karakteristik kimia tanah pada areal usahatani lahan
TRANSCRIPT
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
1
Karakteristik Kimia Tanah pada Areal Usahatani Lahan Kering
di Kabupaten Aceh Barat (Indonesia)
*Sufardi1, Darusman1, Zaitun2, Sabaruddin Zakaria2, and T. Fadrial Karmil3
1Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia, 23111;
2Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia, 23111; 3Fakultas Kedoteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia, 23111;
*Corresponding Author: [email protected]; Hp 081269594111;
ABSTRAK
Salah satu faktor yang sering menjadi kendala pada lahan kering adalah redahnya kualitas
kimia tanah. Oleh karena itu, assessment terhadap kualitas tanah sangat perlu dilakukan untuk
mengetahui kendala tanah. Studi ini bertujuan untuk menganalisis kendala kimia tanah yang
membatasi pertumbuhan tanaman pada lahan kering di Kabupaten Aceh Barat, Indonesia.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survai deskriptif melalui observasi lapangan
dan analisis laboratorium. Sampel tanah diambil pada lapisan tanah atas (0-20 cm) dan lapisan
bawah (20-40 cm) pada 36 titik pengamatan di beberapa areal usahatani lahan kering di
Kabupaten Aceh Barat. Sifat-sifat kimia tanah yang dievaluasi meliputi keasaman tanah,
kandungan C dan N total, jumlah kation basa, status P, dan kapasitas tukar kation. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara umum kualitas kimia tanah pada areal usahatani lahan
kering di Kabupaten Aceh Barat rendah. Kendala utama yang membatasi pertumbuhan tanaman
di lahan kering Kabupaten Aceh Barat adalah keasaman tanah, C dan N total rendah, K2O Total
rendah, dan kejenuhan basa yang rendah. Peluang untuk meningkatkan kualitas tanah di lahan
kering dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik, kapur, dan pupuk.
Katakunci: lahan kering, sistem usahatani, kedala kimia tanah
1. PENDAHULUAN
Lahan kering merupakan salah satu areal yang menjadi sasaran utama untuk perluasan
areal pertanian, baik untuk tanaman pangan, hortikultura, maupun perkebunan. Pengembangan
inovasi dan teknologi yang tepat menjadi kata kunci dalam mengoptimalkan fungsi lahan
sehingga lebih produktif. Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
2
digenangi air pada sebagian waktu dalam setahun atau sepanjang waktu (Sukarman et al., 2012).
Permasalahan yang terdapat pada usatani di lahan kering sangat beragam dan tergantung kepada
tipologi lahan dan jenis tanah (Sufardi et al., 2017a).. Tipologi lahan kering dapat dibedakan atas
dua macam, yaitu lahan kering yang terdapat iklim kering, dan lahan kering yang terdapat di
iklim tropika basah. Pada areal lahan kering di iklim sedang atau iklim kering umum nya dibatasi
oleh rendahnya curah hujan, sedangkan di kawasan iklim tropika basah, permasalahannya
terletak pada ketersediaan air. Oleh karena itu, penanganan kedua lahan kering tersebut berbeda.
Meskipun potensi lahan kering masih relatif luas, namun optimalisasi lahan kering untuk
pengembangan tanaman pangan masih rendah. Produksi pertanian pada sistem lahan kering
umumnya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha pertanian lahan basah, karena pada
sistem pertanian lahan kering ditemukan banyak kendala yang membatasi produksi tanaman.
Selain itu, sistem usahatani yang diterapkan oleh masyarakat pada lahan kering kurang intensif
sehingga hasil yang diperoleh masih rendah. Abdurrahman et al. (2008) menyatakan bahwa
tingkat kesuburan tanah pada lahan kering umumnya rendah, karena rendah kadar bahan organik
yang rendah. Di samping itu, secara alami kadar bahan organik tanah di daerah tropis cepat
menurun karena terjadi kehilangan yang terus-menerus akibat mineraliasi bahan organik (FAO,
2005). Dalam waktu 10 tahun laju penurunan bahan organik pada lahan kering bisa mencapai
30-60% (Suriadikarta et al. 2002). Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala yang
ditemukan pada lahan kering antara lain dengan menerapkan teknologi konservasi, penggunaan
tanaman yang tahan kekeringan dan dengan melakukan perbaikan kualitas dan tingkat kesuburan
tanah (Sanchez, 2010).
Informasi tentang karakteristik tanah dan status kesuburan menjadi dasar dalam menyusun
perencanaan pengelolaan lahan kering. Hal ini sangat penting karena kondisi lahan kering
biasanya sangat beragam tergantung pada zona agroklimat. Salah satu yang menentukan
disparitas kualitas tanah pada lahan kering adalah adanya keragaman jenis tanah yang terdapat di
lahan kering (Karlen et al., 1997; Sufardi et al., 2017a), sehingga karakateritik tanah juga akan
terlihat berbeda antara satu lokasi dengan lokasi yang lain (Sufardi et al., 2017b). Oleh sebab
itu, informasi tentang kakarkteritik tanah di suatu wilayah lahan kering sangat penting diketahui
agar penanganan dalam pengelolaan tanah lebih tepat.
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
3
Di Kabupaten Aceh Barat informasi tentang karakteristik lahan dan tanah masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, untuk memberikan gambaran yang tepat terhadap potensi dan kendala
pada lahan kering diperlukan kajian langsung melalui survai lapangan dan analisis tanah di
laboratorium untuk mengetahui kualitas kimia tanah dan status kesuburannya.
Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik kimia tanah dan kendala kesuburan
anah yang menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman pada beberapa areal ushatani
lahan kering di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh.
2. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh yang berlangsung
pada Juni sampai November 2015. Penelitian ini menggunakan metode survai deskriptif yaitu
melalui kegiatan survai tanah di lapangan dan analisis sampel tanah di laboratorium. Kegiatan
survai lapangan dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum kondisi biofisik wilayah dan
mendapatkan sampel-sampel tanah dari berbagai titik pengamatan untuk peperluan analisis kimia
tanah di laboratorium. Titik pengamatan lapangan dan pengambilan sampel tanah ditetapkan
dengan menggunakan metode purpossive sampling yaitu lokasi yang telah ditentukan pada areal
usahatani lahan kering terpilih yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat. Kriteria yang menjadi
target pengambilan sampel tanah adalah lahan yang dimanfaatkan oleh petani untuk usahatani
lahan kering yang meliputi 36 titik pengamatan pada 13 lokasi/desa yang terdapat di tujuh
kecamatan dalam wilayah Aceh Barat, yaitu Kecamatan Samatiga, Kecamatan Bubon,
Kecamatan Woyla, Kecamatan Meureubo, Kecamatan Kaway XVI, Kecamatan Pantee Cermen,
dan Kecamatan Woyla Barat.
Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit pada lapisan tanah atas (0-20 cm)
dan tanah bawah (20-40 cm). Karakteristik kimia setiap sampel tanah yang dianalisis adalah pH
(H20 dan KCl), C organik (metode Walkley & Black), N total (metode Kjeldahl), kandungan
P2O5 dan K2O (ekstraksi HCl 25%), P tersedia (metode Bray 1), kation Ca, Mg, K, dan Na
tertukar (ekstraksi 1N NH4OAc pH 7), Al dan H dapat ditukar (ekstrak 1M HCl), dan kapasitas
tukar kation (KTK) (metode 1N NH4OAc pH 7), serta perhitungan persentase kejenuhan basa
(KB). Interpretasi sifat-sifat kimia tanah didasarkan pada kriteria penilaian sifat kimia tanah
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
4
menurut Pusat Penelitian Tanah, 1983, sedangkan status kesuburan tanah dinilai dengan
menggunakan kriteria yang dikembangkan oleh P3MT Bogor (1983) yaitu dengan menggunakan
5 parameter kesuburan yaitu : KTK, KB, P2O5 total, K2O total, dan C organik tanah. Identifikasi
jenis tanah dilakukan di lapangan dengan menggunakan panduan yang dikeluarkan oleh Balai
Besar Penelitian Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Bogor tahun 2014. Penamaan jenis
tanah dilakukan pada tingkat subgroup menurut Sistem Taksonomi USDA (2014).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Deskripsi Jenis Tanah di Lokasi Survai
Hasil identifikasi lapangan pada tiga belas lokasi usahatani lahan kering Kabupaten Aceh
Barat memiliki jenis tanah yang berbeda. Tabel 1 dapat dilihat bahwa di lokasi studi ditemukan
ada delapan jenis tanah menurut Sistem Klasifikasi Nasional Indonesia (SN, 2014), yaitu
Regosol Gleik (Typic Psammaquents), Regosol Humik (Typic Udipsamments), Regosol Distrik
(Typic Udipsamments), Kambisol Distrik (Typic Dystrudepts), Aluvial Distrik (Typic
Udifluvents), Aluvial Eutrik (Typic Udifluvents), Gleisol Humik (Histic Humaquepts), dan
Podzolic Haplik (Typic Hapludults). Jika didasarkan kepada Soil Taxonomy USDA (2014),
maka di lokasi studi terdapat tiga ordo tanah yaitu Entisols, Inceptisols, dan Ultisols.
