kasus 3 sepsis (1)
DESCRIPTION
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR// PENYELESAIAN KASUS SEPSISTRANSCRIPT
MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI
INFEKSI DAN TUMOR
“SEPSIS”
DOSEN PENGAMPU:
Inaratul RH, M.Sc.,Apt
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2015
KELOMPOK : 5 (LIMA) / KELOMPOK C ANGGOTA : 1. AFIFAH MIFTA AULIA R. ( 18123460 A )
2. AYU PRACILIA SISKA ( 18123462 A ) 3. DEWI LARASWATI ( 18123463 A )
4. RINI PRAMUATI ( 18123464 A ) 5. LAILA TASBICHA ( 18123465 A )
SEPSIS
I. PENDAHULUAN
Sepsis adalah adanya SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) ditambah
dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat tersebut.
Definisi lain menyebutkan bahwa sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi,
berdasarkan adanya SIRS ditambah dengan infeksi yang dibuktikan atau suspek infeksi
secara klinis. Sepsis berkaitan dengan adanya bakteri/jamur hidup di aliran darah. Sepsis
berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain untuk blood poisoning) mengacu pada
infeksi dari darah, sedangkan sepsis tidak hanya terbatas pada darah, tapi dapat
mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ.
1.1 Epidemiologi
Sepsis merupakan suatu kondisi kerusakan sistem imun akibat infeksi. Hal ini
merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya yang sangat kompleks dan
pengobatannya yang sulit serta angka mortalitasnya yang tinggi meskipun selalu terjadi
perkembangan antibiotik yang baru. Sepsis terjadi di beberapa negara dengan angka
kejadian yang tinggi dan kejadiannya masih terus meningkat. Berdasarkan data
epidemiologi di Amerika Utara bahwa sepsis terjadi pada 3 kasus dari 1000 populasi yang
diartikan 750.000 penderita per tahun. Angka mortalitas sepsis mencapai 30% dan
bertambah pada usia tua 40% dan penderita sepsis syok mencapai 50%. Meskipun selalu
terjadi perkembangan antibiotik dan terapi perawatan intensif, sepsis menimbulkan angka
kematian yang tinggi di hampir semua ICU. Sindrom sepsis mulai dari SIRS (Sistemic
Inflammatory Response Syndrome) sampai sepsis yang berat (disfungsi organ yang akut)
dan syok sepsis (sepsis yang berat ditambah dengan hipotensi yang tak membaik dengan
resusitasi cairan).
Sepsis menempati urutan ke-10 sebagai penyebab utama kematian di Amerika
Serikat dan penyebab utama kematian pada pasien sakit kritis. Sekitar 80% kasus sepsis
berat di unit perawatan intensif di Amerika Serikat dan Eropa selama tahun 1990-an
terjadi setelah pasien masuk untuk penyebab yang tidak terkait. Kejadian sepsis meningkat
hampir empat kali lipat dari tahun 1979-2000, menjadi sekitar 660.000 kasus (240 kasus
per 100.000 penduduk) sepsis atau syok septik per tahun di Amerika Serikat. Dari tahun
1999 sampai 2005 ada 16.948.482 kematian di Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut,
1.017.616 dikaitkan dengan sepsis (6% dari semua kematian). Sebagian besar kematian
terkait sepsis terjadi di rumah sakit, klinik dan pusat kesehatan (86,9%) dan 94,6% dari ini
adalah pasien rawat inap tersebut.
1.2 Klasifikasi
Berdasarkan Bone et al, SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria,
yaitu :
- Suhu >38°C atau <36°C.
- Denyut jantung > 90 kali/menit.
- Laju respirasi > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg.
- Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur/band.
Penyebab respon sistemik dihipotesiskan sebagai infeksi lokal yang tidak terkontrol,
sehingga menyebabkan bakteremia atau toksemia (endotoksin atau eksotoksin) yang
menstimulasi reaksi inflamasi di dalam pembuluh darah dan organ lain. Sepsis secara
klinis dibagi berdasarkan beratnya kondisi, yaitu sepsis, sepsis berat, dan syok septik.
- Sepsis disebabkan oleh infeksi virus atau jamur ditandai dengan suhu tubuh
yang abnormal (>38°C atau <36°C), takikardi, asidosis metabolik, serta adanya
peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih.
- Sepsis berat infeksi dengan adanya bukti disfungsi organ, kegagalan organ,
hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan
perubahan status mental.
- Syok septik sepsis berat dengan hipotensi yang persisten (<90 mmHg atau 40
mmHg dibawah tekanan darah normal) setelah diberikan resusitasi cairan dan
menyebabkan hipoperfusi jaringan. Pada 10-30% kasus syok septik didapatkan
bakteremia kultur positif dengan mortalitas mencapai 40-50%.
