kasih ibu (masih) sepanjang masa

Upload: nofianita-wahyuni

Post on 05-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pembacaan puisi joko pinurbo

TRANSCRIPT

KASIH IBU (MASIH) SEPANJANG MASA

Nofianita Wahyuni 122144205

Kasih ibu kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi tak harap kembali

Bagai sang surya menyinari dunia

(Kasih Ibu, SM. Moehtar)

Kasih Ibu masih menjadi lagu favorit yang didendangkan anak-anak. Tak hanya ibu yang sengaja mengajari anak dengan lagu ini, tapi ibu guru pun rajin menggaungkan pada anak didik mereka. Sedari dini, anak ditanami anggapan bahwa ibu merupakan makhluk yang luar biasa mulia. Ibu merupakan malaikat yang turun ke bumi. Menebar kasih yang tak ada putus-putusnya. Memberi kasih tak habis-habis. Saking luar biasanya kasih ibu, sampai-sampai ibu diumpamakan sebagai matahari yang senantiasa memancarkan sinarnya ke segenap penjuru dunia. Sama layaknya matahari, ibu tidak pernah mengaharap gaji atau imbalan apapun. Betapa hebatnya ibu sehingga diakui sebagai makhluk yang paling dihormati di bumi. Ibu, ibu, ibu, kasihnya sepanjang masa.Sebutan ibu disematkan langsung kepada perempuan yang memiliki anak. Sayangnya tak berlaku pada kasihnya. Kasih yang terkesan identik dan melekat pada sosok ibu, tidak bisa diturunkan begitu saja. Tidak turun dari langit. Tidak pula bisa ditemukan di toko serba ada. Tidak bisa seperti air yang mengalir dari titik tinggi ke rendah. Seperti asap yang menjadi sebab keberadaan api, kasih muncul sebagai respons dari pemerolehan kebahagiaan. Kebahagiaan bisa datang dari mana saja, dari keluarga, lingkungan, atau datang dari bayi yang dikandung. Jika tidak memperoleh kebahagiaan, jangan harap kasih mampu membenih dalam hati. Ibu menelantarkan anak, ibu membuang anak, ibu menganiaya anak, ibu membunuh anak adalah sebagian banyak contoh kasus akibat tidak dimilikinya kasih oleh ibu. Tak ada kebahagiaan, tak ada kasih. Tanpa kasih, ibu mampu berbuat analar.Begitu dahsyatnya peran ibu tanpa kasih membuat sebagian orang miris. Hal-hal keji yang awalnya muskil dilakukan, ternyata mampu dilakukan oleh makhluk bernama ibu. Asumsi masyarakat pun mulai bergeser. Ibu yang dulunya dianggap pahlawan tanpa pamrih turun pangkat menjadi manusia sipil biasa. Mampu juga berbuat amoral kepada anak kandungnya. Ibu-ibu biang kekejian ini banyak bermunculan pada dekade 2000an. Dan makin menjamur saat ini. Bagai dua sisi mata uang, di satu pihak ibu diibaratkan malaikat tanpa dosa, di pihak lain ibu tak lain merupakan mesin pembunuh yang paling dekat.Banyaknya perbuatan amoral yang dilakukan ibu semakin menumbuhkembangkan asumsi-asumsi negatif dalam masyarakat. Sebagian orang memercayai dan turut andil dalam menyebarluaskan anggapan tersebut. Sebagian lain masih percaya bahwa kasih ibu tak tergerus zaman. Masih ada hingga sekarang. Ibu masih seperti malaikat yang tak kenal lelah menanamkan benih kasih sayang. Salah satu orang yang masih mengamini keberadaan kasih ibu adalah Jokpin. Asumsi negatif yang dilayangkan kepada ibu tak merasuk pada diri Jokpin. Ia menepis habis-habisan anggapan kasih ibu turut luntur bersama bergulirnya waktu. Ia masih merasa bahwa ibu adalah makhluk yang mulia, senantiasa mengabulkan keinginan anaknya. Selaksa Tuhan, ibu memberi tanpa pamrih. Tahun berganti, era berganti, kekuasaan pun berganti, tapi kasih ibu tak pernah mati. Melalui puisi-puisinya Jokpin melawan dengan membuktikan bahwa kasih ibu tak pernah usang dimakan zaman. Masih saja memberi tanpa diminta. Masih mengashi tanpa pamrih, meski tubuh dan pikiran anak telah tumbuh menjadi dewasa.Tentang Joko Pinurbo

Joko Pinurbo atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jokpin lahir di Sukabumi, Jawa Barat 11 Mei 1962. Sekarang berdomisili di Yogyakarta. Tahun 1987 menamatkan studi di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Sanata Dharma Yogyakarta. Setelah lulus, ia menjadi staf pengajar di almamaternya. Setelah itu, ia bekerja di kelompok usaha media adan penerbitan. Ia mulai mengarang puisi sejak tahun 1970-an. Penyair 51 tahun ini mampu melepaskan diri dari cengkeraman pengaruh nama-nama besar penyair Indonesia modern seperti alm. Rendra, Sutardji Calzoum Bachri, Gunawan Muhammad, dan Sapardi Djoko Damono. Buku puisi pertamanya Celana (1999), memperoleh Hadiah Sastra Lontar 2001. Buku puisinya Di Bawah Kibaran Sarung (2001) mendapat Penghargaan Sastra Pusat Bahasa 2002. Berkat Celana dan Di Bawah Kibaran Sarung ia pun ditetapkan sebagai Tokoh Sastra Pilihan Tempo 2001. Tahun 2005 ia menerima Khatulistwa Literary Award untuk buku puisi Kekasihku (2004). Buku puisinya Tahilalat (2012) ditetapkan sebagai Karya Sastra Pilihan Tempo 2012. Buku puisinya yang lain adalah Pacarkeclku (2002), Telepon Genggam (2003), dan Kepada Cium (2007).Seperti yang dikatakan sebelumnya, Jokpin adalah salah satu orang yang menepis anggapan lunturnya kasih ibu. Jokpin merasa bahwa kasih ibu tak seperti wenter yang akan luntur ketika baju dicuci. Kasih masih akan dan terus akan ditebarkan ibu kepada anaknya. Melalui Baju Bulan, ia menunjukkan bahwa kasih ibu masih ada. Tetap abadi.

Baju Bulan merupakan buku puisi karya Jokpin yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama pada April 2013. Buku setebal 0,8 cm ini bersi 60 puisi pilihan yang ditulis dalam rentang waktu 1991-2012. Dalam buku ini tampak kuat kisah mengenai hubungan manusia. Jokpin melihat perilaku manusia melalui hubungan keluarga, anak-ibu, anak-ayah, dan anak-ibu-ayah. Hubungan anak-ibu mendominasi buku puisi ini. Hal tersebut menguatkan anggapan bahwa Jokpin adalah sosok yang masih meletakkan ibu sebagai pusat perhatian. Ia masih beranggapan bahwa kasih ibu tak pernah hilang. Puisi-puisi yang ditulis dalam waktu yang bejenjang seperti buku puisi ini menjadi semacam usaha mengumpulkan memori yang tercecer. Dari tahun penciptaan puisi yang berbeda dapat dilihat konsistensi Jokpin dalam menepis anggapan negatif berkenaan dengan ibu dari waktu ke waktu. Dengan penyajian puisi ini, Jokpin membela ibu dengan menunjukkan perbuatan mulia ibu. Dengan begitu, kaum ibu yang mulai terpojokkan oleh seombyok asumsi negatif dapat menghirup napas lega. Masih ada kasih mulia yang diabadikan dalam bentuk puisi.Kasih Ibu (masih) Sepanjang Masa

Anggapan negatif berkenaan dengan ibu mulai menyebar ke urat nadi masyarakat. Melalui puisinya, Jokpin hendak menunjukkan ke masyarakat bahwa anggapan tersebut tidak benar. Meski banyak kasus yang terjadi antara anak dan ibu, secara generalisasi tidak dapat dikatakan bahwa kasih ibu musnah di muka bumi. Ada contoh perbuatan yang masih dilakukan ibu dengan senang hati untuk anaknya. Jokpin merangkumnya dalam beberapa adegan yang terdapat dalam puisi-pusinya. Salah satunya dapat dilihat dalam puisi Bayi di Dalam Kulkas.Bayi di dalam kulkas lebih bisa mendengarkanpasang-surutnya angin, bisu-kelunya malam,dan kuncup-layunya bunga-bunga di dalam taman.

Dan setiap orang yang mendengar tangisnya

mengatakan, Akulah ibumu. Aku ingin menggigil

dan membeku bersamamu.

(Bayi di Dalam Kulkas, 1995)

Puisi yang ditulis Jokpin pada tahun 1995 menunjukkan pengorbanan ibu kepada anaknya. Tiap kali bayi menendang-nendang perut ibunya (Tiap kali orang mendengar tangis anaknya), akan dengan rela sang ibu menenangkannya. Meskipun sang anak masih dalam rahim (yang direpresentasikan oleh kata kulkas), ibu pasti akan meletakkan tangannya di atas perutnya seraya menggumamkan kata-kata yang menenangkan, akulah ibumu aku ingin menggigil dan membeku bersamamu. Jika dilogika bayi belum bisa mengerti apa yang diucapkan orang dewasa, tapi sebenarnya bayi bisa merasakan hal-hal seperti itu. Bayi di dalam kulkas lebih bisa mendengarkan pasang-surutnya angin, bisu-kelunya malam, dan kuncup-layunya bunga-bunga di dalam taman adalah bukti bahwa bayi bisa mendengar apa saja. Kalimat Akulah ibumu aku ingin menggigil dan membeku bersamamu merupakan kalimat penghibur untuk anaknya yang sedang gelisah. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa sang ibu rela mengorbankan nyawanya, menggigil dan membeku demi anaknya menenteramkan jiwa sang anak. Sang anak bisa bernapas lega, ada yang senantiasa menemaninya.

Pengorbanan ibu yang lain dapat dilihat dalam puisi Malam Pagi di Sebuah Puisi (MPSP). Jokpin menghadirkan kasih ibu dengan menyuguhkan cerita masa lalu yang pernah terjadi. Ibu dalam puisi MPSP merupakan Maria, ibu Yesus Kristus. Ia bersusah payah mencari anaknya yang ditangkap dan dianiaya oleh tentara Romawi.Ibu hendak ke mana? perempuan muda itu menyapaAku akan cari dia di Golgota, yang artinya:

tempat penculikan, jawab ibu yang pemberani itu

sambil menunjukkan potret anaknya.

(Minggu Pagi di Sebuah Puisi, 1998)

Tanpa kenal takut, Maria terus mencari anaknya. Dengan bekal jejak bercak darah Yesus sepanjang via dolorosa, ia menyusuri jalan. Ketika ditanya Maria Magdalena ke mana ia akan pergi, Maria menjawab bahwa ia akan pergi ke bukit Golgota, tempat Yesus akan disalibkan. Keberanian dan kegigihan Maria mencari anaknya menunjukkan betapa sayangnya ibu kepada anak. Tanpa memikirkan bahaya, tanpa tahu apa yang akan terjadi, ia tetap terus mencari. Hanya satu keinginannya, bertemu anaknya. Setidaknya, ia harus berada di samping anaknya ketika anaknya disalib dan menemui ajalnya.

Bukan hanya menghadirkan kemuliaan ibu dari cerita umat Nasrani, sisi keislaman (yang diwakili oleh kalimat Azan subuh berkumandang) juga diangkat sebagai latar cerita meskipun bukan sebagai penunjang utama cerita. Latar perbedaan agama ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kasih ibu ada dalam segala ranah agama. Selain itu, kasih sayang ibu tidak melulu dihadirkan dalam bentuk perbuatan. Adalah puisi Panggilan Pulang yang mengisahkan kasih sayang ibu tidak dengan perbuatan. Kali ini Jokpin menunjukkan kasih sayang ibu lewat sakitnya. Bukan sakit sembarang sakit. Sakit ini bukan disebabkan oleh virus atau bakteri, melainkan oleh pikiran. Karena terpisah jarak, sang ibu merindukan anaknya. Tidak bertemunya ibu dan anak dalam waktu yang lama, membuat ibu khawatir akan keadaan anaknya. Kekhawatiran dan kerinduan stadium akut bercampur menjadi satu membentuk kesemrawutan pikiran. Tidak kuatnya ibu menanggung kekacauan pikiran membuatnya jatuh sakit. Kerinduan ibu menunjukkan betapa cintanya ibu kepada anaknya. Kekhawatiran-kekhawatiran yang muncul pun disebabkan kecintaan sang ibu pada anaknya. Sakit adalah titik kulminasi ketidakberdayaan ibu jauh dari anaknya.Azan subuh berkumandang. Penuh hujan.

Ia buka telepon genggam. Tumben, ayah kirim pesan:

Ibu sakit. Kangen berat. Nenek sudah tiga hari hilang

(Panggilan Pulang, 2003)

Dalam puisinya yang lain, Anak Seorang Perempuan, Jokpin menghadirkan kasih ibu melalui pernyataan anak kandungnya sendiri.Ibu tak pernah menyebut dirinya perempuan jalang

Dan bagi anak seperti saya yang mengalami

Kelembutan cinta seorang ibu

Soal itu toh tidak penting-penting amat.

(Anak Seorang Perempuan, 2002)

Absennya bapak dalam hidup perempuan, tak membuat tokoh saya berkecil hati. Tokoh saya cukup bahagia hidup bersama ibunya. Kelembutan cinta ibunyalah yang membuat tokoh saya mengesampingkan ketidakhadiran bapaknya. Kelembutan cinta itu juga yang telah membawa tokoh saya mengacuhkan anggapan bahwa ibunya adalah perempuan jalang. Dan bagi anak seperti saya yang mengalami kelembutan cinta seorang ibu soal itu toh tidak penting-penting amat menggaris bawahi pentingnya kasih ibu pada anak. Semua hal terasa tidak penting jika mendapat kasih sayang dari sosok ibu. Selain hadir melalui pernyataan anaknya, puisi Anak Seorang Perempuan juga menghadirkan kasih ibu melalui perbuataannya, meskipun perbuatan ini hanya tersirat. Tanpa tahu benih laki-laki mana yang telah bersatu dengan ovumnya, sang ibu tetap membiarkan hasil pembuahan itu menempel di dinding rahimnya. Terus membesarkannya dengan tulus adalah hal yang dilakukannya sampai anaknya tumbuh menjadi perempuan dewasa. Pemertahanan janin tanpa bapak menjadi hal yang tidak banyak dijumpai dewasa ini. Bukankah hanya kasih yang tetap membuat janin itu hidup?Ha ha, ... si bangsat akhirnya datang.

Datang di akhir petang bersama buku-buku

Yang ditulisnya diperantauan.

Ibunya segera membimbngnya ke meja perjamuan.

Kenalkan, ini jagoanku. Ia tersipu-sipu.

Saudara-saudaranya mencoba menahan tangis

melihat kepalanya berambutkan gerimis.

Hai, ubanmu subur berkat puisi? Ia tertawa geli.

(Perjamuan Petang, 2003)

Perjamuan Petang adalah puisi lain Jokpin yang sengaja menghadirkan kecintaan ibu pada anaknya. Kecintaan ini hadir melalui kata-kata ibu yang membanggakan anaknya. Hanya ibu yang penuh kasih dan kepedulian yang mau membanggakan anaknya di depan sanak saudara. Pada awal cuplikan puisi memang terasa aneh karena keberadaan kalimat si bangsat akhirnya datang. Sang ibu seolah-olah membenci anaknya. Ibunya memanggil bangsat bukan karena benci ataupun perbuatan keji dan kejam anaknya. Panggilan bangsat disebutkan karena kelakuan sang anak yang sudah lama tidak pulang ke rumah menemui keluarganya. Kalimat Saudara-saudaranya mencoba menahan tangis melihat kepalanya berambutkan gerimis mengindikasikan sang anak baru pulang ketika ia menyongsong tua, ketika rambutnya mulai berubah putih (kepalanya berambutkan gerimis). Pertemuan yang sudah lama tidak terjadi antaribu dan anak memunculkan kegeraman akibat bertumpuknya kerinduan. Wajar memang jika panggilan bangsat dilayangkan oleh ibu.

Meski menyebut anaknya bangsat, ibu tetap membanggakan anaknya di depan saudara-saudara dengan sebutan jagoanku. Kegeraman yang muncul tidak serta merta membuat ibu marah. Ia malah menuntun sang anak ke meja pertemuan (Ibunya segera membimbngnya ke meja perjamuan). Dengan menghadirkan oposisi bangsat-jagoan, Jokpin menambah kuat citraan kasih sang ibu. Kata jagoan di akhir bait menguatkan arti sekunder kata bangsat. Kata bangsat menjadi semacam kata lain dari sayang.

Kecintaan ibu juga bisa dilihat dalam puisi Cita-cita yang ditulis Jokpin tahun 2003. Puisi Cita-cita mengisahkan keikhlasan ibu menuggu anaknya pulang kerja.Terberkatilah waktu yang dengan tekun dan sabarmembangun sengkarut tubuhku menjadi rumah besar

yang ditunggui seorang ibu. Ibu waktu berbisik mesra,

Sudah kubuatkan sarang senja di bujur barat tubuhmu.

Senja sedang berhangat-hangat di dalam sarangnya.

(Cita-cita, 2003)

Dengan tulus, ibu menunggu di rumah besar yang dibangun dari keringat anaknya. Di usia senjanya, ibu masih bersedia tinggal di rumah yang sebenarnya hanya disinggahi anaknya. Kesibukan anaknya menjadikan rumah layaknya hotel, menginap barang sejenak untuk melepas penat. Meskipun begitu, ibu tetap saja mau menungggu anaknya pulang. Apalagi alasannya kalau tidak karena sayang. Ingin menemani dan melihat anaknya barang sebentar lebih menyejukkan pikiran ibu ketimbang rumah besar yang dihuni sepi. Sang anak yang ditunggui pun merasa terberkati oleh kehadiran ibu.Selain kesediannya menunggu anaknya pulang, sang ibu pun dengan repot menyiapkan segala yang diinginkan sang anak tanpa diminta. Dengan kesadaran penuh, ibu menyiapkan tempat duduk dan teh untuk anaknya (Sudah kubuatkan sarang senja di bujur barat tubuhmu). Kata senja dalam larik tersebut merujuk pada sang ibu. Sang ibu dengan sabar menunggu anaknya pulang. Menyiapkan tempat untuk bercengkerama melepas penat. Hal yang sangat disukai anaknya, berkumpul bersama ibunya.Pada puisi lain, Jokpin mencoba mengangkat lingkungan sosial ibu dan anak. Lilitan kemiskinan yang menjadi masalah krusial keluarga tidak begitu saja mampu merenggut kasih ibu pada anaknya. Puisi Harga Duit Turun Lagi merupakan cerminan bagi banyak orang, kuatnya kasih ibu mampu mengalahkan kemiskinan yang hendak merenggut nyawa anak.Malu pada guru dan teman-temannya,

Coba ia serahkan tubuhnya ke tali gantungan.Dadah Ayah, dadah Ibu ....

Ibu cinta terlonjak bangkit dari sakitnya.

Diraihnya tubuh kecil itu dan didekapnya.

Berilah kami rejeki pada hari inidan ampunilah kemiskinan kami.

(Harga Duit Turun Lagi, 2005)

Kemiskinan menjadi penyebab banyaknya kasus bunuh diri di Indonesia. Harga-harga melonjak tinggi, uang sulit didapat menjadi serentetan masalah yang melekat pada orang-orang miskin. Ketidakmampuan membayar uang sekolah juga tidak hanya ikut membebani orang tua tapi anak juga. Rasa malu yang harus ditanggung membuat anak kehabisan akal. Malu pada guru dan teman-teman membuatnya kalap, tak pikir panjang untuk mengakhiri hidupnya di gantungan (Coba ia serahkan tubuhnya ke tali gantungan).