Tabel 1. Deskrpsi Lokasi Survai dan Jenis tanah di Lokasi Lahan Kering Aceh Barat
No Kecamatan Lokasi/desa Klasifikasi Tanah Jumlah Titik
Sampel SN (2014) USDA (2014)
1 Samatiga Suak Timah1 Regosol Gleik Typic Psammaquents 1
2 Samatiga Suak Timah2 Regosol Humik Typic Udipsamments 3
3 Samatiga Cot Darat Regosol Distrik Typic Udipsamments 4
4 Bubon Kota Padang Layuk Kambisol Distrik Typic Dystrudepts 4
5 Bubon Gunong Panah Aluvial Distrik Typic Udifluvents 3
6 Woyla Glee Sibleh Kambisol Distrik Typic Dystrudepts 4
7 Woyla Barat Napai Gleisol Humik Histic Humaquepts 1
8 Meureubo Ujung Tanjung Aluvial Distrik Typic Udifluvents 5
9 Meureubo Pasie Aceh Tunong Aluvial Distrik Typic Udifluvents 1
10 Kawai XVI Meunasah Ara Aluvial Eutrik Typic Udifluvents 2
11 Kawai XVI Kampung Mesjid Aluvial Eutrik Typic Udifluvents 2
12 Pantee Cermen Sawang Rambot Kambisol Distrik Typic Dystrudepts 2
13 Pantee Cermen Manuang Cemara Podsolik Haplik Typic Hapludults 4
Jumlah 36 SN = Sistem Klasifiksasi Tanah Nasional (Indonesia)
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
5
3.2. Karakteristik Kimia Tanah
Data hasil analisis sifat-sifat kimia tanah tanah lapisan atas (0-20 cm) dan lapisan bawah
(20-40 cm) di setiap areal usahatani lahan kering di Kabupaten Aceh Besar disajikan dalam
bentuk grafik pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Kemasaman Tanah
Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai pH H2O tanah pada beberapa areal usahatani lahan
kering di Kabupaten Aceh Barat sedikit bervariasi antar lokasi akan tetapi sebagian besar (70%)
areal usahatani lahan kering yang diteliti ternyata memiliki pH tanah berada di atas pH 5.50. Hal
ini menunjukkan bahwa secara aktual, reaksi tanah di lahan kering Kabupaten Aceh Barat relatif
tidak bermasalah dengan kemasaman, kecuali pada jenis tanah tertentu yaitu pada jenis tanah
Podsolik Haplik, Gleysol Humik, dan Kambisol Distrik. Pada gambar tersebut juga sangat jelas
dapat dilihat bahwa kemasaman tanah sangat berhubungan dengan kandungan Al-dd tanah. Pada
tanah ordo Ultisol dengan pH di bawah 5.5, ditemukan kadar Al-dd yang sangat tinggi yaitu
mencapai lebih 20 cmol kg-1 sedangkan pada tanah dengan pH di atas 5.5, kadar Al-dd tidak
sangat rendah bahkah tidak terukur. Hal ini menunjukkan bahwa potensi keasaman yang
disebabkan oleh aluminium ternyata cukup tinggi dan hal ini ditemukan juga tanah Gleysol
Humik, dan Kambisol Distrik, namun tidak ditemukan pada jenis tanah yang lainnya.
Bohn et al. (2007) menyatakan bahwa Al-dd merupakan kation larut yang sangat reaktif di
dalam tanah. Jika kation ini terhidrolisis, maka akan meningkatkan konsentrasi H+ sehingga
tanah menjadi masam. Meskipun potensi keracunan Al tidak ada, namun distribusi pH H2O tanah
umumnya berada pada kategori agak masam, maka dampak kemasaman tanah pada tanaman
budidaya tetap terpengaruh, karena sebagian besar tanaman toleran pada pH disekitar netral
(Sufardi, 2012). Hasil analisis juga terlihat bahwa pH tanah pada lapisan bawah juga lebih tinggi
dari pada tanah lapisan atas. Hal ini terjadi karena akibat pencucian basa dari lapisan atas ke
bawah.
Kandungan C dan N total
Gambar 1 juga memperlihatkan bahwa kadar C organik tanah pada lapisan atas (0-20 cm)
dan lapisan bawah (20-40 cm) ternyata hampir seluruh areal usahatani lahan kering di Kabupaten
Aceh Barat berada di bawah 2,0 persen. Tanah yang memiliki C organik di atas 2% hanya
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
6
ditemukan pada tujuh lokasi saja yaitu di Suak Timah, Cot Darat, dan Glee Sibleh atau hanya
sekitar 15 % dari areal yang disurvai. Pada lokasi tersebut ternyata terdapat lahan kering dengan
jenis tanah Regosol yang relatif mengandung C organik sedang hingga tinggi. Bahan organik
merupakan komponen tanah yang sangat penting sehingga jika tanah rendah C organik maka
kualitas tanah kurang baik juga. Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa kandungan N total tanah pada
areal usahatani lahan kering Kabupaten Aceh Barat umumnya juga rendah dan hanya beberapa
lokasi saja yang mempunyai N total sedang yaitu di Suak Timah, Glee Sibleh, dan Manuang
Cemara. Dari data ini dapat dinyatakan bahwa secara umum lahan kering Kabupaten Aceh Barat
memiliki kendala rendahnya kandungan C organik dan N total tanah. Karbon merupakan unsur
yang sangat penting di dalam tanah, karena selain berfungsi sebagai sumber energi bagi jasad
hidup juga dapat menjagi keseimbangan sikulus C di alam (West and Marland, 2002). Karbon
juga sangat penting untuk mempertahankan perubahan iklim (Sperow et al., 2003).
Jumlah Kation Basa, KTK, dan Kejenuhan Basa
Gambar 2 memperlihatkan bahwa jumlah kation basa tanah (sum of cations) pada lahan
kering Aceh Barat sangat bervariasi dan hamper seluruh areal uasahatni lahan kering memiliki
jumlah kation basa yang rendah atau kurang dari 10 cmol kg-1. Selanjutnya Gambar 2 juga dapat
dilihat bahwa walaupun sebagian besar tanah mempunyai jumlah kation basa rendah, tetapi nilai
KTK tanah (CEC) ternyata sedang hingga tinggi dan hanya sebagian kecil tanah saja yang
mempunyai KTK rendah. Tingginya KTK ternyata tidak berkorelasi dengan persentase
kejenuhan basa (base saturation), karena sebagian besar tanah di lahan kering Aceh Barat
ternyata mempunyai kejenuhan basa rendah, walaupun ada beberapa tanah yang mempunyai
KTK sedang hingga tinggi.
P2O5 total, P tersedia, dan K2O Total,
Sebaran kandungan P2O5 total, K2O total dan P tersedia tanah pada lahan kering di
Kabupaten Aceh Barat disajikan pada Gambar 2 yang menunjukkan bahwa kandungan P2O5
total pada lahan kering di Kabupaten Aceh Barat ternyata sangat bervariasi pada setiap lokasi.
Selanjutnya kandungan P tersedia (P Bray 1) juga sangat bervariasi dari sangat rendah hingga
sangat tinggi. Perbandingan rata-rata P2O5 total dan P tersedia lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 2. Tingginya kandungan P2O5 total dan P tersedia pada beberapa tanah karena tanah
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
7
tersebut merupakan tanah yang belum berkembang dan berbahan induk endapan aluvial laut
yang diperkirakan mengandung mineral fosfat tinggi. Pada tanah yang mengandung fosfat
rendah umumnya dijumpai pada tanah-tanah yang telah berkembang terutama pada jenis
Podsolik Haplik (Typic Hapludults) dan sebagian dari tanah Kambisol Disrik (Typic
Dystrudepts). Tanah-tanah ini berkembang dari bahan induk masam yang relatif rendah
komposisi kation basa, sehingga kurang potensi kesuburan tanah juga rendah (Vu et al., 2010)
Hasil analisis tanah memperlihatkan bahwa kandungan K2O total pada tanah di areal
usahatani lahan kering Kabupaten Aceh Barat ternyata secara umum rendah, sehingga menjadi
salah satu faktor yang membatasi pertumbuhan tanaman (Havlin et al., 2012). Rendahnya K total
ini disebabkan karena sebagian besar lahan kering di Kabupaten Aceh Barat terbentuk dari bahan
induk pasir yang miskin kalium.
3.3. Status Kesuburan Tanah dan Kendalanya
Hasil penilaian status kesuburan tanah pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat
kesuburan tanah pada seluruh lokasi lahan kering di Kabupaten Aceh Barat termasuk dalam
kriteria rendah karena terdapat beberapa faktor pembatas. Faktor pembatas yang ditemukan pada
setiap lokasi berbeda-beda, akan tetapi setiap lokasi paling tidak ditemukan ada 2 atau 3
parameter kesuburan tanah yang termasuk kategori rendah atau sedang.
Tabel 2. Penilaian status kesuburan tanah di lahan kering Kabupaten Aceh Barat
No Lokasi/site KTK KB P2O5 K2O C-organik Status Kesuburan
1. Suak Timah1 R R S R S Rendah 2. Suak Timah2 S R T R T Rendah
3. Cot Darat R R T R S Rendah
4. Kota Padang Layuk T R T R R Rendah
5. Gunong Panah R R R R R Rendah
6. Glee Sibleh R R R R R Rendah
7. Napai R R T R R Rendah
8. Ujung Tanjung R R T R R Rendah
9. Pasie Aceh Tunong R R T R R Rendah
10. Meunasah Ara T S T R R Rendah
11. Kampung Mesjid T R T R R Rendah
12. Sawang Rambot T R T R R Rendah
13. Manuang Cemara T R S R R Rendah
Sumber : Data diolah (2016); Keterangan : R/S/T = rendah/sedang/tinggi
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
8
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa ternyata faktor pembatas utama yang ditemukan pada lahan
kering di Kabupaten Aceh Barat adalah rendahnya bahan organic tanah yang ditunjukkan oleh
rendahnya C organik. Dengan rendahnya bahan organik, maka kemampuan tanah mengikat
kation hara menjadi rendah sehingga kualitas tanah kurang baik (Arifin, 2011). Kurang baiknya
kualitas tanah dicirikan dengan reaksi tanah yang agak masam hingga masam, kadar kation basa
dan KB yang rendah, serta P tersedia yang rendah. Kandungan C organik sangat berpengaruh
terhadap kemampuan tanah dalam mempertahankan kesuburan dan produktivitas tanah melalui
aktivitas mikroorganisme tanah. Bohn et al. (2007) menyatakan bahan organik sangat menjadi
sumber energi bagi jasad mikro. Stevenson (2008) menambahkan bahwa bahan organik
berpengaruh terhadap kapasitas pertukaran kation, penyediaan unsur hara dan menjadi
penyangga terhadap perubahan pH dan penyediaan hara tanaman. Oleh sebab itu maka perlu
adanya penambahan bahan organik untuk memperbaki kualitas tanah dan meningkatkan status
kesuburan tanah (Sufardi, 2012; Havlin et al., 2012; Tolaka, 2013;). Bahan organik memberikan
konstribusi yang nyata terhadap KTK tanah sekitar 20–70% kapasitas pertukaran tanah (Sposito,
2008). Berdasarkan pernyataan ini, maka tingkat kesuburan tanah pada lahan kering Kabupaten
Aceh Barat termasuk ke dalam tanah yang tidak subur.
4. KESIMPULAN
(1) Karakteristik kimia tanah di areal usahatani lahan kering Kabupaten Aceh Barat bervariasi
antar lokasi dan jenis tanah. Nilai pH tanah umumya agak masam hingga netral, KTK tanah
sedang hingga tinggi, sedangkan C dan N total umumnya rendah. Kandungan K2O total dan
kejenuhan basa umumnya rendah.
(2) Status kesuburan tanah pada lahan kering Kabupaten Aceh Barat pada setiap jenis tanah
adalah rendah karena paling tidak ditemukan 3 faktor pembatas seperti C organik, kejenuhan
basa, dan cadangan K2O yang rendah.
(3) Untuk meningkatkan kualitas lahan kering pada beberapa areal usahatani di Kabupaten Aceh
Barat, diperlukan penambahan bahan organik, kapur, dan pemupukan nitrogen dan kalium.
