kajian sosisologi sastra dan nilai pendidikan dalam

15
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id 54 KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL “TUAN GURU” KARYA SALMAN FARIS oleh Syahrizal Akbar, Retno Winarni, Andayani Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Program PASCASARJANA UNS [email protected] Abstrak Novel “Tuan Guru” karya Salman Faris menguak tentang kehidupan religius, dan sosial budaya masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur. Novel tersebut diulas menggunakan kajian sosiologi sastra. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan dunia pengarang mengenai eksistensi Tuan Guru, latar belakang sosial budaya masyarakat, dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel “Tuan Guru” karya Salman Faris. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode content analysis atau analisis isi. Metode ini digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen. Dokumen dalam penelitian ini adalah novel “Tuan Guru” karya Salman Faris. Validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teori. Tahapan analisis dokumen dimulai dari tahap pembacaan, pencatatan dokumen, hingga analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur berdasarkan kacamata Salman Faris menganggap bahwa tuan guru merupakan sosok yang mampu memberikan garansi masuk surge, doa yang dipanjatkan tuan guru lebih cepat diijabah oleh Allah dibandingkan manusia lainnya dan masyarakat tidak memandang ada cela sedikitpun dari sosok tuan guru. Latar belakang sosial budaya masyarakat mencakup adat dan kepercayaan, pekerjaan, pendidikan, agama, tempat tinggal, bahasa, dan suku. Adapun nilai-nilaip pendidikan yang terkandung adalah pendidikan sosial, moral, budaya, agama, ekonomi, politik, dan historis. Kata Kunci: novel, content analysis, sosiologi sastra, dan nilai pendidikan. PENDAHULUAN Fenomena-fenomena yang diangkat oleh seorang sastrawan dalam karya sastra meliputi hampir segala aspek kehidupan yang dialami oleh masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Waluyo (2002) yang menyatakan bahwa latar belakang yang ditampilkan meliputi: tata cara kehidupan, adat-istiadat, kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama, dalam cara berpikir, cara memandang sesuatu, dan sebagainya. Novel sebagai salah satu jenis karya satra menampilkan sebuah dunia yang mengemas model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan sebagainya yang kesemuanya juga

Upload: vokhuong

Post on 14-Jan-2017

232 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

54

KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL “TUAN GURU”

KARYA SALMAN FARIS

oleh Syahrizal Akbar, Retno Winarni, Andayani

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Program PASCASARJANA UNS [email protected]

Abstrak

Novel “Tuan Guru” karya Salman Faris menguak tentang kehidupan religius, dan sosial budaya masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur. Novel tersebut diulas menggunakan kajian sosiologi sastra. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan dunia pengarang mengenai eksistensi Tuan Guru, latar belakang sosial budaya masyarakat, dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel “Tuan Guru” karya Salman Faris.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode content analysis atau analisis isi. Metode ini digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen. Dokumen dalam penelitian ini adalah novel “Tuan Guru” karya Salman Faris. Validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teori. Tahapan analisis dokumen dimulai dari tahap pembacaan, pencatatan dokumen, hingga analisis dokumen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur berdasarkan kacamata Salman Faris menganggap bahwa tuan guru merupakan sosok yang mampu memberikan garansi masuk surge, doa yang dipanjatkan tuan guru lebih cepat diijabah oleh Allah dibandingkan manusia lainnya dan masyarakat tidak memandang ada cela sedikitpun dari sosok tuan guru. Latar belakang sosial budaya masyarakat mencakup adat dan kepercayaan, pekerjaan, pendidikan, agama, tempat tinggal, bahasa, dan suku. Adapun nilai-nilaip pendidikan yang terkandung adalah pendidikan sosial, moral, budaya, agama, ekonomi, politik, dan historis. Kata Kunci: novel, content analysis, sosiologi sastra, dan nilai pendidikan. PENDAHULUAN

Fenomena-fenomena yang diangkat oleh

seorang sastrawan dalam karya sastra

meliputi hampir segala aspek kehidupan

yang dialami oleh masyarakat. Hal

tersebut sesuai dengan apa yang

diungkapkan oleh Waluyo (2002) yang

menyatakan bahwa latar belakang yang

ditampilkan meliputi: tata cara kehidupan,

adat-istiadat, kebiasaan, sikap, upacara

adat dan agama, dalam cara berpikir, cara

memandang sesuatu, dan sebagainya.

Novel sebagai salah satu jenis karya

satra menampilkan sebuah dunia yang

mengemas model kehidupan yang

diidealkan, dunia imajinatif, yang

dibangun melalui berbagai unsur

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh

(dan penokohan), latar, sudut pandang,

dan sebagainya yang kesemuanya juga

Page 2: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

55

bersifat imajinatif (Nurgiyantoro, 2007).

Novel, yang banyak diminati belakangan

ini karena banyak mengangkat tema-tema

yang dekat dengan pembaca, pada

dasarnya juga tak luput dari unsur

ekstrinsik di samping unsur intrinsik yang

memang saling bersinergi untuk

menciptakan kesatuan cerita yang padu.

Penentuan novel “Tuan Guru” karya

Salman Faris sebagai objek yang dikaji

dalam penelitian ini karena novel tersebut

menguak tentang kehidupan religius, dan

sosial budaya masyarakat Lombok,

khususnya Lombok Timur. Salman Faris

berani mengupas sisi kehidupan seorang

Tuan Guru bukan hanya sisi positif tetapi

juga sisi negatifnya. Tuan Guru yang

selama ini merupakan anutan semua

masyarakat Lombok dalam berprilaku dan

merupakan hal yang tabu bagi seluruh

masyarakat membicarakan

“kekurangannya”, berani dikupas oleh

Salman Faris.

