kajian viktimologi korban tindak pidana kekerasan dalam...
TRANSCRIPT
1
Kajian Viktimologi Korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Di Kota Tanjungpinang
Razil1, Ayu Efritadewi
2, Pery Rehendra Sucipta
3,
Program Studi Ilmu Hukum., Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik., Universitas
Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Penelitian ini betujuan untuk mengetahui peran korban terhadap tindak pidana
kekerasan dalam rumah tangga di Kota Tanjungpinang tahun. Maka penting untuk
memperhitungkan peranan korban dalam suatu tindak pidana merupakan kajian
ilmu viktimologi. Bagaimana korban terlibat dalam suatu tindak pidana,
diharapkan dapat menimbulkan kesadaran dalam masyarakat agar terhindar dari
tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di lingkungan sekitarnya. Penelitian
ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif. Jenis dan sumber
bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum
skunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi
kepustakaan yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum
primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum yang terkumpul akan
dianalisa dengan menggunakan teknik kualitatif atau deduktif. Bedarakan hasil
penelitian diketahui bahwa peran korban bersifat aktif dan pasif. Peran aktif
tersebut dapat dilihat dari sikap dan keadaan korban sebagai perangsang atau
pemicu seseorang untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga atau dapat
dikatakan memprovokasi pelaku untuk melakukan kejahatan. Sikap tersebut dapat
dilihat dari korban yang sering marang-marah, tindakan tindakan yang menyabab
dendam. Selain hal tersebut hasil penelitian juga ini menunjukan peran korban
secara pasif dimana secara biologis korban kekerasan dalam rumah tangga yang
terjadi di Kota Tanjungpinang mayoritas berjenis kelamin perempuan, perempuan
sering menjadi target kejahatan karena dipresepsikan sebagai manusia yang
fisiknya lebih lemah dibanding laki-laki atau dengan istilah lain dapat disebut
korban Biologically weak victims. Korban dalam hal ini tidak dapat disalahkan,
tetapi masyarakatlah yang harus bertanggung jawab dalam menciptakan
lingkungan yang aman terhadap kelompok yang rentan menjadi korban dari suatu
kejahatan.
Kata kunci: Viktimologi, Korban, Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1 Alumni [email protected]
2 Dosen Pembimbing I [email protected]
3 Dosen Pembimbing II [email protected]
2
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjujung tinggi hak asasi
manusia, hal ini dapat terlihat bagaimana Negara Indonesia memberikan jaminan
hukum terhadap pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia yang terdapat
dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28
huruf A hingga Pasal 28 huruf J dan secara lebih khusus diatur dalam Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia
adalah hak dasar dari setiap warga negara yang melekat pada individu sejak ia
lahir secara kodrat yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang
tidak dapat dirampas dan dicabut keberadaannya dan wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan dan perlindungan harkat martabat manusia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan sumber dari segala sumber hukum di Negara Indonesia yang
mendasari seluruh ketentuan-ketentuan hukum di Negara Indonesia, melalui
instrumen peraturan perundang-undangan diharapkan dapat mewujudkan tujuan
Negara Indonesia, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum4.
Seiring berjalannya waktu banyak faktor dan tantangan yang menghambat
terwujudnya tujuan Negara Indonesia, salah satunya adalah begitu banyak dan
beragamnya kejahatan yang mewarnai perjalanan hidup manusia, dan salah satu
bentuk kejahatan yang cukup menonjol adalah kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga bukan merupakan sesuatu yang asing terdengar
4 Alenia Ke-IV Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
3
akhir-akhir ini. Pemberitaan mengenai kekerasan dalam rumah tangga hampir
setiap hari selalu menjadi bahasan berita yang menarik.
Tindakan kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga telah
menjadi isu global dan dengan nyata dapat dilihat dari ditetapkannya sejumlah
intrumen hukum internasional Vienna Declaration And Programme of Action
(1993), Convention on the Elimination of All From of Discrimination Against
Woment (1979), Declaration on the Elimination of Violens Against Woment
(1993) dan Beijing Declaration and Platform For Action (1995).
Secara hukum pengertian kekerasan dalam rumah tangga dapat dilihat
pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyebutkan :
“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga”.
Kosideran menimbang huruf b Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004
Tentang Pengahapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga menyebutkan : bahwa
segala bentuk kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah
pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan merupakan kejahatan terhadap
martabat manusia serta bentuk diskriminasi yang harus di hapus. Pandangan
tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28 huruf G ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
4
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Seperti yang terjadi di Kota Tanjungpinang temuan penulis terdapat
beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan kepada POLRES
Kota Tanjungpinang, yakni sebagai berikut :
Tabel 1.
