karakteristik tanah pada berbagai tutupan vegetasi …
TRANSCRIPT
KARAKTERISTIK TANAH PADA BERBAGAI
TUTUPAN VEGETASI DAN KETINGGIAN TEMPAT
DI HUTAN KEMASYARAKATAN ARTHAGIRI
KABUPATEN SUMBAWA
SKRIPSI
Oleh
Miftahul Irsyadi Purnama
C1L016061
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2020
ii
KARAKTERISTIK TANAH PADA BERBAGAI
TUTUPAN VEGETASI DAN KETINGGIAN TEMPAT
DI HUTAN KEMASYARAKATAN ARTHAGIRI
KABUPATEN SUMBAWA
SKRIPSI
Oleh
Miftahul Irsyadi Purnama
C1L016061
Skripsi ini Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Pertanian, Universitas
Mataram
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2020
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Miftahul Irsyadi Purnama
NIM : C1L016061
menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya yang belum pernah diajukan
untuk mendapatkan gelar pada perguruan tinggi manapun, dan bukan merupakan
duplikasi sebagian atau seluruhnya dari karya orang lain yang diterbitkan atau yang
tidak diterbitkan, kecuali kutipan berupa data atau informasi yang sumbernya
dicantumkan dalam naskah dan Daftar Pustaka.
Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan
bertanggung-jawab, dan saya bersedia menerima sanksi pembatalan skripsi apabila
terbukti melakukan duplikasi terhadap karya ilmiah lain yang sudah ada.
Mataram, 10 Juli 2020
Miftahul Irsyadi Purnama
C1L016061
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi yang telah diajukan oleh:
Nama : Miftahul Irsyadi Purnama
NIM : C1L016061
Program Studi : Kehutanan
Jurusan : Kehutanan
Judul skripsi : Karakteristik Tanah Pada Berbagai Tutupan Vegetasi dan
Ketinggian Tempat di Hutan Kemasyarakatan Arthagiri
Kabupaten Sumbawa.
telah berhasil dipertahankan di depan Dosen Penguji yang terdiri atas: Muhamad
Husni Idris, SP., M.Sc., Ph.D., Dr. Ir. Markum, M.Sc., dan Dr. Hairil Anwar,
S.Hut., MP., pada 8 Juli 2020, dan diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan. Pada Fakultas Pertanian Universitas
Mataram.
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing.
Menyetujui:
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Muhamad Husni Idris, SP., M.Sc., Ph.D Dr. Ir. Markum, M.Sc
NIP. 19701231 199512 1 001 NIP. 19631030 199003 1 001
Mengetahui:
Dekan Ketua
Fakultas Pertanian, Jurusan Kehutanan,
Ir. Sudirman, M.Sc., Ph.D Muhamad Husni Idris, SP., M.Sc., Ph.D
NIP. 19610616 198609 1 001 NIP. 19701231 199512 1 001
Tanggal Pengesahan : _______________________
v
KATA PENGANTAR
وبركات ه الله ورحمة عليك م السلام
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhana Wata’ala yang telah
menciptakan alam semesta raya dengan segala fenomenanya sehingga kami dapat
mempelajari kebesaran-kebesaran dan keagungan-Nya.
Pada selembar kertas ini penulis menyampaikan penghargaan kepada
berbagai pihak yang telah membantu, mendukung, menemani penulis baik secara
lansung maupun tidak lansung dalam menyelesaikan Sarjana dan Skripsi ini. Oleh
sebab itu penulis ucapkan terima kasih yang sangat besar, yang mungkin ucapan
terima kasih tidak akan cukup atas dedikasi yang telah diberikan kepada,
1. Kedua orang tua Ibunda tercinta Heni Sri Mulyanti dan Ayahanda tercinta
Drs. Sudirman, MM. terima kasih atas segala doa dan pengorbanan yang
diberikan sehingga dapat mengantar penulis dalam meraih gelar sarjana.
2. Kedua Dosen Pembimbing Bapak Muhamad Husni Idris, SP. M.Sc., Ph.D
dan Bapak Dr. Ir. Markum, M.Sc yang telah membimbing penulis dalam
menyusun skripsi.
3. Seluruh Dosen Universitas Mataram, khususnya kepada Dosen Prodi
Kehutanan dan Staf Prodi Kehutanan, yang telah mengajarkan, mendidik,
dan membina kami.
4. Seluruh saudara, sahabat, kolega, saudara-saudara Kehutanan angakatan
2016, Himasylva PC-Unram, dan kekasih yang telah menemani dan
mewarnai perjalanan di bangku perkuliahan ini.
5. Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, yang telah memberikan beasiswa kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan sarjana dengan baik dan lancar.
6. Pengelola HKm Swagortha Arthagiri dan KPH Brang Rea Puncak Ngengas,
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.
Semoga Allah Subhana Wata’ala dapat membalas segala bantuan yang tak terbilang
selama ini dengan kebaikan yang lebih banyak lagi.
vi
Akhirnya semoga skrispsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
memerlukannya…
و السلام عليك م ورحمة الله وبركات ه
Mataram, 10 Juli 2020
Penulis
Miftahul Irsyadi Purnama
C1L016061
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...……………………………….……………...……….. i
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
RINGKASAN ................................................................................................ xii
I. PENDAHULUAN .........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................3
1.4 Hipotesis Penelitian .........................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian ..........................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................5
2.1 Hutan Kemasyarakatan ...................................................................5
2.2 Geografis dan Demografi Lokasi Penelitian ...................................6
2.3 Vegetasi dan Tutupan Vegetasi .......................................................7
2.4 Topografi dan sifat tanah ................................................................8
2.5 Tanah ...............................................................................................9
2.6 Sifat Karateristik Tanah ..................................................................9
III. METODE PENELITIAN ..........................................................................15
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................15
viii
3.2 Bahan dan Alat ..............................................................................15
3.3 Metode Penelitian..........................................................................16
3.4 Jenis Data dan Sumber Data .........................................................16
3.5 Variable Pengukuran .....................................................................17
3.6 Teknik Pengambilan Data .............................................................17
3.7 Analasis Data ................................................................................20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................26
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................26
4.2 Komposisi Vegetasi ......................................................................27
4.3 Karakteristik Tanah .......................................................................38
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................50
5.1 Kesimpulan ...................................................................................50
5.2 Saran ..............................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................52
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.5.1 Variabel Pengukuran……………………………………. 17
3.6.2.1 Ketinggian tempat dan kemiringan lahan setiap kelas .... 20
3.7.3.1 Deskripsi tipe-tipe struktur tanah……………………….. 22
3.7.7.1 Kelas Porositas Tanah…………………………………... 24
3.7.9.1 Analisis Keragaman ANOVA One Way………………... 25
3.7.9.2 Analisis Keragaman ANOVA Two Way………………... 25
4.2.1.1 Indeks Nilai Penting (INP) Seleruh plot………………… 28
4.2.1.2 Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi semak perdu dan
hutan alam……………………………………………….
30
4.2.1.3 Indeks Nilai Penting (INP) ketinggian tempat dalam
vegetasi semak perdu……………………………………
31
4.2.1.4 Indeks Nilai Penting (INP) ketinggian tempat dalam
vegetasi hutan alam……………………………………...
32
4.3.1.1 Tekstur Tanah…………………………………………... 38
4.3.2.1 Struktur Tanah………………………………………….. 40
4.3.3.1 Warna Tanah……………………………………………. 41
4.3.6.1 Analisis Keragaman ANOVA Kedalaman lapisan tanah
(faktor ketinggian dan kemiringan) di vegetasi semak
perdu……………………………………………………..
47
4.3.6.2 Analisis Keragaman ANOVA kedalam lapisan tanah
(faktor ketinggian dan kemiringan) di vegetasi hutan
alam………………………………………………….......
47
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.6.2.1 Peta Lokasi Penelitian……………………………… 18
3.6.2.2 Lokasi Titik Sample………………………………… 19
4.1.1 Peta Desa Sabedo………………………...…………. 26
4.2.2.1 Keanekaragaman Jenis Vegetasi Seluruh Plot……… 34
4.2.2.2 Keanekaragaman jenis vegetasi semak perdu (V1)
dan hutan alam (V2)…………………………………
35
4.2.2.3 Keanekaragaman jenis pada ketinggian tempat dalam
vegatasi semak perdu (V1)…………………………..
36
4.2.2.4 Keanekaragaman jenis pada ketinggian tempat dalam
vegatasi hutan alam (V2)…………………….
37
4.3.4.1 Bulk Denisty………………………………………... 43
4.3.5.1 Porositas……………………………………………. 44
4.3.6.1 Kedalaman Lapisan Tanah…………………………. 46
4.3.7.1 pH Tanah …………………………………………… 48
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Letak Plot……………………………………………………...
2. Vegetasi………………………………………………………..
61
62
3. Indeks Nilai Penting…………………………………………... 75
4. Keanekaragaman Jenis………………………………………... 78
5. Tekstur Tanah………………………………………………… 85
6. Struktur Tanah………………………………………………... 87
7. Warna Tanah………………………………………………….. 88
8. Bulk Density………………………………………………….. 89
9. Porositas Tanah………………………………………………. 92
10. Kedalaman Lapisan Tanah…………………………………… 95
11. pH Tanah……………………………………………………… 96
12. Analisis ANOVA SPSS Bulk Density………………………... 97
13. Analisis ANOVA SPSS Porositas……………………………. 100
14. Analisis ANOVA SPSS Kedalaman Lapisan Tanah…………. 103
15. Analisis ANOVA SPSS pH Tanah…………………………… 105
16. Segitiga Tekstur Tanah……………………………………….. 108
17. Peta Ketinggian Per Plot……………………………………… 109
18. Peta Kemiringan Per Plot……………………………………...
19. Foto Kegiatan Penelitian………………………………………
110
111
xii
RINGKASAN
HKm Swagotra Arthagiri berada di Desa Sabedo Kecamatan Utan
Kabupaten Sumbawa. HKm Arthagiri memiliki kondisi landscape didominasi oleh
perbukitan dengan kondisi umum adalah lahan kering tadah hujan dengan tutupan
vegetasi pada hulu yaitu semak perdu dan hutan alam serta pada bagian hilir yaitu
vegetasi agroforestry dan ladang persawahan. HKm Arthagiri dikelola oleh
penduduk sekitar untuk diambil jasa lingkungan berupa air. dalam pengelolaan
tersebut penting untuk dilakukan identifikasi karateristik tanah di kawasan
tersebut. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui karateristik tanah pada
berbagai tutupan vegetasi dan ketinggian tempat di HKm Arthagiri. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan pengkelasan
tutupan vegetasi dan pembagian interval ketinggian tempat. Hasil dalam penelitian
ini, ditemukan 2 tipe tutupan vegetasi yaitu hutan semak perdu dan hutan alam.
dimana pada hutan semak perdu ketinggian 0-150 mdpl dan 150-300 mdpl
memiliki tekstur tanah yaitu lempung, lempung berdebu dan lempung liat berpasir,
struktur tanah berbentuk granuler, warna tanah berwarna brown dan dark redish
brown, bulk density berkisar antara 0.77 g.cm-3 – 0.87 g.cm-3, porositas berkisar
antara 56,52 % - 66,53%, kedalaman lapisan tanah berkisar antara 32.7 cm – 100
cm, dan pH tanah berkisar antara 3,8 – 5,0. Sedangkan pada hutan alam ketinggian
150-300 mdpl dan >300 mdpl memiliki tekstur tanah yaitu lempung dan lempung
berdebu, struktur tanah berbentuk granuler, warna tanah berwarna brown dan dark
redish brown, bulk density berkisar antara 0.68 g.cm-3 – 0.97 g.cm-3, porositas
berkisar antara 53,45 % - 66,98%, kedalaman lapisan tanah berkisar antara 18,3 cm
– 38,3 cm, dan pH tanah berkisar anntara 3,4 – 5,4.
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB), Provinsi NTB memiliki luas kawasan hutan sebesar
1.071.722 ha atau 50% dari luas total Pronvinsi NTB. Suradiredja et al (2017)
memaparkan penetapan kawasan hutan di NTB lebih banyak didasarkan pada
kondisi fisik wilayah terutama menyangkut topografi akibat pengaruh pegunungan
terutama Rinjani, Tambora, Pucak Ngengas, dan sebagainya. Kondisi ini bermakna
pada satu sisi memberi perlindungan terhadap daerah bawahan, dan di sisi lain
dipandang sebagai penghambat pembangunan karena perizinan penggunaan
kawasan hutan yang cukup rumit. Perkembangan sejarah mencatat adanya
perubahan paradigma pengelolaan hutan dari pengelolaan hutan oleh negara (state
based forest management) ke arah pengelolaan hutan bersama masyarakat, yaitu
pengelolaan hutan yang harus melibatkan dan mensejahterakan masyarakat sekitar
hutan, Kebijakan tersebut saat ini dikenal sebagai Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Salah satu HKm yang terdapat di Provinsi NTB adalah HKm Swagotra
Arthagiri yang berada di Desa Sabedo Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa, atau
sering disebut HKm Wanagiri. HKm Wanagiri ditetapkan melalui Surat Keputusan
Menteri Kehutananan RI Nomor 36/MENHUT-II/2014 dengan luas 200 Ha.
Pengelolaan hutan di HKm Wanagiri dikatakan berhasil, karena dalam
pengelolaannya, HKm Wanagiri dapat memasok kebutuhan air sepanjang tahun di
lahan yang kering, dengan rata-rata bulan kering selama 8 bulan, rata-rata bulan
basah antra 3-4 bulan dan dengan klasifikasi iklim Shimdt dan Ferguson yaitu tipe
D (Markum, 2014). Kondisi lanskap HKm Wanagiri didominasi oleh perbukitan
dengan kondisi umum adalah lahan kering tadah hujan dengan tutupan vegetasi
pada hulu yaitu semak perdu dan hutan alam serta pada bagian hilir yaitu vegetasi
agroforestry dan ladang persawahan. Dalam memenuhi kebutuhan air, masyarakat
di HKm Wanagiri telah melalukan penanaman pohon yang dapat menyimpan air
2
seperti pohon beringin dan pohon ara. Namun dalam proses penanaman pohon
tersebut, tidak semua pohon dapat tumbuh, terutama pada kawasan yang
bervegetasi semak perdu dan kebanyakan pohon hanya bisa tumbuh pada kawasan
hutan alam saja.
Menurut Siaahan (2018) Cit Sparling et al (2014) penutupan oleh vegetasi
memberi efek positif bagi daerah yang ternaungi, penutup lahan nantinya akan
mengurangi aliran permukaan, mencegah erosi tanah dan banjir, serta menjaga suhu
tanah dan daerah sekitar. Persebaran vegetasi dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik
lahan yang ada, diantaranya adalah kondisi topografi lahan dan karateristik tanah.
Tanah adalah sistem yang kompleks yang merupakan bagian dari ekosistem.
Sebagai bagian dari ekosistem, tanah dan tumbuhan merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi. Kehidupan tumbuhan di atas tanah sangat dipengaruhi kondisi
tanah sebagai media penyedia hara dan air. Sementara keberadaan tumbuhan dapat
menentukan sifat tanah. Tumbuhan akan berperan sebagai sumber utama bahan
organik. Selain menjadi sumber bahan organik ke tanah, kanopi tanaman, sistem
akar, dan serasahnya dapat mempengaruhi sifat morfologi dan kimia tanah.
Berdasarkan penjelasan di atas perlu dilakukannya studi karakteristik tanah
di HKm Arthagiri, Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karateristik tanah dan
pengaruh keanekaragaman vegetasi, kontur lahan, dan kemiringan lahan pada
karateristik tanah. Hal ini penting dilakukan, sebagai basis data dan informasi dalam
pengelolaan HKm Arthagiri yang merupakan sumber mata air masyrakat sekitar
kawasan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik sifat tanah; tekstur, struktur, warna, bulk density,
porositas, kedalaman lapisan tanah, dan pH tanah pada berbagai tutupan
vegetasi di HKm Arthagiri Kabupaten Sumbawa?
2. Bagaimana karakteristik sifat tanah; tekstur, struktur, warna, bulk density,
porositas, kedalaman lapisa tanah, pH tanah pada berbagai ketinggian tempat
di HKm Arthagiri Kabupaten Sumbawa?
3
3. Apakah variabel bulk density, porositas, kedalaman lapisan, dan pH Tanah
terdapat perbedaan disetiap tutupan vegetasi dan ketinggian tempat di HKm
Arthagiri Kabupaten Sumbawa?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik sifat tanah; tekstur, struktur, warna, bulk
density, porositas, kedalaman lapisan tanah, dan kemasaman (pH) tanah pada
berbagai tutupan vegetasi di HKm Arthagiri Kabupaten Sumbawa.
2. Untuk mengetahui karakteristik sifat tanah; tekstur, struktur, warna, bulk
density, porositas, kedalaman lapisan tanah, dan kemasaman (pH) tanah, pada
tiap ketinggian di HKm Arthagiri Kabupaten Sumbawa.
3. Untuk mengetahui perbedaan variabel bulk density, porositas, kedalaman
lapisan tanah, dan pH tanah pada berbagai tutupan vegetasi dan ketinggian
tempat di HKm Arthagiri Kabupaten Sumbawa.
1.4 Hipotesis Penelitian
H0 = Tidak terdapat perbedaan variabel bulk density pada berbagai tutupan
vegetasi dan ketinggian tempat.
H1 = Terdapat perbedaan variabel bulk density pada berbagai tutupan vegetasi
dan ketinggian tempat.
H0 = Tidak terdapat perbedaan variabel porositas tanah pada berbagai tutupan
vegetasi dan ketinggian tempat.
H1 = Terdapat perbedaan variabel porositas tanah pada berbagai tutupan vegetasi
dan ketinggian tempat.
H0 = Tidak terdapat perbedaan variabel kedalaman lapisan tanah pada berbagai
tutupan vegetasi dan ketinggian tempat.
H1 = Terdapat perbedaan variabel kedalaman lapisan tanah pada berbagai tutupan
vegetasi dan ketinggian tempat.
H0 = Tidak terdapat perbedaan variabel pH tanah pada berbagai tutupan vegetasi
dan ketinggian tempat.
H1 = Terdapat perbedaan variabel pH tanah pada berbagai tutupan vegetasi dan
ketinggian tempat.
4
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjadi syarat kelulusan Sarjana Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Mataram.
2. Memberikan informasi kepada masyrakat, pemerintah dan instansi terkait
tentang karakteristik tanah pada berbagai tutupan vegetasi di Arthagiri
Kabupaten Sumbawa.
3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Kemasyarakatan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.88/Menhut-II/2014 mendefinisikan
Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya
ditunjukan untuk masyarakat setempat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil
dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan
hidup. Secara teknis, HKm adalah hutan negara yang diprioritaskan
pemanfaatannya untuk tujuan pemberdayaan masyarakat. HKm merupakan salah
satu dari 5 skema perhutanan sosial disamping Hutan Desa, Hutan Adat, Kemitraan
Kehutanan dan Hutan Tanaman Rakyat yang dikembangkan oleh Kementerian
Kehutanan secara kolaboratif bersama masyarakat. Skema HKm ini dapat
diterapkan pada kawasan hutan lindung, hutan produksi dan kawasan pelestarian
alam pada zonasi tertentu yang tidak dibebani hak-hak lain dibidang kehutanan atau
izin kelola, dimana kawasan tersebut telah menjadi sumber mata pencaharian
masyarakat di sekitarnya (Suradiredja, et al, 2017)
Sopar (2010) cit Waznah (2006) ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh
bagi masyarakat, pemerintah dan lingkungan terhadap fungsi hutan kemasyrakatan
yaitu:
a. Bagi Masyarakat, HKm dapat: (a) memberikan kepastian akses untuk turut
mengelola kawasan hutan, (b) menjadi sumber mata pencarian, (c) ketersediaan
air yang dapat dimanfaatkan untuk rumah tangga dan pertanian terjaga, dan (d)
hubungan yang baik antara pemerintah dan pihak terkait lainnya.
b. Bagi pemerintah, HKm dapat: (a) sumbangan tidak langsung oleh masyarakat
melalui rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana, dan (b)
kegiatan HKm berdampak kepada pengamatan hutan.
c. Bagi fungsi hutan dan restorasi habitat (a) terbentuknya keanekaragaman
tanman, (b) terjaganya fungsi ekologis dan hidrologis, melalui pola tanam
6
campuran dan teknis konservasi lahan yang diterapkan, dan (c) menjaga
kekayaan alam flora dan fauna yang telah ada sebelumnya.
Data dinas LHK Provinsi NTB tahun 2019 menunjukkan luas kekelola
hutan kemasyarakatan di NTB memiliki luas total 24271.6 hektar, dengan luas
kekelola HKm hutan lindung seluas 14348.09 hektar dan luas kelola HKm hutan
produksi seluas 9923.51 hektar, dimana kabupaten dengan luas kelola HKm
terbanyak ada pada kabupaten Lombok Barat dan Sumbawa barat.
Hasil evaluasi HKm di hutan produksi yang diwakili oleh HKm Unit
Sambelia menunjukkan bahwa HKm di hutan produksi berada pada kondisi sedang
dengan skor 47,36. Faktor pembatas dari aspek teknik yang menyebabkan kondisi
HKm di hutan produksi berada dalam kondisi sedang adalah kondisi biofisik dan
kondisi tanaman. Sedangkan hasil evaluasi HKm di hutan lindung yang diwakili
oleh HKm Sesaot dan HKm Darussadiqien menunjukkan bahwa HKm dihutan
lindung berada pada kondisi sedang dengan skor masing-masing 53,17 (HKm
Sesaot) dan 45,77 (HKm Darussadiqien). Faktor pembatas dari aspek teknik
yang menyebabkan kondisi HKm di hutan lindung berada dalam kondisi sedang
adalah usaha tani dan konservasi (Nandini, 2013).
2.2 Geografis dan Demografi Lokasi Penelitian
Kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat terletak di ujung barat
Pulau Sumbawa, terletak pada koordinat 116" 42' -118" 22' BT dan 8" 8' - 9" 7' LS
dengan luas wilayah 6.643,98 km2. Topografi Kabupaten Sumbawa cenderung
berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar antara 0 hingga 1.730 mdpl, dimana
41,81 % berada pada ketinggian 100-500 mdpl. Kabupaten Sumbawa merupakan
daerah yang beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim hujan dan musim
kemarau. Pada tahun 2011 temperatur maksimum mencapai 36,6° C yang terjadi
pada bulan Oktober dan temperatur minimum 32,0° C yang terjadi pada bulan
Januari. Rata-rata kelembaban udara tertinggi selama tahun 2011 mencapai 89%
pada bulan Januari dan terendah mencapai 70% pada bulan Agustus dan September,
serta tekanan udara maksimum 1.011,1 mb dan minimum 1.006,5 mb
(Sumbawakab, 2020).
7
Wanagiri adalah satu kesatuan pemukiman warga pendatang dari Bali yang
menetap di Kabupaten Sumbawa. Banjar Wanagiri didiami oleh etnis Bali yang
secara geografis keberadaanya dikelilingi oleh komunitas etnis Samawa
(Sumbawa), dengan jumlah penduduk sebanyak 135 KK dan total luas lahan
perkebunan (khususnya lahan kering) seluas 400 Ha. Secara administratif, Desa
Sabedo termasuk dalam wilayah Kecamatan Utan dengan batas wilayah sebagai
berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Desa Jorok, sebelah selatan Berbatasan
dengan kawasan hutan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Rhee dan sebelah
barat berbatasan dengan Desa Jorok. Kondisi lanskap didominasi perbukitan
menjadikan wilayah ini sebagai lahan pertanian yang luas. Hal ini tergambar dari
data penggunaan lahan dimana lahan pertanian menempati 4.639 Ha atau sekitar
99.16% dari luas lahan di Desa Sabedo (Markum, 2014).
2.3 Vegetasi dan Tutupan Vegetasi
Vegetasi merupakan keseluruhan tumbuhan dari suatu area, vegetasi
berfungsi sebagai area penutup lahan, Penutupan oleh vegetasi memberi efek positif
bagi daerah tersebut, penutup lahan nantinya akan mengurangi aliran permukaan,
mencegah erosi tanah dan banjir, serta menjaga suhu tanah dan daerah sekitar.
Persebaran vegetasi dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik lahan yang ada,
diantaranya adalah kondisi topografi lahan (Maryantika et al, 2011).
Menurut Irwan (2015) Vegetasi memiliki peran dalam ekosistem sebagai
berikut:
1. Sebagai perubah terbesar dari lingkungan karena mempunyai fungsi sebagai
perlindungan sehingga dapat mengurangi radiasi matahari, mengurangi
temperature yang ekstrim, proses transpirasi dapat mengalirkan air dari tanah
ke udara dan serasah dapat menambah humus pada tanah.
2. Sebagai pengikat energy untuk seluruh ekosistem. Hanya vegetasi yang dapat
memanfaatkan energi surya secara lansung dan mengubahnya menjadi berguna
bagi organisme lain, melalui proses fotosintesis.
3. Sebagai sumber hara mineral, kehidupan memerlukan karbon, hydrogen,
oksigen, kalsium dan unsur lainya yang terdapat dalam tanah dan atmosfer.
8
Unsur-unsur tersebut tersedia bagi organisme hidup lainya setelah melalui
proses-proses sintesis yang terjadi dalam tanaman.
Kelas penutup lahan dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu daerah
bervegetasi dan daerah tak bervegetasi. Semua kelas penutupan lahan dalam
kategori daerah bervegetasi diturunkan dari pendekatan konseptual struktur
fisiognomi yang konsisten dari bentuk tumbuhan, bentuk tutupan, tinggi tumbuhan
dan distribusi spasialnya. Sedangkan dalam kategori tak bervegetasi, pendetailan
kelas mengacu pada aspek permukaan tutupan, distribusi atau kepadatan dan
ketinggian atau kedalaman objek (SNI 7645:2010).
2.4 Topografi dan sifat tanah
Topografi merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pembentuk
tanah (Nugroho 2016 cit Hardjowigeno, 2003; Pairunan et al. 1997). Kondisi
topografi yang beragam menyebabkan variasi didalam sifata-sifat tanah masing-
masing posisi lereng. Tanah pada lereng bagian atas cenderung lebih dangkal akibat
dari proses pengikisan tanah (Hardjowigeno, 2003; Hanafiah 2012). Tanah pada
lereng bagian bawah cenderung mempunyai solum tanah yang dalam sebagai akibat
dari timbunan tanah yang terkikis dari lereng di atasnya. Sifat tanah yang berkaitan
dengan relief ialah solum tanah, bulk density (BD), porositas tanah, partikel density
(PD), pH tanah, basa-basa tukar didalam tanah dan lain-lain (Arsyad, 1989;
Purwowidodo, 1991; Hardjowigeno, 2003). Meurut Nugroho (2006) sifat yang
terpengaruh sebagai akibat perbedaan kelerengan ialah kedalam efektif akar, persen
batuan yang menunjukkan rintangan mekanis akar dan persen perakaran didalam
horizon/profil tanah.
Menurut Adrian et al (2014) di daerah tropis secara umum dicirikan oleh
keadaan iklim yang hampir seragam, namun dengan adanya perbedaan geografis
seperti perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) akan
menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada tempat tersebut,
terutama suhu, kelembaban dan curah hujan. Unsur-unsur cuaca dan iklim tersebut
banyak dikendalikan oleh letak lintang, ketinggian, jarak dari laut, topografi, jenis
tanah dan vegetasi. Pada dataran rendah ditandai oleh suhu lingkungan, tekanan
9
udara dan oksigen yang tinggi. Sedangkan dataran tinggi banyak mempengaruhi
penurunan tekanan udara dan suhu udara serta peningkatan curah hujan. Laju
penurunan suhu akibat ketinggian memiliki variasi yang berbeda-beda untuk setiap
tempat (Sangadji, 2001).
2.5 Tanah
Tanah adalah bahan mineral yang tidak padat (unconsolidated) yang terletak
dipermukaan bumi, yang telah dan akan tetap mengalami perlakuan dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan induk,
iklim, (termasuk kelembaban dan suhu), organisme (makro dan mikro) dan
topografi pada suatu priode waktu tertentu. Salah satu penciri utama tanah adalah
secara fisik, kimiawi dan biologis, serta ciri-ciri lainnya. Umumnya berbeda
dibanding bahan induknya, yang variasinya tergantung pada faktor-faktor
pembentuk tanah tersebut (Hanafiah, 2014).
Hanafiah (2014) juga mendefinisikan tanah sebagai lapisan permukaan
bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh berkembangnya perakaran
penopang tegak tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan air da udara, secara
kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi(senyawa organik
N, P, K, Ca, M, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl, dan lainya) dan secara biologis berfungsi
sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara
tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman. Yang ketiganya
secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan
biomassa da produksi baik tanaman pangan, obat-obatan, industry perkebunan,
maupun kehutanan.
2.6 Sifat Karateristik Tanah
Beberapa sifat tanah yang diamati agar dapat mencirikan suatu tanah,
mencakup sifat-sifat fisik dan kimiawi tanah.
2.6.1 Tekstur
Terdapat tiga fraksi utama yang menyusun massa tanah yaitu fraksi
lempung (Clay), debu (Silt) dan pasir (sand). Sifat kasar halusnya tanah yang
10
merupakan jelmaan perbandingan nisbi fraksi pasir, debu lempung dalam suatu
massa tanah disebut tekstur tanah. Tekstur tanah menetukan sifat fisik tanah yang
terutama ikut menentukan tata air di dalam tanah berupa kecepatan infiltrasi,
penetrasi dan kemapuan pengikat air oleh tanah serta menentukan ketahanan tanah
terhadap erosi (Ma’shum, 2012).
Sembiring (2008) menjelaskan tekstur tanah dapat menentukan kecepatan
absorpsi air, kemampuan memegang air, dan aerasi tanah. Tekstur halus banyak
mengabsorpsi air, bersifat plastis dan lekat bila basah serta padat dan kohesiv bila
kering. Tekstur memegang peranan penting terhadap erosi. Penghancuran tanah
oleh pukulan butiran hujan meningkat dengan bertambahnya ukuran partikel tanah.
Tetapi transportasi akan meningkat dengan berkurangnya ukuran partikel tanah.
Oleh sebab itu tekstur liat lebih sukar dihancurkan daripada pasir, tetapi lebih
mudah diangkut.
2.6.2 Struktur
Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan atau pengaturan butir tanah
primer menjadi partikel sekunder atau agregat. Struktur tanah sangat berpengaruh
terhadap proses vital dalam ruang ligkup tanah dan tanaman, yakni melalui gerakan
air, udara dan perkembangan akar. Ketiga hal tersebut dikendalikan oleh
keberadaan system pori dalam tanah (Ma’shum, 2012).
Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil alami dari tanah,
akibat melekatnya butir-butir primer tanah satu sama lain. Satu unit struktur disebut
ped (terbentuk karena proses alami). Struktur tanah memiliki bentuk yang berbeda-
beda yaitu Lempeng (plety), Prismatik (prismatic), Tiang (columnar), Gumpal
bersudut (angular blocky), Gumpal membulat (subangular blocky), Granular
(granular), Remah (crumb) (Hardjowigeno 2007). Arsyad (2005) mengemukakan,
struktur adalah kumpulan butir-butir tanah disebabkan terikatnya butir-butir pasir,
liat dan debu oleh bahan organik, oksida besi dan lain-lain. Struktur tanah yang
penting dalam mempengaruhi infiltrasi adalah ukuran pori dan kemantapan pori.
Pori-pori yang mempunyai diameter besar (0,06 mm atau lebih) memungkinkan air
11
keluar dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik, pori pori tersebut juga
memungkinkan udara keluar dari tanah sehingga air dapat masuk.
2.6.3 Warna
Warna merupakan salah satu sifat fisik tanah yang lebih banyak digunakan
untuk pendeskrispsian karakter tanah, karena tidak mempunyai efek lansung
terhadap tanaman tetapi secara tidak lansung berpengaruh lewat dampaknya
terhadap temperature dan kelembapan tanah. Warana tanah dapat meliputi putih,
coklat, kelabu, kuning, dan hitam, kadangkala dapat pula kebiruan atau kehijauan.
Kebanyakan tanah mempunyai warna yang tak murni tetapi campuran kelabu,
coklat, dan bercak (rust), kerapkali 2-3 warna tejadi dalam bentuk spot-spot, disebut
karatan (mottling) (Hanafiah, 2014).
Agus dan Marwanto (2006) menjelaskan warna tanah merupakan salah satu
ciri tanah yang paling mudah diamati. Warna tanah dapat digunakan untuk menduga
sifat-sifat tanah antara lain: kandungan bahan organik, kondisi drainase, aerase
tanah dan lain-lainnya. Warna disusun atas 3 variabel yaitu Hue menunjukkan
warna spektrum. Value menunjukkan kecerahan warna dan Chroma menunjukkan
intensitas warna. Warna tanah ditentukan dengan cara membandingkan warna tanah
dengan warna baku pada Munsell Soil Color Chart. Penentuan warna meliputi :
warna dasar tanah (matrix) dan warna karatan (jika ada). Karena kelembaban
mempengaruhi warna yang terbentuk, maka penentuan warna dilakukan pada
kondisi kering dan lembab. Penulisan warna ditulis menurut urutan hue, value,
chroma, misalnya 10 YR ¾ (coklat).
Warna tanah merupakan sifat morfologi tanah yang paling mudah
dibedakan. Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Warna hitam
menunjukkan kandungan bahan organik tinggi yang menggambarkan tingkat
kesuburan tanah yang baik. Warna merah menunjukkan bahwa tanah tersebut sudah
mengalami pelapukan yang lebih lanjut, ditandai adanya oksida besi bebas (tanah
tanah yang teroksidasi). Warna abu-abu kebiruan menunjukkan adanya reduksi.
Warna tanah ditentukan dengan cara membandingkan dengan warna yang terdapat
pada buku Munsell Soil Color Chart, warna dinyatakan dalam tiga satuan yaitu
12
kilapan (hue), nilai (value) dan khroma (Chroma). Kilapan (hue) berhubungan erat
dengan panjang gelombang cahaya, nilai (value) berhubungan erat dengan
kebersihan suatu warna dari pengaruh warna lainnya menunjukkan gelap terangnya
warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Khroma (Chroma)
menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum.
2.6.4 Bulk Density
Bulk density adalah perbandingan antara berat tanah kering oven dengan
volume tanah. Semakin padat suatu tanah, maka makin tinggi bulk densitynya,
artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman. Tanah
kurang padat mempunyai bulk density yang lebih kecil dari tanah yang lebih padat.
umumnya tanah lapisan atas (top soil) pada tanah mineral mempunyai nilai bulk
density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah di bawahnya. Nilai bulk
density tanah mineral berkisar 1—1,6 gr/cc, sedangkan tanah organik umumnya
memiliki nilai bulk density antara 0,1—0,9 gr/cc. Bulk density dipengaruhi oleh
tekstur, struktur, dan kandungan bahan organik. Selain itu, bulk density dapat cepat
berubah karena pengolahan tanah dan praktek budidaya (Hardjowigeno 2007).
Bulk Density (BD) yaitu bobot padatan (pada kering konstan) dibagi total
volume (padatan + pori), BD tanah yang ideal berkisar antara 1,30 -1,35 g cm-3, BD
pada tanah berkisar > 1,65 g cm-3 untuk tanah berpasir; 1 -1,60 g cm-3 pada tanah
geluh yang mengandung BO tanah sedang - tinggi, BD mungkin lebih kecil dari 1
g.cm-3 pada tanah dengan kandungan BO tinggi. BD sangat bervariasi antar horizon
tergantung pada tipe dan derajat agregasi, tekstur dan BO tanah. Bulk density sangat
sensitif terhadap pengolahan tanah (Sari 2019 Cit. Parlindungan, 2018).
Pemadatan dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah
penggunaan alat-alat berat, pembukaan lahan perkebunan dalam jangka waktu
lama, pemukiman, hingga tempat yang terbuka dan terjadi berbagai aktivitas
manusia yang bersifat fisik di atasnya. Pemadatan yang terjadi terlalu besar akan
menurunkan laju infiltrasi sehingga dapat menyebabkan penggenangan yang akan
memperburuk aerase tanah, dan pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman (Perdana, 2015 Citt. Bagheri et al., 2012)
13
2.6.5 Porositas Tanah
Porositas adalah proposi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga
merupakan indicator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poros berarti
tanah yang cukup mempunyai pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar
tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanag tidak poreus (Hanafiah, 2014).
Porositas merupakan proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang dapat
ditempati oleh udara dan air, dan sebagai indikator kondisi aerasi dan drainase
tanah. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (makro) dan pori-
pori halus (mikro). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah
hilang karena gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler atau
udara. Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah
liat. Tanah yang banyak mengandung pori-pori kasar sulit menahan air sehingga
tanahnya mudah kekeringan. Tanah liat mempunyai pori total (jumlah pori-pori
makro + mikro), lebih tinggi daripada tanah pasir (Hardjowigeno, 2007).
2.6.6 Kedalaman Tanah
Proses pembentukan tanah terjadi akibat beberapa faktor yang saling
beinteraksi sehingga dapat membentuk tanah. Faktor-faktor tersebut adalah iklim,
organisme, topografi (relief), bahan induk, dan waktu. Kelima faktor tersebut
dikenal dengan istilah faktor pembentuk tanah. Sebenarnya banyak sekali faktor
lain yang mempengaruhi dalam proses pembentukan tanah, akan tetapi kelima
faktor inilah yang dianggap paling berperan penting dalam proses pembentukan
tanah (Anhar, 2016 Cit Gerrard, 1980).
Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus
akar tanaman. Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta
dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah dan bila tidak dijumpai akar
tanaman, maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah
(Anhar, 2016 Cit Hardjowigeno, 1985).
14
2.6.7 Derajat Keasaman Tanah (pH)
Keasaman tanah yang dinyatakan dalam Eksponen Hidrogen (pH)
merupakan aspek kimia tanah yang tetap diperlukan. Hal ini disebabkan karena
pengaruh pH yang sangat besar terhadap kesesuaian lahan dan pertumbuhan
tanaman. pH tanah berhubungan erat dengan jumlah kalsium (Ca) dan magnesium
(Mg). Ca dan Mg ini merupakan salah satu dari unsur hara makro. Ca merupakan
komponen dinding sel, berperan dalam struktur dan permeabilitas membran,
sedangkan Mg merupakan penyusun klorofil dan ensim aktivator. Pengukuran pH
dilakukan pada horison A maupun B dengan menggunakan alat-alat testing
lapangan sederhana pada ketelitian 0,1 satuan. Meskipun parameter pH merupakan
faktor yang dinamis, tetapi tetap diperlukan dalam kaitannya dengan pengelolaan
lahan (Sumawinata et al., 2015).
Barchia (2009) tanah masam adalah tanah dengan nilai pH<7.0, walaupun
masalah serius yang berhubungan dengan kemasaman tanah jarang ditemukan pada
pH tanah di atas 5.5. nilai pH sesungguhnya menunjukkan kosentrasi ion H+ di
dalam tanah berdasarkan ionasi molekul air.
H2O ===== H+ + OH-
Jika kosentrasi ion H+ dan OH- seimbang, maka reaksi tanah akan netral,
dan tentunya pada tanah mineral masam kosentrasi ion H+ lebih besar dari ion OH-
15
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Kemasyarakatan (HKm) Artagiri
(Wanagiri), Desa Sabedo, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa untuk
pengambilan sampel tanah. Analisis sampel tanah dilakukan di Laboratorium
Kimia Tanah dan Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Pertanian
Universitas Mataram. Penelitian ini dilakukan selama 4 (empat) bulan dari bulan
Februari sampai Mei 2020.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel tanah utuh
(undisturbed soil sample), sampel tanah terganggu (disturbed soil sample),
K2Cr2O7, H2SO4, NaOH dan Aquades.
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat yang digunakan dalam pengambilan data dilapangan yaitu GPS (Global
Positioning System), ring sampel tanah berukuran 5 cm dan 10 cm, cangkul,
sekop, meteran, kantong plastik, pita ukur, kertas label, pH tester, munsel chat
soil, clinometer, haga meter dan kompas.
2. Alat yang digunakan dalam analisis sifat fisika dan kimia tanah di laboratorium
yaitu tabung erlemeyer ukuran 50 ml, timbangan digital, timbanganan analitik,
pengukur waktu, ayakan 50-60 mest, ayakan 20 mest, labu ukur 100 ml, gelas
ukur 50 ml, corong , batang pengaduk, desikator, cawan dan oven.
3. Alat tulis.
16
3.3 Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nazir
(1988) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status suatu
objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
3.4 Jenis Data dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Jenis
data kualitatif merupakan data yang tidak berbentuk angka yaitu berupa kalimat
sedangkan jenis data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka yang
berbentuk data pengukuran.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder,
menurut Ruslan (2003) yang dimaksud dengan data primer dan sekunder adalah:
1. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dilapangan. Data
tersebut merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan
perhitungan sifat fisika dan kimia tanah.
2. Data Sekunder merupakan data dalam bentuk yang sudah jadi atau tersedia
melalui publikasi instansi dan informasi yang dapat berupa majalah jurnal atau
dokumen, data ini dapat berupa sejarah perkembangan kawasan, hasi-hasil
penelitian terkait, kelompok dan petani HKm.
17
3.5 Variable Pengukuran
Variable pengukuran dalam penelitian ini antara lain :
Table 3.5.1 Variabel Pengukuran
Variabel Kedalaman Tipe sempel tanah Keterangan
Tekstur tanah
Warna tanah
Kedalaman
Lapisan Tanah
Struktur Tanah
Bulk density
Porositas tanah
pH tanah
0-15 cm
15-25 cm
0-15 cm
15-25 cm
100 cm
0-15 cm
15-25 cm
0-15 cm
15-25 cm
0-15 cm
15-25 cm
0-15 cm
15-25 cm
Contoh tanah terganggu (disturbed
soil sample)
Contoh tanah terganggu (disturbed
soil sample)
Contoh tanah terganggu (disturbed
soil sample)
Contoh tanah terganggu (disturbed
soil sample)
Contoh tanah utuh (undisturbed
soil sample)
Contoh tanah utuh (undisturbed
soil sample)
Contoh tanah terganggu (disturbed
soil sample)
Komposit
Tunggal
Tunggal
Tunggal
Tunggal
Tunggal
Tunggal
3.6 Teknik Pengambilan Data
3.6.1 Penetapan Titik Sampling
Penetapan titik pada penelitian ini menggunakan Purposive Sampling yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan tertentu.
Dalam penelitian ini pengambilan sampel tanah berdasarkan strata tutupan vegetasi,
ketinggian, dan kemiringan lahan. Dari survey yang telah dilakukan didapatkan
tutupan vegetasi yaitu hutan alam dan hutan semak perdu, ketinggian tempat dibagi
menjadi 3 interval yaitu; 0-150 mdpl, 150-300 mdpl, dan >300 mdpl, kemiringan
lahan dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu; 0-8 % dan 9-15 %.
18
3.6.2 Jumlah dan Ukuran Petak Ukur
Gambar 3.6.2.1 Peta Lokasi Penelitian
Jumlah petak ukur dibagi berdasarkan pengkelasan dan diberikan kode
yaitu; tutupan vegetasi (V) terbagi kedalam 2 strata yaitu strata vegetasi semak
belukar (V1) dan strata vegetasi hutan alam (V2), ketinggian tempat (C) yang
terbagi kedalam 3 interval ketinggian yaitu ketinggian 0-150 mdpl (C1), ketinggian
150-300 mdpl (C2) dan ketinggian >300 mdpl (C3), kemiringan lahan (S) yang
terbagi kedalam 2 kelas kemiringan lahan yaitu kemiringan lahan 0-8 % (S1) dan
kemiringan lahan 9-15 % (S2).
a. vegetasi semak perdu ketinggian 0-150 mdpl kemiringan 0-8% (V1C1S1)
b. vegetasi semak perdu ketinggian 0-150 mdpl kemiringan 9-15% (V1C1S2)
c. vegetasi semak perdu ketinggian 150-300 mdpl kemiringan 9-15% (V1C2S2)
d. vegetasi semak perdu ketinggian 150-300 mdpl kemiringan 0-8% (V1C2S1)
e. vegetasi hutan alam ketinggian 150-300 mdpl kemiringan 0-8% (V2C2S1)
f. vegetasi hutan alam ketinggian 150-300 mdpl kemiringan 9-15% (V2C2S2)
g. vegetasi hutan alam ketinggian >300 mdpl kemiringan 9-15% (V2C3S2)
h. vegetasi hutan alam ketinggian >300 mdpl kemiringan 0-8% (V2C3S1)
19
Gambar 3.6.2.2 Lokasi Titik Sample
Dari 8 kelas terdapat petak ukur per kelas sebanyak 3 plot dengan total petak
ukur seluruh kelas yaitu sebanyak 24 plot. Ukuran petak ukur yang digunakan
dalam pengambilan sempel tanah adalah 20 m x 20 m. Berdasarkan SNI 7724: 2011
untuk pengukuran tingkat pohon digunakan ukuran petak ukur 20 m x 20 m, 10 m
x 10 m untuk tiang, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang, serta 2 m x 2 m untuk tingkat
semai.
20
Tabel 3.6.2.1 Ketinggian tempat dan kemiringan lahan setiap kelas
No Kelas rata-rata ketinggian (mdpl) rata-rata kemiringan (%)
1 V1C1S1 48.33 6.33
2 V1C1S2 101.67 9.00
3 V1C2S2 225.00 11.00
4 V1C2S1 260.00 7.33
5 V2C2S1 191.67 6.33
6 V2C2S2 208.33 9.00
7 V2C3S2 318.33 10.00
8 V2C3S1 356.67 8.00
Sumber: Data Primer, 2020
3.6.3 Metode Pengambilan Contoh Tanah
Sampel tanah yang diambil meliputi tanah terganggu (disturbed soil) yaitu
tanah yang tercampur dengan tanah lainya, dan tanah tidak terganggu (undistrubed
soil) yaitu tanah yang masih alami yang tidak terganggu maupun tercampur. Sampel
tanah diambil di beberapa titik pada lokasi pengambilan sampel menggunakan
tabung contoh untuk tanah tidak terganggu dan karung untuk tanah terganggu.
Sampel tanah yang diambil merupakan sampel tanah yang mewakili tanah di lokasi
pengambilan sampel.
3.7 Analasis Data
Data hasil pengukuran di lapangan yaitu data vegetasi dan tanah akan diolah
untuk memperoleh nilai sifat fisik, kimia dan biologi tanah pada berbagai tutupan
vegetasi di HKm Wanagiri untuk selanjutnya dilakukan perbandingan.
3.7.1 Analisis Vegetasi
3.7.1.1 Indeks Nilai Penting
Menurut Rusdiana (2012) cit Soerianegara dan Indrawan (2002), kerapatan
tegakan, frekuensi, dominansi dan INP dihitung dengan menggunakan rumus:
Kerapatan suatu spesies = Jumlah individu suatu spesies
Luas area
Kerapatan relatif suatu spesies (KR) = Jumlah kerapatan suatu spesies
Jumlah kerapatan seluruh spesies x 100%
Frekuensi suatu spesies = Jumlah petak ukur yang ditemukan suatu spesies
Jumlah seluruh petak ukur
21
Frekuensi Relatif suatu spesies (FR) = Jumlah nilai frekuensi suatu spesies
Jumlah nilai frekuensi seluruh spesies x 100%
Dominansi suatu spesies = Jumlah luas basal area suatu spesies
Luas basal area
Basal area = 1
4ℼd2
Dominansi relatif suatu spesies (DR) = Dominansi suatu spesies
Dominansi seluruh spesies x 100%
Indeks Nilai Penting (semai) = KR + FR
Indeks Nilai Penting (pancang, tiang dan pohon) = KR + FR + DR
3.7.1.2 Keanekaragaman jenis vegetasi
Keanekaragaman jenis vegetasi dapat dianalisis menggunakan rumus
Shannon-Wiener, yaitu :
H’ = - ∑ (𝑝𝑖)(𝑙𝑛 𝑝𝑖)𝑠𝑖=1
Keterangan : H’ = Indeks keragaman Shannon Wiener
Pi = Jumlah individu suatu spesies/jumlah total seluruh spesies
ni = Jumlah individu spesies ke-i
N = Jumlah total Individu
3.7.2 Tesktur
Sampel tanah dianalisis dengan metode sedimentasi dan pengendapan di
dalam tabung erlemeyer. Satu set tabung erlemeyer terdiri dari 3 buah tabung
dengan volume masing-masing 50 ml. Pada tabung I (pertama) dimasukkan contoh
tanah hingga mencapai ukuran 15 ml, kemudian ditambahkan larutan pendispersi
yaitu larutan NaOH 1N, dan kemudian ditambahkan sejumlah air hingga mencapai
¾ volume tabung, lalu dikocok selama 5 menit, hingga sampel tanah terdispersi [3
fraksi penyusun tanah (pasir, debu dan liat) terpisah satu dengan yang lainnya].
Setelah itu tabung yang berisi supsensi tanah tersebut dibiarkan mengedap selama
3 menit untuk mendapatkan jumlah pasir. Supsensi yang mengandung debu dan liat
dipindahkan ketabung II (dua), dan diendapkan selama 30 menit untuk
mendapatkan jumlah debu. Supsensi yang hanya mengandung liat yang melayang-
layang dipindahkan ke tabung III (tiga). Kemudian dihitung persentase pasir, debu
dan liat, untuk mengetahui kelas tekstur digunakan segitiga tekstur USDA dengan
22
memasukkan fraksi tanah yang telah diperoleh (Sari 2019 Cit. Silamon et al, 2016).
Untuk memperoleh persentase pasir, debu dan liat menggunakan persamaan
berikut:
Persentase pasir = Volume pasir
Volume awal tanah 𝑥 100%
Persentase debu = Volume debu
Volume awal tanah 𝑥 100%
Persentase liat = 100% - % pasir - % debu
3.7.3 Struktur
Penetapan struktur dengan metode langsung melihat di lapangan dengan
berdasarkan acuan deskripsi tipe-tipe struktur tanah (Sari 2019 Cit. Hanafiah,
2013). Kedalaman pengambilan contoh tanah pada pengukuran ini adalah sedalam
0-15 cm, dan >15-25 cm. Deskripsi tipe-tipe sktuktur tanah antara lain :
Table 3.7.3.1 Deskripsi tipe-tipe sktuktur tanah
Tipe struktur Deskripsi ped Lokasi horizon
1. Granuler
2. Remah
3. Lempeng
(platy)
4. Balok bersudut
5. Balok persegi
6. Prismatik
(prismatic)
Relatif tak poreus, kecil dan agak bulat,
tidak terikat membentuk ped.
=1 tetapi relatif poreus, antara ped tidak
terikat.
Bentuk struktur tanah jika sumbu vertikal
struktur tanah lebih pendek dari sumbu
horisontal.
Seperti balok-balok yang terbentuk dari
ikatan ped-ped yang sisi-sisinya tersudut
tajam. Ikatan antar ped ini sering putus
membentuk balok-balok kecil.
=4, tetapi ped-ped penyusun bersisi-sisi
jika struktur tanah memiliki sumbu
vertikal lebih panjang dari sumbu
horizontal dan sisi atas tidak membulat.
A
A
E tanah hutan atau
Bt tanah liat Bt
Bt
Bt
Bt
23
7. Tiang
(Columnar)
jika struktur tanah memiliki sumbu
vertikal lebih panjang dari sumbu
horizontal dan sisi-sisi atas membulat
Sumber : Sari (2019) cit Hanafiah (2013)
3.7.4 Warna
Penetapan warna tanah dengan metode langsung melihat di lapangan
dengan berdasarkan acuan skala warna kartu Munsell pada hue 2.5 YR tanah. Di
lampangan tanah diambil secukupnya (kira-kira 5 g) kemudian dicocokkan dengan
buku Munsell. Pengukuran warna tanah dilakukan pada kedalaman 0-15 cm dan
>15-25 cm (Sari 2019 Cit. Hanafiah, 2013).
3.7.5 Kedalaman Lapisan Tanah
Nilai kedalaman tanah diketahui dengan menggali atau mengebor tanah
sampai dengan lapisan batuannya. Kedalam tanah dihitung dari permukaan tanah
sampai dengan lapisan batuan.
3.7.6 Bulk Density
Analisis bulk density tanah dengan metode Gravimetri (Sari 2019 Cit.
Azmul et al, 2018) yaitu :
𝐵𝐷 = BTK
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ
BTK = 100
100+KA 𝑥 Berat tanah awal
Keterangan :
BD = Bulk Density (𝑔/𝑐m3 )
BTK = Berat tanah kering
KA = kadar air
Volume tanah =r2t
t = tinggi ring sampel (cm)
r = jari-jari (cm)
= 3,14
24
Prosedur dalam pengukuran bulk density adalah sebagai berikut :
1. Sebanyak 30-50 g sampel tanah ditimbang pada cawan aluminium atau
porselen, kemudian sampel tanah dikeringkan dalam oven pada
suhu 105 C selama 24 jam.
2. Setelah diovenkan, sampel tanah tersebut dimasukkan ke dalam desikator untuk
didinginkan, kemudian timbang tanah beserta cawan sampelnya.
3. Selanjutnya keluarkan sample tanahnya lalu timbang cawan sampelnya.
3.7.7 Porositas
Sari 2019 Cit. Hanafiah (2013) menjelaskan porositas merupakan selisih
bobot tanah jenuh dengan bobot tanah kering oven. Pengukuran porositas dilakukan
dengan menggunakan metode ruang pori total dengan menggunakan perbandingan
antara kepadatan tanah (Bulk Density) dan Partikel Density (Agus & Marwanto,
2006) :
Porositas = (1- 𝐵𝑢𝑙𝑘 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
Berat jenis (𝑃𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 ) )x 100%
Berat Jenis = MS
V2−V1
Prosedur dalam pengukuran porositas tanah adalah sebagai berikut:
1. Gunakan sempel tanah dari pengukuran bulk density.
2. Isi gelas ukur besar dengan aquades sebanyak 30 ml (V1).
3. Tambahkan sebanyak 20 g (MS) contoh tanah halus yang telah kering oven dan
lolos ayakan 2 mm dengan menggunakan corong, aduk beberapa saat.
4. Sesudah 10 menit, baca volume suspensi air dan tanah (V2).
Table 3.7.7.1 Kelas Porositas Tanah
No Porositas Kelas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
100
60-80
50-60
40-50
30-40
<30
Sangat poraus
Poraus
Baik
Kurang baik
Jelek
Sangat jelek
Sumber:Sari 2019 cit Arsyad (2006)
25
3.7.8 Derajat Keasaman Tanah (pH Tanah)
Analisis pH Tanah dilakukan dengan metode langsung melihat di lapangan
dengan alat soil tester. Alat ini ditancampkan pada tanah yang lalu diukur pHnya
kemudian lihat skala sampai berhenti berputar, selanjutnya baca nilai pH pada alat
tersebut. Skala bagian atas menunjukkan pH tanah sedangkan skala bagian bawah
menunjukkan kelembaban tanah.
3.7.9 Analisis Keragaman (ANOVA)
Variabel yang dinalisis menggunakan ANOVA adalah variabel bulk
density, porositas, kedalaman lapisan, dan pH tanah dengan faktor tutupan vegetasi
menggunakan analisis ANOVA One Way serta pada faktor ketinggian dan
kemiringan lahan menggunakan analisis ANOVA Two Way (Faktorial). Data
variabel yang diperoleh kemudian dianalisis/diolah secara statistik dengan
menggunakan bantuan software SPSS 20 untuk menentukan keragamannya.
Tabel 3.7.9.1 Analisis Keragaman ANOVA One Way
Sumber
Kergaman
Derajat
Bebas (db)
Jumlah
Kuadran (JK)
Kuadran
Tengah (KT)
F
Hitung
F Tabel
5%
Perlakuan k - 1 JKP JKP/(k-1)
Galat n - k JKS JKS/(n – 1)
Total n - 1 JKT
Tabel 3.7.9.2 Analisis Keragaman ANOVA Two Way
Sumber
Kergaman
Derajat
Bebas (db)
Jumlah
Kuadran (JK)
Kuadran
Tengah (KT)
F
Hitung
F Tabel
5%
Perlakuan ab-1 JKP KTP/KTG
A a-1 JK(A) KT(A)/KTG
B b-1 JK(B) KT(B)/KTG
AB (a-1)(b-1) JK(AB) KT(AB)/KTG
Galat ab(r-1) JKG
Total abr-1 JKT
Keterangan: a=jumlah faktor A, b=jumlah faktor B, r=ulangan, JKP=Jumlah
Kuadran Perlakuan, JK(A)= Jumlah Kuadran A, JK(B)= Jumlah
Kuadran B, JK(AB)= Jumlah Kuadran AB, JKT=Jumlah Kuadran
Total, KTP=Kuadrat Tengah Perlakuan, KTG=Kuadrat Tengah Galat
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambar 4.1.1 Peta Desa Sabedo
Sumber: Data Desa sabedo, 2017
HKm Wanagiri ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutananan
RI Nomor 36/MENHUT-II/2014 (Markum, 2014). HKm Swagotra Arthagiri
berada pada wilayah administrasi Dusun Wanagiri Desa Sabedo Kecamatan Utan
Kabupaten Sumbawa. Secara administratif Dusun Wanagiri Desa Sebedo termasuk
dalam wilayah kecamatan Utan, jarak tempuh dari ibu kota kabupaten 48 Km
(Rencana Umum Pengelolaan HKm Swagotra Arthagiri. 2014). Secara geografis
wilayah Dusun Wanagiri Desa Sabedo termasuk dalam wilayah administratif
Kecamatan Utan dengan batas-batas wilayah:
▪ Sebelah Utara : Desa Jorok dan Bale Berang
▪ Sebelah Selatan : Kawasan Hutan
▪ Sebelah Barat : Desa Jorok
▪ Sebelah Timur : Desa Rhee Loka
27
Kantor Kepala Desa berada di Desa Sabeo II, Kecamatan Utan sekaligus
sebagai pusat Pemerintahan. Dusun Wanagiri Desa Sabedo Kecamatan Utan
mempunyai luas wilayah + 4.677,56 Ha yang terdiri dari Areal hutan seluas + 553
Ha, areal tanah perkebunan seluas + 178 Ha, areal yang tersisa digunakan untuk
lahan pemukiman dan fasilitas umum (Rencana Umum Pengelolaan HKm, 2014).
Desa Sabedo merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten
Sumbawa dengan tipologi “desa sekitar hutan”. Adapun luas kawasan hutan Desa
Sabedo yaitu 3.257 Ha, berfungsi sebagai Hutan Produksi Tetap dan Hutan
Lindung. Pada bulan Februari 2020 Kawasan Hutan Desa Sabedo termasuk
kedalam wilayah kerja KPH Brang Rea Puncak Ngengas. Jumlah penduduk Desa
Sabedo 2,905 jiwa dengan jumlah KK 726. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari sebagian besar penduduk bergantung pada sektor pertanian, peternakan,
kehutanan, perikanan, industri kerajinan, perdagangan dan pegawai negeri
(Julmansyah, 2007).
4.2 Komposisi Vegetasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Kawasasan Hutan
Kemasyarakatan Swagotra Arthagiri Kabupaten Sumbawa, Jumlah total jenis
spesies tumbuhan sebanyak 21 spesies dan total seluruh individidu adalah sebanyak
489 individu per 24 plot dimana pada tingkat pohon terdapat 127 indivu, tingkat
tiang sebanyak 143 individu, tingkat pancang sebanyak 141 individu, dan tingkat
semai sebanyak 78 individu. Jenis individu terbanyak pada tingkat pohon adalah
Pelas (Ficus racemosa (L.)) dengan jumlah sebanyak 40 individu dan jenis yang
paling sedikit yaitu Asem (Tamarindus indica), Gerupuk, Kelapa (Cocos nucifera),
Kenari (Canarium ovatum), dan Randu (Ceiba pentandra) dengan masing-masing
jumlah sebanyak 1 individu. Pada tingkat tiang jenis terbanyak adalah Pelas (Ficus
racemosa (L.)) dengan jumlah sebanyak 63 individu dan jumlah yang paling sedikit
adalah Asem (Tamarindus indica), Bemang, Kesambi (Schleichera oleosa), dan
Lamtoro (Leucaena leucocephala) dengan masing-masing jumlah sebanyak 1
individu. Pada tingkat pancang jenis terbanyak adalah Pelas (Ficus racemosa (L.))
dengan jumlah sebanyak 68 individu dan jenis yang paling sedikit yaitu Lamtoro
28
(Leucaena leucocephala) dengan jumlah sebanyak 1 individu. Pada tingkat semai
jenis terbanyak adalah Pelas (Ficus racemosa (L.)) dengan jumlah sebanyak 30
individu dan jumlah yang paling sedikit adalah Bidara (Ziziphus mauritiana), Rapat
Bewe, Semeluh, Srikaya (Annona squamosal), dan Sukal dengan masing-masing
jumlah sebanyak 1 individu.
4.2.1 Index Nilai Penting (INP)
Tabel 4.2.1.1 Indeks Nilai Penting (INP) seluruh plot
No Nama Lokal Nama Ilmiah INP
Pohon Tiang Pancang Semai
1 Asem Tamarindus indica 7.13 17.53 - -
2 Bebenang Saurauia pendula - 17.53 - -
3 Bidara Ziziphus mauritiana 16.66 40.57 13.47 3.90
4 Binong Tetrameles nudiflora 12.39 - - -
5 Gamal Gliricidia sepium - - - 5.23
6 Gerupuk
49.45 - - -
7 Jati Tectona grandis 5.90 23.44 22.95 -
8 Kelapa Cocos nucifera 5.60 - - -
9 Kenari Canarium ovatum 8.65 - - -
10 Kesambi Schleichera oleosa 45.59 20.35 24.22 -
11 Ketimus Protium javanicum 42.21 18.13 19.19 47.18
12 Kukun Spondias sp 12.19 53.63 58.91 45.74
13 Laban Vitex pinnata 10.94 - 21.15 -
14 Lamtoro Leucaena
leucocephala - 7.69 16.39 5.23
15 Mente Anacardium
occidentale 18.17 16.08 - -
16 Pelas Ficus racemosa (L.) 57.61 85.06 95.45 77.13
17 Randu Ceiba pentandra 7.51 - - -
18 Rapat Bewe
- - - 3.90
19 Semeluh Champereia manillana
(Blume) Merr. - - - 3.90
20 Srikaya Annona squamosa - - 28.27 3.90
21 Sukal Sapinduk rarak DC - - - 3.90
Berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) rata-rata tingkat pertumbuhan pada
di HKm Wanagiri, menunjukkan jenis yang paling dominan adalah Pelas (Ficus
racemosa (L.)). Berdasarkan IUCN Red List of Threatened Species (2019)
taksonomi dari Pelas (Ficus racemose) adalah sebagai berikut :
29
Kingdom : Plantae
Filum : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rosales
Famili : Moraceae
Marga : Ficus
Species : Ficus racemosa (L.)
Habitat Ficus racemosa (L.) terdapat pada hutan subtropical dan hutan
tropical pada daerah dataran rendah. Daerah persebaran gerografis spesies yaitu
Australia, Bangladesh, Cambodia, China, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar,
Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Thailand, Timor-Leste serta Viet Nam. Morfologi dari
spesies ini berdaun hijau tua, panjang daun sekitar 7-10 cm dengan bentuk
meruncing. Buah bergerombol pada batang pohon, berukuran kecil dan berjumlah
banyak, buah yang belum masak berwarna hijau dan ketika sudah masak berwarna
merah (Singh et al, 2013). Ficus racemosa bersifat sangat mudah untuk tumbuh
dan tidak memerlukan penanaman khusus (Zaharah, 2016 Citt. Rosandari et al.
2013). Ficus racemose sangat mudah mendominasi di Kawasan HKm Wanagiri
dikarenkan spesies ini memiliki banyak buah yang mudah tersebar, dan spesies ini
tidak memerlukan perlakuan khusus, serta kawasan HKm Wanagiri merupakan
habitat yang ideal bagi pertumbuhan Ficus racemose.
HKm Pejarakan di provinsi Bali dengan sistem pengelolaan agroforestry,
menunjukkan vegetasi yang paling mendominasi adalah Mahoni dan Lamtoro
(Ardhana, 2011). Hal ini tentunya berbeda dengan HKm Wanagiri dari segi
vegetasi yang dominan, dikarenakan pola pengelolaan kedua kawasan tersebut
berbeda, dimana agroforestry adalah pola pengelolaan sumber daya yang
memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan
penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian
sedangkan HKm Wanagiri dikelola hanya untuk diambil jasa lingkungan berupa air,
sehingga vegetasi alami cenderung terjaga.
30
Tabel 4.2.1.2 Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi semak perdu dan hutan alam
Pada tingkat pertubuhan pohon tiang, pancang, dan semai baik di hutan
semak perdu dan hutan alam spesies yang mendominasi adalah Pelas (Ficus
racemosa (L.)). Spesies pada hutan semak perdu memiliki jumlah yang lebih
banyak dari pada jumlah spesies di hutan alam, dengan jenis spesies pada hutan
Kelas Nama Lokal Nama Ilmiah INP
Pohon Tiang Pancang Semai
Veg
etas
i se
mak
per
du
(V
1)
Asem Tamarindus indica 10.04 29.97 - -
Bidara Ziziphus
mauritiana - 31.25 - -
Binong Tetrameles
nudiflora 7.75 - - -
Gamal Gliricidia sepium - - - 13.59
Gerupuk 10.24 - - -
Jati Tectona grandis 8.63 49.51 48.31 -
Kelapa Cocos nucifera 6.88 - - -
Kenari Canarium ovatum 8.32 - - -
Kesambi Schleichera oleosa 28.99 - - -
Ketimus Protium javanicum 33.66 21.48 - 64.06
Kukun Spondias sp 13.82 51.99 72.47 27.19
Lamtoro Leucaena
leucocephala - 14.02 31.77 13.59
Mente Anacardium
occidentale 26.40 32.24 - -
Pelas Ficus racemosa (L.) 42.44 69.54 86.14 71.20
Srikaya Annona squamosa - - 61.32 10.37
Veg
etas
i huta
n a
lam
(V
2)
Bebenang Saurauia pendula 26.74 - -
Bidara Ziziphus
mauritiana 21.04 52.18 18.77 6.13
Binong Tetrameles
nudiflora 13.07 - - -
Kesambi Schleichera oleosa 42.61 30.96 32.29 -
Ketimus Protium javanicum 34.23 22.63 29.14 35.15
Kukun Spondias sp 7.05 66.89 61.64 55.66
Laban Vitex pinnata 12.82 - 26.19 -
Pelas Ficus racemosa (L.) 40.57 100.60 131.96 82.55
Randu Ceiba pentandra 8.40 - - -
Rapat Bewe 10.04 - - 6.13
Semulu Palaquium
obtusifolium Burck - - - 8.26
Sukal Sapinduk rarak DC 7.75 - - 6.13
31
semak perdu terdapat jenis MPTS antara lain; MPTS pertanian dan MPTS rimba.
MPTS pertanian merupakan tanaman berkayu berhabitus pohon yang menghasilkan
komoditi pertanian berupa (kayu dan nir kayu), serta memiliki manfaat ekonomis
dan ekologis. dan MPTS rimba merupakan tanaman berkayu berhabitus pohon
yang menghasilkan komoditi kehutanan berupa (kayu dan nir kayu), serta memiliki
manfaat ekonomis dan ekologis. Terdapat tanaman MPTS seperti kelapa, sirsak,
gamal, jati, lamtoro, mente dan asam. Banyaknya jenis MPTS pada vegetasi hutan
semak perdu, menandakan bahwa telah terjadi konversi dan penggunaan lahan dari
hutan menjadi perkebunan. Berbeda dengan hutaan semak perdu, spesies hutan
alam terdiri dari tanaman kehutanan kayu keras seperti pelas, kukun binong, laban,
dan kesambi, hal ini menunjukkan bahwa hutan alam tidak ada terdapat pengelolaan
oleh penduduk sekitar.
Jenis tanaman serbaguna MPTS adalah jenis tanaman yang menghasilkan
kayu dan bukan kayu (getah, buah, daun, bunga, serat, pakan ternak, dan
sebagainya). Sehingga bisa didapatkan lebih dari satu manfaat dari tanaman MPTS
tersebut dan bernilai ekonomi (Permenhut, 2012).
Tabel 4.2.1.3 Indeks Nilai Penting (INP) ketinggian tempat dalam vegetasi semak
perdu
Kelas Nama Lokal Nama Ilmiah INP
Pohon Tiang Pancang Semai
Veg
etas
i se
mak
per
du (
V1)
ket
inggia
n 0
-
150 m
dpl
(C1)
Gamal Gliricidia
sepium
- - - 73.33
Jati Tectona grandis 33.66 118.70 97.68 -
Kelapa Cocos nucifera 29.09 - - -
Kenari Canarium
ovatum
41.78 - - -
Kesambi Schleichera
oleosa
55.48 - - -
Lamtoro Leucaena
leucocephala
- 35.16 53.27 73.33
Mente Anacardium
occidentale
104.60 82.24 - -
Srikaya
Annona
squamosa
- - 149.05 53.33
32
Veg
etas
i se
mak
per
du (
V1)
ket
inggia
n 1
50
-300 m
dpl
(C2
)
Binong Tetrameles
nudiflora
12.99 - - -
Gerupuk 82.70 - - -
Kesambi Schleichera
oleosa
25.22 - - -
Ketimus Protium
javanicum
64.15 40.65 - 78.67
Kukun Spondias sp 25.97 76.16 119.80 33.57
Pelas Ficus racemosa
(L.)
88.96 125.09 180.20 87.76
Pada vegetasi semak perdu, spesies pada ketinggian 0-150 mdpl memiliki
jumlah yang lebih banyak dari pada spesies pada ketinggian 150-300 mdpl, dimana
pada kelas 0-150 mdpl speies yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon,
tiang, dan pancang adalah Mente, jati, dan Srikaya serta pada tingkat pertumbuhan
semai yaitu Gamal dan Lamtoro sedangkan pada kelas ketinggian 150-300 mdpl
seluruh tingkat pertumbuhan didominasi oleh pelas.
Pada vegetasi hutan semak perdu diketahui bahwa rata-rata spesies adalah
tanaman MPTS. setelah dibagi berdasarkan kelas ketinggian, tanaman MPTS
cenderung berada pada ketinggian 0-150 mdpl dan tanaman kehutanan kayu keras
berada pada ketinggian 150-300 mdpl, hal ini menunjukkan bahwa vegetasi pada
ketinggian di atas >150 mdpl masih cenderung belum terganggu oleh manusia.
Tabel 4.2.1.4 Indeks Nilai Penting (INP) ketinggian tempat dalam vegetasi hutan
alam
Kelas Nama Lokal Nama Ilmiah INP
Pohon Tiang Pancang Semai
Veg
etas
i huta
n a
lam
(V
2)
ket
inggia
n 1
50
-300 m
dpl
(C2)
Bidara Ziziphus
mauritiana 48.36 73.28 36.61 28.85
Binong Tetrameles
nudiflora 34.71 - - -
Kesambi Schleichera
oleosa 60.01 33.63 - -
Ketimus Protium
javanicum 36.40 28.50 28.70 8.85
Kukun Spondias sp - 51.70 81.56 50.77
Laban 32.88 - 57.39 -
Pelas Ficus racemosa
(L.) 66.63 83.19 95.73 76.15
33
Randu Ceiba pentandra 21.02 - - -
Rapat Bewe - - - 8.85
Semulu
Palaquium
Obtusifolium
Burck
- - 17.69
Sukal Sapinduk rarak
DC - - - 8.85
Veg
etas
i huta
n a
lam
(V2)
ket
inggia
n >
300
mdpl
(C3)
Bidara Ziziphus
mauritiana - 54.63 - -
Kesambi Schleichera
oleosa 111.86 - 66.78 -
Ketimus Protium
javanicum 90.47 - 45.80 68.10
Kukun Spondias sp 30.92 104.74 57.07 53.81
Pelas Ficus racemosa
(L.) 66.75 140.63 130.35 78.10
Terdapat perbedaan jumlah spesies yang cukup signifikan dinatara kedua
ketinggian, dengan ketinggian 0-150 mdpl memiliki jumlah 11 spesies dan
ketinggian >300 mdpl memiliki jumlah spesies yang relatif sedikit yaitu 4 spesies.
Pada vegetasi hutan alam baik pada kelas ketinggian 150-300 mdpl dan >300 mdpl,
spesies yang mendominasi di tingkat pertumbuhan pohon, tiang, pancang, dan
semai adalah Pelas. Menurut Asrianny et all, (2019) Indeks nilai penting suatu jenis
pada setiap tingkat pertumbuhan mengalami perubahan seiring dengan
pertambahan ketinggian.
4.2.2 Keanekaragaman Jenis Vegetasi
Dalam menentukkan keanekaragaman spesies dihitung dengan
menggunakan rumus Shannon-Wienner, dimana Jika nilai H’ < 1 maka komunitas
vegetasi dengan kondisi lingkungan kurang stabil. Jika nilai H’ > 2 maka komunitas
vegetasi dengan kondisi lingkungan sangat stabil. Jika nilai H’ antara 1-2 maka
komunitas vegetasi dengan kondisi lingkungan stabil (Kalima, 2007 Citt. Kent dan
Paddy, 1992)
34
Gambar 4.2.2.1 Keanekaragaman Jenis Vegetasi Seluruh Plot Ukur
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada semua kelas keanekaragaman jenis
baik tingkat pertumbuhan pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan tingkat semai
menunjukkan kriteria lingkungan yang stabil. Sebagai pembanding, nilai indeks
keragamanan jenis di Kawasan Sempadan Embung Bual, Desa Aik Bual Kecamatan
Kopang Kabupaten Lombok Tengah memiliki nilai 2.43 dengan kriteria kondisin
lingkungan yang sangat baik (Sari Diah Permata, 2019) dan di kawasan konservasi
Tahura Nuraksa memiliki nilai kenakearagaman jenis 2.5 dengan kondisi lingkugan
sangat baik (Pratama, 2019). Berdasarkan perbandingan tersebut kenakeragaman
jenis pada HKm wanagiri dikatakan relatif rendah dikarenakan, Hkm Wanigiri yang
berada di pulau sumbwa memiliki keadan curah hujan dan tipe iklim yang berbeda
dari pulau Lombok.
Pohon Tiang Pancang Semai Rata-rata
Seluruh Kelas 2.00 1.61 1.49 1.53 1.66
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
KE
AN
EK
AR
AG
AM
AN
JE
NIS
(H
')
35
Gambar 4.2.2.2 Keanekaragaman jenis vegetasi semak perdu (V1) dan
hutan alam (V2)
Pada kelas vegetasi semak perdu dan hutan alam menunjukkan
keanekaragaman jenis pertumbuhan tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang
dan tingkat semai dengan kreteria lingkungan yang stabil, dimana nilai
keanekaragaman jenis pada kelas vegetasi semak perdu lebih tinggi dari pada nilai
keanekaragaman jenis pada vegetasi hutan alam. Keanekaragaman jenis yang lebih
besar pada hutan semak perdu dipengaruhi oleh adanya introduksi spesies oleh
penduduk sekitar kawasan HKm. Dalam Idris (2020), keragaman vegetasi, lokasi
HKm Aik Bual sedikit lebih tinggi (H’=1,78) dibandingkan Setiling-Non Ijin dan
Aik Bual-Non Ijin, masing dengan H’=1,04 dan H’=1,15 dan termasuk dalam
kategori sedang. Hasil ini mengisyaratkan kawasan hutan yang dikelola masyarakat
dengan ijin pengelolaan HKm berpotensi memiliki keanekaragaman vegetasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan hutan yang dikelola tanpa ijin
pengelolaan. Hal ini juga serupa dengan penelitian Mansur (2015), dimana
keragaman jenis hutan sebelah selatan TNGR pada hutan sekunder lebih beragam
dari pada hutan primer.
Pohon Tiang Pancang Semai Rata-rata
V1 1.94 1.67 1.32 1.46 1.60
V2 1.71 1.18 1.34 1.42 1.41
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
KE
AN
EK
AR
AG
AM
AN
JE
NIS
(H
')
36
Gambar 4.2.2.3 Keanekaragaman jenis pada ketinggian tempat (C) dalam vegatasi
semak perdu (V1)
Kenakeragaman jenis pada vegetasi hutan semak perdu, pada ketinggian 0-
150 mdpl menunjukkan rata-rata kondisi lingkungan yang stabil, namun pada
tingkat pertumbuhan tiang dan pancang menunjukkan kondisi lingkungan yang
tidak stabil. Sedangkan rata-rata pada ketinggian 150-300 mdpl menunjukkan
kondisi lingkungan yang stabil, dan hanya tingkat pancang saja yang memiliki
kondisi lingkungan yang tidak stabil. Pada ketinggian 0-150 mdpl memilili nilai rata
keanekaragaman jenis sedikit lebih banyak dari ketinggian 150-300 mdpl pada
tutupan vegetasi hutan semak perdu. Keanekaragaman jenis pada hutan semak
perdu memiliki hasil yang relative sama dengan hasil Keragaman jenis Wiryantara
(2014), dimana (H’) pada system agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga tergolong keragaman jenis sedangyaitu 1,187. Dikarenakan pada
hutan semak perdu telah terdapat penduduk yang mengelola lahan, sehingga
keanekaragaman jenis pada vegetasi semak perdu relatif sama dengan pola
pengelolaan agroforestry.
Pohon Tiang Pancang Semai Rata-rata
V1C1 1.51 0.90 0.86 1.05 1.08
V1C2 1.25 1.04 0.67 1.02 1.00
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
KE
NA
KE
RA
GA
MA
N
JEN
IS (
H')
37
Gambar 4.2.2.4 Keanekaragaman jenis pada ketinggian tempat (C) dalam vegatasi
hutan alam (V2)
Kenakeragaman jenis vegetasi hutan alam, pada ketinggian 150-300 mdpl
menunjukkan rata-rata dalam kondisi lingkungan yang stabil, pada tingkat
pertumbuhan pohon, tiang, pancang, dan semai juga menunjukkan kondisi
lingkungan yang stabil. Pada ketinggian >300 mdpl memimiliki rata-rata
keakeragaman jenis dengan kondisi stabil, dan pada tingkat pertumbuhan
menunjukkan kondisi lingkungan yang stabil, kecuali pada tingkat tiang memiliki
kondisi lingkungan yang tidak stabil. Ketinggian 150-300 mdpl memiliki nilai
kenakaragaman jenis yang lebih besar dari keeanekaragaman jenis pada ketinggian
>300 mdpl.
Dalam Kalima (2007) menunjukkan pada ketinggian 1.130 mdpl Indeks
keanekaragaman spesies Shannon adalah 2,82 dan ketinggian 1.250 mdpl adalah
2,56. Struktur vegetasi tidak menunjukkan perubahan signifikan terkait dengan
gradien lingkungan yang dianalisis, tetapi ketinggian dan aspek mempengaruhi
keragaman (Gallardo-Cruz, 2009).
Menurut hasil penelitian Zeng (2014) menunjukkan bahwa aspek lereng dan
posisi lereng memiliki pengaruh kuat pada keanekaragaman tanaman dan distribusi
spasial, tetapi sedikit berpengaruh pada kumpulan tanaman. Berendse (2015)
Pohon Tiang Pancang Semai Rata-rata
V1C2 1.68 1.44 1.36 1.42 1.47
V1C3 1.29 0.77 1.05 1.08 1.05
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
KE
AN
EK
AR
AG
AM
AN
JE
NIS
(H')
38
menunjukkan bahwa hilangnya keanekaragaman spesies tanaman memiliki efek
penting pada ketahanan erosi lereng.
4.3 Karakteristik Tanah
4.3.1 Tekstur
Terdapat tiga fraksi utama yang menyusun massa tanah yaitu fraksi
lempung (Clay), debu (Silt) dan pasir (sand). Sifat kasar halusnya tanah yang
merupakan jelmaan perbandingan nisbi fraksi pasir, debu lempung dalam suatu
massa tanah disebut tekstur tanah (Ma’shum, 2012).
Tabel 4.3.1 Tekstur Tanah
Kelas Kedalaman Tanah
Vegetasi Ketinggian Kemiringan 0-15 (cm) 15-25 (cm)
V1
C1 S1 Lempung Lempung Liat Berpasir
S2 Lempung Lempung Liat Berpasir
C2 S2 Lempung Berdebu Lempung Liat Berpasir
S1 Lempung Berdebu Lempung Berdebu
V2
C2 S1 Lempung Berdebu Lempung
S2 Lempung Lempung
C3 S2 Lempung Lempung
S1 Lempung Berdebu Lempung
Keterangan: V1= Semak Perdu, V2= hutan alam, C1= 0-150 mdpl, C2= 150-300
mdpl, C3= >300 mdpl, S1=0-8 %, S2= 9-15 %
Berdasarkan table, menunjukkan bahwa tekstur tanah pada keseluruhan
kelas memiliki tekstur tanah dominan lempung. pada tanah kedalaman 0-15 cm
perbandingan antara lempung dan lempung berdebu adalah sama, dimana tekstur
tanah lempung cenderung berada pada kemringan lahan 9-15 % dan dan tektur tanah
lempung berdebu cenderung berda pada kemiringan lahan 0-8 %, pada ketinggian
tempat dan vegetasi tekstur tanah memiliki persebaran yang rata. Pada kedalaman
tanah 15-25 cm menunjukkan perbedaan dengan kedalaman 0-15 cm, dimana
tekstur tanah terbagi kedalam kelas vegetasi, pada vegetasi semak perdu tekstur
tanah adalah lempung liat berpasir dan pada vegetasi hutan alam tekstur tanah
bersifat lempung, pada kemiringan lahan dan kontur tidak terjadi perbedaan
persebaran.
39
Bedasarkan hasil penelitian Sari (2019). Menunjukkan bahwa tekstur tanah
pada hutan alam memiliki tekstur tanah lempung berliat dan pada lahan yang sudah
ditanami bertekstur lempung berpasir. Pada kedalaman tanah 15-25 cm pada
vegetasi semak perdu, memiliki tekstur tanah yang lempung liat berpasir dan pada
vegetasi hutan alam, tekstur tanah lempung. Hal ini menunjukkan bahwa pada
vegetasi hutan alam, tanah dengan persentasi fraksi pasir cenderung lebih sedikit
dari pada persentasi fraksi pasir pada vegetasi semak perdu.
Berdasarkan kesimpulan pada penelitian Bauman (2008) yaitu proses
limpasan hujan di mikro-tropis didorong oleh kombinasi faktor-faktor seperti
karakteristik curah hujan, kondisi fisik tanah, gradien kemiringan dan tipe vegetasi.
Namun demikian, sifat fisik tanah seperti kondisi tekstur dan drainase lapisan tanah
serta kemiringan lereng merupakan faktor kunci dalam pengendalian limpasan di
bawah curah hujan tropis dengan intensitas kejadian badai tinggi dan akumulasi
curah hujan. Menurut hasil analisis Hakim (2007) menunjukkan tekstur tanah
berpengaruh terhadap debit puncak dan waktu menuju debit puncak, dimana tanah
bertekstur lempung memiliki debit puncak yang lebih tinggi dibandingkan pada
tanah bertekstur pasir dan liat, sedangkan untuk waktu menuju debit puncak dimana
tanah bertekstur liat memiliki waktu menuju debit puncak yang lebih cepat
dibandingkan dengan tanah bertekstur lempung dan pasir. Hal ini menjawab,
mengapa pada tekstur tanah di kedalaman 0-15 cm cenderung dipengaruhi oleh
kemiringan lahan, karena terdapat perbedaan kecepetan laju limpasan hujan,
dimana kemirngan lahan 9-15 % lebih cepat laju limpasanya dari pada kemringan
lahan 0-8%. Kemiringan lahan 0-8 % memiliki tekstur tanah cenderung berdebu,
dengan persentase fraksi pasir lebih sedikit dan persentase fraksi debu lebih banyak
dibandingkan dengan tanah bertekstur lempung pada kemiringan lahan 9-15%,
diketahui bahwa fraksi pasir lebih berat dari pada fraksi debu.
4.3.2 Struktur
Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan atau pengaturan butir tanah
primer menjadi partikel sekunder atau agregat. Struktur tanah sangat berpengaruh
terhadap proses vital dalam ruang ligkup tanah dan tanaman, yakni melalui gerakan
40
air, udara dan perkembangan akar. Ketiga hal tersebut dikendalikan oleh
keberadaan system pori dalam tanah (Ma’shum, 2012).
Tabel 4.3.2.1 Struktur Tanah
Kelas Kedalaman Tanah
Vegetasi Ketinggian Kemiringan 0-15 cm 15-25 cm
V1
C1 S1 Granular Granular
S2 Granular Granular
C2 S2 Granular Granular
S1 Granular Granular
V2
C2 S1 Granular Granular
S2 Granular Granular
C3 S2 Granular Granular
S1 Granular Granular
Keterangan: V1= Semak Perdu, V2= hutan alam, C1= 0-150 mdpl, C2= 150-300
mdpl, C3= >300 mdpl, S1=0-8 %, S2= 9-15 %
Berdasarkan tabel, struktur tanah pada keseluruhan kelas dan kedalam
menunjukkan struktur berbentuk granular, dikarenakan HKm wanagiri masih
memiliki tutupan vegetasi yang relatif baik. Granular adalah tanah berbentuk
polyhedral kecil, dengan permukaan melengkung atau sangat tidak beraturan
(Rayes, 2017). Kandungan bahan organik mempengaruhi porositas tanah (tingginya
porositas pada tanah dipengaruhi kandungan bahan organic yang tinggi), apabila
tanah berstruktur remah (granuler) maka mempunyai porositas yang lebih tinggi
daripada tanah-tanah yang memiliki struktur pejal (massive) (Hardjowigeno, 1992).
perbedaan lahan hutan dengan lahan pertanian, lahan pertanian lebih rentan
terhadap kerusakan tanah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya vegetasi atau
tanaman semak sebagai penahan hujan, rendahnya bahan organik yang berasal dari
seresah tanaman, sehingga hujan lebih mudah memecah butiran tanah (Arifin, 2010
Citt. Islami dan Utomo, 1995). Berdasarkan hasil tabel, tingkat kerapatan vegetasi
baik semak perdu maupun hutan alam, ketinggian, dan kemirangan lahan tidak
memiliki perbedaan struktur tanah, dikarenakan hasil yang didproleh struktur tanah
bersifat homogen.
41
4.3.3 Warna
Agus dan Marwanto (2006) menjelaskan warna tanah merupakan salah satu
ciri tanah yang paling mudah diamati. Warna tanah dapat digunakan untuk menduga
sifat-sifat tanah antara lain: kandungan bahan organik, kondisi drainase, aerase
tanah dan lain-lainnya. Warna disusun atas 3 variabel yaitu Hue menunjukkan
warna spektrum. Value menunjukkan kecerahan warna dan Chroma menunjukkan
intensitas warna. Warna tanah ditentukan dengan cara membandingkan warna tanah
dengan warna baku pada Munsell Soil Color Chart.
Tabel 4.3.3.1 Warna Tanah
Kelas Kedalaman
Vegetasi Ketinggian Kemiringan 0-15 cm 15-25 cm
V1
C1 S1 3/2 5 YR drb 3/3 5 YR drb
S2 2.5/2 5 YR drb 2.5/2 5 YR drb
C2 S2 2.5/2 5 YR drb 3/2 5 YR drb
S1 2.5/1 5 YR b 2.5/2 5 YR drb
V2
C2 S1 2.5/1 5 YR b 3/2 5 YR drb
S2 2.5/1 5 YR b 2.5/2 5 YR drb
C3 S2 2.5/1 5 YR b 3/2 5 YR drb
S1 2.5/1 5 YR b 2.5/2 5 YR drb
Keterangan : b = brown, drb = dark redish brown, YR = hue, V1= Semak Perdu,
V2= hutan alam, C1= 0-150 mdpl, C2= 150-300 mdpl, C3= >300 mdpl, S1=0-8 %,
S2= 9-15 %
Berdasarkan tabel diatas, warna tanah yang tampak pada keseluruhan kelas
terdiri dari 2 warna yaitu brown (coklat) dan dark redish brown (coklat gelap
kemerahan). Warna tanah pada kedalaman 0-15 cm pada vegetasi semak perdu
memiliki warna tanah coklat gelap kemerahan, kecuali pada vegetasi semak perdu
dengan kemiringan 0-8% yang memiliki warna coklat, sedangkan pada vegetasi
hutan alam, tanah seluruhnya bewarna coklat. Pada kedalaman 15-25 cm warna
tanah bersifat homogen dengan hanya terdapat 1 warna saja, yaitu coklat gelap
kemerahan. Sebagai pembanding warna tanah pada hutan alam yan berada di
Tahura Nuraksa pada kedalaman 5-15 cm, berwarna reddish black dan pada
kedalam 15-25 cm, berwarna dark reddish brorwn (Sari, 2019), menunjukkan
adanya perbedaan warna tanah pada tiap kedalaman dan tutupan vegetasi, karena
semakin banyak bahan organik terkandung dalam tanah, maka semakin gelap warna
42
tanah tersebut, sedangkan berdasarkan hasil tabel, ketinggian dan kemiringan lahan
tidak mempengaruhi warna tanah.
Dalam Holillulah (2015) yang mengutip Eswaran dan Sys (1970), warna
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik yang
menyebabkan warna gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan
seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida
besi seperti goethit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah.
Warna tanah merupakan petunjuk beberapa sifat tanah, karena warna tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Warna tanah
merupakan salah satu sifat fisik tanah yang berpengaruh terhadap temperatur dan
kelembapan tanah. Perbedaan warna tanah umumnya disebabkan oleh perbedaan
kandungan bahan organik, semakin tinggi kandungan bahan organik maka warna
tanah akan semakin gelap. Makin gelap warna tanah berarti makin tinggi
produktivitasnya dan cenderung lebih banyak menyerap energi matahari
dibandingkan benda yang berwarna terang, sehingga akan lebih mendorong laju
evaporasi (Lapadjati, 2016).
4.3.4 Bulk Density
Bulk density adalah perbandingan antara berat tanah kering oven dengan
volume tanah. Semakin padat suatu tanah, maka makin tinggi bulk densitynya,
artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman. Tanah
kurang padat mempunyai bulk density yang lebih kecil dari tanah yang lebih padat.
mumnya tanah lapisan atas (top soil) pada tanah mineral mempunyai nilai bulk
density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah di bawahnya (Hardjowigeno
2007).
43
Gambar 4.3.4.1 Bulk Denisty
Keterangan: V1= Semak Perdu, V2= hutan alam, C1= 0-150 mdpl, C2= 150-300
mdpl, C3= >300 mdpl, S1=0-8 %, S2= 9-15 %
Pada grafik menunjukkan nilai kepadatan tanah paling padat berada pada
kelas vegetasi rapat kontur >300 mdpl kemiringan lahan 0-8 % dan kepadatan
terendah berada pada kelas vegetasi rapat kontur 150-300 mdpl kemiringan lahan
9-15 %. Berdasarkan kedalam tanah, dari 8 kelas vegetasi kontur dan kemeringan 6
kelas menunjukan tanah dengan kedalaman 15-25 cm cenderung lebih padat, dan 2
kelas menunjukkan kedalaman 0-15 cm lebih padat. Menurut (Parlinduang, 2018)
BD tanah yang ideal berkisar antara 1,30 -1,35 g cm-3, BD pada tanah berkisar >
1,65 g cm-3 untuk tanah berpasir; 1 -1,60 g cm-3 pada tanah geluh yang mengandung
BO tanah sedang - tinggi, BD mungkin lebih kecil dari 1 g cm-3 pada tanah dengan
kandungan BO tinggi. Bulk density pada semua kelas dan kedalaman memiliki nilai
kurang <1 menandakan bahwa memiliki kepadatan yang rendah. Menurut Alabi
(2019) perakaran tanaman dapat menurunkan kepadatan tanah, bulk density juga
dapat mempengarahui laju infiltrasi pada tanah dan mengurangi limpasan air
permukaan (run-off) (Irawan, 2016)
Berdasarkan hasil uji two way ANOVA, antara faktor vegetasi semak perdu,
vegetasi hutan alam di kedalaman 0-15 cm dan kedalaman 15-25 cm menunjukkan
hasil nilai taraf signifikansi lebih dari 0.05 dimana nilai signifikansi vegetasi. Dapat
0.78
0.87
0.78
0.78
0.78
0.68
0.76
0.86
0.81
0.85
0.83
0.77
0.86
0.72
0.86
0.97
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00
S1
S2
S2
S1
S1
S2
S2
S1
Bulk Density (g.cm-3)
15-25 cm 0-15 cm
V2
V1
C1
C2
C2
C3
44
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara bulk density vegetasi semak
perdu dan hutan alam, baik di kedalaman 0-15 cm dan kedalaman 15-25 cm.
Hasil uji Anova antara ketinggian dan kemiringan di vegetasi semak perdu
dan hutan alam, baik kedalaman 0-15 cm dan kedalaman 15-25 cm, memiliki nilai
taraf signifikansi pada semua perbandingan lebih besar dari 0.05, menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan bulk density antara ketinggian tempat dan kemiringan
dalam vegetasi semak perdu dan vegetasi hutan alam, baik dalam kedalaman 0-15
cm dan 15-25 cm.
4.3.5 Porositas
Porositas adalah proposi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga
merupakan indicator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poros berarti
tanah yang cukup mempunyai pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar
tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanag tidak porous (Hanafiah, 2014).
Gambar 4.3.5.1 Porositas
Keterangan: V1= Semak Perdu, V2= hutan alam, C1= 0-150 mdpl, C2= 150-300
mdpl, C3= >300 mdpl, S1=0-8 %, S2= 9-15 %
Berdasarkan gambar, menunjukkan pada kedalaman tanah 0-15 cm pada
semua kelas, termasuk kedalam porositas tanah 60-80 dengan kriteria porous,
60.85
61.51
61.40
61.70
58.52
64.05
59.93
53.45
66.02
56.52
66.19
66.53
66.42
66.98
64.44
61.40
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00
S1
S2
S2
S1
S1
S2
S2
S1
Porositas Tanah %
0-15 cm 15-25 cm
V2
V1
C2
C1
C2
C1
45
kecuali pada kelas vegetasi sedang kontur 0-150 mdpl kemiringan 9-15 %
memimiliki nilai porositas antara 50-60 dengan kreteria Baik. Pada kedalaman 15-
25 cm, porositas tanah lebih bervariasi, dimana pada kelas vegetasi sedang memiliki
porositas tanah antara 60-80 dengan kreteria porous, pada kelas vegetasi rapat
porositas tanah berkisar antara 50-60 dengan kretira baik, kecuali pada kontur 150-
300 mdpl kemiringan lahan 9-15 % yang masuk dalam kelas porous. Sebagai
pembanding dalam Sari (2019) porositas tanah pada hutan alam berkisar antara 60-
80 dengan kreteria porous. Hanafiah (2007) porositas atau ruang pori adalah rongga
antar tanah yang biasanya diisi air atau udara. Pori sangat menentukan sekali dalam
permeabilitas tanah, semakin besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat
pula permeabilitas tanah tersebut.
Porositas tanah berdasarkan uji ANOVA dengan taraf signifikansi 95%,
pada tingkat vegetasi semak perdu dan hutan alam tidak terdapat perbedaan nyata
porositas tanah antara vegetasi semak perdu dan vegetasi hutan alam, baik pada
kedalaman 0-15 cm dan kedalaman 15-25 cm.
Pada kelas ketinggian dan kemiringan lahan, berdasarkan hasil uji
keragaman ANOVA, tidak menunjukkan perbedaan nyata nilai porositas antara
ketinggian dan kemiringan lahan di vegetasi semak perdu maupun di vegetasi hutan
alam baik kedalaman 0-15 dan kedalaman 15-25 cm. Dapat disimpulkan bahwa
ketinggian dan kemiringan di HKm Artagiri tidak berpengaruh terhadap nilai
porositas tanah dikawasan tersebut. Menurut Bintoro (2017) besar kecilnya
porositas tanah dipengaruhi oleh tingkat laju permeabilitas tanah, permeabilitas
umumnya diukur sehubungan dengan laju aliran air melalui tanah dalam suatu
massa waktu (Foth, 1991).
4.3.6 Kedalaman Lapisan Tanah
Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat
ditembus akar tanaman. Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar,
serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah dan bila tidak dijumpai
akar tanaman, maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum
tanah (Anhar, 2016 cit Hardjowigeno, 1985)
46
Gambar 4.3.6.1 Kedalaman Lapisan Tanah
Keterangan: V1= Semak Perdu, V2= hutan alam, C1= 0-150 mdpl, C2= 150-300
mdpl, C3= >300 mdpl, S1=0-8 %, S2= 9-15 %
Berdasarkan gambar di atas menunjukkan terdapat perbedaan kedalaman
lapisan tanah di setiap kelas, dimana kedalaman tanah yang paling tinggi berada
pada kelas vegetasi semak perdu kontur 0-150 mdpl kemiringan lahan 0-8% dan
kedalam yang paling rendah terdapat pada kelas vegetasi hutan alam dengan kontur
lahan >300 mdpl kemiringan lahan 0-8 %. Kedalaman lapisan tanah biasanya
disebabkan oleh erosi, erosi didefinisikan sebagai peristiwa hilang atau terkikisnya
tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut dari suatu tempat ketempat
lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin, es (Sumarna, 2015). Menurut
Arsyad (1989) yang dimaksud erosi air adalah kombinasi dua sub proses yaitu
penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbukan butir-
butir hujan yang jatuh menimpa tanah dan peredaman oleh air yang tergenang
(proses dispersi), dan pengangkutan butir-butir primer tanah oleh air yang mengalir
diatas permukaan tanah.
100
86.7
36.7
32.7
38.3
35.7
21.3
18.3
0 20 40 60 80 100
S1
S2
S2
S1
S1
S2
S2
S1
Kedalaman Lapisan Tanah (cm)
V2
V1
C3
C2
C2
C1
47
Tabel 4.3.6.1 Analisis Keragaman ANOVA Kedalaman lapisan tanah (faktor
ketinggian dan kemiringan) di vegetasi semak perdu
Sumber
Keragaman
Jumlah
Kuadra
n (JK)
Derajat
Bebas
(db)
Kuadran
Tengah
(KT)
F Sig.
Ketinggian 10325.3 1 10325.33 264.752 0.000
Kemiringan 65.33 1 65.33 1.675 0.232
Ketinggian*
Kemringan 225.33 1 225.33 5.778 0.043
Galat 312.00 8 39.00
Total 60080 12
Keterangan : Sig kurang dari 0,05 berbeda nyata
Hasil uji keragaman ANOVA faktorial antara ketinggian dan kemiringan
lahan di vegetasi semak pedu pada tabel di atas menunjukkan, terdapat perbedaan
nyata kedalaman lapisan tanah antara ketinggian 0-150 mdpl dan ketinggian 150-
300 mdpl pada vegetasi semak, namun antara kemiringan lahan 0-8 % dan 9-15 %
tidak terdapat perbedaan kedalaman lapisan tanah yang tedapat di vegetasi semak
perdu.
Tabel 4.3.6.2 Analisis Keragaman ANOVA kedalam lapisan tanah (faktor
ketinggian dan kemiringan) di vegetasi hutan alam
Sumber
Keragaman
Jumlah
Kuadra
n (JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadran
Tengah
(KT)
F Sig.
Ketinggian 884.08 1 884.08 124.812 0.000
Kemringan .08 1 0.08 0.012 0.916
Ketinggian*
Kemringan 24.08 1 24.08 3.400 0.102
Galat 56.667 8 7.08
Total 10655 12
Keterangan : Sig kurang dari 0,05 berbeda nyata
Hasil uji keragaman ANOVA faktorial antara ketinggian dan kemiringan
lahan di vegetasi hutan alam pada tabel di atas menunjukkan, terdapat perbedaan
nyata kedalaman lapisan tanah antara ketinggian 150-300 mdpl dan ketinggian
>300 mdpl di vegetasi hutan alam, namun antara kemiringan lahan 0-8 % dan 9-15
48
% tidak terdapat perbedaan nyata kedalaman lapisan tanah yang tedapat di vegetasi
semak perdu.
Kalima (2007) memaparkan semakin tinggi ketinggian tempat maka
vegetasi akan semakin berkurang, struktur vegetasi tidak menunjukkan perubahan
signifikan terkait dengan gradien lingkungan yang dianalisis, tetapi ketinggian dan
aspek mempengaruhi vegetasi (Gallardo-Cruz, 2009). Hal ini dapat mempengaruhi
laju erosi pada ketinggian tempat yang menyebabkan partikel tanah hanyut
ketempat yang lebih rendah apabila terjadi limpasan air (run-off) sehingga partikel
tanah menumpuk pada area yang lebih rendah.
4.3.7 Kemasaman (pH)
Kemasaman tanah memiliki sifat yang sangat penting, karena terdapat
beberapa hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara yang terkandung didalam
tanah, dan juga terdapat beberapa hubungan antara pH dan semua pembentukan
serta sifat-sifat tanah (Foth, 1994).
Gambar 4.3.7.1 pH Tanah
Keterangan: V1= Semak Perdu, V2= hutan alam, C1= 0-150 mdpl, C2= 150-300
mdpl, C3= >300 mdpl, S1=0-8 %, S2= 9-15 %
Berdasarkan diagram, nilai pH tanah disemua kelas berkisar antara 3.7-5.4
yang mendakan tanah cenderung masam. pH tertinggi pada kelas vegetasi rapat
5.0
4.2
4.0
3.9
5.4
4.3
3.4
4.0
3.8
4.9
4.1
3.8
4.7
4.4
3.7
4.3
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0
S1
S2
S2
S1
S1
S2
S2
S1
pH Tanah
0-15 cm 15-25 cm
V2
V1
C3
C2
C2
C1
49
kontur lahan 150-300 mdpl kemiringan lahan 0-8%, dan pH tanah terendah pada
kelas vegetasi rapat kontur >300 mdpl kemringan lahan 15-25%. , menurut Iwan
(2010) dan Master Plan Kawasan Pertanian Di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(2018) jenis tanah utama di Kabupaten Sumbawa yang banyak ditemukan adalah
berupa entisol. Tanah entisol berdasarkan penelitian Nariratih (2013) memiliki pH
tanah cenderung masam dimana rata-rata niali pH tanah bernilai 5. Menurut Barchia
(2009) tanah masam adalah tanah dengan nilai pH<7.0, kemasaman tanah jarang
ditemukan pada pH tanah di atas 5.5, tanah masam keseluruhan penampang
kontrolnya mempunyai pH-H2O kurang dari 5,5 atau pH-CaCl2 kurang dari 5,0
(Soil Survey Staff, 1999). Sebagai pembanding dalam Sari (2019) nilai pH tanah
pada hutan alam memiliki pH yang masam berkisar antara 5-7, dibandingkan
dengan pH tanah dengan lahan yang sudah diolah memiliki nilai pH yang lebih
tinggi.
Berdasarkan hasil uji keragaman ANOVA antara vegetasi semak perdu dan
vegetasi hutan baik pada kedalaman 0-15 cm dan 15-25 cm, tidak menunjukkan
perbedaan nyata pada nilai pH tanah. Uji keragaman ANOVA faktorial antara
ketinggian dan kemiringan lahan di hutan semak perdu baik di kedalaman 0-15 cm
dan 15-25 cm tidak menunjukkan perbedaan nyata nilai pH tanah antara ketinggian
0-150 mdpl dan 150-300 mdpl, serta antara kemiringan 0-8%-9-15%. Pada vegetasi
hutan alam uji keragaman ANOVA factorial dengan faktor ketinggian dan
kemiringan pada kedalaman 0-15 cm tidak menunjukkan perbedaan nyata nilai pH
tanah anatara ketinggian 150-300 mdpl dan >300 mdpl serta antara kemiringan 0-
8% dan 9-15 %. Namun pada kedalaman lapisan tanah 15-25 cm menunujukkan
perbedaan antara ketinggian 150-300 mdpl dan >300 mdpl serta antara kemiringan
0-8% dan 9-15 %.
Menurut Buol et al., (1980) faktor iklim, topografi, dan faktor bahan induk
tanah merupakan faktor pembentuk tanah yang paling dominan pengaruhnya di
Indonesia terhadap sifat dan ciri tanah yang terbentuk serta potensinya. Tanah
masam mempunyai penyebaran sangat luas mulai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi dengan bentuk wilayah datar sampai bergunung dan dapat terbentuk
dari berbagai macam bahan induk tanah (Subardaja, 2007).
50
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa;
1. Karakteristik tanah pada berbagai tutupan vegetasi di HKm Artagiri adalah:
tekstur tanah pada vegetasi semak perdu berbentuk lempung hingga lempung
liat berpasir sedangkan pada vegetasi hutan alam berbentuk lempung dan
lempung berdebu. Struktur tanah pada vegetasi semak perdu dan hutan alam
bertipe sama yaitu granuler. Warna tanah pada vegetasi semak perdu dan hutan
alam berwarna sama yaitu brown dan dark redish brown. Bulk density pada
vegetasi semak perdu dan hutan alam masing-masing berkisar 0.77 g.cm-3 -
0.97 g.cm-3 dan 0.68 g.cm-3 - 0.97 g.cm-3. Porositas tanah pada vegetasi semak
perdu dan hutan alam masing-masing berkisar 56.52% - 66.53%, dan 53.45 %
- 66.98%. Kedalaman lapisan tanah pada vegetasi semak perdu dan hutan alam
masing-masing 32.7 cm - 100 cm dan 18.3 cm - 21.3 cm. pH tanah pada
vegetasi semak perdu dan hutan alam masing-masing 3.8 cm - 5.0 cm dan 3.4
- 5.4.
2. Karakteristik tanah pada berbagai ketinggian tempat di HKm Artagiri adalah:
tekstur tanah pada ketinggian 0-150 mdpl berupa Lempung dan lempung liat
berpasir, ketinggian 150-300 mdpl lempung, lempung berdebu dan lempung
liat berpasir, ketinggian >300 mdpl lempung dan lempung berdebu. Strukutur
tanah pada tiap ketinggian tidak ada perbedaan yaitu granuler. Warna tanah
pada ketinggian 0-150 mdpl adalah dark redish brown sedangkan pada
ketinggian 150-300 mdpl dan >300 mdpl berwarna dark redish brown dan
brown. Rata-rata bulk density pada ketinggian 0-150 mdpl, 150-300 mdpl, dan
>300 mdpl bernilai 0.83 g.cm-3 , 0.77 g.cm-3, dan 0.86 g.cm-3. Rata-rata
porositas tanah pada ketinggian 0-150 mdpl, 150-300 mdpl, dan >300 mdpl
bernilai 61.23 %, 63.97%, dan 59.80%. Rata-rata kedalaman lapisan tanah pada
51
ketinggian 0-150 mdpl, 150-300 mdpl, dan >300 mdpl bernilai 93 cm, 35.8 cm,
dan 19.8 cm. Rata-rata pH tanah ketinggian 0-150 mdpl, 150-300 mdpl, dan
>300 mdpl bernilai 4.5, 4.3 dan 3.8.
3. Hasil analisis statistik ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata
antara setiap vegetasi, ketinggian tempat dan kemiringan lahan di variable bulk
density, porositas tanah dan pH tanah. Namun terdapat perbedaan nyata antara
setiap ketinggian dan setiap kemiringan lahan pada variable kedalaman lapisan
tanah.
5.2 Saran
Perlu dilakukanya penelitian lebih lanjut terkait dengan hubungan antara
karakteristik tanah kaitannya dengan laju infiltrasi, water catchment, erosifitas
tanah dikarenakan HKm Swagotra Arthagiri (Wanagiri) merupakan HKm yang
dimanfaatkan jasa lingkungannya berupa sumber mata air. Dimana penelitian-
penelitian selanjutnya dapat digunakan dalam mengelola kawasan dengan
suistaibale, agar kondisi Kawasan tetap terjaga dan memberikan manfaat bagi
perekonomian serta menjaga kelestarian kawasan.
52
DAFTAR PUSTAKA
Agus F., Marwanto S. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor
Alabi, A.A., A.O. Adewale, B Adebo, A.S Ogungbe, J.O Coker, F.G. Akinboro,
Giwa Bolaji. 2019. Effects of different land uses on soil physical
and chemical properties in Odeda LGA, Ogun State, Nigeria. [Jurnal].
Environmental Earth Sciences 78:207.
Andrian, Supriadi, Purba Marpaung. 2014. PENGARUH KETINGGIAN
TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP PRODUKSI
KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DI KEBUN HAPESONG PTPN
III TAPANULI SELATAN. [Jurnal]. Jurnal Agroekoteknologi . Vol.2, No.3
: 981 - 989
Anhar, Rizaldy. 2016. Estimasi Kedalaman Tanah Berdasarkan Faset Lahan Di
Daerah Aliran Sungai Cileungsi-Citeureup Kabupaten Bogor. [Skripsi].
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ardhana, I Putu Gede. 2011. TEKNIK AGROFORESTRI DI AREAL HUTAN
KEMASYARAKATAN DESA PEJARAKAN, KECAMATAN
GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI. [Jurnal].
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, hlm. 81-90.
Arifi, Moh. 2010. Kajian Sifat Fisik Tanah Dan Berbagai Penggunaan Lahan
Dalam Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. [Jurnal]. Pertanian
MAPETA. Vol. XII. No. 2: 72 – 144.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Arsyad, S. 2005. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Asrianny, Catarina Balqis Paweka, Amran Achmad, Ngakan Putu Oka, Nida Sari
Rachmah. 2019. Komposisi Jenis Dan Struktur Vegetasi Hutan Dataran
Rendah Di Kompleks Gunung Bulusaraung Sulawesi Selatan. [Jurnal].
Jurnal Perennial Vol. 15 No. 1: 32-41
53
Azmul., Yusran., Irmasari. 2016. Sifat Kimia Tanah Pada Berbagai Tipe
Penggunaan Lahan di Sekitar Taman Nasional Lore Lindu (Studi Kasus
Desa Toro Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah). [Jurnal].
Warta Rimba ISSN: 2406-8373 Volume 4, Nomor 2 Hal: 24-31.
Bagheri, I., S. B. Kalhori, M. Akef dan F. Khormali. 2012. Effect Of Compaction
On Physical And Micromorphological Properties Of Forest Soil. [Jurnal].
American Journal of Plant Sciences., volume 3(1): 159-163.
Balai Besar Litbang Sumber Daya Pertanian. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode
Analsisnya.
Barchia, Muhammad Faiz. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Bauman, J., Rodriguez Morales, J.A., Arellano Monterrosas, J.L. 2008. The Effect
of Rainfall, Slope Gradient, and Soil Tecture on Hydrological Processes in
a Tropical Watershed. [Jurnal].
Buol S.W., F.D. Hole, and R.J. McCracken. 1980. Soil Genesis and Classification.
The Iowa State University Press.
DINAS LHK NTB.2019.Data Perkembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) di
Provinsi NTB. https://dislhk.ntbprov.go.id/data/dataset/data-
perkembangan-hutan-kemasyarakatan-hkm-di-provinsi-ntb. [16 Juni 2020].
Dinas Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2017.
Statistik Dinas Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tahun 2016.
Dotulong J.R. G., Kumolontang W.J. N., Kaunang D., Rondonuwu J.J.2015.
Identifikasi Keadaan Sifat Fisik Dan Kimia Tanah Pada Tanaman Cengkeh
di Desa Tincep dan Kolongan Atas Kecamatan. [Jurnal]. Universitas
Ratulangi.
Eswaran, H. and C. Sys. 1970. An evaluation of the free iron in tropical andesitic
soils. Pedologie 20:62-65.
Eviati., Sulaeman. 2009. Petunjuk Teknis Edisi 2 Analisis Kimia Tanah, Tanaman,
Air dan Pupuk. Balai Peneliti Tanah. Bogor.
Foth, H. D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan Oleh S. Adisoemanto.
Erlangga. Jakarta.
54
Foth, H.D. 1991. Fundamentals of Soil Science. Terjemahan Damiati: Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Erlangga. Jakarta.
Gallardo-Cruz, J. Alberto, Eduardo A. Pe´rez-Garcı´a, Jorge A. Meave. 2009.
Diversity and Vegetation Structure as Influenced by Slope Aspect And
Altitude in a Sesaonally Dry Tropical Landscape. [Jurnal]. Landsacpe
Ecolocy 24, 473-482.
Gerrard AJ. 1992. Soil Geomorphology: An Integration of Pedology and
Geomorphology. New York.
Hakim, M. Lutfi, O. Haridjaja, Sudarsono, G. Irianto. 2007. Pengaruh Tekstur
Tanah Terhadap Karakteristik Unit Hidrograf dan Model Pendugaan Banjir
(Studi Kasus di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur).
[Jurnal]. Jurnal Tanah dan Iklim No.26.
Hanafiah K A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hanafiah K.A. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajawali Pers. Jakarta.
Hanafiah KA. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajawali Press. Jakarta
Hanafiah, A. S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Hanafiah, Kemas Ali. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada.
Depok.
Hardjowigeno S. 1985. Klasifikasi Tanah dan Lahan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Medityatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Holilullah, Afandi, dan Hery N. 2015. Karakterisitk Sifat Fisik Tanah Pada Lahan
Produksi Rendah Dan Tinggi Di PT Great Giant Pineapple. [Jurnal].
Agrotek Tropika 3(2):278-282.
Idris, Muhamad Husni, Sitti Latifah, Budhy Setiawan. 2020. Keadaan Vegetasi
Hutan Berbasis Masyarakat di Desa Aik Bual dan Desa Setiling, Pulau
Lombok. [Jurnal]. Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) 2339-0913 Vol. 8 No.
2, Mei 2020 (218-229).
55
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
2019. The IUCN Red List of Threatened Species Version 2019.
www.iucnredlist.org. [21 Mei 2020].
Irawan , Tomy dan Slamet Budi Yuwono. 2016. Infiltrasi Pada Berbagai Tegakan
Hutan Di Arboretum Universitas Lampung. [Jurnal]. Sylva Lestari. Vol. 4
No.3.
Irwan, Zoer’aini Djamal. 2015. Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan
dan Pelestarianya. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Islarni dan Utomo, WH. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP.
Semarang Press. Semarang.
Julmansyah. 2007. Prakarsa Di Tengah Krisis Air Kemiskinan & Praktek
Pembayaran Jasa Lingkungan Oleh Masyarakat Lokal. Samawa Center.
Sumbawa Besar.
Kalima, Titi. 2007. Keragaman Jenis Dan Populasi Flora Pohon Di Hutan Lindung
Gunung Slamet, Baturraden, Jawa Tengah. [Jurnal]. Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam Vol. IV No. 2 : 151 – 160
Karlen, D.L., M.J. Mausbach, J.W. Doran, R.G. Cline, R.F. Harris, and G.E.
Schuman. 1997. Soil quality: A concept, definition, and framework for
evaluation. [Jurnal] Soil Science of America Journal 61: 4- 10
Kent, M. and C. Paddy. 1992. Vegetation Description and Analysis a Practical
Approach. Belhaven Press. London.
Keputusan Menteri Kehutananan RI Nomor 36/MENHUT-II Tahun 2014
Lapadjati, Karsapakyawan K., Wardah, Rahmawati. 2016. Sifat Fisik Tanah Pada
Hutan Tanaman Kemiri, Lahan Agroforestri Dan Lahan Hutan Sekunder Di
Desa Labuan Kungguma Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. [jurnal].
Warta Rimba Vol.4 No.2.
Ma’shum, Mansur dan Sukartono. 2012. Pengelolaan Tanah. Arga Puji Press.
Mataram.
Mansur, Muhammad. 2015. Struktur dan Komposisi Jenis-Jenis Pohon di Taman
Nasional Gunung Rinjani bagian Selatan, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
[Jurnal]. Jurnal Biologi Indonesia 12 (1): 87-98
56
Margolang, Rizky Dharmawan, Jamilah, Mariani Sembiring. 2015. Karakteristik
Beberapa Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah Pada Sistem Pertanian
Organik. [Jurnal]. Jurnal Online Agroekoteaknologi. ISSN No. 2337- 6597
Vol. 3, No. 2: 717 – 723.
Markum, Budhy Setiawan, Rahmat Sabanai. 2014. Hutan Kemasyrakatan: Sebuah
Ikhtiar Mewujudkan Hutan Lestari Masyrakat Sejahtera. RA Visindo dan
BPDAS Dodokan Moyosari. Bogor.
Maryantika, Norida, Lalu M.J., Andie S. 2011. Analisa Perubahan Vegetasi
Ditinjau Dari Tingkat Ketinggian Dan Kemiringan Lahan Menggunakan
Citra Satelit Landsat Dan Spot 4 (Studi Kasus Kabupaten Pasuruan).
[Jurnal]. GEOID Vol. 07, No. 01
Mukhlis. 2014. Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan.
Nandini, Ryke. 2013. Evaluasi Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Pada
Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Pulau Lombok. [Jurnal]. Jurnal
Penelitian Hutan Tanaman Vol. 10 No.1, 43 - 55
Nariratih, Intan. 2013. Ketersediaan Nitrogen Pada Tiga Jenis Tanah Akibat
Pemberian Tiga Bahan Organik Dan Serapannya Pada Tanaman Jagung.
[Jurnal]. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3
Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Nugroho, Y. 2006. Sistem Perakaran Sengon Laut (Paraserianthes falcataria (L)
Nielsen Pada Lahan Bekas Penambangan Tipe C di Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman DIY
Nugroho, Y. 2016. PENGARUH POSISI LERENG TERHADAP SIFAT FISIKA
TANAH. [Jurnal]. Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 3
Pairunan A, JL Nanere, SSR Arifin, RT Samosir, JR Lalopua, B Ibrahim, Hariadji
Asmadi. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Indonesia Timur. Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur (PKS-PTNINTIM).
Parlindungan E.S. 2018. Dinamika Kesuburan Tanah pada Pertanaman Ubi Kayu
(Manihot esculenta) dengan Teknologi Biofarming. [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.88/Menhut-II/2014
57
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2012. Tentang Pedoman Teknis
Kebun Bibit Rakyat.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan No 83 Tahun 2016.
Perdana, Sandi dan Wawan. 2015. Pengaruh Pemadatan Tanah Gambut Terhadap
Sifat Fisik Pada Dua Lokasi Yang Berbeda. [Jurnal]. JOM Faperta Vol. 2
No. 2.
Pratama, Lalu Aditya. 2019. Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Tanaman
Koleksi Pada Blok Koleksi Segmen Desa Pakuan Tahura Nuraksa. [skripsi].
Unpublished.
Rayes, Mochtar Lutfi. 2017. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. UB Press. Malang.
Rencana Umum Pengelolaan HKm“Gapoktan Swagotra Arthagiri” Desa Sabedo
Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa. 2014. Sumbawa.
Ritonga, Arif Ghazali, Abdul Rauf, Jamilah. 2016. Karakteristik Biologi Tanah
pada Berbagai Penggunaan Lahan di Sub DAS Petani Kabupaten Deli
Serdang Sumatera Utara. [Jurnal]. Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No.
2337- 6597 Vol.4. No.3, Juni 2016. (593)
Rosandari T, Thayib MH, Krisdiawati N. 2013. Variasi penambahan gula dan lama
inkubasi pada proses fermentasi cider kersen (Muntingia Calabura L).
Teknologi Industri Pertanian, unpublished.
Rusdiana, Omo, Rinal S.L. 2012. Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah
terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder. [Jurnal].
JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA Vol. 03 No. 01 April 2012, Hal. 14 –
21 ISSN: 2086-8227.
Ruslan, R. 2003. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Sangadji, S. 2001. Pengaruh Iklim Tropis di Dua Ketinggian Tempat yang Berbeda
Terhadap Potensi Hasil Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum Moench.).
[Tesis]. IPB. Bogor.
Sari, Diah Permata, Kornelia WB, Maiser Syaputra. 2019. Vegetasi Di Kawasan
Sempadan Embung Bual,Desa Aik Bual Kecamatan Kopang Kabupaten
Lombok Tengah. [Jurnal]. Jurnal Belantara Vol. 2, No. 2, Agustus 2019.
58
Sari, Ni Nyoman Dewi Ratna. 2019. Karakteristik Sifat Fisika Dan Kimia Tanah
Pada Beberapa Model Pengelolaan Lahan Oleh Kelompok Masyarakat
Mitra Konservasi Di Kawasan Taman Hutan Raya Nuraksa. [Skripsi].
Jurusan Kehutanan Universitas Mataram. Mataram.
Sembiring, 2008. Sifat Kimia dan Fisik Tanah Pada Areal Bekas Tambang Bauksit.
[Jurnal]. Info Hutan Vol. 5, No. 2. Hal 123-134.
Setiawan, Iwan. 2010. Arahan Pengembangan Sektor Pertanian Kabupaten
Sumbawa Berbasis Komoditas Unggulan Daerah. Institur Pertanian Bogor.
Bogor.
Siahaan, Febriana Artauli, Rony Irawanto, Apriyono Rahadiantoro, Ilham Kurnia
A. 2018. Sifat Tanah Lapisan Atas di Bawah Pengaruh Tegakan Vegetasi
Berbeda di Kebun Raya Purwodadi. [Jurnal]. Jurnal Tanah dan Iklim Vol.42
No. 2.
Silamon R.F., Amiruddin, Kusnarta. IGM., Bagus. 2016. Survey Calon Petani
Calon Lokasi Perluasan Saah NTB Tahun 2016. Analisis Kesesuaian Lahan
Padi (Orya Sativa). Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas
Mataram.
SNI 7645. 2010. Klasisfikasi Penutup Lahan.
SNI 7724. 2011. Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon Pengukuran
lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest
carbon accounting).
Soerianegara I, Indrawan A. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soil Quality Institute (SQI). 2001. Guidelines for Soil Quality Assessment in
Conservation Planning. Soil Quality Institute. Natural Resources
Consevation Service. USDA.
Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy. A Basic System for Making and
Interpreting Soil Surveys. Second Edition. USDA-NRCS Agric.
Sopar, Harlen. 2010. Efektivitas Hutan Kemasyarakatan Sebagai Wujud Kolaborasi
Pengelolaan Hutan Kasus Desa Air Naningan Kecamatan Air Naningan,
59
Kabupaten Tanggamus, Lampung. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Sparling GP, Lewis R, Schipper LA, Mudge P, Balks M. 2014. Changes in Soil
Total C and N Contents At Three Chronosequences After Conversion From
Plantation Pine Forest to Dairy Pasture on a New Zealand Pumice Soil.
[Jurnal]. Soil Research 52:38-45.
Subardja, D,. 2007. Karakteristik dan Pengelolaan Tanah Masam dari Batuan
Volkanik untuk Pengembangan Jagung di Sukabumi, Jawa Barat. [Jurnal].
Tanah Dan Iklim No. 25.
Sukmawati. 2015. Analisis Ketersediaan C-Organik di lahan kering setelah
diterapkan berbagai model sistem pertanian hedgerow. [Jurnal]. Galung
Tropika. 4(2):115-120
Sumarna, Dede. 2015. Identifikasi Erosi Dan Pengaruhnya Terhadap Lapisan
Tanah Subur Pada Lahan Pertanian Produktif Studi Kasus: Daerah Aliran
Sungai (Das) Citarum Hulu. [Jurnal]. Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Sumawinata B., Djajakirana G., Handayani L. 2015. Penilaian Sifat Fisika, Kimia,
dan Biologi Tanah Gambut [Persentasi Power Point]. IPN Toolbox Tema B
Subtema B1. www.cifor.org/ipn-toolbx.
Sumbawakab. 2020. Geografi Kabupaten Sumbawa.
https://sumbawakab.go.id/geografi.html. [ 3 Juni 2020].
Suradiredja, Diah Y, Andi Pramaria, Markum, Wiji JS, M Ridha Haki. 2017.
Menoleh Jalan Panjang Hutan Kemasyrakatan Catatan Perjalanan Tiga
Dasawarsa Program Hutan Kemasyarakatan di Pulau Lombok. CV Bee
Media Nusantara. Mataram.
Tim Peneliti Fakultas Pertanian Unram. 2018. Penyusunan Master Plan Kawasan
Pertanian Di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dinas Pertanian Dan
Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat Dan Fakultas Pertanian
Universitas Mataram
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah Di Indonesia. Rajawali Press. Jakarta.
60
V. Wiratna Sujarweni. 2014. SPSS untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka baru
Press.
Waznah. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu: Bengkulu.
Wiryantara, I Wayan Gede, et all. 2014. Analisis Vegetasi Sebagai Dasar
Pengembangan Agroforestri di DASMikro Desa Tukad Sumaga,
Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. [Jurnal]. AGROTROP, 4 (1):
89-98.
Zaharah, Putri, Nita Norika, Arief Pambudi. 2016. Analisis Vegetasi Ficus
racemosa L. Di Bantaran Sungai Ciliwung Wilayah Pangadegan Jakarta
Selatan. [Jurnal]. Bioma Vol.12.
Zeng, Xin H., Zhang WJ, Song YG, Shen HT. 2014. Slope Aspect and Slope
Position have Effects on Plant Diversity and Spatial Distribution in the Hilly
Region of Mount Taihang, North China. [Jurnal]. Food, Agriculture &
Environment Vol.12 (1): 391-397.
61
Lampiran 1. Letak Plot
Kelas Plot ketinggian
(mdpl)
kemiring
an (%)
rata-rata
ketinggian
(mdpl)
rata-rata
kemiring
an (%)
V1C1S1
1 35 6
48.33 6.33 2 50 5
3 60 8
V1C1S2
4 100 9
101.67 9.00 5 115 9
6 90 9
V1C2S2
7 210 11
225.00 11.00 8 225 11
9 240 11
V1C2S1
10 265 8
260.00 7.33 11 275 6
12 240 8
V2C2S1
13 160 8
191.67 6.33 14 205 5
15 210 6
V2C2S2
16 200 9
208.33 9.00 17 215 9
18 210 9
V2C3S2
19 310 10
318.33 10.00 20 320 10
21 325 10
V2C3S1
22 340 8
356.67 8.00 23 360 8
24 370 8
62
Lampiran 2. Vegetasi
Tally sheet tingkat pohon
Kelas Plo
t Jenis
Kelilin
g (cm)
Diameter
(cm)
Diameter
(m)
LDBS
(m2)
V1C1S
1
1
Mente 41 0.41 0.13
Mente 64 0.64 0.32
Mente 26 0.26 0.05
Mente 22 0.22 0.04
Mente 28.00 0.28 0.06
2
Mente 22 0.22 0.04
Kesambi 25 0.25 0.05
Mente 69 0.69 0.37
Kesambi 25 0.25 0.05
Kesambi 145.5 46.337579
6 0.46 0.17
3
Mente 44 0.44 0.15
Mente 30 0.30 0.07
Jati 19 0.19 0.03
Mente 98.3 31.31 0.31 0.08
Jati 90 28.66 0.29 0.06
Jati 77.2 24.59 0.25 0.05
V1C1S
2
4 Kesambi 88 28.03 0.28 0.06
5 asam 122.46 39.00 0.39 0.12
kenari 141.3 45.00 0.45 0.16
6 kelapa 100.48 32.00 0.32 0.08
V1C2S
2
7
kukun 82 26.11 0.26 0.05
kukun 132.6 42.23 0.42 0.14
pelas 102 32.48 0.32 0.08
pelas 88.1 28.06 0.28 0.06
pelas 70.5 22.45 0.22 0.04
8
ketimus 85.2 27.13 0.27 0.06
pelas 105 33.44 0.33 0.09
ketimus 88.5 28.18 0.28 0.06
ketimus 98 31.21 0.31 0.08
ketimus 76.1 24.24 0.24 0.05
ketimus 104 33.12 0.33 0.09
ketimus 88.5 28.18 0.28 0.06
9
pelas 123.4 39.30 0.39 0.12
ketimus 70.4 22.42 0.22 0.04
ketimus 69.4 22.10 0.22 0.04
63
kesambi 70.4 22.42 0.22 0.04
V1C2S
1
10
pelas 94.5 30.10 0.30 0.07
pelas 88.2 28.09 0.28 0.06
ketimus 88 28.03 0.28 0.06
pelas 70.2 22.36 0.22 0.04
pelas 90.4 28.79 0.29 0.07
kukun 80.7 25.70 0.26 0.05
11
pelas 104.2 33.18 0.33 0.09
pelas 205 65.29 0.65 0.33
ketimus 113 35.99 0.36 0.10
pelas 117.3 37.36 0.37 0.11
ketimus 314 100.00 1.00 0.79
pelas 140 44.59 0.45 0.16
12
pelas 73.1 23.28 0.23 0.04
gerupuk 392.7 125.06 1.25 1.23
pelas 98.1 31.24 0.31 0.08
kesambi 121 38.54 0.39 0.12
kesambi 80.5 25.64 0.26 0.05
binong 90.2 28.73 0.29 0.06
pelas 111 35.35 0.35 0.10
V2C2S
1
13
bidara 73.4 23.38 0.23 0.04
bidara 111.1 35.38 0.35 0.10
pelas 100.4 31.97 0.32 0.08
pelas 17.2 5.48 0.05 0.00
bidara 121 38.54 0.39 0.12
pelas 70.6 22.48 0.22 0.04
14
laban 130 41.40 0.41 0.13
binong 71 22.61 0.23 0.04
laban 118 37.58 0.38 0.11
pelas 64 20.38 0.20 0.03
pelas 116 36.94 0.37 0.11
pelas 197.82 63.00 0.63 0.31
laban 91 28.98 0.29 0.07
laban 63 20.06 0.20 0.03
15
binong 184 58.60 0.59 0.27
kesambi 102 32.48 0.32 0.08
kesambi 163 51.91 0.52 0.21
laban 119.6 38.09 0.38 0.11
kesambi 70.2 22.36 0.22 0.04
V2C2S
2 16
kesambi 269.3 85.76 0.86 0.58
pelas 178 56.69 0.57 0.25
ketimus 113 35.99 0.36 0.10
bidara 67 21.34 0.21 0.04
64
pelas 97.3 30.99 0.31 0.08
pelas 65 20.70 0.21 0.03
bidara 88 28.03 0.28 0.06
pelas 101 32.17 0.32 0.08
17
pelas 99 31.53 0.32 0.08
pelas 106 33.76 0.34 0.09
ketimus 86 27.39 0.27 0.06
pelas 103.4 32.93 0.33 0.09
bidara 98 31.21 0.31 0.08
ketimus 114 36.31 0.36 0.10
pelas 103.6 32.99 0.33 0.09
bidara 79 25.16 0.25 0.05
pelas 77 24.52 0.25 0.05
pelas 71 22.61 0.23 0.04
randu 129.7 41.31 0.41 0.13
bidara 87 27.71 0.28 0.06
18
kesambi 107.1 34.11 0.34 0.09
kesambi 98 31.21 0.31 0.08
kesambi 130.8 41.66 0.42 0.14
kesambi 104 33.12 0.33 0.09
ketimus 124 39.49 0.39 0.12
kesambi 111.1 35.38 0.35 0.10
bidara 87 27.71 0.28 0.06
V2C3S
2
19
kesambi 176 56.05 0.56 0.25
ketimus 108 34.39 0.34 0.09
ketimus 126 40.13 0.40 0.13
ketimus 199 63.38 0.63 0.32
kesambi 178 56.69 0.57 0.25
20
ketimus 155 49.36 0.49 0.19
kesambi 167 53.18 0.53 0.22
kesambi 154 49.04 0.49 0.19
21
kesambi 137 43.63 0.44 0.15
kesambi 108 34.39 0.34 0.09
pelas 88 28.03 0.28 0.06
pelas 80 25.48 0.25 0.05
pelas 77 24.52 0.25 0.05
pelas 79 25.16 0.25 0.05
V2C3S
1
22 pelas 80.6 25.67 0.26 0.05
ketimus 89 28.34 0.28 0.06
23
kukun 93.4 29.75 0.30 0.07
kesambi 107 34.08 0.34 0.09
kukun 98.2 31.27 0.31 0.08
24 ketimus 103 32.80 0.33 0.08
65
pelas 98 31.21 0.31 0.08
ketimus 100 31.85 0.32 0.08
ketimus 131 41.72 0.42 0.14
kesambi 213.2 67.90 0.68 0.36
pelas 104 33.12 0.33 0.09
pelas 88.4 28.15 0.28 0.06
Tally sheet tingkat tiang
kelas Plo
t Jenis
Kelilin
g (cm)
Diameter
(cm)
Diamater
(m)
LDBS
(m2)
V1C1S
1
1
Mente 41 13.057 0.131 0.013
Mente 64 20.382 0.204 0.033
Mente 26.5 8.439 0.084 0.006
Mente 22 7.006 0.070 0.004
Mente 28 8.917 0.089 0.006
Mente 22 7.006 0.070 0.004
2
Jati 46 14.650 0.146 0.017
Jati 34.5 10.987 0.110 0.009
Jati 35 11.146 0.111 0.010
Jati 32 10.191 0.102 0.008
Jati 39 12.420 0.124 0.012
Jati 33 10.510 0.105 0.009
Jati 34 10.828 0.108 0.009
Jati 38 12.102 0.121 0.011
Jati 40 12.739 0.127 0.013
Jati 32 10.191 0.102 0.008
Jati 46 14.650 0.146 0.017
Jati 38.5 12.261 0.123 0.012
Jati 43 13.694 0.137 0.015
Jati 42 13.376 0.134 0.014
Jati 44 14.013 0.140 0.015
3 Jati 38 12.102 0.121 0.011
Jati 49 15.605 0.156 0.019
V1C1S
2
4 Asem 55 17.516 0.175 0.024
Lamtoro 32 10.191 0.102 0.008
5 _ _ #VALUE! #VALUE! #VALUE
!
6 Mente 34 10.828 0.108 0.009
Mente 36 11.465 0.115 0.010
V1C2S
2 7
Bidara 38 12.102 0.121 0.011
Kukun 39 12.420 0.124 0.012
Bidara 39.5 12.580 0.126 0.012
Kukun 36 11.465 0.115 0.010
66
Pelas 33 10.510 0.105 0.009
Pelas 32 10.191 0.102 0.008
8
Ketimus 35 11.146 0.111 0.010
Pelas 42 13.376 0.134 0.014
Bidara 38 12.102 0.121 0.011
Kukun 39 12.420 0.124 0.012
9
Bidara 39.5 12.580 0.126 0.012
Kukun 36 11.465 0.115 0.010
Pelas 33 10.510 0.105 0.009
Pelas 32 10.191 0.102 0.008
V1C2S
1
10
Pelas 61.5 19.586 0.196 0.030
Pelas 32 10.191 0.102 0.008
Pelas 33 10.510 0.105 0.009
11
Pelas 32 10.191 0.102 0.008
Pelas 33 10.510 0.105 0.009
Pelas 38 12.102 0.121 0.011
Pelas 37 11.783 0.118 0.011
Pelas 46 14.650 0.146 0.017
Pelas 32 10.191 0.102 0.008
Kukun 43 13.694 0.137 0.015
Pelas 37 11.783 0.118 0.011
Pelas 34 10.828 0.108 0.009
12
Kukun 36 11.465 0.115 0.010
Pelas 35 11.146 0.111 0.010
Pelas 33 10.510 0.105 0.009
Pelas 39 12.420 0.124 0.012
Ketimus 35 11.146 0.111 0.010
Pelas 42 13.376 0.134 0.014
V2C2S
1
13
Bidara 39 12.420 0.124 0.012
Bidara 40 12.739 0.127 0.013
Bidara 59 18.790 0.188 0.028
Bidara 58 18.471 0.185 0.027
Pelas 33 10.510 0.105 0.009
Pelas 48 15.287 0.153 0.018
Pelas 44.5 14.172 0.142 0.016
14
Bemang 55 17.516 0.175 0.024
Kukun 44 14.013 0.140 0.015
Kukun 34 10.828 0.108 0.009
Kesambi 60 19.108 0.191 0.029
Kukun 39 12.420 0.124 0.012
Kukun 34 10.828 0.108 0.009
15 Kukun 43.2 13.758 0.138 0.015
Kukun 54.3 17.293 0.173 0.023
67
Kukun 39 12.420 0.124 0.012
Bidara 38.1 12.134 0.121 0.012
Kukun 40.3 12.834 0.128 0.013
Kukun 45 14.331 0.143 0.016
Kukun 36.5 11.624 0.116 0.011
Pelas 50.5 16.083 0.161 0.020
Kukun 50.2 15.987 0.160 0.020
Pelas 47.5 15.127 0.151 0.018
V2C2S
2
16
Ketimus 46 14.650 0.146 0.017
Ketimus 44 14.013 0.140 0.015
Bidara 34 10.828 0.108 0.009
Ketimus 49 15.605 0.156 0.019
Pelas 43 13.694 0.137 0.015
Pelas 62 19.745 0.197 0.031
Pelas 31.5 10.032 0.100 0.008
Pelas 39 12.420 0.124 0.012
17
Pelas 57 18.153 0.182 0.026
Pelas 57 18.153 0.182 0.026
Pelas 38 12.102 0.121 0.011
Bidara 47 14.968 0.150 0.018
Bidara 39 12.420 0.124 0.012
Pelas 35 11.146 0.111 0.010
18
Pelas 10.000 0.100 0.008
Bidara 13.000 0.130 0.013
Bidara 13.000 0.130 0.013
Pelas 16.000 0.160 0.020
Bidara 16.000 0.160 0.020
V2C3S
2
19
Kukun 36.5 11.624 0.116 0.011
Pelas 34 10.828 0.108 0.009
Pelas 32 10.191 0.102 0.008
Kukun 32 10.191 0.102 0.008
Pelas 35 11.146 0.111 0.010
Kukun 36 11.465 0.115 0.010
Pelas 35 11.146 0.111 0.010
Pelas 42 13.376 0.134 0.014
Pelas 38 12.102 0.121 0.011
Pelas 34 10.828 0.108 0.009
20
Pelas 36 11.465 0.115 0.010
Pelas 39 12.420 0.124 0.012
Pelas 36 11.465 0.115 0.010
Bidara 38 12.102 0.121 0.011
Kukun 32 10.191 0.102 0.008
Kukun 38 12.102 0.121 0.011
68
Kukun 36 11.465 0.115 0.010
21
Pelas 37 11.783 0.118 0.011
Pelas 46 14.650 0.146 0.017
Pelas 32 10.191 0.102 0.008
Kukun 43 13.694 0.137 0.015
Pelas 37 11.783 0.118 0.011
Pelas 34 10.828 0.108 0.009
Kukun 34 10.828 0.108 0.009
Kukun 32 10.191 0.102 0.008
V2C3S
1
22
Pelas 43 13.694 0.137 0.015
Pelas 32 10.191 0.102 0.008
Pelas 38 12.102 0.121 0.011
Pelas 34 10.828 0.108 0.009
Pelas 33 10.510 0.105 0.009
Pelas 34 10.828 0.108 0.009
Pelas 37 11.783 0.118 0.011
Pelas 53 16.879 0.169 0.022
Kukun 36 11.465 0.115 0.010
Pelas 37 11.783 0.118 0.011
23
Pelas 37 11.783 0.118 0.011
Bidara 42 13.376 0.134 0.014
Pelas 45 14.331 0.143 0.016
Kukun 60 19.108 0.191 0.029
Pelas 41 13.057 0.131 0.013
24 Kukun 41 13.057 0.131 0.013
Pelas 28 8.917 0.089 0.006
Tally sheet tingkat pancang
Kelas Plo
t Jenis
Kelilin
g (cm)
Diameter
(cm)
Diamater
(m)
LDBS
(m2)
V1C1S
1
1 _ _ #VALUE! #VALUE! #VALUE
!
2
Jati 27 8.599 0.086 0.006
Jati 19.2 6.115 0.061 0.003
Jati 28 8.917 0.089 0.006
3 Jati 24 7.643 0.076 0.005
V1C1S
2
4
Srikaya 28 8.917 0.089 0.006
Lamtoro 23 7.325 0.073 0.004
Srikaya 31 9.873 0.099 0.008
5 _ _ #VALUE! #VALUE! #VALUE
!
6 Srikaya 27 8.599 0.086 0.006
Srikaya 29 9.236 0.092 0.007
69
Srikaya 22 7.006 0.070 0.004
Srikaya 29 9.236 0.092 0.007
Srikaya 23 7.325 0.073 0.004
Srikaya 23 7.325 0.073 0.004
V1C2S
2
7
Pelas 23 7.325 0.073 0.004
Pelas 10 3.185 0.032 0.001
Kukun 9 2.866 0.029 0.001
Kukun 11 3.503 0.035 0.001
Kukun 9 2.866 0.029 0.001
8
Kukun 13 4.140 0.041 0.001
Kukun 15 4.777 0.048 0.002
Kukun 14 4.459 0.045 0.002
Pelas 8 2.548 0.025 0.001
Pelas 8 2.548 0.025 0.001
Pelas 9 2.866 0.029 0.001
9
Pelas 10.5 3.344 0.033 0.001
Pelas 11 3.503 0.035 0.001
Pelas 11 3.503 0.035 0.001
Kukun 12 3.822 0.038 0.001
Pelas 13 4.140 0.041 0.001
Kukun 9 2.866 0.029 0.001
Kukun 10 3.185 0.032 0.001
V1C2S
1
10
Pelas 23 7.325 0.073 0.004
Pelas 15 4.777 0.048 0.002
Pelas 9 2.866 0.029 0.001
Pelas 8.5 2.707 0.027 0.001
Pelas 17 5.414 0.054 0.002
11
Pelas 30 9.554 0.096 0.007
Kukun 20 6.369 0.064 0.003
Pelas 10 3.185 0.032 0.001
Pelas 29 9.236 0.092 0.007
Pelas 19 6.051 0.061 0.003
12
Pelas 23 7.325 0.073 0.004
Pelas 10 3.185 0.032 0.001
Kukun 9 2.866 0.029 0.001
Kukun 11 3.503 0.035 0.001
Kukun 9 2.866 0.029 0.001
V2C2S
1 13
Kukun 23 7.325 0.073 0.004
Pelas 11 3.503 0.035 0.001
Pelas 14 4.459 0.045 0.002
Pelas 11 3.503 0.035 0.001
Pelas 13.5 4.299 0.043 0.001
Pelas 18 5.732 0.057 0.003
70
Pelas 27 8.599 0.086 0.006
Bidara 15 4.777 0.048 0.002
Bidara 13.7 4.363 0.044 0.001
14
Laban 23 7.325 0.073 0.004
Laban 24 7.643 0.076 0.005
Laban 22 7.006 0.070 0.004
Laban 25 7.962 0.080 0.005
Laban 22 7.006 0.070 0.004
Pelas 20 6.369 0.064 0.003
15
Laban 15 4.777 0.048 0.002
Kukun 26 8.280 0.083 0.005
Kukun 11.2 3.567 0.036 0.001
Kukun 7.8 2.484 0.025 0.000
Kukun 9 2.866 0.029 0.001
Kukun 9.8 3.121 0.031 0.001
Kukun 7.6 2.420 0.024 0.000
Kukun 12 3.822 0.038 0.001
Kukun 17 5.414 0.054 0.002
V2C2S
2
16
Ketimus 16.5 5.255 0.053 0.002
Kukun 21 6.688 0.067 0.004
Pelas 27 8.599 0.086 0.006
Ketimus 7 2.229 0.022 0.000
Bidara 18 5.732 0.057 0.003
Bidara 15 4.777 0.048 0.002
Pelas 14.5 4.618 0.046 0.002
Pelas 12.5 3.981 0.040 0.001
Pelas 12 3.822 0.038 0.001
Ketimus 9 2.866 0.029 0.001
Pelas 8 2.548 0.025 0.001
Pelas 19.5 6.210 0.062 0.003
17
Pelas 16 5.096 0.051 0.002
Pelas 10 3.185 0.032 0.001
Pelas 20.5 6.529 0.065 0.003
Ketimus 10 3.185 0.032 0.001
Kukun 26 8.280 0.083 0.005
Kukun 10 3.185 0.032 0.001
Kukun 18 5.732 0.057 0.003
18
Kukun 14.5 4.618 0.046 0.002
Kukun 20 6.369 0.064 0.003
Pelas 9 2.866 0.029 0.001
Pelas 13 4.140 0.041 0.001
Pelas 18 5.732 0.057 0.003
Pelas 30 9.554 0.096 0.007
71
Kukun 21.5 6.847 0.068 0.004
Pelas 10 3.185 0.032 0.001
Pelas 29 9.236 0.092 0.007
Pelas 9.5 3.025 0.030 0.001
V2C3S
2
19
Kesambi 25 7.962 0.080 0.005
Kesambi 26 8.280 0.083 0.005
Pelas 28 8.917 0.089 0.006
Kesambi 18 5.732 0.057 0.003
Pelas 12 3.822 0.038 0.001
Pelas 20 6.369 0.064 0.003
Pelas 21 6.688 0.067 0.004
20
Pelas 13 4.140 0.041 0.001
Kukun 26 8.280 0.083 0.005
Kukun 12 3.822 0.038 0.001
Kukun 17 5.414 0.054 0.002
Kukun 9 2.866 0.029 0.001
Kukun 19 6.051 0.061 0.003
Kukun 17 5.414 0.054 0.002
Kukun 12 3.822 0.038 0.001
Kukun 17 5.414 0.054 0.002
21
Pelas 24 7.643 0.076 0.005
Pelas 24 7.643 0.076 0.005
Pelas 27 8.599 0.086 0.006
Pelas 28 8.917 0.089 0.006
Pelas 25 7.962 0.080 0.005
Pelas 19 6.051 0.061 0.003
Pelas 18 5.732 0.057 0.003
Pelas 18 5.732 0.057 0.003
Kesambi 25 7.962 0.080 0.005
V2C3S
1
22
Pelas 19 6.051 0.061 0.003
Pelas 20 6.369 0.064 0.003
Pelas 20 6.369 0.064 0.003
Pelas 17 5.414 0.054 0.002
Pelas 18 5.732 0.057 0.003
Pelas 19 6.051 0.061 0.003
Ketimus 21 6.688 0.067 0.004
23
Kukun 20 6.369 0.064 0.003
Pelas 9 2.866 0.029 0.001
Pelas 13 4.140 0.041 0.001
Pelas 18 5.732 0.057 0.003
Pelas 30 9.554 0.096 0.007
Kukun 20 6.369 0.064 0.003
24 Pelas 19 6.051 0.061 0.003
72
Pelas 20 6.369 0.064 0.003
Ketimus 21 6.688 0.067 0.004
Kesambi 22 7.006 0.070 0.004
Tally sheet tingkat pertumbuhan semai
Kelas Plot Jenis tinggi (cm)
V1C1S1
1 _
2 _
3
Gamal 124
Lamtoro 113
Gamal 72
Lamtoro 73
V1C1S2
4 Srikaya
5 _
6 _
V1C2S2
7
Pelas 63
Pelas 81
Kukun 92
Kukun 89
8
Ketimus 33
Ketimus 17
Pelas 59
Pelas 36
Pelas 96
9
Ketimus 55
Ketimus 33
Ketimus 44
Ketimus 26
V1C2S1
10
Pelas 66
Ketimus 61
Ketimus 99
Ketimus 82
Ketimus 50
11
Pelas 45
Kukun 55
Pelas 60
Kukun 88
Ketimus 33
12
Pelas 38
Pelas 49
Pelas 62
V2C2S1 13 Kukun 81
73
Bidara 76
Pelas 74
14
Sukal 81
Semulu 20
Pelas 14
Pelas 20
15
Rapat Bewe 62
Kukun 38
Kukun 24
Pelas 63
V2C2S2
16
Ketimus 45
Pelas 74
Pelas 117
Kukun 62
Pelas 72
Kukun 50
17
Pelas 61
Pelas 53
Pelas 51.4
Pelas 59
18
Semulu 69
Pelas 83
Kukun 92
Kukun 89
Kukun 29
V2C3S2
19
Ketimus 44
Ketimus 26
Ketimus 33
Ketimus 17
20
Kukun 88
Kukun 67
Pelas 66
21
Ketimus 17
Pelas 59
Pelas 36
Pelas 96
V2C3S1
22
Ketimus 63
Ketimus 68
Ketimus 55
23
Pelas 25
Pelas 22
Kukun 98
24 Kukun 90
74
Kukun 71
Pelas 34
Pelas 20
75
Lampiran 3. Indeks Nilai Penting
Semua Kelas
No Nama
Jenis
Nama Latin Tingkat Pertumbuhan
Pohon Tiang Pancang Semai
1 Asem Tamarindus indica 7.13 17.53 - -
2 Bemang
- 17.53 - -
3 Bidara Ziziphus mauritiana 16.66 40.57 13.47 3.88
4 Binong Tetrameles nudiflora 12.39 - - -
5 Gamal Gliricidia sepium - - - 5.20
6 Gerupuk
49.45 - - -
7 Jati Tectona grandis 5.90 23.44 22.95 -
8 kelapa Cocos nucifera 5.60 - - -
9 kenari Canarium ovatum 8.65 - - -
10 Kesambi Schleichera oleosa 45.59 20.35 24.22 -
11 ketimus Protium javanicum 42.21 18.13 19.19 46.83
12 kukun Spondias sp 12.19 53.63 58.91 45.45
13 laban
10.94 - 21.15 -
14 Lamtoro Leucaena leucocephala - 7.69 16.39 5.20
15 Mente Anacardium occidentale 18.17 16.08 - -
16 pelas Ficus racemosa (L.) 57.61 85.06 95.45 77.94
17 randu Ceiba pentandra 7.51 - - -
18 Rapat
Bewe
- - - 3.88
19 Semulu Palaquium obtusifolium
Burck
- - - 3.88
20 Srikaya Annona squamosa - - 28.27 3.88
21 Sukal Sapinduk rarak DC - - - 3.88
Vegetasi semak belukar (V1)
No Nama
Jenis
Nama Latin Tingkat Pertumbuhan
Pohon Tiang Pancang Semai
1 Asem Tamarindus indica 10.04 29.97 - -
2 Bidara Ziziphus mauritiana - 31.25 - -
3 binong Tetrameles nudiflora 7.75 - - -
4 Gamal Gliricidia sepium - - - 13.59
5 gerupuk
10.24 - - -
6 Jati Tectona grandis 8.63 49.51 48.31 -
7 kelapa Cocos nucifera 6.88 - - -
8 kenari Canarium ovatum 8.32 - - -
9 Kesambi Schleichera oleosa 28.99 - - -
10 ketimus Protium javanicum 33.66 21.48 - 64.06
11 kukun Spondias sp 13.82 51.99 72.47 27.19
12 Lamtoro Leucaena leucocephala - 14.02 31.77 13.59
76
13 Mente Anacardium occidentale 26.40 32.24 - -
14 pelas Ficus racemosa (L.) 42.44 69.54 86.14 71.20
15 Srikaya Annona squamosa - - 61.32 10.37
Vegetasi hutan alam (V2)
No Nama
Jenis
Nama Latin Tingkat Pertumbuhan
Pohon Tiang Pancang Semai
1 Bebenang
26.74 - -
2 bidara Ziziphus mauritiana 21.04 52.18 18.77 6.13
3 binong Tetrameles nudiflora 13.07 - - -
4 kesambi Schleichera oleosa 42.61 30.96 32.29 -
5 ketimus Protium javanicum 34.23 22.63 29.14 35.15
6 kukun Spondias sp 7.05 66.89 61.64 55.66
7 laban
12.82 - 26.19 -
8 pelas Ficus racemosa (L.) 40.57 100.60 131.96 82.55
9 randu Ceiba pentandra 8.40 - - -
10 Rapat
Bewe
- - - 6.13
11 Semulu Palaquium obtusifolium
Burck
- - - 8.26
12 Sukal Sapinduk rarak DC - - - 6.13
Vegetasi semak perdu (V1) ketinggian 0-150 mdpl (C1)
No Nama
Jenis
Nama Latin Tingkat Pertumbuhan
Pohon Tiang Pancang Semai
1 Gamal Gliricidia sepium - - - 73.33
2 Jati Tectona grandis 33.66 118.70 97.68 -
3 kelapa Cocos nucifera 29.09 - - -
4 kenari Canarium ovatum 41.78 - - -
5 Kesambi Schleichera oleosa 55.48 - - -
6 Lamtoro Leucaena leucocephala - 35.16 53.27 73.33
7 Mente Anacardium occidentale 104.60 82.24 - -
8 Srikaya Annona squamosa - - 149.05 53.33
Vegetasi semak perdu (V1) ketinggian 150-300 mdpl (C2)
No Nama
Jenis
Nama Latin Tingkat Pertumbuhan
Pohon Tiang Pancang Semai
1 binong Tetrameles nudiflora 12.99 - - -
2 gerupuk
82.70 - - -
3 kesambi Schleichera oleosa 25.22 - - -
4 ketimus Protium javanicum 64.15 40.65 - 78.67
5 kukun Spondias sp 25.97 76.16 119.80 33.57
6 pelas Ficus racemosa (L.) 88.96 125.09 180.20 87.76
Vegetasi hutan alam (V2) ketinggian 150-300 mdpl (C2)
No Nama
Jenis
Nama Latin Tingkat Pertumbuhan
Pohon Tiang Pancang Semai
77
1 bidara Ziziphus mauritiana 48.36 73.28 36.61 28.85
2 binong Tetrameles nudiflora 34.71 - - -
3 kesambi Schleichera oleosa 60.01 33.63 - -
4 ketimus Protium javanicum 36.40 28.50 28.70 8.85
5 Kukun Spondias sp - 51.70 81.56 50.77
6 laban
32.88 - 57.39 -
7 pelas Ficus racemosa (L.) 66.63 83.19 95.73 76.15
8 randu Ceiba pentandra 21.02 - - -
9 Rapat
Bewe
- - - 8.85
10 Semulu Palaquium obtusifolium Burck - - 17.69
11 Sukal Sapinduk rarak DC - - - 8.85
Vegetasi hutan alam (V2) ketinggian >300 mdpl (C3)
No Nama
Jenis
Nama Latin Tingkat Pertumbuhan
Pohon Tiang Pancang Semai
1 Bidara Ziziphus mauritiana - 54.63 - -
2 kesambi Schleichera oleosa 111.86 - 66.78 -
3 ketimus Protium javanicum 90.47 - 45.80 68.10
4 kukun Spondias sp 30.92 104.74 57.07 53.81
5 pelas Ficus racemosa (L.) 66.75 140.63 130.35 78.10
78
Lampiran 4. Keanekaragaman Jenis Vegetasi
Keanekaragaman Jenis tingkat pohon
Semua Kelas
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 asam 1 0.007874 -4.84419 -0.03814
2 bidara 9 0.070866 -2.64696 -0.18758
3 binong 3 0.023622 -3.74557 -0.08848
4 gerupuk 1 0.007874 -4.84419 -0.03814
5 Jati 3 0.023622 -3.74557 -0.08848
6 kelapa 1 0.007874 -4.84419 -0.03814
7 kenari 1 0.007874 -4.84419 -0.03814
8 Kesambi 24 0.188976 -1.66613 -0.31486
9 ketimus 23 0.181102 -1.70869 -0.30945
10 kukun 5 0.03937 -3.23475 -0.12735
11 laban 5 0.03937 -3.23475 -0.12735
12 Mente 10 0.07874 -2.5416 -0.20013
13 pelas 40 0.314961 -1.15531 -0.36388
14 randu 1 0.007874 -4.84419 -0.03814 127
1.998268
V1
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 asam 1 0.018182 -4.00733 -0.07286
2 binong 1 0.018182 -4.00733 -0.07286
3 gerupuk 1 0.018182 -4.00733 -0.07286
4 Jati 3 0.054545 -2.90872 -0.15866
5 kelapa 1 0.018182 -4.00733 -0.07286
6 kenari 1 0.018182 -4.00733 -0.07286
7 Kesambi 7 0.127273 -2.06142 -0.26236
8 ketimus 11 0.2 -1.60944 -0.32189
9 kukun 3 0.054545 -2.90872 -0.15866
10 Mente 10 0.181818 -1.70475 -0.30995
11 pelas 16 0.290909 -1.23474 -0.3592 55
1.935021
V2
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 bidara 9 0.125 -2.07944 -0.25993
2 binong 2 0.027778 -3.58352 -0.09954
3 kesambi 17 0.236111 -1.44345 -0.34082
79
4 ketimus 12 0.166667 -1.79176 -0.29863
5 kukun 2 0.027778 -3.58352 -0.09954
6 laban 5 0.069444 -2.66723 -0.18522
7 pelas 24 0.333333 -1.09861 -0.3662
8 randu 1 0.013889 -4.27667 -0.0594 72
1.709283
V1C1
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 asam 1 0.058824 -2.83321 -0.16666
2 Jati 3 0.176471 -1.7346 -0.30611
3 kelapa 1 0.058824 -2.83321 -0.16666
4 kenari 1 0.058824 -2.83321 -0.16666
5 Kesambi 4 0.235294 -1.44692 -0.34045
6 Mente 7 0.411765 -0.8873 -0.36536 17
1.511897
V1C2
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 binong 1 0.030303 -3.49651 -0.10595
2 gerupuk 1 0.030303 -3.49651 -0.10595
3 kesambi 3 0.090909 -2.3979 -0.21799
4 ketimus 11 0.333333 -1.09861 -0.3662
5 kukun 1 0.030303 -3.49651 -0.10595
6 pelas 16 0.484848 -0.72392 -0.35099 33
1.25305
V2C2
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 bidara 9 0.195652 -1.63142 -0.31919
2 binong 2 0.043478 -3.13549 -0.13633
3 kesambi 9 0.195652 -1.63142 -0.31919
4 ketimus 4 0.086957 -2.44235 -0.21238
5 laban 5 0.108696 -2.2192 -0.24122
6 pelas 16 0.347826 -1.05605 -0.36732
7 randu 1 0.021739 -3.82864 -0.08323 46
1.678856
V2C3
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 kesambi 8 0.307692 -1.17865 -0.36266
2 ketimus 8 0.307692 -1.17865 -0.36266
3 kukun 2 0.076923 -2.56495 -0.1973
80
4 pelas 8 0.307692 -1.17865 -0.36266 26
1.285293
Keanekaragaman tingkat tiang
Semua Kelas
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Asem 1 0.006993 -4.96284 -0.03471
2 Bemang 1 0.006993 -4.96284 -0.03471
3 Bidara 17 0.118881 -2.12963 -0.25317
4 Jati 17 0.118881 -2.12963 -0.25317
5 Kesambi 1 0.006993 -4.96284 -0.03471
6 Ketimus 5 0.034965 -3.35341 -0.11725
7 Kukun 29 0.202797 -1.59555 -0.32357
8 Lamtoro 1 0.006993 -4.96284 -0.03471
9 Mente 8 0.055944 -2.8834 -0.16131
10 Pelas 63 0.440559 -0.81971 -0.36113 143
1.608432
V1
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Asem 1 0.016949 -4.07754 -0.06911
2 Bidara 7 0.118644 -2.13163 -0.2529
3 Jati 17 0.288136 -1.24432 -0.35853
4 Ketimus 2 0.033898 -3.38439 -0.11473
5 Kukun 6 0.101695 -2.28578 -0.23245
6 Lamtoro 1 0.016949 -4.07754 -0.06911
7 Mente 5 0.084746 -2.4681 -0.20916
8 Pelas 20 0.338983 -1.08181 -0.36671 59
1.672712
V2
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Bemang 1 0.012346 -4.39445 -0.05425
2 Bidara 10 0.123457 -2.09186 -0.25825
3 Kesambi 1 0.012346 -4.39445 -0.05425
4 Ketimus 3 0.037037 -3.29584 -0.12207
5 Kukun 23 0.283951 -1.25895 -0.35748
6 Pelas 43 0.530864 -0.63325 -0.33617 81
1.182478
V1C1
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
81
1 Asem 1 0.037037 -3.29584 -0.12207
2 Jati 17 0.62963 -0.46262 -0.29128
3 Lamtoro 1 0.037037 -3.29584 -0.12207
4 Mente 8 0.296296 -1.2164 -0.36041 27
0.895831
V1C2
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Bidara 4 0.125 -2.07944 -0.25993
2 Ketimus 2 0.0625 -2.77259 -0.17329
3 Kukun 6 0.1875 -1.67398 -0.31387
4 Pelas 20 0.625 -0.47 -0.29375 32
1.04084
V2C2
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Bemang 1 0.02381 -3.73767 -0.08899
2 Bidara 11 0.261905 -1.33977 -0.35089
3 Kesambi 1 0.02381 -3.73767 -0.08899
4 Ketimus 3 0.071429 -2.63906 -0.1885
5 Kukun 11 0.261905 -1.33977 -0.35089
6 Pelas 15 0.357143 -1.02962 -0.36772 42
1.435996
V2C3
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Bidara 2 0.047619 -3.04452 -0.14498
2 Kukun 12 0.285714 -1.25276 -0.35793
3 Pelas 28 0.666667 -0.40547 -0.27031 42
0.77322
Keanekaragaman tingkat pancang
Semua kelas
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Bidara 4 0.028369 -3.56247 -0.10106
2 Jati 4 0.028369 -3.56247 -0.10106
3 Kesambi 5 0.035461 -3.33932 -0.11842
4 Ketimus 6 0.042553 -3.157 -0.13434
5 Kukun 39 0.276596 -1.2852 -0.35548
6 Laban 6 0.042553 -3.157 -0.13434
7 Lamtoro 1 0.007092 -4.94876 -0.0351
8 Pelas 68 0.48227 -0.72925 -0.3517
9 Srikaya 8 0.056738 -2.86932 -0.1628
82
141
1.494295
V1
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Jati 4 0.086957 -2.44235 -0.21238
2 Kukun 13 0.282609 -1.26369 -0.35713
3 Lamtoro 1 0.021739 -3.82864 -0.08323
4 Pelas 20 0.434783 -0.83291 -0.36213
5 Srikaya 8 0.173913 -1.7492 -0.30421 46
1.319083
V2
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Bidara 4 0.042105 -3.16758 -0.13337
2 Kesambi 5 0.052632 -2.94444 -0.15497
3 Ketimus 6 0.063158 -2.76212 -0.17445
4 Kukun 26 0.273684 -1.29578 -0.35463
5 Laban 6 0.063158 -2.76212 -0.17445
6 Pelas 48 0.505263 -0.68268 -0.34493 95
1.336807
V1C1
No Jenis Jumlah Spesies di seluruh plot (phn)
1 Jati 4 0.307692 -1.17865 -0.36266
2 Srikaya 8 0.615385 -0.48551 -0.29877
3 Lamtoro 1 0.076923 -2.56495 -0.1973 13
0.858741
V1C2
No Jenis Jumlah Spesies di seluruh plot (phn)
1 Pelas 20 0.606061 -0.50078 -0.3035
2 Kukun 13 0.393939 -0.93156 -0.36698 33
0.670478
V2C2
No Jenis Jumlah Spesies di seluruh plot (phn)
1 Kukun 16 0.301887 -1.1977 -0.36157
2 Pelas 23 0.433962 -0.8348 -0.36227
3 Bidara 4 0.075472 -2.584 -0.19502
4 Laban 6 0.113208 -2.17853 -0.24663
5 Ketimus 4 0.075472 -2.584 -0.19502 53
1.360505
V2C3
No Jenis Jumlah Spesies di seluruh plot (phn)
1 Kesambi 5 0.119048 -2.12823 -0.25336
2 Ketimus 2 0.047619 -3.04452 -0.14498
83
3 Kukun 10 0.238095 -1.43508 -0.34169
4 Pelas 25 0.595238 -0.51879 -0.30881 42
1.048831
keanekaragaman tingkat semai
Semua kelas
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Bidara 1 0.013158 -4.33073 -0.05698
2 Gamal 2 0.026316 -3.63759 -0.09573
3 Ketimus 20 0.263158 -1.335 -0.35132
4 Kukun 17 0.223684 -1.49752 -0.33497
5 Lamtoro 2 0.026316 -3.63759 -0.09573
6 Pelas 30 0.394737 -0.92954 -0.36692
7 Rapat
Bewe
1 0.013158 -4.33073 -0.05698
8 Semeluh 1 0.013158 -4.33073 -0.05698
9 Srikaya 1 0.013158 -4.33073 -0.05698
10 Sukal 1 0.013158 -4.33073 -0.05698 76
1.529578
V1
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Gamal 2 0.064516 -2.74084 -0.17683
2 Ketimus 11 0.354839 -1.03609 -0.36765
3 Kukun 4 0.129032 -2.04769 -0.26422
4 Lamtoro 2 0.064516 -2.74084 -0.17683
5 Pelas 11 0.354839 -1.03609 -0.36765
6 Srikaya 1 0.032258 -3.43399 -0.11077 31
1.46394
V2
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Bidara 1 0.021277 -3.85015 -0.08192
2 Ketimus 9 0.191489 -1.65292 -0.31652
3 Kukun 13 0.276596 -1.2852 -0.35548
4 Pelas 20 0.425532 -0.85442 -0.36358
5 Rapat
Bewe
1 0.021277 -3.85015 -0.08192
6 Semulu 2 0.042553 -3.157 -0.13434
84
7 Sukal 1 0.021277 -3.85015 -0.08192 47
1.415673
V1C1
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Lamtoro 2 0.4 -0.91629 -0.36652
2 Gamal 2 0.4 -0.91629 -0.36652
3 Srikaya 1 0.2 -1.60944 -0.32189 5
1.05492
V1C2
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Pelas 11 0.423077 -0.8602 -0.36393
2 Kukun 4 0.153846 -1.8718 -0.28797
3 Ketimus 11 0.423077 -0.8602 -0.36393 26
1.015832
V2C2
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Bidara 1 0.038462 -3.2581 -0.12531
2 Ketimus 1 0.038462 -3.2581 -0.12531
3 Kukun 8 0.307692 -1.17865 -0.36266
4 Pelas 12 0.461538 -0.77319 -0.35686
5 Rapat
Bewe
1 0.038462 -3.2581 -0.12531
6 Semulu 2 0.076923 -2.56495 -0.1973
7 Sukal 1 0.038462 -3.2581 -0.12531 26
1.418069
V2C3
No Jenis Jumlah
Individu
Pi Ln Pi H'
1 Ketimus 8 0.380952 -0.96508 -0.36765
2 Kukun 5 0.238095 -1.43508 -0.34169
3 Pelas 8 0.380952 -0.96508 -0.36765 21
1.076987
85
Lampiran 5. Tekstur Tanah
Kedalaman 0-15 cm
kelas Plot Pasir
(ml)
debu
(ml)
liat
(ml)
%
Pasir
%
Debu % Liat
V1C1S1
1 7 3 5 47 20 33
2 8 3 4 53 20 27
3 7 3 5 47 20 33
V1C1S2
4 7 3 5 47 20 33
5 7 3 5 47 20 33
6 7 4 4 47 27 27
V1C2S2
7 5 3 7 33 20 47
8 5 2 8 33 13 53
9 5 2 8 33 13 53
V1C2S1
10 4 2 9 27 13 60
11 3 2 10 20 13 67
12 4 2 9 27 13 60
V2C2S1
13 5 2 8 33 13 53
14 4 2 9 27 13 60
15 6 2 7 40 13 47
V2C2S2
16 5 3 7 33 20 47
17 4 2 9 27 13 60
18 7 2 6 47 13 40
V2C3S2
19 6 2 7 40 13 47
20 6 2 7 40 13 47
21 5 2 8 33 13 53
V2C3S1
22 5 2 8 33 13 53
23 5 1 9 33 7 60
24 4 2 9 27 13 60
Kedalaman 15-25 cm
Kelas Plot Pasir
(ml)
debu
(ml)
liat
(ml)
%
Pasir
%
Debu % Liat
V1C1S1
1 8 3 10 53.3 20.0 26.7
2 8 4 11 53.3 26.7 20.0
3 9 4 10 60.0 26.7 13.3
V1C1S2
4 7 3 11 46.7 20.0 33.3
5 7 4 12 46.7 26.7 26.7
