perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kajian …/kajian... · perpustakaan.uns.ac.id...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM
NOVEL TUAN GURU KARYA SALMAN FARIS
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Prasyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh
Syahrizal Akbar S841108032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTO
Matahari dan bulan muncul pada waktunya masing-masing
Waktu yang tepat tak menunggu siapa pun.
Waktu yang tepat sulit diperoleh, namun mudah dilewatkan.
Itulah sebabnya orang bijak menghargai waktu yang sedikit daripada sepotong permata.
(Liu An dalam Huainanzi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku; Abubakar, S.Pd. dan Rohana, S.Pd. yang selalu
mencurahkan kasih sayang , doa, dan bantuan materil serta nonmateril.
2. Kakanda Heri Setiawan Putra, S.Pd. dan adikku Ikrimatul Ismi yang selalu
memanjatkan doa dan memberikan dukungan.
3. Seluruh keluarga besar H. Karim Khalik dan H. Zakaria Maman, Paman,
Bibi, serta sepupu-sepupuku yang memberikan motivasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya. Atas ridha dan karunia-Nya tesis ini dapat saya
selesaikan. Dalam penyelesaian tesis ini, saya memperoleh bantuan dari berbagai
pihak. Karena itu, pada kesempatan ini dengan tulus saya menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak berikut ini.
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret, yang
telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan Program Pascasarjana di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk melanjutkan studi pada Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret.
3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan arahan dan petunjuk hingga selesainya tesis ini.
4. Prof. Dr. Andayani, M.Pd. sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia sekaligus selaku pembimbing II yang berkenan meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan arahan dengan penuh kesabaran,
ketekunan, dan ketelitiannya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
5. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd. selaku pembimbing I yang telah berkenan
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
penuh kesabaran, ketekunan, dan ketelitiannya, sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
6. Bapak dan Ibu Dosen Pragram Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia
yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmunya kepada peneliti sehingga
dapat menjadi bekal untuk penyusunan tesis.
7. Orang tua, kakak, dan adik yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungan materil maupun non materil kepada peneliti.
8. Khusus kepada Trisnawati Hutagalung, M. Pd. yang selalu memotivasi dan
membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
9. Rekan terdahulu yang memberikan arahan dan motivasi kepada peneliti; Pak
Dokter Budi, Kurnia Taufik, Bli Made Sutaryawan, Gede Prapta Cahya, Bayu
‘Bondol’, dan Ade Asih Susiaritantri.
10. Rekan serantau; Pak Dewa, Kamajaya ‘Kabhet’, Eka ‘Sukrok’, Yudi
‘Bracuk’, Yadi, Fili, Fahmi, Kak Rima, Agnes, Yuvita Eri, Luh Eka, Nia,
adinda Hespy ‘Pepy’, serta Khalid-Rafi yang memberikan doa serta motivasi
dalam penyelesaian tesis ini.
11. Bunda Netty Yuniarti, Bunda Fitriani, Bunda Rini Agustina, Bunda Herlina,
Joko Purwanto, M. Jaelani Alpansori, Apri Kartika, Dian Ratna, Miranti
Sudarmaji, Nur Irfansyah, Anang Sudigdo merupakan teman seperjuangan
dalam menuntut ilmu dan saling memotivasi.
12. Seluruh staf administrasi pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret yang telah memberikan fasilitas untuk kelancaran studi penulis.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan, dan kiranya Tesis ini
memberikan manfaat dan kontribusi yang berarti dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
Surakarta, Desember 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................
PENGESAHAN PEMBIMBING ……………………………...................
PENGESAHAN PENGUJI……………………………………..................
SURAT PERNYATAAN ………………………………………………….
MOTO............................................................................................................
PERSEMBAHAN..........................................................................................
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
ABSTRAK …………………………………………………………………
ABSTRACT…………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………
A. Latar Belakang ……………………………………………………...
B. Rumusan Masalah …………………………………………………..
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………...
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………….
BAB II LANDASAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN
KERANGKA BERFIKIR ………………………………………………...
A. Landasan Teori ……………………………………………………...
1. Hakikat Kajian Sosisologi Sastra ……………..…………...........
a. Pengertian Sosiologi Sastra …………………………………
b. Perspektif Sosiologi Sastra …………………………………
c. Sasaran Penelitian Sosiologi Sastra ………………………...
2. Hakikat Novel ………………………………..…………………
a. Pengertian Sastra …………………………………………..
b. Pengertian Novel ……………………………………………
3. Hakikat Nilai Pendidikan dalam Novel ………………………...
a. Pengertian Nilai Pendidikan dalam Novel ………………….
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
x
xiii
xiv
1
1
4
5
5
7
7
7
7
11
12
16
16
19
22
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
b. Jenis-jenis Nilai Pendidikan dalam Novel ………………….
4. Sastra dalam Konteks Sosiobudaya …………………………….
5. Pandangan Masyarakat Lombok terhadap Eksistensi
Tuan Guru ………………………………………………………
B. Penelitian yang Relevan ………………………………………….....
C. Kerangka Berpikir …………………………………………………..
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………….
A. Setting Penelitian …………………………………………………...
B. Rancangan Penelitian ……………………………………………....
C. Metode Penelitian …………………………………………………..
D. Bentuk dan Strategi Penelitian ……………………………………..
E. Data dan Sumber Data ……………………………………………...
F. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………….
G. Validitas Data ……………………………………………………….
H. Teknik Analisis Data ………………………………………………..
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………...
4.1 Hasil Penelitian ………………………………………………………..
1. Pandangan Dunia Pengarang terhadap Eksistensi Tuan Guru dalam
Novel Tuan Guru ………………………………………………………..
2. Latar Belakang Sosial-Budaya Masyarakat dalam Novel Tuan Guru……
a. Adat dan Kepercayaan ……………………………………………..
b. Pekerjaan ……………………………………………………………
c. Pendidikan …………………………………………………………..
d. Agama ……………………………………………………………...
e. Tempat Tinggal …………………………………………………….
f. Bahasa ………………………………………………………………
g. Suku ………………………………………………………………...
3. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Tuan Guru ………………………..
a. Nilai Pendidikan Sosial …………………………………………….
b. Nilai Pendidikan Moral ……………………………………………..
c. Nilai Pendidikan Budaya …………………………………………...
24
29
31
35
36
39
39
40
41
41
42
42
43
43
45
45
45
51
51
56
58
60
61
65
66
67
67
72
76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
d. Nilai Pendidikan Agama ……………………………………………
e. Nilai Pendidikan Ekonomi ………………………………………….
f. Nilai Pendidikan Politik …………………………………………….
g. Nilai Pendidikan Historis …………………………………………..
4.2 Pembahasan ……………………………………………………………
1. Pandangan Dunia Pengarang terhadap Eksistensi Tuan Guru dalam
Novel Tuan Guru ………………………………………………………..
2. Latar Belakang Sosial-Budaya Masyarakat dalam Novel Tuan Guru …...
3. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Tuan Guru ………………………..
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan ……………………………………………………………
B. Implikasi ……………………………………………………………
C. Saran ………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
LAMPIRAN
79
82
84
86
90
90
93
102
119
126
128
130
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
SYAHRIZAL AKBAR. NIM: S841108032. 2012. Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan dalam Novel “Tuan Guru” Karya Salman Faris. TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd. II: Prof. Dr. Andayani, M.Pd. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan dunia pengarang mengenai eksistensi Tuan Guru, latar belakang sosial budaya masyarakat, dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Tuan Guru karya Salman Faris.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode content analysis atau analisis isi. Metode ini digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen. Dokumen dalam penelitian ini adalah novel Tuan Guru karya Salman Faris. Tahapan analisis dokumen dimulai dari tahap pembacaan, pencatatan dokumen, hingga analisis dokumen. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teori. Teknik analisis data yang digunakan meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur berdasarkan kacamata Salman Faris menganggap bahwa tuan guru merupakan sosok yang mampu memberikan garansi masuk surga, doa yang dipanjatkan tuan guru lebih cepat diijabah oleh Allah dibandingkan manusia lainnya dan masyarakat tidak memandang ada cela sedikit pun dari sosok tuan guru. Latar belakang sosial budaya masyarakat mencakup adat dan kepercayaan, pekerjaan, pendidikan, agama, tempat tinggal, bahasa, dan suku. Adapun nilai-nilai pendidikan yang terkandung adalah pendidikan sosial, moral, budaya, agama, ekonomi, politik, dan historis. Kata Kunci: novel, content analysis, sosiologi sastra, dan nilai pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
SYAHRIZAL AKBAR. NIM: S841108032. 2012. Sociological Literature and Educational Value Investigation in Novel Entitled “Tuan Guru” by Salman Faris. THESIS. Advisor I: Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd. II: Prof. Dr. Andayani, M.Pd. Indonesian Education Study Program, Postgraduate Program, Sebelas Maret University.
ABSTRACT
This research aims are describe and explain the writer’s point of view by the existence of Tuan Guru, society’s socio-cultural background, and educational values involved in the novel entitled Tuan Guru by Salman Faris.
This research method is descriptive qualitative research by using content analysis. This method is used to research the content of a document. The document of this research is novel entitled Tuan Guru written by Salman Faris. The document analyzing phases are started from reading phase, document recording, up to document analysis. Data validity that is used in this research is theoretical triangulation. Analysing data technique which is used involves data colection, data reduction, data presentation, and conclusion.
The result of this research points out that the majority of Lombok society, especially Eastern Lombok in Salman Faris’ point of view, considers that Tuan Guru is a figure that could give a guarantee to reach the Heaven, the prayer which is uttered by Tuan Guru would be granted by God quicker than any other people, and the society does not see any single flaw from the figure of Tuan Guru. The socio-cultural background of the society includes custom and belief, occupation, religious educational, place of living, language, and ethnicity. In addition, the included educational values are social, moral, cultural, religious, economic, politic, and historical education.
Keywords: novel, content analysis, sociological literature, and educational value
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan sebuah replika realitas kehidupan yang
ditampilkan pengarang dengan bantuan daya imajinasinya. Karya sastra dianggap
sebagai cermin kehidupan yang mengalir di tengah-tengah masyarakat. Hal ini
mengingat bahwa sebuah karya sastra tidak akan pernah lahir dari kekosongan
sosial budaya yang terjadi dalam siklus kehidupan suatu masyarakat.
Fenomena-fenomena yang diangkat oleh seorang sastrawan dalam karya
sastra meliputi hampir segala aspek kehidupan yang dialami oleh masyarakat. Hal
tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Waluyo (2002: 51) yang
menyatakan bahwa latar belakang yang ditampilkan meliputi: tata cara kehidupan,
adat-istiadat, kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama, dalam cara berpikir, cara
memandang sesuatu, dan sebagainya.
Ramuan antara realitas kehidupan yang terjadi di tengah masyarakat
dengan daya imajinasi pengarang menghasilkan sebuah rentetan kisah kehidupan
yang terlihat nyata walaupun unsur fiktif yang dibubuhkan oleh pengarang
terkadang seimbang bahkan lebih dari kenyataan yang dilukiskan. Namun,
pemilihan unsur fiktif yang memang masuk akal membuat sebuah karya sastra
memiliki nilai tinggi baik sebagai teladan maupun refleksi kehidupan.
Dengan membaca sebuah karya sastra, pembaca akan mendapat gambaran
tentang keadaan sebuah tempat yang dilukiskan dalam karya sastra, baik tentang
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
masyarakatnya maupun kondisi tempat yang dilukiskan dalam sebuah karya
sastra.
Novel sebagai salah satu jenis karya satra menampilkan sebuah dunia yang
mengemas model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun
melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan
penokohan), latar, sudut pandang, dan sebagainya yang kesemuanya juga bersifat
imajinatif (Nurgiyantoro, 2007: 4). Novel belakangan ini banyak diminati karena
mengangkat tema-tema yang dekat dengan pembaca, juga tak luput dari unsur
ekstrinsik di samping unsur intrinsik yang memang saling bersinergi untuk
menciptakan kesatuan cerita yang padu.
Penentuan novel Tuan Guru karya Salman Faris sebagai objek yang dikaji
dalam penelitian ini karena novel tersebut menguak tentang kehidupan religius
dan sosial budaya masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur. Salman Faris
berani mengupas sisi kehidupan seorang Tuan Guru bukan hanya sisi positif tetapi
juga sisi negatifnya. Tuan Guru yang selama ini merupakan anutan semua
masyarakat Lombok dalam berperilaku dan merupakan hal yang tabu bagi seluruh
masyarakat membicarakan “kekurangannya”, berani dikupas oleh Salman Faris.
Dalam novel Tuan Guru, Salman Faris mengemukakan beberapa watak
tokoh Tuan Guru yang sebenarnya selama ini ada di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Sosok Tuan Guru tidak hanya memberikan contoh prilaku yang bijak
meski dalam ceramah-ceramah yang dilakoninya menyerukan tentang kebaikan.
Tetapi sosok pencerah yang selama ini dipanggil Tuan Guru oleh masyarakat
Lombok memang ada yang selaras antara apa yang diucapkan dengan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dilakukan. Kehidupan sosial budaya masyarakat Lombok, khususnya di daerah
peneliti di Lombok Timur, masyarakat masih memegang teguh bahwa sosok yang
sudah memiliki gelar Tuan Guru merupakan sosok terbaik, pencerah yang
mewakili Nabi, hingga bisa diibaratkan bahwa tidak ada cela bagi mereka.
Novel Tuan Guru karya Salman Faris yang dominan mengangkat sisi
kehidupan sosial budaya masyarakat Lombok dianalisis dengan menggunakan
pendekatan sosiologi sastra yang memang selaras dan tepat untuk mengupas
tuntas isi novel tersebut. Ada tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra,
yaitu: (1) penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang
di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2)
penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, dan
(3) penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan
keadaan sosial budaya (Laurenson dan Swingewood dalam Endraswara, 2008:
79).
Dalam analisisnya, ketiga hal tersebut bisa diulas secara terpisah tetapi
bisa juga secara bersamaan dalam suatu penelitian sosiologi sastra. Hal ini
tergantung kemampuan peneliti untuk menggunakan salah satu perspektif atau
ketiga-tiganya sekaligus (Endraswara, 2008: 79). Semakin lengkap pemakaian
perspektif yang digunakan, semakin lengkap pula pemahaman karya sastranya.
Semuanya itu tergantung pada sasaran atau tujuan penelitian yang ingin dicapai.
Segala sesuatu yang dilukiskan oleh sastrawan dalam sebuah novel
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dikesampingkan dalam melakukan
sebuah analisis. Sosiologi sastra tidak bisa mengenyampingkan peran ilmu lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dalam analisisnya meskipun fokus kajian berbeda-beda, misalnya dalam
menganalisis sosial budaya masyarakat, pasti diperlukan ilmu-ilmu sosial ataupun
ilmu-ilmu budaya. Seperti yang dikemukakan oleh Goldman (1997: 493):
“the sociologist of literature must—like any other sociologist—verify this
fact and not admit straightaway that such and such a work or such and
such a group of works which he is studying constitutes a unitary
structure”.
Terkait dengan pandangan tersebut, dalam penelitian ini mengkaji tentang
pandangan dunia pengarang, sosial budaya yang dilukiskan pengarang dalam
novel, serta nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Tuan Guru karya
Salman Faris. Pengambilain nilai pendidikan sebagai salah satu masalah yang
dikaji dalam penelitian ini karena setiap karya pasti mengandung nilai-nilai
kehidupan yang mendidik pembaca. Kajian terhadap nilai pendidikan tersebut
akan menjadi nilai tambah penting bagi pembaca.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pandangan dunia pengarang mengenai eksistensi Tuan Guru
dalam novel Tuan Guru karya Salman Faris?
2. Bagaimanakan latar belakang sosial budaya masyarakat yang terkandung
dalam novel Tuan Guru karya Salman Faris?
3. Nilai-nilai pendidikan apa sajakah yang terkandung dalam novel Tuan Guru
karya Salman Faris?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penenlitian ini adalahsebagai berikut.
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan dunia pengarang mengenai
eksistensi Tuan Guru dalam novel Tuan Guru karya Salman Faris.
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan latar belakang sosial budaya masyarakat
yang terkandung dalam novel Tuan Guru karya Salman Faris.
3. Mendeskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan yang terkandung
dalam novel Tuan Guru karya Salman Faris.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang terdapat dalam penelitian ini terbagi menjadi dua aspek
pokok, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis penelitian ini adalah memberikan sumbangan teori bagi
pengembangan khazanah keilmuan khususnya dalam ilmu bahasa dan sastra
Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber ajar dalam mengajar materi
sastra khususnya berkaitan dengan novel.
b. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini menjadi bahan belajar yang dapat digunakan siswa
dalam memahami nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam sebuah
karya sastra khususnya novel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
c. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pelajaran dalam memahami aspek-
aspek kehidupan yang terdapat dalam sebuah karya sastra untuk
diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN,
DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Landasan Teori
1. Hakikat Kajian Sosiologi Sastra
a. Pengertian Sosiologi Sastra
Kata “kajian” dapat berarti (1) pelajaran, (2) penyelidikan. Mengacu dari
pengertian tersebut, kata kajian mempunyai makna meluas, yaitu proses: cara,
perbuatan mengkaji, penyelidikan (pelajaran yang mendalam) dan penelaahan.
Kemudian dalam arti pelajaran yang mendalam (penyelidikan) , kata kajian bisa
memiliki kaitan makana dengan kata penenlitian, dalam arti kegiatan
pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara
sistematis dan objektif untuk memcahkan suatu persoalan atau menguji suatu teori
untuk mengembangkan prinsip umum. Kata kajian bersinonim dengan kata telaah.
Kata telaah berarti penyelidikan, kajian, pemeriksaan, penelitian. Penelaahan
berarti proses, cara, perbuatan menelaah.
Dalam menganalisis sebuah karya sastra (novel) Kenny memberikan
perincian yang lengkap. Kenny (1966: 6-7) mengatakan bahwa:
“To analyze a literary work is to identify the sparate parts that’s makes it
up (this correspondsrougly to the notion of tearing it to pieces), to
determine the relationships among the parts, and to discover the relation
of the parts, to the whole. The end of the analysis is always the
understanding of the literary work as a unified and complex whole.”
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Menganalisis sebuah karya sastra adalah mengidentifikasi bagian-bagian,
menentukan hubungan antara bagian-bagian, dan menemukan hubungan bagian-
bagian untuk keseluruhan. Terakhir, analisis selalu bermuara pada pemahaman
tentang karya sastra sebagai suatu kesatuan yang utuh dan kompleks.
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif.
Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai
cermin kehidupan masyarakat. Arenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra
adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial (Endarswara, 2008: 77).
Sosiologi dan sastra memiliki objek kajian yang sama, yakni hubungan sosial
kemasyarakatan. Sastra berkembang di masyarakat sepanjang zaman dan sosiologi
merupakan ilmu yang menelaah kehidupan sosial dalam segala bentuknya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pospelov (1967: 534):
What is the relationship between literature and sociology? Literature is an
art that develops in human society throughout the ages quite independently
of sociology, whereas sociology is a science whose purpose is to discover
the objective laws of social life in all its manifestations including creative
art.
Menurut Jabrohim (2003: 158), pendekatan terhadap sastra yang
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut
sosiologi sastra. Istilah ini pada dasarnya tidak berbeda pengertian dengan
sosiosastra, pendekatan sosiologis, atau pendekatan sosio-kultural terhadap sastra.
Kajian sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan,
masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoretis tertentu, tetapi
semua pendekatan itu menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial, yang dciptakan oleh sastrawan
sebagai anggota masyarakat (Sapardi Djoko Damono dalam Jabrohim, 2003: 158-
159).
Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah untuk mendapatkan gambaran
yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara
sastrawan, karya sastra, dan masyarakat (Jabrohim, 2003: 159).
Endraswara (2008: 78) menyatakan bahwa hal penting dalam sosiologi
sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai
mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah
ilusi atau khayalan dari kenyataan.
Pendapat yang lebih rinci disampaikan oleh Junus (dalam Sangidu, 2004:
27) mengungkapkan bahwa dalam penelitian sosiologi sastra terdapat dua corak,
yaitu (1) pendekatan sociology of literature (sosiologi sastra) yang bergerak dan
melihat faktor sosial yang menghasilkan karya sastra pada suatu masa tertentu.
Jadi, pendekatan ini melihat faktor sosial sebagai mayornya dan sastra sebagai
minornya; (2) pendekatan literary sociology (sosiologi sastra) yang bergerak dari
faktor-faktor sosial yang terdapat di dalam karya sastra dan selanjutnya digunakan
untuk memahami fenomena sosial yang ada di luar teks sastra. Jadi, pendekatan
ini melihat dunia sastra atau karya sastra sebagai mayornya dan fenomena sosial
sebagai minornya.
Kedua corak tersebut sama-sama menelaah permasalahan yang sama,
yakni hubungan antara karya sastra dan realitas sosial yang diangkat dalam karya
sastra tersebut. Perbedaannya terdapat pada awal penelitian, corak pertama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dimulai dari menelaah realitas sosial yang dihubungkan dengan karya sastra,
sedangkan corak kedua memulai penenlitian dengan menelaah karya sastra yang
dihubungkan dengan realitas sosial.
Untuk melukiskan hubungan antara faktor-faktor sosial yang terkandung di
dalam teks sastra (realita literer) dengan faktor-faktor sosial yang ada di dalam
masyarakat (realita empiris), diperlukan metode dialektik (hubungan timbal balik)
antara karya sastra dengan realitas sosial (Sangidu, 2004: 28).
Lebih lanjut, Sangidu (2004: 28-29) menjelaskan bahwa teknik yang
diperlukan untuk menjalankan metode dialektik (hubungan timbal balik) antara
faktor-faktor sosial yang terkandung dalam karya sastra dengan faktor-faktor
sosial yang terkandung dalam karya sastra dengan faktor-faktor sosial yang ada
dalam masyarakat, yaitu (1) analisis faktor-faktor sosial yang terkandung dalam
karya sastra yang akan atau sedang diteliti, (2) analisis faktor-faktor sosial yang
ada dalam masyarakat atau literatur-literatur yang menjelaskan kondisi
masyarakat tempat karya yang akan atau sedang diteliti itu lahir, dan (3) kedua hal
tersebut dihubungkan untuk melihat ada kesesuaian antara faktor-faktor sosial
yang terdapat dalam karya sastra dengan faktor-faktor sosial yang ada dalam
masyarakat. Artinya, peneliti menguraikan latar belakang sosial budaya tempat
pengarang tinggal dan hidup dalam lingkungan sosialnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra
merupakan pendekatan yang menelaah tentang hubungan antara realitas sosial
yang ada dalam masyarakat dengan realitas literer yang ada dalam teks sastra
tanpa mengenyampingkan cermin situasi penulisnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
b. Perspektif Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia.
Sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa
depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. Dari pendapat ini, tampak
bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra.
Goldmann (dalam Endraswara, 2008: 79) mengemukakan tiga ciri dasar,
yaitu: (1) kecenderungan manusia untuk mengadaptasikan dirinya terhadap
lingkungan, dengan demikian ia dapat berwatak rasional dan signifikan di dalam
korelasinya dengan lingkungan, (2) kecenderungan pada koherensi dalam proses
penstrukturan yang global, dan (3) dengan sendirinya ia mempunyai sifat dinamik
serta kecenderungan untuk merubah struktur walaupun manusia menjadi bagian
struktur tersebut.
Menurut Laurenson dan Swingewood (dalam Endraswara, 2008: 79),
terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu: (1) penelitian
yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya
merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2) penelitian
yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, dan (3)
penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan
keadaan sosial budaya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkam bahwa ada tiga perspektif
sosiologi sastra, yakni penelitian yang memandang karya sastra sebagai cermin
suatu masa tertentu, cermin kehidupan situasi sosial pengarang, dan sastra
mengandung peristiwa sejarah dan sosial budaya suatu masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
c. Sasaran Penelitian Sosiologi Sastra
Untuk sasarannya sendiri, sosiologi sastra dapat diperinci ke dalam
beberapa bidang pokok, antara lain sebagai berikut.
1) Konteks Sosial Sastrawan
Konteks sosial sastrawan ada hubungannya dengan posisi sosial
sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca.
Dalam bidang ini termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat
mempengaruhi sastrawan sebagai individu di samping dapat mempengaruhi
karya sastranya.
Dalam hal ini kaitan antara sastrawan dan masyarakat sangat penting,
sebab seringkali didapati bahwa macam masyarakat yang dituju itu
menentukan bentuk dan isi karya sastra mereka.
Abrams (1971: 198) mengatakan bahwa sastrawan sebagai anggota
masyarakat tidak lepas dari tata masyarakat dan kebudayaannya. Semuanya
itu sangat berpengaruh dalam karya sastranya ataupun tercermin dalam karya
sastranya. Karya sastra itu mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak
terhindarkan dipersiapkan oleh keadaan-keadaan masyarakat dan kekuatan-
kekuatan pada zamannya.
2) Sastra sebagai cermin Masyarakat
Sastra mencerminkn keadaan masyarakatnya. Kata “cermin” dalam hal
ini menimbulkan gambaran yang kabur, dan oleh karenanya sering
disalahtafsirkan dan disalahgunakan. Dalam hubungan ini terutama harus
mendapat perhatian adalah: (1) sastra mungkin tidak dapat dikatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis, (2) sifat “lain dari yang
lain” seorang pengarang atau sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan
penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya, (3) genre sastra sering
merupakan sikap sosial seluruh kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial
seluruh masyarakat, (4) sastra yang berusaha menampilkan keadaan
masyarakat yang secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa dipercaya atau
diterima sebagai cermin masyarakat. Demikian juga sebaliknya, karya sastra
yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat
secara teliti barangkali masih dapat dipercaya sebagai bahan untuk
mengetahui keadaan masyarakat. Pandangan sosial sastrawan harus
dipertimbangkan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin masyarakat
(Jabrohim, 2003: 159-160).
Hubungan sastra dengan masyrakat juga disampaikan oleh Wellek dan
Warren (1956: 94):
Literature is a social institution, using as its medium language, a social
creation. They are conventions and norm which could have arisen only in
society. But, furthermore, literature ‘represent’ ‘life’; and ‘life’ is, in
large measure, a social reality, eventhough the natural world and the
inner or subjective world of individual have also been objects of literary
‘imitation’. The poet himself is a member of society, possessed of a
specific social status; he receives some degree of social recognition and
reward; he addresses an audience, however hypothetical
Sastra adalah lembaga sosial, menggunakan sebagai bahasa pengantar
nya, ciptaan sosial. Mereka adalah konvensi dan norma yang bisa muncul
hanya dalam masyarakat. Tetapi, sastra representasi kehidupan; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kehidupan dalam cakupan yang besar, sebuah realitas sosial, walaupun dunia
alam dan dunia batin atau subjektif individu juga telah benda sastra 'imitasi'.
Penyair sendiri adalah anggota masyarakat, memiliki suatu status sosial
tertentu, ia menerima beberapa derajat pengakuan sosial dan penghargaan, ia
membahas penonton, namun hipotetis.
Menurut Edraswara (2008: 87-88), sosiologi sastra adalah penelitian
tentang: (a) studi ilmiah manusia dan masyarakat secara objektif, (b) studi
lembaga-lembaga sosial lewat sastra dan sebaliknya, (c) studi proses sosial, yaitu
bagaimana masyarakat bekerja, bagaimana masyarakat mungkin, dan bagaimana
mereka melangsungkan hidupnya. Sosiologi sastra juga berhubungan dengan
dunia sosial manusia, adaptasi dengan lingkungan, dan keinginan manusia untuk
mengubahnya. Dalam novel sebagai genre utama dalam masyarakat industrial,
dapat dilihat sebagai usaha untuk menciptakan kembali kehidupan sosial manusia
dalam hubungannya dengan keluarga, politik, dan negara (Swingewood, 1071:
11).
Sasaran kajian sosiologi sastra juga dikemukakan oleh Leenhardt (1967:
517):
“The expression 'sociology of literature' covers two very different types of
research, bearing respectively on literature as a consumer product and
literature as an integral part of karya social reality, or, considered from
another angle, bearing on society as the place of literary consumption and
society as the subject of literary creation.”
Jadi, sosiologi sastra menelaah kapasitas masyarakat sebagai pencipta
karya sastra dan karya sastra sebagai konsumsi masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Aspek-aspek sosiologis yang terpantul dalam sastra tersebut, selanjutnya
dihubungkan dengan beberapa hal, yakni: (a) konsep stabilitas sosial, (b) konsep
kesinambungan masyarakat yang berbeda, (c) bagaimana seorang individu
menerima individu lain dalam kolektifnya, (d) bagaimana proses masyarakat
dapat berubah secara bertingkat, (e) bagaimana perubahan besar masyarakat.
Berbagai aspek tersebut, sesungguhnya masih dapat diperluas lagi menjadi
berbagai refleksi sosial sastra, antara lain: (a) dunia sosial manusia dan seluk
beluknya, (b) penyesuaian diri individu pada dunia lain, (c) bagaimana cita-cita
untuk mengubah dunia sosialnya, (d) hubungan sastra dan politik, (e) konflik-
konflik dan ketegangan dalam masyarakat.
Dalam telaah sosiologi sastra, Goldman (1977: 99) percaya bahwa
pudarnya homologi antara struktur masyarakat dengan struktur karya sastra sebab
keduanya merupakan produk dari aktivitas strukturasi yang sama. Akan tetapi,
hubungan antara struktur masyarakat dengan struktur karya sastra tidak dipahami
sebagai hubungan determinasi yang langsung melainkan dimediasi oleh apa yang
disebutnya sebagai pandangan dunia atau ideologi.
Menurut Endraswara (2008: 93), sebuah penelitian sosiologi sastra yang
lengkap seharusnya terkait dengan latar belakang sosiokultural masyarakat.
Seyogyanya, penelitian kritis sosiologi sastra mampu menggali masa lalu yang
masih relevan dengan masa kini dan mendatang.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sasaran
penelitian sosiologi sastra adalah aspek sosiologis yang terpantul dalam sastra dan
proses sosial yang terjadi dalam masyarakat yang tergambar dalam karya sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2. Hakikat Novel
a. Pengertian Sastra
Secara etimologis, kata sastra berasal dari bahasa Sanskerta; akar kata sas-,
dalam kata kerja turunan berarti ‘mengarahkan, mengajar, member petunjuk atau
instruksi’. Akhiran –tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra
dapat berarti ‘alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi, atau
pengajaran’ (Teeuw, 1984: 23). Definisi tentang sastra yang dikemukakan oleh
Teeuw masih bersifat umum karena menganggap sastra sebagai sebuah buku
petunjuk atau alat yang digunakan dalam sebuah pengajaran.
Pengertian yang lebih khusus disampaikan oleh Atar Semi. Menurutnya,
sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang obyeknya adalah
manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya
(Semi, 1993; 8). Terkait dengan bahasa sebagai sebuah medium sastra diperkuat
kembali oleh Nyoman Kutha Ratna. Medium utama karya sastra adalah bahasa.
Bahasalah yang mengikat keseluruhan aspek kehidupan, disajikan melalui cara-
cara yang khas dan unik, berbeda dengan bentuk-bentuk penyajian yang dilakukan
dalam narasi nonsastra (Ratna, 2005: 16). Lebih lanjut dikemukakan bahwa
bentuk penyajian tersebut dilakukan agar peristiwa yang sesungguhnya dapat
dipahami secara lebih bermakna, lebih intens, dan dengan sendirinya lebih luas
dan mendalam.