Data Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Tanjungpinang
No Tahun Dilaporkan Diselesaikan
1 2015 29 24
2 2016 26 22
3 2017 17 15
Sumber : Data BPS Kota Tanjungpinang diolah
Data pada tabel di atas, meskipun menunjukan penurunan kuantitas jumlah
kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan kepada POLRES Kota
Tanjungpinang, hal yang berbeda justru disampaikan oleh Kepala Dinas
Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat
(DP3A dan PM) Kota Tanjungpinang, H Ahmad Yanim, dalam sebuah keterangan
persnya pada tanggal 13 maret 2018 beliau menyebutkan bahwa5:
Sepanjang tahun 2017, ada 53 jiwa yang mengalami KDRT. Ini
mengalami penurunan sedikit dibandingkan tahun sebelumnya, 61 jiwa.
KDRT terjadi pada umumnya karena faktor ekonomi keluarga, ada juga
karena kehadiran pihak ketiga dalam keluarganya.
Berdasarkan Informasi diatas terdapat perbedaan pencatatan data angka
tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani oleh POLRES Kota
Tanjungpinang dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat (DP3A dan PM) Kota Tanjungpinang. Persoalan
5 Redaksi tanjungpinang pos, KDRT masih tinggi, (http://tanjungpinangpos.id/kdrt masih-
tinggi/diakses pada 23 Oktober 2018, pukul 15.53 WIB
5
tersebut menunjukan bahwa perhatian terhadap tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga masih terabaikan. Oleh sebab itu diperlukan suatu upaya dalam
rangka memberikan perhatian terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga khususnya korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sebagai
suatu alternatif lain dalam keseluruhan usaha untuk menanggulangi kejahatan.
Pendekatan terhadap sudut pandang korban dimulai seiring dengan
berkembangnya ilmu viktimologi yang secara khusus memusatkan perhatian pada
arti penting dan peranan korban dalam konteks dinamik berlangsungnya
kejahatan, serta sebab akibat kejahatan.6 Korban sebenarnya memegang peranan
yang menentukan timbulnya tindak pidana sebagai manifestasi sikap dan tingkah
lakunya. Pihak korban dapat berperan baik dalam keadaan sadar atau tidak sadar,
secara langsung atau tidak langsung, sendiri atau bersama-sama secara aktif
maupun pasif yang bergantung pada situasi dan kondisi sebelum, sesaat dan
sesudah kejadian.
Melalui kajian viktimologi akan membuat konsep pidana dan pemidanaan
dalam kerangka penegakan hukum pidana yang selama ini lebih didominasi oleh
pertimbangan dari sudut pelaku dapat dibuat lebih proposional dan lebih dapat
dipertanggungjawabkan. Kejahatan tidak dapat berdiri sendiri melainkan adanya
keterkaitan antara pelaku dan korban
Berdasarkan penjelasan diatas maka penting untuk melakukan penelitian
dalam bentuk karya ilmiah yang berjudul “Kajian Viktimologi Korban Tindak
Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Tanjungpinang”.
Berdasarkan penjelasan diatas agar penelitian ini lebih mendalam, terarah dan
6 C Maya Indah S, Perlindungan Korban Suatu Perspektif Viktimologi dan Kriminologi,
Jakarta, Kencana, (2014), hlm.7.
6
tepat mencapai sasaran, maka permasalah penelitian yang dapat penulis rumuskan
adalah bagaimana peran korban terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga yang terjadi di Kota Tanjungpinang tahun 2017.
Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian hukum yang
terkonsentrasi pada hukum pidana. Penelitian ini selanjutnya, akan banyak
membahas tentang salah satu cabang ilmu dalam hukum pidana yakni
viktimologi, yang merupakan ilmu pengetahuan tentang korban yang dilakukan
dengan pendekatan kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang
terjadi di Kota Tajungpinang pada tahun 2017 yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap.
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian normatif
atau penelitian hukum kepustakaan. Pada penelitian ini penulis mengunakan
pendekatan Undang-Undang (statute approach), dilakukan dengan menelaah
semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum
yang sedang ditangani dan Pendekatan Kasus (case approach), dilakuan dengan
cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang
sedang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap7.
Sumber-sumber penelitian hukum (data) pada penelitian ini berupa bahan-
bahan hukum primer dan bahan bahan hukum skunder adalah sebagai berikut :
1. Bahan Hukum Primer
7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2016),
hlm 133
7
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
b. Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor
182/Pid.Sus/2017/PN Tpg
c. Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor Putusan
157/Pid.Sus/2017/PN Tpg
d. Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor Putusan
416/Pid.Sus/2017/PN Tpg
e. Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor Putusan
230/Pid.Sus/2017/PN Tpg
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum skunder yang digunakan sebagai pendukung dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Literatur dan buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum yang
memiliki kaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini;
b. Makalah, hasil penelitian, jurnal hukum;
c. Artikel baik media cetak maupun media elektronik dan sumber
lainnya yang memiliki keterikatan dengan permasalah dalam
penelitian ini.
Studi dokumen merupakan alat pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini. Studi dokumen merupakan alat pengumpulan bahan hukum yang
dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan Content
Analysis8. Pengelohan data dilakukan dengan cara Klasifikasi Data, Pengolahan
8 Peter Mahmud Marzuki, Ibid., hlm 21
8
data, dan Interpretasi Hasil Pengolahan Data. Bahan hukum (data) hasil
pengolahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis secara
kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang
tersusun secara teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif. Sehingga
memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis9. Data dalam
penelitian ini akan diuraikan ke dalam kalimat-kalimat yang tersusun secara
sistematis, sehingga diperoleh gambaran. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis bahan hukum deduktif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pengahapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 5 yang menyebutkan : Setiap orang
dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup
rumah tangganya, dengan cara: a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c.
kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga. Adapun pengertian
kekerasan sebagaimana disebut dalam Pasal 5 Undang-Undang ini adalah sebagai
berikut :
1. kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit, atau luka berat10
;
2. kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang11
;
3. kekerasan seksual meliputi12
:
9 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2004)., hlm 127 10
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pengahapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, Pasal 5 huruf a jo Pasal 6 11
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pengahapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, Pasal 5 huruf b jo Pasal 7 12
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pengahapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Pasal 5 huruf c jo Pasal 8
9
a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu.
4. penelantaran rumah tangga, adalah13
:
a. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup
rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada
orang tersebut;
b. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di
luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang
tersebut.
Berdasarkan penelitian penulis menemukan 4 kasus kekerasan dalam
rumah tangga terjadi di Kota Tanjungpinang yang di Putuskan oleh Pengadilan
Negeri Tanjungpinang pada tahun 2017 yang telah berkekuatan hukum tetap
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Tanjungpinang Tahun 2017
No. Nomor Putusan Terdakwa Perbuatan Putusan
1. 182/Pid.Sus/2017/PN Tpg Muhammad Nazir
Syahputra Bin Junaidi
pasal 44
ayat (1)
1 tahun
Penjara
2. 157/Pid.Sus/2017/PN Tpg Firma Sebastian pasal 44
ayat (1)
1 tahun
Penjara
3. 416/Pid.Sus/2017/PN Tpg Suyitno Bin Zaini pasal 44
ayat (2)
1 tahun 6
bulan
Penjara
4. 230/Pid.Sus/2017/PN Tpg Robi Darma Gusni
Binagus
pasal 44
ayat (1)
1 tahun
Penjara
Sumber : Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang
Arif gosita mengemukakan bahwa tindak pidana adalah suatu hasil
interaksi karena adanya interrelasi antara fonomena yang ada yang ada dan saling
mempengaruhi. Pelaku dan korban Masing masing memainkan peran yang
13
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pengahapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, Pasal 5 huruf c jo Pasal 9
10
penting dan menentukan. Korban membentuk pelaku dengan sengaja atau tidak
sengaja berkaitan dengan situasi dan kondisi masing-masing (bersifat relatif)
hubungan antara pelaku dan korban dalam hal ini adalah hubungan yang
fungsional14
. Peran yang dimaksud disini adalah sebagai sikap dan keadaan diri
sesorang yang akan menjadi calon korban ataupun sikap dan keadaan yang dapat
memicu seseorang untuk berbuat kejahatan15
.
Sebelum membahas tentang peran korban dalam suatu tindak pidana
terlebih dahulu penulis memaparkan identitas korban tindak pidana kekerasan
dalam rumah tangga yang terjadi di Kota Tanjungpinang, Secara khusus menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga dalam rumusan Pasal 1 Ayat 3 mendefenisikan korban sebagai
berikut, korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman
kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Bedasarkan kasus sebagaimana tabel 2
diatas hasil penelitian penulis menemukan fakta hukum pihak yang menjadi
korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dikota
tanjungpinang pada tahun 2017 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.
Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Tanjungpinang tahun 2017
No. Nomor Putusan Korban L/P Usia
1. 182/Pid.Sus/2017/PN Tpg Riana Meisy
Thalia P 21 Tahun
2. 157/Pid.Sus/2017/PN Tpg Rudi Maidi L 40 Tahun
3. 416/Pid.Sus/2017/PN Tpg Desyati P -
4. 230/Pid.Sus/2017/PN Tpg Samsidar P -
Sumber : Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang
14
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, (Jakarta : Akademika Pressindo, 1993), hlm
117 15
Chaerudin dan Syarif Fadillah, Korban Kejahatan Dalam Perspektif Viktimologi Dan
Hukum Pidana Islam (Jakarta: Grhadika Press, 2004)., hlm 10-11
11
Tabel diatas menunjukan korban kekerasan dalam rumah tangga yang
terjadi di Kota Tanjungpinang secara biologis masing-masing terdiri dari tiga (3)
orang berjenis kelamin perempuan dan satu (1) orang berjenis kelamin laki-laki.
Mengacu pada pendapat Abdussalam mengenai korban perseorangan, istitusi,
lingkungan hidup, masyarakat, bangsa dan Negara. Maka korban sebagaimana
tabel 3 diatas termasuk dalam korban individu yaitu setiap orang sebagai individu
mendapat penderitaan baik jiwa, fisik, metriil, maupun nonmaterial. Sejalan
dengan hal itu korban kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Kota
Tanjungpinang pada tahun 2017 dapat dikelompokan dalam Primary
Victimization sebagaimana dikemukan oleh Sellin dan Wolfgang. Yaitu yang
menjadi korban adalah individual, jadi korban disini adalah korban perorangan
(bukan korban kelompok)16
.
Menurut Arif Gosita suatu viktimisasi antara lain dapat dirumuskan
sebagai suatu penimbulan penderitaan (mental, fisik, dan sosial) pada pihak
tertentu oleh pihak-pihak tertentu dan demi kepentingan tertentu17
. Yang
dimaksud dengan pihak-pihak tertentu ialah siapa saja yang terlihat dalam
eksistensi suatu viktimisasi (individu dan atau kelompok/korporasi). Pada posisi
kasus yang telah penulis paparkan diatas terdapat empat (4) buah viktimisasi,
dimana viktimisasi tersebut dilakukan lewat tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga dalam bentuk kekerasan fisik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU
PKDRT bahwa kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuh sakit, atau luka berat, selanjutnya akan penulis paparkan dalam bentuk tabel
sebagai berikut :
16
Sri Hartini, Korban Penyalahgunaan Kekuasaan Rezim Orde Baru, Jurnal Civics Vol.
4 No.2 Desember 2007, hlm 58. 17
Arief Gosita, Op.Cit.,hlm. 122
12
Tabel 2.
Viktimisasi
No. Nomor Putusan Keterangan
1.
Nomor
182/Pid.Sus/2017/
PN Tpg
Riana Meisy Thalia mengalami viktimisasi akibat pemukulan
yang dilakuan Muhammad Nazir Syahputra Bin Junaidi yang
merupakan suaminya dengan cara menampar dibagian kepala
sebanyak 1 (satu) kali menggunakan tangan kanan memukul
tangan kanan dan kiri Riana Meisy Thalia kerang lebih sebanyak
5 (lima) kali menggunakan tangan kanan dan kiri, menendang
kaki kiri dan kanan Riana Meisy Thalia dengan kaki kanan
Terdakwa didaerah betis dan tulang kering Riana Meisy Thalia
sebanyak 1 (satu) kali serta mencekik leher Riana Meisy Thalia
dan mengakibatkan Riana Meisy Thalia mengalami penderitaan
fisik berupa luka dan memar serta tidak dapat menjalankan
aktifitas seperti biasa selama 1 (satu) hari.
2.
Nomor
157/Pid.Sus/2017/
PN Tpg
Rudi Maidi mengalami viktimisasi akibat Pemukulan yang
dilakukan Firma Sebastian yang merupakan anak tiri dari Rudi
Maidi dengan cara mendorong tubuh Rudi Maidi dan langsung
memukul wajah Rudi Maidi dan akibat dari perbuatan Firma
Sebastian, Rudi Maidi mengalami penderitaan fisik berupa sakit
dibagian kepala dan mengalami luka serta mengeluarkan darah
pada bagian pelipis sebelah kanan.
3.
Nomor
416/Pid.Sus/2017/
PN Tpg
Desyati mengalami viktimisasi akibat Pemukulan dengan
mengunakan 1 (satu) batang kayu yang dilakuan Suyitno Bin
Zaini yang merupakan suami Desyati dan mengakibatkan Desyati
mengalami penderitaan fisik berupa luka-luka di bagian kepala
dan mulut, yaitu luka robek pada bagian kening kiri dan dirawat
selama 1 (satu) hari dirumah sakit
4.
Nomor
230/Pid.Sus/2017/
PN Tpg
Samsidar mengalami viktimisasi akibat pemukulan yang
dilkukan oleh Robi Darma Gusni Binagus yang merupakan anak
kadung dari Samsidar, dengan tangan kanannya sebanyak 1
(satu) kali pada bagian pipi kiri perbuatan Robi Darma Gusni
Binagus mengakibatkan Samsidar mengalami penderita fisik
berupa sakit pada bagian kepala sebelah kiri.
Sumber : Pengadilan Negeri Tanjungpinang
Arif gosita mengemukakan bahwa tindak pidana adalah suatu hasil
interaksi karena adanya interrelasi antara fonomena yang ada yang ada dan saling
mempengaruhi. Pelaku dan korban Masing masing memainkan peran yang penting
dan menentukan. Korban membentuk pelaku dengan sengaja atau tidak sengaja
berkaitan dengan situasi dan kondisi masing-masing (bersifat relatif) hubungan
13
antara pelaku dan korban dalam hal ini adalah hubungan yang fungsional18
. Peran
yang dimaksud disini adalah sebagai sikap dan keadaan diri sesorang yang akan
menjadi calon korban ataupun sikap dan keadaan yang dapat memicu seseorang
untuk berbuat kejahatan19
.
Stepen Schafer yang dikutip oleh Chaerudin dan Syarif
Fadillahmenyatakan bahwa pada prinsipnya terdapat 4 tipe korban dilihat dari
peranannya, yaitu20:
a) Orang yang tidak mempunyai kesalahan apa-apa, tetapi tetap
menjadi korban. Untuk tipe ini, kesalahan ada pada pelaku.
b) Korban secara sadar atau tidak sadar telah melakukan sesuatu yang
meransang orang lain untuk melakukan kejahatan. Untuk tipe ini,
korban dinyatakan turut mempunyai andil dalam terjadinya
kejahatan sehingga kesalahan terletak pada pelaku dan korban.
c) Mereka yang secara biologis dan sosial potensial menjadi korban.
Anak-anak, orangtua, orang yang cacat fisik atau mental, orang
miskin, golongan minoritas dan sebagainya merupakan orang-
orang yang mudah menjadi korban. Korban dalam hal ini tidak
dapat disalahkan, tetapi masyarakatlah yang harus bertanggung
jawab.
d) Korban karena ia sendiri merupakan pelaku. Inilah yang dikatakan
sebagai kejahatan tanpa korban. Pelacuran. perjudian, zina,
merupakan beberapa kejahatan yang tergolong kejahatan tanpa
korban. Pihak yang bersalah adalah korban karena ia juga sebagai
pelaku.
Sebagai penguat argumentasi dalam penelitian ini menulis juga akan
menjelaskan lebih lanjut terkait peran korban kekerasan dalam rumah tangga yang
terjadi di Kota Tanjungpinang menggunakan teori Von Hentig yang dikutip oleh
Rena Yulia, beranggapan bahwa peranan korban dalam menimbulkan kejahatan
adalah21
:
18
Arif Gosita,Op.Cit., hlm 117 19
Chaerudin dan Syarif Fadillah, Op.Cit., hlm 10-11 20
Chaerudin dan SyArief Fadillah, Ibid.., hlm 42. 21
Rena Yulia, Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010).,hlm.81
14
1. Tindakan kejahatan memang dikehendaki oleh si korban untuk
terjadi;
2. Kerugian akibat tindak kejahatan mungkin dijadikan si korban
untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar;
3. Akibat yang merugikan si korban mungkin merupakan kerja sama
antara si pelaku dan si korban;
4. Kerugian akibat tindak kejahatan sebenarnya tidak terjadi bila tidak
ada provokasi dari si korban.
