kajian kesesuaian dan daya dukung kawasan ...repository.ub.ac.id/7249/1/anas nurhidayah.pdfalat...
TRANSCRIPT
KAJIAN KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN EKOWISATA
PANTAI DAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT DI PANTAI
BANGSRING BANYUWANGI, JAWA TIMUR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh:
ANAS NURHIDAYAH
NIM. 135080600111019
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
KAJIAN KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN EKOWISATA
PANTAI DAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT DI PANTAI
BANGSRING BANYUWANGI, JAWA TIMUR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
ANAS NURHIDAYAH
NIM. 135080600111019
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
SEPTEMBER, 2017
HALAMAN PENGESAHAN
IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul :KAJIAN KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN
EKOWISATA PANTAI DAN TERUMBU KARANG
BERBASIS MASYARAKAT DI PANTAI BANGSRING
BANYUWANGI, JAWA TIMUR
Nama Mahasiswa : ANAS NURHIDAYAH
NIM : 135080600111019
Program Studi : Ilmu Kelautan
PENGUJI PEMBIMBING :
Pembimbing 1 : DR. H. RUDIANTO, MA
Pembimbing 2 : M. ARIF AS’ADI, S.Kel., M.Sc
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING :
Dosen Penguji 1 : M. ARIF ZAINUL FUAD, S.Kel., M.Sc
Dosen Penguji 2 : RARASRUM DYAH K., S.Kel., M.Si., M.Sc
Tanggal Ujian : 29 September 2017
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Anas Nurhidayah
NIM : 135080600111019
Program Studi : Ilmu Kelautan
Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang Saya tulis ini
benar – benar merupakan hasil karya Saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan
Saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka Saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 20 Juli 2017
Mahasiswa
Anas Nurhidayah
NIM. 135080600111019
UCAPAN TERIMAKASIH
Awal penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak yang telah memberikan motivasi, kritik dan saran, doa, dan
bantuan materi, sehingga selesainya skripsi ini. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini ijinkan penulis mengucapkan terimakasih setulusnya kepada :
1. Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, tidak lupa shalawat serta salam
penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
2. Kedua orang tua tercinta, yakni Ayahanda Sunardi dan Ibunda Rohmaniah
yang telah memberikan dorongan semangat, motivasi, dan doa di setiap
sujudnya yang tak pernah putus sepanjang masa, khususnya dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Dr. H. Rudianto, MA dan M. Arif As’adi, S.Kel., M.Sc selaku dosen
pembimbing, penghormatan dan penghargaan sebesar – besarnya penulis
ucapkan atas bimbingan serta arahan untuk menyelesaikan tugas akhir ini
dan mengantarkan penulis meraih gelar sarjana.
4. Segenap dosen yang telah memberikan ilmu dan pendidikan selama
kuliah, khususnya dosen program studi Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya.
5. Pihak pengelola Bangsring Under Water, Kelompok Nelayan Samudera
Bhakti, dan Kepala Desa Bangsring yang telah membantu memfasilitasi
dan memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Pantai Bangsring,
Banyuwangi.
6. Sahabatku (Novar Kurnia Wardana, Alif Rofiq Syukron Bisri, Yudha Prawira
Maulana, Sherla Rizqia) yang telah membantu dalam pengambilan data di
lapang, semoga kebaikan dan kesuksesan selalu menyertai kalian.
7. Tim Rudi Squad (Ayu Puji L., M. Alfath, Wasis Prawinata, Sony Saksono
Putro, Wira Aldus, dan Faizah R. Y.) yang telah berjuang bersama untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Keluargaku Ilmu Kelautan 2013 “ATLANTIK” yang menjadi bagian dari
perjalanan menempuh studi di Program Studi Ilmu Kelautan, atas dorongan
semangat, bantuan pengolahan data, serta kritik dan saran Saya apresiasi
sebesar – besarnya.
RINGKASAN
ANAS NURHDAYAH. Skripsi tentang Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan Ekowisata Pantai dan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Pantai Bangsring Banyuwangi, Jawa Timur. (dibawah bimbingan Dr. H. Rudianto, MA dan M. Arif As’adi, S.Kel., M.Sc)
Sektor pariwisata di Indonesia mengalami tren peningkatan positif. Salah satu wisata yang berpotensi besar untuk dikembangkan adalah wisata bahari. Pantai Bangsring yang terletak di Kabupaten Banyuwangi merupakan kawasan konservasi yang dikelola oleh kelompok nelayan setempat. Potensi yang dimiliki berupa wisata pantai dan terumbu karang (snorkling dan diving). Semenjak dibuka menjadi kawasan ekowisata pada tahun 2012, Pantai Bangsring ramai dikunjungi wisatawan. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dapat menjadi salah satu faktor kerusakan ekosistem.
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian dan daya dukung kawasan terhadap ekowisata pantai dan terumbu karang yang ada di Pantai Bangsring dan bentuk pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2017 di Pantai Bangsring.
Penelitian menggunakan metode survey dan penulisan deskriptif. Observasi terumbu karang menggunakan Line Intercept Transect (LIT) dan analisis data untuk menentukan strategi pengelolaan berbasis masyarakat menggunakan analisis SWOT (Stregth, Weakness, Opportunities, Threat).
Berdasarkan pengukuran parameter kualitas perairan, didapatkan hasil bahwa kualitas perairan Pantai Bangsring sesuai dengan standar baku mutu kualitas perairan untuk wisata. Hasil Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) untuk ekowisata pantai mendapatkan nilai sebesar 75,78 % (S2 = sesuai), untuk kategori ekowisata snorkling sebesar 77,77 % (S2 = sesuai) dan kategori diving sebesar 75,29 % (S2 = sesuai). Daya Dukung Kawasan (DDK) yang dihasilkan untuk ekowisata pantai dapat menampung wisatawan sebesar 794 orang/hari, snorkling sebesar 1.738 orang/hari, dan diving sebesar 695 orang/hari. Analisis pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat menggunakan SWOT, strategi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat, diantaranya: 1). Pembuatan kebijakan bersama antara pemerintah dan masyarakat terkait pengelolaan ekowisata berkelanjutan; 2). Edukasi kepada wisatawan agar tercipta wisata ramah lingkungan; 3). Optimalisasi peran stakeholder dan meningkatkan peran pemerintah dalam pengembangan ekowisata di Pantai Bangsring.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Kajian Kesesuaian dan Daya
Dukung Kawasan Ekowisata Pantai dan Terumbu Karang Berbasis
Masyarakat di Pantai Bangsring Banyuwangi, Jawa Timur”. Skripsi ini sebagai
tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Penulisan ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan,
mengingat kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki, namun semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat menjadi bahan rujukan
dalam melakukan kegiatan – kegiatan penelitian lebih lanjut.
Malang, 20 Juli 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. 3
IDENTITAS TIM PENGUJI .................................................................................. 4
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................... 5
UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................................... 6
RINGKASAN ....................................................................................................... 8
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 9
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 10
DAFTAR TABEL ................................................................................................ 12
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ 13
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... 14
BAB I. PENDAHULUAN ........................................ Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ............................................ Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ...................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan ......................................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Konsep Dasar Ekowisata ............................ Error! Bookmark not defined.
2.1.1 Definisi Wisata, Wisata Alam, dan Ekowisata ..... Error! Bookmark not
defined.
2.1.2 Parameter Ekowisata ............................ Error! Bookmark not defined.
2.1.3 Jenis dan Prinsip Ekowisata ................. Error! Bookmark not defined.
2.2 Ekowisata Bahari......................................... Error! Bookmark not defined.
2.3 Ekosistem Terumbu Karang ........................ Error! Bookmark not defined.
2.4 Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat ........... Error! Bookmark not
defined.
2.5 Daya Dukung Kawasan Ekowisata .............. Error! Bookmark not defined.
2.6 Kesesuaian Area Wisata ............................. Error! Bookmark not defined.
BAB III. METODE PENELITIAN ............................ Error! Bookmark not defined.
3.1 Waktu dan Tempat ...................................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Alat dan Bahan ............................................ Error! Bookmark not defined.
3.3 Metode ........................................................ Error! Bookmark not defined.
3.4 Jenis dan Pengumpulan Data...................... Error! Bookmark not defined.
3.5 Prosedur Penelitian ..................................... Error! Bookmark not defined.
3.6 Analisis Data ............................................... Error! Bookmark not defined.
3.6.1 Analisis Deskriptif ................................. Error! Bookmark not defined.
3.6.2 Analisis Data Kualitas Perairan ............. Error! Bookmark not defined.
3.6.3 Analisis Persentase Penutupan Karang Hidup .... Error! Bookmark not
defined.
3.6.4 Analisis Kesesuaian Ekowisata ............. Error! Bookmark not defined.
3.6.5 Analisis Kesesuaian Ekowisata Pantai .. Error! Bookmark not defined.
3.6.6 Analisis Kesesuaian Ekowisata Snorkling dan Diving Error! Bookmark
not defined.
3.6.7 Analisis Daya Dukung Kawasan ........... Error! Bookmark not defined.
3.6.8 Analisis SWOT ...................................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................... Error! Bookmark not defined.
4.1 Kondisi Umum Lokasi .................................. Error! Bookmark not defined.
4.1.1 Letak Geografis dan Administratif ......... Error! Bookmark not defined.
4.1.2 Profil Pantai Bangsring ......................... Error! Bookmark not defined.
4.1.3 Potensi Pantai Bangsring ...................... Error! Bookmark not defined.
4.1.4 Sarana dan Prasarana Pantai Bangsring ............ Error! Bookmark not
defined.
4.2 Kondisi Sosial, Budaya, Ekonomi ................ Error! Bookmark not defined.
4.3 Persepsi Masyarakat dan Wisatawan terhadap Pantai Bangsring ...... Error!
Bookmark not defined.
4.3.1 Persepsi Masyarakat Lokal ................... Error! Bookmark not defined.
4.3.2 Persepsi Wisatawan ............................. Error! Bookmark not defined.
4.4 Kualitas Perairan Pantai Bangsring ............. Error! Bookmark not defined.
4.5 Kondisi Terumbu Karang ............................. Error! Bookmark not defined.
4.5.1 Persentase Tutupan .............................. Error! Bookmark not defined.
4.5.2 Persentase Life form ............................. Error! Bookmark not defined.
4.6 Kesesuaian Ekowisata Pantai ..................... Error! Bookmark not defined.
4.7 Kesesuaian Ekowisata Snorkling ................. Error! Bookmark not defined.
4.8 Kesesuaian Ekowisata Diving ..................... Error! Bookmark not defined.
4.9 Daya Dukung Kawasan ............................... Error! Bookmark not defined.
4.10 Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat ......... Error! Bookmark not
defined.
4.10.1 Strategi Faktor Internal dan Eksternal . Error! Bookmark not defined.
4.10.2 Matriks SWOT .................................... Error! Bookmark not defined.
4.10.3 Alternatif Pengelolaan Ekowisata Bahari Berbasis Masyarakat .. Error!
Bookmark not defined.
BAB V. PENUTUP ................................................ Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan ................................................. Error! Bookmark not defined.
5.2 Saran .......................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .............................................. Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Alat Penelitian dan Fungsinya
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 2. Bahan Penelitian dan Fungsinya
..................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 3. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 4. Baku Mutu Kualitas Air Laut untuk Wisata Bahari
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 5. Kriteria baku kerusakan terumbu karang
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 6. Tabel Matriks Kesesuaian untuk Ekowisata Pantai
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 7. Matriks Kesesuaian untuk Ekowisata Bahari Kategori Snorkling
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 8. Matriks Kesesuaian untuk Ekowisata Bahari Kategori Diving
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 9. Tabel Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt)
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 10. Prediksi Waktu yang Dibutuhkan untuk Setiap Kegiatan Wisata
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 11. Matriks SWOT
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 12. Sarana dan Prasarana di Pantai Bangsring
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 13. Penduduk Desa Bangsring Berdasarkan Pengelompokan Umur
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 14. Hasil Pengukuran Kualitas Perairan Pantai Bangsring
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 15. Nilai Kesesuaian Ekowisata Pantai
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 16. Nilai Kesesuaian Ekowisata Snorkling
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 17. Nilai Kesesuaian Ekowisata Diving
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 18. Daya Dukung Kawasan Pantai Bangsring
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 19. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 20. Perhitungan Matriks IFAS
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 21. Perhitungan Matriks EFAS
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 22. Rumus Kombinasi Matriks SWOT
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 23. Matriks SWOT
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
Tabel 24. Peringkat Alternatif Strategi Pengelolaan
................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
No table of figures entries found.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi pada sektor perikanan dan kelautan Indonesia diantaranya,
perikanan tangkap dan budidaya, pertambangan laut, perhubungan laut, industri
maritim, keanekaragaman biota laut, serta wisata bahari. Sektor pariwisata di
Indonesia belakangan ini mengalami tren peningkatan positif. Hal ini terlihat dari
pemasukan devisa negara. Berdasarkan data (Kementerian Pariwisata (2016),
pemasukan devisa negara dari sektor pariwisata pada tahun 2011 – 2015 sebesar
8.544,39 juta USD; 9.120,85 juta USD; 10.054,15 juta USD; 11.166,13 juta USD;
dan 12.225,89 juta USD. Pada tahun 2015 sektor pariwisata menempati peringkat
lima penyumbang devisa terbesar negara dibawah sektor migas, batu bara,
minyak kelapa sawit, dan karet olahan. Sedangkan kunjungan wisatawan
mancanegara ke Indonesia pada tahun 2015 dan 2016 sebesar 10.406.759 jiwa
dan 12.023.971 jiwa dengan pertumbuhan 15,54 %.
Wisata bahari merupakan salah satu sumberdaya alam di kawasan pesisir
yang dapat memberikan manfaat ekonomi tetapi tetap menjaga kelestariannya
secara berkelanjutan. Menurut KKP (2010), wisata bahari meliputi menyelam
(diving), snorkling, selancar air (surfing), jetsky, dayung sampan atau kano, dan
memancing. Pemandangan alam seperti keindahan pantai, pasir putih, dan air
yang jernih. Selain itu, juga terdapat vegetasi pantai dan terumbu karang, serta
budaya lokal masyarakat pesisir.
Pada negara tropis sebagian besar masyarakat pesisir menggantungkan
hidupnya dari ekosistem terumbu karang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kegiatan penangkapan komersil dan pariwisata adalah kegiatan yang bergantung
pada ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem terumbu karang
mempunyai jasa yang memberikan dampak tidak langsung terhadap keamanan
dan kesejahteraan masyarakat pesisir, seperti perlindungan garis pantai dan
keanekaragaman hayati (Cesar, 2002).