Novel “Tuan Guru” karya Salman

Faris yang dominan mengangkat sisi

kehidupan sosial budaya masyarakat

Lombok akan peneliti analisis dengan

menggunakan pendekatan sosiologi sastra

yang memang selaras dan tepat mengupas

tuntas isi novel tersebut. Pada prinsipnya,

terdapat tiga perspektif berkaitan dengan

sosiologi sastra, yaitu: (1) penelitian yang

memandang karya sastra sebagai

dokumen sosial yang di dalamnya

merupakan refleksi situasi pada masa

sastra tersebut diciptakan, (2) penelitian

yang mengungkap sastra sebagai cermin

situasi sosial penulisnya, dan (3)

penelitian yang menangkap sastra sebagai

manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan

sosial budaya (Laurenson dan Swingewood

dalam Endraswara, 2008).

Dalam penelitian ini, diulas tentang

pandangan dunia pengarang mengenai

eksistensi tuan guru dalam novel “Tuan

Guru” karya Salman Faris, sosial budaya

yang dilukiskan pengarang dalam novel,

serta nilai pendidikan yang terkandung

dalam novel. Pengambilain nilai

pendidikan sebagai salah satu masalah

yang hendak diulas dalam penelitian ini

karena setiap karya pastinya mengandung

nilai-nilai kehidupan yang mendidik

pembaca. Ulasan terhadap nilai

pendidikan tersebut akan menjadi nilai

tambah penting bagi pembaca.

KAJIAN TEORI

Kajian Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian

sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini

banyak diminati oleh peneliti yang ingin

melihat sastra sebagai cermin kehidupan

masyarakat. Arenanya, asumsi dasar

penelitian sosiologi sastra adalah

kelahiran sastra tidak dalam kekosongan

sosial (Endarswara, 2008). Menurut

Jabrohim (2003), pendekatan terhadap

sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan oleh beberapa penulis

disebut sosiologi sastra. Istilah ini pada

dasarnya tidak berbeda pengertian dengan

Page 3: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

56

sosiosastra, pendekatan sosiologis, atau

pendekatan sosio-kultural terhadap

sastra.

Kajian sosiologi ini pengertiannya

mencakup berbagai pendekatan, masing-

masing didasarkan pada sikap dan

pandangan teoretis tertentu, tetapi semua

pendekatan itu menunjukkan satu ciri

kesamaan, yaitu mempunyai perhatian

terhadap sastra sebagai institusi sosial,

yang dciptakan oleh sastrawan sebagai

anggota masyarakat (Sapardi Djoko

Damono dalam Jabrohim, 2003). Hal

penting hal penting dalam sosiologi sastra

adalah konsep cermin (mirror)

(Endraswara, 2008). Dalam kaitan ini,

sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan)

masyarakat. Kendati demikian, sastra

tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau

khayalan dari kenyataan. Sastra tidak akan

semata-mata menyodorkan fakta secara

mentah. Sastra bukan sekadar copy

kenyataan, melainkan kenyataan yang

telah ditafsirkan.

Pendapat yang lebih rinci

disampaikan oleh Junus (dalam Sangidu,

2004) mengungkapkan bahwa dalam

penelitian sosiologi sastra terdapat dua

corak, yaitu (1) pendekatan sociology of

literature (sosiologi sastra) yang bergerak

dan melihat faktor sosial yang

menghasilkan karya sastra pada suatu

masa tertentu. Jadi, pendekatan ini

melihat faktor sosial sebagai mayornya

dan sastra sebagai minornya; (2)

pendekatan literary sociology (sosiologi

sastra) yang bergerak dari faktor-faktor

sosial yang terdapat di dalam karya sastra

dan selanjutnya digunakan untuk

memahami fenomena sosial yang ada di

luar teks sastra. Jadi, pendekatan ini

melihat dunia sastra atau karya sastra

sebagai mayornya dan fenomena sosial

sebagai minornya.

Lebih lanjut, Sangidu (2004)

menjelaskan bahwa teknik yang

diperlukan untuk menjalankan metode

dialektik (hubungan timbal balik) antara

faktor-faktor sosial yang terkandung

dalam karya sastra dengan faktor-faktor

sosial yang terkandung dalam karya sastra

dengan faktor-faktor sosial yang ada

dalam masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat

disimpulkan bahwa sosiologi sastra

merupakan pendekatan yang menelaah

tentang hubungan antara realitas sosial

yang ada dalam masyarakat dengan

realitas literer yang ada dalam teks sastra

tanpa mengenyampingkan cermin situasi

penulisnya.

Menurut Laurenson dan Swingewood

(dalam Endraswara, 2008), terdapat tiga

perspektif berkaitan dengan sosiologi

sastra, yaitu: (1) penelitian yang

memandang karya sastra sebagai

dokumen sosial yang di dalamnya

merupakan refleksi situasi pada masa

sastra tersebut diciptakan, (2) penelitian

yang mengungkap sastra sebagai cermin

situasi sosial penulisnya, dan (3)

penelitian yang menangkap sastra sebagai

Page 4: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

57

manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan

sosial budaya.

Edraswara (2008) mengemukakan

bahwa secara esensial sosiologi sastra

adalah penelitian tentang: (a) studi ilmiah

manusia dan masyarakat secara objektif,

(b) studi lembaga-lembaga sosial lewat

sastra dan sebaliknya, (c) studi proses

sosial, yaitu bagaimana masyarakat

bekerja, bagaimana masyarakat mungkin,

dan bagaimana mereka melangsungkan

hidupnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa

sasaran penelitian sosiologi sastra adalah

aspek sosiologis yang terpantul dalam

sastra dan proses sosial yang terjadi

dalam masyarakat yang tergambar dalam

karya sastra.