Rene Wallek memberikan definisi sastra yang lebih rinci dengan
mengemukakan tiga definisi. Pertama, seni sastra ialah segala sesuatu yang
dicetak; kedua, seni sastra terbatas pada buku-buku yang terkenal dari sudut isi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dan bentuk; dan ketiga seni sastra bersifat imajinatif (dalam Pradopo, 2003: 35).
Berbeda dengan pendapat Rene Wallek, Badudu (1984: 5) mengemukakan bahwa
sastra adalah ciptaan manusia dalam bentuk bahasa lisan ataupun tulis yang dapat
menimbulkan rasa bagus.
Budi Darma (dalam Winarni, 2009: 7) menyatakan sastra adalah hasil
kreatifitas pengarang yang bersumber dari kehidupan manusia secara langsung
atau melalui rekaannya dengan bahasa sebagai medianya. Gazali lebih menyoroti
sastra pada penggunaan bahasa yang indah. Menurut beliau, sastra adalah tulisan
atau bahasa yang indah, yakni hasil ciptaan bahasa yang indah dan perwujudan
getaran jiwa dalam bentuk tulisan (dalam Pradopo, 2002: 32). Terkait penggunaan
bahasa yang indah, Slamet Muljana (dalam Wiyatmi, 2009: 19) menyatakan sastra
sebagai “seni kata”, yaitu penjelmaan ilham dengan kata yang tepat. Tetapi sastra
bukanlah hanya berupa rangkaian kata dan kalimat, melainkan sudah berubah
menjadi wacana, menjadi teks (Ratna, 2005: 15).
Pandangan lain disampaikan oleh Sumardjo yang menitikberatkan pada isi
sastra tersebut. Sumardjo (1992: 3) memberikan batasan sastra adalah ungkapan
pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat,
keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona
dengan alat bahasa. Selain itu, sastra dianggap sebagai karya yang berpusat pada
moral manusia, yang di satu sisi terkait dengan sejarah dan pada sisi lain pada
filsafat (Tutoli, 2000: 3).
Definisi lain tentang sastra bisa dicermati pada ciri-ciri sastra yang
disampaikan oleh Luxemburg (1984: 4-5) yang menyebutkan ciri sastra yaitu: (1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah
imitasi. (2) Sastra bersifat otonom, tidak mengacu pada sesuatu yang lain; sastra
tidak bersifat komunikatif. (3) Karya sastra yang otonom itu mempunyai
koherensi antara bentuk dan isi, saling berhubungan antara bagian dengan
keseluruhan secara erat sehingga saling menerangkan. (4) Sastra menghidangkan
sebuah sintesa antara hal-hal yang saling bertentangan. (5) Sastra mengungkapkan
hal-hal yang tak terungkapkan.
Wujud nyata sebuah sastra adalah berupa karya sastra yang dihasilkan oleh
para sastrawan. Karya sastra adalah sebuah usaha merekam isi jiwa sastrawannya
(Sumardjo, 1991: 5). Lebih rinci, Pradopo (2003: 59) mengemukakan bahwa
karya sastra adalah karya seni, yaitu suatu karya yang menghendaki kreativitas
dan bersifat imajinatif. Dikatakan imajinatif bahwa karya sastra itu terjadi akibat
pengananan dan hasil penganan itu adalah penenmuan-penenmuan baru,
kemudian penemuan baru itu disusun kedalam suatu sistem dengan kekuatan
imajinasi hingga terciptalah dunia baru yang sebelumnya belum ada.
Michael Zerafta dalam Elizabeth (1973: 212) menyatakan bahwa bentuk
dan isi karya sastra sebenarnya memang lebih banyak diambil dari fenomena
sosial dibandingkan dengan seni yang lain, kecuali film. Karenanya, karya sastra
sering kali tampak terikat dengan momen khusus dalam sejarah masyarakat.
Karya sastra yang baik, mampu memberikan efikasi bagi penikmatnya,
memberikan obat yang mujarab bagi pembaca, mengubah tindakan masyarakat,
dan memengaruhi sikap hidup pembacanya (Endraswara, 2011: 22). Dalam buku
yang sama, Endraswara mengutip pendapat Watt yang mengemukakan fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
karya sastra adalah sebagai: (1) pleasing, yaitu kenikmatan hiburan. Karya sastra
dipandang sebagai pengatur irama hidup, hingga menyeimbangkan rasa. (2)
intructing, artinya memberikan ajaran tertentu, yang menggugah semangat hidup.
Karya sastra diharapkan mencerminkan aspek didaktik.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra
merupakan hasil cipta manusia yang berupa ungkapan pengalaman, pemikiran,
perasaan, yang dituangkan baik dalam bentuk tulisan maupun lisan dengan
menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
b. Pengertian Novel
Novel memiliki banyak pengertian yang saling mengisi satu sama lain
menuju satu poros dengan tujuan pemahaman yang sama. Banyak sastrawan yang
memberikan batasan atau definisi novel meski definisi yang mereka berikan
berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda.
1) Novel adalah bentuk sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini
paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya
komunitasnya yang luas pada masyarakat (Jakob Sumardjo dalam Arianto
Sam Di, 2008: 1).
2) Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai
budaya sosial, moral, dan pendidikan (Nurhadi, Dawud, Yuni Pratiwi, dan
Abdul Rani dalam Arianto Sam Di, 2008: 1).
3) Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik yang keduanya saling berhubungan karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra (Rustamaji dan
Agus Priantoro dalam Arianto Sam Di, 2008: 1).
4) Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-
unsur intrinsik (Paulus Tukam dalam Arianto Sam Di, 2008: 1).
Dari sudut pandang seni, Waluyo (2002: 36) menyatakan bahwa novel
adalah lambang kesenian yang baru yang berdasarkan fakta dan pengalaman
pengarangnya. Susunan yang digambarkan novel adalah suatu yang realistis dan
masuk akal. Kehidupan yang dilukiskan bukan hanya kehebatan dan kelebihan
tokoh (untuk tokoh yang dikagumi), tetapi juga cacat dan kekurangannya. Lebih
lanjut, beliau menyatakan bahwa novel bukan hanya alat hiburan, tetapi juga
sebagai bentuk seni yang mempelajari dan melihat segi-segi kehidupan dan nilai
baik-buruk (moral) dalam kehidupan dan mengarahkan kepada pembaca tentang
pekerti yang baik dan budi yang luhur (Waluyo, 2002: 37).
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1994: 9-10) menyatakan bahwa novel
berasal dari bahasa Itali novella (dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah
novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai
“cerita pendek dalam bentuk prosa”. Dewasa ini pengertian novella atau novelle
mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris:
novellette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak
terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Karya sastra yang disebut
novellette adalah karya yang lebih pendek daripada novel tetapi lebih panjang
daripada cerpen, katakanlah pertengahan dari keduanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Pengertian yang lebih rinci disampaikan oleh Jacob Sumardjo (1999: 2)
yang menyatakan bahwa novel dalam kesusastraan merupakan sebuah sistem
bentuk. Dalam sistem ini terdapat unsur-unsur pembentuknya dan fungsi dari
masing-masing unsur. Unsur-unsur ini membentuk sebuah struktur cerita besar
yang diungkapkan lewat materi bahasa tadi.
Sebuah karya sastra (novel) merupakan sebuah struktur organisme yang
kompleks, unik, dan mengungkapkan sesuatu (lebih bersifat) secara tidak
langsung. Sesuatu yang tidak langsung itulah yang menyebabkan sulitnya
pembaca untuk menafsirkan. Untuk itu, diperlukan penjelasan, yaitu dengan
mengadakan penelaahan atau penelitian terhadap karya sastra tersebut
(Nurgiyantoro, 1994: 31-32) .
Stanton (2007: 91) mengemukakan bahwa fisik novel yang panjang akan
mengurangi kepekaan pembaca terhadap bagian-bagian dari alur cerita.
Keteledoran ini akan menjadi penghalang ketika pembaca berusaha memahami
struktur perluasan tersebut, perlu melangkah mundur waktu demi waktu. Harus
sadar bahwa setiap bab dalam novel mengandung berbagai episode.
Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa pada dasarnya kebanyakan orang
mengira bahwa cara termudah untuk memahami dunia novel adalah dengan
bertanya kepada pengarangnya (Stanton, 2007: 100). Kenyataannya, pandangan
ini malah gagal ketika dipraktikkan. Sebagian besar pengarang akan menolak
ketika diminta menjelaskan karya mereka secara mendalam, atau mungkin novel
tersebut justru menjelaskan banyak hal, lebih dari perkiraan pengarang sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Berpijak pada pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa novel
adalah cerita fiksi yang mengangkat permasalahan yang kompleks tentang
kehidupan dan tersusun atas unsur intrinsik dan ekstinsik yang padu dan saling
terikat dalam mengungkapkan setiap jalinan peristiwa yang diceritakan.
3. Hakikat Nilai Pendidikan dalam Novel
a. Pengertian Nilai Pendidikan dalam Novel
Dalam sebuah karya sastra seperti novel terdapat nilai pendidikan yang
dapat dipetik oleh pembaca. Baribin (1985: 79) berpendapat bahwa dari karya
sastra dapat ditemukan buah pikiran atau renungan dari penulis dan sanggup
menyadari nilai-nilai yang lebih halus berarti telah dapat mengapresiasi atau
menangkap nilai yang terkandung dalam karya sastra tersebut.
Lorens (2002: 19) mengemukakan pengertian nilai yang ditinjau dari
beberapa segi. (1) Nilai dalam bahasa Inggris value, bahasa latin valere (berguna,
mampu akan, berdaya, berlaku, kuat); (2) ditinjau dari segi harkat, nilai adalah
kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, atau
dapat menjadi objek kepentingan; (3) ditinjau dari segi keistimewaan, nilai adalah
apa yang dihargai, dinilai tinggi atau dihargai sebagai suatu kebaikan; (4) ditinjau
dari sudut ilmu ekonomi yang bergelut dengan kegunaan dan nilai tukar benda-
benda material, pertama kali secara umum menggunakan kata “nilai”.
Sama halnya dengan Lorens, Kattsoff (dalam Soejono, 1996: 32)
memberikan perincian mengenai pengertian nilai. (1) Mengandung nilai artinya
berguna; (2) merupakan nilai, artinya baik atau indah atau benar; (3) mempunyai
nilai artinya merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang menyebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
orang mengambil sikap menyetujui atau mempunyai sifat nilai tertentu; dan (4)
memberi nilai artinya menanggapi sesuatu hal yang diinginkan atau sebagai hal
yang menggambarkan nilai tertentu.
Berbeda dengan pengertian sebelumnya, pengertian lebih umum
disampaikan oleh Semi (1993: 54) yang menyatakan bahwa nilai adalah aturan
yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi, dikehendaki dari
yang lain. Hal tersebut senada dengan pengertian yang dikemukakan oleh Daroeso
(1989: 20), nilai adalah suatu penghargaan atau kualitas terhadap sesuatu atau hal
yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang, karena sesuatu hal itu
menyenangkan, memuaskan, menguntungkan atau merupakan sesuatu sistem
keyakinan.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai
merupakan sesuatu yang memiliki daya guna bagi manusia dan dapat berupa
penghargaan atau apresiatif terhadap hal yang dicermati.
Selanjutnya, pengertian pendidikan menurut Soedomo (2003: 18) adalah
bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada
anak didik dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan
yang dilakukan. Sementara itu, Dewantoro (dalam Munib, 2006: 32) lebih
menyoroti pada aspek yang harus diubah setelah proses pendidikan. Beliau
mengemukakan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh
anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Pengertian yang lebih umum disampaikan oleh Uhbiyati dan Abu Ahmadi
(2001: 70) yang mengemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan
yang secara sadar dan sengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh
orang dewasa kepada anak-anak sehinggal timbul interaksi dari keduanya agar
anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-
menerus.
Frietz R. Tambunan (dalam Joko Susilo, 2007: 224) menjelaskan bahwa
kata pendidikan berasal dari kata latin educare yang secara harfiah berart
‘menarik keluar dari’ sehingga pendidikan adalah sebuah aksi membawa seorang
anak/peserta didik keluar dari kondisi tidak merdeka, tidak dewasa, dan
bergantung, situasi merdeka, dewasa, dapat menentukan diri sendiri, dan
bertanggung jawab.
Berdasarkan beberapa pengertaian tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa pendidikan merupakan usaha secara sadar dan penuh tanggung jawab yang
dilakukan untuk memebrikan perubahan terhadap seseorang atau peserta didik.
Mengacu pada uraian tentang pengertian nilai dan pengertian pendidikan
di atas, maka dapat dinyatakan bahwa nilai pendidikan merupakan segala hal yang
berguna yang diberikan oleh seseorang secara sadar dan tanggung jawab dalam
usaha memberikan perubahan terhadap sikap dan tingkah laku yang lebih baik.
b. Jenis-jenis Nilai Pendidikan dalam Novel
Adapun nilai-nilai pendidikan yang secara umum terdapat dalam novel
adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
1) Nilai Pendidikan Agama
Nilai pendidikan agama atau keagamaan dalam karya sastra sebagaian
menyangkut moral, etika, dan kewajiban. Hal ini menunjukkan adanya sifat
edukatif (Nurgiyantoro, 2002: 317). Dasar dari pendidikan agama adalah hakikat
makhluk yang beragama. Tujuan pendidikan keagamaan adalah membentuk
manusia yang beragama atau pribadi yang religius.
Di samping itu, sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2
dan Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Republik Indonesia, pendidikan
agama merupakan sehi utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya.
Norma-norma pendidikan kesusilaan maupun pendidikan kemasyarakatan atau
sosial sebagain besar bersumber dari agama.
Betapa pentingnya pendidikan agama itu bagi setiap warga negara terbukti
dari adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan pendidikan agama itu
diberikan kepada anak-anak sejak pendidikan di taman kanak-kanak sampai
pendidikan tinggi.
2) Nilai Pendidikan Moral
Moral merupakan laku perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik
dan buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan dimana individu
berada (Nurgiyantoro, 2002: 319). Nilai-nilai pendidikan moral tersebut dapat
mengubah perbuatan, prilaku, sikap serta kewajiban moral dalam masyarakat yang
baik, seperti budi pekerti, akhlak, dan etika (Widagdo, 2001: 30).
Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra juga bertujuan untuk
mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika dan budi pekerti. Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat
seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata karma yang
menjunjung budi pekerti dan nilai susila.
Nilai moral dalam karya sastra biasanya bertujuan untuk mendidik manusia
agar mengenal nilai-nilai estetika dan budi pekerti. Nilai pendidikan moral
menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat seorang individu
atau dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata karma yang menjunjung
tinggi budi pekerti dan nilai susila.
3) Nilai Pendidikan Budaya
Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra dapat memberikan gambaran
yang jelas tentang sistem nilai atau sistem budaya masyarakat pada suatu tempat
dalam suatu masa. Nilai-nilai itu mengungkapkan perbuatan yang dipuji atau
dicela, pandangan hidup manusia yang dianut atau dijauhi, dan hal-hal yang
disanjung tinggi.
Koentjaraningrat (1985: 18) mengemukakan bahwa sistem nilai budaya
terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar
warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap sangat bernilai
dalam kehidupan. Merujuk pada pengertian tersebut, nilai budaya bersifat abstrak
yang masih tertanam dalam pemikiran masyarakat yang masih dijunjung tinggi
dari dulu hingga sekarang ini. Nilai budaya terwujud dalam pola pikir dan tingkah
masyarakat yang terimplikasi dalam kehidupan bermasyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
4) Nilai Pendidikan Sosial
Nurgiyantoro (2002: 233-234) mengemukakan bahwa tata cara kehidupan
sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup
kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar
spiritual. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.
Nilai sosial menjadi pedoman langsung bagi setiap tingkah laku manusia
sebagai anggota masyarakat yang di dalamnya memuat sanksi-sanksi bagi yang
melanggar. Dengan semikian nilai sosial merupakan nilai yang berhubungan
dengan kehidupan bermasyarakat dan usaha menjaga keselarasan hidup
bermasyarakat.
Oleh karena itu, dapat dianggap bahwa nilai sosial merupakan gagasan-
gagasan dan pola ideal masyarakat yang dipandang baik dan berguna, yang telah
dituangkan dalam bentuk norma-norma, aturan-aturan dan hukum.
5) Nilai Pendidikan Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih
dan menciptakan kemakmuran. Definisi lain menjabarkan ekonomi sebagai
sebuah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana manusia mencukupi kebutuhan
hidupnya. Ekonomi juga merujuk pada usaha manusia untuk bisa mengolah
sumber daya yang ada di lingkungan sekitarnya, sebagai alat pemenuhan
kebutuhan hidupnya. Jika ditarik garis lurus, maka ekonomi akan berkaitan
dengan kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang yakni bagaimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
orang memanfaatkan dengan baik dan tepat sumber-sumber produktif seperti
tanah, tenaga kerja, barang-barang modal yang langka dan terbatas jumlahnya
untuk menghasilkan berbagai barang serta mendistribusikannya kepada anggota
masyarakat untuk dipakai dan dikonsumsi.
Ilmu ekonomi juga berkaitan dengan studi tentang manusia dalam kegiatan
hidup mereka sehari-hari untuk dapat dan menikmati kehidupan. Dalam sebuah
karya sastra, nilai pendidikan ekonomi terwujud dalam kegiatan atau pola hidup
masyarakat yang diceritakan atau para tokoh dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
6) Nilai Pendidikan Politik
Menurut Kartini Kartono (1996 : 64), pendidikan politik adalah bentuk
pendidikan orang dewasa dengan menyiapkan kader-kader untuk pertarungan
politik dan mendapatkan penyelesaian agar menang dalam perjuangan politik.
Selain itu, ditambahkan juga bahwa pendidikan politik adalah upaya edukatif yang
internasional, disengaja dan sistematis untuk membentuk inividu sadar politik,
dan mampu menjadi pelaku politik yang bertanggung jawab secara etis atau moril
dalam mencapai tujuan-tujuan politik.
Unsur pendidikan dalam pendidikan politik pada hakekatnya merupakan
aktivitas pendidikan diri (mendidik diri sendiri dengan sengaja) yang terus
menerus, hingga orang yang bersangkutan lebih mampu dan memahami dirinya
sendiri serta situasi kondisi lingkungan sekitar, kemudian mampu menilai segala
sesuatu secara kritis serta mampu menentukan sikap dan cara penanganan
masalah-masalah yang terjadi di tengah-tengah lingkungan hidupnya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
kehidupan bermasyarakat. Nilai politik dalam kehidupan bermasyarakat tidak
hanya berlaku dalam “panggung politik” secara langsung, tetapi dalam kehidupan
bermasyarakat sehari-hari nilai politik tertanam dan tumbuh secara alami dan
dilakukan oleh masyarakat.
7) Nilai Pendidikan Historis
Menurut “Bapak Sejarah” Herodotus, Sejarah ialah satu kajian untuk
menceritakan suatu perputaran jatuh bangunnya seseorang tokoh, masyarakat dan
peradaban (dalam LPSA, 2007). Sesuatu yang telah terjadi pada waktu lampau
dalam kehidupan umat manusia. Sejarah tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan
manusia dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih maju atau modern.
Sejarah dalam artian lain digunakan untuk mengetahui masa lampau
berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang sahih yang berguna bagi manusia
dalam memperkaya pengetahuan agar kehidupan sekarang dan yang akan datang
menjadi lebih cerah. Nilai sejarah dapat membentuk sikap terhadap permasalahan
yang dihadapi agar peristiwa-peristiwa yang berlaku pada masa lampau dapat
dijadikan pengajaran yang berguna.
4. Sastra dalam Konteks Sosiobudaya
Dari enam asumsi dasar kajian konteks sosiobudaya berasal dari
Grebstein (Sapardi Djoko Damono dalam Endraswara 2008: 92), terdapat empat
kajian konteks sosiobudaya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, yaitu:
a) Karya sastra tidak dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan
dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
karena setiap karya sastra pada dasarnya adalah hasil pengaruh timbal balik
yang rumit antara faktor-faktor sosial dan kultural.
b) Gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk dan
teknik penulisannya, tak ada karya besar yang diciptakan berdasarkan
gagasan sepele dan dangkal.
c) Setiap karya sastra yang bisa bertahan lama, pada hakikatnya suatu moral, baik
dalam hubungannya dengan kebudayaan sumbernya maupun dalam
hubungannya dengan orang-seorang.
d) Masyarakat dapat mendekati karya sastra dari dua arah: pertama, sebagai suatu
kekuatan atau faktor material istimewa, dan kedua, sebagai tradisi – yakni
kecenderungan-kecenderungan spiritual maupun kultural yang bersifat
kolektif. Bentuk dan isi dengan sendirinya dapat mencerminkan
perkembangan sosiologis, atau menunjukkan perubahan-perubahan yang
halus dalam watak kultural.
Pendekatan sosiobudaya tersebut, dapat digunakan dalam penelitian ke
dalam dua segi. Pertama, berhubungan dengan aspek sastra sebagai refleksi
sosiobudaya. Kedua, mempelajari pengaruh sosiobudaya terhadap karya sastra
(Endraswara, 2008: 93).
Endraswara (2008: 93) juga menyatakan sebagai berikut.
Pendekatan yang mengungkap aspek sastra dengan refleksi dokumen
sosiobudaya, mengimplikasikan bahwa karya sastra menyimpan hal-hal
penting bagi kehidupan sosiobudaya. Memang, pendekatan ini hanya parsial,
artinya sekadar mengungkap persoalan kemampuan karya sastra mencatat
keadaan sosiobudaya masyarakat tertentu. Jadi, pendekatan ini tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
memperhatikan struktur teks, melainkan hanya penggalan-penggalan cerita
yang terkait dengan sosiobudaya.
Sebagai disiplin ilmu yang berbeda, sastra dan kebudayaan memiliki objek
yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat, manusia sebagai fakta sosial,
manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2007: 13).
Kaitan antara karya sastra dan konteks sosial budaya disampaikan oleh
Rushing dalam artikelnya.
“Sociology of literature, a branch of literary study that examines the
relationship between literary work and their social context, including
pattern of literacy, kinds of audience, modes of pub lication and dramatic
presentation, and the social class position of authors and readers
(Rushing, 2004).”
Rushing mengemukakan kaitan antara sebuah karya sastra dengan konteks
sosial budaya yang bisa dijadikan teladan bagi pembaca atau penikmat sebuah
karya sastra.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra
dalam konteks sosial budaya berarti sastra terlahir dari keadaan sosial budaya
sebuah masyarakat sehingga dalam memahami sebuah karya sastra tidak bisa
dilepaskan dari konteks sosial budaya masyarakat yang menjadi sumber lahirnya
karya tersebut.
5. Pandangan Masyarakat Lombok terhadap Eksistensi Tuan Guru
Buehler (2009: 53) menjelaskan, keberhasilan demokrasi di Indonesia
dipengaruhi oleh pemahaman bahwa nilai-nilai demokrcasi bersumber dari ajaran
Islam. Dari penjelsan tersebut dapat digambarkan bahwa masyarakat Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
yang mayoritas muslim,mengaktualisasikan nilai-nilaci ajaran agama dalam
konteks politik, disinalah dapat dilihat peran penting para tokoh agama dalam
mengrahkan pandangan masyrakat. Hal ini banyak terjadi pada masyrakat
tradisional, terutama yang terjadi pada masyrakat Lombok.
Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat tradisional religius, pemimpin
spiritual memiliki peranan yang lebih penting daripada yang lain. Pergeseran nilai
sosial budaya yang terjadi pada masyarakat, selain perubahan internal atau dari
dalam diri pribadi. Peran tokoh agama mendominasi pergseran nilai-nilai budaya
tresebut.
Studi sosial di Pulau Lombok tentang Tuan Guru menunjukkan bahwa
Tuan Guru sebagi pemimpin islam memegang peranan penting dalam menentukan
dn mencegah pudarnya jati diri dan kultural agama yang dianut dan dipegang oleh
masyrakat. Atmosfir budaya maupun pengetahuan dianggap tidak sejalan dengan
nila-nilai islam yang dapat menerbitkan rasa tidak aman serta mengancam jati diri
masyrakat sebagai muslim yang taat, menjadi alasan masyarakat memelihara
hubungan dengan Tuan Guru (Budiwanti, 2000: 1).
Tuan memiliki makna dasar, orang yang dianggap mulia, lebih tinggi dan
patut dihormati. Sebutan “tuan” dalam masyrakat sasak juga merujuk pada orang
yang telah melaksanakan ibadah haji. Sedangkan “guru” adalah sebutan bagi
orang yang telah mengajarkan ilmu dan pengetahuan. Dua kata ini menyiratkan
hubungan hierarkial dan dikotomis antara tuan guru dan umat (masyarakat)
(Budiwanti, 2000: 2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Tuan Guru adalah assigned status, di mana predikat ini oleh masyarakat
Lombok diberikan kepada mereka yang menguasai dan mengajarkan ilmu dan tata
nilai agama. Merujuk pada kata “Tuan” dan “Guru” adalah sebutan kelas sosial
yang berdas pada lapis tertinggi dalam struktur masyrakatnya. Hal ini
menunjukkan terjadinya pelapisan sosial yang bertumpuk dalam matra stigmatik
yang diciptakan oleh sistem sosial (Bartholomew, 1999: 5).
Status tuan guru dalam masyarakat pada dasarnya terbentuk melalui suatu
hierarki status, karena status tuan guru akan berarti dalam masyarakat apabila
ditinjau dari status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Status tuan guru pada
masyarakat terbentuk karena masyarakat terdiri dari banyak kelompok di
dalamnya, dan setiap kelompok mempunyai status dan peran yang dibawanya.
Peranan penting tuan guru juga trekait dengan kedudukan mereka sebagai
elit terdidik yang mentransfer pengetahuan agama ke tengah masyarakat. Mereka
akan memberikan penjelasan dan mengklarifikasi berbagai permaslahan yang ada
di tengah masyarakat, karena umumnya masyarakat sasak menyadari keterbatasan
penegetahuan mereka dalam mengakses doktrin agama secara luas (Bartholomew,
1999: 6).
Posisi ini merupakan nilai tawar tuan guru terhadap masyarakatnya
sehingga segala bentuk pendapatnya menjadi pegangan masyarakat dalam
memahami perubahan, terutama perubahan dalam cara “memperlakukan” doktrin
agam secara literal (rigid) maupun liberal (Budiwanti, 2000: 5). Walau tidak
tertutup kemungkinan adanya beberapa kelompok kecil di tengah masyarakat
Lombok yang mampu mengakses informasi yang lebih luas dan mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
mempertimbangkan perlakuan keliteran maupun keliberalan sebuah doktrin
dengan bijaksana, namun karena mayoritas masyarakat Lombok cendrung
memandang dan mengagungkan ketokohan, maka setiap dari mereka dapat
diidentifikasi mengikuti setiap pilihan dan langkah yang diambil oleh Tuan Guru,
karena walau bagaimanapun legitimasinya adalah lokomotif dari gerak mereka
(Budiwanti, 2000: 6).
Para tuan guru melalui hubungan patron-klien, menikmati cukup banyak
“privilege sosial”. Secara umum itu termiliki lantaran kapasitas intelektual
keagamaan atau latar belakang sosial ekonomi politik mereka (Tahir, 2008: 97).
Sistem sosial masyrakat Lombok dewasa ini telah banyak mengalami pergeseran
dan perubahan diferensiasi fungsional. Peran-peran mediasi sosial tuan guru
selama ini mulai banyak diwakili (diambil alih) oleh beragam mediasi
institusional yang marak bermunculan seiring dinamika cepat dunia modern.
Namun, tetap saja dalam derajat tertentu para tuan guru masih memiliki privilege
sosial. Sebab bagaimanapun, hingga saat ini secara de vacto masyarakat Sasak
masih menaruh kepercayaan besar pada mereka. Dengan “hak-hak istimewa”
selaku elite agama itu, mereka bahkan masih dapat mengambil peran sebagai
“pressure group” dan “rulling class” pada level tertentu dalam keseluruhan
struktur sosial masyarakat. Dapat dibayangkan betapa eksistensi Tuan Guru di
tengah dinamika sosial masyarakat Lombok.
Setap pilihan dan langkah yang diambil Tuan Guru umumnya diikuti tanpa
reserve oleh masyarakat Lombok, apalagi mempertimbangkan lebih jauh dimensi
di luar keyakinan dan ketaan mereka. Hal ini kemungkinan beranjak dari hadis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
populer “ulama sebagai pewaris Nabi” yang melahirkan keyakinan bahwa sifat-
sifat Nabi melekat dalam diri Tuan Guru. Namun tidak menutup kemungkinan
juga sebagai sebagian masyarakat yang lain dimensi ketaatan ini lahir dari
pemahaman lingkungan sosialnya.
B. Penelitian Relevan
Hasil penelitian ilmiah yang mengkaji tentang hubungan aspek sosial
dalam masyarakat dengan karya satra telah diungkapkan oleh Machali (2005: 1)
penelitiannya yang berjudul “Challenging tradition: the Indonesian novel Saman”
dalam jurnal ilmiah Journal of Language Studies. Hasil penelitian ini menyatakan
bahwa Novel ini telah mengundang kritik, terutama karena penulis telah
menantang tradisi, baik dalam tema dan isi sebagaimana serta dalam gaya naratif.
Tema seperti seksualitas, yang sebelumnya dianggap tabu di masa lalu,
dieksplorasi dan ditantang dengan cara yang hampir tumpul.
Penelitian yang dilakukan oleh Rochayah Machali tersebut memiliki
relevansi dengan penelitian yang akan penenliti lakukan dalam hal pengulasan
realitas sosial masyarakat yang diangkat dalam sebuah novel. Namun ada
beberapa perbedaan yang terdapat antara penelitian tersebut dengan penelitian
yang akan penenliti lakukan. Pertama, novel kajian penenlitian berbeda. Kedua,
aspek yang diangkat sebagai permasalahan memiliki substansi yang berbeda
terutama dalam hal kompleksitas. Penenlitian yang dilakukan oleh Rochayah
Machali hanya mengangkat salah satu aspek sosial budaya dalam kehidupan yakni
tradisi, sedangkan penelitian yang akan penenliti lakukan selain mengungkap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
aspek sosial budaya, penenliti juga mengulas tentang cermin situasi sosial
pengarang dan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel.
Penelitian sejenis lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Irsasri
dengan judul “Novel Burung-Burung Manyar karya Y. B. Mangunwijaya
(Tinjauan Sosiologi Sastra, Perspektif Historif, dan Nilai Pendidikan)”. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa novel ini merupakan cermin pribadi pengarang,
kisah yang dibangun denagn analogi binatang khususnya burung memberikan
filosofi penting kehidupan, dan realita cerita dalam novel merupakan peristiwa
sejarah, serta mengandung nilai pendidikan hedonism, nilai vital kehidupan, nilai
kerohanian, dan nilai kesucian.
Penelitian yang dilakukan oleh Irsasri memiliki relevansi dengan
penelitian ini dalam kajian yang digunakan dalam menganalisis novel, yakni
sosiologi sastra serta sama-sama mengangkat nilai pendidikan sebagai salah satu
masalah yang akan dianalisis. Perbedaannya terletak pada bahan atau novel yang
dikaji. Penelitian ini akan mengkaji novel Tuan Guru karya Salman Faris
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Irsasri menganalisis novel Burung-
Burung Manyari karya Y. B. Mangunwijaya.
C. Kerangka Berpikir
Penelitian ini ada dua aspek besar yang akan dianalisis, yakni sosiologi
sastra dan nilai pendidikan dalam novel Tuan Guru karya Salman Faris. Sosiologi
sastra itu sendiri terbagi menjadi dua sub, yaitu: sosial budaya masyarakat yang
dilukiskan dalam novel dan pandangan dunia pengarang. Adapun nilai pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
terdiri atas: nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan
budaya, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan ekonomi, nilai pendidikan
politik, dan nilai pendidikan historis.