Pantai Bangsring merupakan kawasan konservasi (Marine Protected Area)
menjadi salah satu destinasi wisata snorkling dan diving favorit di Kabupaten
Banyuwangi. Kawasan seluas 15 Ha itu dikelola oleh masyarakat sekitar yang
tergabung dalam Kelompok Nelayan Ikan Hias – Samudera Bakti (KNIH – SB).
Pantai ini memiliki daya tarik wisata berupa wisata pantai, terumbu karang, rumah
apung, Keramba Jaring Apung (KJA), penangkaran Ikan Hiu, fish apartement,
serta keanekaragaman biota laut yang terdapat di sekitar terumbu karang.
Pemanfaatan kawasan konservasi menjadi wisata memang baik dilakukan
untuk memberikan dampak positif secara ekonomi bagi masyarakat sekitar dan
meningkatkan pendapatan suatu daerah. Hal yang perlu diperhatikan adalah
pengelolaan yang baik, dimana kegiatan wisata yang dilakukan dapat berjalan
seimbang dengan pelestarian lingkungan sekitar, sehingga dapat tercipta wisata
berkelanjutan. Istilah demikian sering kita sebut sebagai ekowisata. Menurut WWF
(2009), Aspek kunci dalam ekowisata yaitu jumlah pengunjung terbatas diatur
sesuai daya dukung kawasan, pola wisata ramah lingkungan, pola wisata ramah
budaya dan adat istiadat (nilai edukasi), dan dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat sekitar.
Berdasarkan beberapa pertimbangan diatas, maka perlu dilakukan kajian
wisata pantai dan terumbu karang untuk mengetahui daya dukung kawasan dan
kesesuaian ekowisata berbasis masyarakat sebagai langkah antisipasi pihak
pengelola terkait peningkatan jumlah wisatawan, sehingga dapat menciptakan
ekowisata berkelanjutan dan menunjang kawasan konservasi yang ada di Pantai
Bangsring Banyuwangi.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini memiliki batasan, sehingga permasalahan yang perlu dibahas
diantaranya :
1. Bagaimana kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan untuk ekowisata
pantai dan terumbu karang di Pantai Bangsring Banyuwangi?
2. Bagaimana bentuk pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di Pantai
Bangsring Banyuwangi ?
1.3 Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :.
1. Mengetahui kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan untuk ekowisata
pantai dan terumbu karang di Pantai Bangsring Banyuwangi.
2. Mengetahui bentuk pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di Pantai
Bangsring Banyuwangi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi sumber
informasi dan acuan dalam upaya pengelolaan dan pengembangan Pantai
Bangsring sebagai destinasi wisata yang berorientasi pada konservasi kawasan
dan wisata berkelanjutan yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat
sekitar dan pendapatan daerah Kabupaten Banyuwangi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Ekowisata
2.1.1 Definisi Wisata, Wisata Alam, dan Ekowisata
Konsep memanfaatkan sektor wisata untuk menunjang kawasan
konservasi kian ramai didiskusikan. Secara definisi terdapat perbedaan antara
wisata dan ekowisata. Menurut UU No. 10 Tahun 2009, Wisata adalah kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara. Sedangkan wisata alam adalah bentuk kegiatan wisata yang
memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan.
Ekowisata diartikan sebagai perjalanan wisatawan ke daerah terpencil
dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya
suatu daerah, dimana pola wisatanya membantu meningkatkan ekonomi
masyarakat lokal dan menjaga kelestarian alam (WWF, 2009). Senada dengan
WWF, The International Ecotourism Society (1990), mendefinikan ekowisata
adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat yang alami dengan menjaga
kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat.
Kajian yang dilakukan Hakim (2004), menunjukkan hubungan harmonis antara
wisata, bentang alam, keanekaragaman, dan konservasinya dapat terjadi dalam
kehidupan manusia. Lebih lanjut, dampaknya dapat memberikan pengaruh positif
bagi perekonomian lokal dan pendidikan konservasi bagi pengunjung.
2.1.2 Parameter Ekowisata
Karakteristik utama dalam membangun ekowisata yaitu berfokus pada
kealamian (nature), edukasi (education), dan keberlanjutan (sustainability). Marta
Honey (1999) dalam (Hakim, 2004), memberikan kriteria – kriteria dalam
ekowisata, diantaranya :
a. Perjalanan ke kawasan alami
Kawasan alami yang dimaksud yaitu kawasan dengan keanekaragaman
hayati, bentang alam yang indah, unik, dan kaya. Kawasan tersebut bisa
berupa taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, kawasan
perlindungan laut (marine protected area), dan kawasan lindung lainnya.
b. Dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan rendah
Dampak dalam ekowisata harus ditekan seminimal mungkin. Dampak
dapat dihasilkan oleh pihak pengelola wisata, wisatawan, pengelola
penginapan maupun restoran, dan lain sebagainya. Semua elemen
diharapkan mampu memberikan dampak seminimal mungkin untuk
menjaga kealamian dan keberlanjutan wisata.
c. Membangun kepedulian terhadap lingkungan
Tujuan aktivitas ini pada dasarnya untuk mempromosikan kekayaan hayati
pada habitatnya dan melakukan pendidikan konservasi secara langsung.
Oleh karena itu, usaha ekowisata diharapkan mampu membawa semua
pihak yang terlibat untuk mempunyai kepedulian terhadap konservasi
lingkungan.
d. Memberikan dampak keuntungan ekonomi langsung bagi kegiatan
konservasi
Sebagian besar di negara berkembang, pembiayaan terhadap kawasan
konservasi rendah sehingga fungsi yang dijalankan tidak maksimal. Dalam
hal ini, ekowisata dengan mekanisme tertentu harus mampu
menyumbangkan aliran dana dari penyelenggaraannya untuk melakukan
konservasi habitat. Tujuan utamanya, yakni memelihara integritas fungsi
ekosistem dari destinasi wisata.
e. Memberikan dampak keuangan dan permberdayaan masyarakat lokal
Masyarakat lokal harus mendapat manfaat dari aktivitas wisata yang
dikembangkan, seperti pendidikan, sanitasi, perbaikan ekonomi, dan
dampak lainnya. Hal itu untuk menjamin keikutsertaan masyarakat lokal
dalam pertumbuhan ekonomi setempat karena aktivitas wisata.
f. Menghormati budaya setempat
Budaya masyarakat lokal biasanya unik bagi wisatawan dan seringkali
menjadi bagian dari aktraksi wisata. Budaya itu harus mendapatkan
penghargaan, dihormati, dan dilestarikan agar kontribusinya dalam
konservasi dapat memainkan peran.
g. Mendukung Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi
Hakikatnya, masyarakat lokal adalah orang yang hidup bertahun – tahun
dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Beberapa masyarakat secara
tradisional masih tergantung dengan sumberdaya alam sekitar. Oleh
karena itu, melakukan diskusi dengan masyarakat lokal untuk menetapkan
regulasi bersama menjadi parameter yang tepat untuk menunjang
keberhasilan ekowisata.
2.1.3 Jenis dan Prinsip Ekowisata
Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009, jenis
dan prinsip ekowisata dijabarkan sebagai berikut :
A. Jenis – jenis ekowisata
Ekowisata hutan
Ekowisata bahari
Ekowisata pegunungan
Ekowisata karst
B. Prinsip dalam pengembangan ekowisata, meliputi :
Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata.
Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan
secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata.
Ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan
menjadi penggerak pembangunan ekonomi.
Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah
presepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab,
komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya.
Memberikan kepuasan dan pengalaman pada penunjung.
Partisipasi masyarakat, peran serta masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan
menghormati nilai – nilai sosial budaya dan keagamaan di sekitar
kawasan.
Menampung kearifan lokal.
2.2 Ekowisata Bahari
Ekowisata bahari adalah seluruh kegiatan yang dilakukan untuk
menciptakan kesenangan, tantangan, pengalaman baru yang dilakukan pada
wilayah perairan. Kegiatan wisata ini bukan semata – mata hanya untuk
memperoleh hiburan dari berbagai atraksi dari lingkungan pesisir dan kelautan
tetapi diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk
mengembangkan konservasi lingkungan terkait ekosistem pesisir, sehingga
membentuk kesadaran akan kelestarian lingkungan dimasa yang akan datang
(Gautama, 2011)
Konsep ekowisata bahari didasarkan pada view, keunikan alam,
karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat
sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Wheat (1994),
berpendapat bahwa wisata bahari adalah pasar khusus untuk orang yang sadar
akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. Steele (1993),
menggambarkan kegiatan ecotourism bahari sebagai proses ekonomi yang
memasarkan ekosistem yang menarik dan langka.
Skema konsep ekowisata bahari terlihat pada gambar berikut :
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa output langsung dibedakan
menjadi dua, yaitu output langsung bagi manusia berupa hiburan, pengalaman,
dan pengetahuan, sedangkan output langsung bagi alam adalah adanya insentif
yang dikembalikan untuk mengelola kegiatan konservasi alam. Output tak
langsung yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri wisatawan untuk
memperhatikan prilaku hidup agar tidak berdampak buruk pada alam. Kesadaran
ini tumbuh sebagai kesan mendalam yang diperoleh wisatawan selama
berinteraksi langsung dengan lingkungan alam bahari.
2.3 Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang adalah komunitas unik yang seluruhnya terbentuk dari
aktivitas biologi. Karang merupakan salah satu organisme laut yang tidak
bertulang belakang, berbentuk polip yang berukuran mikroskopis (lihat gambar),
Ekowisata
bahari Input
Alam
Manusia
Output tak
langsung
Output langsung
(konservasi alam)
Output langsung (hiburan, pengalaman,
pengetahuan)
Gambar 1. Skema konsep ekotorisme bahari
namun mampu menyerap kapur dari air laut dan mengendapkannya sehingga
membentuk timbunan kapur yang padat. Klasifikasi karang masuk dalam phylum
Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Scleractina (Kasim, 2011).
Gambar 2. (a) Polip karang; (b) koloni karang; (c) struktur kerangka karang massive
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang dibedakan menjadi tujuh
kategori utama, yaitu : karang bercabang (branching coral), karang masif/padat
(massive coral), karang submasif/semi-padat (submassive coral), karang
jamur/soliter (mushroom coral), karang meja (tabulate coral), karang lembaran
(folious coral), dan karang menjalar (encrusting coral) (Coremap II, 2007).
Terumbu karang tidak bisa hidup pada sembarang tempat. Kondisi alam
yang cocok untuk pertumbuhan karang diantaranya perairan dengan suhu 18 – 30
oC, kedalaman air kurang dari 50 meter, salinitas air laut 30 – 36 per mil (o/oo), laju
sedimentasi relatif rendah dengan perairan relatif jernih, pergerakan arus yang
cukup, dan substrat yang keras. Karang tidak bisa hidup pada air tawar atau muara
(Sukmara et al., 2001).
2.4 Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat
Ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata
yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh masyarakat setempat
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata. Hal
tersebut didasarkan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam dan
budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata. Ekowisata
berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat
setempat dan meningkat perekonomian masyarakat. Peran masyarakat sekitar
bisa menjadi pemandu wisata, penyedia jasa penginapan (homestay), menjual
kerajinan, menjual makanan dan minuman, dan lain – lain. Ekowisata berdampak
positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada
akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar
penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata (WWF,
2009).
Ekowisata merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan.
Pengelolaan ekowisata yang baik akan menghasilkan keuntungan dalam berbagai
aspek. Pelibatan masyarakat dalam ekowisata akan menimbulkan perubahan
prilaku sosial yang didalamnya terdapat kerjasama dan persaingan antar pelaku
wisata. kegiatan ekowisata yang banyak menarik minat wisatawan dapat
membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat
tidak saja mendapatkan pekerjaan dan peningkatan pendapatan, tetapi juga dapat
menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan pariwisata
(Hijriati, 2014).
Menurut WWF (2009), Aspek kunci dalam pengelolaan ekowisata berbasis
masyarakat adalah sebagi berikut :
Masyarakat membentuk lembaga untuk pengelolaan kegiatan ekowisata di
daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi masyarakat.
Prinsip local ownership diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan
prasarana dan prasarana ekowisata.
Pemandu dan penyediaan penginapan (homestay) dari masyarakat sekitar
kawasan.
Perintisan, pengelolaan, dan pemeliharaan obyek wisata menjadi
tanggung jawab masyarakat setempat (termasuk penentuan biaya untuk
wisatawan).
2.5 Daya Dukung Kawasan Ekowisata
Daya dukung merupakan suatu konsep dasar yang dikembangkan untuk
kegiatan pengelolaan sumberdaya alam serta lingkungan yang lestari melalui
ukuran kemampuannya. Konsep ini terutama dikembangkan untuk mencegah
degradasi atau kerusakan sumberdaya alam serta lingkungan. Daya dukung
mampu menciptakan kelestarian alam, keberadaan maupun fungsinya dapat tetap
terwujud dan pada saat bersamaan masyarakat atau pengguna sumberdaya tetap
berada pada kondisi sejahtera. Daya dukung dapat diartikan sebagai suatu
batasan terhadap jumlah kehidupan yang dapat didukung atau ditopang oleh
berbagai habitat (Subur, 2012).
Menurut Dahuri (2008), daya dukung ditentukan oleh kondisi biogeofisik
suatu wilayah serta permintaan manusia akan sumberdaya alam dan jasa
lingkungan, sehingga daya dukung suatu wilayah pesisir dapat diprediksi dengan
jalan menganalisis variabel kondisi biogeofisik yang menyusun kemampuan
wilayah pesisir dalam memproduksi sumberdaya alam maupun jasa lingkungan,
kemudian variabel sosial – ekonomi – budaya yang menentukan kebutuhan
manusia yang tinggal di wilayah pesisir tersebut atau yang tinggal di luar wilayah
pesisir namun berpengaruh terhadap perubahan sumberdaya alam dan jasa
lingkungan di wilayah tersebut.
Daya dukung lingkungan pada area wisata adalah jumlah maksimum yang
dapat diakomodir pada suatu area dengan tidak mempengaruhi atau merusak
lingkungan yang ada dan dapat memberikan suatu kepuasan bagi pengunjung,
juga bagi masyarakat setempat (Libosada, 1998). Daya dukung adalah batas -
batas kehadiran wisatawan dan fasilitas pendukungnya yang belum atau tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan fisik maupun kehidupan masyarakat
sekitar serta wisatawan mendapat kepuasan dari kunjungannya tanpa gangguan
akibat kepadatan pengunjung (Maryadi, 2003). Menurut Wilkinson (1990) dalam
Subur (2012), daya dukung lingkungan terdiri dari empat elemen yaitu (1)
kapasitas fisik, (2) kapasitas lingkungan, (3) kapasitas sosial, (4) kapasitas
fasilitas.