Novel

Berdasarkan sudut pandang seni,

Waluyo (2002) menyatakan bahwa novel

adalah lambang kesenian yang baru yang

berdasarkan fakta dan pengalaman

pengarangnya. Susunan yang digambarkan

novel adalah suatu yang realistis dan

masuk akal. Kehidupan yang dilukiskan

bukan hanya kehebatan dan kelebihan

tokoh (untuk tokoh yang dikagumi), tetapi

juga cacat dan kekurangannya. Lebih

lanjut, beliau menyatakan bahwa novel

bukan hanya alat hiburan, tetapi juga

sebagai bentuk seni yang mempelajari dan

melihat segi-segi kehidupan dan nilai baik-

buruk (moral) dalam kehidupan dan

mengarahkan kepada pembaca tentang

pekerti yang baik dan budi yang luhur

(Waluyo, 2002).

Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1994)

menyatakan bahwa novel berasal dari

bahasa Itali novella (dalam bahasa Jerman:

novelle). Secara harfiah novella berarti

sebuah barang baru yang kecil dan

kemudian diartikan sebagai “cerita

pendek dalam bentuk prosa”. Dewasa ini

pengertian novella atau novelle

mengandung pengertian yang sama

dengan istilah Indonesia novelet (Inggris:

novellette) yang berarti sebuah karya

prosa fiksi yang panjangnya cukupan,

tidak terlalu panjang, namun juga tidak

terlalu pendek. Karya sastra yang disebut

novellette adalah karya yang lebih pendek

daripada novel tetapi lebih panjang

daripada cerpen, katakanlah pertengahan

dari keduanya.

Pengertian yang lebih rinci

disampaikan oleh Sumardjo (1999) yang

menyatakan bahwa novel dalam

kesusastraan merupakan sebuah sistem

bentuk. Dalam sistem ini terdapat unsur-

unsur pembentuknya dan fungsi dari

masing-masing unsur. Unsur-unsur ini

membentuk sebuah struktur cerita besar

yang diungkapkan lewat materi bahasa

tadi.

Novel lebih mudah sekaligus lebih

sulit dibaca jika dibandingkan dengan

cerpen. Dikatakan lebih mudah karena

novel tidak dibebani tanggung jawab

untuk menyampaikan sesuatu dengan

Page 5: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

58

cepat atau dengan bentuk padat dan

dikatakan sulit karena novel dituliskan

dalam skala besar sehingga mengandung

satu kesatuan organisasi yang lebih luas

daripada cerpen.

Stanton (2007) menyatakan bahwa

fisik novel yang panjang akan mengurangi

kepekaan pembaca terhadap bagian-

bagian dari alur cerita. Keteledoran ini

akan menjadi penghalang ketika pembaca

berusaha memahami struktur perluasan

tersebut, perlu melangkah mundur waktu

demi waktu. Harus sadar bahwa setiap

bab dalam novel mengandung berbagai

episode. Episode-episode dan topik-topik

tersebut dapat dilebarkan dalam satu bab

karena suatu alasan tertentu.

Lebih lanjut, beliau menyatakan

bahwa pada dasarnya kebanyakan orang

mengira bahwa cara termudah untuk

memahami dunia novel adalah dengan

bertanya kepada pengarangnya (Stanton,

2007). Kenyataannya, pandangan ini

malah gagal ketika dipraktikkan. Sebagian

besar pengarang akan menolak ketika

diminta menjelaskan karya mereka secara

mendalam, atau mungkin novel tersebut

justru menjelaskan banyak hal, lebih dari

perkiraan pengarang sendiri.

Berpijak pada pendapat-pendapat di

atas, dapat disimpulkan bahwa novel

adalah cerita fiksi yang mengangkat

permasalahan yang kompleks tentang

kehidupan dan tersusun atas unsur

intrinsik dan ekstinsik yang padu dan

saling terikat dalam mengungkapkan

setiap jalinan peristiwa yang diceritakan.

Nilai Pendidikan

Dalam sebuah karya sastra seperti novel

terdapat nilai pendidikan yang dapat

dipetik oleh pembaca. Baribin (1985)

mengemukakan bahwa dari karya sastra

dapat ditemukan buah pikiran atau

renungan dari penulis dan sanggup

menyadari nilai-nilai yang lebih halus

berarti telah dapat mengapresiasi atau

menangkap nilai yang terkandung dalam

karya sastra tersebut.

Nilai pendidikan yang dibungkus

dalam kisah, dialog, atau peristiwa-

peristiwa yang terjalin dalam novel tidak

hanya dalam bentuk deskripsi langsung

tetapi ada juga melalui tahap analisis

pembaca. Ada beberapa nilai pendidikan

yangterdapat dalam sebuah karya sastra,

tetapi sebeblumny akan dikemukakan

terlebih dahulu apa sebenarnya nilai

pendidikan tersebut.

Lorens (2002) mengemukakan

pengertian nilai yang ditinjau dari

beberapa segi. (1) Nilai dalam bahasa

Inggris value, bahasa latin valere (berguna,

mampu akan, berdaya, berlaku, kuat); (2)

ditinjau dari segi harkat, nilai adalah

kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu

dapat disukai, diinginkan, berguna, atau

dapat menjadi objek kepentingan; (3)

ditinjau dari segi keistimewaan, nilai

adalah apa yang dihargai, dinilai tinggi

atau dihargai sebagai suatu kebaikan; (4)

Page 6: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

59

ditinjau dari sudut ilmu ekonomi yang

bergelut dengan kegunaan dan nilai tukar

benda-benda material, pertama kali secara

umum menggunakan kata “nilai”.