1.3 Faktor resiko
a) Usia. Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih baik
dibandingkan usia tua. Orang kulit hitam memiliki kemungkinan peningkatan
kematian terkait sepsis di segala usia, tetapi risiko relatif mereka terbesar dalam
kelompok umur 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai 54 tahun. Pola yang sama
muncul di antara orang Indian Amerika/Alaska Pribumi. Sehubungan dengan
kulit putih, orang Asia lebih cenderung mengalami kematian yang berhubungan
dengan sepsis di masa kecil dan remaja, dan kurang mungkin selama masa
dewasa dan tua usia. Ras hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan
kulit putih untuk meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan sepsis
di semua kelompok umur.
b) Jenis kelamin. Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang
berhubungan dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua kelompok ras/
etnis. Laki-laki 27% lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait sepsis.
Namun, risiko untuk pria Asia itu dua kali lebih besar, sedangkan untuk laki-
laki Amerika Indian/Alaska Pribumi kemungkinan mengalami kematian
berhubungan dengan sepsis hanya 7%.
c) Ras. Tingkat mortalitas terkait sepsis tertinggi di antara orang kulit hitam dan
terendah di antara orang Asia.
d) Penyakit komorbid. Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi
kekebalan tubuh (gagal ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalahgunaan
alkohol) lebih umum pada pasien sepsis non kulit putih, dan komorbiditas
kumulatif dikaitkan dengan disfungsi organ akut yang lebih berat.
e) Genetik. Pada penelitian Hubacek JA, et al menunjukkan bahwa polimorfisme
umum dalam gen untuk lipopolysaccharide binding protein (LBP) dalam
kombinasi dengan jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan peningkatan
risiko untuk pengembangan sepsis dan, lebih jauh lagi, mungkin berhubungan
dengan hasil yang tidak menguntungkan. Penelitian ini mendukung peran
imunomodulator penting dari LBP di sepsis Gram-negatif dan menunjukkan
bahwa tes genetik dapat membantu untuk identifikasi pasien dengan respon
yang tidak menguntungkan untuk infeksi Gram-negatif.
f) Terapi kortikosteroid. Pasien yang menerima steroid kronis memiliki
peningkatan kerentanan terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi
berhubungan dengan dosis steroid dan durasi terapi. Meskipun bakteri piogenik
merupakan patogen yang paling umum, penggunaan steroid kronis
meningkatkan risiko infeksi dengan patogen intraseluler seperti Listeria, jamur,
virus herpes, dan parasit tertentu. Gejala klinis yang dihasilkan dari sebuah
respon host sistemik terhadap infeksi mengakibatkan sepsis.
g) Kemoterapi. Obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi tidak dapat
membedakan antara sel-sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh cepat, seperti
sel-sel darah, sel-sel kulit. Orang yang menerima kemoterapi beresiko untuk
terkena infeksi ketika jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel darah putih
adalah pertahanan utama tubuh terhadap infeksi. Kondisi ini, yang disebut
neutropenia, adalah umum setelah menerima kemoterapi. Untuk pasien dengan
kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius dengan cepat. Menurut Penack O
et al sepsis merupakan penyebab utama kematian pada pasien kanker
neutropenia.
h) Obesitas. Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas
pada pasien dengan sepsis akut. Menurut penelitian Henry Wang, Russell
Griffin et al didapatkan hasil bahwa obesitas pada tahap stabil kesehatan secara
independen terkait dengan kejadian sepsis di masa depan. Lingkar pinggang
adalah prediktor risiko sepsis di masa depan yang lebih baik daripada BMI.
Namun pada penelitian Kuperman EF, et al diketahui bahwa obesitas bersifat
protektif pada mortalitas sepsis rawat inap dalam studi kohort, tapi sifat
protektif ini berhubungan dengan adanya komorbiditas resistensi insulin dan
diabetes.
II. PATOFISIOLOGI
Normalnya, pada keadaan infeksi terdapat aktivitas lokal bersamaan dari sistem imun
dan mekanisme down-regulasi untuk mengontrol reaksi. Efek yang menakutkan dari sindrom
sepsis tampaknya disebabkan oleh kombinasi dari generalisasi respons imun terhadap tempat
yang berjauhan dari tempat infeksi, kerusakan keseimbangan antara regulator pro-inflamasi
dan antiinflamasi selular, serta penyebarluasan mikroorganisme penyebab infeksi.
