kamus tata ruang bab.2.1_2

Upload: egyd

Post on 07-Jul-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    1/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-1

    22..11 

    AAWWAALL PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG DDII IINNDDOONNEESSIIAA 

    Oleh  Pauline K.M. van Roosmalen

    PPEENNDDAAHHUULLUUAANN 

    Tulisan ini bersamaan dengan studi saya di Universitas TeknologiDelft mengenai tata kota di Hindia Belanda 1905 – 1950. Uraianmengenai masa sebelum perang dalam tulisan ini merupakan ikhtisarstudi yang didasarkan pada penelitian majalah modern, laporan-laporan, buku, risalah, foto, peta, dan arsip di Royal Tropical Institute (KIT) di Amsterdam dan The Royal Institute of Linguistics and

     Anthropology   (KITLV) di Leiden serta Perpustakaan Nasional dan Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta.

    Uraian tersebut sebagian besar didasarkan pada karya Prof. Ir. Jac.

    P. Thijsse dan dokumen tambahan yang ia kumpulkan. Dokumenyang semula berserakan di loteng OD 205 Planning and Design  diDelft serta di rumah Prof. Ir. HM. Gaudappel di Olst, kini dikumpulkandan disimpan di arsip Netherlands Arhcitecture Institute di Rotterdam.Meski hingga kini dokumen tersebut belum didaftar, arsip Thijssemengandung dokumen penting dan relevan, terutama mengenaimasa rekonstruksi awal di Indonesia.

    Sumber dokumen primer lain yang penting mengenai masa sebelumperang adalah arsip Sekretaris Jenderal dan Kabinet GubernurJendral ( Algemene Secretarie en het Kabinet van Gouverneur-Generaal ) 1944-1950 yang disimpan di Arsip Nasional. Arsip inisangat konstruktif, terutama menyangkut perdebatan mengenaipembentukan organisasi perencanaan pusat dan perusahaan

    perumahan.

    Uraian pendek mengenai masa setelah 1950-an terutama didasarkanpada kepustakaan dan wawancara selama kurun 2000 – 2001dengan Ir. Sidharta di Semarang dan Ir. Adhi Moersid di Jakarta.Kajian ini dilakukan karena ternyata teks Rancangan Undang-undangTata Ruang tidak dapat dilacak, sehingga sumber informasi utama ini

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    2/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-2

    tidak dapat digunakan. Meski ada kemungkinan tidak sempurna,namun masalah ini dapat diatasi dengan mengumpulkan informasi-informasi lainnya dan mencoba menciptakan keadaan berdasarkaninformasi ini.

    Penelitian sejarah tata ruang dan tata kota di Indonesia tampaknyatidak akan lengkap tanpa meneliti departemen yang bertanggung

     jawab terhadap hal ini, yaitu Departemen Pekerjaan Umum pra-perang (Burgerlijke Openbare Werken  – BOW). Namun, setelahmempelajari berbagai dokumen dan sebagian arsip BOW, lambatlaun dapat diyakini bahwa arsip ini tidak memuat bahan yang relevanuntuk studi kebijakan perencanaan. Pertama karena rencana tataruang pada awal abad XX didesentralisasi dan sepenuhnya menjaditanggung jawab dewan kota. Kedua, karena dokumen BOWmenunjukkan departemen bertugas melaksanakan pekerjaanbukannya kebijakan.

    Namun, meski kurang relevansi dengan proyek ini, saya putuskanmelampirkan tinjauan koleksi lengkap laporan tahunan BOW yangditerbitkan antara 1892 – 1928 beserta angka-angka awal dan datayang diterbitkan antara 1924 – 1933 bagi mereka yang tertarik padamasa pra-perang.

    Sampai dua tahun yang lalu, dokumen asli dan perpustakaanDepartemen Pekerjaan Umum berada di Citeureup. Selama itu,indeks pada arsip yang digunakan oleh Belanda masih tetapdigunakan dan berjalan dengan baik. Januari 2001, dokumen aslidipindahkan ke Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta –rencana memindahkan perpustakaan belum diwujudkan. Karenakepindahan ini, arsip BOW sementara tidak dapat diakses.

    Studi sejarah tergantung pada sediaan dokumen dan penuturanlisan. Dalam studi mengenai Hindia Belanda dan Indonesia, sumberprimer dan sekunder tersebar tempatnya dan seringkali tidaklengkap. Akibatnya terkadang sulit merangkai ceritaberkesinambungan. Misalnya, informasi mengenai organisasi

    “Comtech Batavia” tidak dapat ditelusuri, sehingga menimbulkancelah dalam uraian mengenai usulan membentuk suatu organisasiperencanaan pusat pra-perang.

    Ketidaklengkapan sumber merupakan salah satu penyebab studisejarah jarang bersifat tuntas, termasuk studi ini. Jadi, siapa punyang menemukan bahan baru, mohon memberitahu atau

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    3/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-3

    menerbitkannya. Demikian usaha untuk menulis sejarah yang sejelasmungkin.

    II --  LLaannggkkaahh ppeer r ssiiaappaann ddii zzaammaann kkoolloonniiaall 

    Pemikiran tentang penataan ruang di Indonesia timbul pada awalabad XX dan merupakan hasil perubahan administrasi yang

    ditetapkan dalam Undang-undang Desentralisasi(Decentralisatiewet ). Undang-undang yang ditetapkan pemerintahpada 1903 ini mengenalkan klasifikasi administrasi baru yangmengakhiri administrasi pusat yang terlalu berkuasa di Batavia. Halini membuka jalan untuk diberlakukan Ordonansi Dewan Lokal(Locale  Radenordonnantie) yang menetapkan peraturan bagipembentukan pemerintahan lokal. Pemerintah lokal atau kotamadya(gementeen) inilah yang akan menangani pengembangan danperencanaan wilayah lokal. Langkah ini merupakan langkah awalmenuju penataan ruang.

    Sejak awal dewan-dewan kota menyadari masalah dan tantanganyang harus ditangani bersama untuk mencapai hasil efektif. Namun,berpedoman kepada ide desentralisasi, pemerintah Batavia mulanyaenggan mengabulkan permintaan bantuan keuangan, hukum danorganisasi. Karena dibiarkan sendiri, dengan hampir selalukekurangan pegawai, know-how   dan bahan-bahan yang tepat,dewan-dewan kota memutuskan bergabung dan membentuk forumpertukaran pemikiran, ide dan pengalaman. Untuk itu, kongresDesentralisasi pertama diadakan pada 1910. Selanjutnya, kongres inimenjadi kegiatan tahunan yang melibatkan para administrator lokal,para ahli dan mereka yang tertarik berkumpul dan berbagi pemikiranmengenai berbagai tema mulai dari kesehatan, garis sempadanbangunan bahkan aspek pembiayaan. Dalam kongres kedua (1911),kotamadya-kotamadya membentuk Asosiasi Kepentingan Lokal(Vereeniging voor Locale Belangen),  juga majalah Locale Belangen dan Locale Techniek . Asosiasi dan majalah-majalahnya merupakanalat penting yang memberikan kemampuan kotamadya untukmenetapkan kebutuhan mereka dan mencari solusi untuk

    mewujudkan tujuannya. Untuk hal terakhir, kotamadya seringberpaling pada penasehat desentralisasi, seorang pegawai negeripada departemen dalam negeri. Departemen ini menjadi penengahantara pemerintah nasional dan lokal.

    Sebagian besar kota terutama kota-kota besar di kawasan pantai,dihadapkan pada peningkatan jumlah penduduk yang pesat,

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    4/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-4

    permintaan yang tinggi terhadap perumahan dan berbagaikebutuhan. Setiap dewan kota menangani berbagai masalah sebisamungkin. Dalam hal ini Semarang memimpin. Pada 1907, W.T. deVogel, seorang dokter dan anggota dewan kota Semarang, memintaK.P.C. de Bazel seorang arsitek yang berdomisili di Belanda,membuat sketsa awal untuk rencana perluasan daerah berbukit diselatan Semarang. Beberapa waktu kemudian, dewan kota secara

    resmi meminta Herman Thomas Karsten (1884-1945), seorangarsitek yang bekerja sebagai manajer perkantoran di kantor arsitekturHenri Maclaine di Semarang, untuk mengajukan rancangan wilayahini. Karsten menerimanya dan pada 1917 mengajukan rencana CandiBaru (Nieuw Tjandi ), suatu perluasan yang dirancang untukmengakomodasi semua kelompok etnis sesuai dengan kebiasaanmasing-masing. Di Surabaya, pada 1909 dewan membebaskanlahan yang luas di Gubeng untuk lingkungan Eropa baru. Tujuh tahunkemudian membeli lahan di Ketapang dan Ngagel untuk keperluanyang sama. Sebagai akibat dari maksud pemerintah pusat untukmengalihkan beberapa kementerian dari Batavia ke Bandung, dewankota Bandung mulai pertengahan 1910-an memperluas wilayahnya.Perusahaan pengembang dan pembangunan lokal didirikan. Pada1917, Biro Insinyur dan Arsitek ( Algemeen Ingenieurs en

     Architectenbureau  – AIA) mengajukan rencana perluasan untuk

    bagian utara kota. Dalam tahun yang sama, Batavia, Buitenzorg danMedan juga mengajukan rencana perluasan. Batavia mengikuti pada1918 dengan rancangan-rancangan terutama untuk wilayahpermukiman Eropa Menteng en Nieuw Gondangdia.

    Meski banyak rencana yang disusun dan dilaksanakan, rencana tatakota tidak pernah menjadi masalah. Hal ini berubah secara radikalketika Karsten mengajukan makalah ‘Indian Town Planning (IndieseStedebouw) dalam kongres Desentralisasi 1921. Dalam makalahnya,Karsten menunjukkan perencanaan kota merupakan kegiatan yangmelibatkan kegiatan saling terkait satu sama lain (sosial, teknologi,dan sebagainya) yang perlu ditangani semestinya. Metodependekatan yang menciptakan rencana tata kota secara terorganisirdengan mempertimbangkan dimensi sosial dan estetika merupakanhal baru yang membuka jalan serta memperoleh banyak pujian di

    Hindia Belanda maupun di Negeri Belanda.

    Dengan perantaraan penasehat desentralisasi, permintaan bantuanyang berulang dari dewan-dewan lokal berkaitan dengan berbagaimasalah perencanaan, akhirnya memperoleh tanggapan pemerintahdi Batavia. Mulai pertengahan 1920-an, pemerintah memutuskan

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    5/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-5

    untuk menangani berbagai masalah tersebut. Di antaranya,mengizinkan perusahaan umum terbatas dan komersial terlibatdalam pembangunan perumahan (1925), surat edaran kepadakotamadya berisi pedoman perluasan daerah perkotaan danperumahan (1926), tambahan hak prioritas kotamadya atas lahanyang sudah ada (1926), dan ketentuan sampai 50% subsidi danpedoman proyek perbaikan kampung (1928).

    i  Dalam perencanaan,

    pada 1930 diambil berbagai langkah, disusul perubahan KomitePembatasan Pembangunan (Bouwbeperkingencommissie), menjadiKomite Tata Kota (Stadsvormingscommissie) pada 1934. Paraanggota menonjol dari Komite Tata Kota adalah Mr. J.H.A.Logemann (profesor pada Sekolah Tinggi Hukum(Rechtschoogeschool)) di Batavia), Karsten, M. Soesilo (seoranginsinyur Indonesia yang bekerja sebagai insinyur lapangan di kantorKarsten di Bandung), dan Ir. Jac P. Thijsse (artsitek dan bekerja padakantor pekerjaan umum di Bandung).

    Komite dimaksudkan untuk mendefinisikan, membuat metode dansecara hukum menjadikan tata kota suatu disiplin dengan caramempelajari dan mendefinisikan tolok ukur sejarah dan masa depantata kota dan dengan merekomendasikan arah kemana disiplin iniperlu mengembangkan diri.

    Pada 1938, komite mengajukan rancangan Ordonansi PembentukanKota dan suatu memorandum keterangan yang agak luas. Isiordonansi tersebut dengan jelas menyatakan tujuannya: peraturan-peraturan tata kota seyogyanya mengorganisir konstruksi danbangunan, oleh pemerintah lokal maupun pihak lainnya, untukmenjamin pembangunan perkotaan sesuai sifat sosial dangeografinya serta pertumbuhan yang diperkirakan. Perencanaan kotaharus memperjuangkan pembagian yang proporsional dari kebutuhansemua kelompok penduduk sesuai kebiasaan mereka, danmenciptakan fungsi harmonis dari perkotaan secara keseluruhan.Semua ini dengan pertimbangan lingkungan dan posisi suatu kotadalam konteks lebih luas.

    Rancangan diajukan dan dibahas dalam suatu lokakaryaperencanaan yang diadakan Asosiasi Kepentingan Lokal pada 1939.Sejumlah pakar dari berbagai latar belakang tetapi berpengalaman dibidang perencanaan berdatangan dari seluruh nusantara untukmenghadiri lokakarya. Walaupun rancangan tersebut dikritik padasaat dipresentasikan, perdebatan selama lokakarya dan peresmianStudi Grup Perencanaan (Planologische Studiegroep) dengan jelas

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    6/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-6

    menunjukkan minat dan kebutuhan untuk memformulasikanmetodologi dan keinginan memperluas perencanaan ke luar batasperkotaan. Perdebatan ini juga mengungkapkan kesengajaan dangairah untuk mewujudkan semua itu.

    Perkembangan tersebut tampaknya menuju ke arah yang benar.Pengangkatan Karsten sebagai dosen perencanaan di Sekolah

    Tinggi Teknik (Technische Hoogeschool ) Bandung pada 1941merupakan pengakuan terhadap sumbangannya yang besar padaperkembangan perencanaan kota sebagai suatu profesi dan langkahawal ke arah perluasan disiplin perencanaan. Namun, situasi politikyang sedang berlangsung di Eropa dan di seluruh dunia, pendudukannegeri Belanda oleh Jerman pada 1940 dan invasi Jepang ke wilayahkoloni pada 1942, menghentikan perkembangan ini. Persetujuan danpelaksanaan rancangan Ordonansi Pembentukan Kota danperkembangan yang terjadi terpaksa dihentikan hingga usai PerangDunia Kedua.

    IIII --  PPeer r kkeemmbbaannggaann sseetteellaahh ppeer r aanngg :: bbaattuu lloonnccaattaann kkee aar r aahh ppeennaattaaaann r r uuaanngg 

    Setelah Perang Dunia Kedua berakhir dan Indonesiamemproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, revisikonfigurasi pemerintahan diperlukan dan tidak dapat dihindarkan.Namun, meski tekanan politik internasional meningkat terhadapBelanda untuk meninggalkan negeri ini, pemerintah Belandamemutuskan tidak mendukung permintaan Indonesia untuk merdeka.Sementara itu penyesuaian administratif terus berlangsung. Kolonitidak lagi diperintah Gubernur Jenderal dan Direktur Kementeriantetapi oleh Letnan Gubernur Jenderal dan para menteri negara.Penasehat desentralisasi dihapuskan. Selanjutnya, OrdonansiProvinsi 1924 diperluas ketika delapan provinsi ditetapkan: JawaBarat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra, Borneo, Sulawesi,Maluku dan Kepulauan Sunda. Badan-badan administrasi pra-perangseperti residen, kotamadya dan kabupaten dipertahankan.

    Sebagai akibat perang, sebagian besar negeri ini terutama kota-kotaberada dalam keadaan kacau sehingga memerlukan rekonstruksidan pembangunan baru. Hal ini tidak saja memerlukan peninjauankembali terhadap perkembangan terakhir tapi juga perlu studi danpenetapan untuk masa depan. Untuk menangani masalah besar ini,Departemen Transportasi dan Pekerjaan umum dibentuk kembali dan

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    7/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-7

    diberi nama Departemen Pekerjaan Umum dan Rekonstruksi. Meskisudah ada reorganisasi, tiga masalah utama masih perlu ditangani,yaitu ketiadaaan pakar, infrastruktur organisasi yang baik danlandasan hukum.

    Yang Harus ada: organisasi dan pendidikan

    Penghapusan (sementara) banyak lembaga pra-perang serta tugas-tugas perencanaan dan pembangunan pasca-perang barumenyebabkan kesulitan bahkan nyaris tidak mungkin untuk bekerjaseperti sebelumnya. Pertama, kantor desentralisasi tidak ada lagisehingga prosedur dan tanggung jawab harus direvisi. Untukmemastikan perencanaan dalam situasi pasca-perang dapat (danakan) berlanjut normal, maka metodologi, organisasi dan peraturanharus disesuaikan.

    Dalam usaha menyalurkan pekerjaan rekonstruksi, usulanmembentuk organisasi perencanaan pusat langsung diajukan

    ii 

    bahkan pada 1945. Dalam ‘Sebaiknya dibentuk Kantor PerencanaanPusat untuk Jawa dan Madura’ yang diterbitkan dalam deOPDRACHT , Dr. Ir W.B. Kloos menguraikan perlunya danpentingnya memusatkan dan mengkoordinasikan perencanaan untuk

    memaksimalkan kemakmuran dan keindahan serta meningkatkanekonomi.

    iii  Ia mengusulkan supaya membatasi kegiatan organisasi

    pusat di Jawa dan Madura. Menurut pandangan Kloos, tujuan utamasuatu organisasi pusat adalah menetapkan arah umum dariperencanaan dan pedoman untuk pengembangan kotamadya,menguji pekerjaan baru berdasarkan pengarahan ini sertamenyiapkan rencana untuk kota-kota yang tidak mampumelakukannya sendiri. Kloos mengusulkan agar rencana pertama,yakni suatu rencana pembangunan umum untuk Jawa, menanganilima aspek perencanaan yang terpisah tetapi saling terkait :pertanian, industrialisasi, kolonisasi (transmigrasi), rekreasi dan lalulintas. Di samping itu, perencanaan kota dalam kaitan denganperbaikan kampung dan perlindungan lingkungan terhadap lansekapbuatan manusia umumnya dan lingkungan desa khususnya, harus

    ditambahkan.

    Meski usul Kloos untuk membentuk suatu organisasi pusat disetujui,penjelasan mengenai idenya dikritik secara tajam oleh F.M. RazouxSchultz, mantan pimpinan pada Departemen Sanitasi danPerumahan (Departemen Kesehatan), dan oleh Ir. J.C.K. vanToorenburg, mantan insinyur utama yang bekerja untuk Gubernur

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    8/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-8

    Jawa Barat.iv  Kedua kritikus meragukan perlunya perencanaan

    desentralisasi. Pertama, karena mereka berpendapat bahwawalaupun pemerintahan sudah didesentralisasi, Indonesia masihtetap diatur secara sentral dari Batavia – yang menjadikanpembentukan organisasi pusat berlebihan. Kedua, karena merekatidak memahami perlunya kebijakan nasional untuk penghunian danpenggunaan lahan di suatu negara dimana ruang masih luas.

    Selanjutnya, Van Toorenburg berpendapat, kota-kota memerlukanperencanaan yang tepat. Dari pada membentuk organisasi pusatyang akan mencakup seluruh masalah perencanaan di seluruhnusantara, ia mengusulkan untuk mendirikan kantor pusat yang akanmemberi petunjuk dan nasehat untuk membuat rencana perkotaan.Sedikit demi sedikit, organisasi pusat ini kemudian dapatmengalihkan tugas ini ke kantor-kantor lokal dan memperluas ruanglingkup kegiatannya ke tingkat regional dan mungkin pula ke tingkatnasional. Komentar Razoux Schultz terpusat pada sanitasi. Untukmencegah regresi ke arah keadaan pra-perang dan karenakurangnya perhatian terhadap masalah ini pada tingkat nasionalmaupun lokal, ia menekankan perlunya menangani masalah inisecara sentral dan memastikan adanya peraturan bangunan yangmemadai.

    Seorang lagi yang meraih kemasyhuran di koloni masa pra-perangdan mendukung pembentukan organisasi perencanaan pusat adalahJacobus Pieter Thijsse (1896-1981). Thijsse, seorang insinyur sipilyang bekerja di kantor pekerjaan umum lokal di Bandung sejak 1921dan diangkat sebagai dosen perencanaan dan sanitasi di SekolahTinggi Teknik Bandung pada 1946. Ia menyatakan untuk pertamakalinya mengenai perencanaan saat ia mengajukan makalah dalamlokakarya perencanaan pada 1939. Dalam ceramahnya, Thijssemengusulkan agar perusahaan pembangunan kotamadyamemperluas kegiatan ke luar dari lingkungan golongan kaya danmemasukkannya ke dalam peraturan perencanaan kota.

    Pandangannya yang berbeda mengenai kewajiban dan prosedurkerja perusahaan pembangunan kotamadya dan himbauannya untukperubahan yang mendasar pada status quo yang ada sangat dihargaidan dianggap merupakan sumbangan yang penting dalam

    lokakarya.vi 

    Setelah perang, Thijsse segera memperoleh reputasi di bidangperencanaan –nama yang terkenal selama beberapa dekade, diIndonesia maupun di luar Indonesia. Menurut pendapatnya, ada tigaunsur yang harus ada dalam hubungan dengan perencanaan:

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    9/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-9

    keahlian, pendidikan dan undang-undang. Himbauannya untukmembentuk organisasi perencanaan pusat adalah pragmatis jugaideologis.

    vii  Karena perang telah meninggalkan kekacauan

    administrasi, ekonomi dan sosial dalam masyarakat dan daerah-daerah pedesaan dan perkotaan yang luas, Indonesia sangatmemerlukan rekonstruksi dan hanya ada 15 orang profesional yangterlatih atau ahli dalam perencanaan kota di seluruh nusantara.

    Thijsse menyatakan, pekerjaan rekonstruksi sama sekali tidakmungkin dilaksanakan tanpa menyeimbangkan penawaran danpermintaan. Oleh sebab itu, ia mengusulkan pembentukan organisasipusat yang akan mengumpulkan orang dan pengetahuan, menilaikebutuhan dan menyumbangkan solusi. Berpedoman padaperkembangan di Eropa dan Amerika Utara, Thijsse membayangkansuatu organisasi yang akan memperluas jangkauan tindakannya kebidang penataan ruang menyeluruh, tidak hanya berkutat di bidangperencanaan kota saja. Organisasi ini akan bekerja menurutmetodologi tripartiat yang terdiri atas nasehat, koordinasi danpenelitian. Untuk melakukan hal ini, diperlukan dua penyesuaianutama: pelaksanaan survei sebelum rencana dan revisi organisasi.Karena Kantor Desentralisasi sudah dihapus, Thijsse berpendapatlebih baik Biro Perencanaan ditempatkan di bawah KementerianTransportasi dan Pekerjaan Umum.

    viii 

    Pendapat Thijsse segera mendapat dukungan. Pada 1 Mei 1946,Biro Perencanaan (Pusat)/(Centraal)  Planologisch Bureau) –(C)PBdidirikan sebagai bagian dari Departemen Pekerjaan Umum danRekonstruksi.

    ix  Tujuan utama (C)PB adalah menangani dan

    mengkoordinasi pekerjaan rekonstruksi tingkat lokal, regional bahkannasional.

    x Prinsip yang mendasari kerja (C)PB adalah rencana kota

    lokal akan selalu merupakan hal sekunder setelah pekerjaanrekonstruksi. Rencana bersifat sementara karena umumnya langkadata yang diperlukan untuk membuat rencana lengkap. Begitu situasistabil dan lebih banyak data tersedia, semua rencana harus direvisidan diperbaharui.

    xi Tujuan biro lainnya yang penting adalah memberi

    dasar hukum bagi kegiatan tata kota di daerah-daerah yang belummemiliki otonomi. Oleh sebab itu, (C)PB segera mulai bekerja untukmemformulasi suatu Ordonansi Pembentukan Kota 1938.

    Setelah misi fact finding   ke kota-kota di luar Jawa yang palingmenderita karena pemboman, tugas (C)PB pertama adalah membuatrencana rekonstruksi dan perbaikan. Dengan kerusakan sampai 80%dan hampir tidak tersedia bahan, pegawai atau know-how , tugastersebut sangat berat. Namun, dalam waktu empat bulan, (C)PB

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    10/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-10

    selesai memetakan daerah-daerah yang rusak, meneliti kebutuhandan membuat pedoman untuk pekerjaan rekonstruksi (termasukperbaikan kondisi yang buruk).

    Pada waktu Negara Indonesia Timur dibentuk pada 1946, (C)PBmengajukan rencana rekonstruksi dan peraturan pembangunanuntuk Makasar kepada Menteri Transportasi dan Pekerjaan Umum,

    rencana tata kota Ternate dan Ordonansi Pembentukan Kotadarurat.

    xii  Peraturan bangunan untuk Ternate dan rencana

    rekonstruksi untuk Menado, Ambon dan Kupang disampaikanbeberapa bulan kemudian. Untuk menangani kerusakan dalam skalabesar tersebut dan menggunakan kesempatan memperbaiki situasibirokrasi kaku yang sering terjadi di bagian utara Sulawesi, (C)PBmengembangkan rencana regional yang pertama untuk Minahasadan kota-kota Amurang, Tomohon, Tondano dan Bitung.

    Belum lagi selesai dengan tugas pertama di Indonesia Timur, Thijsseberangkat pada Agustus 1946 ke Eropa untuk kunjungan kerja.

    xiii 

    Tujuannya, mempelajari organisasi terutama kurikulum perencanaandi Negeri Belanda dan di negara barat lainnya. Karena berada diantara rekan perencana dan mampu membandingkan situasi Eropadan Indonesia, kunjungan tersebut memperkuat pandangan Thijsse

    bahwa kebiasan perencanaan Belanda atau Eropa tidak dapatlangsung diterapkan dan ditiru di Indonesia. Selanjutnya, kunjungantersebut memperkuat keyakinan bahwa pengadaan pendidikan yangmenyeluruh mengenai perencanaan merupakan hal paling pentingbagi masa depan Indonesia.

    Perencanaan Indonesia pada bagian kedua 1940-an bukan meru-pakan dunia perencana yang ideal. Karena kekurangan tenaga kerjadan keahlian, ide membentuk tim yang terdiri atas berbagai profesi –yang merupakan hal ideal dalam perencanaan– bukan merupakanprospek yang realistis dalam beberapa tahun berikutnya. Namun,menangani masalah perencanaan pragmatis tidak hanyamemerlukan masalah praktis. Kebutuhan iklim serta debat yangprofesional dan intelektual juga merupakan kebutuhan untuk

    menciptakan lingkungan profesional dalam intelektual yang sehat.Dalam hal ini, pengangkatan Karsten sebagai dosen tamu untukperencanaan di Institut Teknologi Bandung pada 1941 merupakanlangkah ke arah yang benar walaupun perencanaan saat itu masihberada pada tahap permulaan. Pengangkatan Thijsse setelah perangsebagai dosen tamu –kemudian sebagai profesor– untukperencanaan dan sanitasi pada Institut Teknologi Bandung mulai

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    11/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-11

    Maret 1946 tampaknya tidak banyak mengubah keadaan. Meskimemberi kuliah selama 2,5 jam per minggu mengenai perencanaan,Thijsse berpendapat bahwa ini tidak cukup untuk menghasilkanperencana yang handal. Menurut pendapatnya, sebagian besarinsinyur sipil yang tamat dari institut masih merupakan perencanatata kota yang kurang berkemampuan dengan pemahaman danperasaan yang kurang terhadap estetika perencanaan, walaupun

    mereka sudah terlatih untuk itu.

    xiv

     

    Bertolak dari pandangan Thomas Nix dalam disertasinya Kontribusi pada Morfologi Perencanaan Kota, terutama untuk Indonesia(Bijdrage tot de vormleer van de stedebouw in het bijzonder voorIndonesie), merupakan sumbangan yang besar pada perencanaankota di Indonesia umumnya, dan pendidikan calon perencanaIndonesia masa depan khususnya. Dalam bukunya, Nix, seorangarsitek yang sebelum perang bekerja pada kantor arsitek dan insinyurHulswit dan Fermont, Weltevreden dan Ed. Cuyprers, Amsterdam,dengan teratur menguraikan unsur-unsur yang membentuk dan harusdiintegrasikan dalam rencana kota. Seperti halnya prosesperencanaan, buku Nix dibagi atas empat tahap yang jelas. Setelahcatatan perbandingan antara perencanaan kota di Negeri Belandadan Indonesia serta definisi mengenai kota Indonesia, Nix

    menguraikan rencana kota global. Kemudian ia beralih ke skema-skema rancangan terinci dan berbagai unsur lainnya seperti jalan,lapangan, taman, tempat bermain, pemakaman dan sebagainya. Iamenutup bukunya dengan menguraikan secara luas berbagai jenisgedung yang akan dikelompokkan dalam ‘lingkungan pembangunan’.

    Yang menarik dari studi ini adalah terbatasnya kepustakaan yangdigunakan Nix: hanya 16 judul buku. Ketergantungan Nix pada sedikitstudi pra-perang tampaknya menegaskan lagi ketiadaan bahanmengenai perencanaan yang relevan dan berguna di Indonesia.Meski Nix tidak menyebutkan sejumlah teks yang relevan danpenting (yaitu Indian Town Planning   dari Karsten), kepustakaannyasesuai keluhan yang sering terdengar mengenai kurangnya informasisebelum dan sesudah perang.

    Meski dikritik Thijsse dan lainnya bahwa disertasi Nix secara lugasmengadaptasi karya dan ide Karsten cum suis, pada saat bersamaandisertasi itu sangat dihargai karena merupakan publikasi pertamayang menguraikan penerapan morfologi perencanaan kota dalamkonteks Indonesia. Oleh sebab itu, pandangan negatif bahwa bukutersebut lebih merupakan pedoman perencanaan dari pada suatu

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    12/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-12

    studi ilmiah merupakan karakteristik positif karena memang mengisicelah yang selama ini ada.

    Buku Nix belum dapat diperoleh langsung pada tahun-tahun setelahperang. Dalam tahun-tahun tersebut, satu-satunya rujukan danpedoman yang tersedia diwarisi dari zaman pra-perang. Meski tidakbegitu penting, dalam jumlah atau isi, kurangnya struktur dan

    prosedur organisasi dan banyaknya kebutuhan dan tuntutan baru,masih tetap menciptakan suatu situasi yang mirip dengan tabularasa. Namun para perencana pasca-perang beruntung dalam satuhal, karena ada rancangan untuk ordonansi pembentukan kota.Walau pun isi pra-perangnya terlalu terbatas dan tidak seluruhnyasesuai kebutuhan pasca-perang, ordonansi tersebut masih tetapdianggap merupakan dasar hukum sementara untuk membenarkankegiatan perencanaan. Himbauan Thijsse yang berulang kalimengenai dibutuhkannya perangkat hukum untuk mendukungkegiatan perencanaan terpenuhi ketika Ordonansi PembentukanKota diterapkan secara nasional pada 1948. Dengan menggunakanrancangan ordonansi 1938 sebagai titik tolak, ordonansi inidimaksudkan untuk menyediakan instrumen undang-undang bagipara perencana untuk menangani perencanaan pasca-perang yangluar biasa tetapi bersifat sementara itu.

    Pelembagaan perencanaan : Ordonansi Pembentukan Kota 1948

    Salah satu sebab utama pendirian perencanaan di Indonesia adalahpenilaian nasional dari Ordonansi Pembentukan Kota untukIndonesia pada 1948. Pengesahan ordonansi ini tidak sajamenerapkan visi rancangan 1938 –dengan demikian berbagaitindakan yang telah diambil selama 1920-an untuk menyeragamkantata kota– ordonansi juga merupakan pengakuan terhadappentingnya dan sumbangan perencanaan kepada masyarakat.Keputusan menggunakan rancangan pra-perang untuk OrdonansiPembentukan Kota dan menyesuaikannya dengan kebutuhan dantuntutan sekarang bukan merupakan kemewahan. Berlatar belakangkeadaan politik, argumen-argumen yang pragmatis seperti besarnya

    kerusakan dan kebutuhan pasca-perang, kurangnya pengetahuandan tenaga kerja serta kebutuhan landasan hukum dan prosedurkerja, menjadikannya suatu keputusan yang dapat dipahami danalami.

     Adaptasi pertama dari situasi pasca-perang dinyatakan dalampemberlakuan Ordonansi Pembentukan Kota 1948. Judul penuhnya

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    13/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-13

    berbunyi: “Pembentukan Kota”. Pengaturan untuk menjaminpembentukan kota yang dipertimbangkan dengan seksama, terutamauntuk kepentingan kembali secara cepat dan tepat dari daerah-daerah yang ditimpa bencana peperangan”.

    xv Di samping beberapa

    perubahan untuk memenuhi situasi dan kebutuhan masa kini, teksordonansi 1948 pada dasarnya serupa dengan versi rancangantahun 1938.

    Dibuka dengan definisi dari terminologi yang digunakan, bab pertamadiakhiri dengan berbagai tanggung jawab dan tugas berbagai tingkatadministrasi yang terlibat.

    xvi  Kemudian, bab kedua menguraikan

    berbagai aspek prosedur perencanaan kota: berbagai unsur yangmembentuk rencana kota, penanganan kerja yang ada, garissempadan bangunan, dan prosedur untuk mengakses berbagaiunsur rencana kota.

    xvii  Selanjutnya, peraturan mengenai kewajiban

    untuk melanjutkan dan membiarkan pekerjaan-pekerjaan tertentu(drainase, jalan), berbagai lisensi (bangunan, konstruksi, operasi),mandat (perbaikan, izin), dan diuraikan pengawasan konstruksi. Babberikutnya membahas hak atas ganti rugi karena tindakanperencanaan dan hak serta jumlah ganti rugi. OrdonansiPembentukan Kota banyak menggunakan teori dan praktek ganti rugiordonansi kotamadya. Satu-satunya perubahan dalam bab ini dari

    versi tahun 1938 adalah tambahan pada ayat mengenai peraturanmengenai hak gadai. Seperti halnya bab tiga, bab empat mengenaibiaya perencanaan pada dasarnya tidak berubah. Bab terakhir,ketentuan transisi dan ketentuan penutup ditambah tiga ayat lagi.Dua di antaranya bersifat penting, karena merupakan perpanjangandari mulai berlakunya ordonansi. Yang pertama, ayat 51 memperluasbidang penerapan dengan menetapkan kemungkinan ordonansidiberlakukan terhadap kota-kota dan satuan-satuan administratiflainnya yang tidak memiliki status kotamadya tapi menunjukkan ataudiharapkan menunjukkan tanda-tanda perkembangan daerahperkotaan. Yang kedua, ayat 52, menetapkan kemungkinandialihkannya untuk sementara waktu kekuasaan kepada badan-badan non-kotamadya untuk memperluas implementasi ordonansi.Satu-satunya unsur yang tinggal jika dibanding dengan OrdonansiPembangunan Kota adalah keterangan tambahan. Walaupun

    dokumen ini tidak disebut, namun wajar untuk mengira bahwa teksKeterangan Tambahan 1938, walaupun mengetahui tentang ayat-ayat yang sudah diubah, dipandang juga berlaku untuk OrdonansiPembentukan Kota 1948.

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    14/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-14

    Pemerintah Indonesia Timur yang pertama mengesahkan OrdonansiPembentukan Kota untuk wilayahnya. Hal itu dilakukan pada 13Oktober 1947. Beberapa bulan kemudian, pada 23 Juli 1948,ordonansi disahkan secara nasional dan diumumkan dalam lembarannegara, Staatsblad van Nederlandsch-Indie. Mulai saat itu, OrdonansiPembentukan Kota berlaku untuk Batavia (termasuk Kebayoran danPasar Minggoe dan lingkungannya), Bekasi, Malang, Padang,

    Pekalongan, Salatiga, Semarang, Surabaya, Tangerang, Tegal danTjilatjap.

    Tak lama setelah pengesahan Ordonansi Pembentukan Kota,Peraturan Pembentukan Kota (Stadsvormingsverordening)  –perangkat untuk melaksanakan Ordonansi Pembentukan Kota,diumumkan. Setelah sekali lagi diterapkan di Indonesia Timur,peraturan tersebut akhirnya diumumkan secara nasional untuksemua daerah. Ordonansi Pembentukan Kota memperoleh kekuatanhukum pada 5 September 1949.

    xviii 

    Modifikasi maksud dan ruang lingkup ordonansi yang asli danadaptasi berkaitan dengan sistem administrasi baru, lebih darisekadar perkataan.

    xix  Mereka mengungkapkan kesadaran terhadap

    kebutuhan untuk meninjau kembali perkembangan terakhir serta hasil

    yang telah mengantisipasi kebutuhan perencanaan sekarang danmasa depan, serta menggabungkannya ke dalam suatu metodologiyang dapat diterapkan. Untuk menjamin perencanaan kota danwilayah lainnya yang diperkirakan akan mengalami perkembanganperkotaan yang luas dan terus berlanjut meski terdapat kekuranganprofesional dan stuktur administrasi yang benar, penyesuaian tidakdapat dihindari karena banyak daerah yang berkembang tidakdiperintah dewan lokal atau tidak memiliki infrastruktur organisasiyang benar. Hal ini tidak saja mengimplikasikan bahwa mereka tidakdibekali departemen yang diperlukan untuk merancang danmelaksanakan suatu rencana kota, tapi juga berarti bahwa sepertiditetapkan instruksi mengenai perencanaan kota: suatu rencana kotahanya dapat disahkan dewan lokal. Dengan perkataan lain, tidak adarencana kota yang dapat disahkan tanpa dewan kota. Untuk mencari

     jalan keluar dari kebuntuan administrasi dan hukum ini, penyesuaianpenting untuk dapat bekerja efektif. Hal ini umpamanyamenyebabkan salah satu tujuan (C)PB untuk mengambil alih tugaspemerintah lokal yang tidak (belum) dilengkapi semestinya untukmenangani masalah perencanaan sendiri. Dalam prakteknya, untuksementara Direktur Departemen Transportasi dan Pekerjaan Umumharus merancang dan menilai rencana-rencana tata kota.

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    15/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-15

    Dengan berlakunya Ordonansi Pembentukan Kota, badan-badanordonansi ini harus membuat rencana kota, skema pembangunanterinci dan peraturan pembangunan. Rencana pertama, rencana tatakota merupakan hasil penelitian yang luas untuk menetapkan jumlahdan dimensi berbagai kebutuhan. Dirancang dalam skala kecil,rencana tata kota merupakan tinjauan terhadap berbagai fungsi danpengaturan masing-masing yang dibagi dalam lingkungan minor dan

    mayor. Karena sifatnya kurang lengkap, tidak ada hak yang dapatdiperoleh dari rencana-rencana ini. Langkah berikutnya adalahperincian skema pembagian wilayah. Dirancang dalam skala lebihbesar, rencana-rencana ini lebih terinci. Begitu disetujui mereka akanmenggantikan rencana kota dan memiliki implikasi hukum. Akhirnyaperaturan pembangunan menguraikan persyaratan untuk semua

     jenis gedung sesuai rencana-rencana tersebut. Secara keseluruhan,ketiga langkah ini dimaksudkan untuk memberikan cara dankemungkinan mengatur dan menjamin perencanaan ruang yangefisien, ekonomis dan estetis dari suatu kota atau permukiman.

    Meski prosedurnya jelas, hasilnya tidak selalu sejelas yangdirancang. Jadi, dapat saja, suatu kota memiliki peraturanpembangunan sendiri walau pun Ordonansi Pembentukan Kotabelum berlaku dan sebaliknya. Misalnya di Ambon dan Menado (yang

    memiliki peraturan pembangunan tapi tak dimasukkan dalamOrdonansi Pembentukan Kota) dan Tegal (dimasukkan dalamOrdonansi Pembentukan Kota tapi tidak dalam peraturanpembangunan).

    xx  Selanjutnya, status hukum peraturan sendiri (by-

    laws) sering diragukan karena walaupun kenyataannya diberlakukankonsisten, tidak selalu disetujui pemerintah lokal dan nasional. Dalamhal ini, masa pasca-perang mencerminkan masa pra-perang dalamrencana-rencana tata kota dan skema pembangunan terincidiberlakukan seolah sudah disahkan – walau pun sebenarnya belum.

    Disiplin yang berkembang : Komite Perencanaan Tata Ruang

    Penyusunan metodologi merupakan syarat penting untukmengakomokodasi pekerjaan rekonstruksi dan perencanaan. Namun

    Thijsse dan kawan-kawannya tidak berhenti sampai di situ.Menghadapi berbagai masalah perencanaan membuat merekasegera menyadari bahwa penyelesaian yang sembarangan tidakakan mencukupi untuk jangka panjang. Dalam hal ini, diperlukan caradan tindakan lain. Perluasan disiplin perencanaan di Eropa dan

     Amerika Serikat ke arah penataan ruang, tampaknya merupakan

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    16/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-16

    arah yang wajar dan tidak dapat dielakkan untuk perencanaan diIndonesia.

    Mengenai kegiatan perencanaan di daerah non-perkotaan, Ir. A.M.Semawi, Sekretaris Negara Departemen Pekerjaan Umum danRekonstruksi, pada September 1948 melaporkan kepada LetnanGubernur Jenderal bahwa ini merupakan wilayah yang sama sekali

    berbeda. Banyak aspek rumit dan saling terkait yang harusdimasukkan ke dalam rencana seperti pertanian, tanaman pangan,pertambangan dan lalu lintas. Menurutnya, sangat rumit danmemerlukan pendekatan berbeda dan lebih luas dari pada rencanakota. Oleh sebab itu ia mengusulkan pengadaan studiinterdepartemen untuk wilayah di luar batas kotamadya yang akanmencakup keahlian dari berbagai kementerian dan para pakar yangterlibat di daerah pedesaan.

    Usul Semawi mendapat tanggapan. Pada 8 Oktober 1948 KomitePeraturan Penataan Ruang di Daerah Non-Perkotaan dibentuksebagai bagian dari Departemen Pekerjaan Umum dan Rekonstruksi.Dengan Thijsse sebagai ketua, komite terdiri atas wakil berbagaikementerian yang terlibat dan dengan dua anggota (C)OB lainnya,Ir. J.H. Schijfsma dan Susilo.

    xxi Antara 21 Desember 1948 dan 7 Juli

    1950, Komite dengan berbagai komposisi bertemu sebanyak 9 kali.

    Dalam pidato pembukaan rapat pertama, Thijsse menyatakanOrdonansi Pembentukan Kota sebagai pendahulu ‘penataan ruang’.Ia mengingatkan, ordonansi disusun setelah penelitian cermat yangdipimpin Logemann dan diilhami semangat Karsten yang tangguh.Namun ia juga menyatakan, walaupun ordonansi dapat diberlakukanterhadap tuntutan perencanaan biasa, keadaan sekarang dan masadepan menuntut pendekatan lebih luas. Seperti halnya perencanaankota, penataan ruang menyangkut nasib lahan setelah semuakepentingan dipertimbangkan. Perbedaan utama antara perencanaankota dan perencanaan tata ruang, menurut Thijsse, terletak padapertimbangan kepentingan (para tuan tanah dan penyewa),sedangkan pertimbangan di luar wilayah kota lebih terhadap lingkup

    pengaruh dan demarkasi kerja antara berbagai departemen. Denganperbedaan fokus dan skala serta tuntutan pasca-perang, Thijssememandang perlu memperluas lingkup kegiatan perencanaanmelampaui batas-batas kewenangan lokal dan memperluas kedaerah-daerah. Berdasarkan survey sosiografi dan demografi yangmenjadi dasar perencanaan kota, ia berpendapat perencanaanregional merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi dan

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    17/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-17

    mengantipasi kemungkinan ketidakseimbangan yang makinmeningkat antara kota dan desa. Thijsse menyatakan, para anggota(negara) dari pemerintah federal di masa depan yang harusbertanggung jawab atas rencana penataan ruang. Namun, ia jugamenyatakan, karena kekurangan perencana, organisasi penataanruang bagi berbagai wilayah nusantara untuk sementara waktu harusdilakukan secara sentral.

    Dalam rapat kedua pada 15 Januari 1949, komite membahas danmenegaskan kebutuhan perencanaan perdesaan serta memasukkanmasalah ekonomi, keuangan dan sosial ke dalam perencanaan.Komite juga memastikan bahwa pekerjaan dan aktivitas biroperencanaan Kantor Penggunaan Tanah (Dienst Landinrichting ) diBogor tidak menganggu pekerjaan organisasi pusat untuk penataanruang.

    xxii Terakhir tetapi tidak kurang pentingnya, komite menyepakati

    perlunya undang-undang untuk menjamin rencana-rencana, prosedurserta membentuk komite untuk menyiapkan pokok-pokok undang-undang dimaksud.

    xxiiiKomite menyelesaikan tugasnya pada Juli

    1951 dengan menyerahkan Wetsontwerp op de Ruimtelijke Ordening  kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga.

    IIIIII – –  KKeebbaayyoor r aann BBaar r uu :: ppeer r ccoobbaaaann kkaar r eennaa kkeebbuuttuuhhaann 

    Perencanaan setelah Perang Dunia Kedua memerlukan berbagaisolusi. Batavia yang kemudian menjadi Jakarta, sering menjadipenentu dan merupakan tempat menguji perkembangan baru.Misalnya pada 1948, wilayah-wilayah kediaman baru dirancang untukmenampung segmen penduduk kota yang jumlahnya membesar.Rencana 1948 untuk Kebayoran (Baru) diluncurkan, gunamenghentikan pertumbuhan penduduk Batavia dan memenuhikekurangan perumahan.

    Rencana membangun kota baru dekat Kebayoran diluncurkansetelah ide pertama Juli 1948 untuk pindah ke daerah Depokdibatalkan karena tentara tidak dapat menjamin keamanan kota yangterlalu jauh dari Batavia. Saat mencari daerah yang lebih dekat ke

    Batavia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Rekonstruksimengusulkan untuk membangun kota baru itu dekat desa kecilKebayoran, hanya 8 kilometer dari Lapangan Monas (Koningsplein).Walaupun jarak ini tidak memenuhi salah satu syarat utama darisuatu kota satelit (15 kilometer), ketentuan ini tidak diacuhkan karenadaerah tersebut menawarkan banyak keuntungan lain: pemandanganindah, berbukit, dibatasi dua sungai kecil, dekat ke stasiun kereta api,

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    18/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-18

    kepadatan gedung rendah dan memiliki tanah yang baik (lateriet ).xxxvi

     Karena pentingnya hal ini dan kecocokan lahan, pemerintahmenyetujui rencana tersebut pada 21 September 1948.

    Sebelum penilaian terhadap rencana tersebut, dibentuk suatuOrganisasi Pusat untuk Rekonstruksi (Centrale StichtingWederopbouw – CSW) pada Agustus dan bertanggung jawab atas

    bidang teknik dan keuangan pembangunan Kebayoran. KementerianDalam Negeri bertanggung jawab atas masalah administrasi dansosial. Di bawah pengawasan Centrale Stichting Wederopbouw  (CSW) dibentuk Kantor Wilayah untuk Pembangunan Kebayoranguna melaksanakan pembangunan Kebayoran: membebaskan lahan,membangun jalan, gedung, drainase dan sebagainya.

    xxxvii  Untuk

    mengkoordinasi dan memberi petunjuk perencanaan kota barutersebut dibentuk Komite Kebayoran pada Januari 1949.

    Segera setelah rencana disetujui, CSW pada Oktober 1948 memulaipersiapan untuk penggantian hak atas lahan dan mengurus gantirugi.

    xxxviii Pada awal 1949, berturut-turut dilakukan: 17 Januari 1949

    seluruh wilayah diambil alih, 11 Februari Soesilo menyelesaikanrencana pertama berdasarkan foto udara dan perhitungan kasar, 3Maret insinyur utama C.J.E. Klencke tiba dan pada 18 Maret batu

    fondamen Kebayoran ditanamkan.

    Tiga dekade setelah rencana Kebayoran dimulai, Thijssemenggambarkannya sebagai contoh yang baik untuk membuatrencana karena dirancang untuk memenuhi kebutuhan masa depan.Dengan mengikuti ideologi perencanaan modern dan sesuaipemikiran tradisional Indonesia mengenai perencanaan permukiman,sejak semula rencana Kebayoran merupakan kompromi antara kotayang memiliki otonomi dengan administrasi sendiri dan merupakanperluasan daerah pemukiman kota yang sudah ada. Berdasarkanfilosofi Karsten dan dibangun sesuai ide pembagian daerah, rencanamenetapkan berbagai lingkungan dengan sifat-sifat sendiri yangdibatasi jalan atau jalur hijau. Dikelompokkan bersama sesuai fungsiutamanya, lingkungan ini pada gilirannya membentuk “zona-zona”

    yang menonjol. Seluas 730 hektar lahan dibagi dan dialokasikanuntuk gedung (9 kategori berbeda yang menempati 50% wilayah), jalan, taman, lapangan olahraga dan lainnya (50% lainnya).Walaupun pada mulanya dimaksudkan untuk perumahan kelompokberpendapatan rendah, penyesuaian terhadap lay-out  dan distribusiberbagai jenis perumahan dilakukan ketika ternyata kelompokberpendapatan lebih tinggi tertarik pindah ke daerah baru tersebut.

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    19/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-19

    Mereka lebih menyukai rumah yang relatif kecil tetapi dilengkaidengan semua perlengkapan modern dari rumah-rumah pra-perangyang besar di Batavia.

    xxxix 

    Penyesuaian dan perubahan itu bukan satu-satunya yang terjadi diKebayoran. Misalnya salah satu persyaratan yang dinyatakan Thijsseuntuk menjamin perencanaan yang berhasil sulit dilaksanakan:

    penerapan peraturan bangunan. Dari semula sudah sulit untukmemenuhi salah satu peraturan utama yang menandai dan menjaminsifat otonomi dan mandiri dari kota baru, yaitu larangan membangundi sepanjang jalan empat jalur antara Batavia dan Kebayoran dandalam lingkaran selebar satu kilometer di sekitar Kebayoran Baru.

    xl 

    Pelanggaran terhadap peraturan seperti ini mengancam bentuk aslirencana dari sudut pandang ideologi maupun pragmatis. Masalahserupa dan berbeda terjadi di tempat lain di Indonesia. Reorganisasidan pergantian staf setelah Desember 1949 juga mempengaruhirencana Kebayoran Baru. Pada April 1950 ROB Kebayoranditempatkan di bawah CSW. Dua bulan kemudian, pada 1 Juni 1950,ROB diganti namanya menjadi Djawatan Pekerjaan Umum Kota BaruKebayoran dan ditempatkan langsung di bawah KementerianPekerjaan Umum. Dalam bagian kedua tahun yang sama, Ir.Poerbodiningrat diangkat menjadi Direktur CSW.

    xli  Reorganisasi

    berturut-turut ini secara berangsur menjadikan CWS kehilangantugas utamanya selama ini yaitu pengelolaan kota baru Kebayoran.

     Akibatnya, usul Putuhena untuk menghapus CSW diterima dandilaksanakan berdasarkan instruksi Presiden pada 25 April 1951.Tanggung jawab CSW sebelumnya untuk perusahaanpengembangan dan perumahan diambil alih Djawatan PekerjaanUmum Kota Baru Kebayoran mulai 5 November 1951.

    Sementara itu, penjualan lahan dan penyewaan rumah ternyatamakin sulit walaupun penyesuaian telah dilakukan untuk memenuhipermintaan dan keinginan penghuni kota baru. Dua tahun setelahpekerjaan di Kebayoran dimulai, hanya 251 kavling lahan (telahditandatangani 86 akta jual beli), dan 105 rumah (46 akta jual belitelah ditandatangani). Di bawah hak kepemilikan Indonesia tigakapling dan tigabelas rumah terjual. Selanjutnya, 1.713 rumah sosialdan rumah kecil disewakan, 1.940 rumah pemerintah disewa parapegawai negeri dan 87 rumah milik orang Arab telah atau akandisewabelikan. Kemelut eksploitasi Kebayoran diperparah lagi olehSukarno pada 1951. Pada hari yang sama, ia mengizinkanpembubaran CSW juga membatalkan peraturan mengenai ganti rugidan pengalihan hak kepemilikan tanah dari orang-orang Indonesia

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    20/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-20

    kepada CSW yang berlaku surut mulai 1 Januari 1950 – suatukeputusan yang tentu saja menimbulkan kekacauan situasi hukumdan kepemilikan kapling tanah.

    xlii 

    Wajar jika keputusan itu dianggap meningkatkan harga tanah setelah1950. Pada 1952 harga kapling untuk villa di sepanjang jalan utamameningkat dari 11,00 guilders per meter persegi pada 1949, 14,50

    guilders per meter persegi pada 1950 menjadi 45.00 rupiah per meterpesegi pada 1952. Demikian pula harga tanah yang dialokasikanuntuk tujuan pengalihan meningkat dari 30,00 guildes per meterpersegi pada 1949 dan tahun 1950 menjadi 90.00 rupiah pada 1952.