Kegiatan ekowisata adalah kegiatan yang sangat menguntungkan, namun
kegiatan ini juga dapat memberikan konsekuensi negatif yaitu rusaknya
lingkungan. Guna menghindari kerusakan lingkungan akibat ketidaksesuaian
antara jumlah pengunjung per satuan luas per satuan waktu, perlu dilakukan suatu
analisis daya dukung untuk tetap menjaga konservasi (Lascurian 1995 dalam
Subur, 2012).
2.6 Kesesuaian Area Wisata
Kesesuaian lahan dapat didefinisikan sebagai suatu tingkat kecocokan
suatu lahan untuk kepentingan tertentu. Analisis kesesuaian lahan salah satunya
dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kawasan bagi pengembangan wisata. Hal
ini didasarkan pada kemampuan wilayah untuk mendukung kegiatan yang dapat
dilakukan pada kawasan tersebut (Ramadhan et al., 2014).
Dalam pengembangan ekowisata yang bergantung pada ketersediaan
sumberdaya hayati, suatu kawasan sangat ditentukan oleh kesesuaian ekologi.
Kesesuaian ekologi ekowisata bahari adalah suatu kriteria sumberdaya dan
lingkungan yang disyaratkan atau dibutuhkan untuk pengembangan ekowisata
bahari. Kriteria kesesuaian area kawasan untuk setiap jenis wisata berbeda –
beda. Kegiatan wisata snorkling misalnya meliputi data kecerahan perairan,
tutupan karang, jenis life form karang, keragaman jenis ikan karang, kecepatan
arus, dan kedalaman (Yulianda, 2007).
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2017 di Pantai Bangsring,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada 3 stasiun
ekowisata pantai dan 3 stasiun ekowisata terumbu karang yang dianggap mewakili
kondisi Pantai Bangsring secara keseluruhan untuk kegiatan ekowisata bahari.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian 3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Tabel 1. Alat Penelitian dan Fungsinya
No Alat Spesifikasi Satuan Kegunaan
1. Alat tulis - 1 Mencatat hasil penelitian
2. GPS Garmin
GPSmap 78s 1
Menentukan lokasi koordinat
stasiun penelitian
3. Stopwatch - 1 Menghitung waktu pada saat
pengukuran arus
4. Roll Meter - 1 Mengukur lebar pantai dan
pembuatan transek
No Alat Spesifikasi Satuan Kegunaan
5. Current Meter Konvensional
- 1 Mengukur kecepatan arus
6. Thermometer Hg
- 1 Mengukur suhu air laut
7. Refraktometer - 1 Mengukur salinitas air laut
8. DO Meter pHionLab
DO10 1
Mengukur oksigen terlarut
suatu perairan
9. pH Meter pHionLab
DO10 1 Mengukur pH air laut
10. Laptop ASUS A455L Series
1
Menjalankan software yang
digunakan untuk mengolah
data dan pengerjaan skripsi
11. Camera - 1 Mendokumentasikan
kegiatan
12. Kuesioner - 30 Mengetahui persepsi
masyarakat
13. Timba - 1 Wadah air laut 14. Perahu - 1 Akomodasi menuju lokasi
15. Alat Selam Dasar
Cressi 1 Alat bantu pengambilan data di bawah air
16. Akrilik - 1 Alat tulis dalam air 17. Tongkat skala - 2 Kemiringan pantai
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Bahan Penelitian dan Fungsinya
No Bahan Merk Satuan Kegunaan
1. Tisu Paseo 1 gulung Membersihkan alat
2. Air laut - - Media pengukuran
3. Tali rafia - 1 roll Membuat transek
4. Aquades Hydrobath 1,5 l Kalibrasi alat
3.3 Metode
Penelitian ini dilakukan dengan cara survey langsung pada lokasi.
Pengambilan data dilakukan melalui observasi langsung di lapangan, studi
literatur, wawancara serta penyebaran kuesioner. Observasi bertujuan
mengidentifikasi permasalahan sebagai dasar kerangka penelitian, selanjutnya
dilakukan studi literatur berupa pengumpulan data yang berhubungan dengan
objek dan topik penelitian.
3.4 Jenis dan Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
skunder. Data primer diperoleh langsung dilapangan dan data skunder dari studi
literatur. Berikut adalah tabel data dalam penelitian ini :
Tabel 3. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
No Komponen
Data
Jenis Data Sumber
Data
Teknik Pengambilan
Data Primer Skunder
1
Keadaan Lokasi
Batas administratif dan luas wilayah
√ Kantor Desa Bangsring
Studi pustaka dan wawancara
Topografi √ Kantor Desa Bangsring
Studi pustaka dan wawancara
Sarana dan prasarana
√ Pihak pengelola
Observasi, Wawancara
Sosial, Ekonomi, dan Budaya
√ √
Masyarakat dan Kantor Desa Bangsring
Kuesioner, Wawancara
2
Sumberdaya Manusia
Karakteristik dan Persepsi Masyarakat
√ Responden masyarakat sekitar
Kuesioner, Wawancara
Karakteristik dan Persepsi Wisatawan
√ Responden wisatawan
Kuesioner, Wawancara
Pihak pengelola √ Responden pihak pengelola
Wawancara
3 Terumbu Karang
√ Lapangan LIT
4 Kesesuaian Wisata Bahari
√ Lapangan Observasi dan pengamatan
5 Data Ikan √ Penelitian terdahulu
Studi Pustaka
6 Daya Dukung Kawasan
√ Lapangan Observasi dan pengamatan
7 Pengelolaan Ekowisata
√
Lapangan, pihak pengelola, Kantor Desa Bangsring
Observasi, Wawancara
3.5 Prosedur Penelitian
Berikut adalah prosedur penelitian dalam penyusunan skripsi ini :
Survey lokasi
Penentuan lokasi stasiun
Pengambilan data IKW dan DDK
Wawancara dan penyebaran kuesioner
Analisis IKW dan DDK
Analisis data primer Analisis data skunder
Kondisi
kawasan
dan potensi
Persepsi
masyarakat
dan wisatawan
Pengelolaan
berbasis
masyarakat Studi literatur
Olah Data
Hasil
Gambar 2. Prosedur alur penelitian
3.6 Analisis Data
Analisis data yang digunakan meliputi analisis deskriptif, kualitas perairan,
kesesuaian wisata, daya dukung kawasan, dan analisis SWOT pengelolaan
ekowisata berbasis masyarakat. Hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan
disajikan untuk menyampaikan informasi penting terkait penelitian yang dilakukan..
3.6.1 Analisis Deskriptif
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik, diagram, dan dalam bentuk uraian. Penyajian data secara visual dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas dan terperinci.
3.6.2 Analisis Data Kualitas Perairan
Analisis terhadap sampel air laut dilakukan secara in situ. Hasil dari
pengukuran dibandingkan dengan baku mutu kualitas air laut untuk wisata bahari
berdasarkan Keputusan Menteri LH No.51 Tahun 2004.
Tabel 4. Baku Mutu Kualitas Air Laut untuk Wisata Bahari
No Parameter Satuan Baku Mutu
FISIKA 1 Kedalaman Meter Tidak tercantum 2 Kecerahan1 Meter >6 3 Suhu2 0C Alami a(2) 4 Warna Pt.Co 30 5 Bau - Tidak berbau (b) 6 Sampah - Nihil (b) 7 Lapisan minyak - Nihil (b) KIMIA 1 pH3 - 7 – 8,5 (3) 2 Salinitas4 0/00 Alami a(4) 3 Oksigen terlarut
(DO) mg/l >5
Sumber : Menteri Lingkungan Hidup (2004)
Keterangan :
a. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat
(siang, malam, dan musim)
b. Pengamatan oleh manusia (visual), untuk lapisan minyak yang diacu
adalah lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm
1) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman
euphotic
2) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <20C dari suhu alami
3) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
4) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salitias rata – rata
musiman
5) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata –
rata musiman
3.6.3 Analisis Persentase Penutupan Karang Hidup
Data kondisi ekosistem terumbu karang diambil menggunakan metode
Line Intercept Transect (LIT) berdasarkan English et al., (1994). Metode ini
menggunakan line transect yang direntangkan sepanjang 50 m sejajar dengan
garis pantai pada kawasan reef slope. Pada pengamatan terumbu karang, metode
ini digunakan untuk mengetahui estimasi penutupan karang hidup, karang mati,
substrat dasar perairan dan biota asosiasi karang. Selain itu, metode ini juga dapat
digunakan untuk menentukan kelimpahan relatif dan keragaman life form karang
(Rogers, Garrison, Grober, Hillis, & Franke, 1994). Data tutupan karang diperoleh
dengan menghitung presentase life form karang yang terlewati oleh belt transect
yang dibentangkan. Metode penempatan transek dijelaskan pada gambar 5. Hasil
pengamatan dari metode ini meliputi kondisi penutupan dan kelimpahan terumbu
karang, tingkat pemutihan (bleaching) dan kematian (mortalitas) terumbu karang.
Gambar 3. Skema penempatan transek LIT
Persentase penutupan karang hidup dapat diperoleh menggunakan rumus:
L = ∑ 𝑳𝒊
𝑵 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
Dimana :
L = Persentase penutupan karang
Li = Panjang total setiap kategori penutupan karang
N = Panjang total transek
Data yang diperoleh kemudian dijumlah untuk mendapatkan panjang total
dari seluruh kategori penutupan karang dan dimasukkan kedalam kriteria kondisi
penutupan karang menurut KEPMEN LH No. 4 Tahun 2001 mengenai Kriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang untuk mengetahui kondisi terumbu karang pada
kawasan kajian berada dalam kondisi baik atau sudah rusak.
Tabel 5. Kriteria baku kerusakan terumbu karang
PARAMETER KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG
(dalam %)
Persentase luas tutupan terumbu
karang yang hidup
Rusak Buruk 0 – 24,9
Sedang 25 – 49,9
Baik Baik 50 – 74,9
Baik sekali 75 – 100
(Kepmen LH No. 4, 2001)
3.6.4 Analisis Kesesuaian Ekowisata
Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian
kawasan untuk wisata. Hal ini didasarkan pada kemampuan wilayah untuk
mendukung kegiatan yang dilakukan pada kawasan tersebut. Rumus yang
digunakan untuk kesesuaian wisata bahari adalah (Yulianda, 2007) :
IKW = ∑[𝑵𝒊
𝑵𝒎𝒂𝒌𝒔] 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
Dimana : IKW = Indeks Kesesuaian Wisata Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor) Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata
Perhitungan dalam analisis kesesuaian lahan didasarkan pada beberapa
parameter yang merupakan faktor pendukung terhadap kegiatan yang dilakukan
pada wilayah yang disediakan. Masing-masing parameter tersebut memiliki bobot
penilaian berdasarkan tingkat kepentingannya untuk mendukung kegiatan yang
dapat dilakukan, sedangkan skor penilaian merupakan klasifikasi yang diperoleh
dari hasil pengamatan kondisi di lapangan. Nilai dari setiap parameter merupakan
hasil perkalian dari bobot dan skor, kemudian dijumlahkan nilai dari seluruh
parameter. Penentuan kesesuaian kawasan dilihat berdasarkan persentase
kesesuaian, yang diperoleh dari perbandingan antara jumlah nilai dari seluruh
parameter sesuai pengamatan di lapangan dengan nilai maksimum yang mungkin
diperoleh.
Kelas kesesuaian kawasan terbagi dalam 4 golongan, yaitu sangat sesuai
(S1) dengan nilai 83 - 100%, sesuai (S2) dengan nilai 50 - <83%, sesuai bersyarat
(S3) dengan nilai 17 - <50%, dan tidak sesuai (N) dengan nilai <17%. Kategori
sangat sesuai (S1) menunjukkan bahwa tidak ada faktor yang menjadi pembatas
bagi kesesuaian kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan wisata. Termasuk
dalam kategori sesuai (S2) jika terdapat beberapa faktor sedikit berpengaruh dan
menjadi faktor pembatas bagi kesesuaian kawasan untuk dijadikan sebagai
kawasan wisata. Kategori sesuai bersyarat (S3) menunjukkan bahwa terdapat
faktor yang berpengaruh nyata dan menghambat kesesuaian kawasan untuk
dijadikan sebagai kawasan wisata, sehingga diperlukan upaya dalam pemulihan
kondisi faktor tersebut. Sementara itu, kategori N menunjukkan adanya faktor-
faktor yang menjadi pembatas tetap sehingga menghambat kesesuaian kawasan
yang disediakan untuk dijadikan kawasan wisata.
3.6.5 Analisis Kesesuaian Ekowisata Pantai
Kesesuaian ekowisata pantai disusun berdasarkan kepentingan setiap
parameter untuk mendukung kegiatan wisata pantai. Kesesuaian lahan untuk
ekowisata pantai mempertimbangkan 10 parameter, diantaranya kedalaman
perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus,
kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air
tawar. Hal ini bisa dilihat pada tabel 6. Hasil presentase kesesuaian yang diperoleh
dari perhitungan dikategorikan dalam klasifikasi penilaian, dimana ada 4 klasifikasi
terdiri dari kategori S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3 (sesuai bersyarat), dan N
(tidak sesuai).
Tabel 6. Tabel Matriks Kesesuaian untuk Ekowisata Pantai
No
Parameter
Bobot
Kategori S1
Skor
Kategori S2
Skor
Kategori S3
Skor
Kategori N
Skor
1 Kedalaman Perairan (m)
5 0 – 3 3 >3 - 6 2 >6 - 10 1 >10 0
2 Tipe pantai 5 Pasir putih 3 Pasir putih, sedikit karang
2 Pasir hitam berkarang, sedikit terjal
1 Lumpur, berbatu, terjal
0
3 Lebar pantai (m)
5 >15 3 10 - 15 2 3 - <10 1 <3 0
4 Material dasar perairan
3 Pasir 3 Karang berpasir
2 Pasir berlumpur
1 Lumpur 0
5 Kecepatan arus (m/s)
3 0 - 0,17 3 0,17 - 0,34 2 0,34 - 0,51 1 >0,51 0
6 Kemiringan pantai (0)
3 <10 3 10 - 25 2 >25 - 45 1 >45 0
7 Kecerahan perairan
1 >10 3 >5 - 10 2 3 -5 1 <2 0
8 Penutupan lahan pantai
1 Kelapa, lahan terbuka
3
Semak belukar rendah, savana
2 Belukar tinggi
1
Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan
0
9 Biota berbahaya
1 Tidak ada 3 Bulu babi 2 Bulu babi, ikan pari
1 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu
0
10 Ketersediaan air bersih
1 <0,5 (km) 3 >0,5 - 1 (km)
2 >1 - 2 (km) 1 >2 (km) 0
Sumber : Yulianda (2007) Dimana : Jumlah = skor x bobot Nilai maksimum = 84 3.6.6 Analisis Kesesuaian Ekowisata Snorkling dan Diving
Matriks kesesuaian untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkling dan
diving disusun berdasarkan kepentingan setiap parameter untuk mendukung
kegiatan snorkling dan diving pada kawasan penelitian. Kesesuaian wisata bahari
kategori wisata snorkling mempertimbangkan 7 parameter antara lain kecerahan
perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jumlah jenis ikan karang,
kecepatan arus, kedalaman terumbu karang, dan lebar hamparan datar karang.