Senada dengan Lorens, Kattsoff

(dalam Soejono, 1996) memberikan

perincian mengenai pengertian nilai. (1)

Mengandung nilai artinya berguna; (2)

merupakan nilai, artinya baik atau indah

atau benar; (3) mempunyai nilai artinya

merupakan objek keinginan, mempunyai

kualitas yang menyebabkan orang

mengambil sikap menyetujui atau

mempunyai sifat nilai tertentu; dan (4)

memberi nilai artinya menanggapi sesuatu

hal yang diinginkan atau sebagai hal yang

menggambarkan nilai tertentu.

Berbeda dengan pengertian

sebelumnya, pengertian lebih umum

disampaikan oleh Semi (1993) yang

menyatakan bahwa nilai adalah aturan

yang menentukan sesuatu benda atau

perbuatan lebih tinggi, dikehendaki dari

yang lain. Hal tersebut senada dengan

pengertian yang dikemukakan oleh

Daroeso (1989), nilai adalah suatu

penghargaan atau kualitas terhadap

sesuatu atau hal yang dapat menjadi

dasar penentu tingkah laku seseorang,

karena sesuatu hal itu menyenangkan,

memuaskan, menguntungkan atau

merupakan sesuatu sistem keyakinan.

Berdasarkan pendapat-pendapat

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

nilai merupakan sesuatu yang memiliki

daya guna bagi manusia dan dapat berupa

penghargaan atau apresiatif terhadap hal

yang dicermati.

Selanjutnya, pengertian pendidikan

menurut Soedomo (2003) adalah bantuan

atau tuntunan yang diberikan oleh orang

yang bertanggung jawab kepada anak

didik dalam usaha mendewasakan

manusia melalui pengajaran dan pelatihan

yang dilakukan. Sementara itu, Dewantoro

(dalam Munib, 2006) lebih menyoroti pada

aspek yang harus diubah setelah proses

pendidikan. Beliau mengemukakan bahwa

pendidikan merupakan upaya untuk

memajukan bertumbuhnya budi pekerti

(kekuatan batin, karakter), pikiran

(intelek), dan tubuh anak.

Pengertian yang lebih umum

disampaikan oleh Uhbiyati dan Abu

Ahmadi (2001) yang mengemukakan

bahwa pendidikan merupakan suatu

kegiatan yang secara sadar dan sengaja

serta penuh tanggung jawab yang

dilakukan oleh orang dewasa kepada

anak-anak sehinggal timbul interaksi dari

keduanya agar anak tersebut mencapai

kedewasaan yang dicita-citakan dan

berlangsung terus-menerus.

Berdasarkan beberapa pengertaian

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

pendidikan merupakan usaha secara sadar

dan penuh tanggung jawab yang

dilakukan untuk memebrikan perubahan

terhadap seseorang atau peserta didik.

Mengacu pada uraian tentang

pengertian nilai dan pengertian

pendidikan di atas, maka dapat

Page 7: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

60

dinyatakan bahwa nilai pendidikan

merupakan segala hal yang berguna yang

diberikan oleh seseorang secara sadar dan

tanggung jawab dalam usaha memberikan

perubahan terhadap sikap dan tingkah

laku yang lebih baik.

Adapun nilai-nilai pendidikan yang

secara umum terdapat dalam novel adalah

nilai pendidikan agama, nilai pendidikan

moral, nilai pendidikan budaya, nilai

pendidikan sosial, nilai pendidikan

ekonomi, nilai pendidikan politik, dan

nilai pendidikan historis.

Eksistensi Tuan Guru dalam Kehidupan

Sosial Budaya Masyarakat

Buehler (2009) menjelaskan, keberhasilan

demokrasi di Indonesia dipengaruhi oleh

pemahaman bahwa nilai-nilai demokrasi

bersumber dari ajaran Islam. Dari

penjelsan tersebut dapat digambarkan

bahwa masyarakat Indonesia yang

mayoritas muslim,mengaktualisasikan

nilai-nilai ajaran agama dalam konteks

politik, disinalah dapat dilihat peran

penting para tokoh agama dalam

mengrahkan pandangan masyrakat. Hal

ini banyak terjadi pada masyrakat

tradisional, terutama yang terjadi pada

masyrakat Lombok.

Dalam kehidupan sosial budaya

masyarakat tradisional religius, pemimpin

spiritual memiliki peranan yang lebih

penting daripada yang lain. Pergeseran

nilai sosial budaya yang terjadi pada

masyarakat, selain perubahan internal

atau dari dalam diri pribadi. Peran tokoh

agama mendominasi pergseran nilai-nilai

budaya tresebut.

Studi sosial di Pulau Lombok tentang

Tuan Guru menunjukkan bahwa Tuan

Guru sebagi pemimpin islam memegang

peranan penting dalam menentukan dn

mencegah pudarnya jati diri dan kultural

agama yang dianut dan dipegang oleh

masyrakat. Atmosfir budaya maupun

pengetahuan dianggap tidak sejalan

dengan nila-nilai islam yang dapat

menerbitkan rasa tidak aman serta

mengancam jati diri masyrakat sebagai

muslim yang taat, menjadi alasan

masyarakat memelihara hubungan dengan

Tuan Guru (Budiwanti, 2000).

Tuan memiliki makna dasar, orang

yang dianggap mulia, lebih tinggi dan

patut dihormati. Sebutan “tuan” dalam

masyrakat sasak juga merujuk pada orang

yang telah melaksanakan ibadah haji.

Sedangkan “guru” adalah sebutan bagi

orang yang telah mengajarkan ilmu dan

pengetahuan. Dua kata ini menyiratkan

hubungan hierarkial dan dikotomis antara

tuan guru dan umat (masyarakat)

(Budiwanti, 2000).

Tuan Guru adalah assigned status

dimana predikat ini oleh masyarakat

Lombok diberikan kepada mereka yang

menguasai dan mengajarkan ilmu dan tata

nilai agama. Merujuk pada kata “Tuan”

dan “Guru” adalah sebutan kelas sosial

yang berdas pada lapis tertinggi dalam

struktur masyrakatnya. Hal ini

Page 8: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

61

menunjukkan terjadinya pelapisan sosial

yang bertumpuk dalam matra stigmatik

yang diciptakan oleh sistem sosial

(Bartholomew, 1999).

Karisma kepemimpinan tuan guru

berpusat pada diri individu yang

dikembangkan bersama dan diakui oleh

masyarakat memiliki kekuatan yang dapat

mempengaruhi pandangan, pola pikir,

prilaku masyarakat. Kepemimpinan

karismatik tuan guru merupakan

kepemimpinan yang diterapkan dalam

membangun masyarakat yang mengalami

perkembangan ke arah bidang atau

program tertentu sesuai dengan

perubahan kondisi dan lingkungan

masyarakat.

Status tuan guru dalam masyarakat

pada dasarnya terbentuk melalui suatu

hierarki status, karena status tuan guru

akan berarti dalam masyarakat apabila

ditinjau dari status yang lebih tinggi atau

lebih rendah. Status tuan guru pada

masyarakat terbentuk karena masyarakat

terdiri dari banyak kelompok di dalamnya,

dan setiap kelompok mempunyai status

dan peran yang dibawanya.

Peranan penting tuan guru juga

trekait dengan kedudukan mereka sebagai

elit terdidik yang mentransfer

pengetahuan agama ke tengah

masyarakat. Mereka akan memberikan

penjelasan dan mengklarifikasi berbagai

permaslahan yang ada di tengah

masyarakat, karena umumnya masyarakat

sasak menyadari keterbatasan

penegetahuan mereka dalam mengakses

doktrin agama secara luas (Bartholomew,

1999).

Posisi ini merupakan nilai tawar tuan

guru terhadap masyarakatnya sehingga

segala bentuk pendapatnya menjadi

pegangan masyarakat dalam memahami

perubahan, terutama perubahan dalam

cara “memperlakukan” doktrin agam

secara literal (rigid) maupun liberal

(Budiwanti, 2000). Walau tidak tertutup

kemungkinan adanya beberapa kelompok

kecil di tengah masyarakat Lombok yang

mampu mengakses informasi yang lebih

luas dan mampu mempertimbangkan

perlakuan keliteran maupun keliberalan

sebuah doktrin dengan bijaksana, namun

karena mayoritas masyarakat Lombok

cendrung memandang dan mengagungkan

ketokohan, maka setiap dari mereka dapat

diidentifikasi mengikuti setiap pilihan dan

langkah yang diambil oleh Tuan Guru,

karena walau bagaimanapun legitimasinya

adalah lokomotif dari gerak mereka

(Budiwanti, 2000).

Para tuan guru melalui hubungan

patron-klien, menikmati cukup banyak

“privilege sosial”. Secara umum itu

termiliki lantaran kapasitas intelektual

keagamaan atau latar belakang sosial

ekonomi politik mereka (Tahir, 2008).

Sistem sosial masyrakat Lombok dewasa

ini telah banyak mengalami pergeseran

dan perubahan diferensiasi fungsional.

Peran-peran mediasi sosial tuan guru

selama ini mulai banyak diwakili (diambil

Page 9: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

62

alih) oleh beragam mediasi institusional

yang marak bermunculan seiring

dinamika cepat dunia modern. Namun,

tetap saja dalam derajat tertentu para

tuan guru masih memiliki privilege sosial.

Sebab bagaimanapun, hingga saat ini

secara de vacto masyarakat Sasak masih

menaruh kepercayaan besar pada mereka.

Dengan “hak-hak istimewa” selaku elite

agama itu, mereka bahkan masih dapat

mengambil peran sebagai “pressure

group” dan “rulling class” pada level

tertentu dalam keseluruhan struktur

sosial masyarakat. Dapat dibayangkan

betapa eksistensi Tuan Guru di tengah

dinamika sosial masyarakat Lombok.

Setap pilihan dan langkah yang

diambil Tuan Guru umumnya diikuti

tanpa reserve oleh masyarakat Lombok,

apalagi mempertimbangkan lebih jauh

dimensi di luar keyakinan dan ketaan

mereka. Hal ini kemungkinan beranjak

dari hadis populer “ulama sebagai pewaris

Nabi” yang melahirkan keyakinan bahwa

sifat-sifat Nabi melekat dalam diri Tuan

Guru. Namun tidak menutup

kemungkinan juga sebagai sebagian

masyarakat yang lain dimensi ketaatan ini

lahir dari pemahaman lingkungan

sosialnya.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Metode penelitian kualitatif

menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis atau lisan tentang sifat suatu

individu, keadaan, gejala dari kelompok

tertentu yang dapat diamati (Moleong,

2008). Metode deskriptif sendiri dapat

diartikan sebagai prosedur pemecahan

masalah dengan menggambarkan atau

melukiskan keadaan subjek atau objek

penelitian (seseorang, lembaga,

masyarakat, dan sebagainya) pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang

tampak atau sebagaimana adanya (Hadari

Nawawi dalam Siswantoro, 2005).Dalam

hal ini, peneliti akan mendeskripsikan

secara kualitatif tentang permasalahan-

permasalahan yang diangkat dalam

penelitian ini berupa analisis novel “Tuan

Guru” karya Salman Faris menggunakan

pendekatan sosiologi sastra dan nilai-nilai

pendidikan dalam novel tersebut.

Tujuan penelitian yang bersifat

kualitatif adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran, atau lukisan secara

sistematis, actual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antar fenomena yang diselidiki (Nasir,

1992).

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif kualitatif dengan metode

content analysis atau analisis isi. Metode

ini digunakan untuk menelaah isi dari

suatu dokumen. Dokumen dalam

penelitian ini adalah novel “Tuan Guru”

karya Salman Faris. Adapun hal-hal yang

akan dideskripsikan dalam penelitian ini

adalah mengenai sosial budaya yang

digambarkan pengarang, pandangan dunia

Page 10: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

63

pengarang, serta nilai-nilai pendidikan

yang terkandung dalam novel tersebut.

Teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis

dokumen yang dimulai dari tahap

pembacaan, pencatatan dokumen, hingga

analisis dokumen.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pandangan Dunia Pengarang terhadap

Eksistensi Tuan Guru dalam Novel

Tuan Guru

Pandangan Salman Faris mengenai

eksistensi tuan guru dalam masyarakat

Lombok yang dituangkan dalam novel

Tuan Guru menyingkap bahwa

sesungguhnya tuan guru merupakan

manusia biasa yang tidak berbeda dengan

masyarakat umumnya. Perbedaan terletak

pada ilmu agama dan secara aplikatif tuan

guru belum tentu bisa mengamalkan

ilmunya secara total. Ia juga tidak luput

dari kesalahan atau lebih halusnya

kekhilafan seperti masyarakat lainnya.

Tuan guru tidak boleh dikeramatkan

apalagi disamakan derajatnya dengan nabi

yang merupakan manusia pilihan Allah

yang mulia.

Peranan penting tuan guru juga

terkait dengan kedudukan mereka sebagai

elit terdidik yang mentransfer

pengetahuan agama ke tengah

masyarakat. Mereka akan memberikan

penjelasan dan mengklarifikasi berbagai

permaslahan yang ada di tengah

masyarakat, karena umumnya masyarakat

sasak menyadari keterbatasan

penegetahuan mereka dalam mengakses

doktrin agama secara luas (Bartholomew,

1999: 6). Masyarakat Lombok umumnya,

baik yang terdidik maupun tidak terdidik

memandang tuan guru melebihi batas

kodratinya sebagai manusia normal.

Sebagian besar masyarakat Lombok,

khususnya Lombok Timur berdasarkan

kacamata Salman Faris menganggap

bahwa tuan guru merupakan sosok yang

mampu memberikan garansi masuk surga.

Menurut masyarakat Lombok, doa yang

dipanjatkan tuan guru lebih cepat diijabah

oleh Allah dibandingkan manusia lainnya.

Masyarakat tidak memandang ada cela

sedikitpun dari sosok tuan guru.

Tuan guru merupakan kelas sosial

yang berada pada lapis tertinggi dalam

struktur masyrakat. Peranan penting tuan

guru juga terkait dengan kedudukan

mereka sebagai elit terdidik yang

mentransfer pengetahuan agama ke

tengah masyarakat.

2. Latar Belakang Sosial-Budaya dalam

Novel Tuan Guru

a. Adat dan Kepercayaan

Adat dan kepercayaan masyarakat

Lombok yang tertuang dalam novel Tuan

Guru berkaitan dengan adat mencari

jodoh, kepercayaan dalam mencari rejeki,

kepercayaan yang bersifat kerohanian,

kepercayaan dalam dalam prosesi ijab-

kabul, terutama kepercayaan terhadap

sosok tuan guru yang berisi ritual-ritual

khusus.

Page 11: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

64

b. Pekerjaan

Pekerjaan yang tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat Lombok

yang dikisahkan dalam novel Tuan Guru

sebagian besar merupakan pekerjaan-

pekerjaan yang bersifat tradisional

meskipun ada juga yang yang telah elit.

Pekerjaan yang banyak digeluti

masyarakat adalah petani, pedagang, ojek,

kusir, dukun beranak, pejabat, dan guru

ngaji atau imam masjid.

c. Pendidikan

Setting pengkisahan yang diangkat

dalam novel Tuan Guru mempengaruhi

jenis dan jenjang pendidikan yang

dideskripsikan. Masyarakat umumnya,

khususnya jamaah tuan guru

menyekolahkan anaknya pada sekolah-

sekolah yang bernuansa agama karena

menjurus pada satu cita-cita yakni tuan

guru. Pendidikan yang ditempuh adalah

Madrasah Aliyyah, hingga memasuki

pondo pesantren. Tetapi ada juga jenjang

pendidikan tinggi seperti memasuki

perguruan tinggi baik lokal maupun luar

negeri yang dideskripsikan melalui

kehidupan anak tuan guru.

d. Agama

Masyarakat yang diangkat dalam

novel Tuan Guru mayoritas merupakan

pemeluk agama Islam. Hal ini dibuktikan

dari latar yang disekripsikan semua

bernuansa Islam, seperti pondok

pesantren, masjid, madrasah. Serta pelaku

yang ada di dalamnya merupakan jamaah,

tuan guru. Tetapi ada juga masyarakat

minoritas yang memeluk agama selain

Islam yang terrefleksi melalui kehidupan

para keturunan Etnis Cina.

e. Tempat Tinggal

Tempat tinggal yang dijadkan

sebagai latar tempat dalam novel Tuan

Guru digolongkan menjadi dua yakni

berdasarkan geografis atau kewilayahan

dan berdasarkan bangunan. Wilayah

Lombok yang banyak diangkat adalah

Lombok Timur, yakni Kembang Sandat,

Pantai Manange Baris, Pelabuhan

Kayangan, Desa Plambek, serta di luar

Pulau Lombok yakni Sumbawa. Tempat

tinggal berupa bangunan, terdiri atas

rumah tokoh aku, rumah tuan guru,

pondok pesantren, asrama, serta masjid

kampung.

f. Bahasa

Penggunaan bahasa yang digunakan

dalam menceritakan setiap kisah dan

peristiwa dalam novel Tuan Guru selain

bahasa utama bahasa Indonesia, Salman

Faris juga menyelipkan bahasa daerah

yakni bahasa Sasak atau Lombok dan

beberapa kosakata Arab pengaruh latar

pondok pesantren yang diangkat.

g. Suku

Suku yang dideskripsikan dalam

novel Tuan Guru adalah Suku Sasak yang

merupakan suku asli Pulau Lombok dan

suku pendatang atau disebut etnis Cina.

Etnis Cina yang merupakan orang-orang

keturunan yang mendiami Pulau Lombok

sejak kedatangan nenek moyangnya

pertama kali ke Lombok untuk berdagang

Page 12: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

65

dan juga berperan dalam

memperkenalkan ajaran Islam. Selain

kedunya, ada juga etnis Bali yang

merupakan pendatang dan juga beberapa

keturunan orang-orang yang dulu pernah

datang untuk menjajah di Pulau Lombok.

3. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel

Tuan Guru

a. Nilai Pendidikan Sosial

Kelas sosial yang digambarkan

dalam novel Tuan Guru masih

menempatkan tuan guru berserta seluruh

keluarganya di posisi teratas. Tuan guru

dengan karisma dan kebesaran gelarnya

membuat masyarakat sangat

menghormati dan menyayanginya. Nilai

sosial yang digambarkan banyak

menyiratkan tentang kesetiakawanan,

penghormatan seorang istri kepada suami,

kepatuhan seorang anak kepada orang

tua, kehidupan bertetangga yang luhur,

serta menghormati orang yang lebih tua.

Hal negatif yang bisa dijadikan contoh

untuk tidak dilakukan adalah kepala

rumah tangga yang tidak mampu

menjalankan perannya untuk mengayomi,

melindungi, dan menyayangi keluarga;

kasih sayang seorang ibu yang sangat jauh

dari kata layak kepada anak-anaknya.

b. Nilai Pendidikan Moral

Moral merupakan laku perbuatan

manusia dipandang dari nilai-nilai baik

dan buruk, benar dan salah, dan

berdasarkan adat kebiasaan dimana

individu berada (Burhan Nurgiyantoro,

2002). Nilai pendidikan moral yang

disuguhkan dalam novel Tuan Guru

mencakup pendidikan moral dalam

hubungan kemanusiaan, kehidupan

beragama, dan kehidupan dengan alam.

Kebohongan di lingkungan santri

menjamur bukan hanya bohong terhadap

orang lain tetapi juga bohong terhadap

diri sendiri, kejujuran, amanah, budi

pekerti sebagai prisai adalah beberapa

nilai moral yang berkaitan dengan

kemanusiaan. Dalam kaitannya dengan

beragama, santri mendapatkan

pendidikan moral yang kurang baik,

mereka diajarkan untuk mengaji atau

memperdalam ilmu agama hanya untuk

mengejar tahta sosial. Kehidupan yang

baik selain bermanfaat bagi sesama

adalah bermanfaat bagi lingkungan

sekitar.

c. Nilai Pendidikan Budaya

Budaya mengacu pada persoalan-

persoalan yang dipelajari manusia, bukan

hal-hal yang mereka kerjakan serta benda-

benda yang telah dihasilkan (Sutiyono,

2010). Nilai pendidikan budaya khususnya

kebudayaan Lombok yang diungkapkan

dalam novel Tuan Guru yakni tentang

kebudayaan begibung; makan bersama

dalam satu wadah. Hal ini memupuk rasa

persaudaraan serta meniadakan kelas

sosial di antara sesama anggota

masyarakat. Dalam merumuskan aturan-

aturan yang berlaku di perkampungan

yang sifatnya tidak tertulis, kebudayaan

masyarakat Lombok mengajarkan untuk

memberikan mandate kepadsa sesepuh

Page 13: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

66

kampung atau desa yang dianggap punya

pengaruh dan telah mengetahui seluk

beluk kampung sehingga mampu

menyusun aturan yang terbaik bagi

masyarakat. Budaya yang berkaitan

dengan kesenian juga diungkapkan dalam

novel tersebut berupa kesenian jangger,

rudat, dan presean.

d. Nilai Pendidikan Agama

Keyakinan jamaah yang berlebihan

terhadap tuan guru menyiratkan bahwa

hal tersebut berdampak pada kesyirikan

yang harus dijauhi karena keyakinan yang

berlebihan terhadap sosok selain Tuhan

adalah dosa terbesar. Selain itu, dalam

novel Tuan Guru menanamkan nilai

pendidikan agama bahwa membaca al-

Quran dapat membangun karisma dalam

diri seseorang, keutamaan shalat

berjamaah, dan Tuhan tidak akan

memberikan cobaan di luar batas

manusia, serta Tuhan akan selalu bersama

orang-orang yang bersabar.

e. Nilai Pedidikan Ekonomi

Pendidikan ekonomi yang diangkat

dalam novel Tuan Guru adalah bidang

perdagangan. Bisa dikatakan,

peradagangan merupakan faktor

penggerak sektor rill, tidak saja pada

zaman Islam awal, tetapi juga sampai

pada masa-masa sekarang (Jusmaliani,

2008). Kecakapan pedagang keturunan

Cina daripada pedagang pribumi

memberikan nilai khusus dalam bidang

ekonomi khususnya dalam hal jual-beli.