2.1 Patogenesis
Sepsis menggambarkan suatu sindrom klinis kompleks yang timbul pada saat
respons awal pejamu yang sesuai terhadap infeksi menjadi teramplifikasi dan kemudian
mengalami disregulasi. Penentuan komponen struktural bakteria yang bertanggung jawab
menginisiasi proses sepsis menjadi penting, tidak hanya untuk memahami mekanisme
mendasar, namun juga untuk mengidentifikasi target terapi potensial. Pola-pola bakterial
ini, yang dikenali oleh sistem imun tubuh, telah dikenal sebagai pathogen associated
molecular patterns (PAMPs), meskipun mungkin lebih akurat untuk disebut sebagai
microorganism associated molecular patterns oleh karena belum jelas bagaimana pejamu
membedakan antara sinyal patogen dengan komensal. Pada bakteria gram negatif,
lipopolisakarida (LPS, juga disebut sebagai endotoksin) memainkan peranan penting. LPS
tertanam pada membran luar, dan bagian molekul yang disebut sebagai lipid A terkait
pada dinding sel bakterial. Pada bakteri gram positif tidak terdapat endotoksin, namun
fitur penting pada bakteri golongan ini adalah kemampuannya untuk memproduksi
eksotoksin poten. Eksotoksin gram positif menarik perhatian besar, oleh karena mereka
memperlihatkan sifat-sifat sebagai superantigen, yang dapat berikatan secara aktif
terhadap kompleks histokompatibilitas mayor kelas II dan juga domain-domain Vb
reseptor limfosit T. Sifat-sifat ini membuat mereka dapat menyebabkan aktivasi sel T
secara masif dan melepaskan limfokin-limfokin pro-inflamasi. Sindrom paling dikenal
adalah sindrom renjatan toksik yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus penghasil
toksin sindrom renjatan toksik 1 (TSST-1; toxic shock syndrom toxin-1) dan eksotoksin
pirogenik dari Streptococcus pyogenes. Peptidoglikan dan asam lipoteikoat dari dinding
sel gram positif dapat berikatan kepada reseptor permukaan sel dan bersifat pro-
inflamatorik, meskipun demikian mereka lebih kurang aktif dibandingkan dengan LPS.
Hubungan mereka dengan patogenesis sepsis klinis masih belum pasti.
Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi sebuah reseptor LPS selama ini menjadi
penghalang untuk memahami bagaimana bakteria gram negatif dapat menginisiasi respons
sepsis; aktivasi sel pejamu tergantung pada adanya protein pengikat LPS (LPB, LPS
binding protein) dan reseptor opsonik CD14. Meskipun CD14 awalnya diidentifikasi
sebagai ko-reseptor esensial yang memerantarai aktivasi monosit oleh LPS, perkembangan
terbaru menunjukkan bahwa sel.
Tahapan perkembangan sepsis
Sepsis berkembang dalam tiga tahap, yaitu :
- Uncomplicated sepsis Disebabkan oleh infeksi, seperti flu atau abses gigi. Hal
ini sangat umum dan biasanya tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
- Sepsis berat Terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai
mengganggu fungsi organ-organ vital, seperti jantung, ginjal, paru-paru atau hati.
- Syok septik Terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah turun
ke tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak mendapatkan
oksigen yang cukup. Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari
uncomplicated sepsis ke syok septik dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan
organ multiple dan kematian
2.2 Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan
oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang
paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan
Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang
kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan
gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik.
Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang
ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja, sisanya ditumbuhi
fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan
serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah
infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia,
pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat
frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya
dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter),
dan ventilasi mekanis. Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh.
Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih,
perut, dan panggul.
Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
- Infeksi paru-paru (pneumonia)
- Flu (influenza)
- Appendiksitis
- Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis).
- Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius).
- Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit.
- Infeksi pasca operasi.
- Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu dari
lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.
2.3 Gejala
1) Gejala awal sangat bervariasi, diantaranya menggigil, perubahan mental, letargi,
dan malaise, hipotermia, takipnea, takikardi, sel darah putih meningkat, kadar
glukosa darah meningkat, dan hipoksia.
2) Gejala perkembangan cepat, diantaranya tidak berfungsinya organ, oliguria,
hipotensi, syok, laktat asidosis, hiper/hipoglikemia, leukopenia, DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation), trombositopenia, perdarahan, serta
koma.
2.4 Manifestasi klinik
Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan
bakteremia selanjutnya berkembang menjadi systemic inflammatory response syndrome
(SIRS) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan berakhir pada multiple organ
dysfunction syndrome (MODS). Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi
sistemik (yaitu demam, takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi
hipotensi pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”,
dengan muka kemerahan dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan curah jantung)
atau vasokonstriksi perifer (renjatan septik hipodinamik atau “dingin” dengan anggota
gerak yang biru atau putih dingin). Pada pasien dengan manifestasi klinis ini dan
gambaran pemeriksaan fisik yang konsisten dengan infeksi, diagnosis mudah ditegakkan
dan terapi dapat dimulai secara dini.
Pada bayi dan orang tua, manifestasi awalnya kemungkinan adalah kurangnya
beberapa gambaran yang lebih menonjol, yaitu pasien ini mungkin lebih sering ditemukan
dengan manifestasi hipotermia dibandingkan dengan hipertermia, leukopenia
dibandingkan leukositosis, dan pasien tidak dapat ditentukan skala takikardia yang
dialaminya (seperti pada pasien tua yang mendapatkan beta blocker atau antagonis
kalsium) atau pasien ini kemungkinan menderita takikardia yang berkaitan dengan
penyebab yang lain (seperti pada bayi yang gelisah). Pada pasien dengan usia yang
ekstrim, setiap keluhan sistemik yang non-spesifik dapat mengarahkan adanya sepsis, dan
memberikan pertimbangan sekurangkurangnya pemeriksaan skrining awal untuk infeksi,
seperti foto toraks dan urinalisis.
Pasien yang semula tidak memenuhi kriteria sepsis mungkin berlanjut menjadi
gambaran sepsis yang terlihat jelas sepenuhnya selama perjalanan tinggal di unit gawat
darurat, dengan permulaan hanya ditemukan perubahan samar-samar pada pemeriksaan.
Perubahan status mental seringkali merupakan tanda klinis pertama disfungsi organ,
karena perubahan status mental dapat dinilai tanpa pemeriksaan laboratorium, tetapi
mudah terlewatkan pada pasien tua, sangat muda, dan pasien dengan kemungkinan
penyebab perubahan tingkat kesadaran, seperti intoksikasi. Penurunan produksi urine
(≤0,5ml/kgBB/jam) merupakan tanda klinis yang lain yang mungkin terlihat sebelum hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan dan seharusnya digunakan sebagai tambahan
pertimbangan klinis.
II.5 Diagnosis
Diagnosis syok septik meliputi diagnosis klinis syok dengan konfirmasi
mikrobiologi etiologi infeksi seperti kultur darah positif atau apus gram dari buffy coat
serum atau lesi petekia menunjukkan mikroorganisme. Spesimen darah, urin, dan cairan
serebrospinal sebagaimana eksudat lain, abses dan lesi kulit yang terlihat harus dikultur
dan dilakukan pemeriksaan apus untuk menentukan organisme. Pemeriksaan hitung sel
darah, hitung trombosit, waktu protrombin dan tromboplastin parsial, kadar fibrinogen
serta D-dimer, analisis gas darah, profil ginjal dan hati, serta kalsium ion harus dilakukan.
Anak yang menderita harus dirawat di ruang rawat intensif yang mampu melakukan
pemantauan secara intensif serta kontinu diukur tekanan vena sentral, tekanan darah, dan
cardiac output.
Tanda-tanda klinis yang dapat menyebabkan dokter untuk mempertimbangkan
sepsis dalam diagnosis diferensial, yaitu demam atau hipotermia, takikardi yang tidak
jelas, takipnea yang tidak jelas, tandatanda vasodilatasi perifer, shock dan perubahan
status mental yang tidak dapat dijelaskan. Pengukuran hemodinamik yang menunjukkan
syok septik, yaitu curah jantung meningkat, dengan resistensi vaskuler sistemik yang
rendah. Abnormalitas hitung darah lengkap, hasil uji laboratorium, faktor pembekuan, dan
reaktan fase akut mungkin mengindikasikan sepsis.
a) Pemeriksaan Klinis
Tidak ada test diagnostik yang spesifik terhadap sepsis. Temuan yang cukup sensitif
untuk mendiagnosis paisen suspek atau terbukti sepsis antara lain demam atau hipotermia,
takipnea, takikardi, dan hipotensi. Gejala sepsis dapat bervariasi. Pada satu studi, 36% dari
pasien sepsis berat memiliki suhu yang normal. 40% dengan laju respirasi normal, 10%
memiliki nadi yang normal, dan 33% didapatkan nilai hitung leukosit normal. Selain itu,
terdapat pula kondisi-kondisi non-infeksi yang memiliki gejala seperti sepsis. Penyebab
SIRS non-infeksi antara lain pankreatitis, trauma, emboli paru, overdosis obat, dan lain-
lain.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik, trombositopenia,
pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar fibrinogen
serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan peningkatan
PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan neutrofil serta
peningkatan leukosit imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle
cenderung menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda kurang baik yang
menandakan perburukan sepsis. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan
neutrofil dan bakteri. Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat dideteksi dalam cairan
serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflamasi
c) Kultur Darah
Volume darah yang akan dikultur merupakan variabel paling penting dalam
mendeteksi bakteremia atau fungemia. Pada dewasa direkomendasikan untuk mengambil
volume untuk kultur darah sebanyak 20-30 ml per kultur. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa makin besar volume darah, makin besar kemungkinan untuk
mendeteksi bakteri/fungi dalam darah. Pada anak-anak, volume darah yang diambil tidak
melebihi 1% dari total volume darah.
Pengumpulan spesimen kultur darah harus sesuai dengan metode standar, yaitu
dengan pengambilan darah harus dari vena. Kultur darah yang diambil dari alat kateter
intravena tidak dianjurkan karena kemungkinan kontaminasi yang lebih besar. Pada
keadaan tertentu apabila pengambilan spesimen harus dilakukan melalui kateter intavena,
maka tetap harus berpasangan dengan kultur lain yang didapatkan dari pungsi vena untuk
membantu interpretasi hasil positif yang didapatkan.
d) Pengambilan Spesimen
Untuk mendapatkan diagnosis definitif, dibutuhkan isolasi mikroorganisme dari darah
atau situs lokal infeksi. Langkah-langkah pengambilan spesimen darah.
- Digunakannya teknik aseptik yang tepat, seperti dengan mengenakan sarung
tangan (tidak harus steril).
- Digunakannya tourniquet dan fiksasi vena. Lepas tourniquet ketika kulit sedang
dipersiapkan.