Sedangkan kategori wisata diving mempertimbangkan 6 parameter yaitu
kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jumlah jenis ikan
karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang.
Keterangan dari setiap parameter dapat dilihat lebih terperinci pada Tabel
7 dan 8. Hasil persentase kesesuaian yang diperoleh dari perhitungan
dikategorikan dalam klasifikasi penilaian. Klasifikasi penilaiannya terdiri dari
kategori S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3 (sesuai bersyarat), dan kategori N
(tidak sesuai). Berdasarkan kategori kesesuaiannya maka dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan bagi arahan pengembangan kawasan untuk wisata
bahari.
Tabel 7. Matriks Kesesuaian untuk Ekowisata Bahari Kategori Snorkling
No
Parameter
Bobot
Kategori S1
Skor
Kategori S2
Skor
Kategori S3
Skor
Kategori N
Skor
1 Kecerahan perairan (%)
5 100 3 80 - <100 2 20 - <50 1 <20 0
2 Tutupan karang (%)
5 >75 3 >50 - 75 2 25 - 50 1 <25 0
3 Jenis life form
3 >12 3 <7 - 12 2 4 - 7 1 <4 0
4 Jenis ikan karang
3 >50 3 30 - 50 2 10 - <30 1 <10 0
5 Kecepatan arus (cm/s)
1 0 – 15 3 >15 - 30 2 >30 - 50 1 >50 0
6 Kedalaman karang (m)
1 1 – 3 3 >3 - 6 2 >6 - 10 1 >10 0
7 Lebar hamparan karang (m)
1 >500 3 >100 -
500 2 20 - 100 1 <20 0
Sumber : Yulianda (2007) Dimana : Jumlah = skor x bobot Nilai maksimum = 57 Tabel 8. Matriks Kesesuaian untuk Ekowisata Bahari Kategori Diving
No
Parameter
Bobot
Kategori S1
Skor
Kategori S2
Skor
Kategori S3
Skor
Kategori N
Skor
1 Kecerahan perairan (%)
5 >80 3 50 - 80 2 20 - <50 1 <20 0
2 Tutupan karang (%)
5 >75 3 >50 - 75 2 25 - 50 1 <25 0
3 Jenis life form
3 >12 3 >7 - 12 2 4 - 7 1 <4 0
4 Jenis ikan karang
3 >100 3 50 - 100 2 20 - <50 1 <20 0
5 Kecepatan arus (cm/s)
1 0 – 15 3 >15 – 30 2 >30 - 50 1 >50 0
6 Kedalaman karang (m)
1 6 – 15 3 >15 - 20 2 >20 - 30 1 >30 0
Sumber : Yulianda (2007)
Dimana : Jumlah = skor x bobot Nilai maksimum = 54 3.6.7 Analisis Daya Dukung Kawasan
Alam mempunyai kemampuan untuk mentolerir gangguan atau tekanan
dari manusia dalam jumlah tertentu dan dapat memulihkan diri secara alami.
Namun, jika gangguan tersebut dalam jumlah yang besar maka dapat terjadi
kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, dalam pengembangan kegiatan wisata
hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Analisis
daya dukung diperlukan dalam pengembangan ekowisata bahari dengan
memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil secara
optimal dan lestari (Pragawati, 2009).
Daya Dukung Kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang
secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu
tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK
diperoleh dengan perhitungan sesuai dengan rumus (Yulianda, 2007) :
DDK = K x 𝐿𝑝
𝐿𝑡×
𝑊𝑡
𝑊𝑝
Dimana : DDK : Daya Dukung Kawasan K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp : Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt : Unit area untuk kategori tertentu Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
Daya Dukung Kawasan hendaknya disesuaikan dengan karakteristik
sumberdaya dan peruntukannya. Oleh karena itu, diperlukan informasi tentang
kondisi sumberdaya agar kelestariannya tetap dapat dipertahankan. Sementara
itu, kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang
horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh
pengunjung lainnya. Daya Dukung Kawasan dijelaskan pada Tabel 9 berikut :
Tabel 9. Tabel Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt)
Jenis Kegiatan ∑ Pengunjung
(K) Unit area (Lt) Keterangan
Snorkling 1 100 m2 Setiap 1 org dalam 50 m x 2 m
Diving 1 250 m2 Setiap 1 org dalam 50 m x 5 m
Wisata Pantai 1 50 m2 1 orang setiap 50 m panjang pantai
Sumber : Data diolah (2017)
Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu
yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu
pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt).
Waktu kawasan adalah lama waktu area dibuka dalam satu hari dan rata – rata
waktu kerja sekitar 8 jam, lihat Tabel 10.
Tabel 10. Prediksi Waktu yang Dibutuhkan untuk Setiap Kegiatan Wisata
No Kegiatan Waktu yang
dibutuhkan (Wp) - jam
Total waktu 1 hari (Wt) - jam
1 Snorkling 2 8
2 Diving 2 8
3 Wisata pantai 3 8
Sumber : Data diolah (2017) 3.6.8 Analisis SWOT
Analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat) merupakan
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk menentukan strategi alternaif
pengembangan yang paling tepat dilaksanakan. Analisis ini didasarkan pada faktor
internal dan eksternal untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta dapat
meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rangkuti, 2003).
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif
dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif adalah analisis yang dilakukan
terhadap faktor-faktor internal dan faktor eksternal, sedangkan analisis secara
kuantitatif dilakukan dengan pembobotan dan pemberian rating. Kerangka kerja
dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT yang pertama adalah
identifikasi faktor internal dan eksternal kemudian menentukan skor dari setiap
variabel; ke dua yaitu membuat matriks SWOT berdasarkan variabel pada faktor-
faktor internal dan eksternal yang diperoleh; dan ke tiga adalah membuat tabel
peringkat alternatif strategi.
3.6.7.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal
Identifikasi dalam SWOT terdiri dari Internal Factor Analysis Summary
(IFAS) dilakukan untuk mengetahui faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan
serta Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS) untuk mengetahui faktor
peluang dan ancaman. Penentuan tingkat kepentingan masing – masing faktor
dimulai dari 4 sampai dengan 1 berdasarkan pengaruh faktor pengelolaan
ekowisata bahari berbasis masyarakat di Pantai Bangsring. Semua variabel yang
termasuk kategori kekuatan dan peluang diberi nilai mulai dari 1 (tidak penting)
sampai dengan 4 (sangat penting), dan sebaliknya jika kelemahan dan ancaman
yang dimiliki sangat berarti nilainya adalah 1, dan jika kelemahan dan ancaman
yang dimiliki hanya sedikit pengaruhnya maka nilainya adalah 4 (Pragawati, 2009).
Tahap selanjutnya, menentukan bobot dari setiap parameter dengan
jumlah seluruh bobot sebesar 1,0. Penentuan bobot setiap faktor menggunakan
skala 1,2,3, dan 4 yaitu :
1. Jika indikator horizontal kurang penting dibandingkan indikator vertikal
2. Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal
3. Jika indikator horizontal lebih penting dibandingkan indikator vertikal
4. Jika indikator horizontal sangat penting dibandingkan indikator vertikal
Skor masing – masing dari setiap parameter diperoleh dengan mengalikan
antara bobot dengan tingkat kepentingan setiap faktor internal dan eksternal.
Setelah itu, menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total.
3.6.7.2 Pembuatan Matriks SWOT
Matriks SWOT adalah suatu metode yang dapat menghubungkan
kekuatan dan kelemahan sebagai faktor internal dipadukan dengan peluang dan
ancaman sebagai faktor eksternal. Hubungan dari faktor internal dan eksternal
menghasilkan 4 alternatif strategi pengelolaan Pantai Bangsring yang ditunjukkan
pada tabel 11.
Tabel 11. Matriks SWOT
IF EF
S S1, S2, S3, .....
W W1, W2, W3, .....
O O1, O2, O3, .....
Strategi S – O (menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang)
Strategi W – O (meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang)
T T1, T2, T3, .....
Strategi S – T (menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman)
Strategi W – T (meminimalkan kelemahan
dan menghindari ancaman)
3.6.7.3 Penentuan Peringkat Alternatif Strategi Pengelolaan
Penentuan prioritas dari strategi yang dihasilkan dilakukan dengan
memperhatikan faktor – faktor yang saling terkait. Jumlah dari skor pembobotan
menentukan peringkat atau prioritas strategi dalam pengelolaan ekowisata bahari
di Pantai Bangsring. Jumlah skor diperoleh dari penjumlahan semua skor di
setiap faktor – faktor strategis yang terkait. Peringkat strategi pengelolaan akan
ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai terkecil dari semua
strategi yang ada.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi
4.1.1 Letak Geografis dan Administratif
Pantai Bangsring terletak di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo,
Kabupaten Banyuwangi. Secara geografis Desa Bangsring terletak pada koordinat
antara 135, dengan 6 Km atau 1.558.377 yang memiliki luas wilayah 843.796,3
ha/m2. Desa Bangsring termasuk dataran rendah dengan tinggi diatas permukaan
laut 37 mdpl. Desa Bangsring berbatasan langsung dengan :
Sebelah utara : Desa Bengkak
Sebelah timur : Selat Bali
Sebelah selatan : Desa Ketapang
Sebelah barat : Hutan Perhutani / Kab. Bondowoso
Secara administratif Desa Bangsring terdiri dari 3 Dusun, yaitu Dusun
Krajan 1, Dusun Krajan 2, dan Dusun Paras Putih dengan rincian 11 Rukun Warga
(RW) dan 40 Rukun Tetangga (RT) yang memiliki jumlah penduduk sebanyak
5.192 jiwa.
4.1.2 Profil Pantai Bangsring
Pantai Bangsring adalah kawasan konservasi terumbu karang yang
memiliki status sebagai kawasan perlindungan laut (Marine Protected Area).
Kawasan perlindungan laut di Pantai Bangsring ditetapkan melalui PERDES
Bangsring NO. 02/429.205.01/2009 Tahun 2009 tentang Zona Perlindungan
Bersama (ZPB). Kawasan ini memiliki zona inti seluas 1 ha dengan zona
pendukung seluas 14 ha yang berada disekitarnya, sehingga keseluruhan ZPB
memiliki luas total sekitar 15 ha. Saat ini Pantai Bangsring dikelola oleh kelompok
nelayan setempat, yaitu Kelompok Nelayan Ikan Hias – Samudera Bakti (KNIH –
SB).
Akses menuju Pantai Bangsring dapat ditempuh melalui beberapa jalur.
Jalur jalan raya Situbondo – Banyuwangi dari Kota Banyuwangi yang kira – kira
berjarak sekitar 20 Km dan dapat ditempuh selama 30 menit. Dari Surabaya,
Pantai Bangsring juga dapat ditempuh melalui jalan provinsi pantai utara dengan
jarak tempuh sekitar 277 Km dengan estimasi perjalanan selama 6 - 7 jam,
sementara jika ditempuh dengan jalur udara, kawasan ini dapat ditempuh dengan
pesawat dari Bandara Juanda – Blimbingsari dengan estimasi perjalanan selama
50 menit, kemudian dari Bandara Blimbingsari dilanjutkan perjalanan darat ke
Pantai Bangsring selama 1 jam.
Pantai Bangsring awalnya sebagai tempat nelayan mencari ikan hias
karena memang mayoritas nelayan di Desa Bangsring berprofesi sebagai nelayan
ikan hias. Pada tahun 2014 Pantai Bangsring dimanfaatkan untuk kegiatan
ekowisata yang diberinama Bangsring Underwater (Bunder). Kegiatan
penangkapan ikan hias di Pantai Bangsring mulai berkurang semenjak pantai ini
dijadikan sebagai tempat ekowisata. Para nelayan yang melakukan kegiatan
penangkapan umumnya akan bekerja diluar Zona Perlindungan Bersama (ZPB),
seperti di Watu Dodol, Kampe, Bengkak, Baluran, hingga ke Pulau Tabuhan.
Begitu pula halnya dengan kegiatan penangkapan ikan konsumsi. Sebagian
nelayan juga ada yang bekerja pada tempat ekowisata yang ada disana.
Gambar 1. Penetapan Kawasan Pantai Bangsring menjadi ZPB
4.1.3 Potensi Pantai Bangsring
Potensi wisata yang dimiliki Pantai Bangsring yaitu ekosistem terumbu
karang dan wisata pantai. Potensi lain yang terdapat di Pantai Bangsring yaitu
adanya rumah apung dan fish apartment. Keberadaan rumah apung dan fish
apartment menjadi daya tarik tersendiri untuk wisata snorkling dan diving.
Gambar 2. Potensi Wisata Bawah Laut Bangsring Pantai Bangsring memiliki tipe pantai yang landai dengan pasir pantai
warna hitam sedikit berkarang. Vegetasi tanaman di Pantai Bangsring ditutupi oleh
cemara udang yang memang sengaja ditanam oleh pihak pengelola ekowisata.
Selain itu, dibagian utara kawasan terdapat tumbuhan menjalar.