Pedagang keturunan Cina mengajarkan

bahwa dalam berdagang banyak aspek

yang harus diperhatikan baik berkaitan

dengan barang dagangan maupun

pedagangnya sendiri. Seorang pedagang

harus membangun relasi yang baik

dengan banyak pihak sehingga mampu

menyediakan barang yang variatif,

memberikan harga yang tidak terlalu

mahal atau tidak mengeruk keuntungan

yang berlebih apalagi di pasar lokal, serta

seorang pedagang harus mengutamakan

kejujuran.

f. Nilai Pendidikan Politik

Nama besar tuan guru di tengah

masyarakat Lombok dimaanfaatkan oleh

tuan guru untuk mendongkrak sanak

keluarganya yang akan dijadikan penerus

dalam meneruskan tahta ketuanguruan di

tanah Lombok. Selain itu, tuan guru juga

melakukan apa yang disebut ‘pernikahan

politik’, menikahkan anaknya dengan

sesama anak tuan guru untuk

mempertahankan jamaah dan menambah

jamaah, atau menikahkan anaknya dengan

anak pejabat pemerintahan untuk mencuri

suara rakyat dalam pemilihan pejabat

politik. Melalui media foto baik yang yang

dipajang maupaun yang dicetak dalam

kalender pejabat politik menggaet tuan

guru sebagai tokoh untuk menarik

perhatian masyarakat dalam memilih.

g. Nilai Pendidikan Historis

Sejarah Lombok dalam novel Tuan

Guru menyiratkan bahwa Lombok pernah

menjadi lokasi perdagangan dunia.

Deramaga Tanjung Karang-Ampenan

Page 14: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

67

menjadi pusat berlabuhnya pedagang-

pedagang Eropa, Cina, dan Singapura.

Sejarah kelam juga pernah tergores di

Pulau Lombok, yakni menjadi jajahan raja

Pulau Bali. Selain sejarah-sejarah besar

tersebut, legenda munculnya nyale

terselip sebagai nilai luhur sejarah Pulau

Lombok, tentang pengorbanan Putri

Mandalika demi kedamaian kerajaan dan

masyarakat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan ulasan pada hasil penelitian

dan pembahasan dalam penelitian ini,

dapat disimpulkan beberapa hal berikut.

1. Pandangan dunia pengarang terhadap

eksistensi tuan guru dalam novel Tuan

Guru karya Salman Faris adalah

Masyarakat Lombok umumnya, baik

yang terdidik maupun tidak terdidik

memandang tuan guru melebihi batas

kodratinya sebagai manusia normal.

Tuan guru merupakan kelas sosial yang

berada pada lapis tertinggi dalam

struktur masyrakat.

2. Latar belakang sosial budaya

masyarakat yang terdapat dalam novel

Tuan Guru adalah berkaitan dengan

adat dan kepercayaan, agama, bahasa,

suku, pekerjaan, pendidikan, dan

tempat tinggal.

3. Nilai-nilai pendidikan yang ditemukan

dalam novel Tuan Guru karya Salman

Faris adalah nilai pendidikan sosial,

nilai pendidikan moral, nilai

pendidikan budaya, nilai pendidikan

agama, nilai pendidikan ekonomi, nilai

pendidikan politik, dan nilai

pendidikan historis.

Saran

Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini bisa

dijadikan bahan referensi untuk

melakukan penelitian sejenis lainnya atau

mengkaji lebih mendalam tentang satu

sisi menarik dalam novel yang dikaji ini.

Pembaca bisa memetik nilai-nilai

luhur yang terkadung dalam novel sebagai

bahan pembelajaran bersama. Banyak

nilai-nilai pendidikan dan pelajaran yang

bisa dikaji untuk menambah pemahaman

dan pengetahuan tentang kehidupan

peradaban suatu masyarakat yang

memiliki sisi “unik” dan tidak ditemukan

pada daerah lainnya.

Page 15: KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN: 1693-623X Vol 1, No 1, 2013 (hal 54-68) http://jurnal.pasca.uns.ac.id

68

DAFTAR PUSTAKA

Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang Press. Bartholomew, John. R. 1999. Alif Lam Mim: Kearifan Masyarakat Sasak. Yogyakarta:

Tiara Wacana. Budiwanti, Erni. 2000. Islam sasak Wetu Telu versus Wetu lima. Yogyakarta: LKIS. Buehler, Michael. 2009. “Islam and democracy in Indonesia”. Journal Insight Turkey. Vol.

11. No. 4, pp. 51-56. Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress. Hadi, Soedomo. 2003. Pendidikan Suatu Pengantar. Surakarta: UNS Press. Jabrohim. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Jusmaliani. 2008. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara. Lorens, Bagus. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Moleong, Lexy. 2008. Metodologi Penenlitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Nasir, M.. 1992. Metodologi Penenlitian. Jakarta: Usaha Nasional. Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yoyakarta: Gajah Mada University

Press. Sangidu. 2004. Penenlitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat.

Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat. Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: FBSS IKIP Padang. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta:

Muhammadiyah University Press. Soekanto, Soedjono. 1996. Perkembangan Sosiologi. Yogyakarta: Tiara Wacana. Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Terjemahan oleh Sugihastutik dan Rossi Abi AlIrsyad.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sumardjo, Jacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung. Sutiyono. 2010. Benturan Budaya Islam: Puritan dan Sinkretis. Jakarta: Kompas. Tahir, Masnun. 2008. “Tuan Guru dan Dinamika Hukum Islam di Pulau Lombok”. Jurnal

Asy-Syir’ah, Vol. 42, No. 1 (2008). Uhbaiti, Nur dan Abu Ahmadi. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta .