengambilan Sampel Hasil Electrospinning

g.Wadah Sampel Karbonisasi n. Karbonisasi

39

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 7

Februari 1992 dari pasangan Bapak Abdurahman dan Ibu Ita

Puspitawati. Penulis adalah putera pertama dari tiga bersaudara.

Pada tahun 2004, penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN

Panaragan 1 Bogor, lalu melanjutkan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama pada di SMPN 1 Bogor dan lulus pada

tahun 2007 dan selanjutnya melanjutakn Sekolah Menegah

Atas di SMAN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun

2010 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Fisika,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan di kampus, penulis aktif

dalam Mengajar Privat SMA selama tahun 2011-2014, Assisten Praktikum

Eksperimen Fisika 1 tahun 2013, Asisten Praktikum Fisika TPB 2014. Selain

kegiatan akademik penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan mahasiswa seperti

Kepengurusan dan Keanggotaan Unit Kegiatan Mahasiswa KOPMA IPB tahun 2010-

2014 dan menjadi Ketua Umum KOPMA IPB masa kepengurusan 2013-2014, Ketua

Badan Pengawas Himpunan Profesi Mahasiswa Fisika IPB periode 2012-2013,

wirausaha Yummy Katering dan Lumpiah Bogor 2013-2014 serta mengikuti berbagai

kegiatan dan kepanitiaan di kampus IPB. Adapun prestasi yang pernah diraih oleh

penulis diantaranya adalah penerima dana bantuan wirausaha pada Program Gerakan

Wirausaha Nasional tahun 2013 dan Program Mahasiswa Wirausaha tahun 2014.

Penulis juga pernah menerima hibah Dikti untuk 3 program PKM yang diusulkan

pada bidang Penelitian (PKM-P), Pengabdian pada Masyarakat (PKM-M) dan

Gagasan Tertulis (PKM-GT) pada tahun 2014 dengan tema Karbon.