Gambar 3. Potensi Wisata Pantai
4.1.4 Sarana dan Prasarana Pantai Bangsring
Kegiatan ekowisata akan berjalan dengan baik apabila dilengkapi dengan
sarana dan prasana sebagai penunjang wisata. Berikut adalah sarana dan
prasarana yang ada di Pantai Bangsring :
Tabel 1. Sarana dan Prasarana di Pantai Bangsring
No Jenis Keterangan
Fasilitas umum
1 Loket Tempat sewa alat dan pembelian tiket menyabrang ke rumah apung
2 Parkiran Lahan seluas 400 x 300 m2 3 Kamar mandi 36 unit 4 Musholla 1 buah 5 Gazebo 15 unit 6 Rumah baca 1 ruang dan kawasan area 7 Warung makan 6 unit 8 Listrik - 9 Taman bermain Edukasi wisatawan (anak – anak)
10 Penitipan barang Bisa di loket, warung, dan ruang khusus (gratis)
11 Dermaga Penyebrangan ke rumah apung Alat penunjang wisata
1 Alat selam dasar (snorkle, masker, fin)
266 snorkle dan masker, fin 10 buah
2 Set scuba diving 3 buah BCD, 4 buah tabung, 3 buah wetsuit
3 Life jacket 250 buah 4 Katamaran (ke rumah apung) 4 buah 5 Perahu (ke tabuhan) 23 unit 6 Banana boat 1 buah 7 Speed boat 1 buah 8 Kano 7 unit
9 Keramba Jaring Apung (KJA) Tempat penangkaran ikan hiu dan budidaya ikan
Atraksi wisata 1 Rumah apung Gratis
2 Snorkling dan diving Sewa alat snorkling Rp. 35.000,- dan diving Rp. 400.000,-
3 Penangkaran hiu Gratis 4 Rekreasi pantai Gratis
5 Trip ke Pulau Tabuhan dan Menjangan
Tabuhan 500 ribu / kapal, Menjangan 1,8 juta / kapal
6 Bermain kano Disewakan Rp. 20.000,- sampai Rp. 35.000,-
7 Bermain speed boat Disewakan Rp. 150.000,- 8 Bermain banana boat Disewakan Rp. 150.000,- 9 Memberi makan ikan Gratis
4.2 Kondisi Sosial, Budaya, Ekonomi
Secara demografi jumlah penduduk di Pantai Bangsring sekitar 5.192 jiwa
yang tersebar pada 3 dusun. Persebaran penduduk paling besar yaitu pada Dusun
Krajan I sebesar 2.596 jiwa, Dusun Paras Putih sebesar 1.396 jiwa, dan Dusun
Krajan II sebesar 1.200 jiwa. Berdasarkan pengelompokan umur penduduk di
Desa Bangsring pada tabel 13 berikut :
Tabel 2. Penduduk Desa Bangsring Berdasarkan Pengelompokan Umur
Kelompok Usia (th) Jumlah Penduduk (jiwa) Prosentase (%)
0 - 18 1.536 29,63
19 - 56 2.890 55,76
>56 757 14,61
Sebagian besar penduduk di Desa Bangsring berada pada usia produktif
(19 – 56 th) yaitu sebesar 2.890 jiwa atau 55,76 % dengan jumlah penduduk usia
muda (0 – 18 th) sebesar 1.536 jiwa atau 29,63 %, dan penduduk usia tua sebesar
757 jiwa atau 14,61 %.
Penduduk Desa Bangsring yang sebagian besar beretnis Madura
mayoritas memeluk agama islam, agama lain yang ada disana yaitu Kristen,
Hindu, dan Budha. Meskipun sebagian besar masyarakatnya beragama islam,
kerukunan antar umat beragama terjalin dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan
kegiatan sosial yang dilakukan dengan melibatkan semua masyarakat. Misalnya,
Serangkaian lomba yang diadakan saat hari kemerdekaan (lomba kano, perahu
mini, gerak jalan) selain itu masyarakat di Desa Bangsring kerap mengadakan
kumpul rutin dua minggu sekali (khususnya nelayan) untuk mempererat
persaudaraan.
Mayoritas penduduk Desa Bangsring bermata pencaharian sebagai petani
dan nelayan, petani sebesar 1.614 jiwa, buruh tani sebesar 1.276 jiwa, dan
nelayan sebesar 449 jiwa, sisanya sebagai PNS, pedagang, peternak,
wiwaswasta, pekerja serabutan, dan pengangguran. Berdasarkan data mata
pencaharian terlihat bahwa sektor pertanian menjadi penggerak utama dan sektor
perikanan sebagai pendukung dalam menunjang perekonomian.
Potensi sumberdaya alam laut yang dimiliki Bangsring yaitu ikan hias dan
terumbu karang. Beraneka ragam spesies ikan hias dan karang ada di laut
Bangsring. Sebelum tahun 2008 penangkapan ikan hias besar – besaran
dilakukan oleh nelayan setempat, sehingga hal ini menyebabkan kerusakan pada
ekosistem terumbu karang. Penyebabnya, penangkapan yang tidak ramah
lingkungan, seperti menggunakan bom dan potasium. Pada tahun 2008,
terbentuklah Kelompok Nelayan Ikan Hias – Samudera Bakti (KNIH – SB) yang
kemudian mengadakan pertemuan, sosialisasi, dan pembinaan pada nelayan
setempat mengenai bahaya menggunakan bom dan potasium untuk menangkap
ikan hias. Selain itu, KNIH – SB aktif dalam perbaikan ekosistem terumbu karang
yang rusak. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya Pantai Bangsring sebagai
kawasan ekowisata pada tahun 2014 hingga kini.
4.3 Persepsi Masyarakat dan Wisatawan terhadap Pantai Bangsring
4.3.1 Persepsi Masyarakat Lokal
Responden masyarakat lokal dalam penelitian sebanyak 30 orang yang
tersebar pada Dusun Krajan 1, dimana Dusun Krajan 1 merupakan letak Pantai
Bangsring. Responden yang dipilih terdiri atas tokoh masyarakat, pelajar, petani,
nelayan, pedagang, dan pegawai swasta atau pemerintahan. Dari 30 responden
tersebut 24 berjenis kelamin laki – laki dan 6 berjenis kelamin perempuan.
Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada gambar 9
berikut :
Gambar 4. Pesentase kelompok usia masyarakat
13%
33%27%
27% 0 - 20 th
21 - 30 th
31 - 40 th
>41
Kelompok usia responden sebagian besar berada pada usia produktif,
yaitu usia 21 – 30 tahun sebesar 33%, usia 31 – 40 tahun sebesar 27%, dan usia
diatas 41 tahun sebesar 27%, sisanya berada pada kisaran usia 0 – 20 tahun
sebesar 13%. Secara demografi masyarakat di Pantai Bangsring didominasi oleh
usia muda, namun hal ini tidak sebanding dengan kualitas sumberdaya manusia
yang terlihat dari tingkat pendidikannya. Berikut adalah karakteristik tingkat
pendidikan masyarakat di Pantai Bangsring :
Gambar 5. Persentase tingkat pendidikan masyarakat
Tingkat pendidikan masyarakat di Pantai Bangsring tergolong rendah,
dimana sebagian besar hanya lulusan SD, yaitu sebesar 47 %. Masing – masing
hanya 3 % yang mempunyai ijazah Diploma dan Sarjana. Sebesar 27 % berhasil
menamatkan pendidikan SMP dan 20 % pendidikan tingkat SMA. Hal ini
dikarenakan oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan.
Masyarakat di sekitar Pantai Bangsring lebih memilih bekerja daripada
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Gambar 6. Persentase mata pencaharian masyarakat
47%
27%
20%
3% 3%SD
SMP
SMA
Diploma
Sarjana
23%
26%17%
17%
17%Petani
Nelayan
Wiraswasta
Pedagang
Lain - lain
Mata pencaharian masyarakat di Pantai Bangsring sebagian besar sebagai
nelayan dan petani yaitu sebesar 26 % dan 23 %. Seiring dengan adanya
ekowisata mulai ramai pedagang disekitar Pantai, yaitu sebesar 17 %, 17 %
sebagai wiraswasta dan pekerjaan lainnya sebesar 17 %. Mata pencaharian
berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Berikut adalah
diagram pendapatan masyarakat :
Gambar 7. Persentase pendapatan per bulan masyarakat
Sebagian besar pendapatan responden masyarakat disekitar kawasan
Pantai Bangsring rata – rata per bulannya mencapai Rp. 500.000,- sampai Rp.
1.000.000,- sebesar 50 %. Masyarakat berpendapatan Rp. 500.000,- sebesar 30
%, pendapatan Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 3.000.000,- sebesar 17 %, dan
pendapatan Rp. 3.000.000,- sampai Rp. 5.000.000,- sebesar 3 %. Berdasarkan
data responden pendapatan masyarakat lokal di kawasan Pantai Bangsring masih
tergolong rendah. Adanya kawasan ekowisata diharapkan mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat sekitar.
Masyarakat lokal mempunyai peranan penting dalam pengelolaan
ekowisata di Pantai Bangsring. Dalam pengelolaan ekowisata peran serta
masyarakat mendapat prioritas atau dipertimbangkan dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan, maupun sampai tahap pengawasan, sehingga pemberdayaan
masyarakat lokal dalam pembangunan aspek ekowisata dapat diwujudkan. Berikut
adalah persepsi masyarakat terhadap ekowisata Pantai Bangsring.
30%
50%
17%
3% 0% <500 rb
500rb – 1 juta
1 juta – 3 juta
3 juta – 5 juta
>5 juta
Gambar 8. Distribusi persepsi masyarakat lokal
Berdasarkan gambar 13 diatas, keberadaan terumbu karang dan
keanekaragaman ikan hias merupakan potensi yang menarik untuk
dikembangkan. Persepsi masyarakat terhadap keindahan terumbu karang di
Pantai Bangsring sebesar 53 % menjawab setuju, sedangkan untuk keragaman
ikan sebesar 46 % setuju dan 46 % sangat setuju. Hal ini penting bagi pihak
pengelola untuk melibatkan masyarakat dalam pelestarian ekowisata di Pantai
Bangsring untuk menjaga potensi terumbu karang dan ikan agar tetap terjaga.
Pengembangan homestay dengan memanfaatkan rumah penduduk
mendapat tanggapan baik dari masyarakat, walaupun ada juga yang ragu.
Sebanyak 50 % masyarakat lokal setuju, 30 % sangat setuju, dan hanya 20 %
yang ragu. Masyarakat yang ragu tersebut alasannya, karena mereka
beranggapan rumahnya kurang layak untuk dijadikan homestay bagi wisatawan.
Namun, dilain sisi sebagian besar masyarakat beranggapan dioptimalkannya
rumah masyarakat sebagai homestay, maka tidak perlu lagi dibangun villa yang
memerlukan banyak lahan, selain itu adanya homestay juga akan memberikan
dampak positif bagi masyarakat sekitar.
0
10
20
30
40
50
60
Terumbukarang
Ikanberagam
Pelestarianekowisata
Pelibatanmasyarakat
Homestay Pendidikandan
pelatihan
0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0
13.33
6.67
03.33
2016.67
53.33
46.67 46.67
60
50
56.67
33.33
46.67
53.33
36.67
3026.67
Persentase
Sangat tidak setuju Tidak setuju Ragu Setuju Sangat setuju
Adanya peran aktif dari masyarakat lokal dalam pengelolaan wisata, maka
masyarakat dapat menikmati pendapatan langsung dari sumberdaya alam mereka
sendiri. Hai ini akan menimbulkan rasa saling memiliki untuk menjaga dan
melestarikan sumberdaya alam yang telah memberikan mereka penghidupan,
sehingga akan tercipta wisata yang berkelanjutan. Berdasarkan tabel diatas,
sebanyak 60 % merespon setuju untuk pelibatan masyarakat lokal dalam
pengelolaan.
Menyikapi pernyataan tentang diadakannya pendidikan dan pelatihan bagi
masyarakat sebgai persiapan tenaga kerja di bidang pariwisata disambut baik oleh
masyarakat. Sebanyak 56 setuju dan 26 sangat setuju, alasan diadakannya
pendidikan dan pelatihan guna memberikan bekal pengetahuan bagi masyarakat
di bidang pariwisata, seperti penyambutan wisatawan, pelatihan bahasa, dan
pembuatan souvenir untuk dijadikan cindermata.
4.3.2 Persepsi Wisatawan
Selain masyarakat, wisatawan memegang peranan penting dalam
pengelolaan ekowisata di Pantai Bangsring. Masukan dari wisatawan nantinya
akan berguna dalam pengelolaan maupun pengembangan ekowisata
kedepannya. Berdasarkan gambar 14, didapatkan karakteristik wisatawan yang
berjumlah 30 responden dengan jenis kelamin laki – laki sebanyak 50 % dan jenis
kelamin perempuan sebanyak 50 %. Berikut karakteristik usia responden:
Gambar 9. Persentase kelompok usia wisatawan
20%
43%
10%
27%0 – 20 th
21 – 30
31 - 40
>41
Wisatawan yang berkunjung ke Pantai Bangsring usianya beragam. Hal ini
menunjukkan wisata Pantai Bangsring diminati oleh kalangan anak – anak,
pemuda, dan orang dewasa. Motivasi kedatangan wisatawan dapat dilihat pada
gambar dibawah.
Gambar 10. Persentase motivasi kedatangan wisatawan ke Pantai Bangsring
Kedatangan wisatawan ke Pantai Bangsring sebagian besar untuk liburan,
yaitu sebanyak 77 % dan sisanya untuk kegiatan penelitian. Wisatawan yang
berkunjung ke Pantai Bangsring kebanyakan untuk pertama kalinya, namun tak
sedikit juga yang telah mengunjungi Pantai Bangsring lebih dari sekali.
77%
23%
0% 0%
Liburan
Penelitian
Tugas Pekerjaan
Lainnya
Sarana dan prasarana wisata merupakan penunjang untuk kegiatan
wisata. Kelengkapan dan kelayakan sarana dan prasarana diharapkan akan
memberikan kepuasan bagi wisatawan sebagai pelaku atau pengguna fasilitas
tersebut. Berikut adalah persepsi wisatawan terhadap sarana dan prasarana yang
ada di Pantai Bangsring :
Gambar 11. Persepsi wisatawan terhadap sarana dan prasarana Pantai Bangsring
Penggunaan transportasi memudahkan perpindahan dan memperlancar
aktivitas wisatawan. Akses transportasi menuju Pantai Bangsring 26,67 %
merespon kurang baik, 33,33 % cukup baik, dan 30 % merespon baik. Wisatawan
yang merespon kurang baik, alasannya karena tidak adanya angkutan umum yang
menuju Pantai Bangsring dan kendaraan seperti bus tidak dapat masuk ke
kawasan Pantai Bangsring, sehingga wisatawan yang menggunakan bus harus
jalan sekitar 1 km untuk menuju lokasi. Fasilitas seperti ketersediaan air bersih,
pembuangan sampah, dan lahan parkir sudah dinilai baik oleh wisatawan. Fasilitas
rumah makan, tempat ibadah, sebagian besar wisatawan menilai sudah cukup
baik.
Pengelolaan objek wisata dibagi menjadi enam variabel, diantaranya
tingkat keamanan, ketersediaan informasi, media promosi, tingkat kebersihan
0
10
20
30
40
50
60
6.670 0 0
3.330 0
26.67
6.67
3026.67
16.67 16.67 16.67
33.33 33.33
50
40
26.6730
46.67
30
50
16.67
26.67
36.67
53.33
26.67
3.3310
3.336.67
16.67
0
10Pers
en
tase
Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik
linkungan, tingkat pelayanan, dan tingkat kenyamanan selama berada di Pantai
Bangsring.