Sisi kehidupan manusia yang kompleks dan dengan ramuan daya imajinasi
pengarang menghasilkan sebuah karya sastra yang disebut novel. Dalam
penelitian ini, novel yang dikaji menguak tentang kehidupan sosial budaya sebuah
masyarakat. Kajian yang tepat untuk mengulas novel tersebut adalah sosiologi
sastra. Kajian sosiologi sastra mengkaji tentang kondisi sosial budaya masyarakat
yang dilukiskan dalam novel tanpa mengenyampingkan aspek kepengarangannya.
Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam latar belakang, novel Tuan
Guru karya Salman Faris diambil sebagai objek yang dikaji dalam penelitian ini
karena novel tersebut menguak tentang kehidupan religius, dan sosial budaya
masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur. Salman Faris berani mengupas
sisi kehidupan seorang Tuan Guru bukan hanya sisi positif tetapi juga sisi
negatifnya. Tuan Guru yang selama ini merupakan anutan semua masyarakat
Lombok dalam berprilaku dan merupakan hal yang tabu bagi seluruh masyarakat
membicarakan “kekurangannya”, berani dikupas oleh Salman Faris.
Novel Tuan Guru karya Salman Faris yang dominan mengangkat sisi
kehidupan sosial budaya masyarakat Lombok akan peneliti analisis dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang memang selaras dan tepat
mengupas tuntas isi novel tersebut. Pada prinsipnya, terdapat tiga perspektif
berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu: (1) penelitian yang memandang karya
sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
masa sastra tersebut diciptakan, (2) penelitian yang mengungkap sastra sebagai
cermin situasi sosial penulisnya, dan (3) penelitian yang menangkap sastra sebagai
manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya (Laurenson dan
Swingewood dalam Endraswara, 2008: 79).
Deskripsi verbal alur berpikir di atas dapat di deskripsikan dalam gambar
berikut ini.
Sosiologi Sastra
Nilai Pendidikan Sosial budaya dalam
novel “Tuan Guru” karya Salman Faris
Pandangan Dunia Pengarang terhadap
Eksistensi Tuan Guru Nilai Pendidikan Moral
Nilai Pendidikan Sosial
Nilai Pendidikan Agama
Nilai Pendidikan Budaya
Novel “Tuan Guru” karya Salman Faris
Nilai Pendidikan Ekonomi
Nilai Pendidikan Politik
Nilai Pendidikan Historis
Gambar 1. Kerangka Berpikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian yang berjudul “Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai-nilai
Pendidikan Novel Tuan Guru karya Salman Faris” ini merupakan penelitian studi
kepustakaan yang menggunakan setting tempat sebagai berikut.
1. Di perpustakaan pascasarjana UNS. Perpustakaan tersebut menyediakan
beberapa buku penunjang penelitian serta beberapa penelitian yang relevan
dengan penelitian ini.
2. Di perpustakaan pusat UNS. Di perpustakaan tersebut, terdapat buku-buku
terkait penenlitian ini.
3. Di perpustakaan daerah Kabupaten Lombok Timur. Perpustakaan tersebut
menyediakan beberapa buku terutama terkait dengan sosial budaya
masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur.
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, yakni
mulai bulan Mei 2012 hingga bulan Oktober 2012. Untuk lebih lengkapnya,
pendeskripsian kegiatan serta setting waktu pelaksanaan terekam dalam tabel
berikut.
39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Mei
2012
Juni
2012
Juli
2012
Agus
2012
Sept
2012
Okto
2012
1 Penyusunan proposal
penelitian
2 Pengkajian dan penyusunan
teori
3 Seminar Proposal
4 Pengumpulan data penelitian
5 Pengolahan data dan analisis
data
6 Penyusunan laporan penelitian
B. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dalam hal ini didasarkan pada langkah-langkah
pelaksanaan metode penelitian deskriptif yang dikemukakan oleh Suryabrata
(1992: 19-20):
1. Mendefinisikan secara jelas dan spesifik tujuan yang hendak dicapai,
2. Perlu menemukan fakta-fakta dan sifat-sifat dari variable penelitian,
3. Membuat rancangan tentang pendekatan, cara mengumpulkan data, cara
menentukan sampel, alat yang digunakan untuk mengumpulkan data,
4. Proses pengumpulan data,
5. Menganalisis dan menyusun laporan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat suatu individu, keadaan, gejala
dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Moleong, 2008: 16). Metode
deskriptif sendiri dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian
(seseorang, lembaga, masyarakat, dan sebagainya) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari Nawawi dalam
Siswantoro, 2005: 56). Dalam hal ini dideskripsikan secara kualitatif tentang
permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berupa analisis
novel “Tuan Guru” karya Salman Faris menggunakan pendekatan sosiologi sastra
dan nilai-nilai pendidikan dalam novel tersebut.
Tujuan penelitian yang bersifat kualitatif adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, actual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nasir, 1992: 63).
D. Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode
content analysis atau analisis isi. Krisspendorff (2004: 18) mendefinisikan content
analysis is research method for making replicable and valid reference from data
or their context”. Analisis isi adalah suatu teknik penenlitian untuk mebuat
inferensi-inferensi (cara data dikaitkan dengan konteksnya) yang dapat ditiru dan
data sahih dengan memperhatikan konteksnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Metode ini digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen. Dokumen
dalam penelitian ini adalah novel “Tuan Guru” karya Salman Faris. Adapun hal-
hal yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini adalah mengenai sosial budaya
yang digambarkan pengarang, pandangan dunia pengarang, serta nilai-nilai
pendidikan yang terkandung dalam novel tersenut.
E. Data dan Sumber Data
Data yang akan diambil dalam penenlitian ini adalah berupa kutipan-
kutipan dalam novel yang mengandung unsur sosial budaya dan nilai pendidikan.
Sumber data yang dimanfaatkan untuk sumber informasi seperti yang diharapkan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Novel dengan identitas lengkap sebagai berikut.
Judul Novel : Tuan Guru
Pengarang : Salman Faris
Jumlah Halaman : 641
Penerbit : Genta Press (Yogyakarta)
Tahun Terbit : 2007
2. Buku-buku penunjang lainnya yang relevan dengan dengan pendekatan
sosiologi sastra, novel, sosial budaya Lombok (khususnya Lombok Timur),
dan penelitian sastra khususnya pendekatan sosiologi sastra.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis dokumen yang dimulai dari tahap pembacaan, pencatatan dokumen,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
hingga analisis dokumen. Proses yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah
membaca novel berulang-ulang secara heuristik dan hermeneutik. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Pradopo (2001: 84) bahwa pembacaan heuristik adalah
pembacaan berdasarkan struktural kebahasaannya atau secara semiotik adalah
berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. dan mencatat data-data
yang diperlukan dalam tahap analisis. Sementara itu, hermeneutik adalah
pembacaan karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau
berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang
atau retroaktif sesudah pembacaan heuristik dengan memberikan konvensi
sastranya.
G. Validasi Data
Pada tahap validitas data, peneliti menguji tentang keabsahan atau
kebenaran data dalam penelitian ini yang menyangkut sosial budaya dalam novel
“Tuan Guru” karya Salman Faris, pandangan dunia pengarang, serta nilai-nilai
pendidikan yang terkandung dalam novel. Validitas data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara triangulasi. Dalam penelitian ini triangulasi yang
digunakan hanyalah triangulasi teori, yaitu cara penelitian terhadap topik yang
sama dengan menggunakan teori yang berbeda dalam menganalisis data.
H. Teknik Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan model analisis interaktif.
Menurut Bungin (2010: 69) alur analisis interaktif ada empat yaitu, (1) tahap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
pengumpulan data; (2) tahap reduksi data; (3) tahap penyajian data; (4) tahap
penarikan kesimpulan/verifikasi.
Berikut penjelasan tiap-tiap analisis data tersebut.
1. Tahap pengumpulan data (data collection), yaitu mengumpulkan semua data
yang berkaitan dengan masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam
penelitian.
2. Reduksi data (data reduction), yaitu kegiatan memilih data yang sesuai
dengan objek kajian dalam penelitian.
3. Penyajian data (data display), yaitu menyusun informasi atau data secara
teratur dan terperinci agar mudah dipahami dan dianalisis.
4. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing), yaitu kegiatan menyusun
kesimpulan dari data yang sudah diperoleh.
DATA COLECTION
CONCLUTION DRAWING & VERIFYING
DATA REDUCTION
DATA DISPLAY
Gambar 3. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pandangan Dunia Pengarang terhadap Eksistensi Tuan Guru dalam Novel Tuan Guru
Pandangan Salman Faris mengenai eksistensi tuan guru dalam masyarakat
Lombok yang dituangkan dalam novel Tuan Guru menimbulkan sebuah
penerimaan dan penolakan. Pengungkapannya yang bebas tentang tuan guru atau
oknum tuan guru telah menyingkap bahwa sesungguhnya tuan guru merupakan
manusia biasa yang tidak berbeda dengan masyarakat umumnya. Perbedaan
terletak pada ilmu agama dan secara aplikatif tuan guru belum tentu bisa
mengamalkan ilmunya secara total. Ia juga tidak luput dari kesalahan atau lebih
halusnya kekhilafan seperti masyarakat lainnya. Tuan guru tidak boleh
dikeramatkan apalagi disamakan derajatnya dengan nabi yang merupakan
manusia pilihan Allah yang mulia.
Cara pandang Salman Faris merupakan pandangan masyarakat yang
memosisikan dirinya pada satu titik netral yang tidak terbawa arus sistemik
masyarakat Lombok yang telah terbentuk sejak leluhurnya. Masyarakat Lombok
umumnya, baik yang terdidik maupun tidak terdidik memandang tuan guru
melebihi batas kodratinya sebagai manusia normal.
Sebagian besar masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur
berdasarkan kacamata Salman Faris menganggap bahwa tuan guru merupakan
sosok yang mampu memberikan garansi masuk surga. Masyarakat Lombok
45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
berlomba-lomba memberikan sumbangan demi semua kegiatan yang aktor
utamanya tuan guru. Semua masyarakat lakukan demi mendapatkan keberkahan
dan didoakan oleh tuan guru. Menurut masyarakat Lombok, doa yang dipanjatkan
tuan guru lebih cepat diijabah oleh Allah dibandingkan manusia lainnya.
Masyarakat tidak memandang ada cela sedikitpun dari sosok tuan guru.
Sebagaimana kutipan berikut:
Sungguh hebat tuan guru itu. Jamaah akan berlomba-lomba menyumbang dengan lebih banyak demi doanya. Semoga rupanya tidak menakutkan, sehingga sesuai dengan harapan pemujanya. Kalau menakutkan? Iya, tidak apa-apa. Toh, bagi mereka yang sudah kadung memujanya, tetap akan melihatnya bak pangeran yang baru naik tahta. (Tuan Guru: 57)
Tuan guru menurut masyarakat Lombok mampu memberikan mereka
jaminan masuk surga dengan menjadi pengikutnya. Keyakinan masyarakat yang
terkadang berlebihan menggantungkan harapannya kepada sosok manusia yang
sebenarnya tidak berbeda jauh dengan mereka. Beikut kutipannya:
Siap. Aku sangat siap. Aku sudah rindu kepada surga itu. karena sekarang aku sudah memegang rekomendasi dari tuan guru, sebagai ahli surga. Ucapnya. (Tuan Guru: 57)
Kepandaian Salman Faris dalam memosisikan dirinya sebagai orang yang
belum melihat tuan guru secara langsung hanya mendengar cerita dari mulut ke
mulut diungkapkan melalui kisah masa kecilnya. Bagi orang luar Lombok yang
hanya mendengar legenda tuan guru dari penuturan warga pribumi akan tumbuh
rasa penasaran. Hal tersebut Salman Faris deskripsikan melalui pengalaman
dirinya yang hanya mendengar cerita tuan guru yang begitu sempurna dari orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
tua dan warga kampungnya. Pada saat pertama kali mengikuti pengajian di masjid
kampung timbul rasa penasaran dalam dirinya dan melihat antusiasme yang tinggi
dari jamaah pengajian, tokoh aku semakin penasaran begitu juga bagi orang luar
Lombok yang seandainya pertama kalia mengikuti pengajian. Berikut kutipannya:
Tuan guru benar-benar menjadi pusat perhatian. Sejumlah jamaah yang menguap, termasuk aku. Langsung hilang katuknya. Mata mereka kembali bersinar. Telinga mereka kembali aktif mendengar. Tuan guru, wajahnya berbiar-binar. Satu aksi reaksi yang sangat sempurna. Kantukku kembali datang. Tuan guru melanjutkan ceramahnya. Podium tempatnya berdiri, serasa bergetar…. (Tuan Guru: 97-98).
Begitu luar biasanya tuan guru ini. Tak ada cela yang keluar dari dirinya. Semua yang diperdengarkan dan diperlihatkan, ialah apa-apa yang bisa membuat jamaah lupa segalanya. Terasuki surga. Terlebih karena tuan guru mampu menceramahkan dengan sempurna keadaan di surga. Dan orang-orang yang berhak memasukinya. (Tuan Guru: 102)
Sosok tuan guru yang disucikan oleh jamaah pengikutnya, Salman Faris
mencoba menetralisir pandangan masyarakat melalui pandangannya dalam novel
Tuan Guru. Beliau mencoba memberi pemahaman bahwa tuan guru merupakan
manusia biasa yang tidak terlepas dari beberapa penyakit hati yang menyelimuti
manusia pada umumnya, seperti kebencian. Dia bukanlah orang suci yang tidak
ada bandingannya seperti yang selama ini di anggapkan oleh masyarakat.
Masyarakat Lombok terutama pengikut tuan guru layaknya robot yang telah
deprogram untuk mengikuti perintah tuannya, menyanjung tuannya, yakni tuan
guru. Berikut kutipannya:
Karena tuan guru juga manusia, ia pun mempunya kebencian. Sebuah kebencian yang semestinya tidak boleh hadir di jiwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
seorang tuan guru, yang sudah ditahdiskan: dimitos-mitoskan sebagai orang suci oleh masyarakat. (Tuan Guru: 275) Hoi. Betapa robot-robot manusia itu telah dinafikkan tubuhnya oleh kekuasaan: absolutisme religi pada sosok yang bernama tuan guru, yang mereka sendiri mencintainya. Indroktrinisasi nilai telah ditancap semakin kuat. Sehingga sosok ini pun menjadi tidak tertandingi. (Tuan Guru: 303)
Pandangan lain yang dikemukakan oleh Salman Faris dituangkan dalam
potret kehidupan keluarganya yang sebenarnya merupakan representasi dari
keluarga-keluarga masyarakat yang ada di Lombok Timur. Kedudukan dan
kharisma tuan guru yang tinggi telah menutup mata orang tua. Mereka telah
mencekoki anak-anak mereka dengan segala hal yang berkaitan dengan tuan guru.
Nama tuan guru adalah konstruksi kata pertama yang diajarkan oleh orang tua
kepada anak sebelum memperkenalkan leluhur bahkan diri mereka sendiri.
Sebagaimana yang dialami tokoh aku. Sejak kelahirannya, ia diajarkan atau
dipaksa mengeja nama tuan guru. Nama yang akan menjadi panutannya kelak.
Bahkan ia pun selalu diarahkan untuk menjadi demikian. Itulah hakikat hidup
yang dipegang kedua orang tuanya. Berikut kutipannya:
Diskriminasi itu, sejarah pertumbuhanku sebagai manusia. Tuan guru, sudah aku eja namanya sejak aku melihat dunia. Orang tuaku memperkenalkan tuan guru terlebih dahulu kepadaku, kemudian diri mereka berdua sesudah itu. (Tuan Guru: 311)
Pandangan ekstrim dilontarkan Salman Faris mengenai sosok tuan guru
diungkapkan pada kegamangan melihat tingkah orang tuanya yang terlalu
berlebihan melihat sosok tuan guru. Ibu tokoh aku rela berbuat hal-hal luar biasa
demi mewujudkan cinta kasihnya kepada tuan guru. Kemerdekaannya rela
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
digadaikan demi tuan guru. Lebih tragisnya lagi, apa yang dilakukan ibu tokoh
aku menjurus pada kesyirikan, menggantungkan segalanya kepada tuan guru
bukan kepada Tuhan. Sebagaimana yang terefleksi dalam kutipan berikut.
Dan kebenaran yang ibu perjuangkan telah memangkas kemerdekaan itu, kebenaran tunggal di tangan Tuhan telah digadaikan dalam simbol ketokohan tuan guru. seolah-olah ibu tidak percaya diri, sehingga meneguhkan masa depan akhirat ibu hanya di tangan tuan guru. (Tuan Guru: 319)
Salman Faris juga mengemukakan pandangannya kepada pembaca bahwa
bagi yang membangkan dan melawan ‘hukum’ yang dibentuk tuan guru akan
mendapat sanksi psikis bahkan tidak jarang mendapat benturan fisik dari
pengikutnya. Sebuah otomatisasi yang terbentuk dalam jamaah pengikut tuan guru
tanpa tuan guru turun tangan sendiri dan memerintahkan mereka. Orang yang
melawan tuan guru meski dalam posisi benar akan tetap dipersalahkan oleh
masyarakat. Sebagaimana yang dikatakan ibu tokoh aku kepada dirinya bahwa
dalam kondisi apapun masyarakat tetap berada di belakang tuan guru dan
melawan semua yang menentang tuan guru. Pembangkan tuan guru tetap disebut
sampah masyarakat meski ia pahlawan sesungguhnya dalam masyarakat tersebut.
Berikut kutipannya:
Selain katamu, suaramu yang serak itu juga akan menambah perasaan benci masyarakat kepadamu. Kamu melawan orang yang mereka cinta. Kamu itu siapa, hah? Kamu hanya seorang anak dari ibu yang juga dari golongan mereka. Setinggi apapun kamu, tidak akan pernah menggantikan tuan guru pada tahta hati mereka. Dan alasan itu yang akan digunakan oleh mereka untuk menghalaumu. Kamu akan jadi sampah anakku. (Tuan Guru: 323)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Pandangan Salman Faris dalam mengekspresikan pengikut tuan guru yang
begitu banyak dan hampir tersebar diseluruh penjuru Lombok dengan
menggunakan frasa ‘pulau tuan guru’. Salman Faris menganggap tidak ada tempat
di tanah Lombok bagi yang berani menentang apa yang telah diputuskan oleh tuan
guru sebab disemua wilayah Lombok ada pengikut tuan guru yang siap pasang
badan demi kehormatan tuan guru. Pada saat tokoh aku berada pada posisi
berbeda arah dengan yang lain tersebut, ia serasa tidak ada tempat untuk
berlindung bahkan orang tuanya pun menjadi abdi setia tuan guru yang siap
mengorbankan anaknya. Berikut kutipannya:
Langit akan segera menggulungku. Tercampak aku. Siapa yang hendak memungutku. Karena setiap tempat ialah alamnya tuan guru. Pulau ini, seolah bernama lain, “pulau tuan guru”. (Tuan Guru: 353)
Di Lombok, tuan guru merupakan penguasa yang membawahi semua
jabatan. Peajabat setinggi apapun akan turut dan patuh pada apa yang dikatakan
oleh tuan guru. Di hadapan tuan guru mereka sama seperti jamaah lainnya.
Mereka akan mengikuti semua fatwa yang tercetus dari mulut tuan guru.
sebagaimana kutipan berikut.
Meskipun ruang kekuasaan tuan guru melebihi ranah politik di tanah kita ini. Lihat saja, mereka yang berkuasa, tak henti-hentinya menyambangi tuan guru. seolah-olah kekuasaan mereka takut direbut oleh tuan guru. Padahal mereka bisa saja membuat peraturan yang dapat mengakibatkan sepak terjang tuan guru menjadi terbatas. Itu pun kalau mereka benar-benar takut. (Tuan Guru: 355)
Tuan guru tidak hanya berkuasa dalam hal struktur pemerintahan di
Lombok, tetapi ia berhak pada semua jamaahnya. Jamaah akan memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
secara sukarela apa yang diinginkan tuan guru. Permintaan tuan guru merupakan
sebuah kehormatan luar biasa bagi orang yang dimintai tuan guru terlebih dalam
hal mencari istri. Gadis manapun yang diinginkannya akan ia dapatkan dengan
mudah dan orang tua si gadis akan menganggap itu sebagai sebuah keberuntungan
atau keberkahan yang patut disyukuri. Berikut kutipannya:
Namun kuasa tuan guru, seolah melebihi jagad pada diri wanita yang diinginkannya. (Tuan Guru: 376) Bagi mereka, mendapatkan menantu tuan guru, sudah lebih dari cukup. Untuk hal itu, mereka rela mengeluarkan biaya pernikahan yang cukup besar. Padahal abahnya Nailal sudah termasuk tuan guru desa. Orang terpandang secara agama dan ekonomi. (Tuan Guru: 392)
Salman Faris memandang bahwa tuan guru merupakan otak yang
menggerakkan semua jamaahnya. Apa yang menjadi kehendak tuan guru akan
dilaksanakan secara sukarela oleh jamaahnya. Para jamaah seolah kaki dan tangan
tuan guru yang melakukan apapun yang diperintahkan otak yakni tuan guru.
Semua tindakan yang dilakukan masyarakat selalu melalui persetujuan tuan guru.
sebagaimana kutipan berikut.
Apalah kami. Kami hanya mengikuti tuan guru. Kami tidak mengetahui apa-apa. Toh, jika kami bertindak, kami harus melakukannya dengan sepengetahuan tuan guru. (Tuan Guru: 414-415)
2. Latar Belakang Sosial Budaya dalam Novel Tuan Guru
a. Adat dan Kepercayaan
Dalam sebuah masyarakat, hidup dan berkembang kebiasaan-kebiasaan
yang telah diwariskan secara turun-temurun sehingga menjadi adat yang selalu
dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Adat yang ada di dalam komunitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
masyarakat menjadi sebuah kekayaan tersediri bagi masyarakatnya yang bisa
menjadi ciri identitas masyarakat tersebut.
Selain adat, dalam masyarakat tersirat kepercayaan-kepercayaan yang
diakui eksistensinya. Walaupun perekmbangan ilmu pengetahuan telah mengubah
pola pikir masyaraat tetapi adat dan kepercayaan tetap tumbuh meski terkadang
dilahat dari segi logika tidak bisa berterima.
Masyarakat Lombok memiliki beberapa adat yang khas dalam
merumuskan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang bersifat
mengikat meskipun aturan tersebut tidak diuraikan secara tersurat. Masyarakat
menaati aturan tersirat tersebut sebagai sebuah aturan yang bagi pelanggarnya
akan mendapat sanksi yang umumnya lebih ke arah psikologis, misalnya berupa
pengucilan oleh masyarakat.
Masyarakat Lombok percaya dan meyakini bahwa rizki akan datang
dengan mudah tanpa bekerja terlalu keras dan menguras banyak keringat, caranya
membuka semua jendela dan pintu di pagi hari dari waktu subuh sampai sebelum
matahari pagi menghilang merahnya. Sebagaimana yang tercermin dalam kutipan
berikut.
Seperti keyakinan ibu dan orang kampungku: dari daun pintu yang dibuka, sebelum matahari pagi menghilang merahnya, akan mengalir rizki-rzki itu, seperti terhalau dari tempatnya yang jauh, lalu mendekat, merapat dengan tanpa melelahkan peluh yang bercucuran bagi yang mencarinya. (Tuan Guru: 92)
Selain kepercayaan dalam hal kemudahan dalam mencari rejeki,
masyarakat Lombok memiliki kepercayaan terhadap beberapa tempat keramat
yang bisa menenangkan jiwa. Jika seseorang tertimpa musibah dan sulit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
mengendalikan diri dan jiwanya tidak tenang maka ia akan pergi untuk berendam
dalam kesunyian di daerah Tete Batu dan Joben. Setelah itu, ia akan memperoleh
khasiat ketenangan psikologis. Berikut kutipannya:
…. Jalal yang menawarkan rencana lain di hari pernikahan Nailal: pergi ke Tete Batu atau Joben. Berendang di dalam air dingin. Satu tirakat, banyak orang di kampungku melakukan tirakat itu agar dapat mengendalikan diri ketika ditimpa musibah besar. Aku tolak. (Tuan Guru: 387)
Kepercayaan yang sampai sekarang dianggap lelucon juga oleh
masyarakat Lombok tetapi tetap meyakini kebenarannya, yakni tentang mempelai
pria tidak akan bisa melafalkan ijab-kabul dengan lancar apabila ujung tikar atau
karpet yang menjadi alas duduk mempelai dan wali dilipat. Jumlah lipatan diujung
karpet merupakan jumlah kesalahan yang akan dibuat oleh mempelai pria dalam
ijab-kabul. Hal tersebut dapat dilakukan oleh siapapun baik menggunakan mantra
khusus ataupun tidak dan jenis tikar berpengaruh. Jika tikarnya terbuat dari daun
pandan berduri maka lipatannya akan lebih manjur dibandingkan jenis alas yang
lain. Berikut kutipannya:
…. Dengan membaca mantra sekadarnya, bahkan bisa juga tidak memakai mantra. Iseng saja. Sudut karpet atau apa saja digulung sesuai dengan keinginan. Kalau digulung sepuluh kali, maka pengantin laki-laki akan melakukan kesalahan sepuluh kali dalam mengucapkan ijab Kabul. Sampai gulungan itu dilepas. Tetapi, yang palingmujarab ialah tikar pandan. Dengan tikar pandan, usaha orang yang iseng itu sedikit kemungkinan untuk tidak berhasil. Dengan alasan itu aku mendatangi Nuh. (Tuan Guru: 396).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Adat salah satu kampung yang diangkat dalam novel Tuan Guru yang bagi
sebagian pembaca aneh adalah tentang keinginan seorang wanita atau gadis
pribumi di Desa Plambek yang hanya bersedia menikahi laki-laki yang dengan
gagah berani melakukan aksi pencurian. Gadis dari desa tersebut akan merasa
bangga menikah dengan laki-laki yang mampu membawakannya harta hasil
curian. Makna filosofi yang tertuang dalam kisah tersebut adalah gadis dari Desa
Plambek mau menikahi laki-laki yang memiliki keberanian dan bukan laki-laki
yang hanya menyombongkan harta keluarganya.
Jangan pernah mendatangi rumahku, kalau kamu belum dapat menceritakan bagaimana pahit manisnya jadi pencuri. Jangan pula kamu sembunyikan kelakianmu di balik harta yang kamu bawa itu, padahal kamu mendapatkannya dengan cara meminta kepada keluargamu. Datanglah sebagai pencuri, tetapi kamu benar-benar laki-laki, daripada kamu datang sebagai orang bijak, namun kamu tidak lebih dari penetek bayi. (Tuan Guru: 344)
Kepercayaan yang diyakini sanksi alamiahnya berupa kesialan bagi yang
melanggarnya oleh masyarakat Lombok, yakni jika seseorang berniat jahat baik
bermaksud mencuri atau mencelakai tuan rumah di malam hari ketika tuan rumah
sedang tidur lelap dan terbangun dari tidurnya lalu batuk atau berdehem dengan
sengaja atau tidak sengaja maka pantang bagi orang yang berniat jahat tersebut
melanjutkan niatnya. Jika pencuri telah mengangkat barang yang hendak dibawa
lari maka ia harus meletakkannya kembali. Apabila melanggar hal tersebut maka
kesialan akan selalu menghampirinya. Berikut kutipannya:
Kebiasaan dalam masyarakatku. Terutama yang pekerjaannya sebagai pencuri. Apabila mereka menemukan yang punya rumah sudah terjaga, bahkan sekedar berdehem atau terbatuk tanpa disengaja. Meskipun mereka yang sudah berniat mencuri itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
sudah di dalam rumah, dan barang-barang yang ada di dalam rumah sudah siap mereka angkat. Mereka harus keluar dari rumah itu dengan tanpa membawa barang yang sudah dikemas. Meskipun barang remeh-temeh harus ditinggalkan. Kalau tidak mereka akan menemukan sial selama-lamanya. Semacam kutukan bagi yang melanggar hukum adat. (Tuan Guru: 517)
Keyakinan berlebihan masyarakat terhadap tuan guru berdampak pada
sikap dan kepercayaan masyarakat yang cendrung menjurus kemusrykan.
Masyarakat percaya bahwa bersalaman dengan tuan guru memberikan keberkahan
bagi individu jamaah tersebut. Setelah bersalaman, para jamaah akan menggosok-
gosokkan kedua telapak tangan mereka lalu mengusapkan ke wajah tiga kali
sambil memanjatkan doa.
….Kedua telapak tangan mereka digosok-gosokkan berulang sampai memperdengarkan bunyi ke telingaku, kemudian mengusapkannya ke wajah mereka tiga kali dengan mulut komat kamit. Dan mereka segera keluar dari kerumunan jamaah. (Tuan Guru: 103)
Kepercayaan masyarakat tidak hanya terhenti pada sosok tuan guru itu
sendiri tetapi segala sesuatu yang berkaitan dengan tuan guru menjadi barang
keramat dan suci, sesuci al-Quran. Ibu tokoh aku yang merupakan representatif
jamaah tuan guru lainnya mengharamkan foto tuan guru tergeletak di lantai. Foto
tuan guru harus selalu dalam kondisi bersih. Masyarakat percaya bahwa dengan
meletakkan foto tuan guru di rumah, seluruh penghuni rumah tersebut akan selalu
dinaungi keberkahan.
…. Beberapa foto tuan guru sudah tampak sudah tampak bersih di dalam bingkainya. Ada yang belum dikembalikan ke tempatnya, ada juga yang masih diletakkan di atas meja yang sengaja dibawa ke dalam kamar itu, karena tidak mungkin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
meletakkan foto tuan guru tergeletak di lantai. Sangat tidak mungkin. (Tuan Guru: 483).
Sistem kekeluargaan yang terbentuk berdasarkan adat luhur yang
diwariskan oleh nenek moyang adalah dalam menyebut kepemilikian tidak
menggunakan –ku yang menyatakan milik sendiri. Hal ini untuk meniadakan jarak
hubungan antara pembicara dengan lawan bicara. Dalam menyebut ayah atau ibu
tidak akan diakhiri dengan ayahku atau ibuku.
Satu tradisi berbahasa di kampungku. Bahwa mereka tidak akan pernah menyebut orang tuanya sendiri, atas nama dirinya sendiri di depan orang lain yang sudah mereka anggap saudaranya sendiri. Bila orang itu sudah benar-benar mereka yakini sebagai saudara. Mereka akan lakukan hal serupa pada setiap miliki mereka. Kecuali yang sifatnya pribadi sekali. Istri, atau suami, misalnya…. (Tuan Guru: 598)
b. Pekerjaan
Pekerjaan masyarakat Lombok yang dideskripsikan oleh Salman Faris
dalam novel Tuan Guru hanya beberapa dari sekian pekerjaan yang digeluti oleh
masyarakat Lombok umumnya. Pekerjaan-pekerjaan tradisional lebih ditonjolkan.
Nusa Tenggara Barat yang terkenal dengan kudanya berimbas pada pekerjaan
masyarakat Lombok. Masyarakat Lombok menggunakan tenaga kuda untuk
menarik gerobak yang bisa mengangkut beberapa orang sebagai alat transportasi
jarak dekat. Cidomo atau yang lebih akrab dipanggil becak oleh masyarakat
Lombok merupakan salah satu jenis mata pencaharian beberapa kepala keluarga.
Dalam novel Tuan Guru, pekerjaan ini dilukiskan oleh kehidupan Amaq Repah.
Berikut kutipannya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
…. Tetapi kalau Papuk Odah menolak naik cidomo, ini bisa jadi soal lain. Sepintas aku pernah dengar, bahwa Papuk Odah sering bercerita kepada orang lain, ia sangat senang naik cidomonya Amaq Repah, terlebih cidomo itu ditarik oleh kuda tambang yang tidak rewel, larinya kencang…. (Tuan Guru: 37)
Penjual ternak merupakan salah satu pekerjaan yang dilakukan oleh
masyarakat Lombok. Lombok yang memiliki beragam binatan ternak mendukung
jenis pekerjaan tersebut. Pekerjaan ini direfleksikan pada pekerjaan ayah tokoh
aku yang merupakan juragan terbak dari kakeknya. Sebagaimana yang tercantum
dalam kutipan berikut.
Hari ini sabtu. Sekolah pulang lebih awal. Sedikit mengobati kecewa pagi tadi. Aku tiba di rumah kembali sesudah zuhur. Ayah sudah tidak ada di rumah. Entah ia di pasar hewan yang mana sekarang? Pintu rumah terbuka….
Pekerjaan lain yang dilakoni oleh masyarakat Lombok dalam
menyambung hidup adalah bertani. Hal tersebut terlukis pada kehidupan keluarga
tokoh aku yang memiliki sawah dan digarap oleh orang lain yang sudah dianggap
telaten dalam mengolah tanah garapan. Berikut kutipannya:
Ibu tadi tidak sempat ke masjid untuk shalat zuhur berjamaah. Ia terlambat pulang dari sawah. Karena orang yang suruh menggarap sawah minta ditunggu sampai selesai. Ibu mengalah. Terdengar dari pembicaraannya. (Tuan Guru: 57)
Lombok juga dihuni oleh beberapa pendatang yang mencoba peruntungan
di tanah rantauan. Dalam novel Tuan Guru, Salman Faris mendeskripsikan
seorang perantau dari Jawa yang bekerja sebagai tukang jahit. Berikut kutipannya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Merasa dirugikan, tukang jahit, yang orang Jawa itu. ia menghadap tuan guru, dan menjelaskan bahwa tuan guru benar-benar menyuruh memperbaiki jahitan pada lengan jubah. Tukang jahit itu menunjukkan bukti gambar dengan ukuran yang dibuat tuan guru sendiri. Tuan guru terdiam. (Tuan Guru: 124)
Jenis pekerjaan lain yang digambarkan dalam novel Tuan Guru adalah
dukun beranak yang direfleksikan melalui tokoh Papuk Odah. Papuk Odah
merupakan dukun beranak kepercayaan keluarga tokoh aku sejak kelahiran ibu
hingga kelahirannya. Tetapi tidak jarang tenaga Papuk Odah juga dibutuhkan oleh
orang lain. Selain sebagai dukun beranak, di masa tuanya Papuk Odah
memperdalam kelihaian dalam meracik bahan-bahan tradisional menjadi obat.
Sebagaimana yang tercermin dalam kutipan berikut.
Papuk Odah membantu kelahiran ibumu. Tetangga sempat memanggil Papuk Odah yang kebetulan baru selesai mengobati orang sakit di kampung itu. masih muda, Papuk Odah sudah bekerja sebagai dukun beranak. Setelah tua, ia baru menekuni pengobatan tradisional yang lain dengan lebih serius. (Tuan Guru: 479)
c. Pendidikan
Latar belakang pendidikan yang disuratkan oleh Salman Faris dalam novel
Tuan Guru memang didominasi oleh pendidikan agama karena memang menjadi
sorotan dalam hal ini adalah kisah di balik tuan guru dan yang melingkupinya.
Tokoh aku yang orang tuanya merupakan pengikut tuan guru yang taat sejak kecil
telah dipersiapkan untuk memperdalam ilmu agama. ia pun disekolahkan pada
sekolah yang memiliki fokus utama dalam bidang agama, misalnya pada saat
teman-teman seusianya memasuki sekolah menengah pertama, ia dimasukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
oleh orang tuanya ke Madrasah Tsanawiyyah (setingkat SMP). Berikut
kutipannya:
Aku ingat betul, guru Sejarah Kebudayaan Islam mengucapkannya saat masih duduk di kelas tiga Madrasah Tsanawiyyah. Aku sempat bertanya saat itu (sebab aku selalu tertarik dengan sejarah), namun sayang sekali, sebelum guru itu memberikan jawaban, bel tanda pulang berbunyi. (Tuan Guru: 177)
Dunia pendidikan di Lombok telah terpengaruh oleh kelas sosial orang tua
siswa. Anak-anak tuan guru selalu menjadi terdepan walaupun ada anak
masyarakat dari kalangan biasa yang mampu lebih baik dalam hal prestasi. Guru
dan para siswa mengetahui hal tersebut, tetapi semua orang seolah menutup mata
dengan peristiwa tersebut. Ihsan, salah seorang anak tuan guru yang kebetulan
sekelas dengan tokoh aku di Madrasah Tsanawiyyah selalu menjadi ranngking
pertama di kelas. Padahal guru dan teman kelas lainnya mengetahui kalau dari
segi akademik dan keseharian, tokoh aku jauh mengungguli Ihsan.
Banyak orang tidak percaya, ketika di kelas satu sekolah menengah pertama: Madrasah Tsanawiyaah. Ihsan menempati rangking pertama, karena kenyataan menunjukkan lain. akulah yang selalu terdepan. Mengerjakan pekerjaan di depan kelas. Menjawab pertanyaan-pertanyaan guru yang tidak bisa dijawab oleh Ihsan, ludes dalam jawabanku. Terjawab semuanya dengan lancar. Setiap ada ulangan, Ihsan tidak pernah lepas dari buku, sedangkan aku, tangan kososng memasuki arena pertempuran. (Tuan Guru: 119)
Dalam novel Tuan Guru, pendidikan yang dilukiskan dalam masyarakat
Lombok memang lebih fokus pada pendidikan yang terfokus pada agama. Namun,
Salman Faris tidak serta merta mengenyampingkan jenjang pendidikan yang
tinggi yang memang ditempuh oleh beberapa masyarakat Lombok dan dalam hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
ini dilukiskan dalam kehidupan anak-anak tuan guru. Ihsan yang tidak lain adalah
saingan tokoh aku selama di Madrasah Tsanawiyyah melanjutkan pendidikannya
ke perguruan tinggi negeri di kota dan masuk jurusan Ilmu Sosial dan Politik.
Tidak hanya kota di Pulau Lombok, anak-anak tuan guru melanjutkan pendidikan
ke tanah Jawa hingga ke luar negeri. Berikut kutipannya:
Sudah lami tidak berbicara berdua. Semenjak kami merampungkan Madrasah Aliyyah. Kami jarang bertemu. Ihsan memilih kuliah di kota. Jurusan ilmu sosial dan politik. Hal ini membuat aku tidak ingin bertemu dengannya. (Tuan Guru: 439) Banyak sekali, anak tuan guru yang disekolahkan di Jawa. Di perguruan tinggi negeri ternama. Bahkan di luar negeri. Memiliki kuliah yang memiliki masa depan. (Tuan Guru: 439)
Pendidikan tinggi terbaik di beberapa perguruan tinggi ternama yang
dirasakan oleh anak-anak tuan guru tidak dirasakan secara merata oleh masyarakat
Lombok. Meskipun sebenarnya warga masyarakat yang lain mampun
menyekolahkan anaknya layaknya anak-anak tuan guru. Tetapi pradigma warga
yang telah tercekoki oleh ucapan tuan guru yang langsung dianggap sebagai
sebuah fatwa membuat masyarakat mempercayakan anaknya pada pondok
pesantren yang minim informasi umum. Berikut kutipannya:
Sedangkan anak-anak jamaahnya dibiarkan. Dipaksakan terkatung-katung pada garis nasibnya, di pondok pesantren. Di sekolah-sekolah yang terletak di pelosok desa. Sekolah tanpa informasi. (Tuan Guru: 439)
d. Agama
Latar belakang agama yang dianut masyarakat Lombok berdasakan
gambaran Salman Faris dalam novel Tuan Guru adalah mayoritas muslim. Setting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
pesantren dan masyarakat pengikut tuan guru yang fanatik mendengar ceramah
atau pengajian menjadi alasan logis untuk menyatakan bahwa masyarakat
Lombok penganut agama Islam. Masjid besar yang dibangun di tengah kampung
menjadi pertanda bahwa mayoritas masyarakatnya Islam. Sebagaimana kutipan
berikut ini:
Karena penasaran, aku sempat kesana, memasuki kampung itu. mataku disambut oleh gerbang masjid yang besar. Mataku segera menuju ke kubah masjid yang berwarna keemasan…. (Tuan Guru: 31) Belum jauh aku meninggalkan kampung. Di masjid terdengar suara pengumuman. Setiap jamaah disuruh menyumbang untuk pengajian tuan guru besok malam. Eh. Tidak selera sama sekali mendengarnya. (Tuan Guru: 56)
Selain masyarakat mayoritas pemeluk Islam, dalam novel Tuan Guru
terdapat pemeluk minoritas yang dideskripsikan melalui kehidupan tokoh
keturunan Cina. Meskipun nenek moyangnya merupakan pembawa Islam di Pulau
Lombok, mereka belum tentu memeluk keyakinan yang sama dengan leluhurnya.
Sebagaimana yang tercantum dalam kutipan berikut.
Wanita Cina yang lambat laun tergerak untuk menggali masa lalu nenek moyangnya. Ia pun mengerti, bahwa nenek moyangnya berperan dalam proses awal masuknya Islam ke pulauku. Jikapun akhirnya, ia mendapati dirinya tidak memeluk keyakinan mayoritas, ia pahami sebagai satu proses panjang dalam perjalanan nenek moyangnya sebelum menapak pasti sebagai bagian dari pribumi di pulauku…. (Tuan Guru: 638)
e. Tempat Tinggal
Salman Faris mengambil beberapa seting tempat penceritaan novel Tuan
Guru. Meski hanya diulas secara sepintas, tetapi pantai Manange Baris, Lombok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Timur menjadi seting awal tempat tempat cerita ini berlangsung. Pantai ini
berdekatan dengan Pelabuhan Penyebrangan Kayangan. Pelabuhan yang menjadi
tempat berlabuh kapal-kapal penyebrangan dari Sumbawa-Lombok. Berikut
kutipannya:
Itulah teriakan Shaleh dari pantai Manange Baris kepada penumpang kalal-kapal laut yang hendak berpergian ke timur, yang bertolak dari pelabuhan Kayangan…. (Tuan Guru: 9)
Desa yang dominan diceritakan dalam novel Tuan Guru adalah desa
tempat tokoh aku tinggal. Desa yang masyarakatnya merupakan pengikut tuan
guru yang setia. Kisah masa kecil tokoh aku sebelum masuk pondok pesantren
banyak terjadi di desa Kembang Sandat, Kecamatan Sakra, Lombok Timur. Nama
desa yang diambil dari kisah seorang wanita cantik yang lahir dari keluarga biasa.
Karena menolak dinikahi penguasa yang tamak, ia rela meminta seorang kesatria
pribumi yang tidak lain adalah kekasihnya untuk membunuhnya. Berikut
kutipannya:
Rumah itu, terletak di perbatasan desa. Jadi, hampir setiap orang yang pernah lewat di perbatasan. Dapat dipastikan, ia mengenal rumah itu. terlebih karena rumah itu terletak di desa yang cukup terkenal. Kembang Sandat nama desaku. (Tuan Guru: 16)
Daerah-daerah tempat pengajian yang didatangi tokoh aku memperbanyak
setting tempat yang diangkat dalam cerita. Tokoh aku pergi mewakili tuan guru
untuk menyampaikan pengajian sampai ke daerah yang sebagian besar
penduduknya adalah pencuri yakni Desa Plambek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Begitulah kata wanita yang laki-laki itu datangi. Tergeragap aku. Telingaku terasa diperawani oleh ilmu yang baru. Yang tersembunyi di ranting-ranting yang kering. Tersimpan di batu-batu yang berbaris sepanjang jalan berdebu menuju Desa Pelambek itu. (Tuan Guru: 344)
Di luar pulau Lombok, novel Tuan Guru juga mengambil seting tempat
pulau tetangga yakni pulau Sumbawa. Di pulau Sumbawa inilah tuan guru juga
melakukan pengajian yang selanjutnya dilakukan oleh tokoh aku dalam tugasnya
mewakili tuan guru. Namun, dalam perjalanan ke Sumbawa untuk berceramah, ia
menyempatka juga melakukan penyuluhan dan memberikan informasi kepada
masyarakat tentang kesehatan makanan. Berikut kutipannya:
Suatu hari aku mendapatkan giliran ke Sumbawa untuk memberikan program penyuluhan tentang makanan bergizi. Makanan yang tidak hanya banyak tetapi kaya akan protein. Ternyata, tidak hanya di Sumbawa, tetapi di kampungku, masyarakat hanya mementingkan jumlah makanan yang banyak, tidak penting gizi. (Tuan Guru: 408)
Selain latar tempat berupa lokasi geografis, dalam novel Tuan Guru
menggunakan seting tempat berupa bangunan, misalnya berupa rumah, sekolah,
masjid, pondok pesantren, dan lainnya. Di masa kecil tokoh aku, beberapa
kejadian peristiwa dilukiskan dalam sebuah masjid ketika pengajian tuan guru
berlangsung dan pada saat shalat. Pada saat tuan guru melakukan pengajian ke
kampung-kampung, ia memilih lokasi masjid utama di kampung tersebut karena
kegiatan tuan guru merupakan salah satu bentuk ibadah yang ditinggikan. Masjid
merupakan tempat mengumpulkan masyarakat yang mudah serta telah tersedia
sarana pendukung pengajian. Berikut kutipannya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Gemuruh ketiga membuatku mencoba memanjangkan leher sambil menutup telinga, melihat-lihat semua wajah orang-orang yang berada di masjid. (Tuan Guru: 98-99)
Rumah tokoh aku juga mengungkap banyak kisah tokoh utama bersama
keluarganya hingga akhir. Di rumah tersebut tokoh aku melihat kekejaman yang
dilakukan oleh ayahnya baik terhadap ibu maupun terhadap dirinya. Di rumah
tersebut, tokoh aku melihat ketimpangan-ketimpangan yang kurang berterima
yang dilakukan oleh ibunya, dan di rumah tersebut tokoh aku hendak dibunuh
oleh pengikut tuan guru yang taat dan dendam terhadap dirinya. Berikut kutipan
yang mengisahkan ketika tokoh aku mendapat pendidikan militer dari orang
tuanya untuk membentuk sikap dan kepribadian dia dan kedua saudaranya agar
siap memasuki pondok pesantren di ruang tengah rumah (atau dalam bahasa
Lombok disebut sangkok).
Teriak ibu. Sambil menyuruh kami berjalan mengitari ruang tengah rumah. Sangkok dalam rumah yang lumayan luas. (Tuan Guru: 109)
Kisah yang lain ditampilkan Salman Faris ketika mengisahkan kehidupan
tokoh aku di pondok pesantren. Selama berada di asrama pondok pesantren, tokoh
aku belajar tentang dirinya, belajar tentang kebebasan, belajar tentang ketertarikan
terhadap lawan jenis dan belajar tentang mengikhlaskan orang yang dicintainya
bukan demi tuan guru tetapi karena tuan guru. Di pondok pesantren, tokoh tidak
mendapat pendidikan yang baik. ia merasa seolah berada dalam sebuah jeruji yang
membatasi segalanya dan membuatnya merasa tertekan. Sebagaimana yang
terefkeksi dalam kutipan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Jeruji pondok pesantren semakin menyempitkan diri. Terasa. Di mana kelas sosial semestinya dibunuh, justru disinilah semakin terasa tikam menikam…. (Tuan Guru: 121)
Rumah lain yang menyingkap banyak kisah dalam novel Tuan Guru
adalah rumah tuan guru. Rumah tuan guru yang selokasi dengan pondok pesantren
tersebut berdampingan dengan musholla, tempat pengajian-pengajian besar
digelar dan tempat beberapa kegiatan pelajaran pesantren diadakan. Berikut
kutipannya:
Rumah tuan guru yang kelihatan luas, berwibawa itu, berdampingan dengan musholla yang tidak kalah luasnya. Tiang-tiang utama musholla itu bahkan lebih besar dari tiang-tiang masjid jamik di kota kabupaten. Karena musholla itu diperuntukkan bagi pengajian yang berkapasitas ribuan orang. Tidak jarang, pengajian akbar digelar disitu. (Tuan Guru: 148)
f. Bahasa
Penggunaan bahasa dalam mendeskripsikan alur cerita dalam novel Tuan
Guru, Salman Faris menggunakan bahasa sastra yang mengandung implikatur.
Dalam satu pernyataan yang diungkapkan tersirat banyak makna. dalam
menunjang kepekaan pembaca, Salman Faris memasukkan beberapa kalimat,
frasa, dan kata dalam bahasa Lombok. Hal tersebut membuat pembaca terutama
yang sedaerah dengan pengarang merasa lebih intim dan dekat dengan kisah
dalam novel. Setiap penggunaan bahasa daerah, Salman Faris memberikan makna
dari bahasa daerah tersebut. Berikut kutipan-kutipan yang mengungkap tentang
penggunaan bahasa daerah Lombok yang digunakan Salman Faris dalam
mendukung peristiwa-peristiwa dalam novel Tuan Guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
…. O gamaq inak. Mun nyerake suran-uran: aduh! Kekalahan dan derita sepanjang waktu. (Tuan Guru: 11) …. Sebenarnya kalua ia hendak pergi memancing, bila pilahannya telabah: sungai kecil yang juga membelah sawah, bocah itu cukup melangkah beberapa meter, ia pasti sudah sampai di telabah yang tidak kalah berkeloknya dengan sungai yang jauh di sana…. (Tuan Guru: 12) Astaga! Apa mereka lupa kalau sehabis pengajian kita akan ngandang dulang? Bukankah itu yang inti? Semua jamaah duduk bersila. Begibung. Dulang tinggi-tinggi itu di tengah. Kemudian tanpa aba-aba. Dulang dibuka serempak. Menyantap isinya dengan lahap. (Tuan Guru: 103) Lidah mereka hanya diajarkan untuk mengucapkan “tampiasih”, “kaji ngiring”. (Tuan Guru: 528)
Selain penggunaah bahasa daerah Lombok yang digunakan oleh Salman
Faris dalam menceritakan kisah-kisah yang terjadi, beberapa kosakata Arab juga
digunakan. Hal ini tidak lepas dari pengaruh latar pondok pesantren yang diangkat
dalam novel Tuan Guru.
Bahkan, di tingkat tiga, Ridwan masuk ke dalam sepuluh besar santri berprestasi, diakuinya sendiri, karena ia banyak bertanya kepadaku. Dan jawaban-jawaban yang aku berikan cukup mengena. Cukup analitik. Istilah yang bagi Ridwan sangat asing. Karena ia harus sami’na waato’na: mendengar lalu menjalankan tanpa ada koreksi. Tanpa ada kesadaran untuk menganalisa duduk persoalan. (Tuan Guru: 181-182) Maklum. Tuan guru kan lebih banyak belajar bahasa “na’am anta itu.” (Tuan Guru: 468)
g. Suku
Selain suku pribumi asli Lombok yakni suku Sasak yang mendiami Pulau
Lombok, ada masyarakat pendatang yang juga telah melangsungkan kehidupan
sejak zaman nenek moyang terdahulunya datang. Etnis yang banyak mendiami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
pulau Lombok yang diangkat kisahnya dalam novel Tuan Guru adalah etnis Cina.
Mereka melakukan perdagangan dan menerapakan sistem perdagangan yang maju
tetapi karena campur tangan tuan guru mereka harus rela diintimidasi oleh
penduduk setempat.
…. Kaum muslim di pulauku, misalnya. Tidak sedikit di antara mereka yang menjadikan etnis Cina sebagai donator utama dalam pembangunan masjid dan madrsah. (Tuan Guru: 639)
Sisa-sisa keturunan masyarakat Bali yang dulu pernah menjajah Lombok
juga masih mendiami Pulau Lombok. Mereka melangsungkan kehidupan dengan
berdagang. Tetapi setelah sistem kerajaan berangsur-angsur pudar, penduduk Bali
dan Lombok hidup rukun menjalin kerja sama meski ada beberapa yang masih
menganggap orang luar sebagai musuh yang harus ditaklukkan.
Itulah kenapa mereka tidak heran ketika keluarga Bali itu mebeli sawah hampir semua penduduk kampung. Tidak lama, keluarga Bali itu menjadi tuan tanah. Sedangkan orang-orang kampung tempat Papuk Odah dan suaminya merantau hanya bisa menjual tanah untuk ongkos naik haji. (Tuan Guru: 404)
3. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Tuan Guru
a. Nilai Pendidikan Sosial
Kehidupan sosial yang digambarkan dalam novel Tuan Guru lebih banyak
mengulas tentang bagaimana hidup bermasyarakat di lingkungan pondok
pesantren, tetapi unsur-unsur kehidupan bermasyarakat di pedesaan juga tidak
lepas dari sorotan penulis. Nilai pendidikan sosial dalam novel Tuan Guru
tercermin pada masyarakat yang memiliki antusiasme yang tinggi dalam hal
menyumbang demi kepentingan madrasah dan pengajian yang dilakukan oleh
Tuan Guru. Sebagaimana yang terdapat dalam kutipan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Jamaah akan berlomba-lomba memberikan sumbangan, apabila di masjid diumumkan, bahwa bagi jamaah yang menyumbang, akan dibacakan doa pada hari Jumat. Dan yang sumbangannya lebih, akan ditulis namanya di amplop. Kemudian diserahkan kepada tuan guru untuk dibacakan doa. (Tuan Guru: 56)
Selain itu, masyarakat juga sangat menghormati tokoh agama seperti Tuan
guru dan memiliki rasa saling berbagi yang tinggi. Masyarakat rela melakukan
apapun untuk tuan guru, sosok yang sudah dianggapnya ‘keramat’.
“Bukan itu yang aku persoalkan. Seperti yang kamu tahu, memang betul kita tidak perlu repot-repot terhadap ribuan jamaah itu. mereka selalu senang jika aku mintai tolong” (Tuan Guru: 142).
Semua jamaah berlarian untuk menyalami tuan guru. (Tuan
Guru: 103)
Dalam tradisi di masyarakatku, jam bertamu itu biasanya pagi, sebelum berangkat kerja, baik ke kantor maupun ke sawah, lading, kebun, atau ke laut. Sehingga mereka yang bertamu mendapat jamuan sarapan pagi bersama dengan tuan rumah. (Tuan Guru: 603).
Tokoh aku mengajarkan tentang bagaimana menunjukkan kebaktian dan
kepatuhan terhadap orang tua serta rasa solidaritas yang tinggi terhadap teman
atau orang lain. Selain itu, tokoh aku meruapakan sosok yang ingin bermanfaat
bagi masyarakatnya meskipun tanggapan yang diterima dari masyarakat yang
dibantunya tidak setimpal.
Tanpa ia menjadi Tuan guru pun, aku patut menghormatinya, karena usianya itu. tentu bila layak untuk dihormati. Kalau tidak, nanti dulu. Boleh kita menimbang sebab. (Tuan Guru: 276) Mukhtar sering datang ke tempatku setelah itu. Mengadu. Mengeluh. (Tuan Guru: 302).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Aku memijit kaki Papuk Odah yang barusan diselonjorkan ke hadapanku. Belum empat pijatan, ia menariknya kembali. Benar-benar tak tahu, aku hendak berbuat apa? (Tuan Guru: 362) Aku menunduk. Hampir menetes air mataku. Membayangkan keramahan ibunya Kabir. Seorang ibu yang selain sangat taat, juga memegang teguh peninggalan leluhur itu, kini sudah tidak ada. (Tuan Guru: 599)
Kepatuhan dan kehormatan seorang istri kepada suami dilukiskan pada
sikap dan watak tokoh ibu si aku. Ia menanamkan cinta kasih yang dalam kepada
suami. Berikut kutipannya.
Ibu masih sempat membela ayah. Ibu menarik tubuhku
sehingga terjerembab persis di wajahnya. “Jangan melawannya, jangan pernah.” (Tuan Guru: 75)
Tokoh ibu si aku juga memiliki rasa solidaritas, kepedualian terhadap
sesama, menolong orang lain tanpa pamrih. Seperti yang tercermin pada kutipan
berikut.
“Ibu selalu menyambut mereka dengan riang, jika pinjaman mereka tidak perlu dikembalikan karena jumlahnya tidak terlalu banyak. Ibu selalu mengatakan, bahwa pinjaman itu tidak usah dikembalikan. ‘Jangan lupa dan malu-malu dating lagi. Toh juga anakku sering bermain ke rumahmu.
Ibu menyambut dan melepas mereka yang dating meminta bantuan selalu dengan senyuman.” (Tuan Guru: 78).
Tetapi tidak pernah ketemu. Telapak kaki ibu, tetap berupa
telapak kaki. Tidak ada surga di situ. Bahkan ketika ibu menginjak wajahku, karena marahnya tidak ketulungan, hanya karena aku memakan jatah makan ayah. (Tuan Guru: 311)
Namun ada sisi negatif yang ditampilkan oleh tokoh ibu si aku dalam pola
pikirnya dan tingkah lakunya dalam memperlakukan anak. Ibu si aku memegang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
teguh bahwa suami harus diberikan pelayanan ekstra sementara anak lebih
dipinggirkan bahkan jauh dari perlakuan yang semestinya diberikan seorang ibu
kepada anak.
…. Begitu terhormatnya nasi itu, sehingga telunjuk ibu begitu lembut kepadanya. Sedangkan suara yang diberikan kepadaku, layaknya suara tuan kepada anjing buruan yang tidak mendapatkan buruannya. (Tuan Guru: 52)
Di lain hari, telur ayam kampong yang dimasak setengah
matang (empat sampai lima butir) di piring ayahku, sedangkan di piringku hanya kepala ikan asin yang disimpan ibu lima hari yang lalu. (Tuan Guru: 53)
Kalian tidak boleh menyentuh apa pun yang di depan kalian
sebelum ayahmu datang. (Tuan Guru: 54).
Pendidikan sosial khususnya sebagai kepala rumah tangga, dapat berkaca
pada tingkah laku ayah tokoh si aku yang tidak boleh ditiru oleh seseorang dalam
kapasitasnya sebagai seorang suami maupun ayah. Ayah tokoh si aku tidak
menunjukkan tugas seorang kepala rumah tangga yang melindungi, mengayomi
seluruh anggota keluarganya. Seperti yang terlihat pada kutipan berikut.
Hasilnya sama saja. Malah aku melihat ayah mengangkat tangannya yang hitam lebam dan besar berotot.
Plak! Buk! Wajah ibu kembali tertimpa. Sontak darah mengalir dari
lubang hidungnya. Bibirnya gemetar, seperti mau mengucapkan sesuatu. Alhamdulillah. (Tuan Guru: 73)
Nilai sosial dalam berumah tangga dan sebagai tokoh agama ditunjukkan
oleh Tuan guru baik melalui sisi positif yang ia miliki maupun sisi lain yang
kurang baik. Sebagai seorang pendidik, tuan guru memberikan nasihat-nasihat
yang baik dengan penyampaian yang bisa diterima dengan baik oleh santri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Dalam soal keluarga, sering sekali. Sangat sering. Tuan guru mengambil contoh dari bagaimana cara para nabi memperlakukan dan memberikan tanggung jawabnya kepada keluarga. Kemudian disampaikan kepada kami dengan cara yang sangat lugas dan gambling. Agar kami mengerti dan menjadikannya perhatian utama, tentu saja. (Tuan Guru: 151).
Dalam membantu santri-santrinya yang kurang mampu, Tuan guru
memiliki cara tersendiri dalam membantunya, yakni dengan mempekerjakan
mereka di rumahnya.
Sekali lagi. Mereka tidak akan pernah bertanya. Biasanya, pembantu yang dipekerjakan di situ ialah, para santri yang orang tuanya sudah meninggal, atau santri yang dianggap kurang mampu, tetapi cukup berbakat. Semacam beasiswa religi. (Tuan Guru: 151).
Tuan guru merupakan ayah yang lembut bagi anak-anaknya. Hal tersebut
tampak pada saat ia melerai perkelahian antaranaknya.
Meskipun pilihan kata-kata yang disampaikan oleh tuan guru cukup untuk menyimpulkan bahwa ia sangat marah. Namun cara ia menyampaikannya. Aku bangga. Objektif. (Tuan Guru: 160).
Setelah sampai di depan kedua anaknya, tuan guru sempat
memandang mereka dengan penuh kasih. Tuan guru tersenyum. (Tuan Guru: 165).
Setelah itu tuan guru mengusap kepala anaknya lembut.
Berulang kali. Tuan guru mendekatkan mulutnya ke telinga anaknya. Sesaat saja. Entah apa yang dibisikkan tuan guru. Lalu menyuruhnya pergi dengan lebih lembut dari usapan kepala tadi. (Tuan Guru: 166).
Namun ada sisi negative tuan guru yang bisa dijadikan sebagai cerminan
sosial yang kurang baik untuk diikuti. Sebagai seorang suami, Tuan guru memiliki
tinggat egoisme yang tinggi. Ia jarang mendengarkan pendapat dari istrinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
“Ummi diam atau tidak. Setuju atau menolak. Abah akan tetap menikah lagi.” (Tuan Guru: 200).
Kesetiakawanan ditunjukkan oleh Jalal ketika membela tokoh aku saat ia
dianggap membangkang oleh tuan guru. Jalal berusaha melindungi tokoh aku dari
kekerasan fisik yang apabila dilakukan secara tiba-tiba oleh santri lain. Meskipun
Jalal merupakan sanstri yang taat juga kepada tuan guru, tetapi ketika sahabatnya
yakni tokoh aku mendapat ancaman karena sesuatu yang bukan merupakan
keslahan, ia rela melawan di hadapan gurunya sendiri.
Jalal mendekati. Persisnya, Ia ingin menjaga. Siapa tau seorang santri tiba-tiba menerkamku. Meskipun aku yakin, tidak akan ada seorang pun yang berani seperti itu. karena sejelek-jeleknya santri di asramaku. Mereka tidak akan pernah melakukan cara-cara anarki dalam menyelesaikan persoalan. Kecuali memang lidah mereka yang tajam kalau sedang membuat banyolan. (Tuan Guru: 285)
Selain Jalal, Kabir yang merupakan sahabat tokoh aku selama di asrama
juga rela melakukan apapun demi sahabatnya. Kabir yang selama di pesantren
banyak diberikan bantuan moral oleh tokoh aku telah menganggap aku sebagai
saudara. Kabir selalu berusaha memberikan bantuan terbaik untuk membalas budi
yang tidak diminta tetapi ia memberikan sendiri atas dasar rasa persaudaraan yang
tinggi. Sebagaimana yang tercermin dalam kutipan berikut.
…. Pada dirikulah, aku semestinya memohon ma’af, karena telah luput dari persaudaraan yang diberikan Kabir penuh keikhlasan, yang untuk itu ia akan melakukan apapun, jika aku minta, sepanjang ia mampu melakukannya. (Tuan Guru: 598).
b. Nilai Pendidikan Moral
Pendidikan moral berkaitan dengan sesuatu yang diangap baik-buruk,
benar-salah. Dalam novel Tuan Guru, Salman Faris tidak hanya memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
poendidikan bagaimana sikap yang bermoral terhadap sesama tetapi juga bersikap
terhadap apa yang ada disekitar. Contoh kecil yang ditunjukkan adalah bagaimana
menyukuri segala kenikmatan sekecil apapun yang dianugerahkan Tuhan.Tokoh
aku yang merasa ‘iri’ dengan porsi superlezat yang selalau dihidangkan oleh ibu
untuk ayahnya setiap kali makan mendapat teguran dari ibunya. Tokoh aku dan
kedua saudaranya tidak boleh menyia-nyiakan nasi yang ada dihadapannya meski
dengan hidangan yang seadanya. Mereka harus menghormati nasi yang ada
dihadapannya sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan.
