kajian kritik sanad.rtf

Download Kajian Kritik Sanad.rtf

If you can't read please download the document

Upload: karima-mulia

Post on 23-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Kajian Kritik SanadOleh : Rina Asih Handayani S.Pd.II. PENDAHULUANHadits menempati posisi yang sangat penting dalam setiap proses pengambilan hukum (istinbath) umat Islam, karena merupakan dasar tasyri ke-2 setelah Al-Quran. Kajian hadits hampir meliputi seluruh ruang lingkup kehidupan seorang muslim. Oleh karena itu kewajiban untuk mengikuti hadits adalah seperti kewajiban untuk mengikuti Al-Quran. Mengingat begitu pentingnya kedudukan Hadits, maka kajian hadits semakin meningkat dari waktu ke waktu dimulai dari masa sahabat. Hal ini sebagai upaya untuk menjaga keotentikan hadits itu sendiri. Karena ternyata pasca khilafah khulafaur rasyidin tepatnya pada masa khilafah dinasti Umayyah (setelah terbunuhnya khalifah Usman bin Affan), umat Islam terpecah menjadi beberapa golongan yaitu Syiah, Khawarij dan Jumhur. Dimana masing-masing golongan ingin menduduki jabatan khalifah karena menganggap kelompok mereka adalah yang paling benar dan kelompok lain sesat. Untuk memperkuat pendapat masing-masing, maka mereka membuat hadits-hadits palsu. Orang yang mula-mula membuat hadits palsu adalah dari golongan syiah kemudian khawarij dan jumhur. Pemalsuan hadits ini semakin meluas pada abad kedua yaitu dengan munculnya propaganda-proaganda politik untuk menumbangkan rezim Bani Umayyah. Sebagai imbangan muncul pula dari pihak muawiyyah ahli-ahli hadits palsu untuk membendung arus propaganda yang dilakukan oleh golongan oposisi.Saeful Hadi, Ulumul Hadits Panduan Ilmu Memahami Hadits secara Komprehensif, (Yogyakarta: Sabda Media, 2008), hlm. 7 Berangkat dari carut marutnya pemalsuan hadits pada saat itu, akhirnya muncullah ulama-ulama ahli hadits yang rela menghabiskan waktu untuk mencari hadits dan mengoreksi kesahihannya. Mereka tidak segan-segan untuk melakukan studi yang panjang walaupun hanya untuk mendapatkan satu hadits.Dalam proses studi hadits, sanad termasuk komponen penting yang tidak bisa dinafikan selain dua komponen lain yaitu matan dan rowi. Hal ini dikarenakan sanad merupakan rantai yang menghubungkan antara pesan hadits sampai kepada Rasusullah. Dapat dibayangkan apabila salah satu mata rantai itu ada yang bermasalah maka keabsahan hadits pun tentunya dipertanyakan.Dalam makalah yang singkat ini, kami bermaksud memaparkan sedikit tentang kritik sanad. Di dalamnya nanti kami akan mencoba memaparkan beberapa poin tentang pengertian kritik sanad itu sendiri, urgensi kritik sanad, kriteria kesahihan sanad, berbagai pendekatan menilai sanad, ilmu yang terkait dengan sanad dan penelitian sanad.

II. DESKRIPSIA. PengertianKata kritik berasal dari bahasa Yunani krites yang artinya seorang hakim, krinein berarti menghakimi, kriterion berarti dasar penghakiman. Selain itu kritik juga merupakan terjemahan dari bahasa arab naqd () yang merupakan muradif dari kata yang berarti membedakan. Dalam literatur lain ditemukan kata yang diartikan dengan kritik, hal ini digunakan oleh muhadditsin awal abad kedua, dilain tempat dikatakan bahwa maksud dari kritk adalah memisahkan sesuatu yang baik dari yang buruk. Sementara secara terminologi kritik merupakan usaha menemukan kesalahan atau kekeliruan dalam rangka mencari kebenaran.[2] Bustami M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadits, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm.5Kata sanad dalam bahasa arab sinonim dengan kata daama yang mengandung arti menopang atau menyangga, jamaknya Asnad dan Sanadat.[3]Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak, tt), hlm. 1092. [3Sedangkan menurut istilah hadis, terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin Jamaah dan Al-Thiby mengatakan bahwa sanad adalah: Berita tentang jalan matan. Yang lain menyebutkan: Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadis), yang menyampaikannya kepada matan hadis. Ada juga yang menyebutkan: silsilah perawi yang menukilkan hadis dari sumbernya yang pertama.[4]http://harismubarak.blogspot.com/2012/07/metode-kritik-sanad-hadis.html[4] Sementara Drs. Fathur Rahman dalam bukunya Ikhtisar Musthalahul Hadis mengatakan bahwa sanad ialah jalan yang dapat menghubungkan matnul-hadist kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw misalnya seperti kata Bukhary: : : : ..( )Maka matnul-Hadist Tsalatsun diterima oleh al-Bukhary melalui sanad pertama Muhammad ibn al-Mutsanna, sanad kedua Abdul-Wahhab-Ats-Tsaqafy, sanad ketiga Ayyub, sanad keempat Abi Qilab dan seterusnya sampai sanad terakhir, Anas r.a., seorang shahabat yang langsung menerima sendiri dari Nabi Muhammad s.a.w. Dengan demikian al-Bukhary itu menjadi sanad pertama dan rawy terakhir bagi kita.[5] Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits (Cet. IV; Bandung: PT. Al-Maarif, 1985), hal. 95Sedangkan kata hadist diberi pengertian yang berbeda-beda oleh para ulama; perbedaan-perbedaan pandangan itu, lebih disebabkan oleh terbatasnya dan luasnya objek tinjauan masing-masing yang tentu saja mengandung kecendrungan pada aliran ilmu yang dimiliki oleh ahlinya. Misalnya ulama hadist mendefinisikan hadist sebagai segala sesuatu yang diberikan dari Rasulullah Saw. Baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Rasulullah Saw.[6] Endang Soetari A., Ilmu Hadist, (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), hlm. 2[6] Jadi, metode kritik sanad hadis ialah suatu cara yang sistematis dalam melakukan penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadis tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadis (Shahih, hasan, atau dlaif).

B. Urgensi Kritik Sanad HaditsTujuan pokok penelitian sanad haditsadalah untuk mengetahui kualitas hadits yang diteliti. Kualitas hadits sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahan hadits yang bersangkutan. Hadits yang kualitasnya tidak memenuhi syarat tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Pemenuhan syarat itu karena hadits merupakan sumber ajaran Islam. Penggunaan hadits yang tidak memenuhi syarat akan dapat mengakibatkan ajaran Islam tidak sesuai dengan apa yang seharusnya.Oleh karena itu penelitian terhadap hadis Nabi saw. menjadi penting dilakukan oleh para ilmuan, dan menjadikan hadis atau ilmu hadis sebagai bidang studi keahliannya. Hal ini berdasar pada beberapa faktor:a) Hadis Nabi saw. sebagai sumber ajaran dan atau sumber hukum Islam sesudah al-Quran.Cukup banyak ayat al-Quran yang memerintahkan orang beriman untuk patuh dan taat dan selanjutnya mengikuti petunjuk Nabi Muhammad saw. sebagai utusan Allah swt. Anjuran tersebut diantaranya tercantum Al-Quran, surat Ali Imran/3:32 menyebutkan yang terjemahnya sebagai berkut: Katakanlah; Taatlah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tiadak menyukai orang-orang kafir.Menurut penjelasan ulma, bahwa ayat tersebut memberi petunjuk bahwa bentuk ketaatan kepada Allah swt. adalah dengn mematuhi petunjuk al-Quran, sedangkan bentuk ketaatan kepada Nabi saw. adalah mengikuti sunnah-nya atau hadis. Selanjutnya ayat al-Quran yang menjelaskan tentang taat kepada Nabi sawDengan petunjuk ayat di atas, maka jelaslah bahwa hadis atau sunnah Nabi Muhammad saw. merupakan sumber ajaran agama Islam, di samping al-Quran. Orang yang menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam, berarti orang itu menolak petunjuk al-Quranb) Hadis Nabi saw. tidak seluruhnya tertulis pada waktu Nabi masih hidup.Nabi pernah melarang sahabat untuk menulis hadis beliau, tapi di saat yang berbeda, beliau pernah mnyuruh sahabat untuk menulis hadis beliauKebijakan Nabi tersebut, menimbulkan perbedan pendapat dikalangan ulama, bahkan dikalangan sahabat Nabi sendiri, tentang boleh tidaknya menulis hadis Nabi. Di masa Nabi, ada terjadi penulisan hadis misalnya surat-surat Nabi yang beliau kirim kepada sejumlah pembesar untuk memeluk Islam. Di antara sahabat yang menulis hadis Nabi tersebut, misalnyan Abdullah bin Amar bin Ash, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Thalib, Sumrah bin Jundab, Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Abi Aufa Sekalipun demikian tidak semua hadis terhimpun ketika itu, hal itu sangat beralasan karena sahabat yang membuat catatan itu adalah inisiatif sendiri. Di sisi lain mereka kesulitan untuk mencatat setiap peristiwa dari Nabi saw., apalagi kejadiannya hanya terjadi di hadapan satu atau dua orang saja.c) Telah terjadi upaya pemalsuan terhadap hadis Nabi saw.Masih sulit dibuktikan, bahwa di zaman Nabi saw. sudah terjadi pemalsuan hadis. Kegiaatan pemalsuan hadis mulai muncul dan berkembang di masa khalifah Ali bin Abi Thalib(memerintah 35-40 H). Demikian pendapat ulama hadis pada umumnya.Awalnya faktor yang mendorong seseorang melakukan pemalsuan hadis karena kepentingan politik. Ketika itu terjadi pertentangan politik antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Masing-masing pendukung berusaha untuk memenangkan perjuangannya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh sebagian dari mereka adalah membut hadis-hadis palsu.Menurut sejarah, pertentangan politik tersebut telah pula mengakibatkan timbulnya pertentangan di bidang teologi. Sebagian pendukung aliran teologi yang timbul pada saat itu telah membuat berbagai hadis palsu untuk memperkuat argumantasi aliran yang mereka yakini benar.Selain itu upaya dari musuh-musuh Islam yang berusaha untuk menghancurkan Islam dari dalam, mereka membuat hadis palsu dalam rangka memerangi Islam.Demikian pula karena kepentingan ekonomi, keinginan menyenangkan hati pejabat (menjilat kepada pejabat), dan ada juga sebagian muballig berpendapat bahwa, untuk kepentingan dakwa dapat saja membuat hadis palsu.Dengan telah terjadinya pemalsuan hadis tersebut, maka kegiatan penelitian hadis menjadi sangat penting . Tanpa dilakukan penelitian hadis, maka hadis Nab saw. akan bercampur aduk dengan yang bukan hadis Nabi saw. dan akhirnya ajaran Islam akan dipenuhi dengan berbagai hal yang akan menyesatkan umat.d) Proses penghimpunan dan periwayatan hadis Nabi saw. Telah memakan waktu yang sangat panjang.Dalam sejarah, penghimpunn hadis secara resmi dan masal terjadi atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz (W.101 H/750 M).Dikatakan resmi karena kegiatan penghimpunan itu merupakan kebijakan dari kepala negara; dan dikatakan masal karena perintah kepala negara itu ditujukan kepada para gubernur dan ulama ahli hadis pada zaman itu.Pada sekitar pertengahan abad ke 2 hijriyah, telah muncul karya-karya himpunan hadis diberbagai kota besar; misalnya di Makkah, Madinah, dan Bashrah. Puncak penghimpinan hadis Nabi terjadi sekitar pertenghan abad ke 3 hijriyah.Dengan demikian, jarak waktu antara masa penhimpunan hadis dan wafatnya Nabi saw. cukup lama. Hal itu membawa akibat bahwa berbagai hadis yang dihimpun dalam berbagai kitab menuntut penelitian yang seksama untuk menghindarkan dari penggunaan dalil hadis yang tidak dapat dipertanggunjawabkan validitasnya.e) Kitab-kitab hadis yang telah banyak beredar ternyata menggunakan metode dan pendekatan penyusunan yng bervariasi. Sebagai mana diketahui bahwa jumlah kitab hadis yang telah disusun oleh ulama periwayat hadis cukup banyak. Jumlah tersebut sangat sulit dipastikan angkanya sebab mukharrijul hadis(ulama yang meriwayatkan hadis dan sekaligus mengadakan penghimpunan hadis) tidak terhitung jumlahnya. Apalagi, sebagian dari penghimpun hadis itu ada yang menghasilkan karya himpunan hadis lebih dari satu kitab.Metode penyusuanan kitab-kitab himpunan hadis tersebut ternyata tidak seragam. Hal itu memang logis, seabab yang lebih ditekankan dalam penulisan itu bukanlah metode penyusunannya, melainkan penghimpunan hadisnya.Masing-masing mukharrij memiliki metode sendiri-sendiri, baik dalam penyusunan, sistemtikanya dan topik yang dikemukakan oleh hadis yang dihimpunnya, maupun kriteria kualitas hadisnya masing-masing. Karenanya tidaklah mengherankan, bila pada masa sesudah kegiatan penghimpuanan itu, ulama menilai dan membuat krieteria tentang peringkat kualitas kitab-kitab himpunan hadis tersebut, misalnya al-Kutubul khamsah(lima kitab hadis yang standar), al-Kutubus sittah(enam kitab hadis yang stanadar), dan al-Kutubus sabah (tujuh kitab hadis yang standar).f) Periwayatan hadis lebih banyak berlangsung secara makna dari pada secara lafal.Mayoritas sahabat Nabi membolehkan periwayatan hadis secara makna. Mereka misalnya, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masud, Anas bin Malik, Abu Darda, Abu Hurairah dan Aisyah istri Rasulullah. Adapun yang menolak periwayatan hadis secara makna, misalnya, Umar bin Khattab, Abdullah bin Umar bin Khattab dan Zaid bin Arqam.Perbedaan pandangn tentang periwayatan hadis secara makna itu terjadi juga di kalangan ulama sesudah zaman sahabat. Ulama yang membolehkan periwayatan secara makna menekankan pentingnya pemenuhan syarat-syarat yang cukup ketat, misalnya proses periwayatan, yang bersangkutan harus mendalam pengetahuannya tentang bahasa arab, hadis yang diriwayatkan bukanlah bacaan yang bersifat taabbudi, umpamanya bacaan shalat, dan periwayatan secara makna dilakukan karena sangat terpaksa. Dengan demikian, periwayatan hadis secara makna tidaklah berlangsung secara longgar, tetapi cukup ketat.Selain itu ada sebagian kecil umat Islam yang menolak hadis Nabi saw. Sebagai sumber ajaran dan hujjah, kelompok ini kemudian disebut sebagai inkar al-sunnah (menolak sunah), mereka dengan beberapa argumentasi misalnya; 1) al-Quran sudah sangat lengkap dan sempurna sebagaimana Allah jelaskan dalam Q.S. al-Nahl :16; 89, 2) Hadis tidak ada perintah untuk diikuti, andaikan ada perintah untuk itu, tentunya Nabi saw. Sejak awal sudah menyuruh para sahabat untuk menulis seluruh hadis, ternyata tidak demikian.[7] http://walangjurnal.wordpress.com/2012/10/24/urgensi-penelitian-sanad-dan-matan-hadis/[7]C. Kriteria Kesahihan SanadKarena begitu pentingnya kajian kritik sanad hadits, selanjutnya adalah perlu menetapkan kriteria berupa persyaratan yang sangat ketat yang harus ada pada orang yang meriwayatkan hadits, demi terjaminnya kesahihan sanad. Saeful Hadi menyebutkan ada dua syarat yang harus melekat pada seorang perowi, yaitu: (1) Adil, (2) Dhobith.1. Pengertian Adil Kata adl adalah bentuk masdar dari kata kerja adala yadilu adlan wa udulan wa adalatan Kata kerja ini berakar dengan huruf-huruf ain (), dal () dan lam (), yang makna pokoknya adalah al-istiwa ( = keadaan lurus) dan al-iwijaj ( = keadaan menyimpang). Jadi rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni lurus atau sama dan bengkok atau berbeda. Dari makna pertama, kata adl berarti menetapkan hukum dengan benar. Jadi, seorang yang adil adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang merupakan makna asal kata adl, yang menjadikan pelakunya tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang adil berpihak kepada yang benar, karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang.[8] http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/02/keadilan-dalam-alquran.html[8] 2. Pengertian DhobithDhobith adalah kekuatan ingatan rowi atas sesuatu yang sudah diterimanya dan kepahamannya terhadap apa yang dia dengar.Kedhobithan seseorang dapat diketahui dengan:a) Membandingkan riwayatnya dengan riwayat orang lain yang terkenal kepercayaan, keadilan, ingatan dan hafalannya.b) Jika kenyataan menunjukkan bahwa penyesuaian riwayatnya dengan riwayat orang-orang tersebut cukup kuat sedang perbedaannya sedikit, maka yakinlah bahwa rowi itu seorang yang dhobith.Dalam kriteria kesahihan sanad, selain syarat sifat adil dan dhobith yang harus melekat pada seorang rowi, ulama hadis sampai abad ke-3 H memberikan penjelasan tentang penerimaan berita yang dapat diperpegangi. Di antara pernyataan-pernyataan mereka yaitu: - Tidak boleh diterima suatu riwayat hadis, terkecuali yang berasal dari orang-orang yang tsiqah.- Hendaklah orang yang akan memberikan riwayat hadis itu diperhatikan ibadah salatnya, perilakunya dan keadaan dirinya.- Tidak boleh diterima riwayat hadis dari orang yang tidak dikenal memiliki perngetahuan hadis.- Tidak boleh diterima riwayat hadis dari orang-orang yang suka berdusta, mengikuti hawa nafsunya dan tidak mengerti hadis yang diriwayatkannya.- Tidak boleh diterima riwayat hadis dari orang yang ditolak kesaksiannya.[9] M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 120[9]Imam al-Syafiiah yang pertama mengemukakan penjelasan yang lebih konkret dan terurai tentang riwayat hadis yang dapat dijadikan hujjah. Hadis ahad tidak dapat dijadikan hujjah kecuali memenuhi dua syarat, pertama hadis tersebut diriwayatkan oleh orang tsiqah (adil dan dhabith), kedua rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Kriteria yang dikemukakan oleh al-Syafiiy tersebut sangat menekankan pada sanad dan cara periwayatan hadis. Kriteria sanad hadis yang dapat dijadikan hujjah tidak hanya berkaitan dengan kualitas dan kapasitas pribadi periwayat saja, melainkan juga berkaitan dengan persambungan sanad. Dan hal ini dipegang oleh muhadditsin berikutnya, sehingga dia dikenal sebagai bapak ilmu hadis. Namun, dibeberapa tempat termasuk di Indonesia, al-Bukhary dan Muslim yang dikenal sebagai bapak ilmu hadis, padahal mereka tidak mengemukakan kriteria definisi kesahihan hadis secara jelas. Al-Bukhari dan Muslim hanya memberikan petunjuk atau penjelasan umum tentang kriteria hadis yang kualitas sahih. Dan dari hasil penelitian oleh ulama, ditemukan perbedaan yang prinsip antara keduanya tentang kriteria kesahihan hadis disamping persamaannya.[10] Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, Edisi I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 23[10] Perbedaan antara al-Bukhary dan Muslim tentang kriteria hadis sahih terletak pada masalah pertemuan antara periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad, walaupun pertemuan itu terjadi hanya satu kali saja terjadi. Sedangkan Muslim, pertemuan itu tidak harus dibuktikan; yang penting antara mereka telah terbukti kesezamannya. Adapun persyaratan-persyaratan lainnya dapat dinyatakan sama antara yang dikemukakan oleh al-Bukhary dan Muslim. Persyaratan-persyaratan itu menurut hasil penelitian ulama sebagaimana dikutip Syuhudi Ismail dalam kitab Had-y al-Sariy Muqaddimah Fath al-Bary yang dikarang oleh Ahmad Aly bin Hajar al-Asqalany, ialah: a) Rangkaian periwayat dalam sanad itu harus bersambung mulai dari periwayat pertama sampai periwayat terakhir; b) Para periwayat dalam sanad hadis itu haruslah orang-orang yang dikenal tsiqah; c) Hadis itu terhindar dari cacat (illat) dan kejanggalan (Syadz); d) Para periwayat yang terdekat dalam sanad harus sezaman.Dengan demikian, suatu sanad hadis yang tidak memenuhi keempat unsur tersebut adalah hadis yang kualitas sanad-nya tidak sahih.D. Berbagai Pendekatan Menilai SanadAda beberapa pendekatan dalam menilai sanad hadits, diantaranya yaitu:a) Pendekatan Psikohistoris. Pendekatan psikohistoris ini dimanfaatkan, mengingat hadis yang tak lain dari suatu yang berasal dari bahasa ujaran, dalam memahaminya memerlukan kelengkapan. Komarudin Hidayat mengatakan, munculnya tradisi penulisan dan percetakan tidak berarti menghapus tradisi lisan, melainkan memperkaya. Bahkan penilaian sementara ahli bahwa ketika bahasa lisan ditransfer kedalam bahasa tulis, maka banyak aspek fundamental dalam peristiwa bahasa menghilang. Padahal, seperti dilanjutkan oleh Komar, komunikasi adalah suatu peristiwa yang melibatkan aspek psikologis, tempat, suasana, gaya dan ketika peristiwa komunikasi dituangkan dalam tulisan, maka menjadi terkunci dan membeku.b) Pendekatan Historis fenomenologis. Yaitu suatu teks hadis tidak akan lepas dari segi peristiwa kesejarahan ketika ia direkam disamping juga kondisi dimana sahabat mengartikulasikan teks itu dalam bentuk tuturan yang akhirnya menjadi bahan tertulis seperti yang ada sekarang. Karena itu, pendekatan dimaksud sangat diperlukan guna dapatnya memahami hadis secara utuh dekat dengan konteks ketika hadis itu diperoleh dari penyampainya, yakni sahabat yang meriwayatkan hadis dalam kondisi seperti yang dikehendaki oleh penyampainya pada masa hadis tersebut disampaikan.c) Pendekatan Sosiohistoris. Yaitu keadaan sosial kemasyarakatan dan tempat serta waktu terjadinya, memungkinkan utuhnya gambaran pemaknaan hadis yang disampaikan, sekiranya dipadukan secara harmoni dalam suatu pembahasan. Oleh karena itu, pendekatan ini dapat dimanfaatkan sehingga diperoleh hal-hal yang bermanfaat secara optimal dari hadis yang disampaikan.[11] http://abdulasep-belajarberkarya.blogspot.com/2010/06/penelitian-hadis.html[11]E. Ilmu yang Terkait dengan SanadDalam studi sanad hadits, muncul beberapa ilmu yang terkait dengannya. Ilmu-ilmu tersebut adalah : Ilmu Rijalil Hadits, Ilmul Jarhi wa Tadil, Ilmu Ilalil Hadits.a) llmu Rijalil HadisYaitu Ilmu yang membahas tentang para perawi hadis, baik dari sahabat, tabiin, maupun dari angkatan sesudahnya .Dengan ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi menerima hadis dari Rasulullah dan keadaan para perawi yang menerima hadis dari sahabat dan seterusnya. Di dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, mazhab yang dipegang oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu dalam menerima hadis.Sungguh penting sekali ilmu ini dipelajari dengan seksama, karena hadis itu terdiri dari sanad dan matan. Maka mengetahui keadaan para perawi yang menjadi sanad merupakan separuh dari pengetahuan. Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak ragamnya. Ada yang hanya menerangkan riwayat-riwayat ringkas dari para sahabat saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat umum para perawi-perawi, Ada yang menerangkan perawi-perawi yang dipercayai saja, Ada yang menerangkan riwayat- riwayat para perawi yang lemah-lemah, atau para mudallis, atau para pemuat hadis maudu. Dan ada yang menerangkan sebab-sebab dianggap cacat dan sebab-sebab dipandang adil dengan menyebut kata -kata yang dipakai untuk itu serta martabat perkataan.Ada yang menerangkan nama-nama yang serupa tulisan berlainan sebutan yang di dalam ilmu hadis disebut Mutalif dan Mukhtalif. Dan ada yang menerangkan nama- nama perawi yang sama namanya, lain orangnya, Umpamanya Khalil ibnu Ahmad. Nama ini banyak orangnya. lni dinamai Muttafiq dan Muftariq. Dan ada yang menerangkan nama- nama yang serupa tulisan dan sebutan, tetapi berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam tulisan serupa. Seumpama Muhammad ibnu Aqil dan Muhammad ibnu Uqail. Ini dinamai Musytabah. Dan ada juga yang hanya menyebut tanggal wafat.Di samping itu ada pula yang hanya menerangkan nama-nama yang terdapat dalam satu-satu kitab saja, atau: beberapa kitab saja. Dalam semua itu para ulama telah berjerih payah menyusun kitab-kitab yang dihajati.Kitab yang diriwayatkan keadaan para perawi dari golongan sahabat Permulaan ulama yang menyusun kitab riwayat ringkas para sahabat, ialah Al-Bukhari (256 H). Kemudian usaha itu dilaksanakan oleh Muhammad Ibnu Saad, sesudah itu terdapat beberapa ahli lagi, di antaranya, yang penting diterangkan ialah Ibnu Abdil Barr (463 H). Kitabnya bernama AI-Istiab.Pada permulaan abad ketujuh Hijrah, Izzuddin ibnul Atsir (630 H) mengumpulkan kitab-kitab yang telah disusun sebelum masanya dalam sebuah kitab besar yang dinamai Usdul Gabah. Ibnu Atsir ini adalah saudara dari Majdudin Ibnu Atsir pengarang An-Nihayah fi GaribiI Hadis. Kitab Izzuddin diperbaiki oleh Ai-Dzahabi (747 H) dalam kitab At-Tajrid.Sesudah itu pada abad kesembilan Hijrah, Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqali menyusun kitabnya yang terkenal dengan nama AI-Ishabah. Dalam kitab ini dikumpulkan Al- Istiab dengan Usdul Gabah dan ditambah dengan yang tidak terdapat dalam kitab- kitab tersebut. Kitab ini telah diringkaskan oleh As-Sayuti dalam kitab Ainul Ishabah.Al-Bukhori dan muslim telah menulis juga kitab yang menerangkan nama-nama sahabi yang hanya meriwayatkan suatu hadis saja yang dinamai Wuzdan.Kemudian, dalam bab ini Yahya ibnu abdul Wahab ibnu Mandah Al-Asbahani (551 H) menulis sebuah kitab yang menerangkan nama-nama sahabat yang hidup 120 tahun.b) Ilmul Jarhi Wat TadilIlmu Jarhi Wat Takdir, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari ilmu rijalil hadis. Akan tetapi, karena bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka ilmu ini dijadikan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil ialah:Ilmu yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. Mencacat para perawi (yakni menerangkan keadaannya yang tidak baik, agar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh sejak zaman sahabat.Menurut keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah kitab AI-Kamil, para ahli telah menyebutkan keadaan-keadaan para perawi sejak zaman sahabat. Di antara para sahabat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi hadis ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H).Sesudah berakhir masa tabiin, yaitu pada kira-kira tahun 150 Hijrah, para ahli mulai menyebutkan keadaan-keadaan perawi, menakdil dan menajrihkan mereka. Di antara ulama besar yang memberikan perhatian pada urusan ini, ialah Yahya. ibnu Said Al- Qattan (189H), Abdur Rachman ibnu Mahdi (198 H), sesudah itu, Yazid Ibnu Harun(189 H), Abu Daud At-Tahyalisi (204 H), Abdur Razaq bin Human (211 H).Sesudah itu, barulah para ahli menyusun kitab-kitab jarah dan takdil. Di dalamnya diterangkan keadaan para perawi, yang boleh diterima riwayatnya dan yang ditolak.Di antara pemuka-pemuka jarah dan takdil ialah Yahya ibnu Main (233 H), Ahmad ibnu Hanbal (241 H), MUhammad ibnu Saad (230 H),Ali Ibnul Madini (234 H), Abu Bakar ibnu Syaibah (235 H), Ishaq ibnu Rahawaih (237 H). Sesudah itu, Ad-Darimi (255 H),Al-Bukhari (256 H), Al-Ajali(261 H), Muslim (251 H), Abu Zurah (264 H), Baqi ibnu Makhlad (276 H), Abu Zurah Ad-Dimasyqi (281 H).Kemudian pada tiap-tiap masa terdapat ulama-ulama yang memperhatikan keadaan perawi, hingga sampai pada ibnu Hajar Asqalani (852 H).Kitab-kitab yang disusun mengenai jarah dan taqdil, ada beberapa macam. Ada yang menerangkan orang-orang yang dipercayai saja, ada yang menerangkan orang-orang yang lemah saja, atau orang-orang yang menadlieskan hadis. dan ada pula yang melengkapi semuanya. Di samping itu, ada yang menerangkan perawi-perawi suatu kitab saja atau beberapa kitab dan ada yang melengkapi segala kitab.Di antara kitab yang melengkapi semua itu ialah: Kitab Tabaqat Muhammad ibnu Saad Az-Zuhri Al-Basari (23Q H). Kitab ini sangat besar. Di dalamnya terdapat nama-nama sahabat nama-nama tabiin dan orang-orang sesudahnya. Kemudian berusaha pula beberapa ulama besar lain, di antaranya Ali ibnul Madini(234 H), Al-Bukhari, Muslim; Al-Hariwi (301 H) dan ibnu Hatim (327 H). Dan yang sangat berguna bagi ahli hadis dan fiqih ialah At-Takmil susunan Al-Imam ibnu Katsir.Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang dapat dipercayai saja ialah Kitab As-Siqat, karangan Al-Ajaly (261 H) dan kitab As-Siqat karangan Abu Hatim ibnu Hibban Al-Busty. Masuk dalam bagian ini adalah kitab-kitab yang menerangkan tingkatan penghapal-penghapal hadis. Banyak pula ulama yang menyusun kitab ini, di antaranya, Az-Zahabi, Ibnu Hajar Al-Asqalani dan As-Sayuti.Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang lemah-lemah saja ialah: Kitab Ad-Duafa, karangan Al-Bukhari dan kitab Ad- Duafa karangan ibnul Jauzi (587 H)c) IImu Illail HadisIlmu Illial Hadis ialah ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadis.Yakni menyambung yang munqati, merafakan yang mauqu memasukkan satu hadis ke dalam hadis yang lain dan yang serupa itu Semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan kesahihan hadis.Ilmu ini merupakan semulia-mulia ilmu yang berpautan dengan hadis, dan sehalus- halusnya. Tak dapat diketahui penyakit-penyakit hadis melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai malakah yang kuat terhadap sanad dan matan-matan hadis.Di antara para ulama yang menulis ilmu ini, ialah Ibnul Madini (23 H), Ibnu Abi Hatim (327 H), kitab beliau sangat baik dan dinamai Kitab Illial Hadis. Selain itu, ulama yang menulis kitab ini adalah AI-lmam Muslim (261 H), Ad-Daruqutni (357 H) dan Muhammad ibnu Abdillah AI-Hakim.F. Penelitian Sanada) Itibar dan Pembuatan SkemaAl-Itibar menurut bahasa yaitu memperhatikan perkara-perkara tertentu untuk mengetahui jenis lain yang ada di dalamnya. Sedangkan menurut istilah adalah penelitian jalan-jalan hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi untuk mengetahui apakah ada orang lain dalam meriwayatkan hadits itu atau tidak.Kegiatan itibar al-sanad dalam istilah ilmu hadits adalah menyertakan sanad-sanad lain untuk suatu hadits tertentu, yang hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja.[12] http://abiquinsa.blogspot.com/2010/10/takhrij-al-hadits-dan-itibar-al-sanad.html[12]Pembuatan skema sanad. Membuat urutan sanad mulai dari mukharrijnya sampai dengan Rasulullah saw. dalam satu bagan. Misalnya Hadis yang diingin diteliti terdapat pada 3 kitab Hadis, misalnya dalam Sunan Abu Dawud, Sahih Muslim dan Musnad Ahmad, maka yang harus dilakukan oleh peneliti adalah membuat skema sanad dalam satu bagan yang menunjukkan urutan sanad, mulai dari Abu Daud, Muslim dan Ahmad ibn Hanbal sampai ke Rasulullah saw.[13] http://suhendri-usthendri.blogspot.com/2009/01/kritik-sanad.html[13]b) Meneliti Kualitas Periwayat Ulama hadis telah sepakat bahwa dua hal yang harus diteliti pada diri periwayat hadis adalah keadilan dan kedabithannya. Keadilan adalah sesuatu yang berhubungan dengan kualitas pribadinya, sedangkan kedabithannya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kapasitas intelektualnya. Apabila kedua hal itu (adil dan dabit) dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat hadis tersebut dinyatakan periwayat yang tsiqah.c) Menyimpulkan HasilLangkah terakhir adalah kegiatan penyimpulan, yaitu apakah Hadis yang diteliti melalui kaidah sanad termasuk Sahih, Hasan atau Daif dengan syarat-syarat yang telah dikemukakan di atas.Contoh:Ab Dud, kitab al-kutub al-sittah, Maktabah al-Rusyd, Beirut, kitab al-Sunnah bab syarhu al-sunnah, hlm. 1701, no. hadis. 4596 : : Artinya: Telah menceritakan kepada kami Wahab bin Baqiyah, dari Khlid, dari Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan. Kutipan Riwayat hadis di atas di awali dengan . Yang menyatakan kata itu adalah Abu Daud, yakni Sulaiman bin al-Asya bin al-Syaddd bin Amr (wafat 275 H). Karena Ab Dud sebagai Mukharrijul-Hadits, maka dia dalam hal ini berkedudukan sebagai periwayat terakhir untuk hadis yang dikutip di atas. Dalam mengemukakan riwayat, Abu Daud menyandarkan riwayatnya kepada periwayat sebelumnya, yakni Wahab bin Baqiyah. Nama periwayat yang disandari oleh Ab Dud tersebut dalam ilmu hadis disebut sebagai sanad pertama. Dengan demikian, maka sanad terakhir untuk riwayat hadis di atas adalah Ab Hurairah, yakni periwayat pertama karena dia sebagai sahabat Nabi saw yang berstatus sebagai pihak pertama yang menyampaikan hadis tersebut. Berikut akan dikemukakan urutan periwayat dan urutan sanad untuk hadis di atas:NAMA PERIWAYATURUTANSEBAGAI PERIWAYATURUTANSEBAGAI SANADAb HurairahPeriwayat ISanad VAb SalamahPeriwayat IISanad IVMuhammad bin AmrPeriwayat IIISanad IIIKhlid bin AbdullahPeriwayat IVSanad IIWahab bin BaqiyahPeriwayat VSanad IAb DudPeriwayat VI(mukharijul-hadis)Dari daftar nama tersebut tampak jelas bahwa periwayat pertama sampai dengan periwayat keenam atau sanad pertama sampai sanad kelima, masing-masing satu orang. Adapun lambing-lambang metode periwayatan yang dapat dicata dari hadis tersebut adalah (haddaan), (an), dan (qla). Itu berarti terdapat perbedaan metode periwayatan yang digunakan oleh para periwayat dalam sanad hadis tersebut. igat al-Isnad itu ada delapan tingkatan (martabah). Tingkatan pertama lebih tinggi daripada tingkatan kedua dan tingkatan kedua lebih tinggi dari tingkatan ketiga dan seterusnya. Jika melihat metode periwayatan yang digunakan pada hadis di atas, maka lafal termasuk dalam martabat pertama, sedangkan lafal dan termasuk martabat kedelapan. Pada pembahasan ini akan dijelaskan secara penjang lebar mengenai biografi para perawi hadis Abu Hurairah yang diriwayatkatkan oleh Ab Dud di antaranya adalah:1. Ab Dud Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin al-Asyats bin al-Syaddd bin Amr, demikianlah yang dikatakan oleh Abdurrahman bin Ab Htim. Beliau lahir pada tahun 202 H dan meninggal pada tahun 275 H. Gurunya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Ibrhm bin al-Ramdy, Ibrhm bin Hamzah al-Ramaliy, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Wahab bin Baqiyah al-Wsiy dan lain-lain. Muridnya dalam periwayata hadis diantaranya adalah al-Tirmy, Ibrhm bin Hamdan bin Ibrhm bin Ynus al-Aqliy, al-Nasi, Abdullah bin Sulaiman bin al-Asya (anaknya), Ab Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Umar, dan AbAmr.Pernyataan Kritikus hadis mengenai Ab Dud adalah: Al-Hkim Ab Abdillah: Ab Dud adalah Ahli hadis pada masanya. Abu Htim Bin Hibbn: Ab Dud adalah salah seorang pemimpin dunia yang faqih, alim, huffa, dan wara. Musa bin Hrum al-Hfi: Ab Dud diciptakan di dunia ini memiliki hadis dan di akhirat memiliki syurga. Ahmad bin Muhammad bin Ysin al-Hawry: Ab Dud adalah seorang huffa dalam bidang hadis. Dia seorang yang taat beribadah, pemaaf, dan wara.Penilaian kritikus di atas menunjukkan bahwa Ab Dud adalah seorang periwayat hadis yang memiliki kualitas pribadi dan kapasitas intelektual yang tinggi dan tidak ada satupun yang mencela ataupun melemahkannya. Pernyataannya menerima hadis dari Wahab bin Baqiyah dapat dipercaya.2. Wahab bin Baqiyah[11] Nama lengkapnya adalah Wahab bin Baqiyah bin Uman bin Sbur bin Ubaid bin dam bin Ziyd al-Wsiy, Ab Muhammad al-Mafuf Bawahbany. Beliau lahir pada tahun 155 H dan meninggal pada tahun 236 H, demikianlah menurut Muhammad bin Abdullah al-Haram, Ab al-Qsim al-Bagwi, Ab Htim bin Hibbn, dan Ahmad bin Kaml al-Qd. Gurunya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Aqlab bin Tamm, Biysr bin al-Mufaal, Jafar bin Sulaiman al-uba, Htim bin Ahnaf al-Wsi, Khlid bin Abdullah al-Wsi, dan Sulaiman bin Akhdar. Muridnya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Muslim, Ab Dud, Ibrhm bin Ayub al-Wsi al-Adl, Ab al-Wlid Ahmad bin Bisyr al-ayals, Ahmad bin al-Hasan al-Wsi, dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal. Kakeknya adalah Ziyd Ra Qais bin Sad bin Ubdah.Pernyatan Kritikus hadis mengenai Wahab bin Baqiyah: Hasyim bin Marad al-abarn, dari Yahya bin Min berkata: Beliau orangnya iqah (terpercaya), akan tetapi ia masih kecil ketika mendengarnya. Ibnu Hibbn di dalam kitabnya ia mengatakan: Wahab bin Baqiyah orangnya iqah. Hfi Ab Bakar al-Khatib: Dia orangnya iqah.Penilaian kritikus di atas menunjukkan bahwa Wahab bin Baqyah adalah seorang periwayat hadis yang memiliki kualitas pribadi baik dan terpercaya dan tidak ada satupun yang mencelahnya. Pernyataannya menerima hadis dari Khlid bin Abdullah dapat dipercaya.3. Khlid bin AbdullahNama lengkapnya adalah Khlid bin Abdullah bin Abdurrahman bin Yazd al-ahhn. Nama panggilannya Abal-Haiam dan Ab Muhammad. Dia dilahirkan pada tahun 110 H dan wafat pada tahun 176 H, demikianlah menurut li bin Abdullah bin Mubasysyir al-Wsi. Gurunya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Ismail bin Ahmad bin Ab Sulaiman, Sulaiman bin Ab Khlid, Aflah bin Humaid al- Madan, dan Ab Bisyr. Muridnya dalam bidang periwayatan hadis diantaranya adalah Ibrahim bin Ms al-Raz, Ishaq bin Syhn al-Wsi, Ab Umar Hafd bin Umar al-Hau, dan Khalf bin Hisym al-Bazzr.Pernyataan Kritikus hadis mengenai Khid bin Abdullah: Abdurrahman bin Htim berkata: Abdurrrahman bin Ahmad Ibnu Hanbal mengabarkan di dalam kitabnya kepadaku, dia berkata: Bapakku telah berkata: Khlid al-ahhn itu iqah dan shaleh dalam agamanya. Ab al-Qsim al-abarn berkata: Aku telah mendengar Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dia berkata: Khlid bin Abdullah al-Wsi termasuk orang-orang yang mulia. Muhammad bin Saad, Abu Zurah Abu Htim, al-Tirmi, dan al-Nas mengatakan bahwa dia adalah seorang yang iqah, Abu Htim menambahkan bahwa hadisnya itu sahih (baik, sah). Al-Tirmi mengatakan dia adalah seorang Hfi. Ab Dud berkata: Ishaq al-azrak berkata: Aku tidak menemukan yang lebih utama dari pada Khlid bin al-ahhn.Dari penilaian kritikus di atas menunjukkan bahwa Khlid bin Abdullah adalah seorang periwayat hadis yang memiliki kualitas pribadi baik dan terpercaya. 4. Muhammad bin Amr[13]Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Amr bin al-Qmah bin Waqqa al-Lai, terkadang dia dipanggil Ab Abdillah dan Ab al-Hasan, al-Madan. Dia wafat pada tahun 144 H demikian menurut Wqid dan 145 menurut Amr bin Ali. Gurunya dalam periwayatan hadis diantaraya adalah Ibrhm bin Abdullah bin Hunain, Ibrhm bin Abdurrahman bin Auf, Khlid bin Abdullah bin Harmalah, Dnr bin Ab Abdillah al-Qarra, al-Arabi bin L, Slim bin Abdullah bin Umar, Saad bin Said al-Anar, dan Saad bin al-Munir bin Ab Humaid al-Said. Muridnya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Asba bin Muhammad al-Qursy, Ismail bin Jafar, al-Hasan bin alih bin Hay, Ab Usamah Hammad bin Usmah, dan Khlid bin Abdullah al-Wsi.Komentar Kritikus hadis mengenai Muhammad bin Amr: Ishaq bin Hkim berkata: Yahya al-Qaan pernah berkata: Muhammad bin Amr merupakan laki-laki yang aleh namun bukan orang yang paling hafal hadis. Ishaq bin Manur berkata: Dari Yahya bin Muin, sesungguhnya dia pernah ditanya tentang Muhammad bin Amr dan Muhammad bin Ishaq, manakah dari keduanya yang didahulukan? Dia berkata: Muhammad bin Umar. AbBakar bin Abi Khaiamah berkata, Yahya bin Muin pernah ditanya mengenai Muhammad bin Amr, lalu ia berkata: Orang-orang selalu berhati-hati terhadap hadisnya kemudian ditanyakan kepadanya: Apakah alasannya? Dia menjawab: Dahulu dia pernah sekali menceritakan (hadis) dari Ab Salamah dengan dengan ucapan dari pikirannya, kemudian pada kesempatan lain dia menceritakannya dari Ab Salamah, dari Ab Hurairah. Ibrhm bin Yaqub al-Said al-Juwazjan berkata: Dia tidak kuat hadisnya dan hadisnya dilemahkan. Ab Htim: Hadisnya baik, ditulis, dan dia juga seorang guru. Al-Nasi: Tidak apa-apa (hadisnya) dan di tempat lain ia berkata: Dia itu iqah. Ab Ahmad bin Ad: Hadis miliknya itu bagus, sekumpulan orang terpercaya iqah telah meriwayatkan hadis darinya. Ibnu Hibbn menyebutkankan namanya dalam kitab al-iqh, dan dia berkata: Dia itu sering melakukan keliruan (yukhtiu)Penilaian kritikus di atas mengenai Muhammad bin Amr berbeda-beda, ada yang menganggapnya iqah dan ada juga melemahkannya. Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Muhammad bin Amr adalah perawi yang tidak terpercaya, meragukan, dan tidak bisa diterima hadisnya begitu saja. Di dalam biografinya tidak ditemukan ketersambungan sanad dari Ab Salamah dan Khlid bin Abdullah tetapi antara Ab Salamah dengan Khlid ada ketersambungan karena ada hubungan antara guru dan murid5. Ab SalamahNama lengkapnya adalah Ab Salamah bin Abdurrahman bin Auf al-Qursy al-zuhry al-Madany. Dia wafat pada tahun 94 H, demikianlah menurut al-Haiam bin Ady, sedangkan menurut Muhammad bin Saad dia meninggal pada tahun 92 H pada masa khalifah al-Wald dan umurnya pada saat itu adalah 72 tahun. Gurunya dalam meriwayatkan hadis diantaranya adalah Usmah bin Zaid, Anas bin Mlik, Bisyr bin Zaid, aubn pembantu Rasulullah saw, Jabir bin Abdullah al-Anary, Jafar bin Amr bin Umayyah al-Drimy, dan Muawiyah bin al-Ahkam al-Sulamy. Muridnya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Ismail bin Umayyah, a-Aswad bin al-Ala bin Jriyah al-aqafi, Bukair bin Abdullah bin al-Asyaj, ummah bin Kilab, Jafar bin Rabah, dan Muhammad bin Amr bin al-Qmah.Pernyataan Kritkus hadis mengenai Ab Salamah: Muhammad bin Saud berkata: Dia itu iqah dan banyak meriwatkan hadis. Ab Zurah: Dia adalah imam yang iqah. Anas bin Mlik: Di kalangan kami terdapat lelaki dari ahli ilmu, nama salah seorang diantara mereka adalah memakai kunyahnya, yaitu Ab Salamah bin Abdurrahman.Setelah mengetahui penilain para kritikus di atas, dapatlah kita pahami bahwa Ab Usmah salah seorang sahabat Nabi yang terpercaya dan banyak meriwayatkan dan keilmuannya dalam bidang hadis tidak perlu diragukan lagi. Pernyataannya menerima hadis dari Abu Hurairah dapat dipercaya.6. Ab HurairahNama lengkapnya adalah Abdurrahman bin akhr bin Abdurrahman bin Wbiah bin Mabad al-Asady al-Raqy, Gurunya dalam periwayatan hadis di antaranya adalah: Bisyri bin Lhiq al-Raqy, Jafar bin Barqn, Syaibn bin Abdurrahman al-Nahawy, alhah bin Zaid al-Raqy,dan Qays bin al-Raby. Muridnya dalam periwayatan hadis di antaranya adalah: anaknya sendiri yaitu Abdussalam bin Abdurrahman al-Wbiy, Ab Dud meriwayatkan satu hadis darinya. Kunyahnya adalah Abu Hurairah al-Dausy. Setelah melihat biografi perawi di atas maka dapat kita ketahui bahwa ada sanad yang bermasalah yakni Muhammad bin Amr yang dilemahkan oleh banyak ulama, tapi lemah yang dimaksud di sini adalah bukan karena maksiat atau hal yang buruk lainnya akan tetapi karena kelemahan hafalannya dan seringnya melakukan kekeliruan. Dari semua hadis riwayat Ab Hurairah pasti akan melalui jalurnya Muhammad bin Amr yang lemah, meskipun semua sanadnya yang lain (selain Muhammad bin Amr) iqah.[14]http://ahmadsyaki.blogspot.com/2012/11/kritik-sanad-hadits.html[14]III. KESIMPULANBerdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :1) Metode kritik sanad hadis ialah suatu cara yang sistematis dalam melakukan penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadis tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadis (Shahih, hasan, atau dlaif).2) Urgensi kritik sanad hadits adalah untuk mengetahui kualitas hadits yang diteliti. Hal ini dikarenakan:a) Hadis Nabi saw. sebagai sumber ajaran dan atau sumber hukum Islam sesudah al-Quran.b) Hadis Nabi saw. tidak seluruhnya tertulis pada waktu Nabi masih hidup.c) Telah terjadi upaya pemalsuan terhadap hadis Nabi saw.d) Proses penghimpunan dan periwayatan hadis Nabi saw. Telah memakan waktu yang sangat panjang.e) Kitab-kitab hadis yang telah banyak beredar ternyata menggunakan metode dan pendekatan penyusunan yng bervariasi. f) Periwayatan hadis lebih banyak berlangsung secara makna dari pada secara lafal.2) Ada beberapa 4 kriteria kesahihan sanad, yaitu:a) Rangkaian periwayat dalam sanad itu harus bersambung mulai dari periwayat pertama sampai periwayat terakhir; b) Para periwayat dalam sanad hadis itu haruslah orang-orang yang dikenal tsiqah ( adil dan dhobith)c) Hadis itu terhindar dari cacat (illat) dan kejanggalan (Syadz); d) Para periwayat yang terdekat dalam sanad harus sezaman.3) Diantara pendekatan dalam menilai sanad yaitu:a) Pendekatan Psikohistoris ( yaitu pendekatan yang melibatkan aspek psikologis, tempat, suasana, gaya dan ketika peristiwa komunikasi hadits terjadi)b) Pendekatan Historisfenomenologis ( yaitu pendekatan dari segi peristiwa kesejarahan ketika hadits itu direkam disamping juga kondisi sahabat saat mengartikulasikan hadits )c) Pendekatan Sosiohistoris ( yaitu melihat keadaan sosial kemasyarakatan dan tempat serta waktu terjadinya )4) Beberapa ilmu yang terkait dengan kajian kritik sanad yaitu:a) Ilmu Rijaalil Haditsb) Ilmul Jarhi Wat Tadilc) Ilmu Illalil Hadits5) Dalam proses penelitian sanad, ada beberapa tahapan yaitu:a) Itibar dan Pembuatan Skemab) Meneliti kualitas Perowic) Menyimpulkan Hasil

October 18, 2013 in Uncategorized. Related postsTAFSIR AL-QURAN BERKERANGKA KEBUDAYAANSEMINAR REGIONAL PENGEMBANGAN PRODI IATPost navigation SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI IAT-STAIN SALATIGASEMINAR REGIONAL PENGEMBANGAN PRODI IAT Leave a Reply Top of FormYour email address will not be published. Required fields are marked *Name * Email * Website Comment You may use these HTML tags and attributes: Bottom of FormTop of FormSearch Bottom of FormRecent PostsTAFSIR AL-QURAN BERKERANGKA KEBUDAYAAN SEMINAR REGIONAL PENGEMBANGAN PRODI IAT Kajian Kritik Sanad SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI IAT-STAIN SALATIGA Recent CommentsArchivesDecember 2013October 2013August 2013Categoriesberanda Uncategorized MetaLog inEntries RSSComments RSSWordPress.orgProudly powered by WordPress | Theme: Expound by Konstantin Kovshenin