Gambar 12. Persepsi wisatawan terhadap pengelolaan ekowisata Pantai Bangsring
Keamanan menjadi faktor penting dalam berwisata. Wisatawan akan
merasa terganggu apabila daerah yang dikunjunginya tidak aman. Berdasarkan
gambar 17 diatas menunjukkan kawasan Pantai Bangsring dalam keadaan aman,
dengan rincian 46, 67 % merespon cukup baik, 36,67 % baik, dan 10 % sangat
baik, hanya 6, 67 % atau 2 orang yang merespon kurang baik.
Pengelolaan media informasi dan tingkat pelayanan di Pantai Bangsring,
sebagian responden menilai cukup baik dengan sebanyak 40 % dan 46,67 %
merespon cukup baik. Hal ini terlihat dari ketersediaan informasi yang diberikan
oleh pihak pengelola pada wisatawan. Sebanyak 36,67 % wisatawan merespon
cukup baik dan baik untuk ketersediaan informasi di Pantai Bangsring.
Kebersihan di Pantai Bangsring terjaga dengan baik, dimana pihak
pengelola melakukan bersih – bersih sebanyak 2 kali, yaitu ketika pagi hari dan
sore hari. Selain itu, juga ditunjang dengan ketersediaan tempat pembuangan
sampah yang cukup memadai. Terjaganya kebersihan di Pantai Bangsring
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Keamanan Informasi Promosi Kebersihan Pelayanan Kenyamanan
0 0 0 0 0 0
6.67
13.33
2016.67
6.6710
46.67
36.6740
26.67
46.67
33.3336.67 36.67
30
46.67
33.3336.67
1013.33
10 1013.33
20
Pers
en
tase
Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik
memberikan respon positif terhadap tingkat kenyamanan wisatawan. Hal ini
dibuktikan dengan persepsi wisatawan sebanyak 33,33 % cukup baik, 36,67 %
baik, dan 20 % baik, hanya 10 % atau 3 orang yang beranggapan tingkat
kenyamanan di P7antai Bangsring kurang baik.
Kondisi masyarakat disekitar Pantai Bangsring dibagi menjadi empat
variabel, diantaranya sikap ramah tamah, penerimaan masyarakat, dampak positif
ekowisata terhadap masyarakat lokal, dan keterlibatan masyarakat.
Gambar 13. Persepsi wisatawan terhadap kondisi masyarakat di Pantai Bangsring
Sikap ramah tamah masyarakat terhadap wisatawan di Pantai Bangsring
sebagian besar wisatawan merespon baik dengan nilai 43,33 %, ini berkorelasi
positif dengan variabel penerimaan masyarakat yaitu 46,67 % wisatawan
merespon baik, artinya masyarakat lokal menerima dengan baik wisatawan yang
berkunjung ke Pantai Bangsring. Keterlibatan masyarakat pun cukup tinggi dalam
pengelolaan kegiatan ekowisata di Pantai Bangsring dengan persepsi dari
wisatawan sebanyak 46, 67 % merespon baik. Kondisi masyarakat yang demikian
menjadi indikator bahwa keberadaan ekowisata Pantai Bangsring memberikan
dampak positif terhadap masyarakat lokal.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sifat ramah Penerimaan Dampak positif Keterlibatan
0 0 0 0
6.673.33
0
6.67
26.6723.33 23.33
30
43.3346.67 46.67 46.67
23.3326.67
30
16.67
Pers
en
tase
Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik
4.4 Kualitas Perairan Pantai Bangsring
Pengukuran kualitas perairan dalam penelitian dilakukan pada tanggal 25
Februari 2017 menggunakan standar baku mutu Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 51 tahun 2004. Pengukuran dilakukan pada 3 titik lokasi stasiun dengan
3 kali pengulangan. Pengambilan data dimulai pukul 08.00 WIB menggunakan
perahu kecil. Berikut adalah hasil pengukuran kualitas perairan di Pantai
Bangsring, Banyuwangi :
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kualitas Perairan Pantai Bangsring
No Parameter (Satuan)
Stasiun Rata - rata
Baku mutu
Ket. 4 5 6
FISIKA
1 Kedalaman (m)
6,74 5,64 5,4 5,93 Tidak tercantum
Sesuai
2 Kecerahan (%)
100 100 100 100 >6 Sesuai
3 Suhu (oC) 30,3 30,3 29,5 30 Alami Sesuai
4 Warna (Pt.Co)
- - - - - Sesuai
5 Bau TB TB TB TB Tidak Berbau
Sesuai
6 Sampah - - - - Nihil Sesuai
7 Lapisan minyak
- - - - Nihil Sesuai
KIMIA
1 pH 7,22 7,12 7,15 7,16 7 – 8,5 Sesuai
2 Salinitas (o/oo)
31,7 33 31 31,9 Alami Sesuai
3 Oksigen terlarut (Mg/l)
7,46 7,94 7,32 7,57 >5 Sesuai
Kualitas perairan sangat penting bagi keberlangsungan suatu pariwisata,
khususnya wisata bahari. Pada penelitian ini kualitas perairan yang diukur
menunjukkan kesesuaian berdasarkan baku mutu. Berikut penjelasan pada tiap
parameternya :
1. Kedalaman
Berdasarkan tabel 14 diatas menunjukkan kedalaman pada tiap stasiun,
kedalaman tertinggi terdapat pada stasiun 4 yaitu 6,74 m., stasiun 5
kedalamannya 5,64 m, dan stasiun 6 sedalam 5,4 m. Pada stasiun 5
lokasinya dekat dengan rumah apung dan disekitarnya terdapat fish
apartment yang menjadi daya tarik tersendiri untuk wisata snorkling dan
diving.
2. Kecerahan
Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat dihitung
menggunakan sechhi disk. Kecerahan perairan berkaitan dengan
kenyamanan wisatawan karena berpengaruh pada penglihatan dalam air.
Hasil pengukuran kecerahan pada ketiga stasiun yaitu 100 %. Menurut
Armos (2013), nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh padatan
tersuspensi, keadaan cuaca, waktu pengukuran, serta ketelitian dalam
melakukan pengukuran.
3. Suhu
Pengukuran suhu yang dihasilkan pada tiap stasiun relatif sama, yaitu
berkisar 29 – 30 oC. Bengen (2002), menyatakan suhu perairan
mempunyai kaitan erat dengan besarnya intensitas cahaya yang masuk.
Suhu yang normal untuk wilayah perairan pantai berkisar 27 – 35 oC
dengan batas toleransi 36 – 40 oC.
4. pH
Pengukuran pH pada tiap stasiun menghasilkan nilai 7,22 di stasiun 4,
7,12 di stasiun 5, dan 7,15 di stasiun 6. Nilai yang dihasilkan tersebut
sesuai dengan baku mutu kualitas perairan untuk wisata bahari. Menurut
Susana (2009), pH berperan penting sebagai indikator kualitas perairan
sebagai akibat berlimpahnya senyawa – senyawa kimia baik yang bersifat
polutan ataupun non polutan.
5. Salinitas
Nilai salinitas berurutan pada pengukuran setiap stasiun yaitu 31, 7 o/oo, 33
o/oo, dan 31 o/oo. Nilai salinitas yang dihasilkan sesuai dengan baku mutu
kualitas perairan untuk wisata bahari. Menurut Ramadhan, (2014),
salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh evaporasi (penguapan) air laut,
curah hujan, dan percampuran air tawar dan air laut. Salinitas yang baik
untuk wisata bahari berkisar 30 o/oo sampai dengan 36 o/oo.
6. Oksigen terlarut (DO)
Nilai oksigen terlarut yang didapatkan dari hasil pengukuran tiap stasiun
berkisar 7, 46 di stasiun 4, 7,94 di stasiun 5, dan 7,32 di stasiun 6.
Perubahan nilai oksigen terlarut, Effendi (2003), menyebutkan disebabkan
oleh dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan organik dapat
mengurangi kadar dari oksigen terlarut.
4.5 Kondisi Terumbu Karang
4.5.1 Persentase Tutupan
Kondisi penutupan terumbu karang pada penelitian ini diketahui
menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT). Metode ini mengukur
penutupan karang berdasarkan kategori life form. Beberapa kategori life form
tersebut dikelompokkan menjadi lima kelompok besar, yakni karang keras, karang
lunak, karang mati, substrat, dan lainnya. Berikut adalah tutupan karang pada tiap
stasiun.
Gambar 14. Persentase tutupan tiap stasiun
4.5.2 Persentase Life form
Pada gambar 20 dibawah dapat dilihat bahwa kondisi penutupan karang
pada stasiun 4 memiliki penutupan terbesar berupa sand (SD) sebesar 25,92 %,
rubble (RB) sebesar 25,18 %, dan bebatuan (RCK) sebesar 14,36 % sekaligus
menjadi penutupan unsur abiotik terbesar yang disusul oleh penutupan acropora
branching (ACB) sebesar 9,68 %, karang mati alga (DCA) sebesar 7,82 %, karang
mati (DC) sebesar 5,34 %, sedangkan coral massive (CM), coral foliose (CF), soft
coral (SC), coral submassive (CS), coral mushroom (CMR), coral encrusting (CE),
dan acropora digitate (ACD) masing – masing penutupannya dibawah 5 %. Total
penutupan karang hidup di kawasan ini adalah sebesar 21,38 % dan dikategorikan
buruk menurut KEPMEN LH No. 4 Tahun 2001.
21.38
5.34
65.4662.48
2.62
34.9
46.66
0.74
47.22
0
10
20
30
40
50
60
70
Karang hidup Karang mati Substrat
Stasiun 4 Stasiun 5 Stassiun 6
Gambar 15. Persentase life form pada stasiun 4
Pada gambar 21 dibawah dapat dilihat bahwa kondisi penutupan karang
pada stasiun 5 memiliki penutupan terbesar berupa acropora branching (ACB)
sebesar 21,42 %, rubble (RB) sebesar 19,54 %, soft coral (SC) sebesar 15,18 %,
bebatuan (RCK) sebesar 8,34 %, coral branching sebesar 7,84 %, sand (SD)
sebesar 7,02 %, coral submassive sebesar 6,96 %, sedangkan coral massive
(CM), coral mushroom (CMR), coral foliose (CF), coral encrusting (CE), acropora
digitate (ACD), dan death coral (DC) masing – masing penutupannya dibawah 5
%. Total penutupan karang hidup di kawasan ini adalah sebesar 62,48% dan
dikategorikan baik menurut KEPMEN LH No. 4 Tahun 2001.
1.90% 1.50% 1.54%
9.68%
0.16%
2.40%3.56%
0.64%
5.34%
7.82%
25.92%
14.36%
25.18%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
CM SC CS ACB CMR CF CE ACD DC DCA SD RCK RB
Karang Hidup Karang Mati Non biotik
Gambar 16. Persentase life form stasiun 5
Pada gambar 22 dibawah dapat dilihat bahwa kondisi penutupan karang
pada stasiun 6 memiliki penutupan terbesar berupa soft coral (SC) sebesar 31,80
%, yang disusul oleh penutupan bebatuan (RCK) sebesar 24,90 %, sand (SD)
sebesar 17,56 %, coral massive (CM) sebesar 5,48 %, death coral algae (DCA)
sebesar 5,38 %, sedangkan sisanya seperti rubble (RB), acropora branching
(ACB), acropora submassive (ACS), acropora digitate (ACD), death coral (DC),
dan coral submassive (CS) masing – masing penutupannya dibawah 5 %. Total
penutupan karang hidup di kawasan ini adalah sebesar 46,66% dan dikategorikan
sedang menurut KEPMEN LH No. 4 Tahun 2001.
3.96%
7.84%
0.84%
21.42%
15.18%
2.00%
6.96%
3.64%
0.64%
2.62%
7.02%8.34%
19.54%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
CM CB CMR ACB SC CF CS CE ACD DC SD RCK RB
Karang Hidup Karang Mati Non biotik
Gambar 17. Persentase life form pada stasiun 6
4.6 Kesesuaian Ekowisata Pantai
Pengukuran kesesuaian lahan untuk ekowisata pantai titik pengukuran
dilakukan menggunakan 3 stasiun yang dianggap mewakili secara keseluruhan
Pantai Bangsring. Berikut adalah penjelasan pada tiap stasiunnya :
Stasiun 1 : Stasiun 1 terletak disebelah utara rumah apung yang
merupakan lokasi terjauh dari fasilitas yang disediakan pihak pengelola
untuk wisata pantai. Jarak yang cukup jauh merupakan pertimbangan
pemilihan stasiun ini, karena jarak yang jauh jarang dikunjungi wisatawan,
sehingga aktivitas manusia tergolong rendah.
Stasiun 2 : Stasiun ini dekat dengan dermaga penyebrangan ke
rumah apung. Lokasinya dekat dengan fasilitas yang disediakan Pantai
Bangsring, dan aktivitas manusia cukup padat pada daerah ini.
Stasiun 3 : Stasiun 3 berada disebelah selatan rumah apung dan
merupakan batas Zona Perlindungan Bersama. Pada daerah ini dekat
dengan lahan pertanian warga, aktivitas manusia tidak sepadat seperti
stasiun 2.
5.48%
31.80%
0.40%
4.32%2.54% 2.12%
0.74%
5.38%
17.56%
24.90%
4.76%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
CM SC CS ACB ACS ACD DC DCA SD RCK RB
Karang Hidup Karang Mati Non biotik
Berikut adalah hasil pengukuran kesesuaian lahan untuk wisata pantai
berdasarkan 3 stasiun terpilih :
Tabel 4. Nilai Kesesuaian Ekowisata Pantai
No Parameter Bobot Stasiun Skor Kategori Bobot x
skor
1 Kedalaman perairan (m)
5
1 3 S1 15
2 3 S1 15
3 3 S1 15
2 Tipe pantai 5
1 1 S3 5
2 1 S3 5
3 1 S3 5
3 Lebar pantai (m)
5
1 2 S2 10
2 3 S1 15
3 2 S2 10
4 Substrat 3
1 2 S2 6
2 2 S2 6
3 2 S2 6
5 Kecepatan arus (m/dt)
3
1 3 S1 9
2 3 S1 9
3 3 S1 9
6 Kemiringan pantai (o)
3
1 2 S2 6
2 2 S2 6
3 2 S2 6
7 Kecerahan perairan (m)
1
1 3 S1 3
2 3 S1 3
3 3 S1 3
8 Penutupan lahan pantai
1
1 2 S2 2
2 3 S1 3
3 2 S2 2
9 Biota berbahaya
1
1 3 S1 3
2 3 S1 3
3 3 S1 3
10 Ketersediaan air tawar
1
1 2 S2 2
2 3 S1 3
3 3 S1 3
Berdasarkan tabel perhitungan kesesuaian lahan diatas berikut jumlah bobot x
skor pada tiap stasiunnya :
Stasiun Bobot x skor
1 61
2 68
3 62
Rata - rata 63,66
IKW Stasiun 1 = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
61
84 x 100 % = 72,62 %
IKW Stasiun 2 = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
68
84 x 100 % = 80,95 %
IKW Stasiun 3 = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
62
84 x 100 % = 73,81 %
IKW rata - rata = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
63,66
84 x 100 % = 75,78 %
Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) berdasarkan pengukuran tiap stasiun
mendapatkan hasil, diantaranya stasiun 1 sebesar 72,62 % (S2 = sesuai), stasiun
2 sebesar 80,95 % (S2 = sesuai), dan stasiun 3 sebesar 73,81 % (S2 = sesuai).