Tidak baik bagi kamu berbuat demikian. Di depan piring ini, kamu tidak hanya mempunyai kewajiban menghormati ayahmu, tetapi kamu juga fardu untuk hormat kepada nasi-nasi ini. Kita harus bersahabat dengan nasi ini! (Tuan Guru: 52)
Selain kebaikan dalam nasihatnya yang positif, ibu tokoh aku juga
memberikan sisi negatif yang dicontohkan kepada anaknya. Ibu tokoh aku tidak
bisa mempertahankan amanah yang diberikan oleh ibunya. Demi pengajian tuan
guru, yang sebenarnya demi menjaga nama baik keluarga di depan jamaah, ibu
tokoh aku rela menggadaikan atau menjual gelang emas pemberian ibunya.
Ibu menyerahkan gelang emas yang sebenarnya bukan dibeli oleh ayahku. Di depanku ibu menerimanya dari nenek. Jangan dijual. Pesan nenek. Ibu mengangguk. Kini ia sudah melanggarnya demi partisipasi. Menyumbang untuk pengajian tuan guru. (Tuan Guru: 59)
Moral negatif lain yang bisa dijadikan pelajaran untuk tidak melakukannya
adalah kebohongan yang dilakukan oleh ibu tokoh aku kepada anaknya. Ibu
menutupi keengganannya memberikan uang saku kepada tokoh aku dengan
kebohongan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
…. Benar-benar aku melihat uang di tangannya. Tetapi ia masih tega menampiknya. Membohongi aku. Tetapi, percuma mendebat ibu. (Tuan Guru: 60)
Dalam bermasyarakat atau berinteraksi baik dengan siapapun, kesopanan
dalam bersikap dan bertutur kata sangat diperlukan. Orang lain akan menghormati
kita jika kita juga hormat kepada mereka. Oleh sebab itu, menurut Salman Faris,
prisai diri yang baik adalah budi pekerti. Apabila budi pekerti kita baik maka tidak
akan ada oang yang berbuat jahat.
…. Orang banyak benci kepada orang bodoh dan tidak tahu sopan santun. Budi pekrti adalah perisai diri. (Tuan Guru: 110)
Sebuah lingkungan pesantren seyogyanya mengajarkan santri tentang
kebaikan terutama menanamkan sikap religius yang mendalam. Tetapi dalam
pesantren yang ada dalam penceritaan Salman Faris, santri diajarkan ilmu agama
hanya untuk mendapatkan gelar sosial yang tinggi ketika kelak keluar dari
pesantren. Mereka belajar bukan untuk memperoleh keberkahan ilmu tetapi
merebutkan tahta sosial yang diselimuti oleh kata agama
Ini yang aku benci. Kenapa seorang santri diajarkan memacu diri dalam mengaji, agar mereka mendapatkan tahta sosial yang lebih layak, yang bisa dibangga-banggakan. (Tuan Guru: 139)
Akibat dari tujuan akhir belajar di pondok pesantren yang menyimpang,
banyak santri yang rela menutup suatu kebohongan dengan kebohongan yang
lainnya. Meskipun mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan salah, mereka
tetap melakukannya dan mengikuti arus demi sebuah pencapaian duniawi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
menyesatkan. Secara tidak langsung mereka telah membunuh jiwa mereka sendiri
demi jiwa lain. Mereka rela mengubah jiwa mereka menjadi orang lain.
Membohongi diri sendiri, satu penyakit yang menyebabkan jiwa-hati mati.
Bohong pada diri sendiri itulah yang banyak terjadi di lingkungan santri, temanku. (Tuan Guru: 198)
Dalam membentuk jiwa yang kuat, seseorang harus belajar dari sebuah
kepahitan. Tuan guru menanamkan hal tersebut kapada santrinya. Para santri
diharapkan untuk bersabar dalam menjalani kehidupan di asrama. Apabila
seseorang mencapai kesuksesan setelah melalui kesengsaraan maka mereka akan
selalu mengucap syukur atas apa yang diraihnya dan mereka akan selalu
menghargai orang yang hidupnya jauh di bawah mereka karena mereka pernah
merasakan hidup yang memprihatinkan.
Kalian harus belajar hidup prihatin. Apa yang kalian alami
saat ini, jauh lebih baik dibanding apa yang dirasakan oleh tuan guru. Kesabaran itu diperlukan untuk dapat memperoleh kemuliaan! (Tuan Guru: 220)
Salah satu sikap yang membedakan orang baik dengan orang munafik
adalah amanah. Seseorang yang terpuji selalu bisa menjaga amanat yang
dititipkan kepadanya. Seprti apa yang dilakukan oleh Jalal. Dalam hal
menyampaikan pesan kepada tokoh aku, Jalal selalu menyampaikan sesuai adanya
tanpa bumbu yang ia tambahkan sebab belum tentu persepsi tambahan yang kita
tambahkan dalam sebuah pesan sesuai dengan maksud yang diinginkan
penyampai pesan atau penerima pesan. Oleh sebab itu sampaikan pesan sesuai apa
yang dititipkan adalah hal terbaik yang harus dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
…. Aku putuskan, bahwa Jalal siap memberikan berita apa saja dan mempertaruhkan apa saja demi mempertaruhkan orisinalitas berita itu sampai ke telingaku. Setelah ia berpacaran dengan Hilali. (Tuan Guru: 340)
Manusia yang paling baik adalah manusia yang memiliki banyak manfaat
bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun mahluk lainnya. Pesan moral yang luhur
ini tercermin pada kehidupan keluarga papuk Odah. Mereka tidak menyetuji sikap
orang yang mencelakakan kehidupan orang lain hanya untuk kebaikan yang
menurutnya baik tetapi belum tentu menurut orang lain.
Dalam hal tertentu, suaminya Papuk Odah dan Papuk Odah sendiri sepakat dengan orang tuanya Papuk Odah, yakni sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang banyak bermanfaat bagi semuanya. Baik yang di dalam dirinya maupun di luar dirinya: binatang, pohon, tanah, air, udara, api, bahkan dengan alam kegaiban. Mereka berdua sangat tidak sepakat kepada mereka yang mencelakakan dirinya hanya untuk kebaikan yang dikejarnya. Sebab itu berarti tidak banyak mendatangkan manfaat bagi manusia itu sendiri. (Tuan Guru: 402)
c. Nilai Pendidikan Budaya
Dalam masyarakat Lombok, orang-orang yang telah dianggap sesepuh
atau memiliki kedudukan yang tinggi dan dihormati dalam masyarakat diberikan
semacam mandat untuk merumuskan sebuah aturan. Aturan tersebut akan ditaati
oleh semua masyarakat yang hidup dalam komunitas tersebut. Kakek tokoh aku
yang merupakan orang tua ayahnya merupakan orang yang dihormati di kampung
karena jasanya mengusir penjahat. Sejak saat itu kakeknya berhak merumuskan
aturan-aturan yang harus dipatuhi bersama oleh seluruh warga kampung. Berikut
kutipannya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
…. Kakek menghalau banyak manusia bejat hanya untuk mendiami kampung ini. Begitu hebatnya kakek, sehingga ia langsung mendapatkan posisi penting di tengah masyarakat. Kakeklah yang merumuskan hukum desa yang kami sebut awig-awig, sehingga tersusun satu hukum yang otonom. Begitu banyak cerita tentang leluhurku…. (Tuan Guru: 82)
Selain kebiasaan leluhur dalam merumuskan aturan dalam bermasyarakat,
budaya lain yang tumbuh lestari hingga sekarang ini di tengah masyarakat
Lombok adalah pada perayaan hari-hari besar keagamaan ataupun dalam sebuah
pesta rakyat, masyarakat melakukan makan bersama atau dalam bahasa Lombok
disebut begibung. Umumnya, makanan berupa nasi dan lauk pauk (dalam bahasa
Lombok dinamakan dulang) ditempatkan dalam satu wadah baik berupa nampan
ataupun daun pisang dan dimakan oleh tiga hingga lima orang. Pada pengajian
tuan guru khususnya Maulid Nabi masyarakat akan menyumbang hidangan yang
nantinya disajikan untuk tuan guru dan masyarakat. Berikut kutipannya:
Aku tidak begitu memerhatikan isi ceramah itu dengan detail, karena aku datang ke masjid bukan untuk mendengar ceramah tuan guru, melainkan ingin ngandang dulang: makan bersama dalam satu hidangan yang beraneka ragam jenisnya, yang dibawa oleh setiap warga kampong, setiap ada acara Maulid Nabi diadakan. Dulang itu sengaja dipersiapkan selengkap mungkin. (Tuan Guru: 98) Semua jamaah duduk bersila. Begibung. Dulang tingi-tinggi itu di tengah. Kemudian tanpa aba-aba. Dulang itu dibuka serempak. Menyantap isinya dengan lahap. (Tuan Guru: 103)
Budaya masyarakat Lombok yang sangat menghormati orang tua
direfleksikan sampai pada aspek yang sederhana. Ketika makan bersama yang di
dalamnya juga ada orang yang lebih tua dibandingkan yang lain, orang tua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
tersebut harus didahulukan mencucui tangan walaupun yang muda telah lebih
dahulu selesai menyantap makanannya.
Kami hampir selesai. Kami saling menunggu untuk mencuci tangan. Begitulah adat kami. Jalal dan Jumhur harus mengerti. Mereka mengikuti apa yang aku lakukan.
Melihat kami yang menunda-nunda menunggu lama, ayahnya Iduk segera meletakkan tangannya di dalam air cuci tangan. Kami menyusul setelah ia selesai. (Tuan Guru: 620)
Dalam hal memohon doa untuk orang yang telah meninggal, masyarakat
Lombok memiliki budaya tersendiri dalam memperingatinya. Kabir mengundang
tokoh aku untuk memanjatkan doa buat ibunya setelah empat puluh hari, seratus
hari, hingga seribu hari.
…. Dan berharap, jangan sampai tidak datang waktu zikiran: semacam gawe mati, bisa empat puluh hari. Bisa juga nyatus, yang keseratus hari. Atau nyeribu, seribu hari, untuk ibunya. (Tuan Guru: 602)
Selain dalam hal tata cara kehidupan tersebut, budaya masyarakat Lombok
yang masih berkembang yakni dalam hal kesenian. Dalam sebuah uapacar
pernikahan, masing-masing keluarga mempelai memiliki perwakilan juru bicara
yang bertugas meminta dan menerima pinangan yang disebut pembayun.
Pembayun akan saling berbalas tembang hingga waktu yang tidak ditentukan.
Seolah-olah mereka saling melontarkan pantun hingga ada yang kalah atau
mengalah.
Tengoklah urat ucapan para pembayun lewat dendang tembang yang diserap dari serat-serat tua, yang ditafsir seurat senadi dengan maknanya. Ehem. Pembayun, semacam juru bicara pada kedua belah pihak dalam upacara pernikahan. Pembayun pengantin wanita menyambut, pembayun mempelai laki-laki bertandang…. Mereka bersila di atas tanah tanpa alas, tak peduli waktu menjelang petang. Sepanjang dendang masih menantang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
tak pula upacara adat beranjak ke akhir. Pembayun pun tenggelam ke dalam dendang mereka sendiri. Tak peduli petang hari, tak mengerti pengantin lelah berdiri. (Tuan Guru: 67)
Selain pembayun, dalam upacara perkawinan ada kesenian khas Lombok
lainnya yang dipertontonkan yakni jangger. Jangger merupakan tarian tradisional
Lombok yang terdiri atas satu atau dua orang penari dan diiringi alunan gendang
beleq atau gendang besar. Tarian lain yang tumbuh di Lombok adalah rudat.
Rudat berupa tarian yang mengisahkan tentang perjuangan prajurit di medan
perang.
Setiap sore dihari minggu, mereka mempunyai kebiasaan menyabung ayam. Berjudi sesuai dengan kondisi keuangan mereka. Menonton jangger dan rudat bila kebetulan ada yang sedang melangsungkan gawe. (Tuan Guru: 342- 343)
Dalam meminta hujan, masyarakat memiliki budaya yang unik yakni
melakukan sebuah pertarungan adu pukul dengan rotan yang disebut peresean.
Presean berupa pertarungan antara dua orang menggunakan rotan dan dilengkapi
prisai dari kulit kerbau atau sapi.
Teriak pepadu peresean: jagoan permainan tradisional di pulauku kepada anak didiknya yang sedang dipersiapkan menjadi pepadu penerusnya. Permainan yang bersenjatakan rotan dan berprisaikan kulit hewan yang sudah dirakit. Banyak dilakukan menjelang musim hujan. (Tuan Guru: 435-436)
d. Nilai Pendidikan Agama
Nilai pendidikan agama berkaitan tentang hubungan manusia dengan
Tuhan. Segala sesuatu yang ada di bumi dan semua yang terjadi telah sesuai
dengan apa kehendak Tuhan. Tuhan menguji umatnya dengan cara yang berbeda-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
beda. Bagi umat manusia yang bersabar menerima ujian dari Tuhan maka ia akan
dekat dengan Tuhan. Tuhan selalu ada bersama orang-orang yang bersabar dan
ikhlas tanpa mengeluh atas cobaan yang diberikan Tuhan.
Tuhan bersama mereka yang bersabar. Tuhan tidak akan meninggalkan mereka. Jika pun mereka bersedih. Tuhan sedang menguji. (Tuan Guru: 106)
Kehidupan religius yang kental terdapat dalam kehidupan tokoh aku.
Mereka selalu diharuskan mengikuti shalat berjamaah di masjid oleh orang
tuanya. Pahala yang dijanjikan Allah kepada umatnya yang melaksanakan shalat
berjamaah jauh lebih banyak daripada hambanya yang shalat sendiri. Bahkan di
zaman Rasulullah, rumah orang Islam yang shalat sendiri hendak dibakar oleh
Nabi Muhammad. Penananaman nilai agama yang baik harus diajarkan pada anak
sejak dini. Hal itu akan menumbuhkan kebiasaan pada anak. Seperti yang
dilakukan oleh orang tua tokoh aku. Tokoh aku dan kedua saudaranya dibiasakan
mengikuti shalat berjamaah, meskipun shalat Subuh ketika orang-orang masih
tertidur lelap.
Pagi benar kami dibangunkan. Sholat Subuh berjamaah di
masjid. Kamilah anak yang paling dulu hadir di masjid. Bahkan sering hanya kami bertiga. Atau aku sendiri. (Tuan Guru:113)
Dalam pesantren, nilai-nilai religius merupakan pokok elementer yang
diajarkan dan ditanamkan pada para santri. Santri dibiasakan untuk
memperbanyak ibadah, shalat malam, membaca al-Quran, berzikir, memahami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
kitab-kitab gundul yang sarat dengan pesan-pesan agama. Berikut petikannnya
dalam novel.
Di rumah yang tak berjarak (karena pintu gerbang utama
menjadi satu) dengan mushola itulah, secara bergantian, baik perorangan maupun kelompok, kami, santri-santri tuan guru datang membaca al-Quran, berzanji, dan doa, serta shalawat lainnya. (Tuan Guru: 149)
Fisik dilatih terus menerus dengan shalat malam, berzikir,
membaca kitab kuning gundul, membaca al-Quran, bila perlu menghafalnya, yang memungkinkan tercipta secara alamiah aura tersendiri. (Tuan Guru: 171)
Shalat merupakan salah satu tiang agama. jika seseorang jarang atau
bahkan tidak melaksanakan salah satu kewajiban seorang muslim yang satu ini
maka akan diiringi dengan runtuhnya agama atau paling kecil adalah sifat religius
orang tersebut. Shalat merupakan salah satu cara berkomunikasi umat manusia
dengan Allah. Seberat apapun masalah yang dihadapai, sebagai umat yang
beragama terutama muslim tidak boleh meninggalkan shalat. Sebagaimana yang
ditunjukkan tokoh aku yang selalu melaksanakan shalat, salah satu cara
menghadap kepada sang pencipta.
Pintu rumah tuan guru ditutup bersamaan dengan aku
berdiri dengan berat sekali. Berdiri untuk sholat. Kali ini, aku akan menghadap sang pencipta. (Tuan Guru: 183)
Tuhan memang tidak akan memberikan cobaan melebihi batas
kemampuan umatnya. Tetapi, hal tersebut bukan menjadi alasan seseorang untuk
tidak mengubah dirinya. Seperti salah satu sisi negatif yang diperlihatkan oleh
tokoh aku dalam keyakinannya terhadap Tuhan. Ia menjadikan ketidaktahuannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
sebagai alasan bahwa Tuhan tidak akan memberikan sesuatu melebihi
ketidaktahuannya tersebut. Cobaan atau ujian dari Tuhan merupakan salah satu
cara Allah untuk meningkatkan derajat umatnya.
Tuhan tidak akan menimpa satu cobaan kepada hamba-Nya
kecuali sesuai dengan kemampuan hamba-Nya itu (teringat satu ayat dalam al-Quran). Ini berarti, jika aku bodoh, lemah. Tuhan tidak mempunyai alasan untuk memberikan cobaan seperti yang aku alami saat ini. (Tuan Guru: 290)
Nilai pendidikan agama yang lain tertanam pada sikap masyarakat yang
harus dihindari yakni keyakinan yang berlebihan kepada sosok tuan guru sehingga
menjurus pada kemusrykan. Masyarakat Lombok khususnya jamaah tuan guru
terlalu menggantungkan urusan akhirat kepada tuan guru. seolah-olah tuan guru
mampu memberikan jaminan kepada mereka surga Allah.
Penyakit-penyakit kecil masyarakat yang justru berakibat sangat buruk dalam soal aqidah. Kalau memang tuan guru melarang jamaahnya untuk syirik kepada Tuhan, kenapa pula tuan guru melakukan hal-hal yang bersifat pencitraan pribadi secara berlebihan, yang menimbulkan fanatisme di tengah jamaahnya, yang ujung-ujungnya, jamaah tidak lagi menggantungkan masa depan akhirat mereka kepada nabi dan Tuhan. Melainkan kepada tuan guru itu sendiri. (Tuan Guru: 617)
e. Nilai Pendidikan Ekonomi
Salah satu bidang ekonomi yang dideskripsikan dalam novel Tuan Guru
adalah bidang perdagangan. Dunia perdagangan masyarakat Lombok tidak lepas
dari pengaruh tuan guru. Masyarakat masih mempertahankan cara-cara berdagang
lama yang tidak menguntungkan pedagang maupun konsumen. Masyarakat asli
enggan belajar dan menjalin kerja sama dengan pedagang Cina yang juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
membuka lahan bisnis di pasar. Padahal kerja sama antarpedagang juga
dibutuhkan untuk menambah relasi kerja yang saling menguntungkan satu sama
lain.
Tuan guru menyarankan agar perdagangan yang diterapkan di pasar umum desa itu ialah, perdagangan yang menekankan nilai-nilai bisnis dalam agama. meskipun tuan guru tidak melarang pedagang Cina berjualan di situ, tetapi tuan guru telah menfatwakan pedagang lain agar semakin memepertahankan tradisi dagang yang tidak maju-maju itu. (Tuan Guru: 524)
Gaya berdagang pribumi yang memberikan harga yang mahal berakibat
pada kemajuan pedagang keturunan Cina. Konsumen lebih memilih membeli
keperluan ke pedagang Cina karena harga yang ditawarkan lebih murah.
Masyarakat pada umumnya, selain mempertimbangkan kualitas, mereka juga
mempertimbangkan masalah harga.
Dalam pekembangannya, pedagang Cina lebih maju dibandingkan dengan pedagang yang lain. Masyarakat banyak membeli ke pedagang Cina disebabkan oleh pertimbangan harga yang ditawarkan oleh pedagang Cina itu lebih murah. Perbandingan harga yang cukup jauh. (Tuan Guru: 524)
Pedagang keturunan Cina lebih maju dibanding pedagang masyarakat
pribumi juga disebabkan oleh pilihan barang yang ditawarkan oleh pedagang Cina
lebih beragam. Masyarakat lebih leluasa memilih barang yang diinginkan pada
pedagang Cina. Pedagang Cina memiliki relasi kerja yang lebih luas dibandingkan
masyarakat pribumi sehingga mereka bisa menyuplai baran kebutuhan yang lebih
banyak dan variatif.
Selain itu, pedagang Cina itu pun menyediakan pilihan kebutuhan masyarakat yang lebih banyak. Sebab mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
membuka peluang bisnis dengan rekan usaha yang lebih luas. (Tuan Guru: 524)
Selain aspek barang dan harga, hal penting lain yang harus ditanamkan
dalam diri masing-masing pedagang adalah tentang kejujuran. Baik penjual
maupun pembeli dalam transaksi jual-beli harus mengutamakan kejujuran
sehingga terjalin hubungan yang saling menguntngkan satu sama lain.
Nenek moyang kita bukanlah pedagang yang baik. nenek moyang kita adalah pedagang yang tidak pernah belajar kejujuran, mereka menaburkan modal pada tiap-tiap langkah yang dikorbankan. Tetapi nenek moyang kita tidak pernah memperhitungkan harapan dan pengorbanan. (Tuan Guru: 530)
f. Nilai Pendidikan Politik Politik yang dilakukan oleh tuan guru agar jamaahnya tetap mengikutinya
sampai dengan generasi penerusnya adalah tuan guru mengajak sanak keluarga
pilihannya berfoto bersama pada kalender yang dibagikan ke seluruh jamaah. Hal
tersebut secara tidak langsung menanamkan pada jamaah bahwa sanak keluarga
inilah yang akan meneruskan tahta tuan guru berikutnya yang akan memimpin
jamaah.
Ada yang sendiri, ada juga tuan guru yang ditemani oleh sejumlah tokoh penting, baik nasional maupun lokal. Foto kalender tuan guru ditemani oleh sanak keluarga yang sengaja ia pilih untuk mendampinginya. Hal ini cukup menjadi perhatian orang banyak. Pengikut tuan guru akan berbicara di setiap kampung. Hampir setiap saat sesudah membeli (dalam istilah mereka, menyumbang) kalender itu. Bahwa sanak keluarga yang bersama tuan guru di kalender itu dapat dipastikan akan menjadi penerus tuan guru. pewaris tahta suci yang tidak bisa diganggu gugat. (Tuan Guru: 40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Alternatif lain selain melalui media foto, tuan guru juga memperkenalkan
penerusnya pada jamaah dengan membawa sanak keluarga atau anak yang yang
dikehendakinya ke tengah pengajian. Tuan guru akan memperkenalkan dan
menyuruh anaknya untuk membuka pengajian. Anak tuan guru dalam hal ini
mengalahkan pamor pejabat-pejabat yang hadir.
Tuan guru mempunyai kebiasaan. Kalau ia mempunyai maksud tertentu kepada anak, atau keluarganya yang lain, tepatnya merancang dan merencanakan nasib anak-anaknya. Misalnya, kelak anak itu diharapan bisa mejadi orang penting. Maka anak itu akan sering dibawa ke tengah pengajian. Atau ke tempat-tempat yang banyak terdapat jamaahnya. Langkah awal sebagai persiapan panjang. Seolah mengenyampingkan peran pejabat atau tokoh lain, yang hadir dalam satu acara, pengajian, misalnya, tuan guru mengatur susunan acara dengan anaknya sebagai pidato pembuka. (Tuan Guru: 41)
Langkah ini juga dimanfaatkan oleh sanak keluarga tuan guru jika ingin
menjadi pejabat pemerintahan atau praktisi politik. Tuan guru dijadikan alat untuk
mencari popularitas dalam merebut suara masyarakat. Dan masyarakat dengan
sukarela akan memberikan dukungan penuh pada orang-orang pilihan tuan guru
tersebut.
Tidak hanya itu, beberapa tokoh yang sempat masuk dalam kalender bersama tuan guru. orang banyak memastikan kalau tokoh itu akan naik karir dan pangkatnya. Menguat kedudukan sosialnya, dan tak terbendung takdir politiknya. Dalam hal ini pun, tuan guru tidak perlu menyentil secara langsung. Jamaahnya sudah sangat paham. Dan kelak bila tokoh itu mencalonkan diri menjadi pejabat penting, cukup tuan guru menyebut kalender itu, jamaah akan mencoblos tokoh penting itu. (Tuan Guru: 41)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Untuk meneruskan posisi tuan guru dan menarik lagi jamaah yang lebih
banyak, tuan guru melakukan cara unik yakni menikahkan anaknya dengan anak
sesama tuan guru dari kampung lain. Hal ini akan berdampak pada jumlah
jamaahnya semakin banyak. Pernikahan anak-anak sesama tuan guru secara tidak
langsung juga ‘menikahkan’ dua jamaah. Tidak jarang juga tuan guru menikahkan
anaknya dengan anak pejabat pemerintah atau dengan anak pengusaha. Dalam hal
ini keuntungan yang diterima satu sama lain sebanding. Pejabat pemerintah akan
memperoleh dukungan dari jamaah tuan guru, dan tuan guru akan mendapatkan
sumbangan untuk pndok pesantren ataupun untuk kehidupannya yang semakin
layak.
Ini benar-benar dari kata anak tuan guru sendiri. Pernikahan politik. Menyintak aku. Tersibak satu persatu semua pernikahan anak tuan guru. satu tradisi yang dibangun dengan sengaja. Anak tuan guru menikah dengan anak tuan guru. Atau dinikahkan dengan anak pejabat pemerintah. Kalau tidak dengan anak pengusaha. (Tuan Guru: 154)
g. Nilai Pendidikan Historis
Sejarah perkembangan Lombok menunjukkan bahwa tanah Lombok
khususnya Lombok Barat pernah menjadi daerah jajahan Bali, kerajaan Karang
Asem. Hal itu berimbas sampai pada daerah Lombok lainnya termasuk Lombok
Timur. Sistem yang diterapkan kerajaan Bali adalah adu domba dan menfitnah
beberapa kerajaan agar ditumbangkan oleh kerajaan lain sesama saudara. Mereka
mengadu domba kerajaan-kerajaan kecil di Lombok yang juga dengan senang hati
membantu kerajaan pulau seberang dengan iming-iming janji akan diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
perluasan kekuasaan. Raja dari Pulau Bali sampai bisa menikahi Dende Aminah
setelah mereka berhasil menguasai Kalijaga.
Mejadi raja di pulau taklukan, betapa hebatnya. Seluar biasa raja yang datang dari pulau tetangga, kemudian menaklukkan pulauku, sebelum menguasainya secara penuh melalui politik adu domba. Andai saja, raja-raja kecil di pulauku dulu pernah keluar menaklukkan pulau lain, mungkin tidak mudah bagi raja pulau tetangga berkuasa seenaknya saja. Sampai-sampai menikahi Dende Aminah yang seenak perutnya mengubah nama orang menjadi Dende Nawangsasih dengan paksa, sesudah Kalijaga dikuasai dengan politik fitnah…. (Tuan Guru: 49)
Dende Aminah dinikahi dan diubah namanya menjadi Dende Nawangsasih
oleh raja dari pulau seberang tersebut. Pernikahan paksa tersebut menghasilkan
seorang anak laki-laki yang bernama Datu Pangeran. Datu Pangeran mengikuti
keyakinan ibunya, namun bagaimanapun juga ia tidak mungkin membalas
dendam ibunya kepada laki-laki yang tidak lain adalah ayahnya sendiri.
Meskipun perkawinan itu melahirkan Datu Pangeran yang mengikuti keyakinan ibunya…. (Tuan Guru: 49)
Selain cerita kerajaan yang mewarnai tanah Lombok, dermaga Lombok
menyimpan sejarah perdagangan besar yang mendunia. Pelabuhan Tanjung
Karang yang terletak di Ampenan menjadi dermaga keluar-masuknya pedagang-
pedagang besar dari Eropa, Cina, dan Singapura. Pelabuhan tersebut kini telah
dinonaktifkan dan berpindah ke pelabuhan Lembar, namun tidak menyimpan
cerita semegah kisah Tanjung Karang.
…. Seolah pelabuhan Ampenan tidak menyimpan rentetan sejarah. Tanjung Karang-Ampenan yang pernah menjadi dermaga perdagangan yang besar, yang banyak memberikan keuntungan niaga bagi pedagang Eropa, Cina, dan Singapura
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
tidak mampu membuat mental mereka bangga dan berani bersimbah darah di tanah sendiri…. (Tuan Guru: 50)
Kerajaan Bali menebar kebusukan sampai ke daerah timur pulau Lombok.
Patih Gusti Winasara melakukan aksinya ke kerajaan Mamben dan Korleko.
Raden Amir penguasa Mamben dan Randen Kardiyu penguasa Korleko disiksa di
kuburan Bali oleh para prajurit pulau seberang. Mereka berdua dipaksa untuk
mengikuti kehendak Patih Gusti Winasara menyerahkan kekuasaan pada raja Bali.
Kedua Raden penguasa tanah Lombok Timur memiliki ilmu kanuragan yang
membuat mereka kebal terhadap sisksaan tersebut. Akhirnya, Patih Gusti
Winasara membuat kesepakatan yang seolah-olah memberikan keuntungan bagi
kedua raden tersebut. Keuntungan yang ditawarkan menyilaukan mata Raden
Amir dan Raden Kardiyu dan dengan senang hati membantu raja Bali
menumbangkan kekuasaan Kalijaga.
Mata Patih Gusti Winasara melotot. Ia tampak geram kepada Raden Amir dari Mamben dan Raden Kardiyu dari Korleko, setelah keduanya disiksa di kuburan Sema: kuburan Bali, namun tubuh mereka kebal. Tidak mempan terhadap semua senjata tajam. Merasa mereka akan mendapatkan keuntungan dari persekongkolan itu, Raden Amir dan Raden Kardiyu pun menyepakati tawaran raja culas itu. Penghianatan mereka telah menumbangkan Kalijaga, yang melengkapkan kekuasaan raja seberang di tanah leluhur, dimana darah mereka semstinya menetes dengan terhormat. (Tuan Guru: 50)
Raja Bali yang congkak berhasil memfitnah raja dari kerajaan yang satu ke
kerajaan yang lainnya. Hingga terjadilah perang saudara antara sesama raja dari
pulau Lombok yang memberikan kemudahan bagi raja Bali menguasai tanah
leluhur. Raja yang satu berperang melawan raja yang lainnya, sementara raja Bali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
dengan penuh kesombongan memandang peristiwa itu dan larut dalam
kesenangan akan memperoleh kekuasaan dengan mudah.
Begitu raja pulau seberang yang congkak itu menebar fitnah melalui telinga yang jengah, lidah yang basah. Sosok-sosok kecil itu malah menikamkan kerisnya ke jantung sosok tetangga. Matilah mereka. Satu persatu. (Tuan Guru: 134) Jika pun di pulauku, banyak penghianatan demi menciumi telapak kaki raja sombong dari seberang selat sana, tidak pulalah serta merta menampiknya begitu saja…. (Tuan Guru: 186)
Kisah lain yang melegenda di tanah Lombok adalah pengorbanan yang
dilakukan oleh salah seorang putri kerajaan dari Lombok Tengah, Putri Mandalika
namanya. Putri Mandalika menceburkan dirinya ke laut. Hal tersebut disebabkan
oleh lamaran yang diajukan oleh tiga orang pangeran dari kerajaan-kerajaan
tetangga yang tidak lain adalah saudara misannya sendiri. Untuk menghindari
adanya pertumpahan darah sesama saudara, Putri Mandalika memilih untuk
menceburkan dirinya ke laut selatan.