    Ketika Kebayoran akhirnya selesai pada 1954, daerah itu tidakmencapai tujuan yang ditetapkan semula. Dengan penduduk 45.627

     jiwa, daerah tersebut hanya menampung 75% dari rencana semula,dan dari 7.050 rumah yang direncanakan hanya 4.720 rumah yangdibangun. Jumlah fasilitas lainnya pun kurang, yakni 142 toko dantempat umum, 14 sekolah, 1 mesjid, 1 gereja, 3 pasar dan 1 bisokoptidak mencapai angka-angka yang ditetapkan semula (masing-masing 309, 28, 4, 3, 4 dan 4). Namun, meski banyak tujuan rencanasemula tidak tercapai, Kebayoran sekarang dianggap sebagai pusatJakarta. Kebayoran, dalam banyak hal, merupakan daerah yang

    menyenangkan di mana wilayah-wilayah kediaman yang luas dengantempat-tempat yang hijau sangat luas dan daerah usaha bergantiandengan cara yang menyenangkan.

    KKEESSIIMMPPUULLAANN 

    Tumbuh dan berkembangnya penataan ruang pada awal abad XX diIndonesia dilatarbelakangi perubahan-perubahan penting di bidangpolitik serta administrasi. Namun walaupun proklamasi kemerdekaanIndonesia dan pengalihan secara resmi kekuasaan Belanda kepadaIndonesia menandai perubahan besar dalam spektrum politik –disusul ekonomi, sosial dan budaya – perubahan pemerintahlah yangsecara efektif menyebabkan dan mendorong keberadaan danpengembangan praktek perencanaan sistematis.

    Setelah berlaku Undang-undang Desentralisasi (1903) danOrdonansi Dewan Lokal (1905) yang menjadikan pihak berwenangsetempat bertanggung jawab atas pembangunan ekonomi, sosial danfisik masyarakat, segera dirasakan keterbatasan pakar di seluruhnusantara. Kerja sama dibutuhkan dan tidak dapat dielakkan jika

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    21/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-21

    berbagai kotamadya ingin berhasil dalam mengatasi berbagaimasalah perencanaan. Mulai 1910, konferensi tahunan, laporan-laporan pertama dan jurnal-jurnal profesional menawarkan kepadapara administrator, arsitek, doktor, ahli hukum dan para ahli lainnya,suatu forum untuk berbagi serta bertukar pikiran dan pengalamanmengenai setiap aspek perencanaan. Dasar metodologiperencanaan diletakkan, suatu metodologi yang berakar pada tradisi

    Belanda dan Eropa Barat.

    Setelah penyerahan kedaulatan (1949) dan penghapusan negarafederal (1950), pemerintah Indonesia membentuk kembalipemerintah pusat. Dari sudut pandang perencanaan, perubahan inimulanya tidak menimbulkan perubahan terlalu mendasar: OrdonansiPembentukan Kota yang ada (diajukan pada 1938, disahkan pada1948), Rancangan Undang-undang Penataan Ruang (yang diajukanpada 1951), dan kurikulum di berbagai universitas masih tetapdidasarkan pada paradigma Belanda.

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    22/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-22

    NNOOTTEESS 

    i Municipalities and the government each owned 50 percent of the shares of the public limitedcompanies for housing. In 1929 companies existed in Batavia, Buitenzorg, Cirebon, Madioen,Makassar, Modjokerto, Palembang, Pekalongan, Semarang, Soekaboemi, Soerabaja, andTegal.

    J.J.G.E Rückert, ‘Volkshuisvesting II’, in: F.W.M. Kerchman,  25 Jaren decentralisatie inNederlandsch-Indië 1905-1930 , Weltevreden, 1930, 162-173, 169.

    ii The proposal written by Comtech Batavia unfortunately could not be traced. It is referred to inan advice by J.H.A. Logemann, minister of Overseas Territories (Overzeesche Gebiedsdeelen),on the proposals by Kloos and Comtech Batavia to the lieutenant governor-general. In his letterLogemann offered to supply the lieutenant governor-general information on the practice ofplanning based on his pre-war experience. Between 1934 and 1938 Logemann chaired theTown Planning Committee. ANRI: Inventaris van het archief van de Algemene Secretarie enhet Kabinet van de Gouverneur-Generaal 1944-1950 – 923: Brief dd. 22-3-1946 No. 5/191, v:Logeman, minister Overzeesche Gebiedsdeelen, a: GG, b: toezending afschrifte enkelevoorstellen over instelling CPD/CPB.

    iii W.B. Kloos, ‘Over de wenselijkheid van de oprichting van een centrale Planologische Dienstvoor Java en Madoera’, de Opdracht  ? (1945), 10-13. ANRI: Inventaris van het archief van deAlgemene Secretarie en het Kabinet van de Gouverneur-Generaal 1944-1950 - 923Correspondentie betr. voorstel tot instelling Centrale Planologische Dienst voor Java enMadoera (1946).

     

    iv  ANRI: Inventaris van het archief van de Algemene Secretarie en het Kabinet van deGouverneur-Generaal 1944-1950 – 923.

     

    v ‘Planologische Dag’, LT/IBT 4 (1939), 106-107.

    vi  Jac.P., Thijsse, ‘De stedebouwkundige funktie van het Grondbedrijf’, Locale Techniek   3(1939), 87.

    vii Jac.P. Thijsse, ‘Verslag van de studiereis naar Nederland en Engeland van 24 Augustus tot31 October 1946 van het hoofd van het Planologisch Bureau van het Dept. VenW, Batavia (10-10-1946). NAi: archief Thijsse.

    viii Aantekeningen over Stadsvormingsordonnantie, s.a. NAi: Archief Thijsse OD205.

    ix Initially referred to as the ‘Planning Bureau’, it is not clear when the name of the office waschanged into Central Planning Bureau. Therefore the addition ‘Central’ is placed in brackets.Thijsse, Soesilo, and ir S. Schijfsma were the only town planners at the (C)PB with Indian pre-war planning experience. The other members were all architects. The new (C)PB-memberswere an Indonesian planner, five Dutch professionals (two planners, an architect, a sociologist,a legist), and an administrative staff.

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    23/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-23

    Jac.P. Thijsse, ‘Een vergelijking tussen Nederland en Nederlands Oost Indië tijdens de laatsteeeuwwisseling’ (ca. 1980). NAi: archief Thijsse.

    x The plans PB developed dealt with a period of 25 to 30 years and thus, as Thijsse himselfremarked, far outstretched the period what was to be considered the reconstruction period.

    Jac.P. Thijsse, ‘Werkzaamheden van het Planologisch Bureau van het Departement vanVerkeer en Waterstaat over het eerste jaar van zijn bestaan’ (ca. 1947). NAi: archief Thijsse.

    ANRI: Inventaris van het archief van de Algemene Secretarie en het Kabinet van deGouverneur-Generaal 1944-1950, inv.no. 923 Correspondentie betr. voorstel tot instellingCentrale Planologische Dienst voor Java en Madoera (1946).

    xi  Jac.P. Thijsse, ‘Verslag van bespreking met Wahban Hilal dd. 2-12-1946’, Batavia (2-12-1946). NAi: archief Thijsse.

    xii The State of East Indonesia was establised in December 1946 and consisted of the districtsBali, Flores, Lombok, South Moluccas, North Moluccas, Minahasa, Singahe Talaud, SouthSulawesi, Central Sulawesi, North Sulawesi, Sumba islands, Sumbawa, Timor. Its capital wasDenpasar. Nicole Niessen, Municipal Government in Indonesia. Policy, Law, and Practice ofDecentralization and Urban Spatial Planning , Research School CNWS School of Asian, African,and Amerindian Studies, Universiteit Leiden, 1999, 66.

    xiii

     Jac.P. Thijsse, ‘Verslag van de studiereis naar Nederland en Engeland van 24 Augustus tot31 October 1946 van het Hoofd van het Planologisch Bureau van het Dept. V en W’, Batavia(10-10-1946).

    xiv  Letter by Jac.P. Thijsse dd. 8-12-1949 to the secretary of State for Public Works &Reconstruction in Batavia.

    xv  The Town Planning Ordinance came into force in the Javanese towns Batavia (includingKebayoran, Pasar Minggoe), Bekasi, Malang, Pekalongan, Semarang, Salatiga, Soerabaja,Tangerang, Tegal, Tjilatjap, and Padang on Sumatra.