Rata – rata pada tiap stasiun dihasilkan nilai IKW sebesar 75,78 % (S2 = sesuai).
Pada stasiun 2 mendapatkan nilai IKW tertinggi, hal ini dikarenakan pada stasiun
2 sudah dimanfaatkan dengan baik oleh pihak pengelola yang ditunjang dengan
fasilitas untuk wisata pantai. Pada stasiun 1 dan 3 belum dimanfaatkan secara
optimal untuk kegiatan wisata pantai.
Analisis penentuan nilai IKW dapat dipresentasikan dalam bentuk nilai dari
setiap parameter, nilai diperoleh dari hasil penjumlahan nilai bobot x skor pada tiap
parameternya. Berikut adalah penjelasan pada tiap parameternya :
1. Kedalaman Perairan (m)
Kedalaman perairan merupakan salah satu aspek fisik yang perlu diketahui
dalam kegiatan wisata bahari yang dimanfaatkan untuk berenang atau
sekedar bermain air. Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman berkisar
antara 0,5 m – 1,5 m. Kedalaman ideal untuk kegiatan berenang yaitu
maksimal 3 m.
2. Tipe Pantai
Tipe pantai dalam penentuan skor dikategorikan menjadi tipe pantai pasir
putih, pasir putih, pasir berkarang, pasir hitam, lumpur, serta landai dan
terjal. Pantai Bangsring memiliki tipe pantai pasir hitam, berkarang, dan
landai.
3. Lebar Pantai (m)
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh lebar Pantai Bangsring berkisar
antara 10 – 25 m. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Pantai Bangsring
memiliki pantai yang sesuai untuk kegiatan wisata bahari seperti berjemur,
bersantai, atau jelajah pantai. Namun, Pantai Bangsring kurang cocok
untuk kegiatan olahraga dikarenakan tipe pantainya sedikit berkarang.
4. Substrat
Substrat pantai berpengaruh pada aktivitas yang akan dilakukan
wisatawan untuk wisata pantai. Substrat di Pantai Bangsring merupakan
substrat pasir dengan sedikit berkarang.
5. Kecepatan Arus (m/dt)
Kecepatan arus adalah aspek fisik yang cukup berpengaruh untuk kegiatan
wisata pantai, khususnya berenang. Pantai Bangsring merupakan tipe
pantai yang tenang atau tidak meiliki arus yang kuat. Hasil pengukuran
kecepatan arus 0,6 – 0,13 m/dt.
6. Kemiringan Pantai
Pantai Bangsring adalah pantai yang relatif landai, hasil pengukuran
kemiringan pantai berkisar antara 15 – 25o. Karakteristik pantai yang landai
sangat mendukung untuk kegiatan wisata pantai.
7. Kecerahan Perairan
Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat dihitung
menggunakan sechhi disk. Kecerahan perairan berkaitan dengan
kenyamanan wisatawan karena berpengaruh pada penglihatan dalam air.
Hasil pengukuran kecerahan pada ketiga stasiun yaitu 100 % (sampai
dasar perairan).
8. Penutupan Lahan Pantai
Penutupan lahan pantai berkaitan erat dengan keanekaragaman
tumbuhan yang ada pada pantai tersebut. Pada stasiun 1 ditutupi oleh
semak belukar, stasiun 2 ditutupi oleh tanaman cemara, dan stasiun 3
hanya ditutupi oleh rerumputan.
9. Biota Berbahaya
Berdasarkan dari hasil pengamatan di Pantai Bangsring tidak ditemukan
biota berbahaya seperti bulu babi, ikan pari, hiu, ataupun ular laut.
10. Ketersediaan Air Tawar
Ketersediaan air tawar sangat penting untuk menunjang kegiatan wisata
bahari, untuk mendapatkan air tawar di Pantai Bangsring tidaklah sulit
karena lokasinya yang dekat dengan pemukiman, disana sudah disediakan
fasilitas kamar mandi yang cukup memadai.
4.7 Kesesuaian Ekowisata Snorkling
Pengukuran Indeks Kesesuaian Ekowisata snorkling dilakukan pada
kawasan perairan Pantai Bangsring dilakukan pada 3 lokasi stasiun. Berikut
adalah penjelasannya :
Stasiun 4 : Stasiun 4, lokasinya dekat dengan perbatasan ZPB bagian
utara. Lokasi ini berada di utara rumah apung dan jarang didatangi
wisatawan.
Stasiun 5 : Stasiun 5 terletak di sekitar rumah apung, pada stasiun ini
kegiatan wisatawan yang melakukan snorkling sangat tinggi. Hal ini
dikarenakan lokasinya yang dekat dengan rumah apung, selain itu disekitar
rumah apung juga terdapat fish apartment dan transplantasi karang. Pada
stasiun 5 ini merupakan area favorit untuk wisata snorkling.
Stasiun 6 : Stasiun 6, lokasinya dekat dengan perbatasan ZPB bagian
selatan. Lokasi ini berada di selatan rumah apung dan kerap didatangi
wisatawan untuk snorkling, meskipun aktivitasnya tidak setinggi pada
stasiun 5.
Berikut merupakan hasil pengukuran Indeks Kesesuaian Ekowisata pada
snorkling:
Tabel 5. Nilai Kesesuaian Ekowisata Snorkling
No Parameter Bobot Stasiun Skor Kategori Bobot x skor
1 Kecerahan Perairan (%)
5 4 3 S1 15
5 3 S1 15
6 3 S1 15
2 Tutupan Karang (%)
5 4 0 N 0
5 2 S2 10
6 2 S2 10
3 Jenis Life Form
3 4 3 S1 9
5 3 S1 9
6 2 S2 6
4 Jenis Ikan Karang
3 4 3 S1 9
5 3 S1 9
6 3 S1 9
5 Kecepatan Arus (cm/dt)
1 4 1 S3 1
5 3 S1 3
6 2 S2 2
6 Kedalaman 1 4 2 S2 2
5 2 S2 2
6 2 S2 2
7 Lebar hamparan karang (m)
1 4 1 S3 1
5 2 S2 2
6 2 S2 2
Berdasarkan tabel perhitungan kesesuaian lahan diatas berikut jumlah bobot x
skor pada tiap stasiunnya :
Stasiun Bobot x skor
4 37
5 50
6 46
Rata - rata 44,33
IKW Stasiun 4 = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
37
57 x 100 % = 64,91 %
IKW Stasiun 5 = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
50
57 x 100 % = 87,71 %
IKW Stasiun 5 = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
46
57 x 100 % = 80,70 %
IKW rata - rata = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
44,33
57 x 100 % = 77,77 %
Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) berdasarkan pengukuran tiap stasiun
mendapatkan hasil, diantaranya stasiun 4 sebesar 64,91 % (S2 = sesuai), stasiun
5 sebesar 87,71 % (S1 = sangat sesuai), stasiun 6 sebesar 80,70 % (S2 = sesuai).
Rata – rata pada tiap stasiun dihasilkan nilai IKW sebesar 77,77 % (S2 = sesuai).
Pada stasiun 5 mendapatkan nilai IKW tertinggi, hal ini dikarenakan pada stasiun
5 sudah dimanfaatkan dengan baik oleh pihak pengelola yang ditunjang dengan
fasilitas untuk wisata snorkling, misalnya adanya fish apartment dan rumah apung.
4.8 Kesesuaian Ekowisata Diving
Pengukuran Indeks Kesesuaian Ekowisata diving dilakukan pada kawasan
perairan Pantai Bangsring dilakukan pada 3 lokasi stasiun. Berikut adalah
penjelasannya :
Stasiun 4 : Stasiun 4, lokasinya dekat dengan perbatasan ZPB bagian
utara. Lokasi ini berada di utara rumah apung dan jarang didatangi
wisatawan.
Stasiun 5 : Stasiun 5 terletak di sekitar rumah apung, pada stasiun ini
kegiatan wisatawan yang melakukan diving sangat tinggi. Hal ini
dikarenakan lokasinya yang dekat dengan rumah apung, selain itu disekitar
rumah apung juga terdapat fish apartment dan transplantasi karang. Pada
stasiun 5 ini merupakan area favorit untuk diving.
Stasiun 6 : Stasiun 6, lokasinya dekat dengan perbatasan ZPB bagian
selatan. Lokasi ini berada di selatan rumah apung dan kerap didatangi
wisatawan untuk diving, meskipun aktivitasnya tidak setinggi pada stasiun
5.
Berikut merupakan hasil pengukuran Indeks Kesesuaian Ekowisata diving:
Tabel 6. Nilai Kesesuaian Ekowisata Diving
No Parameter Bobot Stasiun Skor Kategori Bobot x skor
1 Kecerahan Perairan (%)
5 4 3 S1 15
5 3 S1 15
6 3 S1 15
2 Tutupan Karang (%)
5 4 0 N 0
5 2 S2 10
6 2 S2 10
3 Jenis Life Form
3 4 3 S1 9
5 3 S1 9
6 2 S2 6
4 Jenis Ikan Karang
3 4 2 S2 6
5 2 S2 6
6 2 S2 6
5 Kecepatan Arus (cm/dt)
1 4 1 S3 1
5 3 S1 3
6 2 S2 2
6 Kedalaman 1 4 3 S1 3
5 3 S1 3
6 3 S1 3
Berdasarkan tabel perhitungan kesesuaian lahan diatas berikut jumlah bobot x
skor pada tiap stasiunnya :
Stasiun Bobot x skor
4 34
5 46
6 42
Rata - rata 40,66
IKW Stasiun 4 = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
31
54 x 100 % = 62,96 %
IKW Stasiun 5 = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
46
54 x 100 % = 85,18 %
IKW Stasiun 6 = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
42
54 x 100 % = 77,77 %
IKW rata - rata = 𝑁𝑖
𝑁𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100 % =
40,66
54 x 100 % = 75,29 %
Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) berdasarkan pengukuran tiap stasiun
mendapatkan hasil, diantaranya stasiun 4 sebesar 62,96 % (S2 = sesuai), stasiun
5 sebesar 85,18 % (S1 = sangat sesuai), stasiun 6 sebesar 77,77 % (S2 = sesuai).
Rata – rata pada tiap stasiun dihasilkan nilai IKW sebesar 75,29 % (S2 = sesuai).
Pada stasiun 5 mendapatkan nilai IKW tertinggi, hal ini dikarenakan pada stasiun
5 sudah dimanfaatkan dengan baik oleh pihak pengelola yang ditunjang dengan
fasilitas untuk diving, misalnya adanya fish apartment dan rumah apung.
4.9 Daya Dukung Kawasan
Dalam kondisi alaminya, lingkungan memiliki kapasitas dalam hal
menampung sumberdaya manusia yang ada. Perhitungan Daya Dukung Kawasan
(DDK) sangat penting mengingat alam memiliki batasan dalam hal daya tampung
baik dari segi wisata ataupun lainnya. Pantai Bangsring yang dimanfaatkan
sebagai kawasan ekowisata menerima tekanan dari wisatawan dan hal itu bisa
menjadi ancaman apabila alam tidak mampu mentoleransi tekanan tersebut.
Berikut adalah hasil perhitungan DDK di Pantai Bangsring :
Tabel 7. Daya Dukung Kawasan Pantai Bangsring
Nama Area Luas/m2 DDK (orang/hari)
Area Snorkling 43.468 1.738
Area Diving 43.468 695
Area Wisata Pantai 9.930 794
Kegiatan wisata snorkling dan diving merupakan destinasi favorit di Pantai
Bangsring, luas area untuk wisata snorkling dan diving sekitar 43.468 m2 dan
waktu yang disediakan oleh pengelola selama 8 jam. Berdasarkan hasil
pengamatan dan perhitungan yang dilakukan maka didapatkan hasil daya dukung
kawasan area untuk menampung wisatawan sebanyak 1.738 orang (snorkling)
dan 695 orang (diving) per harinya.
Pada area wisata pantai sendiri, kegiatan yang dapat dimaksimalkan
berdasarkan pengamatan dan perhitungan pada luas area 9.930 m2 dengan waktu
yang disediakan selama 8 jam. Daya dukung kawasan untuk area wisata pantai di
Bangsring didapatkan hasil sebanyak 794 orang per harinya. Perbandingan antara
luas, waktu, dan daya dukung memungkinkan wisatawan nyaman dalam
melakukan aktivitas wisatanya.
4.10 Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat
Pengelolaan kawasan ekowisata bahari berbasis masyarakat
menggunakan analisis SWOT. Pendekatan analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, Threat) untuk pengelolaan ekowisata di Pantai Bangsring didasarkan
pada kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Tahapan analisis SWOT yang
dilakukan meliputi identifikasi faktor internal dan eksternal serta alternatif strategi
pengelolaan suatu kawasan serta prioritas pengelolaan berdasarkan skor
tersebut.
4.10.1 Strategi Faktor Internal dan Eksternal
Faktor intenal merupakan faktor yang berasal dari dalam kawasan Pantai
Bangsring, identifikasi bersumber dari observasi secara langsung d lapangan dan
wawancara langsung dengan pengunjung, masyarakat, dan pihak pengelola
dengan menggunakan media kuesioner. Faktor eksternal merupakan faktor yang
berasal dari luar kawasan Pantai Bangsring yang keberadaannya mempengaruhi
kegiatan ekowisata di Pantai Bangsring.