Satu legenda tentang seorang putri yang menolak lamaran tiga pangeran, yang merupakan saudara misannya. Demi menjaga keutuhan persaudaraan dan keamanan rakyatnya, putri Mandalika memutuskan menolak lamaran ketiga pangeran tersebut dengan memilih hidupnya sendiri. Yakni menceburkan diri ke laut. (Tuan Guru: 305)
Sebelum menceburkan diri ke laut, Putri Mandalika memberikan
sumpahnya bahwa ia akan muncul dalam kurun waktu tertentu dalm wujud yang
berbeda dan bisa dinikmati oleh semua rakyatnya. Setelah Putri Mandalika terjun
dan menghilang ditelan lautan, muncullah cacing laut yang disebut nyale oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
masyarakat Lombok. Nyale muncul dalam kurun waktu satu tahun sekali dan
ditangkap warga untuk dijadikan bahan makanan atau pupuk.
Tidak lama, sesuai dengan pesannya, bahwa Puti Mandalika akan muncul dalam kurun waktu tertentu dalam wujud cacing laut, yang selanjutnya disebut nyale. Putri Mandalika berharap, semua rakyatnya bersenang-senang dengan munculnya nyale itu. (Tuan Guru: 305)
B. Pembahasan
1. Pandangan Dunia Pengarang terhadap Eksistensi Tuan Guru
dalam Novel Tuan Guru
Merujuk pada kata “Tuan” dan “Guru” adalah sebutan kelas sosial yang
berdas pada lapis tertinggi dalam struktur masyrakatnya. Hal ini menunjukkan
terjadinya pelapisan sosial yang bertumpuk dalam matra stigmatik yang
diciptakan oleh sistem sosial (Bartholomew, 1999: 5).
Peranan penting tuan guru juga trekait dengan kedudukan mereka sebagai
elit terdidik yang mentransfer pengetahuan agama ke tengah masyarakat. Mereka
akan memberikan penjelasan dan mengklarifikasi berbagai permaslahan yang ada
di tengah masyarakat, karena umumnya masyarakat sasak menyadari keterbatasan
penegetahuan mereka dalam mengakses doktrin agama secara luas (Bartholomew,
1999: 6). Para tuan guru melalui hubungan patron-klien, menikmati cukup banyak
privilege sosial. Secara umum itu termiliki lantaran kapasitas intelektual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
keagamaan atau latar belakang sosial ekonomi politik mereka (Masnun Tahir,
2008: 97).
Sistem sosial masyrakat Lombok sekarang ini telah banyak mengalami
pergeseran dan perubahan diferensiasi fungsional. Peran-peran mediasi sosial tuan
guru selama ini mulai banyak diwakili (diambil alih) oleh beragam mediasi
institusional yang marak bermunculan seiring dinamika cepat dunia modern.
Namun, tetap saja dalam derajat tertentu para tuan guru masih memiliki privilege
sosial. Sebab bagaimanapun, hingga saat ini secara de vacto masyarakat Sasak
masih menaruh kepercayaan besar pada mereka. Dengan “hak-hak istimewa”
selaku elite agama itu, mereka bahkan masih dapat mengambil peran sebagai
“pressure group” dan “rulling class” pada level tertentu dalam keseluruhan
struktur sosial masyarakat. Dapat dibayangkan betapa eksistensi Tuan Guru di
tengah dinamika sosial masyarakat Lombok.
Setiap pilihan dan langkah yang diambil Tuan Guru umumnya diikuti
tanpa reserve oleh masyarakat Lombok, apalagi mempertimbangkan lebih jauh
dimensi di luar keyakinan dan ketaan mereka. Hal ini kemungkinan beranjak dari
hadis populer “ulama sebagai pewaris Nabi” yang melahirkan keyakinan bahwa
sifat-sifat Nabi melekat dalam diri Tuan Guru. Namun tidak menutup
kemungkinan juga sebagai sebagian masyarakat yang lain dimensi ketaatan ini
lahir dari pemahaman lingkungan sosialnya.
Tuan guru dianggap suci dan tidak memiliki sisi negatif layaknya manusia
lainnya. Sejak kelahirannya ia telah disucikan dan dianggap tinggi oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
masyarakat karena kelahirannya di lingkungan keluarga yang sejak nenek moyang
memegang tongkat kerajaan tuan guru.
Karena tuan guru juga manusia, ia pun mempunya kebencian. Sebuah kebencian yang semestinya tidak boleh hadir di jiwa seorang tuan guru, yang sudah ditahdiskan: dimitos-mitoskan sebagai orang suci oleh masyarakat. (Tuan Guru: 275) Hoi. Betapa robot-robot manusia itu telah dinafikkan tubuhnya oleh kekuasaan: absolutisme religi pada sosok yang bernama tuan guru, yang mereka sendiri mencintainya. Indroktrinisasi nilai telah ditancap semakin kuat. Sehingga sosok ini pun menjadi tidak tertandingi. (Tuan Guru: 303)
Kepercayaan dan keyakinan yang berlebihan terhadap sosok tuan guru
tidak jarang menyebabkan perpecahan antarjamaah tuan guru yang satu dan
lainnya. Tuan guru yang tidak mau kehilangan jamaahnya dengan suka rela
mengumbar fatwa yang menyatakan bahwa dirinyalah yang paling benar
sedangkan tuan guru yang lain salah. Akibat perbedaan pandangan ini tidak jarang
menyebabkan satu keluarga saling bertikai karena berbeda tuan guru yang
dijadikan panutan.
Kata mereka di desa itu sering terjadi perang masal antara jamaah tuan guru dengan tuan guru yang lain. perang itu sudah berlangsung tiga hari ini. Mereka ke desa itu untuk melihat-lihat, kira-kira sudah berapa jamaah yang menjadi korban…. (Tuan guru: 601)
Fenomena tersebut selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Mulkhan,
(2009: 216) bahwa berbagai kerusuhan sosial dan konflik berbau keagamaan
adalah akibat kesalahletakan bahwa berjuang menegakkan ajaran Tuhan bisa
dicapai dengan tidak peduli kepada penderitaan kemanusiaan dan pelanggaran
HAM. Tidak jarang hal itu justru dilakukan bagi kepentingan kelompoknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
sendiri, bahkan bagi kepentingan elite suatu agama yang selama ini dengan bebas
menyatakan diri sebagai wakil Tuhan atau penerjemah kehendak-Nya.
Abdurrahman (2003: 136) menambahkan bahwa konflik tidak dtimbulkan
oleh faktor primer yang disebut agama, karena dalam satu umat yang sama juga
bisa terjadi konflik. Faktor utama dari konflik bukanlah agama. Agama hanyalah
faktor skunder atau bahkan tersier yang ditarik untuk memperkeras.
Efek profetik pandangan dunia Salman Faris adalah humanisme. Salman
Faris lebih menonjolkan sisi kemanusiaan dalam novel Tuan Guru. Hal tersebut
dapat dicermati pada sikapnya yang menganggap sosok papuk Odah yang jauh
lebih baik dibandingkan sosok masyarakat lainnya apalagi tuan guru. Tuan guru
yang memiliki ilmu agama lebih tinggi tetapi karena sisi kemanusiaannya menurut
Salman Faris kurang menganggap Papuk Odah lebh patut menjadi contoh atau
teladan oleh tokoh Aku meski jarang melakukan shalat tetapi memiliki jiwa sosial
yang tinggi. Pada akhir penceritaan, tokoh Aku sampai pada sebuah dilema
bahwa ia pun lebih menjunjung tinggi kemanusiaan, sebagaiamana yang tercermin
pada sebuah peristiwa, di saat bus berhenti, aku istirahat sejenak di sebuah masjid
bukan untuk shalat tetapi hanya mencuci muka dan merenungi semua kejadian.
2. Latar Belakang Sosial Budaya dalam Novel Tuan Guru
a. Adat dan Kepercayaan
Adat dan kepercayaan yang tumbuh di masyarakat Lombok merupakan
warisan yang telah lama hidup. Lebih tepatnya merupakan warisan leluhur yang
tetap dilestarikan oleh beberapa kalangan masyarakat yang masih menyimpan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
kehormatan dan keyakinan pada warisan leluhur tersebut. Meski pada daerah-
daerah yang sudah sedikit maju atau semi perkotaan warisan tersebut sudah
sedikit tergusur oleh kemajuan pemikiran ilmiah.
Kepercayaan-kepercayaan yang masih ajeg sampai sekarang meski di
ranah orang-orang yang telah intelek adalah mitos lipatan tikar alas duduk
mempelai laki-laki pada saat ijab-kabul. Masyarakat masih percaya bahwa jika
tikar yang digunakan alas duduk mempelai laki-laki dilipat bagian ujungnya,
maka mempelai laki-laki akan salah mengucapkan ijab-kabul sebanyak lipatan
ujung tikar tersebut. Sebuah mitos yang tidak bisa dibuktikan secara logika tetapi
telah dibuktikan oleh beberapa orang hingga saat ini.
Adat dan kepercayaan dalam tradisi pernikahan yang diungkap dalam
novel Tuan Guru ada yang bersifat lokasional. Artinya, kepercayaan tersebut
hanya berlaku pada salah satu daerah (Desa Plambek atau lebih dikenal sebagai
desa pencuri) tidak seperti mitos tikar ijab-kabul yang dipercaya oleh hampir
semua daerah di Lombok. Di Desa Plambek, sang gadis akan menikah dengan
laki-laki yang telah dengan gagah berani mencuri dan menceritakan kisah tersebut
pada sang gadis. Tetapi banyak filosofi yang terselip dalam adat tersebut. sang
gadis bukan bangga karena menikahi seorang pencuri, tetapi ia bangga menikahi
laki-laki yang memiliki keberanian, dan harta yang dipamerkan pada sang gadis
bukan harta turunan dari orang tua melainkan hasil jerih payah sendiri.
Jangan pula kamu sembunyikan kelakianmu di balik harta yang kamu bawa itu, padahal kamu mendapatkannya dengan cara meminta kepada keluargamu. Datanglah sebagai pencuri, tetapi kamu benar-benar laki-laki, daripada kamu datang sebagai orang bijak, namun kamu tidak lebih dari penetek bayi. (Tuan Guru: 344)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Kepercayaan yang telah memfosil di Pulau Seribu Masjid adalah percaya
dan yakin bahwa tuan guru merupakan sosok yang mampu memberikan
pencerahan dan keberkahan dalam kehidupan. Dalam hal ilmu agama, tuan guru
memang memiliki ilmu lebih yang bisa kita jadikan guru dan teladan. Tetapi itu
bukan berarti ia merupakan sosok yang harus dikeramatkan. Hal yang paling miris
adalah golongan masyarakat tersebut percaya bahwa bersalaman dengan tuan guru
akan memberikan kemaslahatan dan keberkahan pada kehidupan individu tersebut
setelah ditambah dengan melakukan ritual mengusap telapak tangan ke wajah
sambil memanjatkan doa. Namun, kepercayaan tersebut sekarang ini hanya dianut
oleh beberapa kelompok masyarakat yang fanatik terhadap sosok tuan guru
terutama orang-orang tua atau sesepuh yang masih menyisakan keyakinan tabu
tersebut.
Mengupas tentang mitos tuan guru akan menambah daftar kemerosotan
religius yang ada di Pulau Lombok. Foto tuan guru dianggap membawa
keselamatan dan dijadikan sebagai pelindung hingga tidak jarang ditemukan
masyarakat bahkan sampai sekarang menyimpan foto tuan guru dalam dompet.
Terutama tuan guru yang telah meninggal dunia yang semasa hidupnya dikenal
memiliki kesaktian dan ilmu agama yang tinggi. Tetapi umumnya yang terjadi
sampai saat ini adalah foto-foto tuan guru di bingkai dan dipajang baik di ruang
tamu mauppun di kamar dengan harapan tetap dinaungi keberkahan.
Efek tuan guru di Lombok sangat besar. Masyarakat memiliki
kepercayaan-kepercayaan yang terlalu berlebihan kepada tuan guru. Tuan guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
memang merupakan sosok yang bisa dijadikan panutan, guru, dan memiliki
sumbangsih besar dalam menyebarkan ilmu agama Islam di tanah Lombok.
Namun, hal ini bukan berarti semua yang dilakukan dan dikatakan oleh tuan guru
merupakan hal yang mutlak. Tuan guru bukan nabi yang merupakan laki-laki
pilihan Allah yang setiap tingkah laku dan ucapannya merupakan hal yang harus
diikuti.
Penyakit-penyakit kecil masyarakat yang justru berakibat sangat buruk dalam soal aqidah. Kalau memang tuan guru melarang jamaahnya untuk syirik kepada Tuhan, kenapa pula tuan guru melakukan hal-hal yang bersifat pencitraan pribadi secara berlebihan, yang menimbulkan fanatisme di tengah jamaahnya, yang ujung-ujungnya, jamaah tidak lagi menggantungkan masa depan akhirat mereka kepada nabi dan Tuhan. Melainkan kepada tuan guru itu sendiri. (Tuan Guru: 617) …. Seolah Lombok adalah negara tuan guru. begitu pentingnya tuan guru, setiap desa memiliki tuan guru. Bahkan dengan kekuasaan tuan guru, bukan hal sulit ia jadikan Lombok sebgai “negara tuan guru”, dan setiap yang berbau “Arab” sebagai falsafah kenegaraannya. (Tuan Guru: 641)
b. Pekerjaan
Setting tempat yang dominan mengambil daerah pedesaan atau
perkampungan mempengaruhi jenis pekerjaan yang tumbuh dan berkembang di
tengah masyarakat. Masyarakat kampung Sandat bermata pencaharian sebagai
petani, pedagang, peternak, ojek, kusir cidomo, dukun beranak, dan penjual obat
tradisional. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang umumnya ada di tengah
pedesaan yang masyarakatnya masih hidup secara tradisional dan belum terlalu
disentuh kemajuan teknologi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Pekerjaan khusus yang meski dengan penghasilan minim bahkan tidak
digaji tetapi kadang menjadi rebutan karena prestise yang dianggap tinggi adalah
imam masjid atau guru ngaji. Sebagaimana yang dilakukan oleh Anwar kepada
tokoh aku. Karena sebuah perlawanan tokoh aku terhadap tuan guru yang
dianggap sebagai kesalahan, Anwar semangat untuk membunuh tokoh aku. Selain
melaksanakan tugas dari tuan guru, hal tersebut juga akan mempermudah ia
menjadi imam masjid di kampung. Pekerjaan sejenis ini masih lestari di beberapa
kampung di Lombok yang masih hidup dalam lingkaran ketradisionalan.
Begitu banyak mereka, yang harus memperebutkan satu masjid pada sebuah kampung hanya untuk menjadi khotib di hari Jumat. Bertikai demi satu madrasah tempat mereka mengabdikan diri, demi gaji yang berstempel amal soleh, pada amplop yang jauh di bawah standar para buruh bangunan sekalipun. (Tuan Guru: 308-309)
c. Pendidikan
Latar belakang pendidikan masyarakat Lombok umumnya sekolah yang
bernuansa agama. Pengaruh tuan guru yang cukup kuat terhadap masyarakat yang
sebagaian besar merupakan jamaah setia tuan guru telah mempengaruhi
pandangan para orang tua menyekolahkan anaknya. Anak-anak mereka
dimasukkan ke madrasah-madrasah yang dianjurkan oleh tuan guru hingga
akhirnya semua ‘ditampung’ dalam lembaga yang dibangun tuan guru yakni
pondok pesantren. Para orang tua berharap anak-anak mereka mampu menjadi
sosok seperti tuan guru. Sebaliknya, anak-anak tuan guru melanjutkan studi
sampai ke perguruan tinggi negeri bahkan ada yang melanjutkan ke luar negeri.
Masyarakat lainnya bukan tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
seperti anak tuan guru, tetapi doktrin yang telah ditanamkan tuan guru pada
jamaah telah membuat anak-anak mereka terjerumus pada masa depan yang
kelam.
Kondisi tersebut diperparah lagi dengan ketimpangan sosial yang
mewarnai dunia pendidikan yang berjalan di tengah masyarakat. Anak-anak yang
memiliki starta sosial lebih tinggi khususnya anak tuan guru akan selalu
dikedepankan menjadi yang pertama dan utama meskipun ada anak dari golongan
masyarakat biasa yang mampu menunjukkan kemampuan akademik yang lebih.
Guru-guru sebagai orang yang seharusnya dapat digugu dan ditiru memberikan
contoh negatif. Hal ini tidak hanya muncul pada sekolah-sekolah negeri, di
pondok pesantren yang bernuansa agama, kejujuran dan keadilan seharusnya
ditumbuhkan malah menjadi semakin menyimpang. Pondok pesantren tidak
mampu mengenyampingkan peran status sosial dalam memperlakukan para santri.
d. Agama
Pulau Lombok terdiri atas masyarakat yang mayoritas merupakan pemeluk
agama Islam. Hal ini terlihat dari bangunan masjid yang ada di setiap kampung
dan memiliki tuan guru masing-masing sebagai pengisi pengajian. Tetapi sejarah
menunjukkan bahwa tuan guru merupakan tokoh yang hadir setelah Islam masuk
ke Lombok.
Pembawa Islam ke tanah Lombok adalah etnis Cina yang datang untuk
berdagang dan perlahan membawa ajaran Islam masuk sebagai ajaran yang
diterima masyarakat. Namun, meski etnis Cina pembawa Islam ke Pulau Lombok,
banyak keturunan Cina yang hidup hingga sekarang tidak memeluk agama Islam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Ini berarti bahwa ada agama minoritas yang memberikan warna tersendiri di Pulau
Seribu Masjid tersebut.
e. Tempat Tinggal
Latar tempat yang dideskripsikan dalam novel Tuan Guru dipengaruhi
oleh pengkisahan beberpa kegiatan pengembaran pengajian yang dilakukan oleh
tokoh aku. Wilayah Lombok yang banyak diangkat adalah Lombok Timur. Masa
kecil tokoh aku dihabiskan di kampungnya, Kembang Sandat. Sekelumit kisah
pembuka juga di awali dengan pantai Manange Baris dan pelabuhan Kayangan.
Setelah memasuki pondok pesantren, tokoh aku memulai perannya sebagai wakil
tuan guru dan melakukan pengajian di beberapa tempat yang ditugaskan oleh tuan
guru, salah satunya Desa Plambek. Selain Lombok, latar tempat yang diambil oleh
Salman Faris adalah Sumbawa. Sumbawa merupakan pulau yang terletak di
sebelah timur Pulau Lombok dan masih merupakan satu propensi, sehingga tidak
mengherankan kalau tuan guru mampu melebarkan sayapnya sampai ke pulau
seberang. Alasan lainnya, Sumbawa merupakan salah satu tujuan masyarakat
Lombok mencari nafkah sehingga tidak salah jika tuan guru masih menemukan
jamaahnya di sana dan secara tidak langsung juga mempengaruhi masyarakat
Sumbawa.
Selain aspek geografis yang berupa kewilayahan, latar tempat tinggal yang
tidak luput dari ulasan adalah berupa bangunan seperti rumah, masjid, asrama,
pondok pesantren. Novel Tuan Guru secara garis besar mengambil latar tempat
pondok pesantren yang termasuk di dalamnya adalah asrama. Pondok pesantren
menyediakan asrama untuk tempat tinggal para santri. Di pondok inilah banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
kisah yang diceritakan terutama yang berkaitan dengan tokoh aku dan tuan guru.
Di pondok pesantren terjadi konflik antara tokoh aku dan tuan guru, kisah cinta
tokoh aku dengan kedua gadis santriwati yakni Najwa dan Nailal bersemi hingga
akhirnya kedua gadis tersebut dinikahi tuan guru, dan beberapa kisah
kebersamaan tokoh aku dan teman-temannya.
Setting tempat lainnya adalah rumah tokoh aku dan rumah tuan guru. Di
rumah tokoh aku, tempat masa kecil yang menyedihkan, ruang kasih sayang dari
seorang ibu dan ayah yang tidak pernah di berikan. Pembelajaran masa kecil yang
penuh kesakitan, masa kecil yang tereenggut oleh kekolotan pemikiran orang tua.
Di rumah itu juga tokoh aku hendak dibunuh oleh pengikut tuan guru karena ia
dianggap nyembali, berbeda dari yang lainnya. Di rumah tuan guru terjadi
pertemuan-pertemuan antara tokoh aku dan tuan guru, konflik interen keluarga
tuan guru terjadi. Dan bangunan suci yang diangkat tempat terjadinya beberapa
peristiwa dalam novel Tuan Guru adalah masjid kampung. Di masjid kampung
inilah pengajian tuan guru berlangsung, tempat pertama kali tokoh aku melihat
karisma tuan guru yang dielu-elukan jamaahnya.
f. Bahasa
Salman Faris menggunakan beberapa bahasa daerah untuk memberikan
sentuhan keintiman pembaca dengan daerah yang menjadi latar penceritaan.
Dalam novel Tuan Guru terdapat bahasa Sasak yang merupakan bahasa
masyarakat Lombok dalam konstruksi yang singkat, berupa kalimat-kalimat
pendek, klausa, dan lebih banyak berupa frasa. Tetapi pembaca diberikan
kemudahan dalam memaknai tiap bahasa daerah tersebut dengan memberikan arti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
dan makna pada akhir bahasa daerah tersebut. Pada setiap penggunaan bahasa
daerah, Salman Faris menuliskan dalam huruf miring untuk memberikan
pengertian khusus kepada pembaca.
Selain bahasa daerah Lombok, dalam novel Tuan Guru menyelipkan
beberapa kosakata umum dalam bahasa Arab seperti ana dan antum. Hal ini
merupakan pengaruh latar pondok pesantren yang diangkat oleh Salman Faris
yang dalam keseharian santri banyak menggunakan kosakata Arab dan sejak
Madrasah Aliyyah siswa telah diajarkan bahasa Arab.
Ketika ada dialog bahasa Arab yang mempertemukan aku dengan Ihsan, ia sering sekali kelabakan, sampai guru harus turun tangan untuk membantunya. Biar ia tidak terlalu malu. (Tuan Guru: 119)
Bahasa Indonesia yang digunakan merupakan bahasa Indonesia populer
yang mudah dimengerti oleh semua kalangan. Salman Faris tidak terlalu banyak
mengumbar istilah-istilah yang membutuhkan pengetahuan tinggi untuk
memahaminya.
g. Suku
Novel Tuan Guru mendeskripsikan kemajemukan etnis yang mendiami
Pulau Lombok. Selain suku asli Lombok yakni suku Sasak, di Lombok terdapat
golongan pendatang, etnis Cina. Sejarah Lombok menunjukkan bahwa etnis Cina
merupakan salah satu pembawa ajaran agama Islam di Lombok melalui
perdagangan. Sejak saat itulah garis keturunan Cina melangsungkan
kehidupannya hingga sekarang dan sebagaian besar sebagai pedagang atau
penjual, khususnya barang-barang elektronik. Etnis Cina banyak ditemukan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Lombok Barat tepatnya di Ampenan yang berdekatan dengan ibu kota propinsi
Nusa Tenggara Barat, kota Mataram.
Wanita Cina yang lambat laun tergerak untuk menggali masa lalu nenek moyangnya. Ia pun mengerti, bahwa nenek moyangnya berperan dalam proses awal masuknya Islam ke pulauku…. (Tuan Guru: 638)
Gelombang masuknya etnis lain ke Lombok berawal dari perdagangan di
Lombok yang pada masa lalu merupakan pasar yang cukup mendunia. Pelabuhan
Tanjung Karang-Ampenan menjadi dermaga tempat berlabuhnya pedagang-
pedaganga luar seperti Eropa, Cina, dan Singapura.
…. Seolah pelabuhan Ampenan tidak menyimpan rentetan sejarah. Tanjung Karang-Ampenan yang pernah menjadi dermaga perdagangan yang besar, yang banyak memberikan keuntungan niaga bagi pedagang Eropa, Cina, dan Singapura tidak mampu membuat mental mereka bangga dan berani bersimbah darah di tanah sendiri…. (Tuan Guru: 50)
Dalam perkembangannya hingga sekarang, masyarakat Lombok menjadi
semakin majemuk. Penduduk Lombok terdiri atas beberapa suku besar, Suku
Sasak (asli Lombok), Suku Mbojo (dari Bima), Suku Jawa (dari Jawa), Etnis Bali
(sebagian besar berdomisili di Mataram, Lombok Barat), dan Etnis Cina.
3. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Tuan Guru
a. Nilai Pendidikan Sosial
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahluk sosial. Manusia membutuhkan
orang lain untuk menjaga dan mengembangkan fitrah hidupnya. Kebutuhan
individu yang satu terhadap individu lainnya tidak sekedar untuk memperoleh
bantuan agar kebutuhan hidup secara materi yang tidak dapat diusahakan sendiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
dapat terpenuhi, tetapi juga kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya non materi,
seperti mencurahkan rasa kasih sayang, mengemukakan pendapat, dan lain
sebagainya (Djumhana, 2003: 123).
Nilai pendidikan sosial yang digambarkan dalam novel Tuan Guru
merupakan nilai-nilai luhur dalam mengatur keteraturan dalam menjalin hubungan
antar sesama anggota masyarakat.
Berada dalam lingkungan yang memiliki tingkat religius yang tinggi meski
dipengaruhi oleh salah seorang sosok yakni tuan guru, masyarakat ikhlas
memberikan sumbangan demi kelangsungan pengajian dan pembangunan
madrasah. Tetapi ada hal-hal yang kurang patut dicontoh dalam hal ini,
masyarakat terkadang memiliki pamrih yang menjurus pada kemusrykan yakni
mendapat berkah dari tuan guru. Masyarakat membeli surga pada sosok tuan guru
yang dengan senang hati akan mewakili individu yang menyumbang berdoa
kepada Tuhan. Masyarakat percaya bahwa apa yang dihajatkan atau dimohonkan
oleh tuan guru akan terkabul. Bagaimanapun juga, nilai sosial tidak boleh sampai
mengeyampingkan hukum agama yang merupakan aturan tertinggi yang tidak
boleh dilanggar.
Lingkungan pondok pesantren juga memberikan sumbangsih besar dalam
menelurkan nilai sosial yang terkandung dalam novel Tuan Guru. Sebagai sesama
pengikut tuan guru yang terjerumus dalam arus kepercayaan orang tua yang
tinggi, tokoh aku berusaha memberikan sentuhan-sentuhan berbeda kepada
masyarakat yang ia mulai pada teman-temannya sesama santri. Tokoh aku
memberikan ilmu yang lebih berdasar dan lebih dicerna logika. Ia merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
sosok yang selalu menjadi penasihat bagi rekan sejawatnya di pesantren. Selain
itu, ia merupakan anak yang patuh dan hormat pada orang tua terutama ibunya
dan papuk Odah. Bahkan kepada tuan guru, orang yang ia benci sekalipun, ia
tetap meberikan rasa hormat sebagai orang yang lebih tua dan bagaimanapun tuan
guru merupakan gurunya.
Kesetiakawanan juga banyak diangkat dalam novel ini. Sikap Jalal dan
Jumahur yang tetap membela tokoh aku di depan tuan guru dan santri lainnya. Hal
yang bukan hanya dipandang sebagai sebuah balas budi karena tokoh aku sering
memberikan mereka nasihat dan tempat berbagi cerita yang bijaksana tetapi lebih
karena tindakan tokoh aku bukan merupakan sebuah kesalahan. Kabir yang
selama di asrama banyak mendapat cibiran dan perlakuan tidak adil dari tuan guru
selalu mendapat sandaran dari tokoh aku memberikan perlakuan setimpat kepada
tokoh aku yang telah dianggapnya saudara. Kabir mendatangi tokoh aku ke
tempat pengungsiannya dan berusaha memberikan kekuatan bahwa masih ada
orang yang berada di belakangnya dan siap membantu.
Sisi yang paling kontroversial dalam novel Tuan Guru adalah sosialisme
yang dimiliki tuan guru. Sebagai seorang ayah, tuan guru merupakan sosok yang
peduli terhadap anak-anaknya. Ia memberikan kehidupan dan pendidikan yang
layak. Ia juga merupakan ayah yang bijaksana dalam menghadapi pertengkaran
anak-anaknya. Sebagai seorang guru pengajian, ia memberikan bantuan kepada
para santri yang kurang mampu dengan mempekerjakan mereka di rumahnya
yang luas. Ia juga merupakan seorang suami yang adil, ia memperhatikan
kebutuhan istrinya. Tetapi tidak jarang ia merupakan sosok yang egois, apa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
yang menjadi kehendaknya harus selalu diikuti. Sosok yang telah disucikan dan
dijadikan panutan semua jamaahnya ini seharusnya memberikan tauladan yang
baik tidak jarang memberikan contoh-contoh buruk dalam bertingkah laku. Hal ini
menunjukkan bahwa tuan guru merupakan pribadi yang tidak berbeda dengan
individu lainnya yang tidak luput dari kekhilafan sebagai manusia biasa.
Tokoh Papuk Odah yang dipandang sebagai pribadi yang kurang beragama
karena pekerjaan sebagai seorang dukun dan juga jarang melakukan ibadah wajib,
di balik itu ia merupakan sosok yang ringan tangan dan bijaksana dalam
memberikan nasihat-nasihat.
Sebuah sastra, dalam menuangkan sebuah nilai-nilai edukatif, tidak hanya
dengan memberikan hal-hal positif dari apa yang ditampilkan oleh tokoh-tokoh
dalam cerita tersebut tetapi juga dalam bentuk tindakan “negatif” tokoh-tokohnya.
Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Mouillaud (1967: 582) yang meneliti
novel Armance dan Le Rouge et le Noir karya Stendhal yang menghasilkan bahwa
masyarakat yang dilukiskan dalam novel tersebut hanya mengetahui nlai uang dan
satus sosial dalam bentuk kesombongan.
Ayah tokoh aku yang selalu berbuat kasar pada istri dan anaknya padahal
mereka selalu setia melayani dan mengikuti perintahnya sebagai wujud bakti
kepada kepala keluarga. Ibu tokoh aku, yang merupakan sosok istri yang patuh
dan saking patuh dan taatnya kepada suami ia mengenyampingkan anak-anaknya
dan tidak segan-segan bebuat kasar kepada anak-anaknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
b. Nilai Pendidikan Moral
Moral merupakan laku perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik
dan buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan dimana individu
berada (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 319). Nilai-nilai pendidikan moral tersebut
dapat mengubah perbuatan, prilaku, sikap serta kewajiban moral dalam
masyarakat yang baik, seperti budi pekerti, akhlak, dan etika (Joko Widagdo,
2001: 30).
Pendidikan moral yang disajikan dalam novel Tuan Guru tidak hanya
berkaitan dengan bagaimana moral kita terhadap sesama tetapi juga terhadap
lingkungan sekitar. Moral yang berlawanan digammbarkan dalam kehidupan Ibu
tokoh aku dan Jalal dalam hal menjaga amanah. Ibu tokoh aku yang telah
dititipkan emas peninggalan keluarga oleh ibunya, rela menjualnya demi
menyumbang pengajian tuan guru dan yang dikejar adalah nama baik bukan
keikhlasan. Sedangkan Jalal, ia dengan teguh akan selalu menjaga keaslian berita
setiap pesan yang akan disampaikan kepada tokoh aku, tanpa mengurangi atau
melebih-lebihkan. Hal tersebut tentunya memberikan nilai pendidikan moral,
walaupun sisi negatif yang ditampilkan melalui tokoh ibu si aku dapat dijadikan
sebagai pelajaran untuk tidak dilakukan.
Manusia yang baik adalah manusia yang memiliki manfaat untuk orang
lain dan lingkungan. Pernyataan yang dilontarkan oleh Papuk Odah tersebut
menyiratkan bahwa kebaikan yang ditebar antarsesama dan juga lingkungan
sekitar mampu mejadi daya beda seseorang yang baik dan tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
c. Nilai Pendidikan Budaya
Budaya merupakan suatu sistem ide/pemikiran. Hal ini disebabkan, budaya
dapat mencakup sistem ide yang dimiliki secara bersama, sistem konsep, kaidah-
kaidah yang mendasari tata cara kehidupan manusia. dalam hal ini, yang
dimaksudkan budaya lebih mengacu pada persoalan-persoalan yang dipelajari
manusia, bukan hal-hal yang mereka kerjakan serta benda-benda yang telah
dihasilkan (Sutiyono, 2010: 40).
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Budaya yang tumbuh dalam masyarakat Lombok tidak hanya dalam
kehidupan berinteraksi dalam keseharian di tengah masyakat tetapi juga ada yang
tumbuh dan berkembang dalam bidang kesenian. Dalam kehidupan
bermasyarakat, budaya masyarakat dalam merumuskan sebuah aturan lokasional
yang bersifat mengikat tetapi tidak tertulis adalah peraturan atau dalam bahasa
Lombok disebut awig-awig yang dirumuskan oleh orang yang dianggap sesepuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Hal ini menunjukkan bahwa sesepuh diangap memiliki pengalaman hidup yang
lebih banyak sehingga telah mampu menentukan hal-hal yang dianggap baik dan
dianggap buruk dalam daerah yang telah didiaminya selama berpuluh-puluh
tahun. Sesepuh tersebut dianggap telah mengetahui seluk beluk yang terjadi di
kampung.
Budaya luhur lainnya berkaitan dengan menghormati orang yang lebih tua.
Pada saat makan bersama yang diikuti oleh orang yang lebih tua, setelah selesai
menyantap hidangan, pantang bagi orang yang lebih muda mencuci tangan duluan
meskipun telah terlebih dahulu menyelesaikan makannya. Hal ini merupakan
wujud penghormatan terhadap orang yang lebih tua karena jika yang muda
mencuci tangan duluan maka air cuci tangan tersebut menjadi kotor dan kurang
mengenakkan bagi orang tua.
Dalam hal menyantap hidangan, budaya yang meningkatkan kebersamaan
antarsesama adalah budaya begibung atau makan bersama ketika ada acara-acara
hajatan atau memperingati hari-hari besar Islam. Pada saat memperingati hari-hari
besar Islam, masing-masing masjid akan mengundang tuna guru sebagai pengisi
ceramah terkait dengan hari besar yang diperingati. Ibu-ibu rumah tangga di
sekitar wilayah atau kampung menyumbang makanan ke masjid untuk di santap
oleh semua warga yang hadir atau biasa disebut ngandang dulang. Dulang yang
berisi hidangan ini akan dimakan secara berkelompok atau begibung. Namun
dalam perkembangannya sekarang, begibung sudah mulai diubah caranya, nasi di
tempatkan pada piring masing-masing dan lauk-pauknya yang dimakan secara
bersama. Berbeda dengan cara tedahulu, nasi beserta lauk pauk ditempatkan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
satu nampan besar dan disantap oleh tiga hingga lima orang tergantung pada
besar-kecilnya nampan yang digunkan.
Kesenian yang mengandung unsur kebudayaan masyarakat Lombok yang
diungkapkan dalam novel Tuan Guru adalah jengger, rudat, dan peresean.
Jengger dan rudat merupakan jenis tarian yang berbeda kandungannya. Jengger
adalah tarian yang dibawakan oleh dua atau tiga orang penari dan diiringi oleh
gendang beleq atau gendang besar. Sedangkan rudat merupakan tarian yang
dibawakan oleh banyak orang laki-laki dan perempuan dan berdandan seperti
prajurit karena berisi tentang kisah-kisah perjuangan. Kedua tarian tersebut
biasanya diadakan untuk menyambut tamu-tamu atau kesenian yang
dipertontonkan oleh orang-orang yang melakukan hajatan baik pernikahan,
sunatan, maupun syukuran lainnya yang bersifat kesenangan.
Kesenian lainnya yang merupakan budaya Lombok yang telah beralih
fungsi adalah peresean. Peresean ini berupa pertarungan dua orang menggunakan
rotan sepanjang satu setengah meter dan berdiameter tiga centimeter yang
dilengkapi juga dengan prisai dari kulit kerbau atau sapi yang telah dibentuk
bersegi panjang. Pada zaman dahulu, peresean merupakan ritual yang dilakukan
untuk meminta hujan tetapi sejak ada seorang pencerah yakni tuan guru, hal
tersebut diganti dengan sholat sunnat istisqa’.
Tuan guru menyarankan agar melakukan sholat sunnat istisqa’: sholat sunnat minta hujan sebagai pengganti peresean itu. (Tuan Guru: 436)
Tetapi, kesenian tersebut sekarang telah dianggap sebagai warisdan
budaya yang dilestarikan dan diadakan biasanya pada saat memperingati hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
kemerdekaan Indonesia. Nilai luhur yang terkandung di dalamnya adalah tentang
ketangkasan dan keberanian seorang laki-laki. Meskipun kedua petarung telah
saling pukul selama peresean berlangsung, mereka akan bersalaman setelah
pertarungan usai. Peresean dilaksanakan dalam tiga ronde dan pemenang hanya
mendapatkan sedikit uang sebagai obat.
d. Nilai Pendidikan Agama
Agama merupakan sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan
biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin
yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu
untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia
dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara
bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad
raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya.
Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat,
manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada
penguasa alam semesta.
Latar pondok pesantren dan tokoh agama yakni tuan guru yang diangkat
dalam novel mempengaruhi kandungan novel Tuan Guru yang sarat nilai agama.
Dalam novel tersebut, pembaca dicontohkan sikap dan sifat religius melalui para
santri dan jamaah tuan guru. Para santri dalam kesehariannya diajarkan untuk
mengaji, berzikir, dan sholat malam. Hal-hal yang memang harus dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
semua umat Islam bukan hanya dalam kapasitasnya sebagai penuntut ilmu agama
tetapi sebagai seorang muslim. Sholat merupakan tiang agama yang harus
senantiasa ditunaikan.
Tetapi pendidikan agama yang ditawarkan dalam novel Tuan Guru juga
dibungkus dalam sisi negatif jamaah tuan guru yang harus dihindari. Jamaah tuan
guru memang memohon segala sesuatunya kepada Allah, tetapi mereka salah
dalam mengaplikasinya. Mereka percaya bahwa tuan guru mampu memberikan
garansi masuk surga kepada mereka. Tempat yang belum tentu tuan guru masuk
ke dalamnya. Kepercayaan jamaah yang berlebihan berlanjut pada
mengkeramatkan hal-hal yang berkaitan dengan tuan guru. Bersalaman yang
kemudian diikuti dengan doa lalu mengusap tangan ke wajah sebagai bentuk
mengharap keberkahan dari tuan guru. Memajang foto tuan guru di rumah agar
selalu dilindungi dan diberkahi. Semua hal tersebut berujung kepada kesyirikan
yang terbungkus dalam ketaatan yang salah.
Tuan guru memang merupakan sosok yang lebih, tetapi kelebihan tersebut
jangan sampai menjadi sesuatu yang harus diagung-agungkan melebihi kodratnya
sebagai manusia. Kelebihannya adalah ilmu agama yang dimiliki, secara aplikatif
ia belum tentu mampu mengamalkannya secara baik melebihi manusia biasa
lainnya. Hal inilah yang ingin disampaikan oleh Salman Faris kepada semua
pembaca. Semuanya bermuara pada pengubahan pola pikir masyarakat terhadap
sosok tuan guru. Jangan sampai menggantungkan hidup kepada tuan guru
melebihi Tuhan agar terhindar dari dosa syirik yang merupakan dosa paling besar
dan tidak terampuni.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
e. Nilai Pendidikan Ekonomi
Pendidikan ekonomi yang diangkat dalam novel Tuan Guru adalah bidang
perdagangan. Bisa dikatakan, peradagangan merupakan faktor penggerak sektor
rill, tidak saja pada zaman Islam awal, tetapi juga sampai pada masa-masa
sekarang (2008: 33). Perdagangan di Pulau Lombok pernah memasuki dunia
keemasan pada zaman dahulu, pedagang-pedagang dunia dari Eropa, Cina, dan
Singapura melakukan transaksi di dermaga Tanjung Karang Ampenan. Terutama
pedagang Cina, kedatangannya selain berdagang juga membawa pengaruh Islam
ke pulau yang terkenal dengan sebutan Pulau Seribu Masjid tersebut.
Kemampuan berdagang masyarakat pribumi yang tidak berkembang
membuat pedagang lain seperti keturunan Cina menjadi maju pesat. Pedagang
Cina menerapkan sistem perdagangan yang disukai konsumen. Dalam duni
perdagangan, harga yang ekonomis dan pilihan barang yang lebih variatif
merupakan beberapa faktor penting yang menjadi pertimbangan pembeleli selain
kualitas. Hal itu diterapkan oleh pedagang Cina. Sedangkan pedagang pribumi
memasang harga yang jauh lebih tinggi dan pilihan barang yang ditawarkan
kurang bervariasi.
Keturunan Cina memang mewarisi kemampuan berdagang nenek
moyangnya yang sejak zaman dahulu masuk ke Lombok melalui Pelabuhan
Tanjung Karang, Ampenan. Pedagang Cina juga memiliki relasi bisnis yang luas.
Hal inilah yang mempengaruhi ketersediaan barang pedagang Cina yang
menawarkan banyak pilihan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Selain dari segi barang, individu pedagang tidak kalah pentingnya dalam
menarik minat pembeli. Pedagang yang memiliki kepribadian baik, ramah,
terutama jujur akan menjadi pilihan utama pembeli. Dalam novel Tuan Guru
dideskripsikan bahwa kemampuan berdagang masyarakat Lombok yang tidak
berkembang memang merupakan warisan nenek moyang yang menurut penuturan
Salman Faris memiliki pribadi yang tidak jujur dan ditambah lagi terpendam rasa
iri kepada pedagang lain yang lebih sukses, seperti sikap Anwar kepada pedagang
keturunan Cina yang berdagang di pasar desa.
Menurut Jusmaliani (2008: 32) bahwa perdagangan yang di dalamnya
mengandung unsur ketidakjujuran, pemaksan, atau penipuan, seperti menimbun
barang dengan mengorbankan kepentingan orang banyak, menjegat penjual di
perjalanan menuju pasar, menyembunyikan informasi untuk memperoleh
keuntungan yang lebih besar, mengurangi timbangan, menyembunyikan cacat
barang dagangan, dan sebagainya, hukumnya tidak boleh (haram).
f. Nilai Pendidikan Politik
Menurut Index of Political Right and Civil Liberty yang dikeluarkan oleh
Freedom House, sepanjang tiga decade terakhir, negara-negara Muslim pada
umumnya gagal membangun politik yang demokratis (Mujani, 2007: 1). Seolah
mengamini pernyataan tersebut, novel Tuan Guru menggugah salah satu wilayah
yang juga berkaitan dengan dunia perpolitikan dalam satu wilayah kecil di
Indonesia bagian Timur, yakni Lombok. Karisma dan nama besar yang dimiliki
tuan guru mampu menjadi daya tarik masyarakat yang terkadang dimanfaatkan
untuk menarik suara masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Pejabat memanfaatkan momen berfoto bersama tuan guru sebagai
kampanye terselubung. Foto kemudian dibagikan kepada jamaah untuk dipajang
di rumah mereka atau diselipkan pada gambar-gambar kalender yang dibeli
jamaah sehingga kelak ketika pemilihan tanpa disuruh masyarakat otomatis akan
memilih orang yang berada di foto tersebut.
Politik yang bernuansa agama juga direfleksikan dalam bentuk
“pernikahan politik” yang dilakukan oleh tuan guru. Ia menikahkan anaknya
dengan anak sesama tuan guru. Hal ini tentu merupakan sesuatu yang bermanfaat
dalam melipatgandakan jumlah jamaah. Otomatis, jamaah tuan guru yang satu dan
lainnya akan bergabung karena pemimpin mereka telah menyatu dalam satu
ikatan keluarga.
g. Nilai Pendidikan Historis
Setiap wilayah memiliki cerita masa lalu yang merupakan cikal bakal
pembentukan dan pertumbuhannya. Sejarah sebuah wilayah ada yang kelam ada
juga yang manis. Sejarah pahit yang menimpa Pulau Lombok yang disampaikan
dalam novel Tuan Guru adalah Lombok sebagai jajahan Pulau Bali. Ketika masih
kental dengan sistem kerajaan, raja dari Pulau Dewata tersebut yakni kerajaan
Karang Asem masuk ke Pulau Seribu Masjid dan melakukan strategi adu domba.
Mereka menebar fitnah kerajaan yang satu ke kerajaan yang lainnya di tanah
Lombok. Selain itu, ia juga memberikan iming-iming keuntungan yang berlimpah
kepada raja yang mau membunuh dan meruntuhkan kerajaan lain yang tumbuh di
daerah lain di Pulau Lombok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Raden Amir dari Mamben dan Raden Kardiyu dari Korleko rela
menghancurkan kerajaan Kalijaga yang telah difitanh sebelumnya. Ditambang
iming-iming keuntungan yang berlimpah yang dijanjikan kerajaan pulau seberang
kedua raden tersebut dengan senang hati menumpahkan darah kerajaan saudara
mereka yang seharusnya saling bahu-membahu mempertahankan tanah leluhur
dari kerajaan luar yang berniat menguasai dan menjajah masyarakat sendiri.
Di balik sejarah kelam tersebut, kisah yang membawakan lahir dalam
dunia perdagangan Lombok yang pernah mendunia. Pada masa lalu, Pelabuhan
Tanjung Karang yang tereletak di Ampenan, Lombok Barat pernah menjadi
dermaga tempat berlabuhnya pedagang-pedagang Eropa, Cina, dan Singapura.
Dermaga yang kini tidak difungsikan dan dialihakn ke Pelabuhan Lembar itu
menjadi saksi sejarah besar transaksi mendunia yang pernah terjadi di Lombok.
Sejarah lain datang dari legenda-legenda besar dan abadi ceritanya hingga
saat ini adalah tentang pengorbanan Putri Mandalika. Konon ceritanya bahwa
seorang Raja bertahta disebuah Kerajaan bernama Kerajaan Tunjung Biru dalam
lontar tertulis dengan literatur Jejawen Tonjeng Beru. Sang Raja memiliki seorang
Putri cantik jelita, cerdas dan bijak. Putri Raja itu bernama Putri Sarah Wulan.
Kelebihan yang dimiliki Sang Putri tersebar keseluruh kerajaan bahkan sampai di
negeri seberang.
Sang Raja memiliki tujuh orang saudara dan masing-masing memimpin
kerajaan. Semua raja-raja yang mengetahui adanya Putri yang sangat cantik di
Kerajaan Tunjung Biru, memerintahkan Putra Mahkota masing-masing untuk
meminang Putri Mandalika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Saking arif dan bijaknya Sang Putri, semua Putra Mahkota yang datang
melamarnya diterima. Di luar kesadaran Sang Putri, bahwa sikapnya itu sikap
yang kurang baik dan akan menjadi riskan bagi dirinya, sebagai seorang Putri
Raja. Putri Sarah Wulan memiliki perangai pendiam, sulit untuk mengutarakan
permasalahan yang sedang dihadapinya, akhirnya semua tunangannya itu
disanggupi pada tanggal dua puluh bulan sepuluh penanggalan Sasak, dimana
pada waktu yang ditentukan Sang Putri tersebut adalah bulan-bulannya musim
penghujan.
Tiba saatnya janji Sang Putri tersebut, maka semua Putra Mahkota datang
bersama pasukan pengawalnya dengan membawa harta lamaran masing-masing.
Tidak dapat dielakkan lagi pertempuran terjadi disepanjang jalan menuju Tunjung
Biru sebagai akibat dari janji kolektif yang diucapkan sang Putri kepada semua
calon suaminya. Sang Putri mendengar berita tentang terjadinya pertempuran.
Dalam perjalanan, sang Putri semakin panik bahkan gusar sekali. Akan tetapi
walau demikian pelik masalah yang dihadapi, sang Putri tidak pernah
mengutarakan perasaannya kepada dayangnya apalagi akan minta pendapat dari
Sang Raja (ayahandanya).
Setelah mendapat wangsit melalui mimpi, Sang Putri akhirnya memutuskan
untuk menceburkan diri ke laut Pantai Selatan Lombok itu, pada tanggal 20 bulan
kesepuluh Tahun Sasak. Tidak disangka, ternyata keputusan yang diambil dalam
rangka mempertahankan konsistensinya, sang Putri menceburkan dirinya kevlaut
yaitu tepatnya di pantai Seger Kuta, ketika sang Putri menceburkan dirinya ke laut
itu, Putri Mandalika berpesan kepada segenap yang hadir dengan ucapan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
“wahai Kakanda-kakandaku yang sangat aku cintai dan kasihi, serta seluruh kaluarga Kerajaan Tonjeng Beru/Tunjung Biru, aku ini telah melakukan kesalahan (Nyalaq) karena semua kakanda-kakandaku adalah Satria yang gagah berani dan sakti mandraguna. Di samping itu, aku sangat mengasihi kalian sebagai keluarga Tunjung Biru, jika aku diboyong oleh salah seorang kesatria yang ada ini, jelas akan timbul pertumpahan darah dan aku tidak akan bersama lagi dengan kalian. Hal ini yang tidak dapat aku lakukan dan tidak akan pernah ada di hati dan pikiranku. Sebagai seorang putri Raja yang konsekuen tidak akan pernah mengingkari janjinya, maka untuk memenuhi janji yang pernah aku ucapkan, maka aku akan menceburkan diri di laut selatan ini. Kelak pada tanggal 20 bulan 10 penanggalan Sasak, aku akan muncul dengan wujud lain agar semua orang akan menikmati dan merasakan kehangatanku”.
Begitu ucapan sang Putri berakhir, pada saat itulah sang Putri
menceburkan dirinya ke laut. Sesaat kemudian, suasana kembali tenang. Para
pangeran dan kerabat kerajaan segera mencari sang Putri di tempat ia
menceburkan diri. Tidak ada tanda-tanda keberadaan sang Putri di tempat itu
(http://adypato.wordpress.com/2010/06/02/tradisi-bau-nyale-suku-sasak/).
Namun, tiba-tiba bermunculan binatang kecil yang jumlahnya sangat
banyak dari dasar laut. Binatang yang berbentuk cacing laut itu memiliki warna
yang sangat indah, perpaduan warna putih, hitam, hijau, kuning, dan cokelat.
Binatang itu kemudian disebut nyale. Sejak saat itulah Putri Sarah Wulan diberi
nama Putri Mandalika yakni Manda yang berarti bingung atau bimbang dan Lika
berati perbuatan. Jadi, Mandalika berarti terperangkap pada perbuatan yang
membingungkan.
Rakyat yang menyaksikan peristiwa itu meyakini, nyale tersebut adalah
jelmaan Putri Mandalika. Sesuai dengan pesan sang Putri, mereka pun akhirnya
beramai-ramai dan berlomba-lomba mengambil cacing laut itu sebanyak-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
banyaknya untuk dinikmati sebagai tanda cinta kasihnya kepada sang Putri.
Mengambil cacing laut itu kemudian dikenal dalam bahasa Lombok sebagai bau
nyale (menangkap nyale) (http://www.fajar.co.id/read-20110227015517-tradisi-
bau-nyale-masyarakat-lombok-tengah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan hingga pembahasan,
dapat diambil simpulan sebagai berikut.
1. Pandangan Dunia Pengarang terhadap Eksistensi Tuan Guru dalam
Novel Tuan Guru
Pandangan Salman Faris mengenai eksistensi tuan guru dalam
masyarakat Lombok yang dituangkan dalam novel Tuan Guru menyingkap
bahwa sesungguhnya tuan guru merupakan manusia biasa yang tidak berbeda
dengan masyarakat umumnya. Perbedaan terletak pada ilmu agama dan
secara aplikatif tuan guru belum tentu bisa mengamalkan ilmunya secara
total. Ia juga tidak luput dari kesalahan atau lebih halusnya kekhilafan seperti
masyarakat lainnya. Tuan guru tidak boleh dikeramatkan apalagi disamakan
derajatnya dengan nabi yang merupakan manusia pilihan Allah yang mulia.
Masyarakat Lombok umumnya, baik yang terdidik maupun tidak
terdidik memandang tuan guru melebihi batas kodratinya sebagai manusia
normal. Sebagian besar masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur
berdasarkan kacamata Salman Faris menganggap bahwa tuan guru
merupakan sosok yang mampu memberikan garansi masuk surga. Menurut
masyarakat Lombok, doa yang dipanjatkan tuan guru lebih cepat diijabah
119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
oleh Allah dibandingkan manusia lainnya. Masyarakat tidak memandang ada
cela sedikitpun dari sosok tuan guru.
Tuan guru merupakan kelas sosial yang berada pada lapis tertinggi
dalam struktur masyarakat. Peranan penting tuan guru juga terkait dengan
kedudukan mereka sebagai elit terdidik yang mentransfer pengetahuan agama
ke tengah masyarakat.
2. Latar Belakang Sosial-Budaya dalam Novel Tuan Guru
a. Adat dan Kepercayaan
Adat dan kepercayaan masyarakat Lombok yang tertuang dalam
novel Tuan Guru berkaitan dengan adat mencari jodoh, kepercayaan
dalam mencari rejeki, kepercayaan yang bersifat kerohanian, kepercayaan
dalam dalam prosesi ijab-kabul, terutama kepercayaan terhadap sosok
tuan guru yang berisi ritual-ritual khusus.
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Lombok
yang dikisahkan dalam novel Tuan Guru sebagian besar merupakan
pekerjaan-pekerjaan yang bersifat tradisional meskipun ada juga yang
yang telah elit. Pekerjaan yang banyak digeluti masyarakat adalah petani,
pedagang, ojek, kusir, dukun beranak, pejabat, dan guru ngaji atau imam
masjid.
c. Pendidikan
Setting pengkisahan yang diangkat dalam novel Tuan Guru
mempengaruhi jenis dan jenjang pendidikan yang dideskripsikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Masyarakat umumnya, khususnya jamaah tuan guru menyekolahkan
anaknya pada sekolah-sekolah yang bernuansa agama karena menjurus
pada satu cita-cita yakni tuan guru. Pendidikan yang ditempuh adalah
Madrasah Aliyyah, hingga memasuki pondo pesantren. Tetapi ada juga
jenjang pendidikan tinggi seperti memasuki perguruan tinggi baik lokal
maupun luar negeri yang dideskripsikan melalui kehidupan anak tuan
guru.
d. Agama
Masyarakat yang diangkat dalam novel Tuan Guru mayoritas
merupakan pemeluk agama Islam. Hal ini dibuktikan dari latar yang
disekripsikan semua bernuansa Islam, seperti pondok pesantren, masjid,
madrasah. Serta pelaku yang ada di dalamnya merupakan jamaah, tuan
guru. Tetapi ada juga masyarakat minoritas yang memeluk agama selain
Islam yang terrefleksi melalui kehidupan para keturunan Etnis Cina.
e. Tempat Tinggal
Tempat tinggal yang dijadkan sebagai latar tempat dalam novel
Tuan Guru digolongkan menjadi dua yakni berdasarkan geografis atau
kewilayahan dan berdasarkan bangunan. Wilayah Lombok yang banyak
diangkat adalah Lombok Timur, yakni Kembang Sandat, Pantai Manange
Baris, Pelabuhan Kayangan, Desa Plambek, serta di luar Pulau Lombok
yakni Sumbawa. Tempat tinggal berupa bangunan, terdiri atas rumah
tokoh aku, rumah tuan guru, pondok pesantren, asrama, serta masjid
kampung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
f. Bahasa
Penggunaan bahasa yang digunakan dalam menceritakan setiap
kisah dan peristiwa dalam novel Tuan Guru selain bahasa utama bahasa
Indonesia, Salman Faris juga menyelipkan bahasa daerah yakni bahasa
Sasak atau Lombok dan beberapa kosakata Arab pengaruh latar pondok
pesantren yang diangkat.
g. Suku
Suku yang dideskripsikan dalam novel Tuan Guru adalah Suku
Sasak yang merupakan suku asli Pulau Lombok dan suku pendatang atau
disebut etnis Cina. Etnis Cina yang merupakan orang-orang keturunan
yang mendiami Pulau Lombok sejak kedatangan nenek moyangnya
pertama kali ke Lombok untuk berdagang dan juga berperan dalam
memperkenalkan ajaran Islam. Selain itu, ada juga etnis Bali yang
merupakan pendatang dan juga beberapa keturunan orang-orang yang
dulu pernah datang untuk menjajah di Pulau Lombok.
3. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Tuan Guru
a. Nilai Pendidikan Sosial
Kelas sosial yang digambarkan dalam novel Tuan Guru masih
menempatkan tuan guru berserta seluruh keluarganya di posisi teratas.
Tuan guru dengan karisma dan kebesaran gelarnya membuat masyarakat
sangat menghormati dan menyayanginya. Nilai sosial yang digambarkan
banyak menyiratkan tentang kesetiakawanan, penghormatan seorang istri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
kepada suami, kepatuhan seorang anak kepada orang tua, kehidupan
bertetangga yang luhur, serta menghormati orang yang lebih tua. Hal
negatif yang bisa dijadikan contoh untuk tidak dilakukan adalah kepala
rumah tangga yang tidak mampu menjalankan perannya untuk
mengayomi, melindungi, dan menyayangi keluarga; kasih sayang seorang
ibu yang sangat jauh dari kata layak kepada anak-anaknya.
b. Nilai Pendidikan Moral
Nilai pendidikan moral yang disuguhkan dalam novel Tuan Guru
mencakup pendidikan moral dalam hubungan kemanusiaan, kehidupan
beragama, dan kehidupan dengan alam. Kebohongan di lingkungan santri
menjamur bukan hanya bohong terhadap orang lain tetapi juga bohong
terhadap diri sendiri, kejujuran, amanah, budi pekerti sebagai prisai
adalah beberapa nilai moral yang berkaitan dengan kemanusiaan. Dalam
kaitannya dengan beragama, santri mendapatkan pendidikan moral yang
kurang baik, mereka diajarkan untuk mengaji atau memperdalam ilmu
agama hanya untuk mengejar tahta sosial. Kehidupan yang baik selain
bermanfaat bagi sesama adalah bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
c. Nilai Pendidikan Budaya
Nilai pendidikan budaya khususnya kebudayaan Lombok yang
diungkapkan dalam novel Tuan Guru yakni tentang kebudayaan
begibung; makan bersama dalam satu wadah. Hal ini memupuk rasa
persaudaraan serta meniadakan kelas sosial di antara sesama anggota
masyarakat. Dalam merumuskan aturan-aturan yang berlaku di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
perkampungan yang sifatnya tidak tertulis, kebudayaan masyarakat
Lombok mengajarkan untuk memberikan mandat kepada sesepuh
kampung atau desa yang dianggap punya pengaruh dan telah mengetahui
seluk beluk kampung sehingga mampu menyusun aturan yang terbaik
bagi masyarakat. Budaya yang berkaitan dengan kesenian juga
diungkapkan dalam novel tersebut berupa kesenian jangger, rudat, dan
presean.
d. Nilai Pendidikan Agama
Keyakinan jamaah yang berlebihan terhadap tuan guru menyiratkan
bahwa hal tersebut berdampak pada kesyirikan yang harus dijauhi karena
keyakinan yang berlebihan terhadap sosok selain Tuhan adalah dosa
terbesar. Selain itu, dalam novel Tuan Guru menanamkan nilai
pendidikan agama bahwa membaca al-Quran dapat membangun karisma
dalam diri seseorang, keutamaan shalat berjamaah, dan Tuhan tidak akan
memberikan cobaan di luar batas manusia, serta Tuhan akan selalu
bersama orang-orang yang bersabar.
e. Nilai Pedidikan Ekonomi
Kecakapan pedagang keturunan Cina daripada pedagang pribumi
memberikan nilai khusus dalam bidang ekonomi khususnya dalam hal
jual-beli. Pedagang keturunan Cina mengajarkan bahwa dalam berdagang
banyak aspek yang harus diperhatikan baik berkaitan dengan barang
dagangan maupun pedagangnya sendiri. Seorang pedagang harus
membangun relasi yang baik dengan banyak pihak sehingga mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
menyediakan barang yang variatif, memberikan harga yang tidak terlalu
mahal atau tidak mengeruk keuntungan yang berlebih apalagi di pasar
lokal, serta seorang pedagang harus mengutamakan kejujuran.
f. Nilai Pendidikan Politik
Nama besar tuan guru di tengah masyarakat Lombok
dimaanfaatkan oleh tuan guru untuk mendongkrak sanak keluarganya
yang akan dijadikan penerus dalam meneruskan tahta ketuanguruan di
tanah Lombok. Selain itu, tuan guru juga melakukan apa yang disebut
‘pernikahan politik’, menikahkan anaknya dengan sesama anak tuan guru
untuk mempertahankan jamaah dan menambah jamaah, atau menikahkan
anaknya dengan anak pejabat pemerintahan untuk mencuri suara rakyat
dalam pemilihan pejabat politik. Melalui media foto baik yang yang
dipajang maupaun yang dicetak dalam kalender pejabat politik menggaet
tuan guru sebagai tokoh untuk menarik perhatian masyarakat dalam
memilih.
g. Nilai Pendidikan Historis
Sejarah Lombok dalam novel Tuan Guru menyiratkan bahwa
Lombok pernah menjadi lokasi perdagangan dunia. Deramaga Tanjung
Karang-Ampenan menjadi pusat berlabuhnya pedagang-pedagang Eropa,
Cina, dan Singapura. Sejarah kelam juga pernah tergores di Pulau
Lombok, yakni menjadi jajahan raja Pulau Bali. Selain sejarah-sejarah
besar tersebut, legenda munculnya nyale terselip sebagai nilai luhur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
sejarah Pulau Lombok, tentang pengorbanan Putri Mandalika demi
kedamaian kerajaan dan masyarakat.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoretis
Implikasi teoretis hasil penelitian ini adalah memperkaya informasi
pembaca secara umum dalam bidang kesusastraan khususnya mengenai
kajian sosiologi sastra dan khasanah kehidupan masyarakat Lombok baik
sosial-budaya maupun beberapa sejarahnya. Penelitian ini menyajikan
beberapa teori penting terkait dengan keilmuan sosiologi sastra yang dapat
dijadikan tambahan pengetahuan serta hasil penelitian ini dapat menambah
wawasan pembaca tentang cara mengkaji sebuah novel atau karya sastra
dengan menggunakan kajian sosiologi sastra. Bagi pembaca yang berada di
luar Pulau Lombok, hasil penelitian ini dapat menambah informasi mengenai
kehidupan masyarakat yang ada di Pulau Seribu Masjid tersebut. Beberapa
temuan dalam penelitian ini menguak fakta-fakta menarik dan unik seputar
adat dan istiadat serta kebudayaan yang berkembang di Lombok yang
mungkin tidak ditemukan di daerah-daerah lain.
2. Implikasi Praktis
Implikasi praktis penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pengajaran khususnya di bidang
kesusastraan. Guru dapat mengaplikasikan dalam pengajaran dengan
menginstruksikan peserta didik untuk mencari nilai-nilai pendidikan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
dapat diambil dalam novel Tuan Guru karya Salman Faris. Bagi guru
yang berada di luar Lombok, hasil penelitian ini dapat juga dijadikan
alternatif dalam meperkenalkan budaya daerah lain kepada para peserta
didiknya karena novel Tuan Guru sarat dengan kehidupan, adat istiadat,
kebudayaan masyarakat Lombok. Kehidupan sosok tuan guru yang
diungkapkan dalam novel Tuan Guru dapat dijadikan sebagai bahan
telaah terhadap watak manusia yang ada di tengah-tengah masyarakat.
Guru dapat memberikan gambaran kepada siswa mengenai sosok yang
bisa dipercaya dan ditiru tingkah lakunya.
b. Siswa dapat mengambil nilai-nilai positif dari hasil penelitian ini serta
menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan belajar atau contoh dalam
menganlisis sebuah karya sastra. Dengan mencermati hasil penelitian ini,
siswa dapat belajar bagaimana cara mengkaji sebuah novel dengan cara
yang tepat dan dengan kajian atau pendekatan yang sesuai dengan
karakteristik novel. Sebelum lebih lanjut menggunakan kajian yang lain,
siswa dapat menggunakan kajian yang sama dengan penelitian ini tetapi
diterapkan pada novel yang berbeda. Nilai-nilai pendidikan yang
ditemukan dalam penelitian ini dapat dijadikan siswa sebagai refleksi
dalam menjalankan kehidupan baik di sekolah maupun dalam kehidupan
bermasyarakat.
c. Pembaca secara umum dapat menjadikan nilai-nilai pendidikan dalam
novel yang dianalisis dalam penelitian ini sebagai teladan dalam
kehidupan. Kehidupan bermasyarakat yang dituangkan oleh sastrawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
dalam sebuah karya sastra cendrung mengarah pada kehidupan yang
diidealkan oleh manuisa meski lahir dari kondisi sosial budaya
masyarakat yang carut-marut. Gabungan daya imajinasi pengarang
mampu mengarahkan alur cerita atau kisah para tokoh menjadi sosok-
sosok yang bisa ditiru sifatnya atau dihindari. Pembaca dapat memilah
dan memilih sosok-sosok yang bisa dijadikan panutan dalam menjalankan
kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Dalam novel, pengarang akan
menggambarkan tokoh yang berwatak tidak baik akan mendapatkan
ganjaran berupa konsekuensi sosial yang negatif dari masyarakat
sekitarnya. Hal ini, dapat dijadikan pelajaran bagi pembaca, jika tidak
ingin mendapat perlakuan tidak baik seperti tokoh tersebut maka harus
menghindari kejelekan yang dilakukan oleh tokoh tersebut.
C. Saran-Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi yang telah dirumuskan saran
penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagi guru hendaknya memperkenalkan nove Tuan Guru karya Salman
Faris ini kepada peserta didiknya sebagai bahan pengajaran karena
memuat kehidupan sosial budaya suatu masyarakat (Lombok) yang kental
serta mengandung nilai-nilai pendidikan yang penting bagi siswa dalam
berinteraksi dengan orang lain, baik di sekolah maupun ketika berada di
tengah masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
2. Bagi siswa hendaknya novel Tuan Guru karya Salman Faris bisa dijadikan
bahan pembelajaran dalam menganalisis sebuah karya sastra serta amanat-
amanat penting yang terkandung di dalamnya. Siswa dapat mencermati
bagaimana pengarang dalam mengisahkan sisi kehidupan tokoh-tokoh
yang ada dalam novel untuk dapat menghasilkan sebuah karya sastra yang
lebih baik.
3. Bagi penikmat novel Tuan Guru karya Salman Faris secara umum
hendaknya memahami karya ini sebagai sebuah karya yang mampu
memberikan informasi dan hal-hal positif. Terlepas dari kontroversial yang
mengiringi pengkisahan novel ini, pembaca bisa memetik nilai-nilai luhur
yang terkadung dalam novel sebagai bahan pembelajaran bersama. Banyak
nilai-nilai pendidikan dan pelajaran yang bisa dikaji untuk menambah
pemahaman dan pengetahuan tentang kehidupan peradaban suatu
masyarakat yang memiliki sisi “unik” dan tidak ditemukan pada daerah
lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Moeslim. 2003. Islam Pribumi: Mendialogkan Agama Membaca Realitas. Jakarta: Erlangga.
Abrams, M.H. 1971. A Glossary of Literary Term. New York: Holt, Rinehart and
Wiston.
Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang Press.
Bartholomew, John. R. 1999. Alif Lam Mim: Kearifan Masyarakat Sasak.
Yogyakarta: Tiara Wacana. Budiwanti, Erni. 2000. Islam sasak Wetu Telu versus Wetu lima. Yogyakarta:
LKIS. Buehler, Michael. 2009. “Islam and democracy in Indonesia”. Journal Insight
Turkey. Vol. 11. No. 4, pp. 51-56. Di, Arianto Sam. 2008. Pengertian Novel. Diunduh tanggal 23 April 2012 dari
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/pengertian-novel.html. Djumhana, Hanna. 2003. Islam Untuk Disiplin Ilmu Psikologi. Jakarta:
Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam. Elizabeth, Torn Burn (ed). 1973. Sociology of Literature & Drama.
Harmondswort: Penguin Books.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress.
Goldman, Lucien. 1967. “The Sociology of Literature: Status And Problems of
Method” International Social Science Journal. Volume XIX. No 4. pp 493-516.
-----------. 1977. The Word a Sociology of the Noveel. London: Pavistock
Publications Limited. Hadi, Soedomo. 2003. Pendidikan Suatu Pengantar. Surakarta: UNS Press. Jabrohim. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha
Widya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
Joko Susilo. 2007. Pembodohan siswa tersistematis. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Jusmaliani. 2008. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara. Kartono, Kartini. 1996. Pendidikan Politik. Bandung: Mandiri Maju. Kenny, William. 1966. How to Analyze Fiction. Amerika: Nomarch Press. Klaus, Krisspendorff. 2004. Content Analysis an Introduvtion to its Methodology.
California: Sage Publication, Inc.
Koentjaraningrat. 1985. Budaya, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Leenhardt, Jacques. 1967. “The Sociology of Literature: Some Stages In Its
History” International Social Science Journal. Volume XIX. No 4. pp 517-533.
Lorens, Bagus. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. LPSA. 2007. Definisi Sejarah. http://lpsa.wordpress.com/2007/11/14/definisi-
sejarah/. Diunduh tanggal 20 Juni 2012. Machali, Rochayah. 2005. “Challenging Tradition: The Indonesian Novel
Saman”. Journal of Language Studies. Vol. 5 (1). Miles, B. Mattew dan Michael A. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif
Terjemahan oleh Tjejep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy. 2008. Metodologi Penenlitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Mouillaud, Genevieve. 1967. “The Sociology of Stendhal's Novels: Preliminary
Research” International Social Science Journal. Volume XIX. No 4. pp 581-598.
Mujani, Siful. 2007. Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan
Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta: Gramedia. . Mulkhan, Abdul Munir. 2009. Politik Santri. Yogyakarta: Kanisius. Nasir, M.. 1992. Metodologi Penenlitian. Jakarta: Usaha Nasional. Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yoyakarta: Gajah Mada
University Press.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
Pospelov, G.N. 1967. “Literature and sociology” International Social Science
Journal. Volume XIX. No 4. pp 534-550. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rushing Robert. 2004. Theory of Literature. Modern Critical Theory. (http:
//www.answer.com/topic.sociology-of-literature). Diunduh tanggal 20 Juli 2012.
Sangidu. 2004. Penenlitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat.
Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat. Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: FBSS IKIP Padang. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta:
Muhammadiyah University Press. Soekanto, Soedjono. 1996. Perkembangan Sosiologi. Yogyakarta: Tiara Wacana. Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Terjemahan oleh Sugihastutik dan Rossi Abi
AlIrsyad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sumardjo, Jacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung. Suryabrata, Sumadi. 1992. Metodologi Penenlitian. Yogyakarta: Andi Offset. Sutiyono. 2010. Benturan Budaya Islam: Puritan dan Sinkretis. Jakarta: Kompas. Sutopo, H. B.. 2002. Metodologi Penenlitian Kualitatif: Dasar, Teori, dan
Terapannya dalam Penenlitian. Surakarta: UNS Press. Swingewood, Alan and Dina Laurenson. 1971. The Sociology of Literature.
London. Tahir, Masnun. 2008. “Tuan Guru dan Dinamika Hukum Islam di Pulau
Lombok”. Jurnal Asy-Syir’ah, Vol. 42, No. 1 (2008). Uhbaiti, Nur dan Abu Ahmadi. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Waluyo, Herman J. 2002. Apresiasi dan Pengkajian Prosa Fiksi. Salatiga: Widya
Sari Press. ----------. 2002. Pengkajian Sastra Rekaaan. Salatiga: Widya Sari Press.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Wellek, Rene and Austin Warren. 1956. Theory of Literature. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.
Widagdo, Joko. 2001. Sosiologi Sastra. Jakarta: Departemen P dan K. Winarni, Retno. 2009. Kajian Sastra. Salatiga: Widya Sari Press.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
SINOPSIS
TUAN GURU Tuan guru merupakan sosok yang kharismatik, disegani, dihormati, dan disanjung tinggi oleh semua msayarakat Lombok terlebih di kampung ku Kembang Sandat, Tanjung Ringgit di wilayah Lombok Selatan atau yang biasa di sebut gumi paer lauq (bumi bagian selatan). Di kampung ku masyarakat rela mengorbankan apapun demi tuan guru beserta madrasahnya. Di sela-sela ceramahnya, tuan guru sering mencuri iklan untuk mempromosikan madrasahnya. Menurutnya, sekolah negeri merupakan sekolah yang tidak menanamkan nilai agamis. Anak-anak akan lupa menghormati orang tuanya, lupa shalat, dan menghambakan diri pada dunia. Hal itu mempengaruhi pemikiran orang tuaku yang merupakan pengikut fanatik tuan guru. Foto-foto tuan guru beserta nenek moyang dan keteurunannya dibingkai dan dipajang di rumah serta harus selalu dalam keadaan bersih. Semua kalimat yang terlontar dari mulut tuan guru merupakan fatwa yang harus selalu diikuti dan ditaati oleh semua masyarakat. Apapun yang diminta oleh tuan guru akan masyarakat berikan. Bahkan itu akan dianggap sebuah kehormatan bagi masyarakat yang diminta oleh tuan guru tersebut. Bila tuan guru meminta minum, masyarakat akan menawarkan minuman-minuman terenak yang bahkan mereka sendiri belum meminumnya. Cangkir atau gelas bekas tuan guru tersebut akan menjadi barang mewah yang menjadi kebanggaan keluarga bahkan tidak jarang ada yang mengkramatkannya. Gejala tersebut membuat aku jengah. Aku ingin mengubah pola pikir masyarakat yang terlalu menghambakan diri pada sosok tuan guru yang tidak lain merupakan manusia biasa juga yang tak luput dari kesalahan. Namun pembaharuan yang aku lakukan harus terbentur tembok tebal, yakni orang tua. Fanatisme yang ditunjukkan orang tua terhadap sosok tuan guru membuat ku merasa sakit. Hal-hal yang di luar logika pun mereka ikuti dengan taat karena terlontar dari mulut tuan guru. Ibu rela di pukul ayah bertubi-tubi tanpa melakukan perlawanan sekecil apapun karena menurut tuan guru surga istri terletak pada suami, jadi apapun yang diminta dan dilakukan suami harus diikuti. Lebih tragisnya lagi, Ibu mengucapkan Alhamdulillah ketika dipukul ayah, tetapi itu dianggap sebagai suatu perlawanan oleh ayah sehingga ibu dipukul lagi. Aku membentak ayah, dengan memanggilnya bernada tinggi. Tetapi ayah mengatakan kalau aku masih kecil dan tidak patut berlaku demikian. Ketika aku hendak merangkul ayah untuk menghentikan tindakannya, ibu malah menarik ku sehingga kami terjungkal bersama ke lantai. Ibu mengatakan tidak pantas aku berbuat seperti itu pada ayah. Setelah semua perlakuan yang diterima ibu, ia tetap meperlakukan ayah seperti seorang raja. Ketimpangan-ketimpangan ibu lakukan demi ayah. Ia meperlakukan kami seperti binatang peliharaan. Aku dan kedua saudaraku diberi makan ikan asin yang telah digoreng beberapa hari yang lalu dengan minyak bekas yang kemudian dihangatkan kembali. Sementara ayahku, diberi daging
Lampiran 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
ayam kalau tidak lima butir telur. Kami akan di marah jika makan dengan lesu, sementara ayah makan dengan lahap tanpa memerdulikan kami. Ibu akan rela berhutang demi memberikan sumbangan kepada pesuruh tuan guru, baik untuk alasan pengajian ataupun pembangunan madrasah. Pemberi sumbangan terbanyak akan dijanjikan doa dari tuan guru dan disebut namanya beserta keluarganya di tengah-tengah pengajian. Ibu selalu ada uang demi kegiatan yang berkaitan dengan tuan guru, bahkan ia rela meminjam uang yang dibungakan demi itu. Sedangkan pada saat kami yang meminta uang hanya untuk sekedar membeli jajan yang hampir tidak pernah kami rasakan, ibu selalu beralasan tidak ada. Ketika pengajian tiba, masyarakat akan berebut mencium tangan tuan guru. Tanpa peduli, apakah mereka lebih tua dari tuan guru. Setelah itu, tangan mereka gosokkan tiga kali lalu diusapkan ke kepala dengan harapan mendapat berkah. Kadang pada saat pengajian, tuan guru membawa anaknya yang dianggap potensial meski ia masih kecil. Secara tidak langsung anak tersebut telah mendapatkan calon jamaah yang akan mengikutinya kelak.
Hal yang selalu aku harapkan setelah pengajian adalah dulang atau hidangan yang selalu disajikan setelah pengajian tuan guru di hari-hari besar keagamaan. Dulang disantap secara bersama-sama, dalam satu wadah disajikan untuk tiga sampai lima orang. Pada saat ini semua melebur, tanpa memerhatikan tingkatan sosial, semua menyatu dalam suka cita. Aku selalu ingin melihat masyarakatku larut dalam kebahagiaan seperti ini. Tetapi fatwa tuan guru telah melahirkan perceraian. Orang yang benar tetapi menyimpang dari ajaran tuan guru akan dikucilkan oleh masyarakat luas. Ia dianggap nyembali, berbeda dari yang lainnya. Hal itulah yang juga disematkan kepadaku. Karena aku menentang pendapat tuan guru yang menurutku salah, aku dianggap berbeda. Perlawanan ini bermula saat aku masuk asrama pondok pesantren tuan guru. Suatu hari, utusan tuan guru bertamu ke rumah dengan membawa amanah dari tuan guru. Tuan guru mengharapkan aku dan kedua saudaraku masuk ponpes yang dipimpin tuan guru. Orang tuaku sangat senang. Disaat para orang tua berebut memasukkan anaknya ke pondok pesantren, kami malah diminta sendiri oleh tuan guru. Sejak utusan itu meninggalkan rumah kami, perlakuan orang tuaku berubah drastis. Ibu memandikan kami sambil bernyanyi. Seolah-olah ibu diberi kesempatan kedua oleh tuan guru. Kesempatan pertama disia-siakan ibu karena menikah dengan ayah. Dulu, ibu pernah dipinang oleh tuan guru, tetapi karena tuan guru pergi melanjutkan studi ke tanah Arab, ayah datang melamar ibu dengan membawa ratusan ekor sapi. Nenek tidak bisa menolak lagi, diadakanlah pesta besar-besaran karena ayah merupakan orang kaya. Kesempatan kedua ini dimanfaatkan oleh ibu. Ayah dan ibu mendidik kami dalam hal berprilaku. Bagaimana berjalan, berbicara, dan menghadap tuan guru. Selama beberapa malam kami bertiga dilatih sampai jam sebelas malam. Sedikit saja kami membuat kesalahan maka kayu akan menempel pada tubuh kami. Perih yang membuatku terkadang tidak bisa memejamkan mata sampai subuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
Setelah beberapa hari pelatihan militer ala orang tuaku, datanglah mobil jemputan dari pondok pesantren yang membawa kedua adikku. Sedangkan aku dibiarkan berangkat sekolah sendirian. Setelah menamatkan madrasah aliyah, aku dimasukkan juga ke dalam jeruji, yang disebut asrama pesantren miliki tuan guru. Perlahan-lahan karena kemampuan yang kumiliki, tuan guru mengangkatku menjadi orang kepercayaannya. Mewakilinya mengisi beberapa pengajian di beberapa daerah. Sebenarnya, predikat ini tidak aku inginkan. Orang mulai berebut mencium tangan ku. Orang tua ku terlebih ibu menjadi sangat bangga mendengar berita ini. Para istri-istri muda menangis mencium tangan ku bahkan mereka rela menyerahkan diri mereka kepadaku. Dan anehnya, para suami akan menganggap bahwa ketaatan istri mereka telah naik satu tahap. Hal-hal aneh seperti inilah yang ingin ku dobrak. Meskipun ujungnya, tak selamanya niat yang baik dapat diterima baik. tetapi bakan pendobrak memang telah melekat dalam diriku sejak kelahiran. Menurut papuk Odah, dukun beranak yang memabntu proses kelahiranku, ibu ku tidak perlu terlalu berjuang keras melahirkanku karena menurut papuk Odah, aku sendiri seolah berjuang sendiri untuk lahir. Papuk Odah, merupakan orang yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pola pikir ku. Ia orang yang bijaksana, pemikirannya lebih layak dan lebih berterima daripada pemikiran tuan guru yang selama ini menjadi anutan masyarakat. Tetapi karena papuk Odah jarang shalat dan praktik pengobatannya dianggap seperti dukun yang kata tuan guru mendekati syirik, orang-orang mengucilkannya. Tetapi dalam perlawanan terhadap tuan guru, aku tidak melakukannya secara terang-terangan. Apa yang diajarkan dipesantren aku ikuti dengan baik. Di pesantren kami dijejali dengan kitab-kitab gundul yang harus selalu kami pelajari. Buku-buku pengetahuan lainnya dianggap barang haram. Tetapi aku mendapat supali buku dari teman-temanku yang sekolah di Jawa. Melalui buku-buku itu aku lebih bisa membuka mata, tidak terpaku oleh jeruji yang dibangun tuan guru. Buku-buku itu aku pinjamkan juga ke beberapa teman terdekatku di pesantren. Jalal dan Jumahur. Mereka merupakan ‘pengikut’ kecilku di pesantren. Sahabat yang selalu setia mendampingiku disaat-saat tersulit. Terlebih Jalal. Ketika berkunjung ke kamarku, ia tidak pernah mau duduk bersama di atas tempat tidur. Tanpa dikomando, ia langsung mengambil sajadah dan duduk di lantai kamar. Aku tidak bermaksud membentuk jemaah baru menandingi tuan guru dengan cara yang tuan guru terapkan. Aku akan menerapkan sistem yang lebih terbuka. Membuka dialog di tengah ceramaah. Tidak seperti tuan guru yang mengurung jamaahnya dengan ucapan-ucapan dia yang serta merta langsung dianggap sebagai fatwa dan melarang adanya jamaah yang bertanya atau berkomentar atas apa yang ia sampaikan, baik itu sesuatu yang benar ataupun salah. Di asrama, selain menjalin hubungan persaudaraan, aku juga menjalin kasih sesama santri. Najma, seorang yang cantik dan memiliki kecerdasan di atas santriwati lainnya merupakan gadis pertama yang hadir dalam kisah cintaku. Kami menjalin pertemuan secara diam-diam saat semua santri terlelap. Terkadang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
kami ketahuan oleh santri yang rutin menjalankan shalat sunat tahajud, namun alasan yang sama kami lontarkan yakni melaksanakan shalat sunat tahajud. Semua menjadi sirna ketika tuan guru meminang Najma untuk menjadi istri ketiganya. Orang tua Najma yang mengetahui hal tersebut tentu menyambut gembira tanpa menanyakan apakah Najma senang dan menyetujui hal tersebut. Tetapi, aroma surga yang ditiupkan surga menurut kebanyakan orang telah menutup mata orang tua Najma. Najma pun menyetujui hal tersebut meski dalam hati menentang. Jadilah Najma, umi di pesantren. Dan aku harus memanggilnya umi juga. Jumahur dan Jalal selalu berada di belakangku. Kisahku diikuti oleh kisah santri lainnya, yakni Kabir. Kabir merupakan santri yang selalu diolok karena mulutnya yang hitam tebal akibat lilitan rokok yang selalu dihisapnya. Ia sangat menghormati tuan guru, tetapi ia akan rela tidak menjadi tuan guru jika dilarang merokok. Cinta Kabir terenggut oleh tuan guru. Tetapi bukan karena tuan guru menikahi gadis yang dicintai Kabir, melainkan tuan guru menjodohkan Salimah dengan Zainal. Seiring berjalannya waktu, di pesantren muncul seorang gadis yang tak kalah pesonanya dengan Nailal. Ia merupakan salah satu santriwati kebanggaan. Ia menurunkan kemampuan abahnya yang memang lulusan Arab. Akupun mulai menjalin kasih dengannya. Perlahan,aku bisa melupakan Najma dan mengganti dengan Nailal. Suatu hari, di saat pengkajian kitab gundul oleh tuan guru, aku memecah kesunyian pembelajaran kolot di pesantren yang tanpa dialog untuk meminta ijin ke belakang. Tuan guru melarang. Ia tidak memperbolehkan seorangpun keluar dari majlis selama kegiatan masih berlangsung. Tetapi aku tetap bersikeras, hingga akhirnya tuan guru melemparkan kitab gundul yang sedang dikajinya tepat mengenaiku. Santri-santri yang lain melongo menatapku sinis. Aku dianggap abu jahal modern. Tidak akan ada yang mau memihak kepadaku. Lalu aku memutuskan untuk tetap berada di majlis dengan syarat tuan guru meberikan kesempatan kepadaku untuk bertanya dan berdialog dengannya. Tuan guru semakin marah. Santri-santri memelototiku. Jalal sebagai senior berdiri dan menyuruh para santri menundukkan pandangan dan melihat kitab. Tuan guru marah, ia menyuruh Jalal untuk duduk. Jumahur lebih bijak. Ia meminta para santri untuk tenang sehingga tidak tampak keberpihakannya kepadaku di depan tuan guru. Berita itu ternyata menyebar hingga ke telinga ibuku. Ia merasa terpukul. Ia menganggapku sebagai pembangkang. Ia mengusirku dari rumah. Ia menganggapku nyembali. Sejak saat itu, aku lebih memilih pergi berkunjung ke desa-desa daripada harus mengikuti kegiatan di pesantren. Lama tidak di pesantren, terdengar kabar bahwa Nailal dipersunting tuan guru. LAgi-lagi ia menggunakan statusnya untuk dengan mudah menikahi siapapun. Untuk yang satu ini, Najma melarang keras tuan guru. Tetapi tuan guru tetap bersikeras. Ia akan menikah dengan atau tanpa persetujuan Najma.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Dalam kegalauannya, Najma berlari menghampiriku di kamar asrama. Ia lalu merasukiku untuk berbuat yang tidak senonoh. Kami melakukan sesuatu yang tidak semestinya dilakukan. Kini aku harus kembali kehilangan orang yang aku cintai untuk kedua kalinya gara-gara orang yang sama, yakni tuan guru. Aku mulai tidak betah di pesantren. Aku berkelana ke Sumbawa untuk melakukan pengajian atau lebih tepatnya penyuluhan. Sepulang dari Sumbawa, aku mengasingkan diri di tempat pamanku. Aku banyak bertanya seputar kisah ibu ke paman.
Hingga akhirnya berita perih menghampiriku. Papuk Odah meninggal. Tanpa pikir panjang, aku bersama Nuh pergi ke rumah papuk Odah. Betapa terkejutnya aku melihat mayat papuk Odah yang terbujur kaku dan telah mengeluarkan bau menyengat. Menurut perkiraanku, papuk Odah telah meninggal tiga hari yang lalu. Tetapi kenapa tidak ada seorangpun yang mau mengurusnya. Aku lalu menyempatkan diri untuk sengaja shalat berjamaah di lingkungan papuk Odah. Seolah jamaah tahu maksudku. Mereka semua terdiam. Selesai shalat, beberapa sesepuh desa tetap diam di masjid beserta imam masjid. Beberapa orang telah meninggalkan masjid. Aku mulai membuka pembicaraan prihal jenazah papuk Odah. Mereka tidak mau mengurus jenazah papuk Odah karena menganggap papuk Odah berbeda dari mereka. Alasan itu semakin kuat tertuju pada satu orang yakni tuan guru, karena berdasarkan info yang ku dengar beberapa hari yang lalu tuan guru menggelar pegajian di desa ini. Aku menegur mereka semua hingga imam masjid naik pitam. Imam yang sebenarnya dari segi bacaan masih belum layak, tetapi karena ia ditunjuk langsung oleh tuan guru. Aku lalu pergi ke rumah tuan guru. Betapa terkejutnya aku, ternyata di sana sudah ada beberapa orang yang tadi shalat berjamaah bersamaku. Ia telah lebih dahulu menyampaikan maksud kedatanganku. Tuan guru memberi tanggapan yang sama seperti jamaahnya. Lalu aku memutuskan untuk menguburkan jenazah papuk Odah berdua dengan Nuh. Sejak saat itu, kebencian tuan guru memuncak. Subuh yang kelam, saat aku tidur di rumah, seperti di sengaja suara kaset ngaji yang diperdengarkan di masjid dibunyikan sekeras-kerasnya. Dan orang tuaku pergi ke masjid lebih awal dari biasanya. Di luar rumah aku mendengar langkah kaki segerombolan orang dan mulai mendekat. Mereka bermaksud membunuhku. Aku mengenal salah seorang dari mereka, yakni Anwar. Orang sangat benci kepadaku, karena ingin menggantikan posisiku sebagai imam masjid. Ia ditemani oleh beberapa orang dari kampung sebelah. Aku mempersilakan mereka masuk dan menantang untuk mesiat, berkelahi secara jantan. Menurut kepercayaan di kampungku, jika tuan rumah mengetahui kedatangan orang yang berbuat jahat terutama pencuri maka pantang bagi pencuri itu untuk masuk. Bagaimanapun ia melawan, ia akan kalah juga. Tetapi ambisi Anwar untuk membunuhku sangat berapi-api meski beberapa orang yang lain telah memperingatinya. Ia akhirnya menjebol sisi rumahku yang terbuat dari pagar. Lalu akupun keluar rumah, tanpa disadari golok sudah berada di tanganku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
Aku menantang mereka untuk berperang. Tak seorangpun dari mereka yang berani. Kecuali Anwar yang tetap diam. Tetapi ia tidak berani memandangku. Lalu tanpa berkata apapun lagi, aku mengajaknya untuk mengantarkan ia pulang. Seusai shalat subuh di rumahnya, aku pamit pulang. Sepulang dari rumah Anwar, aku melihat Ibu membereskan rumah yang tadi berantakan. Selama perjalanan pulang, orang-orang melihatku. Mungkin mereka heran kenapa aku masih hidup. Hatiku sedih ketika melihat Ibu menangis karena foto-foto tuan guru ada yang pecah bahkan ada yang tertutup celana dalam. Ibu tidak menanyakan keadaanku. Aku mengasingkan diri ke sebuah desa tempat salah seorang kerabat papuk Odah, yakni Gemuh. Ia tinggal bersama anaknya, Iduk. Selama di pengasingan aku menghabiskan waktu bermain ke pinggir pantai yang tidak jauh dari rumah Iduk. Iduk merupakan gadis yang baik, ia juga lumayan cantik karena banyak pemuda yang menaruh hati padanya. Ia pun perlahan mencintaiku. Beberapa hari di rumah gemuh, Kabir datang bersama istrinya. Ia mencari kabar tentangku selama ini. Di tengah perjalanan menuju rumah Gemuh, ia bertemu Jalal dan Jumahur yang mendapat mandat dari tuan guru untuk mendamaikan beberapa kelompok jamaah yang bertikai membela tuan guru mereka masing-masing. Tuan guru yang satu dan lainnya bersitegang dan menghasut jamaahnya bahwa ajaran dialah yang benar sementara yang lainnya salah. Akibat perpecahan tersebut banyak keluarga yang bercerai berai karena antara istri dan suami berbeda aliran. Selama di tempat Gemuh, Iduk merawatku dengan baik. Di sela-sela waktu aku menulis surat kepada ibu untuk meluapkan rasa sayang dan kangen yang selalu mendera. Selang beberapa hari sesuai pesan yang dititipkan kepada Kabir bahwa mereka akan datang, Jalal dan Jumahur pun datang ke rumah Gemuh. Ia bercerita tentang kejadian pertikaian antarjamaah. Aku pun memutuskan untuk kembali ke pesantren tetapi untuk membereskan semua barang. Lalu aku pamit kepada tuan guru untuk pergi. Walau bagaimanapun juga, dia adalah guruku dan harus ku hormati. Lalu, aku pulang untuk menemui ibu. Ibu tetap diam membisu. Tanpa banyak kata, aku pamit pada ibu. Ibu tidak mau memandangku. Ia memalingkan wajah. Aku mengambil tangannya lalu menciumnya. Aku pergi, beberapa langkah aku membalikkan wajah. Aku melihat tetesan air mata ibu untuk yang pertama kalinya buatku. Aku pergi tanpa tujuan. Menaiki bis, lalu aku istirahat di masjid kecamatan hanya sekedar untuk mencuci muka bukan untuk shalat. Aku tertidur di pinggiran masjid. Papuk Odah selalu menemaniku. Kemanakah aku akan pergi, apakah ke rumah Iduk, gadis yang mengharapkanku. Atau ke rumah paman di kota yang memang dari dulu menginginkan aku tinggal bersamanya. Entahlah, biarlah hari ini aku menghabiskan waktu di Lombok, negeri yang elok. Besok baru menentukan arah pergi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
PROFIL PENGARANG
Nama : Salman Faris Tempat Lahir : Rensing Alamat Asal : Rensing Bat, Sakra Barat, Lombok Timur, NTB (83671) Alamat Sekarang : Jalan Sunan Bonang I, F11 Perumahan Bumi Kodya Asri, Mataram, NTB Pekerjaan : Dosen Tetap STKIP Hamzanwadi Selong dan Penulis. PENDIDIKAN Perguruan Tinggi : S-1 Institut Seni Indonesia Jogjakarta (2004) S-2 Institut Seni Indonesia Jogjakarta (2010) S-3 Universitas Udayana Denpasar (sedang berlangsung) PENGALAMAN 1.Spanish Indonesia Educational Project for Theatre (2000). 2. Butoh Japan Theatre (2001). 3. Lombok Art Festival (2006). 4. Art and Culture Open (2006). 5. Kongres Nasional Cerpen (2005) 6. Peserta MASTERA: Majelis Sastra Asia Tenggara-Novel (2011) 7. Peserta pelatihan bahasa internasional (2010) 8. Juara 1 tingkat nasional lomba penulisan naskah lakon (2002). 9. Juara 1 lomba penulisan naskah lakon se-DIY (2001). 10.Sutradara dan penulis naskah lakon terbaik Festival Teater Modern se-NTB (1996). 11.Ketua Jaringan Intelektual Nahdlatul Wathan (JINWA). 12.Art Director Lombok Teater. 13.Penulis novel “Tuan Guru” (2007), novel ‘’Perempuan Rusuk Dua-as the former sasak woman” (2009), dan Guru Dane (2010).
Lampiran 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
Lampiran 3