vi. model simulasi perkembangan, pertumbuhan … · iklim khususnya peningkatan suhu udara dan...
TRANSCRIPT
79
VI. MODEL SIMULASI PERKEMBANGAN, PERTUMBUHAN DAN NERACA AIR TANAMAN KENTANG PADA DATARAN TINGGI DI INDONESIA4 1
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model simulasi perkembangan, pertumbuhan, dan neraca air tanaman kentang guna memprediksi dampak perubahan iklim terhadap produktivitas kentang pada sentra-sentra produksi kentang di Indonesia. Model simulasi tanaman kentang yang disusun menjelaskan mekanisme proses perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi selama siklus pertumbuhan tanaman sebagai respon terhadap fluktuasi unsur-unsur cuaca/iklim. Penelitian lapang pada tiga lokasi di Pacet dan Galudra di Provinsi Jawa Barat, serta di Kerinci, Provinsi Jambi dilakukan untuk menunjang penyusunan model tersebut; yaitu untuk kalibrasi model (Pacet) dan validasi model (Galudra dan Kerinci). Hasil pengujian dengan uji t berpasangan antara prediksi model dengan observasi di Galudra dan Kerinci untuk varietas Granola menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) pada peubah umur tanaman, biomassa akar, batang, dan umbi, LAI serta kadar air tanah. Pengujian pada varietas Atlantis menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) pada biomassa akar dan umbi serta kadar air tanah. Namun demikian, berdasarkan uji grafik hubungan antara prediksi model dengan pengukuran lapang menghasilkan koefisien determinasi (R2
This research aims to construct a simulation model of development, growth and waterbalance of potato crop. Reasearch also predicts climate change impact on potato productivity in several potato production center in Indonesia. The crop model being constructed explains process mechanism of development and growth during crop life cycle as a response to fluctuation of weather/climatic variables. Three field experiments were conducted at three locations at Pacet and Galudra in West Java Province, and at Kerinci in Jambi Province, to support the model development; for model calibration (Pacet) and model validation (Galudra and Kerinci). Paired t-test between model predictions of Granola variety with observations showed that there were not significant differences (P > 0,05) on all variables tested, except leaf biomass. In Atlantic variety, there were not significant differences (P > 0,05) on root, tuber biomass and soil water content. Based on graphical test of relationship between model predictions and field measurements showed coefficient of determination were (R
) yang lebih besar dari 0,80 untuk semua peubah yang diuji. Berdasarkan validasi model tersebut, model simulasi tanaman kentang mampu menduga umur tanaman, produksi biomassa dari masing-masing organ tanaman berupa akar, batang, daun, dan umbi, serta LAI dan kadar air tanah sesuai dengan pengukuran lapang.
Kata Kunci : Model, simulasi, pertumbuhan, perkembangan, neraca air, kentang
ABSTRACT
2
4 Paper telah diterima pada Jurnal Tanah Tropika (JTT) Universitas Lampung. Model simulasi
Perkembangan, Pertumbuhan, dan Neraca Air Tanaman Kentang pada Dataran Tinggi di Indonesia. 2012. Salwati, Handoko, Las I, Hidayati R.
) greater than 0,80 for all variables. Generally, results on validation suggested that model predictions
79
80
were not significantly different with field measurements at Galudra (Granola variety) and Kerinci (Atlantis and Granola variety) for variable of plant ages, biomass of root, stem, leaf and tuber, leaf area index, and soil water content.
Key words: Growth, model, potato, simulation, water balance.
6.1. Pendahuluan
Produktivitas kentang Indonesia yang rata-rata 15 ton ha-1 masih rendah,
apabila dibandingkan dengan rata-rata negara penghasil kentang yaitu 45 ton
ha-1 (Gustianty 2008). Potensi kentang menurut hasil penelitian mencapai 35 ton
ha-1 (Nurtika 2007), sehingga terjadi senjang (gap) produktivitas yang masih
jauh yaitu 20 ton ha-1
Perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global diperkirakan
akan membawa dampak yang signifikan terhadap produksi kentang nasional
karena tanaman kentang hanya berproduksi tinggi pada daerah bersuhu rendah
dan sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Antisipasi dampak perubahan
iklim khususnya peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan terhadap
produksi kentang nasional memerlukan informasi tentang hubungan antara
perubahan unsur-unsur cuaca/iklim tersebut dengan senjang produktivitas
kentang di Indonesia.
(57,1%). Fluktuasi unsur-unsur cuaca merupakan salah
satu penyebab senjang produktivitas kentang sekarang ini.
Model simulasi tanaman yang mampu menjelaskan pengaruh unsur-
unsur cuaca terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang di
Indonesia akan bermanfaat untuk melakukan prediksi dampak perubahan iklim
terhadap penurunan produktivitas kentang di berbagai wilayah Indonesia. IPCC
(2007) memperkirakan kenaikan suhu di Indonesia sekitar 2 – 3 oC pada tahun
2050. Jika hal ini terjadi maka peningkatan suhu tersebut analog dengan
penurunan ketinggian lahan kentang sekitar 300 – 500 m. Hal ini akan
berdampak luas, karena saat ini produksi kentang di Indonesia diusahakan di
atas 800 m dpl (Sutapradja 2008), sehingga jika kenaikan suhu tersebut akan
terjadi maka untuk mempertahankan produksi kentang saat ini lahan kentang
akan bergeser pada ketinggian di atas 1.100 m atau bahkan di atas 1.300 m.
Akibatnya, luas lahan kentang akan semakin sempit sehingga secara langsung
81
akan menurunkan luas panen dan produksi kentang nasional jika tidak diimbangi
oleh peningkatan hasil per satuan luas lahan.
Proses yang terjadi pada perkembangan dan pertumbuhan tanaman
sangatlah kompleks menyangkut hubungan antara tanah, tanaman, dan iklim.
Pemahaman proses yang kompleks tersebut dapat disederhanakan melalui model
simulasi tanaman berdasarkan informasi tanah, tanaman dan iklim. Hubungan
antara iklim dengan tanaman menempati porsi yang cukup banyak dalam model
pertumbuhan tanaman, jika dibandingkan dengan faktor tanah (lahan). Hal ini
disebabkan unsur iklim selalu berubah secara diurnal maupun musiman, serta
dapat menyebabkan fluktuasi produksi tanaman dari musim ke musim.
Perubahan unsur iklim dan hubungannya dengan perkembangan,
pertumbuhan, dan hasil tanaman semakin diketahui dan digunakan secara luas
setelah didukung oleh perkembangan teknologi di bidang komputer.
Perkembangan teknologi komputer dan kompleksnya proses perkembangan dan
pertumbuhan tanaman di lapang, mendorong pelaksanaan penelitian lapang ini ke
pengunaan model simulasi tanaman. Model simulasi tanaman adalah suatu
penyederhanaan dari sistem pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
kompleks. Model simulasi tanaman kentang yang disusun diharapkan dapat
mendekati kenyataan tentang perkembangan, pertumbuhan dan hasil tanaman di
lapang, sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu perencanaan pertanian.
Model simulasi tanaman yang dirancang tetap mempunyai keterbatasan
dan merupakan distorsi dari sistem yang sebenarnya. Model harus digunakan
secara teliti, cermat dan seksama dengan data yang selengkap mungkin. Namun
demikian karena berbagai keuntungan dan manfaat, penggunaan model sebagai
analisis kuantitatif untuk berbagai penelitian dan pemecahan masalah sampai saat
Model simulasi tanaman yang disusun dikembangkan menggunakan
pendekatan mekanisme proses (mekanistik), yang menghubungkan proses
fisiologis dan morfologis tanaman sebagai respon terhadap lingkungan fisik
tanaman terutama kondisi iklim. Melalui pemanfaatan data iklim, tanah dan
tanaman dari hasil penelitian lapang yang mekanisme prosesnya dapat dijelaskan
dalam model simulasi tanaman, maka perkembangan, pertumbuhan dan hasil
tanaman di suatu wilayah dan waktu tertentu dapat diprediksi.
82
ini berkembang pesat (Bey 1991). Handoko (1996) menambahkan, model
simulasi meskipun memiliki keunggulan, tetap mempunyai keterbatasan karena
model dibuat hanya untuk menggambarkan suatu proses atau beberapa proses
tertentu dari suatu sistem, sehingga model simulasi tidak akan memberikan hasil
yang baik terhadap proses-proses diluar tujuan model.
Tujuan utama pembuatan model simulasi tanaman yang bersifat
mekanistik pada dasarnya bukan pada ketepatan model, melainkan bagaimana
model tersebut dapat menjelaskan mekanisme proses yang terjadi dalam sistem
yang dimodelkan. Pemodelan tanaman kentang yang disusun dapat didasarkan
pada distribusi penggunaan energi radiasi surya oleh tanaman untuk memproduksi
bahan kering tanaman kentang (Wolf 2002). Secara implisit diasumsikan bahwa
fungsi utama tanaman adalah mengkonversi energi radiasi surya menjadi energi
kimia yang lebih stabil melalui fotosintesis, yang dapat segera tersedia apabila
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Edward et al. 1986). Bakema (1985)
juga menyatakan bahwa model tanaman merupakan suatu gugus persamaan yang
menghitung fotosintesis tanaman sebagai fungsi dari data cuaca harian dan luas
daun.
Hasil panen ditentukan oleh produksi biomassa atau bahan kering tanaman
dan merupakan hasil akhir proses fotosintesis (Tekalign 2005). Produksi biomassa
(bahan kering tanaman) merupakan fungsi dari PAR (photosynthetically active
radiation) yang diintersepsi oleh daun (Myneni et al. 1997). Produksi biomassa
berasal dari aliran asimilat yang jumlahnya tergantung pada radiasi datang dan
luas daun aktif berfotosintesis (Tekalign 2005).
Pemodelan tanaman kentang merupakan pendekatan kuantitatif untuk
memprediksi pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman serta peubah yang
berhubungan dengan faktor lingkungan (Monteith 1996; Wolf 2002). Pemodelan
hasil tanaman dengan kondisi defisit air dapat menjelaskan perilaku tanaman pada
kondisi lapang umumnya, karena efisiensi penggunaan radiasi surya tergantung
pada pengaruh defisit air tanah. Arkebauer et al. (1994) juga menyatakan, bahwa
perhitungan neraca air tanah harian dapat dihubungkan langsung dengan RUE,
pertumbuhan dan hasil tanaman.
83
Penyusunan model simulasi pertumbuhan dan perkembangan serta neraca
air tanaman kentang memperhatikan lingkungan tumbuh, kebutuhan air, dan
proses fisiologis tanaman
Model simulasi pertumbuhan, perkembangan dan neraca air tanaman
kentang disusun untuk menjelaskan mekanisme proses pertumbuhan yang terjadi
selama masa hidup tanaman dan hasil akhir. Model juga akan mensimulasikan
komponen-komponen proses yang terjadi selama masa pertumbuhan tanaman
seperti neraca air (kadar air tanah), pertumbuhan tanaman (LAI, berat kering akar,
batang, daun dan umbi) serta fase-fase perkembangan tanaman. Model simulasi
tanaman kentang yang sudah disusun dan sudah diuji keabsahan selanjutnya
digunakan untuk mensimulasikan pengaruh perubahan iklim terhadap hasil dan
produktivitas tanaman kentang pada berbagai sentra produksi kentang di
Indonesia.
kentang itu sendiri. Lahan merupakan faktor lingkungan
fisik tanaman kentang dalam skala terbatas yang harus mendapat perhatian, secara
relatif masih dapat diperbaiki apabila ternyata kurang sesuai dengan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Namun iklim merupakan salah satu faktor
lingkungan fisik yang belum dapat dikendalikan, kecuali pada kondisi terbatas
seperti dalam rumah kaca, dan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan serta
produksi tanaman.
6.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model simulasi perkembangan,
pertumbuhan, dan neraca air tanaman kentang yang dapat menjelaskan
mekanisme proses yang terjadi selama periode pertumbuhan dan perkembangan
tanaman guna memprediksi potensi produksi dan antisipasi dampak perubahan
iklim terhadap produktivitas kentang pada sentra-sentra produksi kentang di
Indonesia.
6.3. Asumsi
Model dipengaruhi oleh unsur-unsur cuaca harian, yaitu : curah hujan,
radiasi surya, suhu dan kelembaban udara, serta kecepatan angin. Parameter tanah
yang berpengaruh adalah titik layu permanen, kapasitas lapang, sedangkan
parameter tanaman yang berpengaruh adalah RUE, spesifik leaf area (SLA), suhu
84
dasar dan thermal unit. Faktor kesuburan tanah dan serangan hama penyakit
tanaman diasumsikan tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman kentang yang
dimodelkan.
6.4. Metodologi
6.4.1. Tempat dan Waktu
Penelitian lapang yang sudah dilakukan pada tiga lokasi di Pacet dan
Galudra, Provinsi Jawa Barat, serta di Kerinci, Provinsi Jambi digunakan untuk
menunjang penyusunan model, yaitu untuk parameterisasi pada proses kalibrasi
(Pacet) dan validasi model (Galudra dan Kerinci). Waktu pelaksanaan dari ketiga
percobaan ini mulai dari Desember 2009 sampai September 2011.
6.4.2. Tahapan Penyusunan Model Simulasi Tanaman Kentang
Tahap awal dalam penyusunan model simulasi tanaman kentang adalah
menentukan tujuan, bentuk serta tingkatan model. Setelah memahami proses yang
akan melandasi, ditentukan mekanisme hubungan antar peubah secara jelas.
Pembuatan model deskriptif berupa diagram alur sebelum perumusan hubungan-
hubungan kuantitatif akan sangat membantu dalam pembuatan model atau
pemrograman komputer. Diagram alur sangat penting khususnya bila model
cukup rumit, sehingga akan mempermudah memahami struktur dan mekanisme
beserta faktor-faktor pembatasnya. Diagram alur tersebut dikenal dengan nama
Diagram Forrester yang menjelaskan hubungan antar peubah serta aliran massa
dan aliran informasi. Aliran informasi merupakan representasi persamaan-
persamaan matematis (Gambar 20 dan 22).
Model simulasi tanaman kentang yang disusun mempunyai resolusi harian
sehingga diperlukan unsur-unsur cuaca harian sebagai masukan yang meliputi :
curah hujan (mm hari-1), radiasi surya (MJ m-2 hari-1), suhu udara (oC),
kelembaban udara (%),dan kecepatan angin (m detik-1). Masukan model (input
variables) adalah keadaan awal (initial variables), parameter (cuaca, tanah dan
tanaman) dan peubah luar (unsur-unsur cuaca). Keluaran model adalah : fase
perkembangan tanaman, LAI, dan biomassa tanaman (akar, batang, daun, dan
umbi), dan komponen neraca air (kadar air tanah, evaporasi dan transpirasi aktual,
85
intersepsi tajuk, dan drainase). Model simulasi tanaman kentang yang disusun
terdiri dari tiga submodel, yaitu : (1) submodel perkembangan tanaman, (2)
submodel pertumbuhan tanaman, dan (3) submodel neraca air.
Submodel perkembangan menduga laju perkembangan tanaman selama
periode pertumbuhan tanaman (tanam-panen) berdasarkan konsep thermal unit.
Submodel perkembangan akan menentukan pembagian assimilat hasil fotosintesis
pada submodel pertumbuhan berdasarkan proporsi biomassa. Persamaan proporsi
alokasi biomassa ke berbagai bagian tanaman (akar, batang, daun dan umbi)
diturunkan dari percobaan lapang. Keluaran submodel ini memungkinkan prediksi
waktu yang diperlukan oleh setiap fase perkembangan, sehingga pada akhirnya
dapat ditentukan waktu panen tanaman kentang yang dimodelkan.
Submodel pertumbuhan mensimulasikan mekanisme pertumbuhan
tanaman berdasarkan produksi biomassa yang dihitung dari radiasi surya yang
diintersepsi oleh tajuk tanaman, yang ditentukan oleh LAI dan radiasi datang di
atas tajuk tanaman. Produksi biomassa berkorelasi positif dengan nisbah laju
transpirasi aktual dan potensial yang dihitung dalam submodel neraca air.
Keluaran submodel pertumbuhan ini adalah jumlah biomassa untuk setiap bagian
tanaman (biomassa akar, batang, daun, dan umbi).
Submodel neraca air mensimulasikan gerakan air mulai dari curah hujan
jatuh di atas tajuk tanaman, diintersepsi tajuk dan jatuh ke atas permukaan tanah,
kemudian terinfiltrasi ke dalam lapisan tanah, terjadi perkolasi, penguapan pada
permukaan tanah sampai pada transpirasi tanaman. Berdasarkan komponen-
komponen neraca air tersebut kandungan air tanah yang mendukung pertumbuhan
tanaman dapat diprediksi.
6.4.2.1. Submodel Perkembangan
Laju perkembangan dari masing-masing kejadian fenologi tanaman
kentang didekati dengan konsep thermal unit (TU). Laju perkembangan tanaman
terjadi bila suhu rata-rata harian melebihi suhu dasar (To), yang ditentukan
sebesar 10o
C. Hubungan antara fase perkembangan tanaman (s) dengan suhu
udara dapat dituliskan sebagai berikut :
86
s = ∑(T–To)/TU atau ds = (T – To)/TU, T>To (1)
TU adalah thermal unit (d o
Berdasarkan pengamatan di lapang kejadian fenologi tanaman kentang
dihitung sejak tanam sampai fase pematangan umbi (panen) dan diberi skala 0 – 1,
yang dibagi menjadi 5 kejadian yaitu : tanam-muncul tunas (s = 0,16),
pembentukan umbi (s = 0,33), pengisian umbi (s = 0,44), pematangan umbi
(s = 0,80), dan awal panen (s = 1,00). Fase perkembangan (s) antara masing-
masing kejadian fenologi tersebut dihitung dengan mengadopsi persamaan yang
dikembangkan Handoko (1994). Flow chat submodel perkembangan ditunjukkan
pada Gambar 19.
C) yang diperlukan untuk mencapai tingkat
perkembangan tertentu. Nilai s akan sama dengan 1 bila tingkat perkembangan
tersebut telah tercapai atau pada saat itu ∑ (T – To) = TU. Jumlah hari (t) yang
diperlukan untuk mencapai fase tersebut dapat ditentukan pada saat s = 1.
N Y
Start
N Y
N Y
Jumlah : s=s1+s2+s3+s4+s5
Call emergence
Call vegetative
Call inisiasi
Call bulking
Inisialisasi Tb, TUem,TUveg, TUins,TUbulk,TUmat
S=0
Suhu(i)
S<0.16
S<0.33
S<0.44
S<0.8
N N
N N
N N
N N
Call mature
N Y
N Y
Suhu(i)>Tb TU=TU+(suhu(i)-Tb)
End N N
Gambar 19. Flow chart submodel perkembangan tanaman kentang
87
6.4.2.2. Submodel Pertumbuhan
Pertumbuhan tanaman kentang disimulasi berdasarkan intersepsi energi
radiasi surya serta faktor ketersediaan air yang disimulasikan dalam submodel
neraca air. Pembagian biomassa (daun, batang, akar, dan umbi) merupakan fungsi
fase perkembangan tanaman yang dihitung dalam submodel perkembangan.
Selama pertumbuhan, tanaman menggunakan sebagian biomassa akar, batang,
daun, dan umbi untuk respirasi pertumbuhan dan respirasi pemeliharaan yang
merupakan fungsi berat organ dan suhu udara. Setelah fase vegetatif, seluruh
biomassa hasil fotosintesis dialokasikan ke umbi, dan ini mengakibatkan massa
daun dan batang menurun sampai panen. Gambar 20 menunjukkan diagram
Forrester submodel pertumbuhan tanaman kentang.
Gambar 20. Diagram Forrester submodel pertumbuhan tanaman kentang Keterangan : W = Berat, GDMA = Gross Dry Matter actual, wdf = water deficit factor, Ta =
Transpirasi aktual, Tm = Transpirasi maksimum, k = koefisien pemadaman tajuk, ε = efisiensi penggunaan radiasi surya, Rad int = Radiasi intersepsi, T = suhu udara, S = Fase perkembangan tanaman
Indeks Luas Daun (LAI)
Indeks Luas Daun (LAI) dalam model menentukan jumlah radiasi surya
yang diintersepsi oleh tajuk tanaman. LAI juga menentukan intersepsi curah
88
hujan dan laju transpirasi serta evaporasi aktual. LAI merupakan fungsi dari
spesific leaf area (SLA) dan massa daun (LW). SLA merupakan parameter yang
diturunkan dari data pengukuran luas daun dan massa daun tanaman kentang.
LAI dalam submodel pertumbuhan merupakan peubah bantu (auxiliary variable)
yang dihitung dari perkalian antara parameter spesific leaf area (SLA) dengan
massa daun (LW).
LAI = SLA x LW (2)
SLA : spesific leaf area (m g-1
LW : massa daun spesifik (g m
) -1
Produksi Biomassa
)
Produksi biomassa potensial harian dihitung berdasarkan RUE yang
disimbulkan dengan ε dalam g MJ-1
dan radiasi surya yang diintersepsi tajuk
tanaman kentang. Hukum Beer - Lambert digunakan untuk menghitung radiasi
intersepsi sebagai berikut (Handoko 1994; Koesmaryono dan Sugimoto 2005) :
Qint = 1− τ( ).Qo (3)
τ = e -k.LAI
Q
(4)
int adalah radiasi intersepsi (MJ m-2), Qo adalah radiasi surya di atas tajuk
tanaman atau yang terukur di stasiun klimatologi (MJ m-2), dan τ adalah proporsi
radiasi surya yang ditransmisikan tajuk tanaman. Nilai k adalah koefisien
pemadaman tajuk yang diturunkan dari penelitian lapang berdasarkan pengukuran
LAI dan radiasi surya rata-rata di atas dan di bawah tajuk tanaman selama sehari,
yang selanjutnya dirata-ratakan selama musim pertumbuhan. Produksi biomassa
potensial dihitung berdasarkan hasil kali antara efisiensi penggunaan radiasi (ε)
dengan radiasi intersepsi (Qint
) (Handoko 1994; Koesmaryono dan Sugimoto
2005) :
( )QoeB LAIkb
.1 −−= ε (5)
Bb adalah produksi biomassa potensial (kg ha-1 d-1) dan ε adalah efisiensi
penggunaan radiasi (kg MJ-1
) yang dihitung menurut Monteith (1977) ; Handoko
(1994) ; Koesmaryono dan Sugimoto (2005) :
intQdW
=ε (6)
89
dW adalah pertambahan biomassa tanaman (g m-2
Produksi biomassa potensial tersebut menganggap ketersediaan air bukan
merupakan faktor pembatas. Produksi biomassa aktual dihitung dengan
mempertimbangkan ketersediaan air yang dihitung berdasarkan nisbah antara
transpirasi aktual (T
).
a) dengan nilai maksimumnya (Tm). Perhitungan faktor
ketersediaan air (fw ) dan produksi biomassa aktual (Ba
) adalah sebagai berikut:
mTaTfw = (7)
bwa BfB •=
B
(8)
a dalam kg ha-1 d-1
Dalam model, produksi biomassa aktual dibagi antara daun, batang, akar,
dan umbi yang perbandingannya tergantung pada fase perkembangan tanaman (s).
Sebagian biomassa masing-masing organ akan berkurang melalui respirasi
pertumbuhan (R
.
g) dan respirasi pemeliharaan (Rm
) yang dihitung berdasarkan
suhu udara dan massa masing-masing organ (Amthor 2000). Pertumbuhan
masing-masing organ (x) dihitung dari selisih antara alokasi bahan kering ke
organ tanaman dan yang hilang melalui respirasi sebagai berikut (Handoko 1994)
dWx = ηx • Ba − Rg − Rm = ηx 1− kg( )Ba − km •Wx •Q10 (9)
( ) 10/2010 2 −= TQ (10)
dWx adalah penambahan massa organ x (kg ha-1 d-1), Rm : respirasi pemeliharaan
(kg ha-1 d-1), ηx : proposi biomassa yang dialokasikan ke organ x (daun, batang,
akar dan umbi), Ba : koefisien respirasi pemeliharaan, kg : koefisien respirasi
pertumbuhan, dan km : koefisien respirasi pemeliharaan dan Wx : organ x
(kg ha-1
Proporsi Biomassa (ŋx)
).
Proporsi biomassa yang dialokasikan pada masing-masing organ (ηx)
dihitung berdasarkan fungsi fase perkembangan tanaman (s) (Handoko 1994)
yang didekati secara empiris berdasarkan data observasi lapang tentang
pertumbuhan tanaman kentang. Pada awal pertumbuhan, produksi biomassa
hanya dialokasikan ke daun, batang dan akar dengan alokasi terbanyak pada daun.
Sampai pematangan umbi, alokasi biomassa ke daun dan akar berkurang
90
sedangkan alokasi ke batang bertambah dengan fase perkembangan tanaman.
Setelah fase pematangan umbi, seluruh produksi biomassa dialokasikan ke umbi
(Gardner et al. 1991). Gambar 21a dan 21b menunjukkan proporsi pembagian
produksi biomassa ke masing-masing organ tanaman menurut tingkat
perkembangan tanaman kentang varietas Granola dan Atlantis.
(a) (b) Gambar 21. Proporsi biomassa yang dialokasikan pada masing-masing organ
akar, batang, daun, dan umbi pada Varietas Granola (a) dan Atlantis (b)
4.4.2.3. Submodel Neraca Air
Komponen neraca air meliputi curah hujan, intersepsi tajuk, infiltrasi,
perkolasi, kadar air tanah, serta evaporasi dan transpirasi aktual. Model ini
memerlukan masukan unsur-unsur cuaca harian, yaitu suhu dan kelembaban
udara, radiasi surya, kecepatan angin dan curah hujan. Peubah tanaman LAI juga
diperlukan, yang disimulasi pada submodel pertumbuhan. Parameter yang
digunakan meliputi : kapasitas lapang, titik layu permanen dan parameter
penguapan (Ritchie 1972). Gambar 22 menunjukkan Diagram Forrester submodel
neraca air.
Hujan jatuh pada permukaan tajuk tanaman, sebagian air tertahan tajuk
tanaman tersebut (intersepsi) kemudian sisanya jatuh ke permukaan tanah. Air
yang diintersepsi tajuk kemudian akan menguap ke atmosfer. Sisanya mengalir
sebagai stemflow dan jatuh sebagai troughfall sampai ke permukaan tanah, yang
kemudian akan diserap tanah berupa infiltrasi. Jika kandungan air pada lapisan
tersebut melebihi kapasitas lapang maka air menuju ke lapisan yang lebih bawah
akibat gaya gravitasi sehingga terjadi perkolasi. Proses tersebut akan terjadi
sampai lapisan tanah terbawah dan perhitungannya menggunakan metode
Umbi Daun
Batang Akar
Umbi Daun
Batang Akar
91
jungkitan (tipping bucket method). Air yang keluar dari lapisan terbawah tidak
dapat dimanfaatkan tanaman dan hilang berupa drainase.
Kehilangan air selain melalui intersepsi tajuk dan drainase, juga terjadi
melalui evaporasi tanah aktual (Ea) dan transpirasi aktual (Ta). LAI dan kondisi
atmosfer yang diwakili evapotranspirasi potensial (ETp) menentukan penguapan
tanah maksimum (Em) dan transpirasi maksimum (Tm). Evaporasi tanah aktual
dihitung dengan metode dua tahap menurut Ritchie (1972). Apabila air tanah
cukup tinggi (tahap-1) laju evaporasi tanah akan maksimum (Em) yang kemudian
laju penguapan turun menurut waktu setelah mencapai nilai parameter tertentu
(tahap-2). Transpirasi aktual dihitung dari nilai Tm dan faktor ketersediaan air
pada tiap lapisan tanah. Jumlah Em dan Tm diasumsikan sama dengan
evapotranspirasi potensial (ETp) yang dihitung menggunakan rumus Penman
(1948).
Gambar 22. Diagram Forrester submodel neraca air tanaman kentang Keterangan : LAI = indeks luas daun, ETp = evapotranspirasi potensial, Em = evaporasi
maksimum, Tm = transpirasi maksimum, Rad = radiasi surya, RH = kelembaban udara, Angin = kecepatan angin, T = suhu udara, Pg = curah hujan bruto, Pn = curah hujan netto, Icn = intersepsi curah hujan, KAT = kadar air tanah, Ea = evaporasi aktual, Pc = perkolasi TLP = titik layu permanen, Ta = transpirasi aktual, KL = kapasitas lapang.
92
Sifat Fisik Tanah
Titik layu permanen adalah batas di bawah kadar air tanah tersebut
tanaman tidak mampu lagi menyerap air tanah untuk melakukan transpirasi.
Potensial air tanah pada titik layu permanen sebesar Ψ = - 15 atm. Sedangkan,
kapasitas lapang ditentukan sebesar Ψ = -1/3 atm dan apabila kandungan air tanah
lebih besar dari kapasitas lapang, air akan menuju lapisan tanah di bawahnya
karena gaya gravitasi yang disebut perkolasi. Perkolasi akan berhenti bila
tegangan air tanah mencapai kapasitas lapang atau kurang. Sifat fisik tanah
lainnya yang diperlukan model berhubungan dengan penguapan, yaitu parameter
U dan α menurut Ritchie (1972) yang dapat diperoleh dari nilai pustaka.
Intersepsi Tajuk Tanaman
Jumlah air hujan yang diintersepsi tajuk tanaman (Ic
) ditentukan oleh
curah hujan (P) dan indeks luas daun (LAI) sebagai berikut (Zinke 1967):
),(min PLAIIc = , 0 < LAI
≤ 3 (11.1)
),27.1(min PIc = , LAI > 3 (11.2)
Infiltrasi dan Perkolasi
Infiltrasi (Is
) dihitung dari selisih curah hujan (P) dan infiltrasi tajuk
tanaman:
cs IPI −=
Perkolasi dari tiap lapisan tanah (P
(12)
c) terjadi apabila kandungan air tanah
melebihi kapasitas lapang (θfc
) yang dihitung dengan metode jungkitan sebagai
berikut:
fccP θθ −= , θ > θfc
(13)
0=cP , θ ≤ θfc
Evapotranspirasi
(14)
Evapotranspirasi potensial (ETp) yang dihitung dengan rumus Penman
(1948) dianggap sebagai evapotranspirasi maksimum (ETm). Evaporasi
maksimum dan transpirasi maksimum dihitung masing-masing sebanding dengan
93
transmisi dan intersepsi energi radiasi surya melalui tajuk tanaman menggunakan
Hukum Beer. Berikut perhitungan Em dan Tm (Handoko 1994) :
( )( ){ } ( ){ }γλγ +∆−+∆== ∫ /asn eeuQETpETm (15)
( )ILDkeETmEm −= (16)
( )ETmeTm ILDk−−= 1 (17)
∆ adalah kemiringan kurva hubungan antara tekanan uap air jenuh dan suhu udara
(Pa K-1), Qn radiasi neto (W m-2), γ tetapan psikrometer, ∫(u) fungsi aerodinamik
(MJ m-2 Pa-1), (es - ea) defisit tekanan uap air (Pa) dan λ panas spesifik penguapan
(2.454 MJ kg-1
Evaporasi Tanah Aktual. Evaporasi tanah aktual (Ea) dihitung
menggunakan metode Ritchie (1972) yang terdiri dari dua tingkat evaporasi. Pada
tingkat pertama, setelah terjadi hujan, evaporasi aktual sama dengan nilai
maksimumnya sampai nilai evaporasi kumulatif mencapai nilai paramater tanah
U. Setelah nilai U terlampaui (tahap -2) tanah sudah cukup kering selanjutnya Ea
merupakan fungsi waktu pada tahap -2 (t
).