Penentuan variabel faktor internal dan eksternal didapatkan dari hasil
pengamatan, wawancara, dan penyebaran kuesioner, kemudian akan dianalisis
menggunakan pohon masalah. Berikut adalah penentuan variabelnya :
Berdasarkan dari skema pohon masalah diatas, maka berikut adalah
variabel faktor internak dan eksternal :
Tabel 8. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal
Faktor Internal Faktor Eksternal
Kekuatan (Strength) 1. Pantai Bangsring adalah kawasan
Zona Perlindungan Bersama 2. Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)
dan Daya Dukung Kawasan (DDK) yang sesuai
3. Kualitas perairan wisata masih sesuai baku mutu
4. Peran aktif masyarakat dalam pengelolaan ekowisata
Peluang (Opportunity) 1. Program pemda tentang
pengembangan wisata di Banyuwangi
2. Promosi daerah wisata oleh pemerintah daerah
3. Dukungan CSR perusahaan, akademisi, dan komunitas lingkungan
Kelemahan (Weakness) 1. Kondisi SDM yang rendah 2. Belum adanya payung hukum yang
kuat 3. Tidak ada alokasi dana dari
pemerintah
Ancaman (Threat) 1. Prilaku wisatawan yang tidak ramah
lingkungan 2. Sampah dan pencemaran
lingkungan 3. Degradasi wilayah pesisir semakin
meningkat
Pengelolaan
ekowisata di
Pantai Bangsring
Pengukuran
IKW, DDK, dan
kualitas perairan
Kualitas SDM
Rendah
Peran
pemerintah
belum optimal
Prilaku
wisatawan
tidak ramah
lingkungan
Potensi Wisata
Alam
Buatan
Pengelolaan
berbasis
masyarakat
Sampah dan
pencemaran
lingkungan
Kesesuaian
kawasan
kurang
pendidikan dan
pelatihan
pengelolaan
ekowisata
Kerusakan
dan
pencemaran
kawasan
Tingkat
kelembagaan
rendah
Lemahnya
kepemilikan
secara hukum
Gambar 18. Skema pohon masalah
Selanjutnya adalah penentuan skor faktor strategis Internal Factor Analysis
Summary (IFAS) dan Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS).
Tabel 9. Perhitungan Matriks IFAS
Faktor Internal Bobot Rating Skor
Strength
1. Pantai Bangsring adalah kawasan Zona Perlindungan Bersama
2. Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) dan Daya Dukung Kawasan (DDK) yang sesuai
3. Kualitas perairan wisata masih sesuai baku mutu
4. Peran aktif masyarakat dalam pengelolaan ekowisata
0,27
0,23
0,09
0,17
6
5
2
4
1,62
1,15
0,18
0,68
Sub total 0,76 3,63
Weakness
1. Kondisi SDM yang rendah 2. Belum adanya payung hukum yang kuat 3. Tidak ada alokasi dana dari pemerintah
0,14 0,05 0,05
3 1 1
0,42 0,05 0,05
Sub total 0,24 0,52
Total 1 4,15
Hasil analisis matriks IFAS diperoleh nilai total 4,15 dimana faktor Strength
mempunyai nilai 3,63 sedangkan faktor Weakness mempunyai nilai 0,52.
Tabel 10. Perhitungan Matriks EFAS
Faktor Eksternal Bobot Rating Skor
Opportunity
1. Program pemda tentang pengembangan wisata di Banyuwangi
2. Promosi daerah wisata oleh pemerintah daerah
3. Dukungan CSR perusahaan, akademisi, dan komunitas lingkungan
0,19
0,19
0,25
3
3
4
0,57
0,57
1
Sub total 0,63 2,14
Threat
1. Prilaku wisatawan yang tidak ramah lingkungan
2. Sampah dan pencemaran lingkungan 3. Degradasi wilayah pesisir semakin
meningkat
0,31
0,06 0,00
5
1 0
1,55
0,06 0,00
Sub total 0,37 1,61
Total 1 3,75
Hasil analisis matriks EFAS diperoleh nilai total 3,75 dimana faktor Opportunity
mempunyai nilai 2,14 sedangkan faktor Threat mempunyai nilai 1,61. Berikut
adalah rincian IFAS dan EFAS :
Faktor Kekuatan (Strength) = 3,63
Faktor Kelemahan (Weakness) = 0,52
Faktor Peluang (Opportunity) = 2,14
Faktor Ancaman (Threat) = 1,61
4.10.2 Matriks SWOT
Penyusunan matriks SWOT dilakukan setelah identifikasi terhadap faktor
– faktor strategi internal dan eksternal. Total nilai masing – masing faktor yang
dijelaskan dalam identifikasi faktor internal dan eksternal, selanjutnya disusunlah
rumus kombinasi matriks SWOT sebagai berikut :
Tabel 11. Rumus Kombinasi Matriks SWOT
Strength (S) Weakness (W)
Opportunity (O) Strategi (SO) = 3,63 + 2,14 = 5,77
Strategi (WO) = 0,52 + 2,14 = 2,66
Threat (T) Strategi (ST) = 3,63 + 1,61 = 5,24
Strategi (WT) = 0,52 + 1,61 = 2,13
Berikut adalah matriks SWOT berdasarkan tabel identifikasi faktor internal
dan eksternal yang disusun menggunakan rumus kombinasi matriks SWOT :
Tabel 12. Matriks SWOT
Kekuatan (Strength) 1. Pantai Bangsring
adalah kawasan Zona Perlindungan Bersama
2. IKW dan DDK yang sesuai
3. Kualitas perairan wisata masih sesuai baku mutu
Kelemahan (Weakness) 1. Kondisi SDM yang
rendah 2. Belum adanya payung
hukum yang kuat 3. Tidak ada alokasi
dana dari pemerintah
4. Peran aktif masyarakat dalam pengelolaan ekowisata
Peluang (Opportunity) 1. Program pemda
tentang pengembangan wisata di Banyuwangi
2. Promosi daerah wisata oleh pemerintah daerah
3. Dukungan CSR perusahaan, akademisi, dan komunitas lingkungan
Strategi S – O 1. Pembuatan kebijakan
bersama antara pemerintah dan masyarakat terkait pengelolaan ekowisata berkelanjutan (S1, S2, S3, S4, O1, O2)
2. Optimalisasi peran stakeholder dan meningkatkan peran pemerintah dalam pengembangan ekowisata di Pantai Bangsring (S4, O1, O2, O3)
Strategi W – O 1. Melakukan pembinaan
berkala untuk SDM masyarakat tentang manajemen ekowisata berbasis masyarakat di Pantai Bangsring (W1, O1, O2)
2. Pengajuan kawasan konservasi pada tingkat Provinsi (W2, O1, O3)
3. Pemanfaatan dana CSR untuk pengelolaan (W3, O3)
Ancaman (Threat) 1. Prilaku wisatawan
yang tidak ramah lingkungan
2. Sampah dan pencemaran lingkungan
3. Degradasi wilayah pesisir semakin meningkat
Strategi S – T 1. Edukasi kepada
wisatawan agar tercipta wisata ramah lingkungan (S2, S3, S4, T1)
2. Pengolahan sampah agar memiliki nilai ekonomi, mengingat di sekitar Pantai Bangsring terdapat pegiat industri kreatif yang memanfaatkan sampah (S4, O2)
3. Peningkatan koordinasi dengan pemangku kepentingan wisata mengenai tata kelola dan penggunaan lahan (S4, O3)
Strategi W – T 1. Peningkatan peran
pemerintah, masyarakat, dan pihak yang berkepentingan lainnya dalam pembuatan dan pelaksanaan rencana jangka panjang untuk pengelolaan dan pengembangan ekowisata bahari di Pantai Bangsring agar terciptanya ekowisata berkelanjutan (W1, W2, W3, T1, T2, T3)
4.10.3 Alternatif Pengelolaan Ekowisata Bahari Berbasis Masyarakat
Prioritas alternatif pengelolaan ditentukan berdasarkan peringkat (rating).
Alternatif diperoleh dari menjumlahkan skor strategi pengelolaan yang berkaitan.
Strategi tersebut dapat diterapkan dalam pelaksanaan pengelolaan ekowisata di
Pantai Bangsring :
Tabel 13. Peringkat Alternatif Strategi Pengelolaan
Alternatif Strategi Keterkaitan Jumlah
skor Peringkat
Strategi S – O 1. Pembuatan kebijakan bersama
antara pemerintah dan masyarakat terkait pengelolaan ekowisata berkelanjutan
2. Optimalisasi peran stakeholder dan meningkatkan peran pemerintah dalam pengembangan ekowisata di Pantai Bangsring
(S1, S2, S3, S4, O1, O2) (S4, O1, O2, O3)
4,77 2,82
1 3
Strategi W – O 1. Melakukan pembinaan berkala
untuk SDM masyarakat tentang manajemen ekowisata berbasis masyarakat di Pantai Bangsring
2. Pengajuan kawasan konservasi pada tingkat Provinsi
3. Pemanfaatan dana CSR untuk pengelolaan
(W1, O1, O2) (W2, O1, O3) (W3, O3)
1,56 1,62 1,05
7 6 9
Strategi S – T 1. Edukasi kepada wisatawan
agar tercipta wisata ramah lingkungan
2. Pengolahan sampah agar memiliki nilai ekonomi, mengingat di sekitar Pantai Bangsring terdapat pegiat industri kreatif yang memanfaatkan sampah
3. Peningkatan koordinasi dengan pemangku kepentingan wisata mengenai tata kelola dan penggunaan lahan
(S2, S3, S4, T1) (S4, O2) (S4, O3)
3,56 1,25 1,68
2 8 5
Strategi W – T 1. Peningkatan peran pemerintah,
masyarakat, dan pihak yang berkepentingan lainnya dalam pembuatan dan pelaksanaan rencana jangka panjang untuk pengelolaan dan pengembangan ekowisata bahari di Pantai Bangsring agar terciptanya ekowisata berkelanjutan
(W1, W2, W3, T1, T2, T3)
2,13
4
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Ekowisata Pantai Bangsring yang merupakan kawasan Zona Perlindungan
Bersama memiliki potensi terumbu karang dan wisata pantai. Berdasarkan hasil
dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kesesuaian lahan untuk kategori ekowisata dibedakan menjadi 3, yaitu
Kategori Ekowisata Pantai
stasiun 1 sebesar 72,62 % (S2 = sesuai), stasiun 2 sebesar 80,95 %
(S2 = sesuai), dan stasiun 3 sebesar 73,81 % (S2 = sesuai). Rata –
rata pada tiap stasiun dihasilkan nilai IKW sebesar 75,78 % (S2 =
sesuai).
Kategori Ekowisata Snorkling
stasiun 4 sebesar 64,91 % (S2 = sesuai), stasiun 5 sebesar 87,71 %
(S1 = sangat sesuai), dan stasiun 6 sebesar 80,70 % (S2 = sesuai).
Rata – rata pada tiap stasiun dihasilkan nilai IKW sebesar 77,77 % (S2
= sesuai).
Kategori Ekowisata Diving
Stasiun 4 sebesar 62,96 % (S2 = sesuai), stasiun 5 sebesar 85,18 %
(S1 = sangat sesuai), stasiun 3 sebesar 77,77 % (S2 = sesuai). Rata –
rata pada tiap stasiun dihasilkan nilai IKW sebesar 75,29 % (S2 =
sesuai).
2. Daya Dukung Kawasan
Luas area untuk wisata snorkling dan diving sekitar 43.468 m2 dan waktu
yang disediakan oleh pengelola selama 8 jam. Area snorkling dapat
menampung wisatawan sebanyak orang 1.738 / hari, diving sebanyak 695
orang / hari. Luas area wisata pantai sekitar 9.930 m2 dengan waktu yang
disediakan selama 8 jam dapat menampung wisatawan sebanyak 794
orang / hari.
3. Pengelolaan Ekowisata berbasis masyarakat di Pantai Bangsring
menggunakan analisis SWOT menghasilkan alternatif pengelolaan,
sebagai berikut :
1). Pembuatan kebijakan bersama antara pemerintah dan masyarakat
terkait pengelolaan ekowisata berkelanjutan; 2). Edukasi kepada
wisatawan agar tercipta wisata ramah lingkungan; 3). Optimalisasi peran
stakeholder dan meningkatkan peran pemerintah dalam pengembangan
ekowisata di Pantai Bangsring.
5.2 Saran
Saran untuk peneliti selanjutnya untuk melakukan inventarisasi biota
khususunya identifikasi spesies karang yang ada di kawasan konservasi Pantai
Bangsring. Perlu adanya koordinasi antar pemangku kepentingan untuk
pengelolaan ekowisata berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA Armos, Nikolas Hersal., 2013. Studi Kesesuaian Lahan Pantai Wisata Boe Desa
Mappakalompo Kecamatan Galesong Ditinjau Berdasarkan Biogeofisik. Universitas Hasanuddin Makassar.
Bengen, D. G., 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. IPB
Bogor. Cesar, H., 2002. The Biodiversity Benefits of Coral Reef Ecosystem: Values and
Markets. Amsterdam: Cesar Enviromental Economics Consultan. Dahuri, R., 2008. Daya Dukung Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan. IPB
Bogor. Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. English, S., Wilkinson, C., Baker, V., 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Australia: ASEAN Australia Marine Project. Gautama, I Gusti Agung Gede Oka, 2011. Evaluasi Perkembangan Wisata Bahari
di Pantai Sanur. Universitas Udayana Denpasar Bali, Tesis. Hakim, L., 2004. Dasar - dasar Ekowisata. Banyumedia Publishing, Malang. Hijriati, E., Mardiana, R., 2014. Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat
terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi. IPB Bogor 02, 146–159.
Kasim, F., 2011. Pelestarian Terumbu Karang untuk Pembangunan Kelautan
Daerah Berkelanjutan. Universitas Negeri Gorontalo 1–7. Kementerian Pariwisata, 2016. Rangking Devisa Pariwisata terhadap 11 Ekspor
Barang Terbesar Tahun 2011-2015. Kepmen LH No. 4, 2001. Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. KKP, 2010. Pedoman Umum Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk
Kegiatan Pariwisata Alam Perairan. Jakarta. Maryadi, D., 2003. Peluang Pengembangan Ekowisata di Kawasan Rawa Danau
dan Sekitarnya, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. IPB Bogor. Menteri LH No.51, 2004. Tentang Baku Mutu Kualitas Air Laut untuk Wisata
Bahari. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 th 2009 tentang Pedoman Pengembangan
Ekowisata di Daerah. Pragawati, B., 2009. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir untuk Pengembangan
Ekowisata Bahari di Pantai Binangun, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. IPB Bogor.
Ramadhan, S., Patana, P., Harahap, Z.A., 2014. Analisis Kesesuaian dan Daya
Dukung Kawasan Wisata Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Universitas Sumatera Utara 31–43.
Rangkuti, F., 2003. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis-Reorientasi
Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Subur, R., 2012. Daya Dukung Ekowisata dengan Pendekatan Kapasitas Adaptif
Ekologi di Pulau - pulau Kecil. IPB Bogor. Sukmara, A., Siahainenia, A.J., Rotinsulu, C., 2001. Panduan Pemantauan
Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan Metoda Manta Tow. CRMP Indonesia, Jakarta Selatan.
Susana, T., 2009. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut sebagai Indikator
Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. LIPI Jkt., Jurnal Teknologi Lingkungan.
Undang – undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. WWF, 2009. Prinsisp dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Yulianda, F., 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir Berbasis Konservasi. IPB Bogor.