6 7 3 11 46.7 20.0 33.3
V1C2S2
7 5 2 12 33.3 13.3 53.3
8 4 2 13 26.7 13.3 60.0
9 6 2 11 40.0 13.3 46.7
86
V1C2S1
10 6 2 11 40.0 13.3 46.7
11 5 2 12 33.3 13.3 53.3
12 5 2 12 33.3 13.3 53.3
V2C2S1
13 6 2 11 40.0 13.3 46.7
14 6 2 11 40.0 13.3 46.7
15 6 2 11 40.0 13.3 46.7
V2C2S2
16 5 2 12 33.3 13.3 53.3
17 5 2 12 33.3 13.3 53.3
18 7 2 10 46.7 13.3 40.0
V2C3S2
19 6 2 11 40.0 13.3 46.7
20 6 2 11 40.0 13.3 46.7
21 5 2 12 33.3 13.3 53.3
V2C3S1
22 6 2 11 40.0 13.3 46.7
23 6 2 11 40.0 13.3 46.7
24 5 2 12 33.3 13.3 53.3
87
Lampiran 6. Struktur Tanah
Kelas Plot Kedalaman
0-15 cm 15-25 cm
V1C1S1
1 Granular Granular
2 Granular Granular
3 Granular Granular
V1C1S2
4 Granular Granular
5 Granular Granular
6 Granular Granular
V1C2S2
7 Granular Granular
8 Granular Granular
9 Granular Granular
V1C2S1
10 Granular Granular
11 Granular Granular
12 Granular Granular
V2C2S1
13 Granular Granular
14 Granular Granular
15 Granular Granular
V2C2S2
16 Granular Granular
17 Granular Granular
18 Granular Granular
V2C3S2
19 Granular Granular
20 Granular Granular
21 Granular Granular
V2C3S1
22 Granular Granular
23 Granular Granular
24 Granular Granular
88
Lampiran 7. Warna Tanah
Kelas Plot Warna tanah
0-15 cm 15-25 cm
V1C1S1
1 3/2 5YR 3/3 5YR
2 2.5/1 5YR 3/4 5YR
3 3/2 5YR 3/2 5YR
V1C1S2
4 2.5/2 5 YR 3/3 5YR
5 2.5/1 5 YR 2.5/1 5YR
6 2.5/2 5YR 2.5/2 5YR
V1C2S2
7 2.5/2 5YR 2.5/2 5YR
8 3/1 5YR 3/1 5YR
9 2.5/2 5YR 3/2 5YR
V1C2S1
10 2.5/2 5YR 2.5/2 5YR
11 3/1 5YR 3/2 5 YR
12 2.5/1 5YR 2.5/1 5YR
V2C2S1
13 2.5/2 5YR 3/2 5YR
14 2.5/1 5YR 2.5/2 5YR
15 2.5/1 5YR 3/1 5YR
V2C2S2
16 2.5/1 5YR 3/1 5YR
17 2.5/1 5YR 2.5/1 5YR
18 2.5/1 5YR 2.5/2 5YR
V2C3S2
19 2.5/2 5YR 3/2 5YR
20 2.5/1 5YR 2.5/2 5YR
21 2.5/1 5YR 3/1 5YR
V2C3S1
22 2.5/1 5YR 2.5/1 5YR
23 2.5/1 5YR 2.5/2 5YR
24 2.5/2 5YR 3/2 5YR
89
Lampiran 8. Bulk Density
Kedalaman 0-15 cm
Kelas Plot Berat Awal Tanah
+ Cawan (g)
Berat Tanah
Kering+Cawan (g)
Berat
Cawan (g)
Berat Tanah
Kering (g)
Volume
(cm3)
Bulk Density
(g.m-3)
V1C1S1
1 50.94 40.43 3.58 36.85 49.06 0.7511
2 51.46 43.01 3.65 39.36 49.06 0.8022
3 55.1 42.63 3.58 39.05 49.06 0.7959
V1C1S2
4 70.61 53.18 3.84 49.34 49.06 1.0057
5 49.87 39.74 3.72 36.02 49.06 0.7340
6 54.52 46.29 3.67 42.62 49.06 0.8687
V1C2S2
7 54.49 40.54 3.87 36.67 49.06 0.7474
8 51.35 36.03 3.57 32.46 49.06 0.6616
9 65.24 49.11 3.6 45.51 49.06 0.9276
V1C2S1
10 68.63 50.21 6.35 43.86 49.06 0.8940
11 50.6 34.75 6.38 28.37 49.06 0.5782
12 63.92 48.6 6.5 42.1 49.06 0.8581
V2C2S1
13 66.23 52.51 6.37 46.14 49.06 0.9404
14 52.06 40.62 6.6 34.02 49.06 0.6934
15 51.97 41.02 6.21 34.81 49.06 0.7095
V2C2S2
16 56.43 43.23 6.45 36.78 49.06 0.7496
17 50.69 37.41 3.77 33.64 49.06 0.6856
18 46.25 34.32 4.56 29.76 49.06 0.6066
V2C3S2 19 60.9 44.59 4.74 39.85 49.06 0.8122
20 52.9 42.99 6.41 36.58 49.06 0.7456
90
21 54.34 40.53 4.72 35.81 49.06 0.7299
V2C3S1
22 54.54 40.85 4.44 36.41 49.06 0.7421
23 63.83 48.33 4.65 43.68 49.06 0.8903
24 65.72 50.85 4.7 46.15 49.06 0.9406
Kedalaman 15-25 cm
Kelas Plot Berat Awal Tanah
+ Cawan (g)
Berat Tanah
Kering+Cawan (g)
Berat
Cawan (g)
Berat Tanah
Kering (g)
Volume
(cm3)
Bulk Density
(g/cm3)
V1C1S1
1 51.46 51.94 6.64 45.3 49.06 0.9233
2 49.26 43.12 6.32 36.8 49.06 0.7501
3 52.04 41.28 4.44 36.84 49.06 0.7509
V1C1S2
4 61.25 47.86 4.74 43.12 49.06 0.8789
5 52.56 41.95 4.8 37.15 49.06 0.7572
6 58.48 49.82 5.06 44.76 49.06 0.9123
V1C2S2
7 63.14 47.92 4.59 43.33 49.06 0.8832
8 57.24 41.86 3.67 38.19 49.06 0.7784
9 61.23 45.08 4.59 40.49 49.06 0.8253
V1C2S1
10 63.66 49.52 4.89 44.63 49.06 0.9097
11 49.25 34.14 7.17 26.97 49.06 0.5497
12 61.08 45.64 4.5 41.14 49.06 0.8385
V2C2S1
13 63.56 51.73 4.53 47.2 49.06 0.9620
14 60.01 47.38 4.7 42.68 49.06 0.8699
15 54.54 41.14 4.65 36.49 49.06 0.7437
V2C2S2
16 54.04 43.03 4.47 38.56 49.06 0.7859
17 50.86 37.83 5.01 32.82 49.06 0.6689
18 51.39 39.4 4.97 34.43 49.06 0.7017
V2C3S2 19 58.99 44.68 4.65 40.03 49.06 0.8159
91
20 53.91 49.05 4.6 44.45 49.06 0.9060
21 60.3 46.22 4.57 41.65 49.06 0.8489
V2C3S1
22 59.27 45.16 4.97 40.19 49.06 0.8192
23 75.39 60.94 4.79 56.15 49.06 1.1445
24 69.35 51.31 5.01 46.3 49.06 0.9437
92
Lampiran 9. Porositas Tanah
Kedalaman 0-15 cm
Kelas Plot
Berat
Tanah
(MS) (g)
Volume Air
(ml)
Suspensi
Tanah (ml)
Suspensi
Air (ml)
Total
Suspensi
(ml)
Berat
Jenis
(g/ml)
Bulk
Density
(g/cm3)
Porositas
(%)
V1C1S1
1 20 30 23 15 38 2.50 0.75 69.96
2 20 30 20 18 38 2.50 0.80 67.91
3 20 30 25 15 40 2.00 0.80 60.20
V1C1S2
4 20 30 21 19 40 2.00 1.01 49.71
5 20 30 24 16 40 2.00 0.73 63.29
6 20 30 20 20 40 2.00 0.87 56.56
V1C2S2
7 20 30 24 14 38 2.50 0.75 70.10
8 20 30 27 12 39 2.22 0.66 70.23
9 20 30 28 11 39 2.22 0.93 58.26
V1C2S1
10 20 30 25 13 38 2.50 0.89 64.24
11 20 30 30 9 39 2.22 0.58 73.98
12 20 30 26 13 39 2.22 0.86 61.38
V2C2S1
13 20 30 23 15 38 2.50 0.94 62.38
14 20 30 27 12 39 2.22 0.69 68.80
15 20 30 29 10 39 2.22 0.71 68.07
V2C2S2
16 20 30 27 13 40 2.00 0.75 62.52
17 20 30 27 13 40 2.00 0.69 65.72
18 20 30 30 9 39 2.22 0.61 72.70
V2C3S2 19 20 30 25 14 39 2.22 0.81 63.45
20 20 30 27 13 40 2.00 0.75 62.72
93
21 20 30 27 12 39 2.22 0.73 67.15
V2C3S1
22 20 30 28 11 39 2.22 0.74 66.60
23 20 30 24 15 39 2.22 0.89 59.93
24 20 30 26 13 39 2.22 0.94 57.67
Kedalaman 15-25 cm
Kelas Plot
Berat
Tanah
(MS) (g)
Volume Air
(ml)
Suspensi
Tanah (ml)
Suspensi
Air (ml)
Total
Suspensi
(ml)
Berat
Jenis
(g/ml)
Bulk
Density
(g/cm3)
Porositas
(%)
V1C1S1
1 20 30 21 19 40 2.00 0.92 53.83
2 20 30 21 19 40 2.00 0.75 62.49
3 20 30 25 14 39 2.22 0.75 66.21
V1C1S2
4 20 30 23 16 39 2.22 0.88 60.45
5 20 30 23 15 38 2.50 0.76 69.71
6 20 30 20 20 40 2.00 0.91 54.38
V1C2S2
7 20 30 26 13 39 2.22 0.88 60.26
8 20 30 28 12 40 2.00 0.78 61.08
9 20 30 28 11 39 2.22 0.83 62.86
V1C2S1
10 20 30 21 19 40 2.00 0.91 54.51
11 20 30 30 10 40 2.00 0.55 72.51
12 20 30 27 13 40 2.00 0.84 58.07
V2C2S1
13 20 30 22 18 40 2.00 0.96 51.90
14 20 30 27 12 39 2.22 0.87 60.85
15 20 30 29 11 40 2.00 0.74 62.81
V2C2S2
16 20 30 21 19 40 2.00 0.79 60.70
17 20 30 23 17 40 2.00 0.67 66.55
18 20 30 29 11 40 2.00 0.70 64.91
V2C3S2 19 20 30 25 14 39 2.22 0.82 63.28
94
20 20 30 27 13 40 2.00 0.91 54.70
21 20 30 28 11 39 2.22 0.85 61.80
V2C3S1
22 20 30 26 14 40 2.00 0.82 59.04
23 20 30 23 16 39 2.22 1.14 48.50
24 20 30 24 16 40 2.00 0.94 52.81
95
Lampiran 10. Kedalaman Lapisan Tanah
Kelas Plot Kedalaman Tanah (cm)
V1C1S1
1 100
2 100
3 100
V1C1S2
4 80
5 80
6 100
V1C2S2
7 41
8 36
9 33
V1C2S1
10 35
11 33
12 30
V2C2S1
13 40
14 40
15 35
V2C2S2
16 35
17 32
18 40
V2C3S2
19 20
20 22
21 22
V2C3S1
22 20
23 18
24 17
96
Lampiran 11. pH Tanah
Kelas Plot pH TANAH
0-15 15-25
V1C1S1
1 3.4 4.2
2 3.5 5.2
3 4.5 5.5
V1C1S2
4 6 3.9
5 3.6 3.8
6 5 5
V1C2S2
7 3.9 3.9
8 4 4
9 4.5 4
V1C2S1
10 4.2 5.5
11 3 3
12 4.1 3.1
V2C2S1
13 4.8 4.6
14 4.1 6.3
15 5.2 5.2
V2C2S2
16 4.2 4
17 4 3.9
18 5 5
V2C3S2
19 3.9 3.7
20 3.2 3
21 3.9 3.4
V2C3S1
22 3.9 3.5
23 4.4 3.9
24 4.7 4.5
97
Lampiran 12. Analisis ANOVA SPSS Bulk Density
Tests of Normality Bulk Density
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Standardized Residual
for HASIL .087 48 .200* .989 48 .935
Dependent Variable: BD
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model .006a 1 .006 .482 .495
Intercept 14.852 1 14.852 1190.273 .000
Vegetasi .006 1 .006 .482 .495
Error .275 22 .012
Total 15.133 24
Corrected Total .281 23
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Vegetasi) Kedalaman 15-25 cm
Dependent Variable: BD
Source Type III Sum
of Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model .008a 1 .008 .615 .441
Intercept 16.617 1 16.617 1210.655 .000
Vegetasi .008 1 .008 .615 .441
Error .302 22 .014
Total 16.927 24
Corrected Total .310 23
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Ketinggian dan Kemiringan) Vegetasi Semak
Perdu Kedalaman 0-15 cm
Dependent Variable: BULK DENSITY
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model .018a 3 .006 .361 .783
Intercept 7.720 1 7.720 457.353 .000
KETINGGIAN .007 1 .007 .418 .536
KEMIRINGAN .005 1 .005 .316 .589
98
KETINGGIAN *
KEMIRINGAN .006 1 .006 .348 .571
Error .135 8 .017
Total 7.874 12
Corrected Total .153 11
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Ketinggian dan Kemiringan) Vegetasi Semak
Perdu Kedalaman 15-25 cm
Dependent Variable: BULK DENSITY
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model .011a 3 .004 .274 .842
Intercept 7.935 1 7.935 569.596 .000
KETINGGIAN .008 1 .008 .586 .466
KEMIRINGAN .003 1 .003 .211 .658
KETINGGIAN *
KEMIRINGAN .000 1 .000 .025 .878
Error .111 8 .014
Total 8.058 12
Corrected Total .123 11
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Ketinggian dan Kemiringan) Vegetasi Hutan
Alam Kedalaman 0-15 cm
Dependent Variable: BULK DENSITY
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model .048a 3 .016 1.723 .239
Intercept 7.125 1 7.125 774.322 .000
KETINGGIAN .029 1 .029 3.119 .115
KEMIRINGAN .019 1 .019 2.048 .190
KETINGGIAN *
KEMIRINGAN 2.161E-005 1 2.161E-005 .002 .963
Error .074 8 .009
Total 7.246 12
Corrected Total .121 11
99
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Ketinggian dan Kemiringan) Vegetasi Hutan
Alam Kedalaman 15-25 cm
Dependent Variable: BULK DENSITY
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model .095a 3 .032 2.821 .107
Intercept 8.689 1 8.689 777.993 .000
KETINGGIAN .048 1 .048 4.260 .073
KEMIRINGAN .046 1 .046 4.151 .076
KETINGGIAN *
KEMIRINGAN .001 1 .001 .051 .827
Error .089 8 .011
Total 8.872 12
Corrected Total .184 11
100
Lampiran 13. Analisis ANOVA SPSS Porositas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Si
g.
Standardized Residual for
Hasil .056 48 .200* .988 48
.9
01
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Vegetasi) kedalaman 0-15 cm
Dependent Variable: Porositas
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 5.891a 1 5.891 .177 .678
Intercept 99270.203 1 99270.203 2988.116 .000
Vegetasi 5.891 1 5.891 .177 .678
Error 730.877 22 33.222
Total 100006.970 24
Corrected Total 736.767 23
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Vegetasi) kedalaman 15-25 cm
Dependent Variable: Porositas
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 33.868a 1 33.868 1.003 .327
Intercept 86905.939 1 86905.939 2574.082 .000
Vegetasi 33.868 1 33.868 1.003 .327
Error 742.762 22 33.762
Total 87682.568 24
Corrected Total 776.630 23
101
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Ketinggian dan kemiringan) di vegetasi semak
perdu kedalaman 0-15 cm
Dependent Variable: Porositas
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 213.313a 3 71.104 1.741 .236
Intercept 48873.280 1 48873.280 1196.463 .000
Ketinggian 77.787 1 77.787 1.904 .205
Kemiringan 72.594 1 72.594 1.777 .219
Ketinggian * Kemiringan 62.932 1 62.932 1.541 .250
Error 326.785 8 40.848
Total 49413.379 12
Corrected Total 540.099 11
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Ketinggian dan kemiringan) di vegetasi semak
perdu kedalaman 15-25 cm
Dependent Variable: Porositas
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.216a 3 .405 .008 .999
Intercept 45185.504 1 45185.504 938.523 .000
Ketinggian .411 1 .411 .009 .929
Kemiringan .105 1 .105 .002 .964
Ketinggian * Kemiringan .701 1 .701 .015 .907
Error 385.163 8 48.145
Total 45571.883 12
Corrected Total 386.379 11
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Ketinggian dan kemiringan) di vegetasi Hutan
Alam kedalaman 0-15 cm
Dependent Variable: Porositas
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 57.166a 3 19.055 1.144 .389
Intercept 50402.737 1 50402.737 3024.864 .000
Ketinggian 42.827 1 42.827 2.570 .148
Kemiringan 9.738 1 9.738 .584 .467
Ketinggian * Kemiringan 4.600 1 4.600 .276 .614
102
Error 133.302 8 16.663
Total 50593.205 12
Corrected Total 190.468 11
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Ketinggian dan kemiringan) di vegetasi Hutan
Alam kedalaman 15-25 cm
Dependent Variable: Porositas
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 172.281a 3 57.427 2.495 .134
Intercept 41754.302 1 41754.302 1814.399 .000
Ketinggian 63.434 1 63.434 2.756 .135
Kemiringan 108.180 1 108.180 4.701 .062
Ketinggian * Kemiringan .667 1 .667 .029 .869
Error 184.102 8 23.013
Total 42110.685 12
Corrected Total 356.383 11
103
Lampiran 14. Analisis ANOVA SPSS Kedalaman Lapisan Tanah
Tests of Normality Kedalaman Lapisan Tanah
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Standardized Residual for
Hasil .111 24 .200* .928 24 .089
Tests of Between-Subjects Effects (faktor vegetasi) antara vegetasi semak perdu dan
vegetasi hutan alam
Dependent Variable: Kedalaman
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 7597.042a 1 7597.042 14.053 .001
Intercept 51245.042 1 51245.042 94.795 .000
Vegetasi 7597.042 1 7597.042 14.053 .001
Error 11892.917 22 540.587
Total 70735.000 24
Corrected Total 19489.958 23
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor ketinggian dan kemiringan) di vegetasi semak
perdu
Dependent Variable: Kedalaman
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 10616.000a 3 3538.667 90.735 .000
Intercept 49152.000 1 49152.000 1260.308 .000
Ketinggian 10325.333 1 10325.333 264.752 .000
Kemiringan 65.333 1 65.333 1.675 .232
Ketinggian * Kemiringan 225.333 1 225.333 5.778 .043
Error 312.000 8 39.000
Total 60080.000 12
Corrected Total 10928.000 11
104
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor ketinggian dan kemiringan) di vegetasi hutan
alam
Dependent Variable: Kedalaman
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 908.250a 3 302.750 42.741 .000
Intercept 9690.083 1 9690.083 1368.012 .000
Ketinggian 884.083 1 884.083 124.812 .000
Kemiringan .083 1 .083 .012 .916
Ketinggian * Kemiringan 24.083 1 24.083 3.400 .102
Error 56.667 8 7.083
Total 10655.000 12
Corrected Total 964.917 11
105
Lampiran 15. Analisis ANOVA SPSS pH Tanah
Tests of Normality pH
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Standardized Residual for
Hasil .126 48 .056 .958 48 .084
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Vegetasi) kedalaman 0-15 cm
Dependent Variable: pH
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model .107a 1 .107 .221 .643
Intercept 425.042 1 425.042 879.534 .000
Vegetasi .107 1 .107 .221 .643
Error 10.632 22 .483
Total 435.780 24
Corrected Total 10.738 23
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor Vegetasi) kedalaman 15-25 cm
Dependent Variable: pH
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model .000a 1 .000 .001 .982
Intercept 434.350 1 434.350 550.471 .000
Vegetasi .000 1 .000 .001 .982
Error 17.359 22 .789
Total 451.710 24
Corrected Total 17.360 23
106
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor ketinggian dan kemiringan) dalam vegetasi
semak perdu kedalaman 0-15 cm
Dependent Variable: pH
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.349a 3 .783 1.322 .333
Intercept 205.841 1 205.841 347.411 .000
Ketinggian .441 1 .441 .744 .413
Kemiringan 1.541 1 1.541 2.601 .145
Ketinggian * Kemiringan .368 1 .368 .620 .454
Error 4.740 8 .593
Total 212.930 12
Corrected Total 7.089 11
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor ketinggian dan kemiringan) dalam vegetasi
semak perdu kedalaman 15-25 cm
Dependent Variable: pH
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.223a 3 .741 1.017 .434
Intercept 217.601 1 217.601 298.765 .000
Ketinggian 1.401 1 1.401 1.923 .203
Kemiringan .301 1 .301 .413 .538
Ketinggian * Kemiringan .521 1 .521 .715 .422
Error 5.827 8 .728
Total 225.650 12
Corrected Total 8.049 11
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor ketinggian dan kemiringan) dalam vegetasi
hutan alam kedalaman 0-15 cm
Dependent Variable: pH
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.709a 3 .570 2.486 .135
Intercept 219.307 1 219.307 956.978 .000
Ketinggian .907 1 .907 3.960 .082
Kemiringan .701 1 .701 3.058 .118
Ketinggian * Kemiringan .101 1 .101 .440 .526
Error 1.833 8 .229
Total 222.850 12
Corrected Total 3.542 11
107
Tests of Between-Subjects Effects (Faktor ketinggian dan kemiringan) dalam vegetasi
hutan alam kedalaman 15-25 cm
Dependent Variable: pH
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 6.330a 3 2.110 5.664 .022
Intercept 216.750 1 216.750 581.879 .000
Ketinggian 4.083 1 4.083 10.962 .011
Kemiringan 2.083 1 2.083 5.593 .046
Ketinggian * Kemiringan .163 1 .163 .438 .526
Error 2.980 8 .373
Total 226.060 12
Corrected Total 9.310 11
108
Lampiran 16. Segitiga Tekstur Tanah
109
Lampiran 17. Peta Ketinggian Per Plot
110
Lampiran 18. Peta Kemringan Per Plot
111
Lampiran 19. Foto Kegiatan Penelitian
112
113
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Miftahul Irsyadi Purnama dilahirkan di Kuripan pada
tanggal 17 September 1997 dari Ayah Drs. Sudirman, MM
dan Ibu Heni Sri Mulyanti. Penulis adalah anak pertama
dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah Penulis tempuh
adalah lulus pendidikan dasar dari SDN 2 Kuripan pada
tahun 2010, lulus pendidikan menengah dari SMPN 4
Gerung pada tahun 2013. Dan lulus pendidikan menengah
atas SMAN 1 Gerung pada tahun 2016. Pada bulan Agustus 2016 mulai tercatat
sebagai mahasiswa pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Mataram.
Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, Penulis pernah menjadi Co-asisten
Dosen Praktikum pada mata kuliah Statistik dan Hidrologi Hutan pada semester
Ganjil TA 2017/2018, Inventarisasi Sumber daya Hutan dan Biologi pada Semester
Genap TA 2018-2019, Sistem Informasi Geografis dan Sistem Teknologi Informasi
pada Semester Genap TA 2018/2019. Penulis juga aktif dalam kepanitian di
Organisasi Himasylva dan menjabat sebagai Koordinator Data dan Infomrasi, serta
aktif dalam kepanitian dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Program Studi
Kehutanan Universitas Mataram. Selama kuliah penulis mendapatkan Beasiswa
Unggulan (Fully Funded) dari Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dengan kegigihan dan keteguhan serta motivasi dan dukungan dari orang
tua dan keluarga serta dari berbagai pihak, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan
pengerjaan tugas akhir Skripsi ini dengan judul “Karakteristik Tanah Pada
Berbagai Tutupan Vegetasi dan Ketinggian Tempat di Hutan
Kemasyarakatan Arthagiri Kabupaten Sumbawa”.