merindukan negara hukum ok - lbhsemarang.id · warga negaranya. dan masih banyak lagi contoh kasus...
TRANSCRIPT
MERINDUKAN NEGARA HUKUM
(Potret Kegagalan Negara dalam Memenuhi,
Melindungi dan Menghormati Hak Asasi Manusia
terhadap 73.352 orang di Jawa Tengah)
CATATAN AKHIR TAHUN 2016
YLBHI – LBH SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
“Merindukan Negara Hukum”, adalah upaya mengakui atau
meletakkan kembali Konsititusi dan peraturan perundang-undangan
dibawahnya sebagai instrumen negara untuk menjamin dan
melindungi hak-hak warga negaranya. Dalam tataran praksis,
seringkali norma-norma ideal dalam rangka pemuliaan manusia
seringkali masih terbaikan dalam kehidupan bernegara.
Menjadi wajar sekarang ini bila negara hukum menjadi hal
yang dirindukan. Meski telah secara eksplisit dinyatakan dalam Pasal
1 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyebutkan Indonesia sebagai
Negara Hukum. Negara seringkali absen dalam rangka mewujudkan
amanat konstitusi tersebut, jika hukum yang dimaksud adalah
berpihak kepada masyarakat banyak.Hal ini diperparah lagi dengan
adanya pelaksana-pelaksana negara yang tidak memahami hukum
sebagai suatu upaya mencapai masyarakat yang dicita-citakan.Belum
lagi ketimpangan pelaksanaan hukum terhadap golongan berpunya
dan golongan lemah. Padahal jelas dalam Pasal 27 UUD NRI 1945
menyebutkan, “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam
hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya”. Posisi “bersamaan kedudukannya didalam
hukum” hanya menjadi teks belaka, lantaran dalam praktiknya
ketimpangan kian nyata. Belum lagi jika yang dipersoalkan adalah
hukum yang “ideal”, mengingat banyaknya aturan hukum nasional
yang belum berorientasi pada hak asasi manusia, sehingga dapat
melanggengkan ketimpangan serta penindasan.
Judul Merindukan Negara Hukum(Potret Kegagalan Negara dalam Memenuhi, Melindungi dan Menghormati Hak Asasi Manusia terhadap 73.352 orang di Jawa Tengah)
Kontributor :Zainal ArifinEti OktavianiAtma Khikmi AzmyRizky Putra EdryIvan WagnerSamuel Bonatua RajagukgukIrnawatiNico Andi WauranDodik Setiawan AjiRizki KurniasariYunantio Nur AlamsyahSlamet RiyadiDestigastuti LestianiYuliWahyu Supriyo
Editor : Eti Oktaviani & Rizky Putra EdryPembaca Akhir : Siti AminahDesain Sampul : Attak Empat Tujuh
Diterbitkan oleh : YLBHI-LBH SemarangIndonesia Legal Aid Foundation- Semarang Legal Aid InstituteJl. Jomblangsari IV Nomor 17 Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, SemarangTelp.(024) 86453050.Fax.(024) 86453054.
Kemudian, di akhir tahun 2016 LBH Semarang harus
kehilangan salah satu Pengabdi Bantuan Hukum terbaik, Atma
Khikmi. Atma harus berpulang di tengah perjalanan untuk
memperjuangkan hak-hak masyarakat tertindas, petani surokonto
yang telah dikriminalisasikan. Atma telah pergi, tapi tidak dengan
semangatnya. Besar harapan kami bahwa akan lahir kembali seorang
pejuang seperti Atma yang tak pernah padam semangatnya dalam
memperjuangkan hak-hak kaum tertindas.
Akhirnya, kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak yang membantu dalam penyusunan maupun penerbitan buku
ini, khususnya para penulis, kontributor, pembaca akhir, masyarakat,
dan media massa.
Selamat Membaca.
Semarang, 28 Desember 2016
Zainal Arifin, S.H.I
Direktur
Hal tersebut, misalnya, terlihat dari perjuangan masyarakat
rembang yang melakukan penolakan terhadap pendirian pabrik
semen dan penambangan di wilayahnya, Negara benar-benar
menafikan Indonesia sebagai 'Negara Hukum' dalam menyikapinya.
Begitu pula dalam berbagai kasus pengekangan kemerdekaan
berekspresi yang diterima Ahmad Fauzi dan AMP. Kebebasan
berekspresi yang senyatanya telah menjadi hak konstitusional
ternyata dalam pelaksanaannya Negara tak mampu menempatkan
dirinya sebagai 'Negara Hukum' yang melindungi hak konstitusi
warga negaranya. Dan masih banyak lagi contoh kasus yang telah di
damping LBH Semarang sepanjang 2016 yang menunjukan 'Negara
Hukum' masih jauh panggang dari api.
Selain itu, tahun 2016 bukanlah tahun yang mudah untuk
dilalui. Banyaknya kasus yang harus di dampingi oleh LBH Semarang
di tengah kurangnya Sumber Daya Manusia yang ada. Awal 2016,
hanya tersisa dua staf yang masih bertahan sebelum pada akhirnya
LBH Semarang mampu melaksanakan Kalabahu (Karya Latihan
Bantuan Hukum) pada pertengahan tahun 2016. Rasanya tidak
mungkin, LBH Semarang mampu menangani berbagai kasus hanya
dengan satu pengacara yang telah memiliki berita acara sumpah.
Tetapi, dengan kerjasama yang baik dengan seluruh Pengabdi
Bantuan Hukum, paralegal, para alumni dan para pengacara dari
lembaga lain yang menjadi jejaring LBH Semarang semua menjadi
mungkin untuk dilakukan. Untuk itu, kami mengucapkan
terimakasih sedalam-dalamnya kepada mereka yang telah dengan
tulus melakukan kerja-kerja penegakan hak-hak asasi manusia
bersama LBH Semarang.
Dia yang lebih dulu berpulang…
Atma Khikmi Azmy,
lahir di Kendal 28 Desember
1992.Atma, adalah Pejuang
Kemanusian, Pengacara Rakyat
sekaligus Pengabdi Bantuan
Hukum di LBH Semarang.
Menamatkan studi S1 di
Fakultas Hukum Unissula pada
November 2015 .Men jad i
lulusan terbaik di angkatannya
tak membuatnya berbesar diri
m a u p u n s o m b o n g. T i d a k
berhenti disana, Atma kembali
melanjutkan studi S2 di Magister Ilmu Hukum Unissula.Atma
merupakan sosok yang santun dan rendah hati.Ia dikenal sebagai
seorang teman, sahabat, saudara, kakak, adik dan anak yang sangat
baik bagi orang-orang terdekatnya.
Selama menjadi mahasiswa, Atma aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan, antara lain: menjadi Ketua Kelompok Studi
Mahasiswa (KSM) FH Unissula; Senat Mahasiswa FH Unissula;
Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Unissula; dan aktif pula
dalam organisasi ekstra kampus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Pernah pula Atma menjabat sebagai pengurus HMI Cabang
Semarang.
Sebelum akhirnya lulus dari studi S1-nya, Atma telah
bergabung dengan LBH Semarang sejak Oktober 2014. Beberapa
kasus pelanggaran HAM telah didampingi dan berhasil dalam proses
litigasi. Salah satu contoh, Atma melakukan pendampingan kasus
rencana pendirian pabrik dan penambangan semen di Pati dan
Rembang.Dalam gugatan Izin Lingkungan pendirian pabrik semen di
Pati, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang telah
mengabulkan gugatan, namun pada tingkat banding, gugatan Izin
Lingkungan ini lebih menguntungkan pabrik semen.Saat ini,
masyarakat Pati yang menolak pabrik semen beserta LBH Semarang
tengah menunggu putusan Kasasi.
Sedangkan dalam kasus penolakan pendirian pabrik dan
penambangan semen di Rembang, Permohonan Peninjauan
Kembali (PK) diterima oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung dan
memenangkan masyarakat.
Namun, pada 23 Oktober 2016, Atma harus pergi meninggalkan
semuanya dalam sebuah kecelakaan saat berniat akan mendampingi
konsolidasi petani. Tapi, meskipun fisiknya telah kembali menyatu
dengan bumi, semangat perjuangan yang begitu membara masih
terasa.Atma meninggalkan semangat itu kepada semua yang
mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk kepentingan masyarakat
banyak.
I. PENDAHULUAN
Sore itu kantor LBH Semarang yang terletak di jalan
Jomblangsari IV Nomor 17 Semarang penuh dengan kerumunan
manusia. Mereka berkumpul untuk mendiskusikan perihal
pelaksanaan demokrasi di Jawa Tengah khususnya di
Semarang.Hingga terbentuklah satu aliansi yang disebut Gema
Demokrasi Semarang.Aliansi tersebut dibentuk sebagai respon atas
berbagai tindakan pemberangusan hak rakyat untuk berkumpul,
berpendapat, dan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi, namun
direpresi oleh kekuatan anti-demokrasi.
Jam di dinding menunjukkan pukul 19:36 wib, tiba-tiba grup
whatsapp yang berisi jaringan LBH Semarang ramai membincang
terkait putusanPeninjauan Kembali (PK) Rembang tentang
pembangunan pabrik semen dan penambangan semen telah putus
dan masyarakat menang. Salah satu staf LBH Semarang bernama
Atma mengkroscek website resmi Mahkamah Agung.Benar.Dalam
website resmi Mahkamah Agung perkara dengan
Tertulis
Nomor Register
99/PK/TUN 2016 telah putus pada 5 Oktober 2016.
“Kabul PK, Batal Putusan Judex Facti, Adili Kembali: Kabul
Gugatan, Batal Objek Sengketa”.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
I. PENDAHULUAN
II. KONDISI HAK ASASI MANUSIA JAWA TENGAH
III. BANTUAN HUKUM LBH SEMARANG
A. BANTUAN HUKUM STRUKTURAL (BHS)
B. LAYANAN BANTUAN HUKUM
C. PENDIDIKAN HUKUM LBH SEMARANG
IV. PENUTUP
LBH Semarang berdiri pada 20 Mei 1978 dengan nama LBH
Peradin. Pada tahun 1985, LBH Peradin berafiliasi dengan Yayasan
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), selanjutnya menjadi LBH
Semarang.LBH Semarang menerapkan Bantuan Hukum Struktural
(BHS) dalam kerja-kerjanya.
Bantuan Hukum Struktural (BHS) per tamakali
diperkenalkan oleh Prof. Paul Mudikdo, seorang kriminolog yang
tinggal di Belanda. BHS diperkenalkan dan disahkan sebagai Ideologi
Kerja LBH Jakarta (1978) dan YLBHI ( 1980). Dalam wawancara
dengan Radar, jurnal yang diterbitkan oleh YLBHI, Mudikdo
menyatakan bahwa dirinya hanya kawan diskusi Buyung (Adnan
Buyung Nasution).Mudikdo menilai para pendiri YLBHI adalah
pribadi-pribadi yang memilikikecintaan terhadap bangsanya.Karena
itu orientasi dan praktek LBH diarahkan pada cita-cita perjuangan
kemerdekaan Indonesia yang terumus dengan luhur dalam
Mukadimah UUD NRI 1945.
Pada pelaksanaannya BHS diterjemahkan dengan kegiatan,
seperti memberikan bantuan hukum, mendidik masyarakat dalam
arti yang seluas-luasnya dan mengadakan pembaharuan hukum dan
perbaikan pelaksanaan hukum.Pengadilan, misalkan, hanya menjadi
sa tu pang gung untuk menyuarakan n i la i -n i la i yang
diperjuangkan.Melalui proses-proses persidangan, masyarakat dan
aparat penegak bantuan hukum dididik secara langsung.Sehingga,
LBH Semarang fokus memilah secara ketat kasus-kasus yang
ditangani melalui pengadilan. Kasus hanya menjadi “Pintu Masuk”
untuk mendorong perubahan hukum dan sosial.
Tak lama Atma segera memberi kabar kepada salah satu
warga Rembang yang merupakan penggugatbernama Joko Prianto
atau sering dipanggil 'Prin' via telepon:
“halo.. masPrin… mas wes krungu kabar durung?”ucapAtma
terbata.
“durung mas Atma, kabar opo?”Tanya Prin dari seberang
“PK wes putus mas, ndewe menang!”
“tenan po rak mas?” Tanya Prin penasaran.
“iyo, bener mas. Aku wes ngecek neng website resmine Mahkamah
Agung. nDewe menang mas. Menang!”
“mbok… ndewe menang mbok!”tangis Prin pecah dari seberang.
Sementara di LBH Semarang seluruh PBH berpelukan dan
menangis bahagia atas berita kemenangan tersebut.
Penolakan masyarakat terhadap pendirian dan penambangan
semen di Rembang melalui jalur pengadilan atau litigasi telah menjadi
salah satu panggung untuk menyuarakan nilai-nilai yang
diperjuangkan oleh masyarakat.Kasus tersebut adalah satu dari
sekian banyak kasus yangdidampingi LBH Semarang dengan
menggunakan Bantuan Hukum Struktural dalam penanganannya.
***
mas sudah dengar kabar belumbelum mas Atma, kabar apaPK sudah putus mas, kita menangbenar apa tidak mas
iya, bener mas. Aku sudah mengecek di website resminya Mahkamah Agung.Kita menang mas.Menang!”bu… kita menang bu
Visi dan Misi LBH SEMARANG 2015-2018
VISI
Terwujudnya Masyarakat yang Mampu Mengembangkan Potensi
Melalui Gerakan Bantuan Hukum yang Kuat Demi Terciptanya
Pembaharuan Hukum yang Berkeadilan.
MISI
1. Penguatan Kapasitas Masyarakat di Bidang Hukum
2. Mewujudkan Bantuan Hukum yang Kuat, Independen,
Profesional serta Mendapat Dukungan Masyarakat.
3. Mendorong Perubahan Kebijakan dan Hukum Serta Perilaku
Aparat Negara yang Berkaitan Dengan Isu Sumber Daya
Alam, Bantuan Hukum dan Masyarakat Marginal yang
Berkeadilan.
Hampir setiap tahun LBH Semarang merumuskan catatan
akhir tahun (Catahu) sebagai bagian program kerja dan sekaligus
merupakan laporan kerja tahunan.Selain itu, catahu dibuat sebagai
tradisi dan bentuk pertanggungjawaban publik.Catahu berisikan
situasi Hak Asasi Manusia (HAM), penanganan kasus serta layanan
bantuan hukum dan pendidikan hukum yang diberikan oleh LBH
Semarang.
Catahu 2016 disusun dari hasil analisis data kliping koran,
data layanan bantuan hukum dan data kasus yang ditangani
berdasarkan bantuan hukum struktural baik litigasi maupun non-
litigasi sepanjang tahun 2016.
Dalam Catahu 2016 ini, LBH Semarang melaporkan
penerima manfaat bantuan hukum struktural berjumlah 73.352
orang. Angka ini termasuk orang yang berpotensi dilanggar Hak
Asasi Manusianya, untuk pelayanan konsultasi hukum 245 orang
menerima manfaat layanan ini dan 888orang menerima manfaat
pendidikan hukum. Sehingga sepanjang 2016, total 74.485 orang
menerima manfaat bantuan hukum dari LBH Semarang.
7Data tersebut merupakan data yang diolah oleh LBH Semarang berdasarkan kasus-kasus yang ditangani secara struktural selama tahun 2016 oleh LBH Semarang
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi LBH Semarang 2016 – 2017 :
Direktur : Zainal Arifin, S.H.I.
Staf Program : Eti Oktaviani, S.H.
Staf Operasional : Atma Khikmi Azmy, S.H.
Keuangan : Desti Gastuti Lestiani, S.Akt.
Kasir : Tri Yuliati, Amd
Administrasi dan Indok : Nur Eka Yunianto Alamsyah, S.Sos
Pramubakti : Slamet Riyadi
Volunteer:
Rizky Putra Edry, S.H.
Ivan Wagner, S.H.
Samuel Bonatua Rajagukguk
Irnawati, S.Pd.
Dodik Setiawan Aji, S.H.I.
Nico Andi Wauran
Rizky Kurniasari, S.H.
II. KONDISI HAK ASASI MANUSIA JAWA TENGAH
Berdasar monitoring kasus-kasus struktural sepanjang tahun
2016, LBH Semarang mencatat beberapa kasus masuk kategori
dugaan pelanggaran HAM di Jawa Tengah.Perinciannya di isu
pertanahan terdapat 68 kasus dengan luas lahan sekitar 15.194,4464
ha.Didalamnya meliputi kasus-kasus konflik tanah Hak Guna Usaha
(HGU), kasus tanah Perhutani, dan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum.Di isu perburuhan terdapat 42kasus yang terdiri
kasus PHK sepihak tanpa pesangon, jaminan sosial pekerja, dan upah
layak. Di isu lingkungan dan nelayan-pesisir terdapat 42 kasus
meliputi perubahan tata guna lahan, pendangkalan dan penyempitan
sungai, pencemaran lingkungan, reklamasi kawasan pesisir, rob dan
banjir. Sedangkan untuk isu miskin perkotaan terdapat 61 kasus yang
meliputi penggusuran, relokasi dan razia/penggarukan.
terdata dalam HuMaWin dengan Jumlah Luasan Total
15.194,4464 Ha. Namun jumlah tersebut tidak menjadi
luasan yang final, karena tidak mengakomodir semua
sengketa tanah dan dalam data diatas juga terdapat 5 (lima)
sengketa yang tidak menyuguhkan jumlah luasan lahan yang
menjadi objek sengketa.
2. Kasus Perburuhan
Sepanjang tahun 2016,terdapat 42 kasus perburuhan
yang terjadi diwilayah Jawa Tengah.Hal tersebut dinilai
meningkat dibandingkan tahun lalu sebanyak 15 kasus.Kasus
perburuhan yang terjadi sepanjang tahun 2016 kebanyakan
masih berkaitan dengan tidak dipenuhinya hak normatif para
pekerja seperti, upah layak; adanya PHK sepihak tanpa diberi
pesangon; tidak adanya Jaminan Sosial pekerja; dan lain
sebagainya. Selain itu, Pemerintah pusat, kementerian
maupun Pemerintah daerah juga berperan dalam hal tidak
terciptanya kesejahteraan pekerja di perusahaan.Pemerintah
pusat maupun Menteri Ketenagakerjaan dinilai lamban
dalam merevisi UU Ketenagakerjaan, dimana UU tersebut
masih belum berpihak kepada para pekerja.Pemerintah
daerah juga kurang tegas dalam memberikan sanksi bagi para
pengusaha yang melanggar peraturan ketenagakerjaan,
sehingga efek jera bagi para pengusaha “nakal” tersebut
masih belum bisa terwujud.
Adapun dugaan kasus pelanggaran HAM Jawa Tengah sepanjang
tahun 2016 adalah sebagai berikut:
1. Kasus Pertanahan
Total kasus yang terjadi dalam kasus pertanahan di
Jawa Tengah sebanyak 28 kasus. Sebagian besar berkaitan
dengan pembebasan lahan untuk pembangunan
infrastruktur. Proyek dijalankan tanpa adanya status clean and
clear terhadap lahan yang terdampak. Selain itu berkaitan
dengan akses masyarakat dalam pemanfaatan lahan yang
dikuasai perusahaan.
Pemerintah Pusat menjadi aktor yang dominan
dalam pelanggaran HAM di Jawa Tengah dari bidang
pertanahan sepanjang tahun 2016 menjadi aktor kunci dalam
14 Kasus Pertanahan didominasi oleh kasus mengenai
pembangunan infrastruktur. Sedangkan Pemerintah
Kabupaten/Kota sebanyak 9 kasus serta Pihak swasta
berperan penting setidaknya dalam 9 pelanggaran HAM.
Selain Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten/Kota dan
Pihak Swasta, terdapat aktor-aktor lain yang berperan dalam
pelanggaran HAM bidang pertanahan yaitu Pemerintah
Provinsi (5 Kasus), Perhutani (4 Kasus), Kepolisian (2
Kasus), TNI (1 Kasus) dan Satuan Polisi Pamong Praja (1
Kasus).
Selain dugaan pelanggaran HAM yang tersebut
diatas, LBH Semarang telah mendokumentasikan secara
digital beberapa kasus pertanahan yang terjadi di Jawa
Tengah melalui HuMaWin.Terdapat 40 Kasus sebagaimana
8HuMaWin merupakan tools pendokumentasian yang dikembangkan oleh HuMa. Tools ini membantu mempermudah dalam mengidentifikasi para pelaku, klaim para pihak, kronologi, sejarah konflik, narasi peristiwa sepanjang konflik berlangsung.Ada pula jenis pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pelaku konflik.
pengusaha yang sangat kuat, sedangkan para buruh atau
pekerja berada di posisi yang lemah.Selain itu, Pemerintah
pusat maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga
berperan sebagai aktor dalam pelanggaran HAM yang terjadi
terhadap buruh atau pekerja.Dalam hal ini, Pemerintah tidak
tegas dalam menangani kasus-kasus disektor buruh, padahal
Pemerintah wajib berperan serta dalam peningkatan
kesejahteraan buruh.Karena, Pemerintah memiliki kewajiban
untuk memenuhi setiap hak warga negaranya untuk
mendapatkan pekerjaan serta upah yang layak.
Aktor pelanggar HAM yang paling dominan adalah
pengusaha. Pengusaha merupakan pihak yang paling banyak
melakukan pelanggaran HAM dengan jumlah 24 kasus.
Selain itu, Pemerintah Pusat atau Menteri Ketenagakerjaan
juga menjadi aktor pelanggaran HAM sebanyak 10
kasus.Provinsi Jateng juga berperan sebagai aktor dalam
pelanggaran HAM sebanyak 7 kasus, serta Pemerintah
Kabupaten menjadi aktor pelanggaran HAM pada 1 kasus.
3. Kasus Lingkungan dan Nelayan-Pesisir
Pada tahun 2016, tercatat 56 kasus pelanggaran
HAM di isu lingkungan hidup yang bila ditinjau dari pelaku
pelanggaran HAM, lebih didominasi perusahaan dengan 17
kasus, disusul oleh Pemerintah Kota sebagai pelaku
pelanggaran HAM dengan 13 kasus, PemerintahPusat
sebagai pelaku dengan 10 kasus, Pemerintah Kabupaten
sebagai pelaku dengan 9 kasus, Pemerintah Provinsi
Selain kasus yang berkaitan dengan hak-hak para
pekerja yang tidak terpenuhi, kasus perburuhan di sepanjang
tahun 2016 juga berkaitan dengan kasus buruh migran.Ada 3
kasus buruh migran yang terjadi, yaitu para pekerja yang ada
di Hongkong, Malaysia dan Saudi Arabia.Para pekerja (TKI)
di Hongkong dan Malaysia harus berurusan dengan hukum
karena dituduh telah melakukan pemalsuan dokumen.
Sebenarnya pemalsuan dokumen tersebut menurut fakta
yang terjadi dilapangan merupakan tindakan yang dilakukan
oleh pihak penyalur pekerja keluar negeri, akan tetapi ketika
dipermasalahkan dikemudian hari, maka yang akan terkena
imbasnya adalah para pekerja yang tidak mengetahui apa-apa.
Hal tersebut dapat terjadi juga karena lemahnya pengawasan
Pemerintah terhadap para pekerja dimulai dari proses pra
penempatan sampai dengan pasca penempatan pekerja diluar
negeri. Kemudian, puluhan pekerja yang ada di Saudi Arabia
di PHK oleh perusahaan yang ada disana tanpa diberikan hak
normatifnya.Seharusnya Pemerintah Indonesia harus
melakukan tindakan-tindakan yang dirasa perlu agar hal
semacam itu tidak terjadi, karena bagaimapaun juga
Pemerintah Indonesia memiliki tanggungjawab terhadap
warga Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Dari semua kasus pelanggaran HAM yang terjadi terhadap
para buruh atau pekerja, aktor pelanggar HAM yang paling
dominan adalah pengusaha.Pengusaha merupakan pihak
yang paling banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran
HAM tersebut, karena fakta yang terjadi dilapangan posisi
sebagaipelaku dengan 4 kasus, DPRD sebagai pelaku dengan
2 kasus, dan Kelurahan, BUMN, KKP, Perhutani dan PLN
sebagai aktor pelanggar HAM dengan 1 kasus.
Bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan para aktor
antara lain, melakukan pencemaran lingkungan akibat
produksi, merusak lingkungan, merusak ekosistem laut,
merusak akses/fasilitas umun, pencemaran udara, sungai
yang dangkal dan menyempit, lambatnya normalisasi sungai
dan kesalahan tata kelola lahan di wilayah hulu menjadi
penyebab banjir. Debit air saat hujan tak sebanding dengan
kapasitas sungai yang semakin dangkal hingga mengancam
hidup masyarakat.Reklamasi di kawasan pesisir.
Dampak yang timbul akibat pencemaran yaitu,
terenggutnya hak masyarakat atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat dalam memperoleh hidup sehat, dan nyaman,
pendapatan masyarakat semakin minim, lumpuhnya akses
masyarakat akibat rob dan banjir yang semakin meluas,
minimnya pasokan air akibat padatnya penduduk pendatang
baru, hasil produksi menurun dan merugikan petani.
Perubahan tata guna lahan berpotensi menyebabkan
kelongsoran dan banjir.
Dari kasus diatas, ada berbagai jenis hak yang
terlanggar antara lain, hak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat, hak atas fasilitas umum, hak atas kesehatan, hak
atas kota, hak atas wilayah pesisir, hak atas tempat tinggal
yang layak, hak atas pangan, hak atas informasi, hak atas
perlindungan nelayan, hak atas tanah, hak mendapatkan
layanan umum.
4. Kasus Miskin Perkotaan
Pada isu miskin perkotaan di tahun 2016 terjadi
beberapa bentuk pelanggaran HAM yang menimpa
pedagang kaki lima (PKL) dan pedagang lainnya, diantaranya
penggusuran/relokasi dan razia/penggarukan, dengan total
55 kasus.PKL.
Pelaku pelanggaran HAM sebagai pelaku utama atau
terbanyak dengan 24 kasus yaitu Satpol PP, disusul oleh
Dinas Pasar sebagai pelaku pelanggaran HAM dengan 9
kasus, Pemerintah Kota sebagai pelaku dengan 8 kasus,
Kepolisian sebagai pelaku dengan 6 kasus, Pemerintah
Kabupaten sebagai pelaku dengan 5 kasus, Dinas Tata Kota,
Dinas Sosial, dan Bupati sebagai pelaku dengan masing-
masing 1 kasus.
Kasus penggusuran dilakukan dibeberapa kota besar
seperti Semarang, Kendal, Solo, dan lain-lain. PKL yang
terkena penggusuran tidak hanya pedagang yang
menggunakan gerobak saja, melainkan yang menggunakan
motor dan mobil juga terjaring. Adapun alasan penggusuran
dikarenakan untuk ketertiban lalu lintas, keindahan kota dan
kepentingan lainnya. Selain itu Satpol PP juga melakukan
razia/penggarukan bagi pengemis, juru parkir liar, dan anak
punk yang dianggap meresahkan ketertiban umum.
Adapun beberapa gambaran tentang kasus-kasus yang
mendapat bantuan hukum dari LBH Semarang adalah sebagai
berikut:
1. Kasus Reklaiming Tanah Dayunan, Sukorejo, Kendal
Kasus ini berawal ketika masyarakat melakukan
reclaim terhadap lahan atas nama pewaris dari masyarakat.
Masyarakat melakukan reclaim setelah memastikan ke BPN
Kendal tentang kepemilikan lahan. Tanah seluas 16 ha
tercatat di BPN atas nama 13 pemilik (masyarakat). Dahulu
13 pemilik tersebut adalah masyarakat penerima redistribusi
lahan oleh Pemerintah. Tanah tersebut telah tercatat di C
Desa dan BPN atas nama 13 warga. Namun, di tengah
perjalanan pengelolaan lahan, Kepala Desa saat itu
merampas tanah dari 13 pemilik dengan alasan bahwa tanah
tersebut adalah tanah negara jadi harus dikembalikan kepada
negara. 13 pemilik lahan tersebut tidak punya alasan untuk
menolak perampasan dari Kepala Desa saat itu.
Kemudian ketika masyarakat menjual tanaman yang
berada di atas lahan mereka sebagai bagian dari proses reclaim,
III. BANTUAN HUKUM OLEH LBH SEMARANG
A. KASUS KASUS STRUKTURAL
LBH Semarang telah memberikan bantuan hukum struktural
di 25 kasus pada tahun 2016, baik litigasi maupun non-litigasi.Jumlah
penerima manfaat dari bantuan hukum struktural adalah 73.352
Orang.
Bantuan Hukum Struktural (BHS) tersebut diberikan di lima
sektor. Di sektor pertanahan, LBH Semarang telah memberikan
bantuan hukum kepada sebanyak 5 kasus, 2 kasus melalui jalur litigasi
dan 3 kasus melalui jalur non-litigasi.Di sektor perburuhan, LBH
Semarang telah memberikan bantuan hukum kepada sebanyak 2
kasusmelalui jalur nonlitigasi.Di sektor lingkungan dan nelayan-
pesisir, LBH Semarang telah memberikan bantuan hukun kepada
sebanyak 6 kasus, 2 kasus melalui litigasi dan 4 kasus melalui jalur
non-litigasi.Di sektor miskin perkotaan, LBH Semarang telah
memberikan bantuan hukum kepada sebanyak 6 kasus dimana
seluruh kasus tersebut diselesaikan melalui jalur non-litigasi.Di
sektor sipil politik, LBH Semarang telah memberikan bantuan
hukum kepada sebanyak 6 kasus, 2 kasus melalui jalur litigasi dan 4
kasus melalui jalur non-litigasi.
2. Rencana Pembangunan Jalan SORR (Semarang Outer
RingRoad)
Rencana Pemerintah Kota Semarang untuk
membangun SORR (Semarang Outer Ringroad) untuk
mengatasi kemacetan yang terjadi di jalur Jrakah-Mangkang
menimbulkan penolakan bagi sebagian masyarakat.
Penolakan tersebut karena lokasi pembangunan akan
menghilangkan tempat tinggal bagi masyarakat RT 09 RW 02
perumahan mangkang indah.
Masyarakat meminta agar jalur tersebut di geser ke
lahan kosong milik perhutani agar tempat tinggal masyarakat
tidak digusur. Selain itu, dalam proses Amdal masyarakat
terdampak tidak dilibatkan. Di dalam dokumen Amdal pun
terdapat ketidakjelasan dari masyarakat yang akan terdampak
karena tidak di sebut dengan jelas siapa saja yang lahannya
akan terkena proyek.
pihak yang mengaku sebagai PT Soekarli Nawaputra Plus
melaporkan masyarakat ke Kepolisian dan melakukan
gugatan secara perdata kepada masyarakat di PN Kendal.
Masyarakat di tuduh melakukan perbuatan melawan
hukum dan penguasaan tanpa hak atas tanah milik
masyarakat sendiri.Pada tingkat pertama, majelis hakim PN
Kendal menyatakan gugatan yang diajukan oleh perusahaan
NO (Niet Ontvankelijke/Gugatan Tidak Dapat Diterima). Di
Pengadilan tingkat dua, Pengadilan Tinggi Negeri Semarang
memutuskan untuk membatalkan putusan tingkat pertama
dan mengadili sendiri: mengabulkan gugatan penggugat.
Masyarakat kembali mengajukan upaya hukum kasasi di
Mahkamah Agung untuk mempertahankan hak atas tanah
mereka yang telah terlanggar.
Bantuan Hukum:
LBH Semarang melakukan pendampingan
sebagai kuasa hukum dalam proses litigasi. Baik di tingkat
pertama, kedua dan Mahkamah Agung. Saat ini upaya
kasasi yang diajukan masyarakat telah putus, dan
berdasarkan web resmi MA pada tanggal 3 Agustus 2016
menyatakan 'TOLAK'. Namun sampai saat ini putusan
resmi belum diterima oleh para pihak termasuk
masyarakat dan kuasa hukum.
Dalam upaya non-litigasi LBH Semarang
melakukan pendampingan pada saat masyarakat
melakukan aksi dan audiensi.
Penerima manfaat dari advokasi yang LBH Semarang
adalah 242 orang
Bantuan Hukum:
LBH Semarang mendampingi masyarakat dalam
melakukan audiensi di DPRD Kota Semarang. Dari hasil
audiensi tersebut, DPRD Kota Semarang membentuk
tim inventarisir untuk menginventarisir permasalahan
yang terjadi pada masyarakat RT 09 RW 02 perumahan
Mangkang Indah. Tim tersebut terdiri dari akademisi dan
perwakilan pemkot Semarang yang akan memberikan
rekomendasi kepada Pemkot Semarang (Walikota).
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan LBH
Semarang adalah 66 orang
Bantuan Hukum:
LBH-Semarang menjadi kuasa hukum atas kasus
kriminalisasi dan menjadi bagian dari perjuangan warga
untuk mampu mewujudkan redistrisbusi lahan.Selain itu,
LBH Semarang juga melakukan pendampingan non-
litigasi yaitu mendampingi masyarakat saat melakukan
aksi dan audiensi.
Atas kriminalisasi sudah sampai pada pemeriksaan
saksi, dalam sidang pembacaan tuntutan per tanggal 13
Desember 2016.Dan kemudian, untuk masalah lahan
sedang didiskusikan di tataran internal LBH-Semarang.
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan LBH
Semarang adalah 450 orang
4. Sengketa tanah HGU PTPN IX
Sengketa ini bermula sejak diterbitkannya SK
Mendagri no 52/HGU/DA/1980 tanggal 28 juni 1980
dengan luas seluruhnya ± 1,265,550 Ha sebagai wilayah
perkebunan diantaranya adalah tanah yang sudah dikelola
warga di Desa Kaliputih, Kecamatan Singorojo, Kabupaten
Kendal, hal ini membuat warga kehilangan tanah dan warga
sudah melakukan berbagai cara agar tanah tersebut bisa
kemba l i ke wa rg a mu l a i deng an me l akukan
negoisasi,maupun permohonan-permohonan, ketika
negosiasi dan sebagainya. Hingga pada akhrnya masyarakat
mulai melakukan aksi reclaiming dan menggarap tanah yang
dikuasai PTPN IX.Aksi ini membuat PTPN IX menggugat
306 petani ke Pengadilan Negeri Kendal.
3. Kriminalisasi Terhadap 3 Petani di Surokonto Wetan,
Kabupaten Kendal.
Terdapat 3 petani dari Surokonto Wetan, yang
bernama Nur Aziz. Sutrisno Rusmin, dan Mujiono. Ketiga
nya dilaporkan atas dugaan telah melanggar Pasal 94 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan jo. Pasal
55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ketiga petani tersebut merupakan warga Surokonto
Wetan yang menggarap lahan di lahan yang ditetapkan
sebagai kawasan Hutan oleh kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan dengan Nomor SK. 3021/Menhut-
VII/KUH/2014 Tentang penetapan sebagian kawasan
hutan produksi pada bagian hutan kalibodri seluas 127, 821
Ha, di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah.
Penetapan tersebut tidak diketahui warga yang
menggarap lahan tersebut.Ada sekitar 450 kepala keluarga
yang menjadi penggarap.Lahan tersebut sudah dikelola
warga sejak tahun 1972, dan jauh sebelum itu lahan tersebut
dikelola warga.
Saat ini, ketiga petani tersebut sudah menjadi terdakwa dalam
kasus Kriminalisasi tersebut, dengan pihak pelapor Rovi, dari
Perhutani Kendal.
Bantuan Hukum:
LBH Semarang memberikan bantuan hukum
dengan melakukan pendampingan di jalur litigasi maupun
non litigasi. Melalui jalur litigasi LBH Semarang sebagai
kuasa hukum dalam persidangan baik di tingkat PN,PTN,
maupun MA, di jalur non litigasi LBH Semarang
melakukan perorganisasian masyarakat dan melakukan
pendidikan-pendidikan hukum kepada masyarakat.LBH
Semarang tetap menjadi pendamping masyarakat untuk
pengajuan TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria).
Penerima manfaat dari Advokasi yang diberikan LBH
Semarang adalah 100 KK, ± 306 Orang.
5. Sengketa tanah Bandungan ( P3TR )
Sengketa tanah ini terjadi ketika sebelum tanggal 29
Januari 2001 PT. Sinar Kartasuramemiliki HGU dan berhak
mengelola atas lahan 198 Ha yang terletak di Desa Candi dan
Desa Kenteng,Kecamatan Bandungan (dahulu Ambarawa),
Kabupaten Semarang dan pada tahun 2001 Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia menerbitkan Surat
Keputusan tentang Pembatalan HGU atas nama PT Sinar
Kartasura seluas 198 Ha karena hal yang pada intinya PT
Sinar Kartasura tidak secara optimal memanfaatkan
tanahnya sesuai dengan maksud pemberian perpanjangan
haknya.
Atas SK Pembatalan HGU tersebut, PT Sinar
Kartasura mengajukan gugatan pembatalanSK Tata Usaha
Negara di PTUN Jakarta.Pada tahapan ini masyarakat
mengajukan Permohonan Intervensi kepada Majelis Hakim
di PTUN Jakarta. Pada tanggal 21 juni 2011 keluar Putusan
No. 022/G.TUN/2001/PTUN-JKT yang isinya
mengabulkan gugatan PT. Sinar Kartasura, sampai pada
tinggat Banding di PTTUN Jakarta dengan putusanNo.
175/B/PT.TUN-JKT pada tanggal 9 Januari 2002 yang
isinya tetap menguatkan PTUN Jakarta. Angin segar mulai
terasa saat proses Kasasi dengan putusan MA No. 366
K/TUN/2002, tanggal 7 Februari 2007 yang Mengabulkan
Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi I, II: WAKIL
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, 2. PT
KERETA API (PERSERO), menyatakan batal putusan
PTUN,PTTUN Jakarta, dan ketika proses PK yang diajukan
Pengadilan Negeri Kendal memenangkan PTPN IX
dalam perkara ini. Petani, didampingi LBH Semarang
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah.
Tetapi, putusan pengadilan ini menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Kendal. Lalu, petani mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung. Di tingkat terakhir inilah, MA
mengabulkan kasasi para petani. Petani baru menerima
putusan MA pada tahun 2011, padahal MA memutus perkara
ini pada 2006.
Dengan dimenangkannya Kasasi oleh warga maka
lahan yang sebelumnya menjadi objek sengketa menjadi
tanah Negara.Kemudian masyarakat mengajukan
permohonan sebagai Tanah Obyek Reforma Agraria.
Bantuan Hukum :
LBH Semarang memberikan bantuan hukum
dengan melakukan pendampingan di jalur litigasi maupun
non litigasi.Melalui jalur litigasi yaitu menjadi kuasa
hukum saat melakukan intervensi baik sebagai tergugat
intervensi dalam persidangan, juga sebagai kuasa saat
meminta hal-hal yang dibutuhkan dalam proses
pelaksanaan Reforma Agraria. Bantuan hukum lain di
bidang non litigasi adalah seperti pendampingan audiensi,
melakukan pendidikan dan pengorganisasian dalam
masyarakat.Penerima manfaat dari Advokasi yang diberikan LBH Semarang adalah 2.612 orang
6. Kasus Buruh Migran
Kasus ini berawal dari 8 Buruh Migran asal Indonesia
yang menjadi korban dari pemberlakuan SIMKIM.Di
Indonesia salah satu korbannya adalah Slamet Riyani yang
sekarang divonis 9 bulan penjara dan Sunarmi sidang digelar
akhir bulan Juni 2016.Kasus ini berawal dari Pemenjaraan
BMI dan BMI asal Jawa Tengah yang dituntut di pengadilan
Hongkong setelah datanya yang palsu, dibenahi KJRI
Hongkong.Para BMI tersebut didakwa dengan tuduhan
sengaja memakai data palsu untuk masuk, tinggal dan bekerja
di Hongkong.Pemerintah Hongkong menerapkan pasport
biometrik dengan menggunakan Sistem Manajemen dan
Informasi Keimigrasian (SIM KIM) bagi WNI yang
ditemukan datanya berbeda maka akan dibenahi. Pemalsuan
data marak di kalangan BMI. Tapi bukan BMI yang
mengubah, justru PJTKI yang mengubah dan bekerjasama
dengan mulai oknum desa hingga kantor Imigrasi.
Di Indonesia PJTKI diberi peran besar untuk
merekrut, memberangkatkan dan menempatkan para
pekerja Buruh Migran ke Luar Negeri.Namun karena
peranbesar yang diberikan kepada PJTKI terhadap Buruh
Migran menimbulkan banyak masalah hingga menjadi
korban perdagangan orang (trafficking). Mulaidari proses
perekrutan (seperti pengurusan identitas calon Buruh
Migran, surat kontrak, surat perjanjian kerja), penampungan,
pemberangkatan, penempatan dan pemulangan. Ketika
mendaftarkan ke PJTKI, calon TKI (CTKI) pasti
Oleh PT. Sinar Kartasura MA menolak permohonan PK
tersebut.
Lahan bekas sengketa tersebut telah dimohon oleh
warga sebagai Tanah Objek Reforma Agraria yang akan di
redistribusikan ke masyarakat untuk bisa dikelola dan
memiliki fungsi sosial serta ekonomis sebagai lahan garapan.
Pemantauan terakhir telah diterbitkannya Surat
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi Jawa Tengah Nomor 209/KEP-9-
33.300/VIII/2016 tentang Penunjukan Tim Terpadu
Penyelesaian Masalah Tanah Negara Bekas HGU Nomor
1/Desa Kenteng dan 1/Desa Candi, Kecamatan Bandungan,
Kabupaten Semarang a.n PT Sinar Kartasura. Saat ini LBH
Semarang terus mengawal proses pelaksanaan reforma
agraria.
memasang bagian upper sepatu dengan bagian sol.
Saat d iber i sura t pemutusan hubungan
kerja/kemitraan, perusahaan tidak memberi upah untuk
pengerjaan sepatu terakhir maupun uang pesangon. Dalih
perusahaan, hubungan antara pekerja rumahan dan
perusahaan adalah hubungan kemitraan.Kuat dugaan bahwa
pemutusan hubungan kerja/kemitraan ini terjadi lantaran
keduanya mulai kritis terhadap kebijakan perusahaan
semenjak bergabung dalam komunitas Perempuan Pekerja
Rumahan (PPR) Mandiri.
Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi
(Dinsosnakertrans) Kabupaten Semarang pun lepas tangan
dalam hal ini, dengan alasan belum diratifikasinya Konvensi
ILO 177 yang mengatur secara khusus mengenai pekerja
rumahan. Selain itu, Dinsosnakertrans Kabupaten Semarang
juga menerbitkan Surat Penjelasan Nomor 560/1765
tertanggal 2 September 2014 yang memperkuat posisi PT
Ara Shoes Indonesia.
menyerahkan surat-surat asli seperti Ijazah, Kartu Keluarga,
Surat Nikah dan KTP bagi yang punya. Setelah itu, CTKI
ditempatkan dipenampungan dan PJTKI yang mengurus
semua keperluan keberangkatan termasuk pembuatan
paspor.Akibatnya para TKI yang menjadi korban.
7. Kasus Pekerja Rumahan PT Ara Shoes Indonesia
Kasus ini berawal dari diputusnya hubungan
kerja/kemitraan dua orang pekerja rumahan,yaitu Giyati dan
Osy Osella Sakti,oleh PT Ara Shoes Indonesia yang berlokasi
di Ungaran, Kabupaten Semarang. Giyati dan Osella
merupakan ibu dan anak yang masing-masing telah bekerja
selama tujuh tahun dan lima tahun di PT Ara Shoes
Indonesia.Keduanya memiliki spesifikasi kerja untuk
Bantuan Hukum:
LBH Semarang dan beberapa jaringan mencoba
menjadikan kasus yang menimpa Giyati dan Osella
sebagai pintu masuk untuk mewujudkan perlindungan
kepada pekerja rumahan secara luas.Hal ini dimulai
dengan menyelesaikan kasus ini menggunakan
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan
industrial untuk mengkonstruksi bahwa pekerja rumahan
adalah pekerja. Sejauh ini, langkah yang telah dilakukan
Bantuan Hukum:
LBH Semarang melakukan pendampingan
kepada buruh migran yang sedang ditahan, LBH
Semarang dan jaringan berkoordinasi dengan keluarga
korban untuk aksi dan audiensi di kantorGubernur
Provinsi Jawa Tengah serta Disnakertrans. Pemerintah
dan Dinakerstrans akan segera mengurus dan
mendampingi korban agar segera dibebaskan dan
mengawasi lebih ketat praktek PJTKI yang telah
menyimpang. Akhirnya korban Selamet Riani dan
Sumarni diputuskan pada bulan Agustus dan dibebaskan
serta dipulangkan ke negara Indonesia
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan LBH
Semarang adalah 2 orang
Bantuan Hukum :
LBH Semarang dalam upaya hukum di
Pengadilan menjadi Tim Kuasa Hukum dari
masyarakat.Baik dalam pengajuan gugatan di PTUN
Semarang, Banding di PT TUN Surabaya dan
Permohonan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.
Adapun dalam proses litigasi, Pengadilan tingkat pertama
(PTUN Semarang) pada tanggal 16 April membacakan
putusan yang manyatakan gugatan tidak dapat diterima.
Pada Pengadilan tingkat dua (PT TUN Surabaya), Majelis
Hakim pada tanggal 3 November 2015 memutus
menguatkan putusan PTUN Semarang No
64/G/2014/PTUN.SMG.Pada tahap PK, LBH
Semarang tetap menjadi kuasa hukum dari masyarakat.
Mahkamah Agung pada tanggal 5 Oktober 2016
mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh
masyarakat.
Masyarakat kontra/tolak semen, telah mengajukan
berbagai upaya hukum dan non-hukum untuk
mempertahankan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dalam upaya hukum, masyarakat bersama WALHI telah
mengajukan gugatan di PTUN Semarang, banding PT TUN
Surabaya dan permohonan PK (Peninjauan Kembali) di
Mahkamah Agung untuk membatalkan Surat Keputusan
Gubernur Jawa Tengah Nomor 668.1/17 tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Oleh PT. Semen
Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah tertanggal 7 Juni 2012.
8. Rencana Penambangan Semen oleh PT Semen
Indonesia di Rembang
Pembangunan dan rencana Penambangan semen
oleh PT Semen Indonesia (PT Semen Gresik, Tbk) di
Kecamatan Gunem, Rembang menimbulkan konflik di
masyarakat.Konflik tersebut membuat masyarakat terbelah
menjadi dua yaitu pro dan kontra/tolak semen. Masyarakat
pro berpendapat bahwa kehadiran pabrik semen akan
membuka banyak lapangan pekerjaan. Sedangkan
masyarakat kontra/tolak menyatakan bahwa penambangan
semen akan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan
mematikan matapencaharian masyarakat sebagai petani.
adalah meminta perundingan bipartit ke perusahaan,
meminta perundingan tirpartit ke Dinsosnakertrans
Kabupaten Semarang setelah PT Ara Shoes Indonesia
menolak untuk melakukan perundingan bipartit, audiensi
dengan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jawa
Tengah saat permintaan penyelesaian secara tripartit
ditolak oleh Dinsosnakertrans Kabupaten Semarang.
Lantaran jalur penyelesaian yang dipilih adalah
dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan
industrial, hingga saat ini LBH Semarang mengusahakan
agar dapat terwujudnya perundingan tripartit antara
Giyati dan Osella, PT. Ara Shoes Indonesia, dan
Dinsosnakertrans Kabupaten Semarang.
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan LBH
Semarang adalah 2 orang.
Bantuan Hukum:
LBH Semarang dalam upaya hukum di
Pengadilan menjadi Tim Kuasa Hukum dari
masyarakat.Baik dalam pengajuan gugatan di PTUN
Semarang, Banding di PT TUN Surabaya dan Kasasi di
Mahkamah Agung.
Dalam upaya non-litigasi, LBH Semarang terus
mendampingi perjuangan masyarakat dalam melakukan
penolakan atas rencana pendirian dan penambangan
pabrik semen melalui aksi dan audiensi di berbagai
instansi Pemerintah.Selain itu, LBH Semarang juga
melakukan penelitian untuk mendukung perjuangan
masyarakat untuk mempertahankan lingkungan hidup
dan matapencaharian masyarakat.
Penerima Manfaat dari advokasi yang LBH Semarang
lakukan adalah 22.859 orang. Terdiri dari masyarakat Desa
Brati, Desa Karangawen, Desa Larangan, Desa
Mojomulyo, Desa Pakis, Desa Purwokerto, Desa
Sumbersari, Desa Wukirsari, dan Desa Tambakromo.
Pengadilan tingkat dua, PT TUN Surabaya pada tanggal 27
Juni 2016 membacakan putusan yang amarnya membatalkan
p u t u s a n P T U N S e m a r a n g N o m o r
015/G/2015/PTUN.SMG dan menolak gugatan
masyarakat. Masyarakat kembali mengajukan kasasi di
Mahkamah Agung untuk memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
9. Rencana Pendirian dan Penambangan Semen oleh PT
Sahabat Mulia Sakti di Pati
Rencana pendirian dan penambangan semen tidak
hanya terdapat di Rembang, di Pati juga menjadi sasaran bagi
pengusaha semen. Di Pati pembangunan dan penambangan
semen akan dilakukan di 11 Desa di Kecamatan Kayen dan
Tambakromo dengan luas lahan 2.688 ha. Di Pati rencana
tersebut juga mendapat penolakan dari masyarakat karena
akan merusak lingkungan hidup dan menghilangkan
matapencaharian masyarakat sebagai petani.
Tidak jauh berbeda dengan Rembang, masyarakat
Pati juga melakukan upaya hukum melalui jalur pengadilan.
Di Pengadilan tingkat pertama PTUN Semarang
mengabulkan gugatan masyarakat yang dilakukan oleh
Jasmo, dkk untuk membatalkan Surat Keputusan Bupati Pati
Nomor: 660.1/4767 Tahun 2014 tertanggal 8 Desember
2014 tentang Izin Lingkungan Pembangunan Pabrik Semen
serta Penambangan Batugamping dan Batulempung di
Kabupaten Pati oleh PT Sahabat Mulia Sakti. Namun di
Di ja lur non-l i t ig as i , LBH Semarang
mendampingi tiap aksi dan audiensi yang dilakukan
masyarakat untuk menolak pabrik semen.
Penerima manfaat dari advokasi yang LBH Semarang
lakukan adalah 9.466 orang.Terdiri dari masyarakat Desa
Kajar, Desa Timbrangan, Desa Pesucen. Desa
Tegaldowo, dan Desa Kadiwono.
11. Reklamasi Karanganyar-Tapak Tugurejo
Kawasan pesisir Kota Semarang tepatnya di
Kelurahan Tugurejo dan Kelurahan Karanganyar terancam
dengan adanya rencana investasi pembangunan kawasan
industri, pergudangan dan jasa serta perumahan dan wisata
komersil. Proses perencanaan reklamasi sendiri telah
berlangsung sejak diterbitkannya Surat Rekomendasi
Walikota Semarang Nomor : 654/2306 tertanggal 3 Mei 2013
yang di tujukan kepada PT Bumi Raya Perkasa Nusantara.
Pada tahun 2014 antara bulan Mei-Juli telah
dilakukan pengukuran dan pematokan lahan secara sepihak
oleh konsultan investor, sementara pada bulan agustus nya
10. Rencana Penambangan Semen oleh PT Semen
Gombong di Kebumen
Rencana Penambangan semen juga terjadi di
kawasan karst Gombong, Kabupaten Kebumen oleh PT
Semen Gombong.Di Kebumen masyarakat juga melakukan
penolakan terhadap rencana tersebut. Wilayah studi yang
akan di tambang berada di 2 kecamatan yaitu Buayan dan
Rowokele yang meliputi 10 Desa. Sebagian besar dari lahan
yang dibutuhkan oleh Perusahaan telah dibebaskan sejak
tahun 1992-1993 namun terhenti pada tahun 1998 akibat
krisis moneter.
PT Semen Gombong kembali mengajukan Amdal
namun tidak lolos pada tahun 2008 dan 2012.Pada tahun
2013 PT Semen Gombong kembali mengajukan AMDAL
dan hendak mulai melakukan pembebasan lahan.Pada
tanggal 8 Juni 2016, BLH Provinsi Jawa Tengah melakukan
sidang penilaian Amdal PT Semen Gombong.BLH Provinsi
Jawa Tengah menyatakan bahwa Amdal tidak layak. Bupati
Kebumen juga telah mengeluarkan surat ketidaklayakan
lingkungan berdasarkan rekomendasi dari tim penilai Amdal.
Setelah dikeluarkan surat ketidaklayakan lingkungan
masyarakat tetap harus berjuang untuk mempertahankan
lingkungan hidup yang baik dan sehat karena sebagian lahan
yang menjadi wilayah studi telah menjadi milik dari PT
Semen Gombong.
Bantuan Hukum:
LBH Semarang melakukan pendidikan hukum
kritis dan pendidikan terkait akses informasi di
masyarakat.Selain itu, LBH Semarang juga mendampingi
berbagai aksi dan audiensi yang di lakukan
masyarakat.Dalam kasus ini belum ada upaya hukum yang
ditempuh. Sejauh ini, masyarakat dan LBH Semarang
masih mengawal pemkab Kebumen untuk membuat tim
inventarisir untuk menyelamatkan kawasan karst
Gombong.
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan LBH
Semarang adalah 35.558 orang. Terdiri dari desa Nogoraji,
Desa Jogomulyo, Desa Semampir, Desa Jatiroto, Desa
Banyumudal, Desa Kretek, Desa Purbowangi, Desa
Sikayu, Desa Bumiagung, Desa Jatiluhur.
Bantuan Hukum :
LBH Semarang melakukan pendampingan, akses
informasi terkait izin, pembangunan, pemetaan tokoh
serta warga.Beberapa kali LBH Semarang turun ke
lapangan, namun belum mendapatkan tokoh yang kontra
dengan reklamasi tersebut.
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan LBH
Semarang adalah 126 orang
Bantuan hukum:
LBH Semarang beserta jaringan yang terdiri dari
unsur organisasi rakyat, NGO, mahasiswa dan akademisi
mendorong kampanye kasus tersebut dengan melakukan
Focus Group Discussion (FGD), audiensi-audiensi dengan
pihak Pemerintah Kota Semarang serta melakukan
penguatan di tingkat masyarakat.
Penerima manfaat dari bantuan hukum yang dilakukan
oleh LBH Semarang adalah 50 orang.
12. Reklamasi Tambaklorok Semarang
Kasus ini berawal dari Kampung Tambak Lorok
(Tambak Mulyo) yang akan dijadikan Wisata Bahari oleh
Presiden Jokowi. Rencana tersebut didukung oleh Pemerintah
Kota Semarang serta DPRD Kota Semarang.Kampung ini
akan dijadikan percontohan kampung maritim. Pembangunan
dimulai dari pengurukan bibir pantai laut untuk dijadikan jalan
sepanjang bibir laut hingga tempat pelelangan ikan, pelebaran
jalan hingga melampaui sebagian rumah warga, dengan ganti
rugi yang tidak sesuai, masyarakat hanya bisa pasrah.Wilayah
Tanjung Mas sering kali terjadi rob akibat dari reklamasi pantai
marina, jika tambak lorok dilakukan hal yang sama, maka
kampung tambak rejo dan tambak lorok akan terancam
tenggelam.
Rencana pemukiman warga juga akan di pindahkan
di rumah susun yang telah disiapkan oleh Pemerintah kota
semarang, bagi orang yang memiliki sertifikat. Dalam hal ini
Pemerintah tidak mempertimbangkan aspek pemenuhan
HAM kepada masyarakat.Pasalnya warga juga memiliki hak
atas tempat tinggal yang layak, budaya, lingkungan hidup dan
hidup.
warga Dukuh Tapak Kelurahan Tugurejo menerima
undangan sosialisasi AMDAL dari PT Bumi Raya Perkasa
Nusantara. Sampai saat ini dokumen AMDAL dan Izin
Lingkungan yang menjadi kewajiban mutlak senyatanya
belum berhasil dipenuhi oleh pihak pemrakarsa.Akan tetapi,
dengan sepihak kegiatan pengurukan/reklamasi telah mulai
di kerjakan sejak sekitar pertengahan tahun 2016 yang
dimulai dari Kelurahan Karanganyar.
Dalam pantauan LBH Semarang, kegiatan
pengurukan/reklamasi yang telah berlangsung tersebut telah
memberikan dampak pada masyarakat sekitar berupa debu,
kebisingan sampai banj ir.Secara jelas kegiatan
pengurukan/reklamasi tersebut telah melanggar hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat, membatasi akses
masyarakat terhadap wilayah pesisir serta mengancam
keberlangsungan fungsi lindung ekosistem pesisir berupa
kawasan mangrove dan fungsi produksi dalam menyediakan
kekayaan bagi penghidupan masyarakat pesisir.
dan pencemaran air.Aksi terbesar warga terjadi pada tahun
2015 yang melibatkan hampir seluruh warga dusun Krajan
Barat Desa Meteseh. Dari aksi tersebut kemudian muncul surat
dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah
yang isinya adalah Keputusan Gubernur Jawa Tengah tentang
Pengenaan Sanksi Administratif kepada PT CMM, PT CMM
diminta untuk menanggapi komplain warga terkait adanya
pencemaran udara serta pencemaran air limbah pabrik dan
kemudian akan dicek kembali pada kurun waktu 3 bulan setelah
turunnya surat tersebut. Akan tetapi, karena kurangnya
pengawasan dari warga mengenai pengenaan sanksi
administratif tersebut, sehingga sampai saat ini tidak ada
kelanjutan dari surat yang dikirim oleh BLH Provinsi Jawa
Tengah itu.
13. Advokasi Kasus Pencemaran Lingkungan di Boja
Bahwa pada tahun 2008 berdiri sebuah perusahaan
yang bernama PT Citra Mas Mandiri (CMM) di Desa
Meteseh Kecamatan Boja. Pabrik tersebut bergerak dibidang
pengolahan limbah atau daur ulang limbah ban bekas pakai.
Pabrik tersebut awal dibangun pada tahun 2007. Pada awal
pendirian pabrik tersebut pasti ada izin yang dimiliki oleh PT
CMM tersebut, tetapi dalam tahap perizinan, menurut Pak
Zahid dan Ibu Zulaiha (Warga Meteseh) tidak ada sosialiasi
yang dilakukan oleh perusahaan kepada warga sekitar.
Perusahaan hanya memanggil beberapa orang saja untuk
menandatangani berkas perjanjian dan berkas sosialisasi.
Setelah beroperasinya PT CMM tersebut muncul
berbagai masalah di masyarakat Meteseh Kec Boja.Adanya
pencemaran udara mengakibatkan banyak warga yang
mengalami sakit dibagian pernafasan, dari mulai anak-anak
sampai orang dewasa. Selain itu, udara disekitar pabrik dirasa
tidak sehat terutama pada saat malam hari, hal tersebut
dirasakan warga karena bau yang sangat menyengat dari proses
pembakaran. Selain pencemaran udara, warga juga merasakan
adanya pencemaran air disekitar pabrik.kemudian melakukan
berbagai upaya tuntutan hak ke berbagai pihak. Seperti
menemui dan beraudiensi kepada PT CMM; mengadu kepada
kepala desa Meteseh; mengadu kepada camat Boja dan juga
warga pernah melapor ke BLH Kabupaten Kendal. Audiensi
warga dengan PT CMM tidak berhasil, warga juga pernah
melakukan aksi demonstrasi di depan pabrik. Warga mengeluh
atas kondisi pencemaran yang terjadi, yaitu pencemaran udara
Bantuan Hukum :
Advokasi yang dilakukan oleh LBH Semarang
adalah membantu dalam mengumpulkan data-data
mengenai pencemaran lingkungan yang terjadi, sehingga
dapat dijadikan alat bukti pelaporan kepada instansi yang
berwenang.Sejauh ini, yang dilakukan oleh LBH
Semarang adalah membantu dalam pengumpulan data-
data dan berusaha untuk mengkonsolidasikan warga yang
saat ini sedang vacum.
Warga yang diadvokasi adalah warga disekitar
pabrik, yaitu diwilayah Dusun Krajan Barat Desa Meteseh
Kecamatan Boja.
Penerima Manfaat dari advokasi yang dilakukan LBH
Semarang adalah 6 orang
Bantuan Hukum:
LBH Semarang melakukan pendampingan
kepada PKL untuk audiensi di Dinas Pasar Kota
Semarang untuk memberikan solusi bagi para PKL yang
tergusur.Pada saat audiensi Dinas Pasar meminta agar
para PKL mencari lokasi dan konsep untuk tempat
berjualan yang kemudian di tawarkan kepada Dinas Pasar
untuk ditindaklanjuti.15 PKL yang tergusur telah
mendapatkan lokasi baru untuk berjualan di area pujasera
Pasar Bulu.
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan oleh LBH
Semarang adalah 80 orang
Bantuan Hukum:
LBH Semarang melakukan pendampingan secara
non-litigasi dalam kasus ini.LBH Semarang bersama
beberapa jaringan NGO di Semarang melakukan
pengaduan ke Kanwil Kemenkumham dan Komnas
Ham.LBH Semarang juga melakukan pendampingan aksi
dan audiensi yang dilakukan oleh 24 penghuni rumah
negara tersebut.Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan oleh LBH Semarang adalah 24 orang
15. Penggusuran PKL Taman Menteri Supeno
Kasus ini berawal ketika sekitar 80 PKL yang berada
di pinggir jalan sekitar Taman KB (Taman Menteri Supeno)
yang tidak mendapatkan shelter untuk berjualan digusur dari
tempat yang biasa dipergunakan untuk berjualan.
Hal tersebut dilakukan oleh penegak perda dengan
alasan bahwa lokasi yang digunakan oleh para PKL bukan
peruntukan untuk berjualan.Sejak saat itu, 80 PKL tersebut
tidak mempunyai tempat untuk mencari nafkah dengan
berjualan lagi.
14. Penggusuran Penghuni 24 Rumah Negara di Kota
Semarang
Penggusuran rumah negara oleh Polda Jateng telah
menghilangkan tempat tinggal bagi penghuni yang telah
ditempati oleh 24 janda purnawirawan dan keluarga Polri
selama lebih dari 50 tahun.24 penghuni tersebut telah
melakukan berbagai upaya hukum mulai dari pengajuan
gugatan d i PN Semarang sampai PT Neger i
Semarang.Namun masyarakat kalah di Pengadilan melawan
Polda Jateng.
Penghuni telah melakukan perawatan dan juga
membayar pajak dari aset yang diklaim milik Polda
Jateng.Dalam melakukan penggusuran 24 penghuni hanya
diberikan uang tali asih sebesar 10 juta dan tidak disediakan
alternatif tempat tinggal.
Bantuan Hukum:
LBH Semarang melakukan pengorganisiran
dengan mempertemukan para PKL Segitiga Emas dan
mendorong PKL untuk beraudiensi di Dinas Pasar dan
DPRD Kota Semarang.Hasilnya ialah bahwa pihak
Pemerintah sampai terbit SK Walikota untuk pemindahan
maka PKL tidak dapat dipindah, tanpa penyiapan tempat
pemindahan seperti persiapan tempat, promosi,dll.Selain
itu, PKL tidak akan dipindahkan, tidak adanya
pemungutan biaya dan PKL memiliki kesempatan untuk
membuat konsep penataan sendiri yang akan diajukan
kepada Walikota. Sementara itu konsep penataan sedang
disiapkan dengan menggandeng akademisi dan pihak
sponsor agar tidak membebani para PKL.
Para PKL yang diadvokasi ialah PKL di sepanjang
Jalan Gajahmada sekitar 35 PKL, Depan Masjid
Baiturrahman sekitar 20 PKL dan Jalan Pemuda sekitar ±
50 PKL.Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan oleh LBH Semarang adalah 105
17. Pedagang Pasar Kanjengan di MAJT
Pasca terbakarnya Pasar Johar pada Mei 2015, Pasar
Johar direncanakan akan di bangun kembali. Karena itu, para
Pedagang pun di relokasi dan dipusatkan di lokasi yang dekat
dengan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Relokasi
tersebut berimbas dengan sepinya tempat berdagang di Pasar
Johar yang sejatinya berhubungan dengan pasar lain nya yaitu
16. Rencana Penggusuran PKL Segitiga Emas Semarang
Kawasan Segitiga Emas Semarang ialah kawasan
yang terlingkup dalam 3 (tiga) ruas jalan utama yaitu Jalan
Gajahmada, Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran yang
membentuk segitiga serta masuk dalam wilayah administratif
Kecamatan Semarang Tengah. Keberadaan PKL di ketiga
ruas jalan tersebut sejatinya telah ada sejak lama sejalan
dengan berkembangnya Kota Semarang, namun keberadaan
mereka terancam dengan adanya rencana pembersihan ketiga
ruas jalan tersebut dari PKL.
Camat Semarang Tengah mengintruksikan bahwa
kawasan segitiga emas akanclear dari PKL dan seluruh PKL
akan di pindahkan kebeberapa tempat seperti Jalan Depok,
Jalan Pekunden Timur dan Jalan Wahid Hasyim. Bahkan di
Kelurahan Pekunden Timur ditemukan fakta bahwa PKL di
mintai sejumlah uang senilai Rp 2.250.000,-/PKL dengan
alasan untuk penyeragaman tenda dan pengecoran.
Tentu apa yang dilakukan Camat Semarang Tengah
tersebut membuat resah dimana PKL sebenarnya telah sah
dan berizin berjualan lewat adanya SK Walikota Nomor
511.3/16 tahun 2001 juga menurut Peraturan Daerah Kota
Semarang Nomor 11 Tahun 2000 tentang Pengaturan dan
Pembinaan Pedagang Kaki Lima menyatakan bahwa
pemindahan dan penetapan lokasi ditetapkan oleh Walikota
serta harus memperhatikan fasilitas PKL.
Bantuan Hukum:
LBH Semarang mendampingi ke-lima pedagang
untuk memperjuangkan hak-haknya sampai terakhir
beraudiensi dengan PemerintahKota Semarang. Audiensi
yang ditemui oleh Asisten 1 (satu) Walikota Semarang,
Kepala Dinas Pasar dan Satpol PP secara jelas tidak dapat
memberikan alasan yang jelas terkait tindakan
penggusuran.
Ke-lima pedagang pun hanya diberikan opsi
untuk dapat mencari lokasi baru sendiri dengan
pembatasan yang menyudutkan ke-lima pedagang atau
dicarikan lokasi berjualan oleh Dinas Pasar yang sifatnya
final tanpa opsi.Dalam hal ini, terdapat opsi untuk
menggugat perbuatan melawan hukum yang dilakukan
Pemkot, namun ke-lima pedagang lebih memilih untuk
tidak melakukan nya.
Penerima Manfaat dari bantuan hukum yang dilakukan
LBH Semarang adalah 5 orang
18. PKL Purwosari
Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di
persimpangan Jalan Purwosari dan Jalan R.A Kartini
dihadapkan dengan rencana pengusaha Minimarket Indomaret
yang sejatinya berada di Jalan RA Kartini namun hendak
merubah usahanya agar dapat menghadap Jalan Purwosari.
Karena sisi yang menghadap Jalan Purwosari telah ditempati
para PKL sehingga pemilik usaha Indomaret melaporkan para
PKL ke Satpol PP.
Pasar Kanjengan. Hal tersebut menyebabkan pedagang Pasar
Kanjengan menjadi sepi pembeli dan penghasilan nya
menurun drastis.
Keadaan sepi pembeli yang di alami oleh Pedagang
Pasar Kanjengan menjadikan beberapa pedagang memilih
untuk mengikuti para Pedagang Pasar Johar ke tempat
relokasi di MAJT.Namun karena lokasi relokasi yang
disiapkan dikhususkan untuk para pedagang dari Pasar Johar,
sehingga beberapa pedagang dari Pasar Kanjengan memilih
mencari lokasi dengan menyewa tempat di sekitar lokasi
relokasi di MAJT.
Pada dasarnya, terdapat 5 (lima) orang pedagang dari
Pasar Kanjengan yang kemudian menyewa lokasi dengan
status tanah Hak Milik (SHM) untuk mendirikan kios
berjualan semi permanen dengan jualan berupa buah-
buahan. Namun, ternyata hal ini dipandang oleh dinas pasar
dan Satpol PP melanggar (tanpa kejelasan apa yang
dilanggar) dengan alasan kecemburuan dari para pedagang di
dalam relokasi Pasar Johar.
Pada 30 Mei 2016 kios-kios semi permanen milik
ketiganya di gusur oleh Satpol PP. Secara jelas terdapat
pelanggaran antara lain tindakan penggusuran yang
menyasar lokasi berdagang yang secara jelas berstatus hak
milik (privat), tindakan penggusuran tanpa adanya alasan yang
jelas karena hanya berlandaskan kecemburuan antar
pedagang dan tindakan penggusuran tanpa memberikan
solusi berupa relokasi yang jelas terdapat pada Perda Kota
Semarang tentang Pengaturan dan PembinaanPKL.
Bantuan Hukum:
LBH Semarang mendampingi para PKL dalam
proses kesaksian dalam pemeriksaan di Satpol PP yang
dinilai penuh ketidakadilan dengan ketidakjelasan dugaan
pelanggaran Perda yang dituduhkan, dimana tidak
menjelaskan Pasal pelanggaran sehingga secara jelas
seperti mencari-cari kesalahan para PKL untuk
mengakomodir laporan pengusaha yang hendak
menyingkirkan keberadaan PKL untuk kepentingan
usahanya.
Penerima manfaat dari bantuan hukum yang dilakukan
oleh LBH Semarang adalah 13 orang
Lebih parah Dinas Pasar Kota Semarang
membongkar tanpa mendiskusikan terlebih dahulu dengan
ahli cagar budaya. Pasar Peterongan berdiri selama lebih 50
tahun yang lalu, para penggiat cagar budaya mengusahakan
agar pasar dapat dipertahankan dan menjadi cagar budaya
dan harus dilindungi sebagai aset untuk kota Semarang.
Dalam Perencanaan pembangunan, Pemerintah
seharusnya memasukkan instrumen HAM didalamnya
sebagai tolak ukur keberhasilanya.Keberhasilan
pembangunan hendaknya tidak di ukur dengan indikator
pertumbuhan ekonomi, tetapi juga aspek pemenuhan,
perlindungan, serta penghormatan HAM. Selama revitalisasi
para pedagang terpaksa mencari mata pencaharian lain untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian
Pemerintah telah melanggar hak atas pekerjaan.
Lokasi PKL sendiri bukan daerah larangan PKL dan
para PKL memiliki izin, namun dengan alasan tenda
berjualan PKL yang dinilai pengusaha menempel di dinding
minimarket nya sehingga dilaporkan ke pihak Satpol PP telah
melanggar Perda.Akhirnya sekitar 13 (Tiga Belas) PKL di
undang sebagai saksi pelanggaran Perda untuk Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) di Satpol PP.
19. Kasus Revitalisasi Pasar Peterongan Semarang
Kasus ini berawal dari Pemerintahkota Semarang
yang hendak merevitalisasi pasar Peterongan. Pemerintah
kurang melakukan sosialisasi dengan baik, sehingga
pedagang menolak rencana tersebut.Apalagi revitalisasi
dilakukan pada bulan Ramadhan, hal ini semakin meresahkan
pedagang, pasalnya, pada bulan Ramadhan biasanya mereka
mendapatkan keuntungan lebih dari hari biasanya.
Bantuan Hukum :
LBH Semarang melakukan pendampingan
kepada pedagang Pasar Peterongan untuk audiensi ke
Dinas Pasar. Beberapa hasil audiensinya antara lain: Dinas
pasar Kota Semarang akan mempercepat proses
revitalisasi, pada bulan Ramadhan pedagangharus sudah
pindah tempat relokasi, Revitalisasi akan selesai bulan
Januari 2017 dan mengawal sistem pembagian lokasi lapak
masing-masing pedagang. LBH Semarang juga
mengawasi perkembangan pembangunan Pasar
Peterongan dengan jaringan.
Penerima manfaatdari advokasi yang diberikan LBH
Semarang adalah 1.320 orang
Bantuan Hukum
LBH Semarang melakukan pendampingan massa
AMP ke Mapolrestabes Semarang dan menanyakan
alasan penangkapan ke Kanit Intelkam Polrestabes
Semarang. Kanit Intelkam Polrestabes Semarang berdalih
bahwa jajarannya tidak melakukan penangkapan,
melainkan hanya pembubaran. Lantaran tidak ada alasan
penangkapan yang cukup kuat, massa AMP
diperbolehkan pulang.
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan LBH
Semarang adalah 45 orang
Bantuan Hukum:
LBH Semarang menyurati Komnas HAM dengan
melampirkan persyaratan sebagaimana ditentukan oleh
Peraturan Komnas HAM Nomor 001A/Per.Komnas
HAM/II/2014 tentang Tata Cara Pemberian Surat
Keterangan Korban Pelanggaran HAM yang Berat, agar
Komnas HAM dapat menerbitkan surat keterangan
korban pelanggaran HAM Berat atas nama AW.
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan LBH
Semarang adalah 1 orang
Pahlawan, Semarang. Beberapa menit berlangsung,
demonstrasi ini dibubarkan oleh Petugas Polrestabes
Semarang, kemudian massa AMP di bawa ke Mapolrestabes
Semarang.
Belum sempat aksi di mulai, AMP diminta
membubarkan diri karena mengenakan ikat kepala bermotif
bintang kejora. AMP menolak untuk membubarkan diri
karena merasa telah memenuhi syarat sebagaimana
ditetapkan oleh UU Nomor 9 tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Namun pihak kepolisian tetap bersikeras bahwa aksi ini tidak
dapat dilanjutkan.
22. Kasus Penodaan Agama
Ahamd Fauzi merupakan penulis buku.Cukup
banyak buku yang telah ditulis oleh Ahamd Fauzi. Akan
20. Eks Tapol 1965
AW merupakan mantan prajurit TNI AD yang
dituduh terlibat G30S. Ia dipenjara dari tahun 1969 – 1979.
AW berniat untuk memperoleh surat keterangan Korban
Pelanggaran HAM Berat dari Komnas HAM sebagai salah
satu persyaratan mendapatkan bantuan Medis/Psikososial
yang akan diajukan kepada LPSK. Namun, lantaran tidak
mengetahui prosedurnya, AW mendatangi LBH Semarang
untuk meminta agar LBH Semarang dapat membantu untuk
mengurus surat tersebut.
21. Pembubaran Demonstrasi dan Penangkapan Anggota
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Semarang
Pada tanggal 2 Mei 2016, AMP mengadakan
demonstrasi peringatan aneksasi Papua oleh Pemerintah
Indonesia yang dilakukan pada 1 Mei 1963. Demonstrasi
dengan massa 45 orang ini dilakukanbundaran Jalan
Bantuan Hukum:
Lembaga Bantuan Hukum Semarang melakukan
p e n d a m p i n g a n t e r h a d a p s a u d a r a A h m a d
Fauzi.Pendampingan yang dilakukan oleh LBH Semarang
berupa pendampingan dalam ranah litigasi dan non-
litigasi. Proses litigasi LBH Semarang mendampingi
Ahamd Fauzi dalam proses penyidikan. Sedangkan untuk
non-ligasi LBH Semarang bersama mahasiswa,
akademisi, jurnalis, advokat membentuk tim advokasi
dalam hal mengecam pengekangan hak kebebasan
berekspresi. Perkembangan terakhir, Ahmad Fauzi telah
ditetapkan sebagai tersangka dan berkas siap untuk
dikirim ke Kejaksaan.
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan oleh LBH
Semarang adalah 1 orang.
23. Penolakan Peringatan Sentiling
Sehubungan dengan penyelenggaraan acara
bernuansa Koloniale Tentoonstelling –atau Kolonial Sentiling
atau Pasar Malam Sentiling atau Sentiling—di Kota
Semarang selama beberapa tahun belakangan ini, yang itu
merupakan bagian dari acara besar Festival Kota Lama atau
sejenisnya, bersama ini kami elemen masyarakat yang
tergabung dalam Aliansi Tolak Sentiling (ATS)
menyampaikan koreksi, dan mengharapkan supaya
Pemerintah tidak lagi memfasilitasi atau memberi bantuan
penyelenggaraan event atau pameran terkait Koloniale
Tentoonstelling.
Bahwa peristiwa Koloniale Tentoonstelling –yang
kemudian oleh lidah warga Semarang disebut Kolonial
Sentiling, atau Pasar Malam Sentiling, atau disebut Sentiling
saja— yang terjadi di Kota Semarang pada tahun 1914,
merupakan peristiwa peringatan 100 tahun kemerdekaan
Belanda dari Perancis, yang itu dilakukan di tanah jajahan
(Semarang dan lain-lain) yang sedang dirampas
tetapi, pada bulan September 2015 Ahmad Fauzi dipanggil
oleh Polrestabes Semarang untuk menjalani mediasi dengan
FPI (Front Pembela Islam), selanjutnya di bulan Oktober
2015 Ahamd Fauzi dilaporkan oleh beberapa Ormas Islam
(FPI, JAT, JAS) ke Ditrekrimsus Polda Jateng dengan
tuduhan penodaan agama dan pelanggaran Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Beberapa Ormas Islam melaporkan Ahmad Fauzi
karena dianggap menodai agama Islam melalui akun
Facebook dan Twiter yang dia miliki.Dalam akun Facebook
dan Twiternya, Ahmad Fauzi sering membuat status yang
dianggap menodai agama Islam.
Pada dasarnya, kebebasan berekspresi telah dijamin
oleh UUD 1945 Amandemen II Pasal 28 ayat (2) dan (3),
serta dijamin juga didalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia Pasal 22 ayat (3). Maka, ketika ada
pengekangan dalam proses kebebasan dalam berekspresi itu
telah melanggar Hak Asasi Manusia.
Bantuan Hukum:
Peranan LBH-Semarang sebagai bagian dari
aliansi adalah melakukan audensi dengan pihak
terkait.Dan disepakati audensi dilakukan pada tanggal 17
Septmber 2016.Pada saaat audensi, kritik atau masukan
yang diberikan oleh aliansi diwakili oleh kordinator
Aliansi Kelana, memberikan rekomendasi kepada Dinas
Kebudayaan Kota Semarang. Atas dasar tersebut, Dinas
Kebudayaan menyampaikan menerima rekomendasi dari
aliansi dan menjadikan hal tersebut catatan terhadap event
ke depan. Artinya, kebudayaan mengakui bahwa mereka
tidak mengetahui perihal peristiwa sejarah tersebut.
Penerima manfaat dari advokasi yang LBH Semarang
lakukan adalah 6 orang
diantaranya; Komunitas pegiat sejarah Semarang, YLBHI-
LBH Semarang, Yunanto Adi, dan elemen masyarakat
melayangkan surat kepada Dinas Kebudayaan Kota
Semarang.
24. Diskriminasi Eks-Anggota Gafatar
Eks-anggota Gafatar mendatangi LBH Semarang
dan menceritakan bagaimana tidak humanisnya pemulangan
eks-anggota Gafatar dari Kalimantan menuju lokasi asal.
Mulai dari tidak layaknya tempat peristirahatan dan logistik,
kapal laut yang over capacity, dilakukannya identifikasi oleh tim
Inafis mulai dari bayi hingga dewasa, tidakjelasnya
perlindungan aset di Kalimantan, dan lain-lain.
kemerdekaannya oleh penguasa kolonial Belanda sendiri.
Gagasan peringatan kemerdekaan Belanda di tanah jajahan
itu telah diprotes Soewardi Soerjaningrat yang kemudian
bernama Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional)
sejak 1913, karena dianggap sebagai penghinaan terhadap
bangsa Indonesia. Oleh penguasa kolonial di bawah
kekuasaan Gubernur Jenderal Idenburg, Ki Hajar selanjutnya
dibuang ke Pulau Bangka pada tahun itu, selanjutnya atas
permintaan Tjipto Mangoenkoesoemo dan Douwes Dekker
(keduanya pahlawan perintis kemerdekaan) Ki Hajar
dipindah ke negeri Belanda. Masih dalam pengasingan Ki
Hajar, Gubernur Jenderal Idenburg selanjutnya mengarsiteki
Koloniale Tentoonstelling di Semarang pada tahun 1914,
merupakan event expo terbesar di Asia Tenggara.
Pendapat warga Semarang, menghargai pelestarian
cagar budaya, dan menyadari bahwa mengadakan event adalah
hak tiap-tiap warga Indonesia, namun tidak sewajarnya jika
pelestarian itu dengan cara-cara menyakiti nilai-nilai
kebangsaan, utamanya kesejarahan Koloniale Tentoonstelling
(Sentiling) ini berhubungan erat dengan kesejarahan
pahlawan perintis kemerdekaan Ki Hajar Dewantara. Tidak
ada larangan bagi siapa pun menempatkan Sentiling sebagai
bagian dari sejarah atau kajian akademik, namun dalam hal
peringatan event, masyarakat menganggap wajar jika kami
melayangkan protes keras.
Atas dasar polemik tersebut, masyarakat yang
tergabung dalam penolakan adanya pasar Sentiling,
Bantuan hukum:
Setelah PN Semarang menjatuhkan Putusan
berupa percobaan 6 bulan penjara kepada Ronny yang
kemudian putusannya diperkuat oleh pengadilan tingkat
banding (Pengadilan Tinggi Semarang), Ronny
memutuskan untuk Kasasi dengan LBH Semarang
sebagai penasehat hukumnya.
Penerima manfaat dari advokasi yang dilakukan LBH
Semarang : 1 OrangBantuan Hukum:
LBH Semarang mendampingi eks anggota Gafatar untuk
audiensi ke Ombudsman Perwakilan Provinsi Jawa
Tengah tekait adanya dugaan maladministrasi yang
dilakukan oleh instansi layanan publik di beberapa daerah
di Jawa Tengah.Penerima manfaat dari advokasi ini adalah 6 orang.
Zon (Wakil Ketua DPR RI) pada tanggal 7 Juli 2014
melaporkan Ronny Maryanto keBareskrim Mabes Polri
dengan delik Pasal 27 ayat (3) UUITE serta Pasal 310 dan 311
KUHP.
Selain itu, pasca dibubarkan dan dinyatakannya
Gafatar sebagai organisasi terlarang, eks-anggota Gafatar
mendapat perlakuan yang tak layak. Ada yang dipaksa oleh
petugas kecamatan agar anaknya diimunisasi, tidak
diberikannya pengantar untuk pengurusan SKCK sebelum
terlebih dahulu ada pengantar dari Kesbangpol, didatangi
oleh petugas kepolisian secara reguler yang mengakibatkan
adanya perasaan terintimidasi, tidak ditepatinya janji
pemberian uang kompensasi oleh Kementerian Sosial.
Sementara itu, dalam pergaulan sehari-hari eks-anggota
Gafatar juga terkucilkan akibat stigma aliran sesat yang
difatwakan oleh MUI.
25. Kriminalisasi Aktivis Anti Korupsi
Kasus ini berawal ketika Ronny Maryanto, aktivis
antikorupsi/Komite Penyelidikan dan Pemberantasan
Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah
melaporkan dugaanpolitik uang yang dilakukan oleh Fadli
Zonsaat kampanye Pilpresdi Pasar Bulu, Semarang pada 2
Juli 2014 kePanwaslu Kota Semarang.Atas hal tersebut, Fadli
Layanan hukum yang diberikan LBH Semarang
mencakup beberapa wilayah di Jawa Tengah, namun
mayoritas masyarakat yang datang berasal dari Kota
Semarang yakni sebanyak 29. Sedangkan sisanya berasal dari
kota-kota di sekitar kota Semarang, seperti kabupaten
Semarang, Kendal, Demak, Pati dan Demak, seluruhnya 9.
Beberapa klien juga berasal dari luar Jawa Tengah seperti dari
Sidoarjo, Jawa Timur. Biasanya klien mendapat informasi
dari orang lain yang mengetahui aktivitas LBH Semarang.
B. LAYANAN KONSULTASI HUKUM
Sepanjang tahun 2016, layanan konsultasi hukum
yang diber ikan LBH Semarang ber jumlah 38
layanan.Penerima manfaat dari layanan bantuan hukum ini
terdiri atas duakelompok kepentingan yaitu bertindak untuk
kepentingan sendiri sebanyak 29 Orang, dan bertindak untuk
kepentingan kelompok ada 9 Layanan.Adapun 9 kelompok
tersebut mewakili 216 Orang. Sehingga total penerima
manfaat layanan konsultasi hukum tahun 2016 adalah 245
Orang.
Masalah hukum yang paling banyak dibawa
masyarakat adalah persoalan perdata-pertanahan 3 kasus,
perburuhan 5 kasus, pidana 6 kasus, perdata 11 kasus,
perdata-perkawinan 2 kasus, pertanahan-lingkungan 1 kasus,
lingkungan 1 kasus, dan persoalan struktural yang kemudian
ditangani secara struktural sebanyak 3 kasus dan 3 kasus
diluar tersebut diatas.
C. PENDIDIKAN HUKUM LBH SEMARANG
Selain layanan konsultasi hukum, LBH Semarang
juga memberikan pendidikan kritis.Pendidikan hukum kritis
ini tak hanya dikhususkan untuk masyarakat yang berkonflik
atau di kasus yang ditangani oleh LBH Semarang melalui
metode bantuan hukum struktural.Pendidikan hukum juga
dilaksanakan untuk masyarakat, organisasi rakyat, pelajar,
dan mahasiswa Perguruan Tinggi di Jawa Tengah.
Bagi mahasiswa, tujuan umum pendidikan adalah
meningkatkan kesadaran kritis mahasiswa dan pengetahuan
advokasi masyarakat.Sedangkan bagi masyarakat dan
organisasi rakyat, tujuan umum pendidikan adalah
menyediakan ruang komunikasi, membangnun kesadaran
kritis dan konsolidasi serta penguatan di tingkat masyarakat
yang berkonflik.
Sepanjang tahun 2016, di luar pendidikan hukum di
basis-basis tradisional LBH Semarang dan di luar bagian
penanganan kasus struktural, LBH Semarang memberikan
pendidikan hukum di 24 Kegiatan yang diikuti oleh 888
Orang.
Klien yang telah datang ke kantor LBH Semarang
untuk berkonsultasi atau meminta pendampingan kasus,
pada tahun 2016 cukup banyak. Jika dilihat dari aspek
penghasilan klien, yang datang ke LBH Semarang sebanyak
30 orang. Dari jumlah 30 klien yang datang kantor LBH
Semarang tersebut sebanyak 3 orang berpenghasilan dibawah
Rp. 500.000; 5 orang memiliki penghasilan dibawah 1 juta; 16
orang berpenghasilan dibawah 2 juta; dan ada sebaganyak 6
orang yang berpenghasilan lebih dari 2 juta. Dari data
tersebut orang yang berpenghasilan antara 1 juta – 2 juta
adalah yang paling banyak datang ke kantor LBH Semarang.
LBH Semarang menjadi salah satu pemateri
dalam kegiatan tersebut.Sekolah Kader FNKSDA di
ikuti oleh sekitar 18 orang.
2. Training Advokasi Lembaga Mahasiswa Fiat
Justicia Unnes
Lembaga Mahasiswa Fiat Justicia FH Unnes
mengadakan training advokasi bagi anggota
baru.Training tersebut bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan mahasiswa mengenai advokasi masyrakat
sebagaimana yang telah dilakukan LBH Semarang.
Tujuan lain dari training adalah pentingnya kesadaran
kritis bagi mahasiswa mengenai permasalahan yang
terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan
marginal. LBH Semarang menjadi pemateri.Training
tersebut dilakukan di Fakultas Hukum Unnes dan diikuti
oleh 70 mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai fakultas
di Unnes.
3. Sekolah Proklamator Fisip UNS
Sekolah Proklamator merupakan kegiatan yang
diselenggarakan oleh BEM FISIP UNS. Sekolah
proklamator bertujuan untuk mengenalkan kepada
mahasiswa baru di UNS utamanya di lingkungan FISIP
UNS terkait advokasi kepada masyarakat sebagaimana
yang selama ini dilakukan oleh LBH Semarang.Dalam
kegiatan tersebut LBH Semarang memberikan
1. Sekolah Kader FNKSDA
Sekolah Kader Front Nahdliyin untuk
Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Semarang
diselenggarakan atas kerjasama Rumah Buku Simpul
Semarang, Satjipto Rahardjo Institute, LBH Semarang,
PMII Walisongo, Komunitas Payung, Kalam Kopi dan
Ponpes Al-Islah. Sekolah Kader FNKSDA ini dibuka
dengan dialog publik bertema “Islam dan Penyelamatan
Sumber Daya Alam”.
Sekolah Kader FNKSDA diikuti oleh peserta
yang berasal dari berbagai daerah yang ingin berjuang
nyata dalam penyelamatan sumber daya alam Indonesia
yang tengah dieksploitasi secara besar-besaran tanpa
mempedulikan dampak ekologis dan sosialnya.
5. Diskusi Kampung UU Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan
Petambak Garam : Semarang
LBH Semarang bersama Kiara mengadakan
diskusi kampung pasca di sahkannya UU No 7 Tahun
2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam dengan
komunitas nelayan di Semarang.
Diskusi tersebut dimaksudkan sebagai salah satu
bentuk dari pendidikan hukum kritis yang selama ini
dilakukan oleh LBH Semarang.Dalam diskusi tersebut
nelayan dapat mengidentifikasi peluang dan hambatan
yang terdapat dalam UU tersebut untuk melindungi dan
memberdayakan nelayan dan masyarakat pesisir pantai
utara yang sedang terancam reklamasi di Semarang.
Dari diskusi tersebut komunitas nelayan telah
mampu menghasilkan RTL (Rencana Tindak Lanjut)
untuk advokasi.Diskusi tersebut dihadiri oleh 25 Nelayan
dan Perempuan Nelayan.
6. Diskusi Kampung UU Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan
Petambak Garam: Jepara
LBH Semarang bersama Kiara mengadakan
diskusi kampung pasca di sahkannya UU No 7 Tahun
2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam dengan
komunitas nelayan di Jepara. Diskusi tersebut
pendidikan terkait advokasi sosial. Penting juga
memberikan penyadaran kritis terkait persoalan yang
terjadi di masyarakat dan dimana peran mahasiswa
sebagai agen perubahan sosial/social change sebagaimana
telah termaktub di dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh sekitar 50
mahasiswa dan mahasiswi Fisip UNS.
4. Diskusi Kampung UU Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan
Petambak Garam : Demak
LBH Semarang bersama Kiara mengadakan
diskusi kampung pasca di sahkannya UU No 7 Tahun
2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam dengan
komunitas nelayan di Demak. Diskusi tersebut
dimaksudkan sebagai salah satu bentuk dari pendidikan
hukum kritis yang selama ini dilakukan oleh LBH
Semarang.Dalam diskusi tersebut nelayan dapat
mengidentifikasi peluang dan hambatan yang terdapat
dalam UU tersebut untuk mel indungi dan
memberdayakan nelayan di Demak.
Dari diskusi tersebut komunitas nelayan telah
mampu menghasilkan RTL (Rencana Tindak Lanjut)
untuk advokasi.Diskusi tersebut dihadiri oleh 25 Nelayan
dan Perempuan Nelayan.
Semen. Perusahaan yang hendak berinvestasi ialah PT
Semen Gombong yang merupakan anak perusahaan dari
Grup Bisnis Medco. Sadar daerah mereka terancam
kelestarian lingkungan nya, masyarakat kemudian
menyerukan penolakan sampai pada penilaian terhadap
dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) oleh Komisi Penilai AMDAL Provinsi Jawa
Tengah menyatakan Dokumen AMDAL PT Semen
Gombong tidak layak yang di ikuti dengan penerbitan
Surat Penetapan Ketidak layakan Lingkungan rencana
pendirian Pabrik Oleh PT Semen Gombong.
Kesadaran Masyarakat Gombong yang telah
terbangun tersebut tidak kemudian berhenti, mereka
justru semakin kompak terutama kesadaran atas
lingkungan. Namun, dalam proses mengawal dan proses
memastikan lingkungan mereka tetap lestari, mereka
sadar bahwa salah satu yang perlu diketahui ialah hak atas
informasi.
LBH Semarang kemudian memberikan
pendidikan mengenai akses informasi publik kepada
masyarakat Gombong terutama dalam lingkup
organisasi masyarakat Persatuan Rakyat Penyelamat
Karst Gombong (PERPAG) pada tanggal 30 September-
1 Oktober 2016 bertempat di Desa Sikayu.Pendidikan ini
sendiri difasilitasi tidak hanya dari LBH Semarang namun
juga dari warga dari Rembang dan Pati yang menemui
masalah serupa di daerah mereka.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh 40 orang
dimaksudkan sebagai salah satu bentuk dari pendidikan
hukum kritis yang selama ini dilakukan oleh LBH
Semarang.Dalam diskusi tersebut nelayan dapat
mengidentifikasi peluang dan hambatan yang terdapat
dalam UU tersebut untuk mel indungi dan
memberdayakan nelayan di Jepara.
Dari diskusi tersebut komunitas nelayan telah
mampu menghasilkan RTL (Rencana Tindak Lanjut)
untuk advokasi.Diskusi tersebut dihadiri oleh 20 Nelayan
dan perempuan nelayan.
7. FGD (Focus Group Discussion) Konflik Agraria
KSMW Uin Walisongo
Diskusi ini di selenggarakan oleh KSMW
(Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo) Semarang.LBH
Semarang menjadi salah satu pemateri dalam kegiatan
tersebut.Tujuan dari terselenggaranya kegiatan adalah
untuk mengasah ketajaman analisis mahasiswa terkait
isu-isu sosial terutama konflik agraria dan sebagai upaya
penyadaran mahasiswa terhadap kasus-kasus agraria
yang banyak merugikan masyarakat.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh 10 Mahasiswa
dan mahasiswi UIN Walisongo Semarang.
8. Pendidikan tentang Akses Informasi Gombong
Masyarakat di Gombong Kabupaten Kebumen
dihadapkan dengan persoalan dimana daerah mereka
akan berhadapan dengan investasi berupa industri
11. Pelatihan Advokasi bagi Korban Pelanggaran Hak
atas KBB
Pada tanggal 23 Januari 2016 LBH Semarang
diminta menjadi Narasumber materi Perlindungan
Keamanan Pembela HAM Komunitas dalam pelatihan
advokasi bagi korban pelanggaran hak atas KBB yang
diselenggarakan oleh LBH Yogyakarta.
Bertindak sebagai Narasumber, LBH Semarang
memberikan pemahaman terkait HAM,pembela HAM,
analisis resiko, menilai ancaman dan insiden keamanan,
pemetaan aktor, serta simulasi membuat mekanisme
perlindungan. Materi ini diikuti oleh sekitar 20 peserta
yang berasal dari komunitas lintas keyakinan yang rentan
mendapatkan kekerasan dan diskriminasi di daerah
Yogyakarta dengan tujuan peserta komunitas bisa
membuat perencanaan perlindungan keamanan.
12. Pelatihan Advokasi Pers Kampus
Pada tanggal 31 Januari 2016 LBH Semarang
diminta menjadi Narasumber materi advokasi dalam
rangkaian kegiatan Dies Natalis Perhimpunan Pers
Mahasiswa Indonesia (PPMI) ke- XXII. Materi advokasi
ini diberikan dengan tujuan Lembaga Pers Mahasiswa
memiliki kemampuan melakukan advokasi ditengah
maraknya pembredelan pers kampus.
B e r t e m p a t d i k a m p u s U n i v e r s i t a s
Muhammadiyah Semarang (UNIMUS), LBH Semarang
memberikan materi advokasi kepada sekitar 35 orang
9. Film Group Discussion (FGD) Aufklarung-FISIP
Undip
LBH Semarang diminta sebagai Pemantik
sekaligus narasumber dalam Film Group Discussion (FGD)
yang diadakan oleh UPK Aufklarung Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro
Semarang pada hari Senin, 31 Oktober 2016 bertempat di
ruang teater FISIP UNDIP.
FGD sendiri bertema-kan film dokumenter
“Pulau Buru, Tanah Air (mata) Beta” dan mengusung
topik Kejahatan Politik 1965.Dalam kegiatan ini LBH
Semarang menjadi pengisi atau narasumber.
Kegiatan ini dihadiri oleh 25 Orang.
10. Pelatihan Paralegal – eLSA
LBH Semarang diundang sebagai narasumber
dalam “Pelatihan Paralegal bagi Korban Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan” yang diselenggarakan oleh
Lembaga Studi Sosial Agama (eLSA) Semarang.
Penyelenggaraan terlaksana pada hari Sabtu-Minggu, 29-
30 Oktober 2016 bertempat di Wisma Yohanes
Gunungpati.
LBH Semarang memberikan materi, diskusi dan
berbagi seputar materi mengenai “Dasar-dasar Advokasi;
Litigasi”.Pelatihan ini sendiri di hadiri peserta dari
berbagai daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta dan dari
berbagai denominasi Agama dan Kepercayaan.
Kegiatan ini dihadiri oleh 25 Orang.
(Sekretariat Layar Nusantara) melakukan kunjungan
sekaligus rembug nelayan bersama Forum Nelayan
Jepara Utara (Fornel) di Perkampungan Nelayan Desa
Bandungharjo, Kecamatan Donorojo, Jepara. Rembug
nelayan diikuti oleh sekitar 20 orang perwakilan dari
kelompok nelayan di 5 Kecamatan di Jepara
mendiskusikan soal UU No 7 tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pembardayaan Nelayan, Pembudi
Daya Ikan, dan Petambak Garam. Selain itu dalam
kegiatan tersebut juga mendiskusikan tentang Raperda
Zonasi Kawasan Pesisir dengan tujuan untuk
mendorong kebijakan kawasan pesisir yang melindungi
ruang hidup masyarakat nelayan.
15. Pelatihan Paralegal Universitas Nahdlatul Ulama
(UNISNU) Jepara
Pada tanggal 4-5 Juni 2016 LBH Semarang
bekerjasama dengan Fakultas Syariah Universitas
Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara menyelenggarakan
Pelatihan Paralegal yang diikuti oleh 20 orang Mahasiswa
Fakultas Syariah UNISNU. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk memberikan pemahaman Hak Asasi Manusia dan
Social Justice kepada Mahasiswa. Selain itu, para peserta
juga diberikan pengetahuan advokasi baik litigasi
maupun non-litigasi. Kegiatan yang berlangsung 2 hari
ini diselenggarakan di LPWP UNDIP Pantai Kartini
Jepara.
peserta yang juga merupakan anggota PPMI dari
berbagai kampus di Indonesia. Setelah memberikan
materi advokasi, LBH Semarang juga menjadi fasilitator
dalam bedah kasus yang menjadi rangkaian simulasi
dalam kegiatan tersebut.
13. Dialog Pengadvokasian Rakyat Pondok Mahasiswa
V
Pada 13 Februari 2016 LBH Semarang diminta
menjadi Narasumber dalam Dialog Inspiratif
pengadvokasian rakyat yang merupakan salah satu materi
dalam rangkaian kegiatan Pondok Mahasiswa V yang
diselenggarakan oleh Politik Rakyat. Sesi tersebut
dimaksudkan untuk mengajak peserta mengenal lebih
dekat perjuangan rakyat melalui pelaku parjuangan itu
sendiri.
Kegiatan tersebut diselenggarakan di Randu
Blatung, Blora, dengan peserta sekitar 25 orang dari
berbagai darerah di Indonesia, dengan gambaran
pembahasan lebih banyak berdialog terkait pengalaman
dan strategi pengadvokasian rakyat di sektor Sumber
Daya Alam.
14. Rembug Nelayan Forum Nelayan Jepara Utara
(Fornel)
Pada tanggal 29 Februari 2016 Koalisi Rakyat
untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan LBH Semarang
Komunitas di Desa Surokonto Wetan memahami analisis
resiko serta memiliki sistem perindungan keamanan
komunitas.
Dalam kegiatan ini juga mendiskusikan
mengenai proses sistem peradilan pidana serta simulasi
sederhananya untuk memberikan gambaran kepada
warga mengenai proses persidangan kriminalisasi 3
orang petani yang sedang dialami oleh warga sebagai
akibat konflik agraria yang mengancam ruang hidup
warga di Desa Surokonto Wetan.
18. Career Day Loyola Education Fair
Pada tanggal 23 September 2016 LBH Semarang
diminta menjadi salah satu pembicara bidang profesi
keahlian hukum dalam acara Career Day Loyola
Education Fair 2016 yang diselenggarakan oleh SMA
Kolase Loyola Semarang. Kegiatan ini bertujuan
memberikan penjelasan, motivasi, dan inspirasi bagi para
siswa melalui bidang profesi yang ditawarkan yang salah
satu diantaranya adalah profesi dalam bidang hukum.
Kelas profesi bidang hukum sendiri diikuti oleh
sekitar 25 orang siswa yang didalamnya LBH Semarang
menjelaskan mengenai macam profesi dalam bidang
hukum, profesi hukum dan tantangannya, serta berbagi
pengalaman menjadi Pengabdi Bantuan Hukum LBH
Semarang.
16. Training Keamanan Pembela HAM Komunitas di
Antajaya Kabupaten Bogor
Pada tanggal 19-21 Juli 2016 Yayasan
Perlindungan Insani (Protection International Indonesia)
meminta LBH Semarang yang juga merupakan Security
Focal Point untuk menjadi salah satu fasilitator Training
Keamanan Pembela HAM Komunitas di Antajaya
Kabupaten Bogor. Kegiatan tersebut dimaksudkan
untuk mendorong Pembela HAM Komunitas di
Antajaya memahami analisis resiko serta memiliki sistem
perindungan keamanan komunitas.
Selain menjadi fasilitator kegiatan ini, LBH
Semarang juga berbagi pengalaman advokasi serta
mekanisme perlindungan keamanan komunitas yang ada
di Jawa Tengah (Komunitas Pati dan Rembang) Kepada
20 orang peserta dari warga Antajaya yang mengikuti
pelatihan ini.
17. Training Keamanan Pembela HAM Komunitas di
Desa Sorokonto Wetan Kendal
Pada tanggal 18-21 Agustus 2016 LBH Semarang
bekerjasama dengan Yayasan Perlindungan Insani
(Protection International Indonesia) menyelenggarakan
kegiatan Training Keamanan Pembela HAM Komunitas
yang diikuti oleh sekitar 20 orang warga Desa Surokonto
Wetan. Pelatihan yang bertempat di salah satu rumah
warga ini bertujuan untuk mendorong Pembela HAM
mungkin dilakukan jika kejadian terulang kembali.Pada
diskusi ini, LBH Semarang diminta untuk menyampaikan
analisis hukum terhadap peristiwa ini.Pada diskusi ini
hadir sekitar 25 orang yang berasal dari beberapa jaringan
pegiat serta pemerhati masalah perburuhan.
21. Diskusi dan Bedah Film Munir
Kegiatan ini didakan oleh Komunitas Payung
Universitas Diponegoro dalam rangkaian agenda
“Malam Menyimak Munir, Pekan Merawat
Ingatan”.Kegiatan ini didakan di Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro.Tujuan kegiatan ini untuk
mengenang perjuangan-perjuangan Munir semasa
hidupnya serta mendiskusikan tentang Hak Asasi
Manusia.LBH Semarang diundang sebagai pemantik
diskusi ini.Diskusi ini dihadiri oleh sekitar 40 orang
mahasiswa yang mayoritas berdomisili di Semarang.
22. Diskusi Peringatan 12 Tahun Peristiwa Takbai
Patani
Diskusi ini diselenggarakan oleh HMPI dan
PMIPTI (komunitas mahasiswa Patani/Thailand
Selatan) Semarang.Kegiatan ini diadakan di Kampus I
UIN Walisongo Semarang.LBH Semarang pada kegiatan
ini diminta untuk melihat kasus diskriminasi yang dialami
oleh warga Patani oleh Pemerintah Thailand dari
persepktif HAM.Tujuannya, agar peserta, khususnya
19. Malam Kerakyatan di FIB UNDIP
Pada tanggal 7 Oktober 2016 LBH Semarang
diminta menjadi salah satu narasumber dalam acara
Malam Kerakyatan dengan tema “Kebebasan Rakyat:
sampaimana kebebasan Rakyat?” yang diselenggarakan oleh
BEM Fakultas Ilmu Budaya UNDIP. Kegiatan yang
dilaksanakan di Gedung Serba Guna FIB UNDIP ini
bertujuan untuk mendiskusikan persoalan represivitas
Negara dalam mengekang kebebasan berekspresi. Selain
itu, diskusi tersebut juga sebagai respon terhadap
persoalan maraknya pelarangan diskusi yang terjadi di
berbagai kampus di Semarang.
Didepan sekitar 100 orang yang hadir LBH Semarang
memantik diskusi dengan menyampaikan materi tentang
Hak Kebebasan Berekspresi dalam perspektif hukum
dan HAM yang dilanjutkan dengan dialog interaktif.
20. Diskusi Kriminalisasi Buruh
Diskusi ini diselenggarakan oleh Komunitas
Spartakus guna membahas kriminalisasi yang dialami dua
orang aktivis buruh FSPBI Gresik, Hakam dan
Agus.Diskusi ini diadakan di Sekolah Tinggi Teologi
(STT) Abdiel, Ungaran, Kabupaten Semarang.Tujuan
diskusi ini adalah untuk memahami pola peredaman
suara kritis dari buruh dan tindakan-tindakan yang
24. Seminar Peran Advokasi dalam Peradilan Fakultas
Hukum Universitas Wahid Hasyim.
Dalam kegiatan tersebut studi kasus yang
diangkat adalah mengenai perjuangan masyarakat
rembang yang menolak pendirian dan penambangan
pabrik semen di rembang.Kasus tersebut adalah salah
satu kasus yang didampingi oleh LBH Semarang dengan
menggunakan bantuan hukum struktural.
Keg ia tan tersebut ber tu juan sebaga i
pembelajaran bagi mahasiswa FH Unwahas sebagai agen
of change sebagaimana terdapat dalam Tri Dharma
Pe r g u r u a n T i n g g i d a l a m h a l p e n g a b d i a n
masyarakat.Penting bagi mahasiswa untuk mengetahui
perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh masyarakat
dan mahasiswa mampu untuk menempatkan posisi
sebagai pembela dari masyarakat yang tertindas.
Dalam kegiatan tersebut LBH Semarang menjadi
pemberi materi/narasumber, dihadiri pula oleh
Penghubung Komisi Yudisial Jawa Tengah.Kegiatan ini
dihadiri sekitar 30 mahasiswa/mahasiswi FH Unwahas.
yang berasal dari Patani, memahami konteks hak asasi
manusia dan model advokasi yang mungkin dilakukan
terhadap diskriminasi yang dialami.Peserta kegiatan ini
sekitar 100 orang.
23. Alsa Legal Coaching Clinic 2016
Kegiatan tersebut bertema “Pemanfaatan Tanah
Adat Untuk Pengembangan Infrastruktur Provinsi Jawa
Tengah” dan dilaksanakan di Desa Jetis, Kecamatan
Kaliwungu, Semarang.Agenda tersebut bertujuan Secara
umum, 1.Mendorong peningkatan dan pengembangan
pengetahuan hukum masyarakat. 2. Secara khusus,
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
pemanfaatan tanah adat. 3. Meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman dibidang hukum agraria. 4. Mendorong
timbulnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam
upaya melestarikan tanah adat. 5. Mencari solusi terhadap
permasalahan hukum yang timbul dimasyarakat,
khususnya mengenai tanah adat. 6. Memberikan
pengetahuan mengenai tata cara dan prosedur sertifikasi
tanah secara sah. Pada agenda tersebut LBH Semarang
berperan sebagai pemberi materi/narasumber, selain
LBH Semarang dihadiri pula dari akademisi dan
BPN.Peserta dari kegiatan tersebut sekitar 100 orang.
telah ditarik menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
Provinsi.
LBH Semarang (Sekretariat Layar Nusantara)
bersama Kiara (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan)
yang selama ini konsen dalam isu pesisir dan nelayan,
berupaya mengawal pembentukan Perda tersebut.
Pengawalan tersebut dimaksudkan agar dalam pembuatan
regulasi masyarakat yang akan terdampak langsung dalam hal
ini nelayan dan masyarakat pesisir dilibatkan secara aktif
dalam setiap tahapannya. Hal ini penting untuk pembuatan
rencana peruntukkan wilayah pesisir agar tidak mengabaikan
hak-hak dari nelayan dan masyarakat pesisir.
Kegiatan tersebut dimulai dengan diskusi kampung
yang diadakan di tiga komunitas nelayan dan masyarakat
pesisir di tiga kabupaten/kota di Jawa Tengah yaitu
Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak dan Kota Semarang.
Di dalam diskusi kampung akan teridentifikasi peruntukan,
dan mengurangi konflik sumber daya alam yang selama ini
sering terjadi. Kemudian dilanjutkan mengadakan FGD
(Focus Group Discussion) dengan stakeholders terkait. Hasil dari
FGD tersebut kemudian akan di audiensikan dengan
pemangku kebijakan dan legislative drafter.
2. Undang-Undang No 7 Tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi
Daya Ikan dan Petambak Garam
Di sahkannya UU No 7 tahun 2016 telah
memberikan angin segar bagi nelayan, pembudi daya ikan
A. ADVOKASI KEBIJAKAN
Selain memberikan bantuan hukum struktural, layanan
bantuan hukum dan pendidikan hukum LBH Semarang juga
melakukan advokasi dalam hal kebijakan. Adapun gambaran umum
dari beberapa advokasi kebijakan yang dilakukan LBH Semarang
antara lain:
1. Penyusunan Peraturan Daerah Zonasi Wilayah Pesisir
Pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 1 tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27
tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
telah mengamanahkan dibentuknya Peraturan Daerah
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di setiap
daerah. Berkaitan dengan kewenangan daerah yang diatur
dalam Undang-Undanng Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah telah menarik beberapa kewenangan,
termasuk kewenangan membentuk Peraturan Daerah Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil oleh Kabupaten/Kota
3. Penyusunan RTRW Jawa Tengah
Dalam advokasi kasus rencana pendirian dan
penambangan pabrik semen di Pati dan Rembang, akses
informasi dan data menjadi hal sangat penting. Pengetahuan
masyarakat terkait rencana tata ruang di wilayahnya
menyebabkan masyarakat tahu bahwa mereka akan terkena
dampak dari rencana tata ruang dan rencana pembangunan.
Namun masyarakat biasanya baru akan mengakses informasi
terkait rencana tata ruang ketika mereka mengetahui bahwa
mereka akan terdampak. Data dan informasi yang telah
diperoleh oleh masyarakat dijadikan bahan untuk melakukan
advokasi dan sebagai bahan untuk mengkampanyekan
permasalahan tersebut.
Untuk itu penting bagi LBH Semarang bersama
Yayasan Tifa mendorong peningkatan kapasitas masyarakat
dalam pengelolaan informasi terhadap advokasi penataan
ruang yang berkeadilan di Jawa Tengah.Kegiatan tersebut
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
akses, analisis dan mengolah informasi.Selain itu, bertujuan
untuk mendorong Pemerintah lebih responsif dan
mendorong perubahan regulasi tata ruang (Perda Tata Ruang
Jawa Tengah) agar tidak menimbulkan permasalahan dan
konflik bagi masyarakat.
4. RPJMD Kota Semarang Tahun 2016-2021
Tahun 2016 menjadi tahun dimana disusunnya
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dan petambak garam yang selama ini minim perlindungan
oleh negara. UU ini bertujuan untuk memberikan sarana dan
prasarana dalam mengembangkan usaha, memberikan
kepastian usaha yang berkelanjutan, meningkatkan
kemampuan, kepastian, dan kelembagaan nelayan,
pembudidaya ikan dan petambak garam serta penguatan
kelembagaan dalam menjalankan usaha yang mandiri,
produktif, maju, modern dan berkelanjutan serta
mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan,
menumbuhkembagkan sistem dan kelembagaan pembiayaan
yang melayani kepentingan usaha, melindungi dari resiko
bencana alam dan perubahan iklim, dan memberikan
perlindungan hukum dan keamanan di laut.
Untuk itu LBH Semarang bersama KIARA merasa
sangat perlu untuk mengawal implementasi dari UU
ini.Kegiatan tersebut dimulai dengan diskusi kampung yang
diadakan di tiga komunitas nelayan dan masyarakat pesisir di
tiga Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yaitu Kabupaten
Jepara, Kabupaten Demak dan Kota Semarang. Dalam
kegiatan tersebut telah teridentifikasi kebutuhan-kebutuhan
dan peluang yang bisa di akses oleh nelayan untuk
perlindungan dan pemberdayaan sebagaimana telah
termaktub UU ini.
Kemudian dari rangkaian kegiatan tersebut akan
disusun kertas kerja yang akan di audiensikan kepada
pemangku kebijakan oleh masyarakat pesisir dan nelayan di
Jawa Tengah.
Hubungan Industrial antara perusahaan dengan
karyawannya yaitu penahanan ijazah sebagai jaminan
kerja.Pengambilan ijazah diharuskan membayar sejumlah
penalti/denda sebesar seperti yang dituangkan di dalam
klausul perjanjian, klausul ini dimungkinkan untuk mengikat
tenaga kerja murah atau sengaja mencari keuntungan dari
adanya penalti/denda tersebut.
Sesuai dengan UU Nomor 39 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan bahwa penahanan ijazah tidak ada
peraturannya sehingga perusahaan tidak mempunyai dasar
untuk melakukan penahanan ijazah sebagai jaminan kerja.
Selain itu, apabila dilihat dari UU Nomor 39 tahun
1999tentang Hak Asasi Manusia Pasal 38 ayat (2), dengan
ditahannya ijazah sebagai jaminan kerja berdasarkan Pasal
tersebut maka setiap warga negara tidak memiliki hak untuk
memilih pekerjaan guna mendapatkan kesejahteraan yang
lebih baik, selain itu syarat penahan ijazah sebagai jaminan
kerja dirasa tidak adil bagi setiap warga negara yang
memasuki dunia kerja.
Dalam hal tersebut LBH Semarang bersama Kanwil
Kemenkumham terus mendorong adanya regulasi untuk
melarang perusahaan di Jawa Tengah menjadikan jazah calon
karyawannya sebagai jaminan kerja.Hingga saat ini,
Pemerintah Daerah Jawa Tengah telah mengeluarkan Surat
Edaran Pelarangan Ijazah sebagai Jaminan Kerja.
Kota Semarang.LBH Semarang bersama berbagai elemen
lainnya kemudian berpartisipasi untuk mengikuti
pembahasan nya serta pula memberikan masukan untuk
RPJMD yang nantinya menjadi acuan Pemerintah Kota
Semarang dalam pembangunan dari tahun 2016-2021.
LBH Semarang ikut bersama jaringan dari berbagai
isu membentuk koalisi Kawal RPJMD Semarang.Secara
khusus LBH Semarang diserahi tugas dalam lingkup bidang
Tata Kota dan Lingkungan Hidup, PKL, Pertanahan serta
Perikanan dan Kelautan. Akan tetapi serangkaian acara
pembahasan RPJMD ini seakan hanya di jadikan ajang
sosialisasi dan seperti acara formal saja bagi Pemerintah Kota
Semarang, hal ini tercermin dari kurang diakomodirnya
masukan dari berbagai elemen untuk menyempurnakan
Rencana Pembangunan yang akan di pakai hingga 5 (lima)
tahun mendatang ini. Sampai pada akhirnya terbitlah Perda
Nomor 6 Tahun 2016 Tentang RPJMD.
5. Kebijakan Larangan Penahanan Ijazah di Jawa Tengah
Sepanjang tahun 2015-2016 LBH Semarang menjadi
mitra Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah dalam
FGD (Focus Group Discussion) maupun Rapat Koordinasi
(Rakor) pelayanan komunikasi masyarakat (Yankomas).
Dalam forum tersebut membahas pengaduan/komunikasi
yang diterima Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah
mengenai dugaan pelanggaran HAM. Permasalahan yang
diadukan sebagian besar merupakan permasalahan
membahas persoalan yang terjadi.Pada pertemuan tersebut
presiden memberikan keputusan dan arahan untuk
menyusun KLHS di wilayah pegunungan kendeng.
Hingga saat ini, tim penyusun telah terbentuk dan
telah melakukan koordinasi dengan Pemerintah setempat
untuk pelaksanaan penyusunan KLHS di pegunungan
kendeng.
7. Penambahan Wilayah di KBAK (Kawasan Bentang
Alam Karst) Sukolilo
KEPMEN ESDM Nomor 1518 K/20/MPE/1999
adalah kebijakan tentang karst untuk pertama kalinya.Dalam
KEPMEN tersebut Bentang Alam Karst terbagi dalam 3
(tiga) klasifikasi. Selanjutnya Kementrian ESDM
menerbitkan KEPMEN Nomor 1456 K/20/MEM/2000
yang menetapkan bahwa Karst Kelas 1 tidak boleh dilakukan
penambangan. Bentang alam kawasan KarstSukolilo
selanjutnya ditetapkan melalui KEPMEN ESDM ESDM RI
No. 0398.K/40/MEM/2005.Pada Juni 2012 Kementerian
ESDM kembali menerbitkan Peraturan Menteri ESDM
Nomor 17 tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang
Alam Karst.Dalam Permen ESDM tersebut Kawasan
Bentang Alam Karst (KBAK) yang merupakan kawasan
lindung geologi sebagai bagian dari kawasan lindung nasional
merupakan KBAK yang menunjukkan bentuk eksokarst dan
endokarst tertentu.
6. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) di Wilayah
Pegunungan Kendeng
Kawasan pegunungan kapur disepanjang
pegunungan kendeng menjadi incaran yang menggiurkan
bagi perusahaan industri ekstraksi (semen). Setidaknya ada
empat perusahaan raksasa yang telah berusaha melakukan
penambangan di wilayah tersebut yaitu PT Indocement (PT
Sahabat Mulia Sakti), PT Semen Gresik, PT Semen Indonesia
dan PT Semen Holcim namun mendapatkan penolakan dari
masyarakat setempat.
Penolakan masyarakat didasarkan karena wilayah
tersebut merupakan lahan pertanian yang menjadi sumber
kehidupan masyarakat yang sebagian besar merupakan
petani, selain itu kawasan pegunungan kendeng merupakan
kawasan karst yang mempunyai fungsi ekologi yang perlu
dilindungi.
Dalam penolakannya masyarakat telah melakukan
upaya litigasi melalui gugatan KTUN di Pengadilan Tata
Usaha Negara. LBH Semarang menjadi kuasa hukum
masyarakat dalam proses tersebut. Tidak hanya melakukan
upaya litigasi, masyarakat juga melakukan upaya non-litigasi
untuk menyuarakan nilai-nilai yang diperjuangkan.Salah
satunya adalah melakukan advokasi kebijakan.
Serangkaian aksi dan audiensi telah dilakukan
masyarakat bersama LBH Semarang dan jaringan untuk
mendorong advokasi tersebut.Hingga puncaknya, Presiden
Republik Indonesia menemui perwakilan masyarakat untuk
8. Peninjauan Kembali PenetapanKBAK Gombong
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
M i n e r a l R e p u b l i k I n d o n e s i a N o m o r 3 0 4 3
K/40/MEN/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang
Alam Karst Gombong dan Keputusan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 3873
K/40/MEN/2014 tanggal 16 Oktober 2014 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
M i n e r a l R e p u b l i k I n d o n e s i a N o m o r 3 0 4 3
K/40/MEN/2014 tanggal 4 Juli 2014 tentang Penetapan
Kawasan Bentang Alam Karst Gombong telah menjadikan
kawasan yang dahulu menjadi kawasan lindung menjadi
tidak.
Dalam Kepmen tersebut luasan karst hanya 40,89
terdapat pengurangan kawasan KBAK seluas 8,02 km2 (802
ha). Padahal pada Keputusan Menteri ESDM Nomor
961.K/40/MEN/2003 tanggal 23 Juli 2003 tentang
Penetapan Kawasan Karst Gombong sebagai Kawasan
Karst Kelas 1 dengan luas 48,94 km2.
Penyusutan luasan tersebut mengakibatkan adanya
wilayah karst yang dikeluarkan dari KBAK. Sehingga wilayah
yang dikeluarkan dari KBAK akan terancam tereksploitasi
dan dapat merusak fungsi ekologi dari kawasan karst.
Sehingga LBH Semarang bersama masyarakat
mendorong peninjauan kembali terhadap Penetapan KBAK
Gombong tahun 2014 agar kawasan yang dahulu merupakan
KBAK dapat dikembalikan lagi.
Selain mengatur tentang kriteria dan ciri kawasan
bentang alam karst, Permen tersebut juga sekaligus
mencabut Kepmen ESDM 1456 K/20/MEM/2000 serta
aturan setelahnya termasuk Keputusan Menteri ESDM RI
No. 0398.K/40/MEM/2005 tentang Penetapan Kawasan
Bentang Alam Karst Sukolilo. Kemudian pada tahun 2014
Kementerian ESDM menerbitkan keputusan baru dalam
Kepmen Nomor 2641 K/40/MEM/2014. Dalam Kepmen
ESDM tahun 2005 dan 2014 Kawasan Bentang Alam Karst
Sukolilo membentang di sepanjang 3 Kabupaten, yaitu
Kabupaten Pati, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten
Blora. Namun di KBAK Sukolilo 2014 terdapat penyusutan
luasan wilayah bentang alam karst di Kabupaten Pati.
Wilayah yang dahulu merupakan kawasan karst dan
tidak boleh ditambang saat ini terancam untuk di
eksploitasi.Begitu juga dengan kawasan yang memiliki ciri
sebagai kawasan karst namun belum ditetapkan sebagai
KBAK.Untuk itu perlu adanya pengusulan perluasan wilayah
KBAK Sukolilo untuk menjamin terlindunginya kawasan
karst.
Untuk itu LBH Semarang bersama masyarakat
mendorong adanya perluasan wilayah KBAK Sukolilo
melalui pengusulan wilayah KBAK kepada Kementerian
Energi, Sumber Daya dan Mineral untuk menetapkan
wilayah tersebut menjadi KBAK Sukolilo.
Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh para pelaku antara
lain, kesewenang-wenangan Pemerintah dalam pengadaan tanah
untuk kepentingan umum, kesewenang-wenangan dan tidak
partisipatifnya Pemerintah dalam melakukan penata-gunaan lahan,
minimnya pelibatan masyarakat dalam rencana pembangunan,
pembatasan sumber daya hutan bagi masyarakat pinggir
hutan,menghilangkan pengelolaan atas lahan pertanian bagi petani,
penghilangan pekerjaan/mata pencaharian, tidak memberikan akses
informasi, PHK sepihak tanpa pesangon, jaminan sosial tenaga kerja,
upah layak, pendangkalan dan penyempitan sungai, pencemaran
lingkungan, pembatasan akses wilayah pesisir, reklamasi kawasan
pesisir, rob dan banjir,penggusuran paksa, relokasi dan
razia/penggarukan, pembatasan hak berekspresidan menyampaikan
pendapat.
Lebih rinci, masih maraknya konflik pertanahan
(berdasarkan data konflik yang tercatat sepanjang tahun 2016
menempati angka tertinggi) yang kemudian sangat berpotensi
menimbulkan dampak ikutan lantaran tanah menjadi faktor yang
paling menentukan terhadap kesejahteraan dan kelangsungan hidup
masyarakat. Baik konflik yang disebabkan oleh pembangunan
infrastruktur, perluasan maupun pembangunan industri yang telah
difasilitasi Pemerintah melalui perencanaan tata ruang yang
mendukung kepentingan pemodal, kriminalisasi petani yang
memperjuangkan hak-haknya, telah melanggengkan ketimpangan
struktur agraria yang tak pernah terselesaikanmeskipun Undang-
Undang Pokok Agraria, yang mengamanatkan penciptaan struktur
agraria yang berkeadilan, telah diberlakukan sejak tahun 1960.
ANALISA KONDISI HAK ASASI MANUSIA
DI JAWA TENGAH
Sepanjang tahun 2016, LBH Semarang mencatat terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia di isu-isu pertanahan, lingkungan
hidup, perburuhan, miskin perkotaan, nelayan dan masyarakat
pesisir. Jumlah warga negara yang terlanggar hak asasi manusianya
berdasarkan pemaparan di atas adalah 73.352 orang di Jawa Tengah.
Dilihat dari pelaku pelanggaran HAM, Pemerintah Kabupaten/Kota
merupakan pelaku pelanggar HAM paling tinggi sepanjang tahun
2016. Setidaknya,Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi pelaku
pelanggaran HAM dalam 55 kasus. Menyusul Perusahaan, baik
Badan Usaha Milik Negara maupun milik Swasta sebanyak 54 kasus.
Pemerintah Provinsi, Satpol PP dan Pemerintah Pusat secara
berurutan menjadi pelaku pelanggaran HAM masing-masing dalam
27, 25, dan 24 kasus. Sementara Kepolisian dengan 8 kasus, disusul
oleh DPRD sebagai pelaku pelanggaran HAM sebanyak 4 kasus,
serta TNI sebanyak 1 kasus.
Kemudian penyusunan Perda zonasi wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, juga sarat kepentingan bagi pemodal untuk terus
melanggengkan kekuasaannya di wilayah pesisir. Kenyataan di
lapangan, mengambil contoh Kota Semarang, sebanyak 60 persen
dari total panjang garis pantai yang mencapai 36,63 KM sebagian
besar telah dikuasai oleh pihak swasta, TNI dan kepemilikan pribadi.
Apalagi, pesisir pantai mulai dari Mangkang, Kecamatan Tugu
(berbatasan dengan kebupaten Kendal) hingga Kecamatan Genuk
(berbatasan dengan Kabupaten Demak), hampir 80 persennya sudah
tidak dapat diakses publik secara bebas karena digunakan untuk
pendirian tempat usaha. Privatisasi pantai/kawasan pesisir oleh
swasta memudahkan terjadinya tindakan sewenang-wenang dalam
pemanfaatan wilayah pesisir tanpa memperdulikan keberlanjutan
lingkungan dan dampak yang akan diterima oleh masyarakat sekitar.
Hal tersebut, terlihat dalam kasus reklamasi di Tugurejo yang
dilakukan oleh PT Bumi Raya Perkasa Nusantara. Lahan seluas 400
Ha yang saat ini merupakan kawasan mangrove dan tambak ikan akan
direklamasi. Meskipun kawasan tersebut sudah dimiliki oleh
perusahaan tentu perusahaan harus memikirkan dampak dan
keberlanjutan lingkungan di wilayah tersebut.
Selain itu, potensi pelanggaran HAM kian besar saat semakin
banyak masyarakat yang bekerja di sektor industri akibat hilangnya
lahan garapan yang dikuasai secara berkeadilan. Sebagaimana
disampaikan diawal, dalam bidang perburuhan, pengusaha menjadi
aktor pelanggaran HAM dengan angka yang paling tinggi. Hal ini
diperparah dengan belum maksimalnya peran dinas tenaga kerja
untuk menjamin perlindungan hak-hak pekerja, mulai dari upah
layak, K3, dan lain-lain.Padahal Konstitusi dalam Pasal 28D ayat (2)
Disamping itu, juga terdapat kontradiksi antara gencarnya
pembangunan dengan niatan rezim Joko Widodo untuk melakukan
Reforma Agraria.Maraknya konflik tanah berkedok pembangunan
untuk kepentingan umum dan belum tampaknya progres dari
Reforma Agraria tentu dapat dimaknai bahwa niatan Reforma
Agraria barulah sebatas gula-gula dalam kampanye Pilpres 2014 lalu.
Ketimpangan struktur agraria ini telah menyebabkan proletarisasi
terhadap petani, sehingga tidak punya pilihan selain mengikuti arus
investasi yang cenderung tidak manusiawi lantaran tidak memberikan
kesejahteraan secara merata. Artinya ada upaya pemiskinan secara
struktural yang dilakukan negara. Masyarakat yang telah kehilangan
ruang hidupnya tentu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi industri-
industri agar tenaganya dapat dimanfaatkan dan dibayar seadanya
untuk menghasilkan laba bagi pemodal-pemodal besar. Sementara
jelas, di dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindugan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat suatu cita
utama untuk lebih mengutamakan keberlanjutan lingkungan
daripada eksploitasi terhadapnya.
Perencanaan tata ruang sejatinya ditujukan untuk
memanfaatkan ruang agar tidak berdampak pada kerusakan
lingkungan dan mencegah terjadinya konflik melalui pelibatan
masyarakat dalam setiap prosesnya, ternyata hanya dilaksanakan
untuk memfasilitasi kepentingan pemodal. Perencanaan tata ruang di
Kabupaten Pati misalnya, kawasan yang sebelumnya diperuntukkan
untuk kawasan pertanian dan pariwisata berubah menjadi kawasan
peruntukkan industri agro dan pertambangan di wilayah yang akan
dipergunakan oleh PT Sahabat Mulia Sakti untuk menambang.
negara. Dalam Pasal XVI Piagam Hak atas Kota dijelaskan bahwa:Kota harus meningkatkan integrasi perdagangan informal secara progresif yang dilakukan oleh kalangan berpenghasilan rendah dan pengangguran, menghindarkan mereka dari tindak eliminasi dan represi terhadap pedagang informal. Ruang yang diadaptasi sedemikian rupa bagi perdagangan informal harus disediakan dan kebijakan yang memadai harus dikembangkan untuk menyertakan mereka dalam perekonomian perkotaan
Selain itu, padatnya perkotaan tidak diiringi dengan langkah-
langkah efektif dari Pemerintah guna melakukan upaya pencegahan
maupun pemulihan guna mengatasi dampak negatif terhadap
lingkungan yang ditimbulkan olehnya. Dampak yang paling terasa
dalam lingkup Semarang misalnya, adalah rob yang masih rutin
terjadi hingga saat ini. Artinya, di Kota, Pemerintah juga gagal dalam
mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat sebagaimana
diamanatkan oleh Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945.
Sementara, dalam hak-hak sipil politik, terdapat kemenduaan
sikap negara. Meskipun telah tersedia regulasi-regulasi yang
menjamin pelaksanaannya, namun juga terdapat beberapa regulasi
yang membatasi. Pembatasan ini, memberikan peluang intervensi
negara ataupun pihak-pihak non negara yang berkepentingan,
terhadap kebebasan warga negara. Apa yang menimpa Ronny
Maryanto Romadji, Ahmad Fauzi, ataupun eks-anggota Gafatar
merupakan contoh nyata dari hal ini.Sementara, dalam tataran
praktik, ketidakpahaman aparat negara terhadap aturan juga menjadi
ancaman terhadap hak-hak sipil dan politik. Pembubaran aksi yang
dilakukan oleh AMP merupakan contoh dalam hal ini.
telah menjamin bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja.
Selain itu, dampak pasti dari industrialisasi yang tidak dikelola
secara bijak juga akan diturunkan kepada generasi selanjutnya
lantaran menciptakan kerusakan lingkungan. Di Jawa Tengah,
tampak betapa Pemerintah melayani industri-industri yang
berpotensi besar untuk merusak lingkungan. Gugatan terhadap Izin
Lingkungan PT Semen Indonesia yang dimenangkan oleh warga,
agaknya cukup memberi gambaran. Gubernur Jawa Tengah tampak
dengan segala cara mensiasati agar pabrik semen tersebut tetap
berjalan. Padahal, telah ada Putusan MA Nomor 99 PK/TUN/2016
yang mengharuskan Gubernur Jawa Tengah untuk mencabut Izin
Lingkungan yang menjadi objek sengketa. Tidak hanya di Rembang,
Gugatan Terhadap Izin Lingkungan PT SMS di Pati pun saat ini
masih belum ada kepastian lantaran masih menunggu Mahkamah
Agung memutus permohonan kasasi dari warga. Di Kabupaten
Gombong dan Grobogan industri semen makin kuat menancapkan
kuku-kuku kerakusannya.
Meledaknya jumlah masyarakat urban akibat ketimpangan
struktur agraria –ditambah dengan adanya daya tarik tersendiri di
perkotaan- tentu menimbulkan permasalahan tersendiri di
perkotaan. Kota menjadi padat dan seringkali hal ini disiasati dengan
cara-cara yangmelanggar HAM, khususnya sebagaimana yang telah
tercantum dalam Piagam Hak atas Kota. Hal ini tampak jelas jika
memperhatikan pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi pada
PKL dan pedagang kecil. Kondisi ini diperparah pula dengan
tindakan-tindakan represif yang kerap dilakukan oleh aparatur
Sedianya, dalam ketentuan HAM maupun Konstitusi telah
terdapat kewajiban negara untuk memenuhi, melindungi, dan
menghormati HAM. Namun demikian, negara tampak lebih sering
mengingkari kontrak sosial dengan warganya ketimbang
menepatinya. Merupakan suatu paradoks saat negara menuntut
warganya untuk taat kepada hukum negara, sementara negara tidak
memenuhi kewajibannya dalam kontrak sosial bersama warganya.
Tabel di bawah ini memaparkan pelanggaran HAM dan
potensi pelanggaran HAM oleh Negara melalui regulasi maupun
kebijakan yang dikeluarkannnya di sektor pertanahan, lingkungan
hidup dan pesisir, perburuhan dan masyarakat miskin perkotaan.
Surat Penjelasan Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten S e m a r a n g N o m o r 560/1765
S u r a t K e p u t u s a n Bersama Menteri Agama Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik I n d o n e s i a M e n t e r i Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 93 Tahun 2016 Nomor : Kep-043/A/JA/02/2016 Nomor : 223 - 865 Tahun 2016 tentang Perintah dan Peringatan Kepada M a n t a n Pe n g u r u s , M a n t a n A n g g o t a , Pengikut dan / atau Simpatisan Organisasi K e m a s y a r a k a t a n Gerakan Fajar Nusantara atau Dalam Bentuk L a i n n y a u n t u k M e n g h e n t i k a n Penyebaran Kegiatan K e a g a m a a n y a n g Menyimpang dari Ajaran Pokok Agama Islam
Surat penjelasan ini memperkuat posisi PT Ara Shoes Indonesia untuk berbuat sewenang-wenang terhadap pekerja rumahan di PT Ara Shoes Indonesia. Dalam Surat Penjelasan yang diterbitkan tanggal 2 September 2014 ini dimuat penjelasan bahwa tidak ada hubungan kerja antara pekerja rumahan di PT Ara Shoes Indonesia dengan PT Ara Shoes Indonesia, sehingga dipandang murni hubungan keperdataan. Hal ini lantaran belum diratifikasinya Konvensi ILO 177 yang mengatur secara khusus mengenai pekerja rumahan.Akibatnya, jika terjadi perselisihan
hubungan industrial, tidak ada mekanisme yang je las dalam penye l e s a i annya . S emen ta r a , hubungan antara pekerja rumahan di PT Ara Shoes Indonesia dengan PT Ara Shoes Indonesia telah memenuhi kriteria hubungan kerja pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Surat Keputusan Bersama (SKB) ini berisikan tentang larangan bagi eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) untuk menyebarkan ajarannya, meski Gafatar sebelumnya telah menyatakan bubar pada tahun 2015. Alih-alih merehabilitasi, k e b e r a d a a n S K B i n i t e l a h menyebabkan stigmasi terhadap eks anggota Gafatar. Akibatnya, banyak eks anggota Gafatar yang tidak diterima di lingkungan sosialnya lantaran dianggap sesat. Selain itu, dalam pelayanan publik pun eks anggota Gafatar juga mengalami diskriminasi.
Regulasi/Kebijakan Kritik terhadap Regulasi/Kebijakan
Sura t Rekomendas i Wa l i ko t a Semarang Nomor: 654/2306 tahun 2 0 1 3 y a n g m e r e k o m e n d a s i k a n Kelurahan Tugurejo dan Karanganyar menjadi k a w a s a n i n d u s t r i , pergudangan dan jasa serta Perumahan dan Wisata Komersil di Kota Semarang kepada PT Bumi Raya Perkasa Nusantara
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
PP 72 tahun 2010 tentang Pe r u s a h a a n U m u m Kehutanan Negara
SK Bupati Kabupaten Pati Nomor: 660.1/4767 tahun 2014 tentang Izin L i n g k u n g a n Pembangunan Pabrik S e m e n s e r t a P e n a m b a n g a n B a t u g a m p i n g d a n B a t u l e m p u n g d i Kabupaten Pati oleh PT Sahabat Mulia Sakti
SK Gubernur Jawa T e n g a h N o m o r : 660.1/17 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik ( Pe r s e r o ) T b k , d i Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah
M e l a l u i k e b i j a k a n t e r s e b u t Pemerintah kota Semarang berencana melakukan reklamasi diatas kawasan yang telah ditanami mangrove dan dikelola oleh masyarakat. Kebijakan tersebut berpotensi akan mematikan mata pencaharian ratusan petani tambak dan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup dari hasil mangrove. Kawasan mangrove yang telah dicanangkan sebagai kawasan ekowisata di Kota Semarang yang berpotensi memberikan penghasilan bagi masyarakat. Mangrove tersebut yang memilikifungsi sebagai sabuk hijau dan penahan abrasi di pesisir Semarang akan hilang dan akan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat sekitar.
Regulasi tersebut mengancam hak masyarakat atas tanah karena rawan diselewengkan untuk kepentingan bisnis yang justru meminggirkan a k s e s m a s y a r a k a t t e r h a d a p pembangunan. Masyarakat pemilik hak harus melepaskan haknya demi kepentingan swasta yang berlindung dibalik kepentingan umum
Melalui regulasi tersebut hampir seluruh kawasan hutan di Jawa dikelola oleh Perum Perhutani. Namun, pengelolaan hutan oleh Perhutani meningkatkan krisis
Kebijakan ini berpotensi menggusur dan menghilangkan lahan-lahan pertanian masyarakat yang selama ini menjadi salah satu penyokong kedaulatan pangan dan merupakan lahan matapencahaharian sebagian besar masyarakat Pati yang berprofesi sebagai petani. Dengan demikian keputusan ini telah mengutamakan kepentingan pemodal daripada kepentingan masyarakat. Kebijakan ini tidak mendahulukan kepentingan umum, kesejahteraan masyarakat, dan keberlanjutan lingkungan hidup.
SK tersebut bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Antara lain, UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air jo. Keppres Nomor 26 tahun 2011 tentang Penetaoan Cejungan Air Tanah, UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang jo. PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, UU 32 tahun 2009 tentang PPLH, Perda Jawa Tengah Nomor 6 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2030 jo. Keppres Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah , Perda Kabupaten Rembang Nomor 14 tahun 2011-2031 jo. Keppres Nomor 26 tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah.
UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengerusakan Hutan
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Peraturan Menteri Energi d a n S u m b e r D a y a Mineral Nomor 17 tahun 2012 tentang Penetapan Bentang Alam Karst
Undang-Undang ini berisi ancaman pidana yang berpotensi besar untuk mengkriminalisasi masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan. Hal ini telah menutup akses bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan untuk memanfaatkan hutan, meskipun pada faktanya masyarakat di sekitar kawasan hutan memanfaatkan kawasan hutan tanpa merusak hutan lantaran menyadari bahwa merusak hutan adalah membahayakan kehidupan mereka sendiri.
Begitu jelas dalam peraturan tersebut bahwa yang menjadi strategi pengelolaan dan pengembangan kawasan pantai ialah dengan cara reklamasi pantai. Selain itu juga secara terang benderang ditetapkan kawasan strategis bidang lingkungan hidup berupa kawasan reklamasi pantai di Kecamatan Semarang Utara, hal ini menjadi kontraproduktif karena reklamasi pantai bukan mendukung lingkungan hidup justru merusak lingkungan hidup yang ada. Hal ini tampak jelas dengan parahnya bencana rob yang tidak hanya menyasar Kota Semarang namun juga bahkan ke Kabupaten Demak. Menjadi sangat krusial agar peraturan ini dapat segera di revisi karena reklamasi pantai seakan berhasil
ekologis dan menimbulkan konflik di masyarakat pinggir hutan. Tak hanya itu, jumlah masyarakat miskin yang hidup di pinggir hutan dikarenakan masyarakat tidak dapat mengakses sumber daya hutan yang melimpah. Pe rhu t an i d a l am me l akukan pengelolaan hutan juga banyak tidak melibatkan masyarakat. Banyak kriminalisasi terjadi akibat masyarakat yang hendak mencoba mengakses sumber daya hutan namun tanpa ijin dari Perhutani.
Peraturan mengenai penetapan kawasan karst sebagai kawasan lindung geologi belum sepenuhnya mengakomodir seluruh kawasan yang menurut penelitan ilmiah telah m e nu n j u k a n k awa s a n k a r s t . Peraturan tersebut menetapkan tiga kawasan yaitu Sukolilo, Gombong dan Gunung Sewu. Kawasan karst yang telah ditetapkan tersebut telah mengalami perubahan, misalnya KBAK Sukolilo telah mengalami penyusutan, sedangkan kawasan gombong telah mengalami perubahan lokasi. Akibatnya, banyak kawasan karst yang seharusnya menjadi kawasan lindung geologi menjadi rusak dan terancam di eksploitasi.
Pe r p r e s 1 2 5 / 2 0 1 2 , Permendagri 41/2012 maupun Perda Kota Semarang 11/2000
P e r a t u r a n D a e r a h Kabupaten Pati Nomor 5 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang W i l a y a h ( R T R W ) Kabupaten Pati
Dalam regulasi tersebut penataan PKL tidak adanya landasan berupa asas partisipatif. Penataan semata-mata berupa penetapan oleh Bupati maupun Walikota tanpa memandang peran serta dari PKL yang merupakan penerima manfaat dan dampak dari penataan i tu sendir i , ar t inya penetapan seperti apapun yang di tetapkan oleh Bupati/Walikota harus di ikuti oleh PKL, padahal penetapan tersebut berkaitan dengan sumber penghidupan para PKL. Tentu hal tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia berupa hak atas pekerjaan yang layak yang menjadi kewajiban negara (Pemerintah) untuk melindungi serta memenuhinya.
Rencana Pembangunan Pabrik Semen serta Penambangan Batugamping dan Batulempung oleh PT Sahabat Mulia sakti terletak di Kecamatan Kayen dan Tambakromo. Pada Perda sebelum di revisi/evaluasi, kawasan tersebut merupakan kawasan pariwisata dan pertanian. Namun setelah PT SMS hendak melakukan penambangan di wilayah tersebut, peruntukkan kawasan berubah menjadi kawasan industri agro dan pertambangan.
menanggulangi rob disatu daerah, namun memperparah didaerah l a i n n y a , b a h k a n d a m p a k lingkungannya sangat besar dengan mengorbankan ekosistem pesisir dan bahkan menenggelamkan Desa Pesisir di lokasi yang rendah. Bila dilihat dari segi sosial, budaya dan ekonomi, reklamasi pantai akan mengancam tatanan sosial karena akan menimbulkan konflik akibat rusaknya ekosistem pesisir yang menjadi urat nadi masyarakat pesisir, serta menyasar kepentingan ekonomi masyarakat pesisir dimana sumber pundi-pundi kehidupan mereka akan tergerus dan rusak. Sementara disisi lain, reklamasi diperuntukkan bagi kepentingan pengembang dan pemodal yang akan menikmati keuntungan besar, itu tidak lepas karena bukan hanya reklamasi semata, n a mu n a d a n y a ke p e n t i n g a n pengembangan kawasan pantai b e r u p a k a w a s a n i n d u s t r i , pergudangan peti kemas, perumahan elit ataupun wisata privat yang sangat jelas tidak dapat dinikmati oleh masyarakat pesisir. Selain itu, budaya pesisir pun akan ikut hilang bersama dengan hilangnya akses pesisir yang di reklamasi maupun hilangnya desa pesisir yang tenggelam akibat naiknya permukaan air laut hasil gelontoran material reklamasi.
dalam praktek nyata.Disamping itu, pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh non-state actor semisal perusahaan atau kelompok
intoleran juga perlu disikapi secara tegas oleh negara.
Dengan demikian, diperlukan perubahan segala regulasi dan
kebijakan yang mengakibatkan konflik dan kemiskinan struktural ke
arah yang benar-benar berpihak pada masyarakat. Kewajiban
tersebut termasuk merancang kebijakan dan regulasi yang bertujuan
memastikan proses pemulihan ini akan mampu mengembalikan
dampak yang ditimbulkan dari adanya konflik dan kemiskinan
struktural sekaligus mencegah potensi konflik dan kemiskinan
struktural selanjutnya.
Dalam jangka pendek dan menengah negara harus segera
mencabut atau setidaknya merevisi segala kebijakan dan regulasi yang
jelas-jelas memberikan ruang terhadap munculnya konflik dan
kemiskinan struktural.
Sementara dalam tataran praktek, perlu untuk membentuk
aparatur negara yang berorientasi pada hak asasi manusia dan
demokrasi. Aparatur negara harus meninggalkan cara pikir dan pola-
pola lama dalam menjalankan negara, demi pemuliaan terhadap
HAM dan demokrasi.
***
V. PENUTUP
Apa yang terjadi pada kasus-kasus pertanahan, lingkungan,
pesisir, buruh, dan miskin kota, serta sipil politik telah
menggambarkan ketidakpahaman negara dalam konteks hak
ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob). Hak Ekosob sebagai hak
positif (positive rights) menuntut peran aktif negara dalam
pemenuhannya.Namun, seringkali negara abai. Sedangkan dalam
kasus-kasus pelanggaran hak sipil dan politik, yang merupakan hak
negative (negative rights) sehingga hanya menghendaki jaminan negara
atasnya dan bukan intervensi, masih terlihat pembatasan-
pembatasan yang dilakukan negara baik melalui regulasi-kebijakan
maupun praktek berhukum.
Indonesia merupakan Negara Pihak dari hukum hak asasi manusia
internasional dan juga dengan telah diratifikasinya berbagai
Konvenan Internasional mengenai HAM oleh Indonesia, Indonesia
merupakan salah satu negara yang paling banyak meratifikasi
ketentuan HAM ke dalam hukum nasionalnya. Atas dasar itu pula,
negara sebagai pemangku kewajiban (duty holder)berkewajiban untuk
memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect), menghormati (to respect),
dan mengupayakan (to promote) tidak hanya dalam wacana, melainkan
Aksi tanggal 9 Desember 2016: Longmarch 150 km
Rembang-Semarang
Diskusi LBH Semarang dengan Mahasiswa Takbai Patani
Suasana Sidang Kriminalisasi 3 Petani Surokonto di PN Kendal
Konsolidasi LBH Semarang dengan PKL Mentri Supeno yang telah digusur oleh Satpol PP Kota Semarang
Lampiran
Diskusi terkait Konflik Agraria di Jawa Tengah
Pengajuan Memori Kasasi kasus penolakan masyarakat Pati terhadap Pabrik Semen di PTUN Semarang
Aksi dalam mengawal sidang Komisi Penilaian Amdal PT Semen Gombong oleh ratusan masyarakat Kebumen
di BLH Provinsi Jawa Tengah
Diskusi terkait Konflik Agraria dan pelaksanaan Reforma Agraria di Jawa Tengah dengan Huma, Arupa dan Tim Gugus Kerja
Reforma Agraria (KSP)
Pendampingan laporan HBW (Home-Based Worker/Pekerja Rumahan) ke Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah
PKL Segitiga Mas melakukan pengaduan ke LBH Semarang terkait Penggusuran Lapak
Nobar Pekan Merawat Ingatan Munir di Gedung Sarekat Islam
Diskusi kampung dengan Nelayan dan Perempuan Nelayan di Moro Demak terkait Undang-Undang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam
Kalabahu LBH Semarang Angkatan XVIII tahun 2016