- Setelah lokasi pungsi ditetapkan, bersihkan kulit dengan 70-95% isopropyl alkohol
atau 70% etanol. Gunakan 2% tinctur iodine atau praparat iodophor mulai pada
daerah untuk pungsi vena dan bersihkan kulit dengan lingkaran konsentrik dari
dalam ke luar. Biarkan preparat iodin basah di kulit paling tidak 1 menit. Jangan
sentuh kulit setelah dipersiapkan, kecuali dengan sarung tangan steril.
- Pakai kembali tourniquet, lakukan pungsi vena. Untuk dewasa, ambil kurang lebih
20-30 ml darah per kultur. Untuk anak-anak, jumlah darah yang diambil tidak
boleh lebih dari 1% dari total volume darah individu.
- Dikumpulkannya 2-3 set per kultur darah.
- Dimasukkannya darah ke botol kultur darah aerobik dan anaerobik yang berlabel.
- Diinkubasinya botol kultur dalam suhu 35-37°C.
- Dikirimnya botol kultur darah ke Laboratorium dalam waktu dua jam atau kurang,
sebab menunda untuk memasukkan botol kultur ke instrumen kultur darah
monitoring yang berkelanjutan dapat menghambat deteksi pertumbuhan.
III. SASARAN TERAPI
- Mengeliminasi adanya bakteri Gram (+) dan Gram (–) yang bersifat patogen.
- Mengatasi faktor penyebab timbulnya gejala-gejala sepsis.
IV. TUJUAN TERAPI
- Menghilangkan dan mengurangi gejala-gejala sepsis yang terjadi.
- Menurunkan terjadinya mortalitas akibat sepsis.
- Menghilangkan bakteri penyebab sepsis.
V. STRATEGI TERAPI
- Farmakologi : Memberikan terapi antibiotik dan terapi suportif.
- Non Farmakologi : Perbaikan gizi, meningkatkan kesadaran menjaga kebersihan.
Tata Laksana Terapi
5.1 Guideline Terapi Sepsis
5.2 Terapi Non Farmakologi
a) Terapi cairan. Karena syok septik disertai demam, vasodilatasi, dan diffuse
capillary leakage, preload menjadi inadekuat sehingga terapi cairan merupakan
tindakan utama.
b) Terapi vasopressor. Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial
pressure dan organ perfusion adekuat). Vasopressor potensial: nor epinephrine,
dopamine, epinephrine, phenylephrine.
c) Terapi inotropik. Bila resusitasi cairan adekuat, kebanyakan pasien syok septik
mengalami hiperdinamik, tetapi kontraktilitas miokardium yang dinilai dari
ejection fraction mengalami gangguan. Kebanyakan pasien mengalami penurunan
cardiac output, sehingga diperlukan inotropic: dobutamine, dopamine, dan
epinephrine
d) Hindari konsumsi obat-obatan. Menghindari obat-obatan dengan dosis
berlebih. Obat-obatan dengan dosis yang tinggi dapat menyebabkan aliran darah
menjadi terganggu. Sehingga penyakit sepsis yang sedang diderita bisa menjadi
semakin parah.
e) Konsumsi makanan yang tinggi magnesium dan zat besi. Makanan ini sangat
baik apabila dikonsumsi oleh penderita penyakit sepsis, terutama yang mengalami
hipotensi atau tekanan darah menurun. Misalnya daging, sayur (bayam), dan lain-
lain.
f) Hindari konsumsi gorengan. Karena makanan yang digoreng mengandung
lemak jahat atau kolesterol jahat yang terdapat pada bagian minyaknya. Dimana
kolesterol jahat ini dapat menyebabkan gangguan sistem peredaran darah,
khususnya bagi penderita sepsis.
g) Lakukan olahraga secar rutin dan konsumsi makanan bergizi. Olahraga
sangat baik untuk sistem peredaran darah dan mampu meningkatkan sistem
kekebalan tubuh. Dengan melakukan olahraga darah yang ada didalam tubuh bisa
terbebas dari berbagai macam bakteri ataupun kuman yang menyebabkan darah
mengalami keracunan atau sepsis. Selain itu konsumsi sayuran dan multivitamin
yang cukup juga mampu melawan bakteri yang terdapat didalam darah.
5.3 Terapi Farmakologi
Penggunaan Obat Rasional
1. Penisilin antipseudomonas. Diindikasikan untuk infeksi berat yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Selain itu juga aktif terhadap
beberapa kuman gram negatif, termasuk Protes spp dan Bacteroides fragilis.
2. Sefalosporin dan Antibiotik betalaktam lainnya. Sefalosporin termasuk
antibiotik betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis
dinding sel mikroba. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif dan
gram negatif, terapi spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi.
Farmakologi sefalosporin mirip dengan penisilin, ekskresi terutama melalui
ginjal dan dapat dihambat oleh probenesid.
3. Aminoglikosida. Bersifat bakterisida dan aktif terhadap bakteri gram positif
dan gram negatif. Amikasin, gentamisin dan teromisin juga aktif terhadap
Pseudomonas aeruginosa. Streptomisin aktif terhadap Mycobacterium
tuberculosis dan penggunaannya sekarang hampir terbatas untuk
tuberkulosis. Aminoglikosida tidak diserap melalui saluran cerna, sehingga
harus diberikan secara parenteral. Ekskresi terutama melalui ginjal. Pada
gangguan fungsi ginjal dapat terjadi akumulasi. Sebagian besar efek
samping tergantung dari dosis, karenanya dosis perlu diperhatikan dengan
cermat dan pengobatan sebaiknya jangan melebihi 7 hari.
4. Vankomisin. Termasuk antibiotik golongan glikopeptida. Vankomisin
memiliki aktivitas bakterisidal terhadap kuman gram positif aerobik dan
anaerobik. Mekanisme kerja menghambat sintesa dinding sel bakteri dengan
menghambat polimerisasi glikopeptida melalui ikatan dengan bagian D-
alanyl-D-alanin dinding sel prekusor.
VI. PENYELESAIAN KASUS
A. Kasus
Sepsis
Seorang pemuda berusia 23 tahun, berada dalam ruang ICU karena mengalami
urosepsis, suhu badan 39°C, HR 90/menit, RR 25 X/menit wbc count
23.000/mm3disertai imature neutropil, mual muntah, lemah, penurunan kesadaran,
tekanan darah 80/60 mmHg.
N : 80 x/menit Creatin : 0,7 mg/dL
TB : 160 cm Bilirubin total : 1,1 mg/dL
BB : 58 kg ClCr : 75 mL/min
SGOT : 35 U/L Na : 135 mEq/L
SGPT : 30 U/L Cl : 95 mEq/L
Albumin : 6 gr/dL K : 4,2 mEq/L
Dokter menyatakan pasien tersebut mengalami sepsis, berikan farmakoterapi
untuk pasien tersebut.
B. Analisis Kasus
1. Analisis kasus secara SOAP :
- SUBYEKTIF
Nama : Seorang Pemuda
Umur : 23 tahun
Keluhan : Mengalami urosepsis, disertai imature neutropil, mual muntah, lemah,
penurunan kesadaran.
- OBYEKTIF
TB : 160 cm
BB : 58 kg
Hasil Pemeriksaan
LaboratoriumNilai Normal Keterangan
TD : 80/60mmHg 120 / 80 mmHg Hipotensi
Nadi : 90 x/menit 60 - 100 x /menit Normal
Suhu : 39°C 36,5 - 37,5 °C Meningkat
RR : 25 x/menit 18 - 20 x /menit Takipnea
Na : 135 mEq/L 134 - 144 mEq/L Normal
Cl : 95 mEq/L 95 - 106 mEq/L Normal
K : 4,2 mEq/L 3,4 - 4,8 mEq/L Normal
Kreatinin : 0,7 mg/dL 0,6 - 1,3 mg/dL Normal
Albumin : 6 g/dL 3,8 – 5,0 mg/dL Meningkat
SGOT : 35 U/L 5 - 40 U/L Normal
SGPT : 30 U/L 5 - 41 U/L Normal
Bilirubin total : 1,1 mg/dL ≤ 1,5 mg/dL Normal
ClCr : 75 mL/min 120 mL/min Menurun
Wbc count : 23.000
sel/mm34.500 – 10.000 sel/mm3 Meningkat
- ASSESMENT
1) Pasien mengalami penurunan berat badan 5 kg selama 2 minggu. Hal tersebut
Pasien mual muntah, lemah, mengalami penurunan kesadaran, peningkatan
suhu badan dan peningkatan frekuensi pernafasan (takipnea) hal ini merupakan
gejala awal dari sepsis.
2) Dari pemeriksaan Laboratorium, pasien mengalami meningkatan wbc (white
blood cell), yang menunjukkan adanya bakteri di dalam darah. Dari hasil
tersebut perlu diberikan antibiotik.
3) Pasien mengalami penurunan tekanan darah, hal ini mungkin disebabkan
karena adanya ketidaknormalan perfusi yang biasanya dialami oleh penderita
sepsis.
- PLANNING
1) Memberikan terapi oksigen kepada pasien yang berfungsi untuk
mempertahankan oksigen normal didalam darah.
2) Mengembalikan tekanan darah pasien sampai batas normal ( > 120/80 mmHg )
dengan memberi terapi infus.
3) Mengobati sepsis dengan menggunakan antibiotik spektrum luas, sampai
ditemukannya agen infeksi.
4) Melakukan terapi farmakologi maupun non farmakologi untuk pasien yang
mengalami sepsis.
C. Sasaran Terapi
- Mengeliminasi adanya bakteri Gram (+) dan Gram (–) yang bersifat patogen.
- Mengatasi faktor penyebab timbulnya gejala-gejala sepsis.
D. Tujuan Terapi
- Menghilangkan dan mengurangi gejala-gejala sepsis yang terjadi.
- Menurunkan terjadinya mortalitas akibat sepsis.
- Menghilangkan bakteri penyebab sepsis.
E. Strategi Terapi
- Farmakologi : Memberikan terapi antibiotik dan terapi suportif.
- Non Farmakologi : Perbaikan gizi, meningkatkan kesadaran menjaga kebersihan.
F. Tata Laksana Terapi
Guideline Terapi Sepsis
1) Terapi Non Farmakologi
- Memberikan terapi cairan.
- Memberikan terapi vasopressor.
- Memberikan terapi inotropik.
- Hindari konsumsi obat-obatan.
- Konsumsi makanan yang tinggi magnesium dan zat besi.
- Hindari konsumsi gorengan.
- Lakukan olahraga secar rutin dan konsumsi makanan bergizi.
2) Terapi Farmakologi
- Penisilin antipseudomonas Contohnya Tikarsilin, Ureidopenisilin,
Azlosilin, Piperasilin.
- Sefalosporin dan Antibiotik betalaktam lainnya Sefalosporin generasi I,
II, III. Contohnya Sefakrol, Sefadroksil, Sefiksim, Sefotaksim, Sefaleksin,
Sefazolin, Astreonam, Imipenem, Meropenem.
- Aminoglikosida Contohnya Gentamisin, Amikasin, Kanamisin,
Netilmisin.
- Vankomisin.
G. Evaluasi Obat Terpilih
1) Ceftriaxone 1 gram 1 kali sehari selama 5 hari
Jumlah Sediaan Ceftriaxone 1 gram (serbuk injeksi).
Indikasi Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh patogen
yang sensitif terhadap ceftriaxone, seperti
saluran nafas, infeksi THT infeksi saluran
kemih, sepsis, meningitis.
Dosis Diberikan secara intravena dengan dosis 1
gram 1 kali sehari selama 5 hari.
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap cephalosporin dan
penicilin.
Perhatian Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan
hati yang berat, kadar plasma obat perlu
dipantau, tidak digunakan pada wanita hamil.
Interaksi Obat -
Efek Samping Lelah, sariawan, nyeri tenggorokan, dan diare.
Harga Obat Rp 94.000,-
Alasan Pemilihan Obat Karena merupakan antibiotik spektrum luas
sebagai terapi empiris yang efektif membunuh
bakteri G(+) dan G(-) sampai ditemukan agen
infeksi.
2) Infus KA-EN 4A
Jumlah Sediaan Komposisi per 1000 mL : Na 30 mEq/L, K 0
mEq/L, Cl 20 mEq/L, Laktat 10 mEq/L, dan
glukosa 40 gram/L.
Kemasan 500 mL.
Indikasi Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi hipertonik dan syok hipovolemik.
Dosis Dosis disesuaikan menurut kondisi, umur, dan
berat badan.
Harga Obat 1 botol @500 mL Rp 17.500,-
Alasan Pemilihan Obat Karena pasien mengalami penurunan tekanan
darah, terapi infus digunakan untuk
mempertahankan tekanan darah.
3) Oksigen
Indikasi Gagal nafas akut dibutuhkan pembebasan jalan
nafas dan nafas bantu.
Dosis Aliran O2 diberikan 8-12 liter/menit dengan
konsentrasi O2 mencapai 100%.
Kontraindikasi -
Perhatian Menyebabkan iritasi hidung dan bagian
belakang telinga tempat tali binasal.
Interaksi Obat -
Alasan Pemilihan Obat Karena pasien mengalami takipnea, terapi
oksigen diberikan untuk mempertahankan O2
normal didalam darah.
4) Metoklopramid injeksi
Jumlah Sediaan Tablet metoklopramid 10 mg; injeksi 5 mg/mL.
Indikasi Gangguan GI, mabuk perjalanan, mual pada
pagi hari, meredakan gejala gastroparesis
diabetik akut dan rekuren.
Dosis 5 mg/mL
Kontraindikasi Obsttruksi gastrointestinal, hemmoragi.
Perhatian Gangguan fungsi ginjal lansia, anak.
Interaksi Obat -
Efek Samping Mengantuk, gelisah, kelelahan, diare,
konstipasi, sindrom ekstrapiramidal.
Harga Obat Rp 15.500,-
Alasan Pemilihan Obat Untuk mengatasi mual muntah pada pasien.
5) Parasetamol Suppositoria 250 mg
Jumlah Sediaan Parasetamol suppositoria 125 mg, 250 mg.
Indikasi Antipiretik, analgetik.
Dosis 250 mg, suppositoria dimasukkan ke dalam
rectum tiap 4 jam bila diperlukan sebanyak
maksimal 4 kali.
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap parasetamol dan pasien
dengan gangguan fungsi hati yang berat.
Perhatian Penderita gangguan hati, penderita yang
mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan
kerusakan hati.
Interaksi Obat -
Efek Samping Bintik-bintik merah pada kulit dan reaksi
alergi.
Harga Obat Rp 2.000,-
Alasan Pemilihan Obat Untuk menurunkan demam pada pasien yang
tidak sadarkan diri, oleh sebab itu digunakan
sediaan suppositoria.
6) Dopamin 10 mcg/kg/menit infus iv
Indikasi Untuk mengobati syok dan tekanan darah
rendah karena serangan jantung, trauma,
infeksi, operasi, dan penyebab lainnya.
Dosis 2-10 mcg/kg/menit, tetapkan kadarnya untuk
mengoptimalkan respon.
Kontraindikasi Hindari pada pasien hipertiroidisme dan
febrilasi ventrikular.
Perhatian Hipovolemia harus diperbaiki sebelum
pengobatan dilakukan.
Interaksi Obat -
Efek Samping Efek CV ( ectopic beats, takikardi, palpitasi,
anginal pain, hipotensi, vasokonstriksi), sakit
kepala, dispnea.
Harga Obat Rp 5.500,-
Alasan Pemilihan Obat Sebagai agen inotropik untuk meningkatkan
kekuatan memompa pada jantung dan suplai
darah ke ginjal dan digunakan untuk
meningkatkan fungsi jantung ketika jantung
tidak mampu memompa cukup darah.
H. KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)
1) Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit sepsis.
2) Menginformasikan dan mendiskusikan kepada pasien supaya sadar akan
pentingnya menjaga kebersihan.
3) Menyarankan kepada pasien untuk rutin melakukan olahraga.
4) Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari makanan yang banyak
mengandung lemak jahat, serta banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung
zat besi.
I. Monitoring dan Evaluasi
1) Tekanan darah pasien sampai target 120/80 mmHg.
2) Suhu badan pasien sampai target suhu normal yaitu 36,5 - 37,5 °C, serta
monitoring terhadap frekuensi pernapasan pasien sampai target kurang dari 20 kali
per menit.
3) Monitoring Wbc pasien dengan melakukan pemeriksaan laboratorium sampai
target kurang dari 12.000 sel/mm3.
4) Memonitoring penggunaan antibiotik pada pasien, untuk menghindari terjadinya
resiko resisten.
VII. PERTANYAAN DAN JAWABAN SAAT DISKUSI
1) Ditanyakan oleh : Retno Ning Aty (18123439A)
Pertanyaan : Pada KIE ada menyarankan mengkonsumsi magnesium dan
zat besi, itu hubungannya sama sepsis apa ?
Jawaban :Makanan yang mengandung Magnesium dan Zat besi sangat
baik dikonsumsi oleh penderita sepsis, terutama yang mengalami hipotensi atau
tekanan darah menurun, misalnya daging, bayam dll.
2) Ditanyakan oleh : Riska Meilida (18123440A)
Pertanyaan : Kenapa infus RL digunakan untuk mempertahankan tekanan
darah, sedangkan yang saya tau infus RL iku digunakan untuk kehilangan atau
kekurangan cairan ?
Jawaban : Dimana komposisi infus RL itu adalah Na, Cl dan K yang
merupakan elektrolit, yang sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui respon
gradien konsentrasi, jadi cairan ini akan menseimbangkan volume interstisial dan
intravaskuler.
3) Ditanyakan oleh : Pricilla Wahyu (18123459A)
Pertanyaan : Antibiotik dipilihkan spektrum luas, kan didalam tubuh itu
ada flora normal juga, nah bagaimana itu cara memilah antara bakteri yang baik
dan tidak ?
Jawaban : Disini dipilih Antibiotik dengan spektrum luas karena kultur
bakterinya belum diketahui, jadi masih menggunakan terapi empiris, sampai
ditemukannya suatu agen infeksi yang tepat, sehingga pemberian antibiotik dapat
disesuaikan dengan agen infeksi.
4) Ditanyakan oleh : Rosita rahmah (18123452A)
Pertanyaan : Kenapa dipilihkan antibiotik Ceftriakson ?
Jawaban : Ceftriakson merupakan antibiotik spektrum luas, yang dinilai
lebih poten dari pada gol. Penisilin karena biasanya golongan ini sudah banyak
yang resisten, selain itu seftriakson juga merupakan antibiotik yang
direkomendasikan untuk penyakit urosepsis. Dikasus ini dipasien mengalami
urosepsi.
5) Ditanyakan oleh : Fitri Handayani (18123445A)
Pertanyaan : Efek samping Ceftriakson adalah mual muntah, kenapa obat
mual muntah tidak diberikan ?
Jawaban : Obat ceftriakson diberikan secara iv. Jika diberikan secara
oral mungkin akan memberikan efek samping mual muntah. Tetapi pemberian
obat mual muntah juga perlu diberikan, tetapi pemberiannya dapat dilakukan
dengan cara injeksi, misalnya dapat diberikan injeksi metoklopramid.
VIII. KESIMPULAN
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien didiagnosa mengalami sepsis dan
telah diberikan terapi antibiotik spektrum luas yaitu ceftriaxon dengan dosis 1 gram 1 x sehari
selama 3 hari dan juga diberikan terapi suportif yaitu infus RL dan juga oksigen.
IX. DAFTAR PUSTAKA
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122796-S09030-Profil%20dan-Literatur.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16575/4/Chapter%20II.pdf
Kusnandar., Adji Pryitno Setiadi., I Ketut Adnyana., Joseph I Sigit., Retnosari
Andrajati., Elin Yulinah Sukandar. 2008. ISO Farmakoterapi Buku 1. Isfi
penerbitan. Jakarta.
Sumantri, Stevent. Dr. 2012. Tinjauan Imunopatogenesis dan Tatalaksana Sepsis.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPNCM.