karya tulis ilmiah mekanisme distribusi suhu pada …
TRANSCRIPT
KARYA TULIS ILMIAH
MEKANISME DISTRIBUSI SUHU PADA
TERAS REAKTOR 1 MW BATAN BANDUNG
Oleh:
Ni Luh Putu Trisnawati, S.Si., M.Si. [Divisi Biofisika Teoritik]
Ni Komang Tri Suandayani, S.Si., M.Si. [Divisi Fisika Bumi]
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
HALAMAN PENGESAHAN
1 Judul Karya Tulis Ilmiah : Mekanisme Distribusi Suhu Pada Teras Reaktor 1 MW
Batan Bandung.
2 Ketua Peneliti
a. Nama lengkap dengan gelar : Ni Luh Putu Trisnawati, S.Si., M.Si.
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Pangkat/Gol./NIP : Penata Muda Tk-I/III-b/19720212 200003 2 001
d. Jabatan Fungsional : Lektor
E. Fakultas/Jurusan : MIPA/Fisika
f. Universitas : Udayana
g. Bidang Ilmu yang diteliti : Biofisika Teoritik: Fisika Nuklir
3 Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap : Ni Komang Tri Suandayani, S.Si., M.Si.
b. NIP : 19701217 199903 2 001
c. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
4 Jumlah Peneliti :
5 Lokasi : Divisi Biofisika Teoritik, Fisika/FMIPA Unud
6 Kerjasama
a. Nama Instansi : -
7 Jangka Waktu Penelitian : 6(enam) bulan
Bukit Jimbaran, 21 Juli 2017
Mengetahui Ketua Peneliti
Dekan FMIPA Unud
Drs. Ida Bagus Suaskara, M.Si. Ni Luh Putu Trisnawati, S.Si., M.Si.
NIP. 19660611 199702 1 001 NIP. 19720212 200003 2 001
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa atas asung kerta
waranugraha-Nya, penulis bisa menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul” Mekanisme
Distribusi Suhu pada Teras Reaktor 1 MW BATAN Bandung”, tepat waktu.
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mempelajari dan memahami bagaimana
mekanisme distribusi suhu didalam teras reaktor, apakah suhu maksimum elemen bahan bakar
dibawah suhu yang direkomendasikan 400oC.
Perlu disadari bahwa karya tulis ini belum sempurna, karena keterbatasan pengetahuan yang
penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan perbaikan yang bersifat membangun
demi kesempurnaan tulisan ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini terutama untuk staf karyawan PPTN BATAN Bandung dan I Nengah Artawan
yang telah banyak meluangkan waktunya demi terselesaikannya tulisan ini.
Bukit Jimbaran, Juli 2017
Penyusun
iv
ABSTRAK
Panas dalam reaktor dihasilkan dari reaksi fisi antara bahan bakar Uranium dengan
neutron. Panas ini dibuang ke lingkungan melalui tahapan perpindahan panas dari elemen
bahan bakar ke fluida pendingin. Rapat daya dihitung dari hasil pengukuran suhu pusat bahan
bakar yang diukur dengan mempergunakan sebuah instrumented Fuel Element (IFE), suhu
fluida pendinginnya diukur dengan mempergunakan termokopel biasa dan harga asumsi
rerata koefisien perpindahan panas dari elemen bahan bakar ke fluida pendinginnya. Dengan
cara ini, maka suhu pada permukaan bahan bakar, suhu pada gap, dan suhu pada kelongsong
yang tidak bisa diukur secara langsung, dapat dihitung dengan mempergunakan hubungan
matematika perpindahan panas konduksi dan konveksi. Dari hasil perhitungan diperoleh
distribusi suhu dalam teras reaktor Triga Mark II berada dibawah rekomendasi suhu
maksimum bahan bakar Triga 400oC.
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
………………………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR
………………………………………………………………….. iii
ABSTRAK
………………………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. v
BAB I .PENDAHULUAN ………………………………………………………………….. 1
BAB II .TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pembangkitan Panas dalam Teras Reaktor 3
2.2
2.3
2.4
2.5
Proses perpindahan panas dari elemen bahan bakar ke
fluida pendinginnya ………………………………………
Penurunan suhu sepanjang gap …………………………..
Penurunan suhu sepanjang kelongsong …………………..
Penurunan suhu dari kelongsong ke fluida pendingin ……
8
11
12
13
BAB III .METODE
PENELITIAN
3.1
Peralatan ………………………………………………….. 15
3.2
Cara Kerja………………………………………………… 15
3.3 Analisa Data …………………………………………….... 16
BAB IV. DAN HASIL
PEMBAHASAN
4.1 Distribusi Suhu …………………………………………… 18
4.2 Rapat daya ………………………………………………… 19
BAB V. KESIMPULAN
…………………………………………………………………… 24
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 25
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaktor nuklir dibuat untuk berbagai tujuan yaitu untuk penelitian, pembangkit daya
(energi listrik) dan produksi isotop. Reaktor nuklir jenis TRIGA (Training Reasearch and Isotop
production by General Atomic) termasuk reaktor penelitian dan produksi isotop Sampai saat ini
di seluruh dunia ada lima buah reactor Triga yang masih dapat beroperasi. Salah satunya terdapat
di Indonesia yang diberinama Triga Mark II yang terletak di kawasan Pusat Penelitian Teknik
Nuklir Badan Tenaga Atom Nasional (PPTN- BATAN) Bandung. Reaktor ini telah beroperasi
sejak tahun 1965, untuk latihan, penelitian dan produksi radioisotope.
Reaktor yang sedang beroperasi melepaskan energi dari reaksi fisi antara bahan bakar
Uranium dengan neutron di dalam teras reaktor. Energi ini sebagian besar berbentuk panas.
Kenaikan suhu (panas) yang tidak terkendali membahayakan keamanan reaktor. Selain itu dari
segi reaktor, kenaikan suhu ini dapat menimbulkan terjadinya keretakan elemen bahan bakar yang
meningkatkan paparan radiasi pada permukaan reaktor. Paparan radiasi ini membahayakan
kesehatan orang di sekitar reaktor. Kenaikan suhu diketahui dari distribusi suhu dalam teras
reaktor. Distribusi suhu ini ditentukan oleh sejumlah distribusi suhu sepanjang elemen bahan bakar
dan fluida pendingin dari setiap Ring dalam teras reaktor. (Ash, M, 1979)
Di dalam teras reaktor Triga Mark II, hanya suhu pusat bahan bakar dari elemen bahan
bakar dan suhu fluida pendinginnya diukur secara langsung. Suhu pusat bahan bakar diukur
dengan mempergunakan sebuah Instrumented Fusi Element (IFE). Alat ini berupa sebuah elemen
bahan bakar nuklir tipe 204 dan tipe 206 yang didalamnya (dipusatnya) dilengkapi tiga buah
termokopel permanen. Suhu fluida pendinginnya diukur dengan mempergunakan sebuah
termokopel. Besarnya suhu pada bagian-bagian permukaan bahan bakar, gap dan kelongsong dari
sistem bahan bakar tidak dapat diukur secara langsung, karena pada bagian-bagian tersebut tidak
terpasang alat ukur suhu. Distribusi suhunya hanya dapat dihitung dengan mempergunakan
hubungan matematika perpindahan panas.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat ditentukan rumusan masalah sebagai
berikut:
1) Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya variasi distribusi suhu dalam teras reaktor
2) Parameter apa saja yang menyebabkan terjadinya perpindahan panas dalam reaktor
3) Apakah hasil perhitungan distribusi suhu dalam teras reaktor masih dibawah rekomendasi
suhu maksimum
4) Bagaimana perhitungan daya total rektor
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
Pencatatan data suhu pusat Tm dan suhu fluida pendingin elemen bahan bakar Tf dikerjakan pada
salah satu dari seluruh elemen bahan bakar dalam satu ring, dengan asumsi suhu pusat bahan bakar
dan suhu fluida pindingin tiap elemen bahan bakar adalah sama dalam satu ring.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi suhu pada reaktor
apakah distribusi suhu teras reaktor masih berada di bawah rekomendasi suhu maksimum bahan
bakar 400oC, sehingga secara metalurgi tidak terjadi keretakan elemen bahan bakar. Keadaan ini
sangat menunjang keamanan pengoperasian reaktor.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangkitan Panas dalam Teras Reaktor
Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi inti berantai yang menyangkut fisi nuklir
terkendali antara inti isotop radioaktif dengan neutron. Secara umum reaksi fisi dapat ditulis:
𝑥 + 𝑛 → 𝑥1 + 𝑥2 + (2 atau 3)𝑛 + 𝐸 (2.1)
dimana:
𝑥 : inti bahan fisil (inti isotop radioaktif)
𝑥1 + 𝑥2 : inti baru hasil fisi (petilan fisi)
n : neutron
E : energi yang dihasilkan oleh reaksi fisi
Inti bahan fisil (fisile Material) yang dikenal sebagai “bahan bakar”, karena membebaskan
sejumlah energi dalam reaksi fisi. Beberapa inti yang dapat bereaksi fisi yaitu Uranium -238,
Uranium-235, Uranium-233, dan Plutonium-239. Inti berat mempunyai rasio neutron dengan
proton yang lebih besar daripada inti ringan. Kelebihan neutron pada inti berat dalam reaksi fisi
dipancarkan pada saat terbentuknya petilan fisi. Reaksi fisi antara bahan bakar Uranium-235
dengan neutron termal adalah:
𝑈92235 + 𝑛0
1 → 𝑈92236∗ → 𝑋𝑒54
140 + 𝑆𝑟3894 + 2 𝑛0
1 ± 200 𝑀𝑒𝑉 (2.2)
𝑈92235 + 𝑛0
1 → 𝑈92236∗ → 𝐵𝑎56
139 + 𝐾𝑟3694 + 3 𝑛0
1 ± 200 𝑀𝑒𝑉 (2.3)
Komposisi energi dari satu reaksi fisi antara Uranium-235 dengan neutron termal dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Dalam kondisi tertentu sejumlah reaksi fisi akan dapat berlangsung mantap, makin
bertambah dan makin berkurang. Keadaan ini masing-masing disebut sebagai kondisi kritis, super
kritis dan sub kritis. (Ash, M, 1979).
4
Tabel 2.1
Komposisi energi 1 fisi Uranium-235
Sumber Energi Energi (MeV)
Fraksi inti belahan
Sinar 𝛾 serentak
Neutron serentak
Hasil peluruhan:
Sinar 𝛾
Partikel 𝛽
neutrino
165 ± 15 5
5
6
5
11
Energi total 1 fisi 197 ± 15
Kenaikan daya reaktor sebagai akibat dari pertambahan energi panas dari sejumlah reaksi
fisi antara bahan bakar Uranium dengan neutron. Kecepatan pembangkitan panas persatuan
volume dalam bahan bakar disebut rapat daya 𝑞′′′ dalam satuan watt/cm3 yang dirumuskan
sebagai :
𝑞′′′ = 𝐺 𝑁 𝜎𝑓 Φ (2.4)
dimana:
G = energi tiap reaksi fisi (J)
N = rapat atom bahan bakar (atom/cm3)
𝜎𝑓 = luas penampang fisi mikroskopis (cm2)
Φ = fluks neutron (neutron/cm2 dt)
Persamaan (2.4) menunjukkan rapat daya 𝑞′′′ berbanding lurus dengan fluks neutron Φ.
Fluks neutron ini bervariasi harganya pada arah aksial dan pada arah radial dalam teras reaktor.
Dengan demikian rapat daya dalam bahan bakar bergantung pada kedudukan elemen bahan bakar
dalam teras reaktor. Analisa pembangkitan dan perpindahan panas dalam teras reaktor dapat
disederhanakan dengan mengambil asumsi-asumsi sebagai berikut:
1) Reaktor heterogen dan dalam keadaan mantap. Distribusi fluks neutron Φ dan rapat daya
𝑞′′′ setiap elemen bahan bakar berbeda dalam arah radial.
2) Geometri teras reaktor Triga Mark II Bandung berbentuk silinder vertikal
3) Elemen bahan bakar cukup panjang sehingga suhu dapat dianggap sebagai fungsi jari-jari
saja.
5
4) Perpindahan panas dari elemen bahan bakar ke fluida pendinginnya dalam keadaan
mantap.
Gambar 2.1. Elemen bahan bakar didalam teras reaktor
Reaktor heterogen dalam keadaan mantap memiliki persamaan difusi neutron sebagai
berikut:
𝑑2Φ
𝑑𝑧2 + 𝐵2Φ = 0 (2.5)
Penyelesaian umum persamaan (2.5) adalah
Φ(𝑧) = 𝐴 cos 𝐵𝑧 + 𝐶 sin 𝐵𝑧 (2.6)
Dengan menggunakan syarat batas:
6
Φ (−𝐻𝑒
2) = Φ (
𝐻𝑒
2) = 0
𝑑Φ(0)
𝑑𝑧= 0
Persamaan (2.6) dapat ditulis :
Φ(𝑧) = Φ𝐶 cos𝜋𝑧
𝐻𝑒 (2.7)
Fluks neutron dari persamaan (2.7) disubstitusikan kedalam persamaan (2.4), sehingga persamaan
(2.4) menjadi:
𝑞′′′(𝑧) = 𝑞𝐶′′′ cos
𝜋𝑧
𝐻𝑒 (2.8)
Dimana:
Φ(𝑧) = fluks neutron di titik z dalam teras reaktor
Φ𝐶 = fluks neutron di pusat teras reaktor
𝑞′′′(𝑧) = rapat daya bahan bakar di titik z
𝑞𝐶′′′ = rapat daya di pusat bahan bakar
Kecepatan pembangkitan panas total dalam bahan bakar diperoleh dari pengintegralan
persamaan (3.4) terhadap unsur volume A dz sebagai berikut:
𝑞𝑡 = ∫ 𝑞𝐶′′′ 𝑐𝑜𝑠 (
𝜋𝑧
𝐻𝑒) 𝐴 𝑑𝑧
𝐻/2
−𝐻/2
(2.9)
𝑞𝑡 = 2
𝜋𝐴 𝑞𝐶
′′′ 𝑠𝑖𝑛 (𝜋𝑧
𝐻𝑒) 𝐴 (2.10)
Apabila tinggi ekstrapolasi teras reaktor He diabaikan terhadap tinggi teras reaktor H, maka 𝐻𝑒 ≅
𝐻 sehingga persamaan (2.10) dapat ditulis :
𝑞𝑡 = 2
𝜋 𝑞𝐶
′′′ 𝐴 𝐻 (2.11)
Bila di dalam teras reaktor ada N buah elemen bahan bakar, maka kecepatan pembangkitan panas
total dalam teras reaktor adalah:
𝑄𝑡 = ∑ 𝑞𝑡𝑖 (2.12)
𝑁
𝑖=1
7
𝑄𝑡 = ∑ 2
𝜋 𝑞𝐶𝑖
′′′ 𝐴𝑖 𝐻𝑖 (2.13)
𝑁
𝑖=1
Dimana
𝑞𝑡 = 2
𝜋 𝑞𝐶𝑖
′′′ 𝐴𝑖 𝐻𝑖 (2.14)
Persamaan (2.14) merupakan kecepatan pembangkitan panas total dalam bahan bakar dari elemen
bahan bakar ke-i. Geometri teras reaktor yang berbentuk silinder vertikal mempunyai fluks neutron
sebesar :
Φ(𝑟, 𝑧) = Φ0 cos (𝜋𝑧
𝐻𝑒) 𝐽𝑜 (
2,405
𝑅𝑒 𝑟) (2.15)
dimana Jo adalah fungsi Bessel jenis pertama orde nol. Rapat daya maksimum dalam bahan bakar
dari setiap elemen bahan bakar diperoleh dengan cara mensubstitusikan persamaan (2.15) ke dalam
persamaan (2.4) pada z = 0.
𝑞𝐶′′′ = 𝑞𝑜
′′′ 𝐽𝑜 (2,405
𝑅𝑒 𝑟) (2.16)
Dimana 𝑞𝑜′′′ adalah rapat daya pada pusat geometri teras reaktor. Luas penampang lintang setiap
elemen bahan bakar dalam teras reaktor yang berbentuk silinder vertikal dengan jari-jari R adalah:
𝐴 =𝜋𝑅2
𝑁 (2.17)
Kecepatan pembangkitan panas total dalam bahan bakar persatuan luas penampang lintang elemen
bahan bakar adalah:
𝑞𝑡
𝐴= 𝑞𝑡
′′′ =2𝑁
𝜋2𝑅2𝑞𝐶
′′′𝐴 𝐻𝑒 sin (𝜋𝐻
2 𝐻𝑒) (2.18)
Dimana pengaruh tinggi ekstrapolasi teras reaktor He diperhitungkan. Substitusi persamaan (2.16)
ke persamaan (2.18) akan menghasilkan variasi fluks panas 𝑞𝑡′′′ dalam arah radial, yaitu :
𝑞𝑡′′′(𝑟) =
2𝑁
𝜋2𝑅2𝐴 𝐻𝑒 sin (
𝜋𝐻
2 𝐻𝑒) 𝑞0
′′′ ∗ 𝐽0 (2,405
𝑅𝑒 𝑟) (2.19)
8
Pengintegralan persamaan (2.19) terhadap unsur luas penampang lintang teras reaktor akan
menghasilkan kecepatan pembangkitan panas total dalam teras reaktor 𝑄𝑡 sebagai berikut:
𝑄𝑡 = ∫ 𝑞𝑡′′′(𝑟) 2𝜋𝑟 𝑑𝑟 (2.20)
𝑅
0
𝑄𝑡 =4𝑁
𝜋𝑅2𝐴 𝐻𝑒 sin (
𝜋𝐻
2 𝐻𝑒) 𝑞0
′′′ ∫ 𝑟𝑅
0
𝐽0 (2,405
𝑅𝑒 𝑟) 𝑑𝑟 (2.21)
Apabila tinggi ekstrapolasi teras reaktor He diabaikan terhadap tinggi teras reaktor H, maka He ≅
H sehingga persamaan (2.21) menjadi :
𝑄𝑡 =4𝑁
𝜋𝑅2𝐴 𝐻 𝑞0
′′′ ∫ 𝑟𝑅
0
𝐽0 (2,405
𝑅𝑒 𝑟) 𝑑𝑟 (2.22)
Suku integral ∫ 𝑟𝑅
0𝐽0 (
2,405
𝑅𝑒 𝑟) 𝑑𝑟 =
𝑅𝑒
2,405[𝑟 𝐽1 (
2,405
𝑅𝑒𝑟)]
0
𝑅
, dimana 𝐽1 adalah fungsi Bessel jenis
pertama orde satu. Harga 𝐽1(0) = 0 𝑑𝑎𝑛 𝐽1(2,405) = 0,519 dengan asumsi 𝑅𝑒 ≅ 𝑅. Dengan
demikian, maka kecepatan pembangkitan panas total dalam teras reaktor 𝑄𝑡 sebesar:
𝑄𝑡 = 0,275 𝑁𝐴 𝐻 𝑞0′′′ (2.23)
2.2 Proses perpindahan panas dari elemen bahan bakar ke fluida pendinginnya
Geometri elemen bahan bakar Reaktor Triga Mark II Bandung berbentuk silinder. Elemen
bahan bakar ini tersususn secara radial ke arah luar terdiri dari bahan bakar, gap dan kelongsong.
Gambar 2.2 menunjukkan penampang lintang dan bujur elemen bahan bakar reaktor Triga Mark
II Bandung dan spesifikasinya ditabelkan pada Tabel 2.2.
9
Gambar 2.2. Elemen bahan bakar yang berbentuk silinder
Tabel 2.2
Tabel Spesifikasi Elemen bahan bakar yang berbentuk silinder
Spesifikasi Elemen Bahan Bakar IFE
Panjang keseluruhan (inc)
Panjang aktif (inc)
Diameter keseluruhan (inc)
Diameter (inc)
Komposisi
Lebar gap (inc)
Massa 𝑈235 (gram)
Pengkayaan (%)
Bahan kelongsong
Tebal kelongsong (inc)
Perbandingan H/Zr
28,37
15,0
1,48
1,43
U-Zr-H
0,005
55
20
SS-304
0,02
1,6
45,25
15,0
1,48
1,43
U-Zr-H
0,005
55
20
SS-304
0,02
1,6
10
Perpindahan panas dari pusat bahan bakar ke permukaan bahan bakar, dari permukaan
bahan bakar ke gap dan dari gap ke kelongsong berlangsung secara konduksi. Sedangkan
perpindahan panas dari kelongsong ke fluida pendingin berlangsung secara konveksi. Perpindahan
panas konduksi pada pendingin primer diasumsikan sebagai perpindahan panas konveksi alamiah,
dimana gerakan fluida pendingin hanya dipengaruhi oleh gaya grafitasi dan gaya apung.
Dari Gambar 2.2 dapat dibuat neraca energi pada unsur tebal dr dari dalam bahan bakar
sebagai berikut:
Energi yang dipindahkan ke muka dalam unsur tebal dr sebesar 𝑞𝑟+. Energi yang
dibangkitkan dalam unsur tebal dr sebesar 𝑞′′′ 2𝜋𝑟 𝐿 𝑑𝑟 =energi yang dipindahkan keluar unsur
tebal dr melalui muka luar sebesar 𝑞𝑟+𝑑𝑟 .
Neraca energi ini dapat ditulis :
𝑞𝑟 + 𝑞′′′2𝜋𝑟 𝐿 𝑑𝑟 = 𝑞𝑟+𝑑𝑟 (2.24)
Dimana besaran-besaran energi 𝑞𝑟 dan 𝑞𝑟+𝑑𝑟 diperoleh dari hokum Fourier tentang konduksi
panas dalam bahan yang berbentuk silinder vertikal yaitu :
𝑞𝑟 = −𝑘𝑓𝐴𝑑𝑇
𝑑𝑟= −2𝜋𝐿 𝑘𝑓𝑟
𝑑𝑇
𝑑𝑟 (2.25)
Jika 𝑞𝑟+𝑑𝑟 = 𝑞𝑟 +𝑑𝑞
𝑑𝑟𝑟 𝑑𝑟 , maka:
𝑞𝑟+𝑑𝑟 = −2𝜋𝐿 𝑘𝑓 𝑟𝑑𝑇
𝑑𝑟−2𝜋𝐿 𝑘𝑓 (𝑟
𝑑2𝑇
𝑑𝑟2+
𝑑𝑇
𝑑𝑟) 𝑑𝑟 (2.26)
Besarnya rapat daya dalam bahan bakar 𝑞′′′ ditentukan dari persamaan (2.4) dan persamaan (2.26)
kedalam persamaan (2.24). Secara implisit dapat ditulis :
𝑑2𝑇
𝑑𝑟2+
1
𝑟 𝑑𝑇
𝑑𝑟+
𝑞′′′
𝑘𝑓= 0 (2.27)
Dari pengintegralan persamaan (2.27) diperoleh :
𝑇(𝑟) = −𝑞′′′𝑟2
4𝑘𝑓+ 𝐶1 ln 𝑟 + 𝐶2 (2.28)
11
Dimana 𝑇(𝑟 = 𝑅) = 𝑇𝑠 merupakan suhu permukaan bahan bakar. Persamaan (2.28) dapat
diselesaikan dengan menggunakan syarat batas:
𝑑𝑇
𝑑𝑟= 0, pada 𝑟 = 0
𝑇 = 𝑇𝑚, pada 𝑟 = 0
Diperoleh : 𝐶1 = 0, dan 𝐶2 = 𝑇𝑚
Dengan demikian persamaan (2.28) dapat ditulis :
𝑇𝑆 = 𝑇𝑚 −𝑞′′′𝑅2
4𝑘𝑓 (2. 29)
Jadi penurunan suhu sepanjang bahan bakar sebesar :
∆𝑇 (𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟) = 𝑇𝑚 − 𝑇𝑆 =𝑞′′′𝑅2
4𝑘𝑓 (2.30)
Dimana besarnya koefisien perpindahan panas konduksi dalam bahan bakar sebesar :
𝑘𝑓 = (10,7 − 6,42 × 10−4(𝑇𝑅)) ∗ 0,0173,𝑤𝑎𝑡𝑡
𝑐𝑚 ℃
(Reactor Safeguard Analysis(IAEA)).
2.3 Penurunan suhu sepanjang gap
Perpindahan panas sepanjang gap berlangsung secara konduksi. Aliran panas yang melalui
ketebalan gas antara titik kontak berbanding lurus dengan konduktivitas panas gas dalam gap. Gas
pengisi gap pada elemen bahan bakar Reaktor Triga Mark II Bandung adalah gas helium yang
memiliki konduktivitas panas lebih tinggi dari konduktivitas panas petilan fisi yang terdiri dari
Xenon, Sronsium, Barium dan Krypton. Dari hukum Newton tentang pendinginan dapat
diturunkan perpindahan panas sepanjang gap sebagai berikut :
∆𝑇(𝐺𝑎𝑝) = 𝑇𝑆 − 𝑇𝐺 =1
ℎ𝑔
𝑞
𝐴=
1
ℎ𝑔
𝑞′′′𝜋𝑅2𝐿
2𝜋𝑅𝐿
12
∆𝑇(𝐺𝑎𝑝) = 𝑇𝑆 − 𝑇𝐺 =𝑞′′′𝑅
2ℎ𝑔 (2.31)
Dimana besarnya koefisien perpindahan panas konveksi sebesar :
ℎ𝑔 =𝑘𝑔
𝑊 ; 𝑊 = 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑔𝑎𝑝 (𝑐𝑚)
dan besarnya koefisien perpindahan panas konduksi sebesar :
𝑘𝑔(𝑇) = 1,79 × 10−5 × 𝑇0,77 ,𝑤𝑎𝑡𝑡
𝑐𝑚 ℃
2.4 Penurunan suhu sepanjang kelongsong
Syarat-syarat utama bahan kelongsong yang baik adalah memiliki konduktivitas panas
yang tinggi, luas penampang serapan neutron yang besar, daya tahan terhadap korosi, dan suhu
tinggi. Bahan kelongsong dari elemen bahan bakar reaktor adalah stainless steel type 304 yang
memiliki konduktivitas panas rata-rata sebesar 𝑘𝑐 = 0,1627 𝑤𝑎𝑡𝑡/𝑐𝑚℃ .Bila fluks panas
sepanjang gap dalam keadaan setimbang maka akan berlaku persamaan:
𝑞′′ =𝑞′′′𝜋𝑅2𝐿
2𝜋𝑅𝐿 (2.32)
Dari hukum Fourier tentang konduksi panas dapat diturunkan penurunan suhu sepanjang
kelongsong sebagai berikut (El Wakil, M.M, 1971):
𝑑𝑇 = −𝑞′′′𝜋𝑅2𝐿
𝑘𝑐 2𝜋𝑅𝐿𝑑𝑟 (2.33)
− ∫ 𝑑𝑇𝑇𝐶
𝑇𝐺
=𝑞′′′𝑅2
2𝑘𝑐 ∫
𝑑𝑟
𝑟 (2.34)
𝑅+𝑊+𝐶
𝑅
Hasil pengintegralan persamaan (2.34) merupakan penurunan suhu sepanjang kelongsong sebesar:
∆𝑇(𝑘𝑒𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑜𝑛𝑔) = 𝑇𝐺 − 𝑇𝐶 =𝑞′′′𝑅2
2𝑘𝑐𝑙𝑛 (
𝑅 + 𝑊 + 𝐶
𝑅) (2.35)
13
2.5 Penurunan suhu dari kelongsong ke fluida pendingin
Perpindahan panas dari kelongsong ke fluida pendingin dapat diuraikan dengan
mempergunakan hokum Newton tentang pendinginan sebagai berikut :
𝑞′′ = ℎ𝑓 (𝑇𝐶 − 𝑇𝑓) (2.36)
Dengan kesetimbangan panas yang diberikan sebesar:
𝑞′′ = 𝑞′′′𝑅2𝐿
2𝜋 (𝑅 + 𝑊 + 𝐶)𝐿 =
𝑞′′′𝑅2
2 (𝑅 + 𝑊 + 𝐶) (2.37)
Substitusikan persamaan (2.37) ke persamaan (2.36) akan diperoleh penurunan suhu dari
kelongsong ke fluida pendingin sebesar :
𝑇𝐶 − 𝑇𝑓 =𝑞′′′𝑅2
2ℎ𝑓 (𝑅 + 𝑊 + 𝐶) (2.38)
Harga koefisien perpindahan panas konveksi bergantung dari sifat-sifat aliran pendingin dan
kondisi aliran pendingin.
Perpindahan panas dari kelongsong ke fluida pendingin pada pendingin primer dalam teras reaktor
diasumsikan berlangsung secara konveksi ilmiah. Harga koefisien perpindahan panas konveksi
alamiah ini ditentukan oleh sejumlah bilangan tak berdimensi yaitu bilangan Nusselt, bilangan
Grashaft dan bilangan Prandt1. Dimana koefisien perpindahan panasnya ℎ𝑓 sebesar:
ℎ𝑓 =𝑁𝑢 𝑘𝑓
𝐿 , (
𝑤𝑎𝑡𝑡
𝑐𝑚2 ℃) (2.39)
Dengan bilangan Nusselt (Nu) sebesar :
𝑁𝑢 = 0.10 (𝐺𝑟 𝑃𝑟)1/3 (2.40)
Dimana : 𝐺𝑟 = 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐺𝑟𝑎𝑠ℎ𝑎𝑓𝑡 =𝐿3𝜌2𝑔 𝛽 ∆𝑡
2
Pr = bilangan Prandtl
14
Fluida pendingin yang digunakan pada pendingin primer dalam teras reaktor adalah
aquades (H2O) dengan kemurnian 98%. Penurunan suhu dari pusat bahan bakar ke fluida
pendingin diperoleh dengan cara menjumlahkan persamaan-persamaan (2.30), (2.31), dan (2,35)
sehingga diperoleh :
𝑇𝑀 − 𝑇𝑓 =𝑞′′′𝑅2
2[
1
2𝑘𝑓+
𝑊
𝑘𝑔𝑅+
1
𝑘𝑐𝑙𝑛 (
𝑅 + 𝑊 + 𝐶
𝑅) +
1
ℎ𝑓(𝑅 + 𝑊 + 𝐶)] (2.38)
Dengan memisalkan suku:
𝑅2
2[
1
2𝑘𝑓+
𝑊
𝑘𝑔𝑅+
1
𝑘𝑐𝑙𝑛 (
𝑅 + 𝑊 + 𝐶
𝑅) +
1
ℎ𝑓(𝑅 + 𝑊 + 𝐶)] = 𝐴 (2.39)
Sehingga persamaan (2.38) dapat ditulis menjadi :
𝑇𝑀 − 𝑇𝑓 = 𝑞′′′𝐴 (2.40)
Dengan cara ini akan diperoleh rapat daya dalam bahan bakar sebesar :
𝑞′′′ =𝑇𝑀 − 𝑇𝑓
𝐴 (2.41)
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Peralatan
Suhu pusat bahan bakar Tm diukur dengan mempergunakan sebuah alat ukur Instrumented
Fuel Element (IFE). Alat ukur ini berupa sebuah elemen bahan bakar nuklir (tipe 204 dan tipe 206)
yang didalamnya (di pusatnya) terpasang tiga buah termokopel permanen. Gambar 3.1
menunjukkan penampang vertikal IFE. Suhu fluida pendingin elemen bahan bakar 𝑇𝑓 diukur
dengan mempergunakan sebuah termokopel biasa. Kedua peralatan ini dihubungkan ke Control
System Computer (CSC).
3.2 Cara Kerja
Pemasangan IFE dan termokopel dikerjakan secara manual untuk tiap ring yang akan
diteliti. Pencatatan data suhu pusat Tm dan suhu fluida pendingin elemen bahan bakar Tf
dikerjakan pada salah satu dari seluruh elemen bahan bakar dalam satu ring. Hal ini dilakukan
dengan mempergunakan asumsi suhu pusat bahan bakar dan suhu fluida pendingin tiap elemen
bahan bakar adalah sama dalam satu ring.
Pencatatan data ini dikerjakan pada daya reaktor 1000 kW dalam keadaan kritis. Data ini
ditampilkan oleh layar monitor pada fuel dan WTR Temp, seperti pada Gambar 3.1.
16
Gambar 3.1
Penampang vertikal instrumented Fuel Element (IFE)
3.3 Analisa Data
Rapat daya reaktor diperoleh dari penjumlahan rapat daya total bahan bakar tiap ring. Rapat
daya bahan bakar dihitung dengan mempergunakan persamaan (2.41), data suhu pusat bahan bakar
Tm, data suhu fluida pendingin elemen bahan bakar Tf, harga asumsi rerata koefisien perpindahan
panas dari elemen bahan bakar ke fluida pendinginnya dan spesifikasi elemen bahan bakar. Data
harga asumsi rerata koefisien perpindahan panas ini diperoleh dari sub bidang fisika reaktor yang
berlaku hanya pada daya reaktor 1000 kW dalam keadaan kritis. Dari spesifikasi elemen bahan
bakar dan hasil perhitungan rapat daya bahan bakar ini, dipergunakan untuk menghitung distribusi
suhu.
1. Suhu permukaan bahan bakar Ts dihitung dengan mempergunakan persamaan (2.30)
2. Suhu pada gap TG dihitung dengan mempergunakan persamaan (2.31)
3. Suhu pada kelongsong TC dihitung dengan mempergunakan persamaan (2.35)
4. Suhu fluida pendingin Tf dihitung dengan mempergunakan persamaan (2.38)
17
Perhitungan distribusi suhu ini menggunakan iterasi biasa. Khusus pada perhitungan suhu
fluida pendingin melibatkan teknik perhitungan interpolasi dalam menentukan bilangan-bilangan
tak berdimensi yaitu Nusselt, Grashaft, dan Prandtl. Distribusi suhu dan rapat daya dalam teras
reaktor ini digambarkan dalam bentuk grafik untuk memudahkan menampilkan profil distribusi
suhu dan daya reaktor.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Distribusi Suhu
Pada penelitian ini, pengambilan data, perhitungan dan pembahasan dikerjakan pada daya
reaktor 1000 kW dalam keadaan kritis dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Suhu pusat bahan bakar Tm, suhu fluida pendingin Tf dan rapat daya q”’ adalah sama dan
tetap untuk semua elemen bahan bakar dalam satu ring.
2. Harga rerata koefisien perpindahan panas adalah: kf = 0,17000 watt/cm oC, kg = 0,00200
watt/cm oC, kc = 0,1627 watt/cm oC, hf = 0,2000 watt/cm oC.
Harga rerata koefisien perpindahan panas ini diperoleh dari sub bagian fisika reaktor PPTN-
BATAN yang hanya berlaku pada daya reaktor 1000 kW dalam keadaan kritis.
Substitusi harga rerata koefisien perpindahan panas ini dan Tabel 2.2 kedalam persamaan
(2.39) menghasilkan harga A sebesar : A = 15,35205803 𝑐𝑚3 ℃/𝑤𝑎𝑡𝑡. Data suhu pusat bahan
bakar Tm dan suhu fluida pendingin Tf diambil pada salah satu dari banyaknya elemen bahan
bakar tiap ring. Data hasil pengamatan suhu pusat bahan bakar dan suhu fluida pendingin
ditunjukkan oleh Tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Data hasil pengamatan suhu pusat bahan bakar Tm dan
suhu fluida pendingin Tf pada teras Reaktor Triga Mark II daya 1000 kW
No. Ring Tm (oC) Tf (oC)
1
2
3
4
5
6
B (B4)
C (C6)
D (D10)
E (E14)
F (F17)
G (G12)
374,2
366,3
353,7
343,2
309,4
246,5
65,5
64,0
60,1
55,9
54,4
40,3
19
4.2 Rapat Daya
Harga rapat daya dalam bahan bakar tiap elemen bahan bakar dalam satu ring dihitung
dengan mempergunakan harga A = 15,35205803 𝑐𝑚3 ℃/𝑤𝑎𝑡𝑡. Tabel 4.1 dan persamaan (2.41).
hasil perhitungannya ditunjukkan dalam Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Distribusi suhu tiap ring dihitung
dengan mempergunakan harga rapat daya dalam Tabel (4.2), spesifikasi elemen bahan bakar dalam
Tabel 2.2., suhu pusat bahan bakar Tm dan fluida pendingin Tf dalam Tabel 4.1, dan persamaan-
persamaan (2.30), (2.31), (2.35), dan (2.38). Semua perhitungan distribusi suhu ini
mempergunakan metode iterasi biasa. Khusus dalam menentukan bilangan-bilangan tak
berdimensi yaitu Grashaft, Prandtl, dan Nusselt pada penurunan suhu dari kelongsong ke fluida
pendingin dihitung dengan cara interpolasi linier dari lampiran-3. Hasil perhitungan distribusi suhu
dalam teras reaktor dengan metode biasa dilampirkan pada lampiran-4. Dari Tabel 4.1 dan
lampiran-4 dapat disederhanakan menjadi Tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Hasil perhitungan distribusi suhu dan rapat daya pada
teras Reaktor Triga Mark II daya 1000 kW.
No. Ring q”’
(watt/cm3)
Tm (oC) Ts (oC) TG (oC) TC (oC) Tf (oC)
Hitung
Tf (oC)
Ukur
∆𝑻𝒇
(oC)
1
2
3
4
5
6
B (B4)
C (C6)
D(D10)
E(E14)
F (F17)
G(G12)
20,043
19,672
19,124
18,714
16,610
13,431
374,2
366,3
353,7
343,2
309,4
246,5
278,7
272,4
262,8
254,4
230,8
183,4
170,5
165,2
157,1
149,7
134,8
99,9
163,5
158,3
150,4
143,1
129,0
95,2
70,7
65,6
57,0
54,8
53,5
40,0
65,5
64,0
60,1
55,9
54,4
40,3
4,2
1,6
3,1
1,1
0,9
0,3
Data pada Tabel 4.2 dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 4.1, Gambar 4.2,
dan Gambar 4.3. Grafik pada gambar 4.1 menunjukkan adanya perpindahan panas dari pusat teras
reaktor kearah luar secara radial. Hal ini terlihat dari distribusi suhu yang besarnya menurun ke
arah luar secara radial. Besarnya distribusi suhu ini dipengaruhi oleh distribusi rapat daya tiap ring
yang tergantung pada fluks neutron. Fluks neutron dalam teras reaktor berbentuk silinder
dinyatakan oleh persamaan (2.15). Persamaan (2.15) menunjukkan penurunan fluks neutron dari
20
pusat teras reaktor ke arah luar secara radial. Grafik distribusi rapat daya dalam teras reaktor
ditunjukkan oleh Gambar 4.2.
Gambar 4.1.
Grafik distribusi suhu dalam teras Reaktor Triga Mark II
Dari hasil-hasil pengamatan dan perhitungan distribusi suhu dalam teras reaktor pada Tabel
4.1 dan Tabel 4.2 dapat diamati bahwa distribusi suhu ini berada di bawah rekomendasi suhu
maksimum bahan bakar 400oC. Hal ini juga dapat diamati dari distribusi suhu tiap ring seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.3. Sehingga secara metalurgi tidak terjadi keretakan elemen bahan
bakar. Keadaan ini sangat menunjang keamanan pengoperasian reaktor.
21
Gambar 4.2.
Distribusi rapat daya dalam teras Reaktor Triga Mark II
Daya total dalam teras reaktor dihitung dengan mempergunakan Tabel 2.2 dan Tabel 4.2,
persamaan (2.13) dan persamaan (2.14). hasil perhitungannya ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan
digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.4. Dari Gambar 4.4 dapat diamati adanya variasi
daya yang disebabkan oleh jumlah elemen bahan bakar tiap ring berbeda.
22
Gambar 4.3.
Grafik distribusi suhu tiap ring dalam teras reaktor Triga Mark II
Daya total dalam teras reaktor dihitung dengan mempergunakan Tabel 2.2 dan Tabel 4.2,
persamaan (2.13) dan persamaan (2.14). hasil perhitungannya ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan
digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.4. Dari Gambar 4.4 dapat diamati adanya variasi
daya yang disebabkan oleh jumlah elemen bahan bakar tiap ring berbeda.
23
Gambar 4.4.
Grafik distribusi daya dalam teras Reaktor Triga Mark II
Tabel 4.3 menunjukkan hasil perhitungan daya total reaktor sebesar 980840,82 kW dari
daya yang terpasang 1000 kW. Hasil perhitungan ini menunjukkan adanya kekurangan daya
sebesar 1,9% dari daya yang terpasang sebesar 1000 kW. Keadaan ini disebabkan oleh energi dari
hasil peluruhan-peluruhan sinar-𝛾, partikel-𝛽, dan neutrino tidak dapat dideteksi pada aliran
pendingin primer.
Tabel 4.3
Hasil perhitungan daya total dalam teras reaktor
Ring
qi’’’
(Watt/cm3)
Bahan Bakar (Fuel) IFE
q total
(watt)
N
(buah)
N qi’’’
(Watt/cm3)
q (watt) N
(Buah)
N qi’’’
(Watt/cm3
q (watt)
nB
C
D
E
F
G
20,043
19,672
19,124
18,714
16,610
13,431
5
11
18
24
28
25
100,215
216,392
344,232
449,136
465,080
335,775
49749,452
107422,88
170886,13
222963,33
230878,36
166687,84
1
1
20,043
19,672
16277,057
15975,765
66026,509
123398,65
170886,13
222963,33
230878,36
166687,84
980840,82
1000 KW (yang terpasang) atau 980840,82 W (terhitung)
24
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Variasi distribusi suhu dalam teras Reaktor Triga Mark II Bandung disebabkan oleh variasi
fluks neutron dalam arah radial.
2) Perpindahan panas dalam teras reaktor Triga Mark II Bandung ditentukan oleh besarnya
harga koefisien perpindahan panas dan gradien suhu dalam arah radial.
3) Hasil perhitungan distribusi suhu dalam teras reaktor Triga Mark II berada dibawah
rekomendasi suhu maksimum bahan bakar Triga 400oC.
4) Hasil perhitungan daya total reaktor sebesar 980840,82 kW dari daya yang terpasang 1000
kW. Hasil perhitungan ini menunjukkan adanya kekurangan daya sebesar 1,9% dari daya
yang terpasang sebesar 1000 kW. Keadaan ini disebabkan oleh energi dari hasil peluruhan-
peluruhan sinar-𝛾, partikel-𝛽, dan neutrino tidak dapat dideteksi pada aliran pendingin
primer.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ash, M, Nuclear Kinetics. Mc Graw-Hill. International Book Company. New York.1979.
El Wakil, M.M. Nuclear Heat Transport. The Haddon Craftsmen Inc. Penyslvania. 1971.
Glasstone, Samuel and Sasonke, Alexander. Nuclear Reactor Engineering, Van Nostrand
Reinhold Company, Holland.1967.
Kreyazig, E. Advanced Engineering Mathematics, John Willey and Sons. New York. 1990.
Lamarsh, J.R. Introduction to Nuclear Reactor Theory, Addison Wesley Publishing Company.
Massachusetts, 1972.
Megreblian and Holmes. Reactor Analysis. Mc Graw-Hill Book Company, Inc. New York, 1979.