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
9
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan penghargaan kepada Universitas Syiah Kuala dan Proyek ACIAR
(Improving Soil and Water Management and Crop Productivity of Dryland Agriculture Systems
of Aceh and New South Wales, The ACIAR Project No. SMCN/2012/103) yang telah
mendukung terlaksananya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. A, A. Dariah, dan A. Mulyani, 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor
Arifin, Z., 2011. Analisis Indeks Kualitas Tanah Entisol pada Pengguanaan Tanah yang berbeda. Jurnal Agroteksos Vol. 21 No.1, April 2011
Benyamin, L. dan N. Gofar. 2013. Kebijakan inovasi teknologi untuk pengelolaan lahan suboptimal berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Itensifikasi Pengelolaaan Lahan Sub Optimal dalam Rangka Mendukung Kemandirian Pangan Nasional. Palembang 20-
21 September 2013.
Bohn, H. L., B.L. McNeal, and G.A. O’conner. 2007. Soil Chemistry. John Wiley and Sons,
New York.
Chemical Characteristics and Status of Soil Fertility on Some Dryland Areas of Aceh Besar Districts (Indonesia). International proceeding of ICoSA, Jogyakarta.
FAO. 2005. The roles of soil organic matter. Food and Agriculture Organisation.Rome.
Havlin, J.L., S.L. Tisdale, W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 2012. Soil Fertility and Fertilizers.(8th
edition). Prentice-Hall of India. Prt Ltd. New Delhi.
Karlen, D. L., M. J. Mausbach, J. W. Doran, R. G. Cline, R. F. Harris, And G. E. Schuman. 1997. Soil Quality: A Concept, Definition, And Framework For Evaluation. Soil
Science of America Journal. 61: 4 – 10.
Notohadiparwiro, T. 2006. Pertanian lahan kering di Indonesia : Potensi, prospek, kendala dan
pengembanganya. Lakakarya Evaluasi Pelaksanaan Proyek Pengembangan Palawija. USAID. Bogor.
PPT. 1983. Term of reference survai kapabilitas tanah. Proyek Penelitian Pertanian Menunjang
Transmigrasi (P3MT), Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
10
Smith P, Milne R, Powlson DS et al. 2000. Revised estimates of the carbon mitigation potential
of UK agricultural land. Soil Use and Management 16: 293–295.
Soil Survey Staff. 2014. Keys to Soil Taxonomy. USDA, Washington DC. USA.
Sposito, G. 2008. Chemistry of the Soils. Oxford University Press Inc., New York.
Stevenson, F.A. 2008. Humus Chemistry. Genesis, Classification, and Composition. John Wiley and Sons., New York.
Sufardi, Darusman, Zaitun, S. Zakaria, and T.F. Karmil. 2017a. Chemical Characteristics and Status of Soil Fertility on Some Dryland Areas of Aceh Besar Districts (Indonesia). International proceeding of ICoSA, Jogyakarta.
Sufardi, Lukman Martunis, dan Muyassir. 2017b. Pertukaran Kation pada Beberapa Jenis Tanah di Lahan Kering Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh (Indonesia). Prosiding Seminar
Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 12, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Sufardi. 2012. Pengantar Nutrisi Tanaman. Bina Nanggroe. Banda Aceh.
Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini dan W. Hartatiek. 2002. Teknologi Pengololaan
Bahan Organik Tanah. p 339 – 358. Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Tolaka. W. 2013. Sifat fisik tanah pada hutan primer, agroforestri dan kebun Kakao di Subdas Wera Saluopa. Desa Leboni. Kecamatan Pamina, Peselemba Kabupaten Poso. Warta
Rimba Vol. 1(1) : 34-42.
Vu DT, Tang C, Armstrong RD. 2010. Transformations and availability of phosphorus in three
contrasting soil types from native and farming systems: A study using fractionation and isotopic labelling techniques. Journal of Soils and Sediments 10, 18–29.
West,TO and Marland G. 2002. A synthesis of carbon sequestration, carbon emissions, and net
carbon flux in agriculture: comparing tillage practices in the United States. Agriculture, Ecosystems and Environment 91:217–232.
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
11
Gambar 1. Nlai pH H2O, Al-dd, C-organik dan N total Tanah pada Beberapa Areal Usahatani
Lahan Kering di Kabupaten Aceh Barat
Artikel Lengkap_Seminar Nasional BKS Barat di Bangka Belitung Juli 20, 2017, Pangkal Pinang (Indonesia)
12
Gambar 2. Jumlah Kation Basa, KTK, Kejenuhan Basa, serta P2O5 dan K2O total dan P tersedia
Tanah pada Beberapa Lokasi Lahan Kering di Kabupaten Aceh Barat