kajian manajemen data spasial dalam unit kerja knlh
TRANSCRIPT
KAJIAN MANAJEMEN DATA SPASIAL
DALAM UNIT KERJA KNLH
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
Jakarta, 2009
Laporan ini berisi analisis deskriptif dan kuantitatif yang ditunjang oleh kajian literatur yang dapat digunakan bagi para pengambil kebijakan dalam mengkaji dan memperbaiki sinergi berbagai unit pengguna dan pengolah data spasial. Analisis didahului oleh analisis deskriptif dan pengelompokan unit terhadap tugas dan kapabilitas pengolahan data spasial.
ii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, tim peneliti telah menyelesaikan kajian manajemen
data spasial yang saat ini telah sangat berkembang di lingkungan unit kerja
Kementerian Negara Lingkungan hidup, baik di Pusat (Jakarta) maupun pada tingkat
regional.
Laporan ini berisi analisis deskriptif dan kuantitatif yang ditunjang oleh kajian
literatur yang dapat digunakan bagi para pengambil kebijakan dalam mengkaji dan
memperbaiki sinergi berbagai unit pengguna dan pengolah data spasial. Analisis
didahului oleh analisis deskriptif dan pengelompokan unit terhadap tugas dan
kapabilitas pengolahan data spasial. Analisis tersebut kemudian dikomparasikan
terhadap perkembangan teknologi serta pengolahan data yang sesuai dengan aspek
yang dikaji melalui penyampaian kotak (box) yang berisi perkembangan terakhir suatu
aplikasi lingkungan. Selanjutnya, analisis diarahkan pada metode-metode yang lebih
kuantitatif dengan tujuan memberikan gambaran dari sisi statistika data kuesioner.
Akhir kata, tim pengkaji mengucapkan terima kasih kepada Bapak Asisten
Deputi Data dan Informasi Lingkungan yang telah memberikan bantuan akses pada
saat kajian ini dilaksanakan. Untuk perkembangan lebih lanjut, tim menerima segala
masukan konstruktif terhadap laporan ini sehingga diharapkan hasil kajian ini dapat
dimanfaatkan pada seluruh unit teknis pengguna dan pengolah data spasial dalam
upaya membangun suatu protokol pertukaran data dan informasi bersama dalam
lingkup KNLH.
Jakarta, Desember 2009
Tim Kajian
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii 1. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................. 1 1.2. Tujuan Kajian ............................................................................................................... 2
2. METODOLOGI .......................................................................................................... 3
3. DESKRIPSI UNIT DAN ANALISIS ................................................................................ 9
3.1. Unit Pemanfaat Data Spasial........................................................................................ 9 3.2. Unit Pengolah Data Spasial ........................................................................................ 19 3.3. Isu Penting ................................................................................................................. 21
4. MANAJEMEN DAN REKOMENDASI ........................................................................ 29 4.1. Data Clearinghouse .................................................................................................... 29 4.2. Data dan Informasi Lingkungan sebagai Unit Think Tank ........................................... 30 4.3. Peningkatan Kapasitas ............................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 36
LAMPIRAN 1. Kuesioner ............................................................................................ 39
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Data spasial merupakan salah satu jenis data yang sangat khas yaitu
menyimpan informasi lokasional. Data ini merupakan komplemen data tabular atau
data statistik yang sampai saat ini masih mendominasi sebagian besar basis data di
Indonesia. Dengan komplementasi ini, kelemahan lokasional data tabular dapat
dikurangi sehingga pengguna dapat memperoleh gambaran suatu fenomena yang
lebih utuh.
Data spasial telah mulai dimanfaatkan dengan luas pada berbagai aspek
kehidupan manusia, termasuk diantaranya pertanian, kehutanan bahkan
ekonomi/finansial. Salah satu aspek yang penting dipelajari, dikembangkan dan
diimplementasikan adalah pada bidang lingkungan. Kebutuhan tersebut saat ini
ditunjang dengan tersedianya perangkat keras, perangkat lunak serta berbagai
strata pendidikan yang menghasilkan sumberdaya manusia yang memenuhi
kualifikasi pemanfaatan data spasial. Perkembangan ini tidak terlepas dari
pengembangan sensor, teknologi pengolahan serta pengembangan aplikasi data
penginderaan jauh, sains informasi geografis serta penetapan posisi dan navigasi
memanfaatkan perangkat Global Positioning System atau sistem sejenisnya.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) sebagai salah satu institusi
tertinggi dalam bidang lingkungan di Indonesia telah dan terus diharapkan berperan
sebagai leader dalam aspek deteksi, pemantauan dan aspek-aspek lanjutan seperti
rehabilitasi dan penegakan hukum, utamanya memanfaatkan data dan informasi
spasial yang dibangun oleh unit-unit kerja internal KNLH. Telaah secara kontinu
masih terus diperlukan agar sinergi antar unit-unit kerja KNLH dapat terus
dipertahankan serta diperkuat. Kondisi ini sangat relevan dengan perkembangan
teknologi akuisisi dan pemrosesan data yang sangat pesat dimana membutuhkan
mekanisme updating pengetahuan secara reguler dan berkesinambungan. Dengan
demikian, KNLH sangat berkepentingan melakukan penyesuaian terhadap
perkembangan terbaru sehingga kemanfaatan dapat lebih dioptimalkan.
2
Sinergi yang baik dapat memperkuat institusi dan mengoptimalkan kegiatan
serta mereduksi tumpang-tindih perolehan dan pemanfaatan data dan informasi.
Untuk itu diperlukan kajian yang dapat memetakan kebutuhan dan pemanfaatan
data spasial pada unit kerja KNLH. Diharapkan dari deskripsi dan pemetaan ini,
setiap unit teknis dapat membagi tugas secara lebih spesifik dan mengurangi
duplikasi kegiatan sehingga pada akhirnya dana penelitian dapat diefisienkan serta
dapat lebih berhasil-guna.
1.2. Tujuan Kajian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
maka penting dikaji berbagai aspek berikut dalam rangka pengembangan ilmu
spasial dalam KNLH:
1. Identifikasi pemanfaatan data spasial dalam unit kerja KNLH
2. Optimalisasi data spasial untuk mengindari duplikasi data dan penghematan
biaya
3. Desain dan rekomendasi fungsi Data dan Informasi Lingkungan (DATIN)
3
2. METODOLOGI
Kajian ini utamanya dilakukan dengan menggali informasi yang terkait
dengan proses koleksi, jenis data dan besaran anggaran untuk pembelian dana di
berbagai unit KNLH. Terkait dengan berbagai tujuan yang telah dirumuskan
tersebut, selanjutnya dapat diidentifikasi jenis data yang sangat berperan serta
proses analisis yang dilakukan untuk menghasilkan rekomendasi terkait dengan
koleksi data di KNLH. Secara ringkas tujuan, data dan teknik analisis disajikan pada
tabel berikut.
Tabel 1. Data dan Teknik Analisis
Tujuan Jenis data Teknik Analisis
Identifikasi pemanfaatan data spasial dalam unit kerja KNLH
- Hasil wawancara - Dokumen laporan kajian
Deskriptif Regresi Bertatar Analisis Faktor Studi Literatur
Optimalisasi data spasial untuk menghindari duplikasi data dan penghematan biaya
Desain dan rekomendasi fungsi Data dan Informasi Lingkungan (DATIN)
Secara umum data yang digunakan untuk membangun rekomendasi terkait
dengan fungsi DATIN dan/atau unit lain yang terpenting serta koleksi data spasial
yang saat ini tersedia di berbagai unit di KNLH akan dikaji dengan data primer.
Wawancara terkait dengan jenis data, sumberdaya manusia, keluaran analisis dan
proses data sharing di KNLH dilakukan melalui penggalian langsung kepada kepala
atau staf unit terkait.
Sebagian besar analisis dilakukan secara deskriptif untuk menggambarkan
keragaan berbagai peubah terkait dengan pemanfaatan data spasial dan
optimalisasi pemanfaatan data spasial di setiap unit. Salah satu analisis lain
disamping analisis deskriptif tersebut adalah analisis regresi berganda yang
digunakan untuk mengidentifikasi eagerness unit untuk melakukan pemrosesan
data spasial secara internal. Secara lebih rinci uraian terkait dengan analisis regresi
bertatar dan analisis faktor disajikan pada uraian berikut ini.
4
Analisis Regresi Bertatar (stepwise regression)
Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang terkait dengan peluang
satu unit di KNLH mampu melakukan pemrosesan secara internal. Secara hipotetik
hal ini terkait dengan sumberdaya manusia, peralatan, dan alokasi dana yang
dikelolanya. Namun demikian hal ini harus dibuktikan apakah benar ketiga faktor
tersebut mempengaruhi kemampuan dan kemauan memproses data secara internal
di dalam unit.
Secara umum regresi berganda pertamakali digunakan oleh Pearson 1908 untuk
mempelajari keterkaitan antara beberapa peubah bebas atau peubah penjelas dan
satu peubah tak bebas atau peubah kriteria. Aplikasi regresi berganda sendiri
sangat luas, tidak hanya digunakan di riset eksakta namun juga riset sosial misalnya
riset pendidikan, psikologi, atau demografi. Secara umum persamaan regresi linier
berganda pada penelitian ini dinotasikan sebagai berikut:
Y=a+b1*X1+b2*X2+...+bp*Xp, dimana
Y = Persentase pemrosesan internal unit bi = Koefisien regresi Xi = peubah penjelas
Secara lebih rinci peubah yang digunakan dalam analisis disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 2. Peubah Konsep dan Prediktor untuk Analisis Regresi Linier
Peubah Konsep Kode
peubah Peubah prediktor
Persentase pemrosesan internal
Y Persentase (%) analisis yang dilakukan di internal unit
Sumberdaya manusia X11 Jumlah SDM
X12 Jumlah SDM berpendidikan S1-S2 Peralatan X2 Jumlah komputer untuk prosesing spasial Proporsi akuisisi data spasial
X3 Persentase data spasial
Alokasi dana X4 Besaran dana yang dialokasikan untuk pembelian data spasial
5
Dalam pemodelan regresi linier terdapat asumsi, batasan dan pertimbangan, antara
lain:
Linearitas. Asumsi ini bermakna bahwa keterkaitan antara berbagai peubah
adalah linier. Dalam praktiknya asumsi ini secara virtual tidak selalu dapat
ditunjukkan; prosedur regresi berganda tidak terlalu dipengaruhi oleh deviasi
asumsi ini. Namun demikian, disarankan untuk melihat plot sebaran hubungan
dua peubah yang sedang diamati.
Normalitas. Normalitas merupakan asumsi baku untuk berbagai analisis statistik
standar. Dalam analisis regresi berganda diasumsikan bahwa sisaan (residual –
dugaan minus hasil pengamatan) menyebar normal. Pengujian dapat dilakukan
melalui plotting histogram sebaran sisaan sebelum menetapkan kesimpulan.
Batasan. Seringkali dari satu hasil analisis regresi dapat ditetapkan
keterkaitannya namun tidak pernah dapat dipastikan pola mekanisme sebab-
akibatnya.
Jumlah peubah dilibatkan. Analisis regresi merupakan teknik analisis yang
menarik, karena semakin banyak peubah dilibatkan, paling tidak terdapat
beberapa diantaranya yang terkait dengan peubah tak bebas.
Multikolinearitas. Mulitkolinearitas atau saling korelasi antara peubah bebas
merupakan satu kondisi yang harus dihindari dalam analisis regresi berganda.
Ketika terlalu banyak peubah yang dilibatkan dalam proses analisis, seringkali
muncul masalah tersebut dalam persamaan regresi. Jika gejala multikolinearitas
atau “matrix ill-conditioning” muncul, berarti paling tidak salah satu dari
beberapa peubah redundant dengan peubah lainnya.
Analisis sisaan. Walaupun sebagian besar asumsi regresi berganda tidak secara
eksplisit dapat diuji, penyimpangan dapat dideteksi dan seharusnya terkait
dengan hasil. Misalnya keberadaan pencilan (nilai ekstrem besar atau kecil)
dapat secara nyata menarik atau mendorong menyimpangnya hasil dari garis
regresi, yang selanjutnya menyebabkan penyimpangan terhadap koefisien
regresi. Dengan mengeluarkan nilai ekstrem tersebut dalam proses analisis
akan menghasilkan gugus hasil yang sangat berbeda.
6
Teknik pembangunan model dengan prosedur bertatar dengan peubah ganda
digambarkan dalam banyak literatur (Drapper & Smith, 1998). Prosedur dasarnya
melibatkan tahapan sebagai berikut: (1) mengidentifikasi model awal, (2)
pentahapan secara iteratif berulang menghentikan tahap pemodelan sebelumnya
dengan menambahkan atau membuang peubah penjelas berdasarkan kriteria
pentahapan, dan (3) menghentikan pencarian peubah jika tahap berikutnya tidak
memungkinkan berdasarkan kriteria yang ditetapkan atau ketika jumlah maksimum
tahapan telah dicapai. Forward stepwise merupakan kombinasi dari prosedur
forward entry dan backward removal. Pada tahap pertama prosedur forward entry
digunakan. Pada tahap berikutnya prosedur forward entry dan atau backward
removal dilakukan jika memungkinkan sampai keduanya tidak lagi memenuhi
kriteria dan proses harus dihentikan.
Parameter yang diidentifikasi dari analisis regresi berganda antara lain :
R-kuadrat. merupakan indikator seberapa baik model fit terhadap sebaran data
(contoh: R-kuadrat mendekati 1.0 menunjukkan bahwa seluruh ragam data
dipertimbangkan dalam model yang dibangun).
Koefisien regresi. Koefisien regresi menunjukkan keterkaitan antara peubah
penjelas (prediktor) dengan peubah tak bebasnya. Koefisien regresi
P-value. Merupakan peluang kesalahan/bias setiap peubah berperan dalam
model. Biasanya uji dibandingkan dengan tingkat kepercayaan tertentu, misal
0,05. Artinya suatu peubah dinyatakan berperan dalam membangun satu
model jika peubah tersebut menghasilkan nilai p < 0,05.
Untuk menjamin tidak terjadinya redundansi dan multikolinearitas antar peubah
digunakan metode analisis regresi bertatar. Dalam setiap tahap seluruh peubah
direview dan dievaluasi peubah tertentu yang berkontribusi terbesar dalam
membedakan kelompok atau grup yang diuji yang dalam hal ini adalah tingkat
kekritisan lahan. Peubah tersebut akan dimasukkan dalam model, kemudian proses
serupa dilanjutkan pada tahap berikutnya. Beberapa komponen penting yang
menjadi prinsip penetapan keluaran analisis regresi berganda adalah sebagai
berikut:
7
Nilai F. Dalam menetapkan peubah penciri di setiap tahap metode bertatar dipandu
dengan nilai F-enter dan F-remove. Nilai F suatu peubah menunjukkan signifikansi
peubah tersebut dalam membedakan kelompok yang diuji. Secara umum, peubah
dengan nilai F lebih besar dari nilai F-remove akan dipertahankan dan menjadi
peubah penciri.
Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi jumlah
peubah, mendeteksi struktur keterkaitan antar peubah. Terminologi analisis faktor
pertama kali diungkapkan oleh Thurstone (1931), namun Spearman pernah
menggunakan teknik yang sama pada 27 tahun sebelumnya (1904). Dari sejumlah
p-peubah dilakukan reduksi dengan membentuk peubah baru sedemikian rupa
sehingga diperoleh k peubah dimana k<p yang mampu menjelaskan sebagian besar
keragaman dari p. Peubah baru tersebut pada dasarnya merupakan kombinasi
linier dari p peubah asal. Ilustrasi tersebut dapat disederhanakan dalam persamaan:
Z1j = a11X1 + a12X2 + …. + a1pXp. dimana:
Zij adalah skor peubah; a1p merupakan koefisien bobot faktor ke-i untuk peubah ke-
p; dan Xp adalah peubah asal ke-p. Peubah asalah yang digunakan dalam analisis
disajikan pada 2.
Tabel 3. Peubah Asal dalam Analisis Faktor
No Peubah konsep Peubah proksi Satuan
1 Dana Jumlah alokasi dana pengadaan data spasial Juta Rp
2 Data
Persentase data diproses sendiri Persen
3 Persentase data tabular Persen
4 Persentase data spasial Persen
5
Peralatan
Jumlah komputer khusus untuk analisis spasial Unit
6 Jumlah komputer total Unit
7 Jumlah jenis perangkat GIS Jenis
8 Jumlah jenis perangkat inderaja Jenis
9
Sumber Daya Manusia
Jumlah staff spasial Orang
10 Jumlah staf berpendidikan diploma Orang
11 Jumlah staf berpendidikan SMK Orang
12 Jumlah staf berpendidikan S1&S2 Orang
13 Jumlah pendamping (counterpart) analisis Orang
8
Peubah baru yang diperoleh dari hasil transformasi dalam pembentukan peubah
baru dalam analisis faktor tersebut memiliki ragam sebesar λk, dimana nilai
λ1>λ2>λ3…>λk. Dalam proses analisis faktor biasanya dilakukan proses standarisasi,
karena adanya perbedaan satuan analisis data. Standarisasi dilakukan sekaligus
sebagai salah satu proses untuk memenuhi asumsi sebaran normal. Persamaan
untuk transformasi data tersebut adalah sebagai berikut:
sXX
Zj
jij
ij, dimana
Zij : nilai peubah asal ke-j pada unit pengamatan ke-i yang terstandarisasi
Xij : nilai hasil pengamatan peubah ke-j
X j
: nilai rataan peubah ke-j
Sj : nilai simpangan baku peubah ke-j
Nilai yang telah terstandarisasi tersebut yang pada dasarnya digunakan sebagai
bahan analisis faktor. Pada data yang telah terstandarisasi tersebut, maka nilai total
ragam dari seluruh faktor jika dijumlahkan akan sebesar jumlah variabel (p) dengan
nilai urutan sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Pada kajian ini analisis faktor
digunakan untuk memahami karakteristik setiap unit di KLH terkait dengan aspek
pendanaan, pengelolaan data spasial, sumberdaya manusia dan penguasaan
perangkat lunak.
9
3. DESKRIPSI UNIT DAN ANALISIS
Berbagai unit kegiatan di lingkungan KNLH saat ini telah menggunakan data
spasial sebagai salah satu atau keseluruhan masukan dalam analisis data. Secara
umum, terlihat bahwa terdapat pengelompokkan unit ditinjau dari kepentingan
data spasial terhadap unit kegiatan tersebut.
3.1. Unit Pemanfaat Data Spasial
Pengelompokan unit pengguna ini penting untuk melihat frekuensi
pemanfaatan data spasial dalam struktur KNLH. Sebaran unit pemanfaat data
spasial KNLH tergambar dari hasil kajian yang dilakukan. Pihak pewakil unit yang
merespon kuesioner sebanyak 16 unit. Ringkasan hasil rekapitulasi pemanfaatan
data spasial di berbagai unit di KNLH disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pemanfaatan Data Spasial pada Berbagai Unit di KNLH
Bagian Selalu Sering Kadang-kadang
Analisis dan Evaluasi 0% 0% 100%
Asdep Ur. Pengendalian Kerusakan Sungai dan Danau 100% 0% 0%
Bidang Pemulihan 100% 0% 0%
Deputi 3 MENLH 33% 33% 33%
Deputi Bidang Pencemaran 0% 0% 100%
Deputi Bidang Tata Lingkungan 100% 0% 0%
Deputi Bidang Peningkatan Konservasi SDA dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan
0% 0% 100%
MIH 0% 100% 0%
PPLH Regional 0% 0% 100%
Sistem Informasi Geografis 0% 100% 0%
Rataan Berbagai Unit di KNLH 25% 19% 56%
Dari keseluruhan responden, terdapat kurang lebih 44% yang menyatakan
selalu atau sering memanfaatkan data spasial. Keseluruhan unit tersebut
merupakan unit kerja di kantor pusat Jakarta. Dari keseluruhan unit, tiga unit
menyatakan selalu memanfaatkan data spasial untuk menunjang aktifitas di
unitnya, yaitu Asdep Ur. Pengendalian Kerusakan Sungai dan Danau, Asdep Bidang
10
Pemulihan dan Asdep Bidang Tata Lingkungan. MIH dan unit Sistem Informasi
Geografis merupakan unit yang menyatakan sering memanfaatkan data spasial.
Sementara itu, kantor regional secara umum (100%) hanya kadang-kadang
saja memanfaatkan data spasial. Hal ini menunjukkan bahwa kantor regional
memiliki persepsi bahwa data spasial belum menjadi salah satu data utama yang
patut dipergunakan dalam setiap analisis yang dilakukan. Kondisi tersebut dapat
bermula dari kekurangan sumberdaya, baik fisik maupun sumberdaya manusia.
Merujuk pada kondisi tersebut, telihat ketimpangan kemampuan analisis yang
nyata antara kantor pusat dan regional.
Untuk mengurangi kesenjangan tersebut, beberapa kantor regional
melakukan kerjasama dengan pihal institusi luar, dalam hal ini adalah LAPAN.
Walaupun dalam hasil kuesioner terlihat bahwa kapasitas analisis unit kegiatan
utama seperti Tim Menuju Indonesia Hijau (MIH) dan Data dan Informasi (DATIN)
cukup menonjol, analisis kuesioner menujukkan kurangnya komunikasi antara pusat
yang memiliki kapasitas SDM yang lebih baik dengan kantor regional yang
membutuhkan beberapa teknik analisis yang cukup sederhana.
Penguatan kerjasama dengan institusi luar dapat berdampak positif bagi staf
bagian spasial dalam kantor regional bila alih pengetahuan dan teknologi dapat
dilakukan di antara kedua belah pihak yang bekerjasama. Namun demikian, peluang
untuk duplikasi penggunaan data cukup tinggi bila kebutuhan data ini tidak
dikomunikasikan dalam suatu desain forum komunikasi yang jelas. Di sini terlihat
bahwa sistem pertukaran informasi (metadata) mendesak diperlukan, tidak hanya
sebagai jembatan antar unit di KNLH pusat tetapi juga antara pusat dengan daerah.
Secara lebih detil perlu dipahami struktur dan pola pemanfaatan data spasial
pada unit teknis KNLH. Hal ini juga dapat digunakan sebagai identifikasi awal
updating pengetahuan terkait dengan pemrosesan data spasial di berbagai unit di
KLH. Ringkasan hasil identifikasi disajikan pada Gambar 1.
11
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Selalu Sering Kadang-
kadang
Tidak
pernah
a.
0
1020
30
4050
60
7080
90
Selalu Sering Kadang-
kadang
Rata-rata
b.
Gambar 1. Persentase (a) Pemanfaatan Data Spasial, (b) Pemrosesan internal
Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa jawaban dominan dari seluruh
unit hanya kadang-kadang saja (35%) memanfaatkan data spasial. Hanya 15% unit
yang menyatakan selalu menggunakan data spasial untuk menunjang kegiatan di
unitnya, dan bahkan terdapat 10% unit yang tidak pernah memanfaatkan data
spasial untuk menunjang program di unitnya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa proses pengayaan (updating) pengetahuan
terkait pemanfaatan data spasial di berbagai unit di KNLH cukup bervariasi. Hal ini
terkait juga dengan variasi unit responden yang menjawab. Aspek tertentu
cenderung tidak melakukan kajian secara spasial. Kondisi ini bisa saja terkait
dengan fokus kajian setiap unit saat ini, maupun pandangan umum setiap unit
terkait dengan keterkaitan fokus kajiannya dan perlu tidaknya pendekatan spasial
untuk kajian di unitnya. Namun demikian, dengan berbagai pencapaian
pengetahuan terkini, sebagian masalah lingkungan yang dikonotasikan sebagai
masalah a-spasial saat ini telah dapat mulai dipahami dengan memanfaatkan data
spasial.
Selanjutnya dari seluruh unit kerja yang menyatakan memanfaatkan penuh
data spasial, secara umum hanya 50% unit yang menyatakan bahwa pemrosesan
data spasial dilakukan oleh internal unit dan 50% lainnya menyatakan bahwa
pemrosesan dilakukan bekerjasama dengan unit lain. Berdasarkan gambaran
tersebut, unit-unit teknis KNLH secara umum telah memiliki kemampuan dasar
dalam analisis data spasial. Proporsi tersebut juga menggambarkan kondisi bahwa
peningkatan kapasitas masih sangat diperlukan, baik melalui pendidikan formal atau
12
informal dalam bentuk pelatihan, magang atau melakukan penelitian bersama yang
memungkinkan alih teknologi dan pengetahuan. Proses updating pengetahuan juga
dapat diperoleh dengan membuka akses terhadap jurnal-jurnal ilmiah internasional,
atau bila prosedur ini tidak dapat diakomodasi, bekerjasama dengan universitas
atau lembaga penelitian lainnya.
Analisis terhadap kuesioner juga mengindikasikan ketimpangan kemampuan
analisis pada berbagai unit teknis KNLH. Unit MIH dan DATIN tergambarkan
memiliki kemampuan fisik dan sumberdaya manusia yang cukup memadai untuk
berbagai proses yang diemban unit tersebut. Namun demikian, perbaikan secara
menyeluruh masih diperlukan terhadap berbagai unit teknis lainnya.
Berikutnya, pemetaaan detil tentang jenis data yang dikoleksi dan kelompok
kajian yang dilakukan di setiap unit akan menggambarkan tingkat kedetilan serta
keterkinian metode yang diadopsi. Secara ringkas jenis peta dan citra yang
digunakan disajikan pada gambar berikut.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Pe
ta A
dm
in
Te
ma
tik L
ain
Pe
ta
Infra
stu
rktu
r
Pe
ta G
eo
log
i
Pe
ta
Pe
ng
gu
na
an
La
ha
n
Pe
ta R
up
a
Bu
mi
(a)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
RA
DA
R
MO
DIS
NO
AA
AV
HR
R
IKO
NO
S
Qu
ickb
ird
AS
TE
R
AL
OS
SP
OT
La
nd
sa
t
(b)
Gambar 2. Jenis (a) Peta dan (b) Citra Yang Digunakan
Gambar tersebut menunjukkan terdapat beberapa jenis peta yang saat ini
telah dikoleksi oleh berbagai unit teknis KNLH. Secara umum, peta yang digunakan
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu peta dasar dan peta tematik. Peta
dasar yang umum dikoleksi (70%) adalah peta rupabumi (RBI) BAKOSURTANAL. Peta
administrasi dikoleksi hanya oleh kurang dari 10% unit (dari 17 responden). Yang
perlu digarisbawahi adalah apakah setiap unit mengalokasikan dalam setiap
anggarannya pos pembelian dana atau tidak. Jika ya, maka indikasi redundansi dan
13
inefisiensi alokasi dana sangat besar. Hal tersebut dapat dicek secara lebih detil dari
alokasi dana untuk pembelian data spasial di setiap unit.
Secara umum, peta tematik yang banyak dimanfaatkan adalah peta
penggunaan lahan. Hal ini banyak terkait dengan ranah KNLH yaitu bidang
lingkungan yang sangat luas. Hasil telaah kuesioner menunjukkan kapabilitas yang
cukup dari beberapa unit teknis di KNLH dalam mengekstrak informasi
penutupan/penggunaan lahan, utamanya dari citra penginderaan jauh.
Sementara itu, citra yang paling banyak dikoleksi adalah peta Landsat (70%),
SPOT (55%) dan ketiga ALOS (30%). Terlihat pada data tersebut, Landsat
merupakan sumber data yang sangat dominan di KNLH. Seperti ditemukan di
berbagai literatur, Landsat merupakan sistem penginderaan jauh yang
mendapatkan perhatian besar bagi berbagai aspek observasi bumi. Berbagai fungsi
operasional termasuk di Indonesia telah memanfaatkan citra ini mengingat sistem
sensor ini telah dikembangkan selama beberapa dekade. Dengan demikian,
keberlangsungan penyediaan data sampai pertengahan-akhir dekade 2000-an
masih dapat dipertahankan. Namun demikian, kendala muncul dengan tidak
beroperasinya Landsat-7 secara normal. Saat ini, pengguna umum seperti juga KNLH
hanya memiliki pilihan yang terbatas yaitu dengan menggunakan Landsat-5.
Kendala lain dari sistem satelit ini adalah usia yang telah melewati masa layaknya,
sehingga data observasi bumi kurang dapat disediakan secara berkesinambungan.
Data SPOT juga telah dimanfaatkan secara luas, namun demikian kendala
harga data yang relatif mahal merupakan kendala tersendiri dalam
pemanfaatannya. Sistem lain yang dapat menjadi pilihan dengan rasio harga/kinerja
yang relatif baik adalah sensor-sensor ALOS. Walaupun belum digunakan secara
luas, data ALOS telah mulai digunakan di kalangan KNLH dengan popularitas yang
lebih baik dibandingkan dengan sistem optik terdahulu yang setara yaitu ASTER.
Secara terperinci, berbagai sistem sensor ALOS beserta aplikasinya disajikan pada
Kotak 1.
14
Kotak 1. Sistem dan Aplikasi ALOS
Satelit Advanced Land Observing Satellite (ALOS) atau Daichi memiliki 3 sensor penginderaan jauh yaitu AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2), PRISM (Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping) dan PALSAR (Phased Array-type L-band Synthetic Aperture Radar). Kedua sensor pertama merupakan sensor optik dengan jumlah kanal 4 dan 1 (pankromatik). Satelit ini dibuat dan saat ini dioperasikan oleh Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA).
AVNIR-2 memiliki resolusi spasial 10 meter, sehingga cukup sesuai untuk berbagai tujuan pemantauan bumi. Aplikasi pemetaan kawasan urban merupakan salah satu aspek yang dapat diterapkan (Thapa and Murayama 2009). Radiarta et al. (2008) menunjukkan bahwa citra ini dapat dimanfaatkan untuk analisis wilayah yang sesuai untuk akuakultur. Data ini juga telah dibuktikan bermanfaat dalam mendukung studi gletser (Ye et al. 2009).
Untuk tujuan pemetaan detil dan pembaruan peta dasar, citra PRISM telah dibuktikan cukup memadai dengan resolusi spasial 2,5 meter. Citra ini dapat dimanfaatkan untuk produksi Digital Surface Model (Takaku et al. 2008). Kelemahan data PRISM dapat dikurangi dengan memanfaatkan teknik fusi, seperti yang disajikan oleh Chen et al. (2008) dan Zeng et al. (2008).
Sensor terakhir pada satelit ALOS adalah sensor aktif (SAR) yaitu PALSAR dengan berbagai tingkat resolusi spasial. Modus ScanSAR dapat dimanfaatkan untuk pemantauan secara makro, dengan resolusi spasial 150 meter.
Pada modus yang lebih detil, data PALSAR dapat diperoleh pada resolusi spasial 12,5 meter yang tersedia pada polarisasi tunggal, ganda maupun polarisasi penuh. Khusus untuk polarisasi penuh, akuisisi hanya dilaksanakan setiap dua tahun sekali mulai tahun 2007. Pada polarisasi tunggal HH, Zhang et al. (2009) menunjukkan bahwa serial data 3 waktu yang digabungkan dengan Support Vector Machine (SVM) dapat dimanfaatkan untuk mengamati mekanisme pertumbuhan padi. Jenis data yang sama juga telah ditunjukkan bermanfaat dalam studi jalur lahan pada gunung berapi (Joice et al. 2009) dan deteksi perubahan garis pantai (Wang and Allen 2008). Polarisasi ganda (FBD) juga telah ditujukkan sangat berperan dalam deteksi deforestasi di Amazon (Almeida-Filho et al. 2009).
Walaupun telah ditunjukkan bermanfaat untuk berbagai studi dan penelitian, pada tingkatan pelaksanaan masih terdapat berbagai kendala. Masalah terbesar pada pemanfaatan ALOS adalah rutinitas akusisi yang sangat kurang. Akuisisi terbanyak dilakukan melalui sensor AVNIR-2. Ketersediaan data kedua sensor lainnya masih sangat terbatas. Hal ini sangat nyata pada jenis data PALSAR polarisasi penuh (fully polarimetric) yang hanya dijadwalkan akan merekam setiap 2 tahun.
Namun demikian, kelemahan tersebut diimbangi oleh perolehan yang cukup mudah (untuk data arsip) serta harga yang cukup kompetitif untuk skala penelitian. Pencarian data juga dimudahkan dengan beroperasinya sistem pencarian melalui internet yaitu AUIG (ALOS User Interface Gateway) dengan alamat https://auig.eoc.jaxa.jp/auigs/top/TOP1000Init.do.
15
Secara umum terdapat kecenderungan bahwa data yang dimanfaatkan unit-
unit teknis KNLH hanya terbatas pada data dengan skala informasi semi detil
(Landsat, SPOT, ALOS) sampai detil (IKONOS, QuickBird, dan lain-lain). Terdapat
sedikit petunjuk bahwa potensi data resolusi medium seperti MODIS dan NOAA
AVHRR telah termanfaatkan dengan baik. Pada berbagai kasus, telah ditunjukkan
bahwa data resolusi medium sangat penting dimanfaatkan mengingat kemampuan
revisit yang sangat tinggi. Berbagai aplikasi seperti kebakaran hutan dan lahan
memerlukan kemampuan revisit satelit yang tinggi mengingat sifat kebakaran yang
sangat dinamis. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa unit KHL dapat
berkonsentrasi pada akuisisi data MODIS dalam penyampaian informasi yang
diperlukan. Kelebihan lain yang penting disampaikan di sini adalah sifat
perolehannya yang tanpa berbayar, sehingga memungkinkan koleksi dan analisis
secara simultan dengan meminimumkan penggunaan sumber dana yang tersedia.
Berbagai telaah literatur disajikan pada Kotak 2.
Kotak 2. Aplikasi MODIS
MODIS (Moderate-resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan generasi terbaru sensor tidak hanya punya kemampuan pengamatan meteorologi seperti sensor-sensor sebelumnya, tetapi juga telah dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi daratan. MODIS merupakan sensor kembar yang ditempatkan pada dua satelit yang berbeda, umumnya dikenal dengan nama MODIS Terra dan MODIS Aqua. Sensor ini dapat dianggap sebagai model sensor penerus sensor Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) yang terpasang pada satelit NOAA.
Berbagai aplikasi yang menjadi ranah (domain) KNLH dapat dikaji menggunakan data MODIS. Data tersebut dapat diperoleh dengan gratis dari internet, dalam bentuk data asli (raw data) dan data turunan (dapat dianalogikan sebagai data tematik). Data asli tersedia dalam beberapa resolusi spasial yaitu 250 meter (2 band), 500 meter dan 1000 meter. Berbagai data turunan saat ini telah dapat dimanfaatkan secara langsung, antara lain adalah informasi kebakaran hutan dan lahan (fire spot).
Boschetti et al. (2008) menyajikan telaah pemanfaatan data MODIS Burn Area Product (MCD45) pada wilayah Yunani dalam perbandingan dengan sistem informasi kebakaran hutan Eropa (The European Forest Fires Information Service, EFFIS). Memanfaatkan data MODIS band thermal, Koltunov and Ustin (2007) menunjukkan bahwa awal kebakaran hutan dan lahan dapat dideteksi bila dikombinasikan dengan data MODIS Cloud sebagai sarana masking.
Selain itu, bidang kajian meteorologi merupakan salah satu pusat perhatian utama
16
terutama dalam kaitan perubahan lingkungan global (global environmental change). Sanchez et al. (2007) menyajikan demonstrasi pemanfaatan data MODIS dalam studi evapotranspirasi pada skala regional. Aspek lain yang terkait yaitu kelembaban tanah dan temperatur permukaan (Land Surface Temperature) juga telah diteliti dan dilaporkan (Wang et al. 2007).
Pemetaan deforestasi secara makro telah ditunjukkan mampu dilaksanakan dengan data MODIS. Ferreira et al. (2007) menunjukkan bukti aplikasi pemantauan dinamika wilayah hutan wilayah Asia Tenggara. Leaf Area Index (LAI) dan Fraction of Photosynthetically Active Radiation (FPAR) juga telah didemonstrasikan dapat diestimasi menggunakan data MODIS (Lotsch et al. 2003).
Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa MODIS merupakan salah satu sensor yang patut diperhatikan oleh KNLH dalam menyediakan informasi tematik yang diturunkan dari data penginderaan jauh. MODIS memiliki dua keunggulan utama yaitu (a) revisit time yang sangat tinggi yang memungkinkan kajian deret waktu (fenologi) terkait lingkungan dapat dilaksanakan pada skala makro; serta (b) perolehan data (baik data asli maupun turunan) yang dapat diperoleh secara gratis dari internet.
Penyediaan pilihan untuk mendapatkan citra asli maupun turunannya memberikan banyak kesempatan bagi pengguna umum untuk menentukan pilihan citra yang akan digunakan. Pengguna spesialis dapat memanfaatkan kedua jenis data tersebut, sedangkan pengguna awan dapat diarahkan ke pilihan data kedua.
Hasil analisis data kuesioner juga menunjukkan temuan yang menarik. Data
Radar (Synthetic Aperture Radar, SAR) ditemukan tidak pernah digunakan pada unit
teknis apapun. Sebagai salah satu sensor penginderaan jauh aktif, sensor SAR
memiliki keunggulan utama yaitu tidak/kurang terkendala oleh sifat atmosfer
setempat. Dengan demikian, sensor ini sangat cocok diterapkan untuk sebagian
wilayah Indonesia yang memiliki cakupan awan atau haze yang tinggi, seperti
Kalimantan dan Papua. Mengingat sifat pencitraannya yang aktif, sensor SAR dapat
dimanfaatkan pada siang atau malam hari. Sifat ini sangat bermanfaat untuk
aplikasi penginderaan yang sensitif waktu seperti pertanian tanaman semusim atau
bencana alam.
Namun demikian kendala terbesar pemanfaatan data ini adalah kebutuhan
interpreter yang spesifik. Kondisi ini dapat ditelusuri dengan minimnya program
pendidikan formal yang mempelajari sifat dan karakteristik data SAR serta berbagai
aplikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pemantauan. Situasi tersebut juga
dihambat oleh masih minimnya jumlah dan kualitas peneliti/kelompok peneliti yang
17
berminat pada bidang ini. Kendala lain yang mungkin berperan adalah perbedaan
sifat interpretasi antara penginderaan jauh optik (yang banyak didukung oleh
program studi formal) dengan penginderaan jauh SAR, yang menyebabkan
interpretasi SAR tidak dapat dilakukan secara masal. Kelemahan ini dapat
bersumber dari data SAR yang umum digunakan sampai pada dekade ini lebih
banyak bersifat monokrom (hitam-putih). Kelemahan ini diperbaiki dengan
munculnya data SAR polarisasi ganda (2 kanal). Penggunaan data polarisasi penuh
masih terkendala oleh jumlah sensor angkasa (spaceborne SAR) yang saat ini
beroperasi. Pada saat ini hanya terdapat dua vendor yang mampu menyediakan
data polarisasi penuh. Khasanah penelitian aplikasi data SAR terakhir dapat dilihat
pada Kotak 3.
Kotak 3. Sensor dan Pemanfaatan Data SAR
Citra SAR memiliki keuntungan yang sangat khas pada wilayah tropis, mengingat sifatnya yang kurang terkendala oleh atmosfer. Saat ini cukup banyak vendor yang menyediakan data SAR seperti Jepang (ALOS PALSAR), Kanada (Radarsat), Jerman (TerraSAR) serta Uni Eropa (Envisat ASAR) pada berbagai pilihan frekuensi misalnya X-, C- atau L-band.
Pada awal perkembangannya, sensor SAR dirgantara hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Lembaga Antariksa Eropa (ESA) memiliki dua satelit SAR yang identik yaitu ERS-1 dan ERS-2 yang menggunakan polarisasi VV (transmisi dan penerimaan pada polarisasi linier vertikal) pada C-band. Jepang, walaupun cukup singkat, juga telah berkontribusi pada penyediaan data SAR L-band dengan polarisasi HH. Dengan hanya tersedianya citra tunggal, maka pilihan teknik analisis cukup terbatas. Pilihan utama yang paling banyak dimanfaatkan untuk pemantauan penutupan lahan atau lingkungan adalah dengan melakukan akuisisi pada 3 waktu yang berbeda atau lebih. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah analisis berbasis tekstural. Pada ranah analisis sinyal, analisis backscattering menjadi pilihan utama, disamping analisis interferometri (Raimadoya et al. 2004).
Pada tahun 2003, era baru SAR dimulai dengan diluncurkannya satelit Envisat yang terdiri dari beberapa sensor, diantaranya adalah sensor Advanced SAR (ASAR). Sensor ini memiliki keunggulan dengan kemampuannya mengakuisisi dua dari tiga pilihan polarisasi linier yaitu VV, HH dan VH. Kemampuan polarisasi ganda ini memberikan khasanah baru pada analisis dan pemanfaatan data SAR. Berbagai telaah pada wilayah tropis telah ditemukan pada literatur, diantaranya adalah pada bidang kehutanan (Raimadoya dan Trisasongko 2008) dan perkebunan (Raimadoya dan Trisasongko 2008). Walaupun telah ditunjukkan memiliki keterbatasan inheren dalam ekstraksi informasi, jenis data polarisasi ganda cukup berhasilguna untuk pemisahan areal perkebunan (kelapa sawit) dengan hutan alami, utamanya dengan
18
menggunakan polarisasi VV dan VH. Pemisahan ini sangat penting bagi pemantauan kebun kelapa sawit yang ditengarai menyebabkan perubahan pada wilayah perbatasan dengan hutan alam.
Polarisasi penuh menjadi puncak bagi teknologi SAR angkasa saat ini. Sensor dengan kapabilitas polarisasi penuh dapat menyediakan berbagai macam data, baik dalam bentuk polarisasi linier, elips maupun polar. Hal ini menjadikan jumlah citra turunan yang dihasilkan cukup banyak untuk mendukung berbagai analisis atau ekstraksi informasi yang kompleks. Walaupun masih cukup terbatas, pemanfaatan citra polarisasi penuh telah dilakukan. Trisasongko (2010) menunjukkan bahwa teknik dekomposisi matriks dapat digunakan untuk mempelajari dan memetakan berbagai kondisi tambak di Balikpapan. Demikian pula dengan pemantauan lingkungan wilayah pertambangan, Trisasongko et al. (2006; 2007) menunjukkan efektivitas data SAR multi-polarisasi. Beberapa spesies mangrove (bakau) juga telah ditunjukkan mampu dideteksi oleh data SAR polarisasi penuh (Trisasongko 2009). Menggunakan kombinasi data SAR polarisasi penuh dan dekomposisi matriks Cloude-Pottier, Trisasongko (2010) juga menunjukkan bahwa berbagai tingkat degradasi hutan dapat diindera dan dipetakan dengan cukup meyakinkan.
Berikutnya disajikan hasil pemetaan terkait dengan besaran alokasi dana berbagai
unit di KNLH. Hasil ringkasan pemetaan alokasi dana di berbagai unit tersebut
disajikan pada Gambar 3.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Tid
ak a
da
dana
< 5
juta
5-1
0 ju
ta
10-2
5 ju
ta
25-1
00
juta
>100 ju
ta
Gambar 3. Persentase Unit Berdasarkan Besaran Alokasi Dana untuk Pengadaan Data
Spasial
Gambar tersebut menunjukkan bahwa mayoritas (7 atau 44%) unit
menyatakan tidak ada alokasi dana untuk pengadaan data spasial dan kalaupun
terdapat alokasi dana, besaran dana untuk pengadaan berkisar umumnya (4 atau
25%) berkisar antara 10-25 juta rupiah. Hasil pemetaan kuesioner menunjukkan
bahwa walaupun terdapat 7 unit (44%) yang terus-menerus atau sering
19
memanfaatkan data spasial dalam analisis yang dilakukan, hanya unit kerja Menuju
Indonesia Hijau (MIH) saja yang memiliki akses terbuka dalam akuisisi data baru
dengan anggaran yang cukup besar yaitu lebih dari 100 juta rupiah. Sebagian besar
unit secara tidak rutin dapat mengakses data spasial baru, umumnya hanya
memperoleh alokasi sebesar 10-25 juta rupiah. Terdapat dua unit kerja pada
kelompok ini yang diharapkan terus menyuplai informasi berdasarkan data spasial
tetapi tidak memperoleh akses terhadap akuisisi data spasial baru yaitu: Asdep
Pengawasan dan Evaluasi Lingkungan dan Asdep Kerusakan Hutan dan Lahan
(Deputi III). Berdasarkan telaah kuesioner, unit terakhir membutuhkan urgensi lebih
tinggi terhadap restrukturisasi pertukaran data.
Gambaran alokasi dana tersebut menunjukkan bahwa kekhawatiran
redundansi dana untuk pengadaan data belum cukup bukti dan belum prioritas di
KNLH. Alokasi dana yang cukup besar terbukti hanya pada unit tertentu. Urgensi
yang lebih penting adalah mekanisme pertukaran data dan jaminan kualitas data
untuk dipertukarkan yang dihasilkan oleh unit yang memiliki dana pengadaan cukup
besar tersebut.
Pencacahan unit juga menunjukkan gambaran bahwa data spasial masih
belum menjadi ranah (domain) utama pada sebagian unit kerja KNLH Pusat dan
pada seluruh kantor regional. Beberapa unit ditengarai masih tetap mengandalkan
data tabular dengan kendala skala pemantauan pada data spasial atau hanya
menggunakan data spasial sebagai visualisasi informasi tabular. Beberapa indikasi
yang diperoleh dari analisis kuesioner menunjukkan bahwa unit-unit kerja di
lingkungan KNLH masih belum dioptimalkan dalam memanfaatkan data spasial,
terutama dalam kerangka pengembangan aplikasi. Contoh kasus pada masalah ini
adalah pada unit Konservasi Keanekaragaman Hayati (KEHATI).
3.2. Unit Pengolah Data Spasial
Kajian terhadap unit pengolah data spasial memberikan gambaran penting
terhadap potensi fisik (piranti lunak dan keras) serta sumberdaya manusia yang
berkemampuan dalam pengolahan dan analisis data spasial. Analisis fungsional ini
20
lebih dimaksudkan untuk mengetahui pemrosesan data di berbagai unit di KNLH,
utamanya pada Tim MIH dan GIS-DATIN.
Dari telaah kuesioner, ditunjukkan bahwa paling tidak terdapat tiga jenis
modus pemrosesan data yang umum terjadi di unit teknis KNLH yaitu (i)
dilaksanakan sendiri oleh unit; (ii) dikerjakan bekerjasama dengan unit lain; atau (iii)
tidak secara tegas menyebutkan apakah dianalisis sendiri atau bekerjasama dengan
unit lain. Terlihat dari Gambar 4, secara umum responden dari berbagai unit teknis
KNLH tidak bersedia menjawab apakah proses analisis dilakukan secara internal di
dalam unit atau bekerjasama dengan unit lain. Terdapat dua kemungkinan yang
mungkin terjadi yaitu (1) informasi yang ingin digali merupakan informasi yang
bersifat rahasia bagi unit teknis tersebut; atau (2) pilihan jawaban pada kuesioner
tidak mampu menggali pilihan lain diantara kedua pilihan yang ada (dikerjakan
sendiri atau oleh unit eksternal lainnya). Untuk pilihan kedua, terdapat peluang
bahwa analisis dapat dikerjakan oleh pihak lain secara keseluruhan.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Dikerjakan sendiri Pengerjaan oleh unit
lain
Tidak menjawab
a.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
ASDEP DATIN Program MIH Asdep Sunda Asdep Pesisir
b.
Gambar 4. (a) Modus Pengerjaan Analisis Spasial, (b) Counterpart untuk Analisis Non Internal Unit
Gambar 4 juga menunjukkan bahwa diantara berbagai unit teknis KNLH yang
menjadi responden, terdapat 4 unit teknis utama yang paling sering bekerjasama
yaitu DATIN, MIH, Asdep Sunda dan Asdep Pesisir. Hal ini mengindikasikan bahwa
keempat unit tersebut memiliki sumberdaya yang lebih baik dibandingkan dengan
unit teknis lainnya, baik dalam segi SDM maupun pada perangkat yang dimiliki.
Walaupun pada gambar di atas ditunjukkan bahwa kerjasama telah terjalin antar
unit teknis, gambar tersebut juga mengindikasikan bahwa rekanan utama pada
21
analisis data spasial masih bertumpu pada dua unit teknis utama yaitu Tim MIH dan
unit GIS DATIN. Telaah lebih lanjut tentang fungsi dan peran kedua unit teknis
tersebut disajikan pada bagian berikut.
Berikutnya berdasarkan hasil analisis regresi, faktor yang terkait dengan
potensi satu unit mampu untuk melakukan pemrosesan internal sebagaimana
disampaikan dalam metode diduga terkait dengan SDM, peralatan yang dimiliki oleh
satu unit, jenis akuisisi data, dan besaran dana yang dialokasikan di satu unit .
Ringkasan hasil analisis regresi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Berganda Penetapan Peubah Penentu Pemrosesan Internal
Peubah Beta Std.Err. t-hitung p-level
Jumlah SDM berpendidikan S1-S2 0,698 0,203 3,441 0,004
% Akuisisi Data Spasial 0,186 0,214 0,869 0,400
Alokasi Dana Pembelian Data 0,101 0,136 0,739 0,473
R-kuadrat 0,82
Tabel regresi tersebut menunjukkan bahwa peubah penting yang
mempengaruhi peluang pemrosesan internal di berbagai unit terutama adalah
kualitas SDM. Hal ini terindikasi dari peubah yang paling signifikan secara statistik
adalah jumlah SDM berpendidikan S1-S2. Walaupun tidak secara signifikan teruji
besaran alokasi dana dan % akuisisi data spasial juga berpengaruh meningkatkan
peluang pemrosesan data spasial secara internal. Yang dapat dijelaskan dari
fenomena ini adalah bahwa semakin besar alokasi dana di satu unit, keinginan dan
upaya untuk melakukan pekerjaan pemrosesan internal data spasial di satu unit
akan semakin tinggi. Sementara itu hasil analisis menunjukkan bahwa peubah
peralatan ternyata tidak berperan penting dalam mempengaruhi peluang
pemrosesan dalam satu unit.
3.3. Isu Penting
Salah satu aspek penting yang terefleksikan pada analisis kuesioner adalah
ketergantungan terhadap data. Telaah menunjukkan bahwa terdapat dua sumber
data utama dalam ruang lingkup internal KNLH yaitu Tim MIH dan GIS DATIN.
22
Sumber data tersebut tidak terbatas pada data eksternal (yang dihasilkan oleh
institusi lain di luar KNLH) ataupun internal (dihasilkan oleh unit teknis KNLH).
Seperti dijelaskan pada dua bagian sebelumnya, keseluruhan unit teknis di
lungkungan KNLH dapat dipilah menjadi dua kelompok besar berdasarkan fungsi
pelaksanaanya yaitu (i) unit pengguna data; dan (ii) unit penganalisis atau penghasil
data.
Pengelompokan tersebut menekankan pentingnya dua unit teknis KNLH
dalam penyediaan data atau informasi spasial yaitu MIH dan GIS DATIN. Tingkat
ketergantungan data terhadap kedua unit tersebut cukup tinggi. Beberapa unit yang
tidak dapat mengakses data dari institusi eksternal melalui pembelian data hanya
memungkinkan perolehan data melalui akses langsung kepada kedua unit tersebut.
Pada hubungan ini, tingkat redundansi pembelian data tentu saja cukup rendah.
Potensi redundansi terbesar dapat terjadi pada MIH dan GIS DATIN.
Telaah selanjutnya menunjukkan bahwa redundansi pembelian cenderung
belum signifikan pada kedua bank data tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh kecilnya
pengeluaran unit GIS DATIN. Secara aktual, unit teknis yang dapat mengakses data
baru adalah Tim MIH. Namun demikian, forum kerjasama yang melibatkan berbagai
unit teknis KNLH masih sangat relevan untuk mencegah pembelian data yang tidak
perlu. Forum tersebut dapat digunakan pula sebagai media pertukaran informasi
data tematik yang diturunkan dari data asli. Dengan demikian tidak hanya
redundansi pembelian data saja yang menjadi isu sentral pada KNLH, tetapi juga
redundansi pengolahan data karena melibatkan sumberdaya fisik dan manusia yang
cukup tersebar.
Isu yang terlihat lebih penting adalah tingginya kebutuhan data yang harus
disuplai oleh MIH dan DATIN. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan tingginya
ketergantungan data yang ditujukan terhadap kedua unit tersebut. Secara lebih
spesifik, kebutuhan data yang sering disampaikan kepada kedua unit tersebut
merupakan data dengan resolusi yang tinggi. Hal ini perlu mendapatkan perhatian
lebih mengingat tidak semua aplikasi yang diemban oleh unit teknis memerlukan
data pada resolusi tinggi.
23
Diversivikasi data untuk pemanfaatan yang sesuai sangat diperlukan saat ini
di berbagai unit KNLH. Pemahaman yang kurang terbaharui mungkin menjadi
penyebab lemahnya diversifikasi data dan informasi yang dapat diekstrak dari data
tersebut. Seperti telah dijelaskan pada Kotak 2 sebelumnya, terdapat berbagai
pilihan yang telah dibuktikan sangat bermanfaat untuk tingkat pemantauan tinjau
(reconnaissance). Diversifikasi ini tidak hanya memberikan pilihan lain yang sesuai
untuk tujuan tertentu tetapi juga mengurangi tekanan terhadap dua unit bank data
KNLH.
Namun demikian potensi keuntungan diversifikasi data membawa dampak
yang serius bagi unit teknis yang mengimplementasikannya. Isu utama pada bagian
ini adalah kurangnya SDM yang berkemampuan atau terlatih dalam pengolahan
data, terutama bila analisis diarahkan pada ekstraksi bidang biofisik, bukan
klasifikasi. Menilik kemampuan SDM dari berbagai unit kerja, secara umum setiap
unit kerja masih sangat membutuhkan personil yang terlatih dalam pemrosesan. Isu
ini menurut tim pengkaji lebih penting dibandingkan dengan isu sebelumnya
tentang pembelian data berganda. Secara lebih spesifik pada data MODIS, isu
perolehan data secara mandiri oleh unit teknis masih terkendala oleh perangkat
kerja, terutama akses internet mengingat data MODIS tersedia secara online.
Berikutnya pada Gambar 5 disajikan popularitas berbagai perangkat lunak
untuk pemrosesan data di berbagai unit di KNLH. Gambar tersebut dimaksudkan
untuk menunjukkan isu penting terkait dengan ketergantungan yang cukup tinggi
terhadap perangkat lunak berlisensi.
24
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
Auto
Cad
ER
DA
S
EN
VI/P
CI
ILW
IS
Map In
fo
ER
Mapper
Open
sourc
e
Arc
Gis
Arc
Vie
w
Gambar 5. Persentase Unit dalam Memanfaatkan Berbagai Jenis Perangkat Lunak
Pada umumnya, jenis perangkat lunak yang digunakan oleh setiap unit kerja
KNLH adalah jenis berlisensi utamanya ArcView (38%) atau ArcGIS (18%).
Kebutuhan terhadap perangkat lunak berlisensi ini terlihat tidak seimbang
dibandingkan dengan tugas dan fungsi masing-masing unit KNLH. Telaah
menunjukkan bahwa cukup banyak unit yang tidak memanfaatkan data spasial
secara penuh. Untuk unit-unit tersebut, penggunaan piranti lunak berlisensi dapat
dikurangi dengan memanfaatkan piranti lunak bebas biaya (freeware) seperti
GrassGIS atau ILWIS (5%) atau perangkat lunak berbiaya rendah seperti IDRISI. Dari
gambar tersebut juga teridentifikasi bahwa penggunaan perangkat lunak sistem
informasi geografis lebih populer dibandingkan dengan perangkat lunak
penginderaan jauh (remote sensing). Kendala utama pada aplikasi ini adalah
kurangnya SDM yang terampil dalam pengoperasiannya, sehingga kegiatan
pelatihan secara reguler sangat dibutuhkan.
Isu lain yang cukup penting adalah kesesuaian antara jenis data dan tema atau
fokus kajian. Tabel 3 menunjukkan ringkasan hasil jenis data yang digunakan pada
berbagai tema kajian yang menjadi jawaban responden.
25
Tabel 6. Tabel Burt Jumlah Unit KNLH Berdasarkan Tema Kajian dan Jenis Citra Yang
Digunakan
Tema Kajian IKONOS Quick bird SPOT ASTER ALOS LANDSAT MODIS NOAA
Kualitas air & udara 2 1 2 1 1 3 1 1
Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS 1 1 2 2 2 3 0 0
Penggunaan Lahan 1 1 4 3 3 5 0 0
Kerusakan Lahan 1 2 3 2 2 5 1 1
Kerusakan Hutan 1 2 3 2 2 4 1 1
Perencanaan Kawasan/ Pulau 0 0 0 0 0 1 0 0
Kebakaran Hutan/ Lahan 0 0 3 1 1 3 1 1
Pencemaran pesisir dan lautan 2 3 3 1 1 3 1 1
Tata Ruang 0 0 1 1 2 2 0 0
Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa ada isu ketidaksesuaian antara jenis
data dengan tema yang menjadi kajian. Hal ini sebenarnya sudah ditunjukkan pada
bagian sebelumnya, yaitu terdapat jenis data spasial sangat populer (LANDSAT)
yang digunakan untuk seluruh tema kajian.
Secara lebih detil dapat kita perhatikan dari tabel tersebut bahwa
nampaknya untuk berbagai tema, jenis data yang digunakan cukup bervariasi,
misalnya:
Tema kajian kualitas air dan udara, kerusakan lahan dan hutan serta
perencanaan pesisir dan lautan memanfaatkan seluruh jenis data.
Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS serta penggunaan lahan
memanfaatkan hampir seluruh jenis data kecuali MODIS dan NOAA.
Perencanaan kawasan pulau hanya memanfaatkan citra LANDSAT
Kebakaran hutan dan lahan memanfaatkan seluruh jenis data kecuali IKONOS
dan Quickbird.
Perencanaan tata ruang memanfaatkan data SPOT, ALOS, ASTER dan LANDSAT.
Mencermati berbagai pola pemanfaatan data pada berbagai tema kajian
tersebut secara kritikal dapat dinyatakan bahwa seharusnya dalam pemanfaatan
data spasial mempertimbangkan beberapa hal berikut:
Skala keluaran (output) yang diharapkan.
Tujuan dan konteks kajian.
26
Dalam konteks skala keluaran dan konteks kajian yang dapat dicermati dari hasil
tabulasi silang tersebut bahwa tidak seluruh tema/fokus kajian menggambarkan
skala keluaran yang dihasilkan, namun peluang terjadinya inefisiensi/ inefektifitas
terindikasi. Misalnya kajian terkait kualitas udara dan air serta kerusakan hutan dan
lahan memanfaatkan data berskala sangat detil seperti IKONOS dan Quickbird. Data
berskala detil seperti IKONOS dan Quickbird merupakan data-data optik yang lebih
cocok untuk digunakan dalam konteks klasifikasi yang sangat detil seperti kawasan
perkotaan yang tuntutan pengkelasan penutupan dan penggunaan lahannya detil
dan rumit. Dalam konteks tujuan klasifikasi penggunaan lahan perdesaan dan
delineasi kawasan hutan dan atau kerusakannya, penggunaan skala data sangat
detil seperti IKONOS dan Quickbird merupakan satu pemborosan. Sebaliknya pada
konteks pemantauan yang menuntut citra dengan kekerapan kunjung (revisit) yang
tinggi justru tidak memanfaatkan citra tersebut. Isu ini menggambarkan perlunya
pemetaan kesesuaian data dan konteks kajian yang dilakukan.
Berikutnya pada Gambar 6 disajikan hubungan faktor-1 dan faktor-2 hasil
analisis faktor yang digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antar peubah terkait
dengan pemanfaatan data spasial dan unit-unit di KNLH dengan karakteristik penciri
tersebut. Secara umum gambar tersebut menunjukkan konfigurasi keterkaitan
antar berbagai peubah (Gambar 6a) dan unit dengan berbagai karakteristik tersebut
(Gambar 6b).
27
Factor Loadings, Factor 1 vs. Factor 2
Rotation: Varimax normalized
Extraction: Principal components
%prosessendiri
staff spasial
SMK
S1&S2
Dt_tabular
Dt_spasial
Dana
J-GIS
J-RS
-0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
Factor 1(40%)
-1,2
-1,0
-0,8
-0,6
-0,4
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
Fa
cto
r 2
(21
%)
%prosessendiri
staff spasial
SMK
S1&S2
Dt_tabular
Dt_spasial
Dana
J-GIS
J-RS
Da
ta s
pa
sia
l &
da
na
tin
gg
iD
ata
ta
bu
lar
Kualitas SDM spasial tinggiKualitas SDM lebih rendah
a.
Scatterplot of FACTOR2 against FACTOR1
Spreadsheet33 3v*16c
RegJawa_KendaliLimbah
AsPencemar_Peternakan
RegSumaPapuaRegSuma_KerusakanTLingRegBaliNT_Kominfo
SetNLH_Analev
AsPengev_Tataling
AsPengKerusPssr_Pemulih
AsKerusHutLhn_Kbudidaya
AsKerusHutLhn_Kawldng
MIH
KEHATI
RegKali_PencB3
KerusHutanLahan
AsKerusSungai
DATIN_SIG
-2,0 -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
FACTOR1 (40%)
-2,5
-2,0
-1,5
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
FA
CT
OR
2
(21
%)
RegJawa_KendaliLimbah
AsPencemar_Peternakan
RegSumaPapuaRegSuma_KerusakanTLingRegBaliNT_Kominfo
SetNLH_Analev
AsPengev_Tataling
AsPengKerusPssr_Pemulih
AsKerusHutLhn_Kbudidaya
AsKerusHutLhn_Kawldng
MIH
KEHATI
RegKali_PencB3
KerusHutanLahan
AsKerusSungai
DATIN_SIG
Da
ta ta
bu
lar
Da
ta s
pa
sia
l &
da
na
tin
gg
i
Kualitas SDM spasial tinggiKualitas SDM rendah
b.
Gambar 6. Sebaran Keterkaitan (a) Peubah dan (b) Unit Contoh Faktor-1 dan Faktor-2
Hasil Ekstraksi Analisis Faktor
Gambar tersebut menunjukkan bahwa kemampun pemrosesan data spasial
umumnya terkait erat dengan kemampuan teknis GIS, tingkat pendidikan staf dan
28
jumlah staf terlibat dalam analisis spasial tersebut. Namun demikian, kelihatannya
tidak ada keterkaitan antara kemampuan analisis spasial staf dengan dana yang
dialokasikan di satu unit. Berdasarkan kategorisasi secara relatif antar unit,
beberapa unit antara lain unit regional SUMA Papua, DATIN dan MIH secara relatif
mempunyai SDM spasial yang berkualitas lebih tinggi dibandingkan dengan unit
lainnya. Pengguna data spasial terutama adalah MIH, dan unit kerusakan hutan dan
lahan serta ASDEP Tata Lingkungan. Namun Asdep Tata Lingkungan tidak didukung
oleh kualitas SDM spasial yang mencukupi. Sebaliknya KEHATI lebih banyak
menggunakan data tabular sebagai basis analisis datanya dan kualitas SDM
spasialnya relative terbatas. Alokasi dana spasial pun paling minimum diantara unit
lainnya.
Berdasarkan uraian terkait dengan berbagai isu yang penting tersebut, dapat
ditarik satu hal terpenting yang menjadi isu besar yang saat ini dihadapi berbagai
unit teknis KNLH, yaitu peningkatan jumlah dan kapasitas sumberdaya manusia.
29
4. MANAJEMEN DAN REKOMENDASI
4.1. Data Clearinghouse
Informasi yang telah disampaikan pada bagian-bagian sebelumnya secara
umum menggambarkan aksesibilitas yang kurang lancar dan menekankan perlunya
dibangun protokol pertukaran data internal dalam KNLH. Protokol tersebut
menjelaskan desain dan mekanisme pertukaran informasi awal (dalam bentuk
metadata) antar unit kerja KNLH. Kesepakatan dalam mekanisme pertukaran
informasi awal sangat diperlukan, tidak saja untuk menghubungkan berbagai unit di
pusat, tetapi juga dapat dipandang sebagai jembatan pusat dengan kantor regional.
Kesepakatan tersebut selanjutnya perlu ditindaklanjuti pada tataran teknis
dalam mendefinisikan format dasar untuk fasilitas pencarian (searching) dan
pemutakhiran (updating). Kesepakatan tersebut juga perlu mendefinisikan satu
(atau lebih dari satu) unit yang berfungsi menjadi jembatan dan pusat informasi
metadata. Host dari fasilitas pencarian dan pemutakhiran diharapkan dapat
ditangani oleh unit yang terpilih. Dengan demikian, data masing-masing unit tetap
menjadi domain unit tersebut, tetapi metadata dari data yang dimiliki tersebut
dapat dibagi (metadata sharing) ke pihak lain dalam proses pencarian. Perolehan
data aktual selanjutnya dapat dilakukan dengan mekanisme yang saat ini disepakati
bersama yaitu menggunakan nota resmi.
Proses pencarian merupakan proses pasif, dimana pengguna tidak
melakukan upaya lebih dalam pengayaan struktur basis data. Unit yang mampu
menghasilkan informasi spasial (tematik tertentu) dapat memiliki akses pada modus
pemutakhiran, hanya terbatas pada jenis data yang menjadi domain unit tersebut.
Hal ini menunjukkan pentingnya redefinisi tugas dan wewenang masing-masing
unit. Sebagai contoh, pada isian kuesioner banyak unit yang sangat terkait dengan
penggunaan lahan. Dalam konteks penggunaan lahan, diperlukan redefinisi unit-
unit yang akan terlibat pada pembangunan dan pemutakhiran data tersebut.
Redefinisi tersebut juga memungkinkan tiap-tiap unit dapat berkonsentrasi pada
30
data/informasi spasial yang menjadi ranah unit tersebut sehingga memungkinkan
peningkatan kualitas data/informasi yang disampaikan.
Kajian terhadap kuesioner menunjukkan bahwa terdapat ketergantungan
data/ informasi yang cukup besar terhadap dua unit yaitu Tim MIH dan Unit GIS
Asdep DATIN. Dengan demikian, host secara ideal dapat ditetapkan pada unit yang
memiliki jumlah data yang terlengkap yaitu MIH dan/atau DATIN dengan asumsi
bahwa konstruksi dan manajemen metadata dapat dilakukan dengan lebih mudah.
Mengingat keterbatasan jumlah sumberdaya manusia pada kedua unit tersebut,
maka kendala tersebut perlu dibahas lebih lanjut pada berbagai tingkat.
4.2. Data dan Informasi Lingkungan sebagai Unit Think Tank
Telaah kuesioner dari FGD tahun 2008 dan kajian ini menunjukkan bahwa
cakupan tanggung-jawab penyediaan data dan informasi yang besar kurang
diimbangi oleh strategi optimalisasi sumberdaya manusia. Unit-unit yang berfungsi
menjadi penyedia data dan informasi yaitu MIH dan GIS-DATIN memiliki jumlah
sumberdaya manusia yang cukup terbatas untuk fungsi pelaksana yang cukup besar
dan rumit. Tim MIH saat ini hanya memiliki 4 staf operasional dengan derajat
pendidikan S1, sedangkan GIS-DATIN hnaya memiliki 2 staf pada strata 2 dan 1 staf
SMK.
Situasi saat ini menunjukkan bahwa fungsi penyediaan dan manajemen data
lebih layak diarahkan pada Tim MIH mengingat jumlah staf teknis yang lebih banyak
sehingga lebih mampu menopang tugas yang diberikan. Dalam kondisi tersebut,
mekanisme quality assurance perlu dipertimbangkan mengingat tugas yang masal
dari MIH. Kualitas data dan informasi yang disediakan dapat disupervisi oleh GIS-
DATIN yang memiliki spesialisasi lebih baik. Dengan kombinasi kedua unit ini, baik
kuantitas maupun kualitas data dan informasi spasial dapat ditingkatkan. Saat ini,
belum terdapat indikasi bahwa kedua fungsi peningkatan kuantitas dan kualitas
data dapat dilakukan oleh satu unit kerja saja. Kendala terbesar adalah
ketidakberimbangan tugas dengan jumlah staf dan kualifikasinya. Pilihan untuk
memperbanyak staf saat ini belum dapat menjadi pilihan yang baik mengingat (i)
proses yang cukup lama dan (ii) adaptasi tugas yang memakan waktu bagi staf baru.
31
Dengan diarahkannya GIS-DATIN menjadi unit think tank kualitas
penyediaan data spasial, maka GIS-DATIN perlu mendefinisikan tugas dan
wewenang (job descriptions) yang spesifik agar tercipta sinergi yang baik dengan
Tim MIH. Penting ditekankan di sini adalah GIS-DATIN perlu bertindak sebagai unit
penelitian yang didasarkan atas keahlian masing-masing individu sehingga
meminimalkan tumpang-tindih spesialisasi antar staf. Strategi utama yang dapat
disarankan adalah sebagai berikut:
1. Mendorong staf dalam kontribusi ilmiah baik dalam maupun luar negeri
sebagai upaya diseminasi produk awal. Pada masa mendatang, staf perlu
didorong dalam mengkaji ranah lingkungan yang terkait dan
mensosialisasikan hasilnya pada seminar atau jurnal nasional/internasional.
Sosialisasi ini memungkinkan pengkayaan isu dan metodologi dari komunitas
pakar. Berbagai institusi lingkungan mancanegara yang setara dengan KNLH
saat ini telah menggunakan pendekatan di atas untuk memperoleh masukan
secara teknis (Tabel 7).
Tabel 7. Publikasi Hasil Penelitian Lembaga Lingkungan Internasional
Nama Institusi Negara Jumlah Publikasi
United States Environmental Protection Agency Amerika Serikat 14.839 Queensland Government Environmental Protection Agency Australia 418 Swedish Environmental Protection Agency Swedia 129 Miljøstyrelsen Denmark 66 Environmental Protection Agency, Ireland Irlandia 60 Bayerisches Landesamt für Umwelt LfU Jerman 31 Romanian National Environmental Protection Agency Rumania 10 American Samoa Environmental Protection Agency Samoa-Amerika 3
Data diperoleh dari Scopus, diakses tanggal 21 Desember 2009
2. Membantu unit-unit teknis lain dalam bentuk saran analisis atau dengan
menyebarluaskan ringkasan hasil-hasil kajian yang telah dilaksanakan
sebelumnya. Sarana penting yang saat ini tersedia di KNLH adalah Forum
GIS. Sarana ini perlu dipertahankan dan diselenggarakan secara terjadwal
dengan pembicara yang bervariasi sesuai dengan ranah lingkungan KNLH.
Forum GIS juga dapat menjadi media berbagai unit-unit KNLH yang sedang
melakukan penelitian atau kajian. Komunitas juga dapat menyelenggarakan
32
sebuah mailing-list sebagai wadah berdiskusi dan tukar pikiran dengan pihak
GIS-DATIN sebagai moderator. Mailing list ini dapat bertaraf internal KNLH
atau juga mengundang berbagai pihak mitra kerjasama penelitian.
3. Membangun dokumen SOP (Standard Operating Procedures) secara spesifik
(terutama terkait dengan perangkat lunak) serta membangun prosedur
pemutakhirannya. Perlu diperhatikan pada bagian ini bahwa SOP merupakan
dokumen yang dinamis, bukan menetap, yang perlu ditunjang oleh hasil
kajian terakhir agar optimalisasi selalu dapat dilakukan. Pada komponen ini,
peran GIS-DATIN perlu ditonjolkan, mengingat sumberdaya manusia yang
relatif lebih baik dibandingkan dengan unit kerja lain serta desain GIS-DATIN
sebagai unit penelitian (think tank). Contoh standar SOP yang dapat
dijadikan patokan adalah Trisasongko et al. (2009).
4. Memelihara jaringan/kolaborasi dengan universitas atau lembaga-lembaga
penelitian lainnya. Pada saat ini KNLH telah banyak berkomunikasi dengan
universitas atau lembaga penelitian melalui penelitian bersama dan jaringan
pada umumnya telah terbangun dengan baik. Namun demikian, upaya
mempertahankan komunikasi tersebut masih perlu dilakukan. KNLH saat ini
juga telah mengembangkan kerjasama dengan institusi internasional, seperti
JAXA pada ALOS Project Phase II, yang perlu dipertahankan dan
dikembangkan. Penting diupayakan juga upaya publikasi bersama bagi
penelitian yang telah dilakukan, agar mendorong sosialisasi produk
penelitian (terkait dengan komponen pertama).
4.3. Peningkatan Kapasitas
Unit Pencemaran
Pencemaran merupakan salah satu topik besar yang menjadi ranah kajian
dan pemantauan KNLH. Namun demikian, berdasarkan data kuesioner, unit ini
cenderung kurang memanfaatkan data spasial secara terintegrasi. Hasil kuesioner
juga menunjukkan kecenderungan bahwa unit tersebut lebih fokus pada unit spasial
yang kecil dan terbatas (skala mikro) dan kurang memperhatikan aspek makro.
33
Ditinjau dari produk utamanya yaitu kualitas air dan udara, hal ini kurang mengena
(match) terhadap unit spasial yang digunakan.
Bila dibandingkan dengan data yang digunakan, kecenderungan terhadap
skala mikro (detil) tampak lebih menonjol dimana unit teknis tersebut hanya
bertumpu pada data IKONOS dengan tingkat resolusi sangat tinggi. Bila ditinjau dari
informasi bahwa unit ini tidak mendapatkan dana untuk pengadaan data, maka
dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan oleh unit ini merupakan data arsip
yang ditinjau dari usia data, kurang seimbang dengan kebutuhan kekinian dari unit
teknis tersebut.
Pola pemahaman yang kurang cocok ini mungkin disebabkan oleh tingginya
porsi bidang agroindustri pada fungsi dan cakupan kerja unit teknis tersebut.
Menilik keragaman fungsi data spasial dalam aplikasi pencemaran yang diasjikan
pada kotak berikut, terlihat bahwa updating informasi tentang kemampuan data
spasial dan pengolahannya menjadi sangat penting. Percepatan terobosan baru
yang cukup tinggi pada bidang ini juga menunjukkan perlunya dibangun bagian
forensik lingkungan (environmental forensics) yang saat ini mulai dikembangkan di
berbagai wilayah di dunia.
Kotak 4. Aplikasi Teknologi Geospasial dalam Kajian Pencemaran
Pencemar udara yang dapat terdispersi dengan cepat menyebabkan banyak teknologi geospasial, termasuk sensor penginderaan jauh, dirancang dan didedikasikan untuk pemantauan bahan pencemar tersebut. Berbagai satelit meteorologi memiliki kemampuan yang cukup baik dalam memantau cakupan dan perkembangan polutan berbahaya yang disalurkan melalui udara. Salah satu aspek penting dalam ranah ini adalah asap yang pernah menjadi bahan perdebatan utama dengan Malaysia dan Singapura. Saat ini sensor Scanning Imaging Absorption Spectrometer for Atmospheric Cartography (SCIAMACHY) dan Global Ozone Monitoring Experiment (GOME) pada satelit Envisat telah digunakan untuk memetakan berbagai tingkat polusi udara di dunia. Berbagai analisis spasial juga diarahkan untuk mengkaji sebaran bahan tersebut. Vienneau et al. (2009) memanfaatkan GIS untuk memodelkan polusi udara di wilayah Eropa. Sedangkan Shad et al. (2009) secara spesifik menunjukkan keberhasilan analisis kriging (geostatistika) dalam memprediksi polusi udara.
Pencemaran perairan dan laut juga menjadi perhatian bagi penginderaan jauh dan sains informasi geografi. Salah satu bahan pencemar yang penting untuk Indonesia adalah pencemaran minyak yang dapat berasal dari pemboran minyak lepas pantai
34
ataupun dari kapal laut. Berbagai telaah literatur menunjukkan kepekaan citra SAR dalam mendeteksi pencemaran minyak tersebut. Walaupun kurang banyak ditelaah karena hambatan inheren, sensor optik juga telah diujicobakan. Ma et al. (2009) misalnya, menunjukkan bukti bahwa sensor MODIS dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi tumpahan minyak skala besar.
Pencemaran lain yang penting adalah pencemaran tanah yang terkait dengan pertanian (non-point source pollution). Berbagai metodologi telah ditemukan di literatur. Salah satu metode yang saat ini banyak dibahas adalah metode SWAT seperti yang disampaikan oleh Zhang et al. (2010). Pencemaran yang terkait dengan sampah juga telah dimodelkan dengan memanfaatkan sistem informasi geografi (Geneletti 2010). Aspek lain yang saat ini juga menarik dikaji adalah pencemaran pada air tanah, baik pada akuifer dangkal maupun dalam (Sener et al. 2009) atau efek perubahan penggunaan lahan terhadap kualitas air (Tu 2009).
Pencemaran lain yang saat ini mulai menjadi perhatian bagi khalayak luas adalah pencemaran cahaya. Peneliti seperti Gallaway et al. (2010) menunjukkan bahwa polusi cahaya dapat berdampak tidak hanya pada fauna, bidang astronomi dan kesehatan, tatapi juga sangat berdampak pada pemanfaatan energi yang boros yang selanjutnya berdampak pada sektor perekonomian.
Unit Konservasi SDA dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan (KEHATI)
Dalam 5 tahun terakhir, unit KEHATI memfokuskan pada produk sebaran
flora dan fauna pada kabupaten/kota, terutama pada skala tinjau mendalam dan
tinjau. Pada umumnya, KEHATI memanfaatkan data tabular; persentase
pemanfaatan data spasial hanya pada kisaran sekitar 10%. Berdasarkan
perbandingan dengan telaah literatur (Kotak 5), KEHATI merupakan salah satu unit
yang perlu dikembangkan mengingat informasi yang disediakan cukup penting.
Berbagai kegiatan yang menyangkut peningkatan kapabilitas penanganan data
spasial dapat dilakukan dalam unit tersebut, diantaranya observasi dan pemantauan
lingkungan wilayah konservasi.
Data utama yang terkait dengan kegiatan tersebut dapat diperoleh dengan
memanfaatkan data mentah yang telah diakuisisi pada unit lain, atau bila tidak
dapat disediakan unit lain dapat melakukan akuisisi data secara mandiri. Berbagai
citra dapat dimanfaatkan untuk keperluan pemantauan keanekaragaman hayati
langsung maupun tidak langsung (umumnya menggunakan penduga tutupan lahan
atau topografi), baik dalam spektrum gelombang tampak dan infra merah maupun
pada gelombang mikro (radar). Berdasarkan kepentingannya, KEHATI lebih
35
memerlukan mekanisme analisis perubahan aspek kajian (terutama tutupan lahan)
atau pemantauan serial waktu yang relatif panjang (sekali dalam 3-5 tahun)
dibandingkan dengan sifat keterbaruan data.
Kotak 5. Teknologi Geospasial dalam Keanekaragaman Hayati
Telaah literatur menunjukkan bahwa teknologi penginderaan jauh dan sains informasi geografi telah banyak dimanfaatkan untuk aplikasi keanekaragaman hayati. Coops and Catling (2002) memanfaatkan penginderaan jauh dan simulasi untuk menduga distribusi dan jumlah binatang menyusui.
Karakteristik terain yang menjadi salah satu komponen utama dalam pemeliharaan kawasan konservasi juga telah menjadi salah satu pokok pemantauan bagi pihak-pihak yang terkait (Babu et al. 1999). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa potensi pembangunan kolam penampungan air untuk satwa dapat dirancang dari data terain yang ditelaah menggunakan penginderaan jauh dan sains informasi geografis.
Data penginderaan jauh aktif seperti Synthetic Aperture Radar (SAR) juga telah banyak dimanfaatkan untuk studi habitat flora dan fauna. Taft et al. (2004) menunjukkan kemanfaatan data SAR polarisasi tunggal C-band dalam menyediakan informasi habitat lahan basah yang berasosiasi dengan keanekaragaman hayati burung pantai. Menggunakan citra SAR polarisasi penuh, Trisasongko (2009) menunjukkan bahwa beberapa spesies mangrove dan nipah dapat dipetakan dengan baik.
Unit Kerusakan Hutan dan Lahan
Telaah mendalam pada unit Kerusakan Hutan dan Lahan (KHL) menunjukkan
ketergantungan yang tinggi terhadap unit MIH, yang ditandai dengan ketiadaan
akses terhadap data baru dan hanya unit MIH yang menjadi mitra kerja satu-
satunya unit kerja. Dalam analisis kuesioner, fungsi utama KHL adalah menyediakan
informasi kerusakan hutan dan lahan, utamanya pada skala tinjau mendalam dan
tinjau. Pada skala tersebut, unit KHL dapat memanfaatkan data satelit meteorologi
dan observasi bumi pada skala medium seperti MODIS.
36
DAFTAR PUSTAKA
Almeida-Filho R, Shimabukuro YE, Rosenqvist A, Sánchez GA. 2009. Using dual-polarized ALOS PALSAR data for detecting new fronts of deforestation in the Brazilian Amazônia. International Journal of Remote Sensing 30: 3735-3743.
Babu DSS, Prasad BKJ, Rajeev VS. 1999. A Terrain Evaluation Using Remote Sensing and GIS - Case Study of Neyyar Wild Life Sanctuary, Kerala. Photonirvachak, Journal of the Indian Society of Remote Sensing 27: 253-267.
Boschetti L, Roy D, Barbosa P, Boca R, Justice C. 2008. A MODIS assessment of the summer 2007 extent burned in Greece. International Journal of Remote Sensing 29: 2433–2436.
Chen X, Wu J, Zhang Y. 2008. Comparison of Fusion Algorithms for ALOS Panchromatic and Multispectral Images. 2008 International Workshop on Education Technology and Training & 2008 International Workshop on Geoscience and Remote Sensing. DOI 10.1109/ETTandGRS.2008.194.
Coops NC, Catling PC. 2002. Prediction of the spatial distribution and relative abundance of ground-dwelling mammals using remote sensing imagery and simulation models. Landscape Ecology 17: 173–188.
Draper, N. R. and Smith, H. 1998. Applied Regression Analysis. 3rd Ed. John Willey and Sons. New York.
Ferreira NC, Ferreira LG, Huete AR, Ferreira ME. 2007. An operational deforestation mapping system using MODIS data and spatial context analysis. International Journal of Remote Sensing 28: 47–62.
Gallaway T, Olsen RN, Mitchell DM. 2010. The economics of global light pollution. Ecological Economics 69: 658–665.
Geneletti D. 2010. Combining stakeholder analysis and spatial multicriteria evaluation to select and rank inert landfill sites. Waste Management 30: 328–337.
Joice KE, Samsonov S, Manville V, Jongens R, Graetingger A, Cronin SJ. 2009. Remote sensing data types and techniques for lahar path detection: A case study at Mt. Ruapehu, New Zealand. Remote Sensing of Environment 113: 1778–1786.
Koltunov A, Ustin SL. 2007. Early fire detection using non-linear multitemporal prediction of thermal imagery. Remote Sensing of Environment 110: 18–28.
Lotsch A, Tian Y, Friedl MA, Myneni RB. 2003. Land cover mapping in support of LAI and FPAR retrievals from EOS-MODIS and MISR: classification methods and sensitivities to errors. International Journal of Remote Sensing 24: 1997–2016.
Ma L, Li Y, Liu Y. Oil Spill Monitoring Based on Its Spectral Characteristics. Environmental Forensics 10: 317–323.
Radiarta IN, Saitoh S-I, Miyazono A. 2008. GIS-based multi-criteria evaluation models for identifying suitable sites for Japanese scallop (Mizuhopecten yessoensis) aquaculture in Funka Bay, southwestern Hokkaido, Japan. Aquaculture 284: 127-135
37
Sanchez JM, Caselles V, Niclos R, Valor E, Coll C, Laurila T. 2007. Evaluation of the B-method for determining actual evapotranspiration in a boreal forest from MODIS data. International Journal of Remote Sensing 28: 1231–1250.
Shad R, Mesgari MS, Abkar A, Shad A. 2009. Predicting air pollution using fuzzy genetic linear membership kriging in GIS. Computers, Environment and Urban Systems 33: 472–481.
Sener E, Sener S, Davraz A. 2009. Assessment of aquifer vulnerability based on GIS and DRASTIC methods: a case study of the Senirkent-Uluborlu Basin (Isparta, Turkey). Hydrogeology Journal 17:2023–2035.
Raimadoya MA, Trisasongko B, Shiddiq D, Panuju DR, Maulida R. 2004. Pengolahan DSM dengan Interferometri SAR (InSAR) Antariksa untuk Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) Protokol Kyoto. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6: 39-45.
Raimadoya MA, Trisasongko B. 2008. Kontribusi radar pencitra dalam implementasi Protokol Kyoto. Jurnal Ilmiah Geomatika 14(2): 17-27.
Taft OW, Haig SM, Kiilsgaard C. 2004. Use of radar remote sensing (RADARSAT) to map winter wetland habitat for shorebirds in an agricultural landscape. Environmental Management 33: 750–763.
Takaku J, Tadono T, Shimada M. 2008. High Resolution DSM Generation from ALOS PRISM - Calibration Updates. IEEE International Geoscience and Remote Sensing Symposium, IGARSS. Vol. 1: I-181 - I-184, 7-11 July 2008. DOI 10.1109/IGARSS.2008.4778823.
Thapa RB, Murayama Y. 2009. Urban mapping, accuracy, & image classification: A comparison of multiple approaches in Tsukuba City, Japan. Applied Geography 29: 135-144.
Trisasongko B, Lees B, Paull D. 2006. Polarimetric classification in a tailings deposition area at the Timika mine site, Indonesia. Mine Water and the Environment 25: 246-250.
Trisasongko B, Lees B, Paull D. 2007. Discrimination of scatterer responses on tailings deposition zone. Sensing and Imaging 8: 111-120. DOI:10.1007/s11220-007-0037-8.
Trisasongko BH. 2009. Tropical mangrove mapping using fully-polarimetric radar data. ITB Journal of Science 41A: 98-109.
Trisasongko BH, Panuju DR, Iman LS, Harimurti, Ramly AF, Anjani V, Subroto H. 2009. Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Trisasongko BH. 2010. Autonomous Wetland Assessment Using Polarimetric Decomposition of SAR Data. Submitted (ITB Journal of Engineering Science).
Trisasongko B. 2010. The use of polarimetric SAR data on forest disturbance monitoring. Submitted (Sensing and Imaging).
Tu J. 2009. Combined impact of climate and land use changes on stream flow and water quality in eastern Massachusetts, USA. Journal of Hydrology 379: 268–283.
Vienneau D, de Hoogh K, Briggs D. 2009. A GIS-based method for modelling air pollution exposures across Europe. Science of the Total Environment 408: 255–266.
38
Wang L, Qu JJ,Zhang S, Hao X, Dasgupta S. 2007. Soil moisture estimation using MODIS and ground measurements in eastern China. International Journal of Remote Sensing 28: 1413–1418.
Wang Y, Allen TR. 2008. Estuarine shoreline change detection using Japanese ALOS PALSAR HH and JERS-1 L-HH SAR data in the Albemarle-Pamlico Sounds, North Carolina, USA. International Journal of Remote Sensing 29: 4429 — 4442.
Ye Q, Chen F, Stein A, Zhong Z. 2009. Use of a multi-temporal grid method to analyze changes in glacier coverage in the Tibetan Plateau. Progress in Natural Science 19: 861-872.
Zeng Y, Zhang J, Wang G, Li Y. 2008. Optimum Image Fusion Technique for ALOS Data. International Conference on Microwave and Millimeter Wave Technology ICMMT 2008. Vol. 4: 1784 – 1787, 21-24 April 2008. DOI: 10.1109/ICMMT.2008.4540823.
Zhang Y, Wang C, Wu J, Qi J, Salas WA. 2009. Mapping paddy rice with multitemporal ALOS/PALSAR imagery in southeast China. International Journal of Remote Sensing 30: 6301–6315.
Zhang Q-L, Chen Y-X, Jilani G, Shamsi IH, Yu Q-G. 2010. Model AVSWAT apropos of simulating non-point source pollution in Taihu lake basin. Journal of Hazardous Materials 174: 824–830.
39
LAMPIRAN 1. Kuesioner
KUESIONER
Nama : . ...................................................................................................................
Jabatan : . ...................................................................................................................
Bagian/Asdep : . ................................................................................................................... Unit Kerja : . ...................................................................................................................
A. Tugas Utama
1. Apakah tugas utama unit kerja Ibu/Bapak memanfaatkan data spasial?
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
2. Apakah pemrosesan data spasial tersebut dilakukan sendiri oleh staf di unit kerja
Ibu/Bapak?
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
3. Jika jawaban pertanyaan sebelumnya sering atau kadang-kadang, berapa persen
pekerjaan yang dikerjakan sendiri oleh staf di unit Ibu/Bapak? ..........................persen. Jumlah komputer yang khusus digunakan: .............. buah. Jumlah komputer yang
digunakan untuk analisis data spasial dan tugas-tugas lainnya: ............... buah.
4. Berapa orang staf di unit kerja Ibu/Bapak yang terlibat dalam pengerjaan data spasial tersebut? ............................ orang. Uraikan jumlah staf tersebut pada tabel berikut.
Pendidikan Bidang Terkait (geografi, geodesi,
pertanian, dll) (orang)
Bidang Tidak Terkait (orang)
S2/S3
S1
Diploma
SMK Survei
5. Jika tidak pernah, counterpart yang selama ini berperan dengan unit kerja adalah:
a. Swasta/Konsultan Teknis
b. Unit kerja KLH lain, yaitu .............................................
6. Jika sebagian pekerjaan dialihkan ke counterpart, adakah staf Bapak/Ibu yang ditugaskan
untuk membantu pekerjaan tersebut (magang/transfer pengetahuan) ?
a. Ya, jumlah staf .............orang b. Tidak
B. Tema
7. Bagaimana perbandingan koleksi data tabular dan spasial di unit kerja Ibu/Bapak?
a. Tabular ....................%
b. Spasial ....................%
8. Peta apa saja yang sudah dikoleksi di unit kerja Ibu/Bapak?
a. Peta Rupa Bumi (Ya/Tidak) e. Peta …………… (Ya/Tidak)
b. Peta Geologi (Ya/Tidak) f. Peta …………… (Ya/Tidak) c. Peta Infrastruktur (Ya/Tidak) g. Peta …………… (Ya/Tidak)
d. Peta Penggunaan Lahan (Ya/Tidak) h. Peta …………… (Ya/Tidak)
9. Apakah citra berikut dikoleksi dan digunakan di unit kerja Ibu/Bapak?
40
a. IKONOS (Ya/Tidak) f. Landsat (MSS, TM & ETM) (Ya/Tidak)
b. Quickbird (Ya/Tidak) g. MODIS (Ya/Tidak)
c. SPOT (Ya/Tidak) h. NOAA AVHRR (Ya/Tidak) d. ASTER (Ya/Tidak) i. RADAR (Ya/Tidak)
e. ALOS (Ya/Tidak) Lainnya: …………………….
10. Apakah unit kerja Bapak/Ibu mengerjakan berbagai tema berikut (5 tahun terakhir) ? a. Kualitas air dan udara Ya/Tidak
b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Ya/Tidak
c. Penggunaan lahan Ya/Tidak d. Kerusakan lahan Ya/Tidak
e. Kerusakan hutan Ya/Tidak
f. Perencanaan kawasan/pulau Ya/Tidak
g. Kebakaran hutan/ lahan Ya/Tidak h. Pencemaran pesisir dan lautan Ya/Tidak
i. .....................................................................
Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan
11. Apakah berbagai tema yang dikerjakan tersebut memanfaatkan data spasial?
a. Kualitas air dan udara Ya/Tidak b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Ya/Tidak
c. Penggunaan lahan Ya/Tidak
d. Kerusakan lahan Ya/Tidak
e. Kerusakan hutan Ya/Tidak f. Perencanaan kawasan/pulau Ya/Tidak
g. Kebakaran hutan/ lahan Ya/Tidak
h. Pencemaran pesisir dan lautan Ya/Tidak i. .....................................................................
Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan
12. Jika berbagai tema tersebut memanfaatkan data spasial, bagaimana skala data dan
outputnya?
a. Kualitas air dan udara Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau
b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau c. Penggunaan lahan Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau
d. Kerusakan lahan Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau
e. Kerusakan hutan Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau f. Perencanaan kawasan/pulau Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau
g. Kebakaran hutan/ lahan Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau
h. Pencemaran pesisir dan lautan Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau
i. ..................................................................... Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan;
Detil: (<10.000), Semi Detil (1:10.000 – 1:50.000),
Tinjau Mendalam (1:50.000-1:250.000), Tinjau (>1:250.000)
41
13. Apakah jenis data spasial yang dikoleksi untuk berbagai tema tersebut ?
a. Kualitas air dan udara Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit
c. Penggunaan lahan Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit
d. Kerusakan lahan Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit
e. Kerusakan hutan Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit f. Perencanaan kawasan/pulau Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit
g. Kebakaran hutan/ lahan Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit
h. Pencemaran pesisir dan lautan Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit i. ..................................................................... Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit
Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan
14. Jika salah satu jenis data adalah citra satelit, apakah jenis citra yang dibeli tersebut ? a. Kualitas air dan udara NOAA, GOME, MODIS, Landsat
b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird
c. Penggunaan lahan Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird d. Kerusakan lahan NOAA, MODIS, Landsat, SPOT, ALOS,
IKONOS, Quickbird
e. Kerusakan hutan NOAA, MODIS, Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird
f. Perencanaan kawasan/pulau Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird
g. Kebakaran hutan/ lahan NOAA, MODIS, Landsat, SPOT, ALOS,
IKONOS, Quickbird h. Pencemaran pesisir dan lautan Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird
i. ..................................................................... Citra: …………………………………………
Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan
15. Bagaimana cakupan wilayah kajian yang dilakukan?
a. Kualitas air dan udara Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal
c. Penggunaan lahan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal
d. Kerusakan lahan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal
e. Kerusakan hutan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal f. Perencanaan kawasan/pulau Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal
g. Kebakaran hutan/ lahan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal
h. Pencemaran pesisir dan lautan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal i. ................................................................. Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal
Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan
42
16. Lokasi/ daerah mana saja yang menjadi perhatian utama unit kerja Bapak/Ibu dalam lima
tahun terakhir?
Pulau Provinsi Kabupaten Nama Lokal
Jawa
Sumatera
Kalimantan
Sulawesi
Papua
..............................
17. Data spasial apa saja yang dikoleksi untuk berbagai lokasi tersebut? .......................................................................................................................... .................
............................................................................................................................. ..............
...........................................................................................................................................
18. Apakah unit kerja Ibu/Bapak menggunakan perangkat lunak berikut?
a. Arc View (Ya/Tidak) e. ERDAS (Ya/Tidak)
b. Arc GIS (Ya/Tidak) g. ER Mapper (Ya/Tidak) c. Map Info (Ya/Tidak) g. ENVI atau PCI (Ya/Tidak)
d. Auto CAD (Ya/Tidak) h. MS Access (Ya/Tidak)
Lainnya (sebutkan) .....................
19. Berapa orang yang mengoperasikan berbagai perangkat lunak tersebut di unit kerja
Bapak/Ibu?
a. Arc View ……… orang e. ERDAS ……… orang b. Arc GIS ……… orang f. ER Mapper ……… orang
c. Map Info ……… orang g. ENVI atau PCI ……… orang
d. Auto CAD ……… orang h. MS Access ……… orang Lainnya (sebutkan) ...............
Output Unit Kerja
20. Apakah salah satu atau beberapa output spasial dari unit kerja Ibu/Bapak berskala
a. 1: 10.000 (Ya/Tidak) d. 1: 100.000 (Ya/Tidak)
b. 1: 25.000 (Ya/Tidak) e. 1: 250.000 (Ya/Tidak) c. 1: 50.000 (Ya/Tidak) f. 1: 1.000.000 (Ya/Tidak)
43
21. Apakah output unit kerja dan data dapat diakses oleh unit lain dalam KLH? (Ya/Tidak).
Nama unit yang sering memanfaatkan: (1) ...............................................................................
(2) ...............................................................................
(3) ...............................................................................
22. Apakah output unit kerja dan data dapat diakses oleh publik? (Ya/Tidak)
23. Dalam bentuk apakah output dan data tersebut dapat diakses oleh publik? a. Buku cetak (Ya/Tidak) d. JPG file (Ya/Tidak)
b. PDF file (Ya/Tidak) e. HTML file (Ya/Tidak)
Lainnya ………… …………………..
Anggaran
24. Apakah setiap tahun anggaran selalu ada alokasi untuk pengadaan data spasial (dalam 5
tahun terakhir)? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak ada
25. Berapa besar anggaran dialokasikan untuk pengadaan data spasial tahun lalu? a. Rp. <5 juta b. Rp. 5-10 juta c. Rp.10-25 juta d. Rp. 25-100 juta e. Rp. >100 juta
26. Jenis data spasial apa saja yang dikoleksi selama 5 tahun terakhir?
a. Citra ................. Scene Lokasi .................... ............................. b. Foto udara ........ Scene Lokasi ……………. .............................
c. ............................ Lokasi ……………. .............................
44
Lampiran. Hasil Analisis Faktor
Eigenvalues (PCA.sta) Extraction: Principal components
Eigenvalue % Total - variance Cumulative - Eigenvalue Cumulative - %
1 3,619725 40,21917 3,619725 40,21917
2 1,907015 21,18905 5,526740 61,40822
3 1,410250 15,66944 6,936989 77,07766
Factor Loadings (Varimax normalized) (PCA.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are >,700000)
Factor - 1 Factor - 2 Factor - 3
%prosessendiri 0,823 -0,167 0,403
staff spasial 0,870 0,045 -0,465
SMK 0,167 0,234 -0,714
S1&S2 0,869 -0,156 -0,137
Dt_tabular -0,117 0,943 -0,005
Dt_spasial 0,117 -0,943 0,005
Dana 0,194 -0,588 -0,013
J-GIS 0,829 -0,419 0,091
J-RS 0,125 0,313 0,729
Expl.Var 2,986 2,504 1,447
Prp.Totl 0,332 0,278 0,161