Hasil penelitian pada kasus yang menimpa korban kekerasan dalam rumah
tangga di Kota Tanjungpinang, bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga di
Kota Tanjungpinang dapat diklasifikasi dalam tipe korban:
“korban secara sadar atau tidak sadar telah melakukan sesuatu yang
meransang orang lain untuk melakukan kejahatan. Untuk tipe ini, korban
dinyatakan turut mempunyai andil dalam terjadinya kejahatan sehingga
kesalahan terletak pada pelaku dan korban”
Dilihat dari teori Von Hentig tentang berperannya korban dalam
terjadinya kejahatan, korban kekerasan rumah tangga dikota tanjungpinang dapat
diklasifikasi dalam :
“Kerugian akibat tindak kejahatan sebenarnya tidak terjadi bila tidak ada
provokasi dari si korban”
Adapun keadaan korban yang dapat merangsang pelaku adalah sebagai
berikut :
1. Pada Kasus Riana Meisy Thalia (182/Pid.Sus/2017/PN Tpg). tindakan korban
yang menolak ajakan terdakwa untuk tinggal dirumah kakaknya. Tindakan
tersebut telah merangsang terdakwa untuk melakukan kekerasan dapat dilihat
dalam kronologis viktimisasi yang dialami Riana Meisy Thalia sebagai berikut:
“Bahwa awal mula kejadian tersebut bermula pada saat Terdakwa pulang
ke rumah Terdakwa menuju kamar dimana Riana Meisy Thalia sedang
tidur didalam kamar, kemudian Terdakwa mengatakan kepada Saksi,
“Rupanya yang mengambil rumah di Batu Km. 17 Bang Edy, jadi kalau
misalnya mau gabung, kau bantulah Rp.300.000,00 (Tiga ratus ribu
rupiah) per bulannya, Tapi sebenarnya Si Edy ini udah nggak mandang
kamu lagi, dia cuma mau ngajak aku sama iyo sebagai keponakannya”,
15
kemudian Riana Meisy Thalia menjawab, “ya udah kalau dia udah nggak
anggap lagi, cari rumah sendiri aja”, kemudia Terdakwa berkata, “kalau
mau ngekos udah Rp. 500.000,00-Rp. 600.000,00 per bulan”, lalu Riana
Meisy Thalia menjawab, “ya kayak mana lagi dia udah nggak anggap
aku”, kemudian mendengar perkataan tersebut, Terdakwa memukul Saksi”
Riana Meisy Thalia tidak menyadari tindakannya tersebut ternyata telah
merangsang terdakwa melakukan kekerasan terhadapanya. Akibat perbuatan
terdakwa Riana Meisy Thalia mengalami penderitaan fisik berupa luka dan
memar serta tidak dapat menjalankan aktifitas seperti biasa selama 1 (satu) hari.
penderitaan fisik tersebut dapat dihindari apabila Riana Meisy Thalia tidak
melakukan provokasi berupa penolakan akan ajakan terdakwa.
2. Pada kasus Rudi Maidi (157/Pid.Sus/2017/PN Tpg) tindakan korban yang
merangsang terdakwa untuk melakukan kekerasan dapat dilihat dalam
pertimbangan hakim atas keterangan terdakwa yang menjelaskan alasan
terdakwa melakukan tersebut didasari oleh sikap korban yang sering mengatur
mengatur dan memerintah terdakwa tetapi terdakwa tidak menyukai tindakan
korban tersebut sehingga terdakwa dendam terhadap korban.
3. Pada kasus Desyati (416/Pid.Sus/2017/PN Tpg) tindakan korban yang
merangsang terdakwa melakukan kekerasan dapat dilihat dalam viktimisasi
yang dialami oleh Desyati sebagai berikut :
“Awalnya pada hari Rabu tanggal 18 Oktober 2017 sekira pukul 16.45
WIB, saat Desyati sedang mengemasi barang dagangannya Desyati
melihat Terdakwa pulang cepat. Setelah itu Terdakwa duduk di tangga
belakang dapur rumah sambil menelpon seseorang dengan mengunakan
bahasa jawa dan Desyati mendengar dalam percakapan tersebut Terdakwa
menyebut-nyebut nama Desyati dan tiga anaknya, sehingga Desyati
menjadi marah dan menegur Terdakwa dengan berkata “untuk apa sebut-
sebut nama kami lagi? Anak aku tidak tahu apa-apa”, lalu terdakwa
menjawab “udahlah, bising!” Selanjutnya terdakwa mematikan teleponnya
dan mengejar Desyati sambil mengancam Desyati dengan mengepalkan
tangan seakan ingin meninju sehingga Desyati merasa takut dan menyiram
Terdakwa dengan kuah bakso yang saat itu dalam keadaan hangat.
16
Selanjutnya Desyati kembali memberekan barang-barang jualannya untuk
disimpan kedalam rumah, tiba-tiba Terdakwa datang menyusuli Desyati
daari dalam rumah dengan membawa 1 (satu) batang kayu dan
mengayunkannya kearah Saksi Desyati.
Desyati tidak menyadari bahwa tindakannya memarahi terdakwa telah
merangsang terdakwa untuk melakukan kekerasan terhadap dirinya. Atas
perbuatan terdakwa Desyati mengalami penderitaan fisik berupa luka-luka
di bagian kepala dan mulut, yaitu luka robek pada bagian kening kiri dan
dirawat selama 1 (satu) hari dirumah sakit. Penderitaan tersebut dapat saja
dihindari apabila desyati tindak memprovokasi terdakwa dengan memarah
–marahi terdakwa”.
4. Pada kasus Samsidar (230/Pid.Sus/2017/PN Tpg) tindakan yang merangsang
terdakwa melakukan kekerasan tersebut dapat dilihat dalam viktimisasi yang
dialami oleh Samsi dar sebagai berikut :
“Bahwa pada hari minggu tanggal 07 mei 2017 sekira pukul 18. 00 wib
terdakwa pulang kerumah ibu kandungnya bernama Samsidar di jalan
hutan lindung No. 24 A tanjungpinang, dan menemuinya di kamar yang
sedang terbaring di tempat tidur, selanjutnya terdakwa menanyakan celana
jeans pendek kepada Samsidar yang mana pada saat itu Samsidar dan
dijawab oleh nya “ aku tak tau, aku tak urus pakaian kau dan kau tak
pernah mikirkan makan kau selama 2 ( dua ) bulan di sini dan istri kau ada
menelpon ku minta cerai dengan mu“ setelah itu terjadilah keributan antara
terdakwa dengan saudara samsidar, kemudian terdakwa langsung
memukul Samsidar”
Bedasarkan pertimbangan hakim atas keterangan terdakwa Bahwa
Terdakwa melakukan pemukulan terhadap Ibu kandungnya dikarenakan emosi
dimarahi terus menerus oleh ibu kandungnya. Samsidar tidak menyadari bahwa
tindakannya memarahi terdakwa telah merangsang terdakwa untuk melakukan
kekerasan terhadap dirinya. Akibat perbuatan terdakwa Samsidar mengalami
penderita fisik berupa sakit pada bagian kepala sebelah kiri. Penderitaan tersebut
dapat saja dihindari apabila Samsidar tidak memprovokasi terdakwa dengan
memarah-marahin terdakwa.
17
Selaian itu pada kasus yang menimpa korban kekerasan dalam rumah
tangga di Kota Tanjungpinang, bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga di
Kota Tanjungpinang juga dapat dikalsifikasi dalam tipe korban “Mereka yang
secara biologis dan sosial potensial menjadi korban”. Dalam istilah lain Schafer
menyebut dengan istilah Biologically weak victims kejahatan disebabkan adanya
keadaan fisik korban seperti wanita, anak-anak, dan manusia lanjut usia (manula)
merupakan potensial korban kejahatan.
Klasifikasi tersebut didasarkan pada fakta sebagaimana Tabel 2. Tentang
korban kekerasan dalam rumah tangga dikota tanjungpinang tahun 2017 dimana
yang banyak menjadi korban secara biologis adalah berjenis kelamin perempuan.
Diantarnya adalah kasus yang menimpa Riana Meisy Thalia, Desyati, dan
Samsidar keadaan biologis korban sebagai perempuan yang cenderung lemah
secara fisik inilah yang membuatnya potensial menjadi korban. Senada dengan
yang dikemukakan Schafer menurut Von Hentig The famale Perempuan, biasanya
menjadi korban kekerasan seksual dan kejahatan terhadap harta benda.
Berdasarkan pada faktor psikologis, sosial, dan biologis Mereka sering menjadi
target kejahatan karena dipresepsikan sebagai manusia yang fisiknya lebih lemah
dibanding laki-laki22
.
Sejalan dengan itu Miriam Budiarjo23
menyebutkan adanya perbedaan
antara laki-laki dan perempuan pada akhirnya menciptakan pola relasi kuasa yang
timpang. Dalam banyak kasus kekerasan terhadap perempuan, kedudukan dan
22
Anggun Malinda, Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana (Tersangka, Terdakwa,
Terpidana, Saksi, Korban, ( Yogyakarta :Garudhawaca, 2016 ), hlm 68-70 23
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Membangun Akses ke Keadilan
Bagi Perempuan Korban Kekerasan : Perkembangan Konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu
Penangan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan(SPPT-PKKTP) Cetakan I, (Jakarta : Komisi
Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 2017).,hlm 7
18
relasi yang tidak seimbang antara pelaku dan korban telah menjadi faktor utama
penyebab kekerasan terhadap perempuan.