Dari sepertiga penduduk yang berada di garis kemiskinan, ibu dalam Harga Duit Turun Lagi adalah ibu yang patut dicontoh. Menjadi masalah biasa, orang miskin hidup serba kekurangan dan penyakitan, tak terkeculai ibu. Tapi hal tersebut tidak mengurangi kasih ibu pada anak. Ibu tidak terprovokasi mengikuti anaknya merangkak ke tali gantungan. Ketidakberdayaan tidak membuatnya hilang akal dan menyerah. Melihat anaknya akan bunuh diri, ibu yang tergolek lemah tak berdaya di ranjang seketika bangun (Ibu cinta terlonjak bangkit dari sakitnya). Ia tak menghiraukan sakit yang dideritanya. Yang ada dipikirannya hanya menyelamatkan anaknya. Didekapnya tubuh anaknya (Diraihnya tubuh kecil itu dan didekapnya). Ia hanya mampu berdoa agar diberi rejeki hari ini dan terbebas dari kemiskinan. Satu lagi bukti kasih ibu pada anaknya.Puisi Jokpin lain yang menyuguhkan sajian kasih ibu adalah Telepon Tengah Malam. Sama seperti puisi-puisi sebelumnya, kasih ibu hadir dalam bentuk kesediaannya menemani anaknya, tidak hanya suka tetapi juga dalam duka.Ini Ibu, Nak. Apa kabar?

Ibu! Ibu di mana?

Di dalam.

Di dalam telepon.

Di dalam sakitmu.

Ah, malam ini tidurku akan nyenyak.

Malam ini sakitku akan nyenyak tidurnya.

(Telepon Tengah Malam, 2004)

Kali ini, kesediaan ibu menemani anaknya diwujudkan melalui percakapan di telepon genggam. Sang ibu menyisihkan waktu tidurnya untuk menanyakan kabar anaknya (Ini Ibu, Nak. Apa kabar?). Ia punya firasat bahwa anaknya sedang tergolek sakit. Ketika ditanya anaknya, di mana keberadaan ibu, ibu menjawab bahwa ia berada dalam sakit sang anak. Meskipun ibu dan anak terpisah jarak, ibu tetap ingin anaknya merasa nyaman. Ibu tetap ingin menemani anaknya yang sedang sakit (Di dalam sakitmu). Kalimat Di dalam sakitmu menjadikan semacam penyejuk, penentram hati sang anak. Hal ini pun diamini oleh sang anak. Ia akan merasa nyaman, tidurnya akan nyenyak karena ada ibu di sampingnya, menjaganya (Malam ini sakitku akan nyenyak tidurnya). Kesediaan ibu menemani hanya punya satu alasan, karena sayang.Perbuatan mulia ibu juga dilukiskan Jokpin dalam puisi Selepas Usia 60. Puisi ini menggambarkan keikhlasan ibu menjahit celana anaknya yang robek.Kasihan Ibu, sering didera kantuk hingga jauh malam,menjahit celana saya yang cedera.Sampai sekarang kadang tusukan jarumnya, auw ...,

masih terasa di pantat saya.Yeah, ini celana diam-diam mau melorot. Saat mau tidurbaru saya tahu: hai, ada gambar Superman di celanaku.(Selepas Usia 60, 2004)

Hingga larut malam, sang ibu masih bergulat menambal celana anaknya yang robek. Kantuk yang mendera tidak mengurungkan niatnya menyelesaikan pekerjaannya (sering didera kantuk hingga jauh malam, menjahit celana saya yang cedera). Dengan cekatan, ibu terus menusukkan jarum jahit membentuk jalinan benang untuk merekatkan bagian yang robek. Tidak pernah mengeluh meski sang anak telah memberinya sebuah pekerjaan, menjahit celana. Ia hanya ingin anaknya menggunakan celana dengan sempurna.Tidak berhenti sampai di situ, ibu pun secara diam-diam mengabulkan keinginan terpendam anaknya. Menambal gambar Superman di celananya (hai, ada gambar Superman di celanaku). Ibu tahu bahwa anaknya sangat menyukai Superman. Ia sering iri melihat temannya yang mempunyai gambar figur Superman di celananya (saya masih berdiri di depan jendela, mempeerhatikan seorang bocah culun, dengan celana bergambar Superman). Sebagai orang yang selalu berada di dekat anaknya, ibu pun tahu apa yang dinginkan anaknya. Tanpa banyak babibu, ibu langsung memasang gambar kesukaan anaknya di celananya tanpa sepengetahuan anaknya tentunya (Saat mau tidur baru saya tahu).Jokpin dengan puisi naratifnya sering menghadirkan cerita masa lampau. Sama seperti puisi Minggu Pagi di Sebuah Puisi, kali ini Jokpin menghadirkan cerita mengenai Yesus sang juru selamat dan ibunya. Jokpin tidak benar-benar secara serius mengembangkan tema religiusitas. Hanya saja, ia melihat sisi lain dari cerita tersebut.Ketika tiga hari kemudian Yesus bangkitdari mati, pagi-pagi sekali Maria datang

ke kubur anaknya itu, membawa celana

yang dijahitnya sendiri.

(Celana Ibu, 2004)

Adalah Celana Ibu puisi yang dikemas secara berbeda dan menarik itu. Puisi Celana Ibu menceritakan kecintaan Maria pada anaknya satu-satunya. Kecintaan itu diwujudkan dalam pemberian celana kepada anaknya. Anaknya yang disalib di bukit Golgota tanpa mengenakan celana membuat hati ibunya miris. Tiga hari setelah kematian Yesus, tepatnya ketika Yesus bangkit, pagi-pagi sekali Maria datang ke makam membawakan celana yang dijahitnya sendiri (Maria datang ke kubur anaknya itu, membawa celana yang dijahitnya sendiri). Dengan menjahitnya sendiri, Maria ingin menitipkan rasa sayangnya pada Yesus di tiap helai jahitannya sehingga Yesus akan selalu mengingatnya. Juga, Maria ingin anaknya pantas saat menemui Tuhan. Tindakan Maria ini adalah perbuatan yang didasari rasa sayang.

Ibu sebagai orang yang selalu hadir saat dibutuhkan atau tidak, kembali dihadirkan Jokpin dalam puisi Terompet Tahun Baru. Aku dan Ibu pergi jalan-jalan ke pusat kotauntuk meramaikan malam tahun baru.

Ayah pilih menyepi di rumh saja.

sebab beliau harus menemani kalender

pada saat-saat terkahirnya.

(Terompet Tahun Baru, 2006)

Ketika tahun baru tiba, layaknya orang lain keluarga Terompet Tahun Baru pun ikut merayakannya. Sayangnya, ayah tidak ikut serta. Ia harus bekerja membuat terompet. Momen tahun baru akan menjelang, sehingga ini kesempatan terakhir ayah menjualnya. Ibu sebagai garda pertama yang selalu ada pun tak ingin mengecewakan anaknya. Ia melakasanakan perannya menemani anaknya merayakan malam pergantian tahun. Ia tidak ingin anaknya kecewa. Jalan-jalan ke pusat kota dipilih ibunya untuk menggembirakan anaknya (Aku dan Ibu pergi jalan-jalan ke pusat kota). Ia ingin anaknya seperti yang lain, turut serta merayakan tahun baru. Ia pun bersusah payah menghadirkan sosok ayah agar anaknya tidak kecewa dengan ketidakhadiran ayah. Ibu berjuang untuk selalu hadir dalam momen penting anaknya. Ibu meninggalkan pekerjaan membantu suaminya. Padahal itu kesempatan terakhir mereka meraup untung, tapi itu tak jadi soal. Yang terpenting adalah bisa menemani anaknya ke manapun yang diinginkan.

Sama halnya dengan puisi Terompet Tahun Baru, Sungai juga menceritakan kesigapan ibu untuk menemani anaknya.Ketika ayah sibuk kerja, ibu selalu menemani.Ibu membekaliku sebuah sungaiyang jernih dan berkecipak-kecipak airnya.Sungai itu ditanam di telapak tanganku,

mimpi Ibu terbawa dalam arusnya.

(Sungai, 2012)

Ketika ayahnya sibuk bekerja, ibulah yang selalu ada menemani (Ketika ayah sibuk kerja, ibu selalu menemani). Tanpa merengek padanya, ibu akan selalu ada. Ibu akan selalu meluangkan waktunya bercengkerama dengan anaknya. Tidak hanya berbincang, ibu selalu menyematkan nasihat-nasihat pada anaknya (Sungai itu ditanam di telapak tanganku). Nasihat ibu diibaratkan Jokpin sebagai sungai. Nasihat itu terus menerus digaungkan sehingga menempel dalam pikiran sang anak yang diwujudkan dalam kata telapak tangan. Nasihat-nasihat baik selalu ditanamkan agar anak tak salah jalan. Ibu pun akan terus meniup semangat anaknya agar terus berkobar. Tak lupa ibu juga selalu berharap yang terbaik untuk anaknya. Mimpi-mimpi ibu selalu disematkan dalam pikiran anaknya (mimpi Ibu terbawa dalam arusnya), semata-mata hanya ingin anaknya bahagia.

Jokpin juga menciptakan puisi Keranjang pada 2012 untuk menunjukkan sisi mulia kaum ibu. Pada puisi ini jokpin menghadirkan hubungan ibu dan bayinya.Perempuan itu membuat keranjang

dari benang-benang hujan

dan menggantungnya di beranda.

Di dalam keranjang ia tidurkan bayinya,

bayi yang lahir dari rahim senja.

(Keranjang, 2012)

Sang ibu membuatkan keranjang untuk bayinya. Keranjang untuk bayinya beristrahat. Ibu membuat keranjang tersebut seorang diri, tanpa bantuan orang lain. Kegigihan ibu menunjukkan betapa cintanya ibu pada anaknya. Ia tidak egois dengan menggendongnya tiap saat yang malah akan membuat sang bayi sakit. Ia rela membuat keranjang untuk ditiduri bayi (Di dalam keranjang ia tidurkan bayinya). Kata hujan dalam frasa dari benang-benang hujan hanyalah kiasan untuk mengambarkan kelembutan bahan pembuat keranjang. Ia ingin anaknya nyaman tidur dalam keranjang. Tidak ingin bayinya mengalami kesakitan. Ibu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya.Simpulan

Memang dalam puisi-puisi Jokpin yang telah dikaji, apa yang dilakukan ibu tidak dihadirkan dalam bentuk perbuatan besar, seperti perang membela negara. Namun Jokpin hanya ingin dunia luar tahu bahwa hal-hal kecil yang selalu luput dari perhatian orang lain mampu diatasi oleh ibu. Hal-hal kecil saja tak mampu luput dari pandangan ibu, apalagi hal-hal yang besar? Melalui perbuatan-perbuatan kecilnya, ibu mampu memberikan rasa percaya dan nyaman untuk anaknya. Ibu selalu menemani anaknya ketika tak ada lagi yang menemaninya (Cita-cita, Terompet Tahun Baru, Sungai). Ibu selalu ada untuk memberikan semangat ketika sakit (Telepon Tengah Malam) dan juga menenangkan hati yang gelisah (Bayi dalam Kulkas). Ibu juga yang selalu membuatkan sesuatu tanpa diminta (Celana Ibu, Selepas Usia 60, Keranjang). Ketika anak putus asa, ibu selalu ada untuk menyelamatkan (Harga Duit Turun Lagi). Ibu pula yang membesarkan anak tanpa basa-basi (Anak Seorang Perempuan). Ketika jauh terpisah, ibu akan sangat merindukan anaknya sampai jatuh sakit (Panggilan Pulang). Ketika sang anak hilang, ibu pula yang akan mencari sampai ketemu (Malam Pagi di Sebuah Puisi). Ibu adalah makhluk yang selalu percaya dan bangga terhadap anaknya (Perjamuan Petang).Puisi yang diciptakan Jokpin dari rentang tahun 1992-2012 menunjukkan kekonsistensiannya mengangkat tema-tema perihal ibu. Hal ini menguatkan anggapan bahwa kasih ibu merupakan center of interest yang tak pernah usang. Melalui puisi-puisi naratifnya ia berhasil menunjukkan hal-hal mulia yang dilakukan ibu. Meski terkesan remeh-temeh setidaknya ini adalah jalan yang dipilih Jokpin untuk memerangi stigma negatif dari masyarakat terhadap ibu. Hal-hal negatif yang dilakukan ibu hanyalah kesalahan-kesalahan yang dilakukan segelintir ibu yang tak berperasaan. Banyak ibu yang masih punya kasih dalalm hatinya. Kasih ini akan tetap ada dan berlaku sepanjang masa.