kamis, 29 juli 2010 | media indonesia gladiator dari suku ... fileperesean dari suku sasak tidak...

1
Gladiator dari Suku Sasak Pertarungan peresean sangat agresif. Diiringi tabuhan gamelan yang provokatif dan menggugah semangat tarung.’’ Nusantara | 9 KAMIS, 29 JULI 2010 | MEDIA INDONESIA P ERMAINAN peresean sesungguhnya lebih mirip aksi gladia- tor zaman Romawi Kuno, tapi minus pedang. Senjata yang dipakai dalam peresean hanyalah penjalin (rotan) untuk pemukul, dan perisai (ende) yang terbuat dari kayu yang dilapisi kulit sapi. Di Desa Monjok, Kecama- tan Selaparan, Kota Mata- ram, Nusa Tenggara Barat, sore itu berkumpul pemuda petarung. Tabuhan gamelan mengiringi tarian peresean dan mengundang warga berkum- pul ke tengah lapangan desa setempat yang saat itu sedang menggelar festival peresean se-Kota Mataram. Pertarungan peresean sa- ngat agresif. Diiringi tabuhan gamelan yang provokatif dan menggugah semangat tarung. Alat musik pengiringnya antara lain kendang, suling, gong, rincik /simbal, serta kajar. Di arena peresean , para petarung saling serang untuk menjatuhkan lawan. Sesekali mereka menari-nari setelah mendapatkan sabetan penja- lin untuk mengaburkan rasa sakit. Memukul kepala lawan menjadi sasaran utama agar meraih kemenangan mut- lak. Penonton peresean selalu terbawa emosi perang dan andrenalinnya tergugah saat menyaksikan para petarung saling serang. Petarung yang andal (pepa- du) mengakhiri pertarungan- nya dengan bekas pukulan penjalin yang mengerikan. Bilur-bilur merah tampak pada kulit bagian punggung dan tangan, bahkan ada yang sampai menyobek lapisan kulit. Beberapa pulang de- ngan kepala bocor dan harus mendapatkan jahitan tim me- dis yang sudah siap di sekitar arena peresean. Peresean ini warisan nenek moyang kami. Tradisi ini akan kita lestarikan selama-lama- nya,” kata Lurah Monjok, Budi Wartono, pekan lalu. Pepadu tidak juga meng- utamakan menang atau kalah. Mereka juga tidak mengejar hadiah. Pepadu bertarung untuk hiburan. Di arena peresean, pepadu lebih menonjolkan spor ti- vitas dan mengasah mental. Meskipun berdarah-darah, pertarungan tidak akan dilan- jutkan di luar arena. Tidak ada istilah balas dendam. Sudah dijamin, adu ketangkasan yang berisiko tinggi itu hanya terjadi di dalam arena. Peresean dipimpin seorang wasit ( pekembar ). Pekembar ada dua, yaitu wasit pinggir (pekembar sedi) yang mencari pasangan petarung yang akan diadu di arena, dan wasit tengah (pekembar tengah) yang memimpin pertandingan. Pekembar yang memimpin pertarungan akan membu- nyikan peluit saat akan meng- Seni peresean pada masa lalu ialah bagian dari ritual untuk meminta hujan di musim kemarau. Hingga kini kelestariannya terjaga, tetapi hanya sebagai hiburan. Sulistiono hentikan pertarungan. Peresean untuk pemula hanya berlangsung tiga ronde. Tetapi untuk level senior, para pepadu akan bermain empat ronde. Pemula biasanya hanya mencari lawan tanding secara acak di sekitar arena pertarungan. Biasanya ditunjuk dari penonton yang semuanya memang sudah siap bertarung jika mendapatkan lawan tanding yang seimbang. Untuk event besar, para pepadu luar daerah dari seluruh Nusa Tenggara Barat akan diundang. Biasanya saat digelar acara seperti itu, para pe- padu senior akan turun gunung mewakili daerah masing-masing. Jika para pepadu senior bertarung, sudah dija- min pertarungan akan menegangkan. Jika pepadu ditunjuk bertarung dan diberi lawan, mereka pun pantang menolak. Pepadu akan masuk arena dan memulai pertarungan. Peresean dari suku Sasak tidak hanya mengan- dalkan mental, tetapi juga fisik, teknik bertarung, dan mistis. Sebab, pepadu tidak dilarang mem- bawa jimat kekebalan dan arena peresean kerap dipakai untuk adu sakti antar-pepadu. Sering kali terjadi, ketika pepadu sudah berada di dalam arena, pertarungan tidak dilanjutkan karena salah satu di antara pepadu merasa kalah secara mistis. Senjata penjalin yang dipakainya berubah menjadi lembek dan tidak bisa dipakai bertarung. Pertarungan peresean juga merupakan ajang mempertahankan harga diri pepadu. Tiap pepadu memiliki teknik untuk menghindari kekalahan yang memalukan. Untuk itu, mereka mengikat kepala memakai sapuq dengan teknik tersendiri agar ketika terkena kepala dan membuat bocor, tidak terlihat oleh penonton. Pepadu yang sudah terkenal di Pulau Lombok biasanya memiliki nama julukan. Seperti sebutan Arya Kamandanu dan Piring Nadi. Julukan tersebut diberikan sesuai dengan kelihaian ber- tarung di arena peresean. Salah satu pepadu yang memiliki julukan Pi- ring Nadi menceritakan pengalamannya, bahwa saat bertarung di arena, ia menggunakan jurus bertarung untuk mengalahkan lawan. Salah satu jurus sederhananya adalah membuat pukulan tipuan agar bisa melukai lawan. Pepadu yang memiliki nama asli Supardi itu sudah ikut peresean sejak masih duduk di bangku kelas 2 SD. Keterampilannya bermain peresean tidak luput dari ajaran orang tuanya yang juga seorang pepadu. Sebagai pepadu yang cukup disegani di Kota Mataram, ia mengaku takut juga dengan rasa sakit. Tetapi, rasa itu sudah dianggap hal yang biasa sehingga saat berada di arena ia selalu agresif menyerang lawan, mengalahkan sakit akibat luka yang menganga. Supardi sudah pernah mendapatkan tiga jahitan di kepalanya karena terkena sabetan rotan. Dia juga pernah terkapar di luar arena tanpa sebab. Lawan tandingnya di arena menye- rangnya secara mistis. Tetapi, hal itu bisa segera diobati dengan memandikannya di dalam arena peresean. “Permainan peresean ini butuh mental, fisik, dan persiapan yang baik. Jangan pernah berani buka arena kalau tidak punya mental dan fisik yang bagus,” ungkapnya. Peresean terus lestari di Bumi Gora. Hingga sekarang, seni tradisi masa lampau itu masih dimainkan paling tidak saat perayaan hari kemerdekaan, 17 Agustus. Tujuannya bukan untuk jago-jagoan, melainkan hanya untuk hiburan. (N-4) [email protected] ASAL-USUL Patung Jenderal Soedirman TERLETAK di Jalan Mayjen Sungkono, Purbalingga, Jawa Tengah, patung ini merupakan salah satu monumen penting. Berdirinya patung menguatkan kedekatan antara Jenderal Soedirman dengan Purbalingga--tanah kelahirannya, pada 24 Januari 1916. Di masa kepemimpinan Bupati Triyono Budi Sasongko, Pemkab Purbalingga membangun patung Jenderal Soe- dirman dan menempatkannya di perempatan Terminal Induk Purbalingga. Patung hasil garapan seniman Pasar Seni Ancol bernama Asmir itu diresmikan pada 31 Desember 2004. Patung menghadap ke selatan dengan posisi berdiri dan mengenakan jubah. Kaki sebelah kanan terangkat dan disan- darkan ke atas batu, sedangkan tangan kirinya memegang teropong dan tangan kanan memegang tongkat. Termasuk fondasi pijakan, patung yang memakan anggaran sampai Rp270 juta lebih itu mencapai ketinggian 10,4 m. Pendirian patung Panglima Besar Jenderal Soedirman di Purbalingga itu merupakan wujud penghargaan terhadap putra asli Purbalingga yang punya jasa besar bagi bangsa ini. Niat pembangunan patung yakni su- paya generasi selanjutnya mau menela- dani perjuangan dari Jenderal Soedirman. (LD/N-4) MI/LILIEK D MI/SULISTIONO BERTANDING: Dua petarung sedang bertanding dalam arena peresean di Desa Monjok, Kecamatan Selaparan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, pekan lalu.

Upload: dominh

Post on 02-May-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAMIS, 29 JULI 2010 | MEDIA INDONESIA Gladiator dari Suku ... filePeresean dari suku Sasak tidak hanya mengan-dalkan mental, tetapi juga fi sik, teknik bertarung, dan mistis. Sebab,

Gladiator dari Suku Sasak

Pertarungan peresean sangat agresif. Diiringi tabuhan gamelan yang provokatif dan menggugah semangat tarung.’’

Nusantara | 9KAMIS, 29 JULI 2010 | MEDIA INDONESIA

PERMAINAN peresean sesungguhnya lebih mirip aksi gladia-tor zaman Romawi

Kuno, tapi minus pedang. Senjata yang dipakai dalam peresean hanyalah penjalin (rotan) untuk pemukul, dan perisai (ende) yang terbuat dari kayu yang dilapisi kulit sapi.

Di Desa Monjok, Kecama-tan Selaparan, Kota Mata-ram, Nusa Tenggara Barat, sore itu berkumpul pemuda petarung. Ta buhan gamelan mengiringi tarian pe resean dan mengundang warga berkum-pul ke tengah lapangan desa setempat yang saat itu sedang menggelar festival peresean se-Kota Mataram.

Pertarungan peresean sa-ngat agresif. Diiringi tabuhan gamelan yang provokatif dan menggugah semangat tarung. Alat musik pengiringnya antara lain kendang, suling, gong, rincik/simbal, serta kajar.

Di arena peresean, para petarung sa ling serang untuk menjatuhkan lawan. Sesekali mereka menari-nari setelah mendapatkan sabetan penja-lin untuk mengaburkan rasa sakit.

Memukul kepala lawan menjadi sasaran utama agar meraih kemenangan mut-lak. Penonton peresean selalu terbawa emosi perang dan andrenalinnya tergugah saat menyaksikan para petarung saling serang.

Petarung yang andal (pepa-du) meng akhiri pertarungan-nya dengan bekas pukulan penjalin yang mengerikan.

Bilur-bilur merah tampak pada kulit bagian punggung dan tangan, bahkan ada yang sampai menyobek lapisan kulit. Beberapa pulang de-ngan kepala bocor dan harus mendapatkan jahitan tim me-dis yang sudah siap di sekitar arena peresean.

“Peresean ini warisan nenek moyang kami. Tradisi ini akan kita lestarikan selama-lama-nya,” kata Lurah Monjok, Budi Wartono, pekan lalu.

Pepadu tidak juga meng-utamakan menang atau kalah. Mereka juga tidak mengejar hadiah. Pepadu bertarung untuk hiburan.

Di arena peresean, pepadu lebih menonjolkan spor ti-vitas dan mengasah mental. Meskipun berdarah-darah, pertarungan tidak akan dilan-jutkan di luar arena. Tidak ada istilah balas dendam. Sudah

dijamin, adu ketangkasan yang berisiko tinggi itu hanya terjadi di dalam arena.

Peresean dipimpin seorang wasit (pekembar). Pekembar ada dua, yaitu wasit pinggir (pekembar sedi) yang mencari pasangan petarung yang akan diadu di arena, dan wasit tengah (pekembar tengah) yang memimpin pertandingan.

Pekembar yang memimpin pertarungan akan membu-nyikan peluit saat akan meng-

Seni peresean pada masa lalu ialah bagian dari ritual untuk meminta hujan di musim kemarau. Hingga kini kelestariannya terjaga, tetapi hanya sebagai hiburan.

Sulistionohentikan pertarungan.

Peresean untuk pemula hanya berlangsung tiga ronde. Tetapi untuk level senior, para pepadu akan bermain empat ronde. Pemula biasanya hanya mencari lawan tanding secara acak di sekitar arena pertarungan. Biasanya ditunjuk dari penonton yang semuanya memang sudah siap bertarung jika mendapatkan lawan tanding yang seimbang.

Untuk event besar, para pepadu luar daerah dari seluruh Nusa Tenggara Barat akan diundang. Biasanya saat digelar acara seperti itu, para pe-padu senior akan turun gunung mewakili daerah masing-masing.

Jika para pepadu senior bertarung, sudah dija-min pertarungan akan mene gangkan. Jika pepadu ditunjuk bertarung dan diberi lawan, mereka pun pantang menolak. Pepadu akan masuk arena dan memulai pertarungan.

Peresean dari suku Sasak tidak hanya mengan-dalkan mental, tetapi juga fi sik, teknik bertarung, dan mistis. Sebab, pepadu tidak dilarang mem-bawa jimat kekebalan dan arena peresean kerap dipakai untuk adu sakti antar-pepadu.

Sering kali terjadi, ketika pepadu sudah berada di dalam arena, pertarungan tidak dilanjutkan karena salah satu di antara pepadu merasa kalah secara mistis. Senjata penjalin yang dipakainya berubah menjadi lembek dan tidak bisa dipakai bertarung.

Pertarungan peresean juga merupakan ajang mempertahankan harga diri pepadu. Tiap pepadu memiliki teknik untuk menghindari kekalahan yang memalukan. Untuk itu, mereka mengikat kepala memakai sapuq dengan teknik tersendiri agar ketika terkena kepala dan membuat bocor, tidak terlihat oleh penonton.

Pepadu yang sudah terkenal di Pulau Lombok biasanya memiliki nama juluk an. Seperti se butan Arya Kamandanu dan Piring Nadi. Julukan tersebut diberikan sesuai dengan kelihaian ber-tarung di arena peresean.

Salah satu pepadu yang memiliki ju lukan Pi-ring Nadi menceritakan penga lamannya, bahwa saat bertarung di arena, ia menggunakan jurus bertarung untuk mengalahkan lawan. Salah satu jurus sederhananya adalah membuat pukulan tipuan agar bisa melukai lawan.

Pepadu yang memiliki nama asli Supardi itu sudah ikut peresean sejak masih duduk di bangku kelas 2 SD. Keteram pilannya bermain peresean tidak luput dari ajaran orang tuanya yang juga seorang pepadu.

Sebagai pepadu yang cukup disegani di Kota Mataram, ia mengaku takut juga dengan rasa sakit. Tetapi, rasa itu sudah dianggap hal yang biasa sehingga saat berada di arena ia selalu agresif menye rang lawan, mengalahkan sakit akibat luka yang menganga.

Supardi sudah pernah mendapatkan tiga jahitan di kepalanya karena terkena sabetan rotan. Dia juga pernah terkapar di luar arena tanpa sebab. Lawan tandingnya di arena menye-rangnya secara mistis. Tetapi, hal itu bisa segera diobati dengan memandikannya di dalam arena peresean.

“Permainan peresean ini butuh mental, fi sik, dan persiapan yang baik. Jangan pernah berani buka arena kalau tidak punya mental dan fi sik yang bagus,” ungkapnya.

Peresean terus lestari di Bumi Gora. Hingga sekarang, seni tradisi masa lampau itu masih dimainkan paling tidak saat perayaan hari kemerdekaan, 17 Agustus. Tujuannya bukan untuk jago-jagoan, melainkan hanya untuk hiburan. (N-4)

[email protected]

ASAL-USUL

Patung Jenderal SoedirmanTERLETAK di Jalan Mayjen Sungkono, Purbalingga, Jawa Tengah, patung ini merupakan salah satu monumen penting. Berdirinya patung menguatkan kedekatan antara Jenderal Soedirman dengan Purbalingga--tanah kelahirannya, pada 24

Januari 1916.Di masa kepemimpinan Bupati Triyono Budi Sasongko,

Pemkab Purbalingga membangun patung Jenderal Soe-dirman dan menempatkannya di perempatan Terminal

Induk Purbalingga. Patung hasil garapan seniman Pasar Seni Ancol bernama Asmir itu diresmikan pada 31 Desember 2004.

Patung menghadap ke selatan dengan posisi berdiri dan mengenakan jubah. Kaki sebelah kanan terangkat dan disan-darkan ke atas batu, sedangkan tangan kirinya memegang teropong dan tangan kanan memegang tongkat. Termasuk fondasi pijakan, patung yang memakan anggaran sampai Rp270 juta lebih itu mencapai ketinggian 10,4 m.

Pendirian patung Panglima Besar Jenderal Soedirman di Purbalingga itu merupakan wujud penghargaan terhadap putra asli Purbalingga yang punya jasa besar bagi bangsa ini.

Niat pembangunan patung yakni su-paya generasi selanjutnya mau menela-dani perjuangan dari Jenderal Soedirman. (LD/N-4)

MI/LILIEK D

MI/SULISTIONO

BERTANDING: Dua petarung sedang bertanding dalam arena peresean di Desa Monjok, Kecamatan Selaparan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, pekan lalu.