    Register der besluiten van de luitenant GG van Indonesië / MR No. 1014/49 dd. 5-IX-1949.ANRI: Inventaris van het archief van de Algemene Secretarie en het Kabinet van deGouverneur-Generaal 1944-1950 – inv.no. 925.

    ‘Stadsvorming. Regelen ter verzekering van een weloverwogen stadsvorming, in het bijzonderin het belang van een snelle en doeltreffende wederopbouw van door krijgsgeweld getroffengebieden. “Stadsvormingsordonnantie”’, Staatsblad 168 (1948).

    Due to the absence of a separate Housing Act as in the Netherlands, the Town PlanningOrdinance also encompassed housing.

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    24/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-24

    J.W. Keiser, ‘Ruimtelijke Ordening in het Indonesië van omstreeks 1950’ (1980). NAi: archiefThijsse.

    xvi The first chapter of the 1938 draft for the Town Planning Ordinance mentioned that onlydefensive works were not within the sphere of the ordinances.

    xvii A significant difference between the 1938 and the 1948 ordinance is the adjustment in theassessment procedure that was necessary due to the abolition of the advisor for the

    decentralisation.

    xviii The Town Planning Regulation for Bandjermasin was approved on October 3, 1948. Theofficial date of commencement was December 31, 1948.

    ANRI: Inventaris van het archief van de Algemene Secretarie en het Kabinet van deGouverneur-Generaal 1944-1950 – inv.no. 925: letter dd. 26-9-1949 of Semawi to leuitenantgovernor general, Staatsblad 2 (?: 23-12-1948) (1948).

    xix These adaptations were made after careful consideration between the departments of PublicWorks and Reconstruction, Justice and Home Affairs of East Indonesia. ANRI: Inventaris vanhet archief van de Algemene Secretarie en het Kabinet van de Gouverneur-Generaal 1944-1950 – inv.no. 925: letter dd. 26-6-1947 of the director o f Home Affairs and general governmentcommissioner of East Indonesia to the minister of Foreign Affairs of East Indonesia.

    xx

     J.W. Keiser in a letter to ir H. Lüning, dd. October 16, 1951. Private archive Erica Bogaers.

    xxi Composition of the Government Commission for the Regulation of Spatial Planning in Non-urban Areas:

    prof. ir Jac.P. Thijsse (chairman), head CPB

    prof. dr L.G.M. Baas Becking, director of the Botanical Gardens (‘s Lands Plantentuin) until april1949, replaced by dr D.F. van Sloten (function idem) and ir J.H. de Haan, head Bureau …(Landinrichting) at the department of Agriculture and Fishery

    mr P. Creutzberg, head Economic Secretariat at the department of Economic Affairs

    ir J. Fokkinga, head ? (d ienst Boswezen)

    dr J.W. de Klein, assistant-resident to the Secretary of State for Home Affairs until January1949, replaced by mr K. Mantel, vice-advisor for Agriculture at the department of Home Affairs

    dr D.R. Koolhaas, head of the division ? (Nijverheid) at the department of Economic Affairs untilJanuary 1949, replaced by drs W. van Warmelo (function idem)

    mr B.J. Lambers, head of the ? (afdeling) Central Housing at the department of Social Affairs

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    25/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-25

    R.TH. Praaning, assistant-resident and ? (hoofdambtenaar) for public works at the municipalityof Batavia

    prof. mr W.F. Prins, professor at the University of Indonesia

    mr B.J. Lambers, head Central Housing at the department of Social Affairs

    ir J.H. Schijfsma (secretary), ingenieur at the Central Planning Bureau at the deparmtent forPublic Works and Reconstruction

    prof. Mr G.C. Suermondt, ? (hoofdambtenaar) at the department of Justice, replaced by mr J.H.Weber, ? (wc. referendaris) at the department of Justice

    M. Susilo, ? (praktijkingenieur) at the Central Planning Bureau at the deparmtent for PublicWorks and Reconstruction

    ir Ch.A.P. Takes, Social Planning Office at the department of Social Affairs until July 1949,replaced by mr J. Gerritsen, head of the department of Social Affairs

    ir W. Vitringa, head of the ? (afdeling) ? (Electriciteitswezen) at the department of Infrastructure,Power, and Mining until December 1949, replaced by ir A.D.J. de Bergh, engineer at theafdeling

    ir H. Vonk, head ? (D ienst) Agriculture

    J.W. Keiser, ‘Ruimtelijke Ordening in het Indonesië van omstreeks 1950’ (1980), 9-10.(ongepubliceerd opstel). NAi: archief Thijsse; ANRI: Inventaris van het archief van deAlgemene Secretarie en het Kabinet van de Gouverneur-Generaal 1944-1950 – inv.no. 924(Besluit dd. 8-10-1948 No. 23761/48/ANWz b: insteling Cie ad hoc)

    xxii The activities of the planning bureau of the Office for Land Use/Development merely involvedstudies into the suitability of soil for a particular cultivated crop, rainfall, etc.

    xxiii The so-called ’Editorial Committee’ met weekly and was chaired by mr G.C. Suermondt,senior official af the department of Justice. Mr J.W. Keiser was secretary. Other members weremr ? Aa (official at the department of Justice), Thijsse, and Susilo.

    xxxvi E.W.H. Clason, ‘Ontstaan en groei van Kebayoran’, De ingenieur in Indonesië 3 (1950), II.

    16.

    xxxvii E.W.H. Clason, ‘Ontstaan en groei van Kebayoran’, De ingenieur in Indonesië 4 (1950), II.25; J.W, Keiser, ‘Rechtspositie van de percelen in de satellietstad Kotabaru-Kebayoran.Vertrouwelijke nota dd. 1-7-1952’. NAi: Archief Thijsse.

  • 8/18/2019 Kamus Tata Ruang Bab.2.1_2

    26/26

     Bab 2 Keadaan Pra 1950 Awal Penataan Ruang di Indonesia

    Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Pauline van Roosmalen - 

    II.1-26

    xxxviii  The acquisition of land had always been a problem for Europeans because of theinalienability of rights on land to non-Indonesians. The increasing political, economic and socialchanges that occurred during the nineteenth century and the consequential increased demandfor land, forced the Europeans to give a lot of thought to this particular topic. And although themany intricate and unknown concepts and variations of Indonesian land rights made it verydifficult to establish rules that suited both the Indonesian and European concepts of ownership,the Europeans in the nineteenth and twentieth century managed to lay down rules andregulations to register, buy and sell land. Thus, in line with the Compulsory Purchase

    Ordinance of 1920 that enabled Europeans to purchase land that was needed for a townextension or a building site, and provided they would financially compensate the Indonesiansthe lieutenant governor-general in August 1948 was able to sign for the expropriation of theKebayoran grounds that were needed to build Kebayoran.

    For land issues see: ‘Indonesische grondrechten’, De Taak   49 (1919/20), 473-474; C.J.Hasselman, ‘Indonesische grondrechten en Nederlandsche juristen’, De Gids  maart (1920);M.L.M. van der Linden, ‘Een kadaster voor ’t inlandsch grondrecht’, Tijdschrift BB 6 (1914), ?;M.L.M. van der Linden, ‘Een kadaster voor ‘t inlandsch grondrecht’, De Taak  24 (1917/18), 287-289; M.L.M. van der Linden, ‘Een kadaster voor ‘t inlandsch grondrecht’, De Taak  25 (1917/18),297-299; Soesilo, ‘De grondrechten en de gemeenschap’, Kritiek en Opbouw   8 (1939), 119-122; Soesilo, ‘De grondrechten en de gemeenschap’, Kritiek en Opbouw  9 (1939), 132-134;Soesilo, ‘De grondrechten en de gemeenschap’, Kritiek en Opbouw  10 (1939), 149-152; C. vanVollenhoven, De Indonesiër en zijn grond , Boekhandel en drukkerij v/h E.J. Brill, Leiden, 1932.

    xxxix To simplify the building procedures and to guarantee a certain building standard ‘housing

    schedules’ were used. Bijlage Table of building-types according to the building bylaw ofKebajoran, opgesteld door Central Office for Physical Planning of the Department of Irrigationand Reconstruction (October 1948). NAi: Archief Thijsse.

    xl  Though the CPB’s Building By-Law for Kebayoran was never decreed it nonethelessfunctioned as guideline.

    xli  Poerbodiningrat was appointed director of the Housing Office ánd the Central PlanningBureau in January, 1951, and professor for architecture at the Faculty of Technology inJogjakarta.

    xlii Notitie Keiser, ‘Gronden ten behoeve van Stadsuitbreiding’. NAi: Archief Thijsse.