Sejalan dengan pendapat Miriam Budiarjo dan Von Hentig instrumen
hukum internasional Human Rights Reference 3 juga menyebutkan bahwa yang
tergolong ke dalam Kelompok Rentan adalah: a. Refugees, b, Internally Displaced
Persons (IDPs); c. National Minorities, d. Migrant Workers; e. Indigenous
Peoples, f. Children; dan g. Women24
. Dengan kondisinya tersebut kelompok
rentan khususnya perempuan lebih beresiko terlanggar hak-haknya dan lebih
mudah menjadi korban. Oleh karena itu, mereka memerlukan perlindungan yang
lebih dibandingkan mayoritas masyarakat pada umumnya.
KESIMPULAN
Pada tahun 2017 Pengadilan Negeri Tanjungpinang telah menangani 4
buah peritiwa tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga diantarnya dialami
oleh Riana Meisy Thalia dalam Putusan Nomor 182/Pid.Sus/2017/PN Tpg, Rudi
Maidi dalam Putusan Nomor 157/Pid.Sus/2017/PN Tpg, Desyati dalam Putusan
Nomor 416/Pid.Sus/2017/PN Tpg, dan Samsidar dalam Putusan Nomor
230/Pid.Sus/2017/PN Tpg.
Dalam viktimisasi yang dialami oleh Korban kekerasan dalam rumah
tangga yang terjadi dikota tanjungpinang tahun 2017 korban berperan secara aktif,
peran aktif korban tersebut dapat dilihat dari keadan atau situasi korban yang
secara sadar atau tidak sadar telah melakukan sesuatu yang meransang atau dapat
dikatakan memprovokasi terdakwa untuk melakukan kejahatan. tindakan tersebut
24
Iskandar Hoesen, Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Wanita, Anak, Minoritas,
Suku Terasing, Dll) Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Makalah Disajikan dalam Seminar
Pembangunan Hukum Nasional ke VIII Tahun 2003, Denpasar, Bali, 14 - 18 Juli 2003, hlm 1.
19
berupa sikap prilaku korban penolakan, sikap korban yang menimbulkan dendam
dan marah-marah.
Selain itu korban kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dikota
tanjungpinang tahun 2017 juga berperan secara pasif, peran tersebut lebih
dikarenakan keadaan fisik dan biologi korban Riana Meisy Thalia, Desyati, dan
Samsidar yang secara biologis berjenis kelamin perempuan yang cenderung lemah
secara fisiknya sehingga pada akhirnya terjadilah tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Fadillah, C. d. (2004). Korban Kejahatan Dalam Perspektif Viktimologi Dan
Hukum Pidana Islam. Jakarta: Grhadika Press.
Gosita, A. (1993). Masalah Korban Kejahatan. Jakarta: Akademika Pressindo.
Malinda, A. (2016 ). Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana (Tersangka,
Terdakwa, Terpidana, Saksi, Korban. Yogyakarta: Garudhawaca .
Marzuki, P. M. (2016). Penelitian Hukum Edisi Revisi . Jakarta: Kencana.
Muhammad, A. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum . Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Perempuan, K. N. (2017). Membangun Akses ke Keadilan Bagi Perempuan
Korban Kekerasan : Perkembangan Konsep Sistem Peradilan Pidana
Terpadu Penangan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan(SPPT-
PKKTP) Cetakan I. Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan.
S, C. M. (2014). Perlindungan Korban Suatu Perspektif Viktimologi dan
Kriminologi. Jakarta: Kencana.
Yulia, R. (2010). Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Jurnal
20
Iskandar Hoesen, 2003. Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Wanita,
Anak, Minoritas, Suku Terasing, Dll) Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
Makalah Disajikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional ke VIII Tahun
2003, Denpasar, Bali, 14 - 18 Juli
Sri Hartini, 2007. Korban Penyalahgunaan Kekuasaan Rezim Orde Baru, Jurnal
Civics Vol. 4 No.2
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1991 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nmoro 23 Tahun 2004 Tentang Penghapus Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
Internet
Redaksi tanjungpinang pos, KDRT masih tinggi, (http://tanjungpinangpos.id/kdrt
masih-tinggi/diakses pada 23 Oktober 2018, pukul 15.53 WIB