2
Tahap 1:
) dan Em sebagai berikut :
EmEa = ∑ Em < U (18)
Tahap 2: ( ) 5.02
5.02 1−−= ttEa αα ∑ Em ≥ U (19)
t2
Transpirasi Aktual. Transpirasi aktual (Ta) dihitung berdasarkan fungsi
transpirasi maksimum (Tm) dan kadar air tanah pada lapisan akar. Model ini
terdiri dari satu lapisan tanah sedalam 60 cm, Ta dihitung sebagai fungsi Tm dan
kadar air tanah (Handoko, 1994) :
adalah jumlah hari setelah terjadinya evaporasi tahap-2.
Ta = 0, jika θ < θwpTa = (θ-θ
(20.1) wp)/{0,4 (θfc -θwp)} jika θwp <θ<θfc
Ta = Tm, jika θ>θ(20.2)
fc
θ : kadar air tanah, θ
(20.3)
fw : kadar air tanah pada kapasitas lapang dan θwp : kadar air
tanah pada titik layu permanen, Ta laju transpirasi aktual (mm hari-1
Kadar Air Tanah. Perhitungan kadar air tanah dilakukan berdasarkan
neraca air yang terdiri dari input dan output sebagai berikut :
).
θt = θt-1 + Ist -Pct - Eat - Tat
t menyatakan hari pada saat perhitungan dilakukan.
(21)
94
6.4.2.4. Parameterisasi Model
Parameter adalah karakteristik dari unsur model yang bersifat konstan
selama masa simulasi. Parameter yang digunakan dalam model simulasi tanaman
kentang, yaitu : parameter cuaca, tanaman dan tanah yang diperoleh dari data
percobaan lapangan dan beberapa referensi yang diperlukan selama simulasi.
Parameter Cuaca.
Parameter cuaca yang terdiri dari tetapan psikometrik, massa jenis udara
panas laten penguapan, kapasitas panas ditetapkan berdasarkan hasil referensi
Parameter Tanaman.
Efisiensi penggunaan radiasi (ε dalam g MJ-1) diperoleh dari data
pengukuran biomassa tanaman dan radiasi yang diintersepsi tajuk. Luas daun
spesifik (SLA) diperoleh dari data pengukuran luas daun dan massa daun tanaman
kentang. Koefisien respirasi pertumbuhan (kg) dan koefisien respirasi
pemeliharaan (km) ditetapkan masing-masing sebesar 0,14 dan 0,015 (Amthor
2000). Suhu dasar (To
Parameter Tanah
) ditetapkan sebesar 10°C dari hasil kalibrasi model.
thermal unit (TU dalam d °C) diperoleh dari pengamatan lapang menurut periode
fase perkembangan tanaman kentang mulai tanam sampai panen diturunkan dari
hasil percobaan lapang pertama di Pacet-Cipanas, Provinsi Jawa Barat.
Kapasitas lapang dan titik layu permanen dalam model dibatasi sebagai
kadar air tanah pada tegangan air tanah masing-masing sebesar ψ = -30 kpa dan
ψ = -1,5 MPa. Parameter yang berhubungan dengan penguapan, yaitu U dan α
dapat ditentukan dari nilai Ksw
6.4.2.5. Kalibrasi Model
(saturated hydroulic conductivity), namun dalam
model ini dianggap konstan masing-masing sebesar 12 dan 5,08 (Ritchie 1972).
Tahapan kalibrasi adalah mengubah-ubah beberapa atau banyak parameter
sampai perbedaan antara nilai pengukuran dengan dugaan model tidak nyata.
Nilai parameter dapat diperoleh melalui pendekatan garis regresi dan bentuk
persamaan lainnya. Nilai parameter yang diperoleh tersebut dapat menjadi tidak
95
sesuai jika menggunakan data yang lain. Oleh karena itu, model perlu divalidasi
sebelum diaplikasikan menggunakan data selain yang telah digunakan untuk
kalibrasi. Model dikalibrasi menggunakan data Percobaan I di daerah Pacet,
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, pada perlakuan U1J1. Proses kalibrasi
ini akan dapat menghasilkan nilai-nilai parameter model yang sesuai sebelum
dilakukan proses validasi model.
6.4.2.6. Validasi Model
Validasi model dilakukan dengan membandingkan hasil prediksi model
dengan data pengukuran lapang (observasi). Data yang digunakan adalah hasil
Percobaan II di daerah Galudra, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat pada
perlakuan J2U1. Data Percobaan III di daerah Kerinci, Provinsi Jambi, pada
perlakuan J1V1 (varietas Granola) dan J1V2 (varietas Atlantis) juga digunakan
untuk validasi model selanjutnya.
Validasi dilakukan dengan dua cara, yaitu uji statistik (uji t berpasangan)
dan secara kualitatif menggunakan metode grafik (fitting dan uji 1 : 1). Validasi
secara grafik dilakukan dengan membuat plot 1 : 1 antara data prediksi dengan
pengukuran. Data hasil prediksi dan pengukuran apabila makin berimpit pada
garis 1:1, maka model semakin mendekati hasil pengukuran lapang. Sebaliknya,
apabila semakin jauh dari garis 1:1 maka prediksi model makin kurang tepat.
Validasi yang lain menggunakan uji statistik berpasangan. Urutan uji berpasangan
adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991).
iii mpD −= (22.1)
nD
D i∑= (22.2)
( )
( )1
22
−
−
=∑ ∑
nn
nD
D
SE
ii
(23.3)
SEDt = (23.4)
Di dan D adalah rata-rata antara prediksi (p) dan pengukuran (m), SE adalah galat
baku dari perbedaan dan t-student. Antara model dengan hasil pengukuran
96
berbeda nyata bila (P < 0,05) dan tidak nyata bila (P > 0,05) atau jika t-hitung
< t-tabel (software minitab menunjukkan P-value > 5%), maka antara model
dengan hasil pengukuran tidak berbeda nyata (sama).
6.5. Hasil dan Pembahasan
6.5.1. Parameterisasi Model
Model simulasi tanaman kentang disusun setelah mendapatkan nilai-nilai
parameter yang diturunkan dari hasil percobaan lapang pertama di Pacet dan studi
literatur. Tabel 11 menunjukkan parameter-parameter yang digunakan sebagai
masukan model.
Tabel 11. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam menyusun model simulasi tanaman kentang
Parameter Simbol Satuan Nilai Sumber
1. CUACA Tetapan psikometrik Massa jenis udara Panas laten penguapan Kapasitas panas
γ d air lhv cp
Pao
Kg mC
MJ kg-3
Pa -1
oC
-1
66,1 1.204 2.454 1.010
Lascano (1991) Lascano (1991) Lascano (1991) Lascano (1991)
2. TANAMAN Efisiensi Penggunaan Radiasi Luas Daun Spesifik Koefisien pemadaman Koefisien respirasi pemeliharaan Koefisien respirasi pertumbuhan Thermal unit (Granola/Atlantis) Plant-emergence Vegetative
Tuber initiation Tuber bulking
Maturation Suhu dasar
RUE (Granola) RUE (Atlantis)) SLA k (Granola) k (Atlantis) km kg TU1 TU2 TU3 TU4 TU5 Tb
g MJ-1 harig MJ
-1
-1 hariha kg
-1
unitless -1
unitless hari 0hari
C 0
hari C
0
hari C
0
hari C
0C 0
C
1,12 1,79 0,005 0,3 0,2 0,015 0,14 160/168 170/175 110/115 360/378 200/217 10
Percobaan ini Percobaan ini Percobaan ini Percobaan ini Percobaan ini Amthor (2000) Amthor (2000) Percobaan ini Percobaan ini Percobaan ini Percobaan ini Percobaan ini Percobaan ini
3. TANAH Titik layu permanen Kapasitas lapang Tetapan U Tetapan α
TLP KL U α
% % mm mm
28 35
12 5,08
Percobaan ini Percobaan ini Ritchie (1972) Ritchie (1972)
6.5.2. Validasi Submodel Perkembangan, Pertumbuhan, dan Neraca Air Tanaman Kentang
Validasi dilakukan dengan membandingkan beberapa peubah-peubah
prediksi model dengan hasil pengamatan atau pengukuran lapang (Boote et al.
97
1996; Hoower dan Perry 1989). Validasi menggunakan data hasil pengamatan
dan pengukuran Percobaan II di daerah Galudra, Jawa Barat, perlakuan J2U1 dan
Percobaan III di daerah Kerinci, Jambi, perlakuan J1V1 dan J1V2. Validasi
dengan uji t berpasangan dilakukan untuk ketiga submodel pada peubah-peubah
prediksi model. Tabel 12 menunjukkan hasil uji t berpasangan peubah-peubah
antara prediksi model dengan hasil pengukuran lapang (observasi).
Tabel 12. Uji berpasangan t-student peubah-peubah ketiga submodel Percobaan II dan Percobaan III.
Peubah Satuan P-Value Perbedaan
Percobaan II (Granola) I Submodel Perkembangan
Umur tanaman hari
0,688
tn
II Submodel Pertumbuhan LAI Biomassa akar Biomassa batang Biomassa daun Biomassa umbi
unitless kg hakg ha
-1
kg ha-1
kg ha-1
-1
0,061 0,636 0,751 0,015 0,795
tn tn tn n tn
III Submodel Neraca Air Kadar air tanah (0-60 cm)
mm
0,061
tn
Percobaan III (Granola) I Submodel Perkembangan
Umur tanaman hari
0,688
tn
II Submodel Pertumbuhan LAI Biomassa akar Biomassa batang Biomassa daun Biomassa umbi
unitless kg hakg ha
-1
kg ha-1
kg ha-1
-1
0,066 0,669 0,070 0,171 0,804
tn tn tn tn tn
Percobaan III (Atlantis) I Submodel Perkembangan
Umur tanaman hari
0,041
n
II Submodel Pertumbuhan LAI Biomassa akar Biomassa batang Biomassa daun Biomassa umbi
unitless kg hakg ha
-1
kg ha-1
kg ha-1
-1
0,043 0,016 0,258 0,042 0,173
n n tn n tn
III Submodel Neraca Air Kadar air tanah (0 – 60 cm)
mm
0,326
tn
Keterangan : tn = tidak nyata, n = nyata
Hasil pengujian dengan uji t berpasangan antara prediksi model dan
observasi pada varietas Granola menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
(P > 0,05) di hampir semua peubah yang diuji, kecuali pada biomassa daun (Tabel
12). Tabel 12 juga menunjukkan hasil pengujian pada varietas Atlantis yang tidak
berbeda nyata (P > 0,05) pada biomassa akar dan umbi serta kadar air tanah.
98
Berdasarkan hasil uji t peubah-peubah ketiga submodel pada Percobaan II dan III
varietas Granola dan Atlantis, menunjukkan bahwa model mampu memprediksi
perkembangan, pertumbuhan tanaman dan kadar air tanah sesuai pengukuran
lapang.
6.5.2.1. Submodel Perkembangan Tanaman
Validasi grafik submodel perkembangan tanaman dilakukan dengan
membandingkan umur tanaman pada periode fase perkembangan prediksi model
dengan observasi pada Percobaan II dan III. Fase perkembangan tanaman
kentang yang diamati terdiri dari : fase 1 = tanam - awal muncul tunas, fase 2 =
muncul tunas - awal pembentukan umbi, fase 3 = awal pembentukan umbi-
pengisian umbi, fase 4 = awal pengisian umbi - pematangan umbi, dan fase 5 =
awal pematangan umbi - awal panen. Validasi secara grafik pada umur tanaman
prediksi model dengan observasi di Galudra (Granola) dan Kerinci (Granola,
Atlantis) ditunjukkan pada Gambar 23.
Hasil uji t berpasangan umur tanaman varietas Granola menunjukkan
prediksi model dan observasi tidak berbeda nyata (P>0,05) dan berbeda nyata
pada varietas Atlantis (Tabel 12). Pengujian secara grafik (uji 1 : 1) menunjukkan
sebaran data menyebar sekitar garis 1 : 1, dengan nilai koefisien determinasi (R2)
antara model dengan observasi yang tinggi (R2
> 0,90). Dengan demikian, hasil
validasi menyatakan model tidak berbeda nyata dengan pengukuran lapang.
Validasi menunjukkan bahwa model mampu memprediksi umur tanaman pada
setiap periode fase-fase perkembangan tanaman sesuai pengamatan lapang di
Galudra dan Kerinci.
99
(a)
(b)
Gambar 23. Perbandingan antara prediksi model dan observasi umur tanaman di Galudra [Granola] dan kerinci [Granola,Atlantis] (a). Perbandingan plot 1 : 1 (b).
6.5.2.2. Submodel Pertumbuhan Tanaman
Indeks Luas Daun (LAI)
Uji t berpasangan antara prediksi model dan observasi peubah LAI
menunjukkan hasil pengujian tidak berbeda nyata pada varietas Granola dan
berbeda nyata pada Atlantis (Tabel 12). Pengujian secara grafik (uji 1 : 1)
menunjukkan sebaran data antara prediksi model dengan observasi cenderung
menyebar pada garis 1 : 1, kecuali pada akhir pertumbuhan tanaman keluaran
model lebih rendah (Gambar 24). Nilai koefisien determinasi (R2) prediksi model
dan observasi pada verietas Granola di Galudra cukup tinggi sebesar 0,81. Nilai
R2 varietas Granola di Kerinci sebesar 0,89, sedangkan varietas atlantis sebesar
0,93.
100
(a) (b)
Gambar 24. Perbandingan antar prediksi model dan observasi LAI tanaman kentang di Galudra [Granola] dan Kerinci [Granola, Atlantis] (a), dan perbandingan plot 1 : 1 (b).
Biomassa akar, Batang, Daun, dan Umbi
Hasil pengujian dengan uji t berpasangan pada biomassa (akar, batang,
daun, dan umbi) varietas Granola, menunjukkan prediksi model dan observasi
tidak berbeda nyata (P > 0,05). Pengujian pada varietas Atlantis menunjukkan
prediksi model dan observasi tidak berbeda nyata (P > 0,05) pada biomassa
batang dan umbi, dan berbeda nyata (P < 0,05) pada biomassa akar dan daun. Uji
grafik (uji 1 : 1) menunjukkan semua data hasil prediksi model dan observasi
banyak menyebar pada garis 1 : 1. Nilai koefisien determinasi (R2) hubungan
tersebut untuk biomassa akar, batang, daun, umbi cukup tinggi, yaitu berturut-
turut di Galudra sebesar : 0,90; 0,89; 0,87; dan 0,86, di Kerinci varietas Granola
0,86; 0,92; 0,97; dan 0,90 dan varietas Atlantis 0,94; 0,92; 0,91; dan 0,95.
Validasi menunjukkan model dapat memprediksi LAI, biomassa akar, batang,
daun, dan umbi pada kedua varietas sesuai pengukuran lapang di Galudra dan
101
Kerinci. Validasi secara grafik biomassa akar, batang, daun, dan umbi antara
prediksi model dengan observasi di Galudra (Granola), Kerinci (Granola dan
Atlantis) ditunjukkan pada Gambar 25, 26, dan 27.
(a) (b)
Gambar 25. Perbandingan antara keluaran model dan observasi biomassa akar,
batang, daun, dan umbi tanaman kentang di Galudra varietas Granola (a), Perbandingan plot 1 : 1 (b).
102
(a) (b)
Gambar 26. Perbandingan antara prediksi model dan observasi biomassa akar, batang, daun, dan umbi di Kerinci varietas Granola (a), dan perbandingan plot 1 : 1 (b).
103
(a) (b)
Gambar 27. Perbandingan antara prediksi model dan observasi biomassa akar, batang, daun, dan umbi di Kerinci varietas Atlantis (a), dan perbandingan plot 1 : 1 (b).
6.5.2.3. Submodel Neraca Air
Pengujian prediksi model pada peubah kadar air tanah dengan uji t
berpasangan di Galudra dan Kerinci menunjukkan prediksi model tidak berbeda
nyata dengan observasi (Tabel 12). Demikian pula pada uji grafik, sebaran data
104
hasil prediksi model dan observasi banyak menyebar pada garis 1 : 1, dengan nilai
R2 yang tinggi yaitu 0,88 (Galudra) dan 0,85 (Kerinci). Validasi secara grafik
kadar air tanah prediksi model dengan observasi di Galudra dan Kerinci
ditunjukkan pada Gambar 28.
(a) (b)
Gambar 28. Perbandingan antara prediksi model dan observasi kadar air tanah di Galudra dan Kerinci (a), dan perbandingan plot 1 : 1 (b).
Seperti pada submodel perkembangan dan pertumbuhan tanaman, model
juga mampu memprediksi fluktuasi kadar air tanah harian selama pertumbuhan
tanaman kentang sesuai pengukuran lapang di Galudra dan Kerinci.
6.6. Kesimpulan
1. Hasil pengujian dengan uji t berpasangan antara prediksi model dan observasi
di Galudra dan Kerinci untuk varietas Granola menunjukkan perbedaan yang
tidak nyata pada peubah umur tanaman, biomassa akar, batang, dan umbi,
LAI serta kadar air tanah. Pengujian pada varietas Atlantis menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) hanya pada biomassa akar dan umbi
serta kadar air tanah. Namun demikian, berdasarkan uji grafik hubungan
antara prediksi model dengan pengukuran lapang menghasilkan koefisien
determinasi (R2) yang lebih besar dari 0,80 untuk semua peubah yang diuji.
105
2. Berdasarkan validasi tersebut, model simulasi tanaman kentang dapat
mensimulasi proses dari setiap periode fase perkembangan tanaman, produksi
biomassa dari masing-masing organ tanaman berupa akar, batang, daun, dan
umbi, serta LAI dan kadar air tanah sesuai dengan pengukuran lapang.
Model simulasi yang disusun dapat diaplikasikan untuk memprediksi potensi
produksi dan antisipasi dampak perubahan iklim terhadap produktivitas
kentang pada sentra-sentra produksi kentang di Indonesia.
3. Model yang disusun tetap mempunyai keterbatasan antara lain tidak
mensimulasi limpasan permukaan yang umumnya cukup tinggi pada
pertanaman kentang. Model yang disusun juga berasumsi unsur hara tanah
dalam keadaan cukup dan bukan merupakan faktor pembatas. Hama penyakit
tanaman juga dianggap tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
kentang yang dimodelkan. Walaupun dengan keterbatasan yang ada, model
simulasi yang disusun dapat diaplikasikan untuk membantu perencanaan
seperti antisipasi dampak perubahan iklim akibat kenaikan suhu udara atau
perubahan curah hujan terhadap produksi kentang pada sentra-sentra produksi
di Indonesia.